skripsi - sitedi.uho.ac.idsitedi.uho.ac.id/uploads_sitedi/f1d112001_sitedi_skripsi muhamad... ·...
TRANSCRIPT
KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN FRAGMEN rDNA Trichoderma sp.ASAL PERKEBUNAN KAKAO (Theobromacacao L.) KONAWE
SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
OLEH:
MUHAMAD AZWAR SYAHF1D1 12 001
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI
2016
KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN FRAGMEN rDNA Trichoderma sp.ASAL PERKEBUNAN KAKAO (Theobromacacao L.) KONAWE
SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
OLEH:
MUHAMAD AZWAR SYAHF1D1 12 001
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI
2016
KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN FRAGMEN rDNA Trichoderma sp.ASAL PERKEBUNAN KAKAO (Theobromacacao L.) KONAWE
SkripsiDiajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
OLEH:
MUHAMAD AZWAR SYAHF1D1 12 001
JURUSAN BIOLOGIFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEOKENDARI
2016
ii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhamad Azwar Syah
Tempat/Tanggal Lahir: Bone Kancitala/ 26 Desember 1995
Alamat : Jln. Prof.Abdur rauf Tarimana No. 43 Kel. Kambu
Alamat Instansi : -
No. Telp/HP : 081341801499
E-mail : [email protected]
Nama Ayah : Asyini
Nama Ibu : Wa Misali
Alamat : Desa Bone Kancitala Kec. Bone Kab. Muna
RiwayatPendidikan :
1. SD (SD Negeri 1 Bone), lulus tahun 2006
2. SMP (SMP Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2009
3. SMA (SMA Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2012
4. Perguruan Tinggi (Universitas Halu Oleo, Kendari), lulus tahun 2016
RiwayatPekerjaan :
1. Pernah menjadi Asisten Praktikum Biologi Dasar, Struktur dan PerkembanganTumbuhan, Biokimia, Mikrobiologi, Genetika, Mikologi, dan BiologiMolekuler Medik.
2. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan periode 2013-2014.
3. Pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa periode 2014-2015.
4. Pernah menjadi sekretaris umum Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2014-2015.
5. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kendariangkatan XIX.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhamad Azwar Syah
Tempat/Tanggal Lahir: Bone Kancitala/ 26 Desember 1995
Alamat : Jln. Prof.Abdur rauf Tarimana No. 43 Kel. Kambu
Alamat Instansi : -
No. Telp/HP : 081341801499
E-mail : [email protected]
Nama Ayah : Asyini
Nama Ibu : Wa Misali
Alamat : Desa Bone Kancitala Kec. Bone Kab. Muna
RiwayatPendidikan :
1. SD (SD Negeri 1 Bone), lulus tahun 2006
2. SMP (SMP Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2009
3. SMA (SMA Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2012
4. Perguruan Tinggi (Universitas Halu Oleo, Kendari), lulus tahun 2016
RiwayatPekerjaan :
1. Pernah menjadi Asisten Praktikum Biologi Dasar, Struktur dan PerkembanganTumbuhan, Biokimia, Mikrobiologi, Genetika, Mikologi, dan BiologiMolekuler Medik.
2. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan periode 2013-2014.
3. Pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa periode 2014-2015.
4. Pernah menjadi sekretaris umum Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2014-2015.
5. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kendariangkatan XIX.
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhamad Azwar Syah
Tempat/Tanggal Lahir: Bone Kancitala/ 26 Desember 1995
Alamat : Jln. Prof.Abdur rauf Tarimana No. 43 Kel. Kambu
Alamat Instansi : -
No. Telp/HP : 081341801499
E-mail : [email protected]
Nama Ayah : Asyini
Nama Ibu : Wa Misali
Alamat : Desa Bone Kancitala Kec. Bone Kab. Muna
RiwayatPendidikan :
1. SD (SD Negeri 1 Bone), lulus tahun 2006
2. SMP (SMP Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2009
3. SMA (SMA Negeri 1 Baubau), lulus tahun 2012
4. Perguruan Tinggi (Universitas Halu Oleo, Kendari), lulus tahun 2016
RiwayatPekerjaan :
1. Pernah menjadi Asisten Praktikum Biologi Dasar, Struktur dan PerkembanganTumbuhan, Biokimia, Mikrobiologi, Genetika, Mikologi, dan BiologiMolekuler Medik.
2. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan periode 2013-2014.
3. Pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa periode 2014-2015.
4. Pernah menjadi sekretaris umum Badan Eksekutif Mahasiswa periode 2014-2015.
5. Pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Kendariangkatan XIX.
iv
v
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul: Karakterisasi Morfologi dan Fragmen rDNA Trichoderma
sp. Asal Perkebunan Kakao Konawe. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari
berbagai pihak baik bimbingan, nasehat, arahan, serta doa maka penulisan hasil
penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.
Penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang
setulus-tulusnya penulis haturkan kepada Dr. Muzuni, S.Si., M.Si selaku
pembimbing I dan Dr. Nur Arfa Yanti, S.Si., M.Si selaku pembimbing II atas
bimbingan arahan dan petunjuk yang sangat berharga dalam penulisan hasil
penelitian ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Riset,
Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas dibiayainya penelitian ini dalam Program
Kreativitas Mahasiswa (PKM), dan terpilih sebagai salah satu peserta dalam
PIMNAS pada tahun 2015.
Ucapan terima kasih tidak lupa pula penulis sampaikan kepada ayahanda
tersayang Asyini dan Ibunda tercinta Wa Misali, S.Pdi yang senantiasa
mendukung dan memberikan do’a yang tulus ikhlas serta kasih sayangnya yang
tak terhingga. Kepada kakak tercinta Muhamad Azlan Syah dan adik-adikku
tersayang Fina Rais dan Ade Farma yang menjadi sumber inspirasi dan motivasi
bagi penulis dalam menyelesaikan penelian dan penyusunan skripsi ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada :
vi
1. Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari.
2. Dekan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo (UHO).
3. Ketua Jurusan Biologi dan Sekretaris Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Halu Oleo (UHO).
4. Kepala Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo (UHO).
5. Dr. Amirullah, M.Si selaku penasehat akademik yang telah memberikan
pengarahan dan bimbingan dalam memprogramkan mata kuliah.
6. Dr. Nurhayani H.M., S.Si., M.Si, Dr. Suriana, M.Si, dan Dr. Hj. Sitti
Wirdhana Ahmad, S.Si., M.Si, selaku dewan penguji.
7. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Biologi serta seluruh staf Fakultas MIPA
UHO.
8. Laboran Laboratorium Jurusan Biologi Fakultas MIPA UHO.
9. Kakak senior Darson, S.Si dan Mawardi Janitra, S.Si yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis selama melaksanakan penelitian.
10. Kakak Baitul Abidin, S.Pi., M. Biotech. yang telah banyak membantu penulis
dalam menyusun tugas akhir, dan sahabat tercinta Sadam yang telah
memberikan motivasi dan hiburan selama melaksanakan penelitian.
11. Kakak senior di Laboratorium Mikrobiologi: Taufik Walhidayah, S.Si.,
Irawati, S.Si, Nur Asni, S.Si, Zaenab Mola, Ridwan, S.Si, Artarini Oktavianti,
S.Si, Rahmatan Juhaepa, S.Si, dan Hasanah, S.Si, yang telah banyak
membantu penulis selama penelitian.
12. Teman-teman Biologi angkatan 2012: Saharudin, I Wayan Rustanto, Muh.
Rajab Sutra Wijaya,Muh. Zulvichar, LM. Yusuf, LM. Iman Sulaiman, Dafid
vii
Pratama, Muh. Gusmiranda, Hardianto, Febrianto Meyer Pakina, Desty
Triyaswati, Nur Isnaini Ulfa, Nuning, Andi Nurhana, Emi Nurfiani, Efis
Amalia, Kholifath, Siti Feni Musdalifah, Ulfa Muliani, Desi Afdaliana, Andi
Hildayani, Irmayanti Arief, Siti Surahmi, Kasmawati Dehe, Wa Ode
Sadawati,dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan dorongan moril serta kebersamaan yang tidak terlupakan.
13. Kakak-kakak senior Biologi angkatan 2010, 2011 dan adik-adikku angkatan
2013, 2014, dan 2015 atas perhatian dan dukungannya.
14. Kakak-kakak Asisten di Biologi: Adi Karya, S.Si., M.Sc.,WD. Nanang Trisna
Dewi, S.Si., M.Si, Wd. Kartini, S.Si, Izal, S.Si, Al Firman, S.Si, Fitri Andrita,
S.Si, Wa Ode Desi, LD. Adi Parman, S.Si., La Riadi, S.Si,Fatma Cahya Putri,
S.Si., Wa Ode Rafiuddarajat, S.Si., dan semuanya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menerima segala saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaannya.
Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala
dukungan serta bimbingannya semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai
dan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Amin.
Kendari, April 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HalamanHALAMAN JUDUL ............................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iiDAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................... iiiSURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ....................................... ivKATA PENGANTAR ............................................................................. vDAFTAR ISI............................................................................................ viiiDAFTAR TABEL ................................................................................... xDAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiDAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xivDAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .............................. xvABSTRAK ............................................................................................... xviABSTRACT ............................................................................................. xviiI. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................ 1B. Perumusan Masalah .................................................................... 4C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
A. Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) .................................... 51.Deskripsi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) ................ 52.Ekologi Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.)................... 63.Penyakit pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) ........ 64.Kondisi Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.)
Negara Indonesia.................................................................... 95.Kondisi Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.)
Sulawesi Tenggara.................................................................. 10B. Agen Hayati Trichodermasp....................................................... 11
1. Deskripsi Trichoderma sp. .................................................... 112. Ekologi Trichoderma sp. ....................................................... 123. Peranan Trichoderma sp. ....................................................... 13
C. Karakteristik Molekuler ............................................................ 141. Teori DNA (Deoxyribo nucleic acid) .................................... 142. Gen rRNA (RNA ribosomal) ................................................ 153. Metode Karakterisasi Molekuler ............................................ 16
III. METODE PENELITIAN ................................................................ 21
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 21B. Jenis Penelitian ........................................................................... 21C. Bahan Penelitian ........................................................................ 21D. Alat Penelitian. ........................................................................... 22
ix
E. Variabel, Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ............ 231. Variabel Penelitian ................................................................. 232. Definisi Operasional .............................................................. 243. Indikator Penelitian ............................................................... 24
F. Prosedur Penelitian ..................................................................... 25G. Analisis Data .............................................................................. 30H. Bagan Alur Sistematika Penelitian ............................................ 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 33
A. Karakteristik Morfologi Koloni Trichoderma sp. ...................... 33B. Karakteristik Morfologi Sel Trichoderma sp. ............................ 38C. Karakteristik Molekuler gen rRNA Trichoderma sp. ................. 44
1.Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Genom................................. 442. Amplifikasi Fragmen ITS dengan Teknik PCR...................... 483. Urutan Sekuen Fragmen ITS Isolat Trichoderma sp. ............. 484. Hasil Penyejajaran Gen rRNA................................................ 505. Situs Pemotongan Enzim Restriksi......................................... 516. Analisis Pohon Filogenetik ..................................................... 527. Analisis Kesejajaran Sekuen................................................... 59
V. PENUTUP ........................................................................................... 60
A. Simpulan .................................................................................... 60B. Saran ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 61
LAMPIRAN............................................................................................. 66
x
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1 Produksi kakao perkebunan kakao tahun 2009-2014........................... 10
2 Bahan Pendukung penelitian dan fungsinya ........................................ 21
3 Alat dan fungsi yang digunakan pada penelitian ................................. 22
4 Karakteristik morfologi koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp.pada media PDA ................................................................................. 33
5 Diameter koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp.pada media PDA ................................................................................ 37
6 Karakteristik morfologi sel dari ketiga isolat Trichoderma sp.pada media PDA................................................................................... 38
7 Hasil penghitungan spektrofotometri DNA genom.............................. 46
8 Nilai similaritas (%) dan jumlah nukleotida berbeda dalamsequence gen rRNA (ITS 1, 5.8S, ITS 2) antara ketiga isolatTrichoderma sp. dan isolat pembanding............................................... 58
9 Analisis Kesejajaran Lokal sekuen DNA sampel dengan sekuen DNApada GeneBank menggunakan program BLAST ................................. 59
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1 Proses sekuensing mengunakan metode Sanger .......................................... 19
2 Struktur Gen rRNA ...................................................................................... 28
3 SkemaTahapan Penelitian ............................................................................ 32
4 Pengamatan karakteristik morfologi koloni isolat Trichoderma sp. padamedia PDA................................................................................................... 35
5 Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat A1 menggunakan perbesaran400x.............................................................................................................. 39
6 Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat B2 menggunakanperbesaran 400x .......................................................................................... 40
7 Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat C3 menggunakanperbesaran 400x .......................................................................................... 41
8 Hasil elektroforesis DNA genom isolat Trichoderma sp. padagel agarose 1% ........................................................................................... 45
9 Hasil elektroforesis amplifikasi fragmen ITS ketiga isolat menggunakanprimer Tricho-F dan Tricho-R pada gel agarose 1%................................... 47
10 Hasil penyejajaran sekuen fragmen ITS1 isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit................................... 48
11 Hasil penyejajaran sekuen gen 5.8S rRNA isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit................................... 49
12 Hasil penyejajaran sekuan fragmen ITS2 isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit................................... 49
13 Hasil penyejajaran sekuan fragmen ITS2 isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit................................... 50
14 Hasil Penyejajaran gen rRNA isolat dengan berbagai sekuengen rRNA spesies Trichoderma menggunakan programClustalW Alignment Bioedit......................................................................... 50
xii
15 Enzim restriksi gen rRNA pada daerah ITS 1, 5S, ITS 2 isolatTrichoderma menggunakan program NEBcutter2.0 .................................... 52
16 Pohon filogenetik yang menunjukkan hubungan kekerabatan antaraisolat A1, B2, dan C3 dengan beberapa spesies pembandingberdasarkan urutan gen ITS 1, 5.8S rRNA, dan ITS 2. Angka padapercabangan menunjukkan nilai bootstrap (%) berdasarkan algoritmaNeighbour-joining dengan 1000x replikasi.................................................. 54
17 Hasil pengamatan morfologi koloni isolat A1 pada media PDA ................ 65
18 Hasil pengamatan morfologi koloni isolat B2 pada media PDA ................ 65
19 Hasil pengamatan morfologi koloni isolat C3 pada media PDA ................ 65
20 Hasil penyejajaran fragmen ITS dari berbagai spesies Trichodermasp. dengan menggunakan program ClustalWAlignmentBioedit,a: Tricho-F, b: Tricho-R............................................................................... 66
21 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat A1dengan primer forward ................................................................................ 68
22 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat A1dengan primer reverse ................................................................................ 68
23 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat B2dengan primer forward ................................................................................ 69
24 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat B2dengan primer reverse........................................................................ ......... 69
25 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat C3dengan primer forward ...................................................................... ......... 70
26 Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen ITS isolat C3dengan primer reverse ....................................................................... ......... 71
27 Skor hasil alignment sekuen A1 dengan sekuen yangterdapat pada GeneBank ............................................................................. 73
28 Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat A1 ...... 73
29 Hasil alignment sekuen A1 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank ............................................................................. 74
30 Skor hasil alignment sekuen B2 dengan sekuen yang
xiii
terdapat pada GeneBank ............................................................................. 7531 Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat B2 ....... 75
32 Hasil alignment sekuen B2 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank ............................................................................. 76
33 Skor hasil alignment sekuen C3 dengan sekuen yangterdapat pada GeneBank ............................................................................. 77
34 Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat C3 ....... 77
35 Hasil alignment sekuen C3 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank ............................................................................. 78
36 Preparasi bahan dan alat ............................................................................. 79
37 Prosesperemajaan isolat ............................................................................ 79
38 Pengamatan morfologi koloni isolat .......................................................... 79
39 Pengamatan morfologi sel isolat ................................................................ 79
40 Tahap penggerusan sel ............................................................................... 79
41 Pemberian larutan CTAB ........................................................................... 79
42 Proses sentrifugasi larutan .......................................................................... 79
43 Tahap pemberian PC ................................................................................... 79
44 Proses spindown .......................................................................................... 80
45 Tahap penghilangan etanol 70% ................................................................. 80
46 Tahap pembuatan gel agaros ....................................................................... 80
47 Tahap pencetakan gel agaros ....................................................................... 80
48 Pemasukan sampel DNA pada agaros ......................................................... 80
49 Proses elektroforesis DNA .......................................................................... 80
50 Proses visualisasi DNA ............................................................................... 80
51 Pemograman mesin PCR ............................................................................. 80
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1 Hasil pengamatan morfologi koloni ketiga isolat ....................................... 65
2 Desain primer Tricho-F dan Tricho-R ......................................................... 66
3 Penghitungan nilai absorbansi DNA menggunakanspektrofotometer ........ 67
4 Elektroferogram hasil sequencingfragmen ITS isolat A1............................ 68
5 Elektroferogram hasil sequencingfragmen ITS isolat B2 ............................ 69
6 Elektroferogram hasil sequencing fragmen ITSisolat C3 ............................ 70
7 Hasil multiple alignment sequences gen rRNA isolat A1, B2 dan C3menggunakan program MAFFT ................................................................. 71
8 Hasil penyejajaran fragmen ITS isolat A1 menggunakan programBLASTn pada situs Genebank NCBI .......................................................... 73
9 Hasil penyejajaran fragmen ITS isolat B2 menggunakan programBLASTn pada situs Genebank NCBI .......................................................... 75
10 Hasil penyejajaran fragmen ITS isolat C3 menggunakan programBLASTn pada situs Genebank NCBI .......................................................... 77
11 Dokumentasi penelitian ............................................................................... 79
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti dan keterangan%µgµLoCrRNAAA1bpbufferB2CC3MgCl2
CO2
ddNTPdNTPDNADNA templateEDTAgGH2OITSmLmmmMnmO2
OPTPCRpHPHYDITRNArpmTAETaq DNATETTmVSDΛ
PersenMikrogramMikroliterDerajat CelciusRibosomal ribonucleic acidAdeninIsolat Trichoderma sp.BasepairLarutan penyanggaIsolat Trichoderma sp.SitosinIsolat Trichoderma sp.Magnesium kloridaKarbon dioksidaDideoksiribonukleotidaDeoksiribonukleotidaDeoxyribonucleicAcidCetakan DNAEthylene Diamine Tetra AcidGramGuaninAkuadesInternal Transcribed SpacerMililiterMilimeterMili MolarNanometerOksigenOrganisme Pengganggu tanamanPolymerase Chain ReactionNegative logarithma dari konsentrasi ion hidrogenThe Phylogenetic EditorRibonucleicacidRotation per minuteTris Acetat EDTAThermosaquaticus DNATris EDTATiminTemperatur meltingVascularStreakDiebackPanjang gelombang
xvi
KARAKTERISASI MORFOLOGI DAN FRAGMEN ITSTrichoderma sp.ASAL PERKEBUNAN KAKAO (Theobromacacao L.) KONAWE
Oleh :Muhamad Azwar Syah
F1D112001
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik morfologi danmolekuler fragmen rDNATrichoderma sp. yang terdapat di perkebunan kakaoKonawe Sulawesi Tenggara. Karakterisasi morfologi isolat Trichoderma sp.meliputi karakterisasi morfologi sel dan morfologi koloni, sedangkan karakterisasimolekuler fragmen rDNAisolat Trichoderma sp. meliputi amplifikasi fragmenITS1, 5.8S, dan ITS2. Morfologi isolat Trichoderma sp. dikarakterisasi denganmenggunakan metode slide culture dan metode titik, sedangkan fragmen rDNAisolat Trichoderma sp. diamplifikasi dengan menggunakan teknik PCR(Polymerase Chain Reaction). Hasil karakterisasi morfologi isolat Trichodermasp. menunjukkan bahwa isolat A1, B2, dan C3 memiliki warna koloni hijaukeputihan, terbentuk garis radial dan area zonasi, percabangan konidioforcenderung teratur, fialid menyerupai bentuk termos, dan konidia berwarna hijau.Urutan nukleotida fragmen rDNAyang berhasil diamplifikasi denganmenggunakan primer Tricho-F dan Tricho-R, yaitu isolat A1 sebanyak 528 bp,dan urutan nukleotida fragmen rDNA isolat B2 dan C3 masing-masing 529 bp.Berdasarkan hasil karakterisasi morfologi isolat A1, B2, dan C3 menunjukkankarakter dari spesies Trichoderma sp., sedangkan hasil karakterisasi molekulerfragmen rDNA isolat A1, B2, dan C3 diidentifikasi sebagai anggota dari spesiesTrichoderma asperellum.
Kata kunci : Trichodermasp., karakteristik morfologi, fragmen rDNA
xvii
Characterization of Morphology and ITS Fragment Trichoderma sp. FromKonawe Cacao Plantation
By :Muhamad Azwar Syah
F1D112001
ABSTRACT
The aim of this research is to know the characteristics of morphology andmolecular of rDNA fragment of Trichoderma sp. found in the cacao plantation ofKonawe Southeast Sulawesi. Morphology characterization of Trichoderma sp.isolate included of morphology and cell characterizations, while molecularcharacterization of rDNA fragment contained of amplification ITS fragment atITS1, 5.8S, and ITS2 regions. Morphology of Trichoderma sp. isolate wascharacterized by slide culture and point methods, while rDNA fragment wasamplified by PCR (Polymerase Chain Reaction) technique. The result ofmorphology characterization of Trichoderma sp. isolate showed that isolate ofA1, B2, and C3 had whitish green colony, line radial and zone area, branches ofconidiophore mostly regularly, phialides were like thermos shape, and greenconidia. Nucleotide of rDNA fragment amplified by Tricho-F and Tricho-Rprimers showed that A1 isolate was 528 bp, dan nucleotide of rDNA fragment B2and C3 isolates were 529 bp. The result of morphology characterization of A1,B2, and C3 showed species character of Trichoderma sp., while molecularcharacterization rDNA fragment of A1, B2, dan C3 isolates identified as memberof Trichoderma asperellum species.
Key Words : Trichoderma sp., morphology chracteristic, rDNA fragment
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan produksi kakao tersebar hampir di seluruh wilayah
Indonesia, salah satunya Sulawesi Tenggara. Tanaman kakao menjadi salah
satu komoditas unggul di kawasan ini. Namun, beberapa tahun terakhir, nilai
produksi kakao di kawasan ini masih rendah. Sulawesi Tenggara
memproduksi kakao sebanyak 213.691 ton dengan luas lahan perkebunan
kakao mencapai 29.880 ha tidak produktif pada tahun 2014 (Badan Pusat
Statistik Sulawesi Tenggara, 2015). Pada tahun 2015 produktivitas kakao
Sulawesi Tenggara diestimasi mengalami penurunan drastis dengan produksi
sekitar 117.035 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).
Penurunan produktivitas ini disebabkan karena menurunnya produksi
kakao di sentra-sentra penghasil kakao, termasuk di Kabupaten Konawe.
Kabupaten Konawe hanya memproduksi kakao sebanyak 10.171,8 ton pada
tahun 2014, padahal potensinya dapat mencapai 11.597,7 ton (Badan Pusat
Statistik Konawe, 2015). Rendahnya produktivitas kakao selain disebabkan
oleh pohon yang sudah tidak produktif, juga disebabkan karena adanya
serangan organisme pengganggu tanaman, salah satunya fungi patogen.
Fungi patogen yang banyak menyerang tanaman kakao, diantaranya
Phytophtora palmivora dan Oncobasidium theobromae. Fungi ini
mengakibatkan membusuknya buah kakao. Pembasmian fungi patogen pada
tanaman kakao saat ini masih dilakukan dengan penggunaan fungisida. Namun,
penggunaan fungisida memiliki dampak negatif karena residunya terabsorbsi
2
ke dalam jaringan tanaman (Wiryadiputra, 2013). Pengendalian hayati
diharapkan mampu mengurangi dampak negatif dari penggunaan fungisida.
Salah satu agen hayati yang dapat digunakan sebagai biokontrol pengendali
tanaman dari infeksi fungi patogen adalah Trichoderma sp.
Trichoderma sp. merupakan kelompok fungi multiseluler yang
kosmopolitan di tanah. Menurut Kubicek dan Herman (2002), Trichoderma sp.
digolongkan ke dalam kelas Deuteromycetes, tetapi setelah dilakukan
reidentifikasi oleh Charerri et al. (2015), Trichoderma sp. dikelompokkan ke
dalam kelas Sordariomycetes dan subdivisi Ascomycota . Mikroba ini memiliki
kemampuan menghambat fungi patogen pada tanaman (Singh et al., 2014), dan
dapat ditemukan di tanah sekitar perkebunan kakao (Nurahmi dkk., 2012).
Karakteristik sel Trichoderma sp. diantaranya adalah hifa yang bersepta,
konidiofor bercabang dan biasanya menyerupai bentuk piramida, dan konidia
melekat pada fialid. Selain itu, warna koloni Trichoderma sp. bervariasi setiap
spesies tergantung pada media pertumbuhannya dan kebanyakan berwarna
kehijauan pada media PDA (Munir et al., 2013). Karakteristik morfologi
tersebut dapat diketahui melalui proses karakterisasi.
Hasil karakterisasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi organisme.
Identifikasi organisme dapat dilakukan dengan proses karakterisasi morfologi
dan molekuler. Karakterisasi morfologi bertujuan untuk mengetahui
karakteristik bagian luar tubuh organisme, sedangkan karakterisasi molekuler
berperan dalam mengetahui karakteristik organisme berdasarkan molekul-
molekul tertentu yang terdapat dalam sel, seperti protein dan asam nukleat.
3
Karakterisasi molekuler dapat dilakukan dengan mengamati komposisi
nukleotida pada rantai DNA dari tiap organisme. DNA merupakan molekul
penyusun gen yang menyandi karakter organisme, diantaranya rDNA. rDNA
adalah penyandi gen komponen RNA ribosom. Pada organisme eukariot,
rDNA memiliki daerah konservatif yaitu berturut-turut gen penyandi rRNA
18S, 5.8S, dan 28S yang diselingi oleh daerah ITS (Internal Transcribed
Spacer). Daerah ITS spesifik untuk setiap spesies fungi (Eldenary et al., 2013),
sehingga dapat dijadikan sebagai kunci identifikasi.
Isolat Trichoderma yang digunakan pada penelitian ini berasal dari
Badan Penerapan Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tenggara yang
diisolasi dari perkebunan kakao Konawe. Isolat tersebut belum dilakukan
identifikasi. Oleh karena itu, identitas isolat tersebut perlu diketahui untuk
mempelajari karakteristiknya. Identifikasi kapang dapat dilakukan dengan
proses karakterisasi morfologi dan molekuler (Budi dkk., 2010; Rahayu dkk.,
2015). Karakterisasi secara morfologi belum optimal dalam mengidentifikasi
spesies organisme. Hal ini disebabkan karena perbedaan morfologi kapang
dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, meskipun dalam satu spesies.
Teknologi molekuler dapat diterapkan dalam identifikasi spesies
organisme yang lebih akurat. Hal ini disebabkan karena sekuen DNA yang
terdapat dalam sel lebih stabil dan tidak mudah berubah. Oleh karena itu, isolat
Trichoderma sp. yang terdapat di perkebunan kakao Konawe Sulawesi
Tenggara perlu diidentifikasi melalui proses karakterisasi berdasarkan
morfologi dan fragmen rDNA.
4
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Bagaimana karakteristik morfologi beberapa isolat Trichoderma sp. yang
terdapat di kawasan perkebunan kakao Konawe Sulawesi Tenggara ?
2. Bagaimana karakteristik molekuler fragmen rDNA beberapa isolat
Trichoderma sp. yang terdapat di kawasan perkebunan kakao Sulawesi
Tenggara ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik morfologi beberapa isolat Trichoderma sp. yang
terdapat di kawasan perkebunan kakao Konawe Sulawesi Tenggara.
2. Mengetahui karakteristik molekuler fragmen rDNA beberapa isolat
Trichoderma sp. yang terdapat di kawasan perkebunan kakao Konawe
Sulawesi Tenggara.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh setelah melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sebagai bahan informasi tentang spesies Trichoderma sp. yang terdapat di
perkebunan kakao Konawe Sulawesi Tenggara.
2. Sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang meneliti
masalah-masalah yang relevan dengan penelitian ini.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Kakao
1. Deskripsi Tanaman Kakao
Klasifikasi tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (2005) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Tanaman kakao yang sudah mencapai tinggi 0.9-1.5 meter akan berhenti
tumbuh ke atas dan membentuk jorket. Jorket adalah tempat percabangan dari
percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao.
Kakao termasuk tanaman dengan laju fotorespirasi yang cukup tinggi dengan
menggunakan 20-50% dari hasil total fotosintesis. Air yang diserap tanaman
sebagian besar hilang lewat proses transpirasi (penguapan). Proses ini cukup
penting karena berkaitan dengan penyerapan unsur hara dan menjaga suhu
tubuh tanaman (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Buah kakao memiliki dua macam warna, yaitu hijau dan merah. Buah
muda yang berwarna hijau akan mengalami perubahan menjadi berwarna
kuning saat mengalami proses pematangan. Sementara itu, buah yang muda
6
berwarna merah akan mengalami perubahan menjadi berwarna jingga. Kulit
buah kakao memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-
seling. Buah akan mengalami pematangan setelah berumur enam bulan. Biji
kakao tidak memiliki masa dorman dan diselimuti oleh daging buah yang
mengandung zat penghambat perkecambahan (Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia, 2004).
2. Ekologi Tanaman Kakao
Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan kakao,
diantaranya adalah faktor fisik dan kimia tanah.Faktor fisik tanah terdiri dari
suhu, tekstur tanah, dan kadar air, sedangkan faktor kimia tanah adalah pH,
salinitas, dan kadar organik tanah. Suhu yang optimum yang mendukung
pertumbuhan kakao berkisar 30-32oC, sedangkan pH tanah yang ideal untuk
tanaman kakao berkisar 6-7.5. Kakao merupakan tanaman C3 yang mampu
berfotosintesis pada suhu rendah, jika dikelompokkan berdasarkan tipe
fotosintesisnya. Hal ini berkaitan dengan proses membukanya stomata lebih
besar bila cahaya matahari yang diterima lebih banyak (Rubiyo dkk., 2012).
3. Penyakit pada Tanaman Kakao
Pohon kakao adalah tanaman yang rentan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Sekitar 20-
30 % perkebunan kakao dapat mengalami kegagalan produksi akibat serangan
OPT. Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang banyak menyerang
tanaman kakao, diantaranya adalah fungi patogen. Fungi patogen merupakan
7
kelompok fungi multiseluler yang ditandai dengan adanya hifa (Tanuhadi,
2012).
Penyakit berpengaruh besar terhadap penurunan produktivitas tanaman
kakao. Phytopthora palmivora adalah salah satu penyebab penyakit busuk
buah, kanker batang, dan busuk pucuk serta penyakit hawar daun. Penyakit
hawar daun merupakan salah satu kendala pembibitan kakao di Indonesia.
Gejala hawar daun terlihat seperti terbakar yang dimulai dari tepi daun.
Pengendalian penyakit ini umumnya menggunakan fungisida sintetik, namun
memiliki dampak negatif. Hal ini menimbulkan pencemaran lingkungan dan
gangguan keseimbangan ekologis. Penggunaan Trichoderma sp. untuk
mengendalikan penyakit yang disebabkan Phytopthora spp. cukup potensial
(Azis dkk., 2013).
