standar operasional prosedur jamur kuping sleman

51
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PRODUKSI JAMUR KUPING (Auricularia polytrica) 2009

Upload: trimartinipatria

Post on 15-Jun-2015

3.494 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)PRODUKSI JAMUR KUPING (Auricularia polytrica)

2009

Page 2: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR JAMUR KUPING (Auricularia spp)

Pengarah :...(Kepala ...)

Tim Penyusun :1. Tri Martini (BPTP Yogykarta)2. Supriyanto (BPP Pakem)3. Bambang Setyadi (Asosiasi Petani Krisan Yogyakarta)4. Ambarwati (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Sleman)5. Hesti Rahsitomurni (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Sleman)6. ...7. ...8. ... (UPTD Balai Proteksi Tanaman Pertanian DIY)9. Siswiyanto (Udi Makmur)10. ...... (Sawungsari)11. ... (Sawungan)12. ... (Wonorejo)13. ... (Cangkringan)14. ..............

2

Page 3: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

KATA PENGANTAR

Yogyakarta, Oktober 2009 Kepala .......................

Ir. …………………………. NIP.

3

Page 4: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Jamur kuping termasuk species yang memiliki tubuh buah paling besar diantara

familia Auriculariaceae. Jamur kuping telah lama dikenal oleh masyarakat, jauh sebelum

jamur merang dibudidayakan, karena banyak tumbuh pada media kayu bahkan di kayu

yang telah busuk. Jamur kuping dikenal dengan banyak nama, karena mudah ditemui di

setiap tempat. Di Jawa Barat dinamakan supa lember. Di Eropa dikenal dengan nama

Oortjeszwam, di Jepang dengan nama Kikurage, orang Yahudi menyebutnya Jew's ear

fungi.

Jamur Kuping adalah jamur yang pertama kali dibudidayakan bahkan sebelum

jamur Shiitake di Cina. Di Indonesia jamur Kuping sangat lumrah dikenal di kalangan

masyarakat menengah ke bawah setelah jamur merang. Pada acara-acara pesta hajatan

masakan sop (kimlo) sangat umum menggunakan jamur Kuping di dalamnya. Masyarakat

tradisional masih sering mengambil jamur ini dari alam yang biasanya tumbuh pada

batang-batang yang sudah lapuk. Kini jamur Kuping terutama jenis A. polytricha sudah

banyak dibudidayakan secara modern dalam log-log serbuk kayu. Menurut data statistik,

produksi segar jamur kuping (worldwide) menempati urutan keempat (346.000 ton)

setelah Champignon, Tiram dan Shiitake pada tahun 1991 (Chang, 1993). Pada dasarnya

cara budidaya jamur kuping hampir sama dengan cara budidaya jamur Tiram dan Shiitake

yakni dengan tahap-tahapan sbb : penyiapan substrat, pencampuran substrat,

pengantongan (logging), sterilisasi, inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh buah,

dan panen. Yang berbeda mungkin komposisi substrat dan cara pemeliharaan tubuh

buahnya yang memerlukan kondisi-kondisi fisik yang sedikit berbeda dibandingkan

dengan jamur Tiram dan Shiitake, serta waktu panenan yang lebih singkat.

Dalam tiga tahun terakhir, minat masyarakat untuk mengonsumsi jamur terus

meningkat. Salah satunya dapat dilihat dari kreatifitas para pedagang, yang sebelumnya

hanya menjajakan jamur segar, sekarang sudah merambah ke olahan, seperti

memproduksi keripik jamur. Kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi jamur

berpengaruh positif terhadap permintaan pasokan hingga kenaikannya mencapai 20%—

25%/tahun. Jamur kuping juga bukan sekadar makanan, tapi juga mengandung khasiat

obat. Dewasa ini orang makan jamur lantaran pertimbangan kesehatan. Jamur mudah

4

Page 5: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

dicerna dan dilaporkan berguna bagi para penderita penyakit tertentu. Jamur merang

misalnya, berguna bagi penderita diabetes dan penyakit kekurangan darah. Jamur

mempunyai nilai gizi tinggi, terutama kandungan proteinnya sekitar 15%—20% (bobot

kering). Daya cernanya pun tinggi, 34%—89%.

Kelengkapan asam amino yang dimiliki jamur lebih menentukan mutu gizinya.

Kandungan lemak cukup rendah, antara 1,1%—9,4% (bobot kering), berupa asam lemak

bebas mono ditriglieserida, sterol, dan fosfolipida.

Jamur juga merupakan sumber vitamin antara lain thiamin, niacin, biotin, dan asam

askorbat. Umumnya, jamur kaya akan mineral terutama fosfor, kalsium, dan zat besi.

Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya di wilayah Kabupaten

Sleman pada 2 tahun terakhir, produksi jamur stagnan, bahkan cenderung menurun.

Padahal petani pembudidaya sudah cukup banyak. Petani inti jamur merang sekitar 5.000

orang, jamur tiram 600 petani, jamur kuping 200 petani, dan pengusaha shiitake sekitar

10 pelaku. Stagnasi produksi jamur disebabkan lantaran ada sekitar 30% petani tidak

mampu lagi untuk berproduksi, bahkan di wilayah Dusun Sawungsari hingga ke 8 km ke

arah utara di Dusun Boyong tidak lagi dijumpai kubung-kubung budidaya jamur kuping.

Sejak tahun 1999, 26 orang petani jamur kuping yang tergabung di Kelompok Tani Sari

Makmur di Dusun Sawangan Desa Hargobinangun Kecamatan Pakem, Kabupaten

Sleman telah mengembangkan jamur kuping sampai 50.000 bag log (kantong plastik

untuk pengembangan jamur), bahkan sampai 100.000 bag log di awal tahun 2005. Tapi,

sekarang produksi dibatasi sampai 30.000 bag log karena permintaan menurun.

Penurunan permintaan ini juga diikuti dengan penurunan harga jual jamur kuping kering

di tingkat petani dari Rp 32.000 - Rp 35.000 turun menjadi Rp 31.000 bahkan Rp 25.000

per kg. Penurunan permintaan komoditas jamur kuping, diantaranya disebabkan oleh

adanya serangan hama yang sering disebut ’krepes’ oleh petani setempat. Gejala awal

nampak 2 minggu sejak bag log diletakkan di rak-rak pemeliharaan di kubung jamur.

Tandanya berupa butir-butir  halus seperti butiran-butiran Urea. Apabila butir-butir

tersebut ditekan, akan timbul bunyi 'krepes-krepes' (baca e-nya seperti baca sedap). Selain

menurunkan produksi, hama ini juga merusak kualitas jamur kuping sehingga kurang

menarik. Serangan hama juga mengurangi produksi tiap bag log. Tiap kantong yang

biasanya menghasilkan 0,06 kg jamur kuping segar, setelah ada serangan menyebabkan

produksi hanya 0,02 atau maksimal 0,03 kg saja.

