skenario 2 hari 2

17
Gingiva Normal Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, epitel penghubung, ligamen periodonsium, sementum dan tulang alveolar. Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi linggir (ridge) alveolar. Gingiva sendiri tersusun oleh epitel berkeratin dan jaringan ikat yang berfungsi melindungi jaringan di bawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut (Susanto, 2009). Gingiva yang sehat secara klinis tampak berwarna pink ‘salmon’, pada orang kulit hitam (termasuk orang kaukasia) kadang menunjukkan adanya derajat variasi pigmentasi warna coklat pada gingiva (Wolf dkk., 2005). Menurut Santoso (2009), ciri gingiva sehat yaitu berwarna merah muda hingga bervariasi tergantung pada jumlah pigmen melanin pada epitelium, derajat keratinisasi epithelium dan vaskularisasi serta sifat fibrosa dari jaringan ikat dibawahnya, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai dengan kontur gigi-geligi. Secara histologis kedalaman sulkus pada gingiva sehat maksimal 0,5 mm dan lebar 0,15 mm. Pada saat dilakukan probing, probe dapat berpenetrasi ke dalam epithel junctional sampai 2 mm (Wolf dkk., 2005). Warna Ginggiva Warna ginggiva normal umumnya merah jambu (coral pink). Hal ini disebabkan oleh adanya pasokan darah, tebal dan derajat lapisan keratin epithelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada ginggiva biasanya terjadi pada individu berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari cokelat sampai hitam. Warna pigmentasi pada mukosa alveolar lebih merah, karena mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis. Besar Ginggiva Besar ginggiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan darah. Perubahan besar ginggiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit periodontal. Kontur Ginggiva Kontur dan besar ginggiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi-geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kotak proksimal, dan dimensi embrasure 1

Upload: rindang-swandari-subagya

Post on 08-Jul-2016

251 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

sdmnnf

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 2 Hari 2

Gingiva Normal

Jaringan periodontal terdiri dari gingiva, epitel penghubung, ligamen periodonsium, sementum dan tulang alveolar. Gingiva merupakan bagian mukosa rongga mulut yang mengelilingi gigi dan menutupi linggir (ridge) alveolar. Gingiva sendiri tersusun oleh epitel berkeratin dan jaringan ikat yang berfungsi melindungi jaringan di bawah perlekatan gigi terhadap pengaruh lingkungan rongga mulut (Susanto, 2009).

Gingiva yang sehat secara klinis tampak berwarna pink ‘salmon’, pada orang kulit hitam (termasuk orang kaukasia) kadang menunjukkan adanya derajat variasi pigmentasi warna coklat pada gingiva (Wolf dkk., 2005). Menurut Santoso (2009), ciri gingiva sehat yaitu berwarna merah muda hingga bervariasi tergantung pada jumlah pigmen melanin pada epitelium, derajat keratinisasi epithelium dan vaskularisasi serta sifat fibrosa dari jaringan ikat dibawahnya, tepinya seperti pisau dan scallop agar sesuai dengan kontur gigi-geligi. Secara histologis kedalaman sulkus pada gingiva sehat maksimal 0,5 mm dan lebar 0,15 mm. Pada saat dilakukan probing, probe dapat berpenetrasi ke dalam epithel junctional sampai 2 mm (Wolf dkk., 2005).

Warna Ginggiva

Warna ginggiva normal umumnya merah jambu (coral pink). Hal ini disebabkan oleh adanya pasokan darah, tebal dan derajat lapisan keratin epithelium serta sel-sel pigmen. Warna ini bervariasi untuk setiap orang erat hubungannya dengan pigmentasi kutaneous. Pigmentasi pada ginggiva biasanya terjadi pada individu berkulit gelap. Pigmentasi pada gingiva cekat berkisar dari cokelat sampai hitam. Warna pigmentasi pada mukosa alveolar lebih merah, karena mukosa alveolar tidak mempunyai lapisan keratin dan epitelnya tipis.

Besar Ginggiva

Besar ginggiva ditentukan oleh jumlah elemen seluler, interseluler dan pasokan darah. Perubahan besar ginggiva merupakan gambaran yang paling sering dijumpai pada penyakit periodontal.

Kontur Ginggiva

Kontur dan besar ginggiva sangat bervariasi. Keadaan ini dipengaruhi oleh bentuk dan susunan gigi-geligi pada lengkungnya, lokalisasi dan luas area kotak proksimal, dan dimensi embrasure (interdental) gingival oral maupun vestibular. Papilla interdental menutupi bagian interdenterdental sehingga tampak lancip.

Konsistensi

Gingival melekat erat ke struktur di bawahnya dan tidak mempunyai lapisan submukosa sehingga ginggiva tidak dapat digerakkan dan kenyal.

Tekstur

Permukaan ginggiva cekat berbintik-bintik seperti kulit jeruk. Bintik-bintik ini disebut stipling. Stipling akan terlihat jelas jika permukaan ginggiva dikeringkan. Stipling ini bervariasi dari individu ke individu yang lain dan pada permukaan yang berbeda pada mulut yang sama. Stipling akan lebih jelas terlihat pada permukaan vestibular dibandingkan dengan permukaan oral. Pada permukaan marginal gingival tidak terdapat stipling.

....................................................

1

Page 2: Skenario 2 Hari 2

ETIOLOGI PENYAKIT PERIODONTAL

Inflamasi merupakan respons yang normal dari jaringan yang terkena luka / trauma dan merupakan respons yang utama dari jaringan periodontal yang terkena iritasi. Pada umumnya penyakit periodontal selalu di awali oleh suatu proses inflamasi. Proses inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap injuri atau luka. Pada penyakit periodontal yang disebabkan oleh invasi bakteri dan mikroorganisme, maka bagian yang terkena pertama kali adalah jaringan gingiva, kemudian tubuh mengadakan perlawanan dengan cara menetralisir atau merusak mikroorganisme tersebut, sehingga jaringan dapat diperbaiki (sembuh).

Mekanisme imunologi biasanya dihubungkan dengan adanya respons pertahanan tubuh terhadap invasi dari substansi asing seperti bakteri atau virus. Reaksi imun tersebut dapat juga berakibat terjadinya perusakan jaringan karena reaksi imun itu sendiri atau disebut juga reaksi hipersensitivitas. Perubahan imunopatologis atau rusaknya jaringan dapat terjadi pada penderita yang sensitif yang terekspos oleh substansi asing (sensitizing antigen).

Etiologi Penyakit Periodontal

Faktor etiologi penyakit periodontal biasanya diklasifikasikan menjadi faktor lokal dan sistemik, meskipun efek kedua faktor ini saling berhubungan. Faktor lokal menyebabkan terjadinya peradangan yang merupakan proses patologis utama dalam penyakit periodontal, sedangkan faktor sistemik mengontrol respon jaringan terhadap faktor lokal, jadi efek iritasi lokal secara dramatis dapat diperparah oleh kondisi sistemik yang tidak menguntungkan.13) Penyakit periodontal adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan karena bakteri yang terdapat pada plak gigi.12) Rose LF, Mealey BL. Periodontics: medicine, surgery, and implants. Saint Louis: Elsevier Mosby; 2004 Plak gigi adalah massa kompleks berisi bakteri dan produk metabolitnya, racun, virus, sisa makanan dan sel-sel mati.13) Carranza FA, Jr : Glickman's Clinical Periodontology, Sixth Edition, W. B. Saunders Company, Philadelphia, London, etc. 1984 : 3 - 61, 192 - 258, 342- 426, 459 - 65.

Istilah `plak' digunakan secara umum untuk menggambarkan hubungan antara bakteri dengan permukaan gigi. Berdasarkan hubungannya dengan gingival margin, plak dibedakan terutama menjadi 2 kategori yaitu : 13)

1) Plak Supragingival

Plak supragingival kebanyakan berkembang pada daerah 1/3 gingival gigi dengan predileksi pada permukaan yang retak, cacat, permukaan yang kasar, dan restorasi gigi dengan pinggiran yang overhanging. Pembentukan plak supragingival dimulai dengan terjadinya perlekatan bakteri pada acquired pellicle atau permukaan gigi , baik email, sementum, atau dentin. Massa plak berkembang oleh (1) adanya pertambahan bakteri yang baru, (2) multiplikasi bakteri, dan (3) akumulasi produk bakteri dan host.

2) Plak Subgingival

Sulkus gingiva dan poket periodontal mengandung bermacam-macam kumpulan bakteri. Sifat alami dari organisme yang berkolonisasi dalam daerah retentive ini berbeda dengan organisme yang ditemukan pada plak supragingival. Morfologi sulkus gingiva dan poket periodontal menyebabkan daerah ini kurang memperoleh aktivitas pembersihan mulut. Jadi daerah retentive ini membentuk lingkungan stagnasi dimana organisme yang tidak dapat melekat dengan mudah pada permukaan gigi dapat mempunyai kesempatan untuk berkolonisasi.

2

Page 3: Skenario 2 Hari 2

Penyakit atau infeksi periodontal dimulai ketika plak atau tartar ( kalkulus ) terakumulasi pada permukaan gigi. Kalkulus atau tartar adalah faktor kedua atau mempunyai kontribusi sebagai faktor etiologi penyakit periodontal. Kalkulus adalah plak gigi yang terkalsifikasi, kalkulus tidak mengandung mikroorganisme hidup seperti plak gigi. Walaupun demikian, permukaannya yang berpori memungkinkan terakumulasinya plak. Kalkulus adalah massa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk pada permukaan gigi asli atau protesa gigi. Biasanya kalkulus terdiri dari plak bakteri yang mengalami mineralisasi

A. Faktor Sistemik

Salah satu faktor yang mempengaruhi epidemiologi penyakit periodontal yaitu faktor sistemik, diantaranya adalah Diabetes mellitus (DM), Gangguan Kardiovaskular, Kehamilan (BBLR) dan Kebiasaan Merokok.

1. DIABETES MELLITUS (DM)

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan insulin yang bersifat absolut dan relatif karena pengeluaran insulin yang rendah dari pankreas atau kurangnya reaksi jaringan perifer terhadap insulin. Diperkirakan bahwa pada tahun 2003, sekitar 194 juta orang menderita diabetes mellitus di seluruh dunia, yaitu mencapai 5,1% dari populasi dunia. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 333 juta/6,3% dari populasi dunia tahun 2025 (International Diabetes Federation, 2003).

Salah satu komplikasi diabetes mellitus yang cukup serius di bidang kedokteran gigi adalah oral diabetik, yang meliputi mulut kering, gusi mudah berdarah (gingivitis), kalkulus, resorbsi tulang alveolaris, periodontitis dan lain sebagainya. Dari sekian banyak komplikasi yang terjadi, periodontitis merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita diabetes mellitus dengan tingkat prevalensi yang tinggi hingga mencapai angka 75%. Hasil penelitian tingkat keparahan periodontitis pada 126 penderita diabetes mellitus pada tahun 2008 terdapat 8 orang (6,3%) yang menderita periodontitis reversibel dan 118 orang (93,7%) yang menderita periodontitis irreversibel. Menurut penelitian Hidayati Sri, Adin Mu’afiro, Joko Suwito (2008), penderita diabetes mellitus mempunyai kecenderungan untuk menderita periodontitis lebih besar dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.

Pada penderita diabetes mellitus, dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah dan cairan gingival berarti juga merubah lingkungan mikroflora, menginduksi perubahan bakteri secara kualitatif. Sehingga perubahan tersebut mengarah pada penyakit periodontal yang berat, dan dapat teramati pada penderita diabetes melitus dengan kontrol buruk. Berkaitan dengan jaringan periodontal, hiperglikemia kronik penderita diabetes melitus akan meningkatkan aktivitas kolagenase, dan menurunkan sintesis kolagen. Enzim kolagenase menguraikan kolagen, sehingga ligament periodontal rusak, dan gigi menjadi goyah. Jaringan periodontal akan menjadi kuat kembali apabila diabetes melitus diobati dengan baik (Lingen MW, Kumar V, 2004).

Terdapat perubahan fungsi sel seperti neutrofil, monosit dan makrofag, pada orang dengan diabetes mellitus. Proses kemotaksis dan fagositosis neutrofil sering terganggu. Sel-sel ini merupakan garis pertama dari pertahanan tubuh, dan penghambatan fungsi dari sel-sel tersebut dapat mencegah penghancuran bakteri dalam poket periodontal, sehingga dapat meningkatkan kerusakan periodontal. Makrofag dan monosit sering menunjukkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi dan mediator lain seperti faktor nekrosis tumor (TNF-a) dalam menanggapi bakteri periodontal yang dapat meningkatkan kerusakan jaringan tubuh. Peningkatan TNF-a ditemukan dalam cairan sulkus gingiva. Kontrol glikemik merupakan hal penting dari respons ini.

3

Page 4: Skenario 2 Hari 2

Perubahan dalam proses penyembuhan luka adalah masalah umum pada orang dengan diabetes. sel utama dalam periodonsium yaitu fibroblast tidak mampu berfungsi pada lingkungan dengan kadar gula yang tinggi, selain itu, kolagen yang diproduksi oleh fibroblas ini rentan terhadap kerusakan oleh enzim matriks metalloproteinase, produksi enzim ini meningkat pada orang diabetes. Proses penyembuhan luka pada jaringan periodontal berubah pada orang dengan hiperglikemia yang berkelanjutan, yang mengakibatkan meningkatnya bone loss dan kehilangan perlekatan jaringan periodontal. Salah satu karakteristik utama dari komplikasi diabetes adalah perubahan pada integritas mikrovaskuler. Orang dengan diabetes, terutama pada kontrol glikemik yang buruk terdapat peningkatan AGEs dalam jaringan, termasuk periodontium. AGEs adalah link utama diantara berbagai komplikasi diabetes, karena AGEs mendorong perubahan dalam sel dan komponen matriks ekstraseluler. Perubahan ini, termasuk perubahan pertumbuhan abnormal dari fungsi sel endotel dan proliferasi pembuluh darah kapiler, juga terjadi dalam periodonsium dari beberapa orang dengan diabetes. Akumulasi AGEs pada pasien dengan diabetes juga meningkatkan intensitas respon immunoinflammatory untuk patogen periodontal, karena sel-sel inflamasi seperti monosit dan makrofag memiliki reseptor untuk AGEs. Interaksi antara AGEs dan reseptor pada sel-sel inflamasi dalam peningkatan produksi proinflamatory sitokin seperti IL-1 dan TNF-a yang meningkat pada cairan sulkus gingival yang dapat dilihat pada subyek dengan diabetes dibandingkan dengan mereka yang tidak diabetes dan mungkin memberikan kontribusi terhadap peningkatan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit periodontal yang ditemukan dalam berbagai penelitian pada populasi orang dengan diabetes.

Secara umum, hampir 85 % prevalensi DM adalah DM tipe 2. Pada DM tipe 2, penderita tidak mengalami kerusakan pada sel-sel penghasil insulin, hanya saja sel- sel tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. DM tipe 2 memiliki perhatian yang sangat signifikan pada kesehatan masyarakat. Penyakit periodontal telah diketahui secara tradisional semata-mata sebagai konsekuensi dari penyakit diabetes. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes meningkatkan resiko alveolar bone loss dan attachment loss pada jaringan periodontal tiga kali lipat lebih besar dibandingkan dengan penderita non diabetes (Mealey B. L., Rethman M. P., 2003).

Periodontitis dapat menyebabkan inflamasi yang berlebihan dalam adiposit dengan meningkatnya TNF-α, IL-6, IL-1 memasuki sirkulasi sistem. TNF-α adalah sitokin utama yang bertanggung jawab untuk resistensi insulin yang mengalami induksi pada level reseptor. IL-6 penting dalam menstimulasi produksi TNF-α, karena itu peningkatan produksi IL-6 pada penderita diabetes mellitus tipe 2 akan menghasilkan level IL-6 dan TNF-α sirkulasi yang tinggi pula. Peningkatan level sitokin ini juga menyebabkan peningkatan produksi C-reaktif protein yang berdampak pula pada resistensi insulin yang merupakan proses patologis pada DM tipe 2. Peningkatan TNF-α, IL-6, dan CRP juga dapat dikatakan sebagai petanda adanya inflamasi jaringan periodontal pada DM tipe 2. Periodontitis merupakan faktor berkembangnya DM Tipe 2, demikian juga sebaliknya. Pasien DM Tipe 2 lebih sering menderita periodontitis dan lebih parah dibanding pasien non-diabetes (Engebretson, 2007 & Struch F, 2008). Menurut Central Disease Control (2007) di Amerika usia diatas 20 – 60 tahun 23,5 juta (23,10%) penderita, dan usia diatas 60 tahun sebanyak 12,2 juta (10,70%) penderita. Penderita DM Tipe 2 lebih sering dan lebih parah jika menderita periodontitis dibanding dengan orang sehat (Struch F, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nandya (2009) menunjukan bahwa rata-rata indeks GPI pada penderita diabetes mellitus lebih tinggi dibandingkan indeks GPI pada penderita non-diabetes. Hasil rata-rata GPI juga menunjukan bahwa dari 30 sampel dengan diabetes mellitus memiliki rata-rata GPI sebesar 3,11683 sedangkan pada penderita non-diabetes memiliki rata-rata sebesar 2,37433. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penderita diabetes mellitus memiliki tingkat kerusakan jaringan periodontal yang lebih parah dibandingkan dengan penderita non diabetes. Hal ini disebabkan oleh

4

Page 5: Skenario 2 Hari 2

karena diabetes dapat meningkatkan risiko kerusakan pada jaringan periodontal yang berlanjut dari waktu ke waktu. Sebuah penelitian longitudinal menunjukkan bahwa pada pasien DM tipe 2 terjadi peningkatan risiko empat kali lipat kehilangan tulang alveolar yang progresif pada orang dewasa dibandingkan dengan pada orang dewasa yang tidak memiliki diabetes (Mealey B. L. 2006). Seperti gingivitis, risiko perkembangan periodontitis lebih besar pada pasien dengan diabetes yang memiliki kontrol glikemik yang rendah dibandingkan dengan pasien diabetes yang terkendali dengan baik. Kontrol glikemik yang rendah pada pasien dengan diabetes juga telah dikaitkan dengan peningkatan resiko progresif dari kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan tulang alveolar.

2. GANGGUAN KARDOVASKULER

Penyakit kardiovaskuler dan periodontal merupakan suatu keadaan inflamasi yang umum pada manusia. Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh bakteri. Inflamasi periodontal dapat berkembang menjadi penyakit yang destruktif yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. Proses inflamasi dapat melibatkan pembuluh darah secara langsung atau tidak langsung melalui penyesuaian hemostatik dan pemicu respon inflamasi sistemik. Penyakit kardiovaskuler penyebab utama kematian di negara Amerika, Eropa dan Asia. Faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi, diabetes mellitus termasuk periodontitis banyak dijelaskan pada berbagai kasus. Periodontitis merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit jantung koroner, dengan pengertian bahwa periodontitis menimbulkan risiko lebih besar pada individu untuk terjadinya penyakit jantung koroner.

Mikroorganisme subgingival pada keadaan periodontitis didominasi oleh bakteri gram negatif, seperti Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroidesforsytus, Actinobacillus actynomycetemcomuans. Bakteri dan produk-produknya seperti lipopolisakarida (LPS) dapat masuk ke jaringan periodontal dan sirkulasi darah melalui epitel sulkus, akan menyebabkan perubahan respon inflamasi dan perubahan sistemik yang menginduksi respon vaskular. Respon tubuh ini yang dapat menjelaskan bagaimana mekanisme hubungan antara infeksi periodontal dengan berbagai kelainan sistemik, khususnya dengan penyakit jantung koroner. Selama periodontitis, mikroorganisme plak mungkin menembus pembuluh darah kemudian menginfeksi endotel dari vaskular dan menyokong terjadinya aterosklerosis (penebalan lapisan pembuluh darah arteri dibawah lapisan intima yang terdiri dari otot polos, kolagen dan serat elastik). Munculnya infeksi seperti penyakit periodontal dinyatakan mengekalkan terjadinya inflamasi dalam aterosklerosis. Adanya inflamasi kronik (penyakit periodontal) menjadi dasar mekanisme terjadinya aterosklerosis dan menjadi salah satu faktor resiko penyakit jantung koroner. Penyakit periodontal berpotensi menyebabkan bakteriemi, bakteri dan produknya menyebabkan perubahan respon inflamasi sistemik dan perubahan hemostatik. Keadaan bakteriemi ini mempengaruhi koagulasi darah, sel endotel pembuluh darah, fungsi platelet yang dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Aktifitas rutin sehari-hari seperti pengunyahan dan prosedur oral hygiene dapat menyebabkan bakteriemi dari mikroorganisme mulut. Penyakit periodontal menjadi penyebab meningkatnya terjadinya bakteriemi termasuk keberadaan bakteri Gram negatif yang merupakan bakteri dominan pada periodontitis. Kira-kira 8% semua kasus endokarditis berhubungan dengan penyakit periodontal dan penyakit gigi. Jaringan periodontal yang mengalami periodontitis bertindak sebagai reservoir endotoksin (LPS) dari bakteri Gram negatif. Endotoksin dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik selama fungsi pengunyahan, menimbulkan dampak negatif pada jantung. Pada seseorang periodontitis ditemukan konsentrasi endotoksin yang lebih besar dibandingkan dengan yang tanpa periodontitis.

5

Page 6: Skenario 2 Hari 2

Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara kondisi rongga mulut (periodontitis) dan penyakit jantung koroner dengan menggunakan bermacam-macam metode penelitian termasuk case-control, cross-sectional dan longitudinal. Hampir semua penelitian tersebut memperkirakan bahwa penyakit periodontal dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner.

Montebugnoli L (2005) mengemukakan bahwa kesehatan rongga mulut yang buruk dan terutama penyakit periodontal menambah risiko terjadinya penyakit jantung koroner, dengan adanya bukti-bukti bahwa penyakit gigi merupakan faktor risiko dari penyakit jantung koroner seperti jumlah serum lipid, faktor inflamasi dan faktor-faktor hemostatik yang tinggi. DeStefano et al (2002) melaporkan bahwa orang penderita periodontitis atau yang edentulous mempunyai risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang tanpa periodontitis. Studi populasi lain memperlihatkan bahwa orang dengan periodontitis parah mempunyai risiko tiga kali lipat lebih tinggi untuk menderita penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang tanpa penyakit periodontal. Kelompok yang sama juga melaporkan bahwa risiko penyakit jantung koroner meningkat dengan kehilangan tulang alveolar yang lebih banyak. Odds ratio untuk serangan jantung meningkat dengan peningkatan jumlah tempat yang mengalami attachment loss 3 mm atau lebih (Arbes et al 1999).

Dalam sebuah penelitian pada hewan, bakteri gram negatif dan lipopolisakarida menyebabkan infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam dinding arteri, proliferasi otot polos arteri dan koagulasi intravaskular. Perubahan ini identik dengan kejadian yang dapat diamati pada atheromatosis. Penyakit periodontal menyebabkan infeksi sistemik kronis, keadaan bakteriemi mengawali respon tubuh dengan mempengaruhi koagulasi, endotel dan integritas dinding pembuluh darah, fungsi platelet, ini menyebabkan perubahan atherogenic dan terjadinya thromboemboli (gambar 1).

Gambar 1

Pengaruh infeksi periodontal pada aterosklerosis. Bakteri dan produknya merusak endotel, monosit masuk ke dinding pembuluh darah, sitokin meningkatkan terjadinya lesi aterosklerosis.

6

Page 7: Skenario 2 Hari 2

...............

Patogenesis penyakit periodontal dibagi menjadi 4 tahap:

1. Lesi Awal

Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi superfisial. Bakteri plak memproduksi beberapa faktor yang dapat meyerang jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara merangsang reaksi imun dan inflamasi. Plak yang terakumulasi secara terus menerus khususnya diregio interdental yang terlindung mengakibat inflamasi yang cenderung dimulai pada daerah papila interdental dan meneyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi. 

Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang kecil, disebelah apikal dari epitelium jungtion. Pembuluh ini mulai bocor dan kolagen perivaskular mulai menghilang, digantikan dengan beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit-terutama limfosit T-cairan jaringan dan protein serum. Disini terlihat peningkatan migrasi leukosit melalui epitelium fungsional dan eksudat dari cairan jaringan leher gingiva. Selain meningkatnya aliran eksudat cairan dan PMN, tidak terlihat adanya tanda-tanda klinis dari perubahan jaringan pada tahap penyakit ini.

Gingivitis Dini

Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi PMN. Perubahan yang terjadi baik pada epithekium jungtion maupun pada epithelium krevikular merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proleferasi dari sel basal. Fibroblas mulai berdegenerasi dan bundel kolagen dari kelompok serabut dentogingiva pecah sehingga seal dari cuff marginal gingiva menjadi lemah. Pada keadaan ini terlihat peningkatan jumlah sel-sel inflmasi, 75 % diantaranya terdiri dari limfosit. Juga terlihat beberapa sel plasa dan magrofag. Pada tahap ini tanda-tanda klinis dari inflamasi makin jelas terlihat. Papila interdental menjadi lebih merah dan bangkak serta mudah berdarah pada saat penyondean.

Gingivitis tahap lanjut

Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah lagi. Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel plasa terlighat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga ditemukan. Imunoglobulin, terutama IgG ditemukan di daerah epithelium dan jaringan Ikat. Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak dan mudah berdarah. Dengan bertambah parahnya kerusakan kolagen dan pembengkakan inflmasi, tepi gingiva dapat dengan mudah dilepas dari permukaan gigi, memperbesar kemungkinan ternetuknya poket gingiva atau poket Palsu ('false pocket'). Bila oedem inflamasi dan pembengkakan gingiva cukup besar, maka poket gingiva biasanya juga cukup dalam. Pada tahap ini sudah terjadi degenerasi sel-sel epitelium jungtion dan beberapa berproliferasi dari lapisan basal ke jaringan ikat di bawahnya, namun pada tahapan ini belum terlihat adanya mugrasi sel-sel epithelial dalam jumlah besar ke permukaan akar.

Bila inflamasi sudah menyebar disepanjang serabut transeptal, maka akan terlihat adanya resorbsi puncak tulang alveolar. Resorbsi ini bersifat reversibel terutama dalam hubungannya dengan pemulihan inflamasi. Salah satu tanda penting dri penyakit ini adalah tidak ditemukannya bakteri pada epithelium maupun pada jaringan ikat. Karena jaringan fibrosa rusak pada adrah inflamsi aktif, pada beberapa daerah agak jauh terlihat adanya proliferasi jaringan fibrosa dan pembentukan pembuluih darah baru. Aktivitas pemulihan yang produktif ibni merupakan karekteristrik yang sangat penting dari lesi kronis dan pada

7

Page 8: Skenario 2 Hari 2

keadaan iritasi serta inflamasi jangka panjang, elemen jaringan fibrosa akan menjadi komponen utama dari perubahan jaringan. Jadi, kerusakan dan perbaikan berlangsung bergantian dan proporsi dari tiap-tiap proses ini akan mempengaruhi warna dan bentuk gingiva. Bila inflamsi dominan, jaringan akan berwarna merah, lunak dan mudah berdarah;bila produksi jaringan fibrosa yang dominan, gingiva akan menjadi keras dan berwarna merah muda walaupun bengkak perdarahan kurng , bahkan tidak ada.

Periodontitis: 

Bila iritasi plak dan inflamsi terus berlanjut, integritas dari epithelium jungtion akan semakin rusak. Sel-sel epithelial akan berdegenarasi dan terpisah, perlekatannya pada permukaan gigi akan terlepas sama sekali. Pada saat bersamaan, epithelium jungtion akan berproliferasi ke jaringan ikat dan ke bawah pada permukaan akar bila serabut dentogingiva dan serabut puncak tulang alveolar rusak. Migrasi ke apikal dari epithelium jungtion akan terus berlangsung dan epithelium ini akan terlepas dari permukaan gigi, membentuk poket periodontal atau poket asli. Keadaan ini tampaknya merupakan perubahan Irreversibel. Bila poket periodontal sudah terbentuk plak berkontak dengan sementum. Jaringan ikat akan menjadi oedem; pembuluh darah terdilatasi dan trombosis dinding pembuluh pecah disertai dengan timbulnya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Disini terlihat infiltrat inflamasi yang besar dari sel-sel plasam, limfosit dan magrofag. IgG merupakan imunoglobulin yang dominan tetapi beberapa IgM dan IgA juga dapat di temukan disini. Epitelium dinding poket mungkin tetap utuh atau terulserasi. Disini tidak terlihat adanya perbedaan karena produk-produk plak berdifusi melalui epitelium. Aliran cairan jaringan dan imigrasi dari PMN akan berlanjut dan agaknya aliran cairan jaringan ini ikut membantu meningkatkan deposisi kalkulus subgingiva. Penyebaran inflamasi ke puncak tulang alveolar. Ditandai dengan adanya infiltrasi sel-sel ke ruang-ruang trabekula, daerah-daerah resorbsi tulang dan bertambah besarnya ruang trabekula. Ada kecenderungan resorbsi tulang di imbangi oleh deposisi yang semakin menjauhi daerah inflamasi. Sehingga tulang akan diremodelling, namun tetap mengalami kerusakan. Resorbsi tulang dimulai dari daerah interproksimal menjadi lebar misalnya atara gigi-gigi molar, suatu krater interdental akan terbentuk dan kemudian bila proses resorbsi makin berlanjut, resorbsi akan meluas ke lateral, sehingga semua daerah puncak tulang alveolar akan teresorbsi. 

Kesimpulannya:

Perbedaan secara histologis yang paling penting antara gingivitis dan periodontitis adalah adanya resorbsi tulang alveolar, proliferasi epitel kearah apikal dan ulserasi junctional epithelium serta bertambahnya kehilangan perlekatan jaringan ikat. Pada fase akut kemungkinan adanya invasi bakteri kedalam jaringan yang menyebabkan terbentuknya abses. Pada periodontitis ringan kehilangan perlekatan sudah terjadi pada t sampai dengan sepertiga panjang akar. Untuk mengetahui lesi periodontitis secara klinis diperlukan pemeriksaan tingkat kehilangan perlekatan. 

.....................

Mekanisme Terjadinya Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh bakteri, inflamasi periodontal dapat berkembang menjadi penyakit yang destruktif yang menyebabkan kerusakan jaringan periodontal.17) Untuk dapat menimbulkan kerusakan, bakteri harus

(1) berkolonisasi pada sulkus gingiva dengan menyerang pertahanan hospes,

(2) merusak barier krevikular epithelial, atau,

8

Page 9: Skenario 2 Hari 2

(3) memproduksi substansi yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan baik secara langsung maupun tidak langsung.18)

Beberapa patogen periodontal diperkirakan mempunyai mekanisme poten untuk menyerang atau merusak pertahanan hospes termasuk : kerusakan langsung dari PMN dan makrofag. Mekanisme poten tersebut berupa leukotoksin yang diproduksi oleh beberapa strain Actinobacillus actinomycetencomitans yang dapat merusak PMN dan makrofag; Mengurangi kemotaksis PMN. Sejumlah spesies bakteri dari genus Bacteroides dan Capnocytophaga serta Actinobacillus actinomycetemcomitans dapat mengurangi kemotaksis PMN dan mengurangi fagositosis serta penghancuran intrasel; Degradasi imunoglobulin. Spesies Bacteroides dan Capnocytophaga yang mempunyai pigmentasi hitam dapat memproduksi protease yang dapat mendegradasi IgA dan IgG; Degradasi fibrin. Beberapa spesies Bacteroides berpigmen hitam mempunyai aktivitas fibrinolitik yang dapat mengurangi terjebaknya bakteri oleh fibrin untuk fagositosis permukaan; Selain menyerang mekanisme pertahanan tubuh non-spesifik, sejumlah bakteri patogen gram-negatif dan Spirochaeta yang terdapat pada subgingiva juga menyerang mekanisme pertahanan tubuh yang spesifik, seperti limfosit bakteri menyerang dengan jalan merubah fungsi limfosit dan memproduksi imunosupresi.18)

Merusak daerah krevikular adalah cara bakteri selanjutnya untuk menginfeksi hospes. Hal ini dapat dilakukan oleh beberapa bakteri pada flora subgingiva baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-faktor langsung yang toksik bagi epitelium disekresi oleh Bacteroides gingivalis, B.intermedius, spesies Capnocytophaga dan Actinobacillus actinomycetencomitans. Keadaan yang ditimbulkan akibat toksik ini akan meningkatkan permeabilitas krevikular epitelium terhadap produk bakteri dan kemungkinan juga terhadap bakteri itu sendiri.18)

Kerusakan jaringan oleh bakteri dapat dilakukan dengan cara menghasilkan enzim yang dapat merusak jaringan periodontal. Enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri yang berhubungan dengan penyakit periodontal antara lain adalah kolagenase yang dihasilkan oleh spesies Bacteroides, Actinobacillus actinomycetencomitans dan spirochaeta. Enzim elastase dihasilkan oleh Spirochaeta, tripsin oleh Bacteroides gingivalis, aminopeptida oleh Bacteroides dan spesies Capnocytophaga.18)

Ada berbagai metabolit bakteri dan produk toksik yang dapat merusak jaringan dan merangsang terjadinya inflamasi. Mereka termasuk ammonia, amin toksin, indole, asam organik, hidrogen sulfida, metimerkaptan, dan dimetil disulfida. Salah satunya adalah lipopolisakarida endotoksin (LPS) yang dikandung dinding sel bakteri gram-negatif dan dikeluarkan ketika bakteri mati. Ekstrak dari bakteri gramnegatif yang diisolasi dari poket periodontal dapat menyebabkan aktivasi sel B-poliklonal, yang ikut berperan pada patologi periodontal dengan cara merangsang limfosit untuk membentuk antibodi yang tidak berhubungan dengan agen pengaktif. 18)

Pada semua tahap periodontitis bakteri dapat ditemukan pada permukaan akar dan terdapat bebas di dalam poket. Dari daerah ini bakteri akan masuk ke jaringan melalui epitelium poket yang mengalami ulserasi. Spesies Actinomyces dapat sedikit berpenetrasi ke sementum dan produk-produk bakteri seperti LPS dapat mengkontaminasi sementum. Meskipun demikian, derajat penetrasi dari produk-produk ini ke dalam sementum umumnya superfisial. Banyak bakteri gramnegatif yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada bakteri gram-positif dan sel apitel. Kemampuan ini merupakan faktor penting pada pembentukan kolonisasi subgingiva dan juga memungkinkan bakteri berkoloni pada sel permukaan epitelium poket.18)

...........................

9

Page 10: Skenario 2 Hari 2

Pada umumnya, penyakit periodontal diklasifikasikan menjadi gingivitis dan periodontitis.5)

Adapun tanda dan gejala dari penyakit periodontal, antara lain:

1. Gingivitis: 19)

Gingiva mudah berdarah saat menyikat gigi, Gingiva mengalami inflamasi dan peka jika disentuh, Gingiva bengkak, Gingiva berwarna kemerahan, Kemungkinan napas berbau dan mulut terasa tidak enak.

2. Periodontitis

Periodontitis terbagi menjadi 3 tahap, yaitu early periodontitis, moderate periodontitis, dan advanced periodontitis.19)

a. Early periodontitis.

Mulai terlepasnya gingiva dari permukaan gigi Perdarahan, pembengkakan dan inflamasi mulai terlihat Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut,Hilangnya sedikit perlekatan tulang, Terbentuk poket sedalam 3-4 mm antara gigi dan gingiva pada satu daerah atau lebih

b. Moderate periodontitis.

Abses pada gingiva mulai terbentuk, Gigi terlihat lebih panjang akibat gingiva yang mulai mengalami resesi , Gigi depan mulai bergeser dan terbentuk diastema, Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut , Poket antara gigi dan gingiva kira-kira sedalam 4-6 mm

c. Advanced periodontitis.

Gigi goyang bahkan tanggal, Napas berbau, rasa tidak enak dalam mulut yang menetap , Akar gigi terbuka dan sensitif terhadap panas dan dingin ,Poket antara gigi dan gingiva telah mencapai kedalaman 6 mm

............................

10

Page 11: Skenario 2 Hari 2

Jenis-Jenis Gingivitis

Menurut Carranza dan Glickman’s Clinical Periodontology (2002), gingivitis dibedakan berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya. Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu:

1. Gingivitis akut : rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek. tipe gingivitis yang sering terjadi dan selalu dihubungkan dengan kurangnya kebersihan mulut seseorang. Pada sebagian besar kasus, seorang pasien biasanya tidak merasa bahwa mereka memiliki gingivitis kronis dan tidak akan mencari perawatan medis sampai gejalanya tampak jelas (Alison, 2006)

2. Gingivitis subakut : tahap yang lebih hebat hbat dari kondisi gingivitis akut.

3. Gingivitis rekuren : peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali.

4. Gingivitis kronis : peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah.

Berdasarkan lokasi penyebarannya, pembesaran gusi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :14

1. Localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa daerah gigi)

2. Generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara menyeluruh)

3. Marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian batas gusi cekat)

4. Papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papilla)

5. Diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papilla interdental).

Hogan LE, Carranza FA. Gingival enlargement. In: Carranza’s clinical periodontology 9 th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co;2002. p. 279-80.

11