skenario 1 endokrin.docx

63
LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang anatomi pancreas LO 1.1. Anatomi makroskopik pancreas

Upload: jason-carter

Post on 20-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

LI 1. Memahami dan menjelaskan tentang anatomi pancreasLO 1.1. Anatomi makroskopik pancreas

Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas. Terletak retroperitoneal melintang di abdomen bagian atas dengan panjang 25 cm, dan berat 120 g. Strukturnya lunak, berlobus, dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Pankreas menyilang planum transpyloricum. Pancreas dapat dibagi dalam caput, collum, corpus, cauda.Pancreas dapat dibagi dalam: Caput Pancreatis, berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagiancekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteria san venamesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus. Collum Pancreatis, merupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak didepan pangkal vena portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteriamesenterica superior dari aorta. Corpus Pancreatis, berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga. Cauda Pancreatis, berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis danmengadakan hubungan dengan hilum lienale.Ductus Pancreaticus Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung dengan ductus choledochus membentuk papilla duodeni mayor Vateri. Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari ductus choledochus.Ductus Pancreaticus Minor (SANTORINI)Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.HubunganKe anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesenterica superior, musculus psoas major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, ren sinister, dan hilum lienale.VaskularisasiArteriaea. pancreaticoduodenalis superior (cabang a. gastroduodenalis ) a. pancreaticoduodenalis inferior (cabang a. mesenterica cranialis)a. pancreatica magna, a.pancretica caudalis dan inferior (cabang a. lienalis)VenaeVenae yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.

Aliran Limfatik Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar. Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limf ke nodi limf coeliaci dan mesenterica superiores.PersyarafanBerasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

LO 1.2. Anatomi mikroskopik pancreasPankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin kelenjar menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim yang dapat menghidrolisis lemak dan karbohidrat. Bagian endokrine kelenjar yaitu pulau-pulau langerhans menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang mempunyai peranan penting pada metabolisme karbohidrat. Ada 2 bagian :Bagian exokrin Merupakan kel acinosa complex (berwarna gelap) Sel-sel acinus berbentuk pyramid Didalam lumen kadang-kadang terdapat sel gepeng (sel centroacinar)

Bagian endokrin Disusun oleh sel-sel khusus yang berkelompok dalam suatu daerah tertentu yang kaya pembuluh darah disebut pulau-pulau Langerhans Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe fenestra Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan c/PP.

Sel 20% populasi sel Mensekresi glukagon Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer

Sel 75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah Mensekresi insulin Granula lebih kecil (200 m)

Sel Sel paling besar, 5% dari populasi Granula mirip sel , tapi kurang padat Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur pelepasan hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas, ukuran sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa granula. Mensekresi polipeptida pankreas

LI 2. Memahami dan menjelaskan tentang insulinInsulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B. Rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino. Kedua rantai trsebut dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan pada A20 dengan B19. Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada A6 dan A11. Posisi ketiga jembatan tersebut selalu tetap. Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A posisi 8, 9, 10 namun tidak mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut.Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Bagan 1. Proses pembentukan insulin

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami secara jelas. Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel. Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).

Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi sekresi insulin (Guyton & Hall, 11th ed.)Meningkatkan sekresi insulinMenurunkan sekresi insulin

Peningkatan kadar gula darah Peningkatan kadar AL bebas dalam darah Peningkatan kadar AA darah Hormone GI (gastrin, kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory peptide) Glucagon, hormon pertumbuhan, kortisol Rangsangan parasimpatis, asetilkolin Rangsangan -adrenergik Resistensi insulin, obesitas Obat-obatan, sulfonylurea Penurunan kadar glukosa darah Puasa Somatostatin Aktivitas -adrenergik Leptin

Aksi insulinInsulin berikatan dengan subunit di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi subunit reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi aktivitas enzim, yang meliputi substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein. Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan membantu pemasukan glukosa ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya dapat menginduksi sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen pada sel yang resposif terhadap insulin.

Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst. Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT berbeda-beda GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui kotranspor GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulinGLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah, yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.

Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah Selain konsentrasi glukosa darah, masukan lain yang mengatur sekresi insulin adalah : Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan, khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas, mengeluarkan insulin selain memiliki efek regulatorik Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulinEFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK DAN PROTEINA. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat1. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot

Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam sel-sel otot (Guyton and Hall, 11th ed.)2. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat glukoneogenesis di hati

Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati menjadi glukosa)

2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati, sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati membran sel.

3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen (glikogen sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul glikogen)

Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :

Bagan 2. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah

B. Efek insulin terhadap metabolism lemakInsulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan lemak di sel-sel adipose : 1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak, sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.Glukosa dipakai untuk membentuk -gliserol fosfat, yang akan menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebasTerjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang menyebabkan terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke sirkulasi darah

Gambar 6 . Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah, AL bebas dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11th ed.)

2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma

C. Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar AA ke dalam sel2. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger, sehingga terbentuk protein baru3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih di dalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis protein4. Insulin menghambat proses katabolisme protein, sehingga mengurangi kecepatan pelepasa AA dari sel (terutama sel otot)5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim pemacu glukoneogenesis karena zat terbanyak yang dipergunakan proses glukoneogenesis adalah AA plasma.6. Insulin bersama dengan hormone pertumbuhan secara sinergis memacu petumbuhan

Gambar 7. Efek hormone pertumbuhan, insulin, dan hormone pertumbuhan bebrsama insulin terhadap pertumbuhan pada seekor tikus yang telah depankreatisasi dan hipofisektomi ( Guyton and hall, 11th ed.)

Tidak adanya insulin, dapat menyebabkan :1. Proses penyimpanan protein terhenti 2. Katabolisme protein meningkat 3. Sistesis protein berhenti4. Konsentrasi AA dalam plasma meningkat, dan kelebihan AA akan dipergunakan dalam proses glukoneogenesis.5. Pemecahan AA akan meningkatkan ekskresi ureum dalam urin

1.1. GlukagonGlukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.Efek utama glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :1. Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

Bagan 3. Glikogenolisis

2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati

Efek lain glukagon :1. Mengaktifkan lipase sel lemak meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy tubuh )2. Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang asam lemak dari darah dan membantu menambah jumlah persediaan asam lemak3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat :a. Meningkatkan kekuatan jantungb. Meningkatkan aliran darah di beberapa jaringan (terutama ginjal)c. Meningkatkan sekresi empedud. Menghambat sekresi asam lambungPengaturan Sekresi Glukagon1. Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon.

Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada berbagai kadar glukosa darah (Guyton and Hall, 11th ed.)Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.2. Efek perangsangan asam aminoTingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi glukagon.Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat lebih banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.

3. Efek perangsangan dari kerja fisikPada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah seringkali meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga berperan.

PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAHDibawah ini berbagai mekanisme yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :

Bagan 4. Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon

Bagan 5. Efek langsung pada hipoglikemia berat

Bagan 6. Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama

Gambar 9. Metabolisme energi selama puasa(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg)

LI 3. Memahami dan menjelaskan tentang Diabetes Melitus tipe 2LO 3.1. DefinisiDiabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Insuffisiensi relatif atau absolut dalam respon sekretorik indulin diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbihidarat (glukosa), merupakan gambaran khas pada diabetes melitus, demikian juga dengan hiperglikemia yang terjadi. DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai dengan timbulnya hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin. Hal ini terkait dengan kelainan pada karbohidrat, metabolism lemak dan protein (Palaian, et al., 2005). Hiperglikemia kronik dan gangguan metabolik DM lainnya akan menyebabkan kerusakan jaringan dan organ, seperti mata, ginjal, syaraf, dan system vaskular (Cavallerano, 2009)Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).LO 3.2. EpidemiologiTingkat prevalensi DM tipe 2 cukup tinggi, diperkirakan sekitar 16 juta kasus DM di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru. DM merupakan penyebab kematian di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita DM paling sedikit 2,5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan mereka yang tidak menderita DM. Tujuh puluh lima persen penderita DM akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Serangan jantung, gagal jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi utama. Selain itu kematian fetus intrauterine pada ibu penderita DM yang tidak terkontrol juga meningkat. Dampak ekonomi pada DM jelas terlihat akibat biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan, selain konsekwensi finansial karena banyaknya komplikasi seperti kebutaan dan penyakit vaskuler (Price danWilson, 2002).

