situasi dan kondisi kebijakan perhajian di tegal masa

140
i SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA KOLONIAL 1850-1889M Tesis Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M.Hum) Oleh: Slamet Riyadin NIM: 21140221000002 MAGISTER SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2018 M

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

i

SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN

PERHAJIAN DI TEGAL

MASA KOLONIAL 1850-1889M

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Magister Humaniora (M.Hum)

Oleh:

Slamet Riyadin

NIM: 21140221000002

MAGISTER SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2018 M

Page 2: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA
Page 3: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA
Page 4: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA
Page 5: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan

karunia dan pertolongan kepada saya, sehingga penelitian ini dapat

diselesaikan sesuai yang diharapkan. Salawat dan Salam semoga

selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad S.AW. Beliau adalah

panutan dan inspirasi umat islam agar selalu belajar dimanapun

kondisi dan waktunya. Selanjutnya saya ucapkan banyak-banyak

terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan

memotifasi dalam penyelesaian penelitian ini:

1. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Hidayatullah Prof.Dr.Syukron Kamil,M.Ag, Ketua Prodi

Magister Sejarah Kebudayaan Islam Dr,Halid,M.Ag,

Sekretaris Prodi Magister Fakultas Adab dan Humaniora

Dr.M.Adib Misbachul Islam,M.Hum. Terimakasih atas

dorongan, motifasi dan bantuannya dalam proses

penyelesaian tesis ini.

2. Prof.Dr.Budi Sulistiono,M.Hum sebagai pembimbing tesis

yang telah mengarahkan dan membimbing metodologi

dalam penulisan sejarah. Prof.Dr.M.Dien Madjid sebagai

penguji I yang telah memberikan masukan dan informasi

Page 6: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

vi

serta data yang berkaitan dengan Haji zaman Kolonial dan

Dr.Abdul Wahid Hasyim,M.Ag sebagai penguji II yang

telah memberikan masukan dan arahan,sehingga

memudahkan untuk saya menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Seluruh pegawai Kantor Urusan Agama Kecamatan Cariu

Kabupaten Bogor, sebagai teman dan sahabat yang telah

mendorong dan mendukung agar tugas akhir ini cepat

selesai tepat pada waktunya.

4. Teman-teman Mahasiswa Magister Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, terutama angkatan

2014 yang telah membantu dan memotifasi kepada saya

agar dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah.

5. Terakhir kepada istriku tercinta Umi Maerita Asparani,

putri dan putra saya Zakiya Rahmah, Dimas Azam

Hakim Alfirdaus dan Muhamad Rasyid Riyadin.mereka

yang selalu mendukung dan memotifasi serta menghibur

saya dalam penulisan tesis ini.

Jakarta, Agustus 2018

Slamet Riyadin

Page 7: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

vii

Situasi dan Kondisi Kebijakan Perhajian di Tegal Masa

Kolonial 1850 – 1889

Slamet Riyadin

Abstrak

Haji merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan umat

Islam. Waktu keberangkatan haji bersifat khusus, dan tidak bisa

dikerjakan sewaktu-waktu. Ketika musim haji tiba, umat Muslim

dari seluruh dunia akan berbondong-bondong mengunjungi

Mekkah. Di abad 19, bagi para haji dari Nusantara, ritus tahunan

ini selain digunakan sebagai sarana beribadah, juga sebagai

kesempatan menuntut ilmu. Saat itu, Kota Suci umat Islam itu

masih menjadi kiblat pengetahuan Islam di dunia.

Pemerintah Hindia Belanda, sebagai otoritas kuasa di Nusantara,

memandang ritus berhaji dengan dua sudut pandang. Pertama, haji

dianggap sebagai kegiatan yang membahayakan, karena dapat

dijadikan sarana bertukar informasi para pejuang Islam yang datang

dari negeri yang diduduki bangsa Eropa. Tukar menukar informasi

sekaligus dapat membangkitkan pandangan Pan-Islamisme sebagai

basis perlawanan menghadapi pemerintah Eropa. Kedua, haji

merupakan lahan yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi.

Di Nusantara, pemerintah memutuskan untuk memfasilitasi ibadah

haji dengan beberapa kemudahan antara lain di bidang pendaftaran

dan pengangkutan.

Tulisan ini akan berfokus pada perhajian di Tegal seputar tahun

1850-1889. Di kurun waktu tersebut, terdapat sejumlah masyarakat

Tegal yang ikut berhaji. Mereka menemukan pengalaman-

pengalaman yang beragam ketika bersentuhan dengan pemerintah

Hindia Belanda. untuk mengetahui informasi mengenainya, penulis

menggunakan sumber berbahasa Belanda sebagai upaya untuk

memperoleh gambaran yang utuh dan original terkait perhajian di

Tegal. Potret sejarah haji di Tegal merupakan upaya penulis

membangkitkan penulisan sejarah lokal, yang sebelumnya masih

terserak di berbagai media.

Page 8: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

viii

Kajian sejarah dalam telaah perhajian Tegal merupakan satu bentuk

penelitian sejarah sosial. Sumber-sumber yang berasal dari arsip,

buku atau jurnal terbitan abad 19, diambil informasinya, lantas

disesuaikan dengan pembahasan yang sifatnya kronologis.

Interpretasi dalam temuan itu, merupakan upaya yang juga

diandalkan untuk memperoleh suatu telaah yang bersifat

Indonesiasentris.

Kata kunci: Pemerintah Belanda, perhajian, pendaftaran dan

pengangkutan

Page 9: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

ix

Transportation Policy of Hajj in Tegal, Colonial Period 1850 –

1889

Slamet Riyadin

Abstrak

Hajj is a form of worship performed by Moslems. The time of hajj

departure is special, and cannot be done at any time. When the Hajj

season arrives, Moslems from all over the world will flock to

Mecca. In the 19th century, for pilgrims from the archipelago, this

annual rite was used not only as a means of worship, but also as an

opportunity to study. At that time, the Holy City of Muslims was

still the center of Islamic knowledge in the world.

The Dutch East Indies government, as the power authority in the

archipelago, viewed the rite as pilgrimage with two points of view.

First, Hajj is considered a dangerous activity, because it can be used

as a means of exchanging information between Islamic fighters who

come from countries occupied by Europeans. Exchange of

information and at the same time can evoke Pan-Islamism's view as

a resistance base against the European government. Second, Hajj is

a land that is profitable from an economic perspective. In the

archipelago, the government decided to facilitate the pilgrimage

with several conveniences, among others in the field of registration

and transportation.

This paper will focus on the studies about Hajj at Tegal around

1850-1889. During this period, there were a number of Tegal people

who took part in the pilgrimage. They found diverse experiences

when in contact with the Dutch East Indies government. To find out

information about it, the author uses Dutch-language sources as an

effort to obtain a complete and original picture of the study in

Tegal. Portrait of Hajj history in Tegal is the author's attempt to

evoke local history writing, which was previously scattered in

various media.

Historical studies in Tegal studies are a form of social history

research. Sources originating from 19th century published archives,

Page 10: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

x

books or journals were taken information, then adjusted to

chronological discussions. The interpretation of the findings is an

effort that is also relied upon to obtain an Indonesian-centric study.

Keywords: Dutch government, Hajj, registration and transportation

Page 11: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

xi

1889-1850فترة الاستعمار Tegal في الحج لنقلسياسة ا

سلامت ريادي

وقت مغادرة الحج .العبادة التي يؤديها المسلمون نواعمن أ نوعالحج عندما يصل موسم الحج ، .خاص ، ولا يمكن القيام به في أي وقت

فيالقرن التاسع عشر ، .المسلمون من جميع أنحاء العالم إلى مكة يتوجه، تم استخدام هذا الطقوسالسنوية ليس فقط نوسنترابالنسبة للحجاج من

في ذلك الوقت ، كانت .كوسيلة للعبادة ، ولكن أيضا كفرصة للدراسة .مدينة المسلمين المقدسة مركز المعرفة الإسلامية في العالم

ا سلطة النفوذ في اعتبرت حكومة جزر الهند الشرقية الهولندية ، باعتبارهأولاً، يعتبر الحج نشاطاً .، الطقس بمثابة الحج مع وجهتي نظر نوسنترا

خطيراً ، لأنه يمكن استخدامه كوسيلة لتبادل المعلوماتبين المقاتلين يمكن لتبادل .الإسلاميين الذين يأتون من بلدان يحتلها الأوروبيونالتيار الإسلامي المعلومات وفي الوقت نفسه أن يستحضر وجهة نظر

ثانياً ، الحج أرض مربحة من .كقاعدة مقاومة ضد الحكومة الأوروبية، قررت الحكومة تسهيل الحج مع العديد نوسنترافي .منظور اقتصادي

.من وسائل الراحة ، من بين أمور أخرى في مجال التسجيل والنقل

Page 12: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

xii

.1889-1850ستركز هذه الورقة على الدراسات في تيغال حوالي .الذين شاركوا في الحجيين خلال هذه الفترة ، كان هناك عدد من تيغال

وجدوا خبرات متنوعة عند الاتصال مع حكومة جزر الهند الشرقية للحصول على معلومات حول هذا الموضوع ، يستخدم المؤلف .الهولندية

مصادر باللغة الهولندية كمحاولة للحصول على صورة كاملة وأصلية فيصورة لتاريخ الحج في تيغال هو محاولة الكاتب استحضار كتابة للدراسة

.التاريخ المحلي ، والتي كانت مبعثرة في السابق في وسائل الإعلام المختلفة

ي شكل من عبادة الحج الذي عقدوه تيغاليونهالدراسات التاريخية في المصادر التي صدرت من أرشيفات .أشكال البحوث التاريخ الاجتماعي

كتب أو مجلات منشورة في القرن التاسع عشر أخذت معلومات ، ثم أوتفسير النتائج هو الجهد الذي يعتمد .عدلت إلى نقاشات كرونولوجية

.أيضا على الحصول على دراسة تركز على الاندونيسية

والتسجيل والنقل عبادة الحجالكلمات المفتاحية: الحكومة الهولندية ،

Page 13: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

xiii

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………….i

Surat Pernyataan………………………………………………...ii

Persetujuan Pembimbing……………………………………….iii

Pengesahan Penguji………………………………………….….iv

Kata Pengantar………………………………………………….v

Abstrak Tesis…………………………………………………..vii

Daftar Isi……………………………………………………….xiii

BAB I PENDAHULUAN …………………………….….1

A. LatarBelakang Masalah …………………...1

B. Pembatasan dan perumusan Masalah……..7

C. Tujuan Penelitian ……………….. ……….8

D. Signifikasi Penelitian ……………………..8

E. Penjelasan Konsep dan Kerangka Teori ….8

F. Metode Penelitian..…….. .………..……..11

G. Analisa Data…………….. ….……….......13

H. Telaah Kepustakaan……….//……………14

I. SistematikaPenulisan……………………..16

Page 14: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

xiv

BAB II DINAMIKA UMAT ISLAM TEGAL

A. Asal-usul Nama Tegal dan Letak Geografi.17

B. Awal masuknya Islam di Tegal …………29

C. Dinamika Umat Islam Tegal…….............49

BAB III KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL

BELANDA

A. Kebijakan dalam Bidang Politi… …….57

B. Kebijakan Kolonial dalam Bidang Ekonomi,

Sosial, dan Budaya ……………………65

C. Kebijakan Kolonial dalam Bidang

Keagamaan ……………………………82

BAB IV HAJI TEGAL DI ZAMAN KOLONIAL 1850-

1889

A. Haji Bagi Orang Tegal………………..88

B. Peran Pemerintah Kolonjal dalam Haji..92

C. Perhajian Tegal sekitar 1850-1889…...95

D. Haji dan Perubahan Sosial….………..114

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………....118

B. Saran…………………………………119

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

xv

Page 16: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

1

Situasi dan Kondisi Kebijakan Perhajian di Tegal

Masa Kolonial 1850-1889 M

BAB I

PENDAHULUAN

A. LatarBelakang Masalah

Sejarah masuk dan perkembangannya Islam di Asia Tenggara/

Nusantara,masih menjadi perdebatan dan menjadi kajian yang menarik.

Permasalahannya masih berkisar kapan masuknya Islam, siapa pembawahnya,

wilayah mana yang pertama kali didatangi, serta bagaimana proses

pengislamannya.1

Pada tahun 1258, kota Baghdad yang selama lima abad menjadi pusat

peradaban Islam dibawah kekuasaan Dinasti Abbasiah ditaklukan oleh bangsa

Tartar, Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan.2 Kekuasaan Islam Baghdad

digantikan oleh Dinasti Mongolia yang beragama Kristen Nestoria.3 Hal ini yang

menyebabkan kepimpinan Islam bergeser dari penguasa ke tangan para ulama.

Para ulama kemudian bergerak keluar kota Baghdad menuju Asia Selatan,Asia

Timur dan Asia Tenggara, diantara mereka banyak yang menjadi saudagar Islam.

Daerah Turkestan, Bukhara dan Samarkand adalah pusat perkembangan Islam

pada saat itu.4 Persilangan pernikahan antara keturunan Arab,Cina dengan India

menjadikan“kerumitan”sejarah dalam menentukan asal-muasal pembawa Islam

1Ahmad Rahman .Perkembangan Islam di Nusantara berdasarkan Naskah. disampaikan

pada Seminar Nasional Penulisan Ulang Sejarah Islam Nusantara yang dilaksanakan oleh

Program Magister Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal

16 Juni 2014. 2Samsul Munir Amin. SejarahPeradaban Islam (Jakarta : AMZAH, 2009) h.154.

3Slamet Muljana. RuntuhnyaKerajaan Hindu-Jawa Dan Timbulnya Negara-Negara

Islam di Nusantara (Yogyakarta: LKIS 2009) h.167. 4

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo

Persada 2005) h.7.

Page 17: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

2

pertama datang ke Indonesia.”Teori Arab”merujuk kepada silsilah para wali dari

jalur laki-laki yang menunjukan ahlul bait(keturunan Nabi Muhammad) atau

alawiyin, sementara “ Teori Cina” merujuk kepada silsilah para wali dari garis

perempuan yang belakangan diyakini sebagai pembawa Islam ke Indonesia.5

Meskipun sejak 674M, di pantai barat Sumatera sudah ada koloni-koloni

saudagar yang berasal dari negeri Arab, namun meningkatnya keramaian

perdagangan di pelabuhan-pelabuhan pesisir pulau Sumatera dan Jawa terjadi

pada kurun abad ke-13 dan 14. Sejalan dengan itu, pada abad ke-13, dalam

sejarah Islam di Indonesia, merupakan waktu terjadinya gelombang kedua dari

dakwah Islam yang telah dipelopori sebelumnya pada abad ke-7 atau masa

khalifah Ar-Rasyidin.6

Walaupun para ahli sejarah dari Belanda banyak yang berpendapat Islam

datang dibawa dari India seperti Gujarat dan Malabar,tetapi menurut Pijnappel,

orang-orang Arab bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah

India, kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini dikembangkan dan

diperkuat oleh Snouck Hurgronje yang berpendapat bahwa begitu Islam berpijak

kukuh di beberapa kota pelabuhan anak Benua India, sebagai pedagang perantara

dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara, kemudian datang ke

Melayu-Indonesia sebagai para penyebar Islam pertama7

Kemudian disusul

kedatangan orang-orang Arab keturunan Nabi Muhammad SAW, dicirikan

dengan penggunaan gelarSayyid atau Syarif, yang melakukan islamisasi di

Nusantara. Namun teori tentang Islamdari Gujarat mempunyai kelemahan, karena

menurut Marrison dikatakan bahwa meski batu-batu nisan yang ditemukan

berasal dari Gujarat atau Bengal, karena pada saat islamisasi Samudra Pasai,

yang raja pertamanya wafat pada 698/1297, Gujarat masih merupakan kerajaan

Hindu.8

5Sumanto Al Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa; Bongkar sejarah atas peranan Tionghoa

dalam penyebaran Agama Islam di Nusantara Abad XV &XVI (Yogyakarta: Inspeal Ahimsa

Karya Press,2003) h.39. 6Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam ...,h.302.

7Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad

XVII&XVIII Akar Pembaharuan Islam Indonesia (Jakarta: Kencana. 2013) h 3. 8Azyumardi Azra, Jaringan Ulama …,h. 5.

Page 18: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

3

Teori kedatangan Islam dari Arab dipegang oleh Thomas W. Arnold.

menurutnya Coromandel dan Malabar bukan satu-satunya tempat asal

Islam,tetapi juga dari Arabia. Pendapat ini diperkuat oleh Naguib al-Attas. Ia

berpendapat batu-batu nisan bisa saja dibawa dari Gujarat ke Pasai dan Gresik,

karena jaraknya yang dekat dibanding dengan Arabia. Begitu juga dalam literatur

keagamaan Islam yang tercatat tidak ada pengarang Muslim dari India.9 Menurut

Arnold berkeyakinan bahwa antara di Arabia dan di Indonesia terdapat kesamaan

mazhab, yakni mazhab Syafi’i, yang menandaskan adanya hubungan genealogi

Islam keduanya.10

Argumen ini selaras dengan historiografi lokal yang

menyebutkan tentang tentang Islamisasi, walaupun hal ini sering bercampur

dengan mitos dan legenda.

Para ahli sejarah sepakat bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan sosok

yang pertama kali menyebarkan Islam di Tanah Jawa. Beliau beberapa kali

mencoba membujukRaja Majapahit, tetapi gagal, hanya setelah kedatangan

Raden Rahmat sebagai pemimpin wali sanga dengan gelar Sunan Ampel.11

Ia

mendirikan pusat keilmuan Islam. Setelah itu ada Syeh Nur al-Din Ibrahim bin

Maulana ‘Izrail, yang terkenal dengan julukan Sunan Gunung Jati. Ia yang

mendirikan Kesultanan Cirebon pada tahun 1552M dengan dukungan orang-

orang Islam Tionghoa di Sembung.12

Dari historiografi itu dapat disimpulkan intensitasdakwah Islam di pulau

Jawa,memilki beberapa faseperkembangan,diantaranya;

Dakwah Islam dilakukan oleh para guru penyiar profesional dari Arabdi

pesisir utara pantai Jawa.

Dakwah Islam dilakukan secara akselaratif oleh para ulama yang terkenal

dengan sebutan Wali Tsana (wali yang terpuji )

9Azyumardi Azra, Jaringan Ulama …, h. 9.

10Azyumardi Azra, “Kedatangan Islam dan Islamisasi”dala Tim Penulis, Indonesia

dalam Arus Sejarah Jilid III (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve 2012) h.11. 11

Azyumardi Azra, Kedatangan Islam dan Islamisasi …, h. 12. 12

Slamet Muljana.Runtuhnya Kerajaan …, h.101.

Page 19: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

4

Dakwah Islam yang dilakukan secara institusional oleh kerajaan

Islam,yaitu kerajaan Islam Demak dan Cirebon. Kedua kerajaan ini

berhasil meluluh lantakan dua kerajaan yang dominan yaitu Majapahit

dan Pajajaran.13

Dakwah Islam yang dilakukan para Sayyid, Habib atau alawiyinyang dari

Hadramaut Yaman di pesisir pulau Jawa, seperti Pekalongan, Tegal,

Brebes dan Cirebon.