Hama ’krepes’ sulit dikendalikan secara kimiawi dan belum pernah dilaporkan

teknik pengendalian yang tepat, karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat

5

Page 6: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

menimbulkan residu pestisida pada produk panen. Upaya pengendalian perlu lebih

difokuskan pada pengendalian hama terpadu (PHT), yang salah satu komponennya adalah

penggunaan pestisida maupun bahan nabati yang tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan

tepat cara, serta perlunya pengendalian OPT pra tanam dan sanitasi lingkungan.

Kendala utama lainnya adalah ketersediaan bag log bermutu. Adanya aumulasi

serangan hama dan penyakit meyebabkan kualitas bag log rendah. Serangan Aspergillus

sp sangat mengganggu media tanam (baglog) sehingga pertumbuhan jamur terhambat,

bahkan mati. Hal ini terjadi saat kemarau panjang atau hujan berkepanjangan, padahal

sekitar 50% biaya produksi terdiri dari media tumbuh dalam bag log. Secara konvensional

perbanyakan bag log di Indonesia menggunakan kultur sederhana. Untuk mendapatkan

benih bermutu harus diperoleh secara steril dan higienis. Seiring dengan meningkatnya

tuntutan masyarakat global terhadap produk yang aman lingkungan, berbagai negara maju

telah menerapkan prinsip budidaya yang baik dan benar (Good Agriculture Practices =

GAP). Prinsip GAP menekankan peningkatan produksi dan mutu hasil dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan dan sumber daya serta keselamatan, kesehatan dan

kesejahteraan penangkar. Pada saat ini kepatuhan terhadap prinsip GAP sebagai

persyaratan bagi ekspor pertanian ke negara – negara maju. Untuk menghasilkan produk

krisan yang bermutu dan berdaya saing, penerapan prinsip budidaya yang baik dan benar

harus dilakukan.

Dalam rangka produksi jamur kuping, Dinas Pertanian Propinsi DIY, BPTP

Yogyakarta, dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Sleman, serta petani jamur kuping di

Yogyakarta menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP). Buku ini selanjutnya

diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terkait dalam produksi jamur

kuping terutama bagi petugas terkait dan penangkar benih bag log) serta pengusaha jamur

kuping.

2. Maksud

Maksud penerbitan buku Standar Operasional Prosedur (SOP) produksi jamur

kuping adalah untuk menyediakan acuan teknis produksi benih secara rinci dalam rangka

menghasilkan benih yang bermutu dan bersertifikat sesuai dengan standar mutu yang

telah ditetapkan.

6

Page 7: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

3. Tujuan

Menyusun acuan dalam produksi jamur kuping di lapangan untuk menghasilkan

jamur kuping bermutu, sesuai standar yang telah ditentukan.

4. Ruang Lingkup

I. Pemilihan Lokasi

II. Penyiapan Kubung

III. Penyiapan media tumbuh dan rak-rak pemeliharaan

IV. Penyiapan sarana irigasi dan aerasi

V. Peletakkan bag log

VI. Penanganan Budidaya Jamur Kuping, meliputi tahapan :

- Penyiapan dan pencampuran substrat

- Pengantongan (logging)

- Sterilisasi

- Inokulasi bibit

- Inkubasi miselium

VII. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

VIII. Panen

IX. Pencatatan

5. Pengertian

a. Bag log

b. Media tumbuh

c. Serbuk gergaji

d. Kapur (CaCO3)

e. Bibit Jamur

f. bekatul

g. masker

h. steamer

i. semprotan

j. alkohol

k. kapas sumbat

l. kantong plastik

7

Page 8: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

m. Resistensi OPT

n. Pestisida

o. Musuh alami

p. Kubung adalah tempat budidaya tanaman beratap yang dapat dibuat dari berbagai

jenis bahan untuk mencegah terpaan curah hujan dan sisnar matahari yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

q. Inokulasi adalah ..............

r. Inkubasi adalah ..............

s. Jamur adalah .........

t. Bag log adalah .................

u. Sterilisasi adalah kegiatan mengeradikasi OPT didalam ...............melalui cara fisik

maupun kimia.

v. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang dapat

merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tanaman serta

merugikan secara ekonomi.

w. Pengendalian hama dan penyakit adalah tindakan menekan serangan hama dan

penyakit dengan menggunakan cara mekanis, fisik, agen hayati, kultur teknik maupun

bahan kimia sintetik sesuai prosedur baku.

x. Pestisida adalah zat atau senyawa kimia, bahan lain dan organisme renik atau virus

yang digunakan untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan kualitas hasil

tanaman.

y. Panen adalah kegiatan mengambil hasil sesua prosedur baku untuk setiap jenis

tanaman.

z. Sortasi adalah kegiatan pengelompokkan hasil panen berdasarkan erbedaan mutu

sesuai standar tertentu.

8

Page 9: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Prosedur Operasional

Standar

Pemilihan Lokasi

Nomor :Horti/J.K/I/2009

Tanggal Dibuat29 Oktober 2009

Halaman I/3

Revisi........................

Disahkan.....................

I. Pemilihan Lokasi

A. Definisi

Pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan persyaratan kesesuaian tanah dan

agroklimat. Selain itu penetapan lokasi harus sesuai dengan ketentuan Peta Agro

Ecosystem Zone (AEZ) dan aspek legal kepemilikan lahan.

Sebagaimana halnya jamur lain faktor kelembaban tinggi adalah syarat utama yang

harus terpenuhi dalam budidaya jamur kuping. Kadar air substrat untuk pertumbuhan

vegetatip tergantung dari jenis substrat yang dipakai. Untuk substrat kayu utuh, kadar

air optimum adalah 45-60% sedangkan dengan substrat serbuk gergajian adalah 60-

75%. Meskipun demikian faktor fisik lain seperti suhu, oksigen cahaya dan gaya tarik

bumi juga merupakan faktor-faktor penting. Pertumbuhan vegetatif opotimum adalah

pada suhu 20-22oC. Sedangkan pada saat pertumbuhan tubuh buah memerlukan suhu

optimum yang bervariasi tergantung strainnya. Untuk strain dingin dapat

menghasilkan tubuh buah dengan baik pada suhu 12-18oC dan strain tropis pada suhu

20-22oC.

B. Tujuan

1. Memilih lokasi sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara

optimal.

2. Menetapkan lahan usaha jamur kuping yang tidak bertentangan dengan peraturan

dan perundangan tentang rencana umum tata ruang dan tata wilayah.

3. Membangun basis produksi jamur kuping dengan memanfaatkan keunggulan

potensi wilayah dan agroklimat yang kondusif.

C. Validasi

1. Peta Agro Ecosystem Zone (AEZ) / Peta Pewilayahan Komoditas

9

Page 10: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

2. Koordinat posisi geografi

3. Rekomendasi teknologi spesifik lokasi

4. Data analisis tanah dan parameter lingkungan.

5. Hasil penelitian dan kajian pustaka.

6. Pengalaman petani dan pengusaha.

7. Bukti legal status kepemilikan lahan.

D. Alat dan Bahan

1. Dokumen hasil analisis kesesuaian lahan

2. GPS

3. Data agroklimat 10 tahun terakhir

5. Data infrastruktur

E. Fungsi Alat dan Bahan

1. Dokumen hasil analisis kesesuaian lahan digunakan untuk menentukan kelayakan

tumbuh.

