solusi krisis rupiah

Upload: muhammad-ishak

Post on 07-Jan-2016

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ekonomi Islam

TRANSCRIPT

  • SOLUSI ISLAM MENJAGA KESTABILAN MATA UANG

    Nilai tukar rupiah telah terus melemah

    hingga 14,200 per dolar AS. Ini berarti sejak

    Januari 2015, nilainya telah merosot lebih dari 15

    persen. Memang tidak ada konsensus berapa

    persen pelemahan suatu mata uang hingga

    dikatogorikan krisis. Para pejabat pemerintah

    juga tetap bersikukuh jika saat ini Indonesia

    belum masuk dalam kategori krisis.

    Namun yang pasti, pelemahan rupiah

    telah membuat perekonomian Indonesia panas

    dingin. Dampak pelemahan rupiah berimplikasi

    pada beberapa hal antara lain: pertama, menekan

    produsen dalam negeri terutama importir dan

    perusahaan yang mengandalkan bahan baku

    impor. Imbasnya, mereka terpaksa menyesuaikan

    produk, menaikkan harga atau mengurangi

    kapasitas usaha mereka yang sebagian

    berdampak pada pengurangan jumlah tenaga

    kerja.

    Kedua, menurunnya daya beli

    masyarakat akibat kenaikan harga barang

    (imported inflation) dan naiknya jumlah

    pengangguran. Sektor-sektor lain yang tidak

    berhubungan secara langsung dengan

    perdagangan luar negeri, ikut terkena

    dampaknya.

    Ketiga, meningkatnya biaya pembayaran

    utang luar negeri. Menurut keterangan Badan

    Pemeriksa Keuangan (BPK), pada tahun 2013,

    utang luar negeri pemerintah membengkak

    sebesar Rp164 triliun akibat pelemahan rupiah.

    Kerugian kurs akibat pelemahan rupiah juga

    kerap menimpa BUMN dan perusahaan-

    perusahaan swasta yang mengandalkan utang

    luar negeri. Pada semester pertama 2015,

    misalnya, kerugian kurs PLN mencapai Rp16,9

    triliun.

    Pemicu

    Anjloknya nilai tukar rupiah saat ini

    dipicu oleh berbagai faktor seperti perlambatan

    ekonomi Cina dan Uni Eropa yang menjadi tujuan

    ekspor Indonesia dan merosotnya harga-harga

    komoditas. Impaknya, penerimaan devisa

    Indonesia yang berasal dari ekspor menurun.

    Selain itu, ada pula faktor yang bersifat spekulatif

    di sektor finansial yang dipengaruhi oleh

    anjloknya bursa saham Cina, devaluasi yuan, dan

    rencana penaikan suku bunga the Fed (Federal

    Fund Rate) yang kemudian memicu terjadinya

    pelarian modal keluar. Dampaknya, nilai tukar

    rupiah terus melemah.

    Pemerintah dan Bank Indonesia memang

    tidak tinggal diam. Sejumlah langkah ditempuh

    diantaranya: intervensi pasar oleh BI dengan

    melepas cadangan devisa; rencana bail-out pasar

    saham oleh BUMN-BUMN senilai Rp 10 triliun

    yang diinisasi oleh kementerian BUMN;

    menambah utang dengan menarik utang-utang

    siaga (stand by loan); hingga membuat sejumlah

  • paket kebijakan ekonomi untuk mendorong

    pertumbuhan ekonomi.

    Masalah Fundamental

    Anjolknya rupiah terhadap dolar yang

    mengganggu kestabilan ekonomi kerap terjadi di

    negari ini. Peristiwa serupa juga terjadi di

    Indonesia di negara-negara lain termasuk di

    negara-negara maju sekalipun seperti Amerika

    Serikat dan Jepang. Dengan demikian, dapat

    dikatakan bahwa masalah ini adalah salah satu

    penyakit dari sistem ekonomi kapitalisme yang

    secara inheren rentan menimbulkan krisis.

    Ada beberapa faktor fundamental yang

    menjadi sebab krisis pada sistem ekonomi

    kapitalisme termasuk krisis mata uang yaitu:

    penggunaan mata uang kertas (fiat money),

    sistem finansial yang berbasis riba dan bersifat

    spekulatif dan liberalisasi perdagangan dan

    investasi. Hal-hal tersebut tentu saja tidak akan

    terjadi jika negara ini mengadaposi sistem Islam.

    Berikut perbandingannya.

    Standar Moneter. Saat ini mengunakan

    mata uang kertas (fiat money) dimana nilai

    nominalnya tidak ditopang oleh nilai yang

    bersifat melekat pada uang itu (intrinsic value).

    Uang menjadi berharga lantaran ia dilegalkan

    oleh stempel pemerintah atau otoritas moneter

    suatu negara. Dampaknya, jika ekonomi atau

    politik negara tersebut melemah, mata uangnya

    ikut melemah. Standar tersebut juga membuat

    pemerintah lebih mudah untuk menambah

    pasokan uang yang selanjutnya dapat mendorong

    kenaikan inflasi. Contoh mutakhir adalah

    kebijakan quantitave easing oleh bank-bank

    sentral Eropa, AS dan Jepang yang menambah

    uang beredar dengan membeli surat-surat utang

    pemerintah. Dampaknya, inflasi menggerogoti

    nilai kekayaan masyarakat dan mengurangi daya

    beli dalam jangka panjang. Kondisi tersebut

    membuat mata uang kertas menjadi salah satu

    sasaran spekulasi di pasar uang. Pemerintah tidak

    jarang harus turun tangan untuk melakukan

    intervensi pasar dengan menggelontorkan

    cadangan devisanya untuk menstabilkan mata

    uangnya. Jika kurang, mereka terpaksa berutang

    kepada negara lain ataupun kepada institusi

    terutama kepada IMF yang menjadi

    penanggungjawab utama sistem moneter global

    saat ini.

    Sementara itu di dalam Islam, negara

    wajib mengadopsi standar mata uang emas dan

    perak. Dengan demikian, uang yang beredar baik

    dalam bentuk emas dan perak ataupun mata uang

    kertas dan logam yang ditopang oleh emas dan

    perak, nilainya ditopang oleh dirinya sendiri.

    Dengan kata lain, nilai nominalnya ditentukan

    oleh harga komoditas yang menjadi fisik atau

    penopangnya (intrinsic value). Kondisi tersebut

    membuat pemerintah tidak bebas memproduksi

    uang yang beredar. Ia hanya dapat menambah

    jumlah uang subtitusi baik kertas ataupun logam

    sejalan dengan peningkatan cadangan emas dan

    perak yang dimilikinya.

    Kegiatan spekulasi oleh para spekulan

    untuk mempengaruhi nilai tukar mata uang

  • negara tersebut menjadi sangat berat. Pasalnya

    yang mereka spekulasikan sejatinya adalah emas

    dan perak itu sendiri. Meskipun demikian, negara

    khilafah akan berupaya agar negara-negara di

    dunia ini kembali mengadopsi standar emas dan

    perak sehingga harga emas di pasar global dapat

    bergerak lebih stabil, sebagaimana yang terjadi

    ketika negara-negara di dunia ini mengadopsi

    standar ini hingga berkecamuknya Perang Dunia

    Pertama.

    Sektor keuangan yang sarat riba.

    Sektor finansial yang berbasis riba merupakan

    salah satu pemicu utama krisis ekonomi yang

    melanda negara-negara kapitalisme di dunia ini.

    Transaksi perbankan dan jasa keuangan,

    perdagangan surat utang baik yang diterbitkan

    pemerintah maupun swasta, tidak lepas dari riba.

    Kebijakan bank sentral untuk mengontrol inflasi,

    mengendalikan nilai tukar mata uang,

    menstimulasi perekonomian juga menggunakan

    kebijakan yang antara lain berbasis riba. Sebagai

    contoh, Jika bank sentral bermaksud memperkuat

    nilai tukar mata uangnya, maka salah satu cara

    yang dapat ditempuh adalah menaikkan suku

    bunga. Dengan demikian, diharapkan minat

    orang untuk berinvestasi di negara tersebut

    khususnya di sektor finansial meningkat;

    permintaan mata uang negara itupun akan

    meningkat sehingga nilainya menguat. Pada saat

    yang sama, sektor perbankan secara otomatis

    akan menaikkan suku bunga pinjaman yang

    membuat beban debitur meningkat.