Adapun menurut Musyrifah Sunanto, ada beberapa cara atau saluran yang

dipakai dalam penyebaran Islam di Nusantara, yaitu;14

a. Perdagangan

b. Dakwah yang dilakukan oleh para Mubaligh,yang datangnya bersama

pedagang

c. Perkawinan; ini dilakukan oleh pedagang dan Mubaligh dengan putri

bangsawan

d. Pendidikan; setelah kedudukan para pedagang mantap dan mereka

menguasai perekonomian, maka didirikan lembaga dakwah atau

Majlis Ilmu, seperti di Gresik sebagai pusat dakwah pada saat itu

e. Tasawuf dan Tarekat; banyak para tokoh atau ulama sufi yang

menjadi penasehat kerajaan, seperti Hamzah Fansuri, Syamsudin

Sumatrani, Nurudin Ar-raniri, dan Abdul Rauf Singkel di Aceh dan

Walisongo di Jawa

f. Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara, pertama membentuk

kader mubaligh, kedua melalui karya tulis.Pada abad ke-17, Hamzah

Fansuri mengarang kitab yang berjudulAsrar al-Arifin fil Bayandan

13

Sejarah Islam Tanah Jawa (2), diakses tanggal 07 Juli 2014 dari

http://serbasejarah.wordpress.com. 14

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban …, h.12.

Page 20: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

5

Nurudin ar-Raniri menulis kitab hukum Islam yang berjudulShirat al-

Mustaqim.15

Tegal merupakan salah satu wilayah di kawasan Jawa Tengah. Dilihat

dari letak geografisnya, posisi Tegal sangat strategis,16

yang memungkinkan

dalam proses penyebaran dakwah Islam yang berpusat di Demak sekitar abad 15.

Pada saat itu,Tegal menjadi jalur penyebaran Islam ke Cirebon Jawa Barat dan

Banten. Ini sejalan dengan dakwah Sunan Kalijaga yang dijelaskan dalam Babad

Demak versi Cirebon, bahwa perjalanan dakwah Sunan Kalijaga dimulai dari

Rembang, Purwodadi, Salatiga, Kartasura, Kutaraja, Kebumen, Banyumas, dan

akhirnya sampai Cirebon.17

WalaupunwilayahTegal tidak dijelaskan secara

spesifik dalam kitab tersebut, kemungkinan besar perjalanan Sunan Kalijaga

setelah Banyumas akan melalui Tegal bagian Selatan, Brebes, hingga Cirebon.

Kedatangan Islam di Tegal berangka tahun sekitar 1400-an. Angka

tersebut disandarkan pada bukti adanya makam Suroponolawean/Syayid Syarif

Abdurrahman bin Sulthon Sulaiman di Desa Pagiyanten Kecamatan Adiwerna

(w.1400-an). Meskipun demikian,perkembangan Islam secara massif baru terlihat

sekitar abad ke-19. Di masa itu, Tegal berada di bawah kekuasaan Belanda.

Pemerintah kolonial melakukan pembangunan pelabuhan Tegal menjadi lebih

baik. Dampaknya, banyak kapal-kapal asing, termasuk dari Arab, yang bersandar

di pelabuhan ini. di antara orang Arab yang datang ada yang berprofesi sebagai

pedagang, ada pula yang berdakwah.

Pada tahun 1859, terdapat 67 orang Arab dari Hadramaut bermukim di

Tegal. menginjak 1870 tercatat 204 orang, dan tahun 1885 tercatat 352

orang.18

Ada dua tokoh penyebar/pendakwah Islam yang makamnya masih ada

dan dakwahnya masih dilanjutkan oleh anak cucunya,yaitu makam al-Haddad di

Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat (w.1885 M), dan makam Kyai Armia

bin Kurdi di desa Cikura, Kecamatan Bojong (w.1890-an). Terdapat pula masjid

15

Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara,

(Surabaya: Al-Ikhlas, tanpa tahun) h.37. 16

Letak Geografis kota Tegal,diakses tanggal 15 April 2016 dari www.tegalkota.go.id. 17

Yudi Hadinata, SunanKalijaga (Yogyakarta: DIPTA, 2015) h.62. 18

L.W.C.Van den Berg, Hadramaut dan Kolonia Arab di Nusantara, diterjemahkan oleh

Rahayu Hidayat (Jakarta : INIS,1989) h.68.

Page 21: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

6

bersejarah, yaitu; Masjid Pesekongan (dibangun sekitar 1821),Masjid Agung

Tegal (1825), dan Langgar Dhuwur Pesekongan (1830). Pesantren At-Tauhidiyah

yang didirikan oleh Kyai Armia di Cikura Kecamatan Bojong pada tahun 1880

M, merupakan pesantren tertua di Tegal yang masih eksis keberadaan dan

perannya dalam dakwahnya hingga saat ini. Penduduknya mayoritas beragama

Islam dan tradisi keagamaan yang dapat kita lihat sehari-hari mencirikan adanya

proses islamisasi yang begitu panjang, karena sebelumnya penduduk Tegal

beragama Hindu, atau sebagian masih dalam kepercayaan animisme dan

dinamisme.

Seiring dengan semakin menguatnya ajaran Islam di tengah masyarakat

Tegal, membuat pengetahuan mereka tentang hukum Islam semakin bertambah

serta berupaya memenuhi ketentuan peribadatan Islam secara penuh. Di antara

mereka mulai ada yang merasa siap untuk menunaikan rukun Islam kelima yakni

berhaji ke Tanah Suci.

Fenomena ini semakin terlihat meruyak, ketika Tegal berada di bawah

kuasa kolonial. penulis menemukan sejumlah arsip berbahasa Belanda dari

Gedung ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia) yang bernomor 198B/3

tahun 1858 yang menyatakan adanya beberapa surat perminataan warga Tgeal

mengenai pengurusan paspor haji yang ditujukan ke Residen Tegal. Hal ini

menunjukkan adanya antusiasisme warga untuk mengikuti ritual tahunan ini.

Kekuasaan kolonial Hindia Belanda sangat dalam menancapkan kuku

pengaruhnya di Tegal. Pada 1800-an, pengaruh kolonial tidak bisa dibendung

oleh penguasa lokal, yakni bupati Tegal yang bernama R.M. Panji Cakranegara.

Ia tidak bisa menahan laju kebijakan Gubernur Jenderal Herman Willem

Daendels (berkuasa 1808-1811) yang mengupayakan proyek besar pembuatan

jalan dari Anyer sampai ke Panarukan. Sang Gubernur bahkan meminta agar

warga Tegal bersedia membantu pembangunan jalan secara cuma-cuma. Masa

inilah yang dikatakan sebagai masa kerja paksa di Tegal.

Penderitaan warga Tegal tidak kunjung berakhir manakala Gubernur

Jenderal Thomas Stamford Raffless (1818-1824) mewajibkan pajak tanah yang

Page 22: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

7

tinggi. Keadaan yang serba susah itu rupanya tidak menyurutkan sejumlah

Muslim untuk menunaikan ibadah haji. Pada 1858, tercatat sebanyak 118 warga

Tegal menunaikan haji. Jumlah ini semakin membesar antara 1860-1864, yakni

sebanyak 253 orang.19

Catatan ini menunjukkan bahwa meskipun Tegal berada di

bawah popor/bedil kuasa kolonial, namun semangat untuk menggenapkan

ketentuan Islam tidak kunjung padam di sanubari warganya. Salah satunya

terlihat pada partisipasi mereka dalam berhaji.

Sepenggal temuan di atas cukup memantik kesadaran penulis untuk

memberanikan diri menulis tentang geliat perhajian masyarakat Tegal di masa

kolonial. karya ini didedikasikan untuk menambah pengetahuan masyarakat

Tegal khususnya, serta bangsa Indonesia pada umumnya, sekaligus untuk

memenuhi tugas akhir berupa penyusunan tesis di strata dua Fakultas Adab dan

Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Tesis ini merupaka studi tentang dinamika umat Islam di Tegal,

khususnya mengenai perhajian di Tegal di masa kolonial. Perhajian yang

dimaksud berkisar pada kegiatan rekruitmen, pemberangkatan hingga aktivitas

para haji di Tegal sepulangnya dari Tanah Suci. Kedudukan Pemerintah Hindia

Belanda sebagai pengambil kebijakan ikut disorot dalam tesis ini. eksistensi

mereka diwakili dalam penyebutan kurun yakni zaman kolonial. Sedangkan

kurun waktu yang spesifik disorot berkisar pada 1850 – 1889. Penulis

menemukan sejumlah temuan menarik terkait perhajian Tegal di rentang tahun

tersebut, yang memiliki hubungan dengan pengelolaan haji di Tegal di masa

setelahnya.

19

Dien Majid, Berhaji dimasa Kolonial (Jakarta: Sejahtera, 2008) h.104. Lihat pula

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad ke-19 (Jakarta:Bulan

Bintang, 1984) h. 249-253. Pada tahun 1888, perbandingan jumlah haji dan jumlah penduduk

adalah 1.804 haji dan 1.041.660 jiwa penduduk Tegal, ini menunjukan betapa pentingnya arti haji

untuk masyarakat Tegal pada saat itu.

Page 23: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

8

Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan sejumlah pertanyaan

penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kondisi sosial, budaya,ekonomi,dan agama orang Tegal ?

2. Bagaimana relasi yang terjalin antara pemerintah kolonial dengan

warga Muslim Tegal?

3. Apa saja bentuk regulasi kolonial terhadap perhajian di Tegal?

C. Tujuan Penulisan Tesis

Studi ini bertujuan menjelaskan bagaimana dinamika umat Islam dalam

perhajian di Tegal pada masa pendudukan kolonial dalam kurun 1850-1864.

Karya ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan sejarah yang belum atau

jarang diketahui masyarakat Kota/Kabupaten Tegal dan masyarakat Indonesia

secara umum.

D. Signifikasi Tesis

Studi ini berguna untuk mengetahui sejauh mana dinamika umat Islam

dalam berhaji di zaman Kolonial di Tegal, yang dapat menjadi rujukan

pengetahuan, khususnya di bidang kesejarahan, dalam perkembangan sejarah

Islam Nusantara secara umum dan masyarakat Tegal secara khusus.

E. Penjelasan Konsep dan kerangka Teori

Tesis ini merupakan telaah sejarah yang bertalian dengan aktivitas

manusia di masa lampau. perilaku manusia amat bertalian dengan zaman atau

kondisi ketika ia hidup. Di masa kolonial, umat Islam Tegal bersinggungan

dengan pemerintah kolonial sebagai elit penguasa. Mereka merupakan objek dari

terbitnya sejumlah kebijakan, keputusan atau penetapan suatu undang-undang

Page 24: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

9

dari pemerintah kolonial. Salah satu peraturan ini menyasar masalah pengaturan

perhajian.

Penulis tertarik untuk membahas karya sejarah ini dalam sudut pandang

sejarah sosial. Hal ini didasari oleh sejumlah temuan awal yang banyak

berhubungan dengan aktivitas manusia dengan manusia atau kelompok dengan

kelompok. Dalam sudut pandang sosilologis hubungan relasional atau dialektika

antara dua pihak diperbincangkan secara lebih serius. Bahkan masalah ini dapat

dijadikan suatu kriteria dalam mengetahui suatu maket atau model suatu

hubungan dua entitas yang mempunyai identitas yang berbeda.

Warga Tegal umumnya merupakan etnis Jawa yang mempunyai

karakteristik tertentu. Dalam beberapa keadaan, mereka juga cocok disebut

dengan sub-Jawa. Pernyataan ini dihubungkan dengan adanya perbedaan bahasa,

budaya serta adat istiadat Jawa yang ditemukan di Tegal dengan di tempat

lainnya. bahasa, menjadi sesuatu yang mencolok, yang dapat dijadikan suatu

identitas diversifikatif orang Tegal dengan orang Jawa lainnya.

Agama orang Tegal di masa kolonial (bahkan hingga masa kini) adalah

Islam. Tegal merupakan pelabuhan tempat bersandarnya kapal-kapal asing,

termasuk kapal dari Arab maupun negeri Islam lainnya. para pendatang itu

berperan dalam menyebarkan Islam di kawasan ini, sebagaimana yang

disinggung di bagian sebelumnya. Sikap reseptif ditujukkan masyarakat pesisir

Tegal, dibuktikan dengan konversi agama yang massif di sana dari kepercayaan

Hindu Budha atau animisme dan dinamisme berganti ke Islam.

Sejak diduduki kolonial, perubahan sosial terjadi di tatanan masyarakat

Tegal. Para penguasa lokal dituntut harus melayani kebutuhan pemerintah

kolonial yang diwakili oleh Residen Tegal. Wibawa serta kuasa mereka dikebiri

dan hanya dijadikan pendamping bagi administratur Belanda yang ditugaskan di

Tegal. Pembatasan kuasa ini berimbas pada terbukanya peluang Bangsa Eropa

untuk menguasai rakyat Tegal. Penggerakkan kerja paksa di masa Daendels

menjadi salah satu bukti betapa pemerintah Eropa mempunyai pengaruh di Jawa

dan Tegal pada umumnya.

Page 25: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

10

Bangsa Eropa, khususnya Belanda dan Inggris, merupakan pihak yang

berperan dalam pemerintahan di Tegal sepanjang abad 19. Mereka melakukan

sejumlah penundukkan, perebutan kuasa hingga menciptakan ketakutan dengan

armada perangnya untuk mendirikan suatu keteraturan sepihak. Dalam sudut

pandang kolonial, suatu daerah dikatakan tertib dan teratur manakala berada di

bawah pengaturan dan kuasa kolonial. Dalam hal ini, orang Eropa sebagai elit

pemerintah, sedangkan masyarakat Tegal sebagai subjek yang diperintah.20

Pemerintah Hindia Belanda menginginkan agar masyarakat yang

dipimpinnya berada dalam keadaan rust en orde. Istilah asing ini merujuk pada

keadaan sosial yang tertib dan teratur. Jika cita-cita tersebut sudah ditanamkan,

maka tindakan selanjutnya adalah mengupayakan penguatan sendi-sendi kolonial

melalui sejumlah pengaturan dan pengamatan. Salah satu kegiatan yang

dilakukan mereka adalah menerbitkan sejumlah produk hukum atau perundang-

undangan.

Di abad 19, Pemerintah Hindia Belanda memandang umat Muslim

sebagai suatu entitas yang harus diawasi gerak-geriknya. Di mancanegara, sedang

marak suatu gerakan massa Islam yang diperjuangkan oleh Syekh Jamaluddin al-

Afghani, yakni Pan-Islamisme atau Perstatuan Islam. Salah satu maksud gerakan

ini adalah menggulingkan pemerintahan Eropa di Asia. Pemerintah menganggap

perhajian merupakan saluran umat Muslim Nusantara untuk memupuk

komunikasi dengan para pejuang Muslim lainnya. hal ini yang dikhawatirkan

pihak Belanda. regulasi perhajian pun digunakan sebagai alat untuk membatasi

dan menertibkan kegiatan para haji di Tanah Suci.

Dari sekelumit uraian tentang peran umat Islam Tegal dan kedudukan

Pemerintah Hindia Belanda, dapat dipahami bahwa kehadiran orang Eropa di

tengah publik Tegal membawa dampak yang signifikan. Jika di masa-masa

sebelumnya penduduk Tegal dapat dengan leluasan menunaikan ibadah haji,

maka menginjak masa kolonial, mereka mengalami sejumlah pembatasan dan

20

Heather Sutherland, “The making of a bureaucratic elite: The colonial transformation

of the Javanese priyayi”, dalam Asian Studies Association of Australia oleh Heinemann

Educational Books (Asia), 1979.

Page 26: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

11

penertiban. Terdapat suatu model yang berubah dari tatanan masyarakat Tegal

ini. penulis tertarik untuk membicangkan masalah ini dalam sudut pandang

perubahan sosial.

Penulis tertarik dengan pengertian perubahan sosial (social change) yang

digagas oleh Lewis A. Coser. Ia menyebutkan bahwa terjadinya perubahan sosial

tidak dapat dilepaskan dengan adanya konflik sosial (social conflict). Antara

masyarakat Tegal dan pemerintah kolonial Hindia Belanda, sebelumnya

merupakan entitas yang berseberangan dan tidak jarang terjadi ketegangan di

antara keduanya. Dengan berkuasanya pemerintah kolonial di kemudian hari,

mereka melakukan sejumlah restrukturisasi di antaranya dengan menerbitkan

banyak undang-undang, salah satunya di bidang perhajian.

Menurut Coser, konflik tidak selalu berujung pada kehancuran,

kemunduran atau hal-hal negatif lainnya. dalam beberapa kasus, konflik

malahirkan perubahan sosial dan perubahan itu bernuansa progresif21

, atau

bernuansa menumbuhkan kebaikan di antara sesama masyarakat. Hal ini yang

ingin penulis buktikan dalam tesis ini, apakah perubahan sosial yang digagas

pemerintah kolonial melalui regulasi perhajian dapat membawa maslahat bagi

penduduk Tegal atau malah sebaliknya.

F.Metode Penelitian

F.1.Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berlangsung di daerah Tegal, Jawa Tengah. Daerah ini menjadi

sasaran penulis untuk mendapatkan data-data mengenai perkembangan Islam

hingga menyentuh periode kolonial, khususnya masalah perhajian.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2016 – April 2017, dengan

penulisan berdasarkan pada Pedoman Akademik Program Magister dan

Doktor Pengkajian Islam UIN Syarif Hidayatullah 2011-2015. Penelitian ini

21

Lewis A. Coser, The Function of Social Conflict (New York: Routledge, 2001) h.16.

Lihat juga Lewis A. Coser, “Social conflict and The Theory of Social Change”, dalam The British

Journal of Sociology, Vol. 8, No. 3, 1957, h. 197-207.

Page 27: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

12

mendasarkan pada studi arsip kolonial berbahasa Belanda dan kepustakaan,

namun data lapangan tetap digunakan demi memperkuat hasil penelitian.

F.2.Metode Penelitian

Pendekatan dan metode yang digunakan adalah metode historis. Langkah-

langkah meneliti ini merupakan satu bentuk penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode sejarah melalui kajian sejarah kearsipan, kepustakaan

dan data lapangan.

2.1.Metode Pengumpulan Data ( Heuristik )

Dalam penggalian dan pengumpulan data sejarah terdapat beberapa

metode yang dapat digunakan untuk menggali data yang valid berkaitan

dengan sejarah. Disini penulis menggunakan metode lisan, observasi, dan

dokumenter.

