skripsi strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak di kantor pelayanan pajak...
TRANSCRIPT
i
SKRIPSI
STRATEGI MENINGKATKAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA
MAKASSAR UTARA
SATRIANI E21113009
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
ABSTRAK
SATRIANI (E211 13 009), Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara, xv + 73 halaman + 3 gambar + 5 tabel + 45 kepustakaan (1972-2016).
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dapat menyebabkan rendahnya penerimaan negara pada sektor perpajakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan nyata dan strategis untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Selain itu, adanya berbagai paradigma yang menilai bahwa kepatuhan wajib pajak dapat ditingkatkan melalui pembangunan moral atau harus dengan kebijakan menaikkan sanksi atau penegakan hukum. Dalam strategi, kedua pendekatan tersebut sangat penting. Karena penegakan hukum kepada wajib pajak tidak dapat dipandang sama dengan penegakan hukum pada tindak pidana pada umumnya. Moral dibutuhkan pula agar wajib pajak memiliki motivasi untuk patuh membayar pajak.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Strategi yang dilakukan menggunakan dua pendekatan yaitu tax morale dan penegakan hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara yang dilakukan dengan dua pendekatan yaitu tax morale dan penegakan hukum. Tax morale atau pembangunan moral wajib pajak dilakukan melalui edukasi kepada wajib pajak dan masyarakat secara umum. Edukasi disampaikan melalui penyuluhan, pengawasan, dan pelaksanaan program-program yang bertujuan selain edukasi juga untuk meningkatkan motivasi wajib pajak serta berbagai kebijakan lainnya. Edukasi memuat pengetahuan tentang administrasi perpajakan dan informasi tentang pentingnya pajak serta aspek hukum pajak. Penegakan hukum merupakan langkah terakhir yang dilakukan oleh otoritas pajak dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Penegakan hukum dapat memberikan efek jera dan juga menjadi contoh buruk bagi wajib pajak lainnya. Akan tetapi, dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pembangunan moral wajib pajak tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya oleh otoritas pajak. Karena moral menyangkut kepercayaan, nilai sosial, norma sosial, dan psikologi, maka otoritas pajak sulit untuk membangun kepercayaan kepada wajib pajak terkait dengan tingginya angka korupsi, tidak adanya tarnsparansi alokasi dan penggunaan anggaran pajak, ketersediaan fasilitas umum, penggunaan anggran tidak tepat sasaran dan berbagai hal yang dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya otoritas pajak senantiasa berkoordinasi dengan pejabat pada organisasi atau lembaga negara yang erat hubungannya dengan pengelolaan anggaran negara. Agar moral wajib pajak dan masyarakat secara umum dapat terbangun. Kata Kunci: Strategi, Kepatuhan Wajib Pajak, Tax Morale, Penegakan Hukum Pajak.
iii
ABSTRACT
SATRIANI (E211 13 009), Strategy to Increase Taxpayer Compliance in North Makassar Primary Tax Service Office, xv + 73 pages + 3 images + 5 tables + 45 libraries (1972-2016).
This research is motivated by the low level of taxpayer compliance. Low levels of taxpayer compliance can lead to low state revenues in the tax sector. Therefore, it is necessary to take real and strategic action to increase the awareness and compliance of taxpayers in fulfilling their tax obligations. In addition, the existence of various paradigms that assess that taxpayer compliance can be improved through moral development or must with the policy to raise sanctions or law enforcement. In the strategy, both approaches are very important. Because the enforcement of the law to the taxpayer can not be viewed the same as law enforcement in criminal acts in general. Moral also required for taxpayers have the motivation to obediently pay taxes. The purpose of this research is to know the strategy to increase taxpayer compliance in North Makassar Primary Tax Service Office. Strategy with two approaches namely tax morale and law enforcement. The results showed that the strategy to improve taxpayer compliance in North Makassar Primary Tax Service Office is done with two approaches namely tax morale and law enforcement. Tax morale or moral development of taxpayers is done through education to taxpayers and the public in general. Education is delivered through counseling, supervision, and implementation of programs that aim besides education as well as to increase taxpayer motivation and various other policies. Education contains knowledge about tax administration and information about tax importance and tax law aspect. Law enforcement is the last step taken by the tax authorities in an effort to improve taxpayer compliance. Law enforcement can provide a deterrent effect and also become a bad example for other taxpayers. However, in an effort to improve taxpayer compliance. Moral development to the taxpayer can not be fully implemented by the tax authorities. Because morals concerning trust, social values, social norms, and psychology, tax authorities find it difficult to build trust in taxpayers in terms of high rates of corruption, lack of allocation and use of the tax budget, availability of public facilities, inaccurate use of budgets and things that may affect public confidence. Therefore, the tax authorities should always coordinate with officials in organizations or state institutions that are closely related to the management of the state budget. So that taxpayer morals and society in general can be awakened.
Keywords: Strategy, Taxpayer Compliance, Tax Morale, Tax Law Enforcement.
iv
v
vi
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul “Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Makassar Utara”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin. Tidak lupa pula penulis haturkan
shalawat dan salam atas junjungan nabi Muhammad SAW, nabi yang telah
menggulung tikar-tikar kebatilan, membentang permadani keemasan, menuju
peradaban yang intelektual.
Berkat Rahmat dan Karunia-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan sesuaidengan
waktu yang telah ditentukan. Segala kesulitan baik yang bersifat teknis maupun non
teknis serta berbagai kendala dan hambatan menyebabkan proses penyelesaian
skripsi ini menjadi panjang dan memakan waktu. Namun berkat bimbingan dan
kesabaran dosen pembimbing, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Ucapan terima kasih selanjutnya penulis persembahkan untuk kedua orang tua
penulis, ayahanda Umar. B dan ibunda Bungaisa. Terima kasih sebesar-besarnya
telah merawat dan mendidik penulis sehingga penulis dapat menjalani kehidupan dan
menapaki jenjang pendidikan hingga saat ini. Terima kasih perjuangan, pengorbanan,
dan doa ayahanda dan ibunda selama ini, semoga ayahanda dan ibunda senantiasa di
Rahmati oleh Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa selama menempuh pendidikan dan penyusunan
skripsi ini, penulis memperoleh dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
maka dari itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
viii
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Alimuddin Unde, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik beserta seluruh staffnya.
3. Dr. Hj. Hasniati, M.Si dan Drs. Nelman Edy, M.Si selaku pimpinan dan
sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
PolitikUniversitas Hasanuddin Periode 2015-2020.
4. Drs. Ali Fauzy Ely, M.Si selaku penasehat akademik selama kurang lebih3
tahun, terima kasih atas nasehat dan bimbingan yang diberikan selama ini.
5. Dr. La Tamba, M.Si selaku pembimbing I dan Drs. Ali Fauzy Ely, M.Si selaku
pembimbing II bagi penulis, yang telah mendorong, membantu dan
mengarahkan penulis hingga penyelesaian skripsi ini.
6. Prof. Dr. Baharuddin, M.Si, Dr. Syahribulan, M.Si, dan Dr. Nur Indrayati Nur
Indar, M.Si selaku penguji dalam sidang proposal dan skripsi penulis. Terima
Kasih atas kesediaannya dalam menghadiri sidang proposal dan skripsi dari
penulisdan atas segala masukannya dalam penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi. Terima kasih atas ilmu yang
telah diberikan untuk penulis selama kurang lebih 3 tahun. Semoga penulis bisa
memanfaatkannya sebaik mungkin.
8. Seluruh Staff Departemen Ilmu Administrasi (pak refi, pak lili, kak rose dan
ibu Ani) dan staff di lingkup FISIP UNHAS tanpa terkecuali. Terima kasih atas
bantuan yang tiada hentinya bagi penulis selama ini.
9. Drs. Andi Darmawan Paelori, M.Si selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Makassar Utara Terima kasih telah membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian di lokasi penelitian ini. .
ix
10. Semua keluarga, saudari tercinta saya kakak Ati(Sakka), Amirah, dan adik saya
M. Yusuf terima kasih atas motivasi dan bantuan moril yang telah diberikan
kepada penulis.
11. Teman seangkatan penulis di RECORD 2013. Terima kasih atas inspirasi nya
selama ini, tidak terasa kita sudah bersama selama kurang lebih 3 tahun dan
tidak sedikit pengalaman yang telah kita alami selama ini. Semoga nama
angkatan kita dapat mencerminkan sikap dan perilaku kita di masa depan dan
kita semua diberikan kesuksesan, Aamiin. Tapi satu hal yang pasti, jarak tidak
akan pernah bisa mematikan kenangan. Kita telah menuliskan banyak
kenangan bersama dalam catatan perjalanan persahabatan kita dan semua
pantas untuk dikenang. Senang bisa mengenal kalian.
12. Seluruh My Gaje Team, Lilis Uslianti, Andi Alfiana AS, Nur Elis Wulandari,
Risma Hafid, Nur Rahma Diani, Sarini Radjulani, , Sinuraya dan Ida Ayu Made
Sutami, Nuraini, Irawanti, Risa Dora BR. Terima kasih atas semangat,
kebersamaan, bantuan, dukungan dan perhatian yang diberikan. Dan terima
kasih selalu ada di kala susah maupun senang.
13. Segenap Keluarga Besar HUMANIS FISIP UNHAS, Kanda-kanda senior
(CREATOR’07, BRAVO’08, CIA’09, PRASASTI’010, BRILIANT’011,
RELASI’012) dan adik-adik (UNION’014, CHAMPION’015, FRAME’016).
Terima kasih atas pengalaman yang diberikan.
14. Keluarga Besar Panca Suci FISIP UNHAS terkhusus untuk kanda-kanda
senior dan adik-adik, terima kasih telah menjadi keluarga kecil bagi penulis
selama berproses dalam dunia kampus serta terima kasih atas pengalaman
dan pengetahuan dalam berorganisasi.
x
15. Keluarga kecil lainnya bagi penulis, teman-teman KKN gelombang 93
Universitas Hasanuddin Kabupaten Wajo, Kecamatan Pammana. Terutama
untuk teman-teman posko Kelurahan Watampanua, teruntuk Silvi, Rea,
Natalia Pombala, Sware, Awal, Faizal. Terima kasih atas kebersamaan dan
pengalaman serta pelajaran yang sangat berarti dalam memaknai hidup di
Kelurahan Watampanua selamakurang lebih 2 bulan.
16. Teman seperjuangan mengurus berkas. Hardianti, Ruhama Rara, Riska,
Zainal, Rama, Reza Hafikar, Muhammad Irham, terima kasih atas semangat
dan bantuanya dalam mengurus berkas. dan Ruth Taruksllo terima kasih atas
semangat dan bantuanya dalam mengurus berkas.
17. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bantuan dan doanya. Semoga bantuan dan
keikhlasannya mendapat balasan dari Allah SWT.
18. Khusus untuk yang terakhir, sahabatku kanda Baharuddin, SH. Terima kasih
telah menjadi keluarga kecil bagi penulis selama berproses dalam dunia
kampus. Terimah kasih serta nasehat, pengalaman, pengetahuani dan
bimbinganya. Semonga apa yang kanda semogakan dan harapkan terwujud.
Dan terima kasih selalu ada di kala susah maupun senang.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Makassar, November 2017
(Penulis)
xi
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................................................. i
ABSTRAK ....................................................................................................... ii
ABSTRACT ..................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................. iv
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ v
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………. .......................................... 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………… ........................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 6
1. Tujuan Penelitian ................................................................................. 6
2. Manfaat Penelitian ................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .......................................................................................... 8
1. Dasar-Dasar Perpajakan ...................................................................... 8
a. Definisi Pajak ................................................................................... 8
b. Fungsi Pajak .................................................................................... 9
c. Pengelompokan Pajak ...................................................................... 9
d. Subjek Pajak dan Objek Pajak ......................................................... 10
e. Syarat Pemungutan Pajak ................................................................ 16
xii
f. Cara Pemungutan Pajak ................................................................... 17
g. Sistem Pemungutan Pajak ............................................................... 17
h. Hambatan Pemungutan Pajak .......................................................... 18
i. Teori Pemungutan Pajak ................................................................... 19
j. Asas-Asas Pemungutan Pajak .......................................................... 21
k. Aspek Hukum Pajak ......................................................................... 21
2. Wajib Pajak dan Kepatuhan Pajak ....................................................... 22
a. Wajib Pajak ...................................................................................... 22
b. Kepatuhan Pajak .............................................................................. 24
3. Dasar-Dasar Strategi ............................................................................ 29
a. Definisi Strategi ................................................................................ 29
b. Inti Strategi ....................................................................................... 30
c. Level Strategi ................................................................................... 31
d. Tipe-Tipe Strategi ............................................................................. 32
e. Strategi Alternatif .............................................................................. 32
B. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 34
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 39
B. Tempat Penelitian ...................................................................................... 39
C. Objek dan Subjek Penelitian ...................................................................... 39
D. Jenis dan Sumber Data .............................................................................. 42
E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 43
F. Teknik Analisis Data .................................................................................... 44
F. Batasan Penelitian ..................................................................................... 45
xiii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Obyek Penelitian .............................................................. 46
B. Hasil dan Pembahasan .............................................................................. 53
1. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak ...................................... 53
a. Identifikasi Masalah .......................................................................... 54
b. Kebijakan Penuntun ......................................................................... 57
c. Tindakan Koheren ............................................................................ 61
2. Kepatuhan Wajib Pajak .......................................................................... 62
a. Wajib Pajak Terdaftar ....................................................................... 62
b. Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT ..................................................... 64
c. Realisasi SPT ................................................................................... 66
d. Realisasi Penerimaan Pajak ............................................................. 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 68
B. Saran ........................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Statistik realisasi SPT atau tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir ........................................................ 4 Tabel 2 : Statistik jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir ....................................................................................... 65 Tabel 3 : Statistik jumlah wajib pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir ......................... 66 Tabel 4 : Statistik realisasi SPT atau tingkat kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir ......................................................... 67 Tabel 5 : Statistik realisasi penerimaan pajak KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir ................................................................................................... 68
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kepatuhan Pajak Model Slippery Slope Framework ......................... 28
Gambar 2 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 38
Gambar 3 Struktur Organisasi KPP Pratama Makassar Utara .......................... 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pajak sebagai primadona sumber pendapatan negara, memiliki peranan
yang sangat signifikan sebagai penggerak roda pembangunan. Pajak digunakan
oleh pemerintah untuk mewujudkan kemandirian negara dalam pembiayaan
pembangunan untuk kepentingan rakyat. Pajak juga mendominasi sumber
penerimaan negara, dengan rata-rata pertumbuhan penerimaan negara terhitung
sejak 2010–2016 sebesar 13,5% (Informasi APBN, 2016:11). Meskipun tumbuh
tiap tahunnya, tidak berarti bahwa penerimaan negara dari pajak telah mencapai
target. Terdapat banyak hal yang menjadi penyebab tidak tercapainya target
tersebut diantaranya kepatuhan wajib pajak masih rendah dan kurangnya aparatur
negara dibidang perpajakan. Disisi lain pertumbuhan penduduk semakin
meningkat, berarti meningkat pula kebutuhan pembiayaan pembangunan sekaligus
merupakan potensi meningkatnya wajib pajak. Akan tetapi, pertumbuhan penduduk
tidak diimbangi dengan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak.
Kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi otoritas pajak di
Indonesia. Allingham dan Sandmo berpendapat bahwa patuh atau tidak patuhnya
wajib pajak ditentukan dengan membandingkan tingkat kepuasan yang bisa
mereka peroleh jika taat maupun melanggar pajak. Pilihan wajib pajak tersebut
dipengaruhi oleh empat hal, yaitu besarnya penghasilan, tarif pajak, risiko
pemeriksaan dan sanksi (B. Bawono Kristiaji, Dkk, 2013:7).
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan telah diatur dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009, tidak terkecuali mengenai
sanksi perpajakan. Sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar
2
pajak agar memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikan.
Menurut Erich Kirchler semakin berat sanksi, maka pelanggaran pajak menjadi
keputusan yang berimplikasi besar. Walau demikian, kebijakan menaikkan sanksi
hanya efektif jika dikombinasikan dengan peningkatan risiko pemeriksaan (B.
Bawono Kristiaji, Dkk, 2013:7).
Selain kepatuhan pajak berdasarkan regulasi diperlukan pula kepatuhan
pajak atas dasar kesadaran wajib pajak yaitu motivasi intrinsik untuk membayar
pajak atau kadar moral (nilai-nilai sosial yang diyakini) dalam konteks kepatuhan
pajak. Peran aktif wajib pajak secara sukarela (voluntary compliance) dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan merupakan konsekuensi dianutnya sistem self
assessment sebagai salah satu prioritas reformasi perpajakan menyangkut
modernisasi administrasi perpajakan (Devano, S. dan S. K. Rahayu, 2006:87).
Konsep modernisasi administrasi perpajakan pada prinsipnya merupakan
perubahan sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan
perilaku aparat serta tata nilai organisasi menjadi institusi yang profesional dengan
citra yang baik dan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang tinggi oleh
wajib pajak.
Kepatuhan wajib pajak berdasarkan regulasi dan atas dasar kesadaran
secara sukarela (voluntary compliance) telah banyak diuaraikan pada penelitian-
penelitian yang dilakukan di kantor pelayanan pajak diberbagai daerah di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Raisa Ike Fitri mengemukakan bahwa
pemeriksaan pajak dan pengawasan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak orang pribadi sedangkan tarif pajak berpengaruh negatif terhadap kepatuhan
wajib pajak orang pribadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa makin tinggi tarif pajak,
maka kepatuhan wajib pajak orang pribadi pun akan mengalami penurunan (Raisa
3
Ike Fitri, 2016). Penelitian yang dilakukan oleh Muliari dan Setiawan
mengemukakan bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak (Ni Ketut Muliari dan Putu Ery Setiawan, 2010).
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santi
bahwa kesadaran wajib pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak. Pelayanan fiskus yang baik diharapkan mampu
meningkatkan kepatuhan wajib pajak (Anisa Nirmala Santi, 2012). Selanjutnya
penelitian dengan hasil yang sama dilakukan oleh Restu Mutmainnah Marjan yang
mengemukakan bahwa kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus dan sanksi pajak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan formal wajib pajak. Hal
tersebut menunjukkan bahwa makin tinggi kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus
dan sanksi pajak maka kepatuhan formal wajib pajak pun akan tinggi (Restu
Mutmainnah Marjan, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dipahami bahwa meningkatkan
kepatuhan wajib pajak tidak hanya dapat dilakukan dengan penegakan regulasi
perpajakan disamping penerapan modernisasi administrasi perpajakan. Akan tetapi
dapat pula dilakukan dengan membangun nilai moral wajib pajak. Kedua hal
tersebut sangat penting, karena penegakan regulasi perpajakan dengan
menunjukkan coercive power hanya akan menciptakan antagonistic climate,
dimana kepatuhan wajib pajak sekedar karena paksaan atau tekanan, tanpa
adanya kepercayaan kepada otoritas pajak. Selain itu, wajib pajak yang
sebelumnya patuh secara sukarela dapat saja kehilangan rasa percaya kepada
otoritas pajak karena perspektif cops and robbers yang dijalankan otoritas pajak.
Begitupun dengan kepercayaan, juga tidak dapat menjamin kesinambungan tingkat
kepatuhan jangka panjang, jika hanya dikaitkan dengan etika, norma sosial serta
4
agama. Hal tersebut justru hanya akan mendorong terjebak pada confidence
climate, kekuatan enforcement otoritas pajak menjadi tidak kompatibel (B. Bawono
Kristiaji, dkk, 2013:14).
Rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dapat dilihat pada wilayah kerja
KPP Makassar Utara. Berdasarkan data seksi pengolahan data dan informasi,
terhitung sejak 5 tahun terakhir yaitu tahun 2012 hingga 2016, realisasi SPT wajib
pajak terus menurun sebagaimana digambarkan pada tabel berikut:
Tabel 1 : Statistik realisasi SPT wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Realisasi SPT 55.952 54.296 39.469 44.357 45.050
Badan 2.459 2.751 3.162 3.139 3.013
OP Non Karyawan 3.693 3.670 5.114 4.165 4.820
OP Karyawan 49.800 47.875 31.193 37.053 37.217
Sumber: Seksi Pengolahan Data Dan Informasi
Penurunan tingkat kepatuhan tentu memberikan dampak kepada penerimaan pajak
dan juga kepada kantor pelayanan pajak dalam hal kualitas kerja organisasi.
Oleh karena hubungan otoritas pajak dan wajib pajak merupakan hubungan
yang bersifat eksternal dan internal maka perlu adanya strategi yang dapat
mensinergikan hubungan tersebut. Strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan dua pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pasif, berupa dorongan Direktorat Jenderal Pajak kepada instansi
pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain melaksanakan Peraturan
Pemerintah Nomor 31 tahun 2012 tentang Pemberian dan Penghimpunan Data
dan Informasi berkaitan dengan perpajakan. Dengan data dan informasi
berkaitan perpajakan dari pihak eksternal, meliputi data penghasilan, harta dan
kewajiban. Ditjen pajak akan memiliki basis data yang lengkap dan valid.
5
Selanjutnya ditjen pajak dapat menambah wajib pajak baru (kuantitas) maupun
menambah penerimaan pajak (kualitas) secara tersistem dengan program
komputerisasi.
2. Pendekatan aktif, yaitu Sensus Pajak Nasional (SPN), sebagai upaya
ekstensifikasi wajib pajak secara proaktif dengan cara mendatangi objek pajak
potensial.
Upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak juga dapat dilakukan dengan
penegakan hukum perpajakan yang konsisten dan melakukan program sosialisasi
dan penyuluhan yang masif dan terencana dengan memanfaatkan beragam media
komunikasi yang dapat menjangkau semua kalangan (Chandra Budi, 2012).
Strategi tersebut dapat dikatakan efektif karena merupakan kekuatan
otoritas pajak untuk bertindak dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Akan tetapi, strategi tersebut terkesan kurang lengkap karena tidak adanya strategi
yang dapat membangun nilai moral dan kepercayaan wajib pajak. Terjadinya
penurunan tingkat kepatuhan wajib pajak bukan karena strategi tidak efektif. Tetapi
tingkat kepercayaan wajib pajak yang rendah dan masih kurangnya otoritas pajak.
Oleh Karena itu, otoritas pajak tidak hanya dapat mengandalkan data wajib pajak
yang telah terdaftar, maupun yang potensial sebagai basis data untuk menambah
jumlah wajib pajak, perlu pula adanya basis kepercayaan dari wajib pajak.
Kepercayaan atau moral wajib pajak merupakan salah satu identifikasi atau
diagnosis penyebab rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Sementara
kebijakan sebagai pendekatan yang dapat dipilih untuk membangun kepercayaan
tersebut yaitu berupa program-program yang dapat diaplikasikan melalui
sosialisasi, penyuluhan, dan publikasi alokasi penggunaan uang pajak.
6
. Penulis mengasumsikan bahwa, kepercayaan wajib pajak memiliki
kekuatan yang cukup besar dalam berpartisipasi secara sukarela memabayar
pajak. Disamping penegakan hukum dan pemaksimalan penerapan reformasi
administrasi perpajakan yaitu modernisasi administrasi perpajakan sebagai bentuk
keramahan dan kemudahan wajib pajak membayar pajak.
Alasan saya memilih meneliti di Kantor Pajak Pratama Makassar Utara
karena tingkat realisasi SPT wajib pajak terus menurun terhitung sejak 5 tahun
terakhir yaitu tahun 2012 hingga 2016, wilayah kerja paling strategis mencakup 6
wilayah administrasi kecamatan yaitu Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan
Tamalanrea, Kecamatan Tallo, Kecamatan Ujung Tanah, Kecamatan Bontoala,
Kecamatan Wajo dan jumah wajib pajaknya sangat besar.
Hal tersebutlah yang menjadi gambaran dan alasan penelitian ini, sehingga
Penulis mengangkat sebuah judul penelitian “Strategi Meningkatkan Kepatuhan
Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah Penulis uraiakan, agar penelitian ini
dapat terlaksana dengan baik dan memperoleh hasil maksimal. Maka dapat
dirumuskan permasalahan untuk menspesifikkan dalam penelitian ini, yaitu:
Bagaimana strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Makassar Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran strategi
meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara.
7
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang perpajakan terkait strategi
meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Selain itu, penelitian ini juga dapat
dijadikan referensi bagi mahasiswa-mahasiswa.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan gambaran langsung tentang
strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Baik kepada masyarakat,
wajib pajak, maupun Direktorat Jenderal Pajak. Penelitian ini juga sebagai
kontribusi dalam usaha peningkatan kepatuhan wajib pajak dengan
mengetahui strategi yang baik. Bagi Penulis, penelitian ini memberikan
pemahaman yang lebih jelas tentang pajak dan Penulis dapat menjadi
penyambung informasi kepada masyarakat tentang pentingnya pajak dalam
pembangunan.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Dasar-Dasar Perpajakan
a. Definisi Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16 Tahun 2009, pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi
pajak juga telah dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya ialah
Rochmat Soemitro mendefinisikan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara (peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintahan)
dengan tidak mendapat jasa timbal (tegen prestatie) yang langsung dapat
ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Rochmat
Soemitro, 1990:5). Definisi serupa jauh sebelum Rochmat Soemitro,
dikemukakan oleh P. J. A Adriani bahwa pajak adalah iuran masyarakat
pada negara (yang sifatnya dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang
wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
tugas-tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo,
2013:2).
9
b. Fungsi Pajak
Pada dasarnya pajak berfungsi sebagai sumber pendapatan negara.
Fungsi tersebut sebagai budgeter dan fungsi regulered atau fungsi
mengatur.
1. Fungsi Finansial (budgeter)
Adalah fungsi pajak untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke
dalam kas Negara, dengan maksud untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran Negara.
2. Fungsi mengatur (regulerend)
Adalah fungsi pajak untuk mengatur suatu keadaan dalam masyarakat
di bidang social, ekonomi, maupun politik sesuai dengan kebijaksanaan
pemerintah (Mardiasmo, 2011:2).
Selain dari fungsi tersebut, fungsi lain dari pajak adalah stabilitas
dan redistribusi.
1. Fungsi stabilitas, dengan adanya pajak pemerintah memiliki dana untuk
menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga
sehingga inflasi dapat dikendalikan.
2. Fungsi redistribusi pendapatan, pajak yang sudah dipungut oleh negara
akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk
pembangunan, sehingga dapat membuka kesempatan kerja yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat (Fidel,
2008:3).
c. Pengelompokan Pajak
Pembagian pajak dapat dikelompokkan menurut golongannya,
sifatnya, dan lembaga pemungutnya, yaitu:
10
1. Menurut golongannya
a) Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain. Contoh: pajak penghasilan (PPh)
b) Pajak tidak langsung adalah yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: pajak
pertambahan nilai (PPN).
2. Menurut sifatnya
a) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: pajak penghasilan.
b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan sendiri wajib pajak. Contoh: PPN dan
PPnBM.
3. Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara
b) Pajak daerah adalah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
(Mardiasmo, 2011:5).
d. Subjek Pajak dan Objek Pajak
1. Subjek Pajak
Subjek pajak pada dasarnya adalah sesuatu yang menurut
undang-undang pajak dapat diberi hak dan kewajiban. Daliyo
menyatakan bahwa sesuatu yang dapat menjadi subjek pajak adalah
11
manusia/orang (natuurlijke persoon) dan badan (rechts persoon)
(Daliyo, 2001:97). Sementara menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, subjek
pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan menggantikan yang berhak, badan, dan bentuk usaha tetap.
Untuk tujuan perpajakan, subjek pajak dapat digolongkan
menjadi dua yaitu:
a) Resident
Resident atau subjek pajak dalam negeri adalah orang dan
badan yang dapat dikenakan pajak berdasarkan domisili, tempat
tinggal, kewarganegaraan, tempat kedudukan manajemen, tempat
pendirian, atau kriteria lainnya yang sifatnya serupa (John Hutagaol,
dkk. 2006:3). Menurut undang-undang pajak penghasilan, subjek
pajak dalam negeri adalah:
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh
tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang
pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
2) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
(a) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan;
12
(b) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah;
(c) Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah;
(d) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara;
3) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
b) Nonresident
Nonresident adalah orang dan badan yang tidak mempunyai
hubungan yang erat dengan suatu negara untuk dikenakan pajak
atas seluruh penghasilannya (worldwide income) (John Hutagaol,
dkk. 2006:3). Dengan demikian, orang dan badan tersebut hanya
dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dinegara
tersebut. Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36
tahun 2008 pasal 2 ayat (4) menjelaskan bahwa subjek pajak luar
negeri adalah:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
13
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia.
Bentuk usaha tetap menggantikan orang pribadi atau badan
sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya di Indonesia. Bagi subjek pajak luar negeri yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya
dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi
subjek pajak dalam negeri.
Perbedaan yang penting antara subjek pajak dalam negeri
dan subjek pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya, antara lain:
a. Subjek pajak dalam negeri dikenakan pajak atas penghasilan
baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia dan dari luar
Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenakan pajak
hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan
di Indonesia.
b. Subjek pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan neto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak
14
luar negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan bruto
dengan tarif pajak sepadan.
c. Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan sebagai sarana untuk menetapkan
pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek
pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan, karena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
2. Objek Pajak
Objek pajak dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak
dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Berdasarkan
pengelompokan pajak yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung
dapat dibedakan objek pajaknya.
a. Objek Pajak Langsung (PPh)
Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan tahun 2008 Pasal
4 ayat (1) menjelaskan bahwa yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Objek pajak yang dikenakan dengan tarif dan dasar
pengenaan pajak tertentu atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama tahun berjalan merupakan pajak bersifat final.
Adapun penghasilan yang dikenai pajak bersifat final adalah:
15
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya,
bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan
yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang
pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya,
transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi
penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah
dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate,
dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah.
b. Objek Pajak Tidak Langsung (PPn)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009
tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang nomor 8 Tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah, Pasal 4 ayat (1) Menjelaskan bahwa
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
1) Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha;
2) Impor Barang Kena Pajak;
16
3) Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean yang
dilakukan oleh pengusaha;
4) Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean;
5) Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean;
6) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;
7) Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak; dan
8) Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
e. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan maka diperlukan syarat-syarat dalam pemungutan pajak.
Dalam pemungutan pajak ada lima syarat yang harus diperhatikan yaitu:
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) sesuai dengan tujuan
hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan
pemungutan harus adil.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis).
3. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomi), pemungutan tidak
mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan,
sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil), sesuai fungsi
budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih
rendah dari hasil pemungutannya.
17
5. Sistem pemungutan harus sederhana, sistem pemungutan yang
sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya (Mardiasmo, 2011:5).
f. Cara Pemungutan Pajak
Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
1. Stelsel nyata (rill stelsel), Pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya telah dapat diketahui.
2. Stelsel anggapan (fictieve stelsel), pengenaan pajak didasarkan pada
suatu anggapan yang diatur oleh uandang-undang, misalnya,
penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya
sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak
yang terutang untuk tahun pajak berjalan.
3. Stelsel campuran, stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata
dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya
pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya (Waluyo dan
Wirawan B. Ilyas, 2000:9-10).
g. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi:
1. Official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya:
18
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
fiskus.
b) Wajib pajak bersifat pasif
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Self assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang. Ciri-cirinya:
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
wajib pajak sendiri
b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang
c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3. With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak
yang terutang ada pada pihak ketiga (Herry Purwono, 2010:12-13 ).
h. Hambatan Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak seringkali kurang efektif karena adanya
hambatan dalam pemungutannya. Hambatan-hambatan tersebut adalah:
1) Perlawanan pasif
19
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri
tetapi terjadi karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu.
Hambatan-hambatan tersebut berasal dari struktur ekonomi,
perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan
pajak itu sendiri, serta sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau
dilaksanakan dengan baik.
2) Perlawanan aktif
Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk
menghindari pajak. Bentuknya antara lain:
a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak
melanggar undang-undang.
b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara
melanggar undang-undang (menggelapkan pajak) (Mardiasmo,
2011:8).
i. Teori Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjelaskan pemberian hak kepada negara
untuk memungut pajak, teori-teori tersebut antara lain:
1) Teori asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan
perlindungan tersebut.
20
2) Teori kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin
besar kepentingan seseorang terhadap negara, makin tinggi pula pajak
yang harus dibayar.
3) Teori daya pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang.
Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu:
a) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau kekayaan
yang dimiliki oleh seseorang.
b) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
materiil yang harus dipenuhi.
4) Teori bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan
rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu
kewajiban.
5) Teori asas daya beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungut pajak. Maksudnya
memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan
menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
kesejahteraan masyarakat (Mardiasmo, 2011:3).
21
j. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak:
1) Asas domosili atau tempat tinggal
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak
yang bertempat tinggal diwilayahnya, baik pengahasilan yang berasal
dari dalam maupun dari luar negeri.
2) Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
3) Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
Asas ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia untuk membayar pajak (Mardiasmo, 2011:7).
k. Aspek Hukum Pajak
Hukum pajak termasuk dalam lingkup hukum publik yang bersifat lex
specialis. Sebagaimana hukum publik lainnya, hukum pajak terdiri atas
hukum pajak formil dan hukum pajak materiil. Hukum pajak formil, memuat
ketentuan-ketentuan yang mendukung hukum pajak materil, yang
diperlukan untuk melaksanakan hukum pajak materil. Di Indonesia hukum
pajak formil dikenal dengan Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
(KUP) atau Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sejak tax reforms tahun
1983 sampai sekarang telah mengalami beberapa kali perubahan dan
terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009, berlaku untuk pajak pusat dan pajak daerah.
22
Sedangkan hukum pajak materiil, memuat ketentuan-ketentuan
yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang
dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek pajak),
berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul
dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah
(fiskus) selaku pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak.
2. Wajib Pajak dan Kepatuhan Pajak
a. Wajib Pajak
1) Pengertian Wajib Pajak
Berdasarkan Undang-undang nomor 16 tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 1 ayat (2) wajib
pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Sementara ketentuan dalam pajak penghasilan,
yang disebut wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau
memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak. Dengan kata
lain dua unsur harus dipenuhi untuk menjadi Wajib Pajak yaitu unsur
subjektif dan objektif.
2) Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Berikut adalah hak Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam
undang-undang perpajakan:
a) Hak atas kelebihan pajak. Setiap pembayaran Wajib Pajak yang
dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak ternyata terdapat kelebihan
23
pembayaran maka dapat direstitusikan atau dikembalikan kepada
Wajib Pajak.
b) Hak dalam pemeriksaan misalnya hak untuk menanyakan Surat
Perintah Pemeriksaan, hak untuk meminta Tanda Pengenal petugas
pemeriksa, hak untuk meminta penjelasan alasan dilakukan
pemeriksaan, hak untuk meminta penjelasan perbedaan atau selisih
hasil pemeriksaan dan hak untuk hadir dalam pembahasan akhir
hasil pemeriksaan.
c) Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali
atas hasil pemeriksaan.
d) Hak untuk dijaga kerahasiaan data Wajib Pajak, dan lain-lain.
Adapaun kewajiban wajib pajak diantaranya adalah sebagai
berikut:
a) Mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Apabila orang pribadi
sudah memiliki penghasilan di atas PTKP maka sudah wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
b) Kewajiban untuk membayar, memungut atau memotong dan
melaporkan pajak yang terutang.
c) Kewajiban dalam hal diperiksa contohnya adalah wajib menunjukkan
atau meminjamkan dokumen-dokumen pendukung yang diminta
oleh tim pemeriksa. Wajib hadir memenuhi panggilan pada saat
diperiksa dan lain-lain.
d) Kewajiban memberikan data. Bagi pihak ketiga pun termasuk
instansi pemerintah, badan lembaga asosiasi dan yang lain harus
memberikan data yang diminta oleh Kantor Pelayanan Pajak.
24
b. Kepatuhan Pajak
1) Definisi Kepatuhan Pajak
Pada prinsipnya kepatuhan perpajakan adalah tindakan wajib
pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan
perpajakan yang berlaku dalam suatu negara (Siti Kurnia Rahayu,
2010:139). Menurut Nurmantu kepatuhan perpajakan adalah suatu
keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan
dan melaksanakan hak perpajakannya (Safri Nurmantu, 2005:148-149).
Terdapat dua macam kepatuhan yaitu:
a) Kepatuhan formal atau administratif adalah suatu keadaan dimana
wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang perpajakan.
b) Kepatuhan material atau teknis adalah suatu keadaan dimana wajib
pajak secara substantif atau hakekatnya memenuhi semua
ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-
undang perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi
kepatuhan formal (Siti Kurnia Rahayu, 2010:138).
2) Perspektif Ketidakpatuhan Pajak
Terdapat tiga persepektif utama mengenai ketidakpatuhan wajib
pajak beserta pendorong utama terkait dengan perspektif tersebut yaitu
economics of crime, tax morale dan etika, slippery slope framework (B.
Bawono Kristiaji, dkk, 2013:7).
25
a. Economics of Crime
Perspektif economics of crime mengamsusikan bahwa
seorang kriminal adalah makhluk yang rasional, dimana mereka juga
turut memaksimalkan kepuasan (utility) mereka walau dengan cara
illegal. Economics of crime dalam konteks keputusan seseorang
untuk menggelapkan pajak, patuh atau tidak patuhnya wajib pajak
ditentukan dengan membandingkan tingkat kepuasan yang bisa
mereka peroleh jika taat maupun menggelapkan pajak.
Perspektif ini menyatakan bahwa semakin besar risiko
pemeriksaan, wajib pajak akan memandang penggelapan pajak
sebagai sesuatu yang berisiko tinggi untuk terdeteksi, sehingga
mereka cenderung lebih taat. Akan tetapi, perspektif economics of
crime tidak mampu menjelaskan faktor non-ekonomi yang
mendorong seseorang untuk patuh. Bergman berpendapat bahwa
kepatuhan pajak harus dipahami sebagai keputusan individu yang
didasarkan pada kepentingan pribadi yang ditentukan oleh faktor
sosial (Marcelo Bergman, 2009:11). Hal tersebut membuktikan
bahwa sistem pajak (termasuk law enforcement) bukanlah hal utama
yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak.
b. Tax Morale dan Etika
Atas keterbatasan yang ada pada perspektif economics of
crime, pada satu dekade terakhir banyak penelitian tentang
kepatuhan pajak dari perspektif pskologi dan behavioral economics.
Penelitian-penelitian tersebut pada umumnya menyimpulkan bahwa
26
tax morale adalah jawabannya (Benno Torgler dan Christoph A.
Schaltegger, 2005:2).
Tax morale sendiri diartikan sebagai motivasi intrinsik untuk
membayar pajak atau kadar moral seseorang (nilai-nilai sosial yang
diyakini) dalam konteks cara pandang terhadap kepatuhan pajak.
Pada dasarnya, terdapat dorongan dalam diri manusia untuk menilai
apakah suatu itu baik atau buruk. Dengan demikian, pertimbangan
mengenai apakah sesuatu hal tersebut diatur dalam regulasi atau
tidak, menjadi pertimbangan kedua. Jika moral pajak seseorang itu
baik, maka terdapat kecenderungan orang tersebut untuk patuh
tanpa adanya suatu aturan.
Ditinjau dari faktor yang mempengaruhinya, tax morale,
secara sederhana dapat diklasifikasikan menjadi dua sumber, yaitu
timbal balik antar wajib pajak (horizontal reciprocity) dan hubungan
tibal balik antara wajib pajak dengan otoritas pajak/pemerintah
(vertical reciprocity). Keduanya terlihat secara implisit dalam
pendekatan mengenai tax morale, yaitu:
1) Psychological Tax Contract, dalam pendekatan ini, pajak
dianggap sebagai sebuah kontrak tidak tertulis atau kontrak
secara psikologis (Lars P. Feld dan Bruno S. Frey, 2002:87-99).
2) Perlakuan tarhadap wajib pajak, bahwa keinginan wajib pajak
untuk patuh juga dipengaruhi oleh perlakuan ataupun pelayanan
yang diberikan oleh otoritas pajak (Benno Torgler dan Christoph
A. Schaltegger, 2005:20). Semakin baik negara dalam hal ini
27
diwakilkan oleh otoritas pajak memperlakukan wajib pajak, maka
semakin tinggi pula dorongan wajib pajak untuk patuh.
3) Aspek demokrasi dalam kepatuhan pajak, persyaratan
konstitusional yang mendasari proses politik-ekonomi juga
diduga mempengaruhi tax morale. Kunci dari proses tersebut
adalah demokrasi dan desentralisasi fiskal.
4) Kepatuhan wajib pajak sebagai norma sosial, pendekatan aspek
norma sosial (social norm) untuk menjelaskan kepatuhan pajak.
Norma seseorang dapat dipengaruhi oleh norma yang lain
disekitarnya ataupun norma yang dianut secara kelompok.
Seorang wajib pajak yang sebelumnya patuh, jika berada di
dalam lingkungan yang tidak patuh, maka ia akan cenderung ikut
tidak patuh karena menyesuaikan perilakunya dengan
lingkungan tempat ia berada (John Cullis, dkk. 2007).
c. Slippery Slope Framework
Slippery slope framework (SSF) merupakan gabungan
antara economics of crime dan tax morale diperkenalkan oleh Erich
Kirchler, Erik Hoelzl dan Ingrid Wahl. Dalam kerangka tersebut,
seseorang akan cenderung patuh jika terdapat suatu kepercayaan
(trust) terhadap otoritas pajak ataupun juga kekuatan dari otoritas
untuk mengatur dan mencegah penggelapan pajak (Erich Kirchler,
dkk. 2008:210-225). Secara singkat dapat dinyatakan bahwa
perpaduan antara kepercayaan terhadap pemerintah dan law
enforcement dapat secara efektif menurunkan ketidakpatuhan pajak
(Grant Richardson, 2008:67-68).
28
Model ini digambarkan dalam grafik tiga dimensi, ketiga
dimensi itu adalah power of authorities, trust in authorities, dan
kepatuhan wajib pajak yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
Gambar 1: Kepatuhan pajak model slippery-slope framework
1) Jika kekuatan dan kepercayaan terhadap otoritas pajak berada
dalam titik minimum, kepatuhan pajak akan berada dititik
terendah.
2) Jika otoritas pajak memiliki kekuatan untuk menegakkan hukum
(misalnya dengan meningkatkan risiko audit dan menambah
sanksi), maka enforced compliance tinggi.
3) Voluntary compliance akan tinggi jika kepercayaan wajib pajak
terhadap pemerintah tinggi (misalnya karena wajib pajak
percaya pemerintah telah menjalankan kontrak psikologis
dengan baik).
4) Berkurangnya enforced compliance maupun voluntary
compliance menghasilkan lengkungan (slope) sementara kata
“licin” (slippery) menggambarkan tingkat kepatuhan mudah
29
“terpeleset” ke tingkat yang lebih rendah sebagai akibat dari
interaksi antara enforced compliance dan voluntary compliance.
Dengan demikian tingkat kepatuhan yang tinggi dapat terjaga
selama kedua jenis kepatuhan tersebut relatif tinggi.
5) Pada saat keduanya berada pada tingkat biasa saja (berada di
tengah-tengah), penurunan kepatuhan sangat rentan terjadi. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa ketika kepercayaan wajib pajak
terhadap pemerintah tidak maksimal, penerapan law
enforcement berupa peningkatan risiko pemeriksaan dan sanksi
dapat membuat wajib pajak menganggap hubungannya dengan
otoritas pajak adalah hubungan antara “polisi dengan
perampok”. Kondisi inilah yang akan mempermudah
berkurangnya kepatuhan wajib pajak (Katharina Gangl, dkk.
2012).
6) Selama kekuatan otoritas pajak dapat mencerminkan suatu
fairness terhadap wajib pajak, hal tersebut tidak akan dianggap
negatif oleh wajib pajak. Otoritas pajak yang menggunakan
kekuasaan mereka dengan cara yang fair justru akan
meningkatkan voluntary compliance (Richard Lavoie, 2008:67-
78).
3. Dasar-Dasar Strategi
a. Definisi Strategi
Setiap pakar mendefinisikan strategi secara berbeda-beda, tetapi
pada intinya adalah sama seperti yang dijelaskan pada makna strategi.
Richard P. Rumelt mendefinisikan strategi adalah tindakan koheren yang
30
didukung oleh alasan, campuran efektif pemikiran dan tindakan dengan
struktur dasar yang disebut inti (kernel) atau dalam bahasa sederhana
penerapan kekuatan dalam kesempatan yang paling menjanjikan (Richard
P. Rumelt, 2011:10-85). Lawrence R. Jauch dan William F. Glueck
mendefinisikan strategi adalah sebuah rencana yang disatukan, luas dan
terintegrasi yang menghubungkan keunggulan perusahaan dengan
tantangan lingkungan serta dirancang untuk memastikan bahwa tujuan
utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tapat oleh
organisasi (Yogi, dkk, 2007:5-6). William Stanton mendefinisikan strategi
adalah rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk
mencapai tujuan. Fred R. David mendefinisikan bahwa strategi merupakan
suatu seni dan ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan
organisasi mencapai tujuannya (Fred R. David, 2006:5). Menurut J David
Hunger dan Thomas L. Wheelen, strategi merupakan serangkaian
keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja perusahaan
dalam jangka panjang (J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen, 2003:4).
Sedangkan menurut J. Salusu yang mengutip dari pemahaman Mc. Nichols
bahwa strategi adalah suatu seni menggunakan kecapakan dan
sumberdaya suatu organisasi untuk mencapai sasarannya melalui
hubungan yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling
menguntungkan (Yogi, dkk, 2007:5-6).
b. Inti Strategi
Strategi baik dapat terdiri atas lebih dari sekedar inti, akan tetapi
ketiadaan inti dalam strategi akan membentuk masalah serius. Karena inti
31
akan memudahkan untuk bertindak, menjabarkan, dan mengevaluasi
strategi. Inti tidak didasarkan pada kelebihan konsep apapun atau
membicarakan perbedaan visi, misi, tujuan, strategi, sasaran, dan taktik. Inti
tidak memisahkan strategi menjadi strategi tingkat perusahaan, bisnis, dan
produk, inti strategi hanya mengandung tiga unsur, yaitu:
1) Adanya diagnosis atau identifikasi yang mendefinisikan atau
menjelaskan sifat tantangan. Diagnosis yang baik menyederhanakan
kerumitan realitas dengan mengidentifikasi yang terpenting diantara
berbagai aspek dalam situasi.
2) Adanya kebijakan penuntun untuk menghadapi tantangan yang
merupakan pendekatan menyeluruh yang dipilih untuk menanggulangi
atau mengatasi rintangan yang diidentifikasi dalam diagnosis.
3) Adanya serangkaian tindakan koheren yang dirancang untuk
melaksanakan kebijakan penuntun. Merupakan langkah-langkah
terkoordinasi satu sama lain untuk bekerja mencapai kebijakan
penuntun. (Richard P. Rumelt, 2011:85-86).
c. Level Strategi
Dalam suatu organisasi atau perusahaan terdapat 3 level strategi,
yaitu level korporasi, level unit bisnis atau lini bisnis, dan level fungsional.
1) Level Korporasi, dirumuskan oleh manajemen puncak yang mengatur
kegiatan dan operasi organisasi yang memiliki lini atau bisnis lebih dari
satu.
2) Level Unit Bisnis, lebih diarahkan pada pengelolaan kegiatan dan
operasi suatu bisnis tertentu.
32
3) Level Fungsional merupakan strategi dalam kerangka fungsi–fungsi
manajemen yang dapat mendukung strategi level unit bisnis (Fandy
Tjiptono, 2000:4).
d. Tipe-tipe Strategi
Pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 tipe
strategi yaitu:
1) Strategi Manajemen, meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh
manajemen dengan orientasi pengembangan strategi secara makro.
2) Strategi Investasi, merupakan kegiatan yang berorientasi pada
investasi.
3) Strategi Bisnis, Sering juga disebut sebagai strategi bisnis secara
fungsional karena strategi ini berorientasi pada fungsi–fungsi kegiatan
manajemen (Freddy Rangkuti, 2014:6-7).
e. Strategi Alternatif
Terdapat beberapa strategi alternatif yang dipilih untuk
pengembangan usaha dalam berbagai bentuk. Strategi alternatif tersebut
diantaranya strategi integrasi, strategi intensif, strategi diversifikasi dan
strategi defensif.
1) Strategi Integrasi Vertikal (vertical integration strategy)
Merupakan strategi alternatif untuk meningkatkan kontrol atas
distributor, pemasok perusahaan dan kontrol atas pesaing. Dengan
strategi utama meliputi strategi integrasi ke depan (forward integration
strategy), strategi integrasi ke belakang (backward integration strategy)
dan strategi integrasi horisontal (horizontal integration strategy).
33
2) Strategi Intensif (intensive strategy)
Merupakan strategi alternatif memperkenalkan produk/jasa saat ini ke
area geografis yang baru, meningkatkan penjualan melalui perbaikan
produk/jasa dan meningkatkan pangsa pasar untuk produk/jasa melalui
pemasaran yang lebih besar. Strategi utama dari strategi intensif yaitu
strategi pengembangan pasar (market development strategy), strategi
pengembangan produk (product development strategy), dan strategi
penetrasi pasar (market penetration strategy).
3) Strategi Diversifikasi (development strategy)
Merupakan strategi alternatif untuk menambahkan produk/jasa baru
yang masih berkaitan dengan produk/jasa lama, menambahkan
produk/jasa baru yang tidak berkaitan dengan produk/jasa lama, dan
menambahkan produk/jasa baru yang tidak berkaitan kepada pelanggan
saat ini. Strategi utama dari strategi diversifikasi adalah strategi
diversifikasi konsentrik (concentrik deversification strategy), strategi
diversifikasi konglomerat (conglomerate deversification strategy), dan
strategi diversifikasi horisontal (horisontal diversification strategy).
4) Strategi Bertahan (defensive strategy)
Merupakan strategi bekerja sama dengan perusahaan lain untuk
meningkatkan penjualan, mengelompokkan ulang melalui pengurangan
biaya dan aset terhadap penurunan penjualan dan laba, menjual satu
divisi atau bagian perusahaan, dan menjual seluruh aset perusahaan,
sepotong-sepotong untuk nilai riilnya. Adapun strategi utamanya yaitu
strategi usaha patungan (join venture strategy), strategi penciutan biaya
34
(retrachment strategy), strategi penciutan usaha (divestiture strategy),
dan strategi likuidasi (liquidation strategy) (Fred R. David, 2006:227).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang kepatuhan wajib pajak telah banyak dilakukan oleh
peneliti-peneliti sebelumnya. Adapun beberapa penelitian yang relevan dengan
dengan penelitian ini khususnya dalam strategi meningkatkan kepatuhan wajib
pajak adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Irmayanti Madewing (2013) dengan judul
“Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan
Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara”.
Penelitian tersebut tujuan untuk mengetahui pengaruh antara modernisasi
sistem administrasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara. Berdasarkan hasil analisisnya
disimpulkan bahwa bahwa modernisasi sistem administrasi perpajakan yang
terdiri dari restrukturisasi organisasi, penyempurnaan proses bisnis dan
teknologi informasi, penyempurnaan sumber daya manusia, dan pelaksanaan
Good Governance berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib
pajak.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Nurwahyu Fitriani Alna (2016) dengan judul
“Analisis Penagihan Aktif Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
dan Implikasinya pada Penerimaan Pajak Di KPP Pratama Makassar Selatan”.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepatuhan wajib
pajak terhadap penerimaan pajak, menganalisis pengaruh penagihan pajak
aktif sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak, dan mengetahui
pengaruh penagihan pajak aktif sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib
35
pajak dan implikasinya pada penerimaan pajak pada KPP Pratama Makassar
Selatan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa KPP Pratama Makassar
Selatan selama tahun 2011-2015 mencapai rata-rata 97,71%. Pengaruh
kepatuhan wajib pajak yang tinggi juga terlihat pada efektivitas penerimaan
pajak yang rata-ratanya mencapai di atas 100% yaitu 101,34% selama tahun
2011 sampai tahun 2015. Proses penagihan aktif dengan surat paksa dan surat
teguran mengalami peningkatan tiap tahunnya dan sudah diterapkan sesuai
prosedur yang berlaku, meskipun pemberian surat teguran dan surat paksa
mengalami peningkatan yang signifikan.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Anissa Yuniar Larasati dengan judul “Pengaruh
Penerapan Strategi Pelayanan Terhadap Pengetahuan Pajak dan
Implementasinya pada Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Kasus pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)”. Tujuan penelitiannya adalah
untuk mengetahui pengaruh strategi pelayanan terhadap pengetahuan pajak
yang dimiliki wajib pajak, untuk mengetahui strategi pelayanan terhadap
kepatuhan wajib pajak, dan untuk mengetahui pengaruh penerapan strategi
pelayanan terhadap pengetahuan pajak dan implementasinya pada kepatuhan
wajib pajak pada KPP Pratama Cibeunying Bandung. Berdasarkan hasil
analisisnya disimpulkan bahwa faktor strategi pelayanan berpengaruh positif
terhadap pengetahuan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Bandung
Cibeunying, dan semakin tinggi tingkat pengetahuan pajak yang dimiliki wajib
pajak maka dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang cukup tinggi
sebesar 70,4%.
36
C. Kerangka Pemikiran
Pajak merupakan sumber pendapatan negara tertinggi dibandingkan
dengan sumber pendapatan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan kepatuhan wajib
pajak yang didorong oleh penegakkan peraturan (the power of tax authorities) dan
kepatuhan atas dorongan dari dalam diri wajib pajak (tax morale) yang disebabkan
oleh kepercayaan terhadap otoritas pajak/pemerintah (trust to tax authorities).
Kedua hal tersebut adalah faktor eksternal dan internal yang dapat disinergikan
sebagaimana model kepatuhan pajak slippery slope framework yang telah
diuraikan sebelumnya. Untuk mensinergikan faktor eksternal dan internal perlu
adanya strategi yang memfokuskan sumber daya, energi, dan perhatian pada
sasaran yang paling menguntungkan yaitu menigkatkan kepatuhan wajib pajak.
Dalam strategi perlu dilakukan identifikasi untuk menemukan masalah-
masalah mendasar dan pendekatan menyeluruh sabagai kebijakan penuntun untuk
mengatasi masalah tersebut, serta adanya tindakan yang saling berhubungan dan
menguntungkan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Untuk mendeskripsikan
strategi tersebut, penelitian ini menggunakan teori strategi Richard P. Rumelt
dengan pendekatan tiga unsur inti strategi yaitu pertama adanya
diagnosis/identifikasi masalah (diagnosis), kedua kebijakan penuntun (guiding
policy) yaitu tax enforcement dan tax morale dan ketiga tindakan koheren (set of
coherent actions). Diagnosis/identifikasi masalah dalam hal ini adalah
ketidakpatuhan pajak dan kebijakan penuntun sebagai pendekatan menyeluruh
untuk menyelesaikan hasil identifikasi masalah. Pendekatan tersebut merupakan
penegakan hukum pajak dan moral wajib pajak. Kepatuhan pajak dengan dasar
penegakan hukum pajak dan nilai moral wajib pajak atau kepercayaan wajib pajak
kepada pemerintah/otoritas pajak merupakan bentuk kepatuhan pajak model
37
slippery slope framework yang diperkenalkan oleh Erich Kirchler, Erik Hoelzl, dan
Ingrid Wahl.
Dari masalah dan kebijakan penuntun tersebut maka dapat dilakukan
tindakan yang saling berhubungan (tindakan koheren). Tindakan koheren dalam
tax enforcement yaitu:
a. Pemeriksaan pajak (tax audit), dapat dilakukan dengan peningkatan risiko
pemeriksaan atau sanksi perpajakan.
b. Penyidikan pajak (tax investigation), dilakukan dengan mengumpulkan
bukti-bukti dugaan tindak pidana di bidang perpajakan dapat berupa
kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
c. Penagihan pajak (tax collection), penagihan aktif pajak termasuk pemberian
surat teguran kepada wajib pajak.
Sedangkan tindakan koheren dalam membangun nilai moral wajib pajak yaitu:
a. Mengembangkan sikap empati atau turut merasakan kepada wajib pajak
dan masyarakat pada umumnya.
b. Menumbuhkan nurani (teguran dalam diri wajib pajak ketika melakukan
pelanggaran atau penghindaran pajak), yakni dengan membangun moral
wajib pajak, memberikan ajaran kebaikan untuk memperkuat hati nurani,
dan membantu wajib untuk membedakan mana yang benar dan mana yang
salah dalam perspektif kepatuhan pajak.
c. Mengembangkan keadilan, yakni dengan mengembangkan sikap terbuka
dan berperilaku secara seimbang, tanpa membeda-bedakan sesuatu.
Mengembangkan keadilan merupakan upaya menciptakan kepercayaan
yang mendalam kepada pemerintah/otoritas pajak.
38
Gambaran yang lebih jelas tentang kerangka pemikiran penelitian ini akan
disajikan pada bagan berikut ini:
Gambar 2 : Kerangka Pemikiran
: Area inti strategi meningkatkan kepatuhan pajak
: Kepatuhan pajak dengan dasar moral dan penegakan hukum pajak
: Alur peningkatan kepatuhan pajak oleh KPP/otoritas pajak
Keterangan
Tax Morale Tax Enforcement
KPP Pratama Makassar Utara
Tingkat Kepatuhan Pajak Yang Tinggi
(Maksimum)
Edukasi, Membangun Kepercayaan, Motivasi, Nilai Sosial, dll serta Meningkatkan risiko pemeriksaan
dan sanksi perpajakan
Identifikasi Masalah
Kebijakan Penuntun
Tindakan Koheren
SSF
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penilitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus
(case study). Penelitian kualitatif adalah suatu proses penyelidikan untuk
memahami masalah sosial berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik
lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara
terperinci, dan disusun dalam sebuah latar alamiah (John Creswell dalam Ulber
Silalahi, 2012:77). Sementara metode studi kasus adalah sebuah eksplorasi
mendalam mengenai sebuah sistem yang terikat. Bisa juga aktivitas, kejadian,
proses ataupun individu, berdasarkan pengumpulan data yang ekstensif (Creswell,
1997 dalam Rully I. dan R. Poppy Y. 2014:72).
B. Tempat Penelitian
Penelitian tentang Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak ini
dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara dan kegiatan
penelitian dimulai sejak disahkannya proposal penelitian serta surat izin penelitian.
C. Objek dan Subjek Penelitian
1. Objek Penelitian
Menurut Sugiyono (2013:20) objek penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Definisi senada yang tuliskan oleh Suharsimi Arikunto
(2010:118) bahwa objek penelitian adalah variabel penelitian, yaitu sesuatu
yang merupakan inti dari problematika penelitian. Berdasarkan definisi tersebut
dapat dipahami bahwa objek penelitian merupakan sasaran penelitian yang
40
melekat pada subjek penelitian. Dengan demikian objek penelitan dalam
penelitian ini adalah Strategi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara
dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
2. Subjek Penelitian
Sesuatu yang dituju untuk diteliti oleh peneliti dan sesuatu yang di
dalamnya melekat atau terkandung objek penelitian merupakan subjek
penelitian. Suharsimi Arikunto (2010:118) mendefinisikan bahwa subjek
penelitian adalah tempat di mana data untuk variabel penelitian diperoleh.
Definisi tersebut dapat dipahami bahwa subjek adalah sesuatu, baik orang,
benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat atau keadaannya akan diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian terhadap strategi Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Makassar Utara, sehingga subjeknya merupakan lembaga atau
organisasi. Oleh karena itu, membutuhkan narasumber (informan) yang paling
banyak tahu sesuatu informasi (data) mengenai hal yang diteliti yang dapat
Peneliti pilih secara kolektif (satu kesatuan). Agar tujuan dan sasaran penelitian
ini dapat tercapai, maka diperlukan narasumber yang memenuhi parameter
yang dapat mengungkap hal-hal atau informasi yang dibutuhkan. Adapun
parameter terhadap narasumber penelitian ini ditentukan sebagai berikut:
1. Mengetahui potensi perpajakan, informasi perpajakan, sistem pelayanan
serta pengelolaan kinerja organisasi.
2. Mengetahui urusan penatausahaan piutang pajak, penundaan dan
angsuran tunggakan pajak serta penagihan aktif.
3. Mengetahui dan dapat melakukan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan, penyaluran
surat perintah pemeriksaan pajak, dan administrasi pemeriksaan
41
perpajakan lainnya, serta pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas
pemeriksa pajak yang ditunjuk kepala kantor.
4. Mengetahui data potensi perpajakan, objek dan subjek pajak, dapat
melakukan bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak baru, serta penyuluhan
perpajakan.
Berdasarkan parameter tersebut diatas, maka dapat ditetapkan
informan atau narasumber sebagai berikut:
1. Kepala Seksi Pengolahan Data dan Informasi sebagai narasumber yang
mengetahui potensi perpajakan, informasi perpajakan, sistem pelayanan
serta pengelolaan kinerja organisasi.
2. Kepala Seksi Penagihan sebagai narasumber yang mengetahui urusan
penatausahaan piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak
serta penagihan aktif.
3. Kepala Seksi Pemeriksaan sebagai narasumber yang mengetahui dan
dapat melakukan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan
pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan, penyaluran surat perintah
pemeriksaan pajak, dan administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya, serta
pelaksanaan pemeriksaan oleh petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk
kepala kantor.
4. Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan sebagai narasumber yang
mengetahui data potensi perpajakan, objek dan subjek pajak, dapat
melakukan bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak baru, serta penyuluhan
perpajakan.
42
D. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data atau tipe data dalam penelitian terdiri atas data kuantitatif
dan kualitatif. Data kuantitatif merupakan data dalam bentuk angka (numerikal)
berupa data skala interval dan rasio yang diperoleh dari hasil pengukuran
variabel kuantitatif. Sedangkan data kualitatif merupakan data dalam bentuk
bukan angka (kategorikal) berupa data nominal dan ordinal yang diperoleh dari
hasil pengukuran variabel nominal dan ordinal (Ulber Silalahi, 2012:282-285).
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data
kualitatif berupa gambaran tentang objek dan subjek penelitian, serangkaian
data hasil observasi dan wawancara serta jenis data kualitaif lainnya.
2. Sumber Data
Data suatu penelitian dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber
data dalam penelitian adalah subyek dari mana data dapat diperoleh
(Suharsimi Arikunto, 2010:129). Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan
dua sumber data, yaitu:
a. Data Primer (primary data)
Data primer adalah suatu objek atau dokumen original berupa material
mentah dari pelaku yang disebut first-hand information, dikumpulkan dari
situasi aktual ketika peristiwa terjadi (Uma Sekaran, 1992 dalam Ulber
Silalahi, 2012:289). Adapun data primer pada penelitian ini adalah data
hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan.
b. Data Sekunder (secondary data)
Data sekunder diperoleh bukan dari sumber pertama sebagai sarana untuk
memperoleh informasi untuk menjawab masalah yang diteliti (Jonathan
43
Sarwono, 2006:17). Adapaun data sekunder yang dibutuhkan meliputi data
data tentang wajib pajak dan bahan-bahan sekunder berupa arsip, laporan-
laporan, informasi yang dipublikasikan atau tidak dipublikasikan serta data
lainnya yang dapat menunjang tercapainya tujuan penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data
atau keterangan lisan dari seseoraang yang disebut responden atau
narasumber melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisasi (Ulber
Silalahi, 2012:312). Wawancara dapat digunakan untuk menggali lebih dalam
data yang diperoleh dari observasi. Secara garis besar, wawancara dapat
dibedakan atas wawancara terstruktur (structured interview) dan wawancara
tidak terstruktur (unstructured interview) (Ulber Silalahi, 2012:313).
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode wawancara tidak terstruktur atau wawancara mendalam (in-depth
interview). Wawancara mendalam merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan mengajukan pertanyaan
kepada narasumber (informan atau informan kunci) untuk mendapatkan
informasi yang mendalam (Rully Indrawan dan R. Poppy Y., 2014:136).
2. Studi Pustaka
Tinjauan pustaka yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mempelajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah, jurnal, hasil
penelitian dan media lainnya yang berkaitan dengan obyek penelitian.
44
3. Dokumentasi
Dokumentasi dalam pengumpulan data dimaksudkan sebagai cara
mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat bagian-bagian yang
dianggap penting yang terdapat baik di lokasi penelitian maupun di instansi
yang ada hubungannya dengan lokasi penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
diceriterakan kepada orang lain (Lexy J. Moleong, 2007:248).
Dalam rangka menjawab permasalahan penelitian, maka Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif yaitu suatu analisis yang berusaha
mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan, dan makna dari data yang
dinyatakan dalam bentuk pernyataan-pernyataan, tafsiran-tafsiran setelah
melakukan observasi dan menggali data dari beberapa orang narasumber/informan
kunci. Menurut Miles dan Huberman kegiatan analisis terdiri dari tiga unsur yang
terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi (Miles dan Huberman, 1992, dalam Ulber Silalahi, 2012:339-
341).
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabsraksian, dan tranformasi kata kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
2. Penyajian Data
45
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data kualitatif dapat dirancang dalam berbagai jenis matriks,
jaringan, bagan dan lain-lain. Dikelompokkan dalam bentuk segmen tertentu
(display data) dan kemudian disajikan dalam bentuk konten analisis dengan
penjelasan-penjelasan. Data tersebut kemudian divalidasi untuk menentukan
tingkat akurasi dan kredibilitas data melalui strategi triangulasi.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan tahap akhir dari analisis
penelitian. Merupakan hasil olahan data, proses reduksi data dan penyajian
dalam bentuk konten analisis dengan penjelasan-penjelasan. Menjelaskan dan
terfokus pada representasi tehadap fenomena yang hadir dalam penelitian.
G. Batasan Penelitian
Adapun batasan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan strategi
Kantor Pelayanan Pajak Patama Makassar Utara dalam upaya meningkatkan
kepatuhan wajib pajak. Strategi dengan inti yang mengandung tiga unsur yaitu
identifikasi, kebijakan penuntun dan tindakan koheren untuk menciptakan
kepatuhan wajib pajak.
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah KPP Pratama Makassar Utara
KPP Pratama Makassar Utara merupakan salah satu KPP Pratama
yang berada dibawah koordinasi Kantor Wilayah DJP Sulawesi Selatan, Barat
dan Tenggara. Wilayah kerjanya tersebar di enam kecamatan yang mencakup
63 kelurahan di kota Makassar. Jumlah Wajib Pajak terdaftar saat ini mencapai
152 ribu Wajib Pajak. Sektor perekonomian yang dominan adalah perdagangan
dan industri mengingat di Makassar terdapat pelabuhan dan kawasan industri.
KPP Pratama Makassar Utara melewati sejarah perjalanan yang
panjang seiring dengan transformasi kelembagaan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak. Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
94/KMK.01/1994, di Makassar hanya terdapat satu kantor pajak di kota
Makassar yaitu Kantor Pelayanan Pajak Ujung Pandang yang berada di bawah
Kantor Wilayah XII Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Karena laju
perekonomian Kota Makassar yang sangat tinggi, maka pada tahun 2001 KPP
Ujung Pandang dipecah menjadi KPP Makassar Utara dan KPP Makassar
Selatan melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 443/ KMK.01/2001.
KPP Makassar Utara ini yang kemudian bertransformasi menjadi KPP
Pratama Makassar Utara sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-67/ PMK.01/2008 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Pajak. Perubahan ini merupakan bagian dari
47
reformasi dan modernisasi perpajakan yang dicanangkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak.
Semangat reformasi dan modernisasi ini yang kemudian membawa
KPP Pratama Makassar Utara senantiasa memberikan kontribusi positif bagi
penerimaan negara serta terus meningkatkan kualitas layanan yang diberikan
kepada wajib pajak. Semangat ini juga yang membawa KPP Pratama Makassar
Utara mampu meraih berbagai prestasi termasuk menjadi Kantor Pelayanan
Pajak Percontohan di lingkungan Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat dan
Tenggara.
2. Tugas dan Fungsi KPP Pratama Makassar Utara
Sesuai dengan PMK-206.02/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, KPP Pratama bertugas
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang
Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam
wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas, KPP Pratama menyelenggarakan fungsi:
a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek
pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;
b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;
c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;
d. Penyuluhan perpajakan;
e. Pelayanan perpajakan;
48
f. Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak;
g. Pelaksanaan ekstensifikasi;
h. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
i. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;
j. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
k. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;
l. Pembetulan ketetapan pajak;
m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; dan
n. Pelaksanaan administrasi kantor.