LO 3.3. EtiologiPenyebab-penyebab tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes melitus tipe II menurut Guyton & Hall (2002), yaitu: 1. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun) 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga

FAKTOR RISIKOFaktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah: Ras dan EtnikResiko Diabetes melitus tipe 2 lebih besar pada hispani, kulit hitam, penduduk asli amerika dan Asia. Riwayat keluarga dengan diabetesSeseorang dapat mewarisi gen penyebab diabetes melitus dari orang tua. Biasnaya , seseorang yang mengalami diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga terkena diabaetes melitus. Usia > 45 tahunResistensi insulin biasanya meningkat pada usia diatas 65 tahun. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg Riwayat pernah menderita DM Gestasional Riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg 2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki Berat badan lebih (indeks massa tubuh > 23kg/m2)HDL dibawah 35 mg/dL dan atau tingkat TGA >250 mg/dL dapat meningkatkan resiko diabetes melitus tipe 2 Kurang aktivitas fisik Hipertensi(>140/90 mmHg) Dislipidemia (HDL 250 mg/dl Diet tinggi gula rendah serat Pola makan Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang diperlukan oleh utbuh dapat memicu diabetes melitgus tipe 2 karena pankreas memiliki kadar pankreas yang disekresikan dalam julam tertentu. Gaya hidupMakanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan gaya hidup yang dapat memicu terjadi diabetes melitus tipe 2Faktor risiko lain yang terkait dengan risiko diabetes:- Penderita sindrom ovarium poli-kistik Keadaan klinis lain yang terkait dengan ressitensi insulin Sindrom metabolik Riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa terganggu Riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Tedjapranata M, 2009).

LO 3.4. KlasifikasiMenurut American Diabetes Association 2005 (ADA 2005) klasifikasi diabetes melitus, yaitu:

1. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)Melalui proses imunologikBentuk diabetes ini merupakan diabetes tergantung insulin, biasanya disebut sebagai juvenile onset diabetes. Hal ini disebabkan karena adanya destruksi sel beta pankreas karena autoimun. Kerusakan sel beta pankreas bervariasi, kadang-kadang cepat pada suatu individu dan kadang-kadang lambat pada individu yang lain. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah terjadi ketoasidosis. Pada diabetes tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Sebagai marker terjadinya destruksi sel beta pankreas adalah autoantibodi sel pulau langerhans dan atau aoutoantibodi insulin dan autoantibodi asam glutamate dekarboksilase sekitar 85-90 % terdeteksi pada diabet tipe ini. Diabetes melitus autoimun ini terjadi akibat pengaruh genetik dan faktor lingkungan.b. IdiopatikTerdapat beberapa diabetes tipe 1 yang etiologinya tidak diketahui. Hanya beberapa pasien yang diketahui mengalami insulinopenia dan cenderung untuk terjadinya ketoasidosis tetapi bukan dikarenakan autoimun. Diabetes tipe ini biasanya dialami oleh individu asal afrika dan asia. DM tipe 1 merupakan bentuk DM parah yang sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadangkandang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang nonobesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi darah, glukagon plasma meningkat dan selsel pankreas gagal merespons semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Karam, 2002). Gejala penderita DM tipe 1 termasuk peningkatan ekskresi urin poliuria), rasa haus (polidipsia), lapar, berat badan turun, pandangan terganggu, lelah, dan gejala ini dapat terjadi sewaktuwaktu (tibatiba) (WHO, 2008).2. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Melitus (bervariasi mulai dari predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin) Pada penderita Diabet Mellitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin ( reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah ) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes mellitus tipe ini perlahan lahan karena itu gejalanya tidak terlihat ( asimtomatik ). Adanya resistensi yang terjadi perlahan lahan akan mengakibatkan pula kesensitifan akan glukosa perlahan-lahan berkurang. Oleh karena itu, diabetes tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi. Komplikasi yang terjadi karena ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat antibiotik oral. DM tipe 2 merupakan bentuk DM yang lebih ringan, terutama terjadi pada orang dewasa. Sirkulasi insulin endogen sering dalam keadaan kurang dari normal atau secara relatif tidak mencukupi. Obesitas pada umumnya penyebab gangguan kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada DM tipe ini dan sebagian besar pasien dengan DM tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadinya penurunan kepekaan jaringan terhadap insulin, juga terjadi defisiensi respons sel pankreas terhadap glukosa (Karam, 2002). Gejala DM tipe 2 mirip dengan tipe 1, hanya dengan gejala yang samar. Gejala bisa diketahui setelah beberapa tahun, kadangkadang komplikasi dapat terjadi. Tipe DM ini umumnya terjadi pada orang dewasa dan anakanak yang obesitas.3. Diabetes Melitus Tipe Lain Defek genetik fungsi sel beta (MODY Maturity Onset Diabetes of the Young): Kromosom 12, HNF-1 Kromosom 7, glukokinase Kromosom 20,HNF-4 Kromosom 13, insulin promoter factor Kromosom `17, HNF-1 Kromosom 2, Neuro D1 DNA Mitokondria Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A, leprechaunism, Sindrom Rabson Medenhall, diabetes lipoatropik Penyakit Eksokrin Pankreas (suatu kelenjar yang mengeluarkan hasil produksinya melalui pembuluh), yaitu : Pankreatitis (radang pada pankreas) Trauma/pankreatektomi (pankreas telah diangkat) Neoplasma Fibrosis kistik Hemokromatosis Pankreatopati Fibro kalkulus (adanya jaringan ikat dan batu pada pankreas) Endokrinopati : Akromegali (terlampau banyak hormon pertumbuhan) Sindrom cushing (terlampau banyak produksi kortikosteroid dalam tubuh) Feokromositma (tumor anbak ginjal) Hipertiroidisme Somasostatinoma Aldostreroma Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, diazoxid, agonis beta adrenergik, tiazid, dilantin, interferon alfa Infeksi : Rubella Kongenital Sebab imunologi yang jarang : antibodi, antiiinsulin (tubuh menhasilkan zat anti terhadap insulin sehingga insulin tidak dapat bekerja memasukkan glugosa ke dalam sel) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM : sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom turner, sindrom Wolframs.4. Diabetes Melitus Gestasional DM ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada kehamilan (WHO, 2008). Wanita hamil yang belum pernah mengalami DM sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita DM gestationalPada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama masa kehamilan. Artinya kondisi intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada semester kedua dan ketiga dan umumnya hilang dengan sendirinya setelah melahirkan. Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan. Diabetes tipe ini merupakan intoleransi karbohidrat akibat terjadinya hiperglikemia dengan berbagai keparahan dengan serangan atau pengenalan awal selama masa kehamilan. Pada wanita hamil, jumlah hormon estrogen yang dimiliki lebih banyak daripada wanita normal karena plasenta juga menghasilkan estrogen yang bekerja secara simpatis sehingga secara tidak langsung menghambat pengeluaran insulin (sehingga terjadi resistensi insulin), mengakibatkan aktivasi glukagon untuk memecah glikogen yang menyebabkan kadar gula darah pada wanita hamil meningkat. Resistensi insulin ini membuat tubuh bekerja keras untuk menghasilkan insulin sebanyak 3 kali dari normal. DM gestational terjadi ketika tubuh tidak dapat membuat dan menggunakan seluruh insulin yang digunakan selama kehamilan. Tanpa insulin, glukosa tidak dihantarkan ke jaringan untuk dirubah menjadi energi, sehingga glukosa meningkat dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia (Anonim, 2009). Faktor risiko nya adalah usia tua, etnik, obesitas, multiparitas,riwayat keluarga dan riwayat diabetes gestasional terdahulu. Diabetes gestational terjadi pada 35% wanita hamil (Anonim, 2009). Mekanisme DM gestational belum diketahui secara pasti. Seseorang diakatakan menderita Diabetes Melitus Gestasional apabila 2 atau lebih nilai berikutr ditemukan atau dilampaui sesudah pemberian 75 g glukosa oral Puasa 105 mg/dl 1 jam 190 mg/dl 2 jam 165 mg/dl 3 jam 145 mg/dl5. PraDiabetesPradiabetes merupakan DM yang terjadi sebelum berkembang menjadi DM tipe 2. Penyakit ini ditandai dengan naiknya KGD melebihi normal tetapi belum cukup tinggi untuk dikatakan DM. Di Amerika Serikat 57 juta orang menderita pradiabetes. Penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa beberapa kerusakan jangka panjang khususnya pada jantung dan sistem sirkulasi, kemungkinan sudah terjadi pada pradiabetes, untuk mencegahnya dapat dilakukan dengan diet nutrisi dan latihan fisik (Anonim, 2009).

