skripsi... · kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... langkah-langkah ... tabel...

77
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI MEDIA BONEKA TANGAN BAGI SISWA KELAS VI SLB C SETYA DARMA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2011/2012 SKRIPSI Disusun Oleh : SEPTIANA CANDRA DEWI K5108051 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012

Upload: dotram

Post on 10-Apr-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI

MEDIA BONEKA TANGAN BAGI SISWA KELAS VI

SLB C SETYA DARMA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Disusun Oleh :

SEPTIANA CANDRA DEWI

K5108051

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Mei 2012

Page 2: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERCERITA MELALUI

MEDIA BONEKA TANGAN BAGI SISWA KELAS VI

SLB C SETYA DARMA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012.

Disusun Oleh :

SEPTIANA CANDRA DEWI

K5108051

SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Guna

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi

Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

Mei 2012

Page 3: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

MOTTO

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti

untuk Tuhan dan bukan untuk manusia” ( Kolose 3 :23)

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang” ( Amsal

23:18)

Page 6: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

Kedua orang tuaku yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa-doa

sepanjang waktuku.

Kakakku dan adikku yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Pendeta Benny Ukru dan Ibu Supriyanti yang selalu memberikan dukungan doa

dan semangat dalam menimba ilmu.

Timotius, Dewi Ayu, Ika Nurma, Listia, Angesti, Dewi, Fitria, Hany, dan Dina

yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka.

Teman-teman seperjuangan FKIP PLB 2008 yang telah bersama-sama mencari

pengalaman dan menuntut ilmu.

FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, almamater tercinta.

Page 7: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRAK

Septiana Candra Dewi. Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Media

Boneka Tangan Bagi Siswa Kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta Tahun

Ajaran 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Mei 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan keterampilan bercerita

melalui media boneka tangan bagi siswa Kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta

tahun ajaran 2011/2012.

Penelitian ini berbentuk Classroom Action Research/ Penelitian Tindakan

Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara

bersamaan. Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa kelas VI SLB C

Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 5 siswa. Tehnik

pengumpulan data dilakukan dengan tes, observasi, dan wawancara yang

diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dilakukan dengan teknik

analisis kritis yaitu kegiatan untuk mengungkap sikap guru dan siswa dalam

kegiatan pembelajaran. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik

deskriptif tang ditampilkan melalui tabel dan diagram yang diinterpretasikan

dengan deskriptif kualitatif serta membandingkan hasil tes siklus I dan siklus II.

Hasil penelitian meninjukkan: pada siklus I perolehan ketuntasan belajar

siswa menggunakan media boneka tangan sebanyak 3 dari 5 siswa atau sebesar

60%. Hasil tindakan siklus II ditemukan adanya peningkatan dengan perolehan

ketuntasan belajarbanyak 5 siswa atau sebesar 100%. Keberhasilan tindakan

berdasarkan indikator ketercapaian terjadi pada siklus II. Dari hasil penelitian

tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada peningkatan keterampilan bercerita

siswa kelas VI melalui media boneka tangan.

Page 8: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

ABSTRAK

Septiana Candra Dewi. Improving The Ability In Story Telling

Through Hand Puppet For 6 st Grade Of SLB C Setya Darma In The School

Year Of 2011/2012. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty

of Surakarta Sebelas Maret University. May 2012.

The research aims to improving the ability in story telling through hand

puppet for 6 st grade of SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

This research was shaped Classroom Action Research/ Action Research

Class is a form of an action learning activities, which are deliberately raised and

occur in a classroom simultaneously. Subject who receive treatment were 6 st

grade of SLB C Setya Darma. Data collection technique uses tests, observation,

and interviews applied in cycle I and cycle II. Data analysis was performed by the

techniques of critical analysis of events to reveal the teacher and children attitude

to learning. Quantitative data was analyzed using descriptive statistics displayed

through tabels and grapshs which interpreted with a qualitative description and

compare the results of cycle I adnd cycle II.

The results showed: in the first cycle of acquisition capability results of

learning using hand puppet as many as three students froms five students or 60% .

Results of second cycle of action found improvements in acquiring the ability to

use hand puppet, the completeness results of learning as much as 100%. The

success of action based on achievement indicators occurs on the second cycle.

From these results we can conclude that there is improvement the ability in story

telling for 6 st grade through hand puppet.

Page 9: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................... i

Halaman Pengajuan............................................................................. ii

Halaman Persetujuan........................................................................... iii

Halaman Pengesahan .......................................................................... iv

Halaman Motto ................................................................................... v

Halaman Persembahan ........................................................................ vi

Halaman Abstrak................................................................................. vii

Daftar Isi ............................................................................................. ix

Daftar Tabel ....................................................................................... xii

Daftar Gambar .................................................................................... xiii

Daftar Grafik ...................................................................................... xiv

Daftar Lampiran ................................................................................. xv

Kata Pengantar ................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................ 7

A. Kajian Pustaka .............................................................................. 7

1. Tinjauan tentang Anak Tunagrahita ......................................... 7 a. Pengertian Anak Tunagrahita ............................................... 7 b. Klasifikasi Anak Tunagrahita .............................................. 8 c. Karakteristik Anak Tunagrahita ........................................... 9 d. Sebab-sebab Terjadinya Tunagrahita .................................. 11

2. Tinjauan tentang Berbicara ...................................................... 13

a. Pengertian Berbicara ............................................................ 13

b. Tujuan dan Prinsip Umum dalam Berbicara ....................... 14

c. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berbicara ................... 16

Page 10: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

3. Tinjauan tentang Keterampilan Bercerita ................................ 17

a. Pengertian Keterampilan Bercerita ...................................... 17

b. Langkah-langkah dalam Bercerita ....................................... 18

c. Klasifikasi Cerita Berdasarkan Usia .................................... 19

d. Manfaat Bercerita ................................................................ 20

4. Tinjauan tentang Media Pembelajaran ..................................... 22

a. Pengertian Media Pembelajaran .......................................... 22

b. Macam-macam Media Pembelajaran ................................... 22

c. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ........................... 24

5. Tinjauan tentang Boneka Tangan ............................................ 25

a. Pengertian Boneka Tangan ................................................... 25

b. Karakteristik Boneka Tangan ............................................... 26

c. Manfaat Penggunaan Media Boneka Tangan ...................... 27

d. Teknik Penggunaan Media Boneka Tangan ........................ 27

B. Kerangka Berpikir ........................................................................ 29

C. Hipotesis Tindakan ...................................................................... 30

BAB III METODELOGI PENELITIAN ........................................ 31

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................... 31

1. Tempat Penelitian .................................................................... 31

2. Waktu Penelitian ...................................................................... 31

B. Subyek Penelitian ......................................................................... 32

C. Data dan Sumber Data ................................................................... 32

D. Pengumpulan Data ........................................................................ 33

1.Tes ............................................................................................. 33

2. Observasi ................................................................................... 34

3. Wawancara ................................................................................ 35

E. Uji Validitas Data .......................................................................... 35

F. Analisis Data .................................................................................. 36

G. Indikator Kinerja Penelitian ........................................................... 37

H. Prosedur Penelitian ........................................................................ 37

Page 11: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

BAB IV HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN .................... 40

A. Deskripsi Pratindakan ................................................................... 40

B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus ........................................... 46

1. Siklus I ..................................................................................... 46

2. Siklus II .................................................................................... 54

C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus ................................... 61

D. Pembahasan .................................................................................. 65

Bab V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................... 70

A. Simpulan ....................................................................................... 70

B. Implikasi ........................................................................................ 70

C. Saran .............................................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 73

Page 12: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rincian Kegiatan Waktu Penelitian dan Jenis Kegiatan

Penelitian ..................................................................................... 31

Tabel 3.2 Daftar Subyek Penelitian ............................................................. 32

Tabel 3.3 Tabel Prosedur Penelitian ........................................................... 39

Tabel 4.1 Tabel Nilai Hasil Tes Awal Keterampilan Bercerita

(pratindakan) ............................................................................... 43

Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi

Cerita (pratindakan) .................................................................... 45

Tabel 4.3 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa (pratindakan) ............ 46

Tabel 4.4 Tabel Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I ................ 50

Tabel 4.5 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi

Cerita Siklus I ............................................................................ 51

Tabel 4.6 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa Siklus I ..................... 52

Tabel 4.7 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II ....................... 57

Tabel 4.8 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi

Cerita Siklus II ............................................................................. 59

Tabel 4.9 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa Siklus II .................... 59

Tabel 4.10 Peningkatan Nilai Keterampilan Bercerita Siklus I

dibandingkan dengan Siklus II ..................................................... 61

Tabel 4.11 Observasi Kemampuan Siswa Dalam Menceritakan Kembali Isi

Cerita Siklus I dibandingkan dengan siklus II ............................ 63

Tabel 4.12 Hasil Observasi Keaktifan Siswa Siklus I dibandingkan dengan

Siklus II ...................................................................................... 64

Page 13: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ...................................................... 29

Page 14: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Nilai Hasil Tes Awal Keterampilan Bercerita (prtindakan) ....... .. 44

Grafik 4.2 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I ....... ................... 50

Grafik 4.3 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II ........ ............... 58

Grafik 4.4 Nilai Keterampilan Bercerita Siklus I dibandingkan dengan

Siklus II ........ ............................................................................... 62

Grafik 4.5 Nilai Rata-rata Keterampilan Bercerita Siklus I dibandingkan

dengan Siklus II ........................................................................... 63

Page 15: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ....... ...................................................... 75

Kisi-Kisi Instrumen ........ ............................................................................... 87

Soal Awal, Siklus I dan Siklus II ....... ........................................................... 88

Kunci Jawaban ....... ....................................................................................... 89

Lembar Observasi Siswa ....... ........................................................................ 90

Lembar Observasi Peneliti ....... ...................................................................... 91

Rubrik Penilaian Keterampilan Menceritakan Kembali Isi Cerita ....... ........ 92

Foto Penelitian ....... ........................................................................................ 93

Page 16: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih

dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi

persyaratan mendapat gelar Sarjana Pendidikan. Dalam pembuatan skripsi ini,

tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis

mengucapkan terimakashih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret,

Bapak Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. yang telah memberikan izin

penelitian;

2. Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret, Bapak Prof. Dr.rer.nat. Sajidan, M.Psi. yang telah memberikan

izin penelitian;

3. Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Sebelas Maret, Bapak Drs. Amir Fuady, M.Hum. yang telah memberikan izin

penelitian;

4. Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret sekaligus Pembimbing I, Bapak Drs. Rusdiana

Indianto,M.Pd yang telah memberikan bImbingan dan arahan selama

penyususnan skripsi;

5. Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Bapak

Drs. Hermawan, M.Si. yang telah memberi bimbingan dan izin penelitian;

6. Sekretaris Program Studi Pendidikan Luar Biasa Jurusan Ilmu Pendidikan

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Bapak

Priyono, S.Pd, M.Si. yang telah memberi dukungannya;

7. Sugini, S.Pd, M.Pd. yang selalu peneliti banggakan selaku Pembimbing II

yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi;

8. Ibu Dewi Sri Rejeki, S.Pd M.Pd yang selalu peneliti banggakan pula selaku

Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan selama mahasiswa

di Program Pendidikan Luar Biasa;

Page 17: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

9. Bapak Sutarno, S.Pd selaku Kepala Sekolah SLB C Setya Darma Surakarta

yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian di sekolah

tersebut;

10. Ibu Purwaningsih, S.Pd selaku guru kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta

yang telah memberi bimbingannya;

11. Seluruh bapak dan ibu guru SLB C Setya Darma Surakarta yang selalu

memberi dukungan selama penelitian;

12. Siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta yang telah membantu

pelaksanaan penelitian;

13. Teman-teman PLB 2008 yang selalu memberi dukungan dan semangat;

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini;

Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi peneliti

khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2012

Peneliti

Page 18: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa

merupakan alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa seseorang

dapat menyampaikan ide, pikiran, perasaan atau informasi kepada orang lain, baik secara

lisan maupun tulisan (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008: 226). Papalia, Sally, dan Ruth

(2008: 345) menegaskan bahwa keterampilan berbahasa harus terus dilatih karena

perkembangan bahasa yang terlambat dapat memiliki konsekuensi kognitif, sosial, dan

emosional yang lebih luas. Aspek-aspek keterampilan berbahasa meliputi menyimak,

berbicara, membaca dan menulis. Keempat aspek tersebut merupakan catur tunggal

keterampilan berbahasa (Iskandarwassid dan Sunendar, 2008: 256). Melakukan kegiatan

berbahasa dalam konteks yang sesungguhnya akan meningkatkan keterampilan berbahasa

khususnya pada keterampilan berbicara.

Keterampilan berbicara merupakan salah satu diantara empat aspek keterampilan

berbahasa yang harus dikuasai setiap orang. Hurlock (2004: 82) mengemukakan bahwa

berbicara merupakan sarana berkomunikasi sehingga keterampilan berbicara sangat penting

untuk terus dilatih dan dibina. Tarigan (1993: 15) mengartikan berbicara adalah

“Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,

menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”. Berbicara merupakan

sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan,

sebagaimana dikatakan bahwa “Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi“

(Tarigan, 1993: 15). Berbicara sebagai keterampilan berbahasa adalah menyampaikan pikiran

dan perasaan kepada orang lain melalui ujaran, yaitu menyampaikan pikiran dan perasaan

kepada orang lain dengan lisan. Salah satu bentuk kegiatan berbicara adalah bercerita.

Kegiatan bercerita sebagai bagian dari kegiatan berbahasa sangat penting, baik di

dalam pengajaran bahasa maupun kehidupan sehari-hari. Bercerita merupakan sebuah seni

berbicara yang menceritakan sebuah kisah atau pengalaman kepada pendengar dan biasanya

dilakukan secara tatap muka. Untuk dapat bercerita diperlukan penguasaan akan keterampilan

berbicara. Tarigan (1986: 116) menegaskan bahwa bercerita atau menceritakan sesuatu jelas

menuntut keterampilan berbicara. Oleh sebab itu keterampilan berbicara perlu

dikembangkan.

Page 19: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Mengembangkan kemampuan berbicara khususnya bercerita pada anak normal tidak

banyak menemui banyak hambatan yang berarti. Hal tersebut dikarenakan mereka dapat

dengan mudah memanfaatkan potensi psikofisik dalam perolehan kosa kata sebagai upaya

meningkatkan kemampuan bahasa dan bicaranya (Efendi, 2006: 99). Namun, tidak demikian

dengan anak tunagrahita, apa yang dilakukan oleh anak normal sulit diikuti oleh anak

tunagrahita. Rangsangan verbal maupun nonverbal dari lingkungannya gagal ditransfer

dengan baik oleh anak tunagrahita. Anak tunagrahita pada umumnya mengalami gangguan

artikulasi, kualitas suara, dan ritme. Selain itu anak tunagrahita mengalami kelambatan dalam

perkembangan bicara (expressive auditory language) (Somantri, 2006: 114). Masalah-

masalah tersebut diakibatkan karena keterbelakangan mental yang disandang anak

tunagrahita.

Anak tunagrahita merupakan sebutan bagi anak berkelainan mental, dalam beberapa

referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded, mental

subnormal. Para ahli dalam beberapa referensi mendefinisikan anak tunagrahita secara

berbeda-beda. Perbedaan tersebut terkait erat dengan tujuan dan kepentingannya. Branata

dikutip Efendi (2006: 88) mengemukakan bahwa seseorang dikategorikan berkelainan mental

subnormal atau tunagrahita, jika ia memiliki tingkat yang sedemikian rendahnya (di bawah

normal), sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan

secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. Untuk mendapatkan layanan yang

sesuai kebutuhannya tersebut diperlukan undang-undang yang mengatur hak-hak anak

tunagrahita khususnya dalam pendidikan. Klarie (2006) dalam penelitiannya terhadap anak

tunagrahita di Kenya menyimpulkan bahwa “ In the education of student with disabilities a

law is needed to provide and enforce services for this population”. Keterbelakangan mental

yang disandangnya mengakibatkan anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan yang sangat

rendah, padahal kecerdasan sangatlah berhubungan dengan kemampuan bahasa.