3. Struktur Organisasi KPP Pratama Makassar Utara
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara
secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Kelompok Jabatan Fungsional
Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
Seksi Penagihan
Sub bagian Umum dan Kepatuhan Internal
Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
Seksi Pelayanan
Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Seksi Pemeriksaan
Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan
Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
Kepala Kantor
Gambar 3 : Struktur Organisasi KPP Pratama Makassar Utara
49
Masing-masing bidang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang
melekat sesuai dengan ruang lingkup pekerjaannya agar tujuan dan sasaran
dapat tercapai melalui efisiensi dan efektivitas kerja. Sesuai dengan PMK-
206.02/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal
Direktorat Jenderal Pajak, tugas dari masing-masing bidang tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
a. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan
sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Terdiri dari sejumlah jabatan fungsional yang terbagi
dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya dan jumlah
jabatan fungsional tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban
kerja.
b. Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal mempunyai tugas melakukan
urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga, dan
pengelolaan kinerja pegawai, pemantauan pengendalian intern,
pemantauan pengelolaan risiko, pemantauan kepatuhan terhadap kode etik
dan disiplin, dan tindak lanjut hasil pengawasan, serta penyusunan
rekomendasi perbaikan proses bisnis.
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai tugas melakukan
pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen
perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian
Pajak Bumi dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer,
pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing, pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG,
serta pengelolaan kinerja organisasi.
50
d. Seksi Pelayanan mempunyai tugas melakukan penetapan dan penerbitan
produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas
perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta
penerimaan surat lainnya, serta pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak.
e. Seksi Penagihan mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan
piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak, penagihan aktif,
usulan penghapusan piutang pajak, serta penyimpanan dokumen-dokumen
penagihan.
f. Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan,
penyaluran surat perintah pemeriksaan pajak, dan administrasi
pemeriksaan perpajakan lainnya, serta pelaksanaan pemeriksaan oleh
petugas pemeriksa pajak yang ditunjuk kepala kantor.
g. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mempunyai tugas melakukan
pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak,
pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi, bimbingan dan pengawasan Wajib Pajak baru,
serta penyuluhan perpajakan.
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I mempunyai tugas melakukan proses
penyelesaian permohonan Wajib Pajak, usulan pembetulan ketetapan
pajak, bimbingan dan konsultasi teknis perpajakan kepada Wajib Pajak,
serta usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan.
i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II, Seksi Pengawasan dan Konsultasi III,
serta Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV, masing- masing mempunyai
tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib
51
Pajak, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak,
rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan
himbauan kepada Wajib Pajak.
4. Wilayah Kerja
Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara
mencakup 6 wilayah administrasi kecamatan, yaitu:
1) Kecamatan Biringkanaya
Kecamatan Biringkanaya adalah kecamatan terluas di wilayah kerja KPP
Pratama Makassar Utara. Kecamatan Biringkanaya memiliki luas 48,22
kilometer persegi yang terdiri atas tujuh kelurahan. Menurut data BPS,
jumlah kepala keluarga di kelurahan ini sebanyak 44.720 rumah tangga
yang terdiri atas 190.829 penduduk. Di kecamatan bisa dijumpai fasilitas
publik seperti Puskesmas di setiap kelurahan, Rumah Sakit Umum Daerah
Daya, Terminal Regional Daya dan Pusat Niaga Daya. Kecamatan ini
tumbuh sebagai daerah pemukiman, perdagangan dan industri. Oleh sebab
itu potensi pajak wilayah ini banyak dijumpai dari sektor perdagangan,
industri dan juga konstruksi.
2) Kecamatan Tamalanrea
Kecamatan Tamalanrea termasuk wilayah yang perkembangannya sangat
signifikan di Kota Makassar. Dengan luas wilayah 31,86 kilometer persegi
yang mencakup 6 kelurahan, Kecamatan Tamalanrea tumbuh sebagai
daerah pemukiman, pendidikan, kesehatan dan industri. Jumlah
penduduknya mencapai 105.234 jiwa. Di kecamatan ini bisa kita temukan
fasilitas publik seperti Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, kampus
Universitas Hasanuddin, pusat perbelanjaan Makassar Town Square serta
52
banyak daerah pemukiman. Oleh karena itu potensi pajak dari daerah ini
berasal dari sektor bendahara dan konstruksi.
3) Kecamatan Tallo
Kecamatan Tallo merupakan salah satu kecamatan yang terletak di daerah
utara kota Makassar. Di kecamatan ini terdapat lima belas kelurahan
dengan jumlah penduduk 142.952 jiwa dengan corak perekonomian wilayah
ini adalah perdagangan. Selain itu terdapat pula sektor pariwisata dan
perikanan.
4) Kecamatan Ujung Tanah
Kecamatan Ujung Tanah juga termasuk kecamatan yang berlokasi di utara
kota Makassar. Kecamatan ini adalah wilayah dengan nuansa maritim
dengan jumlah penduduknya lebih dari 47 ribu jiwa. Corak
perekonomiannya meliputi perdagangan terutama hasil perikanan laut.
5) Kecamatan Bontoala
Kecamatan Bontoala adalah satu-satunya kecamatan di wilayah kerja KPP
Pratama Makassar Utara yang tidak berbatasan dengan laut. Di kecamatan
ini terdapat dua belas kelurahan dengan jumlah penduduk 55.937 jiwa.
Luas wilayahnya hanya 2,1 kilometer persegi. Meski tidak luas, Kecamatan
Bontola merupakan salah satu pusat denyut nadi perekonomian Kota
Makassar. Di daerah ini bisa kita temukan pusat-pusat perdagangan dan
jasa dan potensi pajaknya terutama berasal dari perdagangan dan jasa.
6) Kecamatan Wajo
Kecamatan Wajo termasuk kecamatan dengan nuansa maritim. Luas
wilayahnya 1,99 kilometer persegi dengan jumlah penduduk mencapai
31.947 jiwa. Di daerah ini kita bisa temukan Pelabuhan Makassar, pusat
53
perdagangan MTC Karebosi, Pasar Sentral dan Pasar Butung. Mengikuti
corak perekonomiannya, potensi pajak dari kecamtan ini juga berasal dari
sektor perdagangan.
B. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, kajian teori dan dan metode
penelitian yang telah diuraikan, maka pada subbab ini Penulis menyajikan hasil
penelitian dan pembahasan yaitu observasi dan wawancara langsung dengan
narasumber/informan yang telah dipilih. Dari data observasi dan wawancara
langsung tentang strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang diperoleh,
kemudian dilakukan reduksi data sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabsraksian, dan tranformasi kata kasar dari hasil
wawancara.
Selanjutnya disajikan dalam konten analisis deskriptif berupa gambaran
strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Makassar Urara.
Divalidasi untuk menentukan tingkat akurasi dan kredibilitas data melalui strategi
triangulasi untuk menjawab pertanyaan penelitian ini yaitu, “Bagaimana strategi
meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Makassar Utara?”. Adapun hasil penelitian dan pembahasan diuraikan sebagai
berikut:
1. Strategi Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak
Berdasarkan visi menjadi model layanan publik terbaik di kota makassar
dan misi memberi layanan prima, mengawasi kepatuhan wajib pajak dan
mengamankan penerimaan negara. Tersirat upaya meningkatkan kepatuhan
wajib pajak baik melalui layanan prima, pengawasan maupun pengamanan
penerimaan negara yang dapat dilakukan dengan penegakan hukum dan
54
upaya lainnya. Kepatuhan wajib pajak merupakan kunci utama dalam
menigkatkan penerimaan negara. Oleh karena itu, dibutuhkan strategi yang
tepat untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak agar target penerimaan dapat
tercapai dengan baik. Terdapat tiga langkah atau inti dalam strategi yaitu
identifikasi masalah, penggunaan pendekatan dalam menyelesaikan masalah
dan tindakan koheren atau saling berhubungan satu sama lain.
a. Identifikasi Masalah
Dalam strategi tidak terlepas dari keadaan internal dan eksternal
suatu organisasi. Keadaan internal dan eksternal berupa kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan. Tentunnya KPP Pratama Makassar
Utara dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak perlu
mengidentifikasi masalah-masalah atau keadaan baik secara internal
maupun eksternal.
1) Internal
Kebijakan perpajakan nasional telah mengalami tahap-tahap
reformasi. Tahap reformasi tersebut telah melahirkan banyak undang-
undang perpajakan yang dapat menjamin tugas, fungsi dan wewenang
otoritas pajak serta meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Reformasi
tersebut mewujudkan modernisasi perpajakan yang mencakup
kebijakan perpajakan, administrasi perpajakan dan peraturan
perpajakan. Sehingga secara regulasi otoritas pajak memiliki kekuatan
yaitu jaminan perlindungan dari undang-undang dalam menjalankan
tugas, fungsi dan wewenangnya.
Meski demikian, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar
Utara tetap memiliki masalah internal yaitu terbatasnya sumber daya
55
manusia. Sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Seksi Ekstensifikasi
dan Penyuluhan KPP Pratama Makassar Utara:
“Wilayah kerja kita kan sangat luas, sementara sumber daya kurang. contoh saja, saya disini harus mengawasi wajib pajak 60.000, sementara petugas saya enam orang. itu nyaris satu 1/10.000 orang.” Secara tersirat juga diungkapkan oleh Kepala Seksi Penagihan:
“Kau liatji (kamu lihat) statistik, berapa jumlah wajib pajak, berapa jumlah petugas pajak, berapa pemeriksaan. Ini saya bocorkan-ko data disini, target pemeriksaan disini hanya kurang lebih 60 Milyar, total pendapatannya ini KPP berapa? 1,1 Trilliun berapa persen itu? tidak signifikan toh? 60 Milyar atau anggap saja nilai X, karena tidak semua WP langsung bayar toh, hanya berapa persennya saja yang masuk kepenagihan, misalnya X% ini-mi yang kami tagih.” Selain itu, untuk mencapai target penerimaan dan memberikan
pelayanan semaksimal mungkin kepada wajib pajak. KPP Pratama
Makassar Utara memberdayakan potensi yang dimiliki sesuai dengan
kebijakan yang telah ditetapkan. Kepala Seksi Pengolahan Data dan
Informasi mengungkapkan bahwa:
“Kalau waktu-waktu seperti ini kan biasanya pegawai kami sudah mulai melakukan pengalihan potensi. Jadi disamping memberikan pelayanan dalam hubungannya penyampaian informasi atau pelayanan yang lain, kita kan juga diberikan juga tanggung jawab mencapai target penerimaan. Justru itu yang paling pokok.” Sistem pemungutan pajak juga membantu otoritas pajak atas
keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Kepala Seksi Pengolahan Data
dan Informasi menambahkan bahwa:
“Di Negara kita kan menganut self assesment system, semua wajib pajak yang diharapkan aktif mulai dari melakukan pendaftaran, pembayaran, sampai pelaporan. Jadi kerena self assesment system, kami tidak secara aktif mencari WP, meminta data, mengumpulkan dan sebagainya. justru wajib pajak yang diharapkan lebih aktif untuk menyampaikan atau melaporkan apa-apa yang menjadi kewajiban perpajakannya.”
56
Dari hasil wawancara tentang masalah internal tersebut.
Diketahui bahwa keterbatasan sumber daya manusia memang
merupakan masalah internal. Akan tetapi tidak berpengaruh untuk
seluruh tugas dan tanggung jawab KPP Pratama Makassar Utara.
Efektifnya sistem pemungutan pajak yaitu self assessment system
sebagai sebagai wujud modernisasi perpajakan yang diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2009. Sistem tersebut memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan
melaporkan pajaknya sendiri. Sistem tersebut di imbangi dengan
pemanfaatan teknologi oleh otoritas pajak untuk memudahkan wajib
pajak memenuhi kewajibannya.
2) Eksternal
Keadaan eksternal adalah wajib pajak dan segala faktor yang
mempengaruhinya. Keadaan eksternal dapat menjadi tantangan atau
hambatan bagi otoritas pajak. Karena keadaan eksternal dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu tingkat pengetahuan wajib pajak,
rendahnya kepercayaan, pikiran negatif tentang pajak, lingkungan dan
faktor-faktor lainnya.
Kepala Seksi Ekstensifikasi dan penyuluhan mengatakan
bahwa:
“Kalau hambatan, ya memang ada. Cuma kan kadang-kadang sulit untuk di identifikasi. Karena masing masing daerah beda karakter. Tidak dapat didefiniskan secara general. Tapi secara
57
umum, ya faktor kesadaran aja. Itu dilihat dari tax rasio kita. Jadi yang kedua masyarakat kita memandang bahwa, bayar pajak itu tidak ada timbal baliknya, tidak ada kontra prestasi.” Ungkapan senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi
Pengolahan Data dan Informasi bahwa:
“Kalau bicara pajak, orang kadang-kadang pikirannya kemana-mana gitu, untung kalau dengar kata pajak dan pikirannya positif, bahwa pajak itu untuk pembangunan. Tapi kadang orang-orang menghubungkan dengan hal-hal negatifnya pajak, ada yang menghubungkan dengan betapa repotnya mengurus pajak.” Tingkat pengetahuan wajib pajak memang sangat berpengaruh
terhadap kepatuhan untuk membayar pajak. Kepala Seksi Ekstensifikasi
dan Penguluhan mengungkapkan bahwa:
“Di masyarakat yang disebut pajak itu PBB, retribusi di pasar, retribusi di apa namanya, bahan galian.” Dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa rendahnya
tingkat pengetahuan wajib pajak merupakan masalah eksternal yang
dihadapi otoritas pajak. Tingkat pengetahuan wajib pajak secara positif
dapat meningkatkan kesadaran (tax morale) dan mengubah paradigma
negatif tentang pajak. Karena pengetahuan seseorang tentang suatu
objek mengandung dua aspek, yaitu aspek positif dan negatif. Kedua
aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang semakin banyak
aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap
makin positif terhadap objek tertentu (Wawan & Dewi, 2010:12).
b. Kebijakan Penuntun
Dalam hal ini pendekatan menyeluruh yang digunakan untuk
menghadapi tantangan atau masalah yang dihadapi oleh otoritas pajak.
Secara umum kebijakan tersebut merupakan langkah-langkah otoritas pajak
58
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, yaitu tax morale dan Tax
Enforcement.
1) Tax Morale
Tax morale meruapakan motivasi intrinsik untuk membayar
pajak atau kadar moral seseorang (nilai-nilai sosial yang diyakini) dalam
konteks cara pandang terhadap kepatuhan pajak. Wajib pajak dapat
memandang pajak sebagai hal yang positif jika didasari dengan
pengetahuan yang cukup. Oleh karena itu, upaya meningkatkan
kepatuhan wajib pajak di utamakan peningkatan pengetahuan tentang
pentingnya pajak itu sendiri dibandingkan dengan pengetahuan tentang
sanksi perpajakan.
Kepala Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan mengatakan
bahwa:
“Tugas utama kita adalah mengedukasi masyarakat tentang perpajakan. Kita kasi penyuluhan bahwa masyarakat yang memiliki penghasilan diatas PTKP agar mendaftarkan diri untuk mendapatkan nomor pokok pajak. Penyuluhan kita lakukan dengan bertatap muka langsung, kita panggil, bisa juga dalam bentuk konseling, kalau konseling itu bentuk personal kita panggil, kita juga biasa melalui radio. Artinya kita memperkenalkan pajak ke masyarakat.” Dalam hal membangun kepercayaan atau moral wajib pajak
terhadap realisasi penggunaan anggaran pajak. Kepala Seksi
Ekstensifikasi dan Penyuluhan melanjutkan bahwa:
“Kita masukkan ke materi penyuluhan, bahwa penggunaan pajak itu kemana-kemana saja.” Wawancara tersebut diketahui bahwa untuk membangun moral
wajib pajak, langkah utama yang dilakukan adalah dengan
mengedukasi. Edukasi yang dilakukan dengan berbagai bentuk. Bahkan
59
edukasi tentang risiko-risiko ketika dilakukannya penegakan hukum.
Perlu pula dipahami bahwa Tax morale tidak hanya sebatas apa yang
diketahui wajib pajak tentang nilai-nilai pajak maupun aspek hukum
perpajakan.
Tax morale lebih dari sekedar pengetahuan, tax morale
mencakup tentang kepercayaan, motivasi, nilai sosial, dan norma sosial
serta psikologis wajib pajak. Hal-hal tersebut tidak semua dapat
dibangun melalui edukasi. Akan tetapi dibutuhkan bukti yang dapat
dijadikan dasar bagi wajib pajak untuk percaya. Dibutuhkan transparansi
dan pemerintahan bebas korupsi untuk membangun motivasi, nilai dan
norma sosial wajib pajak.
2) Tax Enforcement
Konsekuensi dari kewajiban perpajakan adalah penegakan
hukum. Karena pajak adalah kontribusi wajib yang dapat dipaksakan
berdasarkan undang-undang. Penegakan hukum dilakukan setelah
adanya dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh wajib pajak.
Pendekatan penegakan hukum dalam upaya meningkatkan kepatuhan
wajib pajak merupakan jalan terakhir yang dapat dilakukan oleh otoritas
pajak.
Sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Seksi Ekstensifiksi dan
Penyuluhan bahwa:
“Itu jalan terakhir kita, kita sudah edukasi tetapi gagal, diberi himbauan masih gagal, tepaksa kita lakukan upaya terakhir penegakan hukum. cuma memang ada wajib pajak bermasa bodoh atau memanfaatkan kelemahan otoritas pajak. Sanksi itu diterapkan untuk menigkatkan kesadaran wajib pajak supaya masyarakat itu sadar dan peduli pajak. Karena kalau tidak ada sanksi kan masyarakat kita kan ogah-ogahan.”
60
Disni dapat dipahami bahwa penegakan hukum dalam tingkat
tertentu masih dapat menciptakan kesadaran dan efek jera bagi wajib
pajak. Akan tetapi, pada tingkat yang lebih tinggi, misalnya penagihan
aktif, pemblokiran rekening, hingga pidana kurungan sudah merupakan
titik akhir bagi wajib pajak. Kepala Seksi Penagihan mengungkapkan
bahwa:
“Kalau dipenagihan, tidak ada-mi. Apa barang yang ada di WP dengan cara apapun kami cairkan, mutlak. Dalam prosesnya itukan kita ada paksa, sita ini ada macam-macam ada blok rekening, cegah keluar negeri, sandra/penjara. Bisa dibilang juga pada banyak kasus tidak berulang. karena apa? tidak ada-mi itu orang, dibubarkan-mi usahanya, kalau sudah masuk disini itu kita tagih, kita pergi ke usahanya, kosong-mi, nda adami (sudah tidak ada). Tidak adami perusahannya, jadi orangnya mami kita kejar, yang namanya penanggung pajak. Dia yang bertanggung jawab atas pajaknya, itu yang kita kejar.” Kepala Seksi Pemeriksaan juga secara tersirat menambahkan
tentang penegakan hukum kepada wajib pajak. Sebagaimana
diungkapkan bahwa:
“Jadi ceritanya jika tidak bisa ditangani seksi lain (pemberi himbauan) saya yang proses. saya disini prosesku administrasi, saya teruskan ke fungsional. Fungsional itu kan ada TPP (Tim Pemeriksa Pajak) namanya. Ada tim fungsional dan penyidik. disitu penanganannya tergantung berat ringannya kasus. Disitu juga di WasKon 2, 3, dan 4 punya juga wewenang untuk memeriksa. Tentunya muaranya untuk meningkatkan kepatuhan. tapi kalu dikita disini di Seksi Pemeriksaan yang dia (WasKon) perkirakan ini barang/kasus besar nanti pasal yang kena, kasarnya begitu. Dikirim ke saya, saya proses, saya bikin analisis risiko, saya wasit-ka ceritanya disini.” Berdasarkan hasil wawancara yang telah diungkapkan tersebut.
Dapat diketahui bahwa risiko penegakan hukum masih dapat
menciptakan kesadaran dan kepatuhan kepada wajib pajak. Penegakan
hukum yang lebih berat juga dapat menjadi contoh yang buruk kepada
wajib pajak lainnya. Sehingga wajib pajak dapat menyadari bahwa
61
penegakan hukum dapat berisiko tinggi, bahkan dapat mengakhiri
segala bentuk usaha yang dilakukan. Meskipun demikian, penegakan
hukum juga dilakukan secara bertahap pada berbagai tingkatan kasus.
Maksud dan tujuan proses tersebut adalah untuk tetap memberikan
ruang kepada wajib pajak untuk menyelesaikan tunggakan pajaknya.
Juga sebagai bentuk edukasi kepada wajib pajak.
c. Tindakan Koheren
Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang dilakukan
dengan cara membangun moral wajib pajak dan penegakan hukum
merupakan tindakan yang saling berhubungan satu sama lain dan saling
mendukung. Tindakan tersebut bertujuan untuk menciptakan kesadaran
dan kepatuhan wajib pajak. Kepala Seksi Pemeriksaan mengatakan bahwa:
“Risiko pemeriksaan itu harapan kita secara umum disekeliling wajib pajak yang pernah diperiksa ikut patuh. Tapi kan ada memang wajib pajak yang terlanjur bandel. istilahnya basah ya basah sudah begitu.” Begitupun dalam hal penyampaian informasi kepada wajib pajak.
Penjelasan senada juga disampaikan oleh Kepala Seksi Pengolahan Data
dan Informasi bahwa:
“Kita adalah unit organisasi yang berjenjang. mulai dari Pusat, Kanwil, dan KPP. Setiap unit kerja muai dari atas itu mereka memiliki unit kerja yang bertugas untuk menyampaikan informasi kepada wajib pajak melalui berbagai media. Kalau di kami itu biasanya sudah ikut terbantu dari penyampain informasi dari pusat maupun kanwil. Kecuali untuk hal-hal tertentu yang lebih teknis atau lebih mendalam kita biasanya tambahkan informasi lewat surat kabar, lewat radio, melalui pamflet, spanduk, bisa juga dalam media sosialisasi misalnya ada program tertentu dalam perpajakan, kita menyampikan kepada wajib pajak, kita undang untuk datang kesini dan kita berikan informasi.” Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa
edukasi sebagai salah satu pembentukan moral wajib pajak maupun
62
penegakan hukum serta kebijakan lainnya merupakan tindakan yang saling
berhubungan. Edukasi dilakukan agar wajib pajak memahami hak dan
kewajibannya serta sadar tentang pentingnya pajak. Penegakan hukum
sebagai bentuk pemeberian sanksi dan memberikan efek jera kepada wajib
pajak yang juga dapat mempengaruhi wajib pajak lain. Adanya kebijakan
pengampunan pajak dapat meringankan beban pajak terutang kepada wajib
pajak dan juga dapat membantu otoritas pajak dalam pengebangan basis
data.
Akan tetapi, pembangunan moral wajib pajak secara luas belum
dapat dilaksanakan sepenuhnya. Masih sebatas edukasi, sementara
pembangunan moral wajib pajak lebih dari sekedar pengetahuan. Karena
moral pajak mencakup kepercayaan, motivasi, nilai sosial dan norma sosial
serta psikologis wajib pajak. Maraknya korupsi, tidak adanya transparansi
alokasi dan penggunaan anggaran pajak, serta penggunaan anggaran yang
tidak tepat sasaran tentu dapat mencederai cakupan luas dari moral wajib
pajak.
2. Kepatuhan Wajib Pajak
Untuk menilai hasil dari strategi meningkatkan kepatuhan wajib pajak
yang dilakukan oleh KPP Pratama Makassar Utara berdasarkan hasil penelitian
dan telah dibahas diatas. Berikut data statistik 5 tahun terakhir tentang wajib
pajak terdaftar, wajib pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan (SPT), realisasi
Surat Pemberitahuan (SPT) dan realisasi penerimaan pajak:
a. Wajib Pajak Terdaftar
Wajib pajak yang mendaftarkan diri di KPP Pratama Makassar Utara
mulai dari wajib pajak badan, orang pribadi non karyawan dan orang pribadi
63
karyawan terus meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa upaya otoritas
pajak mengedukasi dan memberikan pelayanan untuk meningkatkan
kepatuhan wajib pajak memberikan hasil yang baik. Rata-rata wajib pajak yang
mendaftarkan diri setiap tahunnya adalah 11.341 yang terdiri dari wajib pajak
badan, orang pribadi non karyawan dan orang pribadi karyawan. Meningkatnya
jumlah wajib pajak tiap tahunnya tentu saja tidak lepas dari kerja keras otoritas
pajak sekaligus menjadi harapan dan basis untuk meningkatkan penerimaan
negara. Walaupun pada realisasinya tidak semua wajib pajak terdaftar patuh
untuk memenuhi kewajiban pajaknya atau adanya wajib pajak yang tidak lagi
efektif sehingga tidak memenuhi syarat materil untuk dikenakan pajak.
Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-20/PJ/2013 dan
Per-38/PJ/2013, wajib pajak tidak efektif jika memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi
melakukan pekerjaan bebas.
2) Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3) Wajib Pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya.
4) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan dan belum
diterbitkan keputusan atau Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi
persyaratan subjektif dan/atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan kriteria antara lain:
64
a) Wajib Pajak Orang Pribadi wanita kawin yang telah memiliki NPWP
yang berbeda dengan suami dan tidak berniat melakukan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara terpisah.
b) Orang Pribadi yang memiliki NPWP sebagai anggota keluarga atau
tanggungan yaitu NPWP dengan kode cabang "001", "999", "998" dan
seterusnya.
c) Wajib Pajak bendahara pemerintah yang tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Wajib Pajak karena yang bersangkutan sudah tidak lagi
melakukan pembayaran dan belum dilakukan penghapusan NPWP atau
d) Wajib Pajak yang tidak diketahui atau ditemukan lagi alamatnya.
Dengan demikian, meskipun kepatuhan wajib pajak mendaftarkan diri
terus meningkan tidak dapat menjamin adanya keseimbangan dengan realisasi
Surat Pemberitahuan SPT waajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara.
Adapun statistik peningkatan jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama
Makassar Utara 5 tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2 : Statistik jumlah wajib pajak terdaftar di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Sumber: Seksi Pengolahan Data Dan Informasi
b. Wajib Pajak Terdaftar Wajib SPT
Pada prinsipnya semua wajib pajak terdaftar wajib menyampaikan SPT
atau yang memiliki NPWP. Namun statistik wajib pajak terdaftar wajib SPT
dalam 5 tahun terakhir sempat mengalami penurunan pada tahun 2013, 2014,
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Wajib Pajak Terdaftar 107.330 115.676 129.270 139.793 152.693
Badan 10.154 10.794 11.478 12.128 13.135
OP Non Karyawan 25.131 24.929 24.929 25.857 28.577
OP Karyawan 72.045 81.190 92.863 101.808 110.981
65
dan 2015. Secara khusus untuk wajib pajak orang pribadi karyawan hanya
mengalami penurunan pada tahun 2013 dan 2014. Hal tersebut menunjukkan
bahwa efektifitas wajib pajak orang pribadi karyawan masih stabil.
Karena institusi pemerintah maupun perusahaan swasta mensyaratkan
kepemilikan NPWP di hampir semua pekerjaan. Sehingga jumlah wajib pajak
terdaftar dapat meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, tidak semua wajib
pajak terdaftar termasuk wajib pajak wajib SPT. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor. Diantaranya penghasilan wajib pajak terdaftar dibawah
penghasilan tidak kena pajak. Jika didasarkan pada syarat terpenuhinya
menjadi wajib pajak yaitu syarat formil dan materil, maka salah satu syarat
tersebut belum berlaku kepada wajib pajak terdaftar yang hanya karena
disyaratkannya kepemilikan NPWP. Sementara penghasilannya dibawah
penghasilan tidak kena pajak.