LO 3.5. Manifestasi klinisManifestasi klinik yang sering dijumpai pada pasien diabetes melitus menurut Riyadi (2007) yaitu: Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin) Polidipsia (Peningkatan rasa haus) Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus. Rasa lelah dan kelemahan otot Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa sebagai sumber energi. Polifagia (Peningkatan rasa lapar) Peningkatan angka infeksi Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik. Kelainan kulitKelaianan kulit berupa gatal gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur. Kelaianan ginekologisKeputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan. Kelemahan tubuhKelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar optimal. Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuhProses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh yg juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensiPenderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan. Penglihatan kaburDisebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

LO 3.6. PatofisiologiDiabetes tipe 2Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :1. Resistensi insulin 2. Disfungsi sel pancreasAkhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia) mengakibatkan sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa dan akhirnya DM tipe 2.Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang, masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Bagan 8. Patofisiologi DM tipe 2

LO 3.7. DiagnosisAnamnesisa.Keluhan khas DM: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnyab.Keluhan tidak khas DM:lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita

Pemeriksaan Fisik Pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar pinggang Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik, serta ankle brachial index (ABI), untuk mencari kemungkinan penyakit pembuluh darah arteri tepi Pemeriksaan funduskopi Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid Pemeriksaan jantung Evaluasi nadi, baik secara palpasi maupun dengan stetoskop Pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah, termasuk jari Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan insulin) dan pemeriksaan neurologis.

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe-lain

Kriteria Diagnosis:1. Gejala klasik DM + gula darah sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu makan terakhir. Atau:2. Kadar gula darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau:3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) :1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa4. Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu :a. < 140mg/dL: Normalb. 140 - 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa factor resiko dapat dilakukan setiap 3 tahun.

Test benedict

Interpretasi (mulai dari tabung paling kanan) :0 = Berwarna Biru. Negatif. Tidak ada Glukosa.. Bukan DM+1 = Berwarna Hijau . Ada sedikit Glukosa. Belum pasti DM, atau DM stadium dini/awal+2 = Berwarna Orange. Ada Glukosa. Jika pemeriksaan kadar glukosa darah mendukung/sinergis, maka termasuk DM+3 = Berwarna Orange tua. Ada Glukosa. Positif DM+4 = Berwarna Merah pekat. Banyak Glukosa. DM kronik

Rothera test

Pada tes ini, digunakan urin sebagai spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera agents, dan amonium hidroxida pekatTest ini untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton dan asam asetat dalam urin, yang mengindikasikan adanya kemungkinan dari ketoasidosis akibat DM kronik yang tidak ditangani. Zat zat tersebut terbentuk dari hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai sumber energi dalam keadaan DM, sehingga tubuh melakukan mekanisme glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil pemecahan dari lemak.

LO 3.8. PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.Tujuan penatalaksanaan : Jangka pendek : menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dna neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas.EdukasiDM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.Terapi nutrisi medisPengaturan makan pada pasien DM sama dengan anjuran makan masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan gizi masing masing. Pada DM pentingnya keteraturan dalam jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama pada mereka yang menggunakan obat insulin.Latihan jasmaniFarmakoterapiTerapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.Terapi InsulinSediaan : Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin dilakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek metabolism.Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari keadaan pasien. Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam. DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem, kembung,dll.Interaksi : Antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH, Tiroid, estrogen, glucagon, dll)Obat Antidiabetik Orala. Sulfonylurea ( insulin secretagogues )Pemberian : 15-30 mnt sebelum makanMek. Kerja : Berinteraksi dengan ATP sensitive K channel pada membrane sel beta depolarisasi membrane dan keadaan ini membuka kanal Ca. sehingga Ca masuk sel beta, merangsang sekresi insulin.Farmakokinetik : masa paruh dan metabolism sulfonylurea generasi 1 sangat bervariasi. Semua sulfonylurea dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat.ES : hipoglikemi bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, hematologic (leukopenia, agranulositosis), susunan saraf pusat (vertigo, bingung, ataksia), mata dsbg.Indikasi : untuk pasien DM yang diabetesnya di peroleh pada usia diatas 40 tahun. Kegagalan disebabkan perubahan farmakogenetik obat, misalnya penghancuran yang terlalu cepat.Peringatan : Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada pasien DM juvenile, pasien yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat, DM dengan kehamilan dan keadaan gawat.Interaksi :meningkatkan hipoglikemia (insulin, alcohol, sulfonamide, probenezid, kloramfenikol)

b. MeglitinidPemberian : sesaat sebelum makanMek. Kerja : Sama dengan sulfonylurea, tetapi struktur kimianya berbeda. Merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent di sel beta pankreas. Pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruh 1 jam, sehingga harus diberikan beberapa kali sehari sebelum makan. Farmakokinetik : Metabolisme utama di hepar, 10% di ginjal.ES : Hipoglikemi, gangguan saluran cerna, dan alergi.

c. BiguanidPemberian : sebelum/saat/sesudah makanTerdiri : fenformin (ditarik dari peredaran karena sebabin asidosis laktat), buformin, metformin.Mek. Kerja : Merupakan antihiperglikemik, metformin dapat menurunkan produksi glukosa dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Efek ini terjadi karena adanya aktivasi kinase di sel (AMP activated protein kinase). Pada DM yang gemuk, biguanid dapat menurunkan BB.Farmakokinetik : Metformin oral di absorpsi di intestine, dalam darah tidak terikat protein plasma, eksresi dalam urin utuh, masa paruh sekitar 2 jam. Dosis : Awal 2x500 mg, maintenance dose 3x500 mg, max 2,5 gr. Diminum saat makan.Indikasi : Pasien DM yang tidak memberikan respon dengan sulfonylurea dapat diatasi dengan metformin, atau kombinasi dengan insulin atau sulfonylurea.ES : Mual, muntah, diare, metallic taste, ketosis (pada pasien yang mutlak dengan insulin eksogen), gangguan keseimbangan elektrolit cairan tubuh.KI : Kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremi dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru, dengan hipoksia kronik, pemberian zat kontras intravena atau yang akan di operasi harus dihentikan dan sesudah 48 jam boleh.

d. TiazolidinedionPemberian : tidak bergantung pada jadwal makanMek. Kerja :Berikatan pada peroxisome proliferators activated receptor (PPAR ) suatu resptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. ES: Peningkatan BB, edem, menambah volum plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif, hipoglikemi.KI : Gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Perlu pemantauan faal hati secara berkala.Interaksi : dengan insulin dapat menyebabkan edem.

e. Penghambat enzim Alfa-glikosidase (Acarbose)Pemberian : bersama makan suapan pertamaMek. Kerja : Memperlambat absoprsi glukosa (polisakarida, dekstrin, dan disakarida) di usus halus, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin. ES : kembung, flatulens.Interaksi : dengan insulin menimbulkan hipoglikemi.

f. DPP-4 InhibitorPemberian : diberikan bersama makan dan atau sebelum makanMek. Kerja : Glucagon like peptide 1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptide yang dihasilkan oleh sel L dimukosa usus. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glucagon. Namun, sekresi GLP-1 menurun pada DM-2.

Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda.Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO. (lihat bagan 2 tentang algoritma pengelolaan DM tipe-2).Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan insulin saja.Pemberian kombinasi OHO dan insulinKriteria pengendalian DMUntuk dapat mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan. Demikian pula status gizi dan tekanan darah. Kriteria keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada Tabel 7.

Non Farmakologis Terapi nutrisi medisA.komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat Dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi Lemak Dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kaloritidak diperkenankan melebihi 30 % total asupan energi Lemak jenuh 25,0

Obesitas II> 27,0

Bila berat badan dinilai kurang dari berat badan ideal, maka kebutuhan energinya ditambah sebanyak 500 Kalori sehari, sedangkan bila lebih, dikurangi sebanyak 500 Kalori sehari. Penyesuaian kebutuhan energi tersebut dimaksudkan agar dapat dicapai berat badan ideal.Contoh Perhitungan IMT:Pada pasien di kasus tergolong gemuk, obesistas tipe 2.Pada penghitungan kebutuhan kalori :BBI x Kebutuhan kalori/kg BB = 58.5 x 25 = 1462.5 = 1500 kal

C. latihan jasmaniKegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satupilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari sepertiberjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, danberenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur danstatus kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

LO 3.9. PencegahanAda beberapa pencegahan menurut WHO,1994:1. Pencegahan primerSemua aktivitas yang dilakukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang beresiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.2. Pencegahan sekunderMenemukan pengidap DM sedini mungkin,misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi beresiko tinggi dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel3. Pencegahan tersierSemua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu.Usaha ini meliputi : mencegah timbulnya komplikasi,mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagalan organ,mencegah kecacatan tubuh

Strategi pencegahan Ada 2 macam strategi yang dijalankan :a) Pendekatan populasi/masyarakatBertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum.Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agar menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko b) Pendekatan individu beresiko tinggi Ditujukan pada individu-individu yang beresiko menderita DM kelak misal :obesitas,hipertensi,riwayat keluarga DM,riwayat melahirkan bayi >4000 gram,riwayat DM saat kehamilan dan dislipdemia.

LO 3.10. PrognosisPrognosis DM tipe 2 tanpa komplikasi tidak seberat DM tipe 1 karena DM tipe 1 memiliki resiko hipoglikemia lebih tinggi dari pada DM tipe 2.Hipoglikemia bisa mengakibatkan kesadaran menurun.Akan tetapi jika DM tipe 2 ditambah komplikasi makrovaskular resiko kematian 50%

LO 3.11. Komplikasi1. Komplikasi Metabolik AkutKomplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah:A. Ketoasidosis Diabetik (DKA). Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun, dan pasien akan mengalami hal berikut:7HiperglikemiaHiperketonemiaAsidosis metabolikHiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik1. Dehidrasi8. Poliuria2. Hipotensi (postural atau supine)9. Bingung3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer10. Kelelahan4. Takikardi11. Mual-muntah5. Kusmaul breathing12. Kaki kram6. Nafas bau aseton13. Pandangan kabur7. Hipotermia14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai berikut:Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.Dehidrasi beratUremiaPasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.Penatalaksanaan HHNKPenatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3 unit/jam.7C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria, dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.Penyebab Hipoglikemia :1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan2. Berat badan turun 3. Sesudah olah raga4. Sesudah melahirkan5. Sembuh dari sakit6. Makan obat yang mempunyai sifat serupaTanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.Tanda-tanda Hipoglikemia1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug sederhana.3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan, berdebar-debar.4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:1)Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.2)Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:Insulin reguler: 2-4 jam setelah suntikanInsulin NPH : 8-10 jam setelah suntikanP.Z.I : 18 jam setelah suntikan3)Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik), sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

2. Komplikasi Kronik Jangka PanjangA. Mikrovaskular / Neuropati-Retinopati, catarak penurunan penglihatan-Nefropati gagal ginjal-Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak-Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis-Kelainan pada kaki ulserasi, atropatiB. Makroangiopati- Pembuluh darah jantung- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal clauditio intermittent, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.- Pembuluh darah otak

LI 4. Memahami dan menjelaskan tentang Retina DiabetikumLO 4.1. DefinisiRetinopati diabetik (RD) merupakan suatu komplikasi kronik diabetes melitus karena mikroangiopati vaskular retina yang dapat menimbulkan kebutaan dan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang meliputi, usia dan lama menderita DM, kontrol gula darah, tipe DM serta penyakit yang menyertai, misalnya hipertensi dan nefropati

LO 4.2. EpidemiologiPenelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% diantaranya terancam mengalami kebutaan.4 The Diab Care Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif

LO 4.3. EtiologiFaktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah : Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri Adanya komposisi darah abnormal Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler, selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru. Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

LO 4.4. KlasifikasiSecara umum klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi : 1. Retinopati diabetik non proliferatif. Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes, keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina menyebabkan pembentukan bercak berbentuk cotton wool berwarna abu-abu atau putih. Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina (makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat penglihatan seseorang. (Lihat gambar).2. Retinopati diabetik proliferative. Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau kebutaan.

LO 4.5. Manifestasi klinisPada retinopati diabetes nonproliferatif dapat terjadi perdarahan pada semua lapisan retina.Adapun gejala subjektif dari retinopati diabetes non proliferatif adalah: 1. Penglihatan kabur1. Kesulitan membaca1. Penglihatan tiba-tiba kabur pada satu mata1. Melihat lingkaran-lingkaran cahaya1. Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip Sedangkan gejala objektif dari retinopati diabetes non proliferative diantaranyaadalah: 1. MikroaneurismaMikroaneurisma merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena, dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak di dekat pembuluh darah terutama polus posterior. Kadang pembuluh darah ini demikian kecilnya sehingga tidak terlihat. Mikroaneurisma merupakan kelainan diabetes mellitus dini pada mata . 1. Dilatasi pembuluh darah balik Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya yang ireguler dan berkelok-kelok. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi, dan kadang-kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.1. Perdarahan (haemorrhages)Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior. Bentuk perdarahan dapat memberikan prognosis penyakit dimana perdarahan yang luas memberikan prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan yang kecil. Perdarahan terjadi akibat gangguan permeabilitas pada mikroaneurisma atau pecahnya kapiler. 1. Hard eksudat Hard eksudat merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu ireguler dan berwarna kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat berupa pungtata, kemudian membesar dan bergabung. 1. Edema retinaEdema retina ditandai dengan hilangnya gambaran retina terutama di daerah makula. Edema dapat bersifat fokal atau difus dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat intra retina. Dapat berbentuk zona-zona eksudat kuning kaya lemak, berbentuk bundar disekitar kumpulan mikroaneurisma dan eksudat intra retina.Edema makular signifikan secara klinis (Clinically significant macular oedema (CSME)) jika terdapat satu atau lebih dari keadaan dibawah ini: 1. Edema retina 500 m (1/3 diameter diskus) pada fovea sentralis.1. Hard eksudat jaraknya 500 mdari fovea sentralis, yang berhubungan dengan retina yang menebal.1. Edema retina yang berukuran 1 disk (1500 m) atau lebih, dengan jarak dari fovea sentralis 1 disk.

LO 4.6. PatofisiologiHiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxy- gen intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem- perparah kerusakan.Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel.Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

LO 4.7. DiagnosisDiagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.Pemeriksaan dilakukan dengan oftalmoskop serta angiografi fluoresen yaitu foto rontgenmata menggunakan zat fluoresen untuk mengetahui kebocoran pembuluh darah. Untuk dapat membantu mendeteksi secara awal adanya edema makula pada retinopati diabetik nonproliferatif dapat digunakan stereoscopic biomicroskopic menggunakan lensa + 90 dioptri. Di samping itu, angiografi flouresens juga sangat bermanfaat dalam mendeteksi kelainan mikrovaskuler retinopati diabetik non proliferativ. Dijumpai kelainan pada elektro retinografik juga memiliki hubungan dengan keparahan retinopati dan dapat membantu memperkirakan perkembangan retinopati.Tes angiografi menggunakan kontras untuk melihat aliran darah dan kebocoran. Kontras yang digunakan berbeda dengan yang digunakan di CT-scan atau IVP, karena kontras ini tidak memakai yodium.

LO 4.8. PenatalaksanaanPrinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.1. Pemeriksaan rutin pada ahli mataPenderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan ahli matanya. 9Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.92. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 3. Fotokoagulasi Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.

2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

4. Injeksi Anti VEGF Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,105. Vitrektomi Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8 Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (