skripsi hubungan kadar hba1c dengan infeksi …

60
SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA 1 C DENGAN INFEKSI TUBERKULOSIS (GAMBARAN BTA SPUTUM) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN TB PARU Oleh: NATASIA CINDI LESTARI 130100305 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

SKRIPSI

HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI TUBERKULOSIS

(GAMBARAN BTA SPUTUM) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DENGAN TB PARU

Oleh:

NATASIA CINDI LESTARI

130100305

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 2: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

SKRIPSI

HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI TUBERKULOSIS

(GAMBARAN BTA SPUTUM) PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

DENGAN TB PARU

“ Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan

Sarjana Kedokteran ”

Oleh:

NATASIA CINDI LESTARI

NIM: 130100305

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

Page 3: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …
Page 4: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

ii

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemia pada penderitanya. Hiperglikemia

kronik pada penderita DM menyebabkan terjadinya kerusakan jangka panjang

yang dapat menimbulkan gangguan fungsi berbagai organ tubuh. Selain itu, DM

juga diketahui dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi pada tubuh,

salah satunya adalah TB paru.

Tujuan: Untuk mengetahui adanya hubungan kadar HbA1C dengan infeksi

Tuberkulosis (gambaran BTA sputum) pada penderita DM dengan TB paru.

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian

cross sectional. Sampel yang digunakan adalah 20 orang pasien DM dengan TB

paru di RSUP H. Adam Malik-Medan periode Juli 2015-Juni 2016, di mana data

pasien diperoleh melalui pencatatan rekam medis.

Hasil: Pada penelitian ini, didapat pasien DM dengan TB paru terbanyak adalah

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%). Pasien dengan kadar HbA1C

baik (<7%) berjumlah 2 orang (10%), sedangkan pasien dengan kadar HbA1C

buruk (≥7%) berjumlah 18 orang (90%). Pasien dengan gambaran BTA sputum

positif berjumlah 14 orang (70%), sedangkan pasien dengan gambaran BTA

sputum negatif berjumlah 6 orang (30%). Tidak terdapat hubungan antara kadar

HbA1C dengan gambaran BTA sputum (p=0,079).

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kadar HbA1C dengan infeksi

Tuberkulosis (gambaran BTA sputum) pada penderita DM dengan TB paru.

Kata kunci : diabetes melitus, TB paru, HbA1C, gambaran BTA sputum

Page 5: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

iii

ABSTRACT

Background: Diabetes mellitus (DM) is a group of metabolic diseases

characterized by hyperglycemia. The chronic hyperglycemia of diabetes is

associated with long-term damage that can lead dysfunction and failure of

different organs. In addition, DM is also increases the risk of infections, one of

them is pulmonary TB.

Objective: To find out the correlation between HbA1C and infection of

Tuberculosis ( the overview of sputum smear) in the patients of DM with

pulmonary TB.

Methods: The design of this study is analytical study with cross sectional

approach. The sample used in this study were 20 patients of DM with pulmonary

TB in RSUP H. Adam Malik-Medan between July 2015 to June 2016 , data were

taken from patient’s medical record.

Results: In this study we found that the majority of the patients DM with

pulmonary TB were male, 15(75%). Patients with ideal HbA1C were 2(10%), then

patients with bad HbA1C were 18(90%). Patients with smear-positive TB were

14(70%), then patients with smear-negative TB were 6(30%). We found that no

correlation between HbA1C and the overview of sputum smear (p=0,079).

Conclusions: There is no correlation between HbA1C and infection of

Tuberculosis (the overview of sputum smear) in the patients of DM with

pulmonary TB.

Keywords: diabetes mellitus, pulmonary TB, HbA1C, sputum smear

Page 6: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu

area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan

hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan

pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam

menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) , selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penelitian ini, dr. Nindia Sugih Arto, M. Ked

(Clin-Path), Sp. PK dan Dr. med. dr. Yahwardiah Siregar, yang dengan sepenuh

hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan

penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga

selesainya laporan hasil penelitian ini.

3. Kepada Dr. dr. Devira Zahara, M.Ked (ORL-HNS) Sp.THT-KL(K) dan dr. Khairina,

Sp.KK selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang

membangun untuk penelitian ini.

4. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Saiman Saragih, S.E. dan Ibunda

Ronselina Damanik, abang penulis, Rio Yan Asrido Saragih, S.H. yang senantiasa

mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil

penelitian ini.

5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat-sahabat

yang luar biasa, khususnya Astrid Gita Sitepu, Tiurma Rosdiana Simanjuntak,

Bella Kesita Sihotang, Rizka Annisa Harahap, Fanny Fadhillah, Maya Novian Dini

Sitompul, dan Nandini atas dukungan dan motivasi yang sangat membantu.

Page 7: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

v

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru

telah memotivasi penulis untuk melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang

berjudul ” Hubungan Kadar HbA1C dengan Infeksi Tuberkulosis (Gambaran BTA

Sputum) pada Penderita Diabetes Melitus dengan TB Paru ” ini. Semoga

penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum

sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan

segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, Desember 2016

Penulis

Page 8: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN.. ......................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

ABSTRACT……………………. ................................................................... iii

KATA PENGANTAR…. ............................................................................... iv

DAFTAR ISI.. ................................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ x

DAFTAR LAMPIRAN.. ................................................................................ xi

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 3

1.3.1. Tujuan Umum…. .............................................................. 3

1.3.2. Tujuan Khusus................................................................... 3

1.4. Manfaat Penelitian......................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4

2.1. Diabetes Melitus ............................................................................ 4

2.1.1. Definisi .............................................................................. 4

2.1.2. Klasifikasi .......................................................................... 4

2.1.3. Faktor Risiko ..................................................................... 5

2.1.4. Patofisiologi ....................................................................... 6

2.1.5. Manifestasi Klinis .............................................................. 8

2.1.6. Diagnosis ........................................................................... 8

2.1.7. Tatalaksana ........................................................................ 10

2.1.8. Komplikasi ........................................................................ 12

2.2. TB Paru ......................................................................................... 13

2.2.1. Definisi .............................................................................. 13

2.2.2. Etiologi .............................................................................. 13

2.2.3. Patogenesis ........................................................................ 14

2.2.4. Manifestasi Klinis .............................................................. 15

2.2.5. Diagnosa ............................................................................ 17

2.2.6. Tatalaksana ........................................................................ 17

2.3. HbA1C ........................................................................................... 19

2.3.1. Metode Pemeriksaan HbA1C ............................................. 20

2.4. Pemeriksaan Bakteriologi pada Sputum ....................................... 20

2.4.1. Pengambilan dan Pengiriman Sediaan .............................. 21

2.4.2. Pemeriksaan Sediaan ......................................................... 22

Page 9: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

vii

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS,

VARIABEL, DAN DEFINISI OPERASIONAL ......................................... 24

3.1. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian ........................ 24

3.2. Hipotesis ........................................................................................ 25

3.3. Variabel dan Definisi Operasional ................................................ 25

3.3.1. Variabel ............................................................................. 25

3.3.2. Definisi Operasional .......................................................... 25

BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................. 27

4.1. Rancangan Penelitian .................................................................... 27

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................... 27

4.2.1. Lokasi Penelitian ................................................................. 27

4.2.2. Waktu Penelitian ................................................................. 27

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 27

4.3.1. Populasi ............................................................................... 27

4.3.2. Sampel ................................................................................. 27

4.3.3. Besar Sampel ....................................................................... 28

4.4. Metode Pengumpulan Data ........................................................... 28

4.5. Metode Analisis Data .................................................................... 28

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 30

5.1 Hasil Penelitian ............................................................................. 30

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian.. ...............................................

............................................................................................. 30

5.1.2 Karakteristik Sampel.. .........................................................

............................................................................................. 30

5.1.3 Distribusi Sampel.. ...............................................................

............................................................................................. 30

5.1.3.1 Distribusi Pasien DM dengan TB Paru.. ..................

.................................................................................. 30

5.1.4 Analisa Data Hasil Penelitian.. ............................................ 33

5.2 Pembahasan .................................................................................... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 38

6.1. Kesimpulan.................................................................................... 38

6.2. Saran .............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 39

LAMPIRAN

Page 10: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul

Halaman

2.1. Kriteria Diagnosa DM………………………………………….. 9

2.2. Kadar HbA1C dengan Status DM……………………………... 9

5.1. Distribusi Frekuensi…………………………………………….. …. 30

5.2. Tabulasi Silang Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan Kadar 31

HbA1C dan Jenis Kelamin………………………………………

5.3. Tabulasi Silang Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan 32

Gambaran BTA Sputum dan Jenis Kelamin…………………….

5.4. Hubungan Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan Kadar 32

HbA1C dan Gambaran BTA Sputum…………………………..

