stakeholder - repository.stiesia.ac.idrepository.stiesia.ac.id/216/4/bab 2.pdf · asimetri...
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis
2.1.1 Teori Stakeholder
Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal
1970an, yang secara umum dikenal dengan stakeholder theory artinya sebagai
kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-
nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan,
serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara
berkelanjutan. Stakeholder theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value)
secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha.
(Freeman, et al.,2002 dalam Waryanti, 2009).
Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat
dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan
tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).
Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan
memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (stakeholder), namun
lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh perusahaan
sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk
kepentingan stakeholder, yaitu semua pihak yang mempunyai keterkaitan atau
klaim terhadap perusahaan. Mereka adalah pemasok, pelanggan, pemerintah,
masyarakat lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi
perdagangan. Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga
mempunyai hak terhadap perusahaan (Waryanti, 2009).
2.1.2 Teori Sinyal (Signaling Theory)
Suatu informasi dapat dikatakan bermanfaat apabila informasi tersebut benar-
benar atau seakan-akan digunakan dalam pengambilan keputusan oleh pemakai
yang dituju, yang ditunjukkan adanya asosiasi antara peristiwa (event) dengan
return, harga atau volume saham di pasar modal (Suwardjono, 2005).
Teori sinyal membahas mengenai dorongan perusahaan untuk memberikan
informasi kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut disebabkan karena terjadinya
asimetri informasi antara pihak manajemen dan pihak eksternal. Asimetri
informasi terjadi jika manajemen tidak menyampaikan semua informasi yang
diperoleh secara penuh sehingga mempengaruhi nilai perusahaan yang terefleksi
pada perubahan harga saham karena pasar akan merespon informasi yang ada
sebagai sinyal. Untuk mengurangi asimetri informasi maka perusahaan harus
mengungkapkan informasi yang dimiliki, baik informasi keuangan maupun non
keuangan. Salah satu informasi yang wajib untuk diungkapkan oleh perusahaan
adalah informasi tentang tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility. Informasi ini dapat dimuat dalam laporan tahunan perusahaan atau
laporan sosial perusahaan terpisah. Perusahaan melakukan pengungkapan
corporate social responsibility dengan harapan dapat meningkatkan reputasi dan
nilai perusahaan (Rustiarini, 2010).
2.1.3 Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR) adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya
dan interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi
di bidang hukum (Anggraini, 2006).
Menurut The World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial
perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi
bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para
karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun
masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang
bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang
disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan
mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja
organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan
(sustainable development). Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai
ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadapkinerja organisasi (ACCA,
2004 dalam Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen
strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang
Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan
sektor industrinya.
2.1.4 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Secara konseptual, pengungkapan merupakan bagian integral dari pelaporan
keuangan. Secara teknis, pengungkapan merupakan langkah akhir dalam proses
akuntansi yaitu penyajian informasi dalam bentuk seperangkat penuh statement
keuangan. Laporan keuangan perusahaan ditujukan kepada pemegang saham,
investor, dan kreditor.
Kuntari dan Sulistyani (2007), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja
sosial, yaitu :
1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)
Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan
lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasi- operasi
yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu
daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu
auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang
ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut.
2. Laporan Sosial (Social Report)
Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah
diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat
dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas
pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi
empat kelompok sebagai berikut ( Kuntari dan Sulistyani, 2007) :
a. Inventory Approach
Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang
komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat
semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif.
b. Cost Approach
Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan
mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut.
c. Program Management Approach
Perusahaan-perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas
pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil
yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu.
d. Cost Benefit Approach
Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak social serta
biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan
pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial
yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat.
3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual Report)
Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan
yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial
dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan
interim/laporan sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau
melalui media masa. Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi
yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh
perusahaan tersebut. Florence, et al., 2004 menyebutkan ada tiga studi, yaitu :
a. Decision Usefulness Studies
Belkaoui (1989) dalam Anggraini (2006) mengemukakan bahwa perusahaan
yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan
keuangan. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang
mengemukakan pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi sosial
dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan.
b. Economic Theory Studies
Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan manajemen
sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, principal diartikan sebagai pemegang
saham atau tradisional users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas
menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen,
manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan
publik.
c. Social and Political Theory Studies
Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi
dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi
perusahaan ditentukan oleh para stakeholder. Pengungkapan sosial yang
dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit
(belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu).
Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility terbagi
menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial.
Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan
pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting
Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis
organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak
menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-
menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia
(www.globalreporting.org). Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar
GRI juga pernah digunakan oleh (Dahlia dan Siregar, 2008), peneliti ini
menggunakan 6 indikator pengungkapan yaitu : ekonomi, lingkungan, tenaga
kerja, hak asasi manusia, sosial dan produk. Indikatorindikator yang terdapat di
dalam GRI yang digunakan dalam penelitian yaitu :
1. Indikator Kinerja Ekonomi (economic performance indicator)
2. Indikator Kinerja Lingkungan (environment performance indicator)
3. Indikator Kinerja Tenaga Kerja (labor practices performance indicator)
4. Indikator Kinerja Hak Asasi Manusia (human rights performance indicator)
5. Indikator Kinerja Sosial (social performance indicator)
6. Indikator Kinerja Produk (product responsibility performance indicator)
Untuk penelitian ini indikator yang digunakan hanyalah tiga kategori, yaitu
indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Indikator kinerja sosial
mencakup empat indikator yang terdiri dari: indikator kinerja tenaga kerja, hak
asasi manusia, sosial/kemasyarakatan, dan produk.
2.1.5 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai nilai pasar, seperti
halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008),
karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara
maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga
saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai
perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para
professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris
(Nurlela dan Islahuddin, 2008).
Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau
dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi
investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara
keseluruhan. Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan
nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara
pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan
berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai
hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi
dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks
yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan. Berdasarkan alasan
itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi
nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham.
Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus
berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang
obligasi.
Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memaksimumkan nilai perusahaan.
Untuk mencapai tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan
dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka
nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan
dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa
nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur
tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen
keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan
perusahaan atau memaksimalisasi harga saham. Tujuan memaksimumkan harga
saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai
saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2002).
Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja
perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika
nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan
utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan
kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Gapensi, 1996 dalam
Wahidahwati, 2002).
2.1.6 Kinerja Keuangan
Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang
dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja
berarti pula bahwa dengan masukan tertentu untuk memperoleh keluaran tertentu.
Secara implisit definisi kinerja mengandung suatu pengertian adanya suatu
efisiensi yang dapat diarti secara umum sebagai rasio atau perbandingan antara
masukan dan keluaran. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal
merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang
mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan
tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan (Siregar, 2010).
Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran rasio sudah
menjadi suatu parameter yang terbilang umum saat ini. Dalam penelitian-
penelitian yang berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan dilakukan
berdasarkan pada ketentuan: (1) hasil penelitian-penelitian sejenis sebelumnya, (2)
menggunakan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, (3)
kelaziman dalam praktek, (4) mengembangkan model pengukuran melalui
pengujian secara statistik terlebih dahulu dengan memilih tolok ukur yang sesuai
dengan tujuan penelitian.
Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang
dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat
kesehatan dari perusahaan tersebut. Menurut Nainggolan (2004), kinerja keuangan
perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap
rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain: rasio likuiditas, rasio leverage, dan
rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.
1) Rasio Keuangan
Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan.
Analisis laporan keuangan yang mencangkup analisis rasio keuangan, analisis
kelemahan, dan kekuatan dibidang finansial akan sangat membantu dalam menilai
prestasi manajemen di masa lalu dan prospeknya di masa datang. Dengan analisis
keuangan ini dapat diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh seorang
business enterprise. Rasio tersebut dapat memberi indikasi apakah perusahaan
memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya
piutang yang cukup rasional, efesiensi manajemen persediaan, perencanaan
pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai (Andinata, 2010).
Dengan menganalisis prestasi keuangan, seorang analisis keuangan akan
dapat menilai apakah manajer keuangan dapat merencanakan dan
mengimplementasi ke dalam setiap tindakan secara konsisten dengan tujuan
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di samping itu, analisis
semacam ini juga dapat dipergunakan oleh pihak lain seperti bank, untuk menilai
apakah cukup beralasan (layak) untuk memberikan tambahan dana atau kredit
baru, dan calon investor untuk memproyeksikan prospek perusahaan di masa
datang (Andinata, 2010).
Penggunaan analisis rasio keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh
pihak yang memerlukan. Di samping itu juga perlu disadari bahwa analisis rasio
keuangan ini hanya memberi gambaran satu sisi saja, oleh sebab itu masih
diperlukan lagi tambahan data agar lebih baik. Analisis rasio keuangan ini hanya
bermanfaat apabila dibanding dengan standar yang jelas, seperti standar industri,
kecenderungan atau standar tertentu sebagai tujuan manajemen. Selain itu perlu
diperhatikan apabila membanding rasio satu perusahaan dengan perusahaan yang
lain adalah menyangkut sistem akuntansi yang dipergunakan (Andinata, 2010).
Sartono (2001) menjelaskan bahwa analisis rasio keuangan dikelompokkan
menjadi empat:
1. Rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya.
2. Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efesiensi perusahaan dalam
menggunakan aset untuk memperoleh penjualan.
3. Financial leverage ratio, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi
kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.
4. Rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan
memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset maupun
laba bagi modal sendiri.
Dalam hal ini peneliti menggunakan rasio profitibilitas sebagai ukuran untuk
menilai kinerja keuangan perusahaan.
2.1.7 Profitabilitas
Profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibelitas
kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang
saham program tanggung jawab sosial secara lebih luas (Heinze, 1976 dalam
Florence, et al., 2004). Hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan telah menjadi postulat
(anggapan dasar) untuk mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial
memerlukan gaya manajerial. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas
perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi social (Bowman dan
Haire, 1976 dalam Anggraini, 2006).
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mencerminkan suatu
pendekatan manajemen adaptive dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan
multidimensional serta kemampuan untuk mempertemukan tekanan sosial dengan
reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ketrampilan manajemen perlu
dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa kini (Cowen,
et al., 1987 dalam Florence, et al., 2004).
Menurut Petronila (2003) dalam Wahidahwati (2002) profitabilitas
merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan.
Ukuran profitabilitas dapat berbagai macam seperti : laba operasi, laba bersih,
tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik.
Ang (1997) dalam Wahidahwati (2002) mengungkapkan bahwa rasio
profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang
saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan
yang diperoleh semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayarkan
dividennya. Para manajer tidak hanya mendapatkan dividen, tapi juga akan
memperoleh power yang lebih besar dalam menentukan kebijakan perusahaan.
Dengan demikian semakin besar dividen (dividend payout) akan semakin
menghemat biaya modal, di sisi lain para manajer (insider) menjadi meningkat
powernya bahkan bisa meningkatkan kepemilikannya akibat penerimaan deviden
sebagai hasil keuntungan yang tinggi. Jadi, profitabilitas menjadi pertimbangan
penting bagi investor dalam keputusan investasinya.
Laba (profit) dalam akuntansi konvensional didefinisikan sebagai kelebihan
pendapatan (surplus) dari kegiatan usaha, yang dihasilkan dengan mengaitkan
(matching) antara pendapatan (revenue) dengan beban terkait dalam suatu periode
yang bersangkutan (biasanya tahunan). Dalam pandangan Islam konsep laba
(profit) lebih mengarah pada kesejahteraan tidak hanya sebagai dasar bagi hal-hal
yang berkaitan dengan keuangan secara material dan bersifat duniawi semata,
sebagaimana yang dipersepsikan oleh konvensional.
Laba (profit) merupakan salah satu indikator bagi investor dalam menilai
suatu perusahaan (yang tercermin dalam nilai sahamnya), dimana fluktuatif nilai
saham tersebut tergantung pada keputusan investor apakah akan membeli,
menjual, atau tetap akan mempertahankan investasinya.
Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
menghasilkan keuntungan pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu.
Ada beberapa rasio yang dihitung dalam rasio profitabilitas, yaitu:
1. Profit Margin
Rasio ini digunakan untuk menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini juga bisa
diinterprestasikan sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran
efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Semakin tinggi Profit Margin
menunjukan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat
penjualan tertentu.
2. Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih berdasarkan tingkat aset tertentu. ROA sering disebut juga ROI
(Return On Investment). Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik pula efisiensi
dan efektivitas pengelolaan asset. ROA merupakan hasil pembagian net profit
dengan total asset yang dinyatakan dalam %.
3. Return On Equity (ROE)
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih berdasarkan modal tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas
dilihat dari sudut pemegang saham. ROE merupakan hasil pembagian antara net
profit dengan equity yang dinyatakan dalam %. Semakin tinggi ROE menunjukan
tingkat profitabilitas yang tinggi.
2.1.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian empiris terdahulu terkait topik, antara lain :
1. Kusumadilaga (2010) yang menguji pengaruh corporate social responsibility
terhadap nilai perusahaan dengan profitabilitas sebagai variabel moderating.
Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdapat di BEI
pada tahun 2006 dan 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pengungkapan CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan,
sedangkan variabel profitabilitas yang diproksikan melalui ROA sebagai
variabel moderating tidak mempengaruhi hubungan CSR dengan nilai
perusahaan. Terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR periode sebelum dan
sesudah berlakunya Undang – Undang No 40 Tahun 2007 tentang perseroan
terbatas.
2. Hermawati (2011) yang menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai
perusahaan dengan pengungkapan Corporate Social responsibility dan struktur
kepemilikan sebagai variabel moderasi. Sampel penelitian ini adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2007-2009. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang diproksikan melalui
ROA, ROE berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproksikan
melalui PBV dan pengungkapan corporate social responsibility tidak
mempengaruhi hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan,
dan sruktur kepemilikan berpengaruh signifikan negatif antara kinerja
keuangan terhadap nilai perusahaan.
3. Rahayu (2010) meneliti tentang Pengaruh kinerja keuangan terhadap nilai
perusahaan dengan pengungkapan Corporate Social Responsibility dan Good
Corporate Governance sebagai variabel moderasi. Sampel dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ pada tahun 2007- 2009.
Hasil penelitian ini adalah kinerja keuangan yang diproksikan melalui ROE
tidak berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang diproksikan melalui
Tobin’ Q, pengungkapan corporate social responsibility tidak mempengaruhi
hubungan antara kinerja keuangan terhadap nilai perusahaan, dan Good
Corporate Governance berpengaruh signifikan antara kinerja keuangan
terhadap nilai perusahaan.
2.2 Rerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya dan telaah pustaka,
maka variabel yang terkait dalam penelitian ini dapat dirumuskan melalui suatu
rerangka pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis
2.3.1 Hubungan Return On Asset (ROA) dan Nilai Perusahaan
Penelitian mengenai pengaruh profitabilitas dalam hal ini ROA terhadap nilai
perusahaan antara lain: Modigliani dan Miller dalam Ulupui (2007) menyatakan
bahwa nilai perusahaan ditentukan oleh earning power dari asset perusahaan.
Hasil positif menunjukkan bahwa semakin eraning power, semakin efisien
perputaran asset dan atau semakin tinggi profit margin yang diperoleh perusahaan.
Hal ini brdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan
Ulupui (2007) menemukan hasil bahwa ROA berpengaruh posituf signifikan
terhadap return saham satu periode kedepan. Oleh karena itu, ROA merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Makaryanawati
(2002) juga menemukan ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut,
H1: ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
2.3.2 Hubungan Return On Equity (ROE) dan Nilai Perusahaan
Para investor melakukan overview suatu perusahaan dengan melihat rasio
keuangan sebagai alat evaluasi investasi, karena rasio keuangan mencerminkan
tinggi rendahnya nilai perusahaan. Jika investor ingin melihat seberapa besar
perusahaan menghasilkan return atas investasi yang akan mereka tanamkan, yang
akan dilihat pertama kali adalah rasio profitabilitas, terutama ROE, karena rasio
ini mengukur seberapa efektif perusahaan menghasilkan return bagi para investor.
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar nilai profitabilitas perusahaan,
yang pada akhirnya dapat menjadi sinyal positif bagi investor dalam melakukan
investasi untuk memperoleh return tertentu. Tingkat return yang diperoleh
menggambarkan seberapa baik nilai perusahaan di mata investor. Apabila
perusahaan berhasil membukukan tingkat keuntungan yang besar, maka hal ini
akan memotivasi para investor untuk menanamkan modalnya pada saham,
sehingga harga saham dan permintaan akan saham pun akan meningkat.
Harga saham dan jumlah saham yang beredar akan mempengaruhi nilai
Tobins Q sebagai proksi dari nilai perusahaan, jika harga saham dan jumlah
saham yang beredar naik, maka nilai Tobins Q juga akan naik. Tobins Q yang
bernilai lebih dari 1, menggambarkan bahwa perusahaan menghasilkan earning
dengan tingkat return yang sesuai dengan harga perolehan asset-asetnya. Hal ini
selaras dengan penelitian Wahyudi (2005) yang menunjukkan bahwa rasio
profitabilitas ROE berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.
Berdasarkan hal tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut,
H2 : ROE berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.3.3 Hubungan Net Profit Margin (NPM) dan Nilai Perusahaan
Net Profit Margin (NPM) adalah perbandingan laba bersih dan penjualan.
Semakin besar NPM maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga
akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut.
Susanti (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas (NPM)
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
H3 : NPM berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
2.3.4 Pengaruh Corporate Social Responsibility sebagai Variabel Moderating
dalam Hubungan antara ROA dan Nilai Perusahaan
Pengaruh Alokasi Biaya Tanggung Jawab terhadap profitabilitas dapat dilihat
dari beberapa penelitian yang telah dilakukan antara lain: Waddock dan Graves
(1997) menemukan bahwa tanggung jawab sosial berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja keuangan serta memiliki hubungan positif. Penelitian yang
meneliti tentang “ Corporate Social Responsibility and Financial Performance”.
Dengan menggunakan metode “linear regression” memperoleh hasil tanggung
jawab sosial berpengaruh secara signfikan terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Penelitian mengenai pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan
menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain
yang yang turut mempengaruhi hubungan ROA dengan nilai perusahaan. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini memasukkan variabel CSR sebagai variabel
moderating. Pemilihan variabel CSR didasari oleh hasil penelitian mengenai
pengaruh Alokasi Biaya Tanggung Jawab Sosial terhadap profitabilitas yang
menunjukkan bahwa alokasi tanggung jawab sosial memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas.
Pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan dengan pengungkapan CSR
sebagai variabel moderating dilakukan oleh Yuniasih dan Wirakusuma (2008),
hadil penelitian menunjukkan bahwa ROA berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan dan CSR mampu memoderasi hubungan antara ROA dengan nilai
perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut,
H4: Pengungkapan CSR mempengaruhi hubungan antara ROA dengan nilai
perusahaan
2.3.5 Pengaruh Corporate Social Responsibility sebagai Variabel Moderating
dalam Hubungan antara ROE dan Nilai Perusahaan
Adanya ketidakkonsistenan hubungan antara profitabilitas dalam hal ini ROE
terhadap nilai perusahaan, bahwa terdapat berbagai hasil penelitian yang
mengungkapkan ROE mempunyai pengaruh positif dan negatif terhadap nilai
perusahaan, diduga terdapat variabel moderating yang turut menginteraksi. Dalam
penelitian ini, variabel moderating yang akan digunakan adalah pengungkapan
CSR.
Variabel moderating CSR akan turut menginteraksi hubungan antara kinerja
keuangan dan nilai perusahaan pada suatu kondisi tertentu. Desakan lingkungan
perusahaan menuntut perusahaan agar menerapkan strategi untuk memaksimalkan
nilai perusahaan. Strategi perusahaan seperti CSR dapat dilakukan untuk
memberikan image perusahaan yang baik kepada pihak eksternal. Perusahaan
dapat memaksimalkan modal pemegang saham, reputasi perusahaan, dan
kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan dengan menerapkan CSR. Telah
disebutkan dalam UU bahwa perusahaan yang aktivitasnya berhubungan dengan
lingkungan alam wajib menerapkan CSR. Perusahaan tidak hanya memandang
laba sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya
yaitu kepedulian perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai
tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang
saham.
Disamping kinerja keuangan yang akan dilihat investor sebelum memutuskan
untuk berinvestasi dalam suatu perusahaan, adanya pengungkapan item CSR
dalam laporan keuangan diharapkan akan menjadi nilai plus yang akan menambah
kepercayaan para investor, bahwa perusahaan tersebut akan terus berkembang dan
berkelanjutan (sustainable). Para konsumen akan lebih mengapresiasi perusahaan
yang mengungkapkan CSR dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
mengungkapkan CSR, mereka akan membeli produk yang sebagian laba dari
produk tersebut disisihkan untuk kepentingan sosial lingkungan, misalnya untuk
beasiswa, pembangunan fasilitas masyarakat, program pelestarian lingkungan, dan
lain sebagainya.
Hal ini akan berdampak positif terhadap perusahaan, selain membangun
image yang baik di mata para stakeholder karena kepedulian perusahaan terhadap
sosial lingkungan, juga akan menaikkan laba perusahaan melalui peningkatan
penjualan. Dengan demikian nilai ROE akan tinggi, dan akan menarik perhatian
para investor untuk berinvestasi serta berpengaruh bagi peningkatan kinerja saham
di bursa efek. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis alternatif yang diajukan
adalah sebagai berikut.
H5: Pengungkapan CSR mempengaruhi hubungan antara ROE dengan nilai
perusahaan
2.3.6 Pengaruh Corporate Social Responsibility sebagai Variabel Moderating
dalam Hubungan antara NPM dan Nilai Perusahaan
Net Profit Margin merupakan perbandingan laba bersih dan penjualan,
semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga
akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut.
Variabel moderating CSR akan turut menginteraksi hubungan antara kinerja
keuangan dengan nilai perusahaan pada suatu kondisi tertentu. Desakan
lingkungan perusahaan menuntut perusahaan agar menerapkan strategi untuk
memaksimalkan nilai perusahaan. Apabila perusahaan memiliki NPM tinggi maka
akan meningkatkan harga saham perusahaan dan secara otomatis akan
meningkatkan nilai perusahaan juga akan meningkat. Dan hal ini akan
meningkatkan laba perusahaan, sebagian dari laba tersebut digunakan untuk
alokasi pembiayaan CSR. Berdasarkan urain diatas dapat disimpulkan hipotesis
sebagai berikut:
H6 : Pengungkapan CSR mempengaruhi hubungan antara NPM dengan
nilai perusahaan