slb

15
 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak hanya sebagai obyek pembangunan, tetapi juga sebagai subyek pembangunan Anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat. 1  WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sekitar 7-10 % dari total jumlah anak. Menurut data Sussenas tahun 2003, di Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42 % dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus. Masalah kecacatan pada anak merupakan masalah yang cukup kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas, mengingat berbagai jenis kecacatan mempunyai permasalahan tersendiri. Jika masalah anak penyandang cacat ini ditangani secara dini dengan baik dan keterampilan mereka ditingkatkan sesuai minat, maka beban keluarga, masyarakat dan negara dapat dikurangi. Sebaliknya jika tidak diatasi secara benar, maka dampaknya akan memperberat beban keluarga dan Negara. 1  

Upload: najmi-hidayatur-rakhmi

Post on 08-Jul-2015

87 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 1/15

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu sumber daya manusia

bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak 

hanya sebagai obyek pembangunan, tetapi juga sebagai subyek pembangunan

Anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak 

pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang bersifat khusus,

seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang

bertujuan untuk mengurangi keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan

yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat.1 

WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia

sekitar 7-10 % dari total jumlah anak. Menurut data Sussenas tahun 2003, di

Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42 %

dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus. Masalah kecacatan pada anak 

merupakan masalah yang cukup kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas,

mengingat berbagai jenis kecacatan mempunyai permasalahan tersendiri. Jika

masalah anak penyandang cacat ini ditangani secara dini dengan baik dan

keterampilan mereka ditingkatkan sesuai minat, maka beban keluarga, masyarakat

dan negara dapat dikurangi. Sebaliknya jika tidak diatasi secara benar, maka

dampaknya akan memperberat beban keluarga dan Negara.1 

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 2/15

2

Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang

anak dalam berolah maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu, lembaga

pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk bekal ilmu pengetahuan, namun

 juga sebagai lembaga yang dapat memberikan bekal untuk hidup yang nanti di

harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat. Lembaga pendidikan tidak hanya

ditunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada

anak yang memiliki keterbelakangan mental, mereka dianggap sosok yang tidak 

berdaya, sehingga perlu disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau

sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama

dengan pendidikan anak-anak pada umumnya. Sekolah luar biasa merupakan

sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus termasuk bagi

anak penyandang cacat. Sekolah luar biasa merupakan salah satu layanan

pendidikan yang kompleks dalam membantu anak dengan berkebutuhan khusus

mencapai potensi yang maksimal.2 

Berdasarkan hal tersebut perlu adanya bentuk layanan pendidikan atau

sekolah bagi anak berkebutuhan khusus untuk bekal ilmu pengetahuan, dan bekal

untuk hidup yang nanti di harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat

B.  Tujuan

Mengetahui bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi anak 

berkebutuhan khusus.

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 3/15

3

BAB II

MODEL PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A.  Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus 

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.  Istilah lain bagi anak berkebutuhan

khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.3 

Anak luar biasa diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik,

mental, emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya

sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus.4 

Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) yang

terbaru, peristilahan Pendidikan Luar Biasa telah diganti dengan Pendidikan

Khusus. Ini mengandung konsekuensi terhadap penggunaan istilah baik 

kelembagaan maupun subyek peserta didik. Demikian pula halnya dengan wacana

yang berkembang secara intenasional tentang peristilahan anak luar biasa, yang

dewasa ini sering disebut dengan istilah special needs educational children atau

anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.4

 

B.  Jenis Anak Berkebutuhan Khusus 

Pada tahun 2004, Departemen Pendidikan Nasional mengklasifikasikan anak 

berkebutuhan khusus ke dalam 9 jenis, yaitu :3,5

 

1. Tunanetra

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 4/15

4

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.

tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total

atau blind  dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman &

Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi

penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki

penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra

penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang

lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip

yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu

tuna netra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan

bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul,

benda model dan benda nyata, sedangkan media yang bersuara adalah tape

recorder  dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas

di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai orientasi dan mobilitas. 

Orientasi dan mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra

mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih

(tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).

2. Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran

baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan

tingkat gangguan pendengaran adalah :

a.  Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB),

b.  Gangguan pendengaran ringan (41-55dB),

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 5/15

5

c.  Gangguan pendengaran sedang (56-70dB),

d.  Gangguan pendengaran berat (71-90dB),

e.  Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).

Tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran dan individu tunarungu

memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut

tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa

isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan

untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa

sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi

dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.

Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari

sesuatu yang abstrak.

3. Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan

berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam

adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi

tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ. 

a.  Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),

b.  Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),

c.  Tunagrahita berat (IQ : 20-35),

d.  Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada

kemampuan bina diri dan sosialisasi. 

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 6/15

6

4. Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang

disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat

bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk  celebral palsy, amputasi, 

polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tuna daksa adalah ringan yaitu

memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik  tetap masih dapat

ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik 

dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki

keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol

gerakan fisik.

5. Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam

mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Individu tuna laras biasanya

menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan

aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena

faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

6. Anak Berkesulitan Belajar

Individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar

psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara

dan menulis yang dapat memengaruhi kemampuan berfikir, membaca,

berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi,  brain

injury,  disfungsi minimal otak,  dislexia, dan afasia perkembangan.

individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata,

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 7/15

7

mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi

gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan

perkembangan konsep.

7. Anak Lamban Belajar

8. Anak yang memiliki kemampuan atau bakat dan kecerdasan yang luar biasa

(Anak Berbakat)

9. Anak dengan gangguan Komunikasi.

Perkembangan berikutnya tahun 2006, departemen pendidikan nasional

menambahkan kelompok anak berkebutuhan khusus. depdiknas

mengklasifikasikan ana berkebutuhan khusus dipandang sebagai peserta didik ke

dalam 20 jenis, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita, tunadaksa,

tunaganda, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak autistik, anak 

berbakat, anak yang menderita hiv dan aids serta penyakit kronis lainnya, anak di

daerah terpencil dan atau terbelakang, anak di daerah perbatasan negara, anak-

anak pekerja di luar negeri yang terdiskriminasi, anak dari masyarakat adat dan

atau kelompok minoritas, anak korban bencana alam, anak korban bencana social,

anak dari keluarga yang tidak mampu dari segi ekonomi (anak terlantar dan anak 

 jalanan), anak korban kekerasan fisik dan psikis dalam keluarga, anak korban

penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya (napza).5 

C. Faktor Penyebab 

Adapu factor penyebab terjadinya anak berkebutuhan khusus antara lain :1 

1.  Faktor keturunan (hereditas)

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 8/15

8

2.  Faktor sebelum lahir (prenatal) : ketika dalam kandungan keracunan,

kekurangan gizi, terkena infeksi, waktu hamil ibunya penderita penyakit

kronis, dan lain-lain

3.  Faktor ketika lahir (natal) : persalinan yang lama sehingga kehabisan

cairan, persalinan dibantu dengan alat (syaraf terganggu)

4.  Faktor sesudah lahir (post natal) : penyakit, kecelakaan atau karena salah

obat.

C.  Model Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut  Hallan dan Kauffman bentuk layanan pendidikan bagi anak 

berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu :6 

1.   Reguler Class Only : kelas biasa dengan guru biasa.

2.   Reguler Class with Consultation : konsultan biasa dengan konsultan

guru PLB.

3.   Itenerant Teacher : Kelas biasa dengan guru kunjung.

4.   Resource Teacher : yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun dalam

beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber.

5.  Pusat Diagnosik-Perspektif 

6.   Hospital or Homebond Instruction : pendidikan dirumah atau dirumah

sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah

biasa

7.  Self-contained Class : kelas khusus di sekolah bersama guru PLB.

8.  Spesial Day School : sekolah luar biasa tanpa asrama.

9.   Resedential School : sekolah luar biasa berasrama.

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 9/15

9

Menurut Samuel A. Kirk membuat gradasi layanan Pendidikan bagi anak 

berkebutuhan Khusus dari model segredasi ke model mainstreaming. Dari kedua

pendapat di atas, bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan

khusus dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yaitu :6 

1.  Bentuk Layanan Pendidikan Segredasi yaitu penyelenggaraan pendidikan

yang dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari sistem pendidikan anak 

normal. Sistem pendidikan segregasi diselenggarakan karena adanya

kekhawatiran terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk 

belajar bersama dengan anak normal dan adanya kelainan fungsi pada anak 

berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan

menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

Ada empat penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu :

a.  Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan, artinya,

penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan

tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu

kepala sekolah. Di setiap SLB ada tingkat persiapan, tingkat dasar,

dan tingkat lanjut.

b.  Sekolah Luar Biasa Berasrama

Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolahan asrama

menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB

tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta

unit asrama. Bentuk satuan pendidikannya juga sama dengan bentuk 

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 10/15

10

SLB sebelumnya. Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan

program pembelajaran yang ada di sekolah dengan diasrama, sehingga

asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di sekolah.

c.  Kelas Jauh / Kelas Kunjung

Merupakan kebijakan pemerintah berupa lembaga yang disediakan

untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

yang tinggal jauh dari dari SLB dan SDLB. Dalam penyelenggaraan

kelas jauh ini menjadi tanggung jawab SLB terdekatnya, mereka

berfungsi sebagai guru kunjung, administrasinya di SLB tersebut.

d.  Sekolah Dasar Luar Biasa

Merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang

dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tuna netra, tuna

rungu, tuna grahita, dan tuna daksa. Kurikulum dan pendekatan yang

digunakan juga disesuaikan dengan ketunaan masing-masing, selain

itu di SDLB diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan

ketunaan anak.

2.  Bentuk Layanan Terpadu/Integrasi merupakan sistem pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar

bersama-sama dengan anak normal di sekolah umum. Jumlah anak 

berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah siswa

keseluruhan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru tidak terlalu berat,

dibanding jika guru harus melayani berbagai kelainan. Untuk membantu

kesulitan yang di alami anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 11/15

11

disediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK), fungsinya sebagai konsultan

bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus itu sendiri,

 juga sebagai pembimbing di ruang bimbingan khusus atau guru pada kelas

khusus. Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak 

berkebutuhan khusus menurut Depdiknas, ketiga bentuk tersebut adalah :6 

a.  Bentuk Kelas Biasa (keterpaduan penuh)

Dalam bentuk keterpaaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di

kelas biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa.

Dalam keterpaduan ini guru pembimbing khusus hanya berfungsi

sebagai konsultan dan penasihat, baik mengenai kurikulum, maupun

permasalahan dalam mengajar anak berkebutuhan khusus, sehingga

perlu di buatkan ruangan tersendiri. Pendekatan, metode, dan cara

penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan

kelas pada sekolah umum, tetapi untuk beberapa mata pelajaran di

sesuaikan dengan kebutuhan anak.

b.  Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus (keterpaduan sebagian)

Pada keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa

dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan

khusus untuk mata pelajaran tertentu yang tidak bisa diikuti anak 

berkebutuhan khusus bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus

tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing

khusus, dengan menggunakan pendekatan individu dan metode

peragaan yang sesuai.

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 12/15

12

c.  Bentuk Kelas khusus (keterpaduan lokal)

Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti

pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh pada sekolah

umum yang di laksanakan program pendidikan terpadu. GPK berfungsi

sebagai pelaksana program di kelas khusus, pendekatan, metode, dan

cara penilaian yang biasa digunakan di SLB.

D.  Sekolah Luar Biasa

Sekolah luar biasa merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan bagi

anak penyandang cacat yang dapat dikelompokkan menjadi:1,6

 

1.  SLB-A: Sekolah untuk Tunanetra (Anak yang mengalami hambatan

penglihatan)

2.  SLB-B: Sekolah untuk Tunarunggu (Anak yang mengalami hambatan

pendengaran)

3.  SLB-C: Sekolah untuk Tunagrahita (Anak yang mengalami retardasi

mental)

4.  SLB-D: Sekolah untuk Tunadaksa (Anak yang mengalami cacat tubuh)

5.  SLB-E: Sekolah untuk Tunalaras ( Anak yang mengalami penyimpangan

emosi dan sosial)

6.  SLB-F: Sekolah khusus untuk Autis

7.  SLB-G: Sekolah untuk Tunaganda (Anak yang mengalami lebih dari satu

hambatan).

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 13/15

13

Berdasarkan data dari Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa

Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2008 jumlah

SLB di Indonesia adalah sebagai berikut :1 

1.  Sekolah khusus tunanetra (SLB A) : 32 sekolah

2.  Sekolah khusus tunarungu/tunawicara (SLB B) : 97 sekolah

3.  Sekolah khusus tunagrahita (SLB C) : 108 sekolah

4.  Sekolah khusus tunadaksa (SLB D) : 10 sekolah

5.  Sekolah khusus tunalaras (SLB E) : 7 sekolah

6.  Sekolah khusus autis (SLB F) : 20 sekolah

7.  Sekolah khusus tunaganda (SLB G) : 4 sekolah

8.  SLB campuran : 1.036 sekolah

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 14/15

14

BAB III

PENUTUP

Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang

berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada

ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Istilah lain bagi anak berkebutuhan

khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Pada dasarnya pendidikan untuk 

berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya. Sekolah

luar biasa merupakan sekolah khusus yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan

khusus termasuk bagi anak penyandang cacat. Sekolah luar biasa merupakan

salah satu layanan pendidikan yang kompleks dalam membantu anak dengan

berkebutuhan khusus mencapai potensi yang maksimal. Penyelenggaraan sekolah

ini dalam bentuk unit sesuai dengan kelainan yang ada, sehingga ada SLB untuk 

tunanetra(SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-

C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), SLB untuk tunalaras (SLB-E), khusus untuk 

Autis (SLB-F), Tunaganda (SLB-G). Di setiap SLB tersebut ada tingkat

persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut.

5/10/2018 SLB - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/slb5571fc8f4979599169977d68 15/15

15

DAFTAR PUSTAKA

1.  Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina

Kesehatan Anak, Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan

Kesehatan Anak Di Sekolah Luar Biasa (SLB), Jakarta, 2010.

2.  Zaif. Pendidikan Anak Luar Biasa; (online), (http://www.google.com) 

diakses 22 Juli 2011.

3.  Wikipedia. Anak Berkebutuhan Khusus; (online),

(http://www.wikipedia.com) diakses 22 Juli 2011.

4.  Delfi. Psikologi Anak Luar Biasa ; (online), (http://www.google.com) 

diakses 22 Juli 2011.

5.  Upik Kesumawati Hadi. Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) ; (online),

(http://www.google.com) diakses 22 Juli 2011.

6.  Anonymous.Model Layanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan

Khusus; (online), (http://www.google.com) diakses 22 Juli 2011.