Hubungan antara tingkat kecerdasan dengan kemampuan bahasa sangatlah erat.

Penelitian Eisenson dan Ogilvie dikutip Efendi (2006: 99) dalam mencari hubungan antara

tingkat kecerdasan dengan kemampuan bahasa dan bicara dihasilkan bahwa antara tingkat

kecerdasan dengan kematangan bahasa dan bicara mempunyai hubungan yang positif.

Dengan menyimak hasil penelitian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan

sebagai salah satu potensi yang dimiliki oleh setiap individu ternyata memiliki nilai strategis

dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan perolehan bahasa dan kecakapan bicara,

disamping pengaruh faktor eksternal yang lain seperti latihan, pendidikan, dan stimulasi

Page 20: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

lingkungan. Kecerdasan sebagai salah satu aspek psikologis mempunyai sumbangan cukup

besar dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulasi verbal maupun nonverbal, terutama

yang memuliki unsur kebahasaan. Karena anak tunagrahita memiliki tingkat kecerdasan

rendah maka kemampuan bahasa dan bicaranya juga rendah.

Berdasarkan pengamatan dilapangan yang dilakukan pada siswa kelas VI SLB C

Setya Darma didapatkan bahwa, anak tunagrahita di kelas tersebut mengalami kesulitan

dalam bercerita. Hal tersebut terbukti dengan nilai yang didapat anak dalam mata pelajaran

Bahasa Indonesia yaitu 55. Guru mendeskripsikan nilai tersebut dengan kurang mampunya

anak dalam menceritakan suatu peristiwa yang dilihat atau dialami. Melihat keadaan ini

membuat guru perlu mengupayakan metode maupun strategi baru dalam meningkatkan

keterampilan berbahasa. Wasimin (2009) dalam penelitiannya meningkatkan kompetensi

berbicara siswa SD melalui metode role playing menunjukkan bahwa penggunaan metode

“role playing” dapat meningkatkan kompetensi berbicara siswa di sekolah dasar secara

efektif dan menyenangkan. Dalam hal ini peneliti memilih stategi yaitu penggunaan media

pembelajaran.

Penggunaan media pembelajaran sangat memberikan pengaruh terhadap proses

pembelajaran terutama bagi anak tunagrahita. dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh

psikologis terhadap siswa. Hamalik (dalam Arsyad, 2003: 15) mengemukakan bahwa

pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan

keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, Media

belajar adalah bagian dari sumber belajar, merupakan kombinasi antara alat (hardware) dan

(software) (Ibrahim, 2009). Melalui media pembelajaran guru dapat menyampaikan materi

pembelajaran kepada siswa dengan baik. Dalam hal ini media yang digunakan dalam

pembelajaran adalah boneka tangan.

Boneka merupakan sarana pengembangan bahasa verbal anak. McLoyd (dalam

Ismail, 2007: 198) menyebutkan bahwa boneka termasuk mainan yang memiliki tingkat

kemiripan sangat tinggi dengan realitas, selain itu boneka juga dapat membantu anak untuk

mengembangkan beberapa pemahaman dan pengamatan beberapa aspek, diantaranya yaitu

aspek bahasa. Juwita (2006) dalam penelitian yang dilakukannya pada siswa kelas II SD

Muhammadiyah Program Khusus Kottabarat Surakarta menunjukkan bahwa penggunaan

cerita dengan media boneka kain perca dapat meningkatkan empati dan daya ingat. Terdapat

berbagai jenis boneka namun dalam hal ini dipilih boneka tangan. Pemilihan boneka tangan

selain dari segi keamanan yang terbuat dari kain flanel juga memiliki kelebihan lain yaitu

Page 21: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

mampu menghidupkan fantasi daya pikir anak. Ismail (2007: 134) mengemukakan bahwa

untuk melatih fantasi kreativitas dapat berupa boneka tangan.

Boneka tangan merupakan salah satu model atau perwujudan benda yang berbentuk

boneka sebagai perwakilan suatu obyek “tokoh”. Pemunculan tokoh dalam boneka akan

membentuk kejadian yang diperankan di dalam pemaparan cerita. Anak akan terlibat

langsung dalam memerankan tokoh-tokoh tertentu. Penggunaan bahasa dalam kegiatan

tersebut akan meningkatkan perkembangan bahasa anak, karena anak akan mendengar

informasi baru sehingga pembendaharaan kata makin luas. Dengan adanya penggunaan

media boneka tangan akan sangat mendukung peningkatan berbagai kecerdasan yang sangat

penting (misalnya:linguistik), kecerdasan ini akan membantu munculnya perkembangan

bahasa dan bicara sehingga mampu meningkatkan keterampilan bercerita.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud melaksanakan

penelitian dengan judul “ Peningkatan Keterampilan Bercerita Melalui Media Boneka Tangan

Bagi Siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat dirumuskan adalah:

Apakah melalui media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan bercerita bagi siswa

kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran 2011/2012?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah meningkatkan keterampilan bercerita melalui

media boneka tangan bagi siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta Tahun Ajaran

2011/2012.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat:

1. Bagi Guru

a. Membantu memvariasi media belajar yang digunakan dalam kegiatan belajar

mengajar.

b. Mendapat pengalaman dalam proses pelaksanaan pembelajaran khususnya pada

peningkatan keterampilan bercerita sehingga dapat meningkatkan kualitas

pembelajaran dan profesionalitas guru.

2. Bagi Siswa.

Page 22: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

a. Membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan bercerita melalui media

boneka tangan.

b. Membantu siswa agar termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar

Page 23: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Tinjauan Anak Tunagrahita

a. Pengertian Anak Tunagrahita

Tunagrahita merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang

mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan asing digunakan

istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, dan mental defective.

Beberapa referensi disebut pula dengan terbelakang mental, lemah ingatan, febleminded,

mental subnormal. Semua makna dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk kepada

seseorang yang memiliki kecerdasan mental dibawah normal yaitu anak tunagrahita.

Terdapat beberapa ahli yang memberikan definisi berbeda-beda mengenai anak

tunagrahita. Somantri (2007:103) menyatakan bahwa “anak tunagrahita adalah anak yang

mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata”. Hal tersebut sejalan dengan

pendapat Wantah (2007: 2) yang mengemukakan bahwa “anak tunagrahita adalah anak yang

kecerdasannya berada di bawah rata-rata sehingga sukar untuk mengadakan interaksi dengan

orang lain”.

Di sisi lain Amin (1995:11) menerangkan pengertian anak tunagrahita adalah “anak-

anak dalam kelompok di bawah normal dan atau lebih lamban daripada anak normal, baik

perkembangan sosial maupun kecerdasannya”. Sementara itu Rahma (Efendi 2006:89)

memberkan batasan bahwa “anak tunagrahita adalah anak yang tidak cukup daya pikirnya,

tidak dapat hidup dengan kekuatan sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat”.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita

adalah anak yang memiliki kecerdasan dibawah rata-rata anak normal pada umumnya,

akibatnya mereka mengalami hambatan dalam kehidupan sehari-hari dalam segi akademik,

perkembangan sosial dan juga bina diri sehingga memerlukan layanan secara spesifik

terutama dalam pendidikan.

b. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Berbagai cara digunakan oleh para ahli dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita.

Sebagai contoh seorang dokter mengklasifikasikan anak tunagrahita didasarkan pada tipe

kelainan fisiknya, seperti tipe mongoloid, microcephalon, cretinism.

Page 24: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada umumnya pengelompokan anak tunagrahita didasarkan pada taraf

intelegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Oleh Branata

(Efendi, 2006:88) mengatakan bahwa “seseorang dikategorikan berkelainan mental atau

tunagrahita, jika ia memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya (dibawah

normal)”. Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford

Binet dan Skala Weschler (WISC). Menurut Somantri (2006:106-108) anak tunagrahita

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Tunagrahita Ringan Kelompok ini memiliki IQ antara 69-55 menurut Binet, sedangkan menurut Skala

Weschler memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.

2) Tunagrahita Sedang Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala

Weschler. Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya.

3) Tunagrahita Berat Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat.

Tunagrahita berat memiliki IQ antara 30-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler. Tunagrahita sangat berat memiliki IQ dibawah 19 menurut Skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut Skala Weschler. Kemampuan mental MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun.

Sementara itu oleh AAMD (American Association on Mental Deficiency) (Rochyadi

dan Alimin, 2005: 7) mengelompokkan anak tunagrahita berdasarkan perkembangan fungsi

intelektual Intelligence Quentient (IQ) yaitu:

a. Individu yang memiliki IQ antara 2-3 standar deviasi dibawah rata-rata dikatakan anak tunagrahita ringan.

b. Individu yang memiliki IQ antara 3-4 standar deviasi dibawah rata-rata dikatakan anak tunagrahita sedang.

c. Individu yang memiliki IQ antara 4-6 standar deviasi dibawah rata-rata dikatakan anak tunagrahita berat.

d. Individu yang memiliki IQ lebih dari 6 deviasi dibawah rata-rata dikatakan anak tunagrahita sangat berat

Dalam bukunya “Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita mampu latih”

Wantah (2007: 9) mengelompokkan anak tunagrahita sebagai berikut:

1) Retardasi mental ringan, IQ 50-70 2) Retardasi mental sedang, IQ 35-50 3) Retardasi mental berat, IQ 20-35 4) Retardasi mental sangat berat, IQ 20 kebawah

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita

diklasifikasikan menjadi tiga yaitu: (1) Tunagrahita Ringan yaitu anak tunagrahita yang

Page 25: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dengan IQ 50-70;

(2) Tunagrahita Sedang yaitu anak tunagrahita yang memiliki kemampuan umum dibawah

anak tunagrahita ringan dan masih bisa dijarkan keterampilan dengan IQ 30-50; (3)

Tunagrahita Berat/Sangat Berat yaitu anak tunagrahita yang untuk mengurus dirinya sendiri

sangat bergantung dengan orang lain, IQ kurang dari 30.

c. Karakteristik Anak Tunagrahita

Untuk mempermudah dalam membuat program dan melaksanakan layanan

pendidikan bagi anak tunagrahita maka seyogianya para pendidik harus mengenal

karakteristik anak tunagrahita. Secara umum, telihat bahwa anak tunagrahita memiliki

karakteristik tertentu yang oleh Hildayani, dkk (2007:6) dijabarkan sebagai berikut:

1) Menunjukkan ada kendala pada aspek rentang perhatian, daya ingat dan cara belajar. Dalam kesehariannya, anak dengan retardasi mental memiliki kesadaran yang rendah mengenai bagaimana cara mereka belajar dan berfikir. Anak tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan generalisasi atas apa yang sudah dipelajari terhadap situasi baru. Akibatnya mereka sering kali menunjukkan keputusasaan atas kemampuan belajar hal-hal yang baru.

2) Aktivitas bermain yang dilakukan anak dengan retardasi mental serupa dengan anak yang usianya jauh lebih kecil daripada mereka. Demikian pula dengan perilakunya yang cenderung kekanak-kanakan atau tidak sama seperti anak sebayanya. Anak tunagrahita identik dengan intelegensi yang rendah. Menurut Wantah (2007:

13) anak yang termasuk dalam katergori tunagrahita adalah “ yang memiliki intelegensi di

bawah rata-rata dan memiliki ciri-ciri tertentu sehingga tidak dapat memikirkan hal- hal yang

abstrak, dan berbelit-belit. Juga mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya

jika di bandingkan dengan anak normal pada usia yang sama”.

Karakteristik anak tunagrahita juga dapat dilihat dari tingkat ketunagrahitanya. Amin

(1995:37-41) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita menurut tingkat

ketunagrahitaanya sebagai berikut:

1) Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita ringan banyak yang lancar berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. Mereka mengalami kesukaran berfikir abstrak tetapi mereka masih dapat mengikuti pelajaran akademik baik di sekolah biasa maupun di sekolah khusus.

2) Anak Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaran-pelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan bahaya dan yang bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar memelihara

Page 26: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan dapat mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi.

3) Anak Tunagrahita Berat Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain. Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri. Pada umumnya mereka tidak dapat membedakan yang bahaya dengan yang tidak berbahaya, tidak mungkin berpartisipasi dengan lingkungan disekitarnya, dan jika sedang berbicara maka kata-kata dan ucapannya sangat sederhana.

Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita memiliki

karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaannya.

d. Sebab-sebab Terjadinya Tunagrahita

Terdapat berbagai faktor yang dapat menyebabkan seseorang menjadi tunagrahita.

Secara umum terjadi karena faktor genetik, biologis non-keturunan, dan lingkungan. Oleh

Hildayani,dkk (2007:6) ketiga faktor tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Faktor Genetik Dalam hal ini gen gagal memberikan perintah memproduksi enzim yang diperlukan dalam yang normal, atau pembentukan enzim yang salah. Pada hal lain struktur abnormal terjadi pada autosom atau pada kromosom seks. Keterbelakangan mental adalah suatu bentuk sebagai akibat adanya sebuah kromosom tambahan pada pasangan ke-21 dari autosom (pasangan yang normal). Keadaan ini berlangsung sejak individu berada pada masa konsepsi. Terjadi kelainan kromosom karena penambahan atau pengurangan suatu kromosom. Akibatnya terjadi kelainan secara fisik maupun fungsi-fungsi kecerdasannya.

2. Biologis non-keturunan Yang dimaksud disini adalah radiasi, gizi ibu yang buruk, obat-obatan, dan faktor rhesus. a. Radiasi sinar X

Dapat menyebabkan cacat lahir pada ibu selama kehamilan. Radiasi pada masa antara pembuahan dan waktu ovum ditanam dalam uterus diduga dapat menghancurkan ovum yang telah dibuahi. Bahaya kelainan bentuk yang terbesar terjadi diantara minggu kedua dan keenam setelah pembuahan. Walaupun kaibat dari sinar X berkurang pada masa hamil tua, tetapi ada risiko kerusakan terutama pada otak dan sistem tubuh lainnya.

b. Keadaan gizi ibu yang buruk ketika kehamilan Calon ibu harus mendapatkan gizi yang baik jika ingin menjaga kesehatannya selama hamil. Kekurangan gizi bagi ibu hamil mengakibatkan pembentukan sel-sel otak bayi yang terjadi selama kehamilan mengalami gangguan.

c. Obat-obatan Banyak obat yang dapat mengakibatkan cacat lahir jika diminum selama kehamilan contohnya antibiotik, hormon, antikogulan, narkotika dan obat penenang serta beberapa obat halisinogenik seperti LSD dan PCP. Selain itu dosis yang berlebihan dari beberapa vitamin, seperti vitamin A dan K juga dicurigai dapat menyebabkan cacat lahir.

d. Faktor Rhesus

Page 27: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menunjukkan adanya faktor kimia yang terdapat dalam darah sekitar 85% manusia, walaupun terdapat variasi ras dan etnik. Ada atau tidaknya faktor kimia ini mengakibatkan perbedaan kesehatan seseorang.

3. Lingkungan Lingkungan dapat berperan sebagai penyebab retardasi mental, terutama berkaitan dengan kesempatan stimulasi yang diberikan pada anak. penolakan anak misalnya, dapat menjadi penyebab retardasi mental. Anak yang tidak diterima oleh orang tuanya, sangat mungkin telah mendapat stimulasi yang cukup untuk optimalisasi perkembangannya. Demikian pula karena keadaan ekonomi keluarga yang sangat kekurangan sehingga anak tidak mendapat fasilitas untuk stimulasi perkembangannya, misalnya pendidikan formal, ketersediaan buku atau mainan.

