skripsi tentang minuman suplemen.pdf

126
PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA (Studi Kasus di Kota Bogor) Tahrir Aulawi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 5

Upload: daniel-evans

Post on 21-Nov-2015

336 views

Category:

Documents


19 download

TRANSCRIPT

  • PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA

    (Studi Kasus di Kota Bogor)

    Tahrir Aulawi

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    B O G O R 2 0 0 5

  • SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Preferensi Konsumsi Beberapa

    Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor) adalah hasil

    karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan

    tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

    diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

    dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

    Bogor, Oktober 2005

    Tahrir Aulawi NRP F 251 020 221

  • ABSTRAK

    TAHRIR AULAWI. Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor). Di bimbing oleh H. Musa Hubeis dan Fransiska R Zakaria.

    Produk suplemen merupakan produk yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut sebagai sumber asupan energi yang dapat dikonsumsi saat beraktivitas berat dan atau berolahraga untuk memulihkan stamina.

    Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya produk Lipovitan sebelum merek-merek seperti Kratingdaeng, Hemaviton, Extra Joss dan lain- lain. Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink) yang dapat meningkatkan dan mempertahankan stamina melalui berbagai media promosi informasi dengan positioning yang berbeda dari produk sebelumnya sebagai kekuatan preferensi konsumen.

    Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi adalah karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi. Karakteristik produk yang meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga. Karakteristik lingkungan meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan mobilitas.

    Perkembangan produk suplemen yang pesat, sangat menarik untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar, khususnya di kota Bogor

    Tujuan penelitian adalah menganalisis tingkat kepuasan dan pengetahuan gizi konsumen terhadap pemenuhan kebutuhan dan keinginannya serta mengidentifikasi faktor- faktor kunci yang berpengaruh terhadap preferensi konsumsi produk suplemen. Penelitian dilakukan dengan teknik survei terhadap 150 orang berusia 17 45 tahun, dengan alat bantu kuesioner untuk mendapatkan data primer. Data sekunder diperoleh dari Kantor Statistik Kota Bogor, dan Kantor Tenaga Kerja Kota Bogor yang dianalisa secara deskriptif untuk profil responden, analisis indeks untuk preferensi responden dan analisis regresi untuk faktor- faktor penentu konsumsi.

    Hasil penelitian menunjukkan sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen penstimulasi stamina pertama sekali diminum tertinggi adalah produk Kratingdaeng (76,7%), Extra Joss (18%), M-150 (5,3%) dan sering dikonsumsi adalah produk Extra Joss (68%), Kratingdaeng (12%), M-150 (8%), Fit-Up (6%), Kuku Bima Ener-G! (3,3%) dan Lipovitan (2,7%). Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina mengatakan produk suplemen yang manjur (55,3%), sudah terbiasa/cocok (13,3),

  • efeknya cepat terasa (9,3%), kandungannya alami (6,7%) dan alasan terendah hanya tersedia merek tersebut (0,7%).

    Tingkat preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina di Kota Bogor tinggi, ditandai dengan tingkat kepuasan responden terhadap produk suplemen, yakni 44,6% puas, 32% sangat puas, agak puas 16,0% dan 5,3% kurang puas, serta 2,0% menyatakan tidak puas. Tingkat kepuasan responden terhadap atribut produk dengan nilai indeks tertinggi (123,0) pada instrumen ukuran kemasan dan terendah (75,0) pada instrumen warna kemasan, atribut harga dengan nilai indeks tertinggi (114,6) pada instrumen harga terjangkau dan terendah (93,2) pada instrumen harga normal dan tingkat kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan dengan nilai indeks tertinggi (116,2) dengan instrumen produk mudah diperoleh dan terendah pada instrumen kesediaan produk kontinyu (111,2), serta atribut promosi dengan nilai indeks tertinggi terdapat pada instrumen peran tokoh (118,2) dan yang terendah pada instrumen potongan harga (91,8).

    Terdapat empat faktor yang mendasari pilihan konsumen terhadap produk suplemen penstimulasi stamina, secara berurutan yaitu mutu produk (rasa, aroma, tekstur, warna dan kemasan), tempat pembelian, harga dan kemudahan dalam mendapatkan produk suplemen penstimulasi stamina tersebut. Proses pengambilan keputusan yang dilakukan konsumen dimulai dari menerima stimulus, memahami permasalahan, mencari informasi tentang produk, menilai dan memilih, membeli dan evaluasi yang diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli.

    Produsen harus melakukan segmentasi pasar, memperluas jaringan pemasaran dan mencari terobosan baru untuk penguasaan pasar melalui penggalian informasi top of mind, sehingga dapat memenuhi kepuasan konsumen. Sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi produk suplemen, konsumen sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan, mencari informasi yang berhubungan dengan produk, mencari alternatif, memutuskan dan mengevaluasi sesegera mungkin, agar kondisi negatif dapat diminimalisir.

    Kata kunci: Preferensi, konsumsi, produk suplemen, penstimulasi stamina

  • Hak cipta milik Tahrir Aulawi, tahun 2005 Hak cipta dilindungi

    Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

    Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

  • Judul Tesis : Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi Stamina

    (Studi Kasus di Kota Bogor) Nama : Tahrir Aulawi NRP : F 251 020 221

    Disetujui

    Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl. Ing, DEA Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, MSc

    Ketua Anggota

    Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.S Prof. Dr. Ir. Hj. Sjafrida Manuwoto, M.Sc Tanggal Ujian: 22 Agustus 2005 Tanggal Lulus:

  • PREFERENSI KONSUMSI BEBERAPA PRODUK SUPLEMEN PENSTIMULASI STAMINA

    (Studi Kasus di Kota Bogor)

    Tahrir Aulawi

    Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan

    SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2 0 0 5

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberi

    nikmat rezeki, kesehatan dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

    tesis dengan judul Preferensi Konsumsi Beberapa Produk Suplemen Penstimulasi

    Stamina (Studi Kasus di Kota Bogor).

    Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak

    terhingga kepada abah Bukhari Ardhi dan mama Hamrah AM atas dorongan moril

    dan materil, serta kasih sayang yang telah diberikan, terima kasih kepada kakak

    Afwani Hardis dan suami Masdar, S.Pd, kakak Dewi Harpita, abang Arhadi dan

    istri Yanti, serta adikku Khairullah, A.Md atas doa dan dorongan semangat.

    Terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, M.S, Dipl. Ing, DEA dan Ibu Prof. Dr. Ir.

    Fransiska R. Zakaria, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Yadi

    Haryadi, M.Sc sebagai penguji tesis.

    2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc selaku Dekan Sekolah Pascasarjana

    Institut Pertanian Bogor dan Ibu Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, M.Si

    selaku ketua Program Studi Ilmu Pangan yang telah banyak memberi saran.

    3. Segenap dosen Program Studi Ilmu Pangan Institut Pertanian Bogor yang

    telah memberikan bekal pengetahuan untuk penyusunan tesis ini.

    4. Bapak Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, MAppSc, Bapak Prof. Dr. Ir. Sumono, M.S,

    Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa H, M.Sc, Bapak Ir. Said Umar, M.Si dan

    Bapak Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP selaku dosen di Universitas Sumatera

    Utara yang telah memberi motivasi dan rekomendasi untuk melanjutkan studi

    ke strata dua.

    Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan. Saran

    dan perbaikan dari pembaca dengan senang hati langsung ditujukan ke alamat

    E-mail: [email protected]

    Bogor, Oktober 2005

    Penulis

  • RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Sungai Salak Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal

    14 Juli 1974 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara dari pasangan Bukhari

    Ardhi dan Hamrah AM. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi

    Peternakan Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 2000. Tahun 2001,

    penulis mengikuti pendidikan Akta IV, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

    Negeri Medan dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk

    melanjutkan ke Program Magister di Program Studi Ilmu Pangan pada Sekolah

    Pascasarjana IPB tahun 2002 dan menamatkannya pada tahun 2005.

    Selama mengikuti program S2, penulis menjadi Ketua Himpunan

    Mahasiswa Ilmu Pangan periode 2002-2004 dan Pengurus Himpunan Mahasiswa

    Pascasarjana IPB periode 2003-2005, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa

    Pascasarjana Asal Sumatera Utara (HIMAPSU-IPB) periode 2003-2005. Sebuah

    artikel telah diterbitkan dengan judul Manfaat Pangan Fungsional Bagi Kesehatan

    pada Tabloid Suara USU 45/IX/April 2005.

  • DAFTAR ISI

    Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii

    PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Perumusan Masalah .............................................................................. 2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 3 Manfaat Penelitian ................................................................................ 3

    TINJAUAN PUSTAKA

    Produk Suplemen .................................................................................. 4 Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................... 8 Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .. 14 Preferensi Konsumen ........................................................................... 15 Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................................................................... 22 Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................................................................... 27 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 31

    METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 34 Penentuan Responden .......................................................................... 34 Bahan Penelitian ................................................................................... 35 Metode Penelitian ................................................................................. 35 Analisis Data ........................................................................................ 36

    HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................ 41 Kondisi Umum Wilayah Kota Bogor ................................................... 42 Karakteristik Produk Suplemen Penstimulasi Stamina ........................ 45 Karakteristik Responden ...................................................................... 58 Preferensi Konsumen ............................................................................ 66 Proses Pengambilan Keputusan ............................................................ 77 Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina .......................................................................... 88

    KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................... 92 Saran ..................................................................................................... 93

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 94

    LAMPIRAN .................................................................................................. 97

  • DAFTAR TABEL

    No. Halaman

    1 Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004 ...................... 6

    2 Sebaran industri produk suplemen menurut permodalan, 2004 ............. 7

    3 Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya ................ 12

    4 Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004 ......................... 31

    5 Kerangka dan ukuran responden berdasarkan lapisan populasi ............. 34

    6 Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut kelompok usia dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 ............................................................................. 42

    7 Sebaran angkatan kerja yang bekerja menurut tingkat pendidikan dan prediksi di Kota Bogor, baik dalam angka maupun %, dari tahun 2001-2008 ............................................................................. 43

    8 Komposisi dan klaim produk suplemen Lipovitan .................................. 44

    9 Komposisi dan klaim produk suplemen Hemaviton Jreng ...................... 45

    10 Komposisi dan klaim produk suplemen Kratingdaeng ............................ 47

    11 Komposisi dan klaim produk suplemen Extra Joss ................................. 48

    12 Komposisi dan klaim produk suplemen Fit-Up ........................................ 49

    13 Komposisi dan klaim produk suplemen Kuku Bima Ener G! .................. 50

    14 Sebaran responden berdasarkan usia terhadap produk suplemen ............ 58

    15 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ................................................. 59

    16 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ................................................. 60

    17 Sebaran responden berdasarkan tingkat pendapatan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 62

    18 Sebaran responden menurut suku terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ............................................................................... 64

    19 Sebaran responden menurut pernikahan terhadap produk suplemen penstimulasi stamina ................................................... 64

    20 Sebaran responden berdasarkan jumlah anggota keluarga ..................... 65

    21 Sebaran responden berdasarkan pertimbangan memilih merek produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 66

  • 22 Sebaran responden berdasarkan tingkat kepuasan setelah meminum produk suplemen penstimulasi stamina ................................. 67

    23 Sebaran nilai indeks terhadap atribut produk suplemen penstimulasi stamina .............................................................................. 68 24 Sebaran nilai indeks terhadap atribut harga produk suplemen penstimulasi stamina ............................................................................... 70

    25 Tingkat kepuasan responden berdasarkan atribut promosi produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 72

    26 Kepuasan responden terhadap atribut lokasi penjualan produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 75

    27 Sebaran responden berdasarkan tempat dan yang membeli produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 76

    28 Sebaran responden berdasarkan sumber informasi utama ....................... 78

    29 Sebaran responden berdasarkan cara mencari informasi produk suplemen penstimulasi stamina ............................................................... 79

    30 Sebaran responden berdasarkan kesadaran, kesehatan dan kebugaran sebelum dan setelah mengetahui informasi ........................... 80

    31 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan jenis merek produk suplemen penstimulasi stamina ................................................. 81

    32 Sebaran responden berdasarkan merek produk suplemen yang pertama sekali diminum dan sering dikonsumsi ............................ 82

    33 Sebaran responden berdasarkan umur terhadap lama waktu mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina ........................ 83

    34 Sebaran responden berdasarkan frekuensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 84

    35 Sebaran responden berdasarkan kepuasan setelah meminum produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 85

    36 Sebaran responden berdasarkan ada tidaknya pengaruh sex setelah mengkonsumsi produk suplemen berdasarkan usia .................... 86

    37 Sebaran responden berdasarkan saat apa mengkonsumsi produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 88

    38 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan sebelum dan setelah diminta menuliskan komposisi ............................................................... 89

    39 Sebaran responden berdasarkan alasan memilih merek terbaik .............. 90

    40 Sebaran responden berdasarkan alasan menggunakan merek produk suplemen penstimulasi stamina .................................................. 91

  • DAFTAR GAMBAR

    No. Halaman 1 Rumus bangun tiamin dan riboflavin .................................................... 8

    2 Rumus bangun vitamin B6 ..................................................................... 10

    3 Pemanis bua tan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya ............... 12

    4 Model perilaku konsumen ...................................................................... 18

    5 4 P dalam bauran pemasaran .................................................................. 21

    6 Tahap-tahap pengolahan informasi ....................................................... 24

    7 Piramida kesadaran merek ...................................................................... 20

    8 Diagram alir kerangka pemikiran ........................................................... 33

    9 Langkah- langkah penelitian ................................................................... 38

  • DAFTAR LAMPIRAN

    No. Halaman 1 Lembar kuesioner ..................................................................................... 98

    2 Pokok penelitian, jenis data, sumber data dan metode pengumpulan ...... 103

    3 Peubah segmentasi untuk pasar konsumen ............................................. 104

    4 Siklus hidup keluarga ............................................................................... 105

    5 Gambaran umum wilayah Kota Bogor tahun 2004 .................................. 106

    6 Peta Kota Bogor ........................................................................................ 108

    7 Angkatan kerja menurut lapangan usaha, status pekerjaan, kelompok umur dan tingkat pendidikan di Kota Bogor tahun 2002 ........................ 109

    8 Pemanis buatan dan batas maksimum penggunaannya ............................ 110

    9 Zat warna yang digunakan sebagai bahan berbahaya ............................... 111

    10 Angka Kecukupan Gizi (AKG), dampak positif dan negatif dari berbagai zat gizi ............................................................................... 112

  • PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Dewasa ini, produk suplemen semakin berkembang yang ditandai dengan

    makin banyaknya produk suplemen yang beredar dipasaran, seperti Lipovitan,

    Kratingdaeng, Extra Joss, Himaviton Jreng, M-150, Vit Up. Hal ini dipengaruhi

    oleh tingginya permintaan konsumen, meningkatnya kesadaran terhadap

    kesehatan dan peningkatan stamina. Produk suplemen merupakan sumber asupan

    energi yang dapat dikonsumsi pada saat beraktivitas berat dan berolahraga untuk

    memulihkan stamina dan meningkatkan vitalitas bagi konsumen.

    Faktor yang diduga sangat mendukung pertumbuhan bisnis ini adalah

    kemampuan produsen menciptakan citra produk suplemen sebagai produk

    minuman kesehatan (health drink), minuman berenergi tinggi (energy drink) atau

    minuman untuk olahragawan (sport drink), yang dapat meningkatkan dan

    mempertahankan stamina, melalui berbagai media promosi.

    Selain promosi melalui iklan untuk memperluas pangsa pasar, produsen

    mensponsori berbagai kegiatan olah raga agar konsumen lebih cepat mengenal

    produk dan manfaatnya, beberapa perusahaan membuka kounter-kounter khusus

    di lapangan- lapangan golf, klub-klub olah raga dan memberikan produknya secara

    gratis. Bahkan beberapa perusahaan lainnya mulai menekan keuntungan dengan

    menurunkan harga, sehingga produk dapat dibeli oleh semua lapisan masyarakat.

    Hal ini akan menjadi preferensi konsumen terhadap produk suplemen.

    Di Indonesia trend produk suplemen terlihat meningkat sejak 1999, dan

    permintaannya terus meningkat. Penentuan suplai produk suplemen didasarkan

    pada besarnya produksi, ditambah impor, dikurangi ekspor. Berdasarkan asumsi

    ini, perkembangan total suplai produk suplemen secara nasional pada tahun 2001

    diperkirakan mencapai 69.536 ton, artinya dibandingkan dengan suplai pada tahun

    2000 meningkat 18,9% dari jumlah 58.498 ton. Dari sisi trend pada tahun 2000

    hingga tahun 2004, rataan peningkatan suplai produk suplemen meningkat 16,5%

    per tahun dari 58.498 ton menjadi 107.345 ton (BPS, 2004).

  • Melihat perkembangan produk suplemen, sangat menarik untuk dilakukan

    pengkajian yang lebih mendalam terhadap preferensi produk suplemen dan

    seberapa jauh semua peubah saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama

    lain terhadap preferensi konsumsi produk suplemen yang sudah beredar,

    khususnya di Kota Bogor.

    Perumusan Masalah

    Preferensi merupakan gambaran kesan yang mengarah kepemahaman dan

    ingatan sehingga terbentuk persepsi serta tersimpan dan melekat dalam pikiran

    konsumen yang diwujudkan dalam bentuk sikap seseorang yang ditunjukkan

    dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis produk suplemen.

    Komponen preferensi yang mempengaruhi konsumsi produk suplemen terdiri dari

    beberapa komponen yaitu karakteristik individu yang meliputi umur, jenis

    kelamin, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; karakteristik produk yang

    meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; karakteristik lingkungan

    yang meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan, musim dan

    mobilitas.

    Produsen yang secara terus menerus menanamkan asosiasi-asosiasi produk

    suplemen kepada konsumen, baik melalui iklan atau promosi, maka dalam benak

    konsumen akan terbentuk preferensi produk tersebut. Jika preferensi telah

    terbentuk dan suatu produk dianggap baik oleh konsumen, maka konsumen akan

    melakukan pembelian dan jika konsumen merasa puas dengan produk suplemen

    tersebut, konsumen menjadi loyal. Hal inilah yang menjadi tujuan utama setiap

    produsen. Dengan demikian informasi tentang preferensi produk suplemen

    penstimulasi stamina menjadi sangat penting.

    Masalah yang muncul adalah faktor- faktor apa yang dominan dalam

    menentukan preferensi, tingkat kepuasan dan citra atribut, serta tingkat kontribusi

    komponen-komponen penyusun preferensi produk suplemen terhadap pemenuhan

    kebutuhan dan keinginan konsumen ?. Melalui informasi ini produsen dapat lebih

    mudah dalam merancang strategi perusahaannya, khususnya dalam meningkatkan

    preferensi konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina.

  • Tujuan Penelitian

    a. Menganalisis tingkat kepuasan dan citra atribut terhadap pemenuhan

    kebutuhan dan keinginan konsumen.

    b. Mengidentifikasi faktor- faktor dominan yang berpengaruh terhadap preferensi

    konsumsi produk suplemen penstimulasi stamina.

    c. Mengetahui tingkat kontribusi komponen-komponen penyusun preferensi

    produk suplemen penstimulasi stamina.

    Manfaat Penelitian

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak yang

    berkepentingan dalam pengambilan keputusan, baik keputusan pemasaran bagi

    para pemasar maupun keputusan pembelian bagi konsumen. Sedangkan bagi

    institusi pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan pustaka dan

    sebagai pembanding dalam penelitian preferensi selanjutnya.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Produk Suplemen

    Produk suplemen pada dasarnya merupakan pangan olahan, karena dalam

    Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan dikatakan

    bahwa, pangan olahan adalah makanan dan minuman hasil proses dengan cara

    atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan (Syah et al. 2005).

    Berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

    (BPOM, 1996), minuman suplemen adalah salah satu bentuk produk makanan

    suplemen yang mengandung satu atau lebih vitamin, mineral, tumbuhan atau

    bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk

    meningkatkan angka kecukupan gizi, atau konsentrat, metabolit, konstituen,

    ekstrak, atau kombinasi beberapa bahan tersebut.

    Bisnis minuman di Indonesia sedikitnya telah mengalami lima periode

    perkembangan. Periode pertama sekitar tahun 60-an ditandai dengan mulai

    dipasarkannya jenis minuman soft drink. Sekitar tahun 70-an mulai dikenal

    minuman yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, misalnya teh botol yang saat itu

    sempat menguasai pasaran. Produk tersebut selanjutnya digantikan oleh air

    mineral pada tahun 90-an. Periode 1990-1995 dikenal produk baru yang disebut

    minuman sari buah (fruit juice) dan akhirnya pada tahun 1995, minuman

    kesehatan (suplemen) mulai banyak diproduksi dan dipasarkan (Yunita, 1997).

    Berbagai produk minuman baru yang oleh produsen sering disebut sebagai

    minuman kesehatan (health drink), meliputi produk yang diklaim sebagai

    minuman untuk meningkatkan kesehatan, minuman berenergi tinggi

    (energy/stamina drink) atau minuman untuk olahragawan (sport drink), minuman

    isotonik (isotonik drink) dan minuman kesehatan dari susu (milk base). Minuman

    berenergi dibedakan menjadi dua, yaitu dengan dasar vitamin dan mineral

    (vitamin base) dan minuman dengan dasar ginseng (ginseng base). Minuman

    isotonik juga dibedakan menjadi dua, yaitu berflavor (flavour base) dan tidak

    berflavour (non flavour base) (BPOM, 1996).

