skripsi dan proposal
TRANSCRIPT
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang
prospektif dan bahkan budidaya rumput laut telah dijadikan salah satu program
utama Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Lembaga yang terkait dengan riset perikanan laut dan oseanotogi
telah juga mengintensifkan riset budidaya rumput laut sejak tahun 60-an, bahkan
pengenalan sebanyak 555 jenis rumput laut telah tercatat oleh Van Bosse pada
ekspedisi Siboga tahun 1899-1900 dan pada ekspedisi Danish sebanyak 25 jenis
alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat. Ada berbagai alasan
kenapa rumput laut bisa menjadi tumpuan harapan masyarakat pesisir di masa
kini dan yang akan datang : Pertama, berbagai jenis rumput laut potensial bisa
dan relatif mudah dibudidayakan karena teknologinya sederhana dan relatif
murah, tidak memerlukan panti benih, tidak memerlukan pakan dalam
pembudidayaannya tetapi cukup dengan kondisi kesuburan perairan dan
berlangsungnya proses fotosintesa. Kedua, beberapa jenis rumput digunakan
sebagai bahan pangan dan sebagai bahan industri sehingga mempunyai
kesempatan untuk dijadikan komoditas yang bernilai tambah. Ketiga, peluang
pasar baik untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun permintaan
ekspor cukup tinggi. Keempat budidaya rumput laut menjadi sumber
penghasilan dan sekaligus menjadi peluang usaha serta kesempatan kerja bagi
masyarakat pesisir dan terutama pembudidaya golongan kecil. Selain itu
hamparan budidaya rumput laut bisa memperbaiki keseimbangan ekologi
perairan.
Dengan potensi sumberdaya alam tersebut, tidak berlebihan jika rumput laut
dijadikan salah satu andalan tidak hanya menawarkan peluang bisnis yang
2
menjajikan untuk ikut membantu mempercepat terciptanya tujuan pembangunan
nasional pada umumnya dan pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia
pada khususnya. Lebih jauh lagi, pembangunan kelautan dan perikanan tidak
hanya bertumpu pada pendekatan eksploitasi tetapi sudah lebih diarahkan
kepada upaya untuk meningkatkan nilai tambah melalui budidaya (Fuad Choliq,
dkk. 2006).
Kegiatan budidaya rumput laut merupakan lapangan kerja baru yang
bersifat padat karya dan semakin banyak peminatnya karena teknologi budidaya
dan pascapanen yang sederhana dan mudah dilaksanakan serta pemakaian
modal yang relatif rendah sehingga dapat dengan mudah dilakukan oleh
pembudidaya beserta keluarganya (Soebarini, 2003). Kondisi ini didukung pula
oleh harga jual rumput laut yang memperlihatkan kecenderung permintaan yg
signifikan baik di pasar nasional maupun pasar global. Disamping itu, tingkat
pertumbuhan yang tinggi dan waktu pemeliharaan yang singkat menyebabkan
pembudidaya dapat meraup pendapatan enam kali dalam setahun (Anggadiredja
dkk, 2006). Faktor kemudahan-kemudahan usaha yang digambarkan diatas telah
menjadi tumpuan harapan nelayan yang bermodal kecil sehingga banyak
diantaranya telah beralih dari usaha penangkapan ikan ke usaha budidaya
rumput laut di perairan pantai.
Namun demikian, perkembangan usaha budidaya rumput laut tidak
terlepas pula dari berbagai permasalahan. Berdasarkan hasil pengamatan awal,
yang dilakukan, sejumlah permasalahan yang dapat diidentifikasi antara lain; (1)
keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dasar pembudidaya tentang teknis
budidaya yang sesuai anjuran, (2)keterbatasan modal dan akses ke sumber
permodalan yang layak, mudah, cepat, dan tepat, (3) kurangnya pemahaman
tentang pengelolaan atau manajemen usaha, (4) harga yang fluktuatif, (5)
3
serangan penyakit ”ice-ice”, dan (6) konflik pemanfaatan wilayah perairan antara
pembudidaya, nelayan, alur pelayaran, dan pariwisata.
Kabupaten Bone yang merupakan salah satu daerah yang cukup
potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut. Memiliki 10 kecamatan
yang terletak di pesisir Teluk Bone dengan panjang garis pantai 138 km dengan
luas perairan 93.929 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone,
2008). Kesepuluh kecamatan pesisir di Kabupaten Bone tersebut merupakan
daerah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut. Berdasarkan
potensi, volume produksi dan nilai produksi rumput laut Eucheuma cottonii di
Kabupaten Bone tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Potensi, volume produksi, dan nilai rumput laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Bone tahun 2008 (Asumsi harga Rp 2.500,-/kg basah)
No. Kecamatan Panjang Grs. Pantai (Km)
Luas (Ha)
Produksi(Ton)
Nilai (x Rp 1.000,)
1. Kajuara 12,50 9,000 2.850 7.125.000,-2. Tonra 12,00 8,640 2.890 7.225.000,-3. Mare 16,25 11,700 2.750 6.875.000,-4. Sibulue 28,25 17,069 2.950 7.375.000,-5. Salomekko 12,60 9,072 3.070 7.675.000,-6. Cenrana 30,00 19,440 450 1.125.000,-7. Barebbo 4,20 3,024 1.900 4.750.000,-8 Awangpone 7,80 5,616 2.100 5.250.000,-9 T. Riattang Timur 10,80 7,776 3.060 7.650.000,-
10. Tellu Siattinge 3,60 2,592 880 2.200.000,-Jumlah 138 93.929 22.900 57.250.000,-
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone, 2008
Gambaran kuantitatif data pada Tabel 1, memperlihatkan bahwa salah
satu kecamatan di Kabupaten Bone yang terletak di bagian timur berbatasan
langsung dengan Teluk Bone dan berpotensi untuk pengembangan budidaya
rumput laut adalah Kecamatan Tanete Riattang Timur. Berdasarkan data pada
Tabel 1 tertampilkan pula bahwa dengan panjang garis pantai 10,80 km dan luas
perairan 7.776 Ha mampu menghasilkan produksi rumput laut sebanyak 3.060
ton/tahun, lebih tinggi dibanding wilayah yang memiliki panjang garis pantai dan
perairan yang lebih luas. Wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur terdiri dari
4
8 kelurahan dan 6 kelurahan diantaranya berada di sepanjang pesisir Teluk
Bone. Jumlah penduduk Kecamatan Tanete Riattang Timur tercatat sebanyak
37.381 jiwa atau 8.028 kepala keluarga, atau sekitar 5,4 % dari total jumlah
penduduk Kabupaten Bone sebanyak 688.080 jiwa (Dinas Kelautan dan
Perikanan dan BPS Kabupaten Bone, 2008).
Berdasarkan fakta dilapangan memperlihatkan bahwa kegiatan budidaya
rumput laut telah memberikan peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan keluarga dan masyarakat di wilayah pesisisr. Kontewks ini
dilhat dari jumlah pembudidaya setiap tahun yang mengalami peningkatan.
Faktor yang mendorong meningkatnya minat pembudidaya rumput laut di
asumsikan akibat harga rumput laut yang cukup tinggi sehingga dianggap sangat
menguntungkan sebagai aktivitas mata pencaharian. Berdasarkan temuan
Mustapa (2009) disebutkan bahwa peningkatan harga komoditi tersebut pada
pertengahan tahun 2007 yang sempat mencapai harga Rp 15.000,-/kg kering,
telah memacu berkembangnya usaha budidaya rumput laut sekaligus
menggerakkan perekonomian masyarakat pesisir serta meningkatkan peran
serta anggota keluarga dan masyarakat dalam kegiatan tersebut. Karena adanya
desakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sulitnya mencari lapangan kerja
yang sesuai maka pembudidaya memanfaatkan rumput laut untuk mendapatkan
penghasilan.
Dari penelitian pendahuluan yang dilakukan di Kelurahan Pallete,
ditremukan bahwa pada awalnya bermata pencaharian masyarakat didominasi
sebagai nelayan, namun dalam perkembangan terakhir nampak bahwa sudah
banyak nelayan yang beralih profesi sebagai pembudidaya yang ditenggerai
akibat perolehan keuntungan yang lebih menjanjikan dengan proses produksi
yang mudah dilakukan. Asumsi lain yang diduga dari fenomena ini adalah
keterlibatan keluarga dalam kegiatan produksi lebih terdistribusi dengan normal
5
disbanding ketika hanya menggantungkan pekerjaan mereka hanya menjadi
nelayan yang hanya didominasi oleh kontribusi pendapatan oleh kepala rumah
tangga atau laki-laki yang termasuk dalam keluarga inti (nuclear family). Lain
halnya dalam aktivitas budidaya rumput laut, keterlibatan keluarga inti nampak
merata seperti; isteri, suami dan anak yang juga dapat ikut serta
menyumbangkan tenaganya dalam proses praproduksi sampai produksi bahkan
sampai pada proses panen dan pasca panen. Dengan demikian, keterlibatan
keluarga inti tersebut diasumsikan mendukung perolehan jumlah penerimaan
atau pendapatan dari usaha budidaya rumput laut yang dilakukan. Berangkat
dari fenomena ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
“Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Rumput Laut (Euchema cottonii) di
Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan, maka
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Berapa besar Investasi yang digunakan dalam usaha budidaya
rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete
Riattang Timur Kabupaten Bone?
2. Berapa besar tingkat pendapatan Usaha budidaya rumput laut
Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete Riattang
Timur Kabupaten Bone?
3. Bagaimana kelayakan usaha budidaya rumput laut Euchema cottonii
di Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten
Bone dilihat dari aspek finansial?
6
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah :
1. Untuk mengetahui besar investasi yang digunakan dalam usaha budidaya
rumput laut Euchema cottonii
2. Untuk mengetahui besar tingkat pendapatan pembudidaya rumput laut
Euchema cottonii
3. Untuk mengetahui usaha rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan
Pallete Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone layak
dikembangkan dilihat dari sudut finansialnya
Adapun kegunaan dari penelitian ini yaitu :
1. Bagi masyarakat yaitu sebagai bahan Informasi tambahan bagi
masyarakat dan menjadi bahan acuan bagi petani dalam rangka
pengembangan budidaya rumput laut
2. Bagi pemerintah yaitu dapat menjadi bahan masukan bagi pengambil
kebijakan, kalangan swasta dan usahawan dalam rangka pengembangan
budidaya rumput laut sebagai upaya pemberdayaan dan mengangkat
taraf hidup masyarakat.
3. Bagi peneliti yaitu sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
strata satu.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh
melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun
sejati; tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Rumput laut tumbuh
di alam dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, dan benda
keras lainnya. Selain benda mati,rumput laut pun dapat melekat pada tumbuhan
lain epifitik (Anggadiredja dkk, 2006).
Secara Taksonomi, rumput laut dikelompokkan kedalam divisio
Thallophyta, berdasarkan kandungan pigmennya rumput laut dikelompokkan
kedalam menjadi 4 kelas, yaitu Rhodophyceae (ganggang merah), Phaeppyceae
(ganggang Coklat), Cholorophyceae (ganggang biru-hijau). (Othmer, 1986 dalam
Anggadiredja dkk, 2006)
Budidaya rumput laut yang pada umumnya dapat dilakukan oleh para
petani/nelayan dalam pengembangannya memerlukan keterpaduan unsur-unsur
sub sistem, mulai dari penyediaan input produksi, budidaya sampai ke
pemasaran hasil. Keterpaduan tersebut menuntut adanya kerjasama antara
pihak-pihak yang terkait baik dari lingkungan terkecil (rumah tangga) sampai
cakupan yang lebih besar dalam bentuk kemitraan usaha antara petani/usaha
kecil yang pada umumnya berada dipihak produksi dengan Pengusaha Besar
yang umumnya berada di pihak yang menguasai pengolahan dan pemasaran
hasil (Farhan, 2005).
Usaha perikanan secara kontekstual di Indonesia telah tumbuh dan
berkembang dalam bentuk usaha perikanan rakyat, dan perikanan besar milik
pemerintah serta milik swasta nasional atau asing. Perikanan rakyat merupakan
usaha skala kecil yang bercirikan antara lain pengelolaanya secara tradisional,
8
produktivitas rendah dan para umumnya tidak mempunyai kekuatan menghadapi
kompetisi pasar. Di lain pihak, perikanan besar yang memiliki teknologi skala
usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dan teknologi tinggi,
sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi
persaingan pasar. Kelemahan dari pengusaha perikanan kecil dan kekuatan dari
pengusaha perikanan besar, merupakan potensi yang bisa menciptakan
kesenjangan diantaranya. Karena dalam perkembangannya ada saling
berkepentingan di antara kedua pihak, kesenjangan yang bisa timbul akan dapat
diperkecil dengan mengadakan kemitraan antara pengusaha kecil perikanan
rakyat dengan pengusaha besar di bidang perikanan atau produk kelautan .
Salah satu komoditas yang masuk sebagai komoditas perikanan karena
diusahakan di laut, dan yang dapat dikembangkan dengan menjalin kerja sama
kemitraan adalah budidaya rumput laut. Perairan laut Indonesia dengan garis
pantai sekitar 81.000 km diyakini memiliki potensi rumput laut yang sangat tinggi.
Tercatat sedikitnya ada 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia, diantaranya
ada 55 jenis yang diketahui mempunyai nilai ekonomis tinggi, diantaranya
Eucheuma sp, Gracilaria dan Gelidium. Jenis rumput laut yang banyak
dibudidayakan adalah eucheuma sp dan gracilaria. Di samping sebagai bahan
untuk industri makanan seperti agar-agar, jelly food dan campuran makanan
seperti burger dan lain-lain, rumput laut adalah juga sebagai bahan baku industri
kosmetika, farmasi, tekstil, kertas, keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat
manfaatnya yang luas, maka komoditas rumput laut ini mempunyai peluang
pasar yang bagus dengan potensi yang cukup besar. Permintaan rumput laut
kering kurang 9.300 Metric Ton per tahun dan untuk kebutuhan industri di luar
negeri 15.000 s.d. 20.000 Metric Ton per tahun. Pabrik pengolahan keragian
rumput laut di Indonesia telah ada sejak tahun 1989. Sekarang ini ada 6 pabrik
9
pengolahan rumput laut di Indonesia, karena itu pabrikan dan eksportir bersaing
untuk memperoleh bahan baku rumput laut kering.
Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan sumber
devisa bagi negara dan budidayanya merupakan sumber pendapatan petani
nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan
perairan pantai di kepulauan Indonesia yang sangat potensial. Namun yang
menjadi kelemahan selama ini, bahwa bentuk produk yang dihasilkan masih
bersifat produk massal.
B. Persyaratan Lokasi Budidaya
Pemilihan lokasi sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya
rumput laut. Hal ini disebabkan karena produksi dan kualitas rumput laut
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekologis yang meliputi kondisi substrat perairan,
kualitas air, iklim, dan geografis dasar perairan, Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya adalah kemudahan, risiko, serta konflik kepentingan dengan sektor
lain misalnya pariwisata, perhubungan, dan taman laut nasional (Anggadireja,
2006). Persyaratan lokasi budidaya rumput tersebut diperkuat oleh pendapat
Indriani dan Sudarman (2000) yang menyatakan beberapa syarat umum yang
harus dipenuhi dalam penentuan lokasi sebagai berikut:
a. Lokasi budidaya rumput laut harus bebas dari pengaruh angin topan.
b. Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas yang besar.
c. Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung makanan untuk
tumbuhnya rumput laut.
d. Perairan harus bebas dari pencemaran industri dan rumah tangga.
e. Lokasi perairan harus berkondisi mudah menerapkan metode
budidaya
10
f. Lokasi budidaya harus mudah dijangkau sehingga biaya transportasi
tidak terlalu besar.
g. Lokasi budidaya harus dekat dengan sumber tenaga kerja.
Indriani dan Sudarman (2000) menyatakan bahwa dalam pembudidayaan
rumput laut jenis Eucheuma cottonii atau Kappaphycus alvarezii diperlukan
beberapa persyaratan khusus dalam memilih lokasi yaitu:
a. Letak budidaya sebaiknya jauh dari pengaruh daratan. Lokasi yang
langsung menghadap laut lepas sebaiknya terdapat karang
penghalang yang berfungsi melindungi tanaman dari kerusakan akibat
ombak yang kuat, juga akan menyebabkan keruhnya perairan lokasi
budidaya sehingga mengganggu proses fotosintesis.
b. Untuk memberikan kemungkinan terjadinya aerasi, pergerakan air
pada lokasi budidaya harus cukup. Hal ini bertujuan agar rumput laut
yang ditanam memperoleh pasokan makanan secara tetap, serta
terhindar dari akumulasi debu dan tanaman penempel.
c. Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut masih digenangi air
sedalam 30 - 60 cm. Ada dua keuntungan dari genangan air tersebut
yaitu penyerapan makanan dapat berlangsung terus menerus, dan
tanaman dapat terhindar dari kerusakan akibat terkena sinar matahari
langsung.
d. Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari
berbagai jenis makro algae. Bila perairan tersebut telah ditumbuhi
rumput laut alamiah, maka daerah tersebut cocok untuk
pertumbuhannya
11
C. Kelayakan Lingkungan dan Kualitas Perairan
Kelayakan lingkungan dan kualitas perairan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Beberapa parameter lingkungan
dan kualitas perairan yang berpengaruh antara lain:
a. Kondisi dasar perairan. Anggadireja (2006) menyatakan bahwa
dasar perairan berupa pasir kasar yang bercampur dengan pecahan karang
merupakan substrat dasar yang cocok untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp.
Hal ini sejalan dengan pendapat Aslan (1998) bahwa dasar perairan yang ideal
untuk budidaya rumput laut adalah perairan dengan dasarnya terdiri dari pasir
kasar (coarse sand) yang bercampur dengan potongan-potongan karang. Lokasi
seperti ini biasanya berarus sedang sehingga memungkinkan tanaman tumbuh
dengan baik dan tidak mudah terancam oleh faktor-faktor lingkungan serta
memudahkan pemasangan konstruksi budidaya.
b. Tingkat kecerahan air. Tingkat kecerahan perairan menunjukkan
kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu.
Kondisi perairan untuk budidaya Eucheuma sp sebaiknya relatif jernih dengan
tingkat kecerahan tinggi. Tingkat kecerahan diukur menggunakan alat “sechi-
disk’ mencapai 2 - 5 m. Kondisi seperti ini dibutuhkan agar cahaya matahari
dapat mencapai tanaman untuk proses fotosintesis (Anggadireja, 2006).
c. Salinitas dan suhu air. Perairan untuk lokasi budidaya sebaiknya
berjauhan dengan sumber air tawar untuk menghindari penurunan salinitas
secara drastis. Menurut Anggadireja (2006) salinitas yang ideal untuk budidaya
rumput laut adalah 28 - 33, sedangkan Aslan (1998) mengemukakan hal berbeda
bahwa salinitas yang ideal untuk budidaya rumput laut adalah 30 - 37.
Suhu berpengaruh langsung terhadap rumput laut dalam proses
fotosintesis, proses metabolisme, dan siklus reproduksi (Rani, dkk, 2009). Suhu
12
yang optimal untuk budidaya rumput laut adalah 26 - 30ºC, sedangkan pendapat
lain dikemukakan oleh Aslan (1998) bahwa suhu yang ideal adalah 26 - 33 ºC
Anggadireja (2006).
d. Pergerakan air (gelombang dan arus). Lokasi untuk budidaya
rumput laut harus terlindung dari hempasan gelombang dan arus yang terlalu
kuat. Apabila hal ini terjadi, gelombang dan arus akan merusak dan
menghanyutkan tanaman. Anggadireja (2006) menyatakan bahwa kecepatan
arus yang baik untuk budidaya rumput laut berkisar 0,2 - 0,4 m/detik.
e. Pencemaran. Bahan pencemar yang mungkin berasal dari buangan
industri, rumah tangga, dan tumpahan minyak (tabrakan kapal tanker,
pengeboran minyak, dan aktivitas nelayan) harus dihindari karena dapat merusak
dan mengganggu tanaman yang dipelihara (Aslan, 1998). Hal ini sejalan dengan
pendapat Anggadireja (2006) bahwa lokasi yang berdekatan dengan sumber
pencemaran seperti industri dan tempat bersandarnya kapal sebaiknya dihindari
sebagai lokasi budidaya rumput laut.
f. Bukan jalur pelayaran dan memperoleh izin dari pemerintah.
Untuk keamanan dan keberlanjutan budidaya maka lokasi yang dipilih bukan
merupakan jalur pelayaran yang ramai dan tidak dipakai sebagai tempat
penyeberangan sehari-hari (Aslan, 1998 dan Anggadireja, 2006). Selain itu,
kegiatan budidaya rumput laut harus mendapat izin dari pemerintah setempat
sehingga tidak terjadi hambatan dan konflik kepentingan dengan berbagai pihak.
D. Metode Budidaya
Anggadireja (2006) menyatakan bahwa bahwa metode budidaya rumput
laut Eucheuma cottonii terbagi tiga yaitu metode lepas dasar, metode rakit
apung, dan metode rawai/tali panjang (long line).
13
a. Metode lepas dasar. Metode ini pada umumnya dilakukan di lokasi
yang memiliki substrat dasar karang atau pasir dengan pecahan karang dan
terlindung dari hempasan gelombang dan biasanya dikelilingi oleh karang
pemecah (Barrier reef). Selain itu, lokasi budidaya rumput laut dengan metode
lepas dasar harus memiliki kedalaman sekitar 0,5 m pada saat surut terendah
dan 3 m pada saat pasang tertinggi. Desain konstruksi metode lepas dasar
untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Desain konstruksi metode lepas dasar untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp.(Anggadireja, 2006)
b. Metode rakit apung. Metode rakit apung merupakan teknik budidaya
rumput laut Eucheuma sp. dengan cara mengikat setiap rumpun bibit rumput laut
pada tali ris atau tali bentangan. Tali isi yang telah berisi bibit kemudian diikat
pada rakit apung yang terbuat dari bambu. Desain konstruksi metode rakit
apung untuk budidaya rumput Eucheuma sp. dapat dilihat pada Gambar 2.
14
Gambar 2. Desain konstruksi metode rakit apung untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp (Anggadireja, 2006)
c. Metode rawai/tali panjang (long line). Metode rawai atau tali
panjang (long line) merupakan cara yang paling banyak diminati masyarakat
pembudidaya rumput laut karena fleksibel dalam pemilihan lokasi dan biaya
yang dikeluarkan lebih murah. Disamping itu, metode ini lebih tertata dan tidak
mengganggu pemandangan dan keindahan laut. Metode budidaya ini dapat
diterapkan pada perairan yang cukup dalam. Untuk mempertahankan posisi tali
utama dan tali ris maka digunakan jangkar dan pelampung. Desain konstruksi
metode rawai/tali panjang untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. dapat dilihat
pada Gambar 3.
A.Bentuk desain metode rakit B. Rumput laut siap panen pada metode rakit
15
Gambar 3. Desain konstruksi metode rawai/tali panjang untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. (Anggadireja, 2006)
Budidaya rumput laut adalah salah satu bentuk kegiatan budidaya pantai
yang produktif. Budidaya rumput laut adalah satu kegiatan dimasukkannya bibit
rumput laut ke dalam kolong air di lokasi budidaya dengan berbagai metode.
Penerapan metode budidaya sangat tergantung pada kondisi wilayah perairan di
mana budidaya tersebut dilakukan (Jamal, 1992).
Menurut Mubarak (1991) budidaya rumput laut tidak banyak
membutuhkan sarana produksi. Sarana produksi yang digunakan dalam
budidaya rumput laut adalah:
1) Rakit atau kayu pancang dilengkapi tali, jangkar, dan rafia.
2) Benih yang diambil dari alam
3) Tenaga kerja
4) Perahu sebagai alat transportasi dalam proses pemeliharaan maupun
pengangkutan hasil
Menurut Anggadireja (2006), budidaya rumput laut dengan metode
rawai/tali panjang (long line) memerlukan peralatan dan bahan untuk satu blok
A.Bentuk desain metode rawai
B. Metode rawai terpasang di laut
16
yang terdiri dari 6 bentangan tali ris dengan luas satu blok 5 x 50 m sebagai
berikut:
1) Tali ris polietilen berdiameter (Ǿ) 8 mm sebanyak 8 kg
2) Tali jangkar dan tali utama berdiameter (Ǿ) 10 mm sebanyak 4,5 kg
3) Jangkar, patok kayu, atau batu pemberat sebanyak 4 buah
4) Tali rafia satu gulung kecil sebanyak 3 kg
5) Bibit rumput laut sebanyak 150 kg (1.500 rumput @ 100 g)
6) Pelampung utama sebanyak 6 - 8 buah
7) Pelampung kecil dari botol polietilen sebanyak 200 buah
8) Peralatan lainnya berupa pisau, keranjang, alat penjemuran, dan
perahu.
E. Tahapan Budidaya Rumput Laut
a. Penyediaan bibit. Ciri-ciri bibit rumput laut yang baik adalah (1) bila
dipegang terasa elastis, (2) mempunyai cabang yang banyak dengan ujungnya
yang berwarna kuning kemerah-merahan, (3) mempunyai batang yang tebal dan
berat, dan (4) bebas dari tanaman lain atau benda-benda asing Aslan (1998).
Aslan (1998) menyatakan bahwa, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penanganan bibit rumput laut adalah:
1) Bila jaraknya dekat dengan lokasi budidaya, maka bibit dapat
diangkut dengan sampan namun harus ditutup dengan terpal
2) Biarkan bibit selalu basah dengan menyiramnya dengan air laut,
3) Jangan biarkan bibit terkena air hujan
4) Jika bibit tidak langsung ditanam sebaiknya disimpan dalam kandang
bibit (seed bin) yang telah disiapkan
b. Penanaman bibit. Bibit yang akan ditanam adalah thallus yang masih
muda dan berasal dari ujung thallus tersebut. Saat yang baik untuk pengikatan
17
atau penanaman bibit adalah pada saat cuaca teduh atau pada pagi dan sore
hari menjelang malam. Anggadireja (2006) tahapan penanaman bibit terdiri dari:
1) Pengikatan bibit pada tali ris dengan jarak 25 cm setiap rumpun
dengan panjang tali ris 50 – 75 m yang direntangkan pada tali utama
2) Pengikatan tali jangkar pada tali utama
3) Pengikatan pelampung dari botol polietilen (500 ml) pada tali ris
Pendapat berbeda dikemukakan oleh Aslan (1998) bahwa jarak tanam
bibit rumput laut adalah 20 cm, sedangkan penelitian budidaya rumput laut jenis
Eucheuma cottoni di Perairan Tonra Kabupaten Bone oleh Rani, dkk. (2009)
menerapkan jarak tanam 15 cm.
c. Pemeliharaan. Kegiatan yang dilakukan selama pemeliharaan
rumput laut adalah membersihkan lumpur dan kotoran, menyulam tanaman yang
rusak, mengganti tali, patok, bambu, dan pelampung yang rusak. Lumpur akan
melekat pada tanaman bila pergerakan air kurang. Dalam kondisi demikian
maka perlu dilakukan pemeliharaan yang sungguh-sungguh yaitu menggoyang-
goyang tali ris untuk menghindari lumpur dan kotoran menempel pada rumput
laut. Selain itu, perlu dilakukan penyulaman bila ada tanaman yang rusak agar
jumlah tanaman pada setiap tali ris tidak berkurang (Anggadireja, 2006).
d. Panen dan pascapanen. Saleh (1991) menyatakan bhawa,
pemanenan rumput laut dilakukan setelah tanaman berumur 45 hari, sedangkan
menurut Aslan (1998), bahwa rumput laut sudah dapat dipanen setelah berumur
1,5 - 4 bulan dengan cara melepas tali yang berisi rumput laut. Teknik panen
yang dilakukan oleh pembudidaya adalah panen keseluruhan (full harvest)
karena lebih praktis dan lebih cepat dibandingkan dengan teknik memetik
(Anggadireja, 2006).
18
Kualitas rumput laut dipengaruhi oleh teknik budidaya, umur panen, dan
penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen meliputi kegiatan
Anggadireja (2006):
1) Pencucian,
2) Pengeringan/penjemuran sampai mencapai kadar air 14 - 18 %,
3) Pembersihan kotoran/garam untuk mendapatkan rumput laut yang
berkualitas yaitu total garam dan kotoran tidak lebih dari 3 - 5 %,
4) Pengepakan,
5) Pengangkutan, dan
6) Penyimpanan/penggudangan.
F. Faktor Produksi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi budidaya Rumput laut
adalah sebagai berikut :
a. Modal
Menurut Sukirno (2002) bahwa dalam setiap kegiatan memproduksi
memerlukan modal. Dalam perekonomian yang sangat primitif sekali pun,
memerlukan barang modal. Karena itulah maka modal dalam usaha tani dapat
diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang
yang ddigunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secar langsung maupun tdk
langsung dalam suatu proses produksi Dengan demikian pembentkan modal
mempunyi tjuan untk menunjang pembentukan modal lebih lanjut dan untuk
meningkatkan produksi dan pendapatan usaha tani (Soekartawi,2002).
b. Tenaga kerja
Tenaga kerja sebagai faktor produksi, yang merupakan unsur penting
dalam sektor perikanan. Tenaga kerja adalah tenaga penggerak bagi faktor
19
produksi lainnya, tidak tersedianya faktor tenaga kerja maka proses produksi
tidak mungkin berhasil sebagaimana yang diharapkan (Syamsuddin, 1980).
c. Tali bentangan
Tali bentangan merupakan faktor yang menunjang peningkatan produksi.
Hal ini disebabkan seberapa banyak jumlah bentangan yang akan dibentang
oleh pembudidaya rumput laut maka akan mempengaruhi jumlah satuan
produksi yang diterima.
d. Mesin, perahu, dan Pelampung
Mesin, perahu, dan Pelampung merupakan sarana pendukung faktor
produksi dalam membudidayakan rumput laut yang termasuk dalam biaya tetap.
e. Bensin, makanan dan minuman
Bensin, makanan dan minuman merupakan suatu faktor produksi dalam
usaha budidaya rumput laut, dimana faktor produksi ini termasuk dalam biaya
variabel, dimana variabel tersebut akan habis digunakan dalam satu kali unit
produksi
G. Konsep Pendapatan Usaha Tani
1. Produksi dan Penerimaan
Produksi merupakan penciptaan benda-benda dan jasa-jasa secara
langsung atau tidak memenuhi kebutuhan manusia, atau produksi pertanian
adalah hasil yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya beberap faktor produksi
sekaligus (Mubyarto, 1984).
Penerimaan merupakan jumlah kuantitas hasil produksi dikalikan
dengan harga dari kuantitas yang dihasilkan tersebut yang dinyatakan dalam
bentuk rumus (Soekartawi, 2002) sebagai berikut:
20
TR = P . Q
Dimana :
TR = Total Penerimaan
Q = Produksi yang diperoleh
P = Harga Produk
2. Biaya produksi
Suatu unit usaha dalam menjalankan kegiatan produksi tentunya
memerlukan biaya yang diperhitungkan sesuai dendan jumlah produksi yang
dihasilkan, sehingga dengan melihat besarnya harga yang dikeluarkan oleh
suatu unit usaha maka dapat digunakan sebagai penentu dalam penetapan
harga jual yang dihasilkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soekartawi
(2002), bahwa biaya merupakan dasar dalam penentuan harga, sebab suatu
tingkat harga yang tidak dapat menutupi biaya akan menyebabkan kerugian.
Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya maka dapat
dipastikan bahwa usaha tersebut mendapatkan keuntungan.
Menurut Joesron dan Fathorrozi (2003), bahwa biaya terdiri dari dua
komponen yaitu:
1. Biaya tetap (FC) adalah biaya yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh produksi,
sewa tanah, bunga pinjaman dan merupakan kewajiban yang harus dibayar
oleh suatu usaha persatuan waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran
semua input tetap, dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produk yang
dihasilkan.
2. Biaya variabel adalah Kewajiban yang harus dibayar oleh suatu usaha pada
waktu tertentu, untuk pembayaran semua input variabel yang digunakan
dalam proses produksi dan sifatnya sesuai besarnya biaya produksi terdiri
dari bibit, makanan, bensin,dan sebagainya. Biaya berubah total (total
21
variabel cost) merupakan biaya yang besar kecil dipengaruhi oleh produksi
yang diperoleh. Misalnya unuk meningkatkan produksi maka pupuk perlu
ditambah. Sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar-
kecilnya produksi yang diinginkan.
Jumlah dari biaya tetap total (TFC) dan biaya variabel total (TVC)
merupakan total biaya (TC) yang dikeluarkan dalam usaha produksi. Maka dapat
ditulis sebagai berikut (Sukirno, 2002):
TC = TFC + TVC
3 Pendapatan Usaha Tani
Pendapatan ada dua macam yaitu pendapatan kotor atau penerimaan
dan pendapatan bersih atau keuntungan. Penerimaan adalah perkalian antara
produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi budidaya
perikanan dan persoalan ekonomi di luar budidaya perikanan adalah adanya
waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha dengan
penerimaan hasil penjualan. Dimana penerimaan hanya diterima pada musim
panen.
Pendapatan bersih atau keuntungan petani tergantung dua faktor
utama yaitu penerimaan dari biaya usaha tani. Untuk mengetahui keuntungan
atau pendapatan bersih maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
Π = TR – TC
Dimana
Π = Keuntungan
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya
22
Ukuran pendapatan usaha tani yaitu terdiri dari (Soekartawi, 2002)
1) Pendapatan kotor usaha tani (Gross Farm Income)
Terdiri dari nilai produk total usaha tani dalam jangka waktu tertentu. Baik
yang dijual maupun tidak dijual.
2) Pendapatan bersih usaha tani (Net Farm Income)
Merupakan selisih pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total.
3) Penghasilan bersih usaha tani (Net Farm Earning).
Diperoleh dengan cara mengurangi pendapatan bersih dengan bunga
modal pinjaman.
Pendapatan bagi petani atau nelayan mempunyai tiga fungsi :
1) Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi.
2) Cukup untuk membayar semua bangsa
3) Cukup untuk membayar semua tenaga kerja.
Sumber pendapatan diperoleh dari hasil rumput laut. Nilai produk yang
dikomsumsi dan kenaikan nilai investasi. Ukuran pendapatan yaitu terdiri dari
pendapatan kerja keluarga, merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan
petani atau nelayan, apabil usaha dikerjakn oleh petani dan keluarga. Nilai ini
berasal dari penjumlahan antara pendapatan petani dengn nila kerja keluarga.
Pendapatan kerja petani, petani ini diperoleh dengan menghitung dari nilai jual
komsumsi dan nilai investasi.
H. R/C Ratio
Menurut Soekartawi analisis R/C Rasio merupakan salah satu analisis
yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan
proses produksi mengalami kerugian, impas, untung. Analisis R/C Rasio
merupakan analisis yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang
dikeluarkan. Apabila hasil yang diperoleh lebih besar dari satu maka usaha yang
23
dijalankan mengalami keuntungan, apabila nilai R/C Rasio yang diperoleh sama
dengan satu maka usaha tersebut impas atau tidak mengalami keuntungan
maupun kerugian. Sedangkan apabila nilai R/C Rasio yang diperoleh kurang
dari satu maka usaha tersebut mengalami kerugian.
Adapun rumus R/C Rasio yaitu :
R/C Rasio = TR/TC
Dengan syarat = R/C Rasio > 1 usaha tersebut menguntungkan
R/C Rasio = 1 usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi
R/C Rasio < 1 usaha tersebut tidak menguntungkan atau rugi
I. Kerangka Pemikiran
Kegiatan budidaya rumput laut merupakan lapangan kerja baru yang
bersifat padat karya dan semakin banyak peminatnya karena teknologi budidaya
dan pascapanen yang sederhana dan mudah dilaksanakan serta pemakaian
modal yang relatif rendah sehingga dapat dilaksanakan oleh pembudidaya
beserta keluarganya sehingga membuat masyarakat pesisir beralih pekerjaan
dari nelayan menjadi pembudidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut
telah memberikan peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Faktor yang mendorong meningkatnya
minat pembudidaya rumput laut adalah harga rumput laut yang cukup tinggi
serta prospek pasar rumput laut yang begitu menguntungkan.
Menurut Mustafa (2009) kegiatan budidaya rumput laut telah memberikan
peluang usaha untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga dan
masyarakat. Jumlah pembudidaya setiap tahun mengalami peningkatan. Faktor
yang mendorong meningkatnya minat pembudidaya rumput laut adalah harga
rumput laut yang cukup tinggi dan menguntungkan. Peningkatan harga komoditi
tersebut pada pertengahan tahun 2007 yang sempat mencapai harga Rp
24
15.000,-/kg kering, telah memacu berkembangnya usaha budidaya rumput laut
sekaligus menggerakkan perekonomian masyarakat pesisir serta meningkatkan
peran serta anggota keluarga dan masyarakat dalam kegiatan tersebut.
Hasil penelitian ini nantinya akan diperoleh data dan informasi yang
memadai untuk mengetahui seberapa besar pendapatan usaha budidaya rumput
laut sehingga masyarakat kelurahan Pallete beralih profesi dari nelayan menjadi
pembudidaya rumput laut dan apakah usaha rumput laut layak dikembangkan
atau tidak bagi petani dengan melihat tingkat analisis finansialnya dari segi total
penerimaan dan keuntungan sehingga dapat mendukung pelaksana
pengembangan budidaya rumput laut yang akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan dan taraf hidup masyarakat di Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete
Riattang Timur Kabupaten Bone.
25
Skema Kerangka Pikir Penelitian Disajikan pada Gambar. 4
BudidayaBudidaya
Potensi Perikanan Laut
Potensi Perikanan Laut
Rumput LautRumput Laut
Pendapatan
Penerimaan1. Jumlah
Produksi2. Harga Satuan
Investasi
Kelayakan Usaha
Usaha Budidaya Rumput Laut
26
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Januari 2010 sampai Februari 2010 di
Kelurahan Pallette Kecamatan Tanete Riattang Timur Kab. Bone. Lokasi
penelitian dipilih secara sengaja (metode purposive), Kecamatan yang dipilih
adalah Kecamatan Tanete Riattang Timur dengan dasar pertimbangan
metodologis berdasarkan survey awal yang dilakukan, yaitu Kecamatan ini
mayoritas penduduknya menggantungkan hidupnya dalam
membudidayakan rumput laut, yang pada awalnya berprofesi sebagai
Nelayan.
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis survey yaitu penelitian yang
mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai
alat pengumpulan data dan digunakan sebagai data pokok sedangkan
pendekatan kuatitatif digunakan untuk memperoleh data yang dapat dinilai dalam
bentuk kategori dan angka guna mencapai tujuan dari penelitian ini.
C. Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pembudidaya
rumput jenis Eucheuma cottonii di Kelurahan Pallete yaitu sebanyak 150 orang.
Dari jumlah tersebut dilakukan Metode pengambilan sampel yang dilakukan
dengan menggunakan metode simple random sampling atau sampel acak
sederhana yaitu suatu metode pengambilan sampel dengan cara pengambilan
sampel secara acak, setiap anggota populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk menjadi sampel.
27
Jumlah populasi sebanyak 150 dan jumlah sampel yang diambil sebagai
responden adalah 10% dari jumlah populasi. Dengan demikian jumlah sampel
adalah 15 orang. Hal ini mengacu pada pendapat Sugiyono (2002) yang
menyatakan bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima berdasarkan
pada metode penelitian yang digunakan minimal 10% dari populasi.
D. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan cara
sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan usaha budidaya rumput
laut (Euchema cottonii) yang menjadi obyek penelitian.
2. Menggunakan kusioner, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan
daftar pertanyaan sebagai pedoman dalam melakukan wawancara dengan
responden
E. Sumber Data
Sumber data yang dikumpulkan terdiri dari :
1. Data primer yang diperoleh dari hasil observasi langsung dan wawancara,
dimana variabel yang diamati adalah keadaan umum pembudidaya rumput
laut, biaya tetap, biaya variabel, penerimaan dan keuntungan pembudidaya
2. Data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan dengan
penelitian yaitu Kantor Kelurahan Pallete , Dinas Perikanan Kabupaten Bone,
dan instansi yang terkait.
28
F. Metode Analisis
1. Analisis pendapatan yaitu analisis yang dilakukan untuk memperoleh nilai
pendapatan usaha budidaya rumput laut dengan rumus sebagai berikut
Pendapatan π = TR- TC
Yang diperoleh dari
TR = P. Q
TC = TFC + TVC
Dimana : π = Pendapatan
TR = Total Revenue
TC = Total Cost
TFC = Total Fixed Cost
TVC = Total Variabel Cost
P = Harga produk rumput laut (Rp/Kg)
Q = Jumlah produk rumput laut yang dihasilkan (Kg)
2. Analisis R/C Rasio
Adapun rumus R/C Rasio yaitu
TRR/C Rasio : -------- ( Soekartawi, 2002 )
TC Dimana,
TR : Total Revenue (Penerimaan Total) (Rp)
TC : Total Cost (Biaya Total) (Rp)
Dengan ketentuan :
R/C Rasio > 1 maka usaha memperoleh keuntungan.
R/C Rasio = 1 maka usaha dalam keadaan impas
R/C Rasio < 1 maka usaha mengalami kerugian
Jika hasil perhitungan R/C Rasio lebih besar dari satu maka usaha
29
budidaya rumput laut (Euchema cottonii) layak untuk diusahakan, sedangkan
apabila hasil perhitungan R/C Ratio lebih kecil dari satu, maka usaha budidaya
rumput laut (Euchema cottonii) tidak layak diusahakan. Jika hasil perhitungan
R/C Rasio sama dengan satu maka usaha budidaya rumput laut ( Euchema
cottonii ) impas.
G. Konsep Operasional
1. Pembudidaya rumput laut sebagai sampel yaitu masyarakat yang mata
pencahariannya mengusahakan budidaya rumput laut
2. Jumlah produksi adalah banyaknya kuantitas rumput laut kering yang
dihasilkan dalam usaha budidaya rumput laut untuk satu periode panen
dengan satuan Kg.
3. Harga produk adalah nilai atas suatu barang hasil produksi usaha yang
dinilai dengan satuan rupiah Rp/Kg.
4. Penerimaan adalah total jumlah produksi dikali dengan harga rumput laut
dengan satuan rupiah (Rp).
5. Total biaya (total cost) adalah jumlah keseluruhan biaya yang dikeluarkan
dalam kegiatan usaha budidaya rumput laut atau merupakan
penjumlahan antara biaya tetap dengan biaya variable
6. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu
periode produksi dengan satuan rupiah (Rp).
7. Biaya variabel adalah biaya faktor produksi yang penggunaannya habis
dalam satu kali periode produksi dengan satuan rupiah (Rp).
8. Pendapatan adalah selisih antara hasil yang diperoleh dari nilai
penerimaan (penjualan hasil produksi) dengan total biaya atau biasa
disebut juga keuntungan usahatani dengan satuan rupiah (Rp).
30
9. Investasi adalah biaya atau modala awal yang diperlukan dalam memulai
suatu usaha
10. Kelayakan Usaha adalah suatu ukuran untuk mengetahui secara jelas
apakah usaha budidaya rumput laut layak dikembangkan atau tidak.
31
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kecamatan Tanete Riattang Timur merupakan salah satu dari 24 (dua
puluh empat) Kecamatan di Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah 48,88 Km2 (1,07% dari total luas Kecamatan di Kabupaten Bone)
dan panjang pantai 10,8 Km. Kecamatan Tanete Riattang Timur termasuk
daerah beriklim sedang dengan curah hujan berkisar rata-rata 1.750 - 2.000 mm.
curah hujan terjadi pada bulan April sampai September dan kemarau terjadi pada
bulan Oktober sampai Maret. Temperature udara rata-rata berkisar antara 260C
sampai 430C sedangkan kelembaban udara relative 95 - 99%. Secara geografis
Kecamatan Tanete Riattang Timur terletak pada koordinat 4º28’16” LS - 4º34’13”
LS dan 120º21’49” BT - 120º23’48” BT dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan perairan Teluk Bone
Sebelah Timur berbatasan dengan perairan Teluk Bone
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Barebbo Kabupaten
Bone
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanete Riattang dan
Kecamatan Awangpone Kabupaten Bone
Untuk lebih jelasnya letak geografis wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur
dapat dilihat pada Gambar 5 dan peta geografis dan batas-batas wilayah dapat
dilihat pada Lampiran 1.
B. Luas Wilayah Kelurahan Pallete
Kecamatan Tanete Riattang Timur terdiri dari 8 (delapan) kelurahan yaitu
Tibojong, Cellu, Bajoe, Toro, Panyula, Waetuo, dan Pallette. Sebagian besar
wilayahnya berada di daerah pantai kecuali wilayah Kelurahan Tibojong dan
32
kelurahan Cellu. Kecamatan Tanete Riattang Timur beserta luas wilayahnya
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Kelurahan di Kecamatan Tanete Riattang Timur Kab. BoneNo. Kelurahan Luas (Km2) Persentase (%)
1. Tibojong 5,40 11,052. Cellu 6,14 12,56
3. Bajoe 5,58 11,424. Lonrae 2,30 4,71
5. Toro 4,10 8,386. Panyula 5,00 10,23
7. Waetuo 13,66 27,95
8. Pallette 6,70 13,71
Jumlah 44,88 100,00
Sumber : Kecamatan Tanete Riattang Timur dalam angka (2008)
Dari Table 2 menunjukkan bahwa wilayah terluas terletak dikelurahan
Waetuo dengan persentase sebesar 27,95% dari total luas wilayah kecamatan
tanete Riattng Timur. Bila dibandingkan dengan luas wilayah dilurahan lainnya,
maka perbandingannya cukup berbeda jauh yaitu rata-rata sekitar 1 : 3.
Lokasi penelitian terletak di Kelurahan palette yang merupakan salah satu
kelurahan di Kecamatan Tanete Riattang Timur yang berada diwilayah pesisir.
Memiliki ekosistem daratan dan laut yang keduanya saling mempengaruhi.
Berdasarkan data statistik 2009 diperoleh data luas Kelurahan Pallette sekitar
6,70 Km² dengan panjang garis pantai sekitar 2,75 Km. daratan Kelurahan
Pallette berupa hutan dan berbukit dengan ketinggian sekitar < 100 meter dari
permukaan laut. Keadaan pantai Kelurahan Pallette berbatu dan hampir
sepanjang pantai ditutupi hutan bakau (mangrove) dengan luas areal sekitar 7,50
Ha. Selain itu, hasil survey juga ditemukan areal pesisir yang ditutupi oleh
terumbu karang seluas 129,60 Ha.
33
Kelurahan Pallette secara administrasi terdiri dari 3 dusun. Ketiga dusun
tersebut semuanya terletak di wilayah pesisir. Secara geografis Kelurahan
Pallette terletak pada 4º29’31” LS dan 120º23’36” BT dengan batas-batas
sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan perairan Teluk Bone;
Sebelah Timur berbatasan dengan perairan Teluk Bone; Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kelurahan Waetuo; Sebelah Barat berbatasan dengan
Desa Mallari. Gambaran letak geografis wilayah Kelurahan Pallette dapat dilihat
pada Lampiran 10.
Secara administrative Kelurahan Pallette terbagi atas 3 (tiga) lingkungan
yang terdiri dari 6 (enam) Rukun Tetangga (RT). Adapun lingkungan-lingkungan
yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Pallette yaitu lingkungan Teppoe,
lingkungan kampong tengah dan lingkungan Kalicoppeng. Luas keseluruhan
wilayah Kelurahan Pallette diperhatikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Distribusi Penggunaan Tanah di Kelurahan Pallette
No. Jenis Penggunaan Tanah Luas Wilayah (Ha)
1. Jalan 17
2. Pekarangan 173. Perkebunan 874. Hutan 675. Tambak 1076. Pemukiman 867. Lain-lain 289
Jumlah 670
Sumber : Kecamatan Tanete Riattang Timur dalam angka (2008)
Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis penggunaan tanah terluas adalah
lahan tambak dengan luas 107 Ha, disusul lahan perkebunan seluas 87 Ha,
kemudian lahan pemukiman 86 Ha, hutan 67 Ha dan jalan serta serta
pekarangan masing-masing 17 Ha. Selain itu, terdapat pula peruntukan lahan
lainnya seperti pekuburan, bangunan umum dan lain-lain dengan luas 289 Ha.
34
Jarak Kelurahan Pallette dengan Ibukota Kecamatan dan Kabupaten
relative agak jauh masing-masing yaitu 13 Km dari Ibukota kecamatan dan 14
Km dari Ibukota Kabupatan. Namun tingkat aksebilitas masyarakat Kelurahan
Pallette cukup tinggi karena beberapa faktor :
Kondisi jalan beraspal mulai dari Ibukota Kecamatan sampai Ke Ibukota
Kabupaten.
Alat transportasi berupa ojek, roda empat (mikrolet), dan delman cukup
tersedia, lancar dan harganya relatif dapat terjangkau oleh masyarakat
setempat.
C. Kondisi Demografi
a. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Tanete Riattang Timur Tahun 2008 adalah
37.381 jiwa yang terdiri dari 18.181 jiwa laki-laki dan 19.201 jiwa perempuan,
jumlah kepala keluarga (KK) sekitar 8028 KK (data terakhir Badan Pusat Satistik
Kabupaten Bone 2008).
Jumlah penduduk Kelurahan Pallette sampai dengan tahun 2008 yaitu
1172 jiwa yang terdiri dari 529 jiwa laki-laki dan 643 jiwa perempuan. Rincian
jumlah penduduk setiap kelurahan di Kecamatan Tanete Riattang Timur sampai
dengan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah penduduk Kelurahan Pallette tahun 2008
No Lingkungan Penduduk (jiwa) Jumlah(jiwa)Laki-laki Perempuan
1. Teppoe 128 137 265
35
2. Kampung Tengah 164 162 3263. Kalicoppeng 237 344 581
Jumlah 529 643 1172Sumber : Kantor Kelurahan Pallette, 2008
Data Tabel 4, menunjukan bahwa Lingkungan Kalicoppeng berpenduduk
terbanyak yaitu 581 jiwa, disusul Lingkungan Kampung Tengah sebanyak 326
Jiwa dan Lingkungan Teppoe sebanyak 265 Jiwa. Dalam konteks komposisi
penduduk, jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibandingkan dengan
penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan terdata sebanyak 643 jiwa
sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 529 jiwa.
Jumlah penduduk yang sebagian besar bermukim di wilayah pesisir
merupakan potensi tenaga kerja yang dapat memanfaatkan sumberdaya pesisir
dan laut untuk kegiatan kelautan dan perikanan termasuk pengembangan
budidaya rumput laut.
Jumlah penduduk juga dapat dikelompokkan berdasarkan umur produktif
tenaga kerja. Jumlah penduduk Kecamatan Tanete Riattang Timur berdasarkan
kelompok umur produktif tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk Kecamatan Tanete Riattang Timur berdasarkan kelompok umur produktif tenaga kerja tahun 2008
No. Kelompok umur Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 15 – 24 7.293 19,512. 25 – 34 5.143 13,763. 35 – 44 4.867 13,024. 45 – 54 3.544 9,485. 55 – 64 1.891 5,06
Jumlah umur produktifJumlah penduduk
22.73837.381
60,83100,00
Sumber : Kecamatan Tanete Riattang Timur dalam angka, 2008
Berdasarkan data pada Tabel 5, dapat dikemukakan bahwa sebagian
besar (60,83 %) penduduk Kecamatan Tanete Riattang Timur tergolong umur
produktif. Kelompok umur 15 – 24 tahun merupakan jumlah terbesar yaitu 7.293
orang atau 19,51 % dan menurun sesuai dengan pertambahan umur penduduk
36
hingga mencapai persentase paling rendah 5,06 % pada kelompok umur 55 –
64.
Kelompok umur produktif penduduk tersebut merupakan potensi yang
dapat mendukung pengembangan budidaya rumput laut. Selain itu, kegiatan
budidaya rumput laut misalnya pada saat praproduksi dan pascapanen dapat
dilakukan oleh semua kelompok umur baik anak-anak maupun orang yang sudah
lanjut usia.
b. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap perubahan pola pikir masyarakat. Selain itu, pendidikan juga bertujuan
untuk persiapan memasuki dunia kerja. Sebagian besar penduduk Kelurahan
Pallette adalah masyarakat yang sudah dan pernah mengenyam pendidikan dari
tingkatan pendidikan yang berbeda-beda. Untuk mengetahui kelompok
penduduk Kelurahan Pallette berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah penduduk Kelurahan Palette berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2008
No Pendidikan anggota keluarga
Jumlah Persentase (%)
1. Belum sekolah 194 16,552. Tidak tamat SD 155 13,223. TK 125 10,664. SD 496 42,325. SMP 79 6,746. SMA 93 7,957. PT 30 2,56
Jumlah 1172 100Sumber : Kantor Kelurahan Pallete, 2008
Data pada Tabel 6 menujukkan dominasi jumlah penduduk yang tamat
SD sebesar 42,32 %. Kondisi ini mengisaratkan bahwa faktor pendidikan menjadi
persoalan yang krusial di kelurahan ini dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Oleh karena itu, pemerintah dan segala aspek yang terlibat harus lebih
37
intensif mensosialisasikan arti penting dari pendidikan dengan dukungan
penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan tersebut.
Disamping itu jenis pendidikan yang dapat memberikan konstribusi
langsung (pragmatis) kepada masyarakat juga harus menjadi perhatian bagi
pemerintah, misalnya pendidikan berdasarkan potensi sumberdaya yang dimiliki
seperti sekolah-sekolah perikanan dan sebagainya. Konteks ini sejalan dengan
strategi yang ditawarkan Mosher (1966) dalam bukunya “Getting Agriculture
Moving” bahwa salah satu syarat faktor-faktor pelancar pembangunan pertanian
adalah pendidikan pembangunan. Pendidikan pembangunan adalah pendidikan
yang sesuai untuk suatu masyarakat yang ingin maju yaitu pendidikan yang
bersikap selektif didalam memilih bahan-bahan untuk membuat tiap generasi
baru mengenal masa lampau dan selektif pula didalam memilih pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan baru yang diajarkan kepada tiap orang.
Pendidikan tersebut harus lebih dititik beratkan pada kepercayaan dan tradisi
masyarakatnya daripada hal-hal lain. Artinya pendidikan itu mengambil manfaat
dari pengalaman masa lampau dari masyarakat-masyarakat lain sejauh hal itu
akan membantu masyarakatnya bergerak maju kearah perkembangan yang
dikehendaki (Mosher, 1966).
c. Jumlah penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian.
Mata pencaharian dimaksudkan sebagai pekerjaan pokok yang dilakukan
untuk menunjang penghasilan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Pallette dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kelurahan Pallette Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Tahun 2008
No. Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (%)1. Petani 289 24,662. Nelayan 380 32,423. Pedagang 67 5,72
38
4. Wiraswasta 130 11,095. PNS 72 6,146. Tidak bekerja 234 19,97
Jumlah 1172 100 Sumber : Kantor Kelurahan Pallette, 2008
Berdasarkan data pada Tabel 7, dapat dikemukakan bahwa mata
pencaharian paling dominan penduduk Kelurahan Pallette adalah nelayan
(32,42%), disusul Petani yaitu sebesar (24,66%) .Persentase jumlah penduduk
yang tidak bekerja cukup besar yaitu sebesar (19,97%). Konteks ini tentunya
harus menjadi perhatian yang serius dari pemerintah lokal agar dapat
menfasilitasi mereka untuk membuka peluang-peluang ekonomi sebagai mata
pencaharian.
d. Kelembagaan Formal dan Informal
Secara administratif, Kelurahan Pallette dipimpin oleh seorang Kepala
Lingkungan yang bertanggungjawab terhadap segala aktivitas yang terjadi di
dalam kehidupan masyarakat. Peran kelembagaan yang ada di Kelurahan
Pallette berjalan dengan cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari pengaruh Kepala
Kelurahan yang cukup besar terhadap masyarakat Kelurahan Pallette.
Kelembagaan Informal yang ada di Kelurahan pallette berupa Stuktur
kelembagaan di mesjid dan bentuk-bentuk lembaga yang tercipta dari dalam
masyarakat seperti kelompok nelayan. Kelembagaan yang kuat yang memberi
pengaruh terhadap segala pengambilan keputusan dalam kehidupan masyarakat
Kelurahan Pallette. Hal ini dikarenakan sistem yang berjalan dalam kelembagaan
ini sudah merupakan ikatan kerja yang berlangsung selama kontrak/kesepakatan
dalam usaha yang ditekuni itu berjalan, misalnya pada kelompok nelayan
Pengikat Rumput laut.
e. Sarana dan Prasarana
39
Kelurahan Pallette memiliki prasarana jalan desa yang beraspal (6 km)
dan 2 km merupakan jalan tanah, yang menghubungkan antara satu dusun
dengan dusun lainnya. Jalan beraspal berjarak 6 km dan panjang jalan tanah
sekitar 6 km (Data Kelurahan Pallette, 2008). Sistem transportasi darat
khususnya transportasi umum masih sangat kurang di kelurahan ini, pada
umumnya untuk bepergian antar dusun maupun desa dilakukan dengan berjalan
kaki. Secara umum untuk sarana dan prasarana yang menunjang perekonomian
masyarakat Kelurahan Pallette masih tergolong minim. Untuk saat ini
keberadaan transportasi ojek cukup membantu aksebilitas masyarakat Kelurahan
Pallette. Untuk keperluan administrasi Kelurahan, terdapat bangunan kantor
Kelurahan. Sementara lampu penerangan bagi penduduk sebagian besar
menggunakan lampu penerangan dari tenaga listrik generator milik pemerintah.
Jenis dan jumlah fasilitas serta pusat pelayanan yang terdapat di Kelurahan
Pallette terlihat pada Tabel 8
Tabel 8. Jenis dan Jumlah Fasilitas / Pusat Pelayanan yang terdapat di Kelurahan Pallette.
No Jenis Fasilitas dan Pusat Pelayanan1. Kantor Kelurahan 1 buah
2. Sarana Wisata 1 buah
40
2. Pangkalan Ojek 2 buah
3. Sekolah- Taman kanak-kanak- Sekolah Dasar
1 buah2 buah
4. Mesjid 3 buah
5. Toko, Kios dan Warung Sekitar 25 buahTersebar di tiga dusun
6. Posyandu 1 buah
7. Puskesmas 1 buah
8. Pos Kamling 3 buah
Sumber : Kantor Kelurahan Pallette, 2008
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa perkembangan di daerah
ini belum dapat dikatakan maju. Hal ini dapat dinilai dari besarnya jumlah sarana
dan prasarana yang ada. Pada sarana perekonomian, pemerintah tidak
menyediakan sarana satupun, hanya warung yang tersedia dikelurahan ini,
itupun masih dalam skala sangat sederhana.
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu penunjang
dalam meningkatkan pola pikir masyarakat sehingga dapat mengikuti
perkembangan dan menerima inovasi yang ada. Pemerintah setempat hanya
menyediakan sekolah-sekolah mulai dari TK sampai di tingkat SD saja, sehingga
masyarakat yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi harus
ke kota untuk bersekolah. Untungnya akses transportasi ke kota lumayan dekat
dengan sarana transportasi yang lumayan lancar. Salah satu kriteria tenaga kerja
dikatakan produktif adalah indikator keterampilan dan pengetahuan baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan non formal yang diperoleh melalui
pelatihan–pelatihan, dengan demikian pendidikan akan mempengaruhi
pengetahuan masyarakat sebagai faktor yang menentukan kemampuan
penyerapan masukan baru berupa teknologi dan informasi guna meningkatkan
taraf hidup rakyat.
41
Pada sarana pemerintahan didirikan kantor lurah. Sedangkan dalam
bidang olahraga terdapat lapangan sepak Takraw . Pemerintah juga telah
mendirikan posyandu dan puskesmas agar kesehatan masyarakat tetap terjaga.
Masyarakat di Kelurahan Pallette sebagian besar beragama Islam
sehingga untuk sarana ibadah, masyarakat mempunyai tempat-tempat ibadah
seperti mesjid dan mushallah, selain sebagai tempat ibadah juga dipergunakan
sebagai sarana pendidikan pengajian.
Salah satu kelebihan dari Kelurahan Pallette ini karena merupakan
daerah pariwasata, dimana kelurahan tersebut memiliki 1 tempat wisata yang
sangat terkenal yaitu, Tanjung Wisata Pallette. Salah satu tempat wisata yang
paling terkenal di kabupaten Bone yaitu Tanjung Wisata Pallette. Meskipun
demikian, Masyarakat Kelurahan Pallette belum bisa memanfaatkan kelebihan
tersebut. hal ini dapat dilihat dari kurangnya masyarakat Kelurahan Pallette yang
menjajakan makanan dan minuman di tempat wisata tersebut.
f. Budaya
Secara umum masyarakat Kelurahan Pallette masih memegang norma-
norma adat dan nilai-nilai sosial yang masih baik. hal ini tercermin dari
kepedulian masyarakat yang dengan rela membantu secara gotong-royong
dalam membiayai kehidupan satu keluarga yang tidak mampu. selain itu jiwa
sosial masyarakat di kelurahanan ini terlihat pada saat mendirikan rumah, tenda-
tenda warung, atau pos-pos perkumpulan remaja maka tanpa diundang
masyarakat akan datang membantu menyelesaikannya.
Rata-rata mayoritas masyarakat Kelurahan Pallette merupakan masyarakat
yang menganut agama islam. Kepercayaan tradisional peninggalan nenek
moyang mereka masih sangat melekat dan mewarnai kehidupan masyarakat
Kelurahan Pallette sebagai acuan dalan melakukan aktifitas kehidupannya.
Acuan hidup dalam bentuk sistem budaya tersebut tumbuh dan berkembang
42
dalam kehidupan masyarakat mereka yang diperoleh melalui proses pewarisan
budaya dari generasi ke generasi.
D. Potensi Perikanan
Sebagian besar wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur terletak
dipinggir pantai yang memiliki potensi yang cukup besar meliputi panjang garis
pantai 10,8 Km, 73,2 Ha luas hutan mangrove dan 418,5 Ha terumbu karang.
Potensi tersebut mendukung sub Sektor perikanan khususnya penangkapan ikan
dan budidaya rumput laut di laut, budidaya perikanan dan pengelolaan wilayah
pesisir yang dijadikan sebagai obyek wisata Pantai. Panjang garis pantai beserta
luas terumbu karang dan hutan mangrove di Kecamatan Tanete Riattang Timur
ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Panjang Garis Pantai Kecamatan Tanete Riattang Timur
No. KelurahanPanjang
Garis Pantai(Km)
LuasTerumbu Karang
(Ha)
Luas HutanMangrove
(Ha)1.2.3.4.5.6.
BajoeLonraeToroPanyulaWaetuoPallette
2,31,251,51,02,0
2,75
13,559,4064,8070,2081,00
129,60
18,50-
10,5812,5224,107,50
Jumlah 10,8 418,5 73,20
Sumber : Data Statistik Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone (2008)
Tabel 9 diatas menunjukkan bahwa Kelurahan Pallette merupakan desa
yang memiliki garis pantai tarpanjang dan sebaran terumbu karang terluas yaitu
masing-masing sebesar 2,75 Km dan 129,60 Ha. Hal ini disebabkan karena
sebagian besar wilayah Kelurahan Pallette dikelilingi oleh laut. Sedangkan hutan
mangrove terluas terletak di Kelurahan Waetuwo sebesar 24,10 Ha.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa Kecamatan Tanete Riattang
Timur merupakan wilayah pesisir yang mempunyai potensi perikanan darat
43
(tambak) dan laut yang cukup besar untuk dikembangkan. Adapun potensi
wilayah pesisir Kecamatan Tanete Riattang Timur untuk pengembangan
perikanan dan kelautan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Potensi wilayah pesisir Kecamatan Tanete Riattang Timur untuk kegiatan perikanan dan kelautan tahun 2008
No Keragaan potensi perikanan dan kelautan Jumlah1.2.3.4.5.6.7.8.
Rumah Tangga Perikanan (RTP)Luas tambakLuas mangroveLuas perairanArmada kapalAlat tangkapPPI/TPIDesa pesisir
1.296 KK1.947 Ha
73 Ha1.776 Ha889 unit
1.621 unit5 buah
6 kelurahanSumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone, 2008
Sejalan dengan potensi sumberdaya perikanan dan kelautan tersebut,
maka masyarakat Kecamatan Tanete Riattang Timur sebagai masyarakat pesisir
sebagian bermata pencaharian di bidang perikanan dan kelautan misalnya
pembudidaya ikan, udang, dan rumput laut di tambak, nelayan, pengolah ikan,
pembudidaya rumput laut di laut, pedagang dan pengolah ikan. Berbagai
komoditas perikanan dan kelautan dihasilkan dari para nelayan, pembudidaya,
dan pengolah ikan tersebut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal
maupun untuk dikirim ke daerah-daerah lain. Banyaknya produksi komoditas
perikanan dan kelautan di Kecamatan Tanete Riattang Timur dari tahun 2004
sampai 2008 dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Banyaknya produksi perikanan dan kelautan menurut jenisnya di Kecamatan Tanete Riattang Timur tahun 2004 - 2008 (Satuan:ton)
No Jenis 2004 2005 2006 2007 20081.2.3.4.5.
Ikan lautUdangKepitingRumput lautBandeng
42.863,1186,485,1
1.102750,2
42,863,1186,485,1
1.102750,2
43.861,1163,764,5
1.376771,5
55.079159,844,5
4.509733,5
53.592,965,9243
3.060754
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone, 2008
44
Berdasarkan data pada Tabel 11, dapat dijelaskan bahwa komoditas hasil
perikanan laut masih mendominasi produksi selama 5 tahun terakhir. Hal yang
menarik adalah produksi rumput laut mulai tahun 2007 meningkat tiga kali lipat
dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pertambahan jumlah
pembudidaya rumput laut khususnya pembudidaya Eucheuma cottoni
meningkat cukup signifikan seiring dengan peningkatan harga rumput laut pada
bulan Agustus tahun 2007 dari sekitar Rp 5.000,-/kg, kemudian meningkat
mencapai Rp 15.000,-/kg kering.
E. Gambaran Umum Responden
Pembudidaya rumput laut adalah setiap orang yang melakukan usaha
rumput laut pada satu kali musim tanam. Kemampuan pembudidaya untuk
menerima setiap inovasi teknologi baru serta pengambilan keputusan dalam
pengelolaan usahanya dipengaruhi oleh pola fikir dan berbagai faktor yang ada
pada pembudidaya itu sendiri. Keberhasilan dan keberlanjutan budidaya rumput
laut tidak terlepas dari sumberdaya manusia pembudidaya sebagai tenaga kerja
yang mengelola kegiatan tersebut. Identitas pembudidaya responden di
Kelurahan Pallete atau Sumber daya manusia pembudidaya sebagai salah satu
faktor utama dapat dilihat berdasarkan pada beberapa variabel seperti umur,
tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, pengalaman dan pengetahuan/
keterampilan.
1. Tingkat Umur
Umur seorang pembudidaya berpengaruh terhadap cara atau pola fikir
dan kemampuan fisiknya untuk bekerja. Umumnya pembudidaya yang masih
muda dan sehat relatif lebih mudah menerima teknologi dan berani menanggung
resiko serta memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dalam bekerja
45
dibandingkan dengan pembudidaya yang telah berusia lanjut. Kemampuan
berpikir dan bekerja sangat ditentukan oleh umur pembudidaya dan pelaku
pemasaran dalam setiap aktivitas pemasaran dan tingkat umur pula sangat
mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berpikir serta bagaimana bertindak
pada diri seseorang. Pada umumnya, pembudidaya yang telah berumur tua
memiliki kemampuan fisik yang mulai menurun dan mengalami kesulitan dalam
mengadopsi suatu teknologi yang baru tetapi cenderung mempunyai
pengalaman yang lebih banyak. Sebaliknya, bagi mereka yang masih muda
disamping kemampuan fisik yang masih kuat, mereka juga lebih muda menerima
suatu inovasi baru. Namun demikian, umur yang relatif muda bukanlah
merupakan suatu jaminan akan keberhasilan dalam berusaha tani.
Jika ditinjau dari kisaran umur, maka seluruh responden memiliki kisaran
umur antara 24 – 58 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa para responden masih
berada pada usia produktif. Secara lebih detil maka klasifikasi responden
berdasarkan umurnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ;
Tabel 12. Persentase Jumlah Responden Pembudidaya Berdasarkan Tingkat Umur Di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)1 15 – 24 1 6,662 25 – 34 6 40,003 35 – 44 2 13,334 45 – 54 5 33,335 55 – 64 1 6,66
TOTAL 15 100,00 Sumber : Data Primer Setelah diolah 2010
Pada tabel 12 diatas menunjukkan bahwa pembudidaya rumput laut yang
berumur diantara 15 - 24 tahun berjumlah 1 orang (6,66 %) paling dominan
menjadi pembudidaya rumput laut, berkisar 25 - 34 tahun berjumlah 6 orang
(40,00 %), umur pembudidaya rumput laut berkisar 35 - 44 tahun berjumlah 2
orang (13,33 %) umur pembudidaya rumput laut berkisar antara 45 - 44 tahun
46
berjumlah 5 orang (33,33 %), dan umur pembudidaya rumput laut berkisar antara
55 - 64 tahun berjumlah 1 orang (6,66 %). Gambaran tersebut menunjukkan
bahwa usaha budidaya rumput laut dilokasi penelitian masih rata-rata lebih
banyak dilakukan oleh pembudidaya yang berusia relatif muda yang masih masih
sangat produktif untuk mengembangkan usaha budidayanya.
2. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal sangat besar peranannya dalam proses
penerapan teknologi baru. Secara teoritis semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, semakin cepat pula orang tersebut menyesuaikan diri terhadap
perubahan teknologi. Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi sikap,
perilaku dan pola pikir seseorang dalam memahami suatu informasi dan inovasi
teknologi. Pada masyarakat pesisir tingkat pendidikan sangat mempengaruhi
sikap dan respon terhadap informasi dan inovasi teknologi dari luar, terutama
kemampuan mengikuti proses alih teknologi di bidang perikanan dan kelautan.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan responden di
lokasi penelitian bervariasi dari tamat sekolah dasar, sekolah menengah pertama
dan sederajat, sekolah menengah atas dan sederajat. Tingkat pendidikan formal
responden di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Responden Pembudidaya Rumput Laut Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
Tingkat pendidikan PetaniJumlah %
SD 7 46,67SMP 6 40,00SMA 2 13,33
Jumlah 15 100
47
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010
Berdasarkan tingkat pendidikan, maka sebagian responden memiliki
tingkat pendidikan yang rendah yang hanya sampai pendidikan Sekolah Dasar
(SD) atau yang sederajat. Dari 15 orang responden yang diwawancara
sebanyak 7 orang (46,67 %) hanya sampai ke tingkat SD, kemudian 6 orang
(40,00%) mampu bersekolah hingga ke pendidikan menengah pertama (SMP),
dan 2 responden (13,33 %) berhasil menempuh pendidikan hingga ke pendidikan
menengah atas (SMA dan yang sederajat). Walaupun tingkat pendidikan
pembudidaya sebagian besar (55,56 %) hanya setingkat sekolah dasar. Namun
demikian, dalam melaksanakan kegiatan budidaya hal ini bukan menjadi
penghambat karena kegiatan budidaya rumput laut tidak menuntut keahlian
tertentu yang harus diperoleh melalui jenjang pendidikan tertentu pula.
Budidaya rumput laut dapat dilakukan oleh siapa saja karena teknologi yang
diterapkan cukup sederhana. Namun demikian, inovasi teknologi budidaya yang
lebih baik dan sesuai dengan anjuran memerlukan peningkatan pengetahuan
dan keterampilan, baik melalui pelatihan maupun bimbingan dan penyuluhan dari
penyuluh perikanan setempat. Berdasarkan pengakuan responden, bahwa
kegiatan pelatihan bagi pembudidaya rumput laut sudah pernah dilakukan.
Tetapi untuk pengembangan budidaya dengan penerapan teknologi yang lebih
baik meski sering perlu dilakukan pelatihan, bimbingan, dan penyuluhan kepada
para pembudidaya rumput laut.
Akibat dari rendahnya tingkat pendidikan masyarakat wilayah pesisir
tersebut, menyebabkan mereka sulit untuk mengangkat status sosial
ekonominya. Hal ini disebabkan ketidakmampuan mereka untuk dapat mengelola
potensi dan sumberdaya yang besar karena permasalahan pengelolaan dan
penciptan pekerjaan-pekerjaan alternatif sangat berhubungan dengan tingkat
pendidikan.
48
3. Jumlah Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang biaya
hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga yang terdiri atas pembudidaya
responden itu sendiri sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak dan tanggungan
lainnya yang tinggal seatap dan sedapur. Jumlah anggota keluarga yang besar
tidak selamanya merupakan modal bagi keluarga tetapi dapat juga menjadi
beban bagi keluarga sebab tidak semua anggota keluarga merupakan tenaga
yang produktif. Besar kecilnya jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah
tangga perikanan (RTP) menunjukkan besar kecilnya beban tanggungan yang
harus dipikul oleh pembudidaya sebagai kepala keluarga. Jumlah anggota
keluarga yang banyak juga dapat menunjang ekonomi keluarga. Semakin besar
jumlah anggota rumah tangga, dapat menunjang ekonomi keluarga karena
dapat terlibat pada berbagai kegiatan produktif, misalnya terlibat dalam proses
produksi hingga pascapanen.
Sejalan dengan hal tersebut, anak-anak dibawah umur, orang lanjut usia
dan ibu rumah tangga walaupun menjadi beban kepala keluarga namun sedikit
tidaknya mereka melibatkan diri membantu dalam usaha budidaya rumput laut.
Untuk lebih jelasnya, jumlah tanggungan responden disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Karakteristik Responden Pembudidaya Rumput Laut Berdasarkan Jumlah Tanggungan di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
Jumlah tanggungan PetaniJumlah %
1 – 3 5 33,334 – 6 9 60,007 – 9 1 6,67
Jumlah 15 100,00Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
49
Tabel 14 menunjukkan bahwa 5 orang (33,33 %) dari 15 pembudidaya
responden memiliki jumlah tanggungan antara 1 - 3 orang, disusul 9 orang
(60,00 %) dari 15 petani responden memiliki jumlah tanggungan antara 4 - 6
orang selanjutnya jumlah tanggungan yang dimiliki antara 7 – 9 orang yaitu
berjumlah 1 orang pembudidaya responden (6,67 %).
Beban tanggungan keluarga secara langsung akan memberikan
pengaruh terhadap pembudidaya untuk membiayai usaha budidayanya dan
pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha budidayanya hanya mampu
mencukupi kebutuhan yang bersifat konsumtif. Dari hasil penelitian diketahui
bahwa banyaknya jumlah tanggungan dapat pula mencerminkan jumlah tenaga
kerja yang tersedia dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut. Hal ini
dapat menjadi faktor pendukung untuk memberikan kontribusinya dalam kegiatan
produksi rumput laut, misalnya untuk persiapan tali bentangan, pengikatan bibit
rumput laut, panen dan pascapanen/penjemuran.
4. Pengalaman Usaha
Pengalaman responden diukur berdasarkan lamanya responden terlibat
dalam kegiatan usahanya. Semakin lama responden bekerja pada kegiatan
tersebut semakin banyak pengalaman yang diperolehnya. Dengan pertambahan
usia, selalu akan diikuti oleh meningkatnya pengalaman seseorang dalam
berbagai aspek kehidupan termasuk pengalaman pekerjaan yang ditekuni.
Semakin lama sesorang menekuni suatu pekerjaan maka semakin meningkat
pula pengetahuan, keterampilan, dan pengalamannya dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut. Sedangkan responden dengan pengalaman yang minim
meskipun pengalaman yang dimilikinya masih kurang namun lebih dinamis
sehingga lebih cepat mendapatkan pengalaman-pengalaman baru dalam
mengadopsi teknologi yang berkaitan dengan kegiatannya. Berdasarkan hasil
pengolahan data primer maka dapat diketahui bahwa para responden umumnya
50
baru menjalankan usaha budidaya rumput laut yaitu kurang dari 5 tahun. Jika
lama bekerja dibidang ini diuraikan lebih jauh, maka diperoleh responden yang
telah bekerja 1 - 2 tahun berjumlah 3 orang, sedangkan yang telah memiliki masa
kerja 3 – 4 tahun sebanyak 9 orang. Sedangkan responden yang baru memiliki
pengalaman kerja 5 - 6 adalah 3 orang. Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa sebagian besar responden telah memiliki pengetahuan yang mendalam
mengenai usaha perikanan. Adapun Karakteristik Responden Pembudidayai
Rumput Laut Berdasarkan Pengalaman Berusaha di Kelurahan Pallete
Kabupaten Bone disajikan pada tabel 15.
Tabel 15. Karakteristik Responden Pembudidaya Rumput Laut Berdasarkan Pengalaman Berusaha di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No
Lama Usaha (Tahun)
Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 1 – 2 3 20,002. 3 – 4 9 60,003. 5 – 6 3 20,00
Total 15 100,00Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Pada lokasi penelitian, responden yang berprofesi sebagai pembudidaya
rumput laut menunjukkan umumnya mereka baru menekuni usaha budidaya
rumput laut ini sekitar 2 tahun keatas. Sebanyak 3 responden baru menekuni
usaha ini berkisar 1 - 2 tahun. Hal ini disebabkan karena kegiatan usaha
budidaya rumput laut di Kelurahan Pallete mulai berkembang pada tahun 2007
sampai pertengahan 2008 pada saat harga rumput laut cukup tinggi.
Berdasarkan data hasil penelitian, dapat dikemukakan bahwa beralihnya
nelayan penangkap ikan dan masyarakat pesisir pada umumnya menjadi
pembudidaya rumput laut walaupun tanpa didukung dengan pengalaman dan
keterampilan yang memadai membuktikan bahwa kegiatan budidaya rumput laut
51
dapat dilakukan oleh siapa saja yang berminat. Hal ini dapat menjadi faktor yang
mendukung pengembangan budidaya rumput laut.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Usaha Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete
Metode budidaya rumput laut yang diterapkan oleh pembudidaya di lokasi
penelitian adalah metode lepas dasar dengan menggunakan tiang pancang dari
52
kayu atau bambu. Pembudidaya yang menerapkan metode ini adalah mereka
yang membudidayakan rumput laut lokasi pada perairan yang lebih dangkal.
Tiang pancang atau bambu diperoleh dengan cara memesan kepada pedagang.
Harga tiang pancang dari batang bambu adalah Rp 10.000-/batang. Jumlah tiang
pancang yang dibutuhkan tergantung banyaknya bentangan. Metode budidaya
yang digunakan adalah metode lepas dasar dengan menggunakan bambu atau
pohon kayu sebagai tiang pancang sepanjang pesisir pantai pada kedalaman
yang masih terjangkau oleh panjangnya tiang pancang tersebut. Untuk lebih
jelasnya metode budidaya yang diterapkan oleh pembudidaya di lokasi penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 10.
Usaha budidaya rumput laut tidak banyak membutuhkan sarana produksi.
Pembudidaya hanya membutuhkan tiang pancang, tali utama dan tali
bentangan, tali bibit (tali ris) sebagai media menggantungkan rumput laut, bibit,
pelampung, perahu, dan alat penjemuran. Tahapan kegiatan budidaya rumput
laut meliputi pengadaan dan pengikatan bibit, pemeliharaan, panen dan
pascapanen.
1. Pengadaan dan Penanaman Bibit
Pada umumnya pembudidaya memproduksi sendiri bibit rumput laut yang
akan ditanam, kecuali pada saat awal kegiatan budidaya rumput laut. Pada awal
kegiatan budidaya, bibit rumput laut diperoleh dari pembudidaya lain baik yang
berasal dari dalam kawasan budidaya maupun dari luar kawasan budidaya. Bibit
yang digunakan adalah berumur kurang lebih 30 – 45 hari. Perbanyakan bibit
dilakukan secara vegetatif yaitu dengan memilah dan memilih rumput laut yang
kondisinya baik, yaitu bibit yang bebas dari lumut dan masih muda serta banyak
cabang.
53
Sampai saat ini belum ada lembaga atau balai milik pemerintah yang
khusus menyiapkan bibit yang memenuhi standar, sehingga untuk mencukupi
kebutuhan bibit rumput laut, pembudidaya memproduksi sendiri atau membeli
dari pembudidaya lain. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara dengan
pembudidaya, bibit pertama kali didatangkan dari Jeneponto oleh Building
Depelopment Services (BDS) PT.Kospermindo yang melakukan uji coba
budidaya rumput laut pada tahun 2004 di Tanjung Pallette dengan melibatkan
masyarakat sebanyak 20 orang. Seiring dengan perkembangan budidaya rumput
laut yang semakin pesat, maka kebutuhan bibit pun semakin meningkat.
Harga bibit pada saat penelitian dilakukan yaitu 2.000 - 2.500,-/kg. Bibit
yang telah diseleksi dan dipotong-potong kemudian diikat pada tali berukuran
diameter 1 mm yang telah terpasang pada tali bentangan. Dalam satu tahun
kalender, pembudidaya dapat melakukan kegiatan penanaman 3 kali. Hal ini
memungkinkan dilakukan karena setelah panen, pembudidaya dapat langsung
melakukan kegiatan untuk masa tanam selanjutnya karena bibit rumput laut telah
tersedia. Gambar pengikatan bibit di Kelurahan Pallete dapat dilihat pada
lampiran 10.
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian,
sebagian besar pembudidaya menggunakan bibit dari hasil budidaya sendiri
secara turun temurun. Pada saat panen sebagian dipilih sebagai bibit dan
sebagian lagi dijemur untuk dijual. Pembudidaya rumput laut tidak
mempersiapkan bibit secara khusus.
2. Jumlah Bentangan
Jumlah bentangan adalah banyaknya tali bentangan rumput laut yang
digunakan dalam usaha budidaya rumput laut. Tali bentangan merupakan faktor
yang menunjang peningkatan produksi. Hal ini disebabkan seberapa banyak
jumlah bentangan yang akan dibentang oleh pembudidaya rumput laut maka
54
akan mempengaruhi jumlah satuan produksi yang diterima yang berpengaruh
terhadap pendapatan pembudidaya.
Tabel 16 . Jumlah Bentangan Responden Pembudidaya Dalam Usaha Budidaya Rumput Laut Di Kelurahan Pallete
No
Jumlah Bentangan
Jumlah (orang) Persentase (%)
1. 200 - 299 7 46,672. 300 - 399 5 33,333. 400 - 499 3 20,00
TOTAL 15 100Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Tabel 16. menunjukkan bahwa 7 orang atau 46,67% dari 15 pembudidaya
responden memiliki jumlah bentangan 200 - 299 bentangan, kemudian 5 orang
atau 33,33% dari 15 pembudidaya memiliki jumlah bentangan 300 - 399
bentangan, dan 3 orang atau 20,00% dari 15 pembudidaya memiliki jumlah
bentangan 400 - 499 bentangan. Hal ini menunjukkan bahwa dari 15 orang
responden pembudidaya rumput laut di kelurahan Pallete yang paling dominan 7
orang mempunyai 200 - 299 bentangan dimana rata-rata responden
pembudidaya memiliki > 200 bentangan dalam usaha budidaya rumput laut.
3. Pemeliharaan
Budidaya rumput laut dapat dikatakan sebagai usaha budidaya yang
sebagian besar pemeliharaannya diserahkan kepada alam. Oleh karena itu,
kerusakan atau kegagalan yang terjadi pada budidaya rumput laut, sebagian
besar disebabkan oleh kekuatan alam yang tidak terduga. Untuk menjamin
keberhasilan budidaya harus dilakukan pemeliharaan selama masa
pertumbuhannya yaitu membersihkan kotoran yang menempel pada rumput laut
dengan menggoyang-goyangkan tali ris atau tali bentangan.
Ombak dan arus membawa zat-zat makanan bagi pertumbuhan rumput
laut. Selain itu, ombak dan arus juga membawa kotoran/sampah, endapan
55
lumpur maupun tumbuhan dan binatang yang menempel pada thallus sehingga
akan mengganggu proses fotosintesis. Partikel-patikel tersebut harus
dibersihkan. Pada awal pemeliharaan sampai tanaman berumur 2 minggu
kegiatan ini dilakukan setiap hari dan selanjutnya frekuensi pengawasan
berkurang sampai menjelang panen.
Rumput laut dipelihara selama kurang lebih 40 – 50 hari. Berdasarkan
hasil wawancara dengan pembudidaya diketahui bahwa rata-rata lama
pemeliharaan rumput laut yang dilaksanakan oleh pembudidaya di lokasi
penelitian adalah 40 - 45 hari. Selama satu tahun kalender, pertumbuhan dan
masa pemeliharaan rumput laut yang baik tidak merata. Pada kawasan pesisir
Timur Sulawesi Selatan, musim hujan berlangsung pada bulan Maret sampai
Agustus. Menurut pengakuan pembudidaya, rumput laut tumbuh lebih baik pada
musim penghujan tersebut. Bahkan sebelum musim hujan tiba pembudidaya
telah mulai melakukan kegiatan untuk mempersiapkan sarana produksi dan bibit
rumput laut. Sebaliknya pada musim panas yaitu bulan Oktober sampai dengan
Desember pertumbuhan rumput laut tidak optimal dan sering terserang penyakit
ice-ice yang ditandai oleh warna putih pucat dan membusuk pada bagian ujung
thallus. Penyakit ice-ice timbul karena perubahan iklim yang ekstrim, misalnya
dari musim hujan ke musim kemarau. Perubahan iklim tersebut berpengaruh
terhadap perubahan parameter kualitas perairan seperti suhu, salinitas, arus dan
gelombang serta kandungan nutrien yang tidak sesuai dengan pertumbuhan
rumput laut.
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, pembudidaya rumput laut di
Kelurahan Pallete, menghindari kegiatan budidaya rumput laut pada musim
dengan kondisi suhu air laut memanas yaitu pada bulan Oktober sampai
Desember. Pembudidaya hanya menanam sedikit saja rumput laut sekedar
untuk mempersiapkan bibit.
56
4. Panen
Pemanenan dilakukan setelah rumput laut berumur 40 – 45 hari untuk
menghasilkan rumput bagi kebutuhan bahan baku industri. Panen yang
dilakukan sebelum standar waktu yang direkomendasikan akan mempengaruhi
kualitas rumput laut. Panen dilakukan dengan cara melepas tali bentangan dari
tali induk, kemudian diangkut menggunakan perahu ke pantai dan selanjutnya
rumput laut dilepas dari tali pengikatnya.
Tahap selanjutnya adalah pengeringan dengan cara menjemur rumput
laut basah di atas para-para atau waring (jaring halus). Lama penjemuran
tergantung kondisi cuaca atau sekitar 2 – 3 hari. Rumput laut dijemur sampai
mencapai kering karet yaitu thallus masih kenyal dan tidak mudah patah.
Kegiatan dan sarana penjemuran rumput laut dapat dilihat pada Lampiran11.
Setelah rumput laut kering, kemudian dibersihkan dengan cara mengibas-
ngibaskan rumput laut untuk mengurangi kotoran dan pasir yang melekat.
Kemudian rumput laut dimasukkan ke dalam karung dan siap ditimbang dan
dijual.
4. Penanganan Pascapanen
Kualitas rumput laut dipengaruhi oleh tiga hal penting, yaitu teknik
budidaya, umur panen, dan penanganan pascapanen. Penanganan pascapanen
merupakan kegiatan atau proses yang dimulai sejak rumput laut dipanen, yaitu
meliputi pencucian, pengeringan/penjemuran, pembersihan kotoran,
pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dijelaskan bahwa pembudidaya rumput laut telah melakukan kegiatan
penanganan pascapanen yang cukup baik. Teknologi penjemuran telah
dilakukan dengan baik. Pembudidaya membuat bangunan penjemuran
57
permanen di pesisir pantai yang dilengkapi dengan para-para dan atap sehinga
rumput laut yang dijemur akan terhindar dari kotoran, hujan maupun embun.
Pada kondisi panas matahari yang cukup baik, rumput laut dijemur
selama 2 – 3 hari hingga mencapai kering karet. Selama proses penjemuran
rumput laut tidak boleh terkena air hujan maupun embun. Selain itu, rumput
harus bersih dari kristal garam dan kotoran lainnya, sebagaimana dikemukakan
oleh Anggadireja (2006) bahwa kualitas rumput laut yang baik adalah kadar air
31 – 35 % dan total garam dan kotoran yang melekat tidak lebih dari 3 – 5 %.
Kegiatan penanganan pascapanen rumput laut yang dilakukan oleh
pembudidaya di lokasi penelitian, dapat menjadi faktor yang mendukung
pengembangan budidaya rumput laut karena pembudidaya dapat menghasilkan
rumput laut yang berkualitas sehingga pedagang memberikan kepercayaan yang
cukup tinggi untuk membeli produknya. Kegiatan pasca panen rumput laut dapat
dilihat pada Lampiran 11.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa pembudidaya
rumput laut menjual produksinya dalam bentuk kering kepada pedagang
pengumpul di tingkat desa dan pedagang pengumpul tingkat kabupaten.
Pedagang pengumpul mendatangi para pembudidaya sehingga sangat
membantu pembudidaya untuk memasarkan produksinya.
Dalam penentuan harga, pada umumnya pelaku utama dalam usaha
perikanan misalnya pembudidaya maupun pengolah hasil perikanan berada
pada posisi yang lemah karena kondisi pasar dimana harga ditentukan secara
searah akibat adanya sistem informasi pasar yang asimetris. Namun demikian,
kondisi seperti itu tidak dialami oleh pembudidaya rumput laut di lokasi penelitian.
Pembudidaya rumput laut semakin memiliki posisi tawar yang cukup baik karena
banyaknya pedagang pengumpul yang datang ke lokasi budidaya. Para
pembudidaya dapat menentukan pilihan pemasaran dari beberapa disparitas
58
harga yang ditawarkan pedagang pengumpul. Hal ini merupakan kondisi yang
kondusif untuk mendukung usasha pengembangan budidaya rumput laut.
Hal krusial yang dapat mengancam keberlanjutan usaha budidaya rumput
laut adalah fluktuasi harga rumput laut. Pada pertengahan tahun 2007 harga
rumput sempat mencapai Rp 15.000,-/kg kering yang menyebabkan melonjaknya
jumlah pembudidaya. Namun demikian, harga tersebut tidak bertahan lama dan
cenderung mengalami penurunan sampai mencapai Rp 6.000,-/kg, dan pada
saat penelitian berlangsung naik menjadi Rp 11.000,-/kg.
B. Analisis Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut di Kelurahan Pallete
Investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha yang baru
dimana berupa peralatan yang dapat digunakan selama beberapa kali proses
produksi. Investasi yang dikeluarkan dalam usaha budidaya rumput laut adalah
Perahu, Mesin, tali Utama, Tali Bentangan, tali bibit, tiang Pancang, alat
penjemuran, pelampung induk, dan pelampung kecil. Untuk lebih jelasnya rincian
biaya investasi rata-rata yang digunakan dalam usaha budidaya rumput laut
adalah dapat dilihat pada tabel 17 berikut dan lampiran 3
Tabel 17. Biaya rata-rata Investasi Pembudidaya Responden pada Usaha Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Jenis Investasi Nilai Rata-Rata investasi Persentase (Rp) (%)
1 Perahu 3,166,667 17.232 Mesin 2,800,000 15.243 Tali Utama 2,100,000 11.43
59
4 Tali Bentangan 1,458,333 7.945 Tali Bibit 3,755,000 20.436 Tiang Pancang 1,446,667 7.877 Alat Penjemuran 2,200,000 11.978 Pelampung Induk 236,000 1.289 Pelampung Kecil 1,213,333 6.60 TOTAL 18,376,000 100
Sumber : Data primer setelah diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 17 di atas terlihat bahwa nilai total rata-rata investasi
yang dikeluarkan oleh pembudidaya rumput laut Euchema cottonii yaitu Rp.
18.376.000 yang terdiri dari perahu sebesar Rp. 3.166.667 dengan persentase
17,23%, mesin sebesar Rp. 2.800.000 dengan persentase 15,24%, Tali Utama
sebesar Rp. 2.100.000 dengan persentase sebesar 11,43%, Tali bentangan
sebesar Rp. 1.458.333 dengan persentase 7,94%, Tali bibit sebesar Rp.
3.755.000 dengan persentase 20,43%, Tiang Pancang sebesar Rp. 1.446.667
dengan persentase 7,87%, Alat Penjemuran sebesar Rp. 2.200.000 dengan
persentase 11,97%, pelampung induk sebesar Rp. 236.000 dengan persentase
1,28%, dan pelampung kecil sebesar Rp. 1.213.333 dengan persentase 6,60%.
Untuk Lebih jelasnya investasi yang dikeluarkan oleh pembudidaya rumput laut
pada awal usaha budidaya rumput laut dapat dilihat pada Tabel 18 dan Lampiran
3.
Dari penjelasan investasi diatas memperlihatkan bahwa presentase
investasi yang besar ada pada pengadaan tali bibit dan yang terendah adalah
pengadaan pelampung induk. Dari keterangan yang diperoleh dari responden
disebutkan bahwa hampir pada umumnya mereka dalam menjalankan usahanya
menggunakan modal kurang lebih Rp. 18.000.000 merupakan modal yang
diperoleh dari hasil modal pribadi atau dari pihak keluarga, peminjaman modal
dari lembaga keuangan formal dalam hal ini bank dan koperasi, masih sangat
minim dilakukan, karena peminjaman melalui lembaga yang dimaksud dianggap
60
relatif sulit akibat tidak adanya jaminan pengembalian yang dapat dijdikan
jaminan jika terjadi kerugian pada usaha budidaya rumput laut yang dijalankan.
C. Analisis Pendapatan Usaha Budidaya Rumput Laut di Kelurahan Pallete
Biaya berperan penting dalam pengambilan keputusan usaha rumput
laut. Besarnya biaya yang digunakan untuk memproduksi suatu produk usaha
tani, akan menentukan besarnya produk yang dihasilkan. Ada dua jenis biaya
yang digunakan dalam analisis biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Yang
termasuk biaya tetap adalah perahu, mesin, tali utama, tali bentangan, tali bibit,
tiang pancang, alat penjemuran, pelampung induk, dan pelampung. Sedangkan
Penyusutan alat dapat terjadi dikarenakan pengaruh umur pemakaian.
a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya penggunaannya tidak habis dalam satu masa
produksi dan tetap dikeluarkan walaupun suatu usaha tidak berproduksi lagi
dalam hal ini biaya penyusutan alat. Penyusutan alat dapat terjadi dikarenakan
pengaruh umur pemakaian. Biaya penyusutan ini dapat dihitung dengan cara
membagi harga alat sebagai investasi dengan umur produktif alat tersebut. Hal
ini sesuai dengan pendapat Pasaribu dalam Syariah (2007), bahwa biaya
penyusutan diperoleh dengan membagi harga Perahu rakit dibagi dengan jumlah
tahun taksiran lamanya perahu terpakai.
Adapun rata-rata biaya tetap penyusutan pada usaha budidaya rumput
laut pembudidaya dalam pertahun disajikan pada Tabel 18 dan lampiran 4
Tabel 18. Rata-rata biaya tetap penyusutan pada usaha budidaya rumput laut pembuddidaya responden per tahun di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Jenis Biaya Nilai Persentase
Penyusutan (%)
Investasi
1 Perahu 452.380,95 8,74
2 Mesin 466.666,67 9,02
61
3 Tali Utama 700.000,00 13,52
4 Tali Bentangan 486.111,11 9,39
5 Tali Bibit 1.251.666,67 24,18
6 Tiang Pancang 361.666,67 6,99
7 Alat Penjemuran 733.333,33 14,17
8 Pelampung Induk 118.000,00 2,28
9 Pelampung Kecil 606.666,67 11,72
Jumlah 5.176.492,06 100,00Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Dari Tabel 18 diatas diketahui bahwa rata-rata biaya tetap pertahun pada
usaha budidaya rumput laut terdiri dari perahu nilai penyusutannya sebesar Rp.
452.380,95 dengan persentase sebesar 8,74 %, mesin nilai penyusutannya
sebesar Rp. 466.666,67 dengan persentase sebesar 9,02 %, tali utama nilai
penyusutannya sebesar Rp. 700.000 dengan persentase sebesar 13,52 %, tali
bentangan nilai penyusutannya sebesar Rp. 486.111,11 dengan persentase
sebesar 9,39 %, tali bibit nilai penyusutannya sebesar Rp. 1.251.666,67 dengan
persentase sebesar 24,18 %, tiang pancang nilai penyusutannya sebesar
Rp.361.666,67 dengan persentase sebesar 6,99 %, alat penjemuran nilai
penyusutannya sebesar Rp. 733.333,33 dengan persentase sebesar 14,17 %,
pelampung induk nilai penyusutannya sebesar Rp. 118.000 dengan persentase
sebesar 2,28 %, dan pelampung kecil nilai penyusutannya sebesar Rp.
606.666,67 dengan persentase sebesar 11,72%, Jadi jumlah rata-rata biaya
tetap pertahun yaitu sebesar Rp. 5.176.492,06. Untuk Lebih jelasnya biaya tetap
yang dikeluarkan oleh pembudidaya rumput laut dapat dilihat pada Lampiran 4.
Dari penjelasan biaya tetap diatas memperlihatkan bahwa persentase biaya
tetap yang besar ada pada pengadaan tali bibit dan yang terendah adalah
pengadaan pelampung induk. Dari keterangan yang diperoleh dari responden
disebutkan bahwa hampir pada umumnya mereka dalam menjalankan usahanya
menggunakan biaya tetap kurang lebih Rp. 5.000.000. Dimana biaya tetap
62
merupakan biaya yang tidak dapat berubah-ubah (konstan) untuk setiap
tingkatan sejumlah hasil yang diproduksi atau biaya yang penggunaannya tidak
habis dalam satu masa produksi dan tetap dikeluarkan walaupun tidak
berproduksi antara lain biaya penyusutan alat. Salah satu cara untuk
menghitung penyusutan adalah selisih antara nilai awal barang dengan nilai akhir
barang dibagi lama pemakaian.
b. Biaya variabel
Biaya Variabel adalah biaya yang habis dipakai dalam satu kali panen.
Biaya variabel dikeluarkan selama melakukan budidaya rumput laut dan biaya
variabel ini berubah-ubah. Jenis dan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 19
berikut :
Tabel 19. Jenis dan Biaya Variabel/tahun Panen Rata-Rata pembudidaya Responden Pada Unit Usaha Budidaya rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Jenis Biaya Variabel
Nilai Rata-Rata (Rp)/ Tahun
Persentase (%)
1 Bensin 140.000 2,24
2 Upah Pengikat Bibit 1.203.333,33 19,26
3 Bibit 4.483.333,33 71,75
4 Konsumsi 421.666,67 6,75
Jumlah 6.248.333,33 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Dari Tabel 19 terlihat bahwa ada beberapa jenis biaya variabel rata-rata
pertahun yang dikeluarkan oleh pembudidaya rumput laut yang terdiri dari bibit
dengan nilai rata-rata Rp. 140.000 atau 2,24%, Upah Pengikat Bibit sebesar Rp.
1.203.333,33 atau 19,26%, Bibit sebesar Rp. 4.483.333,33 atau 71,75%, dan
konsumsi sebesar Rp. 421.666,67 atau 6,75 %. Adapun biaya variabel untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5.
63
Dari penjelasan biaya variabel diatas memperlihatkan bahwa presentase
biaya variabel yang besar ada pada upah pengikat bibit dan yang terendah
adalah biaya variabel bensin. Dari keterangan yang diperoleh dari responden
disebutkan bahwa hampir pada umumnya mereka dalam menjalankan usahanya
menggunakan biaya variabel kurang lebih Rp. 6.000.000. Dimana biaya variabel
yang dikeluarkan oleh rata-rata responden dalam satu kali panen atau biaya
yang dikeluarkan selama proses usaha berlangsung yaitu biaya bahan bakar
(Bensin), upah pengikat bibit, bibit, dan konsumsi.
c. Biaya Total
Total cost atau total biaya adalah jumlah biaya tetap dan biaya
variabel, adapun total biaya yang digunakan dalam unit usaha budidaya rumput
laut dapat dilihat pada tabel berikut (Lampiran 7)
Tabel 20. Jenis dan Nilai Total Biaya Rata – Rata Pertahun Pada Usaha Budidaya rumput laut di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Jenis Biaya Nilai Rata – rata
(Rp)
1 Biaya Tetap 5.176.492
2 Biaya Variabel 6.248.333
Total Biaya 11.424.825
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 21 diatas dapat dilihat bahwa nilai total biaya tetap
rata – rata pertahun sebesar Rp 5.176.492 dan nilai total biaya variabel rata –
rata pertahun sebesar Rp. 6.248.333. Jadi total biaya rata – rata pertahun
sebesar Rp. 11.424.825 Dari tabel tersebut (Tabel 20) diketahui bahwa biaya
variabel lebih besar dari pada biaya tetap untuk setiap tahunnya, sejalan dengan
penelitian Nurlaila (2007) bahwa pengeluaran terhadap biaya tetap tidak ikut
mempengaruhi banyaknya produksi yang dihasilkan tetapi berpengaruh terhadap
tingkat keuntungan yang diperoleh Pembudidaya. Untuk Lebih jelasnya total
64
Biaya yang dikeluarkan oleh pembudidaya rumput laut permusim panen dapat
dilihat pada Lampiran 7.
d. Penerimaan Usaha
Penerimaan adalah total jumlah produksi rumput laut Euchema cottonii
yang dihasilkan dikali dengan harga yang berlaku pada saat itu. Adapun Rata-
rata nilai penerimaan pada usaha budidaya rumput laut pembudidaya selama
pertahun di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone disajikan pada Tabel 22.
Tabel 21. Rata-Rata Nilai Penerimaan Pada Usaha Budidaya Rumput Laut Pembudidaya Pertahun Di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Musim Rata-rata PenerimaanPersentase
(%)1 Musim Barat 31.753.333,34 37,602 Musim Peralihan 26.733.333,33 31,663 Musim Timur 25.960.000,00 30,74
TOTAL 84.446.666,67 100 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa nilai penerimaan rata-rata
penerimaan yang diperoleh usaha budidaya rumput laut dalam satu tahun adalah
Rp. 84.446.666,67. Dimana penerimaan yang paling banyak diterima ada pada
musim barat yaitu Rp. 31.753.333,34 (37,60%). Besarnya penerimaan
pembudidaya dipengaruhi oleh jumlah bentangan, semakin jumlah banyak
bentangan yang dimiliki maka semakin besar pula produksi yang dihasilkan
sehingga jumlah penerimaan juga semakin tinggi. Untuk Lebih jelasnya
penerimaan yang diperoleh oleh pembudidaya rumput laut permusim panen
dapat dilihat pada Lampiran 6.
e. Keuntungan Usaha
Untuk mengetahui jumlah pendapatan usaha budidaya yang diterima oleh
pembudidaya rumput laut, maka pengukuran yang digunakan dengan
menggunakan variable jumlah rata-rata biaya tetap yang dijumlahkan dengan
65
jumlah rata-rata biaya variable kemudian dikurangi dengan jumlah rata-rata
penerimaan pembudidaya rumput laut dalam satu kali panen. Jadi Keuntungan
usaha merupakan hasil penerimaan di kurangi biaya yang dikeluarkan selama
proses produksi berlangsung. Untuk lebih jelasnya keuntungan rata-rata
permusim usaha budidaya rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete
Kabupaten Bone dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 22. Analisis keuntungan Rata-Rata Pertahun pembudidaya Pada Usaha Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Musim Rata-rata Keuntungan Persentase (%)1 Musim Barat 20.328.508 40,522 Musim Peralihan 15.308.508 30,513 Musim Timur 14.535.175 28,97
TOTAL 50.172.191 100 Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 23 terlihat bahwa nilai rata-rata keuntungan
responden di kelurahan pallete dalam satu tahun sebesar Rp. 50.172.191.
Jumlah keuntungan yang paling banyak diterima pembudidaya dalam usaha
budidaya rumput laut ada pada musim barat yaitu sebesar Rp. 20.328.508
(40,52%). Jumlah keuntungan yang diperoleh pembudidaya responden
dipengaruhi oleh total penerimaan yang dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan. Keuntungan yang diperoleh oleh pembudidaya permusim panen
dalam satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 7.
D. Kelayakan Usaha Budidaya Rumput Laut Melalui Analisis Finansial
Analisis R/C Rasio merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk
mengetahui apakah suatu unit usaha dalam melakukan proses produksi
mengalami kerugian, impas, atau untung. Analisis R/C Rasio merupakan analisis
yang membagi antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Jika
hasil perhitungan R/C Rasio lebih besar dari satu maka usaha budidaya rumput
laut (Euchema cottonii) layak untuk diusahakan, sedangkan apabila hasil
66
perhitungan R/C Rasio lebih kecil dari satu, maka usaha budidaya rumput laut
(Euchema cottonii) tidak layak diusahakan. Dan jika hasil perhitungan R/C Rasio
sama dengan satu maka usaha budidaya rumput laut ( Euchema cottonii ) impas
( Soekartawi, 1995 ). Berikut ini Tabel tentang nilai R/C Rasio pada Usaha
Budidaya Rumput Laut Euchema cottonii.
Tabel 23. Analisis Nilai R/C rasio pembudidaya Pertahun pada usaha budidaya rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan Pallete Kabupaten Bone
No Musim R/C Ratio Persentase (%)1 Musim Barat 2,76 37,552 Musim Peralihan 2,33 31,703 Musim Timur 2,26 30,75
TOTAL 100
Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2010
Berdasarkan Tabel 24 di atas diketahui rata-rata R/C Rasio yang
diperoleh dalam musim barat yaitu 2,76 (37,55 %) lebih besar dari 1 yang artinya
setiap pengeluaran Rp 2,- akan menghasilkan pemasukan sebesar Rp 2,76, dan
pada musim peralihan R/C Rasio yang diperoleh sebesar 2,33, dan pada Musim
timur R/C Rasio yang diperoleh sebesar 2,26 dan ini menandakan bahwa usaha
tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan
ketentuan bahwa apabila nilai R/C Rasio lebih besar dari 1 maka suatu usaha
yang dijalankan menguntungkan. Sebagaiman yang dikemukakan Soekartawi
(2002), bahwa apabila nilai R/C Rasio >1 maka usaha yang dijalankan
mengalami keuntungan, apabila nilai R/C Rasio yang diperoleh = 1 maka usaha
tersebut impas atau tidak memperoleh keuntungan maupun kerugian sedangkan
apabila nilai R/C Rasio < 1 maka usaha tersebut mengalami kerugian. Dengan
demikian berdasarakan nilai R/C Rasio yang diperoleh maka dapat disimpulkan
bahwa usaha yang dijalankan oleh pembudidaya rumput laut Euchema cottonii
layak untuk dikembangkan.
67
Berdasarkan analisis usaha, dapat dikemukakan bahwa usaha budidaya
rumput laut di kelurahan Pallete telah memberikan dampak yang positif terhadap
peningkatan aktivitas ekonomi keluarga pembudidaya rumput laut. Aktivitas
ekonomi yang meningkat tersebut memberikan dampak terhadap peningkatan
pendapatan keluarga pembudidaya yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan pembudidaya rumput laut. Kegiatan budidaya rumput laut yang
berkembang pesat telah menjadi sarana pemberdayaan pembudidaya rumput
laut dalam mengentaskan kemiskinan. Apabila harga rumput laut meningkat,
maka pendapatan keluarga yang diperoleh akan meningkat dan kesejahteraan
pembudidaya akan meningkat pula.
VI. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan pengamatan dan hasil penelitian pada pembudidaya rumput
laut di Kelurahan Pallete Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
68
1. Investasi rata-rata pembudidaya rumput laut Euchema cottonii di Kelurahan
Pallete adalah sebesar Rp. 18.376.000
2. Pendapatan pertahun rata-rata pembudidaya rumput laut Euchema cottonii di
Kelurahan Pallete adalah sebesar Rp. 50.172.191
3. R/C ratio yang diperoleh rata-rata dalam pertahun yaitu 2,45 dimana lebih
besar dari 1. Data tersebut menunjukkan pula bahwa hasil R/C ratio lebih
besar dari 1, maka usaha budidaya rumput laut layak untuk dikembangkan.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapatlah diberikan saran :
- Untuk meningkatkan tingkat keuntungan usaha tani, maka harga jual
rumput laut kering Euchema cottonii sedapat mungkin lebih tinggi
daripada harga jual yang ada sekarang agar dapat menutupi semua biaya
yang dikeluarkan, dan memperbaiki mutu produk agar kualitas rumput
laut semakin baik.
- Sebaiknya petani rumput laut terlibat dalam keanggotaan koperasi atau
Bank agar lebih mudah dalam memperoleh modal usaha atau pinjaman
kredit untuk pengembangan usahanya
- Untuk kemajuan daerah sebaiknya pemerintah daerah membuat
peraturan tentang pajak yang dibebankan kepada pedagang rumput laut
untuk pembangunan desa dan daerah
DAFTAR PUSTAKA
Anggadireja, T.J,. A.Zatnika, H.Purwoto, S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008. Kabupaten Bone dalam Angka Tahun 2008. BPS Kabupaten Bone. Watampone.
69
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Strategi Pembangunan Kelautan dan Perikanan 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone. 2008. Laporan Tahunan 2008, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bone. Watampone.
Farhan, M., Hendarsih, N. 2005. Analisis Finansial Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii dengan Metode Tali Rawai (Long Line) di Perairan Teluk Banten. Jurnal BAPPL Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 59 : 43 – 48.
Fuad Choliq, dkk. 2006. 60 Tahun Perikanan Indonesia. Masyarakat perikanan Nusantara
Jamal, Erizal. 1992. Aspek Ekonomi Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi.
Joesron, T, S dan Fathorrozi, M. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
Mubarak, H. 1991. Potensi Produksi Karaginofit Indonesia. Proseding Temu Karya Ilmiah. Teknologi Pasca Panen Rumput Laut. Departemen Pertanian RI. Jakarta.
Mubyarto, Soetrisno, Dove. 1984. Nelayan dan Kemiskinan. Studi Ekonomi Antropologi di Dua Desa Pantai. CV. Rajawali. Jakarta
Mustafa, 2009. Kajian pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Bone (studi kasus budidaya rumput laut Eucheuma cottonii Di Kecamatan Tanete Riattang Timur). Tesis. Program Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin. Makassar
Nurlaila 2001. Studi Pengembangan Menu Makanan Rakyat Kaya Iodium Dengan Subtitusi Rumput Laut, Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Kerjasama Community Health And Nutrition Project (CHN-III). Dikti Depdikbud Dengan Lembaga Peneltian Unhas
Rani, Petrus.P-M., Tjaronge, M., Mun Imah, M. 2009. Musim Tanam Rumput Laut di Perairan Tonra, Kabupaten Bone, Pantai Timur Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Maros.
Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. Ui-Press. Jakarta.
Soebarini, S.Z., 2003. Prospek Agribisnis Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani di Kabupaten Takalar. Tesis tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Unhas. Makassar.
Sudarman dan Indriani. 2000. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugiyono. 2002. Statistika untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung
70
Sukirno. S. 2002. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta
Syariah, N. 2007. Analisis Kelayakan Finansial Pada Unit Penangkapan Payang Dan Pukat Cincin Di Kabupaten Takalar. Skripsi. SEP FIKP. UNHAS. Makassar
Syamsuddin. 1980. Pengantar Perikanan. PT Karya Nusantara. Jakarta.