    Hal tersebut tentu saja tidak akan

    dijumpai di dalam kehidupun Islam. Riba telah

    telah diharamkan secara tegas di dalam al-Quran

    dan as-sunnah. Oleh karena itu, negara tidak

    akan mengeluarkan kebijakan atau melakukan

    tindakan yang mengandung unsur riba seperti

    melakukan pinjaman ke Bank Dunia atau IMF.

    Kegiatan bisnis yang mengandung riba baik oleh

    institusi maupun perorangan dianggap sebagai

    kegiatan yang ilegal.

    Pasar saham yang spekulatif. Dalam

    sistem ekonomi kapitalisme, selain dari

    perbankan dan penerbitan obligasi, pasar saham

    menjadi salah satu sumber modal perusahaan

    yang berbentuk perseroan terbatas (PT).

    Perdagangan di pasar ini selain dipengaruhi oleh

    faktor-faktor yang bersifat fundamental, juga

    dipengaruhi faktor-faktor yang bersifat spekulatif.

    Bahkan aspek spekulasi sangat dominan di pasar

    ini. Dengan adanya liberalisasi investasi, investor

    dapat menyerbu dengan mudah pasar saham satu

    negara dan sebaliknya mereka dapat membuat

    indeks saham negara tersebut anjlok hanya

    karena suatu isu yang belum pasti. Isu naik

    tidaknya kenaikan suku bunga the Fed telah

    membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

    mengalami fluktuasi tajam dalam dua tahun

    terakhir. Buntutnya, rupiah ikut berfluktuasi.

    Kondisi tersebut tentu saja tidak akan

    terjadi dalam negara Islam. Pasalnya, model aqad

    perusahaan yang mengeluarkan saham yang

    diperdangkan di pasar modal yakni perseroan

    terbatas (PT), bertentangan dengan Islam.

  • Walhasil, saham yang berasal dari PT juga

    menjadi haram diperdagangkan.

    Keharaman PT adalah karena aqad

    (kontrak) pendiriannya bertentangan dengan

    konsep aqad kerjasama bisnis (syrikah) dalam

    Islam. Sebagaimana diketahui, syrikah baik yang

    berbentuk inan, abdan, mudharabah, dan

    mufawadhah mengharuskan adanya keterlibatan

    pihak yang menjadi pengelola bisnis dalam aqad

    pendiriannya.

    Hal ini berbeda dengan aqad perseroan

    terbatas (PT). Akad pembentukan PT sama sekali

    tidak melibatkan pihak yang menjadi pengelola.

    Sehingga yang beraqad hanyalah para pemilik

    modal. Adapun pihak pengelola yang disebut

    dengan direksi bukanlah bagian dari orang yang

    terlibat dalam aqad meski disebut di dalam akte

    pendirian perusahaan. Ia hanya ditunjuk oleh

    para pemodal. Buktinya, kompensasi baginya

    ditetapkan dengan sistem upah dan bukan

    dengan pembagian keuntungan atau tanggung

    risiko berdasarkan modal sebagaimana yang

    berlaku bagi para pemodal. Ia juga dapat diganti

    jika dikehendaki oleh pemodal tanpa harus

    memperbaharui status perusahaan. Inilah yang

    menjadi salah satu alasan mengapa eksistensi

    pasar saham saat ini bertentangan dengan Islam.

    Liberalisasi Perdagangan dan

    Investasi. Faktor lain yang menjadi penyebab

    melemahnya rupiah dewasa ini adalah liberalisasi

    perdagangan dan investasi. Liberalisasi di sektor

    perdagangan membuat produk-produk asing

    membanjiri pasar domestik. Di sisi lain, akibat

    tidak adanya visi negara ini untuk menjadi negara

    yang tangguh dan mandiri, produsen dalam

    negeri dibiarkan bersaing bebas tanpa proteksi

    dan dukungan, yang memadai. Akhirnya, barang-

    barang yang sangat penting seperti pangan dan

    industri-industri strategis yang semestinya

    diproduksi di dalam negeri, harus bergantung

    pada impor.

    Di saat yang sama, investor asing diberi

    keleluasaan untuk berinvestasi di berbagai sektor

    termasuk sektor yang menguasai hajat hidup

    orang banyak seperti di sektor pertambangan dan

    infrastruktur publik. Dampaknya, aliran dana

    yang keluar dalam bentuk pendapatan investasi

    asing baik langsung, portofolio, dan investasi

    lainnya (pendapatan primer) dari tahun ke tahun

    semakin besar. Pada tahun 2014, misalnya, defisit

    transaksi pendapatan primer Indonesia mencapai

    28 miliar dolar AS.

    Dalam pandangan Islam kebijakan

    liberalisasi ekonomi diharamkan. Di sektor

    perdagangan, seluruhnya harus terikat pada

    hukum syara. Sebagai contoh, tidak semua

    negara boleh melakukan transaksi perdagangan

    dengan negara Islam. Islam melarang adanya

    hubungan dagang dengan negara-negara yang

    berstatus kafir harbi filan, negara yang sedang

    berkonfrontasi dengan negara Islam. Selain itu,

    barang yang dilarang untuk diperdagangkan

    bukan hanya barang yang masuk kategori haram

    secara zat seperti: makanan dan minuman yang

    mengandung babi atau khamar, namun juga

    barang-barang tertentu yang oleh negara

  • dipandang dapat memperlemah posisi negara

    dihadapan negara-negara kufur. Ekspor uranium,

    misalnya, jika dipandang dapat memperkuat

    negara kufur, dilarang untuk diekspor.

    Lebih dari itu, Islam mendorong agar negara

    khilafah dapat menjadi negara yang mandiri dan

    melarang ketergantungan yang dapat

    mengakibatkan negara-negara kafir menjajah

    negara tersebut. Oleh karena itu barang dan jasa

    yang esensial seperti pangan, energi, infrastruktur

    dan industri berat harus mampu dihasilkan secara

    mandiri. Kemandirian dan produktivitas yang

    tinggi akan mendorong negara khilafah menjadi

    negara eksportir barang dan jasa yang bernilai

    tinggi. Hal ini tentu saja akan memberi

    keuntungan berupa peningkatan cadangan

    devisa yang dapat dipergunakan dalam banyak

    hal untuk membangunan kekuatan negara.

    Di samping itu, Islam mengharamkan adanya

    liberalisasi investasi. Investor asing terutama dari

    negara-negara yang berstatus darul harbi filan,

    tidak diperkenankan masuk ke negara khilafah;

    objek investasi juga dibatasi dimana investasi

    pada sektor yang masuk kategori milik umum

    tidak diperkenan. Dari sisi pembiayaan investasi

    juga tidak boleh berasal dari sumber-sumber

    haram seperti pinjaman atau penerbitan obligasi

    berbunga, atau penerbitan saham dengan model

    perseroan terbatas.

    Meskipun demikian, penerapan Islam secara

    komprehensif menjadikan kegiatan investasi

    menjadi sangat kondusif. Sebagai contoh, negara

    tidak diperkenankan menarik pajak kecuali pada

    saat pemasukan negara tidak mencukupi untuk

    membiayai pengeluaran yang bersifat wajib.

    Itupun hanya dikenakan kepada mereka yang

    mampu dalam jangka waktu tertentu; akses

    permodalan juga tidak mengenal istilah biaya

    dana alias bunga; nilai tukar mata uang yang

    stabil; dan inflasi yang rendah dan terkendali.

    Negara, melalui Baitul Mal, juga terlibat secara

    aktif dalam menggerakkan perekonomian seperti

    pemberian subsidi dalam bentuk lahan, modal

    dan sarana lainnya. Dengan demikian, minat

    orang yang untuk menjadi bagian dari negara

    khilafah akan sangat besar.

    Perlu Khilafah

    Implementasi sistem ekonomi yang berasas

    Islam dalam aspek moneter, fiskal, perdagangan

    luar negeri, investasi, sebagaimana yang

    dicontohkan di atas, tentu tidak akan mungkin

    bisa diterapkan kecuali oleh negara.

    Di sisi lain, implementasi sistem ekonomi

    Islam juga tidak dapat dipisahkan dengan sistem

    lainnya di bidang pemerintahan, hukum,

    pendidikan, sosial dan politik luar negeri yang

    semuanya wajib diterapkan. Oleh karena itulah,

    penegakan negara khilafah Islam menjadi suatu

    hal yang niscaya. Tak berlebihan jika ia disebut

    disebut sebagai mahkota kewajiban(tjul furdh).

    Wallahu alam bisshawab[]