Menelaah sebab terjadinya ketunagrahitaan pada seseorang dapat juga dipandang

dari sisi pertumbuhan dan perkembangan. Menurut Devenport (dalam Efendi 2006:91)

penyebab ketunagrahitaan yaitu:

1) Kelainan atau ketunaan yang timbul pada benih plasma 2) Kelainan atau ketunaan yang dihasilkan selama penyuburan telur 3) Kelainan atau ketunaan yang dikaitkan dengan implantasi 4) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam embrio 5) Kelainan atau ketunaan yang timbul dari luka saat kelahiran 6) Kelainan atau ketunaan yang timbul dalam janin 7) Dan kelainan atau ketunaan yang timbul pada masa bayi dan masa kanak-kanak.

Dalam bukunya “Pengembangan Program Pembelajaran Individual bagi Anak Tunagrahita”, Rochyadi & Alimin (2005: 22) mengemukakan penyebab ketunagrahitaan sebagai berikut:

a. Keturunan b. Kerusakan pada waktu lahir c. Penyakit, luka-luka pada masa kanak d. Faktor Lingkungan

Klare (2006) mengemukakan faktor penyebab dari tunagrahita sebagai berikut,

… indicates that a majority of incidences of mental retardation are attributed to environmental factors, environmental factors need to be viewed as interacting with psychosocial and genetic or biological factors…

Dimaksudkan bahwa faktor lingkungan perlu dilihat sebagai berinteraksi dengan

psychososial dan faktor genetik atau biologis.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penyebab

ketunagrahitaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor keturunan, faktor lingkungan,

dan terjadinya kelainan pada waktu kehamilan.

Page 28: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Tinjauan Tentang Berbicara

a. Pengertian Berbicara

Banyak orang yang mempertukarkan penggunaan istilah “bicara” (speech) dengan

“bahasa” (language), meskipun sebenarnya kedua istilah tersebut tidak sama. Bahasa

mencakup setiap sarana komunikasi dengan menyimbolkan pikiran dan perasaan untuk

menyampaikan makna kepada orang lain. Sedangkan berbicara menurut Hurlock (2005:176)

adalah “bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata yang digunakan untuk

menyampaikan maksud. Karena berbicara merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif,

penggunaannya paling luas dan paling penting”.

Pada masa kanak-kanak, tidak semua bicara digunakan untuk berkomunikasi. Pada

waktu sedang bermain, anak seringkali berbicara dengan dirinya sendiri atau dengan

mainannya (roleplay). Meskipun demikian, pada saat minat untuk menjadi bagian dari

kelompok sosial berkembang, mereka sebagian besar bicara untuk berkomunikasi dengan

yang lain dan hanya sewaktu-waktu berbicara terhadap diri mereka dan mainan mereka.

Berbicara sebagai alat komunikasi dimaksudkan untuk memenuhi fungsi pertukaran

pikiran dan perasaan. Tarigan (1993: 15) mengartikan berbicara adalah “Kemampuan

mengucap bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta

menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”. Berbicara tidak hanya melibatkan koordinasi

kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai aspek mental yakni

kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan.

Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan

untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui ujaran dengan tujuan untuk mengekspresikan

dan menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.

b. Tujuan dan Prinsip Umum dalam Berbicara

Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat

menyampaikan pikiran secara efektif, maka seyogianyalah seorang pembicara memahami

makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dan harus mampu mengevaluasi efek

komunikasinya terhadap para pendengarnya. Menurut Hasan (2011) tujuan berbicara adalah

“untuk menstimulasi, meyakinkan, menggerakkan, menginformasikan, dan menghibur”.

Tujuan berbicara tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara.

Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum yang oleh Tarigan

(1993:16) disebutkan sebagai berikut:

Page 29: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Memberitahukan, melaporkan (to inform) 2) Menjamu, menghibur (to entertain) 3) Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to persuade) Gabungan atau campuran dari maksud-maksud itupun mungkin saja terjadi. Suatu pembicaraan misalnya mungkin saja merupakan gabungan dari melaporkan dan menjamu, begitu pula mungkin sekaligus menghibur dan meyakinkan.

Dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa tujuan dari berbicara adalah untuk

berkomunikasi, agar dapat menyampaikan maksud tertentu kepada orang lain.

Selanjutnya perlu juga memahami beberapa prinsip umum dalam kegiatan berbicara.

Oleh Brooks (Tarigan, 1995:16) menjabarkan kedalam delapan prinsip-prinsip umum dalam

bebrbicara yaitu:

1) Membutuhkan paling sedikit dua orang. Namun disisi lain pembicaraan juga dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi, misalnya oleh orang yang sedang mempelajari bunyi-bunyi bahasa beserta maknanya.

2) Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andaikatapun dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya.

3) Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum. Daerah referensi yang umum mungkin tidak selalu mudah dikenal/ ditentukan, namun pembicaraan menerima kecenderungan untuk menerima satu diantaranya.

4) Merupakan suatu pertukaran antar partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.

5) Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan responsi yang nyata atau yang diharapkan, dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik dua arah.

6) Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan berkas grafik-material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan, tentu saja merupakan salah satu kenyataan keunggulan budaya manusia.

7) Hanya melibatkan perlengkapan yang berhubungan dengan suara/ bunyi bahasa dan pendengaran. Walaupun kegiatan-kegiatan dalam pita audio-lingual dapat melepaskan gerak-visual dan grafik-material, namun sebaliknya tidak akan terjadi, terkecuali bagi pantomim atau gambar, takkan ada pada gerakan dan grafik itu yang tidak berdasar dari dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara terus-menerus dengan orang-orang yang tidak kita lihat, di rumah, di tempat bekerja, dan dengan telefon, percakapan-percakapan seperti ini merupakan pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang paling asli.

8) Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi para pembicara tetapi juga secara tidak terbatas dunia gagasan yang lebih luas yang harus mereka masuki karena meeka dan manusia, berbicara sebagai titik pertemuan kedua wilayah ini tetap memerlukan penelaahan serta uraian yang lebih lanjut dan mendalam.

Page 30: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Di sisi lain Rachmawati (2011) memberikan gambaran mengenai prinsip-prinsip

dalam berbicara, yaitu:

1) Mendorong seseorang untuk berbicara 2) Memberikan informasi kepada pendengar 3) Pembicara menggunakan alat indera sebagai peraga 4) Pembicara harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi karena jika ada salah satu

pendengar tidak mengerti dengan penjelasannya, pembicara harus mau dan mampu mengulangnya.

5) Dalam keadaan perhatian pendengar terpecah belah, pembicara harus aktif melakukan sesuatu agar perhatian pendengar terpusat pada pembicara. Melihat dari butir prinsip-prinsip umum dalam berbicara tersebut maka dalam

berbicara ada hal-hal penting yang harus ada dan dilakukan sebagai dasar dari kegiatan

berbicara.

c. Faktor-faktor Penunjang Keefeektifan Berbicara

Keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor yaitu faktor kebahasaan dan faktor

nonkebahasaan. Dalam penilaian kemampuan berbicara faktor-faktor keefektifan berbicara

menjadi pedoman penilaian untuk menghindari kebiasaan penilaian berdasarkan kesan

umum. Menurut Arsjad dan Mukti (1988: 9) faktor-faktor keefektifan berbicara adalah:

1) Faktor Kebahasaan, yang mencakup: a. Pengucapan vokal b. Pengucapan konsonan c. Penempatan tekanan d. Penempatan persendian e. Penggunaan nada/ irama f. Pilihan kata g. Pilihan ungkapan h. Variasi kata i. Tata bentukan j. Struktur kalimat k. Ragam kalimat

2) Faktor Nonkebahasaan yang meliputi: a. Keberanian dan semangat b. Kelancaran c. Kenyaringan suara d. Pandangan mata e. Gerak-gerik dan mimik f. Keterbukaan g. Penalaran h. Penguasaan topik

Page 31: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Karim (2011) keefektifan berbicara juga ditunjang oleh beberapa faktor,

yaitu:

1) Kejelasan dan kekuatan vokal 2) Kelancaran ujaran 3) Kefasihan pengucapan 4) Variasi gaya retorik dan intonasi 5) Kepaduan pembicaraan 6) Keluwesan kinestik 7) Penguasaan bahan 8) Ketuntasan pembicaraan 9) Efisiensi waktu

Dari uraian tersebut menjelaskan bahwa dalam kegiatan berbicara banyak sekali

hal yang harus diperhatikan. Hal tersebut dikarenakan berbicara adalah komunikasi secara

lisan, sehingga menuntut pembicara untuk tampil secara luwes baik dalam hal berbicara

maupun sikap dan cara berbicara.

3. Tinjauan Tentang Keterampilan Bercerita

a. Pengertian Keterampilan Bercerita

Keterampilan berasal dari kata “terampil” yang artinya mampu bertindak dengan

cepat, cekatan, cakap mengerjakan sesuatu. Dengan kata lain terampil dapat juga disebut

kecekatan atau kecakapan. Sementara itu Budiharto (2008:1-2) mengungkapkan pengertian

keterampilan yaitu “mampu bertindak dengan cepat dan tepat”. Keterampilan juga sering

diartikan sebagai kecakapan untuk menyelesaikan tugas, kecakapan seseorang untuk

memakai bahasa dalam menulis, membaca, menyimak atau berbicara. Dengan kata lain

keterampilan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu.

Sedangkan cerita, biasanya digunakan oleh orang tua dan guru sebagai sarana

mendidik dan membentuk kepribadian anak melalui pendekatan-pendekatan tertentu.

Bercerita merupakan sebuah seni berbicara yang menceritakan sebuah kisah atau pengalaman

kepada pendengar dan biasanya dilakukan secara bertatap muka. Hal ini sesuai dengan apa

yang dituliskan Gabriel yakni: “storytelling is regarded by Gabriel (2000) as an’ art of

weaving, of constructing, the product of intimate knownlegde’.

Dari berbagai pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan

bercerita adalah kemampuan menyampaikan sesuatu (pengalaman, perbuatan, kejadian)

kepada orang lain secara lisan.

Page 32: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Langkah-langkah dalam Bercerita

Salah satu bentuk kegiatan berbicara ialah bercerita. Adapun langkah-langkah dalam

bercerita menurut Uddin dan Zuhdi (1999:9) adalah sebagai berikut :

1) Memilih Cerita Cerita-cerita tradisional, misalnya cerita rakyat, sering dipilih untuk kegiatan

bercerita (mendongeng). Namun, bentuk karya sastra anak-anak yang lama juga dapat digunakan. Hal yang paling penting dalam memilih cerita adalah memilih cerita yang menarik. Pertimbangan lainnya: (1) cerita tersebut sederhana, denagan alur cerita yang jelas, (2) cerita tersebut memiliki awal, pertengahan, dan akhir yang jelas, (3) tema cerita jelas, (4) jumlah pelaku cerita tidak banyak, (5) cerita mengandung dialog, (6) cerita menggunakan gaya bahasa perulangan, dan (7) cerita menggunakan bahasa yang mengandung keindahan.

2) Menyiapkan Diri untuk Bercerita Murid-murid hendaknya membaca kembali dua atau tiga kali cerita yang akan diceritakan untuk memahami perwatakan pelaku-pelakunya dan dapat menceritakannya secara urut. Kemudian murid-murid memilih frasa-frasa atau kalimat yang akan diambil untuk membuat ceritanya nanti serasa hidup, sehingga lebih menarik perhatian pendengar, termasuk penggunaan suara yang bervariasi.

3) Menambahkan Barang-barang yang Diperlukan Murid-murid dapat menggunakan beberapa teknik untuk membuat ceritanya lebih hidup. Tiga barang yang dapat digunakan untuk membuat cerita lebih menarik ialah gambar-gambar yang ditempelkan di papan planel, boneka, dan benda-benda yang menggambarkan pelaku binatang atau barang-barang yang diceritakan. Misalnya untuk cerita Cinde Laras dapat digunakan patung ayam jantan dari tanah liat atau celengan berbentuk ayam jantan.

4) Bercerita atau Mendongeng Murid-murid bercerita sesuai dengan persiapan yang mereka lakukan kepada teman-

teman sekelas atau kepada anak-anak yang lebih kecil. Kegiatan bercerita dapat dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga penggunaan waktunya dapat efesien.

Dalam bukunya “Keep Smiling”, Haque (2008:41) menambahkan kiat-kiat dalam bercerita, yaitu:

a. Mentuturkan secara lambat, tidak terburu-buru. b. Nada suara sebaiknya normal c. Memberi ekspresi, namun jangan berlebihan. d. Memvariasikan nada suara pada berbagai karakter. e. Alat bantu juga bisa digunakan. Misalnya pensil atau boneka tangan. f. Memberi tanggapan pada reaksi atau komentar yang dilontarkan anak atas cerita

yang dibacakan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa dalam bercerita harus

mempersiapkan secara matang sesuai langkah-langkahnya. Ada hal yang tidak kalah penting

dalam bercerita yaitu interaksi serta suasana yang aman dan nyaman bagi anak-anak yang

mendengarkan.

Page 33: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Klasifikasi Cerita Berdasarkan Usia

Tidak ada batasan khusus usia bercerita, prinsipnya lebih dini lebih baik. Hal yang

harus diperhatikan adalah menyesuaikan cerita sesuai dengan tingkatan usia. Ini penting

karena daya ingat anak juga masih terbatas. Membagi cerita ke dalam fragmen-fragmen kecil

juga bisa menjadi pilihan saat bercerita. Tiarti (Haque, 2008:36) membagi klasifikasi usia

dan ceria sebagai berikut:

1. Usia 0-2 Tahun Ini merupakan awal masa perkembangan sensorik-motorik sehingga semua tingkah laku dan pemikiran anak didasari pada hal itu. Untuk anak seusia ini, pilih cerita dengan objek di sekitar lingkungan anak. anak memerlukan visualisasi dari setiap cerita. Oleh karena itu, kita harus menyesuaikan cerita dengan sesuatu yang sudah ia kenal. Misalnya, kita bisa mengarang cerita tentang sepatu atau kucing yang ada di rumah. Dengan begitu objek yang ada dalam cerita sangat akrab dengan kehidupan sehari-harinya. Perlu kita ingat bahwa anak usia 0-2 tahun pada umumnya belum bisa berfantasi. Ketika kita menceritakan anjing yang menggonggong, suara itu harus persis dengan salakan anjing. Jika cerita berasal dari buku, buku tersebut tidak melulu menyajikan teks. Hal ini penting agar anak tidak bosan dan menghilangkan minatnya pada cerita. Anggaplah buku sebagai bagian dari mainan dan hiburan.

2. Usia 2-4 Tahun Rentangan usia 2-4 tahun merupakan fase pembentukan. Pada fase ini anak sangat rajin mempelajari manusia dan kehidupan. Itulah sebabnya mereka suka meniru tingkah laku orang dewasa. Mereka banyak belajar konsep baru. Biasanya, anak-anak akan berusaha mengidentifikasi dirinya dengan objek yang dia kenali. Karena itulah mereka senang bermain rumah-rumahan, dokter-dokteran, dan lain-lain. Pada usia ini, anak sudah mampu berfantasi. Begitu tinggi daya imajinasi anak pada usia ini, kadang ia tidak bisa membedakan antara kenyataan dengan fantasi. Itu pula sebabnya di usia ini anak sangat takut pada kegelapan atau sesuatu yang menakutkan.

