skripsi
DESCRIPTION
ikmTRANSCRIPT
BAGIAN IKM/IKK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA SKRIPSI
SEPTEMBER 2011
HUBUNGAN ANTARA JADWAL MAKAN DENGAN SINDROM
DISPEPSIA PADA SISWA SMA NEGERI 1 MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2011/2012
Oleh :
HUSDARYANTI SAHABUDDIN
110 206 116
PEMBIMBING :
Dr.IRWIN ARAS, M.Epid
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2011
1
RINGKASAN
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKATDAN ILMU KEDOKTEERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
SKRIPSI, September 2011
Husdaryanti Sahabuddin 110206116 ”Hubungan Antara Jadwal Makan Dengan Sindrom Dispepsia pada Siswa SMA Negeri 1 Makassar “
(xii + 7 bab + 37 halaman + 2 tabel + 2 gambar + lampiran)
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung. Dispepsia tebagi atas dua, yaitu dispepsia organik (bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya) dan dispepsia non organik (biasa juga disebut sebagai dispepsia non ulkus, jika tidak jelas penyebabnya). Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara sindrom dispepsia dengan jenis kelamin, jadwal makan, dan perilaku merokok. Populasi penelitian adalah siswa SMA Negeri 1 Makassar yang aktif secara akademik. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode Cluster Sampling. Data yang dikumpulkan akan diolah dengan menggunakan Microsoft excel dan SPSS kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan narasi Dari penelitian ini didapatkan Berdasarkan karakteristik menunjukkan bahwa pelajar putri lebih banyak yang mengalami sindrom dispepsia yaitu 32 responden (28,3%) dan pelajar putra sebesar 11 responden (14,7%). Sedangkan variabel jadwal makan dapat dilihat bahwa pola makan yang tepat waktu yang paling tinggi adalah yang tidak teratur dengan jumlah 41 orang (37,7%) dan yang terendah adalah pola makan yang teratur yaitu 2 orang (5,3%). Adapun variabel perilaku merokok terlihat bahwa persentase responden yang tidak merokok paling tinggi, yaitu 10 responden (37,7%). Sedangkan yang perokok aktif yaitu 3 responden (5,3%). Adapun berdasarkan bivariatnya diperoleh tidak ada nilai yang signifikan antara sindrom dispepsia demngan jenis kelamin, jadwal makan, dan perilaku merokok.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sindrom dispepsia tidak berhbungan dengan jenis kelamin, jadwal makan, dan perilaku merokok.
Kepustakaan 30 : (2000-2011)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul ”Hubungan Jadwal
Makan dengan Sindrom Dispepsia Pada Siswa SMA Negeri 1 Makassar“ sebagai salah satu
syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Begitu banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi dalam tahap persiapan, pelaksanaan
dan penyelesaian skripsi ini. Namun dengan bimbingan, dorongan semangat dan bantuan serta
doa dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, wakil dekan, staf dosen dan
seluruh karyawan.
2. Dr. Irwin Aras, M. Epid, selaku pembimbing atas kesediaan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan.
3. Kepala bagian dan staf pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
4. Kepala sekolah SMA Negeri 1 Makassar, guru, serta staf dan pelajar SMA Negeri 1
Makassar yang telah bersedi menjadi responden pada penelitian ini.
5. Kedua orang tuaku tercinta, Sahabuddin dan Hj. Subaedah serta saudara-saudaraku atas
dukungan doa, dana dan cinta kasihnya.
3
6. Sahabat-sahabatku tercinta dan tersayang yang selalu siap membantu.
7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2006 (Xiphoideus).
8. Teman-teman sesama koas yang selalu memberi informasi-informasi yang sangat
berharga.
9. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu-persatu, namun bantuannya begitu besar
maknanya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun besar harapan
penulis kiranya skrispsi ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga apa
yang telah kita lakukan bernilai ibadah disisi Allah SWT dan kita senantiasa mendapatkan
Ridho-Nya, Amin Ya Rabbal Alamin…..
Makassar, September 2011
Penulis
4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................... ii
RINGKASAN........................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR........................................................................................... vi
DAFTAR ISI......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.................................................................................. 1
2. Rumusan Masalah............................................................................ 4
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum............................................................................. 4
3.2 Tujuan Khusus............................................................................ 4
4. Manfaat Penelitian............................................................................ 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Dasar Medik........................................................................ 6
2. Konsep Dasar Klinis......................................................................... 13
3. Kerangka Teori……………………………………………………. 22
BAB III.KERANGKA KONSEP
1. Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti........................................... 23
2. Kerangka Konsep............................................................................. 25
3. Definisi Operasional......................................................................... 25
4. Hipotesis........................................................................................... 25
BAB IV.METODE PENELITIAN
1. DesainPenelitian............................................................................... 27
5
2. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................... 27
3. Populasi dan Sampel......................................................................... 27
4. Data dan Instrumen........................................................................... 29
5. Manajemen Data............................................................................... 30
6. Etika Penelitian……………………………………………………. 30
BAB V. HASIL PENELITIAN…………………………………………………. 31
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………. 34
BAB VII.KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan....................................................................................... 37
2. Saran................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jadwal Makan, dan
Perilaku Merokok …………………………………………… ……….31
Tabel 2 : Hubungan Jenis Kelamin, Jadwal Makan, dan Perilaku Merokok
dengan Sindrom Dispepsia……………………………………………32
DAFTAR GAMBAR
7
Gambar 1 : Anatomi Lambung…………………………………………………… 8
Gambar 2 : Fisiologi Asam Lambung……………………………………………. 13
8
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Kuisioner
Lampiran II Master Tabel
Lampiran III Lembar Pengesahan
Lampiran IV Surat Izin Penelitian
Lampiran V Surat Keterangan Telah Meneliti
Lampiran VI Biodata Penulis
9
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pencernaan yang jelek”.
Per definisi dikatakan bahwa dispesia adalah ketidaknyamanan bahkan hingga nyeri pada
saluran pencernaan terutama bagian atas. Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis
yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Istilah dispepsia mulai
dikemukakan sejak akhir tahun 80-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan
gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual,
muntah, kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas
yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh
berbagai penyakit, tentunya termasuk pula penyakit pada lambung, yang diasumsikan
oleh orang awam sebagai penyakit maag.1-4
Penyakit ini tidak mengenal batas usia maupun jenis kelamin. Di Indonesia
sendiri, penelitian mengenai proporsi dispepsiapada pasien rawat inap di rumah sakit
cipto mangunkusumo (RSCM) yang dilakukan oleh Ari F Syam dari FKUI pada tahun
2001 menghasilkan angka mendekati 50 persen dari 93 pasien yang diteliti.5,6
Prevalensi GERD dan komplikasinya di Asia termasuk rendah dibandingkan
dengan negara-negara Barat. Prevalensi di Barat berkisar 10-20 persen, sedangkan di
Asia 3-5 persen, dengan pengecualian di Jepang 13-15 persen dan Taiwan 15 persen.
Penelitian tahun 1998 di FKUI/RSCM pada pasien dengan gejala dispepsia yang
mendapat pemeriksaan endoskopi ditemukan kasus GERD berupa radang kerongkongan
10
sebanyak 22,8 persen. Penelitian lain di FKUI/RSCM melaporkan dari 1.718 pasien yang
menjalani pemeriksaan dengan teropong saluran cerna bagian atas dengan indikasi
dispepsia selama lima tahun (1997-2002) menunjukkan peningkatan prevalensi radang
kerongkongan dari 5,7 persen pada tahun 1997 menjadi 25,18 persen pada tahun 2002. 7
Penelitian pada masyarakat di Jakarta menyebutkan bahwa 50 persen orang
Jakarta menderita dispepsia. Penderita lebih banyak usia produktif 20-40 tahun dan
menimpa wanita dan laki-laki dengan jumlah penderita yang seimbang dan kebanyakan
penyebabnya adalah pola atau gaya hidup tidak sehat. 7-9
Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara 1 – 8 %. Menurut Sigi, di negara
barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %. Sekitar 4 % penderita berkunjung
ke dokter umumnya mempunyai keluhan dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga
merupakan keluhan yang banyak dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 %. 10,11
Laporan rawat jalan di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta menjelaskan bahwa pasien
yang datang dengan keluhan dispepsia mencapai 40% kasus per tahun.
Penyebab dari dispepsia antara lain pola makan yang tidak normal dan teratur,
pemilihan makanan yang tidak seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang tidak
teratur. Sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai,
alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya
sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.6
11
Di Indonesia tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya cara menjaga
kesehatan lambung masih sangat rendah. Padahal, dispepsia sangat menganggu aktivitas
sehari-hari siapa pun yang terkena, baik bagi remaja di masa sekolah dan orang dewasa
yang telah bekerja.7,8
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 untuk wilayah
Sulawesi Selatan angka kejadian dispepsia berada pada urutan kedua dari 10 penyakit
pasien rawat jalan. Dari angka tersebut jumlah pasien dispepsia berumur 15-24 tahun
sekitar 978 orang.12
Aktivitas yang tinggi, baik kegiatan disekolah maupun diluar sekolah
menyebabkan makan menjadi tidak teratur. Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara
konsisten pada remaja yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional
disebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15 % remaja laki-laki
mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan
15% remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak
bertambah.13
Pola makan yang tidak teratur dan gaya hidup yang cenderung mudah terbawa
arus umumnya menjadi masalah yang timbul pada remaja. Perkembangan teknologi,
industri, dan era keterbukaan informasi saat ini membawa konsekuensi terhadap
perubahan gaya hidup, kondisi lingkungan, dan perilaku masyarakat, termasuk remaja.
Kecenderungan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan instan, gaya hidup,
stres, dan polusi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Gaya hidup dan
kebiasaan makan yang salah akan secara langsung akan mempengaruhi organ-organ
12
pencernaan dan menjadi pencetus penyakit pencernaan. Dalam penelitian ini, dispepsia
diteliti sebagai suatu akibat dari adanya riwayat gangguan lambung yaitu gastritis atau
tukak peptik serta gaya hidup sehari-hari (kebiasaan makan, aktivitas fisik, kebiasaan
merokok, stres, dan lain-lain).14
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang angka kejadian dispepsia di atas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah hubungan jadwal makan siswa-siswi SMA Makassar
dengan kejadian sindrom dispepsia.
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Mencari hubungan antara jadwal makan dengan kejadian sindrom dispepsia pada
siswa SMA di Makassar.
3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi dispepsia
2. Mengetahui distribusi hubungan sindrom dispepsia menurut jadwal makan
3. Mengetahui distribusi hubungan sindrom dispepsia menurut kebiasaan merokok
4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau menjadi bahan masukan
bagi Dinas Kesehatan Kota Makassar untuk perencanaan penyuluhan ataupun
seminar kesehatan selanjutnya.
13
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang benar bagi
masyarakat pada umumnya dan bagi pelajar SMA Neg. 1 Makassar pada khususnya
tentang hubungan jadwal makan dan dispepsia.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian
dalam bidang Gastroenterologi lebih lanjut.
4. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dan wadah latihan untuk
memperoleh wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan.
14
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 . Konsep Dasar Medik
1. Pengertian
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan
refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam
lambung. 1
Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu13-6 :
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya
misalnya ada tukak di lambung dan usus dua belas jari, radang pankreas, radang
empedu, dan lain-lain. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia lebih dari 40
tahun.
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU),
bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional berhubungan dengan
ketidaknormalan pergerakan (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas
(kerongkongan, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia
jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. Sebab lain bisa juga
karena infeksi bakteri lambung Helicobacter pylori.
15
2. Anatomi dan Fisiologi
a. Anatomi
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat
dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila
penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2
liter. Secara anatomis, seperti yang terlihat pada gambar 1, lambung terbagi atas
fundus, korpus dan antrum pilorus. Sebelah atas lambung terdapat cekungan
kurvatura minor, dan bagian kiri bawah lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter
kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau
sfingter esofagus bawah, mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan
mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter
pilorikum berelaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi
sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam
lambung.13,17-8
16
Gambar 2.1 Anatomi Lambung
Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :
1. Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.
2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :
a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot
esophagus.
b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot
sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.
17
c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambung dan berjalan dari
orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor
(lengkung kelenjar).
3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan
saluran limfe.
4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak
kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi
makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut
bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat
orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric
terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik
memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan
pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel
parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik
diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor
intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher)
ditemukan dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
pylorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam
hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung
adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan
klorida.11,13,17-9
18
Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.
Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.
Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif merupakan
tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak duodenum.13,17-8
Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia
seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen simpatis
menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus (auerbach) dan
submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan
mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.13,17-8
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (hati, empedu, dan limpa)
terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang
mempercabangkan cabang-cabang yang mennyuplai kurvatura minor dan mayor.
Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan arteri
pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus posterior
duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria ini dan
menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta berasal
dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati melalui vena
porta.13,17
19
b. Fisiologi
Pengaturan sekresi lambung
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi fase sefalik, gastrik, dan
intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu
akibat melihat, mencium, memikirkan, atau mengecap makanan.Fase ini diperantarai
seluruhnya oleh saraf vagus. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang untuk
menghasilkan HCl, pepsinogen dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan
sekitar 10% dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.18
Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pylorus. Distensi antrum
juga dapat menyebabkan terjadinya rangsang mekanis dari reseptor-reseptor pada
dinding lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah
menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Pelepasan gastrin juga
dirangsang oleh pH alkali, garam empedu di antrum, dan terutama oleh protein
makanan dan alkohol. Setelah makan, gastrin dapat bereaksi pada sel parietal secara
langsung untuk sekresi asam. Pada fase ini , gaster menghasilkan lebih dari dua per
tiga sekresi lambung total setelah makan, sehingga merupakan bagian terbesar dari
total sekresi lambung harian yang berjumlah sekitar 2000 ml.18
Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase
sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang
tercerna sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus,
suatu suatu hormon yang menyebabkan lambung terus-menerus menyekresikan
sejumlah kecil cairan lambung.18
20
Secara umum, fisiologi antara lain sebagai berikut14 :
1. Mencerna makanan secara mekanikal.
2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL
gastric juice (cairan lambung) per hari. Komponen utamanya yaitu mukus, HCl
(hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi
langsung masuk kedalam aliran darah (seperti yang tampak pada gambar 2).
3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein diubah
menjadi polipeptida.
4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,
glukosa, dan beberapa obat.
5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCl.
6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam
duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi
peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.
21
Gambar 2.2 Sekresi asam lambung
2.2 KONSEP DASAR KLINIS
1. Pengertian
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit ,
dan"πέψη" (Pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan
keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas
yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas didada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini
tidak lagi termasuk dispepsia.9
Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut
bagian atas atau dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh
atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat
22
terkena dispepsia, baik pria maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat
terkena dispepsia dalam beberapa waktu.9
2. Epidemiologi
Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan oleh
karena 45 tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia
fungsional diatas 20 tahun.19
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam
praktek praktis sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek
umum dan 60% pada praktek spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika,
prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk pasien dengan keluhan refluks.
Insiden pastinya tidaklah terdokumentasi dengan baik, tetapi penelitian di
Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8% pada
subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya. Prevalensi keluhan saluran cerna
menurut suatu pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi
(systematic review of population-based study) menyimpulkan angka bervariasi
dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati dikeluarkan maka angkanya
berkisar 4-14%.13
23
3. Etiologi
a. Perubahan jadwal makan
Tidak sempat sarapan merupakan salah satu faktor pencetus sakit maag.
Hal ini terjadi karena pada pagi hari kebutuhan kalori seseorang cukup banyak.
Sehingga ketika seseorang tidak sempat sarapan, maka lambung akan
memproduksi asam lambung yang lebih banyak. Hal ini seiring dengan
peningkatan stres dan peningkatan kerja seseorang. Ketika seseorang stres akan
mengeluarkan berbagai hormon, seperti endoktrin yang sifatnya merangsang
produksi asam lambung. Jadi bukan stres yang langsung menyebabkan sakit maag
tetapi stresnya yang menimbulkan rangsangan hormon tertentu dan hormon ini
yang akan merangsang produksi asam lambung.20
Ari Fahrial Syam menjelaskan sindroma dispepsia dapat dicegah dengan
makan yang teratur. Sri Sukmaniah menambahkan penderita sindroma dispepsia
harus menerapkan pola makan sehat seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Itu berarti memenuhi syarat jumlah sesuai kebutuhan, jenis beragam dan lengkap,
dengan jadwal yang teratur.12
Tepat waktu adalah jadwal waktu makan harus teratur, yang baik adalah
memulai makan bukan setelah benar-benar lapar. Ataur waktu makan misalnya
makan pagi berkisar pada pukul 06.00-08.00, makan siang berkisar pukul 12.00-
13.00, dan makan malam tidak di atas pukul 20.00. Diantara waktu makan utama
tersebut bisa diselengi dengan mengonsumsi buah-buahan. Yang perlu
diperhatikan jangan biasakan terlambat makan, karena asam lambung akan
24
merusak salaput lender lambung sehingga dapat menimbulkan gejala sindroma
dispepsia.12
b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang
lama.
Penggunaan obat seperti OAINS dan kortikosteroid dapat pula
menyebabkan kelainan struktural mulai dari gastritis (erosif dan hemorhagik)
sampai dengan ulkus gaster / duodenum.21
c. Merokok
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam
lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan
cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum.Sekresi asam lambung
meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin.24 Selain itu, rokok
juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung)
dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses ulcerogenesis
(timbulnya tukak). Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung
(menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk
peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H.
pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan
meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik.22
25
d. Alkohol
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah
lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol
dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga
kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam
lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah
banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi
alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak
peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan
menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena
ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa
gastrointestinal.23
e. Helocobacter pylory
Para ahli kini giat meneliti peran bakteri Helicobacter pylori dalam
menimbulkan gejala dispepsia.PasaInya, sekitar 40-60 persen pasien yang
menderita dispepsia kronik ternyata terinfeksi H pylori.Yang bikin ragu para ahli,
infeksi H pylori sebenarnya sangat umum.Hampir setiap orang, terutama di
negara berkembang dengan sanitasi kurang baik, ada bakteri H pylori dalam
saluran cernanya. Namun, kebanyakan mereka tidak menyadari dan
tidak’menunjukkan gejala apa pun.24
26
f. Stress
Secara umum, stres dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres fisik dan
stres psikologis.Stres fisik terjadi, misalnya karena luka bakar, infeksi yang
sampai masuk ke pembuluh darah atau sepsis, adanya trauma, sedang dalam
perawatan setelah pembedahan, adanya henti napas, gagal ginjal, dan kerusakan
saraf.Semua keadaan di atas menimbulkan stres fisik yang cukup serius sehingga
secara tidak langsung dapat menyebabkan iritasi pada lambung. Adapun stres
psikologis lebih bersifat ketegangan atau tekanan mental yang dirasakan internal
di dalam diri.19
g. Tumor atau kanker saluran pencernaan.
Penelitian yang dilakukan di Indonesia dan juga luar negeri menunjukkan
bahwa keluhan penyakit maag fungsional paling banyak ditemui, yaitu mencapai
70-80 persen dari seluruh kasus. Sakit maag fungsional adalah sakit maag yang
bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering
dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, juga faktor psikis dan kecemasan.
Bahkan jika ditelaah lebih jauh, penyakit maag bisa berakibat fatal bagi
kesehatan.25
Dispepsia juga bisa menjadi salah satu gejala kanker lambung. Dispepsia
yang berulang kali dan tidak sembuh walaupun sudah diobati merupakan salah
satu gejalanya. Menjaga kesehatan lambung bukan saja untuk menghindari
penyakit maag, tetapi merupakan investasi jangka panjang terutama menghindari
27
kanker lambung. Pencegahan ini bisa dilakukan dengan memulai pola makan
yang sehat.25
3. Diagnosis1,26
1. Anamnestik akurat untuk menilai apakah keluhan ini lokal atau berdasarkan
gangguan sistemik.
2. Pemeriksaan fisis untuk mengidentifikasi kelainan intralumen yang padat
misalnya massa intraabdomen, tanda peritonitis, organomegali.
3. Laboratorium: mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis),
pankreatitis (amilase/lipase), keganasan (CEA, CA 19.9, AFP).
4. Ultrasonografi: pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan baik kelainan
pada hati (sirosis hati, tumor), pankreas (pankreatitis), dan saluran empedu
(kolesistitis, batu).
5. Endoskopi: pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk segera dikerjakan bila
dispepsia tersebut disertai pula oleh adanya anemia, berat badan yang turun,
muntah hebat diduga adanya obstruksi, adanya muntah darah, atau keluhan
sudah lama dan terjadi pada usia > 45 tahun. Keadaan itu kita sebut sebagai
alarm symptom karena sangat dicurigai suatu keadaan gangguan organik
terutama keganasan. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan organik
intra lumen seperti tukak, tumor, lesi inflamasi, adanya obstruksi saluran cerna
bagian atas.Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung
atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari
28
lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop
untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori.
6. Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat
dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,
penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk
bila penderita makan.
Di Indonesia, tingkat kesadaran masyarakat masih sangat rendah mengenai
pentingnya menjaga kesehatan lambung. Padahal kenyataannya, sakit maag atau istilah
ilmiah dikenal dengan dispepsia ini sangat menganggu aktivitas sehari-hari, baik bagi
remaja maupun orang dewasa.27
Umumnya, penduduk kota besar yang padat dengan kesibukan kurang menjaga
pola makannya secara teratur. Makan yang tidak teratur, dapat mengakibatkan tubuh
kurang pasokan energi.Padahal, tubuh butuh energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari. Cadangan energi tubuh akan diserap sehingga kelelahan lebih cepat, dan terasa lebih
berat.27
Penelitian yang dilakukan di Indonesia dan juga luar negeri menunjukkan bahwa
keluhan penyakit maag fungsional paling banyak ditemui, yaitu mencapai 70-80 persen
dari seluruh kasus. Sakit maag fungsional adalah sakit maag yang bukan disebabkan oleh
gangguan pada organ lambung melainkan lebih sering dipicu oleh pola makan yang
kurang sesuai, juga faktor psikis dan kecemasan. Bahkan jika ditelaah lebih jauh,
penyakit maag bisa berakibat fatal bagi kesehatan.28
29
Melalui risetnya, Kim berserta team Jeongseon dari National Cancer Center
ResearchInstitute memeriksa akibat dari gambar yang timbul pada kanker gastrik pada
lebih dari 2 juta orang di Korea Selatan, semua responden memberikan informasi
mengenai diet dan gaya hidup mereka, mereka juga melakukan cek-up antara tahun 1996
dan 1997.29
Disamping itu, An nisa dalam penelitiannya pada siswa Al Ahzar Medan.
memperoleh data jumlah responden yang pola makannya tidak teratur yaitu 39 orang
(53,4%). Angka kejadian sindroma dispepsia dari keseluruhan responden yaitu 47 orang
(64,4%). Hasil analisa data menunjukkan terdapatnya hubungan antara keteraturan makan
dengan sindroma dispepsia pada siswa Al Ahzar Medan.28
Penyebab ketidakteraturan makan adalah multifaktorial, tetapi salah satunya
adalah perubahan pola makan pada remaja. Remaja seringkali terlalu ketat dalam
mengatur pola makan demi menjaga penampilan sehingga mengakibatkan kekurangan
gizi. Dalam jurnal penelitiannya, Robert dan William (2000) menyatakan bahwa 44%
remaja perempuan di sekolah menengah atas mencoba untuk menurunkan berat badan
dan 26% lainnya menjaga agar berat badannya tidak bertambah.13
30
C. KERANGKA TEORI
31
Dispepsia Organik Dispepsia Non Organik
Penyebabnya jelas, misalnya Tukak lambung atau pankreatitis.
Penyebabnya tidak jelas, biasanya disebabkan oleh kelainan motilitas usus
Jadwal makan
Obat-obatan
Rokok Alkohol Helicobacter pylory
Psikis
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
1. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian
Penyebab timbulnya dispepsia antara lain faktor diet dan lingkungan serta sekresi
cairan asam lambung. Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat
iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk
bersama makanan.
Pada remaja putri seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makanan dalam
menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan gizi.Tindakan remaja
ini mencakup manipulasi jadwal makan dan menyebabkan terjadi jeda waktu yang
panjang antara jadwal makan. Sedangkan pada remaja pria, hal ini juga dapat ditemukan
dan diperberat oleh pola konsumsi rokok dan penggunaan alkohol.
Adapun variabel yang akan diteliti antara lain :
1. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Eddy Bagus di Unit Endoskopi
Gastroenterologi RSUD Dr. Soetomo Surabaya tahun 2001 diperoleh
penderita dispepsia terbanyak pada usia 30 sampai 50 tahun.
Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-laki.
Perbandingan insidennya 2:1.5
32
2. Jadwal makan
Salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia diantaranya adalah
pola makan dan sekresi cairan asam lambung. Selain jenis-jenis makanan
yang dikonsumsi, Ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan yang
buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan
dispepsia.
3. Merokok
Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah pengkonsumsi rokok,
minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah banyak dan
makan makanan yang mengandung asam
Berdasarkan kerangka teori, akhirnya dipilih variabel untuk diteliti, yaitu jenis
kelamin, jadwal makan, dan merokok. Sedangkan variabel independennya antara lain
penyakit organik, tidak dilakukan penelitian karena dalam penelitian ini tidak dilakukan
pemeriksaan laboratorium dan endoskopi. Variabel lain yang tidak diteliti yaitu
penggunaan obat-obatan tertentu, alkohol, dan psikis karena variabel ini tidak memiliki
alat ukur. Dalam hal ini penggunaan obat-obatan memiliki efek jangka panjang yang
dapat memberikan gejala dispepsia berbeda-beda. Adapun alkohol, memiliki kadar yang
berbeda ditiap kemasannya. Sedangkan pengaruh psikis, sebaiknya memiliki alat ukur
tersendiri yang tidak ada pada penelitian ini.
33
2. Kerangka konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep penelitian ini adalah :
3. Definisi operasional
3.1 Variabel dependen : Sindrom dispepsia
a. Definisi : Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada, yang
sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa
terbakar di perut.
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Cara ukur : Dinilai berdasarkan jawaban responden pada kuisioner
d. Hasil ukur : 1. Sindrom dispepsia positif
2. Sindrom dispepsia negatif
3.2 Variabel independen : Jenis Kelamin
a. Definisi : Perbedaan gender dari responden seperti yang tercantum dalam
kuisioner
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Cara ukur : Dengan mencatat jawaban dari kuisioner yang diajukan
34
Jenis Kelamin
Jadwal makan
Merokok
Sindrom dispepsia
d. Hasil ukur : 1. Laki-laki
2. Perempuan
3.3 Variabel independen : Jadwal makan
a. Definisi : Hitungan pola konsumsi makanan per hari yang diukur berdasarkan
frekuensi makan.
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Cara ukur : Dengan mencatat jawaban dari kuisioner yang diajukan
d. Hasil ukur : 1.Teratur
2.Tidak teratur
3.4 Variabel independen : Merokok
a. Definisi : Perilaku responden yang menghisap rokok minimal 1 batang dalam
sehari dengan batasan waktu minimal 6 bulan terakhir dan masih merokok pada
saat dilakukan survey
b. Alat ukur : Kuisioner
c. Cara ukur : Dengan mencatat jawaban dari kuisioner yang diajukan
d. Hasil ukur : Diklasifikasikan berdasarkan banyaknya rokok yang di isap secara
aktif.
1. Merokok
2. Tidak merokok
4. Hipotesis
Terdapat hubungan antara jadwal makan dengan sindrom dispepsia pada siswa SMU
di Makassar.
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Desain penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian analitik cross sectional
dengan menggunakan data primer berupa kuisioner. Penelitian analitik ini bertujuan
untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai hubungan ketidakteraturan pola
makan dengan kejadian dispepsia. Studi cross sectional, salah satu studi observational
untuk menentukan hubungan antara faktor risiko dan penyakit.
Metode ini digunakan karena dapat mencakup seluruh populasi, bukan hanya
pada pasien yang mencari pengobatan, sehingga generalisasinya cukup memadai.
2. Tempat dan waktu penelitian
2.1 Tempat penelitian
Penelitian ini diadakan di SMA Neg. 1 Makassar.
2.2 Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan mulai tanggal 1 Agustus sampai dengan 6 agustus 2011.
3. Populasi dan sampel
3.1 Populasi
Populasi terdiri dari populasi target dan populasi terjangkau. Dalam penelitian ini
yang termasuk populasi adalah:
a. Populasi target: semua siswa yang terdaftar pada SMU di Makassar yang masuk
dalam lokasi penelitian ini.
36
b. Populasi Terjangkau: semua siswa yang terdaftar pada SMU Negeri 1 Makassar
pada tahun ajaran 2011/2012.
3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria seleksi dan menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian.
Besar sampel :
Pada penelitian ini, jumlah sampel penelitian yang akan dikumpulkan, dihitung
berdasarkan rumus untuk penelitian deskriptif yaitu :
n = N
1+N ( d )
dimana :
n = Besarnya sampel
N =Besarnyapopulasi
d = tingkat ketepatan/kepercayaan yang dikehendaki, ditetapkan 0,1
Bila rata-rata jumlah murid tiap kelas 30 orang dan tiap tingkat kelas ada 9 kelas,
maka besarnya populasi ada 270 orang.
n = 270
1+270(0.1)
= 2703.7
= 72,9 ~ 73 orang
37
3.3 Kriteria seleksi
3.3.1 Kriteria Inklusi
a. Siswa tingkat I SMA Negeri 1 Makassar.
b. Bersedia ikut serta dalam penelitian ini.
c. Kuisioner yang keseluruhan pertanyaannya telah terjawab.
3.3.2 Kriteria Eksklusi
a. Responden yang tidak hadir pada waktu penelitian.
b. Pernah berobat ke dokter dan dinyatakan terdapat kelainan pada saluran
pencernaan bagian atas.
3.4 Teknik Sampling
Pada penelitian ini digunakan cluster sampling, dimana peneliti mengambil
sampel tingkatan kelas kemudian dipilih sampel secara acak dari populasi hingga besar
jumlah sampel yang telah ditentukan dapat tercapai..
4. Data dan instrument
4.1 Jenis Data
4.1.1 Data primer yang berasal dari kuisioner yang dibagikan kepada responden.
4.1.2 Data sekunder yang berasal dari bagian akademik untuk mengetahui jumlah
siswa SMA Neg. 1 Makassar.
4.2 Instrumen penelitian
Instrument penelitiannya berupa kuisioner yang disusun untuk penelitian ini.
38
5. Manajemen data
5.1 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer yaitu yang diperoleh dari subyek
melalui kuesioner setelah diberi penjelasan mengenai tata cara pengisiannya.
Kuesioner yang dibagikan berupa pertanyaan yang ada hubungannya dengan jadwal
makan dan faktor-faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan sindroma dispepsia.
5.2 Penyajian data
Data ditampilkan dalam bentuk narasi dan disajikan dalam bentuk tabel atau
grafik.
5.3 Pengeditan Data
Kuisioner yang didapati tidak lengkap akan dikeluarkan dari penelitian.
6. Etika penelitian
6.1 sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu membuat izin tertulis dan diserahkan
kepada instansi terkait.
6.2 Setipa subjek penelitian akan mendapatkan penjelasan secara lisan. Setelah subjek
bersedia secara lisan maka diberikan kuisioner untuk selanjutnya diisi.
6.3 Setiap identitas yang diberikan subjek akan dirahasiakan.
39
BAB V
HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian di SMA NEGERI 1 MAKASAR pada siswa kelas 1 pada
bulan Agustus tahun 2011. Besar sampel yang dibutuhkan yaitu 73 orang, dan 73 responden ini
telah memenuhi kriteria dengan menjawab kuisioner selengkapnya. Jumalh sampel ini diperoleh
dari kelas X.8 dan kelas X.10, terdiri dari 25 orang responden laki-laki dan 48 orang responden
perempuan. Berikut merupakan hasil dari variabel yang diteliti :
5.1 Analisis Karakteristik
Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Jadwal Makan, dan
Perilaku Merokok
VariabelSindrom Dispepsia
TotalPositif NegatifN % Negatif %
Jenis KelaminLaki-Laki 11 14,7 14 10,3 25Perempuan 32 28,3 16 19,7 48Jadwal MakanTepat Waktu 2 5,3 7 3,7 9Tidak Tepat Waktu 41 37,7 23 26,3 64Perilaku MerokokMerokok 3 5.3 6 3.7 9Tidak Merokok 10 37.7 24 26.3 64
Sumber : Data Primer
Dari tabel 6.1 menunjukkan bahwa pelajar putri lebih banyak yang mengalami sindrom
dispepsia yaitu 32 responden (28,3%) dan pelajar putra sebesar 11 responden (14,7%).
40
Sedangkan variabel jadwal makan dapat dilihat bahwa pola makan yang tepat waktu yang
paling tinggi adalah yang tidak teratur dengan jumlah 41 orang (37,7%) dan yang terendah
adalah pola makan yang teratur yaitu 2 orang (5,3%).
Adapun variabel perilaku merokok terlihat bahwa persentase responden yang tidak
merokok paling tinggi, yaitu 10 responden (37,7%). Sedangkan yang perokok aktif yaitu 3
responden (5,3%).
5.2 Analisis Bivariat
Tabel 2 Hubungan Jenis Kelamin, Jadwal Makan, dan Perilaku Merokok dengan
Sindrom Dispepsia
VariabelSindrom Dispepsia Jumlah p OR 95% CI
Positif NegatifJenis KelaminLaki-Laki 11 14 25 0,1 0,4 0,1-1,1Perempuan 32 16 48Jadwal MakanTepat Waktu 2 7 9 0,3 6,2 1,2-32,6Tidak Tepat Waktu 41 23 64Perilaku MerokokMerokok 3 6 9 0,1 0,3 0,7-1,3Tidak Merokok 40 24 64
Sumber : Data primer
Pada tabel 6.2 didapatkan nilai p untuk variabel jenis kelamin yaitu 0,1, OR 0,4 dan 95%
CI 0,1-1,1. Hal ini menunjukkan bahwa antara jenis kelamin dan sindrom dispepsia tidak
signifikan sehingga tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian sidrom
dispepsia.
41
Pada variabel jadwal makan didapatkan nilai p yaitu 0,3 , OR 6,2 dan 95% CI 1,2-32,6 .
Hal ini menunjukkan bahwa antara jadwal makan dan sindrom dispepsia nilainya tidak
signifikan sehingga tidak ada hubungan antara jadwal makan dengan kejadian sidrom
dispepsia.
Pada variabel perilaku merokok didapatkan nilai p yaitu 0,1, OR 0,3 dan 95% CI 0,7-1,3.
Hal ini menunjukkan bahwa perilaku merokok dan sindrom dispepsia nilainya tidak
signifikan sehingga tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian sidrom
dispepsia.
42
BAB VI
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian di SMA Negeri 1 Makassar yang kami dapatkan melalui penyebaran
kuesioner diperoleh jumlah sampel sebeasr 73 orang dan memenuhi kriteria seleksi. Penelitian
ini dilakukan berdasarkan variabel-variabel yang meliputi jenis kelamin, jadwal makan dan
perilaku merokok. Data yang diperoleh darisampel pun diolah untuk menjawab tujuan penelitian
yang kami lakukan dan disajikan dalam bentuk tabel beserta penjelasan.
Dari data pada tabel 6.1 dengan variabel jenis kelamin, didapatkan bahwa pelajar putri
lebih banyak yang mengalami sindrom dispepsia (28,3%) dibandingkan pelajar putra (14,7%).
Remaja umumnya merasa tidak nyaman dengan perubahan yang pesat pada bentuk tubuh
mereka. Pada waktu yang bersamaan mereka sangat dipengaruhi oleh dunia luar, seperti
kesempurnaan yang dimiliki oleh teman sebaya ataupun idola mereka. Perasaan-perasaan seperti
ini bisa mengarahkan mereka kepada percobaan untuk mengubah bentuk tubuh dengan
memanipulasi pola makan mereka. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada sebuah survey
nasional disebuah sekolah menengah atas, 44% remaja perempuan dan 15 % remaja laki-laki
mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26% remaja perempuan dan 15%
remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah.11
Pada variabel jadwal makan didapatkan bahwa jumlah responden yang memiliki jadwal
makan yang teratur hanya 9 orang (5,3%). Penyebab dari ketidakteraturan makan pada umumnya
multifaktorial. Salah satu penyebab yang paling sering adalah perubahan pola makan. Remaja,
terutama putri seringkali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga
43
penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi dan memicu dispepsia. 29
Semakin panjang jeda waktu makan berarti membuat frekuensi makan semakin berkurang,
sehingga membuat seseorang cenderung makan dalam jumlah banyak ketika makan. Makan
dalam jumlah banyak tiba-tiba membuat beban lambung menjadi lebih berat dan produksi asam
lambung menjadi tidak terkontrol. Makan tiba-tiba dalam jumlah banyak atau membiarkan
lambung dalam keadaan kosong terlalu lama dapat membuat lambung memproduksi asam
lambung secara berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa lambung dan
menimbulkan peradangan.30 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri Susanti pada tahun 2011
pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor menunjukkan bahwa terdapat 48,3% responden yang
memiliki kebiasaan makan tidak teratur. Begitupun pada penelitian yang dilakukan oleh Annisa
(2009) pada pelajar di SMA Al Ahzar yang menunjukkan bahwa jadwal makan memiliki
hubungan dengan kejadian sindrom dispepsia. Adapaun pada penelitian ini, didapatkan hasil
yang tidak signifikan pada p valuenya meskipun pada nilai 95% Confidence Intervalnya
menunjukkan angka yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh adanya jumlah responden yang
kurang dari 5 pada tabel SPSS.
Dari hasil penelitian pada variabel perilaku merokok, hanya sebagian kecil saja proporsi
responden yang merokok, yaitu 5,3%, sedangkan yang tidak merokok sebesar 37,7%. Merokok
adalah salah satu faktor risiko bagi munculnya dispepsia. Penelitan-penelitian terdahulu
menyebutkan bahwa merokok merupakan faktor yang berkontribusi nyata terhadap munculnya
gastritis dan tukak peptik, terutama tukak lambung, serta proses penyembuhannya. Tar dalam
asap rokok dapat melemahkan katup lower esophageal sphincter (LES), katup antara lambung
dan kerongkongan. Melemahnya LES dapat mengakibatkan naiknya asam lambung dan gas ke
kerongkongan sehingga muncul heartburn dan sering bersendawa. Merokok juga mengganggu
44
faktor defensif lambung dengan cara mengurangi sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa
lambung. Berkurangnya faktor defensif lambung dapat memperburuk peradangan lambung dan
berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Selain berpengaruh
terhadap perokok aktif secara langsung, asap rokok juga dapat berpengaruh kepada perokok pasif
(orang ang terkena asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif) 24 adapun pada penelitian ini
tidak didapatkan nilai yang signifikan (baik p value maupun nilai dari 95% Confidence
Intervalnya). Hal ini disebabkan oleh adanya jumlah responden yang kurang dari 5 pada tabel
SPSS.
Dari hasil analisis data penelitian didapatkan tidak adanya hubungan antara jadwal
makan dengan dispepsia, begitupun dengan variabel merokok. Salah satu faktor penyebab dari
timbulnya sindrom dispepsia ini adalah jadwal makan yang tidak teratur. Keteraturan makan
sangat berkaitan dengan produksi asam lambung, dimana asam lambung merupakan faktor
agresif penyebab gastritis dan tukak peptik. Jadwal makan yang tidak teratur akan membuat
lambung sulit beradaptasi sehingga produksi asam lambung menjadi tidak terkontrol kemudian
menyebabkan timbulnya gejala dispepsia.1
45
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara jadwal makan
dengan sindrom dispepsia pada siswa SMA Negeri 1 Makassar, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada siswa SMA Negeri 1 tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan sindrom dispepsia.
2. Tidak terdapat hubungan antara jadwal makan yang tidak teratur dengan sindrom
dispepsia.
3. Sampel dengan perilaku merokok tidak berpengaruh terhadap keluhan sindrom dispepsia.
7.2 Saran
1. Kepada pihak pelayanan kesehatan diharapkan untuk memasukkan siswa SMA sebagai
salah satu target promosi kesehatannya. Kegiatan yang dapat disarankan adalah
penyuluhan tentang dispepsia dan pola makan.
2. Kepada responden disarankan agar lebih lebih memperhatikan pola makannya dan lebih
disiplin dalam mengatur jadwal makannya sehari-hari.
46