sken 2_tinea kapitis dan gatal

13
TINEA CAPITIS A. DEFINISI Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yaitu Microsporum dan Trichophyton. B. ETIOLOGI Jenis jamur yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis antara lain adalah T. verrucosum, T. mentagrophytes var. equinum, M. Nanum, M. Distortum, M. audouinii, M. ferrugineum, T. schoenleinii, T. Rubrum, T. Megninii, T. soudanense, T. Yaoundei. Akan tetapi jenis jamur yang paling sering menyebabkan tinea kapitis di dunia adalah jamur dengan species Microsporum canis, sementara di Amerika Serikat jenis T. Tonsurans menduduki peringkat teratas dan diikuti oleh M. Canis. C. EPIDEMIOLOGI Insidensi dari tinea kapitis sering dijumpai pada anak-anak dengan umur 3-14 tahun dan jarang ditemukan pada orang dewasa. Kemungkinan untuk terinfeksi jamur penyebab tinea kapitis meninggi ketika kebersihan pribadi buruk, berada pada lingkungan yang padat serta status sosial ekonomi yang rendah. Dermatofita penyebab tinea kapitis juga ditemukan di barang-barang pribadi penderita seperti sisir, handuk, sarung bantal dan sebagainya. D. PATOGENESIS Tinea kapitis disebabkan oleh spesies dermatofita terutama oleh oleh Trichophyton tonsurans atau Microsporum canis yang umumnya terjadi pada anak-anak menjelang pubertas. . Dermatofita sendiri

Upload: agoenk-setiaone

Post on 14-Sep-2015

222 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Sken 2_tinea Kapitis Dan Gatal

TRANSCRIPT

TINEA CAPITISA. DEFINISITinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita yaitu Microsporum dan Trichophyton.

B. ETIOLOGIJenis jamur yang dapat menyebabkan terjadinya tinea kapitis antara lain adalah T. verrucosum, T. mentagrophytes var. equinum, M. Nanum, M. Distortum, M. audouinii, M. ferrugineum, T. schoenleinii, T. Rubrum, T. Megninii, T. soudanense, T. Yaoundei. Akan tetapi jenis jamur yang paling sering menyebabkan tinea kapitis di dunia adalah jamur dengan species Microsporum canis, sementara di Amerika Serikat jenis T. Tonsurans menduduki peringkat teratas dan diikuti oleh M. Canis.

C. EPIDEMIOLOGIInsidensi dari tinea kapitis sering dijumpai pada anak-anak dengan umur 3-14 tahun dan jarang ditemukan pada orang dewasa. Kemungkinan untuk terinfeksi jamur penyebab tinea kapitis meninggi ketika kebersihan pribadi buruk, berada pada lingkungan yang padat serta status sosial ekonomi yang rendah. Dermatofita penyebab tinea kapitis juga ditemukan di barang-barang pribadi penderita seperti sisir, handuk, sarung bantal dan sebagainya.

D. PATOGENESISTinea kapitis disebabkan oleh spesies dermatofita terutama oleh oleh Trichophyton tonsurans atau Microsporum canis yang umumnya terjadi pada anak-anak menjelang pubertas.. Dermatofita sendiri merupakan golongan jamur yang dapat mencerna keratin kulit karena mempunyai daya tarik terhadap keratin (keratinofilik) sehingga dapat menyerang kulit dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis. Cara penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung dengan jamur, benda-benda yang sudah terkontaminasi, ataupun kontak langsung dengan penderita. Pada umumnya T. tonsurans biasanya ditularkan melalui kontak langsung dari anak ke anak, sedangkan M.canis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing ke anak-anak. Infeksi oleh dermatofita dapat menyebabkan berbagai jenis kelainan kulit yang mana hal ini tergantung oleh beberapa faktor antara lain : 1. Faktor virulensi dari dermatofita tersebut yang tergantung pada afinitas jamur (antrofilik, zoofilik, dan geofilik). Jamur antrofilik umumnya menyerang pada manusia kerena manusia merupakan hospes tetapnya. Jamur zoofilik umumnya menyerang pada hewan, sedangkan geofilik biasanya menyerang pada manusia yang bersifat akut dan mudah sembuh.2. Faktor trauma yakni ada tidaknya lesi pada kulit kepala. Kulit yang utuh / tanpa lesi umum lebih susah terserang oleh jamur.3. Faktor suhu dan kelembaban. Kulit kepala yang cenderung lembab biasanya mudah terserang jamur.4. Higienitas individu5. Faktor usia dimana tinea kapitis ini lebih sering menyerang pada anak-anak sampai usia prapubertas.

E. PATOFISIOLOGISDari inokulasi didapatkan hifa jamur berbentuk sentrifugal di stratum korneum dan tumbuh mengikuti dinding keratin folikel rambut. Zona yang terlibat terlibat meluas hingga ke atas mengikuti arah pertumbuhan rambut dan dapat diamati di atas permukaan kulit kepala pada hari ke 12-14. Rambut yang terinfeksi menjadi rapuh dan pada minggu ke-3 menjadi mudah patah. Jika infeksi berlangsung terus menerus kira-kira 8 hingga 10 minggu maka akan menyebar ke bagian stratum korneum rambut lainnya dimana diameter area yang terinfeksi mencapai 3,5 hingga 7 cm.

F. GAMBARAN KLINIS1. Grey patch ringworm.Grey patch ringworm merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus Microsporum dan sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur, sehingga dapat terbentuk alopesia setempat.Tempat tempat ini terlihat sebagai grey patch. Grey patch yang di lihat dalam klinik tidak menunjukkan batas batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan dengan lampu wood dapat di lihat flouresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit melampaui batas batas grey tersebut. Pada kasus kasus tanpa keluahan pemeriksaan dengan lampu wood ini banyak membantu diagnosis. Tinea kapitis yang disebabkan oleh Microsporum audouinii biasanya disertai tanda peradangan ringan, hanya sekali sekali dapat terbentuk kerion.2. KerionKerion adalah reaksi peradangan yang berat pada tinea kapitis, berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan serbukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya Microsporum caniis dan Microsporum gypseum, pembentukan kerion ini lebih sering dilihat, agak kurang bila penyebabnya adalah Trichophyto violaceum. Kelainan ini dapat menimbulkan jaringan parut dan berakibat alopesia yang menetap, parut yang menonjol kadang kadang dapat terbentuk.3. Black dot ringwormBlack dot ringworm terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum. Pada permulaan penyakit, gambaran klinisnya menyerupai kelainan yang di sebabkan oleh genus Microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada rambut yang penuh spora. Ujung rambut yang hitam di dalam folikel rambut ini memberi gambaran khas, yaitu black dot, Ujung rambut yang patah kalau tumbuh kadang kadang masuk ke bawah permukaan kulit.Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapatkan bahan biakan jamur. Tinea kapitis juga akan menunjukkan reaksi peradangan yang lebih berat, bila disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes dan Trichophyton verrucosum, yang keduanya bersifat zoofilik. Trichophyton rubrum sangat jarang menyebabkan tinea kapitis, walaupun demikian bentuk klinis granuloma, kerion , alopesia dan black dot yang disebabkan Trichophyton rubrum pernah di tulis .

G. DIAGNOSISDiagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan dengan lampu wood dan pemeriksaan mikroskopik rambut langsung dengan KOH. Pada pemeriksaan mikroskopik akan terlihat spora di luar rambut ( ektotriks ) atau di dalam rambut ( endotriks ).Diagnosis laboratorium dari dermatofitosis tergantung pada pemeriksaan dan kultur dari kikisan lesi. Infeksi pada rambut ditandai dengan kerusakan yang ditemukan pada pemeriksaan. Lesi dapat dilepaskan dengan forsep tanpa disertai dengan trauma atau dikumpulkan dengan potongan potongan yang halus dengan ayakan halus atau sikat gigi.Sampel rambut terpilih di kultur atau dilembutkan dalam 10 20 % potassium hydroxide ( KOH ) sebelum pemeriksaan di bawah mikroskop. Pemeriksaan dengan preparat KOH ( KOH mount ) selalu menghasilkan diagnosa yang tepat adanya infeksi tinea.Pada pemeriksaan lampu wood didapatlkan infeksi rambut oleh M. canis, M.ferrugineum, akan memberikan flouresensi cahaya hijau terang hingga kuning kehijauan. Infeksi rambut oleh T. schoeiileinii akan terlihat warna hijau pudar atau biru keputihan, dan hifa didapatkan di dalam batang rambut. Pada rambut sapi T. verrucosum memperlihatkan fluoresensi hijau tetapi pada manusia tidak berfluoresensKetika diagnosa ringworm dalam pertimbangan, kulit kepala diperiksa di bawah lampu wood. Jika fluoresensi rambut yang terinfeksi biasa, pemeriksaan mikroskopik cahaya dan kultur. Infeksi yang disebabkan oleh spesies microsporum memberikan fluoresensi warna hijau.

H. TERAPIPada dasarnya penatalakasanaan tinea kapitis bisa dilakukan melalui 4 tahapan, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penyuluhan kepada masyarakat berkaitan dengan pengetahuan tentang tinea kapitis sebenarnya merupakan langkah awal dalam mengurangi jumlah insidensi penyakit ini. Pengetahuan-pengetahuan yang diberikan bisa menyangkut tentang definisi, epidemiologi, penyebab, faktor-faktor yang mempengaruhi, gejala singkat penyakit, penatalaksanaan dan prognosis dari penyakit tersebut. Hal-hal diatas merupakan langkah awal dalam menanggulangi penyakit tersebut. Disamping upaya promotif, upaya preventif juga harus dilakukan. Faktor kebersihan yang buruk, kontak langsung dengan binatang peliharaan seperti anjing atau kucing, lingkungan kotor dan panas, serta udara yang lembab juga berperan dalam penularan penyakit ini.Untuk itu pencegahan akan faktor-faktor yang berperan dalam penularan penyakit tersebut sangat penting dilakukan, untuk meminimalisir dan mengurangi penularan penyakit tersebut. Untuk upaya pengobatan (kuratif) tinea kapitis sebenarnya menitikberatkan pada pengobatan mycological dengan meminimalisir efek samping dan penyebaran sistemik penyakit. Pengobatan tinea kapitis adalah dengan pemberian antifungi oral sebagai pengobatan utama dan pemberian pengobatan topikal sebagai pengobatan kedua. Untuk pengobatan oral, sering dipakai obat antifungi oral, griseofulvin. Griseofulvin merupakan pilihan utama (first line) pengobatan penyakit ini. Griseofulvin merupakan obat fungistatic yang menghambat sintesis asam nukleat, metafase sel, pembentukan sintesis dinding sel jamur dan juga merupakan anti inflamasi. Dosis pemberian obat untuk anak-anak adalah 10 mg/kg/hari dan dapat ditingkatkan sampai 25 mg/kg/hari. Pemberian obat antifungi oral dengan dosis tinggi atau jangka panjang tidak dianjurkan, karena akan memberikan efek resisten fungi terhadap obat tersebut. Sebelumnya tinea kapitis sering menunjukkan sifat resisten terhadap pemberian nistatin (candida albicans). Efek samping dari pemberian griseosulfin diantaranya adalah nausea, rashes dan reaksi gastrointestinal. Pemberian griseofulvin ini juga kontraindikasi untuk ibu yang sedang hamil.Selain pemberian griseofulvin, pemberian antifungi lain seperti terbinafine, ketoconazole, itraconazole ataupun flucanazole juga bisa menjadi pilihan kedua (second line). Terbinafine merupakan golongan fungisidal yang bekerja pada membran sel fungi. Pemberian obat ini sangat efektif untuk semua dermatofita, termasuk tinea kapitis. Walaupun keefektifan terbinafine hampir sama dengan griseofulvin, tapi obat ini belum dianjurkan sebagai pengobatan utama. Dosis pemberian terbinafine adalah 62,5 mg untuk berat badan 40 kg. Sedangkan efek samping dari terbinafine hampir sama dengan griseofulvin, yaitu nausea, rashes dan gangguan gastrointestinal.Sedangkan golongan azole pada dasarnya termasuk obat golongan fungistatik. Cara kerjanya adalah dengan menghambat enzim lanosterol 14-alpha-demethylase yang menyebabkan ketidakseimbangan membran dan kebocoran membran fungi. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/hari selama 4 minggu atau 5 mg/kg/hari. Pengobatan yang kedua adalah pengobatan topikal. Penggunaan pengobatan topikal tanpa disertai pemberian antifungi oral tidak dianjurkan dilakukan. Pengobatan topikal mempunyai efek utama untuk mengurangi penyebaran dari penyakit tersebut. Pemakaian pengobatan topikal ini dilakukan berkesinambungan sampai sekitar 1-2 minggu setelah penyakit tersebut terobati. Pengobatan topikal yang sering dipakai adalah shampo (selenium sulphide dan povidone iodine), asam salisil 2-4 %, asam benzoat 6-12 %, sulfur 4-6 %, vioform 3 %, asam undesilenat 2-5 %, zat warna (hijau brilian 1 % dalam cat castellani) dan obat-obat derivat (imidazol 1-2% dan ketoconazol 2%). Untuk pemberian obat-obat derivat (krim), dianjurkan dioleskan sekitar 2 cm dari lesi dan dioleskan 1-2 kali sehari sampai 2 minggu.Upaya rehabilitatif pada kasus kronis biasanya terjadi alopesia maka pada pasien bisa diberikan vitamin penumbuh rambut dan tidak berganti-ganti shampo.

I. KOMPLIKASIKerion menyebakan reaksi inflamasi dengan masa tanpak basah yang berisi pus dan rambut yang rapuh. Meninggalkan bekas yang permanen dan kebotakan.J. PROGNOSISKebanyakan pada infeksi yang ringan ( gray patch) jarang ditemukan, biasanya pada dewasa muda. Reaksi inflamasi berlangsung pada awal perlangsungan penyakit ini, hal ini menandakan jenis bakteri yang menginfeksi (M.canis , T.verrucosum, T.mentagrophytes) sebagian besar infeksi ectothrix tidak menunjukkan gejala yang sangat menganggu sehingga di rasakan tidak perlu pengobatan. Namun penderita berpotensi untuk menyebarkan bakteri. Hal ini sebaliknya berbeda dengan infeksi endothrix dimana infeksi dapat berlangsung kronik sampai pada umur dewasa. Dapat berlangsung persisten dan rekuren.

Dapus : Sylvia A. Price and Lorraine Marek A. Stawiski. Infeksi Jamur Kulit. Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2. EGC. Jakarta, 2006 ; 1448 -8.

Wolff K,Goldsmith LA,Katz SI,Gilchrist BA,Paller AS,Leffell DJ,eds.Fitzpatricks Dermatology In General Medicine,7th ed.New York:McGraw-Hill Medical,2008,p1054-59.

NYERI DAN GATAL

Belum dipahami secara jelas bagaimana mekanisme gatal pada kulit. Sensasi yang disebut gatal dihasilkan, dikondisikan, dan diapresiasi pada beberapa tingkat dalam sistem saraf yaitu 1) stimulus, mediator, dan reseptor, 2) jalur saraf perifer, 3) pemrosesan sistem saraf pusat, 4) interpretasi. Berbagai macam stimui dapat menyebabkan timbulnya rasa gatal. Termasuk kemungkinan sejumlah at kimia seperti histamin, prostaglandin, dan proteinase. Banyak stimuli yang mencetuskan timbulnya rasa gatal juga menimbulkan rasa nyeri bila berlangsung pada intensitas yang lebih tinggi (Brown, 2005).Mekanisme rasa gatal menurut (Elvina, 2011) terdapat 3 teori yaitu teori spesifisitas, intensitas, dan teori selektivitas. 1. Teori spesifisitasTeori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok sel saraf sensoris yang hanya memberikanrespon terhadap stimuli pruritogenik. Teori ini didukung oleh bukti-bukti adanya serabut saraf C spesifik untuk rasa gatal yang menghantarkan rangsang rasa gatal dari perifer ke sentral dan terdapatnya sel saraf yang sensitif terhadap histamin pada traktus spinotalamikus. Eksperimen pada awal 1980 mendapatkan bahwa peningkatan intensitas rasa gatal menginduksi rasa gatal yang lebih hebat tetapi tidak menyebabkan nyeri.1 Hal ini memperkuat teori bahwa rasa gatal dan nyeri adalah sensasi yang terpisah yang disalurkan melaluijaras yang berbeda.2. Teori intensitasTeori ini mengatakan bahwa perbedaan intensitas stimulus berperan penting pada aktivasi serabut saraf. Intensitas stimulus yang rendah akan mengaktivasi serabut saraf rasa gatal, sedangkan peningkatan intensitas stimulus akan mengaktivasi serabut saraf nyeri. Kelemahan teori ini adalah perangsangan dengan stimulus noksius (termal dan mekanik) pada dosis ambang rangsang tidak menimbulkan rasa gatal. Pemeriksaan mikroneurografi juga tidak dapat membuktikan kebenaran teori ini. Pengobatan yang menghambat nyeri tidak dapat menghambat rasa gatal melainkan malah sebaliknya, menyebabkan rasa gatal.3. Teori selektivitas Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok nosiseptor aferen yang secara selektif memberikan respon terhadap stimulus pruritogenik. Kelompok nosiseptor ini memiliki hubungan sentral yang berbeda dan mengaktifkan sel saraf sentral yang berbeda pula. Teori ini didukung oleh penemuan yang mendapatkan bahwa stimulus mekanik, termal dan kimia noksius dengan memakai bradikinin lebih nyata menginduksi rasa gatal daripada nyeri pada penderita gatal kronis.

Sensitasi rasa gatalRasa gatal kronis memiliki banyak persamaan dengan nyeri kronis, keduanya diduga melalui mekanisme perifer dan sentral. Mediator inflamasi klasik, antara lain prostaglandin, bradikinin, leukotrien, serotonin, pH yang rendah dan substansi P, dapat mensensitisasi nosiseptor secara kimiawi. Mediator inflamasi tersebut menurunkan ambang rangsang reseptor terhadap mediator lain seperti histamin dan capsaicin, sebagai akibatnya terjadi induksi baik pada nyeri maupun rasa gatal.

a. Sensitasi periferPada penderita gatal kronis, dermatitis atopik dan dermatitis kontak terdapat peningkatan mediator neurotropin 4 (NT-4) serta ekspresi serum nerve growth factor (NGF). NGF dan NT-4 juga dapat mensensitasi nosiseptor. Peningkatan mediator tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat perifer terjadi mekanisme sensitisasi yang sama antara nyeri dan rasa gatal sehingga sampai sekarang belum dapat dibedakan antara nosiseptor dan pruriseptor.b. Sensitasi sentralAda banyak persamaan mekanisme sensitisasi sentral pada nyeri dan rasa gatal. Aktivitas nosiseptor kimia pada penderita gatal kronis menimbulkan sensitisasi sentral sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap rasa gatal.Terdapat dua tipe peningkatan sensitivitas terhadap rasa gatal, yang pertama adalah aloknesis yang analog dengan alodinia terhadap rangsang nyeri. Alodinia artinya rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri oleh penderita dirasakan nyeri, sedangkan aloknesis adalah rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa gatal oleh penderita dirasakan gatal. Aloknesis sering dijumpai, bahkan pada penderita dermatitis atopik aloknesis merupakan gejala utama.Aloknesis dapat menerangkan keluhan rasagatal yang berhubungan dengan berkeringat, perubahan suhu mendadak, serta memakai dan melepas pakaian. Seperti halnya alodinia, fenomena ini memerlukan aktivitas sel saraf yang terus berlangsung (ongoing activity). Tipe kedua adalah hiperknesis punktat yang analog dengan hiperalgesia. Pada hiperalgesia, suatu rangsang nyeri berupa tusukan ringan (pinprick) dipersepsi sebagai nyeri yang lebih hebat di sekitar daerah inflamasi, sedangkan hiperknesis punctat merupakan peningkatan sensitivitas pada rasa gatal dimana suatu rangsang berupa tusukan ringan yang menginduksi rasa gatal dipersepsi sebagai rasa gatal yang lebih hebat di daerah sekitar lesi kulit.

SumberBrown, Robin Graham. 2005. Lecture notes Dermatologi. Jakarta: ErlanggaElvina, Putu Ayu. 2011. Hubungan rasa gatal dan nyeri, dalam CDK 195/Vol.39 no.4 / Mei-Juni 2011. http://www.kalbemed.com/Portals. Diunduh November 2014.