3. Usia 4 Tahun keatas Menyukai cerita-cerita prosesual, inilah kesempatan orang tua untuk mendorong minat anak. mereka bisa diperkenalkan pada dongeng-dongeng lebih kompleks seperti dongeng Timun Mas. Dongeng tetap efektif disampaikan kepada anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar. Dengan kadar cerita lebih tinggi, anak diarahkan untuk mampu mengapresiasi sastra. Karena anak sudah memiliki basis cerita yang memeadai, cerita baru pun tak harus melulu dari buku. Pengalaman orangtuanya menjadi cerita menarik. Biasanya, anak senang mendengar cerita tentang orang tuanya. Menilik uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa memilih cerita merupakan faktor

penting yang harus dipertimbangkan orangtua. Sebab, pemahaman anak berbeda-beda sesuai

dengan usianya.

Page 34: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Manfaat Bercerita

Bercerita memberi manfaat khususnya bagi anak-anak. Adapun manfaat bercerita

menurut Haque (2008:33-36) adalah

1. Merasakan empati. Anak akan merasakan empati dari apa yang dialami tokoh idolanya, dan hubungan anak dengan orangtua bisa terjalin lebih erat karena terjadi interaksi yang begitu intens.

2. Menumbuhkan daya imajinasi anak Anak biasanya berimajinasi menjadi tokoh yang diceritakan. Anak akan mereka-reka melalui imajinasinya.

3. Dongeng sarat akan nilai-nilai kehidupan Anak tentu belum tahu mana yang baik dan buruk. Secara normatif dongeng sarat akan nilai-nilai kehidupan.

4. Bertambahnya rasa keingintahuan Keingintahuan bertambah seiring usia anak yang bertambah pula. Semakun besar rasa ingin tahu, keinginan membacapun akan tumbuh.

5. Menambah perbendaharaan anak. Dongeng menjadi media untuk terus belajar hal baru, dalam hal ini kosa kata anak akan bertambah.

6. Mengurangi pengaruh buruk alat permainan modern. 7. Memperluas jelajah cakrawala pemikiran anak 8. Memahami hal mana yang perlu ditiru dan mana yang tidak boleh ditiru.

Di sisi lain menurut Musfiroh (2005:95) memberikan gambaran tentang manfaat

bercerita, yaitu:

1. Membantu pembentukan pribadi dan moral anak 2. Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi 3. Memacu kemampuan verbal anak 4. Merangsang minat menulis anak 5. Merangsang minat baca anak 6. Membuka cakrawala pengetahuan anak

Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan bercerita

dapat menumbuhkan imajinasi anak, mendorong kemampuan verbal, dan memperluas

wawasan anak.

4. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti”tengah,

perantara atau pengantar”. Menurut Fleming (Arsyad, 2005:3) media adalah “mediator yang

Page 35: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berarti media menunjukkan fungsi dan perannya, yaitu mengatur hubungan yang efektif

antara dua pihak utama dalam proses belajar.

Selain itu, para pakar juga memberikan definisi berbeda-beda mengenai media.

Gagne (Indriana,dkk, 2011:14) menyatakan bahwa media merupakan “wujud dari adanya

berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk

belajar. Miarso (Indriana,dkk, 2011:14) mengartikan media “merupakan segala sesuatu yang

dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan,

perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.

Di sisi lain Anitah (2008:2) memberikan definisi mengenai media pembelajaran

yaitu “setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang

memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Menilai dari

definisi tersebut didapatkan penjelasan mengenai media yang lebih luas, karena media bukan

hanya berupa alat melainkan kepada orang dalam kegiatan pembelajaran juga.

Melalui definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media pembelajaran adalah

segala sesuatu, baik berupa visual maupun audio yang digunakan sebagai perantara pada

kegiatan pembelajaran sehingga memudahkan tersampainya materi kepada siswa.

b. Macam-macam Media Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dapat menggunakan macam-macam media. Seels & Glasgow

(Arsyad, 2002:33-34) mengelompokkan berbagai jenis media menurut perkembangan

teknologi membagi kedalam dua kategori, yaitu pilihan media teknologi mutakir.

1) Pilihan Media Tradisional a) Visual diam yang diproyeksikan

(1) Proyeksi opaque (tak tembus pandang) (2) Proyeksi overhead (3) Slides (4) Filmstrip

b) Visual yang tak diproyeksikan (1) Gambar poster (2) Foto (3) Chart, grafik, diagram (4) Pameran, papan info, papan dulu

c) Audio (1) Rekaman piringan (2) Pita kaset, reel, catridge

d) Penyajian Multimedia (1) Slides plus suara (tape) (2) Multi-image

e) Visual Dinamis yang diproyeksikan (1) Film

Page 36: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) Televisi (3) Video

f) Cetak (1) Buku teks (2) Modul, teks terprogram (3) Workbook (4) Majalah ilmiah, berkala (5) Lembaran lepas (hand out)

g) Permainan (1) teka-teki (2) simulasi (3) permainan papan

h) Realia (1) Model (2) Specimen (contoh) (3) Manipulatif (peta, boneka)

2) Pilihan Media Teknologi Mutakir. a) Media berbasis telekomunikas

(1) Telekonfren (2) Kuliah jarak jauh

b) Media berbasis mikroprosesor (1) Computer-assisted instruction (2) Permainan komputer (3) System tutor intelijen (4) Hypermedia (5) Compack (video) disc

Media pemebelajaran yang nantinya akan digunakan dalam penelitian ini, termasuk

dalam kategori media realia, yaitu manipulatif yang berupa boneka tangan.

c. Fungsi dan manfaat Media Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran yang menggunakan media, hasilnya akan jauh lebih baik.

Hal tersebut membuktikan bahwa media pembelajaran memiliki banyak fungsi ataupun

manfaat dalam kegiatan pembelajaran. Encyclopedia of Education Research dalam Hamalik

(Arsyad, 2002:25-26) merinci manfaat media pendidikan sebagai berikut:

1) Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berfikir, oleh karena itu mengurangi verbalisme.

2) Memperbesar perhatian siswa 3) Meletakkan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu

membuat pelajaran lebih mantap. 4) Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri

dikalangan siswa. 5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar

hidup. 6) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan

berbahasa.

Page 37: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7) Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain dan membantu efesiensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Media pembelajaran juga membantu guru dalam mengatasi berbagai masalah atau

hambatan yang muncul dalam kegiatan pembelajaran. Sehingga kegiatan pembelajaran dapat

berlangsung dengan baik. Sulistyo, dkk (2011:9) menyebutkan bahwa manfaat media

pendidikan dalam proses belajar mengajar adalah :

1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistik (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera. 3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap

anak didik 4) Dengan sifat yang unik pada tiap peserta didik dtambahi lagi dengan lingkungan dan

pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap peserta didik, maka pendidik akan banyak mengalami kesulitan apabila semuanya itu harus dibatasi sendiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Koesnandar (2003) mengungkapkan bahwa:

“media pembelajar sangat bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran, media pembelajaran sangat membantu guru dalam memberikan penjelaskan kepada murid, menghemat kata-kata, membuat kegiatan pembelajaran akan lebih menarik, membangkitkan motivasi belajar, menghilangkan kesalahpahaman persepsi, serta informasi yang disampaikan menjadi konsisten”.

Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa penerapan penggunaan media pembelajaran sangat penting sekali dalam proses pembelajaran.

Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran sangat

bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran, yaitu membuat kegiatan pembelajaran semakin

menyenangkan sehingga siswa memiliki dorongan yang kuat untuk belajar dan kemampuan

anak berkembang secara maksimal.

5. Tinjauan Tentang Boneka Tangan

a. Pengertian Boneka Tangan

Boneka merupakan mainan yang disukai anak-anak karena memiliki kemiripan

sangat tinggi dengan realitas. Hal ini sejalan dengan pendapat McLoyd (Ismail, 2006:198)

yang menyatakan bahwa:

“boneka termasuk mainan yang memiliki tingkat kemiripan sangat tinggi dengan realitas, sehingga oleh anak seringkali boneka digunakan untuk bermain pura-pura dan menirukan hal-hal yang mereka rekam dalam pengamatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari. Boneka merupakan tiruan dari bentuk manusia dan bahkan sekarang termasuk tiruan dari bentuk binatang”.

Page 38: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Boneka tangan dikenal dalam dunia dongeng (story telling) sebagai alat peraga

cerita anak. Kegiatan bercerita dengan boneka tangan adalah cerita dengan menggunakan

boneka yang dapat dimasukkan ke tangan. Penggunaan boneka tangan untuk kegiatan

bercerita cocok digunakan karena akan mirip dengan tokoh di dalam cerita. Boneka tangan

mengandalkan keterampilan guru dalam “menggerakkan ibu jari dan telunjuk yang berfungsi

sebagai tulang tangan” (Itadz, 2008:129).

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa boneka tangan adalah

bentuk tiruan dari bentuk manusia atau hewan, terdiri atas kepala, tangan dan badan yang

cara penggunaannya dengan menggerakan dengan ibu jari dan telunjuk sebagai tulang tangan

agar boneka dapat bergerak.

b. Karakteristik Boneka Tangan

Boneka tangan mempunyai karakteristik atau ciri-ciri yang berbeda dari boneka

lainnya. Menurut Maghfiroh ( Tanpa tahun) karakteristik boneka tangan adalah

“...boneka ini hanya terdiri dari kepala dan dua tangan saja, sedangkan bagian badan dan kakinya hanya merupakan baju yang akan menutup lengan orang yang memainkannya di samping cara memainkannya juga hanya memakai lengan (tanpa menggunakan alat bantu lain)”.

Karakteristik boneka tersebut di antaranya yaitu: 1) Terdiri dari berbagai karakter boneka misalnya orang dengan bermacam-macam

profesi seperti dokter, guru, polisi, tentara dan lain-lain. Berbagai jenis binatang misalnya: kancil, buaya, monyet, ayam dan sebagainya.

2) Hanya terdiri dari kepala dan tangan saja 3) Memakai baju sesuai watak atau karakter boneka 4) Menggerakan boneka tangan dengan jari-jari tangan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap boneka mempunyai

karakteristik tertentu yang mewakili pemegang perwatakan tertentu.

c. Manfaat Penggunaan Media Boneka Tangan

Penggunaan media boneka tangan mempunyai beberapa manfaat didalamnya.

Menurut Maghfiroh (tanpa tahun) manfaat boneka tangan adalah sebagai berikut :

1) Tidak memerlukan waktu yang banyak, biaya, dan persiapan yang terlalu rumit 2) Tidak banyak memakan tempat, panggumg sandiwara boneka dapat dibuat cukup

kecil dan sederhana 3) Tidak menuntut keterampilan yang rumit bagi pemakainya 4) Dapat mengembangkan imajinasi anak, mempertinggi keaktivan dan menambah

suasana gembira.

Page 39: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selain itu manfaat dari penggunaan media boneka tangan adalah meningkatkan daya

fantasi anak, karena anak akan melihat tokoh dalam bentuk konkrit sehingga imajinasi anak

juga berjalan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ismail (2007: 134) yang mengemukakan

bahwa “untuk melatih fantasi kreativitas dapat berupa boneka tangan”. Dalam sandiwara

cerita sering menggunakan boneka tangan untuk menghidupkan isi cerita, karena boneka

menjadi alat peraga yang mendekati naturalitas bercerita.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa media boneka tangan sangat

bermanfaat jika diterapkan dalam pembelajaran karena selain praktis juga mengembangkan

fantasi dan imajinasi anak.

d. Teknik Penggunaan Boneka Tangan

Dalam memaparkan atau menyajikan cerita dengan boneka tangan memerlukan

teknik tersendiri, yang oleh Itadz (2008: 129-130) dijabarkan sebagai berikut:

1) Jarak boneka tidak terlalu dekat dengan mulut pencerita. Karena apabila terlalu dekat dengan mulut pencerita, maka akan mengganggu mimik dan ekspresi pencerita.

2) Kedua tangan harus lentur memainkan boneka, adakalanya melakukan gerakan secara bersama-sama (karena sedang angkat bicara). Tetapi juga ada saatnya diam (karena menunggu giliran bicara).

3) Antara gerakan boneka dengan suara tokoh harus sinkron. Oleh karena itu, guru harus hafal karakter suara dan sifat masing-masing tokoh boneka. Dalam hal ini guru dituntut memiliki, sekurang-kurangnya dua karakter suara. Karakter suara untuk tokoh tua-muda atau laki-laki dan perempuan.

4) Sedapat mungkin, mnyelipkan nyanyian dalam cerita melalui perilaku tokoh. Anak diajak menyanyikan lagu tersebut bersama tokoh cerita agar kegiatan menyimak pun terasa lebih menarik dan menyenangkan.

5) Menyelipkan beberapa pernyataan non-cerita sebagai pengisi cerita, sekaligus strategi perlibatan anak. Misalnya adalah memberikan pertanyaan kepada anak di luar cerita yang disampaikan, denagn menjawab pertanyaan tesebut maka sisw telah terlibat dalam cerita yang disampaikan guru.

6) Lakukan improvisasi melalui tokoh dengan melakukan interaksi langsung dengan anak. hal ini diperlukan kreatifitas dan spontanitas guru dalam cerita.

7) Menutup cerita dengan membuat simpulan dan mengajukan pertanyaan cerita yang berfungsi sebagai latihan bagi siswa.

8) Sesekali apabila cerita tidak dilakukan di panggung boneka, mendekatkan boneka tangan pada anak. Dengan hal itu anak akan semakin senang dan bagi anak yang sebelumnya tidak memperhatikan akan ikut memperhatikan cerita.

9) Untuk meningkatkan kualitas cerita dan performansi cerita, guru dapat menyiapkan panggung boneka. Panggung boneka dapat dibuat permanen dari kayu, dapat pula memanfaatkan sarana yang ada.

Page 40: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Melalui teknik penggunaan boneka tangan dalam pemaparan cerita yang sesuai,

akan lebih memudahkan anak tunagrahita khususnya dalam mengerti dan memahami isi

cerita serta mampu menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan.

Page 41: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Kerangka Berfikir

Penyusunan kerangka berfikir ditujukan untuk membuat pendapat yang bersifat

rasional, berdasarkan teori-teori yang telah diutarakan dalam kajian teori. Kerangka berfikir

meliputi petunjuk arah penalaran untuk dapat sampai pada penemuan jawaban sementara atas

masalah yang dirumuskan.

Berdasarkan kenyataan di lapangan, penulis menemukan rendahnya keterampilan

bercerita pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma. Siswa kurang tertarik dalam mengikuti

kegiatan bercerita sehingga kemampuan untuk menyampaiakan gagasan, maupun pikirannya

secara lisan rendah. Media boneka tangan merupakan salah satu media pembelajaran yang

dapat dipergunakan untuk menarik perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan bercerita.

Dengan demikian penyusunan kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat

dipaparkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian

Kondisi Awal Guru belum

menggunakan

media

Keterampilan

bercerita siswa

rendah

Guru menggunakan

media boneka tangan

Tindakan

Tindakan Akhir

Keterampilan bercerita

siswa meningkat

Page 42: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah yang diteliti dan masih harus

dibuktikan kebenarannya. Jawaban sementara penulis berdasarkan kajian pustaka dan

kerangka berfikir adalah melalui media boneka tangan dapat meningkatkan keterampilan

bercerita bagi siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

Page 43: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta, yang terletak

di JL. Bibis Baru No.3 Cengklik Banjarsari, Surakarta. Tempat penelitian merupakan tempat

untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dari tahap persiapan hingga penyusunan laporan akan dilakukan

mulai dari bulan Januari 2012 sampai dengan April 2012.