Page 11: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 24

Page 12: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

x

DAFTAR SINGKATAN

ADA : American Diabetes Association

DM : Diabetes Melitus

DPP-4 : Dipeptidyl peptidase-4

ELISA : Enzym Linked Immunosorbent Assay

GIP : Glucose dependent insulinotropic polypeptide

GLP-1 : Glucagon-like peptide-1

HbA1C : Hemoglobin A1C

ICT : Immunochromatograpic Tuberculosis

IgG : Immunoglobulin G

INH : Isonicotinylhydrazide

IUATLD : International Union Against Tuberculosis and Lung Disease

MDR : Multiple Drug Resistance

MOTT : Mycobacterium other than tuberculosis

PAP : Peroksidase Anti Peroksidase

PCR : Polymerase Chain Reaction

PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

TB Paru : Tuberkulosis Paru

WHO : World Health Organization

Page 13: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

xi

LAMPIRAN

Lampiran Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Induk Penelitian

Lampiran 3 Hasil Output Data Penelitian

Lampiran 4 Surat Persetujuan Komisi Etik

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

Page 14: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya.1

Dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi

DM, terutama DM tipe 2. Hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup,

meningkatnya obesitas, dan berkurangnya aktivitas yang umumnya terjadi pada

negara-negara yang mulai berkembang.2

Sejauh ini sekitar 350 juta orang di seluruh dunia menderita DM dan lebih

dari 80% kematian karena DM telah terjadi di negara yang berpendapatan rendah dan

menengah.3 Angka penderita DM ini akan terus-menerus mengalami peningkatan.

Pada tahun 2025 diperkirakan bahwa jumlah pasien DM di dunia akan mengalami

peningkatan menjadi 380 juta jiwa.4

Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003,

diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta

jiwa, di mana berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun

2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun. Angka ini

sangat berpengaruh terhadap prevalensi DM di Indonesia, di mana berdasarkan

laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007 oleh Departemen

Kesehatan menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di

atas 15 tahun sebesar 5,7%.5

DM merupakan salah satu penyakit yang dapat menjadi faktor risiko untuk

terjadi penyakit-penyakit lainnya. Hiperglikemia kronik pada DM menyebabkan

terjadinya kerusakan jangka panjang yang dapat menimbulkan gangguan fungsi

berbagai organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.6

Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, DM diketahui dapat meningkatkan risiko

Page 15: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

2

terjadinya infeksi pada tubuh, terutama pada saluran pernapasan. Salah satu penyakit

infeksi yang risiko terjadinya meningkat sehubungan dengan DM adalah infeksi

tuberkulosis pada paru (TB paru).4,7,8

TB paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama dikenal

pada manusia. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat

dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan TB paru. Selain itu, bukti-bukti

lain yang menunjukkan bahwa TB paru sudah lama dikenal pada manusia di

antaranya adalah penemuan fosil tulang yang melukiskan adanya Pott’s disease atau

abses paru yang berasal dari tuberkulosis.9

Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi DM.

Penelitian Dobler di Australia (2012) dan penelitian Leung di Hongkong (2008)

menemukan bahwa penderita DM dengan kadar HbA1C yang lebih besar atau sama

dengan 7% lebih banyak menderita TB paru. Penelitian Alisjahbana di Indonesia

pada tahun 2001-2005, melaporkan 40% penderita TB paru memiliki riwayat DM.

Pada penderita DM, ditemukan 60 kasus TB paru di antara 454 penderita. Penelitian

itu juga menyatakan bahwa risiko penderita DM untuk mengalami TB paru sebesar

4,7 kali lipat.10

Hubungan antara DM dan TB paru ini sudah lama diketahui. Berdasarkan

hasil penelitian dikatakan bahwa penyebab infeksi tuberkulosis pada paru-paru

penderita DM adalah karena terjadinya gangguan fungsi imunitas tubuh yang

disebabkan oleh penyakit DM yang dideritanya.4

Hingga saat ini, hubungan antara DM dan TB paru masih sangat sering

menjadi topik pembahasan dalam dunia kedokteran. Hal ini dikarenakan oleh jumlah

penderita yang menderita DM disertai TB paru ini semakin lama semakin meningkat.

Selain itu juga karena manifestasi klinis pasien TB paru yang disertai DM lebih buruk

daripada yang tidak disertai DM. Selain itu, hal yang paling penting adalah karena

peningkatan angka kejadian Multiple Drug Resistance (MDR) pengobatan TB paru

pada pasien yang disertai DM lebih tinggi daripada pasien yang tidak disertai DM,

dengan angka risiko relatifnya berkisar 37,9 kali.11

Oleh karena itu, penulis tertarik

Page 16: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

3

melakukan penelitian untuk melihat adanya hubungan penyakit DM dengan infeksi

tuberkulosis dilihat dari hubungan kadar HbA1C dengan gambaran BTA pada sputum

penderita DM dengan TB paru.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut:

Apakah terdapat hubungan antara kadar HbA1C dengan infeksi Tuberkulosis

(gambaran BTA sputum) pada penderita DM dengan TB paru?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan

kadar HbA1C dengan infeksi Tuberkulosis (gambaran BTA sputum) pada penderita

DM dengan TB paru.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui karakteristik subjek penelitian.

2. Mengetahui kadar HbA1C pada penderita DM dengan TB paru.

3. Mengetahui gambaran BTA pada sputum penderita DM dengan TB paru.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, diantaranya :

1. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

2. Sebagai sarana belajar dalam bidang penelitian bagi peneliti.

3. Sebagai sumber informasi tentang hubungan penyakit DM dengan TB

paru.

Page 17: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

2.1.1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan

keadaan hiperglikemia pada penderitanya.2,5

Selama ini diketahui bahwa penyebab

dari hiperglikemia pada DM adalah karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

atau kedua-duanya.2,4,6,10

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah

membuat kesimpulan bahwa DM adalah sekumpulan masalah yang oleh karena

beberapa faktor menyebabkan gangguan secara anatomik dan kimiawi. Adapun

gangguan tersebut ditandai dengan adanya kelainan pada sekresi serta kerja insulin.

Kesimpulan WHO ini setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran tentang DM,

walaupun sebenarnya DM tidak dapat digambarkan hanya dengan sebuah kesimpulan

singkat begitu saja.1

2.1.2. Klasifikasi

Menurut American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2009, diabetes

diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, umumnya mengarah ke

defisiensi insulin absolut)

a. Melalui proses imunologik

b. Idiopatik

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan reistensi

insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan

gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin)

Page 18: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

5

3. Diabetes Melitus Tipe Lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

b. Defek genetik kerja insulin: resistensi insulin tipe A,

leprechaunism, sindrom Rabson Mendenhall diabetes lipoatropfik,

lainnya

c. Penyakit Eksokrin Pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi,

neoplasma, fibrosis kistik hemokromatosis, pankreatopati fibro

kalkulus, lainnya

d. Endokrinopati: akromegali, sindrom cushing, feokromositoma,

hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya

e. Karena obat/zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat,

glukokortikoid, hormon tiroid, diazoksid, aldosteronoma, lainnya

f. Infeksi: rubella congenital, cytomegalovirus, lainnya

g. Imunologi(jarang): sindrom “Stiffman”, antibodi anti reseptor

insulin, lainnya

h. Sindroma genetik lain: sindrom Down, sindrom Klinefelter,

sindrom Turner, sindrom Wolfram’s ataksia Friedreich’s, chorea

Huntington, sindrom Laurence Moon Biedl distrofi miotonik,

porfiria, sindrom Prader Willi, lainnya

4. Diabetes Kehamilan1,5,6

2.1.3. Faktor Risiko

Penyebab terjadinya resistensi insulin pada pasien DM sebenarnya belum

memiliki kejelasan hingga kini. Tetapi ada faktor-faktor yang berperan dalam

meningkatkan risiko terjadinya DM, diantarnya adalah :12

1. Kelainan genetik

Diketahui bahwa penyakit DM dapat diturunkan melalui garis keturunan,

seperti dari orang tua ke anaknya. Hal ini dikarenakan oleh informasi

DNA yang diturunkan terkait hal produksi hormon insulin.

Page 19: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

6

2. Usia

Penyakit DM merupakan suatu penyakit degeneratif, di mana terjadi

peningkatan risiko terjadinya seiring dengan pertambahan usia. Hal ini

dikarenakan oleh penurunan fungsi fisiologis tubuh yang terjadi termasuk

penurunan sekresi insulin oleh pankreas.

3. Stress

Stress yang terjadi baik stress fisik maupun psikologis dapat memengaruhi

kerja fungsi fisiologis tubuh, termasuk memengaruhi kerja pankreas dalam

memproduksi insulin.

4. Malnutrisi

Malnutrisi dapat merusak pankreas karena nutrisi pankreas yang tidak

terpenuhi.

5. Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan terjadinya gangguan kerja maupun resistensi

insulin. Selain itu obesitas juga mengakibatkan sel-sel beta pankreas

mengalami hipertropi. Hipertropi pada sel- sel beta pankreas ini terjadi

karena peningkatan beban metabolisme glukosa untuk mencukupi

kebutuhan energi sel yang terlalu banyak.

6. Infeksi

Penurunan fungsi pankreas dapat terjadi karena kerusakan pankreas itu

sendiri. Kerusakan pada pankreas salah satunya dapat disebabkan oleh

terjadinya infeksi.

2.1.4. Patofisiologi

Pada DM tipe 1 yang terjadi adalah kadar sirkulasi insulin sangat rendah atau

bahkan tidak ada, kadar glukagon plasma tinggi, dan ketidakmampuan sel beta

pankreas dalam memberi respon terhadap semua stimuli untuk mensekresikan

insulin.6

Para penderita DM tipe 1 ini perlu diberikan insulin eksogen untuk

menanggulangi semua permasalahan sehubungan meningkatnya kadar glukosa darah

Page 20: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

7

mereka. Sehingga metabolisme lipid dan protein dalam tubuh penderita dapat

dikembalikan kefungsi normal.13

Sebuah teori menyatakan bahwa DM tipe 1 merupakan kerusakan pada sel

beta pankreas yang disebabkan oleh suatu agen infeksi maupun agen lingkungan.

Faktor-faktor ini dapat memicu respon autoimun untuk menyerang sel beta pankreas

itu sendiri karena dianggap menyerupai protein viral. Sampai saat ini prinsip

autoimun ini merupakan faktor major untuk patofisiologi DM tipe 1.6 Prevalensi DM

tipe 1 meningkat pada pasien yang mempunyai penyakit autoimun, misalnya Graves

disease, Hashimoto thyroiditis, dan Addison disease. Agen lingkungan yang

dihipotesakan akan menyebabkan kerusakan pada fungsi sel beta termasuk virus,

misalnya mumps, rubella, Coxsackie B4, zat-zat toksik, pemberian susu sapi yang

dini dan sitotoksin.13

Pada DM tipe 2 yang terjadi adalah hiperglikemia karena defisiensi insulin.

Berkurangnya kadar insulin biasanya terjadi karena otot, sel lemak, dan hati yang

resisten terhadap fungsi insulin serta respon sel beta pankreas yang tidak adekuat.6

Selain itu, resistensi insulin juga terjadi karena kadar free fatty acid plasma yang

meningkat sehingga terjadi penurunan transportasi glukosa ke dalam otot,

peningkatan produksi glukosa dari hepar dan peningkatan proses lisis lemak.5,6,13

Kebanyakan pada penderita resistensi insulin juga mengalami defisiensi

insulin. Tetapi resistensi insulin bukan merupakan sine qua non untuk DM tipe 2

karena banyak orang yang mengalami resistensi insulin, seperti pada orang obesitas,

tidak berlanjut menjadi intoleransi glukosa. Oleh karena itu, defisiensi insulin adalah

hal paling penting dalam kasus hiperglikemia.13

Sedangkan pada kasus DM saat kehamilan yang terjadi adalah peningkatan

hormon tubuh, seperti estrogen, progestin, dll, yang mengakibatkan penurunan kadar

glukosa, meningkatnya deposisi lemak, pengosongan lambung yang lambat, dan

bertambahnya selera makan.6 DM saat kehamilan ini terjadi karena insufisiensi

sekresi insulin untuk mengatasi penurunan sensitivitas insulin yang disebabkan oleh

kehamilan.13

Page 21: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

8

2.1.5. Manifestasi Klinis

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2015 membagi gejala-

gejala DM menjadi dua, yaitu gejala khas dan gejala tidak khas.5

Adapun gejala klasik pada penderita DM adalah:1,2,5,6

1. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin)

2. Polidipsia (peningkatan rasa haus)

3. Polifagia (peningkatan rasa lapar)

4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

Sedangkan gejala lain pada penderita DM adalah:1,2,5,6

1. Lemah badan

2. Kesemutan

3. Gatal

4. Mata kabur

5. Disfungsi ereksi pada pria

6. Pruritus vulva pada wanita

2.1.6. Diagnosis

Diagnosis penyakit DM pada umumnya dilakukan dengan pemeriksaan gejala

klinis yang muncul dan pemeriksaan kadar glukosa darah penderita.1,2

Pemeriksaan

kadar glukosa yang biasa dilakukan di laboratorium adalah pemeriksaan secara

enzimatik dengan bahan darah berasal dari plasma vena.1

Page 22: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

9

Berikut adalah tabel kriteria diagnosis DM berdasarkan hasil pemeriksaan

kadar glukosa dalam darah.5,6

Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada

asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral

(TTGO) dengan beban 75 gram.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan gejala klasik.

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosa DM

Sumber: American Diabetes Assocation tahun 2013

Selain pemeriksaan gejala klinis yang muncul dan pemeriksaan kadar glukosa

darah, diagnosa DM juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar HbA1C.

Pemeriksaan kadar HbA1C ini sering dilakukan untuk melihat status pengendalian

DM pada pasien terkontrol atau tidak terkontrol.6 Selain itu, pemeriksaan kadar

HbA1C lebih dapat menggambarkan hubungan antara penyakit DM dengan

komplikasi yang ditimbulkan. Berikut adalah tabel kriteria diagnosa DM berdasarkan

kadar HbA1C:3,6

Tabel 2.2. Kadar HbA1C dengan Status DM

Sumber: J Respir Indo Vol.35 No.1 Januari 2015

Kadar HbA1C Status DM

HbA1C <7,0% DM terkontrol

HbA1C ≥7,0% DM tidak terkontrol

Page 23: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

10

2.1.7. Tatalaksana

Terapi secara farmakologi dilakukan dengan pemberian obat-obatan kepada

penderita DM. Obat-obatan yang diberikan tersebut memiliki mekanisme kerja yang

berbeda-beda. Walaupun demikian, tujuan dari pemberian obat-obatan tersebut

adalah sama yaitu untuk mengendalikan kadar glukosa pada penderita DM. Adapun

obat-obatan yang diberikan pada terapi farmakologi adalah sebagai berikut:1,5

1. Golongan Insulin Sensitizing

Biguanid

Saat ini golongan Biguanid yang sering dipakai adalah metformin.

Metformin bekerja mengendalikan kadar glukosa darah dengan cara

memengaruhi kerja insulin pada tingkat selular, distal reseptor insulin,

dan menurunkan kadar glukosa hati. Selain itu metformin juga

meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan

kadar glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di

usus setelah asupan makan.

Glitazone

Obat golongan ini bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas kerja

insulin. Glitazon meningkatkan sensitivitas insulin dengan cara

mempengaruhi reseptor insulin yang ada pada jaringan adiposa, otot

skelet, dan hati.

2. Golongan Sekretagok Insulin

Sulfonilurea

Sulfonilurea bekerja mengendalikan kadar gula darah dengan cara

meningkatkan pelepasan insulin. Pada pasien DM yang masih mampu

mensekresikan insulin golongan obat ini sangat efektif karena

Sulfonilurea membantu melepaskan insulin-insulin yang tersimpan pada

sel beta pankreas. Sedangkan pada penderita DM tipe I obat ini tidak

Page 24: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

11

dapat dipakai karena sel beta pankreas pada pasien DM tipe I tidak

mensekresi insulin sama sekali.

Glinid

Golongan obat ini memiliki mekanisme kerja yang sama dengan

Sulfonilurea karena obat ini bekerja melalui reseptor Sulfonilurea. Yang

membedakannya dengan Sulfonilurea hanyalah masa kerja Glinid yang

lebih singkat.

3. Penghambat Alfa Glukosidase

Golongan obat ini bekerja mengendalikan kadar glukosa darah dengan

cara meningkatkan lama waktu pemecahan dan penyerapan karbohidrat

kompleks melalui dinding usus halus.

4. Golongan Incretin

Saluran cerna mensekresikan dua jenis hormone incretin yaitu glucose

dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan glucagon-like peptide-1

(GLP-1). Kedua hormon ini bekerja meningkatkan sekresi insulin sebagai

respon terhadap asupan makanan.

GLP-1 memiliki waktu paruh yang sangat singkat, yaitu kurang dari 1

menit. Hal ini terjadi karena adanya proses inaktivasi GLP-1 oleh enzim

DPP-4. Oleh Karena itu diperlukan obat yang dapat menghambat enzim

DPP-4. Hingga saat ini terdapat dua obat yang bekerja menghambat DPP-

4 yaitu sitagliptin dan vildagliptin.

Selain itu, untuk mengatasi pendeknya waktu paruh GLP-1 ada juga

obat yang bekerja sebagai GLP-1 mimetik dan analog. Obat ini juga

memiliki ketahanan terhadap proses inaktivasi oleh enzim DPP-4. Namun

hingga saat ini obat ini belum beredar di Indonesia.

Page 25: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

12

Terapi secara farmakologi tidak dapat terlepas dari terapi nonfarmakologi.

Keduanya harus berjalan secara beriringan. Adapun terapi nonfarmakologi adalah

dengan melakukan perubahan terhadap gaya hidup yaitu menjadi gaya hidup yang

sehat. Selain itu penderita diabetes juga diharapkan meningkatkan aktivitas fisik dan

mengatur asupan makanan setiap harinya.1

2.1.8. Komplikasi

Diabetes Melitus merupakan penyakit yang dapat berkembang menjadi

penyakit-penyakit lainnya. Komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua, yaitu:6,10,12

1. Komplikasi jangka pendek

a. Koma hipoglikemia

Koma hipoglikemia dapat terjadi karena penggunaan obat antidiabetik

dengan dosis yang berlebih dari dosis yang dianjurkan.

b. Ketoasidosis

Pada penderita DM terjadi pemecahan badan-badan keton berlebihan

sebagai kompensasi terhadap penyediaan energi bagi tubuh. Hal inilah

yang dapat menimbulkan terjadinya ketoasidosis.

c. Koma hiperosmolar nonketotik

Ekskresi urin berlebihan pada penderita DM menyebabkan terjadinya

penurunan jumlah cairan baik cairan intrasel maupun ekstrasel.

Keadaan inilah yang dapat menyebabkan terjadinya koma hiperosmolar

nonketotik.

2. Komplikasi jangka panjang

a. Terjadinya perubahan dan kerusakan pada pembuluh darah baik

pembukuh darah besar maupun pembuluh darah kecil (makroangiopati

dan mikroangiopati)

b. Terjadinya neuropati diabetik yang menyebabkan penurunan pada

fungsi saraf, baik pada fungsi sensorik maaupun fungsi motorik.

Page 26: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

13

c. Rentan terhadap terjadinya infeksi karena penurunan fungsi sistem

imun.

2.2. TB Paru

2.2.1. Definisi

TB paru merupakan infeksi bakteri kronik pada paru-paru yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis.10

Infeksi ini ditandai dengan adanya pembentukan

granuloma (sekumpulan makrofag termodifikasi yang menyerupai sel epitel, biasanya

dikelilingi oleh cincin limfosit) akibat terjadinya suatu proses peradangan. Selain itu,

infeksi pada TB paru juga ditandai dengan adanya reaksi hipersensitivitas yang

diperantarai oleh sel (cell-mediated hypersensitivity).14

2.2.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri tahan asam yang berbentuk

batang lurus atau sedikit melengkung.14

Bakteri ini tidak memiliki spora maupun

kapsul. Mycobacterium tuberculosis memiliki ukuran yang bervariasi. Lebarnya

berkisar diantara 0,3-0,6 µm, sedangkan panjangnya berkisar diantara 1-4 µm.14,15

Dinding sel bakteri Mycobacterium tuberculosis ini memiliki struktur yang

sangat kompleks. Dinding selnya tersusun dari lapisan lemak yang cukup tinggi, yaitu

sekitar 60%. Penyusun utama dinding sel bakteri ini adalah asam mikolat. Asam

mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60-C90) yang dihubungkan

dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh

jembatan fosfodiester. Selain asam mikolat, penyusun utama dinding bakteri ini

adalah lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut “cord

factor”, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Selain unsur-

unsur utama tersebut adda juga unsur lain yang merupakan penyusun dinding sel

bakteri Mycobacterium tuberculosis yaitu polisakarida seperti arabinogalaktan dan

arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks inilah yang menyebabkan

mengapa Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang tahan terhadap asam.

Page 27: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

14

Di mana apabila dilakukan upaya penghilangan zat warna dengan asam alkohol

setelah pewarnaan yang pertama kali akan mengalami kegagalan.15

Komponen antigen pada Mycobacterium tuberculosis ditemukan pada dinding

sel bakteri dan sitoplasma. Komponen tersebut adalah lipid, polisakarida, dan protein.

Identifikasi terhadap karakteristik antigen Mycobacterium tuberculosis dapat

dilakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal. Saat ini telah dikenal purified

antigens dengan berat molekul 14, 19, 38, dan 65 kDa (kiloDalton). Selain itu ada

juga yang menggolongkan antigen Mycobacterium tuberculosis dalam kelompok

yang disekresi dan yang tidak desekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya

dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000α , protein MTP 40, dan

lain-lain.15

2.2.3. Patogenesis

Penularan TB umumnya terjadi melalui droplet, yang dikeluarkan dengan cara

batuk, bersin, atau percikan ludah orang terinfeksi TB paru. Droplet ini dapat

bertahan di udara dalam waktu beberapa jam. Diameter droplet ini sangat kecil (<5-

10 µm) menyebabkan droplet tersebut dapat mencapai jalan napas terminal jika

terhirup. Di dalam jalan napas terminal, droplet ini dapat membentuk sarang

pneumonia, yang dikenal sebagai sarang primer atau afek primer.2

Masuknya kuman TB ke dalam paru-paru akan menimbulkan respon

peradangan akut nonspesifik. Kuman TB tersebut akan ditelan oleh makrofag dan

diangkut ke kelenjar limfe regional. Keberadaan kuman TB dalam kelenjar limfe

regional dapat menyebabkan terjadinya peradangan (limfangitis lokal) yang diikuti

dengan pembesaran kelenjar limfe (limfadenitis lokal). Afek primer bersama

limfangitis dan limfadenitis ini akan membentuk kompleks primer. Di mana

kompleks primer tersebut dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan

meninggalkan fibrotik atau kalsifikasi, atau pun menyebar secara perkontinuitatum,

bronkogen, limfogen, maupun hematogen. Rangkaian kejadian kejadian ini disebut

dengan infeksi tuberkulosis primer.2,14

Page 28: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

15

Selama 2 hingga 8 minggu setelah infeksi primer, kuman TB terus

berkembang biak di lingkungan intraselulernya. Hal ini akan memicu untuk

timbulnya hipersensitivitas pada penjamu yang terinfeksi. Limfosit akan memasuki

daerah yang terinfeksi. Di situ limfosit akan mengurai faktor kemotaktik, interleukin

dan limfokin. Sebagai respon ari hal tersebut, monosit akan masuk ke daerah tersebut

dan mengalami perubahan bentuk menjadi makrofag. Tidak berhenti di situ saja,

makrofag ini akan berlanjut menjadi sel histiosit yang khusus, yang tersusun menjadi

granuloma. Kuman TB dapat bertahan di dalam makrofag selama bertahun-tahun

walaupun terjadi peningkatan lisozim dalam sel ini, namun multiplikasi dan

penyebaran selanjutnya biasanya terbatas. Kebanyakan pada orang-orang, kuman TB

ini akan dormant selama bertahun-tahun sebelum memasuki fase multiplikasi

eksponensial yang dapat menyebabkan penyakit TB.14

2.2.4. Manifestasi Klinis

Penderita TB paru tidak semua menampilkan gejala yang sama. Gejala yang

ditemukan sangatlah bervariasi, bahkan banyak pasien yang tidak memiliki keluhan

sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang sering dijumpai adalah:9,10

1. Demam

Penderita TB sering mengalami demam yang subfebril seperti demam

pada influenza. Akan tetapi pada sebagian orang demamnya dapat

mencapai 40-41⁰C. Demam yang dialami penderita TB biasanya

berlangsung secara hilang timbul. Sehingga sering dari mereka merasa

tidak pernah terbebas dari serangan demam ini. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi

kuman TB yang terjadi.

Page 29: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

16

2. Batuk/batuk darah

Batuk yang terjadi pada penyakit TB paru adalah akibat dari iritasi pada

bronkus. Batuk ini adalah mekanisme pertahanan tubuh pasien untuk

membuang produk-produk radang keluar. Karena respon tubuh setiap

orang yang berbeda-beda, batuk muncul juga pada saat yang berbeda-

beda. Batuk ini bisa saja muncul ketika infeksi sudah berkembang ke

jaringan paru setelah infeksi yang lama sekitar berminggu- minggu atau

berbulan-bulan. Sifat batuk yang muncul mulai dari batuk kering

(nonproduktif) hingga batuk disertai sputum (produktif). Keadaan ini

dapat berlanjut hingga timbul batuk berdarah akibat pecahnya pembuluh

darah. Kebanyakan batuk berdarah pada kasus TB terjadi pada kavitas

atau bisa juga pada ulkus dinding bronkus.

3. Sesak napas

Sesak napas pada penderita TB belum muncul pada kasus yang ringan.

Sesak napas ini muncul bila kasus sudah berat yaitu ketika sudah

terbentuk infiltrat pada setengah bagian dari paru-paru.

4. Nyeri dada

Gejala nyeri dada pada penderita TB paru sebenarnya jarang ditemukan.

Gejala ini muncul bila infiltrasi radang sudah menyebar hingga pleura

sehingga terjadi pleuritis. Pleuritis inilah yang menyebabkan nyeri ketika

terjadi gesekan diantara kedua pleura.

5. Malaise

Penyakit TB merupakan penyakit yang kronik dan dapat terjadi menahun.

Gejala malaise yang sering muncul adalah berupa anoreksia tidak nafsu

makan, badan menjadi kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang,

nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini semakin lama akan

semakin berat dan terjadi secara tidak teratur (hilang-timbul).

Page 30: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

17

2.2.5. Diagnosis

Diagnosis pada penyakit TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan

penunjang lainnya . 10

Gejala klinik yang dapat timbul, antara lain demam dan keringat malam,

penurunan berat badan, batuk lebih dari dua minggu, batuk darah, sesak napas, dan

nyeri dada. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas bronchial, amforik,

suara napas yang melemah, dan rhonki basah. Sedangkan untuk diagnosis pasti TB

paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum

atau jaringan paru biakan. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah dengan

pencitraan radiologi, pemeriksaan BACTEC, PCR (Polymerase Chain Reaction),

ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay), ICT (Immunochromatograpic

Tuberculosis), Mycodot, PAP (Peroksidase Anti Peroksidase), dan IgG TB.9

2.2.6. Tatalaksana

Pengobatan TB dilakukan dalam 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan (4 atau 6 bulan).10

Sedangkan obat yang digunakan adalah obat utama dan

obat tambahan.

Jenis-jenis obat utama (lini 1) yang dipakai pada pengobatan TB adalah:2,13,15

1. Rifampisin

Dosis: 10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3 kali/minggu, atau

>60 kg : 600 mg

40-60 kg : 450 mg

<40 kg : 300 mg

2. INH

Dosis: 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 kali/minggu, 15

mg/kg BB 2 kali/minggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. Sedangkan dosis

Intermiten 600 mg/kali

Page 31: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

18

3. Pirazinamid

Dosis: fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali/minggu, 50 mg/kg

BB 2 kali/minggu, atau

>60 kg : 1500 mg

40-60 kg : 1000 mg

<40 kg : 750 mg

4. Streptomisin

Dosis: 15 mg/kg BB atau

>60 kg : 1000 mg

40-60 kg : 750 mg

<40 kg : sesuai BB mg

5. Etambutol

Dosis: fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg

BB 3 kali/minggu, 45 mg/kg BB 2 kali/minggu, atau

>60 kg : 1500 mg

40-60 kg : 1000 mg

<40 kg : 750 mg

Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali

Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination), terdiri dari:

1. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg, dan etambutol 275 mg.

2. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,

isoniazid 75 mg, dan pirazinamid 400 mg.

Menurut WHO 1999, penderita TB yang diberi kombinasi dosis tetap

dianjurkan untuk meminum obat 3-4 kali sehari selama fase intensif. Sedangkan pada

fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi 2 dosis obat antituberkulosis seperti

yang selama ini telah digunakan sesuai pedoman pengobatan.

Page 32: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

19

Jenis-jenis obat tambahan lainnya yang dipakai pada pengobatan TB adalah:15

1. Kanamisin

2. Kuinolon

3. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin + asam klavulanat

4. Derivat rifampisin dan INH

2.3. HbA1C

Sekitar 91-95% dari total jumlah hemoglobin terdiri dari Hemoglobin A

(HbA). Hemoglobin yang berikatan dengan molekul glukosa pada tubuh adalah HbA1

yang merupakan bagian dari HbA. Ikatan antara molekul glukosa dan HbA1 ini

disebut ikatan glikosilasi. Pembentukan HbA1C ini berlangsung dengan lambat, di

mana lama waktu pembentukannya sama dengan rentang hidup sel darah merah.16

HbA1 terdiri atas tiga molekul hemoglobin, yaitu HbA1A, HbA1B, dan

HbA1C.17

Dari keseluruhan HbA1 tersebut, sekitar 70 % adalah merupakan HbA1C.

Sekitar 70% HbA1C berada dalam bentuk terglikosilasi (mengabsorpsi glukosa).16,17

Jumlah hemoglobin yang terglikosilasi ini tergantung kepada kadar glukosa darah

dalam tubuh. Apabila kadar glukosa darah meningkat dalam waktu yang lama, maka

sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa membentuk glikohemoglobin.16

Hemoglobin yang terglikosilasi ini digunakan terutama sebagai alat ukur

keefektifan terapi diabetik. Kadar gula darah puasa mencerminkan kadar glukosa

darah, saat pertama kali puasa; sedangkan HbA1C merupakan indikator yang lebih

baik untuk pengendalian DM.16,17

Namun demikian, penurunan palsu kadar HbA1C

dapat disebabkan oleh penurunan jumlah sel darah merah.16

Peningkatan kadar HbA1C >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali,

dan pasien tersebut berisiko tinggi mengalami komplikasi jangka panjang, seperti

nefropati, retinopati, neuropati, dan/atau kardiopati.16,17

Page 33: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

20

2.3.1. Metode Pemeriksaan HbA1C

Saat ini ada sekitar 100 jenis metode yang dipakai untuk pemeriksaan kadar

HbA1C, dari low throughput research laboratory component system dan manual

mini-column methods hingga high throughput automated system yang khusus.

Metode pemeriksaan HbA1C dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan cara

pemisahan komponen hemoglobin glikosilasi dan non glikosilasi:17

a. Metode pemeriksaan berdasarkan perbedaan muatan

Cation exchange chromatography (diaposable microcolumns, high

performance liquid chromatography)

Electrophoresis (agar gel, isoelectric focusing)

b. Metode pemeriksaan berdasarkan reaktivitas kimia

Hydroxymethyl furfural/thiobarbituric acid colorimetry

c. Metode pemeriksaaan berdasarkan perbedaan structural

Affinity chromatography

Pada umumnya, hasil pemeriksaan HbA1C antara metode yang satu dengan

yang lain menunjukkan korelasi yang sangat baik walaupun menggunakan prinsip

yang berbeda. Hingga saat ini, tidak ada data pasti yang menunjukkan metode atau

analisis mana yang lebih unggul dalam pemeriksaan HbA1C. Di lain pihak, hasil

HbA1C dapat berbeda di antara metode yang satu dengan yang lain, kecuali metode

tersebut telah dilakukan standarisasi terlebih dahulu.17

2.4. Pemeriksaan Bakteriologi pada Sputum

Pemeriksaan bakteriologi mempunyai peran penting dalam mendiagnosa

suatu penyakit TB paru. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kuman

Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri penyebab infeksi pada TB paru.

Bahan yang dapat digunakan untuk pemeriksaan ini dapat berasal dari sputum

(dahak), cairan pleura, cairan serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

Page 34: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

21

kurasan bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsi. Namun pemeriksaan

bakteriologi yang paling umum dilakukan adalah pemeriksaan bakteriologi pada

sputum pasien.15

2.4.1. Pengambilan dan Pengiriman Sediaan

Pengambilan sediaan sputum pasien ini dilakukan dalam tiga kali

pengambilan. Berikut adalah tiga kali waktu pengambilan sputum yang dianjurkan

oleh Perhimpunan Dokter Paru Indonesia:

1. Sewaktu/spot (sputum sewaktu melakukan kunjungan)

2. Pagi (keesokan harinya)

3. Sewaktu/spot (sputum pada saat mengantarkan sputum pagi)

Proses pengambilan dan pengiriman sediaan sputum harus dilakukan dengan

cara yang benar agar hasil yang diperoleh akurat. Sputum pasien ditampung dalam

wadah yang bermulut lebar, kira-kira diameternya berkisar 6 cm. Wadah yang dipakai

harus dengan tutup berulir, tidak mudah pecah, dan tidak bocor. Bila fasilitas yang

ada cukup memadai, sediaan dapat dibuat dalam bentuk apusan pada gelas objek.

Tetapi sebelum dilakukan pengiriman, sediaan apusan tersebut harus difiksasi terlebih

dahulu.15

Selain itu, sediaan sputum yang akan dikirim ke laboratium untuk dilakukan

pemeriksaan bakteriologi harus dicantumkan identitas pasien serta formulir

permohonan pemeriksaan laboratorium. Hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan

agar hasil pemeriksaan bakteriologi tidak tertukar antara pasien yang satu dengan

yang lain.15

Page 35: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

22

2.4.2. Pemeriksaan Sediaan

Pemeriksaan bakteriologi terhadap sputum pasien dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu:14,15

1. Mikroskopik

Mikroskopik biasa: pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik flouresens: pewarnaan auramin-rhodamin(khususnya untuk

screening)

Interpretasi hasil pemeriksaan dari tiga kali hasil pemeriksaan adalah bila:

3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif maka BTA positif

1 kali positif, 2 kali negatif maka ulangi pemeriksaan BTA 3 kali,

kemudian

1 kali positif, 2 kali negative maka BTA positif

3 kali negatif makan BTA negatif

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala International

Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) sesuai

rekomendasi WHO adalah:8

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negative

Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan

Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut 1+

Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut 2+

Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut 3+

Page 36: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

23

2. Biakan

Pemeriksaan Mycobacterium tuberculosis dengan metode konvensional

ialah dengan cara:

Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh

Agar base media: Middle Brook

Pemeriksaan biakan dilakukan adalah untuk mendapatkan diagnosis pasti

pada pasien TB paru. Pada pemeriksaan ini yang dapat dideteksi tidak hanya

kuman Mycobacterium tuberculosis, tetapi juga kuman Mycobacterium other

than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan

beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji

nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanogens bromide

serta melihat pigmen yang timbul.15

Page 37: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

24

Kadar HbA1C

BAB 3

KERANGKA TEORI DAN KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL

DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian

Gambar 3.1. Kerangka teori dan konsep penelitian

Faktor Risiko:

1. Kelainan genetik

2. Usia

3. Stress

4. Malnutrisi

5. Obesitas

6. Infeksi

Patofisiologi DM tipe 2:

1. Otot, sel lemak, dan

hati resisten terhadap

gungsi insulin

2. Respon sel beta tidak

adekuat

3. Free fatty acid plasma

yang meningkat

Tatalaksana DM Komplikasi DM

Farmakologi

Nonfarmakolog

i

Komplikasi jangka

pendek

Tuberkulosis Paru

Komplikasi jangka

panjang

Diabetes Melitus

Diagnosa DM

Gejala klinis

Kadar gula darah

Manifestasi Klinis TB paru:

1. Demam

2. Batuk/batuk darah

3. Sesak napas

4. Nyeri dada

5. Malaise

Diagnosa TB paru

Gejala klinis

Pemeriksaan fisik

Gambaran BTA

sputum

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan

penunjang lainnya

Gejala Klasik:

1. Poliuria

2. Polidipsia

3. Polifagia

4. Penurunan BB

Gejala lainnya:

1. Lemah badan

2. Kesemutan

3. Gatal

4. Mata kabur

5. Disfungsi ereksi

6. Pruritus vulva

Patogenesis

Mycobacterium tuberculosis

Page 38: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

25

Keterangan:

: variable independen

: variable dependen

3.2. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kadar HbA1C dengan infeksi Tuberkulosis

(gambaran BTA sputum) pada pasien DM dengan TB paru.

3.3. Variabel dan Definisi Operasional

3.3.1. Variabel

Variabel Independen : kadar Hb A1C

Variabel Dependen : gambaran BTA sputum

3.3.2. Definisi Operasional

1. Kadar HbA1C

Kadar HbA1C merupakan kadar dari hemoglobin terglikosilasi yang

sampelnya diambil dari darah kapiler atau vena dengan antikoagulan. Kriteria

hasil pengukurannya berdasarkan American Diabetes Association (ADA)

tahun 2012 adalah sebagai berikut:

1. baik ≤ 7%

2. buruk > 7%

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Data rekam medis

Skala ukur : Nominal

Page 39: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

26

2. Gambaran BTA sputum

Gambaran BTA sputum merupakan hasil dari pemeriksaan yang

dilakukan dengan metoda pewarnaan Ziehl Neelsen dan dilihat dengan

menggunakan mikroskop. Kriteria hasil pengukurannya menurut WHO adalah

sebagai berikut:

1. Positif

2. Negatif

Cara ukur : Observasi

Alat ukur : Data rekam medis

Skala ukur : Nominal

Page 40: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

27

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik yang bertujuan untuk

melihat adanya hubungan antara kadar HbA1C dengan infeksi tuberkulosis yang

dilihat dari hasil pemeriksaan bakteriologi pada sputum. Rancangan penelitian ini

adalah cross sectional. Di mana dalam satu kali pengamatan dapat dilihat hubungan

antara kadar HbA1C dengan infeksi Tuberkulosis.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik-Medan. Lokasi penelitian

ini dipilih karena RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit tipe A yang merupakan

tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan. Selain itu RSUP H. Adam

Malik juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2016 hingga Desember 2016.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien DM

dengan TB paru di RSUP H. Adam Malik-Medan periode Juli 2015-Juni 2016 .

Page 41: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

28

4.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien DM dengan

TB paru di RSUP H. Adam Malik-Medan periode Juli 2015-Juni 2016 .

Kriteria Inklusi

Pasien DM tipe 2 dengan TB paru

Terdapat hasil pemeriksaan kadar HbA1C

Terdapat hasil pemeriksaan gambaran BTA sputum

4.3.3. Besar sampel

Sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling, dimana seluruh

populasi digunakan sebagai sampel penelitian.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu

data yang diperoleh dari rekam medik di RSUP H. Adam Malik-Medan. Data yang

diperoleh yaitu kadar HbA1C pasien yang menyatakan kondisi penyakit DM yang

dideritanya selama tiga bulan terakhir dan hasil pemeriksaan sputum yang

menyatakan pasien positif menderita TB paru . Data ini kemudian diolah untuk

melihat adanya hubungan antara kadar HbA1C yang dimiliki terhadap infeksi

tuberkulosis yang diderita.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dicatat dan ditampilkan dalam bentuk

tabel. Data tersebut lalu diolah dan dianalisa dengan menggunakan program komputer

yang telah dipercaya dalam mengolah data penelitian yaitu SPSS.

Page 42: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

29

Uji hipotesis akan dilakukan dengan menggunakan uji Chi square dikarenakan

kedua variable baik variabel independen maupun variabel dependen menggunakan

skala kategorik.

Page 43: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

30

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP H. Adam Malik-Medan adalah Rumah Sakit tipe A yang merupakan

tempat rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan. Selain itu RSUP H. Adam

Malik juga merupakan Rumah Sakit Pendidikan. Rumah Sakit ini terletak di Jalan

Bunga Lau No. 17 Km. 12 Kecamatan Medan Tuntungan, Kotamadya Medan,

Provinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik. Instalasi Rekam Medik ini

berada di lantai satu gedung RSUP H. Adam Malik-Medan.

5.1.2. Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua data rekam medis pasien DM

dengan TB paru di RSUP H. Adam Malik-Medan periode Juli 2015-Juni 2016.

Sampel diperoleh dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yang telah

memenuhi kriteria inklusi.

5.1.3. Distribusi Sampel

5.1.3.1. Distribusi Pasien DM dengan TB Paru

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi

No Karakteristik Sampel Frekuensi

n(%)

1 Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

15(75)

5(5)

Page 44: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

31

2 Kadar HbA1C

Baik (<7%)

Buruk (≥7%)

2(10)

18(90)

3 Gambaran BTA Sputum

Positif

Negatif

14(70)

6(30)

Berdasarkan Tabel 5.1., didapat pasien DM dengan TB paru terbanyak adalah

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%). Berdasarkan kadar HbA1C yang

didapat jumlah pasien DM dengan TB paru yang memiliki kadar HbA1C buruk

adalah sebanyak 18 orang (90%). Berdasarkan gambaran BTA sputum yang didapat

jumlah pasien DM dengan TB paru yang hasil pemeriksaan BTA sputumnya positif

adalah sebanyak 14 orang (70%).

Tabel 5.2. Tabulasi Silang Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan Kadar

HbA1C dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Kadar HbA1C Laki-laki

n(%)

Perempuan

n(%)

Baik (<7%) 2(10) 0(0)

Buruk (≥7%) 13(65) 5(25)

Total 15(75) 5(25)

Berdasarkan Tabel 5.2., didapat pasien DM dengan TB paru yang berjenis

kelamin laki-laki dengan kadar HbA1C baik (<7%) sebanyak 2 orang (10%).

Sedangkan yang berjenis kelamin perempuan dengan kadar HbA1C baik (<7%) tidak

ada sama sekali.

Page 45: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

32

Sebanyak 13 orang (65%) pasien berjenis kelamin laki-laki memiliki kadar

HbA1C buruk (≥7%). Sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan dengan

kadar HbA1C buruk (≥7%) sebanyak 5 orang (25%).

Tabel 5.3. Tabulasi Silang Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan Gambaran

BTA Sputum dan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Gambaran BTA

Sputum

Laki-laki

n(%)

Perempuan

n(%)

Positif 10(50) 4(20)

Negatif 5(25) 1(5)

Total 15(75) 5(25)

Berdasarkan Tabel 5.3., didapat pasien DM dengan TB paru yang berjenis

kelamin laki-laki dengan gambaran BTA sputum positif sebanyak 10 orang (50%).

Sedangkan yang berjenis kelamin perempuan dengan gambaran BTA sputum positif

sebanyak 4 orang (20%).

Sebanyak 5 orang (25%) pasien berjenis kelamin laki-laki memiliki gambaran

BTA sputum negatif. Sedangkan pasien yang berjenis kelamin perempuan dengan

gambaran BTA sputum negatif sebanyak 1 orang (5%).

Tabel 5.4. Hubungan Pasien DM dengan TB Paru Berdasarkan Kadar HbA1C

dan Gambaran BTA Sputum

Gambaran BTA Sputum

Kadar HbA1C Positif

n(%)

Negatif

n(%)

p-value

Baik (<7%) 0(0) 2(10) 0,079

Buruk (≥7%) 14(70) 4(20)

Total 14(70) 6(30)

Page 46: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

33

Berdasarkan Tabel 5.4., didapat pasien DM dengan TB paru yang memiliki

kadar HbA1C baik (<7%) dengan gambaran BTA negatif sebanyak 2 orang (10%).

Sedangkan pasien yang memiliki kadar HbA1C baik (<7%) dengan gambaran BTA

positif tidak ada sama sekali.

Pasien DM dengan TB paru yang memiliki kadar HbA1C buruk (≥7%) dengan

gambaran BTA positif sebanyak 14 orang (70%). Sedangkan 4 orang (20%) pasien

DM dengan TB paru memiliki kadar HbA1C buruk (≥7%) dengan gambaran BTA

negatif.

5.1.4. Analisis Data Hasil Penelitian

Uji statistik data menggunakan uji Chi-Square yang dilakukan untuk

menentukan hubungan kadar HbA1C dengan infeksi tuberkulosis (gambaran BTA

sputum) pada pasien DM dengan TB paru. Hasil uji Chi-Square menunjukkan nilai

Exact Sig. (2-sided) dengan nilai p=0,079. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05

artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar HbA1C dengan infeksi

tuberkulosis (gambaran BTA sputum) pada penderita DM dengan TB paru.

5.2. Pembahasan

Berdasarkan Tabel 5.1., didapat pasien DM dengan TB paru yang terbanyak

adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%). Sedangkan pasien DM

dengan TB paru berjenis kelamin perempuan yang ditemukan sebanyak 5 orang

(25%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Fengling et al. (2013) yang

mengatakan bahwa persentase pasien DM dengan TB paru berdasarkan jenis kelamin

didominasi oleh pasien laki-laki (76,7%) bila dibandingkan dengan pasien perempuan

(23,3%).18

Hal yang serupa juga didukung oleh penelitian lainnya oleh Vijay et al.

(2012) bahwa pasien DM dengan TB paru didominasi oleh pasien pria (75,12%) bila

dibandingkan dengan pasien perempuan (24,88%).19

Selain kedua penelitian di atas,

penelitian lain oleh Nathella et al. (2013 juga mendukung hasil penelitian ini bahwa

persentase pasien DM dengan TB paru didominasi oleh laki-laki (70,4%) bila

Page 47: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

34

dibandingkan dengan pasien perempuan (29,6%).20

Laki- laki penderita DM umumya

lebih berisiko untuk menderita TB paru bila dibandingkan dengan perempuan,

kemungkinan hal ini disebabkan karena kebiasaan merokok yang lebih tinggi pada

laki-laki daripada perempuan.3 Berbeda dengan hasil penelitian oleh Agung et al.

(2015), dalam penelitiannya dikatakan bahwa pasien DM dengan TB paru lebih

banyak ditemukan pada perempuan (59,2%) daripada laki-laki (40,8%).3 Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh prevalensi DM yang lebih banyak terjadi pada

perempuan daripada laki-laki.

Berdasarkan kadar HbA1C, didapat jumlah pasien DM dengan TB paru

dengan kadar HbA1C baik (<7%) sebanyak 2 orang (10%). Sedangkan pasien DM

dengan TB paru dengan kadar HbA1C buruk (≥7%) lebih dominan, yaitu sebanyak 18

orang (90%). Hal ini serupa dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Agung et al.

(2015) yang menyatakan bahwa bila dilihat berdasarkan kadar HbA1C, pasien DM

dengan TB paru didominasi oleh pasien dengan kadar HbA1C buruk (74,75%)

daripada pasien dengan kadar HbA1C baik (25,25%).3

Berdasarkan gambaran BTA sputum, pada penelitian ini didapat pasien

dengan gambaran BTA sputum positif berjumlah lebih banyak dibandingkan dengan

pasien yang gambaran BTA sputumnya negatif. Pasien dengan gambaran BTA

sputum positif sebanyak 14 orang (70%), sedangkan pasien dengan gambaran BTA

negatif berjumlah 6 orang (30%). Hal ini serupa dengan hasil penelitian Fengling et

al. (2013) yang menyatakan bahwa berdasarkan gambaran BTA sputum, pasien DM

dengan TB paru didominasi oleh pasien yang memiliki gambaran BTA sputum positif

(62,8%) daripada pasien dengan gambaran BTA sputum negatif (37,2%).18

Penelitian

lain yang juga mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian oleh Vijay et al.

(2012) yang mengatakan bahwa pasien DM dengan TB paru didominasi oleh pasien

yang memiliki gambaran BTA sputum positif (64%) daripada pasien dengan

gambaran BTA sputum negatif (36%).19

Berbeda dengan yang dikemukakan oleh

salah satu penelitian lainnya, yaitu penelitian oleh Dina et al. (2016) dikatakan bahwa

pada pasien DM dengan TB paru lebih banyak ditemukan pasien dengan gambaran

Page 48: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

35

BTA sputum negatif (65,52%) daripada pasien dengan BTA sputum positif

(34,48%).21

Kemungkinan hal ini dikarenakan oleh kebanyakan pasien yang datang

sudah pernah mendapatkan pengobatan TB sebelumnya sehingga BTA sputumnya

sudah negatif. Selain itu bisa juga kemungkinan karena pasien-pasien ini bukan

terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, melainkan oleh bakteri jenis lain atau

pun jamur-jamur yang memberikan gambaran klinis dan gambaran foto toraks seperti

TB.

Berdasarkan Tabel 5.2., didapat pasien DM dengan TB paru yang berjenis

kelamin laki-laki dengan kadar HbA1C baik (<7%) sebanyak 2 orang (10%).

Sedangkan yang berjenis kelamin perempuan dengan kadar HbA1C baik (<7%) tidak

ada sama sekali. Selain itu didapat juga sebanyak 13 orang (65%) pasien berjenis

kelamin laki-laki memiliki kadar HbA1C buruk (≥7%). Sedangkan pasien yang

berjenis kelamin perempuan dengan kadar HbA1C buruk (≥7%) sebanyak 5 orang

(25%). Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Fengling et al. (2013), dan Vijay et

al (2012), kemungkinan hal ini terjadi karena jumlah pasien DM dengan TB paru

yang di dominasi oleh kaum laki-laki (berdasarkan jenis kelamin) dan kadar HbA1C

yang buruk (≥7%) (berdasarkan pemeriksaan kadar HbA1C).18,19

Bila ditelaah dari beberapa penelitian terdahulu, terlepas dari ada atau

tidaknya riwayat penyakit penyerta berupa DM, laki-laki memang lebih rentan

terkena infeksi M. tuberculosis. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah kebiasaan merokok yang cenderung lebih tinggi pada laki-laki. Seperti yang

telah diketahui, kebiasaan merokok ini dapat menyebabkan penurunan sistem

imunitas tubuh, sehingga lebih rentan terhadap infeksi. Gangguan pada sistem

imunitas saluran pernapasan tersebut dapat berupa kerusakan silia-silia pada saluran

napas akibat racun pada asap rokok yang terhirup. Racun tersebut juga dapat merusak

sel-sel fagosit di saluran pernapasan dan menurunkan respon terhadap antigen,

sehingga meningkatkan kerentanan untuk menderita TB paru.21

Adapun hasil

penelitian tersebut sangat mendukung data yang diperoleh pada Tabel 5.3., di mana

didapatkan pasien DM dengan TB paru yang berjenis kelamin laki-laki dengan

Page 49: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

36

gambaran BTA sputum positif sebanyak 10 orang (50%), yang berjenis kelamin

perempuan dengan gambaran BTA sputum positif sebanyak 4 orang (20%), yang

berjenis kelamin laki-laki memiliki gambaran BTA sputum negatif 5 orang (25%),

serta pasien yang berjenis kelamin perempuan dengan gambaran BTA sputum negatif

sebanyak 1 orang (5%).

Berdasarkan Tabel 5.4., didapat pasien DM dengan TB paru yang memiliki

kadar HbA1C baik (<7%) dengan gambaran BTA negatif sebanyak 2 orang (10%).

Sedangkan pasien yang memiliki kadar HbA1C baik (<7%) dengan gambaran BTA

positif tidak ada sama sekali. Pasien DM dengan TB paru yang memiliki kadar

HbA1C buruk (≥7%) dengan gambaran BTA positif sebanyak 14 orang (70%).

Sedangkan 4 orang (20%) pasien DM dengan TB paru memiliki kadar HbA1C buruk

(≥7%) dengan gambaran BTA negatif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya oleh Tamura et al. (2001), di mana pada penelitian itu dikemukakan

bahwa pada pasien DM dengan kadar HbA1C buruk ditemukan gambaran BTA

sputum positif lebih tinggi daripada pasien dengan kadar HbA1C baik.22

Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh penurunan imunitas tubuh yang terjadi akibat kondisi

hiperglikemia berkepanjangan pada penderita DM.

Berdasarkan uji statistik, dengan menggunakan uji Chi-square, didapat bahwa

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara HbA1C dengan gambaran BTA

sputum pada pasien DM dengan TB paru (p=0,079). Hasil ini tidak sesuai dengan

hasil penelitian sebelumnya oleh Tamura et al. (2001), di mana pada penelitian

tersebut dikemukakan bahwa pasien dengan kadar HbA1C buruk akan memiliki

periode lebih lama hingga gambaran BTA sputum menjadi negatif setelah terapi TB

paru dimulai bila dibandingkan dengan periode pada pasien dengan kadar HbA1C

baik.22

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu kemungkinannya

adalah jumlah sampel yang sedikit. Selain itu, dapat juga disebabkan oleh faktor-

faktor lain yang juga memengaruhi infeksi TB seperti lingkungan, riwayat TB di

keluarga, dan lain sebagainya.

Page 50: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

37

Keterbatasan dari penelitian ini adalah sampelnya yang sedikit (20 orang). Hal

ini dikarenakan oleh beberapa hal, salah satunya adalah karena tidak adanya data

hardcopy rekam medis dari pasien-pasien yang sudah tercatat secara komputerisasi.

Selain itu jumlah sampel sedikit karena data pada rekam medis pasien tidak lengkap

sehingga harus dieksklusi, yaitu pasien yang tidak terdapat data HbA1C-nya atau

BTA sputumnya, atau pun keduamya.

Selain jumlah sampel yang sedikit, keterbatasan lainnya adalah gambaran

BTA sputum yang ada pada rekam medis kurang spesifik, di mana gambaran BTA

sputum tersebut hanya memperlihatkan positif dan negatif. Hal ini bisa disebabkan

karena pasien-pasien yang berobat ke RSUP H. Adam Malik ini merupakan pasien-

pasien rujukan, sehingga data lengkap mengenai gambaran BTA sputumnya berada di

tempat asal rujukan serta tidak diadakannya lagi pemeriksaan ulang di RSUP H.

Adam Malik.

Page 51: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

38

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Tidak terdapat hubungan antara kadar HbA1C dengan infeksi

Tuberkulosis (gambaran BTA sputum) pada penderita DM dengan TB

paru. (p=0,079)

2. Pada penelitian ini, didapat pasien DM dengan TB paru terbanyak adalah

berjenis kelamin laki-laki sebanyak 15 orang (75%).

3. Pada penelitian ini, didapat pasien DM dengan TB paru terbanyak adalah

pasien dengan kadar HbA1C buruk (≥7%) yaitu sebanyak 18 orang

(90%).

4. Pada penelitian ini, didapat pasien DM dengan TB paru terbanyak adalah

pasien dengan hasil pemeriksaan BTA sputumnya positif yaitu sebanyak

14 orang (70%).

6.2. Saran

1. Tenaga kesehatan perlu melakukan pemeriksaan BTA sputum untuk

pasien-pasien DM atau pemeriksaan HbA1C untuk pasien-pasien TB paru.

2. Tenaga kesehatan perlu melakukan pencatatan rekam medis yang baik

sehingga memudahkan peneliti-peneliti selanjutnya.

3. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

banyak untuk mengetahui gambaran penyakit yang sesungguhnya si

masyarakat.

4. Bagi penelitian selanjutnya diharapakan dapat menyebutkan gambaran

BTA sputum yang lebih spesifik.

Page 52: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari, Dyah. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Setiati S,

Alwi I, Sudoyo AW, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6.

Internal Publishing. 2014.h.2323-27

2. Cahyadi A, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes mellitus. J Indon Med

Assoc. 2011 Apr 4;61(4):174-77.

3. Wijayanto A, Burhan E, Nawas A, Rochsismandoko. Faktor terjadinya

tuberkulosis paru pada pasien diabetes mellitus tipe 2. J Respir Indo. 2015

Jan;35(1):2-8.

4. Casqueiro J, Casqueiro J, Alves C. Infections in patients with diabetes mellitus: A

review of pathogenesis. IJEM. 2012;16:S27-S36.

5. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan

Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2015. Jakarta: PB PERKENI;2015.

6. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.

Diabetes Care. 2013 Jan;36:S67-S74.

7. Jeon CY, Murray MB. Diabetes mellitus increased the risk of active tuberculosis:

a systemic review of 13 observational studies. PLoS Medicine. 2008

Jul;5(7):1091-101.

8. Duangrthi D, Thanachartwet V, Desakorn V, et al. Impact of diabetes mellitus on

clinical parameters and treatment outcomes of newly diagnosed pulmonary

tuberculosis patient in Thailand. Int J Clin Pract. 2013 Nov;67(11):1199-209.

9. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et

al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6. Internal Publishing.

2014.h.863-71.

10. Wijaya I. Tuberkulosis paru pada penderita diabetes melitus. CDK-229.

2015:42(6):413.

11. Sihombing H, Sembiring H, Amir Z, et al. Pola resistensi primer pada penderita

TB paru kategori I di RSUP H. Adam Malik, Medan. J Respir Indo.

2012;32(3):138-45.

12. Riyadi S, Sukarmin. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Edisi ke-1. Graha Ilmu. 2008.h.69-94.

13. Foong YK. Prevalensi komplikasi tuberkulosis paru pada pasien diabetes

mellitus di RSUP H Adam Malik Medan pada tahun 2009. Repository Universitas

Sumatera Utara. 2010.[5p.].

14. Harrison. Tuberkulosis Paru. Dalam: Asdie AH, editor. Prinsip-Prinsip Ilmu

Penyakit Dalam, Penyakit infeksi. Edisi ke-13. EGC.h.788-808.

15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;

2011.

16. Kee JL. Hemoglobin A1C. Dalam: Kapoh RP, editor. Pedoman Pemeriksaan

Laboratorium dan Diagnostik. Edisi ke-6. EGC.h.237.

Page 53: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

40

17. Paputungan SR, Sanusi H. Peranan pemeriksaan hemoglobin A1C pada

pengelolaan diabetes mellitus. CDK-220. 2014;41(9):650-5.

18. Mi F, Tan S, Liang L, et al. Diabetes Mellitus and Tuberculosis: Pattern of

Tuberculosis, Two-Month Smear Conversion and Treatment Outcomes in

Guangzhou, China. Tropical Medicine and International Health.

2013:18(11):1381.

19. Viswanathan V, Kumpatla S, Aravindalochanan V, et al. Prevalence of Diabetes

and Pre-Diabetes and Associated Risk Factors among Tuberculosis Patients in

India. PLoS ONE. 2012:7:6.

20. Kumar NP, Sridhar R, Banurekha VV, et al. Type 2 Diabetes Mellitus Coincident

with Pulmonary Tuberculosis Is Associated with Heightened Systemic Type1,

Type 17, and Other Proinflammatory Cytokines. AnnalsATS. 2013:10(5):442.

21. Fauziah DF, Basyar M, Manaf A. Insidensi Tuberkulosis Paru pada Pasien

Diabetes Melitus Tipe 2 di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSUP Dr. M.

Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016:5(2):351-52.

22. Tamura M, Shirayama R, Kasahara R, et al. A Study on Relation Between Active

Pulmonary Tuberculosis and Underlying Diseases. PubMed. 2001:76(9):619-

624.

Page 54: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Natasia Cindi Lestari

Tempat Tanggal Lahir : Pekanbaru, 23 Desember 1994

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jamin Ginting Gang Sarman Nomor 7,

Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Avia, Pekanbaru (1999-2001)

2. Sekolah Dasar Santa Maria I, Pekanbaru (2001-2007)

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 4, Pekanbaru (2007-2010)

4. Sekolah Menengah Atas Negeri 8, Pekanbaru (2010-2013)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Departemen Pendidikan dan Penelitian PEMA FK USU

2014/2015

2. Anggota Seksi Dekorasi Perayaan Paskah FK USU 2014

3. Anggota Seksi Administrasi Kesekretariatan Panitia PEMA Medical

Olympiade 2014

4. Anggota Seksi Konsumsi Perayaan Natal FK USU 2014

5. Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU

2015

Page 55: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

6. Koordinator Seksi Doa Perayaan Paskah FK USU 2015

7. Anggota Seksi Acara dan Doa Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Kristen

FK USU 2015

8. Anggota Seksi Peralatan dan Tempat Perayaan Natal FK USU 2015

9. Koordinator Seksi Acara dan Doa Pengabdian Masyarakat Mahasiswa

Kristen FK USU 2016

Page 56: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Lampiran 2

DATA INDUK PENELITIAN

NO. NOMOR

RK NAMA

JENIS

KELAMIN

KADAR

HbA1C

GAMBARAN BTA

SPUTUM

1 668618 DRM Laki-Laki 5,9 -

2 649471 SM Laki-Laki 8,1 +

3 661523 PY Perempuan 15,3 +

4 663726 DN Perempuan 12,6 -

5 653822 AMR Laki-Laki 10,7 +

6 626426 ED Laki-Laki 8,3 +

7 645017 RP Laki-Laki 6,6 -

8 677707 PMT Laki-Laki 8,9 +

9 674308 ML Laki-Laki 9,0 +

10 661078 MD Perempuan 9,3 +

11 648083 DT Laki-Laki 8,0 -

12 655895 SM Laki-Laki 8,5 +

13 655691 TP Laki-Laki 10,8 -

14 672384 RM Perempuan 8,7 +

15 670646 SS Laki-Laki 12,6 +

16 659343 CT Laki-Laki 9,4 -

17 666243 BS Laki-Laki 11,2 +

18 548641 SYZ Laki-Laki 8,2 +

19 649841 RS Perempuan 10,6 +

20 670401 RJ Laki-Laki 8,8 +

Page 57: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Lampiran 3

HASIL OUTPUT DATA PENELITIAN

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-Laki 15 75.0 75.0 75.0

Perempuan 5 25.0 25.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

HbA1Cclass

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Baik 2 10.0 10.0 10.0

Buruk 18 90.0 90.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

Hasil BTA Sputum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Negatif 6 30.0 30.0 30.0

Positif 14 70.0 70.0 100.0

Total 20 100.0 100.0

HbA1Cclass * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin

Total Laki-Laki Perempuan

HbA1Cclass Baik 2 0 2

Buruk 13 5 18

Total 15 5 20

Page 58: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Hasil BTA Sputum * Jenis Kelamin Crosstabulation

Jenis Kelamin

Total Laki-Laki Perempuan

Hasil BTA Sputum Negatif 5 1 6

Positif 10 4 14

Total 15 5 20

HbA1Cclass * Hasil BTA Sputum Crosstabulation

Hasil BTA Sputum

Total Negatif Positif

HbA1Cclass Baik 2 0 2

Buruk 4 14 18

Total 6 14 20

HbA1Cclass * Hasil BTA Sputum Crosstabulation

Hasil BTA Sputum

Total Negatif Positif

HbA1Cclass Baik 2 0 2

Buruk 4 14 18

Total 6 14 20

Chi-Square Tests

Value df

Asymptotic

Significance (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.185a 1 .023

Continuity Correctionb 2.143 1 .143

Likelihood Ratio 5.365 1 .021

Fisher's Exact Test .079 .079

N of Valid Cases 20

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .60.

b. Computed only for a 2x2 table

Page 59: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Lampiran 4

Page 60: SKRIPSI HUBUNGAN KADAR HbA1C DENGAN INFEKSI …

Lampiran 5