skripsi bab 1-5

53
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING MELALUI PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMAN 9 MALANG TAHUN AJARAN 2014/2015 POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR SKRIPSI OLEH RESA MAHESTA NIM 110321419521 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JANUARI 2015

Upload: fitri-prahara-putri

Post on 22-Nov-2015

100 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

bab 1-5

TRANSCRIPT

  • PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN QUANTUM TEACHING MELALUI

    PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN MINAT DAN

    PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS X SMAN 9 MALANG TAHUN AJARAN

    2014/2015 POKOK BAHASAN SUHU DAN KALOR

    SKRIPSI

    OLEH

    RESA MAHESTA

    NIM 110321419521

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

    JANUARI 2015

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam

    Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi diimplementasikan setelah

    Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 (Mendikbud, 2013). Implementasi

    kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), sekolah menengah

    pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah atas/madrasah aliyah

    (SMA/MA), dan sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK)

    dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajaran 2013/2014(Permendikbud No. 81A/2013

    tentang Implementasi Kurikulum ).

    Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013 ,

    kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir bahwa pola

    pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta

    didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk

    memiliki kompetensi yang sama. Tentang pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-

    peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif , pola pembelajaran terisolasi menjadi

    pembelajaran secara jejaring yaitu peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan

    dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet, pola pembelajaran

    pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari, pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok

    (berbasis tim), pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat

    multimedia, pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users)

    dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pola

    pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu

    pengetahuan jamak (multidisciplines) dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran

    kritis.

    Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 menyatakan tujuan

    pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan

    sebagai berikut. (1) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari

    keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

    (2) Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

    bekerjasama dengan orang lain. (3). Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan

    masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit

    instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta

    mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. (4) Mengembangkan

  • 2

    kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan

    konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian

    masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (5) Menguasai konsep dan prinsip fisika

    serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai

    bekal untuk melan-jutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan

    ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Kurikulum 2013 menuntut standart kompetensi lulusan harus meliputi 3 ranah yaitu

    ranah sikap, keterampilan dan pengetahuan. Ranah sikap mencakup transformasi substansi

    atau materi ajar agar peserta didik tahu mengapa. Ranah keterampilan mencakup

    transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu bagaimana. Ranah

    pengetahuan mencakup transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu apa.

    Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi

    manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk

    hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap,

    keterampilan, dan pengetahuan (Kemendikbud, 2012).

    Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada sabtu, 8 Februari 2013 18 dari 20 peserta

    didik SMAN 9 Malang menyatakan bahwa selama ini guru mata pelajaran fisika mereka

    belum mengarahkan peserta didik untuk merenungkan tentang materi apa yang belum

    dikuasai. Guru hanya memberikan penjelasan tentang materi, bertanya apakah sudah paham,

    dan peserta didik cenderung berkata sudah paham karena ada beberapa faktor. Dari 20

    peserta didik tersebut menyatakan faktor-faktor peserta didik cenderung berkata sudah paham

    ketika guru bertanya antara lain karena 20% peserta didik takut, 35% peserta didik ingin

    segera mengakhiri pelajaran dan 45 % peserta didik tidak tahu apa yang ingin ditanyakan.

    Sejauh ini pelajaran fisika masih dianggap sulit dan menakutkan oleh peserta didik

    yang memiliki hasil belajar tidak memuaskan (Naim, 2009:3). Studi pendahuluan tentang

    pokok bahasan suhu dan kalor kepada 20 peserta didik SMAN 9 Malang menunjukkan

    bahwa peserta didik yang menguasai konsep sebanyak 20 %, miskonsepsi sebanyak 25%

    dan tidak menguasai konsep sebanyak 55%. Dari data tersebut terlihat bahwa presentase

    peserta didik yang tidak menguasai konsep masih besar. Berdasarkam uraian tersebut di atas

    diperlukan model pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kurikulum 2013. Salah satu

    model pembelajaran yang cocok yaitu Quantum Teaching.

    Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas interaksi

    yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan pembelajaran yang

    dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi, ulangi dan rayakan).Quantum

    Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif,

  • 3

    merancang kurikulum, menyampaikan isi, dan memudahkan proses belajar (De Porter,

    2012:33). Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah, dengan segala

    suasananya dan menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang

    memaksimalkan momen belajar (Depoter, 2010:32). Diciptakan berdasarkan teori-teori

    pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multipel Intellegences (Gadner),

    Neuro-Linguistik Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn),

    Socratic Inquiry, Cooperative (Johnson dan Johnson), dan Elements of Effective

    Instruction (Hunter). Quantum Teaching merangkaikan dengan yang paling baik dari

    yang terbaik menjadi sebuah paket multisensori, dan kompatibel dengan otak, yang

    akhirnya akan melejitkan kemampuan guru untuk mengilhami kemampuan peserta didik

    untuk berprestasi. Sebuah pendekatan belajar yang segar, mengalir, praktis, dan mudah

    diterapkan, quantum teaching menawarkan suatu sinesis dari hal-hal yang anda cari:

    cara-cara baru memaksimalkan dampak usaha pengajaran anda melalui perkembangan

    hubungan, penggubahan belajar dan penyampaian kurikulum (DePoter, 2010: 33).

    Pembelajaran yang diterima peserta didik selama ini belum banyak melatihkan

    kemampuan berpikir tentang potensi yang dimiliki. Peserta didik telah menyadari pentingnya

    belajar fisika dan ketidakmampuannya menguasai fisika tetapi belum mengunakan

    pengetahuannya untuk berpikir bagaimana mengatasi masalah yang dihadapinya.

    Kemampuan berpikir tentang apa yang diketahui dan tidak diketahui, bagaimana

    mengunakan strategi dalam belajar dan dapat mengevaluasi hasil yang akan dicapai

    merupakan kemampuan metakognitif. Brown (1987:66) menyatakan bahwa metakognif

    mengacu pada kognisi dan sistem pengontrolannya. Kusno dan Purwanto (2011:87) dalam

    penelitiannya yang berjudul Efektifitas of Quantum Learning for Teaching Linear

    Program At The Muhammadiah Senior High School of Purwokerto in Central Java,

    menunjukan penerapan model pembelajaran quantum teaching efektif meningkatkan hasil

    belajar topik program linier dibandingkan dengan pengunaan pembelajaran konvensional.

    Penelitian ini melaporkan bahwa hasil belajar peserta didik meningkat menjadi 85% dari

    hasil belajar yang diperoleh pada saat tes awal sebelum pembelajaran 23,69% dan

    respon positif peserta didik terhadap pembelajaran sebesar 97%.

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis menyimpulkan bahwa kemampuan peserta

    didik untuk menganalisis apa yang belum dan sudah diketahui peserta didik serta

    pembelajaran yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan segala kaitan,

    interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar merupakan faktor penting

    untuk meningkatkan minat dan pemahaman peserta didik dalam mata pelajaran fisika. Dari

    uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Model

  • 4

    Pembelajaran Quantum Teaching melalui Pendekatan Metakognitif untuk

    Meningkatkan Minat dan Pemahaman Konsep Peserta didik Kelas X SMAN 9 Malang

    Pokok Bahasan Suhu dan Kalor

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Bagaimana peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang

    pada Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum

    Teachingmelalui pendekatan metakognitif?

    2. Bagaimana peningkatan minat belajar kelas X SMAN 9 Malang pada Materi Suhu

    dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teachingmelalui

    pendekatan metakognitif?

    3. Bagaimana keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teachingmelalui

    pendekatan metakognitifuntuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep

    peserta didik kelas X SMAN 9 Malang?

    1.3 Hipotesis

    1. Terjadi peningkatan pemahaman konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada

    Materi Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching

    melalui pendekatan metakognitif.

    2. Terjadi peningkatan minat belajarpeserta didik kelas X SMAN 9 Malang pada Materi

    Suhu dan Kalor dengan penerapan model pembelajaran Quantum Teaching melalui

    pendekatan metakognitif

    3. Keterlaksanaan Penerapan Model Pembelajaran Quantum Teaching melalui

    pendekatan metakognitif mampu meningkatkan minat belajar dan pemahaman

    konsep peserta didik kelas X SMAN 9 Malang

    1.4 Manfaat Penelitian

    1. Bagi peserta didik :

    a. Untuk meningkatkan minat belajar peserta didik terhadap mata pelajaran fisika.

    b. Untuk meningkatkan pemahaman konsep peserta didik pada mata pelajaran fisika.

    2. Bagi guru :

    a. Sebagai alternatif model pembelajaran untuk meningkatakan minat dan

    pemahaman konsep peserta didik terhadap mata pelajaran fisika.

    b. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep

    peserta didik di kelas X SMAN 9 Malang.

  • 5

    3. Bagi sekolah :

    a. Untuk memberi konstribusi terhadap peningkatan minat dan pemahaman konsep

    peserta didik di SMAN 9 Malang

    4. Bagi peneliti :

    a. Sebagai pertimbangan dan referensi untuk penelitian selanjutnya.

    1.5 Ruang Lingkup Penelitian

    1. Subjek penelitian adalah peserta didik kelas X-7 SMAN 9 Malang dengan jumlah

    peserta didik 40 orang yang terdiri dari 17 peserta didik laki-laki dan 23 peserta didik

    perempuan.

    2. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Quantum Teaching

    yang memiliki 5 tahap pembelajaran yaitu tandur (tumbuhkan, alami, namai,

    demondtrasi, ulangi dan rayakan) melalui pendekatan metakognitif.

    3. Penelitian dilakukan terbatas pada mata pelajaran fisika kelas X pada pokok bahasan

    suhu dan kalor.

    4. Minat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minat peserta didik terhadap mata

    pelajaran fisika. Unsur-unsurnya terdiri dari perhatian (kognisi), perasaan (emosi), dan

    kemauan (konasi)

    5. Pemahaman konsep dalam penelitian ini mencangkup pemahaman dalam aspek

    kognitif.

    1.6 Definisi Operasional

    1. Quantum Teaching berfokus dalam hubungan dinamis dalam lingkungan kelas

    interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar dengan tahapan

    pembelajaran yang dikenal dengan tandur (tumbuhkan, alami, namai, demonstrasi,

    ulangi dan rayakan).Quantum Teaching mencakup petunjuk spesifik untuk

    menciptakan lingkungan belajar yang efektif, merancang kurikulum, menyampaikan

    isi, dan memudahkan proses belajar. (De Porter, 2012:33). Quantum teaching adalah

    pengubahan belajar yang meriah, dengan segala suasananya dan menyertakan

    segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar

    (Depoter, 2010:32).

    2. Metakognitif adalah pengetahuan tentang pemikiran seseorang mencakup informasi

    tentang kapasitas dan keterbatasan dirinya sendiri dan kesadaran akan kesulitan

    selama belajar sehingga dapat dilakukan perbaikan (Gredler, 2011). Eggen dan

    Kauchak (1996) menyatakan bahwa metakognitif merupakan berpikir tingkat

  • 6

    tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis, yang mencakup kombinasi

    antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus, kecakapan menggunakan

    proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol terhadap proses

    kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan.

    3. Minat menurut Drs. Dyimyati Mahmud (1982) adalah sebagai sebab kekuatan

    pendorong yang memaksa seseorang menaruh perhatian pada orang situasi atau

    aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain, atau minat sebagai akibat yaitu

    pengalaman efektif yang distimular oleh hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau

    karena berpartisipasi dalam suatu aktifitas. Pengukuran minat peserta didik terhadap

    mata pelajaran fisika diukur berdasarkan angket, lembar observasi dan wawancara

    terhadap peserta didik.

    4. Kemampuan pemahaman konsep dalam pembelajaran fisika adalah tingkat

    kemampuan yang menuntut peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi

    serta fakta yang diketahuinya. Dalam hal ini, peserta didik tidak hanya hapal secara

    verbal, tetapi mengerti atau paham terhadap konsep atau fakta yang dinyatakannya

    (Bruce Joice dkk, 1980 :37). Selanjutnya, Agus Martawijaya dan Muhammad Natsir

    (2009 : 30) mengemukakan bahwa pemahaman berkenaan dengan inti sari dari

    sesuatu, yaitu suatu bentuk pengertian yang menyebabkan seseorang mengetahui apa

    yang sedang dikomunikasikan dan dapat menggunakan materi itu tanpa harus

    menghubungkannya dengan materi lain. Pengukuran pemahaman konsep peserta didik

    diukur dengan menggunakan tes.

  • 7

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky

    Ratumanan (2004:45) mengemukan bahwa karya Vygotsky didasarkan pada dua

    ide utama. Pertama perkembangan intelektual dapat dipahami dari konteks historis dan

    budaya pengalaman anak. Kedua perkembangan tergantung pada sistem isyarat yang

    mengacu pada simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu orang

    berfikir, berkomunikasi, memecahkan masalah, dengan demikian berkembangan kognitif

    anak mensyaratkan sistem komunikasi budaya dabn belajar menggunakan sistem-sistem

    ini untuk menyesuaikan proses-proses berfikir diri sendiri. Menurut Slavin (dalam

    Ratumanan, 2004:49) ada dua implikasi utama teory Vygotsky dalam pendidikan.

    Pertama, dikehendakinya setting kelas bentuk pembelajaran kooperatif antara kelompok-

    kelompok peserta didik dengan kemampuan yang berbeda, sehingga peserta didik dapat

    berinteraksi dalam mengerjakan tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi

    pemecahan masalah yang efektif dalam daerah pengembangan terdekat/proksimal

    masing-masing. Kedua, dalam pembelajaran menggunakan yang menekankan perancahan

    atau pendampingan (scaffolding), sehingga peserta didik semakin lama semakin dapat

    mengambil tanggungjawab untuk pembelajarannya sendiri.

    (1) Pengelolaan Pembelajaran

    Interaksi sosial individu dengan lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan

    belajar seseorang, sehingga perkembangan sifat-sifat dan jenis manusia akan dipengaruhi

    oleh kedua unsur tersebut. Menurut Vygotsky dalam Slavin (2000), peserta didik

    melaksanakan aktivitas belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sejawat

    yang mempunyai kemampuan lebih. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide-ide baru

    dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.

    (2) Pemberian Bimbingan

    Menurut Vygotsky, tujuan belajar akan tercapai dengan belajar menyelesaikan tugas-

    tugas yang belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah

    perkembangan terdekat mereka (Wersch,1995), yaitu tugas-tugas yang terletak di atas

    peringkat perkembangannya. Menurut Vygotsky. Pada saat peserta didik melaksanakan

    aktivitas di dalam daeah perkembangan terdekat mereka, tugas yang tidak dapat

    diselesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan dengan bimbingan atau bantuan orang

    lain.

    a. Ciri dan Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik

    1) Ciri teori Belajar kontruktivistik

  • 8

    Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

    Pengetahuan tidak dapat dipindah dari guru ke peserta didik, kecuali dengan

    keaktifan peserta didik untuk bernalar.

    Peserta didik mengkonstruksi secara terus-menerus, sehingga selalu terjadi

    perubahan konsep ilmiah

    Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi

    berjalan lancar

    Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

    Selain itu yang paling penting, guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan

    pengetahuan kepada peserta didik. Peserta didik harus membangun pengetahuan di dalam

    pikirannya. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang

    membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik,

    dengan memberi kesempatan kepada peserta didikuntuk menemukan atau menerapkan

    sendiri ide-ide dan dengan mengajak peserta didik agar menyadari dan menggunakan

    strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada

    peserta didik agar dapat membantu peserta didik mencapai tingkat pemahaman yang lebih

    tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa sindiri yang mau memanjatnya.

    2) Prinsip Teori Belajar Konstruktivistik

    Secara garis besar, prinsip kontruktivisme yang diterapkan dalam proses pembelajar

    adalah:

    Pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik

    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke peserta didik, kecuali peserta

    didik aktif sendiri untuk bernalar

    Peserta didik aktif mengkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi

    perubahan konsep ilmiah

    Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi

    pengetahuan berjalan lancar

    Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik

    Struktur pembelajaran seputar konsep utama penting sebuah pertanyaan

    Mencari dan menilai pendapat peserta didik

    Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik

    Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh

    hanya semata-mata memberi pengetahuan pada peserta didik. Peserta didik harus

    membangun pengetahuan dalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses

  • 9

    ini dengan cara membuat informasi lebih bermakna dan sangat relevan bagi peserta didik.

    Guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide

    debgan mengajak peserta didik menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka

    sendiri untuk belajar.

    b. Aplikasi dan Implikasi Teori Belajar kontruktivistik

    1) Setiap guru akan pernah mengalami, bahwa materi yang telah di bahas dengan jelas,

    tetapi masih ada sebagian peserta didik belum memahami dari materi yang telah

    dibahas. Hal ini bukan berarti guru tidak berhasil, karena belajar merupakan

    tanggungjawab peserta didk sendiri untuk belajar. Jadi dalam pembelajaran yang

    penting bagaimana seorang gyry mendorong peserta didik mau berusaha keras

    secara mandiri untuk memahaminya dari apa yang diinformasikan guru.

    2) Tugas guru memfasilitasi peserta didik. Sehingga materi yang dibangun atau

    dikontruksi peserta didik sendiri bukan ditanam guru; Peserta didik harus aktif

    mengasimilasi dan mengakomodasi pengalaman baru ke dalam struktur kognitifnya.

    3) Untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik guru harus mengetahui model-

    model mental yang digunakan peserta didik untuk mengenal dunia mereka dan

    penalaran yang dikembangkan yang dibuat peserta didik untuk mendukung model-

    model itu

    4) Peserta didik perlu mengkontruksi pemahaman mereka sendiri untuk masing-masing

    konsep materi sehingga guru dalam proses pembelajaran bukan mengkuliahi atau

    yang sejenisnya tetapi guru harus menciptakan situasi bagi peserta didik yang

    membantu perkembangan mereka membentuk kontruksi-kontruksi mental yang

    diperlukan.

    5) Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan

    pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik

    6) Latihan memecahkan masalah sebaiknya dilakukan secara berkelompok dengan

    menganalisis masalah dalamkehidupan sehari-hari

    7) Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang

    sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, moderator dan teman yang membuat

    situasi kondusifuntuk terjadinya kontruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

    2.2 Quantum Teaching

    2.2.1 Pengertian Quantum Teaching

    Quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah dengan segala

    nuansanya (DePorter, 2007: 3). Quantum teaching menguraikan cara-cara baru yang

    memudahkan proses belajar melalui perpaduan unsur seni dan pencapaian-pencapaian

  • 10

    yang terarah. Quantum Teaching pada awalnya adalah badan ilmu pengetahuan dan

    metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi Super Camp .

    Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua

    kehidupan adalah energi, sedangkan learning artinya belajar. Belajar bertujuan untuk

    meraih sebanyak mungkin cahaya: interaksi, hubungan, dan inspirasi agar menghasilkan

    energi cahaya. Dengan demikian quantum teaching adalah cara penggubahan bermacam-

    macam interaksi, hubungan, dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar kegiatan

    belajar. Interaksi-interaksi ini mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi

    kesuksesan peserta didik. interaksi ini akan mengubah kemampuan dan bakat alamiah

    peserta didik menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka maupun bagi orang lain

    (DePorter, 2007: 5). Quantum teaching menggabungkan suggestologi, teknik pemercepatan

    belajar atau accelerated learning , dan neurolinguistik dengan teori, keyakinan, dan

    metode tertentu (DePorter, 2007: 10).

    Quantum teaching mengasumsikan bahwa peserta didik, jika mampu

    mempergunakan potensi nalar dan emosinya secara jitu, akan mampu membuat loncatan

    prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan metode belajar yang tepat, peserta

    didik dapat meraih prestasi belajar secara berlipat ganda. Salah satu dari metode ini

    adalah bahwa belajar harus mengasyikkan dan berlangsung dalam suasana gembira,

    sehingga pintu masuk untuk informasi baru akan lebih lebar dan terekam dengan baik

    (DePorter, 2007).

    Quantum Teaching ini mengikuti konsep persamaan Fisika Quantum yaitu:

    E = mc2

    E = Energi (antusiasme, efektivitas belajar-mengajar, semangat)

    m = massa (semua individu yang terlibat, situasi, materi, fisik)

    c = interaksi (hubungan yang tercipta di kelas)

    Berdasarkan persamaan ini ditarik sebuah kesimpulan bahwa interaksi serta proses

    pembelajaran yang tercipta akan berpengaruh besar sekali terhadap efektivitas danantusiasme

    belajar pada peserta didik.

    2.2.2 Asas Utama Quantum Teaching

    Asas utama atau alasan dasar dari segala strategi, model, dan keyakinan quantum

    teaching adalah bawalah mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia

    mereka. Dalam hal ini, setiap interaksi dengan peserta didik, setiap rancangan

    kurikulum, dan setiap metode instruksional dibangun dan dilakukan berdasarkan asas utama

    tersebut. Asas utama quantum teaching tersebut menegaskan bahwa pada pada dasarnya

    belajar melibatkan semua aspek kepribadian manusia, yaitu pikiran, perasaan, dan bahasa

  • 11

    tubuh, di samping juga pengetahuan, sikap, dan keyakinan yang sudah dimiliki atau dianut

    dan persepsi atau harapan masa depan (DePorter et al ., 2007).

    2.2.3 Prinsip-Prinsip Quantum Teaching

    Quantum teaching memiliki lima prinsip (DePorter et al ., 2007), yaitu :

    (1) segalanya berbicara,

    (2) segalanya bertujuan,

    (3) pengalaman sebelum pemberian nama,

    (4) akui setiap usaha, dan

    (5) jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan.

    Prinsip tersebut menegaskan bahwa semua hal yang berkaitan dengan

    pembelajaran, seperti ruang kelas, buku, kertas, pakaian, bahasa tubuh, ucapan, dan

    rancangan pembelajaran yang dibuat oleh guru memiliki makna dan menyampaikan

    pesan tentang belajar. Suasana kelas yang berantakan, buku yang sobek, kertas yang

    berserakan, dan pakaian kotor yang dikenakan oleh guru menyampaikan pesan bahwa

    proses pembelajarn tidak akan menyenangkan dan menjadi beban. Lingkungan kelas sangat

    berpengaruh terhadap proses dan keberhasilan belajar.

    Dorothy dalam DePorter et al. (2007: 66) menyatakan bahwa segala sesuatu dalam

    lingkungan kelas menyampaikan pesan yang memacu atau menghambat belajar. Penataan

    meja dan bangku, pemasangan poster, kebersihan kelas, susunan buku di rak yang rapi,

    dan sebagainya memberikan pesan yang dapat memacu atau bahkan menghambat

    belajar.Kegiatan belajar adalah satu hal yang mengandung resiko oleh karena itu guru

    perlu memberikan pengakuan atas keberanian peserta didik dalam belajar. Setelah

    melakukan usaha atau kegiatan belajar, maka harus dirayakan. Perayaan memberikan

    umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

    2.2.4 Delapan Kunci Keunggulan dalam Quantum Teaching

    Delapan kunci keunggulan dalam quantum teaching (DePorter et al,2007) adalah:

    1) Integritas

    2) Kegagalan awal kesuksesan.

    3) Bicaralah dengan niat baik.

    4) Hidup di saat ini.

    5) Komitmen.

    6) Tanggung jawab.

    7) Sikap luwes dan fleksibel.

    8) Keseimbangan.

  • 12

    Kunci-kunci tersebut dapat ditulis dengan huruf besar dan dipasang di dinding kelas.

    Kunci tersebut bukan hanya bermakna sebagai pengingat atau penyemangat untuk peserta

    didik dan guru, tetapi juga sebagai landasan dalam pembelajaran di kelas. Hal ini

    berarti bahwa kunci tersebut harus dimasukkan dalam kurikulum, diterapkan dalam

    pelajaran dan permainan. Pada akhirnya kunci tersebut akan menjadi kosa kata umum

    antara guru dan peserta didik.

    Agar peserta didik menerapkan kunci-kunci tersebut dalam kegiatan pembelajaran

    dan dalam kegiatan sehari-hari, maka guru juga harus melakukan hal yang sama.

    Dengan kata lain, guru harus menjadi teladan dalam penerapan kunci-kunci tersebut.

    Selain memberikan teladan, guru dapat mengajarkan kunci-kunci tersebut melalui cerita-

    cerita atau perumpamaan yang berkaitan. Kunci-kunci tersebut juga dapat diajarkan

    dengan cara disisipkan dalam atau diintegrasikan dengan mata pelajaran ang sedang

    dipelajari. Misalnya adalah dalam menjelaskan materi lingkungan sekitar atau flora fauna,

    kunci tersebut dapat disisipkan dengan tangung jawab untuk memelihara alam semesta,

    untuk menjaga pepohonan dan keberlangsungan hewan dan sumber daya alam lainnya

    sehingga keseimbangan kehidupan dapat terjaga.

    2.2.5 Kerangka Perancangan Quantum Teaching

    Dalam Quantum Teaching terdapat rancangan pengajaran yang dapat mewujudkan

    pembelajaran yang dinamis (DePorter, 2007). Kerangka pengajaran tersebut dalam

    pelaksanaannya dilakukan dengan enam langkah yang tercermin dalam istilah TANDUR,

    yaitu:

    (a) Tumbuhkan

    Tumbuhkan minat belajar peserta didik dengan memuaskan rasa ingin tahu peserta

    didik dalam bentuk apakah manfaat pelajaran tersebut bagi peserta didik dengan

    menggunakan rumus Apakah Manfaatnya BAgiKu (AMBAK). Sebelum

    memberikan materi pelajaran kepada peserta didik terlebih dahulu menjelaskan

    manfaat mempelajari materi tersebut, supaya peserta didik bertambah

    keingintahuannya terhadap materi tersebut dan akan memperhatikan apa yang

    disampaikan oleh guru.

    (b) Alami

    Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua peserta

    didik.

    (c) Namai

    Setelah peserta didik melalui pengalaman belajar pada kompetensi dasar tertentu,

    kita ajak untuk menulis dikertas, menamai apa saja yang mereka peroleh, apakah

  • 13

    informasi itu berupa gambar , tempat dan sebagainya kemudian mengajak mereka

    menempelkan hasilnya di papan tulis.

    (d) Demonstrasikan

    Setelah peserta didik mengalami belajar akan sesuatu, beri kesempatan mereka untuk

    mendemonstrasikan kemampuaannya. Melalui pengalaman belajar peserta didik akan

    mengetahui dan mengerti bahwa dia memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup

    memadai.

    (e) Ulangi

    Pengulangan dan post test memperkuat daya ingat dan dapat menumbuhkan rasa,

    Aku tahu bahwa aku memang tahu ini.

    (f) Rayakan

    Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan ketrampilan dan ilmu

    pengetahuan, bisa dilakukan dengan memberikan tepuk tangan maupun pemberian

    hadiah.

    2.3 Pendekatan Metakognitif

    Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa metakognitif adalah second-order

    cognition yang memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan tentang pengetahuan, atau

    refleksi tentang tindakan. Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua

    komponen terpisah yang terkandung dalam metakognitif, yaitu pengetahuan deklaratif dan

    prosedural tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk melakukan suatu

    tugas. Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui prasyarat

    untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut, dan mengetahui kapan melakukannya. Lebih

    jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan bahwa proses atau keterampilan

    metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang dengannya seseorang dapat memeriksa,

    merencanakan, mengatur, memantau, memprediksi, dan mengevaluasi proses berpikir mereka

    sendiri. Menurut Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self

    monitoring) dapat dianggap sebagai bentuk metakognitif. Dalam sudut pandang yang lain,

    Tim MKPBM (2001) memandang metakognitif sebagai suatu bentuk kemampuan untuk

    melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal. Para

    peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya

    dalam belajar. Artinya saat peserta didik mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk

    mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha untuk memperbaikinya.

    Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan keterampilan

    metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang,

    memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk

  • 14

    mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif

    menitikberatkan pada aktivitas belajar peserta didik; membantu dan membimbing peserta

    didik jika ada kesulitan; serta membantu peserta didik untuk mengembangkan konsep diri apa

    yang dilakukan saat belajar matematika. Sejalan dengan itu pula, Nindiasari (2004)

    menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan keterampilan metakognitif sangat

    penting untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mempelajari strategi

    kognitif. Contoh dari strategi kognitif ini antara lain: bertanya pada diri sendiri, memperluas

    aplikasi-aplikasi tersebut, dan mendapatkan pengendalian kesadaran atas diri mereka.

    Ada dua konteks yang mesti dipahami agar peserta didik mampu belajar secara baik

    dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif,

    yaitu peserta didik dapat memahami dan menggunakan strategi kognitif dan strategi kognitif

    metakognitif selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut Hartono (Nindiasari, 2004),

    pengertian strategi kognitif adalah, penggunaan keterampilan keterampilan intelektual secara

    tepat oleh seseorang dalam mengorganisasi aturan-aturan ketika menanggapi dan

    menyelesaikan soal, sedangkan strategi kognitif metakognitif adalah mengontrol seluruh

    aktivitas belajarnya, bila perlu memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapai

    tujuan. Bila diterapkan dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji

    pemahamannya tentang materi yang dipelajari.

    Selain dengan latihan, belajar juga merupakan metakognitif melalui aktivitas yang

    digunakan yaitu mengatur dan memantau proses belajar. Adapun kegiatannya menurut Flavell

    (Weinert dan Kluwe, 1987) mencakup perencanaan, monitoring, dan memeriksa hasil.

    Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul melalui empat situasi, yaitu: (1) peserta didik

    diminta untuk menjustifikasi suatu kesimpulan atau mempertahankan sanggahan, (2) situasi

    kognitif dalam mengahadapi suatu masalah membuka peluang untuk merumuskan pertanyaan,

    (3) peserta didik diminta untuk membuat kesimpulan, pertimbangan, dan keputusan yang

    benar sehingga diperlukan kehati-hatian dalam memantau dan mengatur proses kognitifnya,

    dan (4) situasi peserta didik dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan, misalnya dalam

    pemecahan masalah.

    Aspek metakognitif sebagai bagian terkait dari pembelajaran dengan menggunakan

    pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat dikembangkan agar

    mahapeserta didik mampu memahami dan mengontrol pengetahuan yang telah didapatnya

    dalam kegiatan pembelajaran. Adapun aspek aktivitas metakognitif yang dikemukakan oleh

    Flavell (Suzana, 2004: B4-4) adalah: (1) kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa

    yang mereka ketahui dan bagaimana mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri

    dan menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi,

  • 15

    membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan. Dengan demikian,

    seperti yang diungkapkan oleh Borkwoski; Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al.,

    1987; Torgosen; Wong(Jacob, 2003: 17-18), bahwa dosen mengajar mahapeserta didik

    2.4 Minat

    2.4.1 Pengertian Minat

    Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa

    yang diinginkan bila orang tersebut diberi kebebasan untuk memilih (Elisabeth B.

    Hurlock, 1999:114). Menurut Bingham dan Mac Daniel (dalam Munandir, 1997: 146),

    minat adalah kecenderungan orang untuk tertarik dalam suatu pengalaman dan untuk

    terus demikian itu. Kecenderungan itu tetap bertahan sekalipun seseorang sibuk

    mengerjakan hal lain. Kegiatan yang diikuti seseorang karena kegiatan itu menarik

    baginya, merupakan perwujudan minatnya.

    Menurut Slameto (1995: 180), minat juga dapat diartikan sebagai suatu rasa

    lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal aktivitas, tanpa ada yang menyuruh.

    Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan

    sesuatu di luar diri. Semakin kuat ataudekat hubungan tersebut, semakin besar pula

    minat. Minat dapat diekspresikan melalui suatu pernyataan yang menunjukkan bahwa

    peserta didik lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula ditunjukkan melalui

    partisipasi dalam suatu aktivitas. Slameto (1995: 57), minat adalah kecenderungan

    seseorang yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang

    diminati seseorang dan diperhatikan secara terus-menerus yang disertai dengan rasa

    senang.

    Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu

    perasaan suka atau tertarik terhadap suatu objek di luar diri individu yang diikuti

    dengan munculnya perhatian terhadap objek tersebut yang mengakibatkan seseorang

    mempunyai keinginan untuk terlibat atau berkecimpung dalam suatu objek tersebut,

    karena dirasakan bermakna pada dirinya sehingga ada harapan dari objek yang dituju.

    2.4.2 Ciri-ciri Minat

    Minat yang terjadi dalam diri individu dipengaruhi dua factor yang menentukan yaitu

    faktor keinginan dari dalam diri individu atau keinginan dari luar diri individu. Minat

    dari dalam individu berupa keinginan atausenang pada perbuatan. Orang tersebut senang

    melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri. Minat dari luarindividu berupa

    dorongan atau paksaan dari luar individu untuk melakukan sesuatu perbuatan.

    Menurut Siti Rahayu Hadinoto (1998: 189), ada dua faktor yang mempengaruhi

    minat seseorang, yaitu:

  • 16

    1) Faktor dari dalam (intrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan memang

    diinginkan karena seseorang senang melakukannya. Di sini minat datang dari diri orang itu

    sendiri. Orang tersebut senang melakukan perbuatan itu demi perbuatan itu sendiri.

    2) Faktor dari luar (ekstrinsik) yaitu berarti bahwa sesuatu perbuatan dilakukan atas dasar

    dorongan atau pelaksanaan dari luar. Orang melakukan kegiatan ini karena ia didorong

    atau dipaksa dari luar.

    2.4.2 Jenis-jenis Minat

    Pengelompokkan jenis minat menurut Whiterington (1985:136) adalah sebagai berikut:

    1) Minat biologis atau minat primitif, yaitu minat yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan

    yang berkisar pada hal makan dan kebebasan beraktivitas.

    2) Minatsosial atau minat kultural, yaitu minat yang berasal dari belajar yang lebih tinggi

    sifatnya, minat ini meliputi: kekayaan, bahasa simbol, harga diri, atau prestise sosial, dan

    sebagainya.

    2.4.3 Unsur-Unsur Minat

    Menurut Abd. Rahman Abror (1993: 112) minat mengandung unsur kognitif

    (logika), emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Unsur konasi dalam arti minat ini

    didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai objek yang

    dituju adalah minat tersebut. Unsur emosi terdapat karena dalam partisipasi atau

    pengalaman tertentu (rasa senang), sedangkan unsure konasi merupakan kelanjutan dari

    kedua unsur tersebut yang diwujudkan dalam bentuk kemampuan dan hasrat

    untuk melakukan sesuatu kegiatan.

    2.4.4 Cara Mengukur Minat

    Menurut Super dan Crities (dalam John Killis, 1988: 23-24), ada empat cara untuk

    menjaring minat dari subjek, yaitu:

    1) Melalui pernyataan senang atau tidak senang terhadap aktivitas (expressed interest) pada

    subjek yang diajukan sejumlah pilihan yang menyangkut berbagai hal atau subjek yang

    bersangkutan diminta menyatakan pilihan yang paling disukai dari sejumlah pilihan.

    2) Melalui pengamatan langsung kegiatan-kegiatan yang paling sering dilakukan

    (manitest interest), cara ini disadari mengandung kelemahan karena tidak semua

    kegiatan yang sering dilakukan merupakan kegiatan yang disenangi sebagaimana

    kegiatan yang sering dilakukan mungkin karena terpaksa untuk memenuhi kebutuhan

    atau maksud-maksud tertentu.

    3) Melalui pelaksanaan tes objektif (tested interest) dengan coretan atau gambar yang

    dibuat.

    4) Dengan menggunakan tes bidang minat yang lebih dipersiapkan

  • 17

    secara baku (inventory interest).

    2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat

    Faktor-faktor yang mempengaruhi minat menurut Super dan Cities (dalam John

    Killis, 1988: 25) adalah seperti faktor pekerjaan, sosial ekonomi, bakat, jenis kelamin,

    pengalaman dan lingkungan. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi

    minat seseorang adalah sebagai berikut:

    1) Rasa Senang atau Rasa Tertarik

    Tertarik merupakan rasa suka atau senang setiap individu, tetapi individu

    tersebut belum melakukan aktivitas atau sesuatu hal yang menarik baginya. Jadi tertarik

    merupakan sebuah awal dari individu dalam menaruh minat.

    2) Perhatian

    Menurut Bimo Walgito (1997: 56), perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi

    dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

    Bila individu mempunyai perhatian terhadap suatu objek, maka timbul minat spontan

    dan secara otomatis terhadap objek

    tersebut. Perhatian merupakan keaktifan peningkatan kesadaran seluruh fungsi jiwa yang

    dikerahkan dalam pemusatannya kepada suatu barang yang ada di dalam maupun di

    luar diri individu (Dakir, 1993: 144). Menurut Bimo Walgito (1997:57-58), ditinjau dari

    segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian

    tidak spontan. Perhatian spontan yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul

    dengan secara spontan. Sedangkan perhatian tidak spontan yaitu perhatian yang

    ditimbulkan

    dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya.

    Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan ahwa perhatian merupakan

    pemusatan konsentrasi individu kepada suatu objek baik di dalam maupun di luar diri

    individu tersebut dengan mengesampingkan objek yang lainnya.

    3) Aktivitas

    Menurut Sumadi Suryabrata (2004: 72), aktivitas adalah banyak sedikitnya orang

    menyatakan diri, menjelmakan perasaan-perasaannya, dan pikiran-pikirannya dalam

    tindakan yang spontan. Aktivitas merupakan keaktifan atau partisipasi langsung dari

    individu terhadap sesuatu hal. Jadi, aktivitas merupakan kegiatan yang dilakukan secara

    berkelanjutan akan membentuk sebuah kebiasaan yang akhirnya akan menumbuhkan rasa

    senang atau tertarik.

    4) Peran Guru Pembimbing atau Pelatih

  • 18

    Pelatih adalah orang yang pekerjaannya melatih suatu kegiatan tertentu. Menurut

    Suparlan (2006:9), guru dapat diartikan sebagai orang yang tugasnya terkait dengan

    upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua aspeknya, baik spiritual, emosional,

    intelektual, fisikal, maupun aspek lainnya.

    Jadi peran guru pembimbing atau pelatih adalah sesuatu yang diharapkan dari seseorang

    agar bisa mengajar, mendidik, dan mengarahkan suatu kegiatan tertentu.

    5) Alat dan Fasilitas

    Menurut Agus Suryosubroto (2004 : 4) alat adalah adalah segala sesuatu yang

    diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, mudah dipindah bahkan dibawa

    oleh pelakunya, yaitu peserta didik. Sedangkan fasilitas adalah segala sesuatu yang

    diperlukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani, bersifat permanenatau tidak dapat

    dipindahkan. Dalam hai ini, alat dan fasilitas sangat berpengaruh terhadap timbulnya

    minat peserta didik, jika alat dan fasilitasnya lengkap dan memadai, ini akan membuat

    peserta didik lebih berantusias dan lebih aktif dalam mengikutinya.

    2.5 Pemahaman konsep

    Menurut Purwanto (1994:44) pemahaman adalah tingkat kemampuan yang

    mengharapkan peserta didik mampu memahami arti atau konsep, situasi serta fakta yang

    diketahuinya. Sementara Mulyasa (2005 : 78) menyatakan bahwa pemahaman adalah

    kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Selanjutnya Ernawati (2003:8)

    mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan menangkap

    pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan dalam

    bentuk lain yang dapat dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu

    mengklasifikasikannya.

    Menurut Virlianti (2002:6) mengemukakan bahwa pemahaman adalah konsepsi yang

    bisa dicerna atau dipahami oleh peserta didik sehingga mereka mengerti apa yang

    dimaksudkan, mampu menemukan cara untuk mengungkapkan konsepsi tersebut, serta dapat

    mengeksplorasi kemungkinan yang terkait. Sejalan dengan pendapat diatas, pemahaman

    menurut Hamalik (2003:48) adalah kemampuan melihat hubungan hubungan antara berbagai

    faktor atau unsur dalam situasi yang problematis. Berdasarkan pengertian pemahaman diatas,

    penulis menyimpulkan pemahaman adalah suatu cara yang sistematis dalam memahami dan

    mengemukakan tentang sesuatu yang diperolehnya. Menurut Patria (2007:21) mengatakan

    apa yang di maksud pemahaman konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan

    sejumlah materi pelajaran, dimana siswa tidak sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah

    konsep yang dipelajari, tetapi mampu mengungkapan kembali dalam bentuk lain yang mudah

  • 19

    dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai

    dengan struktur kognitif yang dimilikinya.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Patria (2007:22) indikator yang termuat

    dalam pemahaman konsep diantaranya : (1) mampu menerangka secara verbal mengenai apa

    yang telah dicapainya, (2) mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta

    mengetahui perbedaan, (3) mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau

    tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut, (3) mampu menerapkan hubungan

    antara konsep dan prosedur, (4) mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep

    yang dipelajari, (5) mampu menerapkan konsep secara algoritma, (6) mampu

    mengembangkan konsep yang telah dipelajari.

    2.6 Hasil Penelitian Terdahulu

    a. Ratna Tanjung (2012)

    Pada penelitian Ratna Tanjung yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Quantum

    Teaching terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Cahaya Kelas VIII Semester II

    SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan Deli Serdang, yaitu (1) Ada peningkatan hasil belajar siswa

    selama proses pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SPM

    Negeri 1 Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2011/2012 dengan nilai 49,83. Persentase peningkatan

    sebesar 83,24%; (2) Aktivitas belaja siswa selama proses pembelajaran menggunakan model

    pembelajaran Quantum Teaching pada materi pokok cahaya adalah baik dengan persentasi

    aktivitas belajar siswa sebesar 81,23%; (3) Ada pengaruh model pembelajaran Quantum

    Teaching pada materi pokok cahaya kelas VIII SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan dengan Sig t <

    , yaitu 0,000 < 0,005 pada taraf signifikansi = 0,05 dan dk = 70.

    2.5 Kerangka Berpikir

    Diskusi pemecahan masalah

    Evaluasi

    awal

    Kondisi saat ini

    a. selama ini guru mata pelajaran fisika belum

    mengarahkan peserta didik untuk merenungkan

    tentang materi apa yang belum dikuasai.

    b. Guru hanya memberikan penjelasan tentang

    materi, bertanya apakah sudah paham, dan

    peserta didik cenderung berkata sudah paham

    karena ada beberapa faktor.

    c. Minat peserta didik pada mata pelajaran fisika

    cenderung rendah akibat kesan menakutkan dan

    pembelajaran yang mononton

    d. Akibat minat belajar yang rendah maka

    pemahaman konsep peserta didik terhadap mata

    pelajaran fisika masih rendah

  • 20

    2.6 Hipotesis

    Berdasarkan teori, kajian pustaka dan kerangka berfikir diatas jika pembelajaran dilakukan

    dengan model pembelajaran Quantum Teaching melalui mendekatan metakognitif dilakukan

    maka akan terjadi peningkatan minat dan pemahaman konsep peserta didik.

    a. Minat dan pemahaman konsep siswa terhadap

    mata pelajaran fisika meningkat

    b. Guru mampu melaksanakan model

    pembelajaran Quantum Teaching melalui

    pendekatan metakognitif

    Hasil

    Evaluasi

    akhir

    a. Penjelasan model pembelajaran Quantum

    Teaching melalui pendekatan metakognitif

    b. Pelatihan model pembelajaran Quantum

    Teaching melalui pendekatan metakognitif

    c. Simulasi model pembelajaran Quantum

    Teaching melalui pendekatan metakognitif

    d. Pelaksanaan model pembelajaran Quantum

    Teaching melalui pendekatan metakognitif

    Penerapan model pembelajaran Quantum Teaching

    melalui pendekatan metakognitif

    Tindakan

    Evaluasi

    efek

  • 21

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Pendekatan Penelitian

    Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaborasi yang dilakukan

    untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran. Taggart (Denzin, Norman K &

    Lincoln Yvonna, 2009: 440) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas umumnya

    mencakup penggunaan model-model penelitian dan pengumpulan data kualitatif dan

    interpretif dari kalangan pendidik/guru sebagai langkah untuk memberikan penilaian

    tentang cara dan teknik untuk meningkatkan praktik pengajaran guru itu sendiri.

    Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian yang

    diungkapkan oleh Kemmis dan Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt

    Lewin. Model ini dapat mencakup beberapa siklus dan pada masing- masing siklus meliputi

    tahapan yaitu:

    1. planning atau perencanaan

    2. acting and observing atau pelaksanaan dan observasi

    3. reflecting atau refleksi

    4. revise plan atau revisi perencanaan.

    Tahapan-tahapan tersebut berlangsung secara berulang-ulang sampai tujuan

    penelitian tercapai.

    Adapun gambaran pelaksanaan model tersebut dapat dilihat dari gambar berikut:

    Keterangan:

    1. Plan (perencanaan)

    2. Act & observe (pelaksanaan dan observasi)

    3. Reflect (refleksi)

    4. Revised plan (revisi perencanaan)

    Gambar 3. Model PTK Kemmis & Taggart

    (sumber: Denzin, K Norman & Lincoln Yvonna, 2009:470)

    Proses pelaksanaan tiap siklus meliputi:

    1. Perencanaan: perencanaan ini dimulai dari observasi atau pengamatan guna

    mengetahui permasalahan, kondisi, situasi dan potensi yang ada dalam kelas

    tersebut, analisis situasi, perumusan program perbaikan atau alternatif pemecahan

  • 22

    masalah, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan perangkat program

    pembelajaran, media pembelajaran dan instrumen pengumpulan data dan evaluasi

    yang akan digunakan.

    2. Pelaksanaan: pelaksanaan dilakukan dalam pembelajaran seperti biasa sesuai

    dengan rencana yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan ini guru dan peneliti

    merekam semua yang terjadi dalam pembelajaran baik dalam bentuk catatan, foto

    maupun video guna dijadikan data yang akan digunakan sebagai bahan refleksi

    dan evaluasi.

    3. Refleksi & Evaluasi: hasil pengamatan kemudian dievaluasi dalam bentuk

    refleksi. Apabila hasil refleksi menunjukkan belum adanya perbaikan sesuai yang

    diinginkan maka kemudian disusun kembali rencana perbaikan yang akan

    dilakukan dalam siklus berikutnya. Hal demikian terus dilakukan sampai tujuan

    yang diinginkan dapat tercapai.

    3.2 Kehadiran dan Peran Peneliti

    Dalam penelitian ini, kehadiran peneliti mutlak diperlukan karena pengumpulan data

    dilakukan dalam situasi sesungguhnya oleh peneliti. Peran peneliti dalam penelitian kualitatif

    adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, penganalisa data, dan akhirnya

    pelaporan hasil penelitian. Dalam penelitian ini peneliti berposisi sebagai pelaksana (guru

    model) yang menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan

    metakognitif dan dibantu oleh observer yang berjumlah 2 orang. Observer dalam penelitian

    ini adalah guru mata pelajaran fisika dan teman peneliti dari program studi dan angkatan yang

    sama. Untuk perencanaan tindakan dilakukan oleh guru bersama peneliti serta meminta

    pertimbangan pada dosen pembimbing penelitian ini.

    3.3 Kancah Penelitian

    Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di X7 SMAN 9 Malang yang berlokasi di

    jalan Puncak Borobudur No.1 Malang pada semester genap tahun ajaran 2015-2016 pada

    bulan Januari-Februari terbatas pada pokok bahasan suhu dan kalor.

    3.4 Subjek Penelitian

    Subjek dalam penelitian tindakan kelas ini adalah siswa kelas X7 SMAN 9 Malang

    semester genap tahun ajaran 2015-2016, yang berjumlah 30 siswa terdiri dari 23 siswa laki-

    laki dan 15 siswa perempuan

    3.5 Data dan Sumber Data

    Data diperoleh peneliti dari pengamatan saat berlangsungnya proses pembelajaran

    terhadap 30 siswa sebagai subjek penelitian dengan menggunakan lembar observasi,

  • 23

    wawancara, angket, dan tes tertulis. Sumber data penelitian ini adalah siswa kelas X7 SMAN

    9 Malang semester genap tahun ajaran 2015-2016.

    3.6 Pengumpulan Data

    1. Teknik Pengumpulan Data

    Untuk memperoleh data dilakukan langkah-langkah berikut.

    a. Observasi

    Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan observasi awal terlebih dahulu

    untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Selain melakukan observasi awal, peneliti juga

    mengobservasi seluruh aktivitas belajar siswa selama penelitian berlangsung dan dibantu oleh

    observer. Observasi dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan model pembelajaran

    Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif.

    b. Tes

    Untuk mengetahui pemahaman konsep siswa pada pokok bahasan suhu dan kalor,

    dilakukan tes uji kompetensi berupa ulangan harian yang dilaksanakan di awal sebelum diberi

    tindakan dan disetiap akhir siklus.

    c. Angket

    Angket digunakan untuk mengukur minat siswa sebelum dan setelah diterapkannya

    model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif di kelas.

    2. Instrumen Penilaian

    Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

    a. Lembar Observasi

    Lembar observasi dibuat untuk mengamati aktivitas belajar dan minat belajar siswa

    selama penelitian serta keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan

    pendekatan metakognitif. Data dari hasil observasi berupa data cek list yang sudah memiliki

    rubrik penilaian masing-masing.

    b. Lembar Tes

    Lembar tes berisi soal ulangan harian yang diisi langsung oleh siswa yang digunakan

    untuk mengukur pemahaman konsep siswa.

    c. Angket

    Angket digunakan untuk mengukur minat belajar siswa. Diukur sebelum dan sesudah

    diterapkannya model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif

    3. Indikator Keberhasilan

    a. Keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan

    metakognitif

  • 24

    Indikator keberhasilan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan

    metakognitif diperoleh setelah mencapai 85%

    b. Pemahaman Konsep

    Indikator keberhasilan pemahaman konsep saat pemahaman konsep siswa sebesar 75

    dan persentase ketuntasan yang harus mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%.

    c. Minat Belajar Fisika

    Indikator keberhasilan minat belajar fisika siswa diperoleh setelah mencapai 85%

    3.7 Analisis Data, Evaluasi, dan Refleksi

    1. Analisis Data

    Analisis data pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

    Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan temuan-temuan yang ada pada proses

    pembelajaran berlangsung.

    P = F/N x 100%

    Keterangan:

    P: Persentase

    F : Frekwensi

    N : Jumlah Responden

    Sebagai patokan terhadap hasil analisis persentase digunakan klasifikasi sebagaimana

    tertera pada tabel 3.1

    Tabel 3.1 Persentase Taraf Keberhasilan

    No Persentase Klasifikasi

    1 76%-100% Baik

    2 56%-75% Cukup Baik

    3 40%-55% Kurang Baik

    4

  • 25

    Refleksi tindakan ini meliputi: menganalisis, memaknai, menjelaskan dan

    menyimpulkan data yang diperoleh dari pengamatan. Hasil refleksi ini dijadikan dasar untuk

    menyusun perencanaan tindakan siklus selanjutnya.

    3.8 Prosedur Penelitian

    Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam 2 siklus. Adapun penjelasannya sebagai

    berikut.

    1. Siklus I

    a. Perencanaan Tindakan Siklus I

    1) Guru melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan

    disampaikan kepada siswa dengan menggunakan model Quantum Teaching melalui

    pendekatan metakognitif dalam pembelajaran.

    2) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

    3) Menyiapkan instrumen penilaian hasil belajar siswa.

    4) Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus I.

    5) Menyiapkan kisi-kisi dan angket pengukuran minat belajar siswa

    6) Menyiapkan kisi-kisi lembar observasi minat belajar siswa.

    7) Menyiapkan kisi-kisi dan pedoman wawancara.

    8) Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).

    9) Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model

    Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif

    10) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

    b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

    Siklus I terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi dengan

    model Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif dilaksanakan dalam waktu 180

    menit. Materi yang diajarkan pada siklus I adalah Suhu dan Pemuaian. Selama kegiatan

    berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama penelitian sesuai

    dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan I pemahaman konsep siswa diukur

    melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus I. Minat siswa diukur berdasarkan angket

    minat belajar siswa dan lembar observasi. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan

    dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai

    berikut.

    1) Pertemuan I

    1. Tahap pendahuluan (10 menit)

  • 26

    Pada tahap penyajian materi suhu dan pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi

    singkat menggunakan simulasi yang terjadi pada kegiatan sehari-hari dan memberikan

    permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran dan

    prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.

    2. Tahap inti (70 menit)

    Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang

    simulasi yang diberikan guru . Kemudian guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan

    masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk

    melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum, siswa disuruh berdiskusi dengan teman

    satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua

    kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi

    kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan

    penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab

    pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam

    kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk

    memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan

    refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing

    perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani

    mempresentasikan hasil percobaan.

    3. Tahap penutup (10 menit)

    Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.

    Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, dan diary hari ini dan

    menutupnya dengan salam.

    2) Pertemuan II

    4. Tahap pendahuluan (10 menit)

    Pada tahap penyajian materi pemuaian, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan

    memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran

    dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.

    5. Tahap inti (70 menit)

    Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang

    simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan

    masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk

    melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman

    satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua

  • 27

    kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi

    kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan

    penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab

    pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam

    kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk

    memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan

    refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing

    perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani

    mempresentasikan hasil percobaan.

    6. Tahap penutup (10 menit)

    Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.

    Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh

    siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya

    diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

    c. Pengamatan (Observation)

    Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini

    dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran

    berlangsung.

    d. Refleksi (Reflection)

    Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan I, maka data tersebut diolah atau

    dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

    Indikator keberhasilan untuk keterlaksanaan model pembelajaran adalah 85%, indikator

    keberhasilan untuk minat belajar siswa adalah 80, dan indikator keberhasilan untuk

    pemahaman konsep siswa adalah 75 dan ketuntasan belajar siswa untuk hasil belajar adalah

    70%. Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu

    dilakukan siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan.

    2. Siklus II

    a. Perencanaan Tindakan Siklus II

    1. .Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)..

    2. Menyiapkan kisi-kisi dan soal ulangan harian siklus II.

    3. Menyiapkan lembar kerja siswa (LKS).

  • 28

    4. Menyusun lembar keterlaksanaan dalam pembelajaran dengan menggunakan model

    Quantum Teaching melalui pendekatan metakognitif

    5. Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan dalam praktikum.

    a. Pelaksanaan Tindakan Siklus II

    Siklus II terdiri atas 2 kali pertemuan yaitu (4x45 menit). Pembelajaran materi

    dilaksanakan dalam waktu 180 menit. Materi yang diajarkan pada siklus II adalah Kalor.

    Selama kegiatan berlangsung dilakukan pengamatan terhadap peristiwa yang ditemui selama

    penelitian sesuai dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan tindakan II pemahaman konsep

    siswa diukur melalui ulangan harian di akhir pelaksanaan siklus II, sedangkan minat belajar

    diukur dengan angket dan lembar observasi.. Hasil pengamatan dari peristiwa tersebut akan

    dijadikan bahan refleksi untuk perbaikan siklus II. Pelaksanaan pembelajaran diatur sebagai

    berikut.

    1) Pertemuan I

    1. Tahap pendahuluan (10 menit)

    Pada tahap penyajian materi hukum Kirchoff, guru menunjukkan demonstrasi singkat

    dan memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan

    pembelajaran dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.

    2. Tahap inti (70 menit)

    Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang

    simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan

    masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk

    melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman

    satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua

    kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi

    kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan

    penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab

    pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam

    kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk

    memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan

    refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing

    perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani

    mempresentasikan hasil percobaan.

    3. Tahap penutup (10 menit)

  • 29

    Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.

    Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menutupnya

    dengan salam.

    2. Pertemuan II

    1. Tahap pendahuluan (10 menit)

    Pada tahap penyajian hukum-hukum kalor, guru menunjukkan demonstrasi singkat dan

    memberikan permasalahan kepada siswa kemudian guru mengemukakan tujuan pembelajaran

    dan prosedur kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa.

    2. Tahap inti (70 menit)

    Pada tahap ini guru membimbing siswa mencatat apa saja yang mereka ketahui tentang

    simulasi yang diberikan guru. Pada tahap ini guru membagi kelas menjadi 6 kelompok dan

    masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa. Guru membagikan LKS kepada siswa untuk

    melaksanakan kegiatan praktikum. Setelah praktikum siswa disuruh berdiskusi dengan teman

    satu kelompok untuk menjawab pertanyaan yang ada pada LKS. Selanjutnya perwakilan dua

    kelompok disuruh untuk mempresentasikan hasil diskusinya ke depan. Guru memberi

    kesempatan kepada kelompok lain untuk menanggapi hasil presentasi dan memberikan

    penguatan. Guru mengajak siswa menerapkan konsep yang telah diperoleh untuk menjawab

    pertanyaan saat demonstrasi di awal.Setelah itu, guru memberikan permasalahan baru dalam

    kehidupan sehari-hari dari konsep yang dipelajari. Guru memberikan latihan soal untuk

    memperdalam pemahaman siswa serta membahas latihan soal tersebut. Guru melakukan

    refleksi dari hasil pembelajaran dan membenarkan konsep yang benar dan membimbing

    perbaikan konsep yang salah. Guru memberi reward pada siswa yang berani

    mempresentasikan hasil percobaan.

    3. Tahap penutup (10 menit)

    Guru membimbing siswa membuat kesimpulan tentang apa saja yang sudah dipelajari.

    Selanjutnya guru memberikan tugas kepada siswa berupa soal, diary hari ini dan menyuruh

    siswa untuk mempelajari lagi materi-materi pertemuan I dan II karena pertemuan selanjutnya

    diadakan tes dan menutupnya dengan salam.

    i. Pengamatan (Observation)

    Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap ini

    dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan kegiatan belajar siswa selama pembelajaran

    berlangsung.

    ii. Refleksi (Reflection)

  • 30

    Berdasarkan data yang diperoleh dari tindakan II, maka data tersebut diolah atau

    dianalisis, kemudian disesuiakan dengan indikator keberhasilan yang telah ditentukan.

    Apabila hasil yang didapatkan belum mencapai indikator keberhasilan, maka perlu dilakukan

    siklus berikutnya sampai hasil yang diperoleh mencapai indikator keberhasilan atau belum.

    Jadwal penelitian selengkapnya disajikan pada Lampiran ... Pelaksanaan penelitian hanya

    dilakukan dalam dua siklus karena keterbatasan waktu penelitian.

  • 31

    BAB IV

    PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    4.1 Paparan Data

    Pada bab ini dipaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan, baik pada tahap

    observasi awal, siklus I dan siklus II. Adapun paparan data hasil penelitian pada tahap

    observasi awal, siklus I dan siklus II dijabarkan sebagai berikut :

    4.1.1 Paparan Data Tahap Observasi Awal

    a. Hasil Wawancara

    Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukakn peneliti pada tanggal 23

    Februari 2014 kepada guru mata pelajaran fisika SMA Negeri 9 Malang, didapat hasil

    bahwa minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika masih kurang. Keterangan

    guru disajikan pada Tabel 4.1 sebagai berikut :

    Tabel 4.1 Kondisi Siswa Berdasarkan Keterangan Guru

    No Responden Hasil Wawancara

    1 Guru kelas 1. Selama ini siswa cenderung asal-asalan dalam menempuh

    mata pelajaran fisika di kelas.

    2. Siswa kurang berminat dalam belajar fisika di kelas

    3. Siswa cenderung mengikuti pelajaran karena tuntutan

    sekolah.

    4. Nilai mata pelajaran fisika di kelas rata-ratanya hanya 6.5

    padahal KKM di sekolah adalah 7.5

    Selain itu, peneliti melakukan wawancara kepada 20 siswa mengenai kesan

    siswa SMAN 9 Malang terhadap mata pelajaran fisika disajikan pada Tabel 4.2

    sebagai berikut :

    Tabel 4.2 Kesan Siswa terhadap Fisika

    No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%)

    1 Fisika mudah dan menyenangkan 10

    2 Fisika sulit tapi menyenangkan 15

    3 Fisika mudah tapi membosankan 15

    4 Fisika sulit dan membosankan 60

    Tabel 4.3 Faktor Penyebab Kesulitan Siswa

    No Kesan siswa terhadap fisika Presentase (%)

    1 Sulit menghubungkan materi fisika 13.89

  • 32

    dengan kehidupan sehari-hari

    2 Sukit memecahkan soal-soal 62.78

    3 Sulit memahami materi saat

    pembelajaran

    5.56

    4 Sulit mengingat dan memahami

    rumus-rumus

    27.78

    Dari Tabel 4.2 tampak bahwa sebagian besar siswa mempunyai kesan bahwa fisika

    itu sulit dan membosankan (60% dari 30 siswa). Sedangkan dari Tabel 4.3 tampak

    bahwa kesulitan yang dihadapi oleh sebagian besar siswa tersebut adalah sulit

    memecahkan soal-soal fisika sebesar 62.78%.

    b. Angket

    Berdasarkan hasil angket yang tertera pada lampiran ...yang mengukur minat

    belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat belajar fisika

    sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori kurang baik.

    c. Nilai Test Pratindakan

    Berdasarkan nilai test pratindakan pada siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang

    didapat hasil dengan rata-rata nilai 56.53 yang lebih lengkapnya dipaparkan dalam

    lampiran ..yang termasuk dalam kategori kurang baik dengan persentase ketuntasan

    47%.

    d. Refleksi Observasi Awal

    Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada guru mata pelajaran fisika

    dan siswa kelas X7 SMA Negeri 9 Malang, menunjukkan minat belajar siswa yang

    rendah dan dengan presentase 60% siswa menganggap fisika itu adalah mata pelajaran

    yang sulit dan membosankan. Dari hasil tersebut dilakukan studi pendahuluan untuk

    mengetahui alasan kesulitan siswa dan sebesar 62.78% mengatakan bahwa kesulitan

    fisika ada pada saat memecahkan soal-soal. Selain dari wawancara hasil angket pun

    menunjukkan minat belajar fisika sebesar 49,6 % yang tergolong dalam kategori

    kurang baik. Setelah dilakukan test pratindakan kesulitan siswa memecahkan soal

    terbukti dengan didapat hasil rata-rata nilai 56.53 yang termasuk dalam kategori

    kurang baik.

    Dengan menganalisis permasalahan di atas, peneliti bersama guru mata

    pelajaran fisika melakukan diskusi untuk memecahkannya. Kemudian guru dan

    peneliti sepakat untuk menerapkan model pelbelajaran Quantum Teaching yang akan

    mengubah proses pembelajaran fisika yang memiliki kesan sulit dan membosankan

    menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dengan tetap mengedepankan

  • 33

    pemahaman konsep siswa. Untuk membuat siswa lebih memahami fisika, guru

    bersama peneliti menggunakan pendekatan metakognitif yang membuat siswa mampu

    mengenali kesulitan belajarnya untuk dilakukan tindak lanjut.

    4.1.2 Paparan Data Siklus I

    Siklus I dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit. Adapun

    proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus I akan dipaparkan sebagai

    berikut :

    a. Pertemuan I

    Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35

    WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,

    kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan

    dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan

    demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer

    dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh

    observer mulai dari tahap orientasi.

    Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini

    guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam

    yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan

    meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa

    dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki

    untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.

    Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan

    mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar

    sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,

    Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan

    apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja

    yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).

    Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8

    kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar

    secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5

    siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan

    hipotesisnya.

    Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan

    dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa

    kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan

  • 34

    pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan

    memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru

    meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

    Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan

    mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3

    kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.

    b. Pertemuan II

    Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35

    WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,

    kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan

    dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan

    demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer

    dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh

    observer mulai dari tahap tumbuhkan.

    Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini

    guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam

    yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan

    meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa

    dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki

    untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.

    Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan

    mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar

    sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,

    Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan

    apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja

    yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).

    Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8

    kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar

    secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5

    siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan

    hipotesisnya.

    Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan

    dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa

    kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan

  • 35

    pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan

    memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru

    meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

    Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan

    mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3

    kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.

    Siswa diminta untuk membuat catatan apa yang mereka dapatkan hari ini, apa yang

    belum dimengerti serta apa yang harus mereka lakukan sebagai upaya

    menumbuhkan kesadaran pada diri sendiri.

    c. Angket Siswa

    Berdasarkan hasil angket yang tertera pada Lampiran ...yang mengukur minat

    belajar siswa pada siklus I terhadap mata pelajaran fisika dihasilkan persentase minat

    belajar fisika sebesar 72,9%. Nilai tersebut meningkat dari observasi awal sebesar 49,6

    %.

    d. Nilai Test Siklus I

    Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase

    ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa sudah

    mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase ketuntasan

    belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%.

    e. Keterlaksanaan Siklus I

    Dari hasil observasi dan analisis pada siklus I diperoleh data sebagai

    berikut.

    1) Persentase keterlaksanaan model pembelajaran Quantum Teaching dengan

    pendekatan metakognitif pada siklus I adalah 83,675 %. Data selengkapnya

    pada Tabel 4.4. Data hasil pengamatan keterlaksanaan pembelajaran pada

    siklus I disajikan dalam Lampiran..

    Tabel 4.4 Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching

    dengan pendekatan metakognitif pada Siklus I

    No. Aspek yang Diamati Persentase (%)

    1 Tumbuhkan 100,00

    2 Alami 84,38

    3 Namai 89,06

    4 Demonstrasikan 75,00

  • 36

    5 Ulangi 65,63

    6 Rayakan 87,98

    Keterlaksanaan Pembelajaran 83,675

    Persentase yang diperoleh belum mencapai indikator keberhasilan yaitu

    85%. Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan gagasan guru sering tidak

    melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya.

    f. RefleksI Siklus I

    1) Minat belajar siswa berdasarkan angket sudah meningkat tetapi belum

    mencapai target diakibatkan butuh proses dalam pendekatan kepada siswa.

    2) Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I adalah 75,45 dengan persentase

    ketuntasan belajar siswa yaitu 63,64%. Nilai rata-rata aspek kognitif siswa

    sudah mencapai indikator keberhasilan yaitu 75, sedangkan untuk persentase

    ketuntasan belum mencapai indikator keberhasilan yaitu 70%. Belum

    tercapainya indikator keberhasilan tersebut dikarenakan alokasi waktu yang

    kurang, sehingga daya serap siswa akan pelajaran menjadi berkurang, serta

    beberapa kali guru melupakan langkah kegiatan, terutama pada tahap

    pemantapan gagasan.

    3) Persentase Keterlaksanaan Model Pembelajaran Quantum Teaching dengan

    pendekatan metakognitif yang diperoleh sebesar 83,765% belum mencapai

    indikator keberhasilan yaitu 85%.Hal ini dikarenakan pada tahap pemantapan

    gagasan guru sering tidak melaksanakan kegiatan yang sudah direncanakan

    sebelumnya.

    4) Beberapa siswa masih belum aktif dan cenderung diam. Hal ini mungkin

    dikarenakan guru kurang komunikatif dengan siswa, sehingga siswa masih

    terlihat pasif. Kemampuan bertanya guru juga masih kurang.

    5) Siswa masih banyak yang bingung cara merangkai rangkaian seperti pada LKS.

    Hal ini mungkin dikarenakan siswa masih belum terbiasa dan masih pertama

    kali menggunakan alat ukur, jadi masih menyesuaikan.

    g. Tindak Lanjut Siklus I

    Berdasarkan hasil yang diperoleh dari siklus I terdapat beberapa aspek

    yang belum memenuhi indikator keberhasilan, sehingga model pembelajaran

  • 37

    Quantum Teaching dengan pendekatan metakognitif masih perlu diperbaiki lagi

    dalam pembelajaran selanjutnya agar kemampuan minat belajar dan pemahaman

    konsep siswa dapat lebih baik pada siklus II.

    4.1.3 Paparan Data Siklus II

    Berdasarkan pelaksanaan tindakan pada siklus I dan observasi diketahui bahwa

    siswa lebih senang dan bersemangat dalam mengikuti pelajaran fisika dengan

    menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching dengan pendekatan

    metakognitif. Hal ini dikarenakan, siswa lebih berperan aktif dalam kegiatan

    pembelajaran, sebab dalam pembelajaran ini suasananya lebih menyenangkan,

    menggunakan media pembelajaran yang menarik, seperti alat demonstrasi pada saat

    apersepsi dan pada saat percobaan. Oleh karena masih ada beberapa aspek yang belum

    mencapai indikator keberhasilan, maka peneliti merancang tindakan siklus II untuk

    memperoleh hasil yang lebih baik. Pelaksanaan siklus II merupakan tindak lanjut dari

    siklus I. Kelebihan yang ditemukan pada siklus I dipertahankan dan kekurangan dalam

    melaksanakan tindakan I diperbaiki pada siklus II.

    Siklus II dilakukan sebanyak 2 kali pertemuan terdiri dari 4 x 45 menit.

    Adapun proses tindakan yang dilakukan oleh peneliti selama siklus II akan dipaparkan

    sebagai berikut :

    a. Pertemuan I

    Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35

    WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru memberi salam dan mengabsen siswa,

    kemudian guru mempersiapkan siswa untuk belajar dengan membuat kesepakatan

    dalam proses pembelajaran, serta melakukan persiapan untuk melakukan

    demonstrasi. Materi yang dipelajari pada pertemuan pertama adalah termometer

    dan pengaruh suhu terhadap pemuaian. Keterlaksanaan pembelajaran diamati oleh

    observer mulai dari tahap orientasi.

    Pelajaran dimulai pada tahap pertama yaitu tumbuhkan. Pada tahap ini

    guru memusatkan perhatian siswa dengan menanyakan tentang fenomena alam

    yang sering dijumpai siswa pada kehidupan sehari-hari yang ada kaitanya dengan

    meteri yang akan diajarkan. Kemudian guru mengungkap konsepsi awal siswa

  • 38

    dengan menghadapkan siswa pada suatu permasalahan yang mengadung teka-teki

    untuk menumbuhkan rasa ingin tahu.

    Tahap kedua adalah alami. Pada tahap ini guru memutar video dan

    mebhubungkan dengan materi yang akan dipelajari hari ini. Video yang diputar

    sesuai dengan apa yang sebagian besar pernah dialami siswa,

    Tahap ketiga adalah namai. Pada tahap ini siswa diminta untuk menuliskan

    apa saja yang mereka dapatkan dari hasil pengamatan video. Menuliskan apa saja

    yang mereka ketahui tentang hal tersebut (hipotesis).

    Tahap keempat demonstrasikan. Guru menempatkan siswa dalam 8

    kelompok. Siswa diminta berkumpul dengan teman sekelompoknya untuk belajar

    secara berkelompok untuk mengerjakan LKS, setiap kelompok terdiri dari 4-5

    siswa. Guru membimbing siswa melakukan demonstrasi untuk membuktikan

    hipotesisnya.

    Tahap kelima adalah ulangi. Guru memberikan contoh soal berkaitan

    dengan materi serta cara penyelesaiannya (modeling).Guru memberikan siswa

    kesempatan bertanya dan guru mengulang materi secara singkat untuk menguatkan

    pemahaman siswa. Guru memberikan lembar soal latihan individu dan

    memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk menyelesaikannya. Guru

    meminta siswa untuk mengumpulkan jawaban soal yang telah dikerjakan dan

    memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

    Tahap keenam adalah rayakan. Guru memberi penghargaan dengan

    mengajak siswa bertepuk tangan dan bersama-sama mengucapkan hore sebanyak 3

    kali. Guru memotivasi siswa untuk selalu melakukan yang terbaik disetiap hal.

    b. Pertemuan II

    Pelajaran dimulai pada pukul 08.05 WIB dan berakhir pada pukul 09.35

    WIB. Sebelum pelajaran dimulai, guru me