spm bid kesehatan kab malang 2010

16
[1] ANALISIS PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN MALANG TAHUN 2009-2010 Yunikasari Harbowo, S.IP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Perubahan kebijakan pemerintah daerah yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik berimplikasi dengan adanya penyesuaian peraturan perundang undangan sektoral dengan perundang undangan desentralisasi otonomi daerah sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dapat mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut, proses penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia menjadi sebuah gambaran akan kebebasan maupun tanggung jawab yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah serta tujuan kesejahteraan yang merata di setiap daerah. Mengacu pada tujuan kesejahteraan tersebut, Pemerintah Pusat berupaya untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam penyediaan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat dengan membuat peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berpedoman dengan ketentuan pasal 11 dan 14 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan tentang SPM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar This research is intended to find out the work done by Government of Malang District in the implementation and achievement of government regulations concerning the SPM (Minimum Service Standards) of health sector and the achievement in 2009 - 2012 refers to the target that has been set by the Central Government. Implementation of SPM in health sector, backed by the enactment of Government Regulation No. 65 Year 2005 on Guidelines for Preparation and Implementation of Minimum Service Standards, and make the regulations as the principal reference for Local Government in the implementation of minimum service standards. The regulation was also confirmed by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia by create the regulation Number 741/MENKES /PER/VII/2008 on Minimum Service Standards in the Health Sector District / City . The regulation was created to serve as guidelines and official rules also require that all autonomous regions to implement for ensure the welfare of society. Keywords: Policy Implementation, Minimum Service Standards, Health PENDAHULUAN

Upload: l3610n3r

Post on 01-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

SPM kesehatan

TRANSCRIPT

  • [1]

    ANALISIS PENERAPAN DAN PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN MALANG TAHUN

    2009-2010

    Yunikasari Harbowo, S.IP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya

    Perubahan kebijakan pemerintah daerah yang semula bersifat sentralistik menjadi desentralistik berimplikasi dengan adanya penyesuaian peraturan perundang undangan sektoral dengan perundang undangan desentralisasi otonomi daerah sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah dapat mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah. Dengan adanya perubahan kebijakan tersebut, proses penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia menjadi sebuah gambaran akan kebebasan maupun tanggung jawab yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah serta tujuan kesejahteraan yang merata di setiap daerah. Mengacu pada tujuan kesejahteraan tersebut, Pemerintah Pusat berupaya untuk mendorong Pemerintah Daerah dalam penyediaan pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat dengan membuat peraturan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang berpedoman dengan ketentuan pasal 11 dan 14 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan tentang SPM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar

    This research is intended to find out the work done by Government of Malang District in the implementation and achievement of government regulations concerning the SPM (Minimum Service Standards) of health sector and the achievement in 2009 - 2012 refers to the target that has been set by the Central Government. Implementation of SPM in health sector, backed by the enactment of Government Regulation No. 65 Year 2005 on Guidelines for Preparation and Implementation of Minimum Service Standards, and make the regulations as the principal reference for Local Government in the implementation of minimum service standards. The regulation was also confirmed by the Ministry of Health of the Republic of Indonesia by create the regulation Number 741/MENKES /PER/VII/2008 on Minimum Service Standards in the Health Sector District / City . The regulation was created to serve as guidelines and official rules also require that all autonomous regions to implement for ensure the welfare of society.

    Keywords: Policy Implementation, Minimum Service Standards, Health

    PENDAHULUAN

  • [2]

    Pelayanan Minimal yang menjadi pokok-pokok acuan bagi pemerintah daerah dalam penerapan SPM. Salah satu bidang yang mempengaruhi kesejahteraan masyarakat yaitu bidang kesehatan. Hal tersebut juga didukung dengan adanya Millenium Development Goals (MDGs) yang menjadi tujuan pembangunan minilenium dalam pembangunan global. Lima dari delapan butir sasaran pembangunan tersebut merupakan sasaran pembangunan di bidang kesehatan yaitu memberantas kemiskinan dan kelaparan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, mengendalikan HIV dan AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya serta memastikan kelestarian lingkungan hidup.

    Penelitian ini pada dasarnya ingin mengkaji beberapa aspek yang terkait dengan pelaksanaan dan pencapaian kebijakan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang dengan tujuan seperti berikut:

    a) Untuk mengetahui penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang. b) Untuk mengetahi apakah Kabupaten Malang dalam kurun waktu 2009-2012 telah

    melakukan pencapaian penerapan SPM bidang kesehatan sesuai target yang ditentukan oleh pemerintah pusat.

    1. Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah didefinisikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ada tiga prinsip otonomi daerah yang sangat berkaitan dengan penerapan SPM di daerah yaitu prinsip otonomi luas, prinsip otonomi nyata dan prinsip otonomi yang bertanggungjawab. Prinsip prinsip tersebut menjelaskan bahwa semua kebijakan yang diterapkan di daerah harus sesuai dengan kemampuan serta kekhasan masing masing daerah.

    2. Kebijakan Publik Menurut R.S Parker, kebijakan publik itu ialah suatu tujuan tertentu atau serangkaian

    asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu subyek atau sebagai respon terhadap suatu keadaan yang krisis. Pembuatan kebijakan publik itu adalah suatu proses yang sangat kompleks dan dinamis yang terdiri dari berbagai unsur yang satu sama lain kontribusinya berbeda-beda terhadap pembuatan kebijakan publik tersebut. Pembuatan kebijakan publik memutuskan

    PEMBAHASAN

  • [3]

    pedoman-pedoman umum untuk melakukan tindakan yang diarahkan pada masa depan, terutama bagi lembaga-lembaga pemerintah. Pedoman-pedoman umum tersebut dimaksudkan untuk mencapai kepentingan umum dengan cara yang sebaik mungkin. Dalam penerapan suatu kebijakan, implementasi kebijakan menjadi suatu yang sangat penting karena hal tersebut merupakan tolak ukur apakah kebijakan berjalan sesuai dengan tujuan atau dianggap gagal dalam implementasinya. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar semua kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat karena disini masalah masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan.20 Tingkat keberhasilan sebuah kebijakan publik dapat dilihat melalui proses implementasi kebijakan tersebut. Secara garis besar, fungsi implementasi itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan tujuan ataupun sasaran sasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai outcome (hasil akhir) kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Donald Van Metter dan Carl Van Horn dalam A Model of The Policy Implementation menjelaskan bahwa ada enam poin yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

    a) Ukuran dan Tujuan Kebijakan b) Sumber Daya c) Karakteristik Agen Pelaksana d) Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana. e) Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana. f) Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik.

    3. Standar Pelayanan Minimal Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu

    pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh oleh setiap warga secara minimal. Urusan wajib yang dimaksud yaitu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang undangan kepada daerah untuk perlindungan hak konstitusional kepentingan nasional, kesejahteraan masyarakat, serta ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. SPM diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal yang terdiri dari beberapa indikator yang merupakan tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM

  • [4]

    tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan. SPM memiliki beberapa prinsip, yaitu:

    a) SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.

    b) SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

    c) Penerapan SPM oleh Pemerintah Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.

    d) SPM bersifat sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian.

    e) SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan.

    Selain peraturan pemerintah mengenai SPM, bidang kesehatan yaitu Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan yang memperjelas peraturan tersebut dan juga menjadikan fondasi bagi penerapannya di daerah. SPM bidang kesehatan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER /VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

    Pemerintah Daerah menyusun rencana pencapaian SPM yang memuat target tahunan

    pencapaian SPM dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM sesuai dengan Peraturan Menteri. Rencana pencapaian SPM dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategi Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SPKP). Target tahunan pencapaian SPM dituangkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintahan Daerah (RKPD), Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), Kebijakan Umum Anggaran, Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) sesuai klasifikasi belanja daerah dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

  • [5]

    4. Penerapan dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Malang Tahun 2009 2012

    Dalam penerapan SPM bidang kesehatan, Kabupaten Malang melimpahkan seluruh kegiatan operasional kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Malang dalam pelaksanaan kebijakan ini. Penerapan SPM juga dijelaskan di dalam RPJMD Kabupaten Malang serta Renstra Dinas Kesehatan. Terdapat beberapa poin mengenai rencana penerapan SPM bidang kesehatan maupun program program yang akan dilakukan guna percepatan pencapaian SPM bidang kesehatan yang dilakukan oleh Kabupaten Malang. Kesehatan menjadi salah satu agenda yang diarahkan menjadi prioritas sebagai fokus pembangunan lima tahun mendasar dan aktual yang segera ditangani oleh Pemerintahan Kabupaten Malang. Hal tersebut tertera di dalam RPJMD Kabupaten Malang tahun 2010 2015 pada prioritas pembangunan bulir pertama yaitu Pelayanan kesehatan yang terjangkau; terutama penyediaan pelayanan bagi masyarakat miskin dan dusun-dusun terpencil. Dalam penjabaran rencana program di dalam RPJMD, program program kesehatan yang berkaitan dengan SPM memiliki tempat prioritas di dalam penerapannya seperti Program Upaya Kesehatan Masyarakat, Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular serta banyak program lainnya yang sangat berkaitan dengan SPM. Selain berkesinambungan dengan RPJMD Kabupaten Malang, rencana pencapaian juga tertuang di dalam Renstra Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang 2011 - 2015 memiliki visi yaitu Terwijudnya Masyarakat Kabupaten Malang Yang Sehat Berkeadilan dan Mandiri dan memasukkan semua indikator SPM bidang kesehatan di dalam tujuan serta indikator program kinerja. Inilah pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang Tahun 2009 2010:

    Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Malang Tahun 2009 2012

    NO NAMA INDIKATOR

    CAPAIAN PER TAHUN (%) TARGET

    PEMERI

    NTAH PUSAT

    2009 2010 2011 2012

    Pelayanan Kesehatan Dasar

    1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 85.91

    89.28

    93.68

    94.62

    95% 2 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

    86.90

    95.10

    87.84

    78.50

    80%

    3

    Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan

    90.07

    88.10

    97.54

    93.08

    90%

  • [6]

    4 Cakupan pelayanan nifas 90.16

    94.30

    94.44

    90.69

    90% 5 Cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani

    84.01

    84.00

    78.42

    75.81

    80% 6 Cakupan kunjungan bayi 92.96

    85.18

    93.79

    94.50

    90% 7 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

    81.03

    94.87

    80.00

    87.95

    100%

    8 Cakupan pelayanan anak balita 91.52

    72.43

    88.51

    84.16

    90%

    9 Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan pada keluarga miskin

    11.80

    16.10

    2.20

    20.18

    100%

    10 Cakupan Balita gizi buruk mendapat perawatan

    100.00

    100.00

    100.00

    100.00

    100% 11 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan

    setingkat

    94.22

    54.28

    98.72

    100.00

    100% 12 Cakupan peserta KB Aktif

    74.24

    62.99

    75.56

    74.65

    70% 13 Cakupan Penemuan dan penanganan penderita penyakit :

    a. AFP rate per 100.000 penduduk < 15 tahun 91.52

    2.33

    1.89

    1.49

    100%

    b. Penemuan penderita Pneumonia balita

    9.01

    6.91

    8.99

    10.23

    100%

    c. Penemuan pasien baru TB BTA positif

    31.76

    26.22

    44.46

    42.82

    100%

    d. Penemuan DBD yang ditangani

    100.00

    100.00

    100.00

    100.00

    100% e. Penemuan penderita diare 9.95 8.38 60.08 60.75 100%

    14 Cakupan pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin

    a. Cakupan kunjungan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin

    44.02

    30.86

    35.07

    31.56

    100% Pelayanan Kesehatan Rujukan

    15 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin

    56.99

    10.56

    11.92

    100.00

    100%

    16 Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kab/Kota

    100.00

    85.00

    93.33

    100.00

    100%

    Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB

    17 Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemologi < 24 jam

    100.00

    100.00

    100.00

    100.00

    100%

    Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

    18 Cakupan desa siaga aktif

    21.03

    93.33

    93.59

    98.46

    80% Sumber: Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2009 2012 (data diolah) Keterangan: Target tahun 2010

    Target tahun 2015

  • [7]

    Berdasarkan data pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan, pada tahun 2010 masih banyak indikator yang masih belum mencapai targetnya. Dari 13 indikator yang harus dicapai pada tahun 2010, hanya tiga indikator yang berhasil mencapai target yaitu cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani, cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan dan cakupan penemuan dan penanganan penderita DBD. Indikator yang belum dapat dicapai diantaranya yaitu:

    a) Cakupan pelayanan anak balita seharusnya 90%, kenyataannya baru mancapai 72,43%. Kurangnya pencapaian ini disebabkan oleh tingkat kedatangan balita di