2.1.a.Metode Lisan ( interview)

Dengan metode ini, pelacakan suatu obyek sejarah dilakukan dengan

interview atau wawancara langsung terhadap tokoh yang mengetahuidan

memahami dinamika umatIslam di Tegal. Dalam wawancara, penulis

berkomunikasi dengan masyarakat secara langsung dengan bertanya tentang

Islam, baik sejarah IslamTegal maupun budaya atau tradisi masyarakat, cara

mendapatkan ilmu agama, nilai ibadah haji, dan lain sebagainya. Masyarakat

yang diwawancarai antara lain berlatar belakang pemuka agama ( KH.Hasani

pengasuh Pondok Pesantren At-Tauhidiyah Giren Talang, Habib Abdullah

bin Hasan bin Husein bin Muhamammad Al-Haddad, Ustad Samsul dan

Ustad Diponegoro, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidul Qur’an Al-Quthubi

Banjarturi Warureja ), Budayawan (KH.Fauzi Robbani ), Juru Kunci Makam

(Abdul Haq, Ahmad Zaeni).Adapun dari kalangan pemerintah adalah

Drs.H.Nurotib,M.Pd, Kepala Seksi Bimas Islam Kantor Kementerian Agama

Kabupaten Tegal, H.Ahmad,S.Ag, Kepala Seksi Bimas Islam Kantor

Kementerian Agama Kota Tegal, Bapak Bani,S.Ag penyuluh Agama Islam

Page 28: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

13

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tegal, dan Ibu Hj.Milah,M.Si,

Kepala Kantor Arsip dan perpustakaan Daerah Kabupaten Tegal).

2.1.b.Metode Observasi

Dalam metode observasi,objek sejarah yang diamati dan ditelaah secara

langsung, berkaitan dengan kondisi geografis wilayah, pola hidup sehari-hari

masyarakat, ekonomi, pendidikan, interaksi sosial, struktur social yang ada,

budaya atau tradisi masyarakat, kegiatan ibadah dan lainnya. Sebelum

penelitian dimulai atau sebelum terjun kelapangan, penulis menyiapkan

sejumlah pertanyaan penelitian dan persiapaan yang lainnya, termasuk

mengalokasikan waktu yang cukup. bagi penulis, metode ini tidak kalah

pentingnya dibanding metode yang lain

2.1.c.Metode Dokumenter

Metode ini berusaha mempelajari secara cermat dan mendalam segala

catatan atau dokumen tertulis. Metode dokumentasi merupakan metode

pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui data yang dapat dilihat

secara langsung. Metode ini sangat efektif dan efisien dalam penggunaan

waktu dan tenaga,karena cukup dengan melihat catatan yang telah tersedia.

Hal ini telah dilakukan dengan mengunjungi Perpustakaan Fakultas Adab

dan Humaniora, Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia (PNRI), Arsip Nasional Republik Indonesia

(ANRI), Kantor Arsip Kabupaten Tegal, dan Kantor Arsip Kota Tegal guna

meneliti dokumen yang relevan dengan penelitian ini.

G . Analisa Data

Penelitian ini menggunakan metode historis sehingga bertumpu pada

empat langkah seperti, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Data yang

ditemukan dan dikumpulkan dalam proses heuristik, selanjutnya diverifikasi atau

Page 29: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

14

dikritik untuk memperoleh keabsahan sumber.22

Data yang telah diverifikasi

kemudian diuraikan dan disatukan. Dalam proses interpretasi sejarah, peneliti

harus berusaha mencapai pengertian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

peristiwa. Langkah terakhir bagi peneliti adalah menuliskan sejarah atau

historiografi. Tujuan kegiatan ini adalah merangkaikan fakta-fakta sejarah

menjadi kisah sejarah.23

Dalam penjabaran operasionalnya, penulis melihat pokok-pokok

persoalaan studi berdasarkan fakta-fakta lapangan dan dokumen sejarah

diwilayah ini,adapun perincian analisa data sebagai berikut: pertama, penulis

mengumpulkan data mengenai keberadaan sebuah komunitas Muslim di Tegal

dan mengamati kebiasan sehari-hari yang membuktikan terjadinya islamisasi,

betapa pun terpencilnya daerah itu.Meskipun satu daerah terpisah dengan wilayah

lainnya yang secara administrartif lebih besar, akan ada beberapa pertanda yang

mengindikasikan bahwa kehadiran Islam di sana telah berlangsung sejak masa

yang lama. Ini bia dilihat dari peninggalan-peninggalan arkeologis di wilayah itu

seperti melalui makam-makam, masjid, serta kenyataan statistik bahwa penduduk

di wilayah itu mayoritas beragama Islam. Data-data mengenai perhajian di

wilayah itu pun juga ikut dikumpulkan. Melalui langkah-langkah ini, diharapkan

dapat menyusun suatugambaran yang lebih memadaimengenai dinamika umat

islam Tegal, terutama dalam berhaji di masa Kolonial 1850-1889 M.

H. Telaah Kepustakaan

Meskipun secara keseluruan studi tentang masyarakat dan berbagai aspek

sejarah Tegal telah ada,namun karya-karya yang secara khusus membahas

perkembangan Islam dan penyebarannya, serta dinamika umat Islam dalam

berhaji di daerah ini masih terbatas. Karya Prof.Abu Su’ud (2003) yang berjudul

Semangat Orang-orang Tegal sangat berguna untuk memehami sejarah dan

22

Dudung Abdurrahman,Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007)

h. 68. 23

Budi Sulistiono, Historiografi 2013, diakses tanggal 22 Januari 2016 dari www.putra-

lawu.com.

Page 30: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

15

budaya masyarakat Tegal.Walaupun karya ini lebih banyak membahas sejarah

Tegal secara umum, akan tetapi terdapat uraian tentang masuknya Islam ke Tegal

yang dibawa oleh Sunan Drajat atau Pangeran Panggung, putra Sunan Ampel dari

istrinya asal Campa. Dalam berdakwah,Sunan Drajat lebih mengedepankan

hakekat daripada syariat, sehingga pada akhir kisahnya, Sunan Drajat atau

Pangeran Panggung dipanggil oleh Raja, lantasdisidang oleh para Wali dan

diputuskan hukuman bakar.Konten mengenai perhajian di Tegal di masa kolonial

tidak banyak ditemukan di buku ini.

Ahmad Hamam Rochani (2005) juga telah menyumbangkan temuanya

mengenai sejarah Tegal dalam buku berjudul Ki Gede Sebayu Babad Negari

Tegal. Buku ini membahas peran Ki Gede Sebayu dalam pendirian wilayah Tegal

sebagai kabupaten pada abad ke-17 dan kisah-kisah mengenai penerus

pemerintahannya. Buku ini juga membahas Suluk Malang Sumirang karya Mbah

Panggung atau Pangeran Panggung yang isinya berupa ajaran Syekh Siti Jenar

yaitu manunggaling kawula gusti atau wahdatul wujud. Karya ini lebih fokus

kepada sejarah dan peran KiGede Sebayu dalam pendirian Tegal sebagai

Kabupaten yang diakui oleh Pajang dan Mataram. Penulis merasa mendapatkan

gambaran umum mengenai sejarah politik Tegal dari buku ini. Sayangnya,

pembahasan mengenai perhajian di Tegal zaman Kompeni tidak disinggung

secara komprehensif.

Prof. Dr. M. Dien Madjid (2008) menulis sejarah perhajian di masa

kolonial berjudul Berhaji di Masa Kolonial. buku ini mengetengahkan sumber-

sumber bahasa Belanda yang berkisar seputar perhajian di Tanah Air. Buku ini

cukup memberikan tambahan wawasan yang penting mengenai bagaimaa

pemeirntah kolonial merasa perlu untuk menertibkan jamaah haji Nusantara.

Keputusan untuk menahan animo mereka bukan merupakan tindakan yang baik.

Sebaliknya, pemerintah justru memberikan fasilitas berupa pengadaan angkutan

jamaah haji berupa kapal besar yang modern. Sayang sekali, buku ini tidak

membahas seputar kebijakan dan kondisi perhajian Tegal semasa kolonial

berkuasa.

Page 31: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

16

Penelitianini berupaya melihat bagaimana Islamisasi di Tegal berlangsung

dengan kontinyu, serta melihat haji sebagai salah satu geliat massa dari

tersebarnya ajaran Islam di tengah penduduk. Keberadaan buku serta hasil

penelitian terdahulu, sebagaiman di antaranya disebutkan di atas, tetap

mempunyai korelasi dengan penelitian ini. hanya saja, penulis perlu mencari

sumber-sumber lainnya yang relevan, khususnya buku atau dokumen yang

diterbitkan di kurun waktu penelitian penulis.

I. Sistematika Penulisan

Hasil studi ini akan disajikan denganurutan sebagai berikut:

Bab I, memuat latarbelakang masalah, telaah kepustakaan, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan penulisan tesis, signifikasi tesis, penjelasan

konsep dan kerangka teori, dalam bagian ini, penulis juga menguraikan metode

penelitian yang mencakup (ruang lingkup penelitian,metode penelitian), analisa

data, telaah kepustakaan/tinjauan pustaka, serta sistematika penulisan.

Bab II, akan dibahas dinamika umat Islam di Tegal yang menyangkut

asal-usul nama daerah Tegal,kondisi geografi dan demografi,teori awal masuknya

islam, tokoh pembawa dan perannya, dan dinamika umat Islam Tegaldalam

bidang agama, sosial,budaya dan ekonomi.

Bab III, akan diuraikan mengenai kebijakan pemerintah kolonial dalan

bidang politik, ekonomi, sosial budaya,dan agama.

Bab IV, menjelaskantentang haji umat islam Tegal yang meliputi

pengertian dan hakikat haji bagi umat Islam, problematika haji zaman kolonial

khususnya dalam kurun waktu 1850-1889 M.

Bab V, berisi penutup atau kesimpulan.

Page 32: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

17

BAB II

DINAMIKA UMAT ISLAM TEGAL

A. Asal- usul Nama Tegal dan Letak Geografi

1. Asal-usul NamaTegal

Sejak abad ke-10, Tegal telah menjadi daerah yang didiami oleh

sekelompok masyarakat yang beragama Hindu dan pedagang Tionghoa. Tome

Pires seorang pedagang berkebangsaan Portugis, ia pernah singgah di Pelabuhan

Tegal Pada tahun 1530 M, Tome Pires menyebut daerah Tegal dengan kata

“Teteguell”, yang berarti Tanah Ladang.24

Daerah ini merupakan perkembangan

dari sebuah desa Tetegal yang mengalami kemajuan pesat dan termasuk kedalam

wilayah kabupaten Pemalang yang telah mengakui kerajaan Pajang. Ki Gede

Sebayu merupakan tokoh yang memimpin dan mengembangkan daerah Tegal. Ia

juga mengembangkan pertanian.

Setelah kedatangan Ki Gede Sebayu, daerah ini mengalami kemajuan

yang sangat pesat, sehingga pada 15 Sapar 988H bertepataan tanggal 12 April

1580M,ia diangkat menjadi demang oleh Raja Pajang.25

Ini yang menjadi dasar

hari jadinya Kota Tegal yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Kotamadya Daerah Tingkat II Tegal nomor 5 Tahun 1988,Peraturan Daerah

Kotamadia Daerah Tingkat II Tegal Nomor 5 Tahun 1988. Dalam peraturan

daerah tersebut dikatakan bahwa hari jadi kota Tegal diwujudkan dengan

ungkapan filosofis berupa Candra Sengkala dan Surya Sengkala untuk

penyebutan tahun. Tahun E H E 988 Hijriah dengan candra sengkala: “Mangesti

Basukining Anggo”, yang berarti:

24

Sejarah berdirinya Kota Tegal diakses dari www.pariwisata.tegalkota.go.id pada

tanggal 29 maret 2016. 25

Abu Su’ud, Semangat Orang-orang Tegal (Semarang: Masscom Media , 2003) h.40.

Lihatjuga Ahmad Hamam Rochani, Ki Gede Sebayu Babad Negari Tegal (Semarang: Intermedia

Paramadina, 2005) h.150.

Page 33: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

18

Mangesti: 8 , Basuki: 8 , Anggo: 9 , adapun Tahun 1580 dengan Surya

Sengkala: “Purnamaning Pangesti Wisiking Gusti”, yang

berarti:Purna:0,Pangesti: 8, Wisik: 5 , Gusti: 1. Sedangkan hari jadi Kabupaten

Tegal merujuk pada pengangkatan Ki Gede Sebayu sebagai Adipati Tegal oleh

Raja Mataram tanggal 18 Mei 1601 M /12 Rabiul Awal 1010H,yang ditetapkan

berdasarkan Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten Tegal nomor 13 tahun 1995.

1.1.Tokoh Pendiri dan Perannya

Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang tercatat dalam

sejarah. Dia masih keturunan Majapahit dari Bhatara Katong, Adipati Ponorogo

putra Brawijaya V. Menurut Ahmad Hamam Rochani:“Silsilah Ki Gede Sebayu

atau Syekh Abdurrahman adalah putera Pangeran Ondje atau Ki Ageng Tepoes

Roempoet, Adipati Purbalingga putera Ki Gede Ngunut putera Ki Gede Mandira

putera Bhatara Katong , Adipati Wungker atau Adipati Ponorogo putera

BrawijayaV, Raja Majapahit terakhir”26

Sejak kecil, Ki Gede Sebayu diasuh oleh kakeknya yang bernama Ki

Gede Ngunut yang hidup dilingkungan keraton Pajang. Namun Sebayu lebih

memilih mengembara ke-barat yang diikuti oleh 40 kepala keluarga atau tidak

kurang dari 100 orang, terdiri laki-laki dan perempuan. Sekitar 1570-an, ia

sampai di Tegal, dari 40 kepala keluarga dibagi menjadi lima kelompok, yaitu;

a. Kelompok pertama, menempati sebuah wilayah yang sekarang dikenal

dengan nama desa Pesayangan, yang diambil dari keahlian warganya

membuat alat-alat dapur dari tembaga.

b. Kelompok kedua, menempati wilayah yang sekarang dikenal dengan

nama desa Mejasem, yang diambil dari keahlian membuat alat

pertukangan dan ahli pertukangan.

c. Kelompok ketiga, menempati wilayah yang sekarang terkenal dengan

nama desa Pagongan, karena warganya memiliki keahlian membuat alat-

26

Ahmad Hamam, Ki Gede .., h.79.

Page 34: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

19

alat dari tanah liat, yang lazim disebut gerabah. Mereka juga ahli

membuat genting atau Atap Rumah.

d. Kelompok keempat, menempati wilayah yang sekarang terkenal dengan

nama desa Banjaran. Penduduknya ahli membuat kue dan makanan.

e. Kelompok kelima, menempati wilayah Kalisoka bersama keluarga Ki

Gede Sebayu, mereka mempunyai keahlian membuat tenun kain dan ahli

bidang kemasan.27

Dari sini, dapat kita perhatikan bahwa Sebayu dalam membangun daerah

dan masyarakatnya, sudah menggunakan pola Renstra atau Rencana Strategis,

artinya 40 kepala keluarga yang ia bawa tidak ditempatkan dalam satu tempat. Ia

jugamengajarkan kemandirian kepada masyarakat dan kewirausahawan atau

wiraswasta yang dapat menimbulkan kepercayaan pada kemampuan pribadi serta

tidak menggantugkan diri pada orang lain. Nilai-nilai luhur ini dapat dijumpai

dalam diri orang Tegal yang mandiri dalam usahanya.Meskipun lapangan

usahanya kecil, akan tetapi jiwa kemandirian itu yang perlu ditiru dan

dikembangkan. Kalau kita analisa keberadaan Warung Tegal di Jakarta dan

sekitarnya, dapat disimpulkan bahwa orang Tegal teruji kemandirian secara

ekonominya.

Keseimbangan antara dunia dan akhirat selalu ditanamkan oleh Ki Gede

Sebayu di kehidupan masyarakatnya.Ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad

S.A.W yang artinya; “Siapa saja yang berharap dunia dengan ilmu, siapa saja

yang berharap akhirat dengan ilmu dan siapa saja yang berharap keduanya

dengan ilmu. Dan hadisNabi lain yang artinya; “Bekerjalah untuk duniamu

seakan-akan kamu akan hidup selamanya, dan beribadahlah seakan-akan kamu

akan mati besok pagi.28

Disamping membagi lima kelompok dalam wilayah dan keahlian, Sebayu

juga mengajarkan untuk membaur dengan kelompok masyarakat yang ada

sebelum mereka datang, saling tolong menolong, dan membangun bendungan

27

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h.116. 28

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h. 19.

Page 35: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

20

dan irigasi untuk pertanian. Semangat membangun dan kemandirian ini

dibakukan dalam bentuk Peraturan Daerah, yang disebut TRI SANJA,yaitu Tiga

Landasan Kerja ;(1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (2)Berwawasan

kedepan,(3);

Penduduk Tegal saling bahu membahu mewujudkan ketiga tugas suci di

atas. Pada 1596 M, Sebayu dan penduduk Tegal menyelesaikan pembangunan

bendungan irigasi Kali Gungdan untuk kebutuhan pengairan lahan pertanian.

Hasil dari pertanian merupakan kesempatan untuk meningkatkan kemakmuran

mereka. Berkat jasanya itu, pada tanggal 18 Mei 1601, Sebayu diangkat menjadi

Temunggung atau Adipati secara resmi oleh Raja Mataram,Panembahan Senopati

Ing Alaga.Peristiwa inilah yang menjadi dasar hari jadinya Kabupaten Tegal.

1.2.Bupati dan Wali Kota Tegal dari masa ke- masa

1.2.1.Bupati Tegal29

Zaman Kerajaan Mataram

Ki Gede Sebayu (Juru Demung) setingkat dengan Bupati (1601 - 1620)

Dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang.

Ki Gede Honggowono (Juru Demung) setingkat dengan Bupati (1620 - 1625)

Dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru.

Tumenggung Tegal (1625-1636). Beliau yang ikut serta dalam penyerangan

Mataram ke Batavia tahun 1628/1629, beserta Tumenggung Bahurekso.30

PangeranAdipati Arya Martoloyo (Wira Suta) "Adipati Tegal Pertama" (1636

- 1678). Beliau berkuasa pada masa Amangkurat I.31

Tumenggung Sindurejo alias Pranantaka/Gendowor (1678 - 1680).

Tumenggung HonggowonobergelarAdipati Reksonegoro I (1680 - 1697).

29

Profil Kabupaten Tegal,bisa dibaca di www.tegalkab.go.id. 30

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h. 190, baca pula H.J,De Graaf, Puncak Kekuasaan

Mataram (Jakarta: Grafiti Pers, 1985) h.162. 31

H.J. De Graf, Runtuhnya Istana Mataram (Jakarta: Grafiti Pers, 1985) h.140.

Page 36: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

21

Tumenggung Secowijoyo (1697 - 1697), menjabat hanya tiga bulan.

Tumenggung Secomenggolo (1697 - 1700).

Raden Mas Tumenggung Tirtonoto (1700 - 1702).

Tumenggung Bodroyudho Secowardoyo Ibergelar Reksonegoro III (1702 -

1746).

Zaman Kolonial Belanda

Tumenggung Bodroyudho Secowardoyo IIbergelar Reksonegoro IV (1746 -

1776) dimakamkan di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru. Saat itu, Tegal

secara resmi menjadi wilayah kekuasaan Belanda.32

Tumenggung KartoyudhobergelarAdipati Reksonegoro V (1776 - 1800).

Raden Mas Panji Haji Cokronegoro IV (1800 - 1816) Dimakamkan di Desa

Semedo, Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal.

Tumenggung Surenggono (1816) Meninggal sesudah diangkat sebagai

Tumenggung.

Tumenggung Sumodiwongsobergelar Reksonegoro VI (1816 - 1819).

Tumenggung Singasari Panatayuda bergelar Reksanegoro VII (1819 - 1821).

Raden Mas Arya Haji Reksonegoro VIII (1821 - 1857).

Tumenggung Sosronegoro (1857 - 1858).

Raden Mas Ronggo Surodipuro (1858 - 1862).

Raden Tumenggung Wiryodiningrat (1862 - 1864).

R. Tumenggung Panji Sosrokusumo (1864 - 1869).

32

Abu Su’ud, Semangat …, h. 52. Setelah pemberontakan yang dipimpin oleh Mas

Garendi dikalahkan dengan bantuan VOC maka Susuhunan atau Paku Buwono II mengadakan

perjanjian dengan Kompeni/Belanda yang isinya merugikan Mataram, salah satunya adalah

pengangkatan Pati atau Bupati di pesisir pulau Jawa harus seizin VOC ( 11 Nopember 1743).

Sedangkan Pekalongan dan Tegal secara penuh dikuasai Belanda sejak 1746.

Page 37: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

22

R.M. Ore bergelar Reksonegoro IX (1869 - 18...).

R.M. Kis bergelar Reksonegoro X (.. - 1903),dimakamkan di Desa Pesarean,

KecamatanAdiwerna.

R.M. Suyitno (R.M.A. Reksonegoro XI)(1903 - 1916).

R.M. Susmono (R.M.A. Reksonegoro XII) (1916 - 1935).

J. Patih R. Subiyanto (1935 - 1937).

R. Tumenggung Slamet Kertonegoro (1937 - 1942).

Zaman Penjajahan Jepang

Mr. Moh. Besar Mertokusumo (merangkap Burgermester) (1942 - 1944).

Raden Sunaryo (1944 - 1945).

Zaman Revolusi ( Indonesia Merdeka ) sampai sekarang

Kyai Abu Sujai "Sebagai Ulama Pertama yang menjadi Bupati" (1945 - 1946)

dimakamkan di Desa Talang, Kecamatan Talang.

Prawoto Sudibyo (1946 - 1948)

R. Soeputro (1948 - 1949)

R.M. Susmono Reksonegoro (1949 - 1950)

R.M. Sumindro (1950 - 1955)

R.M. Projosumarto (1955 - 1960)

Sutoro (1960 - 1966)

Munadi (Januari 1966 - Desember 1966)

R. Sutarjo (Desember 1966 - Desember 1967)

Letkol.R. Supardhi Yudodharmo (1967 - 1973)

Letkol. R. Samino Sastrosuwignyo (1973 - 1977)

Page 38: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

23

Drs. Herman Sumarmo (1977 - 1978)

Hasyim Dirjosubroto (1978 - 1988)

Drs. H. Wienachto (1988- 1991)

Drs. Sudiatno (Januari 1991 - Agustus 1991)

Drs. H. Soetjipto (Agustus 1991 - Juli 1998)

Drs. Setiawan Sadono (Plt) (Juli 1998 - Juni 1999)

Drs. H. Soediharto (Juni 1999 - Januari 2004)

Agus Riyanto, S.Sos, M.M. (Januari 2004 - Agustus 2011)

H.M. Heri Soelistiawan, S.H., M.Hum. (Agustus 2011 - Mei 2013)

Drs. Haron Bagas Prakosa, M.Hum. (Plt. Bupati Tegal) (Mei 2013 - Juni

2013)

Ir. Satriyo Widodo (Plt.) (Juni 2013 - Oktober 2013)

Ki Enthus Susmono, Ph.D. (Oktober 2013 - Sekarang)

1.2.2. Walikota Tegal33

Zaman Kolonial Belanda

D.J. Spanjaard (1929-1933)

J.J.Ph. Koppenol (1934)

A.M. Pino (1935-1937)

Mr. W.A. Court (1937-1941)

H. Leenmans (1941-1942)

33

Profil Kota Tegal diakses pada tanggal 12 september 2016 dari www.tegalkota.go.id.

Baca pula Ahmad Hamam, Ki Gede…, h. 302.

Page 39: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

24

Zaman Penjajahan Jepang

Mr. Besar Mertokoesoemo (1942-1945)

Indonesia Merdeka sampai sekarang-

R. Soengeb Reksoatmodjo (1945-1948)

HRM. Soepoetro Brotodihardjo (1948-1962)

Drs. Tadi Pranoto (1962-1965)

R. Soebagjo (1965-1967)

Sardjoe (1967-1979)

Arjoto S.H. (1979-1984)

Sjamsuri Mastur (1984-1989)

H.M. Zakir (1989-1998)

H. Adi Winarso, S.Sos. (1999-2009)

H. Ikmal Jaya, S.E., Ak. (2009-2014)

Hj. Siti Marsitha Soeparno(2014-Sekarang)

1.3. Bahasa Orang Tegal

Bahasa Tegal memiliki kemiripan dengan bahasa Banyumas (ngapak),

umumnya dalam penggunaan kosakata. Namun, kebanyakan masyarakat Tegal

enggan disebut sebagai orang ngapak, karena dialeknya berbeda. Masyarakat

yang menggunakan bahasa Tegal meliputi: bagian utara kabupaten Tegal, Kota

Tegal, bagian barat kabupaten Pemalang, dan bagian timur kabupaten Brebes.

Kongres bahasa Tegal pertama digelar oleh pemerintah Kota Tegal pada tanggal

4 April 2006, di Hotel Bahari Inn. Acara yang digagas oleh Yono Daryono

tersebut, menghadirkan beberapa tokoh antara lain SN Ratmana (Cerpenis), Ki

Enthus Susmono (Dalang Tegal/Bupati Tegal 2013-2018), Eko Tunas (Penyair

Page 40: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

25

Tegal), Dwi Ery Santoso (Puisi dan Sutradara).Tujuan digelarnya kongres itu

adalah untuk mengangkat status dialek Tegalan menjadi bahasa Tegal.34

Menurut Prof.Dr.Suparman Sumamiharja, dalam buku berjudul Semangat

Orang-orang Tegal karya Abu Su’ud, dikatakan bahwa makna kata Tegal

adalah;35

Huruf T mengandung makna teteg, yang berarti penuh percaya diri, tidak

mengenal takut, tampil apa adanya. Kebanyakan orang Tegal merasa tidak

perlu menggunakan bahasa kromo.

Huruf E memiliki kepanjangan yaitu, eling atau sadar, yang berarti orang

Tegal memiliki kesadaran tinggi dalam setiap tingkah lakunya,sehingga

mereka melakukan sesuatu sesuai posisi dan fungsinya. Inilah watak

wiraswastawan orang Tegal, terbukti dengan adanya Warteg dimana-mana.

Huruf G merupakan huruf awal dari kata gesit, yang menunjukan watak orang

Tegal yang gesit dalam melihat lingkungan atau peluang. Barang-barang

bekas bisa bernilai ekonomis ditangan orang-orang Tegal. Di sepanjang jalan

raya Tegal-Slawi dapat dijumpai orang-orang yang menjajakan barang-

barang bekas.

Huruf A sebagai singkatan kata alim, yang berarti orang Tegal taat

menjalankan agama. Mayoritas orang Tegal beragama Islam, sedangkan yang

beragama selain Islam kebanyakan pendatang. Pada umumnya, kesuksesan

orang Tegaldiukur dengan keberhasilan menunaikan ibadah haji serta rumah

yang bagus atau megah.

Huruf L merupakan singkatan dari kata lugas.Orang Tegal tampil apa

adanya, tanpa banyak formalitas, tidak sukaberbasa-basi, bahkan kadangkala

terkesan kasar.

34

Profil Kota Tegal,bisa dibaca di www.tegalkota.go.id. 35

Abu Su’ud, Semangat …,.h. 17.

Page 41: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

26

2. Letak Geografi dan Demografi Tegal

Pada abad XIX,Tegal merupakan sebuah karesidenan di Jawa yang

berbatasan di sebelah Barat dengan Karesidenan Cirebon, di sebelah Barat Daya

dengan Karesidenan Banyumas, sebelah Timur dengan Karesidenan Pekalongan,

dan di sebelah Utara dengan Laut Jawa. Luas karesidenan ini mencapai 53,1 mil

geografi atau 1,284 paal persegi. (Luas 53,1 mil persegi di sini berdasarkan peta

statistik dari Melvill van Carnbee tahun 1849).36

Ibukota Karesidenan berada di

Kabupaten dan Distrik Tegal yang terletak pada 6 51’ 9,4” Lintang Selatan dan

109 7’ 49” Bujur Timur. Daerah ini berbentuk segitiga,yang puncaknya berada

pada lereng Timur Laut Gunung Slamet yang mempunyai ketinggian 3.472 meter

dari permukaan laut.

Dalam suatu sumber kolonial dijelaskan bahwa Tegal merupakan suatu

wilayah residensi. Residensi Tegal berbatasan dengan Cirebon di sebelah Barat,

di sebelah Selatan dengan Banyumas, di sebelah Timur dengan Pekalongan dan

di Utara bersebelahan dengan Laut Jawa. Residensi Tegal terbagi dua wilayah

bawahan: Afdeeling Tegal dan Afdeeling Brebes.

Afdeeling Tegal merupakan ibukota Residensi Tegal. Di sana terdapat

pelabuhan yang baik serta benteng yang kuat (peninggalan zaman Mataram).

Sebagian bangunan bekas benteng saat itu masih digunakan sebagai gudang. Di

afdeeling ini pula terdapat Kampung Pesarean yang merupakan kuburan

Susuhunan Mataram. Di Soera, yang terletak di bagian Selatan, di jalan menuju

Lebaksiu, terletak pekuburan orang-orang yang terkenal dari kalangan pribumi.

Wilayah Tegal dialiri Sungai Sengarung Losari. Di wilayah Timur,

tepatnya di Ulujami (Oeloe Djami), mengalir Kali Seragi, Sungai ini mengalur

dari arah Selatan, berhulu di Gunung Depok. Di sebelah Selatan terdapat jalur

pendakian gunung yang terhubung ke Gunung Slamet. Bagian Selatan Tegal

merupakan suatu dataran tinggi yang subur. Perbukitan di sana ditumbuhi aneka

36

Alamsyah, “Deskripsi Hinterland Karesidenan Tegal abad XIX”. Alamsyah adalah

pengajar sejarah pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Diponegoro.

Page 42: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

27

ragam pepohonan termasuk hutan jati. Berbagai komoditas berasal dari sana

seperti beras, minyak kelapa, kopi, gula dan lain sebagainya.37

Bagian Utara Tegal dipenuhi bentang lahan aluvium yang luas yang

berubah menjadi tanah kwartier.Bagian tengahnya terdiri atas perbukitan tersier

yang termasuk tanah campuran. Bentang tanah di bagian Selatan terletak di

lereng Gunung Slamet. Tanah di sini berjenis tanah vulkanis. Kedua sungai

utama adalah Kali Rambut dan Kali Gung yang sumber airnya berasal dari

Gunung Slamet. Sungai tersebut mengalir di sepanjang ibukota Karesidenan

Tegal.Air di arus hilir Kali Gung sebagian besar dimanfaatkan untuk pengairan

sawah yang ditanami padi. Hasil panen ini dipasok untukmemenuhi pasaran

domestik yang terletak di dataran rendah.

Kota yang namanya berarti “dataran” atau “lembah” ini, mencakup lahan

seluas 18 Km2

dan dipotong oleh jaringan jalan pedati sepanjang 23 Km. Di

sepanjang tiga sisinya, Tegal memiliki batas-batas alami yaitu di bagian Utara

berbatasan denganLaut Jawa, di bagian Barat berbatasan dengan Brebes

danBagian timur dengan Pemalang38

Tegal terletak di jalan raya utama yang

menghubungkan Jawa Barat dan Jawa Timur di jalur Pantai Utara.Jalan yang

membentang dari Pantai Utara ke Pantai Selatan (Banyumas) dimulai di Tegal.

Pada abad ke-19,Jalan Raya Tegal-Prupuk-Bumiayu-Purwokerto-

Banyumas kondisinya sudah baik dan bisa dilalui kendaraan.39

Akibatnya, Kota

Tegal menjadi persimpangan lalu-lintas yang penting yang mempertemukan

sejumlah daerah. Banyak jalur darat yang menghubungkan Tegal dengan tempat-

tempat yang terletak di sekitarnya, sementara melalui jalur Perusahaan Trem Uap

Tegal dihubungkan dengan kota Semarang-Cirebon.

Pada umumnya, tanah datar yang membentang ke sisi Selatan bentuknya

berbukit-bukit. Sementara di perbatasan Banyumas, terdapat sebuah gunung yang

37

Johannes Jacobus de Holander, Handleiding Bij de Beoefening Der Land en

Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, eerste deel (Breda: Broese and Comp, 1874), hal. 309-

311. 38

Abu Su’ud, Semangat …, h.56 39

Sri Margana & M.Nursam (editor), Kota-Kota di Jawa, Identitas,Gaya Hidup dan

Permasalahannya (Yogyakarta: Ombak, 2010) h. 22.

Page 43: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

28

bernama Gunung Slamet, atau yang dikenal pula dengan nama Gunung Tegal.

Secara umum,Karesidenan Tegal memiliki tanah yang subur. Sungai-sungai yang

mengaliri daerah ini berperan besar menciptakan kondisi itu.40

Pada 1815, tepatnya ketika Thomas Raffless menguasai Jawa, dilakukan

sensus penduduk di Karesidenan Tegal. Dari upaya itu diketahui bahwa total

populasinya 123.208 jiwa, dengan perincian 58.185 laki-laki dan 65.023

perempuan. Adapun klasifikasi penduduk karesidenan ini berdasarkan mata

pencahariannya adalah petani 11.693 jiwa, pekerja rumah tangga non-petani

7.990 jiwa. Dari jumlah tersebut dapat digolongkan 121.238 merupakan

penduduk pribumi dengan perincian 57.224 laki-laki dan 64.014 perempuan.

Jumlah penduduk Cina pada masa itu relatif besar yaitu sekitar 1.025 dengan

perincian 518 laki-laki dan 507 wanita. Sisanya 945 jiwa terdiri atas warga Timur

Asing, Eropa, dan Arab.

Selama kurun 15 tahun hingga 20 tahun berikutnya, populasi Karesidenan

Tegal mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada 1830 hingga 1835

jumlah penduduk di Tegal diperkirakan 230.000 jiwa. Jadi, dari data tersebut

diketahui telah terjadi peningkatan populasi di Karesidenan ini sekitar 90 %. Pada

1829, rata-rata penduduk per desa di Karesidenan Tegal adalah 86 orang.

Sedangkan pada tahun 1837-1840, penduduk Karesidenan Tegal mengalami

peningkatan lagi.41

Dalam suatu pencatatan penduduk yang diambil dari suatu penerbitan

tahun 1874, diketahui bahwa di Tegal terdapat komposisi penduduk: 523 orang

Eropa, 5074 orang Cina, 148 orang Arab dan 806.387 pribumi. Total dari

penduduk Tegal saat itu 812.132 orang.42

40

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h.112. 41

Alamsyah, Deskripsi Hinterland …, h.14 42

De Holander, Handleiding …, hal. 311.

Page 44: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

29

Tabel jumlah penduduk Karesidenan Tegal di beberapa distrik

tahun 1837 – 1840

Distrik 1837 1838 1839 1840

Brebes 19309 2053 21399 21.621

Losari 9109 8021 8276 8797

Tangungan - 4201 4310 4544

Bumiayu 10477 11083 12886 12861

Lebaksiu 9368 9205 11149 11425

Salem 5998 7035 7008 7405

Tegal 15844 13600 15535 15795

Krangdan 19743 19085 20010 21441

Maribaya 9154 9735 10675 10843

Kalisoka 13515 16903 17203 14659

Balamoa 15133 15346 15548 16023

Pangkah 22741 20103 20371 20862

Gantungan 4689 9208 9812 9858

Pemalang 18198 18735 19540 19597

Comal lor 10394 10435 11881 12083

Comal Kidul 5477 5284 7732 7996

Mandiraja 10939 11166 8997 9147

Bongas 6977 7368 8311 8490

Sumber: Algemeen Verslag van Residentie Tegal Over het Jaar 1840 (Algemeen

Verslag van Residentie Tegal Over het Jaar 1840, Bundel Tegal nomer 12/1)

Sedangkan pada akhir abad XIX jumlah penduduk Tegal 595.000 jiwa,

yang terdiri dari; 585.000 pribumi, 6.900 orang Cina/ Tionghoa, 1.700 orang

Eropa, dan 1.000 orang Arab.43

B. Awal masuknya Islam di Tegal

1. Teori awal masuknya Islam di Tegal

Sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah di Baghdad pada 1258 M44

,

peradaban Islam mulai hancur. Peristiwa ini memicu munculnya tujuh peradaban

Islam lainnya di tujuh wilayah belahan dunia yang berbeda. Adapun tujuh cabang

peradaban Islam itu adalah peradaban Islam Arab, Islam Persi (Persia), Islam

Turki, Islam Afrika Hitam, Islam anak benua India, Islam Arab Melayu, Islam

Cina. Peradaban Islam Arab Melayu tersebar di Asia Tengara yang memiliki ciri

43

Abu Su’ud, Semangat …, h. 57. 44

A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam (Jakarta: Widjaya,1992) h. 135.

Page 45: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

30

universal yang tetap mempertahankan bentuk keaslian, namun menyandang

unsur-unsur local yang khas.45

Sejak abad ke-7, pedagang Muslim asal Arab, Persi, India telah datang ke

Nusantara. Dari Timur Tengah para pedagang berlayar kearah Timur melintasi

Laut Arab, Teluk Oman, Teluk Persi dan singgah di Gujarat.

Kemudian,perjalanan diteruskan ke Teluk Benggala atau langsung ke Selat

Malaka, terus ke arah Timur, yakni ke Cina atau sebaliknya. Bentuk kapal

mereka disesuaikan dengan modepenggunaan angin musim untuk pelayaran

pulang pergi.

Islam masuk Pulau Jawa pada abad ke-11, berdasar pada temuan benda

masa lalu berbentuk sebuah makam, yakni makam Fatimah binti Maimun di

Leran, Gresik (475 H/1082 M).Kendati demikian, dakwah Islam secara luas atau

islamisasi baru mulai tampak pada abad ke-15 M. Penyebar Islam di Jawa

terkenal dengan sebutan “Wali Songo” atau Sembilan wali46

. Mereka adalah: 1.

Maulana Malik Ibrahim, 2. Sunan Ampel, 3. Sunan Bonang, 4. Sunan Drajat, 5.

Sunan Giri, 6. Sunan Kalijaga, 7. Sunan Kudus, 8. Sunan Muria, dan 9. Sunan

GunungJati.

Menurut Samsul Munir:“Walisongo yang terkenal dan makamnya

menjadi tempat ziarah, adalah walisongo periode kedua –kecuali Sunan Maulana

Malik Ibrahim. Adapun walisongo periode pertama, adalah: 1). Maulana Malik

Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur Negara. Berdakwah di Jawa bagian

Timur. Wafat di Gersik tahun 1419; 2). Maulana Ishak berasal dari Samarkand,

Rusia Selatan. Beliau ahli pengobatan; 3). Maulana Ahmad Jumadil Kubra,

berasal dari Mesir. Ia kerap melakukan dakwah keliling,makamnya terletak di

Troloyo, Trowulan, Mojokerto; 4). Maulana Muhammad Al-Maghribi, berasal

dari Maroko. Ia juga gemarmelakukandakwah keliling, wafat tahun 1465; 5).

Maulana Malik Israil, berasal dari Turki, ahli dalam pemerintahan, wafat tahun

1435. Makamnya terdapat di Gunung Santri, Cilegon, antara Serang-Merak; 6).

Maulana Muhammad Ali Akbarberasal dari Persia (Iran). Ia adalah ahli di bidang

45

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo

Persada 2005) h.16-21. 46

Soedjipto Abimanyu, Babad Tanah Jawi (Jogyakarta: Laksana, 2014) h. 327.

Page 46: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

31

pengobatan dan wafat tahun 1435 M: 7). Maulana Hasanudin, berasal dari

Palestina. Ia juga kerap melakukan safari dakwah dan menghembuskan nafas

terakhir pada 1462. Makamnya terletak di samping Masjid Banten lama; 8).

Maulana Aliyudin, berasal dari Palestina, seorang pendakwah ulung yangwafat

pada 1462. Makamnya terletak di Masjid Banten lama; 9). Syaikh Subakir,

berasal dari Persia, ahli di bidang kanuragan.47

Dalam penyebaran Islam,Walisongo lebih mengedepankan etika tasawuf

atau mistik. Pengaruh ini masih bisa kita rasakan di Jawa hingga saat ini. salah

satu cabang ilmu tasawuf yang menimbulkan kontroversi, yakni ajaran “wahdatul

wujud” (pantheistic) atau manunggaling kawula gusti, juga cukup mewarnai

penyebaran Islam di Jawa. Beberapa ulama serta pembesar Jawa banyak yang

menjadi tokoh kelompok tasawuf ini seperti Syaikh Siti Jenar, Pangeran

Panggung, Ki Cabolek, dan Syaikh Amongrogo.

Tarekat juga memiliki pengaruh dalam perkembangan Islam di Jawa.

berbekal ajakan mendekatkan diri pada Tuhan yang tertib, disertai pembiasaan

bacaan-bacaan zikir dengan jumlah tertentu, para guru tarekat ikut serta mendidik

masyarakat untuk selalu ingat pada Tuhannya. Para tokoh tasawuf dan tarekat

cukup berjasa dalam penyebaran Islam secara damai tanpa adanya kekerasan.48

Islam datang ke Tegal bersamaan dengan era Walisongo periode kedua,

terbukti dengan keberadaan Makam Sayyid Syarif Abdurrahman bin Sultan

Sulaiman (1400-an), yang dikenal oleh orang Tegal dengan sebutan Mbah

Suroponolawen. Ia berasal dari Bagdad, Irak. Semasa hidup, ia rajin melakukan

dakwah keliling di sekitar Tegal bagian Barat dan Selatan( termasuk wilayah

Dukuhturi, Adiwerna, Lebaksiu dan Slawi). Makamnya terletak di desa

Pagiyanten Kecamatan Adiwerna Tegal.

47

Samsul Munir Amin. SejarahPeradaban Islam (Jakarta : AMZAH, 2009) h. 315-317. 48

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad 17

& 18, h.15-17. Lihat juga S. Subardi, Serat Cabolek, kuasa, agama, dan pembebasan (Bandung:

Nuansa,2004) h.53-55. Kita juga jumpai sebagian masyarakat suka membaca Manaqib atau kisah

sejarah Syeh Abdul Qadir Jaelani, sebagai keyakinan bahwa dengan membaca manaqib itu dapat

keberkahan hidup. baca juga Moh. Saifullah Al-Azis (Penerjemah), Manaqib Syeh Abdul Qadir

Jailani (Surabaya:Terbit Terang, 2000).

Page 47: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

32

Menurut juru kunci makam Mbah Suroponolawen, Abdul Haq: “Si Mbah

Suroponolawen berdakwah keliling di Tegal sampai Purbalingga, bahkan ke

Ceribon, karena beliau masih kerabat Syaikh Nurjati dari kakeknya.” Di samping

itu, terdapat nama pendakwah Islam lainnya yakni Sunan Drajat yang dikenal

dengan sebutan Mbah Panggung/Pangeran Panggung. Ia merupakan putra Raden

Rahmat (Sunan Ampel) dari istri yang berasal dari Campa (wafat 1520). Ia

berdakwah keliling dengan ajaran tasawufnya yaitu wahdatul wujud atau

manunggaling kawula gusti, yang pada akhirnya dihukum bakar oleh Raja

Demak. Menurut kepercayaan masyarakat Tegal, makamnya terdapat di

Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal, sebelah Timur Kota Tegal.49

Pada abad ke-17, terdapat nama lain yakni Muhammad bin Maulana al-

Maghribi yang terkenal dengan sebutan Syaikh Atas Angin (Ki Ageng

Dagang)50

. Ia memperkenalkan Islam disekitar Lebaksiu dan Pedagangan. Ia

menutup mata pada 1600-an dan kuburnya terletak di Desa Pedagangan,

Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal. Ki Gede Sebayu datang ke Tegal

beserta rombongannya sebanyak 40 kepala keluarga.Sekitar 1570-an, ia

membangun masyarakat Tegal melalui sisi ekonomi dan spiritual. Oleh sebab

prestasinya meningkatkan harkat hidup warga Tegal, ia mendapat sebutan Ki

Gede Sebayu. Ia menjadi panutan serta pemimpin masyarakat Tegal.

Ki Gede Sebayu juga menyandang peran sebagai mahaguru yang luas

ilmunya. Ia diyakini penduduk Tegal mempunyai wawasan keislaman yang luas.

Karya baktinya tidak berlangsung sepanjang zaman. Ia menghembuskan nafas

terakhir pada 1620 dan dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang,

Kabupaten Tegal. Setelah ia wafat, roda pemerintahan dilanjutkan oleh putra dan

menantunya, yaitu Raden Mas Hanggawana dan Pangeran Purbaya.Makam

keduanya berada di Desa Kalisoka, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.51

Pada tahun 1859-1885, koloni Arab mulai berdatangan ke Tegal,

terutama dari Hadramaut. Mereka yang datang ada yang bergelar Sayyid, ada

49

Abu Su’ud, Semangat …, ,h. 25. 50

Ahmad Hamam, KI Gede …, h. 62 dan 75. 51

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h.196.

Page 48: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

33

pula yang non-Sayyid.52

Salah satu pendatang yang belakangan berperan dalam

pengembangan Islam di Tegal adalah Habib Muhammad bin Thohir al-Haddad.

Ia dilahirkan di Geidun, Hadramaut pada 1838 danwafat pada 1885 di Tegal.

Makamnya terletak di Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal.

Semasa hidup, Habib Muhammad dikenal sebagai pendakwah ulung.

Sepeninggalnya, cicitnya yang bernama Habib Abdullah bin Hasan bin Husein

Al-Haddad melanjutkan dakwah sang kakek.

Terdapat pula seorang keturunan Arab Hadrami non-Sayyid yang

mengembangkan pendidikan Islam di Tegal. Ia bernama Kyai Armia bin Kurdi.

Kyai Armia mendirikan pesantren at-Tauhidiyyah pada 1880 di desa Cikura,

Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal. Setelah ia berpulang, dakwah yang

dirintisnya dilanjutkan oleh putranya yang bernama Kyai Said bin Armia.

Belakangan, Kyai Said mendirikan pesantren di Giren Kaligayam, Kecamatan

Talang, Kabupaten Tegal. Pondok pesantren ini masih berdiri hingga kini dan

pengelolaannya dilanjutkan oleh dua orang cucu Kyai Said yakni KH.Ahmad

Saidi bin Sa’id bin Armia bin Kurdi dan KH.Muhammad Hasani bin Sa’id bin

Armia bin Kurdi.

2. Jalur / Saluran penyebaran Islam

Kedatangan awal Islam di Tegal disinyalir melalui jalur darat. Hal ini

sebagaimana terlihat dalam cerita dakwah Sunan Kalijaga yang memulai tugas

ketuhanan ini melalui Rembang, Purwodadi, Salatiga, Kartasura, Kutaraja,

Kebumen, Banyumas, Tegal bagian Selatan, Brebes,dan Cirebon dan atau dari

Cirebon – Brebes – Tegal. Pola dakwah yang dikedepankan adalah dakwah

melalui kebudayaan. Cara ini terbukti ampuh meyakinkan sebagian penduduk

Cirebon untuk masuk Islam.53

52

L.W.C.Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara (Jakarta:INIS, 1989)

h. 68. 53

Yudi Hadinata, Sunan Kalijaga (Yogyakarta: DIPTA, 2015) h. 62. Lihat juga Ahmad

Hamam, Ki Gede …, h.112. Di sini dijelaskan bahwa perjalanan Ki Gede Sebayu dari Pajang/

Kartasuro melewati Bagelen/Kedu-Purbaliga-Banyumas–Tegal bagian Selatan, kemudian

menyusuri Sungai Gung menuju Tegal. Ini menunjukkan jalur perjalanan yang ada pada saat itu.

Page 49: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

34

Pada abad XIX, setelah Belanda memperbaiki Pelabuhan Tegal, banyak

pedagang Arab yang berdatangan ke Tegal. Pedagang ini kemudian membentuk

koloni Arab. Lingkungan mereka dengan cepat menjadi sentra dakwah bagi

masyarakat sekitar.54

Meskipun datang sebagai orang asing, tidak lantas membuat

orang Arab abai untuk bergaul dengan warga lokal. Berkat keahlian berdagang

dan kebijaksanaannya, mereka mampu mencuri hati penduduk sehingga

belakangan banyak penduduk Tegal yang belajar agama kepada mereka.

Terdapat beberapa metode dakwah yang dilakukan orang Arab.Pertama,

dakwah keliling dengan media tasawuf, yang lebih mengedepan kesantunan dan

kemampuan spiritual/mistis yang mudah diterima oleh hati masyarakat yang

beragama Hindu-Budha dan kepercayaan Animisme dan dinamisme. Kedua,

melalui pendidikan berupa media majlis dakwah atau pesantren. Hal ini mirip

dengan yang dilakukan oleh Kyai Armia bin Kurdi yang mendirikan pesantren

At-Tauhidiyah. Ia menjadikan pesantrennya sebagai basis pengajaran Islam. Jalan

sucinya ini kemudian dilanjutkan oleh anak dan cucunya hingga sekarang.

3. Tokoh-tokoh penyebaran Islam di Tegal

3.1 . Syarif Abdurrahman bin Sulthan Sulaiman (w.1400-an).

Syekh Syarif Abdurrahman bin Sulthan Sulaiman merupakan salah satu

tokoh penyebar Islam di Tegal. Penduduk sekitar mengenalnya sebagai Mbah

Suro/ Suroponolawen. Ia merupakanseorang ulama dari Bagdad, Irak,55

yang

datang sekitar tahun 1400-an, untuk menyebarkan agama Islam. Makamnya

terletak di desa Pagiyanten, Kecamatan Adiwerna. Makam ini ramai

dikunjungi/diziarahi masyarakat pada hari Jum’at Kliwon, dan tanggal 06 -12

bulan Maulid. Namun pada tanggal 8 Maulid lebih ramai peziarah yang datang,

karena diadakan peringatan Maulid Nabi Muhammadyang bertepatan dengan

tanggal wafatnya Mbah Suro.

54

Van den Berg, Hadramaut …, h.68. 55

Samsu Munir, Sejarah…, h.315. Syarif Abdurrahman bin Sulthan Sulaiman datang ke

Indonesia sezaman Walisongo periode pertama, bisa dilihat dari kesamaan dalam dakwah yaitu

dengan metode dakwah keliling, menjumpai masyarakat langsung.

Page 50: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

35

Wilayah jelajah dakwah Syekh Abdurrahman meliputi Tegal bagian Barat

dan Selatan (Dukuhturi, Adiwerna, Lebaksiu dan Slawi).Menurut penuturan juru

kunci makamnya, yang bernama Abdul Haq mengatakan bahwa Syekh

Abdurrahman masih mempunyai hubungan kerabat dengan Syekh Idhofi atau

Syaikh Nur Jati dari garis kakeknya56

Di masa lalu,komplek pemakaman Syekh

Abdurrahman, oleh masyarakat sekitar diyakini sebagai tempat singgah Syekh

Abdurrahman ketika melakukan dakwah. Di sini pula ia dan para santrinya

mendirikan pemukiman. Jumlah santri yang dimakamkan di komplek

pemakaman ini lebih dari 25 orang. Jumlah ini yang kemudian mengilhami

penamaan komplek pemakaman ini menjadi makam Suroponolawen yang artinya

25 dalam bahasa Jawa.

3.2.Mbah Panggung/Pangeran Panggung (w.1520 M)

Mbah Panggung atau Pangeran Panggung merupakan soerang penyebar

Islam di kawasan Tegal yang kisah hidupnya dibubuhi kontroversi. Laku

dakwahnya berseberangan dengan model dakwah ulama lainnya yang

menekankan pada aspek syariat. Ia lebih dikenal sebagai penabur benih Islam

melaluijalur hakikat, yakni pengetahuan yang dianggap bukan konsumsi

masyarakat dengan tingkat beragama yang masih rendah.

Nama asli Sunan Panggung adalah Abdurrahman. Ia juga menyandang

gelar sebagai Sunan Drajat. Ia merupakan putra Sulung dari Raden Rahmat atau

Sunan Ampel dan ibunya merupakan wanita asal Campa. Sunan Panggung wafat

pada 1520.57

Ia dimakamkan di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur,

Kota Tegal.

56

Lihat Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-

Negara Islam di Nusantara (Yogyakarta :LKIS 2005) h. 236. Dijelaskan bahwa Syekh Maulana

Ifdhil Hanafi (Syekh Idhofi) meninggal 1564, dalam usaha merebut Kerajaan Galuh di Periangan

Timur dan Garut. Dari waktu meninggalnya Syekh Abdurrahman dan Syekh Nur Jati terpaut

hampir satu abad ini kewajaran, karena bertemu kekerabatannya pada kakek, serta kesamaan

madzab fiqih syafi’I yang dipakai keduanya dalam berdakwah. Ia juga seangkatan dengan

Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419, di Gresik, Jawa Timur lihat juga Soedjipto

Abimanyu, Babad Tanah Jawi (Yogyakarta: LAKSANA, 2014) h.328. 57

Abu Su’ud,Semangat …, ,h. 28.

Page 51: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

36

Ia mempunyai suatu gubahan sastrawi yang bernama Suluk Marang

Sumirang. Suluk ini berisi ajaran mengenai tasawuf esoterik yang maknanya

adalah pembebasan manusia dari hukum-hukum yang menghalangi rohnya

bersatu dengan Tuhannya. Dalam menyebarkan ajarannya, Sunan Panggung

ditemani dua hewan peliharaannya yang diberi nama Iman dan Taukhid (Tokid).

Paham beragama yang digagas Sunan Panggung mempunyai kemiripan

dengan ajaran Syekh Siti Jenar. Ajarannya lebih banyak menyasar pada masalah

hikmah, tasawuf serta pembersihan diri dari anasir yang mengganggu

tersambunya roh dengan dzat Tuhan. Bagi Sunan Panggung, pengajaran makrifat,

yakni pengetahuan tentang menyibak keberadaan Tuhan, merupakan penting

ditanamkan supaya manusia dapat mengerti tentang apa tujuan dari

kehidupannya.58

Kesamaan ini bukan tanpa sebab, dikarenakan Sunan Panggung

merupakan murid dari Syekh Siti Jenar sewaktu masih menetap di Cirebon.59

Sunan Panggung berdakwah dengan cara berjalan dan singgah dari satu

tempat ke tempat lain. beberapa daerah yang disinggahiny antara lain wilayah

Tegala bagian Timur, Slerok dan Langon (Kota Tegal sekarang), Mantran,

Balamoa dan Pangkah (Kabupaten Tegal bagian Timur. Ajarannya yang mirip

dengan paham Siti Jenar yakni manunggaling kawula gusti atau bersatunya dzat

manusia dengan Tuhan menimbulkan polemik di istana Demak. Oleh Raja

Demak kedua, ia dijatuhi hukuman bakar.60

Masyarakat Tegal, khususnya yang tinggal di wilayah Panggung, amat

memulyakan kedudukan Sunan Panggung. Kendati sang pujaan memiliki kisah

yang kontroversial, mereka tetap memulyakan sang tokoh salah satunya dengan

mengadakan haul tahunan Sunan Panggung yang biasanya diadakan pada bulan

Ruah atau Sya’ban dalam penaggalan Islam.

58

Lihat S.Soebardi, Serat Cabolek …, h. 54. Dalam Suluk Malang Sumirang dijelaskan

bahwa yang mengikuti hukum Islam secara membabi buta, yang mengagungkan syariat tidak

akan mendapatkan hakikat ilahiah. 59

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h.34. 60

Lihat juga R. Michael Feener, "A Re-examination of the Place of al-Hallaj in the

Development of Southeast Asian Islam," dalam Bijdragen tot de taal-, land-en

volkenkunde/Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia Vol. 154, No.4,

1998, hl. 571-592.

Page 52: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

37

.

3.3. Syekh Muhammad bin Maulana Al-Maghribi (w.1600-an).

Syekh Muhammad bin Maulana al-Maghribu merupakan seorang

pendakwah yang banyak memusatkan kegiatannya di Pedagangan dan Lebaksiu.

Syekh Muhammad menyandang julukan sebagai Mbah Atas Angin, disandarkan

pada banyaknya kejadian menakjubkan semasa ia hidup. Sesuatu yang ajaib

menjadi salah satu tema yang menghiasi perjalanan dakwahnya.

Semasa Syekh Muhammad bermukim di Pedagangan, wilayah itu telah

dikenal sebagai sentra kegiatan niaga. Ia mendapati banyak saudagar di

sekitarnya mempunayi sifat kikir. Sang ulama kemudian mencari cara agar para

saudagar tersebut bersedia merubah sikapnya itu. suatu ketika ia mendapat

tantangan untuk membuat sawah di atas udara. Jika ia sanggup, maka para

saudagar dan penduduk Pedagangan akan berbondong-bondong masuk Islam. Di

akhir cerita, Syekh Muhammad berhasil melakukan hal ajaib itu dan berlakulah

konversi massal penduduk desa Pedagangan ke dalam Islam.

Kisah mengenai penyebaran Islam di Indonesia kerap dibubuhi oleh hal-

hal ajaib yang mistik. Ini merupakan salah satu corak narasi yang ditemukan

dalam tutur masyarakat tradisional. Ketika seorang pendakwah datang ke tengah

penduduk yang menganut ajaran Hindu-Budha, animisme atau dinamisme maka

cara pengenalan Islam berbekal kebolehan bertindak ajaib menjadi salah satu

syaratnya. Kejadian menakjubkan, seperti pembuatan sawah di atas udara,

membuat penduduk terpukau yang akhirnya memeluk Islam.61

Makam Syekh

61

Azyumardi Azra,Jaringan Ulama …, .h.15. Karakteristik para sufi penyebar Islam

adalah pengembara yang berkelana, yang secara sukarela hidup dalam kemiskinan. Mereka sering

berkaitan dengan pedagang atau kerajinan tangan, sesuai tarekat yang mereka anut. Mereka

mengajarkan teosofi sinkretik yang komplek, yang dikenal oleh masyarakat Nusantara. Mereka

menguasai ilmu magis dan memiliki kekuatan penyembuh dan menggunakan istilah dan unsur

kebudayaan lokal sebelum Islam dalam konteks Islam. Menurut Fauzi Robani pengasuh pondok

pesantren Al-Qutb di Desa Banjarsari kecamatan paling Timur yang berbatasan dengan kabupaten

Pemalang, bahwa Syekh Muhamad atau Mbah Atas Angin merupakan penyiar atau pendakwah

yang tidak diragukan keberadaannya dan makamnya telah diakui oleh Pemerintah Kabupaten

Tegal sebagai situs sejarah Islam di Tegal. Lihat juga Ahmad Hamam, Ki Gede …, hal. 62.

Disebutkan bahwa Ki Ageng Dagang atau Syekh Atas Angin berdakwah setelah masa Mbah

Panggung.

Page 53: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

38

Muhammad atau Syekh Atas Angin berda di Desa Pedagangan, Kecamatan

Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, skeitar 1, 5 Km dari pusat Kota Slawi.

3.4.Ki Gede Sebayu ( w.1620M ).

Ki Gede Sebayu adalah seorang tokoh pendiri dan penguasa pertama

Tegal yang diakuioleh pemerintahan Mataram Islam.Pada hari Rabu Kliwon

tanggal 18 Mei 1601atau 12 Rabiul Awal 1010 H/1524 Caka, ia diangkat

menjadi Juru Demang di Kadipaten Tegal oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng

Panembahan Senopati Sayidina Penata Gama Ratu Bintoro Raja Mataram. Ia

wafat pada 1620, dan dimakamkan di Desa Danawarih, Kecamatan Balapulang.

Kabupaten Tegal.

Makam Ki Gede Sebayu selalu ramai didatangi para peziarah, apalagi

menjelang peringatan hari jadi Kabupaten dan Kota Tegal. Di momen itu banyak

pejabat yang datang seperti Bupati, Walikota, anggota DPRD, Kepala Dinas dan

lain sebagainya. Makamnya menjadi magnet keramaian spiritual di Tegal.

.Ki Gede Sebayu menjadikan Kalisoka sebagai basis awal pengembangan

Tegal. Ia juga menginisiasi pembanguan pesantre al-Quran sebagai sarana belajar

agama penduduk setempat. Semasa hidup, Ki Gede Sebayu menjadikan

penanaman pengetahuan agama sebagai hulu peningkatan harkat dan martabat

masyarakat Tegal. Tauhid menjadi landasan penting sebelum merencanakan

pembanguann-pembanguan di sendi-sendi yang lainnya seperti sosial, ekonomi

serta politik.62

Di masa kepemimpinan Sebayu, secara perlahan, Tegal mengalami

peningkatan jumlah penduduk. Sang pemimpin Tegal ini mempertalikan

hubungan kekerabatan antara pemukim awal dan para pendatang, bagaikan kisah

Nabi Muhammad yang menetapkan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan

62

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h.115. Menurut Ibu Hj. Milah, Kepala Perpustakaan dan

Arsip Kabupaten Tegal, bahwa Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri wilayah Tegal dan

seorang pendakwah Islam, dengan mendidik dan mengajar masyarakatnya selalu seimbang antara

dunia dan akhirat agar kehidupan dunia serta akhiratnya bahagia. Lihat juga Musyrifah, Sejarah

Peradaban …, h.13.

Page 54: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

39

Ansar di Madinah. Untuk meningkatkan pengetahuan agama, Ki Gede Sebayu

membangun masjid di Kalisoka, sebagai sentra ibdah dan dakwah masyarakat

setempat.

Peninggalan penting Ki Gede Sebayu lainnya adalah warisan teknik

bercocok tanam. Pengetahuan bercocok tanam ini dirasa bermanfaat oleh

penduduk Kalisoka dan Tegal secara umum, karena berhasil meningkatkan taraf

kehidupan mereka. Sebagai penunjang pengetahuan pertanian, Sebayu juga

mengajak warga untuk membangun sarana irigasi.63

Di masa ketika Sultan

Agung berupaya menaklukkan Batavia pada 1628 – 1629, Ki Gede Sebayu

meminta warganya untuk memasok kebutuhan beras pasukan Mataram.64

3.5.Muhammad bin Thohir Al-Haddad ( w. 1885).

Muhamad bin Thohir Al-Haddad lahir di kota Geidun, Hadramaut,

Yaman pada 1838.Beliau datang ke Indonesia pada 1870, untuk berdakwah.

Langkah mulianya ini akhirnya terhenti karena ia wafat pada1885 (18 Rajab 1316

H)dalam usia 47 tahun. Kegiatan dakwahnya dilanjutkan oleh putra-putranya.65

Makam Habib Muhammad terletak di Kelurahan Kraton, Kecamatan Tegal Barat,

Kota Tegal.

Adapun nasab lengkap Habib Muhammad yaitu; Habib Muhammad bin

Thohir bin Umar bin Abubakar bin Ali bin Alwi bin Abdullah (Shahiburratib) Al-

Haddad bin Alwi bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin

Alwi bin Ahmad bin Abubakar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah bin

Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Muhammad bin Ali bin Alwi bin

Muhammad bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin

Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far As-Shadiq bin Muhammad

63

Ahmad Zaini ( Tokoh Kalisoka ) mengatakan bahwa Ki Gede Sebayu sebagai tokoh

pendiri Tegal telah mengajarkan masyarakat untuk hidup seimbang antara dunia dan akhirat.

Beliau juga mendirikan pesantren al-Qur’an dan masjid Agung Kalisoka. 64

Abu Su’ud, Semangat …, ,h. 41. 65

Menurut Van den Berg yang telah meneliti orang Arab Hadramaut, bahwa sebelum

tahun 1859, tidak tersedia data yang jelas mengenai jumlah orang Arab di Nusantara. Lihat Van

den Berg, Hadramaut …, h. 67-68.

Page 55: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

40

Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib karramallahul

wajhah, suami dari Fatimah Az-Zahra putri Rasulullah S.A.W.

Ayah Habib Muhammad, yakni Habib Thohir bin Umar al-Haddad adalah

seorang ulama besar di kota Geidun, Hadramaut. Habib Thohir banyak membaca

buku di bawah pengawasan dan bimbingan ayah dan kakeknya, sehingga ia diberi

ijazah sebagai ahli hadis dan ahli tafsir. Habib Muhamad berdakwah di sekitar

daerah Kraton dekat pelabuhan Tegal. Menurut Habib Abdullah bin Hasan,

Habib Muhamad melakukan syiar Islam dari Yaman – India- Pakistan- Indonesia

(Tegal). Kedua putranya, Habib Husein bin Muhamad Thohir berdakwah di

Jombang dan Habib Alwi bin Muhamad Thohir berdakwah di Bogor.66

Makam

Habib Muhammad berada di sebelah selatan pelataran atau halaman Masjid.

Peringatan kaulnya dilaksanakan hamir setiap tanggal 15 bulan Syaban, dan

dihadiri warga Tegal maupun luar daerah / kota lain.

3.6.K.H.Armia bin Kurdi ( w.1930)

K.H. Armia lahir sekitar tahun 1850-an.Setelah pengembaraannya dalam

menuntut ilmu kepada banyak ulama, diantaranya ulama dari Kasuben, Lebaksiu

Tegal, Sumpuh Banyumas, Cirebon dan terakhir belajar dengan Kyai Anwar dari

Lemah Duwur, Tegal. Pada1880, ia mendirikan pesantren yang diberi nama At-

Tauhidiyah di desa Cikura, Kecamatan Bojong Kabupaten Tegal.

Kyai Armia memberikan materi dasar bagi pendidikan umat. Mata

pelajarannya berkisar pada tata cara sholat dan baca Al-Quran. Dalam

perkembangannya, ia jugamengajarkanTauhid atau usuludin67

. Oleh karena

metode pengajarannya yang dikenal mudah dicerna, dar waktu ke waktu, jumlah

muridnya terus meningkat.Ketika usianya mencapai 60 tahun, ia menikah dengan

Aliyah salah satu santrinya. Dari pernikahan itu, ia berputra Said bin Armia. Dia

lah yang kelak melanjutkan dakwah dan mendirikan Pesantren at-Tauhidiyah,

66

Habib Abdullah adalah cicit dari Habib Muhamad bin Thohir Al-Haddad. Ia yang

meneruskan dakwah di Tegal dan mendirikan Yayasan Pendidikan Al-Khairiyah. 67

KH.Saidi bin Said bin Armia bin Kurdi mengatakan bahwa pengajaran atau dakwahnya

Kyai Armia lebih menekankan pada tauhid yang berdasarkan Kitab Tauhid Imam as-Sanusi. Bani,

selaku penyuluh Agama Islam, mengatakan bahwa penyebaran Islam di Tegal pada abad 20,

sangat terbantu dengan adanya pesantren, terutama Pesanren At-Tauhidiyah yang didirikan oleh

kyai Armia.

Page 56: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

41

Giren Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal. Pada 1974( 20 Rajab 1395 H)

K.H.Said wafat. Kegiatan dakwahnyadilanjutkan oleh kedua putranya,yaitu

KH.Saidi bin Said dan KH.Hasani bin Said.

Ibu Tamilah68

mengatakan bahwa dakwah Islam yang disampaikan oleh

KH.Armia adalah penyiaran Islam yang menekankan pada tauhid dan

syariat.Pengaruh ulama ini sangat besar, dibuktikan dengan adanya pesantren

yang masih berdiri sampai sekarang dan pengajian rutin yang masih dilanjutkan

oleh cicitnya yang dihadiri masyarakat dari berbagai daerah/kecamatan/desa di

Tegal. Keterangan ini diperkuat oleh Ahmad Bani, ia adalah Penyuluh Agama

Islam Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tegal.

4. Masjid bersejarah di Tegal

Masjid sebagai tempat beribadah umat Islam memiliki fungsi yang

beragam, baik ibadah ukhrawi maupun ibadah duniawi. Pada masa Rasulullah,

masjid berperan sebagai tempat menyelesaikan masalah umat, penyampaian

dakwah dan politik umat Islam, sehingga masjid merupakan sentral kegiatan

umat pada saat itu.

4.1.Pengertian Masjid

Masjid bagi umat islam memiliki arti yang besar dalam kehidupan, baik

arti fisik maupun spiritual. Kata “masjid”berasal dari bahasa Arab yang berarti

tempat sujud.Pada hakekatnya, masjid merupakan rumah Tuhan, sebagaimana

disebutkan dalam al-Quran surat At-Taubah ayat 107-109.Nash ini diperkuat

dengan hadis Qudsi Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Abu Na’im dari

Sa’id al-Khudri r.a. Allah berfirman; “ Sesungguhnya rumah-rumah-Ku di bumi

ialah masjid-masjid dan para pengunjungnya adalah orang-orang yang

68

Ia adalah Kepala Kantor ARSIP dan Perpustakan Daerah Kab.Tegal tahun 2014-

sekarang

Page 57: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

42

memakmurkannya.”69

Oleh karena masjid adalah tempat yang mulia, maka

dilarang membangun masjid diatas kuburan, sebagaimana hadis Rasulullah dari

Aisyahr.a yang diriwayatkan oleh Muslim r.a.70

Pada masa awal Islam

berkembang, niat mendirikan masjid merupakan hal yang sangat penting untuk

menentukan status dari masjid, apakah masjid itu termasuk dalam kategori masjid

Allah ataukah masjid riya.71

Masjid yang pertama kali dibangun oleh Nabi Muhammad SAW adalah

masjid Quba’ kemudian masjid Nabawi di Madinah. Kedua masjid tersebut

adalah masjid Taqwa, karena dibangun atas dasar ketakwaan. Dalam

perkembangan Islam,masjid merupakan sentral atau pusat dakwah,

pengembangan ilmu dan lambang kebesaran Islam. Keutamaan membangun

masjid, sebagaimana hadis Nabi Muhammad, adalah Allah akan membangunkan

sebuah bangunan yang serupa di surga, bagi siapa saja yang membangun masjid

di dunia.72

Banyak peninggalan masjid dalam sejarah Islam yang belakangan

dijadikanbukti kejayaan dan keberadaan penyebaran islam di suatu wilayah.

Sebagaimana masjid di Tegal, juga menjadi bukti sejarah penyebaran Islam dan

perkembangan serta dinamika umat Islam.

Dalam perjalanan sejarah Islam,masjid sangat strategis untuk menjadi

media dakwah, karena aktivitas membutuhkan tempat sebagai sentral atau pusat

kegiatan.Ditinjau secara doktrinal, masjid juga merupakan salah satu keutamaan

yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad, karena bumi ini dijadikan oleh

Allah sebagai masjid.Ini sejalan dengan keterangan dari hadis yang diriwayatkan

oleh Imam Muslim.73

Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, yang

pertama kali dibangunnya adalah masjid sebagai tempat kegiatan umat, baik yang

69

M.Ali Usman dkk, Hadist Qudsi (Bandung : Diponogoro,2005) h.135. Di dalam hadis

ini, Allah menerangkan kepada manusia bahwa Allah mempunyai rumah di bumi, yaitu masjid.

Orang Muslim mengerjakan ibadah dan mengabdi kepada-Nya, sehingga masjid menjadi tempat

yang mulia, siapa saja yang datang ke masjid dengan niat memakmurkannya , berarti ia adalah

tamu Allah yang mulia. 70

Idrus H.Alkaf ( penterjemah), Ihtisar Hadist Muslim (Surabaya : Karya Utama,2009)

h.117 71

Tim Penulis, Pedoman Manajemen Masjid (Jakarta: Fokkus Babinrohis ICMI dan

Yayasan Kado Anak Muslim, 2004) h. 7. 72

Lihat hadist ke-195 dalama Ihtisar Hadist Muslim yang diterjemahkan oleh

Idrus.H.Alkaf. Surabaya; Karya Utama 2009.h.118. masjid adalah rumah Allah 73

Idrus.H.Alkaf, Ihtisar …, h.116.

Page 58: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

43

bersifat duniawi maupun ukhrawi. Ketika menyusun strategi perang,Nabi dan

para sahabatnya melakukannya di dalam Masjid Nabawi. Masjid pada saat

itudiibaratkan sebagai islamic center, yakni tempat membina hubungan manusia

dengan Allah dan hubungan manusia dan manusia.74

Di masa awal dakwah Islam di Arabia, banyak umat Islam yang mendatangi

Nabi Muhammad SAW untuk bertanya mengenai masalah hidupnya. Forum

pertemuan semacam ini biasa dilangsungkan di masjid. Begitu pula pada masa

Khulafah Ur-Rasyidin, masjid masih melanjutkan perannya sebagai tempat

kegiatan umat dan dakwah Islam. Penyebaran Islam di Jawa tidak lepas dari

peran masjid, surau dan langgar. Tempat-tempat ini mempunyai ruangan yang

luas, sehingga memungkinkan para santri untuk belajar dengan nyaman.

Apa yang terjadi di Arabia mempunyai kesamaan dengan di Tegal. Masjid

sebagai media dakwah sekaligus tempat pengajaran Islam.Terbukti dengan

adanya bangunan masjid di setiap balaikotakadipaten. Sejak zamankerajaan

Demak sekitar abad 15, pembangunan masjid menjadi suatu budaya yang

ditradisikan.Masjid menjadi maskot atau ikon di suatu pusat pemerintahan Jawa

seperti Masjid Demak, Masjid Agung Banten, Masjid Agung Ciptarasa

Kesepuhan Cirebon, Masjid Baiturahman Aceh dan lain sebagainya.75

Dalam

perkembangannya, masjid di Indonesia dikelompokan menjadi beberapa jenis

yakni: Masjid Negara, Masjid Nasional, Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid

Besar dan Masjid Jami’.76

4.2.Masjid bersejarah di Tegal

Masjid merupakan salah satu buktipeninggalan sejarah yang tidak dapat

dibantah. Keberadaannya bersamaan dengan proses penyebaran Islam disetiap

tempat, seperti halnya Masjid Agung Banten yang didirikan pada masa Sultan

Maulana Hasanudin dan putranya Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566 M /

74

Achmad Subianto dkk, Pedoman Pelaksanaan Gerakan Memakmuran Masjid (Jakarta

: Kasala Mitra Selaras, 2008) h.14. 75

Samsul Munir, Sejarah Peradaban …, h.417. 76

Achmad , Pedoman Pelaksanaan …, h. 25.

Page 59: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

44

966 H. Bangunan ini menjadi salah satu peninggalan sejarah di Banten dan bukti

penyebaran islam di daerah itu.77

Di Tegal, masjid menampilkan diri sebagai sentra umat yang

mempersatukan semua kalangan. Sebagaimana diketahui, dalam tata masyarakat

Jawa sebeleum kolonial, hubungan raja dan kawula (rakyat kebanyakan atau

orang kecil) terpaut derajat yang jauh. Hampir tidak mungkin dijumpai seorang

demang yang bergaul akrab dengan nelayan kecil. Perbedaan kelas semacam itu

dapat diminimalisir di masjid. Peribadatan atau ritual yang dilakukan di tempat

ini senantiasa menjunjung aspek kesamaan dan kolektivitas. Hal tersebut terlihat

dalam salat berjamaah dan doa bersama. Secara doktrinal, masjid di Tegal telah

memenuhi fungsi masjid sebagaiman di zaman Rasulullah di abad-abad

sebelumnya.78

Adapun masjid bersejarah di Tegal,yaitu:

4.2.1. Masjid Kewalian Kalisoka (didirikan sekitar 1602)

Sejarah Tegal tidak lepas kaitannya dengan Desa Kalisoka, sebuah desa

yang terletak di Barat Laut Kantor Pemerintah Kabupaten Tegal.Secara

administratif, Kalisoka ikut dalam Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal.Di

tempat inilah Ki Gede Sebayu bersama keluarganya tinggal dan membangun

pondok pesantren dan masjid yang kini dinamakan sebagai Masjid Kewalian

Kalisoka.

77

Muhammad Shohib, dkk. Heritage Islam Nusantara- Masjid Bersejarah di Jawa

(Jakarta : Lajnah Pentashihan Mushaf AL-Qur’an, Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI,

2012) h.7. 78

Tim Penulis,Pedoman Manajemen …, h.87.

Page 60: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

45

Yang cukup menarik untuk ditelisik, adalah Masjid Kewalian atau Masjid

Kalisoka, masih terjaga dengan baik, meskipun ada beberapa bagian yang

direnovasi. Di pelataran masjid terdapat jam matahari yang dulu digunakan untuk

menentukan waktu sholat. Hingga kini, jam tersebut masih ada, meskipun sudah

tidak digunakan lagi.Menara masjid menjulang tinggi di sisi masjid.Di bagian

dalam terdapat mimbar yang bentuknya masih tradisional, tampak kelambu hijau

yang menutupi mimbar tersebut.Pintu dan jendela masih menggunakan kayu jati

yang sangat awet.Atap masjid tidak terlalu tinggi, mekipun begitu, masjid ini

memiliki lantai bawah tanah yang lantai tersebut dekat dengan bibir sungai.

Tempat air untuk bersuci terlihat sangat unik. Para pengunjung tidak akan

menemukan kran air untuk wudhu, yang ada hanyalah kolam besar dengan

beberapa gayung untuk mengambil air.Tempat wudhu tersebut hampir digunakan

pada masjid-masjid model lama.