2. Data agroklimat 10 tahun terakhir digunakan untuk proyeksi iklim dalam

pertumbuhan tanaman.

3. GPS adalah alat untuk menentukan koordinat posisi geografi.

F. Standar Pemilihan Lokasi

1. Jenis tanah yang optimal untuk pertumbuhan tanaman induk krisan adalah tanah

yang bertekstur liat berpasir, subur, berdrainase baik, tidak mengandung OPT, pH

tanah sekitar 5,5 – 6,5.

2. Kemiringan lahan kurang dari 10%.

3. Ketinggian tempat berkisar antara 400 – 1.200 m dpl.

4. Suhu berkisar antara 15 – 28 oC.

5. Kelembaban udara yang dikehendaki berkisar antara 60 - 85%.

6. Lokasi usaha jamur harus bebas dari cemaran bahan kimia berbahaya.

7. Aspek legal kepemilikan lahan jelas.

G. Prosedur Pelaksanaan Pemilihan Lokasi

1. Menghubungi BPTP atau Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Sleman

untuk mendapatkan peta AEZ atau peta pewilayahan komoditas.

2. Memastikan koordinat posisi geografi lokasi.

10

I-1

Page 11: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

3. Mengukur rata – rata suhu siang dan malam hari.

4. Memeriksa kemiringan lahan.

5. Memeriksa fisik tanah untuk mengetahui porositas atau keremahan tanah

6. Mengukur pH tanah.

7. Membuat penampungan air agar ketersediaan sumber air, terutama pada musim

kemarau.

8. Mengukur pH air.

9. Menghindari sumber air dari bahan – bahan cemaran yang berbahaya.

10. Lihat kondisi drainase, kelancaran pembuangan air untuk mengantisipasi

kemungkinan kebanjiran.

11. Memeriksa apakah lahan bebas dari OPT.

12. Memeriksa riwayat penggunaan lahan kepada petugas pertanian atau penduduk

sekitar lahan.

13. Memeriksa peruntukan lahan dengan rujukan peta AEZ.

14. Menyediakan sarana jalan penghubung ke lahan usaha tani.

15. Informasi lain.

16. Pencatatan setiap tahapan yang dilakukan dan informasi lainnya.

11

I-3

Page 12: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Prosedur Operasional

Standar

Penyiapan Kubung

Nomor :Horti/J.K/I/2009

Tanggal Dibuat29 Oktober 2009

Halaman II/3

Revisi........................

Disahkan.....................

II. Penyiapan Kubung

A. Definisi

Kubung adalah bangunan dengan persyaratan fisik bangunan tertentu yang

mempunyai fungsi menjaga pertumbuhan tanaman secara optimal serta melindungi

tanaman dari curah hujan dan sinar matahari langsung yang tidak menguntungkan

bagi pertumbuhan jamu kuping.

Rumah lindung dibangun sesuai dengan luasan lahan, arah angin, bebas dari

naungan, sirkulasi udara cukup, jaringan listrik terjangkau, irigasi tersedia, dan

kekuatan konstruksi bangunan yang diinginkan serta dilengkapi sarana drainase untuk

membuang air yang berlimpah. Faktor fisik yang berpengaruh adalah cahaya.

Kebanyakan jamur membutuhkan cahaya pada fase pertumbuhan generatif atau akhir

fase vegetatif. Cahaya terutama berperan dalam proses perangsangan terbentuknya

tubuh buah. Cahaya yang berperan dalam pembentukan primordia ini adalah cahaya

biru sampai mendekati ultraviolet. Cahaya pada rentang lamda (ë) ini terdapat pada

cahaya matahari. Cahaya buatan dengan lampu TL dengan kekuatan 100-300 LUX

juga sudah mencukupi. Sebagai patokan kasar, intensitas cahaya yang dianggap cukup

apabila dalam ruangan kita dapat membaca koran dengan jarak satu lengan antara

koran dan mata.

B. Tujuan

1. Mendapatkan kondisi lingkungan mikro yang optimal bagi pertumbuhan.....

2. Melindungi dari serangan OPT, cekaman lingkungan dan sinar matahari yang

berlebihan.

3. Memelihara ... agar dapat produksi benih setiap waktu tanpa terkendala oleh

kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.

12

Page 13: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

C. Validasi

1. Literatur, hasil penelitian.

2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur

kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta

D. Alat dan Bahan

a. Desain konstruksi kubung

b. Bahan kerangka kubung (kayu, bambu, besi, atau beton)

c. Bahan atap (rumbai)

d. Bahan penutup dinding (screen dan insect screen)

e. Bahan dan alat pendukung lainnya yang diperlukan.

E. Fungsi Alat dan Bahan

a. Desain konstruksi rumah lindung sebagai acuan dalam membuat rumah lindung

yang akan digunakan dalam kegiatan produksi jamur kuping.

b. Bahan kerangka rumah lindung (kayu, bambu, besi, atau beton) adalah bagian dari

rumah lindung yang akan dibuat sebagai penyangga rumah lindung.

c. Bahan atap (plastik UV, PVC, atau policarbonate) adalah bagian dari rumah

lindung sebagai penutup bagian atas rumah lindung.

d. Bahan penutup dinding (screen dan insect screen) adalah bagian dari rumah

lindung sebagai penutup dinding rumah lindung.

F. Standar Penyiapan Rumah Lindung

1. Rumah lindung harus terletak di lahan yang terbuka,datar dan tidak ternaungi.

2. Penyiapan desain dilakukan oleh orang yang kompeten dengan memperhatikan

persyaratan teknis, biologis tanaman, kekuatan dan umur ekonomisnya.

3. Hal – hal yang penting di dalam merancang rumah lindung adalah topografi lahan,

bentuk, tipe dan sirkulasi udara di dalam rumah lindung.

4. Beberapa pilihan bahan kerangka rumah lindung yang dapat digunakan yaitu

kayu, bambu, besi, dan beton. Bahan – bahan tersebut bisa saja dikombinasikan

yaitu menggunakan konstruksi beton bertulang untuk tiang penyangga dan batang

bambu untuk konstruksi atap. Pemilihan tiang dari beton bertulang karena kuat

menahan angin yang kencang, disamping itu tiang beton tahan lama sehingga pada

tahun ketiga hanya diperlukan pengantian konstruksi atap saja.