Permukaan buah kakao dapat menjadi tempat pertumbuhan spora
Phytopthora palmivora. Hal ini disebabkan karena spora patogen ini bersifat
hidrofilik. Fugni ini dapat menginfeksi tanaman kakao melalui lubang stomata.
Stomata merupakan derivat sel epidermis yang menjadi lubang pertukaran gas
pada tanaman. Perbedaan morfologi stomata diduga dapat berperan dalam
ketahanan prapenetrasi (Rubiyo dkk., 2010).
Masalah utama penyakit busuk buah adalah fungi Phytopthora palmivora
yang dapat bertahan di dalam jaringan buah yang terinfeksi. Penggunaan
fungisida belum efektif dalam menghambat pertumbuhan Phytopthora
palmivora karena fungisida tidak mampu menjangkau keberadaan hifa fungi
tersebut. Selain itu, fungisida tidak terdegradasi oleh lingkungan kecuali
8
mikroorganisme tertentu sehingga fungisida terakumulasi di sel organisme
dengan konsentrasi yang berbeda-beda, dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan, terjadinya resistensi patogen, kematian pada organisme antagonis
dan meninggalkan residu pada buah kakao (Asrul, 2009).
Phytopthora palmivora dapat bertahan hidup dalam kondisi tanah yang
kering atau ketersediaan air yang sangat sedikit. Bentuk pertahanan fungi ini
terhadap kondisi tersebut dengan membentuk sista. Sista merupakan spora
yang membentuk dinding sel yang tebal. Hal inilah yang menyebabkan
sukarnya pembasmian penyakit busuk buah pada kakao (Motulo dkk., 2007).
Penyebaran penyakit busuk buah dapat melalui berbagai cara,
diantaranya dengan percikan air hujan, persinggungan antara buah sakit dengan
buah sehat, dan dapat melalui binatang penyebar seperti bekicot. Gejala
penyakit busuk buah dapat terlihat pada buah muda hingga buah dewasa. Buah
yang terinfeksi akan membusuk disertai bercak coklat kehitaman dengan batas
yang jelas. Gejala tersebut kebanyakan muncul dari ujung atau pangkal buah.
Hal ini disebabkan adanya lekukan pada pangkal buah yang menjadi tempat
tergenangnya air sehingga spora dengan mudah tumbuh dan berkembang
(Motulo dkk., 2007).
Penyakit pembuluh kayu atau Vascular Streak Dieback (VSD)
merupakan salah satu penyakit terpenting pada kakao di Indonesia. Penyakit
VSD disebabkan oleh fungi Oncobasidium theobromae. Fungi ini
memproduksi basidiospora dan biasanya berkembang pada kondisi yang sangat
lembab. Basidiospora disebarkan oleh angin dan jika spora menempel pada
9
permukaan yang kering, akan mengalami kehilangan viabilitas. Basidiospora
mulai menetrasi di jaringan epidermis dan masuk ke jaringan xilem (Dhana
dkk., 2013).
4. Perkebunan Kakao Indonesia
Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor biji kakao terpenting di
dunia. Tahun 2010, Indonesia menjadi negara pengekspor biji kakao terbesar
ketiga di dunia dengan produksi biji kering 550.000 ton. Luas lahan
perkebunan kakao mencapai 1.651.539 ha dengan 94% dari lahan tersebut
merupakan perkebunan rakyat. Hal ini mengindikasikan peran penting kakao
sebagai sumber lapangan kerja dan pendapatan petani. Areal dan produksi
kakao Indonesia meningkat pesat pada dekade terakhir, dengan laju 5.99% per
tahun (Rubiyo dkk., 2012).
Permintaan biji kakao di dunia terus meningkat, terutama dari Amerika
Serikat dan negara-negara Eropa Barat. Tahun 2010, jumlah kebutuhan biji
kakao di seluruh dunia adalah 3,7 juta ton, sedangkan jumlah ketersediaan biji
kakao dari seluruh perkebunan di dunia hanyalah 3,6 juta ton (Tanuhadi, 2012).
Indonesia sebagai salah satu produsen kakao perlu memanfaatkan peluang
tersebut untuk meningkatkan devisa negara. Beberapa hasil studi menunjukkan
bahwa daya saing produk kakao Indonesia, khususnya biji kakao masih baik
sehingga Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor dan
mengembangkan di kancah pasar domestik (Rubiyo dkk., 2012).
Negara Jepang telah memberlakukan batas maksimum residu pestisida
pada bahan makanan dengan sangat ketat, termasuk bahan baku yang berasal
10
dari biji kakao. Banyaknya jenis pestisida yang diperbolehkan untuk digunakan
pada komoditas kakao di Indonesia dapat menyebabkan penurunan nilai ekspor
kakao, khususnya Jepang. Tahun 2011, sebanyak lebih dari 290 pestisida
dengan jumlah bahan aktif sekitar 70 jenis, diizinkan untuk digunakan pada
perkebunan kakao (Wiryadiputra, 2013).
5. Kondisi Perkebunan Kakao Sulawesi Tenggara
Produksi tanaman kakao menjadi hasil perkebunan paling unggul di
Sulawesi Tenggara dibandingkan dengan hasil perkebunan lainnya. Sentra
produksi kakao terdapat di empat wilayah, yaitu Kabupaten Kolaka, Kolaka
Utara, Konawe, dan Konawe Selatan. Produktivitas tanaman kakao Sulawesi
Tenggara mengalami fluktuasi tiap tahun. Tahun 2009, Sulawesi Tenggara
memproduksi kakao sebanyak 131.830 ton, dan tahun 2011 produksi kakao
mengalami peningkatan mencapai 161.064 ton. Namun, tahun 2012 produksi
kakao menurun drastis hingga 140.645 ton (Tabel 1). Penurunan produksi ini
disebabkan karena adanya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT)
(Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2015).
Tabel 1. Produksi kakao perkebunan kakao tahun 2009-2014No. Tahun Produksi (Ton) Luas (ha)1 2 3 41 2009 131.830 230.1752 2010 145.818 237.9163 2011 161.064 249.2344 2012 140.645 260.4475 2013 185.201 245.6246 2014 213.691 217.025
Sumber : (Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2015).
Pemerintah Sulawesi Tenggara terus berupaya dalam meningkatkan
produksi kakao dengan melalui program gerakan nasional kakao. Upaya
11
tersebut berhasil meningkatkan laju produksi hingga mencapai 185.201 ton
pada tahun 2013. Namun, produksi tersebut masih rendah karena tanaman
kakao yang ditanam pada lahan perkebunan seluas 28.568 ha tidak produktif
(Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2014). Selain itu, tahun 2013
Kabupaten Konawe hanya memproduksi kakao sebanyak 12.561 ton dengan
tanaman kakao yang ditanam pada lahan perkebunan seluas 1.893 ha
mengalami gagal panen (Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe, 2014).
B. Agen Hayati Trichoderma sp.
1. Deskripsi Trichoderma sp.
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Charerri et al., (2015) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Pezizomycotina
Class : Sordariomycetes
Ordo : Hypocrales
Family : Hypocraceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Trichoderma sp. merupakan kelompok fungi multiseluler dari kelompok
kapang. Karakteristik sel Trichoderma sp. diantaranya adalah hifa bersepta,
memiliki konidiofor yang bercabang dan menyerupai bentuk piramida, dan
konidia melekat pada fialid. Ujung sel konidiofor tidak mengalami pembesaran
dan tidak berwarna (hialin) serta percabangannya cenderung teratur (Kubicek
12
et al., 2002). Selain itu, warna koloni Trichoderma sp. bervariasi setiap spesies
tergantung pada media pertumbuhan yang digunakan. Koloni Trichoderma sp.
kebanyakan berwarna kehijauan pada media PDA (Potato Dextrose Agar)
(Munir et al., 2013).
Trichoderma sp. dapat ditemukan di tanah dan ekosistem akar, serta
memiliki kemampuan biokontrol terhadap beberapa fungi patogen tanaman.
Biokontrol dapat didefinisikan sebagai penggunaan organisme alami, atau
modifikasi secara genetik, gen atau produk gen, untuk mengurangi dampak
negatif organisme tertentu sehingga bermanfaat bagi manusia. Beberapa
spesies Trichoderma sp. yang efektif sebagai penghambat pertumbuhan
patogen di tanah dan meningkatkan kesehatan tanaman, diantaranya adalah
Trichoderma harzianum dan Trichoderma asperellum (Singh et al., 2014).
Trichoderma asperellum dapat tumbuh dengan baik pada media PDA (Potato
Dextrose Agar) pada suhu 28oC. Koloni berwarna hijau konsetris (terbentuk
dua lingkaran) dengan bundaran kecil berwarna putih di tengah koloni (Santos
et al., 2012).
2. Ekologi Trichoderma sp.
Salah satu kendala dalam pemanfaatan Trichoderma sp. sebagai agen
pengendalian hayati penyakit tanaman adalah rendahnya kemampuan
kolonisasi pada akar tanaman akibat faktor lingkungan yang kompleks dan
tidak tersedianya isolat yang cukup virulen sehingga pengendalian tidak dapat
berkelanjutan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan tingkat kolonisasi akar
13
oleh Trichoderma sp. sangat menentukan keberhasilan pengendalian patogen
tanaman (Nurbailis dan Martinius, 2011).
Kemampuan kolonisasi Trichoderma sp. di tanah tidak hanya tergantung
pada strain fungi tetapi tergantung juga pada faktor biotik dan abiotik
lingkungan. Selain itu, kolonisasi Trichoderma sp. pada permukaan akar dan
jaringan akar kemungkinan besar tidak hanya tergantung pada strain fungi
tetapi juga jenis spesies tanaman. Pemberian berbagai spesies Trichoderma sp.
pada tanaman tertentu mampu mengurangi patogen tanaman dengan efektif
(Akrami et al., 2013).
3. Peranan Trichoderma sp.
Beberapa fungi telah terbukti memiliki kemampuan dalam menyerap
logam, salah satunya Trichoderma sp. Biosorpsi logam terjadi karena adanya
gugus amino yang terdapat pada fungi yang dapat mengikat logam seperti Pb2+.
Peristiwa biosorpsi pada fungi terjadi dengan mekanisme perpindahan logam
melewati membran sel (Heltina dkk., 2009). Kemampuan Trichoderma sp.
untuk mengurangi penyakit tanaman biasanya dilakukan secara langsung
dengan mekanisme antagonis, dan khususnya dengan mensekresikan enzim
kitinase dan β-1,2-glukanase. Enzim ini menghidrolisis dinding sel patogen
sehingga menghambat pertumbuhan fungi patogen (Komy et al., 2015).
Kitinase merupakan salah satu enzim yang memiliki kemampuan
menghidrolisis kitin. Salah satu aplikasi enzim kitinase dalam bidang
bioteknologi adalah sebagai biokontrol. Tumbuhan mensekresikan enzim ini
sebagai pertahanan dalam melawan serangan organisme patogen yang dinding
14
selnya tersusun dari kitin. Hal ini karena kitin merupakan komponen utama
dinding sel fungi yang dapat didegradasi oleh enzim kitinase (Herdyastuti dkk.,
2009).
C. Karakteristik Molekuler
1. Teori DNA (Deoxyribonucleic acid)
Deoxyribonucleic acid (DNA) adalah polimer nukleotida yang berisi
informasi genetik yang terdapat di dalam sel. Setiap sel organisme tertentu
memiliki urutan sekuen DNA yang spesifik. Prinsip inilah yang mendasari
identifikasi secara molekuler. Identifikasi organisme berdasarkan urutan
sekuen DNA merupakan karakterisasi urutan sekuen DNA pada genom
organisme (Syukriani, 2012).
Struktur molekul DNA pertama kali diungkapkan oleh James Watson dan
Francis Crick pada tahun 1953 berdasarkan atas foto difraksi sinar X yang
dirancang oleh Rosalind Franklin dan Maurice Wilkins. Watson dan Crick
membuat model struktur DNA yang disebut untai-ganda (double helix),
berdasarkan atas data kimia dan fisik. Untai-ganda DNA tersusun oleh dua
rantai polinukleotida yang berpilin. Kedua rantai mempunyai orientasi yang
berlawanan (antiparalel), yaitu orientasi 5’ ke 3’ dan berorientasi 3’ ke 5’.
Kedua rantai tersebut berikatan dengan ikatan hidrogen antara basa adenin (A)
dengan timin (T), dan antara guanin (G) dengan sitosin (C). Ikatan antara
adenin dengan timin terdiri dua ikatan hidrogen, sedangkan antara guanin
dengan sitosin terdiri tiga ikatan hidrogen (Yuwono, 2005).
15
2. rDNA (DNA ribosomal)
Salah satu data molekuler yang dapat digunakan untuk mengkarakterisasi
organisme adalah urutan nukleotida rDNA. rDNA merupakan DNA yang
menyandi rRNA (18S rRNA, 5.8S rRNA, dan 28S rRNA) penyusun ribosom.
Susunan gen penyandi rRNA dalam genom organisme eukariot dibatasi oleh
daerah ITS (Internal Transcribed Spacer) sehingga urutannya berturut-turut
adalah 18S rRNA, ITS1, 5.8S rRNA, ITS2, dan 28S rRNA (Muzuni, 2014).
DNA ribosomal digunakan untuk mengidentifikasi isolat fungi di tingkat
spesies. rDNA merupakan gen penyandi ribosom pada sel makhluk hidup.
Ribosom terdiri dari dua komponen, yaitu ribosom subunit kecil dan ribosom
subunit besar. rDNA menyandi ribosom subunit kecil 18S, dan subunit besar
5.8S dan 28S (Chakraborty et al., 2011).
Keakuratan dan kepastian identifikasi fungi adalah kepastian terhadap
kebenaran dalam diagnosa penyakit dan proses asosiasi dalam infeksi fungi.
Karakterisasi spesies fungi berdasarkan karakter morfologi tidak sama
spesifiknya dengan menggunakan pendekatan molekuler. Teknik molekuler
melibatkan amplifikasi gen rDNA. rDNA pasti berada di semua sel dan
memiliki nilai konservatif yang tinggi pada fungi dan kingdom lainnya
(Shahid et al., 2014).
16
3. Metode Karakterisasi Molekuler
Salah satu metode karakterisasi molekuler yang dapat dilakukan untuk
menentukan spesies/genus organisme adalah metode PCR, dengan urutan
sebagai berikut :
a. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dalam menganalisis DNA. DNA
dapat ditemukan baik pada inti sel maupun pada organel mitokondria dan
kloroplas. Ekstraksi DNA dilakukan dengan beberapa langkah yang dimulai
dengan pelisisan dinding sel dan membran inti, dan pemisahan komponen dari
berbagai komponen sel lainnya. Setiap langkah tersebut, kondisi DNA harus
stabil agar tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang
(Fatchiyah dkk., 2011).
Isolasi DNA dapat dilakukan dengan empat tahapan, yaitu pelisisan
dinding sel dan membran sel, ekstraksi DNA, presipitasi DNA, dan pencucian
DNA. Pelisisan dinding sel dan membran sel dapat dilakukan secara kimia dan
secara mekanik. Secara kimia dengan menggunakan larutan buffer lisis CTAB
(Cetyl Trimetyl Ammonium Bromide), sedangkan secara fisik dilakukan dengan
penggerusan. Tahapan selanjutnya, ekstraksi DNA dengan menggunakan fenol
kloroform untuk memisahkan kontaminan protein dan senyawa-senyawa
organik dari DNA. Presipitasi DNA merupakan proses pengendapan DNA
yang dapat dilakukan dengan pemberian larutan etanol 100% dan sodium
asetat. Tahap terakhir, pencucian DNA dengan menggunakan larutan etanol
17
70%. Pencucian dilakukan untuk menghilangkan garam sodium asetat sisa dari
pengendapan DNA (Muzuni, 2014).
b. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Teknologi PCR merupakan terobosan dibidang biologi molekuler yang
memungkinkan dilakukannya beragam analisis molekuler. Teknik PCR sangat
bermanfaat dalam pemeriksaan forensik DNA. Kary Mullis, seorang ahli
kimia, meraih hadiah nobel karena temuan besarnya tersebut (Syukriani, 2012).
Teknik PCR merupakan proses sintesis enzimatik untuk mengamplifikasi
nukleotida secara in vitro. Teknik PCR dapat meningkatkan sejumlah urutan
DNA sebanyak ribuan bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107
pasang basa. Setiap urutan basa nukleotida yang diamplifikasi akan menjadi
dua kali jumlahnya. Kunci utama pengembangan teknik PCR adalah
menemukan cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan
meminimalkan amplifikasi urutan DNA non-target (Fatchiyah dkk., 2011).
Proses PCR merupakan proses siklus yang berulang, meliputi denaturasi,
penempelan primer, dan pemanjangan rantai DNA. Denaturasi merupakan
tahap pemutusan ikatan hidrogen pada DNA untai ganda, sehingga terbentuk
DNA untai tunggal. Ikatan hidrogen pada DNA dapat terputus dengan
perlakuan panas pada suhu 94oC (Syukriani, 2012).
Penempelan primer (annealing) merupakan proses menempelnya primer
pada urutan DNA target. Optimalisasi suhu annealing dilakukan dengan
menentukan suhu melting dengan mengikuti persamaan; (Tm) =
{(G+C)x4}+{(A+T)x2}. Suhu annealing biasanya 5oC di bawah Tm primer.
18
Primer yang sudah menempel pada sekuen DNA target mengindikasikan
bahwa sintesis DNA baru sudah dimulai. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penempelan primer, diantaranya adalah banyaknya kandungan basa nitrogen
GC dan konsentrasi primer (Campbell et al., 2002).
Tahap ekstensi terjadi proses pemanjangan untai baru DNA, dimulai dari
posisi primer yang telah menempel di urutan basa nukleotida DNA target yang
akan bergerak dari ujung-5’ menuju ujung-3’ dari untai tunggal DNA. Proses
pemanjangan DNA yang diinginkan sesuai dengan panjang urutan basa
nukleotida yang ditargetkan. Setiap satu kilobasa (1000 bp) yang akan
diamplifikasi, memerlukan waktu 1 menit; bila kurang dari 500 bp, hanya
diperlukan waktu 30 detik; dan pada kisaran 500-1000 bp perlu waktu 45 detik,
namun apabila lebih dari 1 kb, akan memerlukan waktu 2 menit di setiap
siklusnya. Adapun suhu ekstensi berkisar 70-72oC (Fatchiyah dkk., 2011).
Urutan nukleotida gen tertentu dapat diketahui dengan menggunakan
metode terminasi rantai dideoksiribonukleotida (atau metode Sanger). Metode
dideoksi dikembangkan oleh ahli biokimia Inggris, Frederick Sanger. Metode
ini menyintesis seperangkat untai DNA yang komplementer terhadap fragmen
DNA awal. Setiap untai diawali oleh primer yang sama dan diakhiri sebuah
dideoksiribonukleotida (ddNTP). ddNTP merupakan deoksiribonukleotida
yang tidak memiliki oksigen pada atom nomor 3. Penggabungan ddNTP
memutus untai DNA yang diisolasi, sebab ddNTP tidak memiliki gugus 3’-OH
(Campbell dan Reece, 2010).
19
Gambar 1. Proses sekuensing menggunakan metode Sanger
Ilmuwan menggunakan bioinformatika untuk menganalisis genom dan
fungsinya. Beberapa lembaga-lembaga bioinformatika yang mengelola terkait
data sekuen DNA, diantaranya adalah National Center for Biotechnology
Information (NCBI), European Molecular Biology (EMB), dan DNA Data
Bank Of Japan. Hasil sekuen DNA dapat dianalisis dengan mengunjungi salah
satu situs yang ada pada lembaga tersebut. Lembaga tersebut menyediakan
beberapa aplikasi-aplikasi yang memberikan informasi seputar DNA yang
dianalisis (Campbell dan Reece, 2010).
Beberapa aplikasi bioinformatika telah digunakan dalam menganalisis
beragam informasi terkait dengan sekuen DNA, seperti aplikasi Bioedit dan
aplikasi MEGA. Aplikasi ini dapat memberikan informasi terkait dengan
hubungan kekerabatan (filogenetik) diantara organisme. Hubungan
kekerabatan (filogenetik) diantara organisme dapat diketahui dengan
menentukan nilai similaritas sekuen DNA yang dianalisis. Nilai similaritas
DNA lebih dari 95% menunjukkan bahwa organisme yang dibandingkan
merupakan satu spesies (Henry et al., 2000). Selain itu, aplikasi ini dapat
20
menentukan situs enzim restriksi sekuen DNA organisme tertentu. Situs
pemotongan enzim restriksi yang sama pada sekuen DNA dapat
mengindikasikan bahwa sekuen DNA yang dianalisis merupakan organisme
yang sama (Muzuni, 2014).
21
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Juni
tahun 2015 di Laboratorium Unit Mikrobiologi dan Unit Genetika, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Halu Oleo (UHO) Kendari.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksplorasi dengan
menggunakan pendekatan mikrobiologi dan molekuler.
C. Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah isolat
Trichoderma sp. yang diperoleh dari koleksi Badan Penerapan Teknologi
Pertanian (BPTP) Provinsi Sulawesi Tenggara yang diisolasi dari perkebunan
kakao Konawe.
Bahan-bahan pendukung yang digunakan pada penelitian ini disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Bahan Pendukung penelitian dan fungsinyaNo Bahan Satuan Fungsi1 2 3 41 PDB (Potato Dextrose Broth) mL Sebagai media cair pertumbuhan
Trichoderma sp.2 Agar g Sebagai bahan pemadat media PDB3 PDA (Potato Dextrose Agar) - Sebagai media padat pertumbuhan
Trichoderma sp.4 Akuades mL Sebagai bahan pelarut5 Buffer CTAB (Cetyl Trimetyl
Ammonium Bromide)mL Sebagai larutan buffer lisis
6 PC (Phenol Chloroform) mL Untuk mendenaturasi protein
22
Tabel 2. (Lanjutan)No Bahan Satuan Fungsi1 2 3 47 Sodium asetat mL Untuk menambah berat jenis DNA8 Etanol 100% mL Untuk mengendapkan DNA9 Etanol 70% mL Untuk menghilangkan garam pada
DNA10 Loading dye µL Sebagai pewarna, pemberat, dan
penanda DNA saat migrasi11 Enzim RNAse µL Untuk mendegradasi RNA12 Primer µL Untuk amplifikasi gen target/bahan
sekuensing DNA13 Master Mix (dNTP, MgCl2,
buffer, Taq DNA)µL Sebagai reagen PCR (Polymerase
Chain Reaction)14 Agarose g Sebagai media migrasi DNA15 (TAE) Tris Acetat EDTA mL Sebagai larutan buffer
elektroforesis16 Etidium bromida mL Untuk memendarkan DNA
D. Alat/Instrumen Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat dan fungsi yang digunakan pada penelitianNo Alat Satuan Fungsi
1 2 3 41 Autoklaf - Untuk sterilisasi alat dan bahan secara
panas basah2 Mikroskop - Untuk mengamati sel Trichoderma sp.
3 Spektrofotometer - Untuk menentukan nilai absorbansiDNA
4 Laminar air flow - Tempat pengerjaan secara aseptis
5 Magnetic stirrer - Untuk mengaduk media secaraotomatis
6 Hot plate - Untuk memanaskan danmengencerkan media
7 Water bath - Tempat menginkubasi8 Timbangan analitik g Untuk menimbang sampel dan media
dengan ketelitian sampai 0,0000 g9 Gelas kimia mL Sebagai tempat mencampur bahan
untuk membuat media10 Cawan petri - Sebagai wadah menumbuhkan
Trichoderma sp.11 Tabung reaksi - Sebagai wadah
menumbuhkan Trichoderma sp.12 Gelas ukur mL Untuk mengukur volume larutan13 Jarum inokulasi - Untuk menginokulasi biakan14 Lampu spritus - Untuk sterilisasi dengan pemijaran
23
Tabel 3. (Lanjutan)No Alat Satuan Fungsi1 2 3 4
15 Kaca objek - Sebagai wadah menumbuhkan isolatdengan teknik slide culture
16 Kaca penutup - Untuk menutup biakan yang akandiamati
17 Rak tabung reaksi - Tempat menyimpan tabung reaksi18 Pipet tetes - Untuk memindahkan larutan19 Alu dan mortal - Sebagai alat pengerus bahan20 Sentrifugasi - Untuk memisahkan suspensi
berdasarkan berat molekul21 Mikropipet - Untuk mengambil larutan dalam
volume yang kecil (≤ 1 mL)22 Tip - Sebagai penampung larutan pada
mikropipet23 Eppendorf - Sebagai tempat mereaksikan larutan
dalam volume yang kecil (≤ 1 mL)24 Vorteks - Untuk menghomogenkan larutan25 Spin down - Untuk mengendapkan/menyatukan
larutan26 Fotoforesis - Untuk menvisualisasi pita DNA27 Bak elektroforesis - Sebagai tempat elektroforesis DNA28 Oven - Untuk menguapkan sisa larutan yang
terdapat pada DNA29 Mesin PCR - Sebagai alat reaksi PCR (Polymerase
Chain Reaction)30 Elektroforesis - Untuk memisahkan zat berdasarkan
berat molekul
E. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Indikator Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel yang akan diteliti beserta data yang akan dikumpulkan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
a. Variabel bebas : Isolat Trichoderma sp. yang diisolasi dari perkebunan
kakao Konawe
b. Variabel terikat : Karakteristik morfologi dan molekuler fagmen rDNA
isolat Trichoderma sp.
24
2. Definisi Operasional
Definisi atau batasan dari variabel yang telah ditetapkan pada penelitian
ini sebagai berikut.
a. Isolat Trichoderma sp. adalah isolat fungi yang diperoleh dari koleksi
Badan Penerapan Teknologi Pertanian (BPTP) provinsi Sulawesi
Tenggara yang diisolasi dari perkebunan kakao Konawe.
b. Karakteristik morfologi adalah karakter atau ciri isolat Trichoderma sp.
yang ditumbuhkan pada media PDA yang meliputi karakter morfologi
koloni dan karakter morfologi sel.
c. Karakteristik fragmen rDNA (ribosomal DNA) adalah karakter fragmen
rDNA hasil amplifikasi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR),
yang meliputi uji kualitas dan kuantitaas DNA genom, hasil amplifikasi
fragmen rDNA (Daerah ITS1, 5.8S, dan ITS2), urutan sekuen fragmen
rDNA, hasil penyejajaran fragmen rDNA, situs pemotongan enzim
restriksi, dan analisis pohon filogenetik.
3. Indikator Penelitian
Indikator yang digunakan dalam penelitian adalah hasil karakterisasi
morfologi koloni, morfologi sel isolat Trichoderma sp., dan hasil
amplifikasi fragmen rDNA isolat Trichoderma sp., serta hasil sekuensing.
25
F. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja pada penelitian yaitu:
1. Sterilisasi Alat dan Media
Peralatan dan bahan yang akan digunakan pada penelitian, terlebih
dahulu disterilkan dengan metode pemanasan basah. Sterilisasi dengan
pemijaran digunakan untuk sterilisasi ose. Sterilisasi alat menggunakan
autoklaf bertekanan 1 atm 1210C, selama 30 menit. Alat-alat yang disterilkan
umumnya terbuat dari gelas. Sterilisasi media menggunakan autoklaf
bertekanan 1 atm 1210C, selama ±15-20 menit.
2. Penyiapan dan Pembuatan Media
a. Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media yang digunakan untuk peremajaan isolat Trichoderma sp.
adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Komposisi media PDA yaitu Agar
20 g, PDB {Potato Dextrose Broth (DifcoTM)} 24 g, dan akuades 1000
mL. Proses pembuatan media PDA yaitu sebanyak 24 g PDB, 20 g agar
dilarutkan dalam 1000 mL akuades, lalu dipanaskan di hot plate dan
dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer kemudian
disterilisasi dengan autoklaf.
b. Media PDB
Media PDB sebanyak 24 g dilarutkan dalam 1000 mL akuades.
Media dipanaskan dan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic
stirrer, lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf.
26
3. Karakterisasi Morfologi
a. Peremajaan Isolat
Ketiga isolat Trichoderma sp. diinokulasikan pada media PDA
miring dengan menggunakan jarum ose. Isolat diinkubasi pada suhu
ruang hingga terbentuk spora. Ketiga isolat Trichodema sp. yang sudah
membentuk spora diletakkan di dalam kulkas untuk menghambat
pertumbuhannya. Karakterisasi morfologi Trichoderma sp. dapat
menggunakan isolat yang terdapat PDA miring tersebut.
b. Karakterisasi Morfologi Koloni
Media PDA dipanaskan dengan menggunakan hot plate hingga
berwujud cair. Media PDA yang telah cair dituang pada cawan petri
steril dan dibiarkan hingga berwujud padat. Selanjutnya, Trichoderma
sp. diinokulasi pada cawan petri dengan menggunakan metode titik.
Isolat diinkubasi dengan suhu ruang selama 24 jam, dan diamati bentuk
koloni, warna koloni, diameter, tekstur, dan permukaan koloni.
Pengamatan dilakukan tiap 24 jam selama interval waktu 5 hari.
c. Karakterisasi Morfologi Sel
Karakterisasi morfologi sel dilakukan dengan menggunakan
metode slide culture. Media PDA dipanaskan dengan menggunakan hot
plate hingga berwujud cair. Selanjutnya, isolat diinokulasi di kaca
preparat steril dan isolat diteteskan dengan media PDA yang telah
berwujud cair serta ditutup dengan menggunakan kaca penutup. Isolat
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam, dan diamati bentuk konidia,
27
konidiofor, dan fialid. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam selama 3
hari.
4. Karakterisasi Molekuler
a. Isolasi DNA Genom Trichoderma
Isolasi DNA genom Trichoderma sp. menggunakan metode Cetyl
Trimetyl Ammonium Bromide (CTAB) yang telah dimodifikasi
(Muzuni, 2014). Sebanyak 0.2 gram miselium Trichoderma sp. digerus
dan dimasukan ke dalam eppendorf 1.5 ml. Sampel ditambahkan
dengan 600 µl buffer lisis CTAB dan larutan diinkubasi selama 30
menit pada suhu 65°C sambil dibolak-balik setiap 5 menit. Sampel
diinkubasi ke dalam es selama 5 menit lalu disentrifugasi pada 10.000
rpm, suhu 4°C, selama 10 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan
dengan 1x Volume Phenol Clorofom (PC). Selanjutnya sampel
disentrifugasi pada 10.000 rpm, suhu 4°C, selama 10 menit. Supernatan
diambil dan ditambahkan dengan 0,1 volume sodium asetat 3 M pH 5,2
kemudian ditambahkan dengan 2x volume etanol 100% lalu diinkubasi
pada suhu -20°C selama 2 jam dan disentrifugasi 10.000 rpm, suhu 4°C,
selama 20 menit. Selanjutnya pelet DNA dicuci dengan 0,5 ml etanol
70 %, lalu dikeringkan dan dilarutkan dalam 20 µl H2O.
b. Desain Primer
Sekuen rDNA dikumpulkan dari berbagai spesies Trichoderma
sp. yang diperoleh dari data GeneBank pada situs
http://www.ncbi.nlm.gov. Sekuen disejajarkan dengan program
28
ClustalW Alignment Bioedit, dan ditentukan sekuen yang memiliki
daerah homologi tinggi. Desain primer spesifik yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari bagian ujung 3’ 18S rRNA dan bagian ujung
5’ 28S rRNA (Gambar 2). Sekuen yang dijadikan primer terdiri dari 22
bp. Primer yang digunakan adalah Tricho-F (5’-CCGAGTTTACAACT
CCCAAACC-3’) dan Tricho-R (5’-CTGAAATGTTGACCTCGGA
TCA-3’). Primer tersebut dapat mengamplifikasi daerah ITS1, 5S
rRNA, dan ITS2. Perbedaan urutan nukleotida pada daerah tersebut
dapat mengindikasikan perbedaan spesies.
Daerah Amplifikasi
Gambar 2. Struktur Gen rRNA
c. Amplifikasi Fragmen rDNA dengan Teknik PCR
Fragmen rDNA Trichoderma sp. diamplifikasi dengan teknik
PCR. Volume total PCR sebanyak 10 µl yang terdiri dari DNA
genom/template (100 ng) sebanyak 1 µl (10µM), primer Tricho-F dan
Tricho-R masing-masing 0.5 µl, 2x master mix 5 µl, dan dH2O
sebanyak 3 µl. Program PCR terdiri atas pre-PCR pada suhu 94°C
selama 5 menit; proses PCR sebanyak 35 siklus yang meliputi
denaturasi 94°C selama 1 menit, penempelan primer (annealing) 59°C
selama 30 detik, pemanjangan rantai 72°C selama 90 detik; dan post-
PCR pada suhu 72°C selama 5 menit.
Tricho-F Tricho-R
3’ 5’
29
d. Uji Kuantitas dan Kualitas DNA
1. Pembuatan Agarose 1%
Agarose ditimbang sebanyak 0.3 gram, dan agarose ditambahkan
dengan 30 ml larutan TAE (Tris Acetat EDTA). Selanjutnya, agarose
dipanaskan dengan hot plate, dan larutan dituang di bak cetakan hingga
membentuk lempengan agar yang memiliki sumuran. Lempengan agar
tersebut dimasukan ke dalam bak elektroforesis dengan posisi sumuran
berada pada kutub negatif.
2. Migrasi DNA (Teknik Elektroforesis)
DNA dengan volume 3 µL ditambahkan dengan 1 µL larutan
loading dye, dan suspensi dihomogenkan dengan menggunakan
mikropipet. Selanjutnya, suspensi dimasukan ke dalam sumuran agar,
dan diberi larutan buffer TAE 1x (Tris Acetat EDTA) hingga
lempengan agar terendam. Bak elektroforesis diberi arus listrik 1A 80
volt selama 30 menit. Lempengan agar direndam di dalam larutan
etidium bromida selama 5 menit, lalu agar direndam pula di larutan
akuades selama 5 menit. Agar divisualisasi menggunakan fotoforesis
dengan bantuan sinar ultraviolet. Pita yang berpendar di lempengan
agar mengindikasi adanya pita DNA.
3. Spektrofotometer
DNA dengan volume 5 µL dilarutkan kedalam 995 µL akuades
dengan menggunakan kuvet. Suspensi dihitung jumlah absorbansinya
30
pada gelombang 260 nm (DNA) dan gelombang 280 nm (protein).
Konsentrasi DNA dapat dihtung dengan rumus:
[DNA]= A260 x 50 µg/mL x FP (Rumus 1)
Keterangan : [DNA] : Konsentrasi DNA
A260 : Nilai absorbansi panjang gelombang 260 nm
50µg/mL : Konstanta DNA
FP : Faktor Pengenceran
e. Sekuensing
Sekuensing dilakukan dengan menggunakan alat DNA sequencer
ABI Prism 377 yang terdapat di PT. Genetika Science. Sekuensing
dilakukan dengan 1 sampel DNA yang dikombinasikan dengan primer
forward dan primer reverse. Proses pengurutan basa nukleotida dengan
mengikuti metode Sanger.
G. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil karakterisasi morfologi dianalisis secara
deskriptif untuk menjelaskan karakteristik variabel penelitian, khususnya
variabel terikat. Data yang diperoleh dari hasil karakterisasi molekuler
dianalisis dengan empat jenis program, yaitu Bioedit, Nebcutter 2.0, MAFFT
(Multiple Sequence Alignment Program), dan Phydit. Aplikasi Bioedit dengan
program ClustalW Alignment untuk menganalisis kesejajaran fragmen rDNA
sampel, sedangkan aplikasi Nebcutter 2.0 untuk menganalisis situs enzim
restriksi fragmen rDNA.
Hubungan filogenetik dikonstruksi dengan program MAFFT (Multiple
31
Sequence Alignment Program) yang tersedia pada situs (http://mafft
katoh.com) untuk menganalisis filogenetik sekuen sampel. Jumlah sekuen yang
dianalisis terdiri dari 3 sekuen sampel dan 9 sekuen pembanding. Sekuen
pembanding terdiri dari Trichoderma asperellum (LC057426.1), Trichoderma
koningiopsis (FN369563.1), Trichodema gamsii (FN396558.1), Trichoderma
petersenii (Z95923.1), Trichoderma viridarium (X93987.1), Trichoderma
hamatum (FN396561.1), Trichoderma citrinoviride (AJ230663.1), Fusarium
oxsporum (LN835265.1), dan Phytophthora palmivora (AY208126.1). Jumlah
nukleotida yang berbeda pada isolat yang dibandingkan digunakan aplikasi
Phydit.
32
H. Bagan Alur Sistematika Penelitian
Skema tahapan kegiatan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Skema Tahapan Penelitian
MorfologiSel
Koloni
Diamati
Karakter GenrRNA
Isolat Trichoderma sp.
Diremajakan
Metode Titik Slide Culture Isolasi DNA
MorfologiKoloni
Koloni
Diamati
KarakteristikMorfologi danMolekuler gen
rRNATrichoderma
PCR
Sekuensing
KarakterMorfologi
AnalisisSekuen
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Morfologi Koloni Trichoderma sp.
Isolat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tiga isolat
Trichoderma sp. yang merupakan koleksi dari Badan Penerapan Teknologi
Pertanian (BPTP) Provinsi Sulawesi Tenggara yang diisolasi dari perkebunan
kakao Konawe. Tiga isolat Trichoderma sp. yang digunakan pada penelitian ini
diberi simbol A1, B2, dan C3.
Pengamatan morfologi koloni ketiga isolat Trichoderma sp. dilakukan
setiap hari selama 4 hari inkubasi. Parameter yang diamati pada proses
karakterisasi morfologi koloni isolat Trichoderma sp. terdiri dari bentuk
koloni, warna koloni, tekstur, diameter pertumbuhan, garis-garis radial, dan
zonasi (Gusnawaty, 2014). Karakteristik morfologi koloni dari ketiga isolat
Trichoderma sp. berdasarkan pengamatan pada media PDA tercantum pada
Tabel 4.
Tabel 4. Karakteristik morfologi koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp.pada media PDA
No. Kode Isolat A1 B2 C31 Bentuk koloni Bulat Bulat Bulat2 Warna koloni Hijau
keputihanHijaukeputihan
Hijaukeputihan
3 Tekstur Menyerupaitepung
Menyerupaitepung
Menyerupaitepung
4 Diameter 88 mm 79 mm 88,08 mm5 Garis radial Ada Ada Ada6 Zonasi Ada Ada Ada
Tabel 4 menunjukkan bahwa karakteristik morfologi koloni dari isolat
A1, B2, dan C3 memiliki persamaan dan perbedaan karakter. Persamaan
34
karakter dari ketiga isolat Trichoderma sp. meliputi bentuk koloni, warna
koloni, tekstur, garis-garis radial, dan zonasi, sedangkan perbedaan karakter
dari ketiga isolat tersebut hanya terletak pada diameter pertumbuhan koloni.
Karakteristik morfologi ketiga isolat tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.
Isolat A1, B2, dan C3 memiliki koloni yang berbentuk bulat (Gambar 4).
Bentuk koloni yang bulat disebabkan karena arah pertumbuhan hifa/miselium
vegetatif Trichoderma sp. menyebar ke segala arah pada media PDA. Hal ini
mengindikasikan pula bahwa tiap hifa/miselium Trichoderma sp. memiliki laju
pertumbuhan yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan hasil karakterisasi
Trichoderma sp. yang dilakukan oleh Sriram et al. (2013).
Ketiga isolat Trichoderma sp. memperlihatkan warna koloni hijau
keputihan pada media PDA selama masa pertumbuhan 4 hari. Pola warna
koloni yang terbentuk pada pertumbuhan hifa ketiga isolat Trichoderma sp.
awalnya berwarna putih, dan selanjutnya membentuk warna hijau di tengah
koloni. Kedua warna koloni tersebut selalu terbentuk secara bergantian selama
pertumbuhan isolat Trichoderma sp. (Gambar 4). Warna putih pada koloni
ketiga isolat Trichoderma sp. menandakan pertumbuhan hifa vegetatif yang
mengabsorbsi nutrisi pada media PDA. Selain itu, warna hijau pada koloni
ketiga isolat Trichoderma sp. menandakan pertumbuhan hifa generatif yang
mengalami sporulasi atau memproduksi spora.
35
Gambar 4. Pengamatan karakteristik morfologi koloni isolat Trichoderma sp.pada media PDA, a: Isolat A1, b: isolat B2, c: isolat C3, 1: Zonasi,2: Garis radial.
Pola warna koloni yang terbentuk pada masa pertumbuhan koloni ketiga
isolat Trichoderma sp. menunjukkan bahwa pertumbuhan hifa vegetatif dan
hifa generatif Trichoderma sp. terjadi secara bergantian. Pola pertumbuhan hifa
ini terus berlanjut hingga seluruh permukaan media PDA tertutupi oleh hifa
Trichoderma sp. Pada akhirnya, hifa generatif isolat Trichoderma sp.
membentuk spora di semua bagian koloni. Pembentukan warna koloni tersebut
dipengaruhi media pertumbuhan yang digunakan.
Tekstur koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp. menyerupai tepung
(Gambar 4). Hal ini merupakan implikasi dari serabut-serabut hifa yang
menyerupai benang-benang dan di ujung hifa tersebut terdapat butiran-butiran
spora. Selain itu, selama pertumbuhan ketiga isolat Trichoderma sp. terbentuk
daerah zonasi dan garis-garis radial.
36
Gambar 4 yang diberi simbol angka 1 menunjukkan area zonasi yang
terbentuk pada koloni ketiga isolat Trichoderma sp. berwarna putih. Daerah
zonasi merupakan zona yang terbentuk pada bagian koloni tertentu yang
memiliki karakteristik yang berbeda dengan bagian koloni yang lain.
Terbentuknya zonasi ini disebabkan karena pola pertumbuhan hifa vegetatif
dan hifa generatif terjadi secara bergantian. Pola zonasi yang terbentuk pada
koloni dipengaruhi oleh warna spora yang diproduksi oleh kapang tertentu.
Gambar 4 yang diberi simbol angka 2 menunjukkan garis radial yang
terbentuk pada ketiga koloni Trichoderma sp. Garis radial ini merupakan garis
lurus yang terbentuk dari pusat koloni menuju ke tepi koloni. Karakter ini
dapat dijadikan salah satu bagian dari ciri khas yang dimiliki oleh koloni
Trichoderma sp. Menurut Shofiana dkk. (2015), garis radial yang berbentuk
garis lurus dari tengah koloni menuju ke tepi koloni merupakan salah satu
karakter khas dari koloni Trichoderma sp. Garis radial ini terbentuk seiring
dengan peningkatan diameter koloni Trichoderma sp.
Pengamatan diameter koloni ketiga isolat Trichoderma sp. menunjukkan
bahwa isolat A1, B2, dan C3 memiliki diameter koloni yang berturut-turut
mencapai 20,75 mm, 15,9 mm, dan 21 mm pada hari pertama. Diameter koloni
ketiga isolat Trichoderma sp. pada hari kedua mengalami peningkatan yang
dratis hingga berturut-turut mencapai 48,05 mm, 45,55 mm, dan 47,1 mm. Hari
ketiga diameter koloni ketiga isolat tersebut berturut-turut 79,15 mm, 65 mm,
74,54 mm, sedangkan hari keempat diameter koloni ketiga isolat Trichoderma
sp. berturut-turut mencapai 88 mm, 79 mm, dan 88,08 mm (Tabel 5).
37
Tabel 5. Diameter koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp. pada media PDA
IsolatDiameter (mm)
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4A1 20,75 48,05 79,15 88B2 15,9 45,55 65 79C3 21 47,1 74,54 88,08
Tabel 5 menunjukkan bahwa pertambahan diameter koloni isolat A1, B2,
dan C3 pada hari kedua inkubasi mencapai lebih dari 2 kali lipat ukuran
diameter koloni pada hari sebelumnya, sedangkan pertambahan diameter
koloni pada hari ketiga dan keempat hanya mencapai sekitar 1 kali lipat dari
diameter koloni hari sebelumnya. Peningkatan ukuran diameter koloni pada
hari kedua disebabkan karena pada waktu tersebut Trichoderma sp. lebih fokus
pada pembentukan hifa vegetatif. Hifa vegetatif merupakan hifa yang
menempel pada substrat media dan berperan dalam mengabsorbsi nutrisi,
sehingga memperluas area penyebaran hifa tersebut.
Pertambahan ukuran diameter koloni ketiga isolat pada hari ketiga dan
keempat inkubasi dipengaruhi oleh pertumbuhan hifa generatif. Hifa generatif
merupakan hifa yang pertumbuhanya mengarah ke atas. Hifa ini berperan
dalam memproduksi spora dan mengambil oksigen dari udara. Pembentukkan
hifa ini menyebabkan penurunan pertumbuhan hifa vegetatif Trichoderma sp.
Selain itu, hari keempat inkubasi hifa vegetatif ketiga isolat Trichoderma sp.
sudah memenuhi permukaan media.
Pertambahan diameter koloni dari ketiga isolat Trichoderma sp.
mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan koloni ketiga isolat Trichoderma sp.
tergolong cepat. Pertumbuhan koloni yang cepat merupakan salah satu ciri
yang dimiliki oleh genus Trichoderma sp. (Munir et al., 2013). Hal inilah yang
38
menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki oleh Trichoderma sp. untuk
berkompetisi dengan fungi patogen dalam mengabsorbsi nutrisi.
B. Karakteristik Morfologi Sel Trichoderma sp.
Karakter morfologi sel yang diamati pada ketiga isolat Trichoderma sp.
terdiri dari jenis spora aseksual, bentuk konidia, warna konidia, tepi konidia,
rhizoid, tipe hifa, percabangan konidiofor, warna konidiofor, letak massa spora,
bentuk fialid, dan perkembangan spora membentuk hifa. Karakter tersebut
dapat digunakan untuk mengidentifikasi genus Trichoderma (Siddiquee et al.,
2007). Pengamatan morfologi sel ketiga isolat Trichoderma sp. dilakukan
dengan menggunakan metode slide culture. Karakteristik morfologi sel ketiga
isolat Trichoderma sp. tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik morfologi sel dari ketiga isolat Trichoderma sp. padamedia PDA
No. Karaktermikroskopis
Kode isolatA1 B2 C3
1 Spora aseksual Konidia Konidia Konidia2 Bentuk konidia Oval Oval Oval3 Warna konidia Hijau Hijau Hijau4 Tepi konidia Rata dan
HalusRata danHalus
Rata danHalus
5 Rhizoid Tidak ada Tidak ada Tidak ada6 Tipe hifa Septa Septa Septa7 Percabangan
konidioforTeratur Teratur Teratur
8 Warna konidiofor Tidakberwarna
Tidakberwarna
Tidakberwarna
9 Letak massa spora Ujung fialid Ujung fialid Ujung fialid10 Bentuk fialid Menyerupai
termosMenyerupaitermos
Menyerupaitermos
11 Perkembangankonidiosporamembentuk hifa
Membesar Membesar Membesar
39
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa ketiga isolat Trichoderma sp.
yang diamati memiliki karakteristik morfologi sel yang sama. Isolat A1, B2,
dan C3 memiliki spora aseksual dengan membentuk konidia, dan belum
diketahui jenis spora seksualnya. Hal inilah yang menyebabkan Trichoderma
sp. dikelompokkan ke dalam kelas Deuteromycetes (Umrah dkk., 2009). Hasil
pengamatan karakteristik morfologi sel ketiga isolat tersebut ditampilkan pada
Gambar 5 - 7.
Gambar 5. Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat A1 menggunakanperbesaran 400x, a: Konidiofor dan massa spora, b: Fialid, C:Konidia, d: Hifa septa, e: Konidia membentuk hifa.
a b
c d e
40
Gambar 6. Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat B2 menggunakanperbesaran 400x, a: Konidiofor dan massa spora, b: Fialid, C:Konidia, d: Hifa septa, e: Konidia membentuk hifa.
a b
d e
c
41
Gambar 7. Hasil pengamatan morfologi sel pada isolat C3 menggunakanperbesaran 400x, a: Konidiofor dan massa spora, b: Fialid, C:Konidia, d: Hifa septa, e: Konidia membentuk hifa.
Gambar 5 – 7 membuktikan bahwa morfologi sel isolat A1, B2, dan C3
mempunyai karakteristik yang sama. Hal ini dapat mengindikasikan ketiga
isolat tersebut merupakan spesies yang sama. Gambar 5a, 6a, dan 7a
menunjukkan bahwa percabangan konidiofor ketiga isolat tersebut cenderung
teratur dan tidak berwarna (hialin), dan tidak terdapat rhizoid serta massa spora
terbentuk di ujung fialid. Bagian konidiofor ini berfungsi sebagai tempat
melekatnya fialid dan saluran penyebaran nutrisi ke bagian tubuh fungi yang
lain (Choi et al., 2003). Percabangan konidiofor berhubungan erat dengan
pembentukan fialid. Banyaknya percabangan konidiofor berbanding lurus
dengan peningkatan jumlah fialid. Konidia terbentuk di ujung fialid, sehingga
semakin banyak percabangan konidiofor maka laju reproduksi Trichoderma sp.
a b c
d
e
42
semakin tinggi pula. Hal inilah yang menyebabkan Trichoderma sp. memiliki
pertumbuhan yang cepat (Jayalal dan Adikaram, 2007).
Konidiofor akan berkembang membentuk fialid. Semua spesies kapang
yang tergolong ke dalam genus Trichoderma pasti memiliki fialid (Kubicek
dan Harman, 2004). Gambar 5b, 6b, dan 7b menunjukkan bahwa karakteristik
fialid pada isolat A1, B2, dan C2 memiliki fialid yang menyerupai bentuk
termos, ujungnya meruncing, dan pangkal fialid yang tumpul. Pangkal fialid
yang tumpul membantu dalam berlekatan dengan konidiofor. Massa spora
terletak di ujung fialid, dan spora akan terlepas dari fialid ketika akan
melakukan reproduksi. Isolat A1, B2, dan C3 memiliki spora dengan tipe
konidia.
Gambar 5c, 6c, dan 7c menunjukkan bahwa isolat A1, B2, dan C3
memiliki konidia yang berbentuk oval, tepi rata dan halus serta berwarna hijau.
Jenis warna yang terbentuk pada konidia dipengaruhi oleh zat pigmen dan jenis
media pertumbuhannya. Satu spesies Trichoderma sp. dapat menghasilkan
beberapa jenis warna konidia. Hal ini disebabkan karena pembentukan warna
oleh zat pigmen pada Trichoderma sp. dipengaruhi oleh faktor lingkungan
yang di sekitarnya, salah satunya adalah cahaya. Hal ini sesuai dengan hasil
karakterisasi Trichoderma sp. yang dilakukan oleh Singh et al., (2014).
Konidia pada isolat A1, B2, dan C3 berkembang membentuk hifa dengan
memperbesar ukurannya.
Konidia berperan penting dalam proses reproduksi Trichoderma sp. dan
spesies kapang lainnya yang termasuk dalam kelas Deuteromycetes. Pada
43
kondisi yang cukup nutrisi, konidia akan berkembang membentuk hifa. Hifa
merupakan kumpulan sel yang membentuk benang atau filamen pada fungi
multiseluler (kapang). Kapang mengabsorbsi nutrisi dan mengambil oksigen di
lingkungan dengan menggunakan hifa (Arora, 2004).
Gambar 5d, 6d, dan 7d menunjukkan bahwa isolat A1, B2, dan C3
memiliki hifa bersepta. Hal ini ditandai dengan terbentuknya garis horizontal
pada hifa. Menurut Hanson (2008), tipe hifa bersepta merupakan salah satu ciri
sel yang dimiliki oleh setiap spesies Trichoderma sp.
Ada beberapa tipe hifa lain pada kapang, diantaranya dapat dibagi
berdasarkan fungsinya. Hifa dapat dibedakan menjadi dua tipe, jika dibagi
berdasarkan fungsinya, yaitu hifa vegetatif dan hifa generatif. Hifa vegetatif
merupakan hifa yang menempel di permukaan substrat atau media, sedangkan
hifa generatif merupakan hifa yang mengarah ke atas yang berperan dalam
proses sporulasi dan pengambilan oksigen di udara (Misra dan Deshmukh,
2009). Pada awal pertumbuhan Trichoderma sp. hifa terbentuk dari hasil
perkembangan konidia.
Gambar 5e, 6e, dan 7e menunjukkan bahwa konidia isolat A1, B2, dan
C3 membentuk struktur filamen hifa dari konidia. Konidia berperan penting
dalam mengabsorbsi nutrisi selama pembentukan hifa tersebut. Hasil
perkembangan hifa akan membentuk miselium sehingga struktur konidia tidak
akan terlihat lagi. Konidia akan terbentuk lagi setelah terbentuk hifa generatif.
44
C. Karakteristik Molekuler fragmen rDNA Trichoderma
1. Uji Kualitas dan Kuantitas DNA Genom
Isolasi DNA genom ketiga isolat Trichoderma sp. dilakukan dengan
menggunakan metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide) yang telah
dimodifikasi. Kualitas dan kuantitas hasil isolasi DNA genom ketiga isolat
dapat diketahui dengan pengujian menggunakan metode elektroforesis dan
spektrofotometri. Elektroforesis merupakan proses pergerakan (migrasi) DNA
berdasarkan ukuran molekulnya dengan bantuan arus listrik (Yuwono, 2005).
Spektrofotometri merupakan metode pengukuran nilai absorbansi sinar ultra
violet (UV) terhadap larutan DNA.
Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa isolat A1, B2, dan C3 terbentuk
adanya pita yang tegas, tetapi masih terdapat pola smear dengan jumlah yang
sedikit (Gambar 8). Pola smear yang terbentuk dari proses visualisasi
elektroforesis DNA genom ketiga isolat Trichoderma sp. menunjukkan masih
adanya senyawa- senyawa kontaminan baik RNA maupun protein.
Terbentuknya pita (band) menunjukkan bahwa DNA genom ketiga isolat
Trichoderma sp. telah berhasil diisolasi. Pita yang tegas pada hasil
elektroforesis menunjukkan bahwa ketiga isolat Trichoderma sp. memiliki
kualitas yang baik. Selain itu, ketebalan pita yang terbentuk pada elektroforesis
dapat menunjukkan kuantitas konsentrasi DNA genom.
45
Gambar 8. Hasil elektroforesis DNA genom isolat Trichoderma sp. pada gelagarose 1%, 1: Isolat A1, 2: Isolat B2, 3: Isolat C3.
Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil isolasi DNA genom ketiga isolat
Trichoderma sp. memiliki konsentrasi DNA yang cukup tinggi. Konsentrasi
DNA mempengaruhi keberhasilan proses PCR. Ketebalan pita pada masing-
masing isolat Trichoderma sp. berbeda-beda. Pita DNA yang terbentuk, jika
dilihat dari ketebalanya berturut-turut adalah isolat A1, C3, dan B2 (Gambar
8). Isolat A1 terbentuk pita yang lebih tebal, dibandingkan dengan kedua isolat
C3 dan B2. Ketebalan pita DNA genom pada hasil elektroforesis
mengindikasikan bahwa konsentrasi DNA genom A1 lebih tinggi dibandingkan
dengan kedua isolat lainnya, sedangkan konsentrasi DNA genom B2 paling
rendah diantaranya kedua isolat lainnya. Selain itu, kualitas dan kuantitas DNA
genom dapat ditentukan berdasarkan nilai absorbansi pada alat
spektrofotometer.
Kualitas dan kuantitas DNA genom dapat ditentukan berdasarkan
kemurnian dan konsentrasi DNA. Kemurnian DNA genom dapat dihitung
berdasarkan perbandingan nilai absorbansi DNA dengan nilai absorbansi
protein. Pengukuran nilai absorbansi DNA genom dan protein menggunakan
spektrofotometer dengan panjang gelombang masing-masing λ 260 nm dan λ
1 2 3
Pita DNA
Pola smear
46
280 nm. Penggunaan panjang gelombang tersebut karena proses penyerapan
maksimum sinar UV terhadap pita DNA dan protein masing-masing dengan
panjang λ 260 nm dan panjang λ 280 nm. DNA murni dapat menyerap cahaya
ultraviolet karena adanya basa purin dan pirimidin.
Hasil pengukuran spektrofotometer menunjukkan bahwa nilai kemurnian
DNA genom isolat A1 adalah 1,73, sedangkan kemurniaan DNA genom isolat
B2 dan C3 masing-masing 1,74 (Tabel 7). Hal ini menunjukkan bahwa hasil
isolasi DNA genom ketiga isolat tersebut masih mengandung senyawa
kontaminan berupa protein. Nilai tersebut membuktikan bahwa pola smear
yang terbentuk pada hasil elektroforesis DNA genom ketiga isolat merupakan
kontaminan protein. Konsentrasi DNA genom isolat A1 sebesar 1.710 ng/µL,
sedangkan konsentrasi DNA genom isolat B2 dan C3 masing-masing sebesar
1.420 ng/µL dan 1.480 ng/µL (Tabel 7).
Nilai kemurniaan DNA berdasarkan hasil perbandingan nilai absorbansi
DNA dan protein terletak pada rasio 1,8-2,0. Nilai rasio >2,0 menunjukkan
bahwa DNA genom yang diisolasi masih mengandung senyawa kontaminan
berupa RNA, sedangkan nilai rasio <1,8 menunjukkan bahwa DNA genom
yang diisolasi masih mengandung senyawa kontaminan berupa protein
(Fatchiyah dkk., 2011).
Tabel 7. Hasil penghitungan spektrofotometri DNA genom
No SampelAbsorbansi
Kemurnian DNA(ng/µl)λ 260 λ 280
1 Blanko 0,00 0,00 - -2 Isolat A1 0,171 0,099 1,73 1.7103 Isolat B2 0,142 0,082 1,74 1.4204 Isolat C3 0,148 0,085 1,74 1.480
47
2. Amplifikasi Fragmen rDNA dengan Teknik PCR
Hasil visualisasi elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen rDNA
ketiga isolat Trichoderma telah berhasil diamplifikasi dengan teknik PCR
menggunakan primer Tricho-F dan Tricho R. Hal ini ditandai dengan
terbentuknya pita (band) yang jelas pada gel elektroforesis (Gambar 9).
Nukleotida rDNA yang diamplifikasi oleh primer tersebut hanya pada daerah
ITS1, 5.8S rRNA, dan ITS2.
Gambar 9. Hasil elektroforesis amplifikasi fragmen rDNA ketiga isolatmeng- gunakan primer Tricho-F dan Tricho-R pada gel agarose1%. M : Marker 1 kb, 1: Isolat A1, 2: Isolat B2, 3: Isolat C3.
Hasil amplifikasi fragmen rDNA dengan teknik PCR menggunakan
primer Tricho-F dan Tricho R menunjukkan bahwa ketiga isolat Trichoderma
sp. memiliki urutan nukleotida sekitar 500 bp. Hal ini sesuai dengan dugaan
bahwa produk PCR berukuran sekitar 500 bp karena primer Tricho-F dan
Tricho-R yang digunakan dalam teknik PCR didesain mengapit daerah ITS1,
5S rRNA, dan ITS2 rRNA dengan ukuran total 532 bp.
Keberhasilan amplifikasi DNA dengan menggunakan teknik PCR dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kemurnian DNA
cetakan/template dan spesifitas primer. Tingkat kemurnian DNA cetakan
sangat penting, karena tingkat kemurnian suspensi DNA yang rendah dapat
1000 bp750 bp
500 bp
250 bp
M 1 2 3
Pita fragmenrDNA
48
mempengaruhi reaksi amplifikasi dan dapat menghambat kerja enzim DNA
polimerase (Fatchiyah, 2011). Secara umum, panjang primer berkisar antara
18-30 basa. Ukuran primer yang kurang dari 18 basa akan menyebabkan
spesifitas primer rendah dan memungkinkan terjadinya penempelan primer di
tempat lain yang tidak diinginkan (mispriming), sehingga berpengaruh
terhadap spesifisitas dan efisiensi proses PCR (Handoyo dan Rudiretna, 2001).
3. Urutan Sekuen Fragmen rDNA Isolat Trichoderma sp.
Hasil sekuensing dengan menggunakan alat sequencer ABI Prism
menunjukkan bahwa nukleotida yang berhasil diamplifikasi oleh primer
Tricho-F dan Tricho-R terdiri daerah ITS1, 5.8S rRNA, ITS2, dan beberapa
nukleotida 28S rRNA. Nukleotida isolat A1 yang berhasil diamplifikasi 528
bp, sedangkan isolat B2 dan C3 nukleotida yang teramplifikasi masing-masing
sebanyak 529 bp (lampiran 7).
Isolat A1 dan B2 memiliki fragmen ITS 1 masing-masing sebanyak 183
bp, sedangkan fragmen isolat C3 sebanyak 182 bp. Perbedaan urutan fragmen
ITS1 isolat A1, B2, dan C3 terletak pada urutan ke 09-12 berdasarkan hasil
penyejajaran menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit (Gambar 10).
Urutan nukleotida ke 09-12 fragmen ITS1 isolat A1 terdiri dari TACA,
sedangkan isolat B2 dan C3 memiliki urutan nukleotida yang ke 09-12 masing-
masing ACAA dan ACA (Gambar 10).
Gambar 10. Hasil penyejajaran sekuen fragmen ITS1 isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit
49
Isolat A1, B2, dan C3 memiliki urutan nukleotida gen 5.8S rRNA dan
fragmen ITS2 yang sama. Gen 5.8S rRNA ketiga isolat tersebut memiliki
urutan nukleotida masing-masing sebanyak 156 bp (Gambar 11). Isolat A1, B2,
dan C3 memiliki fragmen ITS2 masing-masing sebanyak 175 bp (Gambar 12).
Persamaan urutan nukleotida pada urutan ITS diantara organisme dapat
mengindikasikan tingkat kekerabatan yang sangat dekat.
Gambar 11. Hasil penyejajaran sekuen gen 5.8S rRNA isolat A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit
Gambar 12. Hasil penyejajaran sekuen fragmen ITS2 A1, B2, dan C3menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit
Beberapa urutan nukleotida gen 28S rRNA ketiga isolat teramplifikasi
oleh primer Tricho-F dan Tricho-R. Gen 28S rRNA bukan merupakan sekuen
target pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena beberapa urutan
nukleotida gen 28S rRNA termasuk dalam urutan nukleotida primer Tricho-R.
Gen 28S rRNA Isolat A1 yang teramplifikasi oleh primer tersebut sebanyak 14
bp, sedangkan isolat B2 dan C3 masing-masing sebanyak 15 bp dan 16 bp
(Gambar 13). Perbedaan beberapa nukleotida gen 28S rRNA pada isolat A1,
B2, dan C3 disebabkan oleh adanya proses sekuensing. Hal ini didukung
karena ketiga isolat tersebut menggunakan satu primer yang sama.
50
Gambar 13. Hasil penyejajaran beberapa nukleotida gen 28S rRNA isolat A1,B2, dan C3 yang teramplifikasi oleh primer Tricho-F dan Tricho-Rmenggunakan program ClustalW Alignment Bioedit
4. Hasil Penyejajaran Fragmen rDNA
Hasil penyejajaran fragmen rDNA ketiga sampel dari berbagai spesies
Trichoderma sp. dengan menggunakan program ClustalW Alignment Bioedit
menunjukkan terbentuknya tanda gap (-) (Gambar 14). Tanda gap tersebut
mengindikasikan terjadinya mutasi pada fragmen rDNA sampel. Mutasi gen
merupakan perubahan yang terjadi pada nukleotida DNA yang mengkode suatu
gen tertentu. Mutasi gen pada dasarnya merupakan mutasi titik. Mutasi titk
merupakan perubahan kimiawi pada satu atau beberapa pasangan basa dalam
satu gen tunggal.
Gambar 14. Hasil Penyejajaran fragmen rDNA isolat dengan berbagai sekuenfragmen rDNA spesies Trichoderma menggunakan programClustalW Alignment Bioedit
Hasil penyejajaran dengan menggunakan program ClustalW Alignment
Bioedit sekuen fragmen rDNA dimulai dengan urutan nukleotida ke-50.
51
fragmen rDNA A1 dan C3 urutan nukleotida ke-58 dan ke-614 terlihat adanya
tanda gap. Hal ini menunjukkan bahwa kedua gen tersebut diestimasi
mengalami mutasi dalam tipe delesi, karena hilangnya salah satu nukleotida
pada gen tersebut (Hidayat dkk., 2008). Selain itu, urutan nukleotida ke-58
pada sekuen B2 berupa basa nitrogen timin (T), sedangkan pada gen rRNA
spesies yang lain berupa basa nitrogen adenin (A). Perbedaan tersebut
kemungkinan besar menunjukkan bahwa fragmen rDNA B2 mengalami proses
mutasi dengan tipe substitusi. Mutasi tipe substitusi menunjukkan bahwa
terjadinya pergantian urutan nukleotida yang bukan urutan nukleotida
normalnya. Peristiwa mutasi dapat menimbulkan terjadinya keragaman genetik
pada makhuk hidup.
5. Situs Pemotongan Enzim Restriksi
Situs pemotongan enzim restriksi fragmen rDNA ketiga isolat
Trichoderma sp. dengan menggunakan program Nebcutter menunjukkan
bahwa ketiga isolat memiliki situs pemotongan enzim restriksi yang sama.
Enzim restriksi merupakan enzim yang memiliki kemampuan memotong
fragmen DNA pada urutan basa nukleotida tertentu. Situs-situs pemotongan
enzim restriksi dapat digunakan sebagai penanda molekuler organisme spesies
lokal tertentu, sehingga membantu dalam proses identifikasi secara cepat tanpa
melakukan proses sekuensing. Hasil analisis program NEBcutter menunjukkan
bahwa fragmen ITS A1, B2, dan C3 memiliki situs pemotongan enzim restriksi
endonuklease yang sama. Enzim-enzim restriksi endonuklease yang memotong
fragmen rDNA, diantaranya adalah HaeII, AleI, dan EcoRI (Gambar 15).
52
Posisi pemotongan yang dapat dikenali tiap enzim restriksi bersifat khas.
Hal inilah yang menyebabkan situs pemotongan enzim restriksi dapat
digunakan untuk mengidentifikasi organisme tertentu. Situs pemotongan yang
dikenali oleh enzim restriksi EcoRI pada ketiga isolat tersebut terletak pada
urutan nukleotida yang ke-261, sedangkan enzim restriksi AleI dan HaeII
mampu memotong pada urutan nukleotida berturut-turut yang ke-394 dan 97.
Situs pemotongan ketiga enzim restriksi tersebut berbeda-beda tiap organisme.
Gambar 15. Enzim restriksi fragmen rDNA pada daerah ITS1, 5S, ITS2 isolatA1, B2, dan C3 menggunakan program NEBcutter 2.0
6. Analisis Pohon Filogenetik
Pohon filogenetik merupakan ilustrasi evolusi yang terjadi pada
sekelompok organisme tertentu yang berasal dari nenek moyang yang sama,
yang disusun berdasarkan kesamaan dalam beberapa hal, seperti gen dan
protein (Ochieng et al., 2007). Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
53
kekebaratan antar organisme. Hubungan kekerabatan ketiga isolat Trichoderma
sp. dianalisis dengan menggunakan program MAFFT yang tersedia pada situs
(http://mafft katoh.com).
Konstruksi pohon filogenetik pada penelitian ini berdasarkan urutan
sekuen fragmen rDNA yang terdiri dari daerah ITS1, 5.8S rRNA, ITS2 dengan
menggunakan metode algoritma Neighbour-joining 1000x replikasi. Nilai yang
tertera pada percabangan pohon filogenetik merupakan nilai bootstrap. Nilai
bootstrap menunjukkan tingkat keakuratan percabangan pada pohon
filogenetik (Muzuni, 2014).
Jumlah sekuen yang dianalisis pada pohon filogenetik ini berjumlah 12
sekuen yang terdiri atas 3 sekuen sampel, dan 9 sekuen pembanding. Sekuen
pembanding terdiri dari 7 isolat spesies Trichoderma, yang terdiri dari
Trichoderma asperellum. T. koningiopsis, T. gamsii, T. petersenii, T.
viridarium, T. hamatum, dan T. citrinoviride, dan 2 sekuan dari genus lain yang
termasuk fungi patogen, yang terdiri dari Fusarium oxysporum dan
Phytophthora palmivora (Gambar 16).
54
Gambar 16. Pohon filogenetik yang menunjukkan hubungan kekerabatan antaraisolat A1, B2, dan C3 dengan beberapa spesies pembandingberdasarkan urutan sekuen ITS1, 5.8S rRNA, dan ITS2. Angkapada percabangan menunjukkan nilai bootstrap (%) berdasarkanalgoritma Neighbour-joining dengan 1000x replikasi, I : Kelompokpertama, II: Kelompok kedua.
Gambar 16 menunjukkan bahwa hasil konstruksi pohon filogenetik isolat
sampel dengan 9 isolat pembanding berdasarkan urutan sekuen ITS1, 5.8S
rRNA, dan ITS2 terbentuk enam kelompok. Klad pertama terdiri dari isolat A1,
isolat B2, isolat C3, dan Trichoderma asperellum (LC057426.1), klad kedua
terdiri dari T. koningiopsis (FN396563.1), T. gamsii (FN396558.1), T.
petersenii (Z95923.1), dan T. viridarium (X93987.1). Klad ketiga, keempat,
kelima, dan keenam merupakan kelompok tunggal dengan anggotanya masing-
masing terdiri dari T. hamatum (FN396561.1), T. citrinoviride (AJ230663.1),
Fusarium oxysporum (LN835265.1), Phytophthora palmivora (AY208126.1).
I
II
III
IV
V
VI
55
Isolat A1, B2, C2, dan Trichoderma asperellum (LC057426.1)
membentuk satu kelompok (Gambar 16). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga
isolat sampel memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan anggota
spesies Trichoderma asperellum daripada isolat pembanding lainnya.
Klad pertama pada pohon filogenetik tersebut terbentuk tiga sub-klad,
yakni sub-klad pertama terdiri dari isolat B2 dengan Trichoderma asperellum,
sub-klad kedua terdiri dari anggota sub-klad pertama dengan isolat C3 (Nilai
bootstrap 97%), dan sub-klad ketiga terdiri dari anggota sub-klad kedua
dengan isolat A1 (Nilai bootstrap 92%). Hal ini menunjukkan bahwa isolat B2
memiliki tingkat kemiripan yang lebih tinggi dengan Trichoderma asperellum,
dibandingkan dengan isolat A1 dan C3.
Sub-klad kedua mengindikasikan bahwa isolat C3 memiliki tingkat
kemiripan yang lebih tinggi dengan Trichoderma asperellum dibandingkan
dengan isolat A1. Nilai bootstrap pada percabangan yang terbentuk pada sub-
kelompok kedua dan ketiga masing-masing sebesar nilai 97% dan 92%. Hal ini
menunjukkan bahwa peluang terjadinya perubahan susunan percabangan pada
sub-kelompok kedua dan ketiga masing-masing sebesar 3% dan 8%. Nilai
bootstrap ≥ 85% menunjukkan bahwa susunan kelompok bersifat konsisten
dan peluang perubahan susunan kelompok sangat rendah (Lestari, 2013).
Dua kelompok isolat pembanding yang termasuk fungi patogen
membentuk jarak kelompok yang jauh dengan tiga isolat sampel (Gambar 16).
Hal ini menunjukkan bahwa ketiga isolat sampel memiliki hubungan
kekerabatan yang cukup jauh dengan Phytophthora plamivora dan Fusarium
56
oxysporum. Kekerabatan organisme yang cukup jauh dapat mengindikasikan
bahwa tingkat similaritas diantara organisme tersebut semakin rendah pula.
Kekerabatan yang dekat antara isolat A1, B2, C3 dan Trichoderma
asperellum (LN057426.1) didukung dengan nilai similaritas dan nukleotida
yang berbeda. Isolat A1, B2, dan C3 memiliki kemiripan terhadap
Trichoderma asperellum (LN057426.1) dengan nilai similaritas berturut-turut
99,42%, 100%, dan 99,61%. Nilai similaritas tersebut diperoleh dengan
menggunakan aplikasi Phydit dengan ketentuan bahwa tanda gap (-)
dinyatakan sebagai sekuen yang berbeda.
Nilai tersebut merupakan nilai similaritas paling tinggi diantara isolat-
isolat pembanding lainnya. Selain itu, jumlah nukleotida yang berbeda antara
isolat A1, B2, dan C3 dengan Trichoderma asperellum (LN057426.1) berturut-
turut sebanyak 3 bp, 0 bp, dan 2 bp (Tabel 8). Hal ini membuktikan bahwa
ketiga isolat tersebut memiliki kemiripan yang sangat tinggi dengan
Trichoderma asperellum (LN057426.1), dan nilai tersebut mengindikasikan
kesesuaian antara susunan percabangan pohon filogenetik isolat sampel dengan
isolat pembanding.
Kekerabatan yang cukup jauh antara isolat A1, B2, dan C3 dengan fungi
patogen Fusarium oxysporum (LN835265.1) dan Phytophthora palmivora
(AY208126.1) didukung dengan nilai similaritas antara isolat A1, B2, dan C3
dengan kedua fungi patogen tersebut hanya mencapai masing-masing sekitar
84% dan 55% (Tabel 8). Kekerabatan tiap organisme yang semakin jauh dapat
mengindikasikan semakin banyak pula perbedaan karakteristik organisme
57
tersebut. Hal ini dapat ditunjukkan pada karakteristik Trichoderma sp. yang
bersifat antagonis, sedangkan Fusarium oxysporum dan Phytophtora palmivora
bersifat sebagai patogen terhadap tanaman.
Menurut Henry et al. (2000), nilai similaritas 95–100% dinyatakan
sebagai satu spesies yang sama. Hasil penyejajaran ini diidentifikasi bahwa
isolat Trichoderma A1, B2, dan C3 merupakan anggota spesies Trichoderma
asperellum.
58
Tabel 8. Nilai similaritas (%) dan jumlah nukleotida berbeda dalam sequence gen rRNA (ITS 1, 5.8S, ITS 2) antara ketiga isolatTrichoderma sp. dan isolat pembanding.
ISOLAT
Tri
chod
erm
aas
pere
llum
LC
0574
26.1
B2
A1
C3
T. h
amat
umF
N39
6561
.1
T. c
itrin
ovir
ide
AJ2
3066
3.1
T.v
irid
ariu
mX
9398
7.1
T.p
eter
seni
iZ
9592
3.1
T.
koni
ngio
psis
FN
3965
63.1
T.g
amsi
iF
N39
6558
.1
F.o
xysp
orum
FN
8352
65.1
P. p
alm
ivor
aA
Y20
8126
.1
T. asperellumLC057426.1
--- 0/514 3/514 2/513 5/511 38/508 12/513 10/513 10/512 10/512 68/453 213/480
B2 100.00 --- 3/514 2/513 5/511 38/508 12/513 10/513 10/512 10/512 68/453 213/480
A1 99.42 99.42 --- 1/513 8/511 41/508 15/513 13/513 13/512 13/512 69/453 213/480
C3 99.61 99.61 99.81 --- 7/510 40/507 14/512 12/512 12/511 12/511 69/453 213/480
T. hamatum FN396561.1 99.02 99.02 98.43 98.63 --- 41/506 16/511 13/511 13/511 13/511 69/453 212/478T. citrinovirideAJ230663.1
92.52 92.52 91.93 92.11 91.90 --- 46/507 44/508 44/507 44/507 80/463 254/526
T. viridarium X93987.1 97.66 97.66 97.08 97.27 96.87 90.93 --- 3/515 3/514 3/514 68/455 213/480
T. petersenii Z95923.1 98.05 98.05 97.47 97.66 97.46 91.34 99.42 --- 0/515 0/515 69/456 211/481T. koningiopsisFN396563.1
98.05 98.05 97.46 97.65 97.46 91.32 99.42 100.00 --- 0/515 69/456 211/481
T. gamsii FN396558.1 98.05 98.05 97.46 97.65 97.46 91.32 99.42 100.00 100.00 --- 69/456 212/482F. oxysporumFN835265.1
84.99 84.99 84.77 84.77 84.77 82.72 85.05 84.87 84.87 84.87 --- 207/449
P. palmivora AY208126.1 55.63 55.63 55.63 55.63 55.65 51.71 55.63 56.13 56.13 56.02 53.90 ---
Keterangan : Angka yang berwarna kuning menunjukkan nilai similaritas, sedangkan angka yang berwara biru menunjukkan jumlahnukleotida yang berbeda.
59
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Karakteristik morfologi koloni isolat A1, B2, dan C3 berwarna hijau
keputihan, tekstur menyerupai tepung, terdapat garis radial dan zonasi serta
zona pertumbuhan, sedangkan karakteristik morfologi sel Isolat A1, B2, dan
C3 memiliki konidia yang oval dan berwarna hijau, fialid menyerupai
bentuk termos, tipe hifa bersepta, percabangan konidiofor yang cenderung
teratur dan tidak berwarna, dan konidia akan membesar ketika membentuk
hifa. Karakteristik ini mencirikan karakter dari spesies Trichoderma sp.
2. Urutan nukleotida fragmen rDNA isolat A1 sebanyak 528 bp, dan urutan
nukleotida fragmen rDNA isolat B2 dan C3 masing-masing 529 bp. Hasil
karakterisasi molekuler fragmen rDNA ketiga isolat diidentifikasi sebagai
anggota dari spesies Trichoderma asperellum.
B. Saran
Penelitian ini hanya sebatas mengidentifikasi spesies Trichoderma sp.
lokal yang terdapat di perkebunan kakao Konawe, sehingga saran yang dapat
diajukan dari hasil penelitian ini adalah perlunya penelitian lebih lanjut tentang
uji fisiologis dan uji antagonis serta isolasi gen unggul Trichoderma sp. untuk
menentukan efektivitas pembasmian fungi patogen pada tanaman kakao yang
terdapat di perkebunan kakao Konawe Sulawesi Tenggara.
60
DAFTAR PUSTAKA
Akrami, M., Khiavi, H. K., Shikhlinski, H., and Khoshvahgtei, H., 2013,Biocontrolling Two Pathogens of Chickpea Fusarium solani and Fusariumoxysporum by Different Combinations of Trichoderma harzianum,Trichoderma asperellum and Trichoderma virens Under Field Condition,International Journal of Microbiology Research, 1 (2) : 51
Arora, D. K., 2004, Fungal Biotechnology in Agricultural, Food, andEnviromental Applications, Marcell Dekker, New York.
Asrul, 2009, Uji Daya Hambat Jamur Antagonis Trichoderma spp. dalamFormulasi Kering Berbentuk Tablet Terhadap Luas Bercak Phytoptorapalmivora pada Buah Kakao, J. Agrisains, 10 (1) : 22
Azis, A. I., Rosmana, A., dan Dewi, V. S., 2013, Pengendalian Penyakit HawarDaun Phytoptora pada Bibit Kakao dengan Trichoderma asperellum, JurnalFitopatologi Indonesia, 9 (1) : 15-16
Badan Pusat Satistik Konawe, 2014, Konawe dalam Angka, Primatama Sultra,Kendari.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara, 2014, Sulawesi Tenggara dalam Angka,Primatama Sultra, Kendari.
, 2015, Sulawesi Tenggara dalam Angka, Primatama Sultra, Kendari.
Budi, S. W., Santoso, E., Wahyudi, A., 2010, Identifikasi Jenis-Jenis Fungi yangPotensial terhadap Pembentukan Gaharu dari Batang Aquilaria spp., JurnalSilvikultur Tropika, 1 (1) : 2-3
Charerri, P., Rocha, F.B., Druzhinina, I., and Degentolb, T., 2015, Systematic ofThe Trichoderma harzianum Species Complex and The Re-Identification ofCommercial Biocontrol Strains, Journal of Mycologia, 107 (3) : 568
Campbell, N. A., and Reece, J. B., 2010, Biologi Edisi Kedelapan Jilid Satu,Erlangga, Jakarta.
Campbell, N. A., Reece, J. B., and Mitchell, L. G., 2002, Biologi Edisi KelimaJilid Satu, Erlangga, Jakarta.
Chakraborty, B. N., Chakraborty, U., Sunar, K., and Dey, P. L, 2011, RAPDProfile and rDNA Sequence Analysis of Talaromyces flavus andTrichoderma species, Indian Journal of Biotechnology, 10 : 490
61
Coi, Y., Joung, G. T., Ryu, J., Choi, J. K., and Geun, Y., 2003, PhysiologicalCharacteristics of Green Mold (Trichoderma spp.) Isolated from OysterMushroom (Pleurotus spp.), Journal of Microbiology, 31 (3) : 139-140
Dhana, N. P., Lubis, L., and Lisnawita, 2013, Isolasi Jamur Oncobasidiumtheobromae P.H.B Talbot dan Keane Penyebab Penyakit Vascular StreakDieback pada Tanaman Kakao di Laboratorium, Jurnal Agroekoteknologi, 2(1) : 289
Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014, Statistik Perkebunan Indonesia 2013-2015Kakao (Cocoa), Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta.
Eldenary, M. E., El-Bondkly, A. M., Alfiky, A. E. G., and Dora, S. A., 2013, ITSSequence Analysis and Genome Shuffling of Trichoderma sp. forImproving Cellulase Activities, Journal of American Science, 9 (10): 364
Fatchiyah, Arumingtyas, E. L., Widyarti, S., dan Rahayu, S., 2011, BiologiMolekular Prinsip Dasar Analisis, Erlangga, Jakarta.
Gusnawaty, H. S., Taufik, M., Triana, L., dan Asniah, 2014, KarakterisasiMorfologi Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara, JurnalAgroteknos, 4 (2): 89-90
Handoyo, D., dan Rudiretna, A., 2001, Prinsip Umum dan PelaksanaanPolymerase Chain Reaction (PCR), J. Unitas, 9 (1): 20-24
Hanson, J. R., 2008, The Chemistry of Fungi, The Royal Society of Chemistry,Inggris.
Heltina, D., Evelyn, dan Indriani, R., 2009. Biosorpsi Pb (II) pada JamurTrichoderma asperellum TNJ-63, Jurnal Rekayasa Proses, 3 (1): 1
Henry, T., Iwen, P. C., and Hinrichs, S. H., 2000, Identification of AspergillusSpecies Using Internal Transcribed Spacer Regions 1 and 2, Journal ofClinical Microbiology, 38 (4) : 1510-1515
Herdyastuti, N., Raharjo, T. J., Mudasir, and Marsjeh, S., 2009, Kitinase danMikroorganisme Kitinolitik: Isolasi, Karakterisasi dan Manfaatnya, Indo J.Chem, 9 (1) : 45
Hidayat, T., Kusumawaty, D., Kusdianti, Yati, D. D., Muchtar, A. A., danMariana, D., 2008, Analisis Filogenetik Molekuler pada Phyllanthus niruriL. (Euphorbiaceae) Menggunakan Urutan Basa DNA Daerah InternalTranscribed Spacer (ITS), Jurnal Matematikan dan Sains, 13 (1): 18
62
Jayalal, R. G. U., and Adikaram, N. K. B., 2007, Influence of Trichodermaharzianum Metabolites on the Development of Green Mould Disease in theOyster Mushroom, Cey. J. Sci, 36 (1) : 54-55
Komy, M. H. E., Saleh, A. A., Eranthodi, A., and Molan, Y. Y., 2015,Characterization of Novel Trichoderma asperellum Isolates to SelectEffective Biocontrol Agents Against Tomato Fusarium Wilt, Plant PatholgyJournal, 31 (1): 50
Kubicek, C. P. and Herman, G. E., 2002. Trichoderma and Gliocladium Volume 1Basic Biology, Taxonomy and Genetics, Taylor & Francis, New York.
Lestari, W. S., 2013, Keanekaragaman dan Hubungan Kekerabatan MargaAdiantum dari Kepulauan Sunda Kecil Berdasarkan Variasi Sekuen padaDNA Kloroplas (rbcL dan trnL-F), Universitas Udayana, Denpasar.
Misra, J. K. and Deshmukh, S. K., 2009, Fungi From Different Environments,Science Publisher, New York.
Motulo, H. F., Sinaga, M. S., Hartana, A., Suastika, G., dan Aswidinnoor, H.,2007, Karakter Morfologi dan Molekuler Isolat Phytoptora palmivora AsalKelapa dan Kakao, Jurnal Littri, 13 (3) : 112-113
Munir, S., Jamal, Q., Bano, K., Sherwani, S. K., Bokhari, T. Z., Khan, T. A.,Khan, R. A., Jabbar, A., and Anees, M., 2013, Biocontrol Ability ofTrichoderma, International Journal of Agriculture and Crops Sciences, 6(18) : 1246-1247
Mustafa, Z., 2011, Pengaruh Aplikasi Trichoderma spp. Terhadap Penyakit RebahBatang Rhizoctonia solani pada Persemaian Bibit Kopi Robusta, Skripsi,Universitas Jember, Hal. 7
Muzuni, 2014, Karakterisasi rDNA Anodonta sp. di Rawa Moramo Desa SumberSari Kecamatan Moramo Provinsi Sulawesi Tenggara, Jurnal Paradigma,18 (2) : 35
Nurahmi, E., Susanna, dan Sriwati, R., 2012, Pengaruh Trichoderma TehadapPerkecambahan dan Pertumbuhan Bibit Kakao, Tomat, dan Kedelai, J.Floratek, 7 : 58
Nurbailis dan Martinius, 2011, Pengaruh Kolonisasi Trichoderma spp. pada AkarBibit Pisang Terhadap Perkembangan Penyakit Layu Fusarium (Fusariumoxysporum f. Sp. Cubense), Jurnal Natur Indonesia, 13 (3) : 220
63
Ochieng, J. W., Muigai, A. W. T., and Ude, G. N., 2007, Phylogenetics in PlantBiotechnology: Principles, Obstacles and Opportunities for Resources Poor.African Journal of Biotechnology, 6 (6) : 639
Rahayu, F., Saryono, Nugroho, T. T., 2015, Isolasi DNA dan Amplifikasi PCRDaerah ITS rDNA Fungi Endofit Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis)LBKURCC69, JOM, 2 (1) : 103
Rubiyo, Purwanto, A., dan Sudarsono, 2010, Aktivitas Kitinase dan Peroksidase,Kerapatan Stomata serta Ketahanan Kakao Terhadap Penyakit Busuk Buah,Jurnal Pelita Perkebunan, 26 (12) : 104-108
Rubiyo dan Siswanto, 2012, Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao(Theobroma cacao L.) di Indonesia, Buletin RISTRI, 3 (1) : 33
Tanuhadi, L., 2012, Chocology, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Santos, S. D. L., Hernandez, L. E., Villasenor, F., and Pena, J. J., 2012.Production of Trichoderma asperellum T8a Spores by a Home Made SolidState Fermentation on Mango Industrial Wastes, Journal of bioresources, 7(4) : 4942
Shahid, M., Srivastava, M., Kumar, V., Singh, A., Sharma, A., Pandey, S.,Rastogi, S., Pathak, N., and Srivastava, A.K., 2014, Phylogenetic DiversityAnalysis of Trichoderma Species Based on Internal Transcribed Spacer(ITS) Marker, African Journal of Biotechnology, 13 (3) : 450
Shofiana, R. H., Sulistyowati, L., dan Muhibuddin, A., 2015, Eksplorasi JamurEndofit dan Khamir pada Tanaman Cengkeh (Syzgium aromaticum) sertaUji Potensi Antagonismenya Terhadap Jamur Akar Putih (Rigidoporusmicroporus), Jurnal HPT, 3 (11) : 79
Siddiquee, S., Guan, F. A. T. S., and Aziz, E. R., 2007, PhylogeneticRelationships of Trichoderma harzianum Based on the Sequence Analysisof the Internal Transcribed Spacer Region-1 the rDNA, Journal of AppliedScience Research, 3 (9) : 896
Singh, A., Shahid, M., and Srivastava, M., 2014, Phylogenetic Relationship ofTrichoderma asperellum Tasp/8940 Using Internal Transcribed Spacer(ITS) Sequences, International Journal of Advenaced Research, 2 (3) : 979.
Singh, A., Shahid, M., Srivastava, M., Pandev, S., Sharma, A., and Kumar, V.,2014, Optimal Physical Parameters for Growth of Trichoderma Spesies atVarying pH, Temperature and Agitation, Journal of Virology and Mycology,3 (1) : 2-4
64
Syukriani, Y., 2012, DNA Forensik, Sagung Seto, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G., 2005, Taksonomi Umum (Dasar-Dasar Takson Tumbuhan,Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.
Umrah, Anggraeni, T., Esyanti, R. R., dan Aryantha, I. N. P., 2009, Antagonisitasdan Efektivitas Trichoderma sp. dalam Menekan PerkembanganPhytopthora palmivora pada Buah Kakao, Jurnal Agroland, 16 (11) : 9-10
Wiryadiputra, S., 2013, Residu Pestisida pada Biji Kakao Indonesia dan ProdukVariannya, serta Upaya Penanggulannya, Jurnal Penelitian Kopi danKakao, 1 (1) : 40
Yuwono, T., 2005, Biologi Molekular, Erlangga, Jakarta.
65
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengamatan morfologi koloni ketiga isolat
Gambar 17. Hasil pengamatan morfologi koloni isolat A1 pada media PDA
Gambar 18. Hasil pengamatan morfologi koloni isolat B2 pada media PDA
Gambar 19. Hasil pengamatan morfologi koloni isolat C3 pada media PDA
Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
20.75 mm 48.05 mm 79.15 mm 88 mm
15.9 mm 54.55 mm 65 mm 79 mm
21 mm 47.1 mm 74.54 mm 88.08 mm
Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
Hari Ke-1 Hari Ke-2 Hari Ke-3 Hari Ke-4
66
Lampiran 2. Desain primer Tricho-F dan Tricho-R
Gambar 20. Hasil penyejajaran fragmen rDNA dari berbagai spesiesTrichoderma sp. dengan menggunakan program ClustalWAlignment Bioedit, a: Tricho-F, b: Tricho-R.
a b
67
Lampiran 3. Penghitungan nilai absorbansi DNA menggunakan spektrofotometer
[DNA] = A260 x 50 µg/mL x FP
1. Isolat A1, A260 = 0,171, A280 = 0,090, FP = 200
[DNA] = 0,171 x 50 x 200
= 1.710 ng/µL
2. Isolat B2, A260 = 0,142, FP = 200
[DNA] = 0,142 x 50 x 200
= 1.420 ng/µL
3. Isolat C3, A260 = 0,148, FP = 200
[DNA] = 0,148 x 50 x 200
= 1.480 ng/µL
68
Lampiran 4. Elektroferogram hasil sequencing fragmen rDNA isolat A1
Gambar 21. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatA1 dengan primer forward
Gambar 22. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatB2 dengan primer reverse
69
Lampiran 5. Elektroferogram hasil sequencing fragmen rDNA isolat B2
Gambar 23. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatB2 dengan primer forward
Gambar 24. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatB2 dengan primer reverse
70
Lampiran 6. Elektroferogram hasil sequencing fragmen rDNA isolat C3
Gambar 25. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatC3 dengan primer forward
Gambar 26. Elektroferogram hasil pengurutan (sequencing) fragmen rDNA isolatC3 dengan primer reverse
71
Lampiran 7. Hasil multiple alignment sequences fragmen rDNA isolat A1, B2dan C3 menggunakan program MAFFT
72
73
Lampiran 8. Hasil penyejajaran fragmen rDNA isolat A1 menggunakan programBLASTn pada situs GeneBank NCBI
Gambar 27. Skor hasil alignment sekuen A1 dengan sekuen yang terdapat padaGeneBank
Gambar 28. Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat A1
74
Gambar 29. Hasil alignment sekuen A1 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank.
75
Lampiran 9. Hasil penyejajaran fragmen rDNA isolat B2 menggunakan programBLASTn pada situs GeneBank NCBI
Gambar 30. Skor hasil alignment sekuen B2 dengan sekuen yang terdapat padaGeneBank
Gambar 31. Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat B2
76
Gambar 32. Hasil alignment sekuen B2 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank.
77
Lampiran 10. Hasil penyejajaran fragmen rDNA isolat C3 menggunakanprogram BLASTn pada situs GeneBank NCBI
Gambar 33. Skor hasil alignment sekuen C3 dengan sekuen yang terdapat padaGeneBank
Gambar 34. Identitas isolat pada GeneBank yang paling similar dengan isolat B2
78
Gambar 35. Hasil alignment sekuen C3 dengan sekuen paling similar yangterdapat pada GeneBank.
79
Lampiran 11. Dokumentasi penelitian
Gambar 36. Preparasi bahandan alat
Gambar 37. Proses peremajaan isolat
Gambar 38. Pengamatan morfologikoloni isolat
Gambar 39. Pengamatan morfologi selisolat
Gambar 40. Tahap pengerusan sel Gambar 41. Pemberian larutan CTAB
Gambar 42. Proses sentrifugasilarutan
Gambar 43. Tahap pemberian PC
80
Gambar 44. Proses spindown Gambar 45. Tahap penghilanganetanol 70%
Gambar 46. Tahap pembuatan gelagarosa
Gambar 47. Tahap pencetakan gelagarosa
Gambar 48. Pemasukan sampelDNA pada agarosa
Gambar 49. Proses elektroforesis DNA
Gambar 50. Proses visualisasi DNA Gambar 51. Pemograman mesin PCR