4.2.2. Masjid Al-Hikmah Pesekongan ( didirikan sekitar 1821)79

Secara geografis, Pasekongan berada dekat dengan kawasan pelabuhan Tegal.

Kondisi demikian menjadikan kampung ini menjadi persinggahan sementara

79

Masjid ini terletak di kota Tegal. Informasi mengenai masjid diperoleh dari Dinas

Pemuda dan Pariwisata Kota Tegal.

Page 61: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

46

beberapa pendatang, seperti masyarakat dari luar pulau Jawa atau masyarakat

asing khususnya warga keturunan Arab, keturunan India khususnya warga

Gujarat atau Koja.

Dilihat sepintas dari depan, tidak ada yang istimewa dari Masjid

Pesekongan atau Masjid Al-Hikmah. Namun, ketika membaca maksud dari tanda

historis berupa candrasengkalan bergambar bunga melati dan mawar di bagian

atas pintu masuk, akan terlihat orosonalitas dan kekhasannya. Candrasengkala

tersebut menjadi prasasti berdirinya masjid Pasekongan. Dari pembacaan

candrasengkala itu diperkirakan bangunan masjid berdiri pada tahun 1241

Hijriyah atau bertepatan dengan tahun 1821 Masehi.

Konstruksi bangunan masjid ini berbentuk bujur sangkar dengan ukuran

15x15 meter. Pilihan pada bentuk ini mengingatkan pada bentuk bangunan

Ka’bah. Atap masjid berbentuk limasan tumpang dua dan jumlah undakannya

berbilang genap. Tidak ada hiasan pada bangunan ini, kecuali ornamen flora

(melati dan mawar) diatas pintu masuk serta hiasan pada mihrab. Di lihat dari

pembacaan sejarah melalui sejumlah ornamen di masjid ini, dapat dipastikan

bahwa masjid ini mmepunyai fungsi penting dalam perkembangan dakwah Islam

di masa lalu.80

Masjid Pasekongan menjadi saksi bisu perkembangan Islam ketika Tegal

berada di bawah penguasaan Belanda pada abad 19. Dari sini, ajaran Islam

berhembus hingga mencapai kawasan pelabuhan Pasekongan lalu menyebar

hingga ke pedalaman. Bangunan ini mempunyai hubungan dengan Langgar

Dhuwur, tempat ibadah lainnya. namun dilihat dari segi usia, Masjid Pasekongan

lebih tua dari bangunan tersebut.

Dalam perkembangannya, Masjid Pasekongan telah mengalami sejumlah

perbaikan. ini dilakukan demi menjaga fungsi masjid sebagai tempat ibadah

sekaligu bermusyawarah warga sekitar. Masjid ini mengalami pemugaran pada

1981 dan diresmikan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kotamadya Tegal

pada 10 Januari 1982.

80

Yono Daryono, “Tegal Evolusi Sebuah Kota”, makalah yang dipaparkan dalam

peringatan hari jadi kota Tegal, ia adalah salah satu tokoh budayawan di Tegal, 2008, h. 7.

Page 62: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

47

4.2.3. Langgar Dhuwur Pesekongan (1830 M)

81

Sekilas tampak depan tidak ada yang istimewa dari langgar ini. Namun

jika diteliti dan amati lebih jauh, ternyata langgar yang posisinya ada di

Pesekongan, Kelurahan Tegalsari, Kecamatan Tegal Barat, Kota Tegal ini

memiliki sejarah yang sangat penting bagi perkembangan Islam di Tegal.Langgar

ini diperkirakan dibangun pada 1830 yang posisinya ada di dekat laut yang fungsi

utamanya kala itu adalah untuk memenuhi kebutuhan peribadatan pelaut-pelaut

dari Bugis, Madura, Sumatera, dan Kalimantan yang sedang berlabuh di Tegal.82

Bangunan dengan bahan utama kayu jati ini memiliki luas bangunan 10 x

10 meter.Pada dinding bangunan, terbuat dari kayu dan ada sedikit motif bunga-

bunga dan jeruji kayu.Bentuk fisik bangunan ini disesuaikan dengan fungsi

utamanya, selain untuk beribadah, juga digunakan untuk beristirahat.Sehingga

sembari beristirahat, para pelaut bisa melihat langsung perahu-perahu yang

ditambatkan atau yang sedang berlayar. Langgar Dhuwur posisinya berada

dilantai kedua, sedangkan untuk lantai bawahnya, digunakan untuk tempat

istirahat para pelaut.Hingga sekarang, Langgar Dhuwur masih digunakan sebagai

tempat ibadah dan pengajaran Islam.

81

Photo diakses dari www.wisatategal.com 82

Yono Daryono, “Tegal Evolusi …, h. 9.

Page 63: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

48

4.2.4. Masjid Agung Tegal ( 1825 M)

83

Pendapa Tegal, alun-alun dan Masjid Agung Tegal merupakan tiga

rangkaian penanda yang tak bisa dilepaskan dari sejarah Tegal. Pendapa Tegal

dan Masjid Agung Tegal merupakan bangunan yang didirikan bersamaan, yakni

pada tahun 1825. Masjid Agung Tegal membuktikan rangkaian pertumbuhan dan

perkembangan Islam di wilayah Tegal yang dimulai dari era Mbah Panggung.

Tetapi sumber lokal menyebutkan proses penyebaran Islam yang dilakukan Mbah

Panggung lebih mirip dengan percampuran Islam dengan tradisi setempat,

sehingga banyak dipercaya sebagai akulturasi Islam Kejawen. Saat pelariannya

dari Demak hingga ke Tegal, Mbah Panggung mengajarkan Islam melalui media

wayang, utamanya tokoh Kresna.

Intensitas penyebaran dan perkembangan Islam di kota Tegal dimulai

tahun 1821.Data tersebut merujuk pada candrasengkalan gambar Masjid Al-

Hikmah, Pasekongan, bergambar bunga melati dan mawar diatas pintu masuk

sebagai penanda berdirinya masjid tersebut. Pada masa itu,diyakini merupakan

periode masuknya warga keturunan Arab yang berasal dari Hadramaut ke

wilayah Nusantara. Migrasi keturunan Arab Hadramaut ke pulau jawa dimulai

pada abad 18 dan abad 19.84

Banyak dari mereka yang bermukim di Pekalongan,

Tegal, Brebes hingga Cirebon.

Masjid Agung Tegal menjadi simbol proses perkembangan Islam di

Tegal. Pendirian masjid ini diprakarsai oleh Kyai Abdul Aziz yang merupakan

pejabat penghulu pertama di Tegal diatas tanah yang ia wakafkan. Tanah tersebut

83

Photo tersebut merupakan dokumen dinas Pariwisata Kota Tegal. Bangunan ini hasil

renovasi tahun 1981. 84

Van den BERG, Hadramaut …, h. 67.

Page 64: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

49

memiliki luas 2.864,36 m2. Kyai Abdul Azis memiliki cita-cita membangun

tempat ibadah sekaligus tempat syiar Islam. Pada mulanya, bangunan ini

memiliki satu kubah berbentuk limasan. Pada 1981, renovasi atas masjid ini

dilakukan dan menghasilkan 2 kubah limasan dan pemugaran terakhir dilakukan

pada 2014.85

Berada di kelurahan Mangkukusuman, Masjid Agung Tegal telah banyak

mengalami renovasi dan perluasan bangunan. Meskipun demikian, wujud asli

bangunan ini tetap dipertahankan, di antaranya dapat dilihat di bagian sokoguru,

mihrab dan pengimaman. Pada bulan Ramadhan, masjid agung menjadi tempat

penanda waktu berbuka. Pada 1970-an, terdapat tradisi peledakan petasan besar

sebagai tanda berbuka puasa.

C. Dinamika Umat Islam Tegal

1. Kehidupan Beragama

Umat Islam dari setiap daerah mempunyai tradisi dalam kehidupan

beragama, tidak terkecuali masyarakat Tegal. Adapun Tradisi keagamaan

masyarakat Tegal yang beragama Islam dibagi dalam tiga kelompok.Pertama,

masyarakat yang dalam kehidupan sehari-hari jarang menggunakan kosa kata

atau istilah yang ada hubungan dengan agama. Mereka juga kurang memenuhi

ritual harian umat Islam pada umumnya, seperti mendirikan shalat di lima waktu.

Ciri lainnya adalah nama mereka tidak menggunakan nama dengan bahasa Arab,

melainkan nama dari bahasa Jawa Tegalan di antaranyaseperti seperti Kasangan,

Kalwiyad, Saad, Wasmad, Daspan dan sebagainya. Sedangkan bagi kaum wanita

menggunakan nama seperti Sulki, Kasimah, Runtah, Tariah, Sayem, Bawon,

Danipah dan lain-lain.86

85

Data ini dari Dinas Pemuda dan Pariwisata Kota Tegal. 86

Abu Suud, Semangat …,h. 9. Menurut K.H. Fauzi, tradisi keagamaan orang Tegal

sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam. Walaupun ada tradisi lokal, tapi kebiasaan masyarakat

itu telah bercampur dengan budaya Islam, seperti acara tujuh bulanan pada orang yang hamil,

diadakan dengan lebih banyak dengan pembacaan kalimat tayibah. lihat Zaini Muchtarom, Santri

dan Abangan di Jawa (Jakarta: INIS,1988) h. 5. Santri adalah orang Muslim yang saleh yang

memeluk agama Islam dengan sungguh-sungguh dan dengan teliti menjalankan perintah-perintah

Page 65: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

50

Kedua, orang Tegal yang banyak menggunakan nama-nama Arab, seperti

Muhammad,Dahlan,Amir, Mashuri, Zaenudin, Abdurahman, atau Tarmidi.

Dalam pergaulan, biasanya mereka kerap menggunakan istilah Arab pada

umumnya seperti Alhamdulillah, Astaghfirullah dan Insyaallah.

Ketiga, masyarakat kota yang secara intelektual lebih tinggi di banding

masyarakat pedesaan. Penggunaan bahasa dan nama mereka seperti yang

ditemukan dalam bahasa Jawa standar Solodan Yogyakarta. Sebagian nama

mereka juga ada yang menggunakan nama dari bahasa Arab.

Dari tiga kelompok di atas, yang pertama dan kedua umumnya bermukim

di pedesaan. Mereka memiliki model keagamaan Islam yang pengalanannya

dekat dengan kaum tradisional, seperti menunaikan shalat Idul Fitri di masjid.

Hal demikian tidak dijumpai di kalangan perkotaan yang mendirikan shalat Idul

Fitri di lapangan. Ketika memasuki bulan Ramadhan, biasanya warga pedesaan

akan menunaikan shalat tarawih dengan jumlah 23 rakaat. Hal tersebut berbeda

dengan kaum Muslim di perkotaan yang hanya menjalankan shalat tarawih

dengan 11 rakaat.

Secara umum, tipologi penggolongan Muslim di Tegal mempunyai

kesamaan sebagaimana yang ditetapkan oleh Clifford Geertz. Dalam suatu

penelitiannya ia membagi masyarakat Jawa dalam tiga kategori yakni abangan,

santri dan priyayi. Kehidupan mereka kerap dikaitkan dengan budaya

Jawa/Hindu yang sebagian masih percaya dengan perhitungan adanya hari baik

dan buruk (hitungan Jawa/saka).87

agama Islam sebagaimana yang diketahui, sambil berusaha membersihkan akidah dari syirik yang

terdapat di daerahnya. Sedangan, pengertian abangan adalah orang Islam Jawa yang tidak

seberapa memperhatikan perintah-perintah agama, dan kurang teliti dalam memenuhi kewajiban-

kewajiban agama, tetapi cara hidupnya masih banyak dikuasai oleh tradisi Jawa sebelum Islam. 87

Informasi ini dibenarkan oleh Bani, penyuluh Agama Islam, yang mengatakan bahwa

tradisi jawa masih melekat pada sebagian masyarakat Tegal sampai saat ini. Lihat juga Khaeroni,

Peran Sosial Santri dan Abangan (Jakarta: Penamadani, 2007). Menurutnya perbedaan santri dan

abangan terletak pada tingkat prilaku religiusnya.

Page 66: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

51

2. Kehidupan Ekonomi

Pada umumnya, masyarakat Tegal berprofesi sebagai petani. Sebagian

lain yang tidak mempunyai arelah persawahan, bekerja sebagai buruh di sawah

orang atau bekerja di perkebunan.Pada abad ke-19, kehidupan ekonomi Tegal

ditopang oleh daerah pedalaman yang menghasilkan gula, beras dan palawija.

terdapat beberapa areal perkebunan tebu, indigo, kopi, serta berdiri pula beberapa

pabrik gula di Tegal. Selain itu ada pula masyarakatyang beternak sapi, kerbau

dan lain-lain. Kondisi ini menunjukkan bahwa peran suplai pedalaman akan

sangat mempengaruhi aktivitas ekonomi di pesisir, khususnya di pelabuhan

Tegal.88

Secara ekonomi, Tegal mempunyai potensi yang cukup besar karena

daerah pedalamannya menjadi sumber penghasil kekayaan bagi masyarakatnya.

Pada 1815 hingga tahun 1830, diperkirakan prosentase keluarga petani sekitar

87%, sedangkan prosentase keluarga pemilik tanah sekitar 68%. Jadi, kehidupan

agraris masyarakatnya masih mendominasi.Sisanya, sekitar 13%, bergerak di luar

sektor pertanian.

Jumlah kepala keluarga yang mempunyai tanah sendiri cukup besar,

sedangkan yang tidak memiliki tanah sekitar 32%89

Ketika diberlakukannya

cultuurstelseelpada abad 19, yang mewajibkan setiap desa untuk menyisihkan

20% tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor dan hasil tanaman di jual ke

Pemerintah Kolonial dengan harga tertentu dan hasil panen diserahkan kepada

pemerintah kolonial.Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki tanah,

diharuskan bekerja selama 75 hari dalam setahun (setara dengan 20%) pada

perkebunan pemerintah kolonial.90

Di bidang peternakan, setiap rumah tangga di Karesidenan Tegal telah

terbiasa dengan pemeliharaan kerbau.Biasanya setiap rumah tangga ini terdiri

88

Alamsyah, “Deskripsi Hinterland Karesidenan Tegal Abad XIX”, h.16 89

Peter Boomgaard, “ Mengubah Ukuran dan Perubahan Ukuran : Pertumbuhan

Pertanian daerah di Pulau Jawa, 1815-1875” dalam Anne Booth, dkk, Sejarah Ekonomi

Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1988) h.190. 90

Htts://fandytindi.wordpress.com/2014/06/20/politik-kolonial-belanda-abad-ke-19.

Lihat juga htt:// siska puspitasari.warta sejarah.blogspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda-

abad –ke-19 diakses pada 5 September 2018.

Page 67: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

52

dari 5 jiwa. Secara rinci jumlah kerbau yang dimiliki oleh setiap rumah tangga

digambarkan di bawah ini:91

Rata-Rata Jumlah Kerbau Setiap Rumah Tangga Tahun 1815-1839

Kurun Waktu 5 Tahun Jumlah Setiap Rumah Tangga

1795-1799 0,73

1800-1804 0,66

1805-1809 0,79

1810-1814 -

1815-1819 0,68

1820-1824 -

1825-1829 -

1830-1834 0,70

1835-1839 0,84

Rata-rata jumlah kerbau yang dimiliki oleh setiap rumah tangga selama

kurun waktu 45 tahun tersebut sekitar 0,73. Data di atas menunjukkan bahwa

fluktuasi kepemilikan kerbau di Karesidenan Tegal tidak terlalu tinggi. Jumlah

kerbau tertinggi yang dimiliki oleh setiap rumah tangga terjadi pada tahun 1835-

1839 yaitu sekitar 0,84 perrumah tangga.

Pusat perdagangan petani di Tegal biasanya dilakukan dipasar dan di tepi

sungai sehingga mudah untuk diakses. Petani melakukan perjalanan ke hulu pasar

di daerah pedalaman di Tegal untuk menjual hasil berasnya.Kebanyakan beras

hasil dari Tegal digunakan untuk konsumsi ekspor. Di pasar, berbagai hasil

daerah Tegal maupun daerah lain juga diperjualbelikan,antara lain buah-buahan,

91

Alamsyah, “Deskripsi …”, h. 20.

Page 68: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

53

produk industri seperti keranjang, pot, aneka ragam tekstil, unggas (ayam dan

itik), dan yang utama dalam pasar pesisir adalah ikan segar.92

Dari tahun ke tahun, perekonomian masyarakat Tegal mengalami

peningkatan. Indikatornya adalah hasil panen pertanian yang cukup

menguntungkan dan adanya diversifikasi produk-produk utama di Karesidenan

Tegal.Sebelum1841, sebagian besar tanah pertanian masih menggunakan metode

tadah hujan. Namun, atas usulan pemerintah pada 1836, maka pada tahun 1840-

an, pembangunan proyek irigasi untuk persawahan mulai diadakan. Dengan

demikian, tanah pertanian yang semula tergantung pada tadah hujan dapat diubah

menjadi lahan yang baik, tidak tergantung musim hujan dan produktif.93

Di luar sektor pertanian dan penangkapan ikan, ada berbagai cabang

kerajinan seperti;kerajinan besi, tembaga, perak dan kerajinan emas. Demikian

juga untuk tenaga yang membutuhkan keahlian seperti tukang batu, tukang kayu,

tenun katun, pemintalan, pembuatan genting, pembakaran pot dan pembuatan

kapur yang mengalami kenaikan pesat. Pada 1837, sektor pembuatan kapur

menghasilkan 24.204 ton. Pada1838 hingga 1841, terjadi lonjakan hasil produksi

sebanyak 38.153 ton, 42.661 ton, 61.502 ton dn 72.084 ton. Sebagian besar hasil

produksi kapur tersebut digunakan untuk konsumsi lokal.

Di sektor pembuatan genting dan pembuatan pot juga mengalami

kenaikan produksi. Kondisi ekonomi masyarakat dipercepat dengan adanya

pembukaan empat pabrik gula baru di Karesidenan ini, sehingga membuat

banyak tenaga pertukangan yang semakin diperlukan.94

Di sektor hutan, daerah pedalaman Tegal merupakan penghasil kayu, baik

untuk keperluan industri, pribadi, maupun jual-beli. Dan di sektor usaha

pembuatan garam juga telah menjadi mata pencaharian sebagain penduduk Tegal

yang hidup di pinggir pantai. Kondisi ini hampir dijumpai di sepanjang pantai

utara Jawa.

92

Suputro, Tegal dari Masa ke Masa (Tegal: Bagian Bahasa Djawatan Kebudayaan

Kementerian P.P. dan K, 1959) h.23. 93

Ahmad Hamam, Ki Gede …, h. 223; Lihat juga di ANRI, Algemen Verslag van

Residentie Tegal Over het Jaar 1841, Bundel Arsip Tegal No.12/2. 94

Alamsyah, Deskripsi …, ,h. 25.