13

Page 14: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

6. Bahan atap tergantung pada kekuatan dan durasi masa penggunaan.

7. Bahan penutup dinding rumah lindung adalah tirai bambu.

8. Saluran drainase dibuat di sekeliling rumah lindung.

G. Prosedur Pelaksanaan Penyiapan Rumah Lindung

1. Menyiapkan desain konstruksi rumah lindung yang akan dibangun.

2. Menyiapkan bahan kerangka rumah lindung.

3. Menyiapkan bahan penutup/atap rumah lindung.

4. Menyiapkan bahan penutup dinding.

5. Menyampaikan desain konstruksi rumah lindung kepada pekerja.

6. Membuat kerangka rumah lindung, menutup atap dan dinding rumah lindung.

7. Membuat saluran drainase yang memadai.

8. Mencatat setiap tahapan yang dilakukan dan informasi lainnya.

Standar Struktur Rumah Jamur Kuping

a

b

c

d

7 m

Tampak Depan

14

Page 15: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

e

f

g

Tampak Samping

Skala 1:10

Keterangan:

a. plastik polythylen e. kasa strimin

b. atap dari kiray/daun rumbia f. 1,3 m bilik

c. dinding dari bilik g. 1 m plastik transparan

d. plastik transparan

15

II-4

Page 16: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Prosedur Operasional

Standar

Penyiapan Sarana Irigasi dan aerasi

Nomor :Ben.hias/kri/III/2009

Tanggal Dibuat9 Oktober 2009

Halaman III/2

Revisi........................

Disahkan.....................

III. Penyiapan Sarana Irigasi dan aerasi ruang

A. Definisi

Proses menyiapkan sarana irigasi untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan

menjaga stabilitas suhu serta kelembaban media dan lingkungan tanam.

Sebagaimana halnya jamur lain, proses aerasi adalah hal yang juga vital. Shiitake

seperti halnya jamur pada umumnya membutuhkan kadar oksigen lebih tinggi pada

saat pembentukan tubuh buah dibandingkan dengan tahap pertumbuhan vegetatif

miselium. Itulah sebabnya log-log plastik yang telah terjadi pertumbuhan miselium

vegetatif harus dibuka pada saat yang tepat. Tentunya hal ini akan mempengaruhi

penguapan air dari dalam log yang tidak kita inginkan. Untuk menanggulanginya

dilakukan penyiraman dengan air kran. Faktor fisik yang terakhir adalah gaya tarik

bumi (gravity). Pertumbuhan miselium vegetatif umumnya lebih cepat di dalam log

dengan posisi vertikal. Ini menandakan adanya pengaruh gaya gravitasi terhadap

pertumbuhan miselium.

B. Tujuan

1. Menyediakan sarana untuk mendistribusikan air dari bak penampung ke rumah

lindung.

2. Memenuhi kebutuhan air tanaman secara efisien dan efektif

C. Validasi

1. Literatur, hasil penelitian.

2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur

kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta

D. Alat dan Bahan

1. Pompa air

2. Bak penampungan

3. Pipa paralon/besi

16

Page 17: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

4. Embrat/gembor

5. Sarana irigasi lainnya (ember, selang plastik dll)

E. Fungsi Alat dan Bahan

1. Pompa air adalah alat pemompa air dari sumber air.

2. Pipa paralon/besi berfungsi sebagai alat penyalur air.

3. Embrat/gembor berfungsi untuk menyiram tanaman secara manual.

4. Bak penampungan berfungsi sebagai alat menampung air sebelum

didistribusikan.

5. Sarana irigasi lainnya berfungsi untuk mendistribusikan air.

17

III-1

Page 18: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

F. Standar Penyiapan Sarana Irigasi

1. Sarana irigasi meliputi bak penampungan, jaringan distribusi air primer,

sekunder yang masuk ke setiap bedengan dan saluran pemberian air .

2. Jaringan irigasi berlaku untuk di dalam rumah lindung.

3.

G. Prosedur Pelaksanaan Penyiapan Sarana Irigasi

1. Menghitung luas jaringan pengairan berdasarkan kebutuhan.

2. Membuat rancangan jaringan irigasi sesuai kondisi tempat dan fungsi lahan.

3. Mencatat setiap tahapan yang dilakukan dan informasi lainnya.

4. ...........

18

III-2

Page 19: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Prosedur Operasional

Standar

Persiapan media tumbuh dan

Penyiapan Rak-rak pemeliharaan

Nomor :Horti/JK/V/2009

Tanggal Dibuat29 Oktober 2009

Halaman V/2

Revisi........................

Disahkan.....................

X. Penyiapan rak-rak pemeliharaan dan Peletakkan bag log

A. Definisi

Kegiatan untuk .................pembuatan media tumbuh sebagai tempat penanaman

tanaman induk krisan.

B. Tujuan

Menyiapkan media tumbuh agar tanaman induk tumbuh secara optimal.

C. Validasi

1. Literatur, hasil penelitian.

2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar jamur

kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta

D. Alat dan Bahan

1. Alat pengolahan tanah dapat berupa cangkul,

2. Dolomit, kalsit atau kapur pertanian.

E. Fungsi Alat dan Bahan

1. Cangkul, garpu tanah (cengkek) dan mesin pertanian untuk membersihkan,

mengolah dan meratakan tanah.

2. Dolomit, kalsit atau kapur pertanian berfungsi untuk memperbaiki kimia tanah

dan memperkuat daya tahan tanaman terhadap OPT dan cekaman lingkungan.

F. Standar Penyiapan Media

Komposisi substrat. Berikut adalah dua contoh komposisi substrat tanam untuk jamur

19

Page 20: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Kuping yang sudah perna dicoba dan dilaporkan oleh beberapa peneliti.

Formula A

• Serbuk gergajian kayu = 78%

• Dedak = 20%

• Kapur (CaCO3) = 1%

• Sukrosa = 1%

• Air = 70%

Formula B

• Serbuk gergajian kayu = 78%

• Dedak = 10%

• Kapur (CaCO3) = 1%

• NPK (1:1:1) = 0,5%

• Air = 70%

Selanjutnya, hal yang sedikit berbeda dengan cara budidaya jamur kuping adalah pada

tahap inkubasi miselium yang memerlukan suhu relatif lebih tinggi (±30oC)

dibandingkan dengan Shiitake. Demikian juga waktu yang dibutuhkan untuk

menghasilkan tubuh buah dari mulai inokulasi log adalah lebih singkat yakni sekitar 50

hari. Selama pemeliharaan tidak terjadi tahap-tahap yang sperti pada Shiitake (lapisan

tebal miselium permukaan, pembentukan benjolan, pembentukan warna coklat

(browning) dan pengerasan lapisan luar). Dalam hal pemeliharaan tubuh buah hampir

mirip dengan pemeliharaan jamur Tiram. Sepanjang kelembaban udara dipertahankan

tinggi (±85%) pada temperatur yang sesuai (24-27oC), kadar Oksigen yang cukup (tidak

terasa susah bernafas di dalam ruangan) dan kadar cahaya ±500 LUX, maka jamur

Kuping akan dihasilkan dan berkembang normal dengan sendirinya. Dengan kata lain,

budidaya jamur kuping lebih mudah dibandingkan dengan berbudidaya jamur Shitake.

Apabila tubuh buah sudah dihasilkan, maka waktu panen dapat dilakukan sampai dicapai

ukuran tubuh buah yang masksimum. Berbeda halnya dengan jamur Tiram, tubuh buah

jamur Kuping dapat bertahan relatif lebih lama pada log. Demikian juga pada saat

Pemeliharaan tubuh buah

20

Page 21: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Prosedur Operasional

Standar

Penanganan Budidaya Jamur

Kuping

Nomor :Horti/JK/V/2009

Tanggal Dibuat29 Oktober 2009

Halaman V/2

Revisi........................

