skripsi pendi.doc

119
1 PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL DAN STATUS SOSIAL EKONOMI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2013 DI DESA BUNGO TANJUNG KECAMATAN PARIAMAN TIMUR KOTA PARIAMAN SKRIPSI Oleh NERZ CLISH No. BP. 12345678910 Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

Upload: nerz-clish

Post on 04-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi Pendi.doc

1

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL DAN STATUS SOSIAL EKONOMI TERHADAP PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH KOTA PARIAMAN TAHUN 2013 DI DESA BUNGO TANJUNG KECAMATAN PARIAMAN TIMUR KOTA PARIAMAN

SKRIPSI

OlehNERZ CLISH No. BP. 12345678910

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan

JURUSAN ILMU PEMERINTAHANFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS EKASAKTIPADANG2014

ABSTRAK

Page 2: Skripsi Pendi.doc

2

Eka Efendi, Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal dan Status Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Pariaman Tahun 2013 di Desa Bungo Tanjung Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman

Partisipasi politik masyarakat adalah suatu bagian dalam proses secara langsung dalam pemilihan penguasa, dan secara tidak langsung merupakan suatu proses dalam pembentukkan kebijakan umum. Fenomena rendahnya partisipasi politik masyarakat dari setiap penyelenggaraan pemilu semakin meningkat. Pendidikan formal dan status sosial ekonomi masyarakat adalah dua faktor dari berbagai faktor rendahnya partisipasi politik masyarakat. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti kenyataan ini lebih lanjut dalam sebuah penelitian.

Setelah ditetapkan judul penelitian seperti di atas, maka dapat ditetapkan berbagai persoalan yang akan diteliti yaitu : bagaimana gambaran pendidikan formal dan status sosial ekonomi masyarakat yang kemudian dilihat pengaruh kedua variabel tersebut terhadap partisipasi politik masyarakat.

Penelitian ini didesain sebagai penelitian deskriptif analisis yang bertujuan untuk mennggambarkan berbagai fenomena pada masyarakat dan menelaah hubungan fenomena tersebut terhadap suatu kejadian atau aksi.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Bungo Tanjung adalah tinggi (65%) dan status sosial ekonomi masyarakatnya berada dalam kategori tidak miskin (82,5%), sedangkan sebagaian masyarakatnya ikut berpartisipasi dalam pilkada (57,5%). Dari analisa didapatkan adanya pengaruh tingkat pendidikan formal terhadap partisipasi politik masyarakat (p=0,029) begitu juga dengan status sosial ekonomi juga memberikan pengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat (p= 0.009). Kedua faktor tersebut memberikan pengaruh terhadap partisipasi politik masyarakat untuk menggunakan hak suaranya untuk memilih

Kata kunci : pendidikan, status sosial ekonomi, pemilu

KATA PENGANTARi

Page 3: Skripsi Pendi.doc

3

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “ Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal dan Status

Sosial Ekonomi Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Pada

Pemilihan Kepala Daerah Kota Pariaman Tahun 2013 di Desa Bungo

Tanjung Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman”.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari

dukungan berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Andi Mustari.Pide, SH selaku rektor Universitas

Ekasakti Padang

2. Bapak Sumartono, S.Sos, Msi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Politik Universitas Ekasakti Padang dan selaku Pembimbing I

atas segala nasehat serta motivasi pada penulis.

3. Bapak Syaiful Ardi, S.Sos, M.Hum selaku Pembimbing I atas

segala nasehat serta motivasi pada penulis.

4. Seluruh dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik khususnya dan

dosen di Universitas Ekasakti Padang Khususnya yang telah

memberi begitu banyak pengetahuan yang tiada ternilai dan terukur

harganya.

5. Seluruh pegawai Sekretariat Fisipol Universitas Ekasakti Padang

yang telah membantu dalam kelanacaran penulisan skripsi ini.

ii

Page 4: Skripsi Pendi.doc

4

6. Bapak kepala dan Staff Kantor KPU Kota Pariaman yang telah

membatu dalam proses pengambilan data awal dan penelitian.

7. Bapak Camat Pariaman Timur dan staff yang telah banyak

membantu dalam pengambilan data dan melakukan survey awal

dan juga penelitian.

8. Bapak Kepala Desa Bunga Tanjung dan staff yang telah

memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di wilayah

kerjanya

9. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan di Program Studi Strata I

jurusan Ilmu Pemerintahan.

10.Semua pihak yang mendukung, membantu, dan mendoakan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan

kelemahan, hal ini bukanlah kesengajaan melainkan keterbatasan ilmu

dan kemampuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan

saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan

skripsi ini.

Padang, Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

iii

Page 5: Skripsi Pendi.doc

5

HALAMAN PENGESAHAN

PENGESAHAN TIM PENGUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK......................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI....................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1

I.1. Latar Belakang Masalah............................................ 1

I.2. Rumusan Masalah .................................................... 9

I.3. Tujuan Penulisan ...................................................... 9

I.4. Manfaat Penelitian .................................................... 10

I.5. Hipotesis ...................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 11

2.1. Partisipasi Politik ....................................................... 11

2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partispasi

Politik Masyarakat ..................................................... 16

2.3. Tingkat Pendidikan Formal ....................................... 24

2.4. Status Sosial Ekonomi .............................................. 30

2.5. Pemilihan Langsung Kepala Daerah ........................ 36

2.6. Parameter Pemilihan Langsung Kepala Daerah ....... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................... 39

3.1. Metode Yang Digunakan .......................................... 40

3.2. Populasi dan Sampel ................................................ 41

3.3. Teknik Pengumpulan Data ........................................ 43

3.4. Sumber Data ............................................................. 44

3.5. Analisa Data ............................................................. 45

3.6. Waktu dan Lokasi Penelitian ..................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 48

Page 6: Skripsi Pendi.doc

6

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................... 48

4.2. Pembahasan ............................................................. 51

BAB V PENUTUP ......................................................................... 70

5.1. Kesimpulan ............................................................... 70

5.2. Saran ........................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

v

Page 7: Skripsi Pendi.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sistem demokrasi merupakan sistem yang menempatkan rakyat

sebagai objek pemerintahan, dimana rakyat memiliki pengaruh yang

sangat besar dalam suatu pemerintahan dan dilibatkan secara kolektif

dalam penentuan kebijakan di suatu negara. Demokrasi merupakan teori

sistem politik yang mengasumsikan bahwa rakyat adalah pemilik

kedaulatan atas negara, yang memerintah sekaligus yang diperintah,

melalui pemilihan pelaksana negara. Partisipasi politik merupakan salah

satu aspek penting dari demokrasi dan merupakan hal yang banyak

dipelajari terutama dalam kaitannya dengan perkembangan negara-

negara berkembang.

Secara konseptual, partisipasi politik berarti kegiatan seseorang

ataupun sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan

politik dengan jalan memilih pimpinan negara dan kebijakan pemerintah.

Rakyat yang melakukan partisipasi politik didasari asumsi bahwa

kepentingan dan kebutuhannya akan tersalurkan atau setidaknya dapat

diperhatikan.

Dewasa ini, partispasi politik hanya diartikan sebatas pemberian

suara pada pemilu, namun sebenarnya bentuk dari partisipasi politik

sangatlah beragam dan dapat diwujudkan melalui diskusi politik,

1

Page 8: Skripsi Pendi.doc

2

kampanye, ikut serta dalam partai politik, protes, demonstrasi, bahkan

tindak kekerasan yang ditujukan kepada pemerintah dalam penyampaian

aspirasi. Pemberian suara dalam pemilihan umum merupakan partisipasi

politik aktif yang paling banyak dilakukan warga negara. Dalam suatu

negara yang menganut paham demokrasi, rakyat adalah pemegang

kedaulatan tertinggi dimana rakyat mempunyai hak untuk ikut serta dalam

proses pemerintahan dan berhak menentukan siapa saja yang akan

menjadi pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijakan umum.

Keikutsertaan rakyat dalam proses pemerintahan diwujudkan melalui

adanya penyelenggaraan pemilihan umum. Pemilihan umum merupakan

sarana bagi rakyat untuk menyalurkan aspirasi dalam menentukan wakil-

wakilnya baik yang akan duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif.

Perwujudan pemilu juga sebagai sarana bagi rakyat untuk ikut serta

berpartisipasi dalam kegiatan politik.

Merujuk pemikiran politik tersebut dalam konteks sejarah

penyelenggaraan pemilihan umum sebagai pesta demokrasi, secara

empirik dapat dicermati tingkat partisipasi politik dan perkembangan

golput di Indonesia. Salah satu yang terjadi dari Pemilihan Umum hingga

saat ini adalah tingginya angka pemilih yang tidak ikut dalam pemilihan.

Tingkat partisipasi politik pada Pemilu rezim Orde Lama (1955), rezim

Orde Baru (1971-1997) dan Orde Reformasi (periode awal 1999) cukup

tinggi, yaitu rata-rata diatas 90%, diiringi dengan tingkat Golput yang relatif

rendah, yaitu dibawah 10% (masih dalam batas kewajaran).

Page 9: Skripsi Pendi.doc

3

Tingkat partisipasi politik pemilih dalam Pemilu di Indonesia pada

Pemilu tahun 1955 mencapai 91,4 % dan jumlah Golput mencapai 8,6%,

pada Pemilu 1971 tingkat partisipasi politik pemilih 96,6% dan jumlah

Golput mencapai 3,4 %, Pemilu 1977 dan Pemilu 1982 tingkat partisipasi

politik pemilih 96,5% dan jumlah Golput mencapai 3,5%, pada Pemilu

1987 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 96,4% dan jumlah Golput

3,6%, pada Pemilu 1992 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 95,1%

dan jumlah Golput mencapai 4,9%, pada Pemilu 1997 tingkat partisipasi

politik pemilih mencapai 93,6% dan jumlah Golput mencapai 6,4%, pada

Pemilu 1999 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 92,6% dan jumlah

Golput 7,3%, pada Pemilu Legislatif tahun 2004 tingkat partisipasi politik

pemilih mencapai 84,1% dan jumlah Golput 15,9%, pada Pilpres putaran

pertama tingkat partisipasi politik pemilih mencapai 78,2% dan jumlah

Golput 21,8%, sedangkan pada Pilpres putaran kedua tingkat partisipasi

politik pemilih mencapai 76,6% dan jumlah Golput 23,4%. Pada Pemilu

Legislatif tahun 2009 tingkat partisipasi politik pemilih semakin menurun

yaitu hanya mencapai 70,9% dan jumlah Golput semakin meningkat yaitu

29,1% dan pada Pilpres 2009 tingkat partisipasi politik pemilih mencapai

71,7% dan jumlah Golput mencapai 28,3%.

Hingga saat ini, ada sejumlah penjelasan yang dikemukakan oleh

para pengamat atau penyelenggara pemilu tentang penyebab adanya

Golput. Pertama, administratif. Seorang pemilih tidak ikut memilih karena

terbentur dengan prosedur administrasi seperti tidak mempunyai kartu

Page 10: Skripsi Pendi.doc

4

pemilih, tidak terdaftar dalam daftar pemilih dan sebagainya. Kedua,

teknis. Seseorang memutuskan tidak ikut memilih karena tidak ada waktu

untuk memilih seperti harus bekerja di hari pemilihan, sedang ada

keperluan, harus ke luar kota di saat hari pemilihan dan sebagainya.

Ketiga, rendahnya keterlibatan atau ketertarikan pada politik (political

engagement). Seseorang tidak memilih karena tidak merasa tertarik

dengan politik, acuh dan tidak memandang Pemilu atau Pilkada sebagai

hal yang penting. Keempat, kalkulasi rasional. Pemilih memutuskan tidak

menggunakan hak pilihnya karena secara sadar memang memutuskan

untuk tidak memilih. Pemilu legislatif dipandang tidak ada gunanya, tidak

akan membawa perubahan berarti. Atau tidak ada calon kepala daerah

yang disukai dan sebagainya.1

Seperti halnya Lipset, penulis ingin melakukan penelitian bahwa

pendidikan itu mempengaruhi partisipasi politik. Di banyak negara

pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik, mungkin karena

pendidikan tinggi, bisa memberikan informasi tentang politik, bisa

mengembangkan kecakapan menganalisa dan menciptakan minat dan

kemampuan dalam berpolitik. Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh

pemerintah terhadap kehidupan mereka, lebih meperhatikan kehidupan

politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses – proses politik

dan lebih kompeten dalam tingkah laku politiknya.2

1 Eriyanto. 2007. Golput Dalam Pilkada. Kajian Bulanan LSI Edisi 05 September 2007, dikutip dari www.lsi.co.id

2 Mohtar Mas’oed. 2001. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada Press,,2001, hal.49.

Page 11: Skripsi Pendi.doc

5

Berangkat dari teori di atas dan seiring dengan indikator kemajuan

dibidang pendidikan, pembangunan ekonomi, stabilitas politik, ideologi

dan keamanan, maka meningkat pula pola pikir dan taraf hidup

masyarakat disertai meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat secara

kualitas dan kuantitas. Masyarakat juga menjadi semakin kritis dalam

setiap langkah, pemikiran, ucapan, tindakan, serta memberikan

partisipasinya secara intens. Hal ini harus ditanggapi secara wajar, karena

kenyataan ini justru menunjukkan semakin tingginya kesdaran berbangsa

dan bernegara di kalangan masyarakat.

Meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan dan kemampuan

masyarakat dan berimbang dengan akomodasi yang mendukung terutama

pada sarana dan prasarana serta kenyataan yang ada di dunia

komunikasi, setiap kesempatan mendatangkan peluang dan peluang

haruslah berbuah yang menguntungkan di dalam partisipasi masyarakat.

Perencanaan harus berdasarkan fakta yang baru dan aktual. Hal itu

berbentuk visi yang mengantarkan tujuan pembangunan berisikan bobot

pembinaan partisipasi politik. Sehingga aktivitas pembangunan diwarnai

dengan berbagai macam istilah politik seperti pembangunan politik,

sosialisasi politik, partisipasi politik, sistem politik, kebijakan publik, dan

pendidikan politik.

Menempatkan variabel status sosial-ekonomi sebagai variabel

penjelasan perilaku non-voting selalu mengandung makna ganda. Pada

satu sisi, variabel status sosial ekonomi memang dapat diletakkan sebagai

Page 12: Skripsi Pendi.doc

6

variabel independen untuk menjelaskan perilaku non-voting tersebut.

Namun, pada sisi lain, variabel tersebut juga dapat digunakan sebagai

indikator untuk mengukur karakteristik pemilih non-voting itu sendiri.

Setidaknya ada empat indikator yang bisa digunakan mengukur variabel

status sosial ekonomi, yaitu tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,

pekerjaan dan pengaruh keluarga. Lazimnya, variabel status sosial-

ekonomi digunakan untuk menjelaskan perilaku memilih. Namun dengan

menggunakan proporsi yang berlawanan, pada saat yang sama variabel

tersebut sebenarnya juga dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku

non-voting. Artinya, jika tinggi tingkat pendidikan berhubungan dengan

kehadiran memilih, itu berarti rendahnya tingkat pendidikan berhubungan

dengan ketidakhadiran pemilih.

Dalam penelitian ini penulis membahas tingkat pendidikan formal

dan status sosial ekonomi masyarakat terhadap tingkat partisipasi politik

sangat memiliki hubungan erat pendidikan, artinya semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang itu dapat mempengaruhi tingginya tingkat

partisipasi masyarakat dibidang politik, begitu juga dengan status social

ekonomi mereka. Partisipasi berhubungan dengan kepentingan-

kepentingan masayarakat sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam

partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan mereka.

Pada tanggal 4 September 2013, rakyat Kota Pariaman telah

melaksanakan hak konstitusinya. Pesta demokrasi pemilihan kepala

Page 13: Skripsi Pendi.doc

7

daerah (Pilkada) di Kota Sala Lauk, kota yang berpenduduk lebih 79 ribu

jiwa ini berjalan aman, lancar dan sukses.

Kota Pariaman memang unik, walau tak terlalu luas, hanya seluas

73,36 kilo meter persegi, namun kontestan yang ikut dalam Pilkada kali ini

7 pasang. Sesuai dengan nomor urutnya, ketujuh pasangan calon

tersebut adalah  Bahrul Anif-Hasno Welly, yang disingkat dengan  BAHAS

dengan nomor urut 1, pasangan Helmi Darlis - Mardison Mahyudin yang

menggunakan singkatan  HELM nomor urut 2, dan Edison TRD-Yulinesra

atau ERA pada  nomor urut 3. Selanjutnya pasangan Mawardi Samah-

Bahari atau MARI pada nomor urut 4, Indra Jaya Piliang- Jose Rizal (IJP-

JOSS) di nomor urut 5, Mukhlis Rahman- Genius Umar yang

menggunakan singkatan MG di nomor urut 6, serta Is Prima Nanda-Ibnu

Hajar atau Pijar di nomor urut 7.

Sebelumnya, KPU Kota Pariaman juga telah mengumumkan Daftar

Pemilih Tetap (DPT) untuk Pilkada Kota Pariaman  2013 sebanyak 62.886

jiwa, yang terdiri dari 31.204 pemilih laki-laki dan 31.682 pemilih

perempuan.

Rincian pemilih untuk setiap kecamatan adalah sebagai berikut :

Kecamatan Pariaman Utara, 7.904 (laki-laki), 8.111 (perempuan) dan total

16.015 dengan 17 PPS dan 39 TPS. Kecamatan Pariaman Tengah,

11.154 (laki-laki), 11.242 (perempuan) dan total 22.396 dengan 22 PPS

dan 50 TPS. Kecamatan Pariaman Selatan, 6.311 (laki-laki), 6.432

(perempuan) dan total 12.743 dengan 16 TPS dan 32 TPS. Kecamatan

Page 14: Skripsi Pendi.doc

8

Pariaman Timur, 5.835 (laki-laki), 5.897 (perempuan) dan total 11.732

dengan 16 PPS dan 29 TPS.

Rincian perolehan suara seluruh pasangan calon berdasarkan

nomor urut : 1) Bahrul Anif-Hasno Welly 2.060 (4,99%), 2) Helmi Darlis-

Mardison Mahyudin 12.857 suara (31,13%). 3) Edison TRD-Yulinesra 835

suara (2,02%), 4) Mawardi Samah-Bahari 1.394 suara (3,38%), 5) Indra

Jaya Piliang-Jose Rizal 4.464 suara (11,25%), 6) Mukhlis Rahman-Genius

Umar 15.012 suara (36, 35%) dan 7) Is Prima Nanda-Ibu Hajar 4.497

suara (10.89%). Selanjutnya, adapun jumlah suara sah 41.301 (98,6%),

suara tidak sah (1,4%), jumlah DPT tercatat 41.603 suara, dan jumlah

pemilih dari pemilih dari TPS lain 284 suara.

Partisipasi pemilih cukup tinggi yaitu sebanyak 41.887 (66,1%).

Partisipasi pemilih berdasarkan kecamatan adalah sebagai berikut : 1)

Pariaman Tengah (66,5%), Pariaman Utara (63,3%), Pariaman Selatan

(64,9%) dan Pariaman Timur yaitu (68,0%). Untuk tingkat kelurahan,

kelurahan dengan jumlah pemilih terbanyak terdapat di kelurahan Bungo

Tanjung di Kecamatan Padang Timur yaitu sebanyak 403 jumlah pemilih.

Dari fenomena jelas terlihat masih terdapat partisipasi masyarakat

yang rendah terhadap pemilukada yang diadakan di Kota Pariaman yaitu

sebanyak 33,9%. Ada banyak hal yang mempengaruhi masih adanya

partisipasi politik masyarakat yang rendah, diantaranya adalah seperti

tingkat pendidikan formal dan status sosial ekonomi mereka, berdasarkan

latar belakang di atas naka penulis menetapkan judul skripsi ini.

Page 15: Skripsi Pendi.doc

9

1.2. Rumusan Masalah

Melalui uraian diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah “bagaimanakah pengaruh tingkat pendidikan

formal dan status sosial ekonomi terhadap partisipasi politik

masyarakat pada pemilihan kepala daerah kota pariaman tahun

2013 di Desa Bungo Tanjung Kecamatan Pariaman Timur?”.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis faktor-faktor berikut :

1.3.1. Deskripsi pendidikan formal masyarakat Desa Bungo

Tanjung Kecamatan Pariaman Timur.

1.3.2. Deskripsi status sosial ekonomi masyarakat Desa Bungo

Tanjung Kecamatan Pariaman Timur

1.3.3. Deskripsi partisipasi politik masyarakat pada pemilihan

kepala daerah Pariaman Tahun 2013 di Desa Bugo Tanjung

Kecamatan Pariaman Timur.

1.3.4. Analisis pengaruh pendidikan formal terhadap partisipasi

politik masyarakat pada pemilihan kepala daerah Pariaman

Tahun 2013 di Desa Bugo Tanjung Kecamatan Pariaman

Timur.

1.3.5. Analisis pengaruh staus sosial ekonomil terhadap partisipasi

politik masyarakat pada pemilihan kepala daerah Pariaman

Page 16: Skripsi Pendi.doc

10

Tahun 2013 di Desa Bugo Tanjung Kecamatan Pariaman

Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Secara praktis, dapat memberikan telaah terhadap

fenomena rendahnya partisipasi politik masyarakat,

sehingga dapat memberikan kontribusi untuk memperbaiki

partisipasi politik masyarakat di masa yang akan datang.

1.4.2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi untuk menambah khazanah keilmuan,

mengembangkan konsep maupun teori yang berhubungan

dengan partisipasi politik masyarakat. Menambah informasi

dan pengetahuan bagi masyarakat tentang partisipasi politik

masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

1.5. Hipotesis

Dari latar belakang di atas maka hipotesis dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

a. Ha : Ada pengaruh pendidikan formal terhadap partisipasi politik

masyarakat pada pemilihan kepala daerah Kota Pariaman

Tahun 2013 di Desa bungo Tanjung Kecamatan Pariaman

Timur.

Page 17: Skripsi Pendi.doc

11

b. Ha : Ada pengaruh status sosial ekonomi terhadap partisipasi

politik masyarakat pada pemilihan kepala daerah Kota

Pariaman Tahun 2013 di Desa bungo Tanjung Kecamatan

Pariaman Timur.

c. H0 : Tidak ada pengaruh pendidikan formal terhadap partisipasi

politik masyarakat pada pemilihan kepala daerah Kota

Pariaman Tahun 2013 di Desa bungo Tanjung Kecamatan

Pariaman Timur.

d. H0 : Tidak ada pengaruh status sosial ekonomi terhadap

partisipasi politik masyarakat pada pemilihan kepala daerah

Kota Pariaman Tahun 2013 di Desa bungo Tanjung

Kecamatan Pariaman Timur.

Page 18: Skripsi Pendi.doc

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi.

Partisipasi merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam

kegiatan-kegiatan politik baik yang bersifat aktif maupun pasif dan

bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung guna

mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Wahyudi Kumorotomo mengatakan, “Partisipasi adalah

berbagai corak tindakan massa maupun individual yang

memperlihatkan adanya hubungan timbal balik antara pemerintah dan

warganya.”3

“Partisipasi adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai

pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan

keputusan oleh pemerintah, partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi

atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau sporadis, secara

damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak

efektif.”

Lebih jauh dia mengingatkan bahwa secara umum corak

partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat macam, yaitu :

pertama, partisipasi dalam pemilihan (electoral participation), kedua,

partisipasi kelompok (group participation), ketiga, kontak antara warga

3 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta : Rajawali Press, 1999, hal. 112

11

Page 19: Skripsi Pendi.doc

13

negara dengan warga pemerintah (citizen government contacting) dan

keempat, partisipasi warga negara secara langsung.

Menurut Samuel P. Hutington dan Joan Nelson dalam No Easy

Choice : Political participation in developing : 4

Sedangkan Ramlan Surbakti mendefinisikan, partisipasi politik

adalah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi pembuatan

dan pelaksanaan kebijakan umum dan dalam ikut menentukan

pemimpin pemerintah.5

Dengan demikian, pengertian Hutington dan Nelson dibatasi

beberapa hal, yaitu : pertama, Hutington dan Nelson mengartikan

partisipasi politik hanyalah mencakup kegiatan-kegiatan dan bukan

sikap-sikap. Dalam hal ini, mereka tidak memasukkan komponen-

komponen subjektif seperti pengetahuan tentang politik, keefektifan

politik, tetapi yang lebih ditekankan adalah bagaimana berbagai sikap

dan perasaan tersebut berkaitan dengan bentuk tindakan politik.

Kedua, yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah warga negara

biasa, bukan pejabat-pejabat pemerintah. Hal ini didasarkan pada

pejabat-pejabat yang mempunyai pekerjaan profesional di bidang itu,

padahal justru kajian ini pada warga negar biasa. Ketiga, kegiatan

politik adalah kegiatan yang dimaksud untuk mempengaruhi keputusan

pemerintah. Kegiatan yang dimaksudkan misalnya membujuk atau

4 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice : Political Participation In Developing Countries Cambridge, mass : Harvard University Press 1997, Hal. 3, dalam Miriam

Budiarjo.5 Arifin Rahmat, Sistem Politik Indonesia, Surabaya : Penerbit SIC, 1998, hal. 128

Page 20: Skripsi Pendi.doc

14

menekan pejabat pemerintah untuk bertindak dengan cara-cara

tertentu untuk menggagalkan keputusan, bahkan dengan cara

mengubah aspek- aspek sistem politik. Dengan itu protes-protes,

demonstrasi, kekerasan bahkan bentuk kekerasan pemberontak untuk

mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut sebagai partisipasi

politik. Keempat, partisipasi juga mencakup semua kegiatan yang

mempengaruhi pemerintah, terlepas tindakan itu efektif atau tidak,

berhasil atau gagal. Kelima, partisipasi politik dilakukan langsung atau

tidak langsung, artinya langsung oleh pelakunya sendiri tanpa

menggunakan perantara, tetapi ada pula yang tidak langsung melalui

orang-orang yang dianggap dapat menyalurkan ke pemerintah.

Perilaku politik seseorang dapat dilihat dari bentuk partisipasi

politik yang dilakukannya. Bentuk partisipasi politik dilihat dari segi

kegiatan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Partisipasi aktif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada

segi masukan dan keluaran suatu sistem politik. Misalnya,

kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu

kebijakana umum, mengajukan alternatif kebijakan umum

yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan

kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan,

membayar pajak, dan ikut srta dalam kegiatan pemilihan

pimpinan pemerintahan.

Page 21: Skripsi Pendi.doc

15

b. Partisipasi pasif, bentuk partisipasi ini berorientasi kepada

segi keluaran suatu sistem politik. Misalnya, kegiatan

mentaati peraturan/perintah, menerima, dan melaksanakan

begitu saja setiap keputusan pemerintah.6

Selain kedua bentuk partisipasi diatas tetapi ada sekelompok

orang yang menganggap masyarakat dan sistem politik yang ada

dinilai telah menyinggung dari apa yang dicita-citakan sehingga tidak

ikut serta dalam politik. Orang-orang yang tidak ikut dalam politik

mendapat beberapa julukan, seperti apatis, sinisme, alienasi, dan

anomie.

1) Apatis (masa bodoh) dapat diartikan sebagai tidak punya

minat atau tidak punya perhatian terhadap orang lain,

situasi, atau gejala-gejala.

2) Sinisme menurut Agger diartikan sebagai “kecurigaan yang

busuk dari manusia”, dalam hal ini dia melihat bahwa politik

adalah urusan yang kotor, tidak dapat dipercaya, dan

menganggap partisipasi politik dalam bentuk apa pun sia-sia

dan tidak ada hasilnya.

3) Alienasi menurut Lane sebagai perasaan keterasingan

seseorang dari politik dan pemerintahan masyarakat dan

kecenderungan berpikir mengenai pemerintahan dan politik

6 Boediharjo, Miriam. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. 1998.Hal. 24-25

Page 22: Skripsi Pendi.doc

16

bangsa yang dilakukan oleh orang lain untuk oranng lain

tidak adil.

4) Anomie, yang oleh Lane diungkapkan sebagai suatu

perasaan kehidupan nilai dan ketiadaan awal dengan kondisi

seorang individu mengalami perasaan ketidakefektifan dan

bahwa para penguasa bersikap tidak peduli yang

mengakibatkan devaluasi dari tujuan-tujuan dan hilangnya

urgensi untuk bertindak.7

Menurut Rosenberg ada 3 alasan mengapa orang enggan

sekali berpartisipasi politik :

Pertama bahwa individu memandang aktivitas politik merupakan

ancaman terhadap beberapa aspek kehidupannya. Ia beranggapan

bahwa mengikuti kegiatan politik dapat merusak hubungan sosial,

dengan lawannya dan dengan pekerjaannya karena kedekatannya

dengan partai-partai politik tertentu.

Kedua, bahwa konsekuensi yang ditanggung dari suatu aktivitas

politik mereka sebagai pekerjaan sia-sia. Mungkin disini individu

merasa adanya jurang pemisah antara cita-citanya dengan realitas

politik. Karena jurang pemisah begitu besarnya sehingga dianggap

tiada lagi aktifitas politik yang kiranya dapat menjembatani.

Ketiga, beranggapan bahwa memacu diri untuk tidak terlibat

atau sebagai perangsang politik adalah sebagai faktor yang sangat

penting untuk mendorong aktifitas politik. Maka dengan tidak adanya

7 Sudijono, Sastroadmojo, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press, 1995, hal. 74

Page 23: Skripsi Pendi.doc

17

perangsang politik yang sedemikian, hal itu membuat atau mendorong

kearah perasaan yang semakin besar bagi dorongan apati. Disini

individu merasa bahwa kegiatan bidang politik diterima sebagai yang

bersifat pribadi sekali daripada sifat politiknya. Dan dalam hubungan

ini, individu merasa bahwa kegiatan-kegiatan politik tidak dirasakan

secara langsung menyajikan kepuasan yang relatif kecil. Dengan

demikian partisipasi politik diterima sebagai suatu hal yang sama

sekali tidak dapat dianggap sebagai suatu yang dapat memenuhi

kebutuhan pribadi dan kebutuhan material individu itu.

2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik Masyarakat

Faktor-faktor yang memepengaruhi partisipasi politik seseorang

adalah :

1. Kesadaran politik, yakni kesadaran akan hak dan

kewajibannya sebagai warga negara.

2. Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang

tersebut terhadap pemerintahannya.

Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi

politik yaitu8 :

1. Partisipasi politik aktif jika memiliki kesadaran dan

kepercayaan politik yang tinggi.

8 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Widya Pustaka. Utama, 1992, Hal. 144

Page 24: Skripsi Pendi.doc

18

2. Partisipasi politik apatis jika memiliki kesadaran dan

kepercayaan politik yang rendah.

3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah,

sedangkan kepercayaan politiknya tinggi.

4. Partisipasi politik militan radikal jika memiliki kesadaran

politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah.

Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara biasa

dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau

mempengaruhi kehidupannya. Semua pihak yang menjadi tujuan

utama kontestan untuk dipengaruhi dan diyakinkan agar mendukung

dan kemudian memberikan suaranya kepada kontestan yang berkaitan

pendukungan bisa diartkan bahwa itu adalah pemilih.

Perlu diketahui bahwa yang berperan melakukan kegiatan politik

itu adalah warga negara yang mempunyai jabatan dalam

pemerintahan dan warga negara yang mempunyai jabatan dalam

pemerintahan dan warga negara biasa yang tidak memiliki jabatan.

Yang berwenang membuat dan melaksanakan keputusan politik

adalah pemerintah. Namun demikian, warga masyarakat berhak

mempengaruhi proses pembuatan serta pelaksanaan keputusan

tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik

masyarakat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik

masyarakat antara lain : 9

9 Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, No Easy Choice : Political Participation In Developing Countries Cambridge, mass : Harvard University Press 1997, Hal.16-18.

Page 25: Skripsi Pendi.doc

19

1. Faktor Sosial Ekonomi

Menempatkan variabel status sosial-ekonomi sebagai variabel

penjelasan perilaku non-voting selalu mengandung makna ganda.

Pada satu sisi, variabel status sosial ekonomi memang dapat

diletakkan sebagai variabel independen untuk menjelaskan perilaku

non-voting tersebut. Namun, pada sisi lain, variabel tersebut juga

dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur karakteristik

pemilih non-votingitu sendiri. Setidaknya ada empat indikator yang bisa

digunakan mengukur variabel status sosial ekonomi, yaitu tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, pekerjaan dan pengaruh keluarga.

Lazimnya, variabel status sosial ekonomi digunakan untuk

menjelaskan perilaku memilih. Namun dengan menggunakan proporsi

yang berlawanan, pada saat yang sama variabel tersebut sebenarnya

juga dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku non-voting. Artinya,

jika tinggi tingkat pendidikan berhubungan dengan kehadiran memilih,

itu berarti rendahnya tingkat pendidikan berhubungan dengan

ketidakhadiran pemilih.

Ada beberapa alasan mengapa tingkat status sosial-ekonomi

berkorelasi dengan kehadiran atau ketidakhadiran pemilih, yaitu :

a. Pekerjaan-pekerjaan tertentu lebih mengahargai partisipasi

warga. Para pemilih yang bekerja di lembaga-lembaga

sektor-sektor yang berkaitan langsung dengan kebijakan

pemerintah cenderung lebih tinggi tingkat kehadiran dalam

Page 26: Skripsi Pendi.doc

20

pemilu dibanding para pemilih yang bekerja pada lembaga-

lembaga atau sektor-sektor yang tidak mempunyai kaitan

langsung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Para

pegawai negeri atau pensiunan, menunjukkan tingkat

kehadiran memilih lebih tinggi dibanding dengan yang lain.

Sebab, mereka sering terkena langsung dengan kebijakan

pemerintah, seperti misalnya kenaikan gaji, pemutusan

hubungan kerja, dan sebagainya. Begitu pula para pensiunan

yang sangat berkepentingan langsung dengan berbagai

kebijakan pemerintah, khususnya tentang besarnya

tunjangan pensiun kesehatan, kesejahteraan atau tunjangan-

tunjangan lainnya.

b. Tingkat pendidikan, tingkat pendidikan dapat dikatakan turut

mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat. Faktor

pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk

diperhatikan, sebab pendidikan sebagai suatu kegiatan yang

dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam

menganalisa teori serta mampu untuk menentukan

keputusan dalam persoalan-persoalan untuk mencapai tujuan

menjadi faktor yang penting bagi masyarakat sebagai pelaku

partisipasi aktif dalam pemilihan. Karena semakin tinggi

pendidikan seseorang, maka ketajaman dalam menganalisa

informasi tentang politik dan persoalan-persoalan sosial yang

Page 27: Skripsi Pendi.doc

21

diterima semakin meningkat dan menciptakan minat dan

kemampuannya dalam berpolitik.

c. Pengaruh Keluarga, keluarga juga memberikan pengaruh

yang cukup besar pada masyarakat dalam hal tidak ikut

memilih pada Pemilu Legislatif, kuatnya pengaruh pimpinan

keluarga (ayah) dalam menentukan pilihan politik keluarga.

Secara umum apabila kepala keluarga (ayah) tidak ikut

memilih akan memberikan pengaruh kepada anggota

keluarga lainnya untuk tidak ikut memilih.

2. Faktor Psikologis

Penjelasan non-voting dari faktor psikologis pada dasarnya

dikelompokkan dalam dua kategori. Pertama, berkaitan dengan ciri-ciri

kepribadian seseorang. Kedua, berkaitan dengan orientasi kepribadian.

Penjelasan pertama melihat bahwa perilaku non-voting disebabkan oleh

kepribadian yang tidak toleran, otoriter, tak acuh, perasaan tidak aman,

perasaan khawatir, kurang mempunyai tanggung jawab secara pribadi,

dan semacamnya. Orang yang mempunyai kepribadian yang tidak toleran

atau tak acuh cenderung untuk tidak memilih. Sebab, apa yang

diperjuangkan kandidat atau partai politik tidak selalu sejalan dengan

kepentingan peroragan secara langsung, betapapun mungkin hal itu

menyangkut kepentingan umum yang lebih luas.

Dalam konteks semacam ini, para pemilih yang mempunyai

kepribadian tidak toleran atau tak acuh cenderung menarik diri dari

Page 28: Skripsi Pendi.doc

22

percaturan politik langsung, karena tidak berhubungan dengan

kepentingannya.

Ciri-ciri kepribadian ini umumnya diperoleh sejak lahir bahkan lebih

bersifat keturunan dan muncul secara konsisten dalam setiap perilaku.

Faktor lain yang dapat digunakan untuk menandai ciri kepribadian ini

adalah kefektifan personal (personal effectiveness), yaitu kemampuan

atau ketidakmampuan seseorang untuk memimpin lingkungan di

sekitarnya. Misalnya, seberapa jauh seseorang merasa mampu memimpin

teman- teman sepermainan, organisasi-organisasi sosial, profesi atau

okupasi di mana mereka bekerja, dan sebagainya.

Sementara itu, penjelasan kedua lebih menitikberatkan faktor

orientasi kepribadian. Penjelasan kedua ini melihat bahwa perilaku

nonvoting disebakan oleh orientasi kepribadian pemilih, yang secara

konseptual menunjukkan karakteristik apatis, anomi, dan alienasi.10

Secara teoritis, perasaan apatis sebenarnya merupakan jelmaan

atau pengembangan lebih jauh dari kepribadian otoriter, yang secara

sederhana ditandai dengan tiadanya minat terhadap persoalan-persoalan

politik. Hal ini bisa disebabkan oleh rendahnya sosialisasi atau

rangsangan (stimulus) politik, atau adanya perasaan (anggapan) bahwa

aktivitas politik tidak menyebabkan perasaan kepuasan atau hasil secara

langsung. Anomi merujuk pada perasaan tidak berguna. Mereka melihat

bahwa aktivitas politik sebagai sesuatu yang sia-sia, karena mereka

10 Arnold K. Sherman dan Aliza Kolker, The Social Bases of Politics , California : A Division of Wodsworth Inc, 1987, hal. 208-209

Page 29: Skripsi Pendi.doc

23

merasa tidak mungkin mampu mempengaruhi peristiwa atau

kebijaksanaan politik. Bagi para pemilih semacam ini, memilih atau tidak

memilih tidak mempunyai pengaruh apa-apa, karena keputusan-

keputusan politik seringkali berada diluar kontrol para pemilih. Sebab,

para terpilih biasanya menggunakan logika-logikanya sendiri dalam

mengambil berbagai keputusan politik, dan dalam banyak hal mereka

berada jauh di luar jangkauan para pemilih. Perasaan powerlessness

inilah yang disebut sebagai anomi. Sedangkan alienasi berada di luar

apatis dan anomi. Alienasi merupakan perasaan keterasingan secara

aktif. Seseorang merasa dirinya tidak terlibat dalam banyak urusan politik.

Pemerintah dianggap tidak mempunyai pengaruh terutama pengaruh baik

terhadap kehidupan seseorang. Bahkan pemerintah dianggap sebagai

sesuatu yang mempunyai konsekuensi jahat terhadap kehidupan

manusia. Jika perasaan alienasi ini memuncak, mungkin akan mengambil

bentuk alternatif aksi politik, seperti melalui kerusuhan, kekacauan,

demonstrasi dan semacamnya.

3. Faktor Pilihan Rasional

Faktor pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk

kalkulasi untung dan rugi. Yang dipertimbangkan tidak hanya “ongkos”

memilih dan kemungkinan suaranya dapat mempengaruhi hasil yang

Page 30: Skripsi Pendi.doc

24

diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada.

Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat yang hendak

mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat

pemerintah. Bagi pemilih, pertimbangan untung dan rugi digunakan untuk

membuat keputusan tentang partai dan kandidat yang dipilih, terutama

untuk membuat keputusan apakah ikut memilih atau tidak ikut memilih.

Pada kenyataannya, ada sebagian pemilih yang mengubah pilihan

politiknya dari satu pemilu ke pemilu lainnya. Ini disebabkan oleh

ketergantungan pada peristiwa-peristiwa politik tertentu yang bisa saja

mengubah preferensi pilihan politik seseorang. Hal ini berarti ada variabel-

variabel lain yang ikut menentukan dalam mempengaruhi perilaku politik

seseorang. Ada faktor-faktor situasional yang ikut berperan dalam

mempengaruhi pilihan politik seseorang dalam pemilu. Dengan begitu,

pemilih bukan hanya pasif melainkan juga individu yang aktif. Ia tidak

terbelenggu oleh karakteristik sosiologis, melainkan bebas bertindak.

Faktor-faktor situasional, bisa berupa isu-isu politik atau kandidat yang

dicalonkan, seperti ketidakpercayaan dengan pemilihan yang bisa

membawa perubahan yang lebih baik. Atau ketidakpercayaan masalah

akan bisa diselesaikan jika pemimpin baru terpilih, dan sebagainya.

Pemilih yang tidak percaya dengan pemilihan akan menciptakan keadaan

lebih baik, cenderung untuk tidak ikut memilih.

Berdasarkan pendekatan ini Him Helwit mendefinisikan perilaku

pemilih sebagai pengambilan keputusan yang bersifat instant, tergantung

Page 31: Skripsi Pendi.doc

25

pada situasi sosial politik tertentu, tidak berbeda dengan pengambilan

keputusan lain. Jadi tidak tertutup kemungkinan adanya pengaruh dari

faktor tertentu dalam mempengaruhi keputusannya.11

2.3. Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya

masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan jalur formal adalah kegiatan yang sistematis,

berstruktur, bertingkat dimulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi

dan yang setaraf dengannya; termasuk didalamnya adalah kegiatan studi

yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi, dan latihan

profesional yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus. 

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang

yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan

tinggi. Sedangkan pengertian pendidikan informal adalah jalur pendidikan

keluarga dan lingkungan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi

keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas

peserta didik dalam proses pembelajaran (Undang Undang No 20 tahun

2003 Pasal 1 Ayat (11) dan Ayat (13).

11 Muhammad, Asfar, Presiden Golput, Jakarta : Jawa Pos Press, 2004, hal. 35-51

Page 32: Skripsi Pendi.doc

26

Pendidikan jalur  formal merupakan bagian dari pendidikan

nasional yang bertujuan untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya

sesuai dengan fitrahnya, yaitu pribadi yang beriman dan bertaqwa

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, demokratis,

menjunjung tinggi hak asasi manusia, menguasai ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, memiliki

keterampilan hidup yang berharkat dan bermartabat, memiliki kepribadian

yang mantap, mandiri, dan kreatif, serta memiliki tanggung jawab

kemasyarakatan dan kebangsaan yang mampu mewujudkan kehidupan

bangsa yang cerdas dan berdaya saing di era global.

Pendidikan didapatkan tidak terbatas hanya dari sekolah-sekolah

formal saja, melainkan dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga pula.

Hal tersebut diuraikan oleh S. Sudarmi, dimana pendidikan memiliki tiga

bentuk yaitu : 12

a. Pendidikan formal yaitu pendidikan yang kita kenal dengan

pendidikan di sekolah yang diatur bertingkat dengan syarat-

syarat yang jelas.

b. Pendidikan non formal, yaitu pendidikan yang teratur dan sadar

tetapi tidak perlu mengikuti aturan yang ketat dan tetap.

c. Pendidikan informal, yaitu pendidikan yang diperoleh seseorang

dengan pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar

sejak lahir sampai mati, didalam pergaulan sehari-hari.

12 S. Sudarmi. Pendidikan Non Formal Dalam Rangka Pembangunan Sumber Tenaga Manusia Usia Muda. Jakarta: LP3ES. Hlm 45

Page 33: Skripsi Pendi.doc

27

Uraian dari S. Sudarmi tersebut, lebih lanjut lagi dapat dijabarkan

bahwa pendidikan formal merupakan suatu aktivitas yang terorganisir ,

diatur bertingkat, dan dengan syarat-syarat yang jelas untuk

mengembangkan pengetahuan dan kepribadian seseorang yang diperoleh

melalui lembaga-lembaga pendidikan formal seperti SD, SLTP, SMA, dan

Perguruan Tinggi. Sedangkan pendidikan non formal juga bertujuan untuk

mengembangkan pengetahuan seseorang dalam bidang tertentu dan

membangun kepribadian, namun tidak perlu mengikuti aturan yang ketat

dan tetap, dimana pendidikan seperti ini didapatkan melalui kursus-kursus

dalam hal tertentu. Lain pula halnya dengan pendidikan informal yang

dapat dijelaskan sebagai proses yang berlangsung dalam kehidupan

sehari-hari sehingga memberikan hasil yang berpengaruh kepada

pembangunan pengetahuan, dan kepribadian seseorang yang didapatkan

melalui pergaulan, maupun pengalaman sehari-hari.

Dalam tataran ideal, seseorang individu yang memiliki pendidikan

yang relatif tinggi tentunya memiliki kapastas pengetahuan yang cukup

memadai tentang berbagai aspek kehidupan.13 Termasuk pengetahuan

politik seseorang.

Hutington juga menyatakan bahwa pendidikan mempengaruhi

partisipasi politik seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka semakin tinggi tingkat partisispasinya. 14

13 Polak Margaret. 1987. Sosialogi Kontenporer. Jakarta. Rajawali. Hal. 2814 Samuel P. Hutington dan Joan Nelson, Partisipasi di Negara Berkembang. Rinika Cipata.

Jakarta. 1994. Hal. 6

Page 34: Skripsi Pendi.doc

28

Dari beberapa teori diatas yang menjelaskan mengenai orientasi

pemiliih dalam menjatuhkan pilihannya, maka dapat kita lihat bahwa

semua pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan pemilih dalam

menjatuhkan pilihannya tidak terlepas dari aspek pendidikan. Bahwa

pendekatan-pendekatan seperti pendekatan sosiologis, psikologis

maupun pilihan rasional memiliki keterkaitan dengan latar belakang

pendidikan seseorang. Taufik Abdullah menyebutkan bahwa pendidikan

merupakan usaha untuk membina kepribadian dan kemampuan

seseorang, baik itu kemampuan jasmani dan rohani yang dilakukan dalam

rumah tangga, sekolah, dan dalam masyarakat agar dengan kemampuan

tersebut dapat mempertahankan, mengembangkan kelangsungan hidup

masyarakat.15

Dalam hubungannya dengan perilaku pemilih, Samuel J. Dan

Eldersvelt menyatakan bahwa masyarakat yang pendidikannya rendah

memiliki motivasi yang rendah pula dalam memilih 16. Hal ini diperkuat

oleh Thomas E. Canavaugh bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan

sekolah dasar memiliki motivasi yang rendah dalam memilih (motivasi

memilih hanya 59%), seseorang dengan tingkat pendidikan sekolah

menengah memiliki motivasi sebesar 72%, dan seseorang yang

pendidikannya sarjana memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam memilih

yaitu sebesar 85%. Menurut Bernard R. Berelson dkk

masyarakat yang demokratis haruslah mengetahui dengan baik mengenai

15 Taufik Abdulah. Agama dan Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rajawali,1987. Hlm 32716 Samuel J. Dan Eldersvelt. Political Parties In American Society. New York: Basic Book Inc., 1982. Hlm 338-

339.

Page 35: Skripsi Pendi.doc

29

kondisi perpolitikan disekitarnya, isu apa yang sedang berkembang,

bagaimana sejarahnya, keterhubungannya dengan fakta yang terjadi,

untuk apa suatu partai politik didirikan dan apa pengaruh dari hadirnya

partai politk tersebut. Disinilah pendidikan dibutuhkan, pendidikan

dibutuhkan bagi pemilih untuk melihat situasi politik yang ada, menilai

kampanye yang dilakukan suatu partai politik, sehingga ia dapat

menentukan pilihannya secara rasional. Berbeda dengan masyarakat

yang berpendidikan rendah sehingga cenderung memilih berdasarkan

ikatan emosional kepada kandidat, partai maupun sosial group tertentu.

Maka dalam penelitian ini, penulis mengasumsikan bahwa pendidikan

merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi pilihan politik

seseorang, dimana pendidikan merupakan faktor penting sebagai alat

untuk membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap seorang

calon anggota legislatif maupun suatu partai politik sehingga pada

akhirnya orang tersebut dapat menentukan pilihannya.

Tingkat pendidikan dapat dikatakan turut mempengaruhi perilaku

pemilih masyarakat. Faktor pendidikan merupakan hal yang sangat

penting untuk diperhatikan, sebab pendidikan sebagai suatu kegiatan

yang dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam menganalisa

teori serta mampu untuk menentukan keputusan dalam persoalan-

persoalan untuk mencapai tujuan menjadi faktor yang penting bagi

masyarakat sebagai pelaku partisipasi aktif dalam pemilihan. Karena

semakin tinggi pendidikan seseorang, maka ketajaman dalam

Page 36: Skripsi Pendi.doc

30

menganalisa informasi tentang politik dan persoalan-persoalan sosial

yang diterima semakin meningkat dan menciptakan minat dan

kemampuannya dalam berpolitik.

Tingkat pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah jenjang pendidikan formal yang telah ditempuh yang dibuktikan

dengan penerimaan ijazah pada tingkatan pendidikan formal tersebut. Di

Indonesia wajib belajar dilaksanakan sampai 9 tahun atau setara dengan

tingkat pendidikan SMP sederajat, maka pendidikan formal SMP/sederajat

dijadikan skala ukur untuk menentukan pendidikan formal seseorang

dengan hasil ukur sebagai berikut :

1) Bila pendidikan formal > SMP/sederajat maka hasil ukurnya

adalah Tinggi.

2) Bila pendidikan formal < SMP/sederajat maka hasil ukurnya

adalah Rendah

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah

angket/kuesioner

2.4. Status Sosial Ekonomi

Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya kawan

(teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman

sepermainan, teman kerja dan sebagainya. Yang dimaksud teman

adalah mereka yang ada disekitar kita, yakni yang tinggal dalam suatu

lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi.

Page 37: Skripsi Pendi.doc

31

Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos”

yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur, jadi

secara harafiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga.17

Status sosial ekonomi orangtua sangat berpengaruh bagi

pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari. Manusia sebagai mahluk

sosial mempunyai potensi serta kepribadian yang memungkinkan dia

diterima dalam pergaulan dengan individu yang lain. Karena setiap

individu akan menyalurkan potensinya tersebut untuk kepentigan

tertentu, kemudian individu yang lain dapat menerima dan

mengakuinya. Atas dasar itulah dia akan mendapatkan status itu di

dalam kelompok dimana dia berada. Perkataan sosial telah mendapat

banyak interprestasi, walaupun demikian orang berpendapat bahwa

perkataan ini mencapai reciprocal behaviour atau perilaku yang saling

mempengaruhi dan saling tergantungnya manusia satu sama lain.

Status sosial ekonomi merupakan suatu keadaan atau kedudukan

yang diatur secara sosial dalam posisi tertentu dalam struktur

masyarakat, pemberian posisi ini disertai pula seperangkat hak dan

kewajiban yang hanya dipenuhi sipembawa statusnya, misalnya:

pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan.18

Sosial ekonomi dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan atau

kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang

dalam posisi tertentu dalam struktur masyarakat. Pemberian posisi ini

17 Shadily, Hasan, (1984), Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta. Hal. 1218 Soekanto, S., (2003), Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta. Hal. 23

Page 38: Skripsi Pendi.doc

32

disertai pula seperangkat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi

sipembawa status misalnya, pendapatan, dan pekerjaan. Status sosial

ekonomi orangtua sangat berdampak bagi pemenuhan kebutuhan

keluarga dalam mencapai standar hidup yang sejahtera dan mencapai

kesehatan yang maksimal. Status adalah keadaan atau kedudukan

seseorang, sedangkan pengertian sosial sangat berhubungan dengan

kehidupan bermasyarakat di lingkungan sekitar. Di dalam kehidupan

bermasyarakat terdapat pembeda posisi atau kedudukan seseorang

maupun kelompok di dalam struktur sosial tertentu. Perbedaan

kedudukan dalam masyarakat dalam sosiologi dikenal dengan stilah

lapisan sosial. Lapisan sosial merupakan sesuatu yang selalu ada dan

menjadi ciri yang umum di dalam kehidupan manusia. Seorang

sosiolog yang bernama Sorokin dalam Soekanto (2003) menyatakan

bahwa lapisan sosial adalah perbedaan penduduk atau masyarakat ke

dalam kelas-kelas secara bertingkat (secara hirakri). 19

Klasifikasi status sosial ekonomi menurut Coleman & Cressey

adalah: 20

a. Status sosial ekonomi atas

Status sosial ekonomi atas adalah kelas sosial yang

berada paling atas dari tingkatan sosial yang terdiri dari

orang-orang yang sangat kaya, yang sering menempati posisi

teratas dari kekuasaan.

19 Soekanto, S., (2003), Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta. Hal. 24-2620 Sardiman, S, A, dkk., (2002), Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatan,

PT. Raja Grasindo Persada, Jakarta. Hal . 13-17

Page 39: Skripsi Pendi.doc

33

Status sosial ekonomi atas adalah status atau

kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh

berdasarkan penggolongan menurut harta kekayaan, di mana

harta kekayaan yang dimiliki di atas rata-rata masyarakat

pada umumnya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

dengan baik. 21

Havinghurst dan Taba mengemukakan masyarakat

dengan status sosial yaitu sekelompok keluarga dalam

masyarakat yang jumlahnya relatif sedikit dan tinggal di

kawasan elit perkotaan. Berdasarkan pendapat para ahli

diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya status

sosial ekonomi atas adalah status sosial atau kedudukan

seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan

penggolongan menurut kekayaan, di mana harta yang dimiliki

di atas rata-rata masyarakat pada umumnya dan dapat

memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan baik. 22

b. Status sosial bawah

Sosial ekonomi bawah adalah kedudukan seseorang

di masyarakat yang diperoleh berdasarkan penggolongan

menurut kekayaan, dimana harta kekayaan yang dimiliki

termasuk kurang jika dibandingkan dengan rata-rata

21 Sitorus, M., (2000) Sosiologi, Cahaya Budi, Bandung. Hal. 4522 Wijaksana, Adi, 1992,Minat Remaja dalam Pemilihan Bidang Karir pada Status Sosial

Ekonomi Keluarga Tingkat Atas, Menengah dan Bawah. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta. Hal. 7

Page 40: Skripsi Pendi.doc

34

masyarakat pada umumnya serta tidak mampu dalam

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. 23

Sedangkan menurut Havinghurst dan Taba

mengemukakan masyarakat dengan status sosial ekonomi

bawah adalah masyarakat dalam jumlah keluarga yang

cukup besar dan juga pada umumnya cenderung selalu

konflik dengan aparat hukum.

Menurut Nimkoff, status ekonomi menentukan kelas seseorang,

maka status seseorang dalam masyarakat menjadi penting, dari yang

diungkapkan di atas bahwa satus ekonomi memisahkan orang dalam

golongan yang berbeda-beda, seseorang yang memiliki ekonomi yang

mapan terkelompok dalm kelas yang sama, begitu juga sebaliknya.24

“Status sosial ekonomi adalah kedudukan seorang warga

Negara dalam pelapisan sosial yang disebabkan oleh pemilikan

kekayaan. Pemilikan kekayaan di dalam masyarakat sebagai dasar di

dalam menentukan tinggi rendahnya status sosial ekonomi individu

dalam masyarakat.”25

Minat politik bertambah bersamaan dengan bertambahnya

kondisi sosial ekonomi. Hal ini diungkapkan Samuel-Nelson dalam

bukunya. Semakin tinggi faktor sosial ekonomi, maka ia pun semakin

tertarik terlibat dalam politik pembangunan desa seara motorik, dan

perhatian yang lebih besar dalam pembangunan desa serta lebih

23 Sitorus, M., (2000) Sosiologi, Cahaya Budi, Bandung. Hal. 4524 Polak Margaret, 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. Rajawali. hal. 2825 Sastroatmodjo Sudijono, Perilaku Politik, RIKIP Press, Semarang, 1995, hal. 67.

Page 41: Skripsi Pendi.doc

35

banyak untuk mempengaruhi keputusan program pembangunan yang

diambil oleh pemerintah desa.

Hubungan yang erat dan pengaruh yang positif, kuat dan

signifikan antara faktor sosial ekonomi dengan partisipasi politik

masyarakat terutama di desa pada khususnya sesuai dengan apa

yang dibahas nantinya dalam skripsi ini. Indikator pendapatan tentu

berkaitan langsung dengan pekerjaan yang mempengaruhi pola

partisipasi masyarakat dan ini mempengaruhi pola pikir secara tidak

langsung demikian juga pendidikan. Di kebanyakan Negara,

pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik, karena

pendidikan lebih tinggi dapat memberikan informasi tentang politik dan

persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisis dan

menciptakan minat dan kemampuan berpolitik juga di banyak Negara,

lembaga pendidikan dan kurikulumnya sengaja berusaha

mempengaruhi proses sosialisasi politik kaum muda. Di samping itu

orang yang berpendapatan dan mempunyai pekerjaan yang tinggi

lebih aktif daripada yang berstatus rendah.

Contoh dari Negara yang mengutamakan status sosial ekonomi

karena mempengaruhi partisipasi politik adalah Amerika. Sesuai

dengan penelitian dalam buku Samuel-Nelson, sikap umum orang

Amerika terhadap partisipasi politik tercermin dalam model

pembangunan yang liberal, yang secara implisit atau eksplisit

diutarakan di dalam banyak tulisan Amerika dan tulisan- tulisan lainnya

Page 42: Skripsi Pendi.doc

36

mengenai soal itu. Di dalam model itu diasumsikan bahwa sebab-

sebab ketimpangan sosio- ekonomi, kekerasan politik, dan ketiadaan

partisipasi politik yang demokratis terletak dalam keterbelakangan

sosio- ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu

penting pembangunan sosio-ekonomi yang cepat, yang akan

menaikkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan dalam

masyarakat itu dan dengan begitu memungkinkan suatu distribusi

kekayaan yang lebih adil, memajukan kestabilan politik, dan

meletakkan landasan bagi partisipasi politik yang lebih luas dan sistem

pemerintahan yang lebih demokratis.

Status sosial ekonomi, dalam penelitian ini adalah jumlah

pendapatan minimal pribadi seseorang tiap bulannya. Berdasarkan

hasil rekapitulasi BPS tahun 2010 indeks fiskal setiap kabupaten kota

di seluruh Indonesia, titik garis kemiskinan Kota Pariaman adalah : Rp.

268.875 / bulan. Maka skala ukurnya adalah :

1) Bila pendapatan pribadi perbulan > Rp. 268.875 maka hasil

ukurnya adalah : Tidak Miskin

2) Bila pendapatan pribadi perbulan < Rp. 268.875 maka hasil

ukurnya adalah : Miskin

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah

angket/kuesioner

2.5. Pemilihan Langsung Kepala Daerah

Page 43: Skripsi Pendi.doc

37

Seiring dengan dilaksanakannya pemilihan Kepala Darah

Langsung (Pilkada) merupakan bagian dari UU No. 32 Tahun 2004

tentang pemerintahan daerah dalam PP No. 6 Tahun 2005. Khususnya

pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, maka kegiatan

partisipasi politik ini semakin terlihat dalam kehidupan masyarakat.

Karena Pilkada merupakan salah satu produk demokrasi dan

merupakan salah satu sarana pendidikan politik, dimana semua

masyarakat. Hebert Mc Closky menyatakan bahwa partisipasi pilitik

merupakan bagian dari proses pembentukan dari kebijakan umum.

Pemilihan Langsung Kepala Daerah baik itu Gubernur/wakil

Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, maupun Walikota/Wakil Walikota,

dilaksanakan mulai bulan Juni 2005 dan dipilih secara langsung oleh

rakyat. Hal ini merupakan pelaksanaan dari Undang – Undang No.

32/2004 tentang pemerintahan Daerah pasal 56 jo Pasal 119 dan

Peraturan Pemerintah (PP) No.6/2005 tentang tata cara pemilihan,

pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan

wakil kepala daerah. Dengan lahirnya UU No.32/2004 dan PP No.

6/2005 merupakan hukum yang harus dilaksanakan. Dengan

pemilihan langsung, yang menggunakan asas – asas langsung, umum,

bebas, rahasia, jujur dan adil, pilkada langsung layak disebut sebagai

sistem rekrutmen pejabat publik yang hampir memenuhi parameter

demokratis.26

26 Joko J. Prihatmoko.Pemilihan Kepala Daerah Langsung. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. 2005. Hal 20.

Page 44: Skripsi Pendi.doc

38

1. Menggunakan mekanisme Pemilu yang teratur.

2. Adanya rotasi kekuasaan.

3. Pemilihan dilakukan secara terbuka.

4. Akuntabilitas publik.

2.6. Parameter Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah Langsung

Beberapa Parameter untuk melihat terciptanya demokrasi di

pemilihan umum menurut pendapat Bingham Powel (1978). Antara

lain:

a. Pemilu

Rekrutmen yang dilakukan secara teratur dengan tenggang

waktu yang jelas, kompetitif, jujur dan adil.

b. Rotasi Kekuasaan

Kekuasaan tidak boleh dipegang dengan waktu lama secara

terus menerusjika seperti itu yang terjadi maka lebih

dikatakan sistem seperti itu disebut monarkhi.

c. Rekrutmen terbuka

Page 45: Skripsi Pendi.doc

39

Terbuka buat semua orang atau kelompok untuk mengisi

jabatan politik, jika tidak maka itu bisa disebut dengan otoriter

atau totaliter yang merekrut hanya dariseseorang saja.

d. Kepercayaan publik

Pemegang jabatan publik harus senantiasa

mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang dilakukan

secara pribadi maupun menjabat sebagai pejabat publik.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1.1. Metode yang Digunakan

Adapun jenis penelitian yang diambil dalam penelitian ini adalah

deskriptif analisis dengan konsep Correlational Research “Penelitian

kuantitatif dengan format deskriptif analisis bertujuan untuk menjelaskan,

meringkaskan berbagai kondisi, serbagai situasi, atau berbagai variabel

yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan

apa yang terjadi, sedangkan correlational research adalah penelitian yang

dialakukan untuk melihat hubungan diantara dua variable. Korelasi tidak

Page 46: Skripsi Pendi.doc

40

menjamin adanya kausaliti (hubungan sebab akibat), tetapi kausaliti

menjamin adanya korelasi.27.

Dalam penelitian ini penulis memakai metode deskriptif analitis

sebagai prosedur pemecah masalah yang diselidiki, dengan

menggunakan keadaan/ objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan

fakta- fakta yang tepat sebagaimana adanya dengan melakukan

pendekatan secara cross sectional study yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara variabel dependent dengan variabel

independen, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek

penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan

terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Hal

ini tidak berarti semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi populasi

bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi

juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari,

27 Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif,. Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya. Hal 36

39

Page 47: Skripsi Pendi.doc

41

tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau

subjek itu. 28

Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang

menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita

tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya.

Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, maka banyaknya

atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. 29

Kerlinger (Furchan, 2004: 193) menyatakan bahwa populasi

merupakan semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang

telah dirumuskan secara jelas. Sebuah populasi dengan jumlah individu

tertentu dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah individu dalam

kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak

terhingga, disebut populasi infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah

desa adalah populasi finit. Sebaliknya, jumlah pelemparan mata dadu

yang terus-menerus merupakan populasi infinit. 30

Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan

berikut :

a. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi

yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memilki

karakteristik yang terbatas.

28 Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif , Bandung: Alfabeta. Hal. 5529 Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 11830 Furchan, A., 2004, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.

193

Page 48: Skripsi Pendi.doc

42

b. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni

populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya,

sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah

secara kuantitatif.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka jumlah sampel pada

penelitian adalah seluruh masyarakat di Desa Bunga Tanjung yang

tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap Tahun 2013 yang berjumlah sebanyak

403 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti atau

sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila

populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada

pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu,

maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan

untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-

betul representatif.

Dalam bukunya Metode Penelitian Survai, Singarimbun dituliskan

bahwa “Beberapa peneliti menyatakan besarnya sampel, tidak boleh

kurang dari 10% dan ada peneliti lain yang menyatakan bahwa besarnya

sampel minimum 5 %.31

31 Singarimbun, Masri & Syofyan Efendi. Metode Penelitian Survay. Jakarta. : LP3ES. 1982.Hal. 106

Page 49: Skripsi Pendi.doc

43

Jika jumlah DPT Desa Bungo Tanjung adalah sebanyak 403 orang

maka dan jika sampel minimum ditetapkan 5% maka jumlah sampel pada

penelitian ini adalah :

n = 10% x N

orang

Teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang

jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber

data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran

populasi agar diperoleh sampel yang representatif.Untuk menentukan

sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik

sampling yang digunakan. 32

Dalam penelitian ini digunakan teknik Simple Random Sampling,

dinyatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota

32 Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 125

Page 50: Skripsi Pendi.doc

44

populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada

dalam populasi itu. Simple random sampling adalah teknik untuk

mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling.

Kelebihan dari pemngembilan acak sederhana ini adalah mengatasi

bias yang muncul dalam pemilihan anggota sampel dan kemampuan

menghitung standard error

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan

operasional agar tindakannya masuk pada penelitian yang sebenarnya.

Pada penelitian ini penulis akan mengunakan metode :

1) Metode angket, Sering pula disebut dengan metode kuesioner

atau dalam bahasa inggris disebut questionnaire (daftar

pertanyaan). “Metode angket merupakan serangkaian atau

daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian

diberikan untuk diisi oleh responden. Setelah diisi,angket dikirim

kembali atau dikembalikan ke petugas atau ke peneliti.”33

Jenis angket yang dipergunakan dalam penelitian ini

adalah dengan pertanyaan terbuka (open). Angket jenis

pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang dengan

kemungkinan jawabannya tidak ditentukan terlebih dahulu dan

responden bebas menentukan jawaban. Kuesioner terbuka

33 Soehartono, Hawan., Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Ros Dakarya, 2004.Hal.123

Page 51: Skripsi Pendi.doc

45

pada umumnya sistem penyebarannya dilakukan dengan

dihantar secara langsung oleh peneliti dan pada saat itu pula

dimintakan jawabannya selama responden menyanggupinya.

2) Metode wawancara atau interview, adalah suatu proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan

responden atau orang yang diwawancara. “Inti dari metode

wawancara ini ini, bahwa di setiap penggunaan metode ini

selalu ada pewawancara, responden, materi wawancara, dan

pedoman wawancara (yang terakhir ini tidak mesti ada)”34

3.4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kegiatan

penelitian langsung ke lokasi penelitian (field research) untuk mencari

data- data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

b. Data Sekender

Data sekunder adala data yang dikumpulkan melalui studi

kepustakaan, yaitu menyadur dari buku-buku, jurnal ilmiah, peraturan

perundang- undangan yang relevan dengan penelitian.

34 Burhan Bungin,Metode Penelitian Sosial : Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Surabaya. Airlanga Press. 200. hal. 126

Page 52: Skripsi Pendi.doc

46

3.5. Teknik Analisa Data

Dalam Penelitian ini teknik analisa data yang dipergunakan adalah

deskriptif, terbagi atas dua analisa yaitu analisa univariat yaitu suatu

analisa yang berusaha memberikan gambaran yang terperinci

berdasarkan kenyataan yang ditemui di lapangan. Teknik ini Kemudian

data yang ada dikelompokkan dan disajikan dalam bentuk tabel-tabel dan

uraian. Jadi penulis hanya menganalisa dengan cara menggambarkan

data yang diperoleh dengan mengadakan dan memberi interpretasi.

Selanjutnya adalah analisa bivariate diamana tujuan dilakukan

analisa ini adalah untuk mengetahui korelasi antar variabel dengan tujuan

pembuktian benar-tidaknya hipotesis, maka peneliti menggunakan analisa

Deskriptif Kuantitatif menggunakan alat uji statistik SPSS. Data-data akan

disajikan kedalam tabel-tabel frekuensi dan tabel silang (Crosstabs) yang

nantinya akan dianalisa untuk melihat ada-tidaknya hubungan antara

variabel X (Tingkat Pendidikan Formal dan Status Sosial Ekonomi) dan

Variabel Y (Partisipasi Masyarakat).

Analisa dilakukan dengan mengkombinasikan antara hasil

penelitian dalam bentuk data-data dengan hasil wawancara yang telah

dilakukan selama masa penyebaran kuisioner.

Analisa ini digunakan untuk menguji hipotesis yang telah

ditetapkanya itu mempelajari hubungan antara variabel. Analisa yang

digunakan adalah uji chi square dengan derajat kepercayaan 95%

menggunakan program SPSS atau menggunakan rumus chi square.

Page 53: Skripsi Pendi.doc

47

Mencari nilai chi square hitung (X2) dengan rumus:

Keterangan:

X2 = Chi square

fo (observed) = Nilai hasil pengamatan

fe (expected) = Nilai ekspektasi

Kemudian mencari nilai chi square tabel (X2) dengan rumus:

dk = (k-1)(b-1)

Keterangan:

k = banyaknya kolom

b = banyaknya baris

Pengambilan keputusan dengan taraf signifikan (5%) yaitu .

1) Jika p-value _ _ (0,05) maka Ho ditolak artinya signifikan.

2) Jika p-value _ _ (0,05) maka Ho diterima artinya tidak signifikan.

3.6. Waktu dan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, agar lebih objektif, peneliti memilih Kecamatan

Pariaman Timur, Kota Pariaman sebagai tempat penelitian, karena

berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU Kota

Pariaman, Kecamatan Pariaman Timur memiliki partisipasi paling tinggi

yaitu sebesar 68%. Penelitian ini difokuskan di Desa Bungo Tanjung.

Page 54: Skripsi Pendi.doc

48

Penelitian ini dilakukan semenjak dilakukannya pengambilan data

dan survey awal sebagai data sekunder penelitian hingga dilakukannya

pengambilan data primer dengan menggunakan kuesioner kepada

responden. Penelitian ini dimulai dari Bulan September hingga Desember

2013.

Penelitian ini dilakukan di Desa Bungo Tanjung Kecamatan

Pariaman Timur Kota Pariaman. Alasan peneliti mengambil lokasi ini

sebagai lokasi penelitian adalah karena jumalah DPT pada tingkat

kelurahan di Kota Pariaman adalah berada di Kelurahan Bungo Tanjung.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Bungo Tanjung secara administratif termasuk ke dalam

wilayah Kecamatan Pariaman Timur, Kota Pariaman. Secara geografis,

Page 55: Skripsi Pendi.doc

49

posisi Kota Pariaman terletak antara 0o 33’ 00’’ – 0o 45’ 00’’ Lintang

Selatan dan 100o 07’ 00’’ – 100o 16’ 00’’ Bujur Timur, dengan keadaan

iklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh angin darat dengan curah hujan

rata-rata 2.456 mm/tahun dan suhu udara rata-rata 25o C.

Berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 2002, Kota otonom

Pariaman terdiri dari 3 kecamatan, 55 desa dan 16 kelurahan. Luas

wilayah Kota Pariaman adalah 73,36 Km2 dengan panjang garis pantai 12

Km. 0,17% dari luas Propinsi Sumatera Barat.) dengan luas wilayah

daratan 73,36 Km² dan luas lautan 282,69km². Wilayah Kota Pariaman

yang paling luas yaitu Kecamatan Pariaman Utara dengan luas 28,45

Km², serta yang terkecil adalah wilayah kecamatan Pariaman Selatan

dengan luas 21,14 Km². Sedangkan Pariaman Timur merupakan wilayah

ke dua terluas di Kota Pariaman.

Berdasarkan hasil pencatatan pada tahun 2010, penduduk Kota

Pariaman berjumlah 79.073 jiwa dengan tingkat kepadatan 1077,88 orang

dalam satuan luas kilometer wilayah. Penduduk terbanyak berada pada

Kecamatan Pariaman Tengah yakni 28.980 orang, sedangkan kecamatan

yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Pariaman Timur dengan

jumlah 14.895 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi ditemukan pada

Kecamatan Pariaman Tengah yaitu 1.911,61 sedangkan kecamatan

dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan

Pariaman Timur yakni 809,07 jiwa. 35

35 SLHD Kota Pariaman 2010

48

Page 56: Skripsi Pendi.doc

50

Kecamatan Pariaman Timur dengan luas wilayah 18.41 Km2

mempunyai kepadatan penduduk sebesar 809 jiwa per Km2, dan

Kecamatan Pariaman Timur mendapatkan tekanan paling rendah.

Kecamatan kepadatan tertinggi adalah kecamatan Pariaman Tengah yang

merupakan Ibu kota Kota Pariaman. Kepadatan jumlah penduduk pada

kecamatan ini tidak lepas dari historis perkembangan wilayah yaitu

sebagai Ibu kota Kabupaten Padang Pariaman sekaligus juga pusat

kegiatan perkonomian Kota Pariaman.

Tinggi-rendahnya tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah akan

langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kesempatan-

kesempatan ekonomi. Pada wilayah agraris terutama perdesaan, maka

kesempatan ekonomi erat kaitannya dengan kepemilikan dan luas ke-

pemilikan lahan pertanian. Semakin padat penduduk, maka semakin

sempit pemilikan dan penguasaan lahan, dan berarti semakin sedikit

produksi yang dapat dihasilkan per individu. Semakin padat juga

berpengaruh terhadap nilai lahan, baik itu untuk keperluan pertanian

maupun pemukiman. Biasanya penduduk miskin akan banyak kehilangan

kesempatan-kesempatan ekonomi karena pengaruh kepadatan penduduk

yang tinggi.

Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak dasar rakyat seperti

tertera dalam UUD 1945 Pasal 31 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pembangunan pendidikan

seperti halnya kesehatan adalah investasi bangsa dan juga investasi

Page 57: Skripsi Pendi.doc

51

keluarga, karena berhubungan erat dengan produktivitas dan kesempatan

sosial, ekonomi, maupun politik.

Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan daerah

dan menjadi salah satu prioritas pemerintah kota ini, karena dengan

ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas tentu akan

mendorong perkembangan pembangunan kota Pariaman. Beberapa

program pemerintah kota diarahkan pada peningkatan sarana prasarana

penunjang pendidikan, baik pengadaan alat laboratorium, alat peraga

sekolah, maupun buku-buku sekolah. Selain itu peningkatan kemampuan

dan pemerataan tenaga pendidik juga dilakukan secara kontinu termasuk

dukungan pendanaan, pelatihan maupun studi lanjut.

Berdasarkan jumlah sarana pendidikan di Kota Pariaman dapat

digambarkan berdasarkan tabel berikut :

Tabel 4.1Jumlah Sarana Jenjang Pendidikan Formal Kota Pariaman Tahun

2013

No. Jenjang Pendidikan Formal Jumlah1. SD atau MI negeri dan swasta 80

2. SMP atau MTs negeri dan swasta 19

3. SMA atau SMK atau MA negeri dan swasta 18

Page 58: Skripsi Pendi.doc

52

4. Perguruan Tinggi negeri atau swasta 1

Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk Kota Pariaman lebih

didominasi oleh penduduk dengan pendidikan setingkat SLTA. Masih

sedikit penduduk yang ditemui berpendidikan sarjana. Sementara

penduduk yang berpendidikan dibawah SLTP merupakan jumlah yang

dominan.

4.2. Pembahasan

4.2.1. Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat

Berdasarkan hasil pengolahan data secara komputerisasi, tingkat

pendidikan formal masyarakat Desa Bungo Tanjung Kecamatan Pariaman

Timur Kota Pariaman, termasuk dalam kategori tinggi.

Dari hasil analisa univariat dari 40 orang sampel didapatkan bahwa

26 orang sampel atau sekitar 65% mempunyai tingkat pendidikan formal

yang tinggi atau telah menamat bangku SMP/sederajad. Sedangkan

sebanyak 14 orang atau 35% lainnya hanya sebatas tidak menamatkan

pendidikan SMP/sederajad dan hanya berhasil menamatkan pendidikan

SD/sederajad.

Landasan pokok keberadaan sistem pendidikan nasional adalah

UUD 45 Bab XIII, Pasal 31, ayat (1) Yang menyatakan bahwa: Tiap-tiap

warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Hal ini mengandung

implikasi bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu memberi

Page 59: Skripsi Pendi.doc

53

kesempatan belajar yang seluas-luasnya kepada setiap warga negara.

Dengan demikian, dalam penerimaan seseorang sebagai peserta didik,

tidak dibenarkan adanya perlakuan yang berbeda yang didasarkan atas

jenis kelarruin, agama, ras, suku, latar belakang sosial dan tingkat

kemampuan ekonomi.

Walaupun saat sekarang telah dilaksanakan peningkatan

pendidikan wajib belajar menjadi pendidikan wajib belalar 9 tahun dengan

harapan terwujud pemerataan pendidikan dasar (SD dan SLIP) yang

bermutu serta lebih menjangkau penduduk daerah terpencil. Hal ini sesuai

dengan UU No: 2 tahun 1989 tentang stern pendidikan nasional,

kemudian lebih dipertegas lagi di dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuan pada

pasal 34 sebagai berikut:

(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti

program wajib belajar.

(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terse-

lenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan

dasar tanpa memungut biaya.

(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang

diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah,

pemerintah daerah, dan masyarakat.

Page 60: Skripsi Pendi.doc

54

(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan

peraturan pemerintah.

Pada dasarnya pendidikan wajib belajar 9 tahun menganut

konsepsi pendidikan semesta (universal basic education), yaitu suatu

wawasan untuk membuka kesempatan pendidikan dasar. Jadi sasaran

utamanya adalah menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua dan

peserta didik yang telah cukup umur untuk mengikuti pendidikan, dengan

maksud untuk meningkatkan produktivitas angkatan kerja secara makro.

Berdasarkan alasan-alasan yang melatarbelakangi dicanangkan

program-program pendidikan wajib belajar 9 tahun sebagaimana yang

dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa untuk mencapai

peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat memberi nilai

tambah pada diri individu (masyarakat) itu sendiri mengenai penguasaan

ilmu engetahuan, keterampilan, yang dapat mengantar kepertumbuhan

ekonomi, peningkatan produktivitas kerja, martabat, dan kesejahteraan

hidupnya, hanya dapat dicapai lewat penuntasan pelaksanaan pendidikan

untuk semua.

Walaupun pelaksanaan pendidikan nasional telah serta merta

dilakukan di Kota Pariaman, akan tetapi masih saja terdapat pendidikan

sampel yang ditemukan dengan angka yang cukup tinggi. Sampel dengan

pengetahuan rendah berda kelompok umur dewasa sampai tua atau lebih

dari 35 tahun. Bisa saja sejak diteapkanya sistem pendidikan nasional

Page 61: Skripsi Pendi.doc

55

atau wajib belajar 9 tahun belum sampai pada masa mereka saat anak-

anak atau usia wajib belajar. Namun keadaan demikian tidak serta merta

menjadikan mereka tidak mengikuti program wajib belajar ini karena ada

kegiatan belajar Paket B setara SMP dan Paket C setara SMA. Dari

penelitian ini jelas terlihat bahwa motivasi belajar masyarakat masih

terlihat rendah di Kota Pariaman.

4.2.2. Status Sosial Ekonomi Masyarakat

Dari 40 orang sampel 33 orang atau sebesar 82,5% diantaranya

mempunyai satus sosial ekonomi dalam kategori tidak miskin atau status

sosial ekonomi atas. Sedangkan 7 orang atau sebesar 17,5% lainnya

mempunyai status sosial ekonomi dalam kategori miskin atau status sosial

ekonomi bawah.

Desa Bungo Tanjung merupakan sentra pertanian dan perdangan

di Kota Pariaman. Desa ini sebagian besar penduduknya adalah bertani

dan berdagang. Hasil pertanian desa Bungo Tanjung merupakan hasil

dengan nilai jual yang tinggi yaitu padi dan komiditi perkebunan seperti

kakao, cengkeh dan pala. Desa Bungo Tanjung merupakan salah satu

desa di kecamatan Pariaman Timur yang menjadi lumbung padi untuk

Kota Pariaman. Sedangkan disentra peternakan Desa Bungo Tanjung

adalah peternakan ayam, puyuh dan sapi yang menjadi komoditas dengan

harga jual tinggi.

Page 62: Skripsi Pendi.doc

56

Dari sektor pajak Desa Bungo Tanjung merupakan penyumbang

terbesar ke tiga di Kecamatan Pariaman Timur yaitu dengan besaran

target 20,19 milyar dan baru terealisasi dengan kisaran angka 49% pada

tahun 2012, apabila realisasi pencapaian berada paka kisaran angka

100% tidak memungkinkan Bungo Tanjung menjadi penyumbang terbesar

dari PAD dari sektor Pajak di Kecamatan Pariaman Timur.

Pendapatan dari sektor perdagangan adalah berbagai macam

bentuk barang yang diperjualkan yang tersebar di sepanjang jalan lintas

Padang – Pariaman, sektor perdagangan di dominasi oleh produk

pakaian, bahan bangunan, rumah makan dan restoran, bengkel dan

automotive serta obat-obatan. Kisaran omset jual beli perhari berkisar

antara 5 juta hingga 30 juta perhari.

4.2.3. Partisipasi Politik Masyarakat

Gambaran partisipasi politik masyarakat kelurahan Bungo Tanjung

yang dilihat dari partisipasi dalam keikutsertaan mereka pada pemilihan

umum kepala daerah Kota Pariaman Tahun 2013.

Hasil analisa data didapatkan bahwa dari 40 orang sampel sebanak

23 orang sampel atau sekitar 57,5% berpartisipasi dalam pemilihan kepala

Page 63: Skripsi Pendi.doc

57

daerah kota Pariaman Tahun 2013, sedangkan 17 orang atau sekitar

42,5% lainnya memilih untuk tidak menggunakan hak suaranya pada

dalam pemilihan kepala daerah kota Pariaman Tahun 2013

Dari data di atas dapat dilihat bahawa partisipasi politik masyarakat

masih tergolong rendah, dimana masyarakat yang tidak menggunakan

hak suaranya mendekati 50%. Data ini berbeda dengan perolehan data

dari survey awal di Kecamatan Pariaman Timur dimana dari hasil

rekapitulasi data Kecamatan Timur memiliki partisipasi paling tinggi di

Kota Pariaman yaitu sebesar 68%.

4.2.4. Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat terhadap

Partisipasi Politik Masyarakat

Gambaran pengaruh atau hubungan tingkat pendidikan formal

terhadap partisipasi politik masyarakat dengan menggunakan analisa chi-

square yaitu dengan menentukan nilai P (p value) yang didapatkan dari

hasil tabel silang (crosstab) antara variabel tidak terikat (independent

variable) yaitu tingkat pendidikan formal masyarakat dengan variabel

terikat (dependent variable) yaitu partisipasi politik masyarakat.

Hasil analisa data secara cross sectional diketahui bahwa dari 25%

masyarakat dengan pendidikan rendah terlihat tidak ada partisipasi

mereka dalam pemilihan umum kepala daerah Kota Pariaman Tahun

2013 dan 47,5% masyarakat lainnya dengan pendidikan tinggi mempunyai

partisipasi dalam pemilihan umum kepala daerah tersebut.

Page 64: Skripsi Pendi.doc

58

Dari hasil uji analalisa chi-square didapatkan p value sebesar 0,009

yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Nilai yang didapat tersebut

mengisyaratkan bahwa terdapat hubungan bermakna atau ada pengaruh

tingkat pendidikan formal terhadap partisipasi politik masyarakat.

Dari hasil analisa tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan

juga merupakan faktor yang cukup penting di dalam menentukan tingkat

partisipasi politik yang akan ditunjukkan oleh seseorang. Berdasarkan

data di atas kita dapat melihat distribusi responden berdasarkan

pendidikan yang terakhir adalah tingkat pendidikan tinggi yaitu pendidkkan

setaraf SMA/sederajad bahakan lebih sebanyak 65%, maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat dianggap merupakan pemilih-pemilih yang

mampu selektif dan berpikir rasional dalam menentukan pilihan dan ikut

berpartisipasi dalam menentukan pilihan pada pemilihan umum kepala

daerah.

Pendidikan merupakan suatu kegiatan untuk meningkatkan

pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan

penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-

persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan. Oleh karena itu

pendidikan tinggi bisa memberikan informasi tentang politik dan

persoalan-persoalan politik, bisa mengembangkan kecakapan

menganalisa dan menciptakan minat dan kemampuan berpolitik. Di

banyak negara pendidikan tinggi sangat mempengaruhi partisipasi politik,

mungkin karena pendidikan tinggi, bisa memberikan informasi tentang

Page 65: Skripsi Pendi.doc

59

politik, bisa mengembangkan kecakapan menganalisa dan menciptakan

minat dan kemampuan dalam berpolitik, juga lembaga pendidikan dan

kurikulumnya sengaja berusaha mempengaruhi proses sosialisasi politik

kaum muda. Hal itu terjadi disemua negara, baik negara komunis, otoriter

maupun demokkratis.

Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap

kehidupan mereka, lebih memperhatikan kehidupan politik, memperoleh

lebih banyak informasi tentang proses-proses politik dan lebih kompeten

dalam tingkah laku politiknya. Bertitik tolak dari konteks kalimat diatas

dibarengi dengan kemajuan-kemajuan dalam bidang pendidikan,

pembangunan ekonomi, stabilitas politik, ideologi dan keamanan maka

meningkat pula pola pikir dan taraf hidup masyarakat disertai

meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat secara kwalitas dan

kwantitas. Masyarakat juga semakin kritis dalam setiap langkah,

pemikiran, ucapan, dan tindakan serta memberikan partisipasinya secara

intens. Hal ini sangat ditanggapi secara wajar, karena kenyataan ini justru

semakin tingginya kesadaran berbangsa dan bernegara dalam

masyarakat.

Meningkatnya rata-rata tingkat pendidikan dan kemampuan

masyarakat diimbangi kondisi prasarana dan sarana mendukung dan

fakta meningkatnya secara pesat media komonikasi, merupakan peluang

yang menguntungkan dalam membina partisipasi politik masyarakat.

Apalagi perencanaan pembangunan sekarang ini memiliki pandangan

Page 66: Skripsi Pendi.doc

60

yang baru dan aktual, karena terlihat fisi yang baru. Fisi itu mengangkat

bahwa tujuan pembangunan seyogiyanya mengandung bobot pembinaan

partisipasi politik. Sehingga aktifitas pembangunan diwarnai dengan istilah

politik seperti pembangunan politik, sosialisasi politik, partisipasi politik,

sistem politik, public policy dan pendidikan politik. Selain itu tingkat

pendidikan rendah maupun tinggi sangat mempengaruhi masyarakat

dalam pemilihan. Karena tingkat pendidikan tinggi menciptakan

kemampuan lebih besar untuk mempelajari kehidupan politik tanpa rasa

takut, disamping memungkinkan seseorang menguasai aspek-aspek

birokrasi, baik pada saat pendaftaran maupun pemilihan. Semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang semakin besar kepeduliannya terhadap

politik, sebaliknya semakin rendah tingkat pendidikan seseorang semakin

kecil tingkat kepeduliannya terhadap masalah politik.

Dalam Mardatilah (2009) berpendapat tingkat pendidikan dapat

dikatakan turut mempengaruhi perilaku pemilih masyarakat di Kecamatan

Medan Amplas. Faktor pendidikan merupakan hal yang sangat penting

untuk diperhatikan, sebab pendidikan sebagai suatu kegiatan yang dapat

meningkatkan kemampuan seseorang dalam menganalisa teori serta

mampu untuk menentukan keputusan dalam persoalan-persoalan untuk

mencapai tujuan menjadi faktor yang penting bagi masyarakat sebagai

pelaku partisipasi aktif dalam pemilihan. Karena semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka ketajaman dalam menganalisa informasi tentang politik

Page 67: Skripsi Pendi.doc

61

dan persoalan-persoalan sosial yang diterima semakin meningkat dan

menciptakan minat dan kemampuannya dalam berpolitik. 36

Di kebanyakan Negara, pendidikan tinggi sangat mempengaruhi

partisipasi politik, karena pendidikan lebih tinggi dapat memberikan

informasi tentang politik dan persoalan politik, bisa mengembangkan

kecakapan menganalisis dan menciptakan minat dan kemampuan

berpolitik juga di banyak Negara, lembaga pendidikan dan kurikulumnya

sengaja berusaha mempengaruhi proses sosialisasi politik kaum muda. Di

samping itu orang yang berpendapatan dan mempunyai pekerjaan yang

tinggi lebih aktif daripada yang berstatus rendah.

Dalam hubungannya dengan perilaku pemilih, Samuel J. Dan

Eldersvelt menyatakan bahwa masyarakat yang pendidikannya rendah

memiliki motivasi yang rendah pula dalam memilih 37. Hal ini diperkuat

oleh Thomas E. Canavaugh bahwa seseorang dengan tingkat pendidikan

sekolah dasar memiliki motivasi yang rendah dalam memilih (motivasi

memilh hanya 59%), seseorang dengan tingkat pendidikan sekolah

menengah memiliki motivasi sebesar 72%, dan seseorang yang

pendidikannya sarjana memiliki motivasi yang sangat tinggi dalam memilih

yaitu sebesar 85%.33 menurut Bernard R. Berelson dkk 38

masyarakat yang demokratis haruslah mengetahui dengan baik mengenai

36 Mardatillah. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Golput (Studi Masyarakat Kecamatan Medan Amplas Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009).Skripsi. USU. Medan

37 Eldersvelt Dan Samuel J. Political Parties In American Society. New York: Basic Book .1982. hal. 338-339.

38 Eldersvelt Dan Samuel J. Political Parties In American Society. New York: Basic Book .1982. Hal . 362

34 Bernard R. Barelson dkk, dalam Peter Woll. American Goverment, Reading And Cases. USA: Litlle, Brown, Hlm 212-214.

Page 68: Skripsi Pendi.doc

62

kondisi perpolitikan disekitarnya, isu apa yang sedang berkembang,

bagaimana sejarahnya, keterhubungannya dengan fakta yang terjadi,

untuk apa suatu partai politik didirikan dan apa pengaruh dari hadirnya

partai politik tersebut. Disinilah pendidikan dibutuhkan, pendidikan

dibutuhkan bagi pemilih untuk melihat situasi politik yang ada, menilai

kampanye yang dilakukan suatu partai politik, sehingga ia dapat

menentukan pilihannya secara rasional. Berbeda dengan masyarakat

yang berpendidikan rendah sehingga cenderung memilih berdasarkan

ikatan emosional kepada kandidat, partai maupun social group tertentu.

Maka dalam penelitian ini, penulis mengasumsikan bahwa pendidikan

merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi pilihan politik

seseorang, dimana pendidikan merupakan faktor penting sebagai alat

untuk membuat pertimbangan-pertimbangan tertentu terhadap seorang

calon anggota legislatif maupun suatu partai politik sehingga pada

akhirnya orang tersebut dapat menentukan pilihannya.

4.2.5. Pengaruh Status Sosial Ekonomi Masyarakat terhadap

Partisipasi Politik Masyarakat

Hasil uji secara cross sectional dapat diketahui bahwa dari 27,5%

masyarakat dengan status ekonomi tidak miskin ternyata tidak terdapat

adanya partisipasi mereka pada pemilihan umum kepala daerah Kota

Pariaman Tahun 2013, sedangkan 55% lainnya dengan masyarakat

Page 69: Skripsi Pendi.doc

63

dengan status sosial ekonomi tidak miskin mempunyai partisipasi pada

pemilihan umum kepala daerah tersebut.

Dari hasil analisa didapatkan nilai p yaitu sebesar 0,029 yang

berbarti nilai tersebut kecil dari 0,05 yang berarti juga terdapat hubungan

bermakna antara status sosial ekonomi dengan partisipasi politik

masyarakat pada pemilihan umum kepala daerah Kota Pariman tahun

2013.

Dari hasil yang diperoleh tersebut mengisyarakatkan bahwa dari

berbagai status sosial ekonomi menyurutkan niat masyarakat untuk

berpartisipasi untuk memberikan suaranya dalam pemilihan umum kepala

daerah Kota Pariaman. Hal penting yang menarik, bahwa masyarakat

kelurahan ini memiliki sikap fanatik terhadap calon yang mereka pilih. hal

lain yang juga perlu diketahui adalah saat pemilihan kepala daerah yang

dilakukan secara langsung, tingkat antusias masyarakat cukup tinggi,

lebih dari sebagian masyarakat berpartisipasi dalam pemilihan kepala

daerah ini, dalam hal ini dapat dilihat bahwa pemberian suara dalam

pemilihan umum kepala daerah di kelurahan ini, merupakan partisipasi

politik masyarakat yang cukup tinggi.

Secara sederhana, perbedaan status sosial bisa terjadi dan dilihat

dari perbedaan besar penghasilan rata-rata seseorang setiap hari atau

setiap bulannya. Status sosial ekonomi masyarakat tersebut terbagi

kedalam tiga tingkatan yaitu status sosial ekonomi tingkat atas, tingkat

menengah, dan tingkat bawah. Masyarakat kelas atas, misalnya, dalam

Page 70: Skripsi Pendi.doc

64

banyak hal memiliki karakteristik yang berbeda dengan masyarakat

bawah, bukan hanya dalam penampilan fisik mereka, seperti cara

berpakaian dan sarana transportasi yang dipergunakan, atau bahkan

merek transportasinya, tetapi antar mereka biasanya juga berbeda

ideologi politik, nilai yang dianut, sikap, dan perilaku sehari-harinya.

Tingkat status ekonomi sosial yang tinggi memungkinkan perilaku

politik yang lebih berkualitas daripada seseorang yang berada dalam

status sosial di bawahnya. Dengan status sosial ekonomi yang tinggi

diperkirakan seseorang akan memiliki tingkat pengetahuan politik, minat

dan perhatian pada politik, serta sikap dan kepercayaan yang tinggi pada

pemerintah. Semakin rendah kedudukan seseorang di dalam pelapisan

sosial, biasanya semakin sedikit pula perkumpulan dan hubungan

sosialnya. Orang-orang dari lapisan rendah lebih sedikit berpartisipasi

dalam jenis organisasi apa pun misalnya klub, organisasi sosial, lembaga

formal, atau bahkan lembaga keagamaan daripada orang-orang yang

berasal dari strata atau kelas menengah dan atas.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi

masyarakat mempunyai peranan penting dalam keikutsertaan masyarakat

dalam berpartisi pada kehidupan politiknya. Kehidupan sosial ekonomi

yang lebih baik memberikan kesempatan, waktu dan ruang pada

masyarakat dalam memberikan suaranya pada pemilihan umum kepala

daerah Kota Pariaman. Dimana kehidupan ekonomi yang telah

berkecukupan mejadikan seseorang tersebut mempunyai waktu luang

Page 71: Skripsi Pendi.doc

65

untuk sekedar memberikan hak suaranya dan mempunyai harapan

bahawa dengan pemilihan kepala daerah tersebut akan timbul kebijakan-

kebijakan yang akan memperbaiki dan menjadikan kehidupan ekonomi

mereka menjadi lebih baik lagi. Sedangkan masyarakat dengan status

ekonomi yang rendah menjadi orang tersebut mempunyai waktu luang

yang lebiih sedikit, karena mereka lebih mementingkan mencari nafkah

dibandingkan untuk sekedar memberikan hak suara mereka dalam

pemilihan umum. Apalagi kehidupan ekonomi yang dari tahun ke tahun

atau malah dari tiap pergantian peride kepemimpinan yang tidak ada

perbaikan kehidupan ekonomi mereka menjadikan mereka mengganggap

siapapun pemimpin mereka tidak akan mampu merubah perekonomian

mereka.

Lazimnya, variabel status sosial-ekonomi digunakan untuk

menjelaskan perilaku memilih. Namun dengan menggunakan proporsi

yang berlawanan, pada saat yang sama variabel tersebut sebenarnya

juga dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku non-voting. Artinya, jika

tinggi tingkat pendidikan berhubungan dengan kehadiran memilih, itu

berarti rendahnya tingkat pendidikan berhubungan dengan ketidakhadiran

pemilih.

Dalam penelitiannya Mardatilah (2009) mengemukakan beberapa

alasan mengapa tingkat status sosial-ekonomi berkorelasi dengan

kehadiran atau ketidakhadiran pemilih, salah satu diantaranya adalah

pekerjaan-pekerjaan tertentu lebih mengahargai partisipasi warga. Para

Page 72: Skripsi Pendi.doc

66

pemilih yang bekerja di lembaga-lembaga sektor-sektor yang berkaitan

langsung dengan kebijakan pemerintah cenderung lebih tinggi tingkat

kehadiran dalam pemilu dibanding para pemilih yang bekerja pada

lembaga-lembaga atau sektor-sektor yang tidak mempunyai kaitan

langsung dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Para pegawai negeri

atau pensiunan, menunjukkan tingkat kehadiran memilih lebih tinggi

dibanding dengan yang lain. Sebab, mereka sering terkena langsung

dengan kebijakan pemerintah, seperti misalnya kenaikan gaji, pemutusan

hubungan kerja, dan sebagainya. Begitu pula para pensiunan yang sangat

berkepentingan langsung dengan berbagai kebijakan pemerintah,

khususnya tentang besarnya tunjangan pensiun kesehatan, kesejahteraan

atau tunjangan-tunjangan lainnya.

Hubungan yang erat dan pengaruh yang positif, kuat dan signifikan

antara faktor sosial ekonomi dengan partisipasi politik masyarakat.

Indikator pendapatan tentu berkaitan langsung dengan pekerjaan yang

mempengaruhi pola partisipasi masyarakat dan ini mempengaruhi pola

pikir secara tidak langsung demikian juga pendidikan.

Di kebanyakan Negara, orang yang berpendapatan dan

mempunyai pekerjaan yang tinggi lebih aktif daripada yang berstatus

rendah. Contoh dari Negara yang mengutamakan status sosial ekonomi

karena mempengaruhi partisipasi politik adalah Amerika. Sesuai dengan

penelitian dalam buku Samuel- Nelson, sikap umum orang Amerika

terhadap partisipasi politik tercermin dalam model pembangunan yang

Page 73: Skripsi Pendi.doc

67

liberal, yang secara implisit atau eksplisit diutarakan di dalam banyak

tulisan Amerika dan tulisan- tulisan lainnya mengenai soal itu. Di dalam

model itu diasumsikan bahwa sebab- sebab ketimpangan sosio- ekonomi,

kekerasan politik, dan ketiadaan partisipasi politik yang demokratis

terletak dalam keterbelakangan sosio- ekonomi masyarakat yang

bersangkutan. Oleh karena itu penting pembangunan sosio- ekonomi

yang cepat, yang akan menaikkan kesejahteraan ekonomi secara

keseluruhan dalam masyarakat itu dan dengan begitu memungkinkan

suatu distribusi kekayaan yang lebih adil, memajukan kestabilan politik,

dan meletakkan landasan bagi partisipasi politik yang lebih luas dan

sistem pemerintahan yang lebih demokratis.

Masyarakat di Kelurahan Bungo Tanjung sebagian besar

mempunyai mata pencaharian sebagai wiraswasta dan pedagang, hanya

10 orang responden yang PNS. Hal ini tentunya terkait dengan

kepercayaan masyarakat terhadap partai politik dan pemerintah.

Masyarakat sudah tidak lagi menganggap pemilu legislatif sebagai sarana

penting dalam memperbaiki kondisi kesejahteraan. Masyarakat sudah

lelah dengan janji-janji kampanye yang tidak pernah ditepati. Pemilu kini

mulai dipertanyakan oleh masyarakat, tidak ada keuntungan signifikan

yang diperoleh masyarakat dalam keikutsertaan mereka dalam pemilihan.

Dengan persepsi inilah yang menjadikan masyarakat lebih mementingkan

urusan lain seperti berdagang atau membuka usahanya daripada

menghadiri acara pemilihan. Karena dengan melakukan pekerjaan

Page 74: Skripsi Pendi.doc

68

mereka otomatis akan memberikan keuntungan secara material kepada

mereka daripada menghadiri acara pemungutan suara, apalagi mayoritas

masyarakat di Kecamatan ini berpenghasilan sebagai wiraswasta dan

pedagang.

Bagi para pedagang, wiraswastawan, dan pekerja sektor informal

ini, keterlibatan politik dalam Pemilu justru dinilai oleh sebagian dari

mereka malah kurang menguntungkan. Sebab, kalau ikut mencontreng

Pemilu saja, itu berarti mereka harus kehilangan pemasukan satu hari.

Apalagi, jika keterlibatan politik dalam Pemilu itu diikuti dengan aktivitas

politik lainnya seperti ikut kampanye, pawai, dan sebagainya. Kalau

kerugian kehilangan pemasukan itu bisa ditutupi dengan harapan akan

terjadinya perubahan politik yang lebih baik, demikian penjelasan

beberapa responden dari ”pekerja bebas”, mungkin masih bisa dipahami.

Persoalannya, para wakil rakyat yang didukung pada saat Pemilu

maupun Kepala Daerah itu seringkali tidak perduli lagi ketika sudah duduk

di kursi DPRD dan sebagai Kepala Daerah sehingga kerugian yang

mereka tanggung tidak sebanding dengan harapan yang akan dicapai.

Sebaliknya, bagi para pegawai negeri sangat sedikit yang golput. Dari 40

orang responden 17 orang diantaranya (42,5%) dan hanya 10 orang

berperan sebagai sebagai pegawai negeri. Data ini menunjukkan bahwa

perilaku golput sebagai bentuk partisipasi mereka tampaknya tidak

memperoleh dukungan di kalangan pegawai negeri. Dari kacamata

pemerintah, data ini mungkin cukup menggembirakan dan ini

Page 75: Skripsi Pendi.doc

69

menunjukkan bahwa mereka masih mempercayai kinerja pemerintah yang

sedang berjalan, karna tugas dan kewajiban mereka sebagai PNS selalu

berkaitan dengan kebijakan dan program yang dibuat oleh pemerinta, atau

setidaknya mereka masih mengharapkan adanya perubahan itu melalui

sarana Pemilu. Kecilnya jumlah pegawai negeri yang Golput ini juga

menunjukkan mereka masih menganggap bahwa kehadiran pemilih

merupakan salah satu tolok ukur kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah. Sebagai orang pemerintah, atau yang menjalankan

kebijakan-kebijakan pemerintah, para pegawai negeri ini juga

bertanggungjawab atas kinerja pemerintah.

Bagaimanapun, kalau ada penilaian tidak baik kepada pemerintah,

penilaian itu tidak semata-mata ditujukan kepada para penguasa dari

partai politik, tetapi juga tidak menutup kemungkinan penilaian tersebut

ditujukan kepada para penyelenggara negara atau aparat pemerintah.

Disinilah letak tanggungjawab pegawai negeri untuk mensukseskan

Pemilu dengan meningkatkan kehadiran pemilih di bilik suara.

Page 76: Skripsi Pendi.doc

70

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari penelitian yang telah penulis lakukukan di

Kelurahan Bungo Tanjung Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman

Tahun 2013, maka penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut :

Page 77: Skripsi Pendi.doc

71

a. Tingkat pendidikan formal masyarakat di Desa Bungo Tanjung

adalah tinggi. Dimana sebagian besar masyarakat mempunyai

tingkat pendidikan formal > SMP/sederajad.

b. Status sosial ekonomi masyarakat di Desa Bungo Tanjung

adalah tinggi berada pada kategori tidak miskin, karena

sebagian besar masyarakat mempunyai pendapatan melebihi

indeks level perekonomian Kota Pariaman.

c. Lebih dari separuh masyarakat Desa Bungo Tanjung

mempunyai partisipasi politik terhadap pemilihan kepala daerah

Kota Pariaman, dimana lebih dari separuhnya masyarakat

menggunakan hak suaranya dalam pemilihan kepala daerah

Kota Pariaman Tahun 2013.

d. Terdapat adanya pengaruh tingkat pendidikan formal terhadap

partisipasi politik masyarakat pada pemilihan umum kepala

daerah Kota Pariaman Tahun 2013, dimana pendidikan formal

menjadikan kemampuan seseorang dalam berfikir lebih rasional

dan mempunyai kemampuan pemikiran praktis dalam

memberikan partisipasi mereka dalam kehidupan politik mereka,

sehingga menciptakan kemampuan lebih besar untuk

mempelajari kehidupan politik tanpa rasa takut, disamping

memungkinkan seseorang menguasai aspek-aspek birokrasi,

baik pada saat pendaftaran maupun pemilihan

70

Page 78: Skripsi Pendi.doc

72

e. Terdapat adanya pengaruh status sosial ekonomi terhadap

partisipasi politik masyarakat pada pemilihan umum kepala

daerah Kota Pariaman Tahun 2013, dimana dengan status

sosial ekonomi yang mereka sandang memperlihatkan

ketersedian waktu dan ruang bagi mereka untuk berpartisipasi

dalam kehidupan politik mereka.

5.2. Saran

Partisipasi politik masyarakat dalam kegiatan pemilihan umum

kepala daerah yang berupa tidak memberikan hak suaranya dalam

pemilihan umum merupakan fenomena yang sedang sering terjadi dalam

pemilu di beberapa daerah di Indonesia saat ini khususnya di Kelurahan

Bungo Tanjung Kecamatan Pariaman Timur Kota Pariaman Tahun 2013.

Untuk menghindari fenomena ini agar tidak terjadi lagi ke masa depan,

oleh karena itu dalam proses menyelesaikan penelitian ini ada beberapa

saran :

a. Pendidikan sangat berperan karena melalui pendidikan

masyarakat dapat menganalisa setiap pilihan yang akan

ditetapkan. Untuk itu, masyarakat hendaknya diberikan

pendidikan politik khususnya tentang wakil-wakil mereka yang

akan duduk sebagai pemimpin, sehingga mereka tidak salah

pilih dan memahami untuk apa mereka memilih wakil mereka

tersebut.

Page 79: Skripsi Pendi.doc

73

b. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu

dan partai Politik juga sangat minim saat ini, sehingga hal ini

perlu diperhatikan oleh semua Wakil-Wakil Rakyat maupun

Partai-Partai Politik. Hendaknya semua Wakil-Wakil Rakyat

yang sudah terpilih dan Partai-Partai Politik yang sudah

memperoleh kedudukan harus menunjukkan perilaku yang baik

dan melakukan pendekatan yang baik kepada masyarakat serta

menepati janji-janjinya kepada masyarakat pada saat

berkampanye. Jangan memberikan janji-janji hanya pada saat

masa kampanye saja. Akan tetapi semua Wakil-Wakil Rakyat

beserta Partai Politik yang mengusungnya harus benar-benar

menjalankan semua program-program kerjanya dengan baik

yang mereka berikan pada saat kampanye mereka

berlangsung. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat

terhadap pelaksanaan Pemilu akan meningkat dan juga

meningkatkan partisipasi masyarakat untuk aktif dan ikut dalam

pemilihan.

c. Sebaiknya semua instansi-instansi kepemerintahan

memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk memperoleh

surat izin penelitian. Meskipun penelitian harus sesuai dengan

prosedur yang berlaku dan harus ada surat izin dari instansi

pemerintah, tetapi tidak seharusnya memperlambat proses

pembuatan surat izin ke daerah yang akan diteliti. Oleh sebab

Page 80: Skripsi Pendi.doc

74

itu, penulis harus menunggu lama untuk mendapatkan surat izin

penelitian tersebut. Sehingga hal ini memperlambat penelitian

penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Almond dan Verba, 1990. Dalam Buku, Budaya Pollitik, Tingkah Laku Politik Dan Demokrasi Di Lima Negara, Bumi Aksara : Jakarta, 1990.

Arifin, Rahmat. 1998. Sistem Politik Indonesia, Surabaya : Penerbit SIC

Asfar, Muhammad, Pemilu Dan Perilaku Memilih 1955 – 2004, Pustaka Eureka.,2006

Budiarjo,Miriam. 1998, Partisipasi Dan Partai Politik.,Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Page 81: Skripsi Pendi.doc

75

……………….2008. Dasar – Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia pustaka utama.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif,. Cetakan Pertama, Airlangga University Press, Surabaya.

Chilcot, Ronaldh, 2004. Teori Perbandingan Politik, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Fauls, Keith Fauls, 1999. Polotical Sociology : A Critical Introduction,

Furchan, A., 2004, Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Joko J. Prihatmoko. 2007. Mendemokratiskan Pemilu, Dari Sistem Sampai Elemen Teknis. Jogjakarta: Pustaka Pelajar

Gunawan Bondan S. 2000. Apa Itu Demokrasi, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2000.

Jalaluddin, Rahmat, 1991. Metode Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya,.

Kumorotomo, Wahyudi. 1999. Etika Administrasi Negara, Jakarta : Etika Rajawali Press,

Margono, 2004, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Michael Rusf dan Philip Althoff. 2003 Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada

Mohtar, Mas’oed. 2001. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Rahman H, 2007. Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta ; Graha Ilmu.

Samuel P. Huntington Dan Joan M. Nelson, 1999. No Easy Choice : Political Participation In Developing Countries Cambridge, mass : Harvard University Press

Page 82: Skripsi Pendi.doc

76

Silalahi, Hariman. 2010. Skripsi : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Golongan Putih ( GOLPUT ) Dalam Pemilu Legislatif 2009 (Studi Deskriptif Pada Masyarakat Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara). Medan : USU

Sardiman, S, A, dkk., (2002), Media Pendidikan Pengertian Pengembangan Dan Pemanfaatan, Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada

Sastroatmodjo Sudijono. 1995, Perilaku Politik, Semarang : IKIP Press,

Shadily, Hasan. 1984, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Singarimbun, Masri & Sofyan Efendi.1982, Metode Penelitian Survai, Jakarta: Penerbit LP3ES

Sitorus, M., 2000 Sosiologi, Bandung : Cahaya Budi

Soehartono, Hawan., 2004. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Ros Dakarya,

Sudijono, Sastroadmojo.1995. Perilaku Politik, IKIP Semarang Press,

Syarbaini, Syahrial., dkk, .2002. Sosiologi Dan Politik, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Wahyudi Kumorotomo, 1999. Etika Administrasi Negara, Jakarta : Rajawali Press

Wijaksana, Adi, 1992,Minat Remaja Dalam Pemilihan Bidang Karir Pada Status Sosial Ekonomi Keluarga Tingkat Atas, Menengah dan Bawah. Sekripsi, Jakarta : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Peraturan dan Perundang-undangan

Amandemen Undang- Undang Dasar 1945, (Jakarta: Penerbit Interaksara, 2003).

Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1999, Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Pegawai

Page 83: Skripsi Pendi.doc

77

Negri Sipil Yang Menjadi Anggota Partai Politik, (Jakarta: 1999).

InternetEriyanto, 2007. Golput Dalam Pilkada, Kajian Bulanan LSI Edisi 05

September 2007, Dikutip dari www.lsi.co.id