skenario 2
DESCRIPTION
2TRANSCRIPT
Asfiksia Neonatorum
_____________________________________
Pendahuluan
Bayi yang lahir sebelum usia gestasi 38 minggu dikatakan lahir preterm atau lahir premature
dan dapat mengalami berbagai masalah selama periode nonatal. Risiko berbagai komplikasi
ini sebanding dnegan derajar prematuritas. Kelahiran premature menuntut adaptasi pada
kehidupan ekstrauterin sebelum sistem organ ini berkembang secara memadai. Mereka juga
lebih mungkin menderita asfiksia intrapartum dan kegagalam nafas setelah lahir Karena
struktur dan fungsi paru yang belum sempurna atau menderita apnea berulang karena
pengaturan fungsi napas masih buruk. Oleh karena itu setelah bayi lahir perlu dilakukan
pemeriksaan lanjut bayi baru lahir yaitu Apgar skor.1
Penilaian bayi saat lahir
Skor Apgar
Virginia Apgar menemukan sistem pengukuran yang sederhana dan handal
untuk derajat stress intapartum saat lahir. Kegunaan utama sistem skor ini adalah
untuk memaksa pemeriksa memeriksa anak secara sistematis dan untuk mengevaluasi
berbagai factor yang mungkin berkaitan dengan masalah kardiopulmonal. Dimana
definisi Apgar skor adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk menilai
keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. Penilaian ini perlu untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Pada apgar skor ini yang dinilai adalah
frekuensi jantung (heart rate), usaha nafas (respiratory effort), tonus otot (muscle
tone), warna kulit (colour) dan reaksi terhadap rangsang (respon to stimuli).1
Skor 0 1 2
Detak jantung Hilang < 100/menit >100/menit atau lebih
Usaha bernapas Tidak ada Lambat, tidak teratur Teratur dengan
tangisan
Tonus otot Lemas Terasa ada lengan
atau tungkai
Bergerak aktif
Irribilitas refleks Tidak ada Hanya diwajah Menangis
1
Warna Pucat Tubuh membiru Berwarna kemerahan
Skor APGAR, biasanya dinilai pada menit 1, 5 dan 10 setelah lahir 1-3
Interpretasi skor
Jumlah skor Interpretasi Catatan
7-10 Normal
4-6 Asfiksia ringan Memerlukan tindakan medis
segera seperti penyedotan
lendir yang menyumbat jalan
napas, atau pemberian
oksigen untuk membantu
pernapasan
0-3 Asfiksia berat Memerlukan tindakan medis
yang lebih intensif
Skor 10 berarti bahwa seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki tanda vital
normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung.
Terdapat hubungan terbalik antara skor Apgar dengan derajat asidosis serta hipoksia. Skor 4
atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan peningkatan insiden asidosis, sedangkan
skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 atau kurang
pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insiden asidosis, distress pernapasan, serta
kematian. Meskipun demikian, banyak neonates yang lahir dengan Apgar skor yang rendah
ternyata tidak asidotik. Pada beberapa kasus, asfiksia terjadi sedemikian akutnya sampai tidak
dicerminkan dalam pH darah. Terlepas dari factor penyebabnya, skor Apgar yang tetap
rendah memerlukan resusitasi.1
Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara 120-160 denyut per menit.
Usaha bernapas
Bayi normal akan megap-megap saat lahir, menciptakan upaya bernapas dalam 30
detik dan mencapai pernapasan yang menetap pada frekuensi 30-60 kali per menit
pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang lambat atau tidak teratur
2
terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia, infeksi janin, kerusakan
sistem saraf pusat atau pemberian obat pada ibu.1
Tonus otot
Semua bayi normal menggerak-gerakkan semua anggota tubuhnya secara aktif segera
setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau bayi dengan tonus
yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat atau menderita sistem
saraf pusat.
Kepekaan refleks
Respons normal pada pemasukan kateter ke dalam faring posterior melalui lubang
hidung adalah menyeringai, batuk atau bersin
Warna kulit
Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir. Mereka berubah menjadi merah muda
setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hamper semua bayi memiliki tubuh serta bibir
yang berwarna merah muda,tetapi sianotik pada tangan serta kakinya 90 detik setelah
lahir.1
Seorang yang terampil dalam segi teknis resusitasi bayi baru lahir harus mengevaluasi
dan bila perlu melakukan resusitasi pada setiap bayi baru lahir yang beresiko tinggi. Bila
kelahiran premature atau jika dicurigai dari riwayat ibu bahwa janin mengalami asfiksia atau
terdapat distress janin, diperlukan dua orang; satu orang untuk mengembangkan paru dan
membantu ventilasi; satu lagi untuk melakukan kateterisasi pembuluh darah umbilicus,
membantu sirkulasi, serta mengobati asidemia dan abnormalitas lain.2
Skor Apgar 8-10 usia 1 menit
Kebanyakan bayi yang lahir hidup mempunyai skor 8-10 pada usai 1 menit
dan jarang memerlukan tindakan resusitasi kecuali penghisapan jalan napas.
Skor Apgar 5-7 pada usia 1 menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia ringan, tetapi biasanya berespons terhadap
pemberian oksigen dan pengeringan dengan handuk.
Skor Apgar 3-4 pada usia 1 menit
Bayi-bayi ini biasanya berespons terhadap ventilasi kantong serta sungkup.
Jika tidak, bayi harus ditangani sebagai bayi dengan skor 0-2.
Skor Apgar 0-2 pada usia 1 menit
Bayi-bayi ini mengalami asfiksia berat, memerlukan ventilasi segera dan
mungkin memerlukan pemijatan jantung serta bantuan sirkulasi. Jika ventilasi
3
menggunakan sungkup serta kantong tidak segera berhasil, lakukan intubasi trakea
dan kembangkan serta ventilasikan paru dengan oksigen yang cukup untuk
mempertahankan PCO2 atau saturasi oksigen yang normal.1
Asfiksia adalah ketidakmampuan bayi baru lahir untuk bernapas pada waktu 60 detik
pertama. Asfiksia neonatorum ini dapat juga merupakan kelanjutan dari kegagalan janin (fetal
distress) intrauteri disebabkan oleh banyak hal seperti yang terlihat pada penjabaran di bawah
dalm table dibawah ini. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara kebutuhan
O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolise janin menuju metabolism
anaerob, yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2.2
Factor risiko yang menyebabkan asfiksia neonatorum2
Faktor Disebbakan Keterangan
Maternal Hipotensi, syok
dengan sebab apapun
Anemia maternal
Penekanan respirasi
atau penyakit paru
Malnutrisi
Asidosis dan dehidrasi
Aliran darah menuju
plasenta akan
berkurang sehingga
O2 dan nutrisi makin
tidak seimbang untuk
memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Kemampuan transport
o2 makin turun
sehingga konsumsi o2
janin tidak terpenuhi.
Semuannya
memberikan
kontribusi pada
penurunan konsentrasi
O2 dan nutrisi dalam
darah yang menuju
plasenta sehingga
konsumsi O2 dan
nutrisi janin makin
menurun.
4
Plasenta Degenerasi
vaskularnya
Solusio plasenta
Fungsi plasenta akan
berkurang sehingga
tidak mampu
memenuhi kebutuhan
O2 dan nutrisi
metabolisem janin
Janin Infeksi Kebutuhan
metabolism makin
tinggi sehingga ada
kemungkinan tidak
dapat dipenuhi oleh
aliran darah dan
plasenta.
Aliran nutrisi dan O2
tidak cukup
menyebabkan
metabolism janin
menuju metabolism
anaerob sehingga
terjadi timbunan asam
laktat dan piruvat.
Resusitasi pada bayi baru lahir
Tujuan resusitasi pada neonatus adalah mencegah morbiditas dan mortalitas yang
berkaitan dengan jejas jaringan hipoksik-iskemik (otak, jantung, ginjal) dan untuk membina
kembali pernapasan yang spontan dan curah jantung yang adekuat. Keadaan resiko tinggi
harus diantisipasi melalui riwayat kehamilan, kelahiran dan persalinan serta dengan
mengidentifikasi tanda-tanda kegawatan janin. Walaupun skor Apgar membantu dalam
mengevaluasi penderita yang membutuhkan perhatian, bayi yang dilahirkan lemah, sianosis,
apnea atau nadinya tidak teraba memerlukan resusitasi segera sebelum penilaian skor Apgar 1
menit. Upaya resusitasi yang cepat dan tepat mungkin dapat meningkatkan usaha pencegahan
cedera otak dan mencapai hasil yang memuaskan.2,3
5
Resusitasi yang efektif akan dapat merangsang pernapasan awal dan mencegah
asfiksia progresif. Tujuan tindakan resusitasi adalah memberikan ventilasi adekuat, O2 dan
curah jantung yang cukup untuk menyalurkan O2 ke otak, jantung dan alat vital lainnya. Skor
Apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan kita mulai resusitasi. Intervensi tidak
menunngu hasil penilaian Apgar satu menit. Walaupun demikian, skor Apgar dapat
membantu dalam upaya penilaian keadaan bayi lebih lanjut, rangkaian upaya resusitas, dan
efektivitas upaya resusitasi. Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma
resusitasi neonatal.1,2
Indikasi Resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan yaitu:
apakah bayi cukup bulan?
apakah air ketuban jernih?
apakah bayi bernapas atau menangis?
apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ‘ya’ maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan
rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan
diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari
salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi
berikut ini.4
6
Jika bayi baru lahir mengalami asfiksia, baik sebelum atau setelah lahir, mereka
memperlihatkan serangkaian kejadian yang nyata pada akhirnya menyebabkan apnea primer
atau sekunder. Kekurangan oksigen awal menyebabkan periode pernapasan cepat yang
7
sementara. Jika kekurangan itu berlanjut, gerakan bernapas terhenti dan bayi masuk ke tahap
apnea yang dikenal sebagai apnea primer. Hal ini disertai oleh penurunan kecepatan jantung
dan hilangnya tonus neuromukular. Stimulasi sederhana dan pemberian oksigen akan
mengatasi apnea primer ini. Jika kekurangan oksigen dan asfiksia menetap, napas bayi akan
terengh-engah berat, diikuti oleh apnea sekunder. Hal ini disertai oleh semakin menurunnya
kecepatan denyut jantung, menurunnya tekanan darah dan hilangnya tonus neuromuscular.
Secara klinis, apnea primer dan sekunder tidak dapat dibedakan. Oleh karena itu, bayi apnea
harus dianggap mengalami apnea sekunder dan resusitasi harus segera dilakukan.5
Segera sesudah lahir bayi neonatus yang mengalami asfiksia harus ditempatkan di
bawah pemanas radian (untuk menghindari hipotermia) dalam keadaan kering, posisi kepala
ke bawah dan sedikit ekstensi, jalan napas dibersihkan dengan pengisapan dan diberi
rangsanga taktil yang lembut (pemukulan kaki, penggosokan punggung). Langkah-langkah
pada resusitasi neonatus mengikuti ABC dibawah ini: A, mengantisipasi dan membina jalan
napas (airways) yang paten (tebuka) dengan pengisapan dan jika perlu, melakukan intubasi
trakea; B, memulai pernapasan (breathing) denga rangsangan taktil atau ventilasi tekanan
positif dengan kantong dan masker atau melalui pipa endotrakea; C, mempertahankan
sirkulasi (circulation) dengan kompresi dada dan obatobat yang di perlukan.5
Protocol resusitasi
Resusitasi akan sangat efektif bila protocol yang telah mapan ini diikuti.
1. Cegah kehilangan panas. Letakkan janin dengan pemanas dan punggungnya dan
keringkan cairan amnion.
2. Buka jalan napas. Jalan napas dibuka dengan menghisap mulut dan hidung jika tidak
ditemukan mekonium. Jika ada mekonium, trakea mungkin membutuhkan
penghisapan langsung.
3. Evaluasi janin. Observasi respirasi, frekuensi denyut jantung dan warna kulit untuk
menentukan langkah selanjutny yang penting. tiga langkah awal ini harus dilakukan
dalam waktu 20 detik atau kurang.
4. Usaha pernapasan. Evaluasi usaha pernapasan terlebih dahulu. Jika tidak ada, lakukan
ventilasi dengan tekanan positif. Jika ada, hitung frekuensi denyut jantung.
5. Frekuensi denyut jantung. Berikutnya evaluasi frekuensi denyut jantung. Jika
frekuensinya kurang dari 100 denyut per menit, lakukan ventilasi dengan tekanan
8
positif (langsung langkah ke-7). Jika denyut lebih besar dari 100, berikutnya adalah
evaluasi warna janin.
6. Warna. Evaluasi warna adalah langkah terakhir. Jika janin berwarna merah muda atau
hanya menunjukkan sianosis perifer, lanjutkan obeservasi sederhana. Jika janin
menampakkan sianosis sentral, oksigen yang mengalir bebas diberikan dengan
konsentrasi 80-100 persen.
7. Frekuensi denyut jantung (sambungan). Frekuensi denyut jantung dievaluasi setelah
pemberian ventilasi tekanan positif 15-30 detik. Jika frekuensi denyut jantung
sekarang diatas 100, evaluasi warna, seperti langkah ke 6. Jika frekuensi denyut
jantung 60 sampai 100 dan meningkat, lanjutkan ventilasi. Jika frekuensi denyut
jantung dibawah 60 atau di bawah 80 dan tidak meningkat, ventilasi dilanjutkan dan
kompresi dada dimulai. Pada situasi ini, intubasi trakea harus dipertimbangkan.
8. Kompresi dada. Mulai kompresi dada dengan kecepatan 2 kompresi per detik dengan
berhenti selama ½ detik setiap kompresi ketiga untuk ventilasi. Kompresi dihentikan
setiap 30 detik selama 6 detik sementara denyut jantung tetap dibawah 80 denyut per
menit setelah 30 detik ventilasi dan kompresi dada.
9. Intubasi trakea. Intubasi trakea penting pada empat situasi; ketika ventilasi tekanan
positif memanjang dibutuhkan, ketika kantung dan masker ventilasi tidak efektif,
ketika dibutuhkan penghisapan trakea dan ketika dicurigai terjadi hernia
diafragmatika.intubasi endotrakea harus dilakukan oleh ornagyang berpengalaman
pada setiap bayi yang tidak memberikan respons terhadap ventilasi kantong dan
masker atau yang dilahirkan dengan apnea, nadi tidak teraba, sianosis dan lemah
dengan tanda-tanda kegaatan janin.5
9
Gambar 2: Tiga langkah awal resusitasi
Pemberian oksigen
Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen.
Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen,
sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa
oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Namun
beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa penggunaan oksigen ruangan dengan
konsentrasi 21% menurunkan risiko mortalitas dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik
(EHI) dibanding dengan oksigen 100%. Pemberian oksigen 100% tidak dianjurkan pada bayi
kurang bulan karena dapat merusak jaringan.
Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis
sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi
oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan. Bila bayi kembali sianosis, maka
pemberian oksigen perlu dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya
dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk menyesuaikan kadar oksigen
mencapai normal.
10
Ventilasi Tekanan Positif
Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila
semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap
kurang dari 100x/menit. Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan
kongenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia diafragmatika harus
diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP. Bila bayi diperkirakan akan mendapat
VTP dalam waktu yang cukup lama, intubasi endotrakeal perlu dilakukan atau pemasangan
selang orogastrik untuk menghindari distensi abdomen. Kontra indikasi penggunaan ventilasi
tekanan positif adalah hernia diafragma.6
Terdapat beberapa jenis alat yang dapat digunakan untuk melakukan ventilasi pada bayi baru
lahir. Masing-masing memiliki cara kerja yang berbeda dengan keuntungan dan kerugian
yang berbeda seperti dirangkum pada tabel 2.
Tabel 3. Perbandingan Jenis Alat untuk Ventilasi Tekanan Positif
JENIS ALAT KELEBIHAN KELEMAHAN
Belon mengembang sendiri Selalu terisi setelah diremas
walaupun tanpa sumber gas
bertekanan
Katup pelepas tekanan
berfungsi untuk menjaga
tidak terjadi pengembang-
an balon berlebihan
Tetap bertekanan walaupun
tidak terdapat lekatan antara
sungkup dan wajah bayi
Membutuhkan reservoar
oksigen untuk mendapatkan
oksigen kadar tinggi
Tidak dapat digunakan
dengan baik untuk berikan O2
aliran bebas melalui sungkup
Tidak dapat digunakan untuk
memberikan CPAP dan baru
dapat memberikan TPAE bila
ditambahkan katup TPAE
Belon tidak mengembang sendiri
Memberikan O2 21%-100%
tergantung sumber
Mudah menentukan apakah
sungkup telah melekat pada
Membutuhkan lekatan rapat
antara sungkup dan wajah
untuk dapat mengembang
Membuutuhkan sumber gas
11
wajah bayi
Dapat memberikan O2
aliran bebas 21%-100%
untuk dapat mengembang
Umumnya tidak mempunyai
katup pelepas tekanan untuk
pengaman
T-piece resuscitator Tekanan konsisten
Pengatur tekanan puncak
inspirasi dan TPAE yang
dapat diandalkan
Operator tidak menjadi
lelah karena memompa
Membutuhkan aliran gas
Kekakuan/compliance paru
tidak dapat dirasakan
Membutuhkan tekanan untuk
memasang/mengatur alat
sebelum dipakai
Mengubah tekanan inflasi
selama resusitasi akan lebih
sulit
CPAP = Continuous Positive Airway Pressure
TPAE = Tekanan Positif Akhir Ekspirasi
Indikasi kompresi dada
Bila setelah 30 detik dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) dengan 100% O2, FJ
tetap < 60 kali/menit.
Diperlukam 2 orang untuk kompresi dada: 1 orang kompresi dada, 1 orang
melanjutkan ventilasi. Pelaksanaan kompresi; menilai dada dan menempatkan posisi
tangan dengan benar pelaksana ventilasi: menempatkan sungkup wajah secara efektif
dan memantau gerakan dada.
Gambar 4: kompresi dada dengan 2 orang
12
Cara melakuakn kompresi dada pada neonatus
1. Teknik ibu jari:
Kedua ibu jari menekan tulang dada , kedua tangan emlingkari dada, jari-jari
tangan saling menopang bagian belakang bayi.
2. Tekanan dua jari;
a. Ujung jari dan jari manis dari satu tangan menekan tulang dada
b. Tangan tengah dan jari telunjuk atau jari tengah yang lain menopang bagian
belakang bayi.
Gambar 5: kompresi dada dua jari
Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan
keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi: 7
a. Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang
lain, untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
b. Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari
beberapa menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan
ventilasi.
c. Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara
kompresi dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan
positif.
d. Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang
umum adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal
sambil menunggu akses intravena.
13
e. Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya
melalui pelatihan khusus.
Pemberian obat-obatan
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru
lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia,
dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun
bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti
epinefrin atau volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut
resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan
khusus lainnya. 7
Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak
boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan
beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,3 ml/kgBB larutan1:10.000
(setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat
diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal
diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.
Volume Ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi
buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl
0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
14
Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang
mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau
4 ml/kg BB BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi
7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara
intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi
pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam
sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan
diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab
akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau
melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau
subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia
dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.
Komplikasi
Hampir 90 % bayi yang memerlukan resusitasi akan membaik setelah diberikan VTP
yang adekuat, sementara 10 % bayi memerlukan kompresi dada dan obat-obatan, atau
meninggal. Pada sebagian bayi yang tetap tidak membaik walau telah dilakukan resusitasi
mungkin mengalami komplikasi kelahiran atau komplikasi resusitasi seperti tercantum di
tabel 3.
Bayi yang memerlukan VTP berkepanjangan, intubasi dan atau kompresi dada sangat
mungkin mengalami stress berat dan berisiko mengalami kerusakan fungsi organ multipel
yang tidak segera tampak. Bila diperlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat di ruang rawat
lanjutan, dengan pemantauan suhu, tanda vital, dan antisipasi terhadap komplikasi.16 Bayi
juga memerlukan nutrisi baik dengan cara pemberian oral atau parenteral tergantung
kondisinya. Bila bayi menderita asfiksia berat dapat diberikan nutrisi parenteral dengan
dextrosa 10%. Pemantauan terhadap saturasi oksigen, dan pemeriksaan laboratorium seperti
darah rutin, kadar gula darah, elektrolit dan analisa gas darah juga perlu dilakukan.7
15
Tabel 6. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang dilakukan
Sistem organ Komplikasi yang mungkin Tindakan pasca resusitasi
Otak - Apnu
- Kejang
- Pemantauan apnu
- Bantuan ventilasi kalau perlu
- Pantau gula darah, elektrolit
- Pencegahan hipotermia
- Pertimbang terapi anti kejang
Paru-paru - hipertensi pulmoner
- pneumonia
- pneumotoraks
- takipnu transien
- sindrom aspirasi
- mekonium
- defisiensi surfaktan
-Pertahankan ventilasi dan
oksigenasi
-Pertimbangkan antibiotika
-Foto toraks bila sesak napas
-Pemberian oksigen alir bebas
-Tunda minum bila sesak
-Pertimbangkan pemberian
surfaktan
-
Kardiovaskular - Hipotensi -Pemantauan tekanan darah dan
frekuensi jantung
-Pertimbangkan inotropik (misal
dopamin) dan/atau cairan
penambah volume darah
Ginjal - nekrosis tubuler akut - Pemantauan produksi urin
- Batasi masukan cairan bila ada
oliguria dan volume vaskuler
adekuat
- Pemantauan kadar elektrolit
Gastrointestinal - Ileus
- enterokolitis
- nekrotikans
- Tunda pemberian minum
- Berikan cairan intravena
- Pertimbangkn nutrisi parenteral
Metabolik/ - Hipoglikemia - Pemantauan gula darah
16
hematologik - hipokalsemia
- hiponatremia
- anemia
- trombositopenia
- Pemantauan elektrolit
- Pemantauan hematokrit
- Pemantauan trombosit
Prognosis
Ad bonam. Namun prognosis kepada asfiksia neonatorum ini sangat tergantung kepada lama
bayi tersebut tidak dapat bernafas.
Kesimpulan
Permasalahan asfiksia neonatorum terletak pada penegakan diagnosis yang bersumber
dari belum adanya kesamaan persepsi tentang definisi dan penatalaksanaan asfiksia
neonatorum. Algoritma tatalaksana asfiksia neonatorum seperti yang direkomendasikan
AHA/AAP dapat dijadikan panduan dalam pemeberian resusitasi dasar pada penanganan
segera asfiksia neonatorum. Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor
risiko asfiksia neonatorum menjadi prioritas utama. Bila ibu memiliki faktor risiko yang
memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia, maka langkah-langkah antisipasi harus dilakukan.
Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan seperti anjuran WHO
untuk mencari dan mengeliminasi faktor-faktor risiko.
Daftar Pustaka
1. Alpers A. Buku ajar pediatric Rudolph. Ed 20.Jakarta:EGC;2006. p. 274-7
2. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba ABGF. Pengantar kuliah
obstetric.Jakarta:EGC;2007.p. 841-52
3. Meadow SR, Newell SJ. Lectures notes pediatrika. Ed 7. Jakarta: Erlangga; 2003.p.61
4. IDAI. Asfiksia Neonatorum. Dalam: Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2004.p. 272-6
5. Cunningham FG. Obstestri wiliams.Ed 21.Jakarta:EGC;2005 p. 430-3
17
6. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan
resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.
7. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak Nelson vol 1. Ed
15.Jakarta: EGC; 1991
18