Tabel 3.1. Rincian Kegiatan Waktu Penelitian dan Jenis Kegiatan Penelitian

Kegiatan Penelitian

Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun 1. Persiapan Penelitian a. Koordinasi peneliti dengan

kepala sekolah dan guru kelas VI

b. Menyususn proposal penelitian

c.Menyiapakan instrumen penelitian

d.Mengadakan simulasi pelaksanaan tindakan

2. Pelaksanaan Tindakan a.Siklus I - perencanaan - pelaksanaan observasi - observasi -refleksi

b. Siklus II - perencanaan - pelaksanaan tindakan - observasi - refleksi

3.Analisis Data dan Pelaporan

a.Analisis Data

b.Menyususn laporan/skripsi

c.Ujian dan revisi

d.pengumpulan laporan

Page 44: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. Subyek Penelitan

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta yang

berjumlah 5 siswa yang terdiri dari 3 perempuan dan 2 laki-laki. Kemampuan yang dimiliki

kelima siswa tersebut berbeda-beda sehingga dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan

kondisi masing-masing siswa.

Tabel 3.2. Daftar Subyek Penelitian

Inisial Jenis Kelamin TTL Alamat Rumah

M.K Perempuan Ska,1-5-1999 Kadipiro Rt.06/Ska

S.K Laki-laki Wng,24-4-2000 Bibis kulon Rt.05/07

K.M Laki-laki Kra,13-11-1994 Jayan Rt.01/09,colomadu

S.A Perempuan Ska,9-07-1997 Tegalkuniran,Ska

D.P Perempuan Ska,18-02-1998 Sabrang kulon Rt.02/35

C. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa informasi tentang kegiatan

siswa dalam bercerita, serta media pembelajaran yang dipergunakan guru dalam proses

pembelajaran. Sumber data penelitian ini dikumpulkan dari informan atau nara sumber, yaitu

siswa dan guru SLB C Setya Darma Surakarta.

D. Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini meliputi

tes, wawancara, observasi yang masing-masing secara singkat dijabarkan sebagai berikut :

1. Tes

a. Pengertian tes

Menurut Mardapi (2008:67), “tes merupakan sejumlah pertanyaan yang

memiliki jawaban yang benar atau salah”. Tes juga diartikan sebagai sejumlah

pertanyaan yang harus diberikan tanggapan, dengan tujuan mengukur tingkat

kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang dikenai

tes.

b. Macam – macam tes

Page 45: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Tes standar

Tes terstandar, adalah tes yang sudah mengalami uji coba berkali-kali,direvisi

berkali-kali,dan tersedia di lembaga testing.

2) Tes buatan guru

Tes buatan, merupakan tes yang di buat dengan prosedur tertentu,tetapi belum

mengalami uji coba berkali-kali

c. Tes yang digunakan

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes buatan yang disesuaikan

dengan indikator dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran

Bahasa Indonesia siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta. Tes ini dilakukan

sebelum dan sesudah pemberian tindakan.

Tes ini dilakukan untuk mengetahui peningkatan keterampilan bercerita siswa

setelah diadakan pembelajaran menggunakan media boneka tangan. Langkah-

langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data menggunakan tes adalah

dengan menyiapkan instrumen tes, menilainya dan mengolah data yang diperoleh.

Tes ini dilakukan dua kali,yaitu yang dilakukan sebelum pemberian tindakan dan

yang dilaksanakan setelah pemberian tindakan.

2. Observasi

a. Pengertian observasi

Observasi merupakan “suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan

memperhatikan tingkah lakunya”(Slameto, 2001:93). Sedangkan menurut Sudjana

& Rivai (2006:84) observasi atau pengamatan digunakan “untuk mengukur tingkah

laku individu ataupun proses terjadinya sesuatu kegiatan yang dapat diamati, baik

dalam situasi sebenarnya maupun buatan”.

b. Macam – macam observasi

Menurut Sukmadinata (2009:220), ada dua macam observasi yang dapat

dilakukan oleh guru di sekolah, yaitu:

1) Observasi partisipatif Observasi partisipasif adalah pengamatan yang dilakukan oleh guru atau

pengamat lainnya di mana si pengamat turut serta dalam kegiatan yang sedang dilakukan oleh teramat. Contohnya guru sambil mengajar ia mengamati tingkah laku murid – murid tertentu.

Kelebihan observasi partisipatif, teramat tidak tahu bahwa mereka sedang diamati, sehingga perilakunya tetap wajar. Kelemahan observasi partisipatif adalah distribusi perhatian dari pengamat, sulit sekali memusatkan perhatian kepada dua hal sekaligus.

2) Observasi nonpartisipatif

Page 46: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Observasi nonpartisipatif, pengamat tidak turut serta dalam kegiatan yang dilakukan oleh teramat. Contohnya, guru mengamati para siswa yang sedang berlatih drama dengan guru lain.

c. Observasi yang digunakan

Dalam penelitian ini, observasi dilakukan bertujuan untuk mengetahui

keaktifan siswa dalam kegiatan bercerita, kemampuan siswa dalam menceritakan

kembali isi cerita serta pengamatan yang dilakukan terhadap guru berkaitan dengan

kemampuan mengajar dalam kegiatan pembelajaran.

3. Wawancara

a. Pengertian wawancara

Menurut Sukmadinata (2009:222), wawancara atau interview merupakan ”suatu

teknik pengumpulan data yang dilakukan secara tatap muka, pertanyaan diberikan

secara lisan dan jawabannya pun diterima secara lisan pula”.

b. Macam – macam wawancara

Menurut Sukmadinata (2009:222), ada dua macam wawancara, yaitu:

1) Wawancara langsung Wawancara langsung, pertanyaan diberikan kepada responden, dan meminta

informasi tentang dirinya. 2) Wawancara tidak langsung Wawancara tidak langsung, pertanyaan diberikan responden dan minta

informasi tentang orang lain yang mempunyai ikatan dengan dia.

c. Teknik wawancara

Wawancara yang digunakan merupakan wawancara langsung yang dilakukan

oleh peneliti kepada guru, setelah peneliti melakukan observasi terhadap kegiatan

pembelajaran. Wawancara yang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang

hambatan yang dialami guru dan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran

kegiatan bercerita dan kesan setelah kegiatan pembelajaran kegiatan bercerita

menggunakan media boneka tangan.

E. Uji Validitas Data

Suatu informasi yang akan dijadikan data penelitian perlu diperiksa validitasnya

sehingga data tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dijadikan sebagai dasar yang

kuat dalam menarik simpulan. Teknik yang digunakan untuk memeriksa validitas data adalah

sebagai berikut:

Page 47: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Triangulasi data (sumber) adalah menggali data yang sejenis dari berbagai sumber data

yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sumber dari informan yang

berbeda menggunakan teknik wawancara. Hasil dari wawancara tersebut akan

dibandingkan antara satu informan dengan informan yang lain. Selain itu juga

membandingka data dari analisis laporan hasil belajar siswa, dan observasi dalam

penelitian.

2. Triangulasi metode, yaitu menggali data yang sama dengan menggunakan pengumpulan

data yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti mengambil data dengan melakukan

wawancara dan observasi terhadap informan yaitu guru dan siswa.

3. Review Informan, data yang sudah didapatkan mulai disususn sajian datanya, kemudian

dikonfirmasikan kepada guru, sehingga ada kesepakatan kevalidan data yang diperoleh.

F. Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil

dikumpulkan antara lain dengan teknik deskriptif komparatif dan teknik analisis kritis.

Teknik deskriptif komparatif untuk mengolah data yang bersifat kuantitatif, yaitu dengan

membandingkan nilai pratindakan pada kondisi awal, sebelum menggunakan media boneka

tangan dengan nilai hasil setelah diberi tindakan pada siklus 1 dan 2 setelah menggunakan

media boneka tangan. Dan teknik analisis kritis untuk menganalisis data hasil observasi yang

mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan media boneka tangan dan

keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar berdasarkan kriteria normatife yang

diturunkan dari kajian teoritis maupun dari ketentuan yang ada. Hasil analisis tersebut yang

dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan

siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan dan/atau setelah pengumpulan data.

G. Indikator Kinerja Penelitian

Indikator pencapaian dalam penelitian ini ditetapkan dari nilai Bahasa Indonesia

(khususnya dalam bercerita) berhasil atau tidaknya siswa dengan kemajuan yang mereka

dapatkan. Dalam hal ini peneliti menentukan indikator tolak ukur keberhasilan nilai 60.00

lebih. Sebagai batas tuntas perubahan yang dicapai minimal 80 % dari keseluruhan siswa.

Pencapaian indikator ini disesuaikan dengan kondisi sekolah, dimana batas nilai yang dicapai

dan ketentuan belajar tergantung pada guru kelas yang secara empiris tahu betul kondisi dan

keadaan siswa – siswa di kelasnya (sesuai dengan KTSP).

Page 48: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

H. Prosedur Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk meningkatkan kinerja guru serta

hasil belajar siswa. Dengan kata lain, PTK bertujuan bukan hanya mengungkapkan penyebab

dari berbagai permasalahan yang dihadapi, misalnya kesulitan siswa dalam memahami

pokok-pokok bahasan tertentu tetapi yang lebih penting lagi adalah “memberikan solusi

tentang berupa tindakan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran tersebut” (Suwandi,

2008:33).

Terdapat beberapa model penelitian. Menurut KLewin dalam Suwandi (2008:33)

menggambarkan penelitian tindakan sebagai “serangkaian langkah yang membentuk spiral.

Setiap langkah memiliki empat tahap, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting),

pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting)".

1. Perencanaan Dalam penelitian tindakan perencanaan mengacu kepada tindakan apa yang di

lakukan dengan mempertimbangkan keadaan dan suasana objektif dan subjektif. Selain itu perlu juga dipertimbangkan tindakan khusus apa yang di lakukan dan apa tujuannya. Setelah itu di lanjutkan dengan menyusun gagasan-gagasan dalam bentuk rencana yang di rinci. Kemudian gagasan tersebut di persempit atau di perhalus dengan menghilangkan hal-hal yang tidak penting dan memusatkan perhatian pada hal yang penting dan bermanfaat bagi perbaikan. Secara rinci tahapan perencanaan terdiri dari :

a. Mengidentifikasi dan menganalisis masalah yaitu masalah tersebut dapat dimengerti dan faktual di lapangan.

b. Menetapkan alasan mengapa penelitian ini dilakukan. c. Merumuskan permasalahan. d. Menetapkan cara yang akan dilakukan untuk menemukan jawaban e. Menentukan cara untuk menguji hipotesis tindakan dengan menjabarkan indikator-

indikator keberhasilan serta berbagai instrument pengumpulan data yang dapat dipakai untuk menganalisis indikator keberhasilan itu.

f. Membuat secara rinci rancangan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, rancangan strategi dan skenario penerapan pembelajaran akan dilaksanakan. Namun, sebelumnya rancangan tersebut telah di komunikasikan kepada guru sehingga dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan skenario yang telah di rancang. Sehingga diharapkan tercipta pelaksanaan tindakan yang baik dan wajar. 3. Observasi dan evaluasi

Hal yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dilupakan adalah saat melakukan tindakan hendaknya juga melakukan pemantauan dengan cermat tentang keadaan yang terjadi selama tindakan. Dalam tahap ini peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang diperlukan dan terjadi selama pelaksanaan tindakan berlangsung. 4. Refleksi

Pada tahap ini peneliti mengkaji secara menyeluruh tindakan yang telah dilakukan, berdasarkan data yang telah terkumpul kemudian dilakukan evaluasi guna mnyempurnakan tindakan berikutnya. Dalam penelitian tindakan kelas refleksi mencakup beberapa langkah yaitu analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan.

Page 49: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada pengamatan ini dilakukan pada siklus I untuk mengetahui hasil dari penelitian,

dan apabila pada siklus I belum menunjukkan perubahan maka akan berlanjut pada siklus II

dengan memperhatikan hal – hal yang perlu dipertahankan atau diperbaiki pada siklus II

nantinya. Lebih rinci dapat digambarkan dalam prosedur penelitian berikut ini :

Tabel 3.3 Tabel Prosedur Penelitian

Perencanaan

1. Membuat Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP)

mengenai materi bercerita.

2. Guru menyiapkan kelas dan siswa

3. Guru menyiapkan bahan materi pelajaran

4. Menyiapkan media pembelajaran

5. Membuat lembar pengamatan penelitian berupa : keaktifan,

kreatifitas dan pemahaman

6. Menyusun tes yang akan diberikan pada siklus I

Tindakan

1. Guru menyampaikan isi teks yang akan diceritakan.

2. Guru menggunakan media boneka tangan dalam bercerita

3. Siswa diminta untuk menjelaskan isi cerita yang telah

disampaikan

Pengamatan

1. Guru mengamati aktivitas penerapan media boneka tangan

sebagai penunjang dalam meningkatkan keterampilan

bercerita.

2. Guru membuat catatan tentang keaktifan siswa dalam

menjawab pertanyaan dari guru serta pemahaman anak akan

isi cerita.

3. Guru mengamati pemanfaatan dari media boneka tangan

yang digunakan untuk menunjang kegiatan bercerita

4. Hasil evaluasi

Refleksi Tahap ini akan diketahui berbagai hal yang perlu

dipertahankan dan mendapat perbaikan pada pelaksanaan

siklus II berikutnya bila pembelajaran belum memenuhi

indikator pencapaian yang ditetapkan.

Page 50: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL TINDAKAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Pratindakan

Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta. Proses

penelitian dilaksanakan dalam dua siklus, yang masing-masing siklus terdiri dari empat

tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi dan (4) refleksi. Siklus I

dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2012. Sebelum melaksanakan siklus I peneliti

melakukan observasi pada tanggal 12 Maret 2012 dan mengadakan tes awal pada tanggal 14

Maret 2012 untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum mendapatkan tindakan dari

peneliti.

Jumlah anak di kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta sebanyak 5 siswa

yang terdiri dari 2 laki-laki dan 3 perempuan. Hasil observasi awal menunjukkan bahwa

keterampilan anak dalam bercerita rendah, hal ini terbukti dengan kurang mampunya anak

dalam menceritakan suatu peristiwa yang dilihat atau dialami sehingga mempengaruhi

kegiatan pembelajaran khususnya dalam bercerita dan prestasi belajar mereka rendah.

Pada waktu kegiatan bercerita berlangsung guru melakukan pembelajaran secara

klasikal tanpa menggunakan media yang menunjang kegiatan bercerita. Dalam

menyampaikan materi guru cenderung menggunakan metode ceramah dan melakukan tanya

jawab sehubungan dengan materi saja. Saat melaksanakan kegiatan bercerita guru tidak

menggunakan media pembelajaran sehingga menyebabkan siswa kurang aktif, tidak mampu

memahami isi cerita dan menceritakan kembali isi cerita, serta kurang tertarik dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran khususnya dalam bercerita.

Berdasarkan observasi awal dan nilai awal yang dilakukan dapat diketahui kondisi

siswa sebagai berikut:

a. Siswa M.K

Siswa M.K merupakan siswa perempuan yang cukup baik dalam

mengikuti kegiatan pembelajaran, namun dalam menjawab pertanyaan guru dan

mengerjakan tugas harus memerlukan bimbingan secara individual. Dalam

pembelajaran dikelas harus sering dipantau karena terkadang mengalami kejang-

kejang jika melamun sendiri sehingga harus sering diajak berinteraksi.

Keterampilannya dalam bercerita termasuk rendah, hal ini dikarenakan anak

memiliki sedikit pengalaman karena untuk pergi keluar anak kurang mampu

Page 51: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berjalan sendiri dan terbatasnya sarana prasarana dalam lingkungan dimana anak

dibesarkan.

b. Siswa S.K

Siswa S.K merupakan siswa laki-laki yang memiliki konsentrasi rendah

dalam kegitana pembelajaran, mudah sekali terpengaruh dengan lingkungan

yang ada di luar. Saat kegiatan belajar berlangsung sering sekali mengganggu

siswa yang lain, dan sering mengantuk di dalam kelas akibat suka menonton tv

sampai larut malam. Saat diajak berkomunikasi anak sering tidak nyambung.

Keterampilannya dalam bercerita sangat rendah, anak tidak mampu

menyampaikan peristiwa yang dialami dan untuk mengulang kalimat pun sering

salah, hal tersebut diakibatkan anak sukar dalam berkonsentrasi dan mudah

bosan saat kegiatan belajar mengajar berlangsung.

c. Siswa K.M

Siswa K.M merupakan siswa laki-laki yang memiliki gangguan motorik.

Tangan kirinya tidak berbentuk sempurna, namun masih bisa digunakan untuk

menggenggam. Intelektual anak ini paling rendah jika dibandingkan teman

sekelasnya hal tersebut diungkapkah juga oleh guru kelas. Namun anak ini baik

dalam memperhatikan saat guru mengajar dan rajin mengikuti perintah guru.

Keterampilan dalam bercerita juga rendah, terbukti saat anak disuruh

menceritakan kehidupan sehari-hari saat pulang sekolah anak ini terbata-bata dan

tidak mampu mengutarakan apa yang ingin disampaikan. Hal tersebut

diakibatkan karena kurangnya pengalaman anak dalam berkomunikasi, anak

cenderung pendiam dikelas, teman sekelas yang lain juga kurang mengajaknya

untuk berinteraksi.

d. Siswa S.A

Siswa S.A merupakan siswa perempuan yang memiliki stabilitas emosi

yang rendah, sering marah-marah dikelas dan mudah tersinggung untuk hal-hal

sepele saja. Anak ini kurang bertoleransi dengan teman sekelas dan cenderung

ingin menang sendiri. Namun memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi sehingga

dijadikan ketua kelas. Dalam mengikuti pembelajaran dikelas anak ini termasuk

baik karena mau memperhatikan saat guru mengajar serta rajin mengerjakan

tugas guru. Keterampilan bercerita anak ini juga kurang, hal tersebut terbukti

saat anak disuruh maju untuk bercerita ia tidak mampu menceritakan kembali isi

cerita yang sebelumnya telah disampaikan guru. Hal tersebut dikarenakan anak

Page 52: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ini mudah bosan jika hanya dengan ceramah, atau berdongeng saja tanpa adanya

pemunculan media yang mewakili isi cerita.

e. Siswa D.P

Siswa D.P merupakan siswa perempuan yang memiliki daya ingat sangat

rendah, tidak mampu berkonsentrasi dalam jangka waktu yang lama serta mudah

beralih pandangan keluar kelas. Keterampilan dalam bercerita juga rendah,

terbukti saat anak disuruh maju untuk bercerita anak tidak mampu mengingat isi

cerita yang telah disampaikan guru, anak ini mudah lupa dan sulit untuk

menyusun kalimat dalam percakapan. Hal tersebut diakibatkan karena rendahnya

daya ingat dan sulit untuk memahami suatu cerita maupun peristiwa.

Nilai tes awal (pratindakan) pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma semester II

tahun ajaran 2011/2012 digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 4.1 Tabel Nilai Hasil Tes Awal Keterampilan Bercerita (pratindakan)

No Nama Siswa Tes Awal Keterangan

1. M.K 40 Tidak Tuntas

2. S.K 40 Tidak Tuntas

3. K.M 10 Tidak Tuntas

4. S.A 50 Tidak Tuntas

5. D.P 50 Tidak Tuntas

Rata-rata 38,00

Nilai tes awal (pratindakan) pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma semester II

tahun ajaran 2011/2012 digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Page 53: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Grafik 4.1 Nilai Hasil Tes Awal Keterampilan Bercerita (pratindakan)

Peneliti juga menilai keterampilan bercerita siswa dengan melakukan pengamatan

terhadap siswa dilihat dari segi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita.

Lembar penilaian terdiri dari 7 aspek kemampuan yang dinilai saat siswa sedang bercerita,

nilai tertinggi adalah 21 dan nilai terendah 7. Kriteria pembagian kategori menggunakan

batasan sebagai berikut:

1) Skor 18-21 : Baik

2) Skor 14-17 : Cukup

3) Skor 7-13 : Kurang

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam

bercerita dilihat dari segi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita masih

kurang. Berikut hasil pengamatan terhadap siswa dalam menceritakan kembali isi cerita dapat

dilihat dalam table.

4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

(pratindakan)

No Nama Skor Kategori

1. M.K 9 Kurang

2. S.K 11 Kurang

3. K.M 8 Kurang

4. S.A 13 Kurang

5. D.P 10 Kurang

0

10

20

30

40

50

60

M.K S.K K.M S.A D.P

Nilai Hasil Tes Awal

Nilai Hasil Tes Awal

Page 54: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Observasi awal peneliti juga mengamati tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Lembar observasi terdiri dari 10 aspek kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat

pembelajaran berlangsung. skor tertinggi pada lembar observasi 30 dan skor terendah 10.

Kriteria pembagian kategorisasi menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 25-30 : Baik

2) Skor 19-24 : Cukup

3) Skor 10-18 : Kurang

Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa

masih rendah, kebanyakan berada dalam kategori cukup dan kurang aktif. Berikut hasil

pengamatan keaktifan siswa dapat dilihat dalam tabel.

Tabel 4.3 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa (pratindakan)

No Nama Skor Kategori

1. M.K 12 Kurang

2. S.K 15 Kurang

3. K.M 10 Kurang

4. S.A 20 Cukup

5. D.P 13 Kurang

Berdasarkan deskripsi pratindakan dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita

siswa rendah, penggunaan media dan penentuan strategi yang kurang maksimal, sehingga

mempengaruhi tingkat keaktifan siswa menjadi kurang , yaitu dalam kegiatan pembelajaaran

khususnya dalam bercerita sehingga nilai hasil tes awal yang masih kurang dari KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu > 60.

B. Deskripsi Hasil Tindakan Tiap Siklus

1. Siklus I

Tindakan siklus I dilaksanakan dalam dua pertemuan, tiap pertemuan 2x35 menit.

Adapun pelaksanaan dan hasil penelitian pada siklus I sebagai berikut:

a. Perencanaan Tindakan

Berdasarkan data yang dihasilkan dari tes awal sebelum tindakan, dapat dilihat

bahwa keterampilan bercerita siswa masih rendah yang mempengaruhi prestasi belajar

anak yang mengakibatkan akan belum dapat mencapai tingkat ketuntasan minimal pada

Page 55: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang kurang menyebabkan siswa kurang

aktif dalam kegiatan pembelajaran khususnya dalam bercerita.

Berdasarkan pengamatan dan masalah yang ada, maka peneliti memberikan

penyelesaian alternatife untuk menggunakan media Boneka Tangan dalam kegiatan

bercerita.

Tahap perencanaan siklus I meliputi kegiatan sebagai berikut:

1) Mempersiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) siklus I.

2) Mempersiapkan media pembelajaran.

3) Menyusun lembar observasi siswa pada siklus I.

4) Menyusun lembar observasi peneliti pada siklus I.

5) Menyusun tes yang akan diberikan pada siklus I.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan I terdiri dari dua pertemuan yaitu pada tanggal 20 dan 22

Maret 2012. Adapun langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti dan

kegiatan akhir.

1) Pertemuan Pertama

Pelaksanaan tindakan I pertemuan pertama pada hari Selasa tanggal 20 Maret 2012.

Tindakan yang dilakukan peneliti adalah menggunakan media Boneka Tangan pada

saat kegiatan bercerita.

Adapun langkah-langkah dalam kegiatan bercerita pada pertemuan pertama sebagai

berikut :

a) Kegiatan Awal

(1) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa.

(2) Memberikan apresepsi.

(3) Menjelaskan secara singkat materi dan tujuan pembelajaran.

(4) Memberikan motivasi belajar kepada siswa.

b) Kegiatan Inti

(1) Eksplorasi

(a) Menggunakan media Boneka Tangan dalam kegiatan bercerita.

(b) Memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan bercerita.

(c) Meminta siswa menyebutkan Judul, Tokoh, dan melakukan tanya jawab

kepada siswa terkait dengan cerita yang telah disampaikan.

Page 56: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) Elaborasi

(a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan kembali isi

cerita dihadapan teman sekelas.

(b) Memberikan waktu kepada siswa untuk saling berinteraksi.

(3) Konfirmasi

(a) Menjawab pertanyaan siswa.

(b) Memberikan umpan balik dan penguatan yang baik terhadap kemajuan

siswa.

c) Kegiatan Akhir

(1) Menyimpulkan materi.

(2) Mengevaluasi hasil tugas siswa.

(3) Menutup pelajaran.

2) Pertemuan Kedua

a) Kegiatan Awal

(1) Membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa.

(2) Memberikan apresepsi.

(3) Menjelaskan secara singkat materi dan tujuan pembelajaran.

(4) Memberikan motivasi belajar kepada siswa.

b) Kegiatan Inti

(1) Eksplorasi

(a) Menggunakan media Boneka Tangan dalam kegiatan bercerita.

(b) Memotivasi siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan bercerita.

(c) Meminta siswa menyebutkan Judul, Tokoh, dan melakukan tanya jawab

kepada siswa terkait dengan cerita yang telah disampaikan.

(2) Elaborasi

(a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan kembali isi

cerita dihadapan teman sekelas.

(b) Memberikan waktu kepada siswa untuk saling berkomunikasi.

(3) Konfirmasi

(a) Menjawab pertanyaan siswa.

(b) Memberikan umpan balik dan penguatan yang baik terhadap kemajuan

siswa.

Page 57: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c) Kegiatan Akhir

(1) Menyimpulkan materi.

(2) Mengevaluasi hasil tugas siswa.

c. Observasi

Tahap observasi tindakan siklus I dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan

tindakan I pada tanggal 20 dan 22 Maret 2012. Pada pelaksanaan observasi ini, peneliti

mengamati proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal yang diamati meliputi beberapa

aspek yaitu, kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita, kemampuan guru

dalam menyampaikan materi pembelajaran dan media pembelajaran yang digunakan, serta

sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa siswa lebih tertarik dan tidak

cepat bosan mengikuti kegiatan bercerita setelah mengggunakan media Boneka Tangan.

Siswa merespon setiap materi yang disampaikan oleh guru.

Dari tes yang diberikan pada siklus I dapat dilihat secara umum siswa mengalami

perkembangan dan peningkatan hasil belajar, namun masih terdapat 2 siswa yang belum

mencapai ketuntasan dalam belajar.

Nilai hasil tindakan siklus I pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta

semester II tahun ajaran 2011/2012 dalam tabel berikut :

Tabel 4.4 Tabel Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I

No Nama Siswa Tes Siklus I Keterangan

1. M.K 50 Tidak Tuntas

2. S.K 60 Tuntas

3. K.M 50 Tidak Tuntas

4. S.A 80 Tuntas

5. D.P 60 Tuntas

Rata-rata 60,00

Nilai hasil siklus I pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta semester II

tahun ajaran 2011/2012 dapat digambarkan dalam grafik berikut :

Page 58: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Grafik 4.2 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus I

Pada tindakan siklus I peneliti juga menilai keterampilan bercerita siswa dengan

melakukan pengamatan terhadap siswa dilihat dari segi kemampuan siswa dalam

menceritakan kembali isi cerita. Lembar penilaian terdiri dari 7 aspek kemampuan yang

dinilai saat siswa sedang bercerita, nilai tertinggi adalah 21 dan nilai terendah 7.

Kriteria pembagian kategori menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 18-21 : Baik

2) Skor 14-17 : Cukup

3) Skor 7-13 : Kurang

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam

bercerita dilihat dari segi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita

mengalami perkembangan dan peningkatan yang baik. Berikut hasil pengamatan terhadap

siswa dalam menceritakan kembali isi cerita dapat dilihat dalam tabel.

Tabel 4.5 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita Siklus I

No Nama Skor Kategori

1. M.K 15 Cukup

2. S.K 16 Cukup

3. K.M 14 Cukup

4. S.A 18 Baik

5. D.P 17 Cukup

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

M.K S.K K.M S.A D.P

Nilai Siklus I

Nilai Siklus I

Page 59: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Observasi pada siklus I juga mengamati tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Lembar observasi terdiri dari 10 aspek kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat

pembelajaran berlangsung. skor tertinggi pada lembar observasi 30 dan skor terendah 10.

Kriteria pembagian kategorisasi menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 25-30 : Baik

2) Skor 19-24 : Cukup

3) Skor 10-18 : Kurang

Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa

pada siklus I mengalami peningkatan,siswa lebih aktif mengikuti kegiatan bercerita setelah

menggunakan media Boneka Tangan. Adapun hasil pengamatan keaktifan dapat dilihat

dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.6 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa Siklus I

No Nama Skor Kategori

1. M.K 19 Cukup

2. S.K 23 Cukup

3. K.M 20 Cukup

4. S.A 26 Baik

5. D.P 21 Cukup

Observasi juga dilakukan kepada kemampuan peneliti dalam menyampaikan materi

pembelajaran dan penggunaan media Boneka Tangan. Lembar observasi terdiri dari 10 aspek

kemampuan yang dimiliki oleh peneliti dalam kegiatan pembelajaran. Skor tertinggi pada

lembar observasi 30 dan skor terendah 10. Kriteria pembagian kategorisasi menggunakan

batasan sebagai berikut:

1) Skor 25-30 : Baik

2) Skor 19-24 : Cukup

3) Skor 10-18 : Kurang

Berdasarkan dari kegiatan observasi yang dilakukan terhadap kemampuan peneliti

dalam menyampaikan materi dan menggunakan media Boneka Tangan mendapatkan skor 27

yang berarti baik namun belum mencapai skor maksimal. Peneliti masih mengalami kesulitan

dalam mengkondisikan siswa dan mengarahkan siswa untuk saling berinteraksi dengan siswa

lainnya.

Page 60: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari data diatas menunjukkan bahwa masih terdapat 2 siswa yang belum mencapai

nilai > 60.

Berdasarkan dari hasil tes dan observasi pada siklus I dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1) Siswa yang memperoleh nilai > 60 ada 3 orang.

2) Ada peningkatan nilai keterampilan bercerita pada siklus I, namun belum

mencapai KKM dan indikator yang ditentukan.

3) Ada peningkatan nilai rata-rata keterampilan bercerita pada siklus I.

4) Ada peningkatan keterampilan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita,

namun masih dalam kategori cukup sehingga belum memuaskan.

5) Ada peningkatan tingkat keaktifan siswa yaitu dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, tetapi masih berada dalam kategori cukup sehingga perlu

ditingkatkan.

6) Kemampuan peneliti dalam menjelaskan materi dan penggunaan media

pembelajaran dalam kategori baik, namun masih ada hal yang harus ditingkatkan

yaitu dalam mengkondisikan siswa dan mengarahkan siswa untuk saling

berinteraksi dengan siswa lainnya.

7) Belum semua siswa mencapai indikator yang ditentukan yaitu mencapai nilai

KKM >60 dengan prosentase ketuntasan 80%, sehingga penelitian akan

dilanjutkan pada siklus berikutnya.

d. Refleksi

Berdasarkan hasil belajar pada siklus I dapat diketahui bahwa masing ada siswa

yang belum mencapai indikator minimal, namun secara umum terdapat peningkatan dalam

pembelajaran. Dari hasil pelaksanaan tindakan dan observasi terhadap proses belajar

mengajar pada siklus I terdapat beberapa kelemahan yang terjadi pada saat proses belajar

mengajar yaitu:

1) Pemanfaatan media Boneka Tangan belum maksimal menarik perhatian siwa.

2) Peneliti kurang maksimal dalam mengkondisikan siswa dan mengarahkan siswa untuk

saling berinteraksi dengan siswa lainnya.

3) Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran kurang maksimal.

Berdasarkan hasil tes keterampilan bercerita pada siklus I siswa yang mencapai

ketuntasan sebanyak 3 siswa yang mendapatkan nilai >60 atau sesuai dengan nilai KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal). Jadi, jika ditinjau dari indikator ketuntasan yang telah

Page 61: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditentukan yaitu 80% dari keseluruhan siswa yang mendapat nilai >60, belum berhasil

mencapai indikator ketuntasan belajar, karena dalam siklus I prosentase ketuntasannya

sebesar 60%. Untuk itu diadakan siklus II dengan refleksi sebagai berikut :

1) Peneliti lebih mengoptimalkan dan memodifikasi media pembelajaran sehingga

lebih menarik dan membuat anak senang untuk memakai media tersebut serta

mampu meningkatkan interaksi antar sesama siswa.

2) Meningkatkan strategi pembelajaran, seperti : tanya jawab dengan siswa agar

suasana lebih hidup, lebih baik dalam mengkondisikan siswa, serta pemberian

reward bagi siswa.

2. Siklus II

Siklus II merupakan lanjutan dari siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret

dan 29 Maret 2012. Dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, tiap pertemuan 2 x 35 menit.

Adapun pelaksanaan dan hasil penelitian pada siklus II adalah sebagai berikut :

a. Perencanaan Tindakan

Perencanaan tindakan II dilaksanakan berdasarkan dari refleksi siklus I, untuk

memperbaiki kelemahan yang terjadi di siklus I. Adapun kegiatan perencanaan tindakan pada

siklus II mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

1) Mempersiapkan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) siklus II.

2) Menyiapkan bahan materi pembelajaran.

3) Menyiapkan media pembelajaran yaitu Boneka Tangan dengan warna lebih mencolok

serta menambahkan panggung boneka berfungsi sebagai background.

4) Menyususun lembar observasi siswa siklus II.

5) Menyususun tes yang akan diberikan pada siklus II.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus II terdiri dari dua pertemuan, yaitu pada tanggal 27 Maret

dan 29 Maret 2012. Dalam tahap pelaksanaan tindakan pada siklus II, pembelajaran

dilakukan sesuai dengan RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) yang merupakan

perbaikan dari siklus I. Adapun langkah-langkah pelaksanaan tindakan II, meliputi kegiatan

awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir.

1) Pertemuan Pertama

a) Kegiatan Awal

(1) Membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa.

Page 62: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) Memberikan apresepsi terkait dengan materi pelajaran.

(3) Memberikan motivasi kepada siswa.

b) Kegiatan Inti

(1) Eksplorasi

(a) Menceritakan isi cerita melalui media Boneka Tangan dengan menambahkan

background sesuai dengan tema cerita.

(b) Melakukan tanya jawab dengan siswa sesuai isi cerita.

(c) Meminta siswa untuk ikut aktif dalam kegiatan bercerita.

(2) Elaborasi

(a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju kedepan menceritakan isi

cerita dihadapan siswa lain

(b) Siswa saling berinteraksi.

(3) Konfirmasi

(a) Menjawab pertanyaan siswa

(b) Memberikan umpan balik dan penguatan yang positif kepada siswa.

c) Kegiatan Akhir

(1) Menyimpulkan materi pembelajaran bersama-sama dengan siswa.

(2) Mengevaluasi hasil siswa.

(3) Menutup pelajaran.

2) Pertemuan Kedua

1) Kegiatan Awal

(a) Membuka pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa.

(b) Memberikan apresepsi terkait dengan materi pelajaran.

(c) Memberikan motivasi kepada siswa.

2) Kegiatan Inti

(1) Eksplorasi

(a) Mengulang isi cerita yang telah disampaikan sebelumnya melalui media

Boneka Tangan dengan menambahkan background sesuai dengan tema cerita.

(b) Melakukan tanya jawab dengan siswa sesuai isi cerita.

(c) Meminta siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan bercerita.

(2) Elaborasi

(a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk maju kedepan menceritakan isi

cerita dihadapan siswa lain

(b) Siswa saling berinteraksi.

Page 63: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(c) Membimbing siswa yang mengalami kesulitan dalam bercerita.

(3) Konfirmasi

(a) Menjawab pertanyaan siswa

(b) Memberikan umpan balik dan penguatan yang positif kepada siswa.

3) Kegiatan Akhir

(1) Menyimpulkan materi pembelajaran bersama-sama dengan siswa.

(2) Mengevaluasi hasil siswa.

(3) Menutup pelajaran.

c. Observasi

Tahap observasi siklus II dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan

tindakan II, yaitu pada tanggal 27 Maret dan 29 Mret 2012. Dalam kegiatan observasi siklus

II, dapat diketahui adanya peningkatan dalam pembelajaran. Perubahan strategi pembelajaran

dan pengoptimalan penggunaan media Boneka Tangan memberikan pengaruh pada hasil

keterampilan bercerita dan keaktifan belajar yang dicapai oleh siswa. Hasil belajar siswa

menjadi baik begitupula dengan keaktifannya.

Dari tes yang diberikan pada siklus II dapat dilihat secara umum siswa mengalami

peningkatan keterampilan bercerita sehingga hasil belajar meningkat.

Nilai hasil tes pada siklus II pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta

semester II tahun ajaran 2011/2012 sebagai berikut :

Tabel 4.7 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II

No Nama Siswa Tes Siklus II Keterangan

1. M.K 90 Tuntas

2. S.K 80 Tuntas

3. K.M 70 Tuntas

4. S.A 100 Tuntas

5. D.P 90 Tuntas

Rata-rata 86,00

Nilai hasi tes siklus II pada siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta semester

II tahun ajaran 2011/2012 dapat digambarkan dalam grafik berikut :

Page 64: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Grafik 4.3 Nilai Hasil Tes Keterampilan Bercerita Siklus II

Observasi pada siklus II juga menilai keterampilan bercerita siswa dilihat dari segi

kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita. Lembar penilaian terdiri dari 7

aspek kemampuan yang dinilai saat siswa sedang bercerita, nilai tertinggi adalah 21 dan nilai

terendah 7. Kriteria pembagian kategori menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 18-21 : Baik

2) Skor 14-17 : Cukup

3) Skor 7-13 : Kurang

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa keterampilan siswa dalam

bercerita dilihat dari segi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita

mengalami perkembangan dan peningkatan yang baik. Berikut hasil pengamatan terhadap

siswa dalam menceritakan kembali isi cerita dapat dilihat dalam tabel.

4.8 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita Siklus II

No Nama Siswa Skor Kategori

1. M.K 18 Baik

2. S.K 20 Baik

3. K.M 18 Baik

4. S.A 21 Baik

5. D.P 19 Baik

0

20

40

60

80

100

120

M.K S.K K.M S.A D.P

Siklus II

Page 65: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Observasi pada siklus II juga mengamati tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti

pembelajaran. Lembar observasi terdiri dari 10 aspek kegiatan yang dilakukan oleh siswa saat

pembelajaran berlangsung. skor tertinggi pada lembar observasi 30 dan skor terendah 10.

Kriteria pembagian kategorisasi menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 25-30 : Baik

2) Skor 19-24 : Cukup

3) Skor 10-18 : Kurang

Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa

pada siklus II mengalami peningkatan yang lebih baik,siswa lebih aktif mengikuti kegiatan

bercerita setelah menggunakan media Boneka Tangan. Adapun hasil pengamatan keaktifan

dapat dilihat dalam tabel berikut ini :

Tabel 4.9 Hasil Observasi Tingkat Keaktifan Siswa Siklus II

No Nama Siswa Skor Kategori

1. M.K 25 Cukup

2. S.K 27 Cukup

3. K.M 25 Cukup

4. S.A 29 Baik

5. D.P 26 Cukup

Pengamatan juga dilakukan kepada kemampuan peneliti dalam menyampaikan

materi pembelajaran dan penggunaan media Boneka Tangan. Lembar observasi terdiri dari 10

aspek kemampuan yang dimiliki oleh peneliti dalam kegiatan pembelajaran. Skor tertinggi

pada lembar observasi 30 dan skor terendah 10. Kriteria pembagian kategorisasi

menggunakan batasan sebagai berikut:

1) Skor 25-30 : Baik

2) Skor 19-24 : Cukup

3) Skor 10-18 : Kurang

Berdasarkan dari kegiatan observasi yang dilakukan kemampuan peneliti dalam

menyampaikan dan mempergunakan media Boneka Tangan di siklus II memiliki skor 30

yang berarti mencapai skor maksimal dan masuk dalam kategori baik.

Dari data diatas menunjukkan bahwa tes siklus II seluruh siswa sudah mencapai nilai

ketuntasan maksimal yaitu >60.

Page 66: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Maka berdasarkan hasil tes dan observasi pada kegiatan pembelajaran di siklus II

dapat disimpulkan sebagai berikut :

1) Seluruh Siswa dapat mencapai nilai >60, melebihi di indikator yang telah

ditentukan.

2) Ada peningkatan nilai rata-rata tes pada siklus II dari 60 ke 86.

3) Keterampilan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita meningkat dari

kategori cukup menjadi baik.

4) Tingkat keaktifan siswa mengalami peningkatan juga dari kategori cukup

menjadi baik.

5) Tingkat kemampuan peneliti dalam menyampaikan materi mencapai skor

maksimal yaitu 30 dan masuk dalam kategori baik.

d. Refleksi

Secara keseluruhan kegiatan bercerita melalui media Boneka Tangan untuk

meningkatkan keterampilan bercerita berjalan dengan lancar dan baik. Siswa terlihat aktif dan

lebih tertarik proses kegiatan bercerita menggunakan media Boneka Tangan sehingga

keterampilan dalam menceritakan kembali isi cerita menjadi baik. Tingkat keaktifan siswa

mencapai kategori baik. Kemampuan peneliti dalam menyampaikan materi dan menggunakan

media Boneka Tangan dalam kategori baik. Nilai hasil tes pada siklus II juga meningkat dan

mencapai indikator ketuntasan yang telah ditentukan. Indikator penelitian yaitu 80 % dari

keseluruhan siswa mendapatkan nilai >60 sudah tercapai.

Berdasarkan refleksi tersebut, penggunaan media Boneka Tangan dapat

meningkatkan keterampilan bercerita siswa sesuai yang diharapkan dan berhasil. Hal ini

dapat dilihat dari ketercapaian indikator ketuntasan yang telah ditentukan dan pembelajaran

kegiatan bercerita pada siklus II dapat berjalan dengan baik.

C. Perbandingan Hasil Tindakan Antarsiklus

Berdasarkan deskripsi hasil tindakan tiap siklus, maka selanjutnya peneliti

membandingkan hasil tindakan antarsiklus dengan tujuan untuk menjelaskan peningkatan

yang dicapai dari satu siklus ke siklus berikutnya.

Dari hasil nilai tes yang diperoleh dalam siklus I dibandingkan dengan siklus II pada

keterampilan bercerita siswa VI SLB C Setya Darma Surakarta semester II tahun ajaran

2011/2012 disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.10 Peningkatan Nilai Keterampilan Bercerita Siklus I dibandingkan dengan

Siklus II

Page 67: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No. Nama Siswa Siklus I Siklus II Keterangan

1. M.K 50 90 < 60 =

2. S.K 60 80 Tidak tuntas

3. K.M 50 70 > 60 = Tuntas

4. S.A 80 100

5. D.P 60 90

Rata-rata 60,00 86,00

Nilai keterampilan bercerita siklus I dibandingkan dengan siklus II pada siswa kelas

VI SLB C Setya Darma Surakarta semester II tahun ajaran 2011/2012 dapat digambarkan

dalam grafik berikut :

Grafik 4.4 Nilai keterampilan bercerita Siklus I dibandingkan dengan Siklus II

Dari grafik tersebut (grafik 4.4) dapat dilihat bahwa nilai keterampilan siswa dalam

bercerita mengalami peningkatan dari siklus I ke Siklus II, sehingga nilai rata-rata seluruh

siswa juga mengalami peningkatan. Peningkatan nilai rata-rata keterampilan bercerita siswa

kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta dari siklus I dibandingkan dengan Siklus II dapat

digambarkan sebagai berikut :

50 60

50

80

60

90 80

70

100 90

0

20

40

60

80

100

120

M.K S.K K.M S.A D.P

Siklus I

Siklus II

Page 68: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Grafik 4.5 Nilai Rata-Rata Keterampilan Bercerita dari Siklus I dibandingkan

dengan Siklus II

Pengamatan yang dilakukan terhadap keterampilan bercerita siswa dilihat dari segi

kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita siklus I dibandingkan dengan siklus

II mengalami peningkatan dari kategori cukup menjadi baik. Hal tersebut dapat dilihat dari

skor siswa yang mengalami peningkatan , yang disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.11 Hasil observasi kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita

siklus I dibandingkan dengan siklus II

No. Nama Siswa Skor

Siklus I Siklus II

1. M.K 15 18

2. S.K 16 20

3. K.M 14 18

4. S.A 18 21

5. D.P 17 19

Observasi peneliti terhadap keaktifan siswa dari siklus I dibandingkan dengan siklus

II juga mengalami peningkatan dari kategori cukup menjadi baik. Dibuktikan dengan

meningkatnya skor keaktifan tiap siswa. Keaktifan siswa siklus I dibandingkan dengan siklus

II disajikan dalam tabel dibawah ini:

60

80

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Siklus I Siklus II

Series 3

Page 69: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.12 Hasil observasi keaktifan siswa siklus I dibandingkan dengan siklus II

No. Nama Siswa Skor

Siklus I Siklus II

1. M.K 19 25

2. S.K 23 27

3. K.M 20 25

4. S.A 26 29

5. D.P 21 26

Dari kegiatan observasi yang dilakukan terhadap kemampuan peneliti dalam

menyampaikan dan mempergunakan media Boneka Tangan siklus I dibandingkan dengan

siklus II mengalami perkembangan yaitu peningkatan dari skor 27 ke skor 30 yang berarti

peneliti mencapai skor maksimal dan masuk dalam kategori baik.

Berdasarkan perbandingan hasil tindakan antarsiklus diatas, dapat diketahui bahwa

keterampilan bercerita siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan, begitu pula

dalam kemampuan siswa menceritakan kembali isi cerita, keaktifan siswa dan kemampuan

peneliti juga mengalami peningkatan.

Page 70: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Pembahasan

Penelitian tindakan kelas dengan judul, “Peningkatan keterampilan bercerita

melalui media boneka tangan bagi siswa kelas VI SLB C Setya Darma Surakarta tahun

ajaran 2011/2012”, dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan selama dua

pertemuan dan setiap siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu perencanaan, pelaksanaan,

observasi dan refleksi. Sebelum melaksanakan siklus I dan siklus II, peneliti mengadakan

kegiatan observasi dan tes awal untuk memperoleh data sebagai perbandingan perkembangan

siklus I dan siklus II.

Berdasarkan observasi kondisi awal dilapangan, keterampilan bercerita siswa sangat

rendah, hal ini terbukti dengan kurang mampunya anak dalam menceritakan suatu peristiwa

yang dilihat atau dialami sehingga mempengaruhi kegiatan pembelajaran khususnya dalam

bercerita dan prestasi belajar yang dimiliki siswa rendah serta nilai yang dicapai berada

dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Keadaan tersebut juga dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang belum berjalan

secara optimal. Pada waktu kegiatan bercerita berlangsung guru melakukan pembelajaran

secara klasikal tanpa menggunakan media yang menunjang kegiatan bercerita. Dalam

menyampaikan materi guru cenderung menggunakan metode ceramah dan melakukan tanya

jawab hanya sehubungan dengan materi saja sehingga menyebabkan siswa kurang aktif, tidak

mampu memahami isi cerita ataupun menceritakan kembali isi cerita, dan kurang tertarik

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran khususnya dalam bercerita. Penggunaaan media

pembelajaran merupakan salah satu unsur terpenting dalam kegiatan pembelajaran, seperti

yang dikemukakan oleh Hamalik (dalam Arsyad, 2003: 15) bahwa “pemakaian media

pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat

baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar”. Selain itu Koesnandar

(2003) dalam penelitiannya mengenai media pembelajaran mengungkapkan bahwa “media

pembelajaran sangat bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran, media pembelajaran sangat

membantu guru dalam memberikan penjelasan kepada murid, menghemat kata-kata,

membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik, membangkitkan motivasi belajar,

serta informasi yang disampaikan menjadi konsisten”.

Penggunaan media pembelajaran sangat mempengaruhi kegiatan pembelajaran

terutama bagi anak tunagrahita. Melihat dari segi karakteristik anak tunagrahita yang

mengalami kesulitan dalam berfikir dan daya ingat yang rendah maka peneliti menggunakan

Page 71: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

media dalam kegiatan bercerita. Sama seperti yang diungkapkan oleh Hildayani, dkk

(2007:6) yang menyebutkan bahwa “anak tunagrahita memiliki kesadaran yang rendah

mengenai bagaimana cara mereka belajar dan berfikir”. Ditambahkan oleh Wantah (2007: 13)

mengungkapkan bahwa “anak yang termasuk dalam katergori tunagrahita adalah yang

memiliki intelegensi di bawah rata-rata dan memiliki ciri-ciri tertentu sehingga tidak dapat

memikirkan hal- hal yang abstrak, dan berbelit-belit”. Bertolak dari pengertian tersebut yang

berkaitan dengan karakteristik anak tunagrahita, penggunaan media pembelajaran sangat

penting digunakan dalam pembelajaran bagi siswa tersebut.

Melalui media pembelajaran bagi siswa tunagrahita dalam penelitian ini, membuat

proses pembelajaran lebih menarik sehingga anak tunagrahita akan lebih mudah memahami

dan memudahkan mereka untuk berfikir serta fokus terhadap materi yang disampaikan oleh

guru. Dengan menghadirkan media dapat meningkatkan keaktifan siswa ketika kegiatan

bercerita berlangsung, terbukti melalui penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam

penggunaan media Boneka Tangan dalam kegiatan bercerita anak tunagrahita.

Dalam penelitian ini media Boneka Tangan merupakan salah satu teknik untuk

melatih keterampilan bercerita sekaligus berbicara anak tunagrahita. Tarigan (1986: 116)

menegaskan bahwa “bercerita atau menceritakan sesuatu jelas menuntut keterampilan

berbicara”. Bercerita merupakan sebuah seni berbicara yang menceritakan sebuah kisah atau

pengalaman kepada pendengar dan biasanya dilakukan secara tatap muka. Melalui media

boneka tangan siswa diajak secara langsung bertatap muka dan diajarkan cara menyampaikan

sesuatu baik itu pengalaman, peristiwa, atau kejadian secara lesan kepada orang lain.

Penggunaan media Boneka Tangan merupakan salah satu alternative yang

digunakan peneliti dalam kegiatan bercerita. Peneliti menggunakan media Boneka karena

memiliki tingkat realitas kemiripan yang tinggi. Hal tersebut sejalan dengan pendapat

McLoyd (Ismail, 2006:198) yang menyatakan bahwa: “Boneka termasuk mainan yang

memiliki tingkat kemiripan sangat tinggi dengan realitas, sehingga oleh anak seringkali

boneka digunakan untuk bermain pura-pura dan menirukan hal-hal yang mereka rekam dalam

pengamatan dan pengalaman kehidupan sehari-hari”. Penggunaan boneka tangan untuk

kegiatan bercerita cocok digunakan karena akan mirip dengan tokoh di dalam cerita.

Disamping hal tersebut Boneka tangan juga dapat meningkatkan kreativitas anak, seperti

yang dikemukakan oleh Ismail (2007: 134) bahwa “untuk melatih fantasi kreativitas dapat

berupa boneka tangan”. Dalam penelitian ini siswa terlihat sangat tertarik dan antusias

menggunakan Boneka Tangan saat kegiatan bercerita berlangsung, siswa memperhatikan

Page 72: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

guru saat bercerita dan setelah itu siswa lebih berani maju untuk menceritakan kembali isi

cerita dihadapan siswa lain dengan Boneka Tangan.

Dalam memaparkan atau menyajikan cerita dengan Boneka Tangan memerlukan

teknik tersendiri. Seperti yang dikemukakan oleh Itadz (2008: 129-130) yaitu “Kedua tangan

harus lentur memainkan boneka, adakalanya melakukan gerakan secara bersama-sama

(karena sedang angkat bicara). Tetapi juga ada saatnya diam (karena menunggu giliran

bicara)”. Untuk meningkatkan kualitas cerita dan performansi cerita, guru dapat menyiapkan

panggung boneka. Panggung boneka dapat dibuat permanen dari kayu, dapat pula

memanfaatkan sarana yang ada. Melalui teknik penggunaan boneka tangan dalam pemaparan

cerita yang sesuai, akan lebih memudahkan anak tunagrahita khususnya dalam mengerti dan

memahami isi cerita serta mampu menciptakan kondisi belajar yang menyenangkan.

Dalam pelaksanaan bercerita menggunakan media Boneka Tangan, peneliti

menyelipkan beberapa pernyataan non-cerita sebagai pengisi cerita, sekaligus strategi

perlibatan anak. Misalnya adalah memberikan pertanyaan kepada anak di luar cerita yang

disampaikan, denagn menjawab pertanyaan tesebut maka siswa telah terlibat dalam cerita

yang disampaikan guru. Hal tersebut membuat siswa lebih aktif keterlibatannya dalam

kegiatan bercerita sehingga peneliti memberikan reward bagi siswa yang aktif. Lewat

pemberian reward dalam penelitian ini terbukti bahwa keaktifan siswa meningkat pada saat

kegiatan bercerita berlangsung, sehingga keterampilan siswa dalam bercerita meningkat dan

siswa lebih baik dalam menceritakan kembali isi cerita, hal tersebut didapat dari observasi

dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap siswa dan diperkuat dari hasil belajar

siswa yang setelah peneliti menggunakan media Boneka Tangan nilai siswa mencapai nilai

>60 yang menunjukkan siswa telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Deskripsi siklus I pada kegiatan bercerita, keterampilan bercerita siswa mengalami

peningkatan dengan ditandai adanya peningkatan nilai dan keaktifan siswa. Peneliti

menggunakan media Boneka Tangan untuk memacu keaktifan siswa agar siswa lebih tertarik

dalam mengikuti kegiatan bercerita. Pada proses kegiatan bercerita peneliti menggunakan

media Boneka Tangan yang dibuat sendiri dengan bahan-bahan yang aman disertai warna

yang menarik. Penjelasan isi cerita yang diberikan oleh peneliti lebih mendapatkan perhatian

dari siswa. Interaksi antar siswa dan peneliti juga mengalami perkembangan dengan baik.

Kemampuan siswa dalam menceritakan kembali isi cerita juga mengalami peningkatan begitu

pula dengan tingkat keaktifan siswa dari kategori kurang setelah mendapat tindakan pada

siklus I meningkat menjadi cukup. Meskipun belum semua anak tuntas pada siklus I namun

Page 73: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sudah ada 3 anak yang tuntas dan ada kenaikan nilai rata-rata kelas. Jika dilihat dari indikator

ketuntasan perolehan nilainya belum terpenuhi karena hanya mencapai 60 % dari 80 % yang

diharapkan.

Berdasarkan data yang diperoleh di siklus I, peneliti mencoba melaksanakan

perbaikan dari kekurangan yang terdapat di siklus I. Peneliti melakukan perbaikan dalam

mengoptimalkan media pembelajaran siklus II yang dapat meningkatkan kemampuan siswa

dalam menceritakan kembali isi cerita dan lebih memacu keaktifan siswa dalam kegiatan

bercerita dengan memodifikasi warna boneka tangan yang lebih menarik serta menambahkan

panggung boneka yang berfungsi sebagai background, dan peneliti diharapkan lebih mampu

dalam mengkondisikan siswa dan mengarahkan siswa untuk berinteraksi.

Pemantapan dan pelaksanaan perbaikan dari kelemahan yang terjadi pada siklus I

dilaksanakan dalam siklus II. Pada deskripsi siklus II menunjukkan peningkatan keterampilan

bercerita siswa yang terbukti dari peningkatan nilai tes pada siklus I dan Siklus II. Hal

tersebut juga sebanding dengan peningkatan kemampuan siswa dalam menceritakan kembali

isi cerita, serta peningkatan keaktifan siswa disiklus II dalam kegiatan bercerita. Pada siklus

II skoring kemampuan dalam menceritakan kembali isi cerita, serta keaktifan siswa

mengalami peningkatan dari kategori cukup menjadi baik. Sedangkan jika dilihat dari

indikator yang telah ditetapkan, sudah mencapai indikator yang diharapkan yaitu siswa

mencapai nilai > 60, dan sudah melampaui indikator yang diharapkan 80% mencapai

ketuntasan 100%.

Peningkatan keterampilan bercerita bagi siswa kelas VI SLB C Setya Darma

Surakarta tahun ajaran 2011/2012 terjadi pada siklus I dan siklus II setelah pada kegiatan

bercerita peneliti menggunakan media boneka tangan.

Melalui keberhasilan ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan

keterampilan bercerita melalui media boneka tangan bagi siswa kelas VI SLB C Setya

Darma Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

Page 74: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan data penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada

peningkatan keterampilan bercerita melalui media boneka tangan bagi siswa kelas VI SLB C

Setya Darma Surakarta tahun ajaran 2011/2012.

Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya ketercapaian indikator yang telah

ditetapkan yaitu siswa mencapai nilai >60 atau 80 % dari keseluruhan siswa mencapai KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal). Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan , dibuktikan

dengan seluruh siswa mencapai skor diatas 25 sehingga masuk kategori baik.

B. Implikasi

Penelitian ini memberikan gambaran bahwa keberhasilan proses dan hasil

pembelajaran ditunjang oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari siswa dan

guru. Faktor yang berasal dari siswa adalah respon siswa dalam menanggapi materi

pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Sementara faktor yang berasal dari guru adalah

kemampuan guru dalam penggunaan media dan strategi pembelajaran ketika memberikan

materi kepada siswa.

Faktor yang berasal dari siswa maupun guru saling mempengaruhi dan selayaknya

harus saling mendukung sehingga mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif.

Persiapan guru sebelum mengajar sangat berpengaruh terhadap kegiatan pembelajaran. Media

pembelajaran merupakan salah satu hal terpenting yang harus dipersiapkan guru dalam

kegiatan pembelajaran.

Berkaitan dengan pemilihan media yang sesuai dengan materi pembelajaran, upaya

yang dilakukan dengan penggunaan media Boneka Tangan membuktikan terjadinya

peningkatan keterampilan bercerita. Penggunaan media Boneka Tangan merupakan salah satu

upaya untuk menghadirkan kreasi baru dalam kegiatan pembelajaran khususnya kegiatan

bercerita. Sehingga media ini dapat dijadikan pertimbangan bagi guru yang ingin

menyampaikan materi dalam kegiatan bercerita. Media ini juga dapat dipergunakan oleh guru

sebagai suatu cara alternatife dalam meningkatkan motivasi siswa untuk belajar karena media

ini menarik siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran dan lebih mempermudah siswa

Page 75: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam memahami materi pembelajaran. Oleh karena itu, penggunaan media Boneka Tangan

perlu diterapkan pada kegiatan bercerita.

C. Saran

Dari hasil simpulan yang telah disampaikan, saran yang bisa diberikan oleh peneliti

adalah sebagai berikut :

1. Saran bagi siswa kelas VI SLB C Setya Darma

a. Siswa lebih mengoptimalkan penggunaan media Boneka Tangan dalam

meningkatkan keterampilan bercerita.

b. Siswa lebih meningkatkan motivasi dalam bercerita melalui media Boneka Tangan

2. Saran bagi guru kelas VI SLB C Setya Darma

a. Guru menggunakan media Boneka Tangan dalam kegiatan bercerita untuk

meningkatkan keterampilan bercerita siswa.

b. Guru menerapkan strategi pembelajaran baru yang lebih menarik dan bervariasi

melalui media Boneka Tangan

3. Saran bagi peneliti

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai pengetahuan dasar bagi peneliti-

peneliti lanjutan tentang keterampilan bercerita melalui media Boneka Tangan bagi

anak tunagrahita.

b. Peneliti lain dapat mengkaji hasil penelitian ini sebagai sumbangan ilmu

pengetahuan pada bidang ilmu pendidikan luar biasa.

Page 76: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Bandung: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan

Arsjad, M.G. (1988). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga

Arsyad, A. (2005). Media Pembelajaran. Jakarta: Raya Grafindo Persada

Budiarto, T. (2008). Pendidikan Keterampilan. Surakarta: UNS Press

Efendi, M. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

Gabriel. (2000). Knowledge Sharing- The Value of Story Telling. http://www.usq.edu.au

diakses pada 14 Februari 2012

Haque, S. (2008). Keep Smiling. Bandung: PT. Karya Kita

Hildayani,R.dkk. (2007). Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta: Erlangga

Hurlock, E.B. (2005). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Indriana, D.dkk. (2011). Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: DIVA Press

Iskandarwasid dan Sunendar, D. (2008). Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Ismail, A. (2006). Education Games Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan Edukatif.

Yogyakakarta: Pilar Media

Itadz. (2008). Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita Untuk Anak Usia Dini.

Yogyakarta: Tiara Wacana

Klare, M. W. (2006). “Educational Services for Student With Mental Retardation in Kenya”.

International Journal of Special Education Vol.21 No.2

Koesnandar, A. (2003). Guru dan Media Pembelajaran. Jurnal TeknoDik. Tahun ke-7,

No.13:75-81

Maghfiroh, N. (http://wartawarga.gunadarma.ac.id) diakses pada tanggal 14 Februari

2012

Mardapi, D. (2008). Teknik Penyusunan Instrumen Tes Dan Nontes. Jogjakarta: Mitra

Cendikia.

Musfiroh, T. (2008). Memilih, Menyusun dan Menyajikan Cerita Untuk Anak. Yogyakarta:

Tri Wacana

Papalia, D.E, Sally, & Ruth. (2008). Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta

: Kencana

Rochyadi, E & Alimin, Z. (2005). Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi

Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Page 77: SKRIPSI... · Kelas merupakan suatu pencermatan kegiatan pembelajaran ... Langkah-langkah ... Tabel 4.2 Hasil Observasi Kemampuan Menceritakan Kembali Isi Cerita

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Slameto. (2001). Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Somantri, T.S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: PT. Rafika Aditama

Sri Anitah. (2008). Media Pembelajaran. Surakarta: UNS Press

Sudjana, N & Rivai, A. (2006). Media Pengajaran. Jakarata: Sinar Baru Algensindo.

Sukmadinata, N.S. (2009). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Jakarta : PT. Remaja

Rosdakarya

Sulistyo,E.T.dkk. (2011). Media Pendidikan dan Pembelajaran di Kelas. Surakarta: UNS

Press

Suwandi,S. (2008). Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta:

Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13

Tarigan, H.G. (1993). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa

Uddin, A.R & Zuhdi, D. (1999). Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Wantah, M.J. (2007). Pengembangan Kemandirian Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional