sosialisasi politik sebagai wujud isr mahasiswa dalam menanggulangi golput bagi segmentasi pemilih...

12
SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD “ISRMAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA Pemilih Pemula dan Persoalan Legitimasi Saat ini, mewujudkan sebuah tatanan negara yang demokratis adalah idaman setiap bangsa, termasuk juga bangsa Indonesia. Demi mencapai konsep yang ideal tersebut, Indonesia wajib mengaktualisasikan nilai- nilai demokrasi secara holistik ke dalam seluruh sendi- sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh Abraham Lincoln, demokrasi didefinisikan sebagai suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat. Sehingga, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Tak heran, muncul adagium “vox populi vox dei” (suara rakyat merupakan suara Tuhan). Bagi negara dengan sistem pemerintahan “demokrasi modern” atau tidak langsung, kedaulatan dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang merepresentasikan keinginan rakyat, dan rakyat sendiri yang menentukan. Cara menentukan siapa yang berhak, didasarkan pada hasil Pemilihan Umum (Pemilu). Memilih sosok pemimpin yang berkapabilitas, tentu harus dibarengi dengan tingginya tingkat partisipasi politik masyarakat. Dari sekian segmen-segmen yang berhak ikut berkecimpung dalam proses Pemilu, kategori pemilih pemula menjadi bagian yang rawan untuk Golput. 1

Upload: arie-hendrawan

Post on 25-Jun-2015

650 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Jumlah pemilih pemula memang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena di Pemilu tahun 2009, jumlah pemilih pemula yang ikut dalam Pemilu mencapai kisaran nominal 36 juta orang atau setara dengan 20% dari jumlah pemilih secara keseluruhan (Adhani, 2012: 5). Jumlah tersebut begitu signifikan, sehingga timbul kekhawatiran serius jika angka Golput pada segmen pemilih pemula ini terlewat besar. Mengapa demikian? Tingginya angka non-votting behavior pemilih pemula bukan tidak mungkin bisa menurunkan legitimasi pemimpin yang terpilih. Lantas apa dampak terparahnya? Ya, “krisis multidimensional (critical ill nation)”. Sebab terpuruknya legitimasi pemimpin juga akan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Sedang bila hal tersebut terjadi, pemerintah akan kehilangan ruh dari konsep demokrasi itu sendiri, yaitu: “rakyat”. Tidak megherankan ketika Prof. Dr. Musa Asy’rie pernah berujar, akar krisis multidimensional adalah krisis kepercayaan.

TRANSCRIPT

Page 1: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD “ISR”

MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI

SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

Pemilih Pemula dan Persoalan Legitimasi

Saat ini, mewujudkan sebuah tatanan negara yang demokratis adalah idaman

setiap bangsa, termasuk juga bangsa Indonesia. Demi mencapai konsep yang ideal

tersebut, Indonesia wajib mengaktualisasikan nilai-nilai demokrasi secara holistik

ke dalam seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh Abraham

Lincoln, demokrasi didefinisikan sebagai suatu pemerintahan dari, oleh, dan untuk

rakyat. Sehingga, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Tak heran, muncul

adagium “vox populi vox dei” (suara rakyat merupakan suara Tuhan). Bagi negara

dengan sistem pemerintahan “demokrasi modern” atau tidak langsung, kedaulatan

dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang merepresentasikan keinginan rakyat, dan

rakyat sendiri yang menentukan. Cara menentukan siapa yang berhak, didasarkan

pada hasil Pemilihan Umum (Pemilu).

Memilih sosok pemimpin yang berkapabilitas, tentu harus dibarengi dengan

tingginya tingkat partisipasi politik masyarakat. Dari sekian segmen-segmen yang

berhak ikut berkecimpung dalam proses Pemilu, kategori pemilih pemula menjadi

bagian yang rawan untuk Golput. Apalagi ketika tidak ada sosialisasi politik KPU

yang memadai. Siapakah pemilih pemula itu? Pemilih pemula yakni mereka yang

berusia 17-22 tahun, telah memiliki hak suara dalam Pemilu, terdiri atas golongan

pelajar, mahasiswa, ataupun pekerja muda yang belum berusia 17 tahun tapi telah

menikah (Chamim, 2003:13). Meskipun sebenarnya, jika berusaha ditinjau secara

komprehensif, para purnawirawan TNI dan Polri juga bisa disebut masuk kategori

pemilih pemula. Namun, jumlahnya pasti tidak sebesar pemilih pemula pada usia

17-22 tahun.

Jumlah pemilih pemula memang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena

di Pemilu tahun 2009, jumlah pemilih pemula yang ikut dalam Pemilu mencapai

kisaran nominal 36 juta orang atau setara dengan 20% dari jumlah pemilih secara

1

Page 2: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

keseluruhan (Adhani, 2012: 5). Jumlah tersebut begitu signifikan, sehingga timbul

kekhawatiran serius jika angka Golput pada segmen pemilih pemula ini terlewat

besar. Mengapa demikian? Tingginya angka non-votting behavior pemilih pemula

bukan tidak mungkin bisa menurunkan legitimasi pemimpin yang terpilih. Lantas

apa dampak terparahnya? Ya, “krisis multidimensional (critical ill nation)”. Sebab

terpuruknya legitimasi pemimpin juga akan menurunkan kepercayaan masyarakat

terhadap pemerintah. Sedang bila hal tersebut terjadi, pemerintah akan kehilangan

ruh dari konsep demokrasi itu sendiri, yaitu: “rakyat”. Tidak megherankan ketika

Prof. Dr. Musa Asy’rie pernah berujar, akar krisis multidimensional adalah krisis

kepercayaan.

Sosialisasi Politik sebagai “ISR” Mahasiswa

Konsep sosialisasi politik awal mulanya diperkenalkan oleh seorang sarjana

Amerika bernama Robert Hyman (Sunarto, 2004: 21). Dalam konteks ini, Hyman

mengatakan bahwa ada aspek-aspek psikologis-misalnya saja motivasi-yang perlu

didevelopmentasi pada ilmu politik. Menurut argumen Hyman, sosialisasi politik

adalah proses adsorbsi nilai dari lingkungan sistem politik atau masyarakat dalam

diri individu maupun masyarakat secara masif. Gagasan hampir serupa, dikatakan

oleh Michael Rush dan Philip Althoff (2005: 25). Bahwasanya, sosialisasi politik

merupakan suatu proses bagaimana mengenalkan sistem politik kepada seseorang

dan bagaimana orang tersebut menentukan reaksi akan gejala-gejala politik.

Proses sosialisasi politik berjalan kontinu, selama manusia itu hidup. Sedang

perantara proses penyerapan nilai-nilai politik individu, dinamakan agen sosialiasi

politik. Bagi adolescence, sosialisasi politik sangat urgen karena lewat sosialisasi

politik tercipta budaya politik yang aktif dan partsipatif. Bukannya apatis, maupun

parochial. Selanjutnya, sosialisasi politik juga dimaksudkan untuk meningkatkan

kesadaran politik, sehingga generasi muda mampu memahami hak dan kewajiban

serta dapat turut andil pada “mobilisasi” pembangunan nasional. Secara idealistis

nantinya, sosialisasi politik akan mengkonstruksi tatanan masyarakat madani (civil

society), di mana setiap personilnya sudah mempunyai kompetensi dan kesadaran

yang tinggi dalam kehidupan bernegara.

2

Page 3: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

Paradigma konservatif masih beranggapan tanggung jawab sosialisasi politik

cuma dipikul partai politik. Walaupun sesungguhnya, kini telah muncul agen-agen

sosialisasi politik baru sebagai produk dari diversifikasi mekanis proses sosialisasi

politik. Contohnya adalah mahasiswa. Bagi mahasiswa sendiri, sosialisasi politik

merupakan ISR (Intellectual Social Responsibility) terhadap masyarakat. Mengapa

demikian? Hal itu tidak terlepas dari label mahasiswa sebagai sosok yang dinilai

terpelajar, memiliki daya intelektual tinggi. Sementara itu, konsepsi “Tri Dharma

Perguruan Tinggi” juga telah jelas menghendaki agar mahasiswa tak hanya belajar

dan meneliti, akan tetapi juga mengabdi. Pengabdian masyarakat, haruslah selaras

dengan asas kemanusiaan yang menekankan “reposisi” peran masyarakat menjadi

subjek pembangunan nasional, bukan hanya permisif menjadi objek pembangunan

nasional semata (Lubis, 2009: 9).

Metodologi: Sasaran hingga Metode Sosialisasi

Golput, bisa dimaknai sebagai salah satu aksi protes berbentuk keengganan

hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) atau menggunakan hak pilih secara tak

sempurna. Umpamanya saja, memilih lebih dari satu calon maupun tidak memilih

satupun calon sehingga kertas suara tidak sah. Menurut opini Varma, Golput yang

terjadi dalam negara-negara berkembang seperti Indonesia, cenderung disebabkan

atas perasaan kecewa dan apatisme (Varma, 2001: 295). Namun bila ditelaah lebih

luas lagi mengenai fenomena Golput dan peningkatan prosentasenya, hal tersebut

juga berkorelasi dengan niroptimalnya proses sosialisasi politik. Khayalak sasaran

pada program sosialisasi politik di sini adalah para pelajar yang sudah memasuki

usia memilih, yakni 17 tahun. Mengapa, bukan purnawirawan TNI ataupun Polri?

Kedekatan umur antara mahasiswa dengan pelajar diharapkan akan memudahkan

komunikasi dinamis yang terjalin sebagaimana “relasi” pelajar dengan rekan peer

group-nya.

Teknis program dibagi menjadi dua tahapan. Tahap yang pertama, bertujuan

memberi pemahaman kepada pelajar berkenaan dengan “urgenitas” berpartisipasi

aktif dalam Pemilu. Isi materi, dapat bersumber dari tiga modul yang dikeluarkan

oleh KPU pusat melalui website www.kpu.go.id. Modul pertama berjudul “Pemilu

3

Page 4: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

Untuk Pemilih Pemula”; modul yang kedua berjudul “Siap Menjadi Pemilih”; dan

modul ketiga, dengan judul “Memilih dengan Cerdas dan Cermat”. Semua modul

tersebut, disusun Sekertariat Jenderal KPU berserta Biro Teknis dan Hupmas pada

tahun 2010.

Metode sosialisasi pertama yang digunakan adalah picture to picture. Agus

Suprijono (2011: 125) mengungkapkannya sebagai metode pembelajaran aktif dan

kooperatif yang menggunakan gambar berurutan secara sistematis. Tim pengabdi

mengawali program dengan materi pengantar, kemudian dilanjutkan penyampaian

urgenitas berpartisipasi dalam Pemilu sekaligus tata caranya. Penggunaan metode

picture to picture sangat cocok, karena esensi metode tersebut memang ditujukan

untuk menanamkan suatu meteri yang berupa prosedur, urut-urutan, maupun alur

tertentu. Di akhir bagian sosialisasi politik pertama, ada season tanya-jawab serta

proyek penugasan yang akan diserahkan kepada setiap kelompok kerja mengenai

aksi mereka sebagai agen sosialisasi politik terhadap lingkungan di sekitarnya.

Berikutnya, sosialisasi politik tahap kedua. Sosialisasi kedua ini, berorientasi

bagi pembentukan para pelajar sebagai agen-agen sosialisasi politik di lingkungan

sekitarnya. Metode yang digunakan yaitu project citizen. Metode tersebut pertama

kali diaplikasikan di California tahun 1992 dan lantas dikembangkan menjadi satu

program nasional atas prakarsa dari Center for Civic Education (CCE) pada tahun

1995. Metode project citizen merupakan instructional treatment berbasis problem

demi mengembangkan pengetahuan, kecakapan, serta watak demokratis seseorang

yang mendorong keikutsertaan dalam pemerintahan dan masyarakat madani (civil

society) (Budimansyah, 2009: 1). Jadi, project citizen memberikan ruang terhadap

pelajar untuk ambil bagian di domain pemerintahan serta masyarakat sipil sambil

mempraktikan “skill” berfikir kritis, kerja sama, dialog, debat, negosiasi, membuat

keputusan, toleransi, dan aksi warga negara mengimplementasikan kewajibannya

guna kepentingan bersama (Budimansyah, 2008: 1).

Proyek penugasan kelompok yang dimaksud pada sosialisasi politik pertama

adalah project citizen. Hasilnya, kemudian dipresentasikan serta didiskusikan saat

sosialisasi politik kedua oleh masing-masing kelompok kerja. Masalah yang dikaji

jelas, yakni fenomena Golput di lingkungan sekitar mereka (para pelajar). Fungsi

4

Page 5: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

tim pengabdi di sini sebagai moderator presentasi dan diskusi ketika pelajar secara

integral memaparkan rencana aksinya. Beberapa bahan yang perlu disusun peserta

sosialisasi dalam project citizen ini yaitu: 1) penerangan masalah; 2) evaluasi dari

berbagai kebijakan alternatif untuk pemecahan masalah; 3) pembuatan kebijakan

yang dipilih (satu) oleh setiap kelompok peserta sosialisasi; 4) pembuatan rencana

aksi untuk mendesak pemerintah menerima kebijakan kelompok tersebut.

Indikator-indikator Keberhasilan

Segala kegiatan, pasti membutuhkan indikator (tolak ukur) guna mengetahui

tingkat keberhasilannya. Dalam kegiatan sosialisasi ini, penulis coba menawarkan

tiga macam indikator keberhasilan merujuk “Taksonomi Bloom”, oleh Benyamin

S. Bloom di tahun 1956. Ketiganya, terdiri atas ranah kognitif, ranah afektif, serta

ranah psikomototrik (Winkel, 1991: 149-160). Pada ranah kognitif, memakai pre

test dan post test. Tes berbentuk pilihan ganda, sebab tes demikian berciri objektif

sehingga akurasi skor sangat tinggi. Sedangkan, standar nilai minimal disesuaikan

dengan kebijakan dari tim sosialisasi. Alasannya, tim sosialisasi merupakan unsur

pelaksana yang sekiranya dapat menentukan seberapa “kepantasan” angka standar

minimal program sosialisasi politik itu sendiri.

Kedua, dalam ranah afektif, digunakan penilaian yang berkarakter bukan tes

(assessment process). Ranah afektif yang mencakup nilai, sikap, serta minat, beda

dengan ranah afektif yang hanya meliputi pengetahuan (knowledge). Jadi, evaluasi

menggunakan teknik rating scale yang lebih menekankan observasi masif peserta

sosialisasi selama program berjalan. Terakhir di ranah psikomotorik, yang dipakai

sebagai indikator keberhasilan adalah: penilaian performance test. Secara khusus

penilaian tersebut ditujukkan bagi sosialisasi politik kedua yang berbentuk project

citizen. Tekniknya hampir sama dengan yang ada pada ranah afektif, karena masih

berbasis assessment process. Sekali lagi, patokan nilai minimal baik itu bagi ranah

afektif maupun psikomotorik sebagai ukuran tingkat keberhasilan kegiatan dibuat

atas dasar keputusan tim sosialisasi politik. Untuk memacu semangat dari peserta

sosialisasi, tim juga bisa menyerahkan “award” terhadap berbagai kategori, misal

peserta putra serta puti terbaik, dan kelompok terbaik. Mari mengabdi!

5

Page 6: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

DAFTAR REFERENSI

Buku

Budimansyah, Dasim. 2008. Inovasi Pembelajaran Pembelajaran Project Citizen:

Menyemai Warganegara Demokratis Konstitusional. Bandung: Program- -

Studi Pendidikan Kewarganegaraan SPS UPI.

Chamim, Asyukuri. 2003. Seri Pendidikan Pemilihan Untuk Pelajar Menuju------

Pemilu Pemilu yang Demokratis dan Tanpa Kekerasan. Yogyakarta:-------

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR).

Rush, Michael dan Phillip Althoff. 2008. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:--- -

Raja Grafindo Persada.

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sunarto. 2004. Sistem Politik Indonesia. Semarang: Jurusan Politik dan-------------

Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang.

Varma, S.P. 2001. Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Artikel Ilmiah

Lubis, Chairudin. 2004. Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam-------

Mendukung Disiplin Nasional. Artikel Ilmiah. Universitas Sumatera Utara.

Budimansyah, Dasim. 2009. Inovasi Pembelajaran “Project Citizen”. Artikel-----

Ilmiah. Universitas Pendidikan Indonesia.

Skripsi

Adhani, Yulia. 2012. Sosialisasi Peraturan dan Mekanisme Pemilukada dalam----

Membentuk Kompetensi Kewarganegaraan Pemilih Pemula (Studi Kasus-

Sosialisasi Politik Pada KPU Provinsi DKI Jakarta) Universitas------------

Pendidikan Indonesia: Skripsi Sarjana UPI.

6

Page 7: SOSIALISASI POLITIK SEBAGAI WUJUD ISR MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI GOLPUT BAGI SEGMENTASI PEMILIH PEMULA

LAMPIRAN

A. Biodata Penulis

1. Nama Lengkap : Arie Hendrawan

2. NIM : 3301410053

3. Tempat, Tanggal Lahir : Kudus, 28 Agustus 1992

4. Alamat : Ds. Jepang, Kec. Mejobo, Kab. Kudus

5. Fakultas/ Prodi : Ilmu Sosial/ PPKn

6. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang

7. No. HP : 085740228837

8. E-mail : [email protected]

9. Prestasi :

a). Juara 1 Political Writing Competition (Potret) Tingkat Nasional 2012

b). Juara 2 Artikel tentang Presiden Masa Depan Tingkat Nasional 2012

c). Juara 1 Essay Interfest Tingkat Nasional Tahun 2012

d). Juara 3 Artikel Ilmiah tentang Kebijakan Sosial Tingkat Nasional 2012

e). 30 Besar Artikel Internet Cerdas Indonesia (ICI) Tingkat Nasional

2012

f). Juara 2 Lomba Debat Pendidikan Tingkat Provinsi 2012

g). Tulisan dimuat di Rubrik Kompas Kampus, Kompas 2012

h). Tulisan dimuat di Rubrik Debat Kampus, Suara Merdeka 2012

i). Juara 3 Mahasiswa Berprestasi Fakultas Ilmu Sosial, Unnes 2013

j). Juara 1 Lomba Debat Kurikulum 2013 Tingkat Universitas 2013

k). Juara 1 Lomba Essay Gema Keadilan Tingkat Jateng dan DIY 2013

l). Juara 1 Lomba Essay Konservasi Tingkat Universitas 2013

m). Juara 4 Lomba Karya Tulis Nasional Pancasila Tingkat Nasional 2013

7