Dengan demikian, rendahnya statistik wajib pajak terdaftar wajib SPT
dibandingkan dengan jumlah wajib pajak terdaftar merupakan hal yang wajar
terjadi. Berikut adalah statistik jumlah wajib pajak terdaftar wajib Surat
Pemberitahuan (SPT) Pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Tabel 3 : Statistik jumlah wajib pajak terdaftar wajib Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
WP Wajib SPT 84.923 75.601 77.847 83.006 85.419
Badan 5.852 5.382 5.112 5.064 4.815
OP Non Karyawan 13.991 11.961 8.659 8.528 9.418
OP Karyawan 65.080 58.258 64.076 69.414 71.186
Sumber: Seksi Pengolahan Data Dan Informasi
66
c. Realisasi SPT
Kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dari realisasi SPT. Di KPP Pratama
Makassar Utara realisasi SPT baik wajib pajak badan, orang pribadi non
karyawan dan karyawan mengalami penurunan sejak tahun 2013. Jika
dibandingkan dengan jumlah wajib pajak wajib SPT, rata-rata tingkat kepatuhan
wajib pajak di wilayah kerja KPP Pratama Makassar Utara dalam 5 tahun
terakhir adalah 59%. Dengan demikian diketahui bahwa tingkat kepatuhan
wajib pajak masih rendah. Keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki
KPP Pratama Makassar Utara tentu saja tidak dapat menjangkau seluruh wajib
pajak yang sengaja lalai memenuhi kewajiban pajaknya. Berikut adalah statistik
realisasi SPT wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Tabel 4 : Statistik realisasi SPT wajib pajak di KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Sumber: Seksi Pengolahan Data Dan Informasi
d. Realisasi Penerimaan Pajak
Realisasi penerimaan KPP Pratama Makassar Utara mengalami
penurunan hanya pada tahun 2013. Pada tahun 2016 untuk pertama kalinya
mencapai penerimaan diatas 1 trilliun rupiah. Pencapaian tersebut tidak
terlepas dari langkah-langkah strategis yang dilakukan oleh KPP Pratama
Makassar Utara yaitu dengan memprioritaskan wajib pajak yang lebih
berpotensi mencapai target penerimaan serta adanya kebijakan pengampunan
pajak (tax amnesty) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik
Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
Realisasi SPT 55.952 54.296 39.469 44.357 45.050
Badan 2.459 2.751 3.162 3.139 3.013
OP Non Karyawan 3.693 3.670 5.114 4.165 4.820
OP Karyawan 49.800 47.875 31.193 37.053 37.217
67
Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Berikut adalah
statistik realisasi penerimaan pajak KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun
terakhir.
Tabel 5 : Statistik realisasi penerimaan pajak KPP Pratama Makassar Utara 5 tahun terakhir.
Sumber: Seksi Pengolahan Data Dan Informasi
Tahun Realisasi
Penerimaan Realisasi
SPT WP Terdaftar
Wajib SPT Wajib Pajak
Terdaftar
2012 537.531.616.640 55.952 84.923 107.330
2013 491.074.624.640 54.296 75.601 115.676
2014 610.345.750.054 39.469 77.847 129.270
2015 884.716.995.116 44.357 83.006 139.793
2016 1.140.963.038.850 45.050 85.419 152.693
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak, KPP Pratama Makassar
Utara mengidentifikasi masalah yang dihadapi baik secara internal maupun
eksternal. Masalah internal yaitu keterbatasan sumber daya manusia yang
diatasi dengan cara memanfaatkan dan mengalihkan potensi sesuai dengan
kebijakan atau program yang telah ditetapkan serta memaksimalkan pelayanan
kepada wajib pajak. Sementara masalah eksternal adalah wajib pajak dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengatasi masalah tersebut KPP
Pratama Makassar Utara mengambil langkah-langkah strategis yaitu dengan
mengedukasi masyarakat secara umum dan wajib pajak secara khusus.
Edukasi memuat nilai-nilai pajak maupun aspek hukum pajak dengan model
edukasi dilaksanakan pada berbagai program rutin, berupa penyuluhan dan
konsultasi serta beberapa program lainnya. Bahkan telah dijalankan program
edukasi pajak secara dini pada pelajar dan mahasiswa dengan program tax go
to school dan tax go to campus.
2. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam meningkatkan kepatuhan wajib
pajak. KPP Pratama Makassar Utara menggunakan pendekatan yaitu
pelaksanaan tax morale (pembangunan moral wajib pajak) dan tax enforcement
(penegakan hukum). Tax morale atau pembangunan moral wajib pajak yaitu
dengan pelaksaan kebijakan atau program yang mengutamakan edukasi
kepada wajib. Sementara tax enforcement atau penegakan hukum yaitu
dengan adanya target pemeriksaan dan penagihan oleh otoritas pajak.
69
Penegakan hukum dapat memberikan efek jera kepada wajib pajak dan juga
dapat berpengaruh kepada wajib pajak disekitarnya sehingga tercipta
kesadaran dan lingkungan patuh pajak.
3. KPP Pratama Makassar Utara melakukan tindakan yang saling berhubungan
dalam upaya meningkatkan kepatuhan wajib pajak yaitu dengan edukasi
tentang nilai-nilai pajak serta aspek hukumnya, pelaksanaan kebijakan untuk
mengembangkan basis data serta penegakan hukum perpajakan. Edukasi,
pelaksanaan kebijakan perpajakan (termasuk pengampunan pajak) dan
penegakan hukum bertujuan untuk menciptakan kesadaran dan kepatuhan
wajib pajak. Akan tetapi, dalam pembangunan moral (tax morale) dalam arti
luas belum dapat diwujudkan. Karena moral pajak lebih dari sekedar
pengetahuan. Moral pajak mencakup kepercayaan, motivasi, nilai sosial dan
norma sosial serta psikologis wajib pajak. Maraknya korupsi, tidak adanya
transparansi alokasi dan penggunaan anggaran pajak, serta penggunaan
anggaran yang tidak tepat sasaran tentu dapat mencederai cakupan luas dari
tax morale.
B. Saran
1. Salah satu penyebab terjadinya perlawanan pasif wajib pajak adalah tingkat
pengetahuan WP yang rendah. Oleh karena itu, perlu adanya media edukasi
dan penyampaian informasi yang dapat menjangkau seluruh masyarakat/WP
secara cepat dan mudah. Tujuan dari media edukasi tersebut adalah untuk
mendukung kebijakan atau program otoritas pajak terkait tentang edukasi
maupun penyampaian informasi baik melalui penyuluhan, pengawasan, dan
lain-lain. Sehingga wajib pajak yang tidak mendapatkan edukasi dan informasi
melalui penyuluhan dapat mengakses informasi melalui media yang telah
70
disediakan. Karena penegakan hukum tidak mengecualikan ketidaktahuan
wajib pajak.
2. Dengan membentuk media edukasi dan penyampaian informasi maka
sebaiknya otoritas pajak menambah sumber daya manusia yang dapat bekerja
khusus untuk itu, agar tidak terjadi pengalihan potensi pada pelaksanaan
kebijakan atau program perpajakan lainnya. Sumber daya yang bekerja untuk
media edukasi tersebut juga harus produktif dan terlatih.
3. Meskipun tugas pokok KPP Pratama Makassar Utara adalah mengumpul
anggaran. Akan tetapi kepercayaan wajib pajak kepada pemerintah yang
rendah maka terdapat kemungkinan penghindaran pajak yang dilakukan
dengan berbagai cara oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sebaiknya otoritas
pajak meminta kebijakan pemerintah untuk mendapatkan kewenangan
mengawal dan menyalurkan informasi tentang alokasi dan transparansi
penggunaan anggaran pajak.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Daliyo. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Devano, S. dan S. K. Rahayu. 2006. Perpajakan Konsep Teori dan Isu, Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup
Fandy Tjiptono. 2000. Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer.
Yogyakarta: Andi. Fidel. 2008. Pajak Penghasilan. Jakarta: Carofin Publishing.
Fred R. David. 2006. Manajemen Strategi, Edisi ke-10. Jakarta: Salemba Empat. Freddy Rangkuti. 2014. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. Herry Purwono. 2010. Dasar-dasar Perpajakan dan Akuntansi Pajak. Jakarta:
Erlangga. J. David Hunger dan Thomas L. Wheelen. 2003. Manajemen Strategi, Edisi Kedua.
Yogyakarta: Andi. John Hutagaol, dkk. 2006. Kapita Selekta Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
Jonathan Sarwono. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kusuma, S.T. 1987. Psiko Diagnostik. Yogyakarta: SGPLB Negeri Yogyakarta Larry D. Crumbley, Jack P Friedman, and Susan B Anders. 1994. Dictionary of Tax
Term. United States: Barron's Educational Series Inc. Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Richard P. Rumelt. 2011. Good Strategy, Bad Strategy: The difference and why it
matters. New York: Crown Business. Rochmat Soemitro. 1990. Azas dan Dasar Perpajakan. Bandung: Eresco.
Rully Indrawan dan R. Poppy Y. 2014. Metodologi Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama
Safri Nurmantu. 2005. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.
72
Siti Kurnia Rahayu. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Edisi
Revisi), Jakarta: Rineka Cipta. Ulber Silalahi. 2012. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Waluyo. 2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas. 2000. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Wawan A dan Dewi M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika. Yogi, dkk. 2007. Manajemen Stratejik Terapan. Jakarta: Poliyama Widya Pustaka.
Karya Ilmiah
Anisa Nirmala Santi. 2012. Skripsi: "Analisis Pengaruh Kesadaran Perpajakan, Sikap Rasional, Lingkungan, Sanksi Denda dan Sikap Fiskus Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak". Semarang: Universitas Diponegoro.
Raisa Ike Fitri. 2016. Skripsi: "Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kepatuhan
Wajib Pajak Orang Pribadi". Makassar: Universitas Hasanuddin. Restu Mutmainnah Marjan. 2014. Skripsi: "Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak,
Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak Terhadap Tingkat Kepatuhan Formal Wajib Pajak." Makassar: Universitas Hasanuddin.
Jurnal
B. Bawono Kristiaji, dkk. "Memahami Ke(tidak)patuhan Pajak." InsideTax Magazine. 14th edition (March 2013).
Benno Torgler and Christoph A. Schaltegger. “Tax Morale and Fiscal Policy.” CREMA
Working Paper Series No. 2005-30, (November, 2005). Erich Kirchler, Erik Hoelzl, and Ingrid Wahl. “Enforced Versus Voluntary Tax
Compliance: The Slippery Slope Framework (SSF).” Journal of Economic Psychology Vol. 29, Isu 2, (April, 2008).
Grant Richardson. “The Relationship Between Culture and Tax Evasion Across
Countries: Additional Evidence and Extentions.” Journal of International Accounting. Auditing and Taxation 17, (2008).
73
John Cullis, Philip Jones, dan Alan Lewis. “Tax Compliance: Social Norm, Culture and Endogeneity.” International Studies Program Working Paper 07-22, (December 2007).
Katharina Gangl, Eva B. Hofmann, and Eric Kircher, “Tax Authorities’ Interaction with
Taxpayer: Compliance by Power and Trust,” WU International Taxation Research Paper Series No. 2012-06, (Maret, 2012).
Lars P. Feld and Bruno S. Frey. “Trust Breeds Trust: How Taxpayers are Treated.”
Economics of Governance 3 (2002). Marcelo Bergman. Tax Evation & The Rule of Law in Latin America: The Political
Culture of Cheating and Complience in Argentina and Chile (Pennsylvania: Pennsylvania State University Press, 2009).
Michael G. Allingham and Agnar Sandmo, “Income Tax Evasion: A Theoretical
Analysis,” Journal of Public Economics, (1972). Ni Ketut Muliari dan Putu Ery Setiawan. "Pengaruh Persepsi tentang Sanksi
Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi". (Jurnal Akuntansi dan Bisnis Universitas Udayana, 2010).
OECD. “Understanding and Influencing Taxpayers’ Compliance Behaviour.”
Information Note. (November, 2010). Richard Lavoie, “Cultivating a Compliance Culture: An Alternative Approach for
Addressing the Tax Gap,” Legal Studies Research Paper Series No. 08-05, (September, 2008).
Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan Internet Informasi APBN 2016, Direktorat Penyusunan APBN, Direktorat Jenderal Anggaran,
Kementerian Keuangan RI. Dapat diakses di http://www.anggaran.depkeu.go.Id /content/publikasi/-BIB2016.pdf
Chandra Budi. Upaya Meningkatkan Kepatuhan Pajak. Harian Kontan (31 Juli 2012).
Dapat diakses di https://chandrabudi08.files.wordpress.com/2012/07/upaya-meningkatkan-kepatuhan-pajak.pdf
74
L
A
M
P
I
R
A
N
75
BIODATA DIRI
Nama : SATRIANI
NIM : E21113009
Departemen : ILMU ADMINISTRASI
Tempat, Tanggal Lahir : BUTTU, 20 FEBRUARI 1994
Agama : ISLAM
Hobbi : OLAHRAGA
No. Telepon : 085348883334
Alamat : JL. DAMAI
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
1. SD No 017 TARAKAN(KALIMANTAN TIMUR) Tahun 2000-2006
2. SMP MTs. NEGERI TARAKAN (KALIMANTAN TIMUR) Tahun 2006-2009
3. SMK NEGERI 1 TARAKAN (KALIMANTAN TIMUR) Tahun 2010-2013
4. UNIVERSITAS HASANUDDIN (MAKASSAR)2013-2017
Pengalaman Organisasi :
1. ANGGOTA HUMANIS FISIP UNHAS
2. ANGGOTA DIVISI KESEKRETARIATAN
3. ANGGOTA DIVISI KEPELATIHAN PENCAK SILAT PANCA SUCI PISIF
UNHAS
76
Dokumentasi
Foto Rekaman