Disahkan.....................

Proses penanganan budidaya Jamur Kuping

Serbuk gergaji kayu yang sudah lapuk (kadar air 62%) dicampur merata dengan

bekatul sebanyak 1%, campuran dimasukkan ke dalam polybag lalu dipadatkan hingga

ketinggian 18-20 cm. Bagian tengah dibuat lubang dengan diameter 1,5 cm dan kedalaman

10 cm. Polybag yang sudah terisi dipasang cincin paralon dan disumbat kapas dengan ditutup

plastik. Dilakukan sterilisasi 95% selama 5 jam. Dilakukan inokulasi dengan bibit F3.

Polybag yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi untuk menunggu pertumbuhan

miselium, selama pertumbuhan miselium harus dijaga kondisi lingkungan yang sesuai 20-

27ºC dengan RH 70-80%. Pada saat penumbuhan tubuh buah, RH dan suhu dipertahankan

80-96%, 20-27º C. Tubuh buah mulai tumbuh 4-7 hari setelah penyobekan. Setelah miselium

tumbuh secara merata, dilakukan penyobekan kedua yaitu pada bagian belakang polybag.

Tahap-tahap pekerjaan pada dasarnya sama dengan cara budidaya jamur lainnya, yang

mencakup : penyiapan substrat, pencampuran substrat, pengantongan (logging), sterilisasi,

inokulasi bibit, inkubasi, pemeliharaan tubuh buah, dan panen. Yang berbeda adalah

perlakuan faktor-faktor fisik pada saat pemeliharaan tubuh buah, serta formulasi substrat

tanam.

PembibitanPembibitan

Bibit jamur kuping agak sulit diperoleh, untuk mendapatkannya dapat menghubungi Dinas

Pertanian setempat untuk menanyakan pengusaha bibit jamur kuping ini. Bibit jamur kuping

diperoleh dengann cara khusus, teknologinya berbeda sama sekali dengan teknik

produksinya. Oleh karena itu, dalam pemeliharaan jamur tidak pernah/jarang

membibitkannya sendiri, melainkan dengan membelinya dari pengusaha pembibitan. Maka

21

Page 22: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

disarankan untuk membeli bibit jamur sehingga kualitas bibit akan lebih terjamin, dan dengan

cara demikian dapat lebih kosentrasi pada usaha produksi.

2.1.1 Persyaratan Bibit

Bibit jamur kuping berbiak dengan sporanya. Spora ini disimpan di dalam kuping (tubuh

buah). Maka untuk mengambil sporanya, tubuh buah jamur kuping tersebut harus dicincang

dengan pisau sampai lumat. Agar diperoleh bibit jamur kuping yang baik, irisan-irisan jamur

tersebut sebelum dimasukkan dalam botol harus dikeringkan dengan jalan diangin-anginkan.

2.1.2. Penyiapan dan Pembuatan Bibit

Cara membuat bibit jamur kuping (lember):

a) Kumpulkan jamur-jamur yang sudah tua.

b) Jamur tersebut diiris sampai lumat dengan pisau, agar spora berukuran 0,15 mm dapat

rontok, lalu kumpulkan untuk dikeringkan.

c) Irisan kering yang bercampur dengan spora tersebut dimasukkan dalam botol yang

sudah disterilkan dengan cara diuapi atau dikukus.

d) Bibit yang telah siap dimasukkan dalam lubang bibit pada batang kayu yang sudah

disiapkan.

Lubang bibit dapat dibuat/dicungkil dengan pisau ukuran: 1x1x1 cm. Gunakan tusuk sate

untuk memasukkan bibit spora ke dalam lubang kayu yang sudah disiapkan. Tutup kembali

lubang tersebut dengan sisa kayu penutup lubang. Tusuk sate tersebut harus bersih dengan

cara harus dicelupkan dahulu ke dalam air panas sebelum dipergunakan.

2.1.3. Media Tumbuh Bibit

Bahan untuk media tumbuh adalah potongan kayu, panjang kira-kira 1 meter, diameter 15-20

cm. Kayu dipilih yang agak kuat, mulai tua dan tidak mudah keropos. Kayu dipilih dari jenis

saninten, riunggunung atau sarangan.

2.1.4. Kuantitas bibit

22

Page 23: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Untuk budidaya jamur kuping dengan cara tradisional: dibutuhkan sebanyak 1 botol susu

bibit (0,5 liter) untuk menginokulasi 0,5 meter kubik kayu.

Untuk budidaya jamur kuping dengan cara modern (menggunakan serbuk gergaji):

dibutuhkan bibit sebanyak 1 botol = 0,5 kg untuk menginokulasi 1.000 kantung. Jadi rata-

rata per kantung membutuhkan 0,5 gram bibit. Bila bibit berbentuk cairan, cukup disuntikkan

2-3 cc bibit/kantung.

2.2.2.2. Pengolahan Media TanamPengolahan Media Tanam

2.2.1. Cara Tradisional dengan Kayu

1. Cari kayu yang berdaun lebar (sebesar betis), kemudian di potong-potong sepanjang

50-100 cm.

2. Biarkan di alam terbuka sampai kering.

3. Setelah kering betul, direndam 2 X 24 jam.

4. Lubangi permukaan kayu dengan bor dengan garis tengah 10-12 mm, dalamnya 2,5-3

cm, jarak antar lubang 15-20 cm.

5. Bibit dimasukkan ke dalam lubang tersebut dengan menggunakan pinset yang telah

disterilkan, kemudian ditutup dengan lilin cair. Satu botol susu bibit ( 0,5 liter) untuk 0,5

meter kubik kayu.

6. Simpan dalam ruangan dengan suhu antara 25-28 derajat C.

7. Apabila sekitar lubang sudah menjadi putih warnanya, pindahkan ke tempat

pemeliharaan yang sudah disiapkan, yang bersuhu di bawah 28 derajat C dengan kelembaban

90%. Di simpan berdiri dengan jarak antara lubang 10 cm.

8. Pada bulan ke 2, jamur mulai tumbuh dan dapat di panen selama 2-3 tahun.

2.2.2. Cara Modern dengan Media Serbuk Gergaji

Bahan campuran digunakan: 100 kg serbuk gergaji, 10 kg dedak halus, 1,5 kg gips, 0,5 kg

kalsium karbonat, 0,5 kg TSP dan air secukupnya.

Adapun cara pembuatan media adalah sebagai berikut:

23

Page 24: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

a) Semua bahan dicampur jadi satu, sambil diberi air sedikit demi sedikit sampai

menjadi adonan yang tidak terlalu lembek tapi juga tidak terlalu kering.

b) Media tumbuh jamur dimasukkan ke dalam kantung plastik tahan panas, diameter 25

cm, panjang 35 cm.

c) Media dipadatkan, lalu diikat dan diberi ‘leher’.

d) Tiap kantung diisi 1 kg. Satu paket campuran media tanam dapat digunakan untuk

96 kantung plastik.

e) Media dalam kantung plastik disterilkan dengan uap air panas (dikukus pada suhu

100-110 derajat C selama 2-4 jam.

f) Setelah itu, media disimpan dalam ruang inokulasi bebas dari spora jamur liar yang

tidak dikehendaki.

g) Selanjutnya, media diberi bibit jamur kuping pada suhu 30-34 derajat C. Satu botol

bibit berisi 0,5 kg dapat menginokulasi 1.000 kantung. Jadi rata-rata per kantung

membutuhkan 0,5 gram bibit. Bila bibit berbentuk cairan, cukup disuntikkan 2-3 cc

bibit/kantung.

Adapun prakiraan produksi panen dengan cara modern ini adalah dengan berat media tumbuh

1 kg menghasilkan 0,6 kg selama 15 minggu, sedangkan untuk 1000 kg media tumbuh

menghasilkan 600 kg dengan lama pemanenan 15 minggu.

2.3.2.3. Teknik PenanamanTeknik Penanaman

a) Di buat kuda-kuda yang tingginya 1 meter, letakkan di bawah naungan pepohonan,

supaya tempat tumbuh jamur kuping tetap lembab, tidak kena sinar matahari langsung.

b) Potongan-potongan kayu saninten atau kayu lainnya yang panjangnya 1-1,2 meter

(usahakan kulitnya tidak rusak dan pada salah satu sisinya.

2.4.2.4. Pemeliharaan TanamanPemeliharaan Tanaman

Tumbuhnya jamur kuping memerlukan kelembaban, yang dijaga dengan jalan penyiraman.

Bila musim hujan, penyiraman cukup dilakukan 4 kali dalam seminggu. Selain penyiraman,

juga perlu pengontrolan agar tanaman jamur kuping terjaga dari gangguan-gangguan lainnya.

Usahakan agar potongan-potongan kayu yang disandarkan tidak roboh.

24

Page 25: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Kira-kira satu minggu atau lebih sudah mulai bermunculan tunas-tunas jamur kuping pada

celah-celah kulit kayu yang pecah-pecah karena proses pembongkaran sebagai calon kayu

keropok.

25

Page 26: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Komponen Media Tanam, Penanganan Tahapan Budidaya dan Pasca Panen Jamur Kuping

Jenis JamurBahan-bahan Media

TanamProses Penanganan Budidaya

PanenFrekuensi

Awal RayaPeriode panen

Jamur kuping(Auricularis auricula)

- Bibit Jamur - bahan baku serbuk gergaji, bekatul, kapur (CaCO3)- bahan pembantu masker, steamer, semprotan, alkohol kapas sumbat, kantong plastik dan plastik

Serbuk gergaji kayu yang sudah lapuk (kadar air 62%) dicampur merata dengan bekatul sebanyak 18% dan kapur 1%, campuran dimasukkan ke dalam polybag lalu dipadatkan hingga ketinggian 18-20 cm,bagian tengah dibuat lubang dengan diameter 1,5 cm dan kedalaman 10 cm. Polybag yang sudah terisi dipasang cincin paralon dan disumbat kapas dengan tutup plastik. Dilakukan sterilisasi 95% selama 5 jam. Dilakukan inokulasi dengan bibit F3. Polybag yang sudah diinokulasi kemudian diinkubasi untuk menunggu pertumbuhan miselium selama penumbuhan miselium harus dijaga kondisi lingkungan yang sesuai 20-27C dengan RH 70-80%. Pada saat penumbuhan tubuh buah, RH dan suhu dipertahankan 80-96%, 20-27C. Tubuh buah mulai tumbuh 4-7 hari setelah penyobekan. Setelah miselium tumbuh secara merata, dilakukan penyobekan kedua yaitu pada bagian belakang polybag.

Budidaya dengan log tanaman bahan serbuk gergaji kayu memerlukan waktu sekitar 3 bulan hingga keluar bintik-bintik jamur kuping

Masa panen mencapai 1-2 bulan secara terus menerus dengan selang waktu 1-2 minggu. Hasil setiap log adalah 300-450 g/kg log

Panenan jamur kuping setelah diameter jamur mencapai 15-2 cm

Setiap polybag dapat dipanen 5-6 kali

26

Page 27: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Prosedur Operasional

Standar

Pengendalian Organisme Pengganggu

Tumbuhan (OPT)

Nomor :Ben.hias/kri/X/2008

Tanggal Dibuat9 Oktober 2009

Halaman X/10

Revisi........................

Disahkan.....................

X. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

A. Definisi

Pengendalian OPT adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budidaya

tanaman yang diakibatkan oleh OPT. Pengendalian OPT dilaksanakan sesuai sistem

pengendalian hama terpadu (PHT) berdasarkan kepada Undang-undang No. 12

tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Pasal 21 ayat 1) dan Peraturan

Pemerintah No. 6 tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Keputusan

Menteri Pertanian No.887/Kpts/OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.

Pengendalian hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir

tentang pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan

pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan

agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.

B. Tujuan

1. Mengelola populasi OPT pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi

tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan dan kesehatan pekerja.

2. Mempertahankan produksi dan mutu stek jamur kuping dari gangguan OPT.

C. Validasi

1. Literatur, hasil penelitian.

2. Kelompok Tani Udi Makmur, KWT Asri dan KWT Srikandi - Penangkar

jamur kuping – di Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman. Yogyakarta

D. Alat dan Bahan

1

Page 28: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

a. Bahan

1. Pestisida sintetik, biopestisida dan agensi hayati

2. Air

3. Minyak tanah

4. Deterjen

5. Alkohol 70%, kloroks 1%.

6. Perangkap likat berwarna kuning (yellow trap)

b. Alat

1. Hand sprayer, power sprayer, jet sprayer, sprayer punggung

2. Ember

3. Pengaduk

4. Takaran (skala ml/cc dan liter)

5. Timbangan

6. Gunting pangkas

7. Kantong plastik

8. Sarana pelindung : pakaian lengan panjang, masker, sarung tangan, sepatu

boot, topi.

E. Fungsi Alat dan Bahan

1. Pestisida sintetik, biopestisida dan agens hayati yang terdaftar dan diizinkan

berfungsi untuk mengendalikan OPT (menurunkan populasi dan intensitas

serangan OPT)

2. Air sebagai bahan pencampur pestisida dan bahan pembersih

3. Minyak tanah untuk membakar sisa – sisa bagian tanaman yang terserang

OPT

4. Deterjen untuk mencuci alat aplikator

5. Alkohol 70%, kloroks 1% sebagai bahan untuk mensucihamakan

(desinfektan) alat – alat pertanian (pisau dan gunting pangkas)

6. Perangkap likat berwarna kuning (yellow trap) dan umpan beracun sebagai

alat pengendali OPT secara mekanik.

8. Hand sprayer, power sprayer, jet sprayer, sprayer punggung alat untuk

mengaplikasikan pestisida.

9. Ember untuk mencampur/melarutkan pestisida

10. Pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan pestisida

2

Page 29: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

11. Takaran (skala ml/cc dan liter) digunakan untuk mengukur volume pestisida

12. Timbangan digunakan untuk menimbang pestisida

13. Gunting pangkas digunakan untuk memotong bagian tanaman yang terserang

OPT.

14. Sarana pelindung untuk melindungi keselamatan, keamanan dan kesehatan

(K3) pekerja

F. Standar Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

1. Monitoring/pengamatan populasi OPT dilakukan secara rutin minimal satu

minggu sekali untuk mengetahui perkembangan populasi OPT dan musuh

alaminya, serta untuk mengetahui keadaan tanaman. Informasi yang diperoleh

dapat dijadikan sebagai dasar tindakan pengendalian yang harus dilakukan

2. Pengendalian OPT berdasarkan sistem pengendalian hama terpadu (PHT),

penggunaan pestisida sintesis / kimia merupakan alternatif terakhir.

3. Jenis pestisida yang digunakan terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian.

Pilihlah jenis pestisida yang tepat dan sesuai dengan OPT yang akan

dikendalikan. Apabila pestisida tersebut belum terdaftar untuk OPT sasaran,

dapat digunakan pestisida yang diizinkan untuk OPT sejenis pada tanaman

lain.

4. Pestisida yang digunakan sebaiknya yang efektif dan selektif

5. Konsentrasi dan dosis penggunaan pestisida sesuai anjuran yang tercantum

pada kemasan.

6. Aplikasi pestisida dilakukan mengikuti prinsip 6 tepat (jenis, sasaran, mutu,

konsentrasi dan dosis, waktu, cara dan alat aplikasi).

7. Penggunaan sarana keselamatan, keamanan dan kesehatan pekerja termasuk

pakaian, sarung tangan, sepatu dan masker.

8. Peralatan yang telah digunakan dibersihkan dan disimpan pada tempatnya.

9. Bila terjadi kecelakaan kerja akibat penggunaan pestisida, lakukan tindakan

sesuai petunjuk pada label kemasan.

10. Simpan pestisida setelah digunakan pada tempatnya dan musnahkan kemasan

bila telah habis.

G. Prosedur Pelaksanaan Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan

(OPT)

3

Page 30: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

1. Melakukan monitoring/pengamatan populasi OPT secara rutin minimal

dilakukan satu minggu sekali untuk menentukan jenis pestisida yang akan

diaplikasikan.

2. Menerapkan pengendalian OPT sesuai sistem pengendalian hama terpadu

(PHT) dan untuk pencegahan dilakukan penyemprotan secara rutin satu

minggu sekali. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir.

3. Mengunakan jenis pestisida yang terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian.

Pilihlah jenis pestisida yang tepat dan sesuai dengan OPT yang akan

dikendalikan. Apabila pestisida tersebut belum terdaftar untuk OPT sasaran,

dapat digunakan pestisida yang diizinkan untuk OPT sejenis pada tanaman

lain.

4. Menggunakan pestisida sebaiknya yang efektif dan selektif

5. Menetapkan konsentrasi dan dosis pestisida sesuai anjuran yang tercantum

pada kemasan.

6. Menerapkan prinsip 6 tepat (jenis, sasaran, konsentrasi dan dosis, waktu,

mutu, cara dan alat aplikasi).

7. Menggunakan sarana keselamatan, keamanan dan kesehatan pekerja termasuk

pakaian, sarung tangan, sepatu dan masker.

8. Membersihkan dan menyimpan peralatan yang telah digunakan pada

tempatnya.

9. Melakukan tindakan sesuai petunjuk pada label kemasan, bila terjadi

kecelakaan kerja akibat penggunaan pestisida

10. Menyimpan pestisida setelah digunakan pada tempat tersendiri/terpisah dan

memusnahkan kemasan bila telah habis

11. Mencatat tahapan yang dilakukan.

ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN PADA JAMUR KUPING DAN

CARA PENGENDALIANNYA

4

Page 31: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Hama

a) Tikus

Bisa di berantas dengan diberi umpan yang di bubuhi racun (phiosphit) atau

kleratfam.

b) Serangga/kutu dan kecoa

Ruangan shed di semprot dengan formalin 0,1-0,2%.

Penyakit

a) Corpinus

Jamur padi liar, tumbuhnya berkelompok dan biasanya lebih cepat tumbuh dari pada

Jamur kupingnya. Penyebab: (1) tidak dijalankannya pasteurisasi; (2) jalannya

pasteurisasi kurang sempurna; (3) kontaminasi baik dari alat-alat, rak-rak shed, bibit

yang kurang. Pengendalian: (1) preventif: shed sebelum dimasuki kompos terlebih

dahulu disemprot dengan kadar 2-3% atau shed kosong, terlebih dahulu

dipasteurisasi sampai temperatur 60-70 derajat C; menjaga kebersihan alat-alat fisik

manusia, bibit dll; usahakan pasturisasi berjalan sempurna; (2) curatif :kompos yang

terken serangan (penicilium) di pisahkan dan dibuang; untuk coprinus selalu di

usahakan dicabut dan dibuang bersih.

b) Penicilium

Jamur penisilin, warnanya hijau menempel pada jerami dan bisa mengalahkan

mycelium jamur kuping. Penyebab: sama seperti corpinus. Pengendalian: sama

seperti corpinus.

PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN

PADA JAMUR KUPING

5

Page 32: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

a. Fisik

Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan sterilisasi media tumbuh, misalnya

dengan air panas diberikan pada media tumbuh pada ruang pengakaran, agar

tanaman bebas dari OPT yang dapat ditularkan melalui media tumbuh.

b. Mekanis

Pengendalian secara meknis dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

Bilamana serangga hama dijumpai dalam jumlah terbatas, misalnya dengan

mencari dan mengumpulkan ulat tanah pada senja atau malam hari untuk

dimusnahkan.

Pemasangan perangkap likat berwarna kuning untuk mengendalikan pengorok

daun.

Sanitasi bagian tanaman yang sakit sangat penting untuk pengendalian penyakit

dan dimasukkan ke kantong plastik yang diikat dan dimusnahkan agar patogen

tidak menyebar.

c. Kultur teknis

Pemeliharaan tanaman perlu diperhatikan agar tanaman dapat tumbuh lebih baik.

sanitasi lingkungan diperhatikan, sehingga kelembaban lingkungan tidak

memungkinkan patogen untuk berkembang.

d. Biologis

Pemanfaatan musuh alami jenis Eulophidae dan Braconidae untuk hama

pengorok daun, dan Coccinellidae atau kumbang acan untuk Thrips sp.

Tanah dapat diperlakukan dengan Biofertilizer (Mikoriza), Gliocladium

sp., atau Trichoderma sp. dan sebelum tanam, benih dicelupkan ke dalam suspensi

Pseudomonas fluorescens, untuk mencegah penyakit layu Fusarium sp., dan

PGPR (Plant Growth Promoting Rhizhobacteria) untuk mengendalikan penyakit

karat dengan cara penyiraman dan pencelupan benih dalam larutan PGPR.

e. Kimiawi

..........................

Prosedur Nomor : Tanggal Dibuat

6

Page 33: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

Operasional Standar

Panen DAN Pasca Panen

Ben.hias/kri/XI/2008 9 Oktober 2009

Halaman XI/2

Revisi........................

Disahkan.....................

Aspek pasca panen dan mutu produk

1) Waktu pemetikan dan klasifikasi mutu

Panen dilakukan jika tubuh buah sudah maksimal yang ditandai

dengan tepi tubuh buah yang tidak rata, atau kira-kira 3-4 minggu estela pin

head (calon jamur) muncul, dengan cara mengambil (mencabut) tubuh buah

jamur sampai keakarnya, dengan tangan. Estela jamur yang dipanen 4 sampai 5

kali, kemudian jamur dibersihkan dengan cara memotong bagian pangkal yang

mengandung media tumbuh tersebut. Diameter tubuh buah dapat mencapai 10-

25 cm. Syarat kualitas ekspor jamur kuping adalah tidak terlalu keriting, lunak,

tidak begitu lebar dan tabal. Untuk dikeringkan, diperlukan jamur kuping yang

berwarna coklat kehitaman, keras dan lebar, agar bentuk keringnya tidak terlalu

kecil dan tidak mudah pecah (rapuh).

2) Cara penyimpanan dan pengepakan

Bila akan dikonsumsi dalam bentuk segar, jamur dapat langsung

dipasarkan atau langsung dikonsumsi. Sebelum dipasarkan, jamur kuping basah

terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran/serbuk gergaji. Jamur dapat dikemas

dengan menggunakan kantong/kotak plastik berlubang atau styro foam. Wadah

untuk tempat jamur diusahakan tidak terlalu dalam, sehingga jamur tidak

menumpuk karena akan mengakibatkan jamur rusak. Untuk pemakaian jangka

panjang, jamur dapat disimpan dalam bentuk kering. Pengeringan dapat

dilakukan dengan sinar matahari atau dengan menggunakan oven. Pengeringan

dengan sinar matahari langsung memerlukan waktu sekitar 3 hari (kadar air

10%). Jamur dapat dipasarkan dalam bentuk kering, cukup keras tapi tidak

mudah patah. Penyimpanan jamur kering dalam waktu lama dapat dilakukan

dengan menyimpan jamur dalam plastik (polyethilene) dan dirapatkan, agar

jamur tidak menjadi basah. Selanjutnya kantong plastik yang telah berisi jamur

tersebut dimasukkan kedalam box yang terbuat dari kertas tebal yang rapat

7

Page 34: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

(kardus) dimana dibagian tengah box sebelah dalam diletakkan satu botol kecil

Carbon Bisulfida (CS2) yang disumbat dengan kapas untuk

mencegah/menghindari serangan hama. Untuk keperluan konsumsi sebelum

digunakan, jamur yang telah dikeringkan perlu direndam dalam air terlebih

dahulu, sehingga bentuk jamur akan mengembang kembali seperti semula.

Bentuk kemasan dapat berukuran 250 g, 500 g, 1 kg, 2 kg atau 5 kg, setelah itu

diberi label. Pada saat pengangkutan jangan bertumpuk terlalu banyak agar

tidak rusak.

3). Teknologi pasca panen Jamur

Kerugian yang sering terjadi terhadap jamur segar adalah adanya serangan serangga

perusak atau bakteri, sehingga perlu dilakukan usaha-usaha khusus untuk

memperpanjang daya kesegaran jamur-jamur tersebut. Usaha-usaha ersebut antara lain

1. Memperpanjang kesegaran tanpa olahan

a. Disimpan dalam ruang pendingin (1-5C), dapat diperpanjang 4-5 hari

b. Penambahan larutan Na-Bisulfit 0,1-0,2% (1000-2000 ppm), masih

dibawah nilai yang diperbolehkan oleh Ditjen POM Departemen

Kesehatan. Larutan disemprotkan keseluruh tubuh jamur, atau jamur

direndam ke dalam larutan secara merata. Cara ini dapat menambah

kesegaran beberapa hari.

c. Penambahan senyawa pengawet. Penambahan senyawa kimia, seperti

garam dapur, asam sitrat, sulfida, K-Bikarbonat, K-Meta-Bisulfida dan

sebagainya, dengan cara- sebagai berikut:

Jamur dibersihkan dengan air yang mengalir setelah itu rendam pada

larutan berisi asam sitrat 0,1% selama 5 menit.

Cuci kembali dalam larutan air mengalir untuk menghilangkan sisa

asam.

Masukkan jamur kedalam larutan garam dapur (15%), garam sitrat

(0,5%) dan K-Meta-Bisulfida (0,1%) selama 10-15 menit.

Tiriskan sampai larutan senyawa-senyawa diatas hilang dari jamur.

Dengan perlakuan seperti ini jamur dapat tahan selama beberapa minggu, selanjutnya

dibungkus dalam kantong plastik yang telah vakum udara.

8

Page 35: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

2. Mengolah untuk memperpanjang kesegaran

Setelah dicuci dengan air bersih mengalir, tiriskan sampai air rendaman

hilang.

Masukkan jamur kedalam air yang telah mendidih.

Tiriskan kembali hingga bekas air terbuang lalu dikeringkan baik

dengan oven listrik/minyak tanah.

Dapat pula direndam kembali dalam larutan garam dapur (15%) yang

telah dimasak, setelah itu masukkan kedalam bungkusan kantong-

kantong plastik.

PUSTAKA

Campbell, A.C. dan R.W. Slee, Extensive system of Shiitake production in S.W.

England, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium and

9

Page 36: Standar Operasional Prosedur Jamur Kuping Sleman

trade show, May 3-5 1989.

Chang, S.T dan W.A. Hayes, 1978, The Biology and Cultivation of Edible Mushrooms,

Academic Press., Inc., New York, London.

Chang, S.T, 1993, Mushroom biology : the impact on mushroom production and

mushroom products. In : S.T Chang et al., (eds) Mushroom biology and mushroom

products, The Chinese Univ. of Hong Kong.

Cook, R.C., 1989, History of Shiitake and other exotic mushrooms in The United States,

dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium and trade

show, May 3-5 1989.

Donoghue, J.D. dan P.R. Przybylowicz, 1989, Theh fruiting cycle of Shiitake and its

application to log management, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of

national symposium and trade show, May 3-5 1989.

San Antonio, J.P., 1981, Cultivation of the Shiitake mushroom (Lentinus edodes (Berk.)

Sing., Hort. Sci., 16:151-156.

Leatham, G.F dan T.J Leonard, 1989, Biology and Physiology of Shiitake mushroom

cultivation, dalam Shiitake Mushrooms, The proceedings of national symposium

and trade show, May 3-5 1989.

Wuest, P.J., 1989, Shiitake growing in sawdust, dalam Shiitake Mushrooms, The

proceedings of national symposium and trade show, May 3-5 1989.

10