  • Trend produk suplemen telah merambah Indonesia yang ditandai beredarnya

    produk Lipovitan produksi PT. Taisho Indonesia (TI). Produk Lipovitan dapat

    dikatakan sebagai biangnya, karena sebelum merek-merek seperti Kratingdaeng,

    Hemaviton dan Extra Joss, Lipovitan sudah menguasai pasar lebih dari 10 tahun.

    Di tengah maraknya produk suplemen, merek Lipovitan yang menjadi pioner

    dalam industri produk suplemen justru menurun, walaupun tetap melakukan

    upaya pemasaran dan periklanan. Lipovitan tertinggal jauh dibanding produk

    suplemen Kratingdaeng, Hemaviton dan Extra Joss. Lipovitan mulai goyah pada

    awal 1990-an setelah hadirnya produk suplemen Kratingdaeng dengan

    menawarkan cita rasa dan konsep pemasaran yang strategis pada tahun 1993

    (Durianto et al, 2004a).

    Sementara PT. Bintang Toejoe pada tahun 1994 meluncurkan langkah

    spektakuler dengan produk suplemen Extra Joss dalam bentuk serbuk yang di

    kemas sachet dengan harga jual murah (Hidayat, 2002). Tiga kekuatan produk

    suplemen Extra Joss tersebut mendapat minat konsumen yang umumnya sering

    mengkonsumsi produk suplemen dalam bentuk cair kemasan botol dan harga

    relatif mahal. Permintaan dan prospek pasar menjanjikan ini, mendorong produsen

    lain untuk mencari positioning baru yang berbeda dari produk terdahulu. Salah

    satu kelebihan yang ditawarkan produsen adalah komposisi. Hemaviton Energy

    Drink produksi PT. Tempo Scan Pacifik memposisikan diri sebagai produk

    suplemen yang cenderung memiliki atribut seksualitas, seperti yang melekat pada

    produk sebelumnya, Hemaviton kapsul. Tidak dapat dipungkiri (Yunita, 1997),

    produk-produk suplemen sangat dekat dengan atribut seksual. Apalagi unsur

    ginseng dan madu selain vitamin dijadikan kekuatan utama untuk menstimulasi

    stamina. Oleh karena itu, konsumen semakin tertarik untuk mengkonsumsi produk

    suplemen, sehingga pertumbuhan produk terus berkembang di Indonesia.

    Perkembangan produk suplemen ternyata tidak selalu berjalan lancar. Pada

    tahun 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan menarik

    empat jenis produk suplemen: Kratingdaeng, Kratingdaeng-S, Galian Bugar dan

    M-150 dari peredaran, karena ketidakcocokan antara kandungan produk dengan

    label yang tertera.

  • Hingga saat ini, kurang lebih terdapat 42 perusahaan yang memperoleh izin

    untuk memproduksi produk suplemen dengan total kapasitas sebesar 164 juta liter

    per tahun (Tabel 1).

    Tabel 1. Produsen dan kapasitas produksi produk suplemen, 2004

    No Produsen Kapasitas (L) Merek Wilayah

    1 Perusahaan Tandu Rusa Banteng Sulawesi Utara

    2 PT. Asia Health Energi Beverages

    55.000.000 Kratingdaeng Kratingdaeng-S Kratingdaeng Low Sugar

    Jawa Barat

    3 PT. Bintang Toejoe 1.250.000 Extra Joss, Carnitine, Extra Joss LG

    DKI Jakarta

    4 PT. Budicita Multirasa 1.100.000 Panther DKI Jakarta 5 PT. Cipta Rasa Sempurna Energic DKI Jakarta 6 PT. Everfresh

    Indobeverage Turbo Jawa Tengah

    7 PT. Henson Farma Ultra Joss Jawa Timur 8 PT. Inti Guna Sari Power Yess DKI Jakarta 9 PT. Jamu Air Mancur 1.400.000 Mukasa Jawa Tengah 10 PT. Jamu Iboe Jaya Gingseng

    Prakoso Plus Jawa Timur

    11 PT. Jamu Jitu Amstrong Jawa Timur 12 PT. Konimex

    Pharmaceutical Lab. Ind. 990.000 Fit-Up Jawa Tengah

    13 PT. Kurnia Alam Segar Enerjos Jawa Timur 14 PT. Leo Agung Raya 500.000 Leo Gingseng Jawa Tengah 15 PT. M-150 Indonesia/PT.

    Osotspa ABC Indonesia M-150, Shark DKI Jakarta

    16 PT. Madu Nusantara Bee Jelly DKI Jakarta 17 PT. Mentari Anugerah

    Sakti Kuat Josss Jawa Tengah

    18 PT. Molek Ayus Enerfos Jawa Barat 19 PT. Monysaga Prima Bomba, Saga

    Energi Jawa Barat

    20 PT. Nala Vini Eka (Navika) Beverages

    Qolbu DKI Jakarta

    21 PT. Panjangjiwo Panganmakmur

    Stamina Plus Jawa Timur

    22 PT. Pradja Pharmaceutical Industries

    1.200.00 Bacchus D, Matador

    Jawa Barat

    23 PT. Rama Pharmaceutical Industry

    Vitas Plus Gingseng

    Jawa Tengah

  • No Produsen Kapasitas (L)

    Merek Wilayah

    24 PT. Saka Farma 150.000 Sakatonik Grenk

    Jawa Tengah

    25 PT. Saka Farma Sehat Saka Gingseng Jawa Tengah 26 PT. Sari Enesis Indah Nature Gold DKI Jakarta 27 PT. Schering Indonesia 102.000 Ginsana DKI Jakarta 28 PT. Serasi Indah Sehat Terajana Jawa tengah 29 PT. Sido Muncul Kuku Bima

    Ener G! Jawa Tengah

    30 PT. Simex Pharmaceutical Indonesia

    Xtra Jreng DKI Jakarta

    31 PT. Sinde Budi Sentosa Pharmaceutical

    150.000 Wonbi-D, EnaO

    Jawa Barat

    32 PT. Soho Industri Pharmasi

    Heparfit DKI Jakarta

    33 PT. Taisho Indonesia 3.950.000 Lipovitan, Zena Jawa Barat 34 PT. Tempa Scan Pacific 1.700.000 Hemaviton

    Energy Drink, Hemaviton Jreng

    Jawa Barat

    35 PT. Triyasa Nagamas Farma

    595.000 Nagatan, Nagatan-G

    DKI Jakarat

    36 PT. Ultra Prima Abadi 1.000.000 Galian Bugar Jawa timur 37 PT. Ultrajaya Milk Ind 175.000 Ultra Joss Jawa Barat 38 PT. Universal Prima

    Indomandiri Ener Bee Jawa Barat

    39 PT. Wing Surya Energi Joss DKI Jakarta 40 PT. Woltrow Multika Ginger Spice DKI Jakarta 41 Sinar Pusaka Krakatau

    Berenergi Jawa Tengah

    42 PT. Sari Nusantara Beverages

    Starting DKI Jakarta

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.

    Dari data di atas menunjukkan bahwa, industri produk suplemen menurut

    permodalan, status perusahaan 71% produsen belum memanfaatkan fasilitas

    penanaman modal. Hanya 21% yang memanfaatkan fasilitas penanaman modal

    dalam negeri dan 7% memanfaatkan fasilitas penanaman modal asing, yaitu: PT.

    Taisho Indonesia, PT. M-150 Indonesia dan PT. Schering Indonesia (BPS, 2004).

  • Komponen Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Vitamin

    Vitamin dibagi atas kelarutannya, yaitu vitamin larut dalam air dan

    vitamin larut dalam minyak (Linder, 1992). Sementara Wina rno (1982)

    mengemukakan bahwa, vitamin yang larut air mudah diserap ke dalam darah,

    tidak melalui saluran lymphe dan tidak dapat ditimbun di dalam tubuh.

    Vitamin yang ditambahkan ke dalam produk suplemen umumnya berupa

    vitamin yang larut dalam air (Hidayat, 2002).

    Produk suplemen sebagian besar mengandung multivitamin B dan zat

    non gizi, stimulant dan flavouring. Jenis vitamin yang banyak digunakan

    adalah vitamin B komplek, yaitu vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), niasin

    (asam nikotinat, niasinamida), vitamin B6 (pyridoxine) asam pantotenat,

    inositol dan vitamin B12 (Sianokobalamin).

    Tiamin hidro klorida

    Tiamin pirofosfat (kokarboksilase)

    Riboflavin (6,7-dimetil-9-(1-D-ribitil)- isoaloksazina)

    Gambar 1. Rumus bangun tiamin dan riboflavin (Winarno, 1982)

    N N

    NH2HCL N S

    CH3

    CH2 CH2OH H3C

    N N

    NH2 N S

    CH3

    CH2 CH2 H3C

    O O

    O P P

    OH

    OH

    OH

    N

    N H3C N

    H3C

    O

    NH

    O

    CH2(CHOH)3CH2OH

  • Semua bahan pangan baik hewani maupun nabati mengandung vitamin

    B1 (tiamin) (Hendler, 2001). Menurut Winarno (1982), tiamin berperan

    sebagai koenzim dalam reaksi-reaksi yang menghasilkan energi dari

    karbohidrat dan memindahkan energi membentuk senyawa kaya energi.

    Kekurangan tiamin akan terjadi polyneuritis yang disebabkan terganggunya

    transmisi syaraf atau jaringan syaraf menderita kekurangan energi. Hal yang

    sama diungkapkan Tallaksen et al. (1997) bahwa, vitamin B1 dikenal esensial

    bagi tubuh untuk fungsi pertumbuhan, menambah nafsu makan, memperbaiki

    fungsi saluran pencernaan dan memelihara proses kehidupan sel-sel dalam

    tubuh. Winarno (1982) mengatakan bahwa, vitamin B2 (riboflavin) larut

    dalam air dan memberi warna fluoresens kuning-kehijauan merupakan

    komponen suatu sistem enzim yang dikenal sebagai flavoprotein dan terlibat

    dalam reaksi-reaksi metabolisme intermediet.

    Niasin merupakan dua komponen koenzim, yaitu nicotinamide adenine

    dinucleotide (NAD) dan nicotinamide adenine dinucleotide phosphate

    (NADP) (Hendler and Rorvik, 2001) yang berfungsi sebagai katalis reaksi-

    reaksi reduksi dan oksidasi guna menjaga sistem syaraf dan sistem

    pencernaan, menurunkan kolesterol dan trigliserida dalam darah (Carpenter.

    1981), serta menjaga agar suplai energi dalam jaringan tubuh berjalan normal

    (Winarno, 1982).

    Vitamin B6 (pyridoxine HCl) merupakan kelompok piridina dengan

    keasaman tinggi (Winarno, 1982) yang terdiri dari piridoksin, piridoksal dan

    piridoksamina (Hanna, 1997). Vitamin B6 berfungsi sebagai koenzim

    piridoksal fosfat yang banyak berperan dalam reaksi enzim, terutama dalam

    metabolisme asam amino, membantu fungsi otak, produksi energi (Tsuge,

    1997), mencegah stress, memacu pembentukan sel darah merah, memelihara

    keseimbangan cairan tubuh dan pengaturan eksresi air (Griffith, 1988).

    Menurut Winarno (1982), vitamin B12 (sianokobalamin) merupakan senyawa

    berbentuk kristal, berwarna merah yang berperan menjaga agar sel-sel

    berfungsi normal, terutama sel-sel saluran pencernaan dan sistem syaraf .

  • Piridoksin

    Piridoksal Piridoksamina

    Gambar 2. Rumus bangun vitamin B6 (Winarno, 1982)

    2. Kafein

    Kafein merupakan derivate xantin berbentuk serbuk berwarna putih dan

    sedikit rasa pahit yang dapat mempengaruhi sistem syaraf pusat dan otot

    sehingga mencegah rasa mengantuk, menaikkan daya tangkap pancaindra,

    mempercepat daya pikir dan mempengaruhi rasa lelah (Konarek et al. 1994),

    mempengaruhi sistem pernapasan, sistem pembuluh darah dan jantung,

    mempercepat laju sperma, serta mempertahankan ereksi, sering dimanfaatkan

    untuk menciptakan efek penstimulasi stamina (Ashurst, 1998) dan

    menumbuhkan kewaspadaan tingkat tinggi (Martindale, 1997). Oleh karena

    itu, setiap mengkonsumsi kopi 85200 mg atau 1-3 cangkir/hari stamina terasa

    meningkat, bersemangat dan tidak mudah lelah atau mengantuk (Yunita,

    1997).

    Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan kandungan

    kafein dalam produk suplemen tidak boleh melebihi 50 mg. Jika dikonsumsi

    C

    CH2OH

    C HO C

    CH

    N

    C CH2OH

    H3C

    C

    CHO

    C HO C

    CH

    N

    C CH2OH

    H3C

    C

    CH2NH2

    C HO C

    CH

    N

    C CH2OH

    H3C

  • melebihi dosis, dalam jangka panjang konsumen akan terkena penyakit

    jantung, darah tinggi, ginjal dan penyakit gula serta efek kecanduan yang

    diindikasikan dengan rasa lesu jika tidak mengkonsumsi produk suplemen

    (BPOM, 1996). Hal senada dikemukakan Linder (1992) bahwa, konsumsi

    kafein berlebih dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung,

    pembengkakan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, peningkatan aktivitas

    usus, pengeluaran asam lambung, gagal ginjal, (Martindale, 1997) rasa

    gelisah, susah tidur, sering buang air kecil, nafsu makan turun dan iritasi pada

    lambung sehingga produksi getah lambung meningkat.

    3. Pemanis buatan

    Pemanis buatan yang ditambahkan ke dalam produk suplemen

    merupakan pengganti gula, karena mempunyai kelebihan dibandingkan

    dengan pemanis alami yaitu rasanya lebih manis, membantu mempertajam

    penerimaan terhadap rasa manis, tidak mengandung kalori dan harga lebih

    murah. Pemanis buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan

    pangan di Indonesia adalah aspartam, sorbitol, sakarin dan siklamat yang

    mempunyai tingkat kemanisan masing-masing 30-80 dan 300 kali gula alami

    (Syah et al. 2005).

    Menurut Permenkes 208/Menkes/Per/IV/85, pemanis buatan hanya

    digunakan untuk penderita diabetes dan penderita yang memerlukan diet

    rendah kalori, yaitu aspartam, sakarin dan sorbitol. Aspartam merupakan

    molekul dipeptida dari asam amino L-fenilalanin sebagai metil ester dan L-

    asam aspartat dengan tingkat kemanisan mencapai 160-220 kali sukrosa dan

    stabil pada kisaran pH 3 hingga 5, serta titik isoelektriknya 5,2 (Brannen et al,

    1990), sementara sakarin yang merupakan pemanis buatan tanpa energi (non-

    nutritive) memiliki daya kemanisan 300 kali lipat lebih kuat dibanding gula

    (Syah et al, 2005). Menurut Brannen et al, (1990), sorbitol merupakan gula

    alkohol yang banyak digunakan sebagai pemanis buatan dalam produk diet

    dan juga berguna sebagai humektan maupun penstabil, namun penggunaan

    sorbitol dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan flatulensi dan diare,

    (Syah et al, 2005) derajat kemanisannya berkisar 50-70% gula dan energi

    yang dihasilkan 2,6 kalori per gr.

  • Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan Surat

    Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang

    Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam

    produk pangan. Surat keputusan ini merupakan panduan bagi produsen dalam

    menambahkan pemanis buatan untuk produk yang dihasilkan, dan sebagai

    rujukan konsumen untuk memilih dan menggunakan produk yang aman bagi

    kesehatan.

    Tabel 3. Pemanis buatan yang diizinkan BPOM dan aturan pakainya

    No Pemanis buatan ADI mg/kg Berat badan

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

    Acesulfam-K (Acesulfame-K) Alitam (Alitame) Aspartame (Aspartame) Siklamat (Cyclamate) Neotam (Neotame) Sakarin (Saccharin) Sukralosa (Sucralose) Isomalt Laktitol (Lactitol) Maltitol Manitol (Mannitol) Sarobitol Xilitol (Xylitol)

    15 0.34 50 11 2 5

    10-15 Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified Not specified

    Keterangan: Not specified berarti dapat digunakan dalam pangan tanpa pembatas selain dari pada sesuai dengan Cara Produksi Pangan yang Baik (GMP). Acceptable daily intake (ADI). Sumber: Syah et al, 2005.

    4. Mineral

    Secara alamiah, air telah mengandung bermacam-macam mineral,

    seperti fluor, kalsium, magnesium, iodium, natrium, kalium dan lain- lain.

    Kadar mineral dalam air minum sangat bervariasi dan terbatas jumlahnya,

    yang ditentukan oleh sumber air dan proses pengolahannya, sehingga

    beralasan bahwa, mineral sangat penting ditambahkan ke dalam berbagai jenis

    produk suplemen. Winarno (1982) mengemukakan bahwa, mineral dapat

    dibagi atas mineral makro dan mikro.

    Mineral mikro merupakan istilah yang digunakan bagi sisa mineral yang

    secara tetap terdapat dalam sistem biologis dalam jumlah sedikit (Winzerling

  • and Law, 1997). Sementara Fessenden and Fessenden (1997) mengemukakan

    bahwa, metabolisme tubuh cenderung memanfaatkan kembali mineral yang

    ada di dalam tubuh daripada membuangnya.

    Menurut Linder (1992), natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium dan

    belerang yang terdapat dalam tubuh cukup besar. Natrium dan klorida

    biasanya berhubungan erat, baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya

    dalam tubuh. Griffith (1988) mengatakan bahwa, natrium dan klorida

    membantu mempertahankan tekanan osmotik sehingga cairan tidak keluar dari

    darah dan masuk ke dalam sel, disamping membantu menjaga keseimbangan

    asam dan basa dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam, transmisi

    syaraf, kontraksi otot dan absorpsi glukosa. Kalsium dalam sel tubuh

    berbentuk ion yang berperan pada pembentukan tulang, transmisi impuls

    syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, proses penyerapan vitamin B12,

    struktur dan pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim

    (Winarno, 1982).

    Iodium merupakan komponen esensial tiroksin dan kelenjar tiroid

    (Griffith, 1988). Ohtaki et al. (1985) mengungkapkan bahwa, tiroksin

    mempunyai peran dalam meningkatkan laju oksidasi dalam sel-sel tubuh,

    sehingga meningkatkan basal metabolic rate (BMR), menghambat proses

    fosforilasi oksidatif, sehingga terbentuknya adenosin tripospat (ATP)

    berkurang dan lebih banyak dihasilkan panas.

    Kalsium berperan dalam aktivitas enzim, menurunkan permeabilitas

    membran sel dan pembuluh kapiler, membantu proses pembekuan atau

    koagulasi darah, transmisi impuls syaraf, kontraksi dan kekenyalan otot,

    membantu fungsi jantung (Winarno, 1982). Sedangkan kalium berperan

    sebagai kation utama dalam cairan intrasel, bergerak dari sel ke cairan

    ekstraseluler, berkaitan dengan fungsi sel dan metabolisme, terutama

    metabolisme karbohidrat dan penyimpanan glikogen, membantu sintesa

    protein, membantu potensi transmembran, berperan terhadap kerja otot,

    termasuk otot jantung, dan aktivator enzim.

  • Kebijakan Terkait Tentang Produk Suplemen Penstimulasi Stamina

    Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) memberi

    batasan mengenai suplemen sebagai produk yang digunakan untuk melengkapi

    makanan dan mengandung satu atau lebih bahan-bahan seperti, vitamin, mineral,

    asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka kecukupan gizi

    dalam bentuk konsentrat, metabolit, ekstrak atau kombinasi dari bahan-bahan

    sebelumnya (BPOM, 1996).

    Pemerintah melalui Departemen Perindustrian cq. Dewan Standarisasi

    Nasional telah melakukan standarisasi terhadap produk suplemen untuk menjaga

    mutu produksi. Standar mutu produk atau yang dikenal dengan nama Standar

    Nasional Indonesia (SNI) dibentuk pemerintah dengan pertimbangan melindungi

    produsen, menunjang ekspor non migas, mendukung perkembangan agroindustri

    dan melindungi konsumen.

    Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1996 tentang pangan pasal

    38 meyatakan bahwa, setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah

    Indonesia untuk diedarkan harus bertanggungjawab atas keamanan, mutu, dan gizi

    pangan (Syah et al. 2005). Keamanan pangan merupakan kondisi yang diperlukan

    untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda

    lain dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan,

    pengangkutan, dan atau peredaran pangan demi kepentingan kesehatan manusia.

    Mutu pangan dimaksud adalah jaminan yang wajib dilakukan oleh produsen,

    sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. Sementara gizi pangan yang

    dimaksud dalam ketentuan UU tersebut adalah setiap orang yang memproduksi

    pangan olahan tertentu untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan tata cara

    pengolahan pangan yang dapat menghambat proses penurunan atau kehilangan

    kandungan gizi bahan baku pangan yang digunakan.

    Dalam surat keputusan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

    Nomor HK.00.023060 tahun 1996 tentang suplemen ditegaskan bahwa,

    penandaan (label) tidak boleh mencantumkan (a) klaim efek produk terhadap

    kesehatan dan pencegahan atau penyembuhan penyakit; (b) informasi yang tidak

    benar dan menyesatkan; (c) perbandingan dengan produk lain; (d) promosi produk

    suplemen tertentu; (e) informasi tentang bahan dalam bentuk stiker atau bentuk

  • lain yang belum disetujui. Penandaan dapat mencantumkan klaim fungsi gizi

    dengan ketentuan hanya menjelaskan peran gizi dalam mekanisme tubuh seperti;

    kalsium membantu perkembangan tulang gigi yang kuat (BPOM, 1996).

    Terkait dengan iklan produk suplemen, dijelaskan dalam UU No. 8 Tahun

    1999 tentang Hukum Perlindungan Konsumen bahwa (a) iklan harus sesuai

    dengan indikasi jenis produk; (b) iklan tidak boleh menyatakan/memberi kesan

    bahwa vitamin dan mineral selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang

    sudah sempurna nilai gizinya; (c) iklan tidak boleh menyatakan memberi kesan

    bahwa penggunaan vitamin/mineral adalah syarat mutlak bagi semua orang;

    (d) iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan

    akan dapat diperoleh hanya dari menggunakan vitamin dan mineral; (e) iklan tidak

    boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan sex secara

    langsung atau tidak langsung (Widjaya dan Yani, 2000).

    Preferensi Konsumen 1. Teori preferensi

    Preferensi merupakan gambaran sikap seseorang yang ditunjukkan

    dengan derajat suka atau tidak suka terhadap suatu jenis makanan dan atau

    minuman (Sanjur, 1982). Sikap suka atau tidak suka terhadap pangan yang

    diperoleh dari pengalaman belum menjadi perbuatan (action), tetapi dari sikap

    seseorang dapat diramalkan perbuatannya sebagai salah satu alasan yang

    membentuk preferensi. Menurut Assael (1992) preferensi merupakan kesan

    yang mengarah kepemahaman dan ingatan sehingga terbentuk persepsi serta

    tersimpan dan melekat dalam pikiran konsumen. Setiap individu memiliki

    persepsi yang berbedabeda terhadap obyek rangsangan yang sama, hal ini di

    pengaruhi oleh penerimaan ransangan, perubahan makna informasi, dan

    pengingatan sesuatu secara selektif. Sementara Engel et al. (1998)

    mendefinisikan preferensi adalah evaluasi menyeluruh yang memungkinkan

    orang memiliki respon dengan cara menguntungkan atau tidak.

    Namun Sumarwan (2003) berpendapat bahwa, preferensi

    bersifat murni, tidak tergantung (independent) terhadap pendapatan dan

    harga. Preferensi mewakili keinginan dan hasrat individu terhadap suatu

  • produk dibandingkan produk lainnya, artinya pilihan konsumen tidak bersifat

    independent, karena dipengaruhi oleh pendapatan dan harga. Lebih jauh

    (Mowen and Minor, 1999) mengatakan bahwa, teori preferensi mempunyai

    implikasi kuat dan banyak dipakai dalam menjelaskan perilaku konsumen.

    Berdasarkan definisi di atas, ada tiga anggapan yang digunakan dalam

    menerangkan teori preferensi yaitu (1) konsumen harus dapat memberikan

    urutan kesukaan terhadap berbagai jenis barang dan jasa yang ada;

    (2) pemberian urutan kesukaan, haruslah berlaku tetap (consistent or transitive)

    artinya urutan itu berlaku juga jika diband ingkan dengan barang lainnya;

    (3) konsumen adalah rasional, artinya jumlah barang dan jasa yang banyak

    lebih disukai dari pada jumlah yang sedikit.

    2. Faktor yang mempengaruhi preferensi

    Menurut Sanjur (1982), ada tiga faktor utama yang mempengaruhi

    preferensi konsumen terhadap suatu jenis produk yang disukai dan diyakini

    mempunyai peranan besar dalam menentukan mutu produk dan kepuasan

    konsumen, yaitu (1) karakteristik individu, meliputi umur, jenis kelamin,

    pendidikan, pendapatan dan pengetahuan gizi; (2) karakteristik produk,

    meliputi rasa, warna, aroma, kemasan, tekstur dan harga; (3) karakteristik

    lingkungan, meliputi jumlah anggota keluarga, tingkat sosial, pekerjaan,

    musim dan mobilitas. Semua peubah tersebut saling berkaitan dan

    mempengaruhi satu sama lain.

    Pendapat ini diperkuat Krisnadi (2003) yang menyatakan bahwa, jumlah

    dan jenis produk suplemen yang dikonsumsi, selain dipengaruhi preferensi

    juga dipengaruhi sosial budaya setempat serta karakteristik produk itu sendiri.

    Hal senada juga dikemukakan Sutisna (2001) bahwa, interaksi dengan

    keluarga, teman, kombinasi rasa, warna, aroma dan bentuk produk serta

    penyajian merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi.

    Sedangkan menurut Sanjur (1982) faktor yang mempengaruhi terhadap

    food preference adalah (1) intrinsik, seperti penampakan, aroma, temperatur,

    tekstur, mutu, kuantitas, dan cara penyajian makanan; (2) ekstrinsik, seperti

    lingkungan, iklan produk, variasi waktu dan musim; (3) biologis, fisiologis

    dan psikologis, seperti umur, jenis kelamin, perubahan fisiologis, pengaruh

  • psikologis dan aspek biologis; (4) personal, seperti tingkat harapan,

    kepribadian, selera, suasana hati, emosi, persepsi dan pengaruh orang lain;

    (5) sosial ekonomi, seperti pendapatan keluarga, harga makanan, status sosial

    dan keamanan; (6) pendidikan, seperti status pengetahuan, individu dan

    keluarga serta pengetahuan tentang gizi; (7) kultur, agama dan daerah, seperti

    asal kultur, latar belakang agama, kepercayaan, tradisi serta letak daerah.

    Preferens i konsumen terhadap suatu produk pada dasarnya bersifat

    plastis dan akan semakin terpengaruh dengan adanya pendekatan produsen

    melalui media masa seperti radio, televisi, pamflet, iklan dan sebagainya,

    beberapa diantaranya telah mencapai daerah terpencil dan hal ini tentu sangat

    efektif untuk merubah kebiasaan konsumsi, terutama pada usia muda dan akan

    bersifat permanen bila seseorang telah berusia tua dengan gaya hidup yang

    kuat (Sutisna, 2001). Disamping itu, faktor lingkungan dan budaya, pengaruh

    waktu dan kondisi konsumen saat disediakan, perasaan dan saat terakhir

    mengkonsumsi (Nurismanto, 2000), yang ditunjukkan dengan sikap

    penerimaan hedonik atau cita rasa makanan yang dapat diukur secara verbal

    dengan skala atau ekspresi wajah (Razin and Vollmecke, 1986).

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang

    mempengaruhi preferensi konsumen terhadap suatu produk adalah

    (1) perbedaan individu, yakni kebutuhan dan motivasi, gaya hidup, tingkat

    pengetahuan dan sikap; (2) faktor lingkungan, yakni budaya, sosial ekonomi,

    jumlah keluarga, kelompok acuan, situasi konsumen.

    3. Preferensi konsumen terhadap produk

    Menurut Assael (1984) mengatakan bahwa, produk adalah suatu sifat

    yang kompleks, baik dapat diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk

    kemasan (packaging), warna, harga, prestise, layanan (service) perusahaan

    dan pengecer yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan konsumen.

    Produk merupakan tawaran (market offer) berbentuk fisik, tempat, organisasi,

    dan ide- ide yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dibeli,

    digunakan ataupun dikonsumsi (Kotler, 2000), sehingga memenuhi kebutuhan

    atau memuaskan konsumen.

  • Sebelum membeli atau tidak terhadap tawaran produsen, menurut Kotler

    (2000) konsumen harus mempertimbangkan (1) atribut, yaitu mutu, harga,

    fungsi (fitur), desain, dan layanan purna jual; (2) merek, merek (branding)

    sangat penting bagi keberhasilan produk; (3) kemasan, kemasan (packaging)

    berpengaruh terhadap daya tarik konsumen, sehingga menimbulkan citra

    (image) produk; (4) label, pemberian label (labeling) berhubungan dengan

    kebutuhan konsumen dan atau ketentuan pemerintah; (5) pendesainan layanan

    produk pendukung (product-support services). Hal senada diungkapkan oleh

    Engel et al. (1998) bahwa, konsumen sebelum membeli perlu menilai mutu

    harga, (Yunita, 1997) warna, sanitasi, daya tahan, status dan garansi suatu

    produk secara obyektif, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko.

    Kenyataannya, konsumen cenderung kurang mengetahui produk yang

    sebenarnya dibutuhkan, tetapi memilih berdasarkan kebiasaan, tingkat

    keterlibatan rendah dan tidak dapat membedakan antara merek, sehingga tidak

    membentuk sikap yang kuat terhadap merek produk dan menimbulkan

    perasaan yakin bahwa produk tersebut bermanfaat bagi dirinya tanpa

    mengevaluasi (Gambar 4).

    Gambar 4. Model perilaku konsumen (Assael, 1984)

    Individu konsumen

    Penerapan perilaku konsumen terhadap strategi pemasaran

    Pengaruh lingkungan

    Pengambilan keputusan oleh konsumen

    Tanggapan konsumen

    Umpan balik ke konsumen

    Umpan balik ke produsen

  • 4. Preferensi konsumen terhadap harga

    Uang yang dibayar konsumen terhadap produk atau jasa, merupakan

    apresiasi konsumen terhadap kepuasan yang diperoleh dari pembelian produk

    atau jasa. Menurut Peter and Olson (2000), harga meliputi biaya produksi,

    laba usaha dan tingkat kompetisi. Sementara Kotler (2000) mengatakan bahwa,

    harga adalah nilai yang dipertukarkan konsumen untuk suatu manfaat atas

    pengkonsumsian, penggunaan, kepemilikan barang atau jasa.

    Penentuan harga oleh suatu perusahaan dilakukan untuk mencapai

    keseimbangan antara laba dengan tingkat kepuasan konsumen (Mowen and

    Minor, 1999), disamping segmen pasar yang jelas dan mencapai tingkat

    penjualan yang sesuai dengan perencanaan perusahaan (Assael, 1984). Artinya,

    harga tidak boleh lebih rendah dari biaya rataan per produk, jika produsen

    ingin memperoleh keuntungan.

    Namun, faktor harga tidak selalu dapat digunakan untuk memenangkan

    persaingan, karena (Simamora, 2003) harga tidak dapat digunakan sebagai alat

    untuk memenangkan persaingan. Harga rendah bukan andalan, jika atribut

    yang diperhatikan konsumen adalah keindahan produk. Oleh sebab itu,

    produsen harus melakukan analisis terhadap sejumlah peubah finansial dan

    non-finansial dalam konteks lingkungan bisnis secara keseluruhan dan

    menggunakan pengalaman untuk fokus memberikan kepuasan.

    5. Preferensi konsumen terhadap distribusi

    Distribusi merupakan seperangkat lembaga yang melakukan semua

    kegiatan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikan dari titik produksi

    sampai ke titik konsumsi (Peter and Olson, 2000). Strategi distribusi,

    berkaitan dengan pemilihan saluran distribusi yang akan digunakan dalam

    mencapai pelanggan, baik secara langsung, tidak langsung ataupun kombinasi

    dari keduanya. Pendistribusian produk membutuhkan lokasi yang mudah

    dijangkau oleh konsumen, seperti penjualan secara eceran di swalayan dan

    toko-toko kecil. Keputusan mengenai tempat konsumen akan membeli suatu

    produk, dipengaruhi oleh atribut yang mencolok dari tempat tersebut, seperti

    harga, iklan dan promosi, personil penjualan, pelayanan yang diberikan,

    atribut fisik, kenyamanan, pelanggan toko dan pelayanan setelah transaksi.

  • Simamora (2003) mengatakan bahwa, distribusi produk perlu didesain

    dengan cara: (1) menganalisis kebutuhan pelanggan, mencakup ukuran

    pembelian (loz size), waktu tunggu (waiting time), kenyamanan tempat

    (spatial convenience), variasi produk (product variety), dan dukungan layanan;

    (2) menetapkan sasaran dan pembatas saluran, yakni menetapkan sasaran

    konsumen yang ingin dilayani dan berapa service level yang diinginkan

    dengan mempertimbangkan faktor pembatas perusahaan; (3) mengidentifikasi,

    alternatif utama distribusi dibentuk dengan mempertimbangkan tipe saluran

    pemasaran (types of business intermediaries), luas saluran pemasaran (number

    of intermediaries) dan tanggungjawab masing-masing saluran pemasaran yang

    berpartisipasi dalam saluran; (4) evaluasi alternatif-alternatif saluran utama,

    untuk mengevaluasi mana yang paling sesuai, produsen dapat menggunakan

    kriteria-kriteria ekonomi, kriteria pengendalian dan kriteria adaptif.

    6. Preferensi konsumen terhadap promosi

    Promosi merupakan salah satu peubah yang digunakan oleh produsen

    untuk menarik minat pembeli dengan memberikan stimulus melalui daya

    persuasinya dalam menciptakan brand awareness dan membentuk persepsi

    terhadap produk (Mowen and Minor, 1999). Kotler (2000) mengemukakan

    bahwa, promosi adalah kegiatan yang ditujukan untuk mempengaruhi

    konsumen agar menjadi kenal dan senang untuk membeli produk tersebut.

    Sementara Peter and Olson (2000) mengatakan promosi adalah arus informasi

    dalam bentuk iklan untuk mengarahkan seseorang atau organisasi kepada

    tindakan pertukaran dalam pemasaran sehingga konsumen menjadi yakin.

    Kotler (2000) mengemukakan bahwa, iklan merupakan salah satu dari

    empat alat utama bauran pemasaran yang digunakan produsen untuk

    komunikasi langsung dalam meyakinkan publik agar dapat menimbulkan

    perhatian (attention), menarik (interesting), meningkatkan keinginan (desire)

    dan akhirnya melakukan kegiatan membeli (action). Oleh sebab itu, konsumen

    harus bersikap dewasa dalam menanggapi serbuan berbaga i iklan produk

    suplemen, (Sumarwan, 2003) mengingat besarnya potensi terjadinya iklan

    yang mis-leading, over-promised dan over-claimed. Kotler (2000)

    menyarankan agar 4 P penjualan merupakan tanggapan terhadap customer

  • needs and wants, cost to the customer, convenience, dan communication (4C)

    atau dengan kata lain, bauran pemasaran digunakan untuk memberikan

    kebutuhan, keinginan dan kepuasan konsumen terhadap suatu produk.

    Gambar 5. 4 P dalam bauran pemasaran (Kotler, 2000)

    Pencapaian bauran pemasaran produk, menurut Peter and Olson (2000)

    harus memberikan manfaat (1) kegunaan bentuk (form utility), perubahan

    bentuk menjadi produk bernilai; (2) kegunaan tempat (place utility) sehingga

    mudah didatangi konsumen; (3) kegunaan waktu (time utility), produk mudah

    diperoleh pada saat diinginkan; (4) kegunaan informasi (information utility),

    dapat memberikan informasi maupun hal-hal yang berkaitan dengan produk;

    (5) kegunaan kepemilikan (possession utility), terjadi pada saat konsumen

    membeli produk dan kepemilikan dialihkan dari penjual kepada konsumen.

    Produk (product) Keanekaragaman produk Pengembangan Pelayanan Kemasan Kualitas Desain Bentuk Merek Ukuran Jaminan

    Pemasaran

    Distribusi (place)

    Ruang lingkup Pengangkutan

    Penyortiran Persediaan

    Saluran Lokasi

    Promosi (promotion)

    Pesan Sasaran

    Anggaran Metoda

    Harga (price) Daftar harga Rabat Potongan Syarat kredit Jangka waktu pembayaran

  • Pengambilan Keputusan Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Penerimaan stimulus

    Stimulus merupakan isyarat, baik yang bersifat sosial (dari teman, rekan

    kerja, anggota keluarga atau orang lain yang tidak berhubungan dengan

    produsen), komersial (disponsori sebuah perusahaan pedagang atau yang

    berhubungan dengan produsen), maupun non-komersial (pemerintah atau

    majalah konsumen) atau suatu alat pendorong yang bersifat fisik (rasa haus,

    dingin, panas, lapar dan lain- lain) untuk memotivasi seseorang dalam

    bertindak (Engel et al. 1998).

    Kotler (2000) berpendapat bahwa, stimulus yang bertentangan dengan

    harapan seringkali mendapat perhatian lebih besar bila dibandingkan dengan

    yang sesuai harapan. Hal inilah yang dikatakan Sumarwan (2003) bahwa,

    konsumen yang memperhatikan stimulus (suara yang keras, warna yang indah,

    atau huruf yang besar) karena daya tarik dari stimulus tersebut, pada dasarnya

    konsumen tersebut tidak sukarela (involuntarily attention). Oleh sebab itu,

    produsen harus kreatif berkomunikasi dengan konsumen, agar apa yang

    disampaikan memperoleh perhatian dan respon serius dari konsumen. Perilaku

    konsumen untuk mengenal stimulus, mencari informasi tentang stimulus yang

    dibutuhkan dan diikuti evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap

    keputusan pembelian, diakhiri dengan perilaku konsumen setelah membeli

    dengan landasan kepuasan.

    2. Tahap pencarian dan mengolah informasi

    Menurut Engel et al. (1998) dan Kotler (2000), informasi dapat menjadi

    stimulus dalam pengenalan dan pemahaman masalah, sehingga menjadi faktor

    penting yang mempengaruhi proses penentu konsumsi. Pencarian informasi

    (informasi search) dapat dilakukan ke dalam (pengalaman), atau ke luar

    (melibatkan sumber-sumber komersial, non-komersial, maupun sosial) sesuai

    dengan jumlah dan jenis informasi yang dicari. Engel et al. (1998)

    menambahkan, pencarian informasi lebih lanjut perlu dilakukan, agar

    pemakaian produk benar-benar dapat memecahkan masalah yang dihadapi.

  • Sumarwan (2003) mengungkapkan bahwa, puluhan atau ratusan

    informasi yang didapat konsumen akan diolah dan akhirnya diputuskan untuk

    membeli atau menolak berdasarkan persepsi yang terbentuk. Pengolahan

    informasi diawali ketika salah satu pancaindera menerima input dalam bentuk

    stimulus, baik berbentuk produk, bau, rasa, nama merek, kemasan, iklan dan

    nama produsen yang dikemas dan ditampilkan dalam bentuk iklan, baik yang

    ditayangkan di televisi, radio maupun spanduk.

    Jika dalam ketidakpastian (informasi sama sekali belum lengkap) dan

    konflik (dua atau lebih saling bertentangan dalam situasi kompetitif),

    pengambilan keputusan akan berjalan sulit dan memiliki tingkat resiko yang

    tinggi, namun pada prinsipnya keputusan yang diambil konsumen tidak

    terlepas dari kondisi lingkungan (Sutisna, 2001), pengaruh konsumen sebagai

    individu, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya (Assael, 1982).

    Engel et al. (1998) mengutip pendapat McGuire menyatakan bahwa, ada

    lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model), yaitu

    (1) pemaparan (exposure) stimulus, konsumen menyadari keberadaan stimulus

    tersebut melalui pancaindera, (2) perhatian (attention), yakni kapasitas

    pengolahan yang dialokasikan konsumen terhadap stimulus; (3) pemahaman

    (comprehension), yaitu interpretasi terhadap makna stimulus; (4) penerimaan

    (acceptance), yang berkaitan dengan dampak persuasif stimulus kepada

    konsumen; (5) retensi (retention), yakni pengalihan makna stimulus dan

    persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory), sehingga

    mempengaruhi stimulus baru (exposure, attention dan comprehension).

    3. Pemahaman masalah

    Perilaku konsumen pada prinsipnya untuk memahami why do

    consumers do what they do yang sangat menentukan dalam proses

    pengambilan keputusan untuk membeli produk suplemen sebagai awal dari

    pengenalan masalah, yaitu berupa desakan yang membangkitkan tindakan

    untuk memenuhi dan memuaskan keinginan konsumen.

    Menurut Kotler (2000) bahwa, stimulus yang kuat belum tentu

    mempunyai pemecahan masalah bermanfaat. Hal ini menunjukkan tidak

    semua stimulus mendapat tanggapan dari konsumen, hanya stimulus yang

  • telah teruji dan dapat memecahkan masalah yang akan dikonsumsi. Sementara

    Mowen and Minor (1999) mengatakan bahwa, tahap ini merupakan pemberi

    makna kepada stimulus, tergantung bagaimana stimulus diklasifikasikan dan

    dielaborasi dalam kaitannya dengan pengetahuan konsumen.

    Sumarwan (2003) mengemukakan bahwa, stimulus yang diterima

    konsumen cenderung dikelompokkan menjadi satu kesatuan yang saling

    berhubungan (perceptual organization atau stimulus organization) untuk

    memperoleh makna menyeluruh (1) gambar dan latar belakang (figure and

    ground), yakni obyek atau stimulus yang ditempatkan di latar belakang dari

    tampilan iklan; (2) pengelompokan (grouping), yakni kemudahan untuk

    mengingat informasi dalam bentuk kelompok dengan prinsip kedekatan

    (proximity), karena dianggap memiliki hubungan yang erat, dan prinsip

    kesamaan (similarity), karena kesamaan bentuk, nama, atau lainnya dan

    prinsip kesinambungan (continuity), penyatuan obyek ke dalam satu kesatuan

    tanpa terpisah-pisah; (3) closure, yakni konsumen dituntut untuk memahami

    suatu objek dalam arti yang utuh walaupun ada bagian dari obyek yang hilang

    atau tidak lengkap. Tahap-tahap pengolahan informasi lebih lengkap dimuat

    pada Gambar 6.

    Gambar 6. Tahap-tahap pengolahan informasi (Engel et al. 1998)

    Stimulus

    Memori

    Pemaparan

    Perhatian

    Retensi

    Pemahaman

    Penerimaan

  • 4. Evaluasi alternatif

    Setiap alternatif harus dievaluasi (evaluation alternative) berdasarkan

    suatu kriteria tertentu atau prioritas (Kotler, 2000). Kegiatan evaluasi berusaha

    memisahkan antara alternatif yang dipertahankan (memenuhi syarat) dan yang

    ditinggalkan (tidak memenuhi syarat), karena konsumen cenderung

    mempertimbangkan satu atau lebih aspek-aspek, seperti aspek teknis,

    ekonomis, gizi dan kesehatan (mutu dan kuantitas), sosial-budaya-agama, atau

    kombinasi dari berbagai aspek tersebut (Peter and Olson, 2000).

    Menurut Engel et al. (1998), kriteria yang digunakan konsumen selama

    pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa faktor, yaitu pengaruh

    situasi dan kesamaan alternatif pilihan, motivasi, keterlibatan dan pengetahuan.

    Selain itu, (Nurismanto, 2000) evaluasi yang dilakukan konsumen terhadap

    citra suatu produk dapat berupa penilaian merek, pelayanan, harga, mutu, toko

    dan penilaian terhadap produsen secara keseluruhan.

    Tingkat kerumitan proses evaluasi alternatif yang dilakukan konsumen

    sangat tergantung kepada model pengambilan keputusan yang dijalani

    konsumen. Jika pengambilan keputusan adalah kebiasaan, maka konsumen

    hanya membentuk keinginan untuk membeli ulang produk yang sama seperti

    yang telah dibeli sebelumnya. Apabila konsumen tidak memiliki pengetahuan

    mengenai produk yang akan dibelinya, kemungkinan konsumen lebih

    mengandalkan rekomendasi dari teman atau kerabatnya mengenai produk

    yang akan dibelinya.

    Menurut Mowen and Minor (1999), proses evaluasi alternatif akan

    mengikuti pola apakah mengikuti model pengambilan keputusan (the

    decision-making persepective), model eksperiental (the experiental

    perspective), atau model perilaku (the behavioral perspective). Jika konsumen

    berada dalam kondisi keterlibatan tinggi terhadap produk (high-involvement

    dicision making), maka proses evaluasi alternatif akan melalui tahapan

    pembentukan kepercayaan, pembentukan sikap, dan keinginan berperilaku

    (behavioral intentions).

  • 5. Tahap membeli

    Pembelian produk suplemen yang dilakukan konsumen dapat

    digolongkan ke dalam tiga jenis (Engel et al, 1998), yaitu (1) pembelian yang

    terencana sepenuhnya, yakni konsumen telah menentukan pilihan produk dan

    merek jauh sebelum pembelian dilakukan; (2) pembelian yang separoh

    terencana, yakni keinginan konsumen untuk membeli suatu produk, namun

    tidak mengetahui merek yang akan dibeli hingga dapat informasi yang

    lengkap dari pramuniaga atau display di swalayan; (3) pembelian yang tidak

    terencana, yakni keinginan untuk membeli sering muncul di toko atau mal.

    Kotler (2000) mengatakan, pada tahap pembelian konsumen harus

    mengambil tiga keputusan, yaitu apa yang dibeli, kapan membeli, dimana

    membeli, siapa yang membeli dan bagaimana cara pembelian. Simamora

    (2003) mengilustrasikan pembelian sebagai fungsi dari dua determinan (1) niat,

    dikelompokkan atas (a) produk dan merek; (b) kelas produk. Niat pembelian

    kategori satu disebut pembelian terencana sepenuhnya, karena seringkali

    merupakan hasil dari keterlibatan tinggi dan pemecahan masalah yang

    diperluas. Engel et al. (1998) mengatakan, niat pembelian dapat dipandang

    sebagai pembelian terencana, walaupun pilihan sering diputuskan ditempat

    penjualan; (2) pengaruh lingkungan dan atau perbedaan individu.

    Keputusan membeli berkaitan dengan kapan membeli, dimana membeli

    dan bagaimana membayar yang ditentukan oleh mutu, merek produk. Apabila

    membeli produk suplemen hanya sekedar satu proses yang bersifat low

    involvement decision, maka untuk menjadi penggemar dan membeli merek

    produk secara rutin, diperlukan proses habituation yang panjang.

    6. Tahap perilaku setelah membeli dan konsumsi

    Tahap ini menerangkan kilas balik atau tanggapan konsumen pada saat

    dan setelah mengkonsumsi produk. Alternatif yang dipilih harus dievaluasi

    terhadap pemenuhan kebutuhan dan harapan setelah menggunakan atau

    mengkonsumsi, agar dihasilkan respon berupa keputusan menerima atau

    menolak. Keputusan menerima produk suplemen setelah mengkonsumsi

    disebabkan keinginan konsumen telah terpenuhi yang ditandai dengan

  • kepuasan. Sebaliknya, akan terjadi penolakan jika harapan konsumen tidak

    sesuai atau bahkan menimbulkan masalah ketidak puasan.

    Engel et al. (1998) mendefinisikan kepuasan dengan satisfaction is

    defined here as a post-consumption evaluation that a chosen alternative at

    least meets or exceeds expectations. Mowen and Minor (1999) mengartikan

    kepuasan sebagai consumer satisfaction is defined as the overall attitude

    consumers have toward a good or service after they have acquire and used it.

    It is a postchoice evaluative judgement resulting from a specific purchase

    selection and the experience of using/consuming it.

    Faktor-Faktor Penentu Konsumsi Produk Suplemen Penstimulasi Stamina 1. Pengalaman mengkonsumsi

    Secara umum, faktor-faktor yang diduga menjadi penentu persepsi dan

    konsumsi sangat berkaitan dengan proses kognitif yang dipengaruhi

    pengalaman, serta konsep pribadi yang dikelompokkan ke dalam beberapa

    faktor, yaitu: (1) faktor demografi (umur, pendapatan, pendidikan dan tahap

    siklus hidup); (2) faktor sosial (budaya, kelas sosial, kelompok rujukan dan

    pengeluaran waktu); dan (3) faktor psikologi (sikap, kepribadian, tingkat

    kesadaran akan kelas sosial, motivasi, resiko yang dirasakan, pendapatan para

    tokoh, dan lain- lain) (Sutisna, 2001).

    Jika pengalaman konsumen saat mengkonsumsi merasakan sesuai

    dengan yang dijanjikan, maka rasa puas dan kemungkinan untuk melakukan

    pembelian ulang sangat besar (Sutisna, 2001). Bukan hanya itu, kemungkinan

    memberikan referensi kepada orang lain tentang produk suplemen yang

    berkaitan dengan klaim, rasa dan harga terjangkau akan cepat tersebar. Tetapi

    sebaliknya, jika konsumen merasakan produk suplemen tidak sesuai yang

    dijanjikan, konsumen akan kecewa yang diwujudkan dengan tidak melakukan

    pembelian ulang, lebih berbahaya lagi, jika konsumen mengekspresikan

    kekecewaannya kepada pihak lain, atau media massa.

    Memang tidak akan ada bedanya antara pengalaman konsumen ketika

    meminum cairan yang mengandung gula seperti teh manis dan lainnya, tetapi

    produk suplemen sering dikonsumsi, karena dianggap dapat menstimuli

  • stamina dan menyegarkan (menghilangkan rasa kantuk). Rasa menyegarkan,

    peningkat stamina dan tidak mengantuk ini disebabkan oleh kafein yang

    memang terkandung di dalam produk suplemen. Martindale (1997)

    mengemukakan bahwa, sensasi segar ditimbulkan dari kafein dosis tertentu

    dan jika dosisnya melebihi 50 mg justru akan merusak kesehatan.

    2. Pengetahuan konsumen akan gizi

    Mowen and Minor (1999) mendefinisikan pengetahuan konsumen sebagai the amount of experience with and information about particular products or services a person has. Engel et al. (1998) mengartikan at a general level, knowledge can be defined as the information stored within memory. The subset of total information relevant to consumers functioning in the marketplace is called consumer knowledge. Dari dua definisi tersebut Sumarwan (2003) mengartikan bahwa, pengetahuan konsumen merupakan semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa.

    Pengetahuan konsumen menurut Mowen and Minor (1999) terbagi atas tiga kategori, yaitu (1) pengetahuan objektif (objective knowledge), yakni informasi yang benar mengenai kelas produk yang diingat konsumen dalam jangka panjang; (2) pengetahuan subjektif (subjective knowledge), yakni persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk; (3) pengetahuan lainnya yang berkaitan dengan suatu produk.

    Memilih suatu produk suplemen memang tidak terlepas dari masalah selera, namun tidak melupakan segi kesehatan dan gizi. Jika konsumen memiliki pengetahuan positif tentang produk (kelas produk, bentuk produk, merek, model/fitur), maka kemampuan untuk memilih mutu produk dengan ketersediaan zat gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup dapat sesuai kebutuhan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang, maka semakin tinggi kepentingan kualitas produk daripada kuantitasnya. Hal inilah yang diungkapkan oleh Sanjur (1982) bahwa, salah satu faktor pribadi yang mempengaruhi jumlah dan jenis produk yang dikonsumsi, berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk

  • menerapkan pengetahuan gizi dalam memilih dan cara pemanfaatan produk sesuai dengan kebutuhan.

    3. Merek produk suplemen

    Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi

    yang ditujukan untuk mengidentifikasi produk dari produsen sehingga mudah

    dikenali konsumen (Sumarwan, 2003). Pendapat senada dikemukakan

    Durianto et al. (2004a) bahwa, merek bukan terletak di kemasan produk, tetapi

    dalam persepsi konsumen. Bahkan Aaker (1997) mempertegas, merek lebih

    penting dari produk itu sendiri.

    Dinamika kompetisi yang ketat antara merek, menuntut merek harus

    mempunyai kedudukan unik, jika dibandingkan dengan merek lain, sehingga

    diperlukan positioning merek yang tajam dan menggambarkan diferensiasi

    dibandingkan dengan pesaing (Aaker, 1997). Dalam hal ini, merek harus

    diasosiasikan dengan sejumlah atribut dalam bentuk manfaat yang ditawarkan

    oleh merek dan berbeda dengan pesaing. Oleh sebab itu, Sumarwan (2003)

    mengatakan merek (brand) adalah janji produsen sebagai jaminan mutu

    terhadap atribut produk, manfaat, nilai merek, budaya, kepribadian, dan

    pemakai produk tersebut.

    Agar komunikasi dapat terbentuk dan menimbulkan asosiasi kuat antara

    merek dan atributnya, setiap positioning merek harus diiringi positioning

    claim, yakni serangkaian kata yang menggambarkan sebuah janji dan dengan

    sendirinya harus ditepati (Sutisna, 2001). Janji inilah yang membedakan

    dengan merek pesaing dan menjadi daya tarik agar konsumen mencoba,

    sehingga terbentuk ikatan emosional antara produsen dan konsumen untuk

    membangkitkan kesadaran merek (brand awareness). Menurut Durianto et al.

    (2004a), kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka

    untuk masuk ke elemen lainnya guna memperluas pasar yang berpengaruh

    terhadap persepsi dan tingkah laku.

    Aaker (1997) membagi brand awareness (Gambar 7), yaitu (1) unaware

    of brand (tidak menyadari merek), konsumen tidak menyadari adanya suatu

    merek; (2) brand recognition (pengenalan merek), pengenalan merek akan

    muncul setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall);

    (3) brand recall (mengingat kembali terhadap merek), mengingat kembali

  • terhadap suatu merek tanpa bantuan (unaided recall); (4) top of mind (puncak

    pikiran), merek utama yang ada dalam benak konsumen. Dari uraian di atas

    dapat ditarik benang merah bahwa, merek merupakan suatu aset penting dan

    berharga bagi perusahaan.

    Gambar 7. Piramida kesadaran merek (Aaker, 1997)

    4. Karakteristik demografi

    Sanjur (1982) mengatakan bahwa, faktor demografi terdiri dari usia,

    jenis kelamin, pendapatan, pendidikan dan pekerjaan. Konsumen dengan

    karakteristik demografi dan karakteristik sosial ekonomi yang sama cenderung

    memiliki perilaku konsumsi yang sama, jika dibandingkan dengan konsumen

    yang memiliki karakteristik demografi dan sosial ekonomi berbeda (Kotler,

    2000). Kotler (2000) dan Sutisna (2001) mengilustrasikan, pertama,

    pembelian produk atau merek tertentu dipengaruhi oleh faktor sumber daya

    ekonomi (daya beli) yang dimiliki sekarang atau di masa akan datang. Kedua,

    usia mempengaruhi persepsi seseorang untuk membuat keputusan dan dapat

    mempengaruhi selera terhadap beberapa produk. Hal senada diungkapkan

    Sumarwan (2003) bahwa, keputusan konsumen mengkonsumsi berhubungan

    dengan faktor daya beli, usia, jenis kelamin dan status perkawinan.

    Brand Recall

    Unaware of Mind

    Brand Recognition

    Top of Mind

  • Kerangka Pemikiran

    Produk suplemen pada dasarnya terkait dengan banyak aspek, mulai dari

    perizinan, pengadaan bahan baku, kapasitas mesin hingga permintaan pasar.

    Secara umum, meskipun berfluktuasi terdapat kecenderungan peningkatan

    produksi produk suplemen, karena kecenderungan meningkatnya total konsumsi

    masyarakat, masuknya beberapa industri baru dan produk impor yang secara

    langsung memacu produsen untuk meningkatkan produksi.

    Sebagai contoh adalah produk Lipovitan yang dalam sebulan dapat

    diproduksi sekitar 1,5-2 juta botol, artinya dalam tahun 2001, produksi PT. Taisho

    Indonesia mampu menghasilkan antara 2.700-3.600 ton produk suplemen. Secara

    umum, pada tahun 2000 total produksi nasional produk suplemen mencapai 40.9

    ribu ton. Tahun 2004 seiring dengan persaingan bisnis produk suplemen ini

    cenderung meningkat dengan semakin banyaknya perusahaan yang menanamkan

    modal untuk memperebutkan pangsa pasar, total produksi produk suplemen

    meningkat lagi 14% menjadi 84.8 ribu ton. Rataan peningkatan produksi selama

    lima tahun terakhir mencapai 20%. Laju pertumbuhan total produksi terbesar

    terjadi pada tahun 2002 yaitu 34%. Sedangkan laju pertumbuhan terkecil pada

    tahun 2003 yaitu 9% (BPS, 2004).

    Tabel 4. Perkembangan produksi produk suplemen, 2000-2004

    Tahun Produksi (Ton eq 000 Liter) %

    2000 2001 2002 2003 2004

    40.852 50.750 67.926 74.300 84.817

    24% 34% 9% 14%

    Rataan 20%

    Sumber: Badan Pusat Statistik, 2004.

    Produsen yang memproduksi produk suplemen tentu akan memberikan

    merek, sehingga lebih mudah dikenal. Setelah pemberian merek dan klaim yang

    melekat dilakukan, produsen berusaha melakukan bauran pemasaran (marketing

    mix) yang tepat agar produk suplemen dapat diterima dan menjadi pilihan, serta

  • selalu diingat konsumen. Perkembangan produk suplemen, perlu diketahui dari

    tingkat permintaan dan kesukaan, frekuensi, serta motivasi konsumsi konsumen

    yang ditandai dengan kepuasan terhadap janji yang diberikan.

    Engel et al. (1998) berpendapat bahwa, keterlibatan konsumen dalam

    mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan atau jasa, termasuk

    proses keputusan yang mendahului dan mengikuti sikap tersebut. Pendapat senada

    dikemukakan Sumarwan (2003) bahwa, sikap konsumen merupakan segala yang

    dilakukan seseorang atau individu yang secara langsung terlibat dalam

    mendapatkan dan menggunakan produk, termasuk proses pengambilan keputusan.

    Proses keputusan didasarkan pada stimulus menurut faktor internal seperti

    perbedaan individu terhadap suatu produk dan berdasarkan faktor eksternal yaitu

    faktor lingkungan. Stimulus ini akan membangkitkan kesadaran dan pemahaman

    konsumen terhadap masalah dalam menilai produk suplemen. Pemahaman

    masalah muncul, ketika konsumen menilai adanya perbedaan keadaan aktual

    dengan keadaan ideal dari produk suplemen. Hal ini terjadi karena adanya motif

    bersifat internal seperti penilaian tentang dirinya (konsep diri) atau stimulus

    bersifat eksternal seperti klaim produk yang merupakan bagian dari promosi.

    Beragam pilihan produk menuntut konsumen untuk mencari informasi untuk

    menentukan pilihan. Setelah produk digunakan, konsumen membutuhkan

    penilaian kembali terhadap produk yang dipilih, apakah memenuhi kebutuhan,

    puas atau tidak terhadap produk tersebut. Artinya, konsumen akan melakukan

    evaluasi alternatif berupa solusi penyelesaian dan tahap keputusan pembelian dan

    rasa puas atau tidak yang diakhiri dengan sikap konsumen setelah membeli,

    sehingga konsumen yang merasa puas akan bersikap positif terhadap produk dan

    menjadikannya sebagai stimulus dalam proses pengambilan keputusan selanjutnya,

    namun jika konsumen bersikap negatif, maka konsumen tidak melakukan

    pembelian ulang. Secara rinci, hal tersebut dimuat pada Gambar 8.

  • Keterangan: ------ Ruang lingkup penelitian Gambar 8. Diagram alir kerangka pemikiran

    Produk Minuman Suplemen

    Pemberian Merek

    Marketing Mix

    Produk

    Merek-merek produk suplemen yang ada dipasar

    Harga Promosi Lokasi

    Brand Awareness Brand Loyality Brand Perceived Quality

    Brand Awareness Struktur Equation Modelling

    Brand Equitay Terkuat

    Proses Keputusan

    Stimulus

    Pemahaman masalah

    Pencarian informasi

    Penilaian alternatif

    Pembelian dan kepuasan

    Sikap Konsumen

    Perbedaan Individu

    - Kebutuhan & Motivasi

    - Gaya hidup - Pengetahuan - Pendidikan - Pengolahan

    informasi dan persepsi

    - Sikap

    Faktor Lingkungan

    - Budaya - Sosial

    ekonomi - Jumlah

    keluarga - Kelompok

    acuan - Situasi

    konsumen

  • METODOLOGI PENELITIAN

    Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian mengenai preferensi konsumsi beberapa produk suplemen

    penstimulasi stamina dilaksanakan pada bulan September-Desember 2004 di Kota

    Bogor. Alasan pemilihan Kota Bogor sebagai lokasi penelitian. Pertama, seluruh

    jenis produk suplemen yang merupakan objek penelitian terdapat atau dapat

    ditemui. Kedua, kemudahan teknis di lapangan.

    Penentuan Responden

    Responden pada penelitian ini adalah langsung dari konsumen di lapangan

    yang berada di Kota Bogor. Penentuan responden dalam penelitian ini

    menggunakan metode stratified random sampling di enam kecamatan di wilayah

    Kota Bogor yang mengkonsumsi produk suplemen minimal dua kali dalam dua

    bulan terakhir. Dari kelompok-kelompok tersebut konsumen dipilih secara acak

    untuk dijadikan responden sebanyak 150 orang dengan jender laki- laki.

    Tabel 5. Kerangka dan ukuran responden berdasarkan lapisan populasi

    Lapisan populasi Jumlah Responden (N) Ukuran Responden (n)

    Pelajar dan Mahasiswa (SMU 1, SMU 3, MAN 1, Univ. Pakuan, Unisba dan IPB). PNS/BUMN/Bank (PT. POS, BRI, BNI 46, Dosen, Telkom) Wiraswasta Wartawan/Sales P Boy/Cleaning S TNI, Polri dan Satpam Supir angkutan umum

    96

    76 60 30 40 48

    41

    33 27 12 17 20

    Jumlah 350 150

  • Bahan Penelitian

    Penelitian ini menggunakan produk supelemen yang telah atau sedang

    beredar di pasaran dalam bentuk serbuk, cair maupun tablet dengan kemasan botol

    atau sachet, yakni Extra Joss, Kratingdaeng, M-150, Fit-Up, Kuku Bima Ener G!,

    Lipovitan. Pemilihan tersebut didasarkan pada penelitian survei Yunita (1997) di

    Kota Bogor yang mengemukakan bahwa, produk minuman suplemen yang pernah

    dikonsumsi konsumen adalah Kratingdaeng, M-150, Sakagingseng, Lipovitan,

    Panther, Fit-Up, Bacchus-D, Nagatan.

    Metode Penelitian

    Penelitian