    Posyandu yang kurang. b) Cakupan Penemuan dan penanganan penderita penyakit TB BTA seharusnya 100%,

    kenyataannya baru mencapai 26,22%. Kurangnya pencapaian ini disebabkan oleh angka cakupan suspect TB yang rendah dan kemauan penderita untuk memeriksakan kondisi kesehatannya. Hasil pencapaian penerapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan tahun 2012

    menunjukan berkembangan yang baik dalam pencapaiannya. Secara umum, pencapaian tersebut sudah dirasa baik dalam perjalanannya menuju target waktu pencapaian di tahun 2015. Ada beberapan indikator yang sudah berada di atas target yang ditentukan dari pemerintah pusat, contohnya yaitu cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

    yang memiliki kompetensi kebidanan, cakupan pelayanan nifas, cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani dan cakupan desa siaga aktif. Upaya upaya dalam percepatan pencapaian standar pelayanan minimal bidang kesehatan tetap dilakukan agar dapat mencapai target serta mempertahankan capaian target yang sudah tercapai agar pencapaiannya tetap stabil atau dapat lebih meningkat lagi.

    Dalam pembahasan tentang kinerja kebijakan SPM di Kabupaten Malang, analisis akan dilakukan dengan menggunakan teori yang dikemukanan Van Metter dan Van Horn tentang enam variabel yang mempengaruhi kinerja sebuah kebijakan, yaitu:

    Ukuran dan Tujuan Kebijakan Dalam kenyataannya, SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang memiliki ukuran dan

    tujuan kebijakan yang dijelaskan di dalam peraturan tentang penerapan SPM bidang kesehatan. Peraturan tersebut disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sebenarnya di level pelaksana. Hal tersebut terjadi karena di tahap awal rencana penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang, standar pelayanan kesehatan yang terdiri dari indikator dan target pencapaian sudah disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan

  • [8]

    kemampuan keuangan daerah serta personil dalam bidang kesehatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Malang dapat menyesuaikan SPM bidang kesehatan sesuai dengan potensi daerahnya dan hal ini sesuai dengan prinsip otonomi nyata. Tujuan dari penerapan SPM bidang kesehatan pun memiliki tujuan yang jelas yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan kesehatan.

    Sumber Daya Keberhasilan proses implementasi juga tergantung dari kemampuan memanfaatkan

    sumber daya yang tersedia seperti sumber daya manusia, sumberdaya finansial serta sumber

    daya waktu. Sumber daya manusia yang ada dalam penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang dirasa kurang karena tenaga kesehatan yang kurang kompeten dalam penerapan indikator di SPM ini. Hal tersebut mengaharusnya di adakannya pelatihan pelatihan terhadap tenaga kesehatan agar lebih kompeten dalam menjalankan tugasnya dalam penerapan layanan kesehatan untuk masyarakat. Sumber daya finansial atau pendanaan dalam penerapan SPM bidang kesehatan dirasa kurang didalam penyelenggaraan program program percepatan pencapaian SPM. Hal ini disampaikan oleh Kasubag Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang bahwa salah satu penghambat penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang adalah masalah pendanaan. Pemerintah Daerah memerlukan dana yang cukup besar untuk menerapan peraturan ini karena banyak program program yang di lakukan guna tercapaian target SPM kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pendanaan dalam suatu peraturan memang selalu menjadi unsur penting. Pendanaan peraturan kesehatan ini sepenuhnya di tanggung oleh dana APBD Kabupaten Malang. Persentase anggaran kesehatan terhadap APBD Kabupaten Malang 4 tahun terakhir cenderung fluktuatif yaitu tahun 2009 sebesar 4,84% dan tahun 2010 meningkat menjadi 8,26%. Sedangkan tahun 2011 turun menjadi 7,99% (Rp 181.686.199.130 dari Rp. 1.880.096.840.038 total kabupaten) dan tahun 2012 meningkat menjadi 10,56% (Rp 231.112.944.220 dari Rp 2.188.888.436.055,64 total kabupaten). Dalam hal ini, Kabupaten Malang sudah menaati peraturan sesuai Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 171 ayat (1) dan (2) yang menyebutkan bahwa pemerintah pusat harus mengalokasikan 5% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN dan pemerintah daerah harus mengalokasikan 10% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/APBD untuk kesehatan. Penggunaan anggaran secara efektif perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Malang karena pada kenyataannya kabupaten ini sudah menganggarkan 10% APBD untuk bidang kesehatan. Sumber daya yang berikutnya yaitu sumber daya waktu, pada

  • [9]

    target waktu yang ditetapkan pada 2010 lalu, banyak indikator SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang yang belum mencapai targetnya. Hal tersebut kemungkinan besar dikarenakan waktu yang terbatas untuk memahami peraturan sekaligus melakukan pencapaian di tahun 2010.

    Karakteristik Agen Pelaksana

    Hal yang juga mempengaruhi kinerja suatu kebijakan yaitu karakteristik serta penentuan agen pelaksana yang meliputi organisasi yang terlibat dalam pencapaian SPM bidang kesehatan. Cakupan wilayah Indonesia yang luas dan berbentuk kepulauan yang

    menyebabkan wilayah satu dengan lainya terletak berjauhan menjadi salah satu faktor mengapa standar pelayanan minimal diserahkan ke Pemerintah Daerah masing masing. Pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah menjadi sesuatu yang tepat untuk dilakukan karena cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan juga harus diperhitungkan. Semakin luas cakupan implementasi suatu kebijakan, maka harus makin besar pula agen yang dilibatkan dalam pengimplementasiannya. Kabupaten Malang yang merupakan Kabupaten terluas kedua di Jawa Timur dengan luas 3.238,27 km dan 33 kecamatan, secara operasional melimpahkan tugas yang berhubungan dengan kesehatan kepada Dinas Kesehatan. Cakupan wilayah yang cukup luas di kabupaten ini, memerlukan agen yang cukup besar dalam penerapan peraturan SPM bidang kesehatan. Sarana kesehatan masyarakat seperti Puskesmas dan Rumah Sakit menjadi agen dalam penerapan SPM kesehatan. Selain itu, sarana seperti puskesmas keliling dan juga posyandu yang ada di setiap desa dijadikan alat untuk pengoptimalan kinerja dalam penerapan dan juga pencapaian target SPM bidang kesehatan.

    Sikap atau Kecenderungan Para Pelaksana Kebijakan ataupun peraturan yang dibuat oleh pemerintah memang terkadang tidak

    melibatkan masyarakat dalam perumusannya, namun pemerintah sebisa mungkin mencari tahu dan mendengar apa yang sebernarnya diinginkan oleh masyarakat serta apa saja permasalahan yang terjadi. Sikap penerimaan ataupun penolakan dari agen pelaksana juga mempengaruhi penerapan suatu kebijakan. Dinas Kesehatan dan puskesmas sebagai sarana kesehatan, menunjukan sikap penerimaan yang baik terhadap peraturan tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang. Sikap positif tersebut dapat dilihat berdasarkan kinerja Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Malang yang dengan serius menjalankan program program dalam upaya percepatan penerapan SPM

  • [10]

    bidang kesehatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Malang menjalankan upaya perencanaan program tersebut di dalam RPJMD Kabupaten dan Dinas Kesehatan yang menuangkannya di dalam Renstra Dinas Kesehatan. Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengamatan di sarana kesehatan masyarakat yaitu puskesmas. Sikap penerimaan dan upaya dalam percepatan penerapan SPM bidang kesehatan di Puskesmas dilakukan dengan menjalankan upaya Active Detection Case atau disebut penemuan kasus secara aktif. Upaya tersebut dilakukan puskesmas untuk melakukan upaya dalam penemuan kasus penyakit yang ada di masyarakat. Hal tersebut dilakuakan demi meningkatkan temuan penyakit dan akan memberi

    kenaikan di dalam persentase pencapaian SPM di indikator tertentu.

    Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana Komunikasi yang dilakukan antar organisasi merupakan suatu cara yang sangat baik

    untuk terciptanya koordinasi penerpan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang. Sosialisasi, monitoring, dan evaluasi oleh Kementerian Kesehatan ataupun Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dilakukan secara rutin kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Malang. Selain itu, Dinas Kesehatan Kabupaten Malang juga wajib memberikan sosialisasi kepada kepala puskesmas di Kabupaten Malang tentang semua program yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Komunikasi yang terjalin juga di dalam sistem pelaporan data penerapan SPM bidang kesehatan. Inilah mekanisme pelaporan dan komunikasi diantara antar organisasi dalam penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang:

    Gambar 5. Mekanisme Pelaporan dan Komunikasi Antar Organisasi Dalam Penerapan SPM

    Bidang Kesehatan

    Sumber: Data Diolah (Tahun 2013)

  • [11]

    Komunikasi berupa sosialisasi dan monitoring di lakukan tiap triwulan dan semester, serta evaluasi dilakukan di tiap akhir tahun. Komunikasi yang terjalin diantara agen yang terlibat dalam penerapan SPM bidang kesehatan dirasa sudah cukup baik sehingga implementasi penerapannya berjalan efektif.

    Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik Lingkungan juga mempunyai pengaruh dalam penerapan SPM bidang kesehatan.

    Lingkungan politik dalam penerapan SPM bidang kesehatan dimengerti sebagai berkaitannya beberapa peraturan yang ada. Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal, diikuti oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER /VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota dan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Produk produk hukum tersebut merupakan faktor pendorong dari aktor politik dalam pemerintahan yang berupaya mendorong penerapan SPM bidang kesehatan dengan berbagai peraturan yang semakin memperkuat posisi SPM di daerah daerah otonom penyelenggara SPM. Peran serta masyarakat sangat mempunyai pengaruh dalam efektivitas penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang. Hal ini dikarenakan masyarakat adalah sasaran utama yang dituju oleh penerapan kebijakan SPM bidang kesehatan. Dari beberapa wawancara yang dilakukan oleh masyarakat pengguna jasa puskesmas, puskesmas dirasa sebagai sarana kesehatan dengan biaya murah dan bisa dijangkau oleh masyarakat kalangan bawah serta kemudahan untuk masyarakat pemengang kartu Jamkesmas dan Jamkesda. Dalam penerapannya, ada beberapa masyarakat yang memiliki pandangan buruk terhadap citra puskesmas yang dianggap kurang kompeten dalam menangani penyakit yang serius dan terkesan berbelit belit dalam melakukan pelayanan kesehatan seperti rujukan ke rumah sakit. Namun, hal itu dijelaskan oleh kepala puskesmas sebagai prosedur yang normal dijalankan karena memang puskesmas tidak memiliki alat kesehatan sebanyak yang dimiliki oleh rumah sakit. Puskesmas hanya menjadi sarana kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat sehingga masyarakat bisa menggunakan layanan puskesmas dan apabila dibutuhkan tindakan yang lebih lanjut, puskesmas akan segera merujuk ke rumah sakit yang memiliki peralatan medis lebih lengkap. Dengan kata lain, puskesmas disini adalah sarana kesehatan pendeteksi dini bagi masyarakat yang memiliki permasalahan dengan kesehatan.

  • [12]

    Ada beberapa problematika yang terjadi dalam penerapan SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang. Yang pertama yaitu masalah perubahan peraturan yang beberapa kali terjadi di tingkat pusat. Terkadang, perubahan yang dilakukan dalam penentuan jenis indikator SPM kesehatan mengikuti keinginan pimpinan sehingga dalam praktik di lapangan, hal tersebut menimbulkan masalah baru. Contohnya yaitu cakupan penemuan penyakit penular yang tidak bisa disama ratakan di beberapa daerah karena ada beberapa daerah yang bukan merupakan endemik penyakit tersebut. Selain itu, ketidakpahaman terhadap cara perhitungan target capaian juga dirasa belum optimal. Walaupun telah ada petunjuk teknis untuk penerapan SPM, namun banyak perhitungan yang tidak sesuai dengan pedoman yang diberikan. Kurangnya monitoring dan evaluasi yang dilakukan Pemerintah Pusat terhadap pelaksanaan SPM di Kabupaten Malang menyebabkan adanya fabrikasi data di dalam pelaporan pencapaian penerapan SPM. Kewajiban Pemerintah untuk melakukan monitoring haruslah dilakukan dengan serius agar tidak ada lagi praktik kecurangan yang dilakukan hanya untuk laporan, bukan implementasinya kepada masyarakat.

    Ketiadaan sanksi kepada daerah yang tidak memenuhi target pencapaian SPM bidang kesehatan juga menjadi salah satu faktor yang membuat daerah kurang serius dalam melakukan penerapan SPM. Seharusnya sanksi sudah ditetapkan sejak awal agar daerah mengetahui konsekuensi yang akan didapat bila mengabaikan peraturan ini. Hal ini merupakan kesalahan Pemerintah Pusat yang kurang tegas dalam penerapan dan pemberlakuan sebuah peraturan. Problem pada pendanaan juga merupakan alasan mendasar yang sering terjadi alasan tidak diterapkan suatu program untuk percepatan penerapan SPM kesehatan di daerah dan itu berpengaruh pada tidak tercapainya beberapa indikator SPM. Ada anggapan bahwa SPM merupakan program Pemerintah Pusat sehingga pusatlah yang harus membiayai pencapaian target SPM. Padahal dalam peraturan perundang undangan, sudah diatur secara jelas bahwa peran masing masing dan pembiayaan dibebankan kepada daerah sesuai kemampuan yang dimiliki. Secara keseluruhan, SPM dianggap sebagai tindakan yang logis bagi Pemerintah Daerah karena peraturan ini didasarkan pada kemampuan daerah masing masing namun keterbatasan dana, sumber daya aparatur dan faktor lainnya menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja Pemerintah Daerah. Kemunculan SPM bidang kesehatan memungkinkan Pemerintah Kabupaten Malang melakukan kegiatannya secara lebih terukur karena adanya pedoman serta target yang tertuang di dalam SPM.

    Pelaporan pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang harus dilakukan guna dijadikan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Pelaporan yang diberikan kepada

  • [13]

    Bupati, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan juga Kementerian Kesehatan menjadikan berjalannya otonomi daerah yang bertanggung jawab. Monitoring dan evaluasi atas penerapan SPM bidang kesehatan dilakukan untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kesehatan kepada masyarakat. Selain itu evaluasi dan monitoring menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada Pemerintah Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM bidang kesehatan dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi khusus daerah. Sampai saat ini, Pemerintah Pusat belum menjelaskan sanksi apa yang akan diberikan kepada daerah yang gagal dalam penerapan SPM bidang kesehatan. Namun diharapkan bahwa Pemerintah bisa bertindak tegas dengan sanksi yang dikeluarkan untuk daerah yang gagal dalam penerapan SPM bidang kesehatan karena kesehatan adalah suatu hal yang sangat mendasar dalam menjamin kesejahteraan masyarakat dan pemerintah harus dengan serius mengurusi urusan yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyatnya.

    Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal menjadikan peraturan tersebut sebagai pokok pokok acuan bagi Pemerintah Daerah dalam penerapan standar pelayanan minimal. Peraturan tersebut juga ditegaskan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota. Penerapan standar pelayanan minimal bidang kesehatan oleh Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah pada dasarnya diterapkan untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kesehatan kepada masyarakat secara merata dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Praktik otonomi daerah yang sangat melekat dalam penerapan peraturan ini dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di setiap daerah. Kabupaten Malang sebagai salah satu pemerintahan daerah yang menjalankan SPM bidang kesehatan juga berhak menyesuaikan peraturan ini sesuai dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan daerah serta personil di bidang kesehatan yang berkaca pada prinsip otonomi nyata. Selain bertujuan untuk menjamin mutu pelayanan dasar masyarakat di bidang kesehatan, standar pelayanan minimal juga berfungsi sebagai tolok ukur kinerja dan memperjelas tugas pokok Pemerintah Daerah di bidang kesehatan.

    PENUTUP

  • [14]

    Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai penerapan dan pencapaian standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang tahun 2009 2012, maka dapat diambil beberapa poin kesimpulan, yaitu:

    1. Penerapan Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan di Kabupaten Malang telah membawa dampak yang baik bagi masyarakat. Hal ini terlihat dari data statistik dimana angka harapan hidup, angka kematian bayi, angka kematian anak dan ibu mengalami penurunan. Pemerintah Kabupaten Malang juga telah mengintegrasikan penerapan dan pencapaian SPM di dalam dokumen RPJMD maupun Renstra Dinas

    Kesehatan sebagai badan operasional yang menjalankan penerapan SPM bidang kesehatan. Pengintegrasian tersebut menjelaskan bahwa ada upaya serius dari kabupaten ini untuk menjamin kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan kesehatan. Keseriusan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat juga ditunjukkan melalui pendanaan bidang kesehatan sebanyak 10% dari APBD Kabupaten Malang. Koordinasi dan komunikasi diantara agen yang bertugas dalam penerapan SPM bidang kesehatan dirasa sudah cukup baik. Sosialisasi, monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI maupun Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur rutin dijalankan untuk melihat sejauh mana penerapan ini berjalan di Kabupaten Malang.

    2. Pencapaian SPM bidang kesehatan yang sudah dilakukan dalam kurun waktu 2009 2012 menunjukkan adanya peningkatan persentase yang baik di beberapa indikator. Berikut uraian dari pencapaian SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang:

    a. Dari 18 indikator yang ada, 9 indikator diantaranya sudah melampaui target yang ditentukan pemerintah pada tahun 2015 yaitu pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, balita gizi buruk yang mendapat perawatan, penjaringan kesehatan siswa SD dan enam indikator lainnya. Ada beberapa indikator yang telah mendekati target yang ditentukan pemerintah dan Kabupaten Malang telah melakukan program guna mempercepat capaian SPM tersebut.

    b. Beberapa indikator yang masih jauh dari target yang ditetapkan pemerintah salah satunya yaitu indikator yang berkaitan dengan masyarakat miskin. Salah satu penyebab kurangnya cakupan dalam indikator tersebut yaitu kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penjaringan kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Pemerintah melakukan sosialisasi tentang jaskesmas dan active detection case guna

  • [15]

    mempercepat pencapaian di indikator yang terkait dengan program tersebut. Namun secara keseluruhan, pencapaian indikator indikator SPM bidang kesehatan di Kabupaten Malang dinilai baik dilihat dari perjalanan penerapannya dari tahun ke tahun yang semakin meningkat.

    Dari hasil tersebut dapat direkomendasikan: 1. Pendataan target sasaran dalam penerapan SPM ini sangat bergantung dengan data

    yang berhubungan dengan kependudukan. Data yang digunakan haruslah data yang valid, bukan data perkiraan yang sangat tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya

    di masyarakat. Pendataan tersebut sangat penting fungsinya untuk mengetahui jumlah sasaran dan juga pembiayaan yang dibutuhkan dalam penjalankan program program yang berkaitan dengan indikator di dalam SPM bidang kesehatan.

    2. Harus ada spesifikasi daerah mengenai indikator indikator kesehatan yang diterapkan. Karena masing masing daerah memiliki kekhasan geografis dan demografis yang tidak bisa di sama ratakan satu sama lain.

    3. Upaya monitoring harus rutin dilakukan ke setiap daerah guna mengetahui masalah masalah apa saja yang ditemui dalam penerapan SPM bidang kesehatan. Yang dimaksud disini bukanlah monitoring yang dilakukan kepada agen agen pelaksana, namun monitoring di dalam tatanan masyarakat.

    4. Peran aktif warga harus lebih ditingkatkan karena target utama dalam kebijakan ini adalah masyarakat. Semakin baik peran aktif warga dalam pelaksanaan SPM ini, semakin banyak pula sasaran target yang ditangani dan hal itu dapat mempengaruhi persentase capaian di masing masing indikator.

    5. Diperlukan adanya ketegasan sikap Pemerintah Pusat mengenai sanksi yang diberikan terhadap daerah yang lalai maupun tidak berhasil dalam mencapai target penerapan SPM bidang kesehatan yang sudah ditargetkan oleh Pemerintah Pusat.

    Buku Agustino, Leo. 2008. Dasar Dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta

    Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya. Yogyakarta : Penerbit Gava Media

    Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta : Penerbit Andi

    DAFTAR PUSTAKA

  • [16]

    Nugroho, Riant. 2009. PUBLIC POLICY: Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi Risk Management Dalam Kebijakan Publik, Kebijakan Sebagai The Fifth Estate, Metode Penelitian Kebijakan. Jakarta : Elex Media Komputerindo

    Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta : Grasindo

    Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2008. Manajemen Pelayanan: Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

    Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang : UMM Press

    Widjaja, HAW. 2008. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: Rajawali Pers

    Jurnal, Hasil Penelitian dan Tesis Rengga, Aloysius. 2009. Studi Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang

    Kesehatan di Kota Magelang.

    Kurniawan, Iwan. 2011. Tesis: Efektivitas Pengaturan Standar Pelayanan Minimal Dalam Perspektif Desentralisasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

    Dokumen Resmi

    Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

    Laporan Akuntabititas Kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Malang Tahun 2012. Laporan Pencapaian SPM Kesehatan Kabupaten Malang tahun 2009 2012 Peraturan Menteri Kesehatan RI NO.741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar

    Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

    Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Malang Tahun 2010 2015

    Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 317/MENKES/SK/V/2009 Tentang Petunjuk Teknis Perencanaan Pembiayaan SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota

    Kementerian Dalam Negeri, Buku I: Himpunan Produk Hukum Standar Pelayanan Minimal.

    Paparan tentang Kebijakan Umum Standar Pelayanan Minimal dan Implementasinya di Daerah 2013 oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Prof. Dr. H. Djohermansyah Djohan, MA.