Page 69: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

54

3. Kehidupan Sosial-Budaya

Pelaksanaan tanam paksa (cultuurstelsel) oleh Pemerintah Hindia Belanda

membuat kesengsaraan berkepanjangan bagi rakyat Tegal. Sebelum ini,

penduduk Tegal telah merasakan penderitaan kerja paksa berupa pembuatan jalan

dari Anyer kePanarukan, Jawa Timur.Kerja paksa dan tanam paksa ini

berpengaruh besar dalam perubahan sosial budaya masyarakat Tegal. Keseharian

mereka yang sebelumnya diisi oleh akivitas di sawah atau pkebun, berganti pada

pemerasan tak terperi.

Sistem tanam paksa yang dilakukan oleh Belanda sejak 1830 mengalami

penyimpangan dalam pelaksanaannya, yaitu;

a. Perjanjian penyediaan tanah dilakukan dengan paksaan

b. Tanah yang digunakan lebih dari seperlima bagian

c. Pengerjaan tanah untuk tanam paksa melebihi waktu menanam padi

d. Tanah tersebut masih terkena pajak95

e. Kelebihan hasil panen tidak diberikan kepada petani

f. Kegagalan panen merupakan tanggung jawab petani

g. Buruh dijadikan tenaga paksaan

Untuk menjamin agar para bupati, wedana, camat dan kepala desa

(pangreh praja) menunaikan tugasnya denganbaik,Pemerintah Belanda

memberikan rangsangan yg disebut cultuurprocenten. Disamping penghasilan

tetap, sehingga terjadi ketimpangan pendapatan antara para kepala desa dan

rakyatnya.96

Sejak awal pemerintahan Gubernur Jenderal J. Van Bosch, pemerintah

kolonialBelanda menganggap penguasa pribumi sangat penting sebagai pejabat

95

Dalam prakteknya tanam paksa digabungkan dengan sewa tanah yang tinggi. Lebih

lanjut lihat Robert van Niel, Sistem Tanam Paksa di Jawa,terj.Hardoyo (Jakarta: LP3ES, 2003)

h.19. 96

Anton E.Lucas, Peristiwa Tiga Daerah:Revolusi dalam Revolusi (Jakarta: Pustaka

Utama Grafiti, 1989) h. 13.

Page 70: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

55

lokal yang mempertahankan hak-hak istimewanya, terutama kedudukan dalam

adat kebiasaan di mata masyarakat.Untuk itu, pemerintah mengembalikan para

bupati kepada kedudukannya seperti semula, sehingga mempermudah bagi

Belanda untuk mengatur dan mengawasi rakyat melalui penguasa lokal.97

Pada umumnya, dalam keseharian, orang Jawa menggunakan bahasa Jawa

dalam kehidupan bermasyarakat.Pegawai kolonial biasanya berbahasa Melayu

atau Belanda. Masyarakat Tegal kebanyakan menempati posisi startifikasi sosial

sebagai orang kecil, khsuusnya yang berprofesi sebagai petani di wilayah

pedesaan.Penduduk desa adalah para petani yang kurang terpengaruh oleh pihak

luar, dibanding dengan golongan –golongan masyarakat lokal lainnya.98

Setelah UU Agraria 1870 diterapkan, masyarakat Hindia Belanda

memasuki periode imperalisme modern. Dengan diterapkannya opendeur

politiek,yaitu politik pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing,hal itu

mendorong Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan, seperti:

a. Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa.

b. Mendapatkan tenaga kerja yang murah

c. Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa

d. Menjadi tempat penanaman modal asing.

Berlakunya sistem ekonomi liberal ini mengakibatkan dua hal.99

Pertama,

Memberikan keuntungan yang besar bagi Belanda, berupa:

a. Keuntungan yang besar bagi kaum swasta Belanda

b. Hasil-hasilproduksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke Belanda

97

J.van Bosch mengembalikan kedudukan para bupati untuk melaksanakan tanam paksa,

karena bupati sebagai pemimpin yang mengawasi penduduk pribumi lebih di patuhi tanpa

pemerintah colonial turun tangan. Dalam hal ini mempermudah pekerjakan Pemerintah Belanda.

Kebijakan ini dikukuhkan dalam Regerings Reglement Tahun 1854( RR 1854 ) Pasal 67 dan 69.

Lebih lanjut lihat P.J. Suwarno, Sejarah Birokrasi Pemerintah Indonesia dahulu dan sekarang

(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya,tt) h. 30. 98

Zaini Muchtarom, Santri …, h. 2. 99

Http//:oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/ kebijakan -pemerintah- kolonial-

belanda.htm/, diakses pada 5 September 2018.

Page 71: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

56

c. Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.

Kedua, pemberlakukan ini mengakibatkan problem besar bagi rakyat Indonesia,

antara lain:

a. Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk

b. Adanya krisis perkebunan tahun 1885, karena jatuhnya harga gula dan

kopi

c. Menurunnya konsumsi bahan makanan,terutama beras

d. Menurunnya usaha kerajinan rakyat karena telah tersaingi dengan barang

impordari Eropa

e. Penghasilan menurun, karena pengangkutan dengan gerobak berkurang

setelah adanya kereta api

f. Rakyat menderita, karena masih diterapkannya kerja rodi dan hukuman

yang berat bagi pelanggar peraturan.

Kondisi pedesaan yang miskin menjadikan kehidupan sosial-budaya

orang Tegal terbelakang. Hal ini berbanding terbalik dengan animo beragama

orang Tegal yang mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan banyaknya

masyarakat Tegal yang meminta paspor haji kepada pemerintah pada 1858.100

Tidak bisa dipungkiri, haji merupakan suatu hal yang menjadi barometer

keberhasilan dan ketakwaan seseorang di masyarakat Tegal.

100

ANRI, Arsip Tegal tahun 1858, no.198B/3,KEAGAMAAN,diverse, naik haji.

Page 72: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

57

BAB III

KEBIJAKAN PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA

A. Kebijakan dalam Bidang Politik

Umat Islam merupakan mayoritas penduduk Nusantara khususnya di

pulau Jawa. walaupun kepercayaan orang Islam Indonesia masih bercampur

dengan animisme, Hindu dan Budha, mereka tetap menganggap agamanya

sebagai alat pengikat yang kuat antaradirinya denganorang lain. Dalam beberapa

kasus, Islam kerap digunakan sebagai ideologi pemersatu masyarakat Nusantara

untuk mengadakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial yang merupakan

representasi dari orang asing penganut Kristen.101

Tatkala bangsa Eropa datang ke Indoensia, mereka segera dihadapkan

pada persepsi bahwa Islam telah menjadi kekuatan politik yang harus

diperhitungkan. Kebanyakan perlawananan orang Indonesia terhadap bangsa-

bangsa Barat dilakukan oleh orang yang beragama Islam. ideologi Islam

merupakan kekuatan sosial yang besar sekali dalam mengadakanperlawanan

terhadap kekuatan asing, baik dalam perang besar seperti Perang Padri, Perang

Diponegoro,Perang Aceh, maupun pemberontakan–pemberontakan petani seperti

peristiwa Cilegon dan Cimareme.Kesemuanya dipimpin oleh pemuka agama

Islam dan dijiwai oleh ideologiIslam.102

Karena minimnya pengetahuan tentang Islam, awalnya Belanda tidak

berani mencampuri agama ini secara langsung. Oleh karena itu, Islam sangat

ditakuti dan dianggap mirip dengan Katolik. Belanda membayangkan bahwa

Islam sebagai agama yang diorganisir secara ketat, serupa dengan agama Katolik

Roma, dengan susunan kebiaraan hierarkis yang bersekutu dengan Khalifah

101

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta : LP3ES, 1985) h.12. 102

Sartono Kartodirdjo dkk, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid 5 (Jakarta: Balai Pustaka

1977) h. 75.

Page 73: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

58

Turki serta memegang kekuasaan besar terhadap pemerintah lokal di Indonesia

dan rakyatnya, dengan kehidupan yang diantur oleh hukum Islam.103

Pemeirntah Hindia Belanda masih melakukan pengkajian terhadap orang-

orang Nusantara. Mereka amat hati-hati melakukan hal ini, karena tidak ingin

jika di kemudian hari terjadi kesalahan fatal yang membenturkan kepentingan

mereka dengan gairah keislaman penduduk setempat. Bahkan, Pemerintah Hindia

Belanda sempat merasa tidak perlu mencampuri urusan keislaman. Hal ini

terlihat dalam penetapan Undang-Undang Hindia Belanda ayat 119 RR yang

menyatakan bahwa:“Setiap warga negara bebas menganut agamanya, tidak

kehilangan perlindungan masyarakat dan anggotanya atas pelanggaran peraturan

umum hukum agama.”104

Sebelum kedatangan C. Snouck Hurgronje ke Indonesia, pemerintah

kolonial Belanda merasa takut dan kawatir terkait masalah Islam sehingga

merumuskan tiga kebijakan pokok. Pertama, Pemerintah Belanda harus

mengadakan aliansi dengan para pangeran, priyai, raja atau sultan maupun kepala

adat pribumi. Mereka dianggap Belanda sebagaikelompok yang tidak terlalu

fanatik bahkan anti Islam. Kedua, pemerintah kolonial Belanda harus

mengadakan proses pengkristenan/kritenisasi kepada sebagian besar masyarakat

pribumi guna menghilangkan pengaruh Islam. Ketiga, Pemerintah Belanda harus

membatasi orang Islam yang pergi haji ke Mekkah, karena orang haji dianggap

biang keladi yang menyebarkan agitasi dan pemberontakan di Indonesia.105

Pada tahun 1889, C. Snouck Hurgronje106

datang ke Indonesia. Perannya

di kemudian waktu banyak mempengaruhi kebijakan Pemerintah Hindia Belanda

terkait masalah Islam. Snouck melawan ketakutan Belanda terhadap Islam, baik

103

Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa

Pendudukan Jepang, Terj. Daniel Dhakidae (Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya, 1980) h. 38. 104

Aqib Suminto, Politik .., h.10. 105

Effendi, “Politik Kolonial Belanda terhadap Islam di Indonesia dalam perepektif

sejarah ( Studi Pemikiran Snouck Hurgronye)” , dalam Jurnal Tapis, Vol.8, no.1, 2012, h. 96. 106

C. Snouck Hurgronje adalah tokoh orentalis berkebangsaan Belanda. Ia lahir di

Oosterhout, Belanda tanggal 8 Februari 1857 dan meninggal pada tanggal 26 Juni 1936. Ia adalah

ahli di bidang bahasa Arab, agama Islam, bahasa dan budaya Indonesia. Berkat keahliannya itu, ia

diangkat sebagai penasihat Pemerintah Kolionial Belanda dalam masalah agama islam dan Hindia

Belanda untuk menghadapi problem pemerintah dalam mengatasi pemberontakan pribumi dan

mengokohkan kekuasaan kolonial di Hindia Belanda. Lihat juga Budi Ichwayudi, “Hipokritisme

Tokoh Orientalis Christian Snouck Hurgronje”, dalam Religio, Vol. 1, No. 2, 2011.

Page 74: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

59

di tingkat lokal maupun internasional. Menurut Snouck, dalam Islam tidak

mengenal lapisan kependetaan seperti Katolik, khalifah Turki bukan kepala

agama Islam, tidak memangku jabatan keagamaan dan tidak dapat mengambil

keputusan dalam perkara keagamaan. Khalifah hanyalah simbol yang hampir

tidak berdaya bagi kesatuan umat Islam. Mayoritas umat Islam Indonesia,

termasuk juga kiai, tidaklah apriori fanatik. Penghulu merupakan bawahan

pemerintah pribumi dan bukan atasannya.Baik mereka sendiri maupun kepala

pejabat agama bukanlah pemerintahan yang terpaku pada fanatisme Islam. Para

kiai dan ulama adalah independen, mereka bukan komplotan penjahat tetapi

hanya ahli Kitab Suci dan guru-guru agama. Pergi haji ke Mekkah bukan

bermaksud menjadi fanatik yang penuh semangat pemberontakan.107

Snouck juga menegaskan bahwa umat Islam di Indonesia pada

hakekatnya penuh damai, namun dia juga tidak buta akan kemampuan politik

fanatisme Islam. Menurut Snouck, musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai

agama, melainkan Islam sebagai doktrin politik. Itulah sebabnya, dalam bidang

agama, pemerintah kolonial Belanda hendaknya memberikan kebebasan kepada

umat Islam untuk menjalankan agamanya, selama tidak menganggu kekuasaan

pemerintah serta menindak tegas setiap faktor yang bisa mendorong munculnya

pemberontakan politik.108

Oleh karena itu, Snouck membedakan Islam dalam arti

ibadah dan Islam sebagai kekuatan sosial politik. Dalam hal ini, ia membagi

Islam menjadi tiga katagori: 1. bidang agama murni atau ibadah. 2. bidang sosial

kemasyarakata.3. bidang politik. Di mana masing-masing bidang membutuhkan

pemecahan yang berbeda.109

Snouck memberikan solusi atas permasalahan itu sebagai berikut:

1. Bidang agama murni atau ibadah, pemerintah kolonial Belanda pada

dasarnya harus memberikan kebebasan kepada umat Islam untuk

menjalankan ajaran agamanya, selama tidak menganggu kekuasaan

Pemerintah Belanda. Mengenai bidang ini, pemerintah kolonial Belanda

tidak boleh menyingung dogma atau ibadah murni umat Islam, karena

107

Harry J. Benda, Bulan …, h.41-42. 108

Budi, “Hipokritisme …” 109

Effendi, Politik …, h.100

Page 75: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

60

dogma ini tidak berbahaya bagi pemerintah kolonial. Menurut Snouck, di

kalangan umat Islam Indonesia akan muncul suatu perubahan secara

pelan untuk meninggalkan ajaran agama Islam. Ia melihat bahwa pada

abad ini, ketaatan sepenuhnya dalan melaksanakan ajaran agama Islam,

seperti shalat lima waktu, zakat, puasa merupakan beban berat bagi umat

Islam. Beban berat tersebut dinilainya akan menyebabkan mereka

semakin menjauhi ikatan yang dinilainya sempit dan kolot.110

Oleh karena

itu, campur tangan pemerintah kolonial Belanda dalam hal ini malah akan

memperlambat proses perubahan, maka pemerintah diharapkan netral

terhadap agama.111

Snouck juga menganjurkan agar pemerintah kolonial

Belanda melestarikan tradisi nenek moyang orang pribumi dan

mengupayakan agar Islam hanya menjadi agama masjid, dalam artian

agama hanya dijadikan ibadah kepada Tuhan semata dan tidak menjadi

perilaku keseharian masyarakat Indonesia. Langkah ini diambil karena

Islam merupakan suatu kekuatan yang membahayakan kelangsungan

penjajahan Belanda di Indonesia.112

2. Bidang kemasyarakatan, pemerintah kolonial Belanda harus

memanfaatkan adat kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dengan

cara menggalakkan rakyat pribumi agar mau menyesuikan diri dengan

kebudayaan Belanda. Tujuannya adalah untuk mempererat ikatan antara

negara yang menjajah dengan negara yang dijajah, melalui kebudayaan

dan yang menjadi lapangan garapan utamanya adalah pendidikan.113

Melalui sistem pendidikan yang tidak lagi berdasarkan kurikulum

pesantren, maka akan lahir generaasi baru yang berorientasi budaya Barat.

Untuk memenuhi tujuan itu, diperlukan pendukung sistem politik yang

disebut dengan politik asosiasi. Politik asosiasi adalah untuk menciptakan

110

Aqib Suminto, Politik Islam …,h.12 111

Lihat undang-undang Dasar Belanda ayat 119 tahun 1855 yang menyatakan bahwa

pemerintah bersikap netral terhadap agama. Namun, pada kenyataannya antara teori dan praktek

sangat berbeda, bahkan sampai tahun-tahun terakhir kekuasaannya, kebijakan Belanda terhadap

agama lebih tepat dikatakan ikut campur tangan daripada bersikap netral .lihat Aqib Suminto,

Politik Islam …, h. 26-27. 112

Entri Christian Snouck Hurgrounje dalam Abudin Nata, Ensiklopedi Islam jilid 6,

(Jakarta: Icthiar Baru van Hoeve,2005) h. 227. 113

Aqib Suminto, Politik Islam …, h.38.

Page 76: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

61

sikap keterbukaan generasi muda Islam, yang bergantung pada budaya

Barat, dengan kata lain, menciptakan generasi baru yang tidak lagi

memiliki identitas budaya pribumi. Dengan adanya asosiasi kebudayaan

antara negara yang menjajah dengan negara yang dijajah akan

menghilangkan cita-cita Pan Islam dari segala kekuatan.114

Secara tidak

langsung, asosiasi kebudayaan juga akan bermanfaat bagi penyebaran

agama Kristen, sebab penduduk pribumi yang telah berasosiasi akan lebih

mudah menerima panggilan missi kristenisasi. Penerapan asosiasi

kebudayaan, pada hakekatnya bukan berarti pengembangan seluruh

masyarakat pribumi, karena secara keseluruhan ternyata masyarakat

pribumi tidak tersentuh oleh asosiasi kebudayaan.

3. Bidang ketatanegaraan, pemerintah harus mencegah setiap usaha yang

akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan Islam.115

Unsur politik

dalam Islam harus diwaspadai dan kalau perlu ditindak secara tegas.

Umat Islam diberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya,

menghormati hukum Islam yang sesuai dengan hak asasi manusia. Akan

tetapi pada saat yang sama menolak berbagai pengaruh asing yang

menjurus ke politik. Untuk itu Snouck menasehati untuk menentang doa

bagi sultan Turki pada shalat Jumat, karena ia menganggapnya sebagai

pengakuan politik.116

Adapun ibadah haji tidak boleh dilarang. Merupakan pendapat yang

keliru apabila menganggap umat Islam yang telah menunaikan ibadah haji akan

menjadi agitator, karenakenyataan menunjukkan puluhan ribu rakyat pribumi

114

Pan Islam adalah penyatuan seluruh dunia Islam di bawah satu kekuasaan politik dan

agama yang dikepalai oleh khalifah Turki Ustmani. Pan Islam pertama kali diwartakan oleh

seorang ulama bernama Jamaluddin al-Afghani yang berhijrah ke Paris pada tahun 1879. Di sana,

Ia mendirikan perkumpulan dan menerbitkan majalah yang diberi nama Al-Urwatul Wutsqa

dengan tujuan ingin memperkuat rasa persaudaraan Islam, membela Islam dan membawa Islam

kepada kemajuan. Pada masa Ustmani Muda, Turki berusaha menggunakan Pan Islam untuk

menyatukan seluruh umat Islam di bawah Kesultanan Ustmani. Namun dalam perkembangannya,

Pan Islam hanya sekedar berusaha untuk menyatukan seluruh umat Islam dalam satu ikatan setia

kawan atau menghidupkan rasa Ukhuwah Islamiyah di kalangan dunia Islam. Lihat Aqib

Suminto, Politik Islam …, h. 80. 115

Aqib Suminto, Politik Islam …, h. 12; lihat juga Efendi, “Politik Kolonial …”, h.100. 116

Jacob Vredenbergt, “Ibadah Haji Beberapa Ciri dan Fungsinya di Indonesia”,dalam

Dick Douwes dan Nico Kaptein, ed, Indonesia dan Haji,Terj.Soedarso Soekarno dan Theresia

Slamet (Jakarta:INIS, 1997) h.11.

Page 77: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

62

yang telah selesai menunaikan ibadah haji tetap bersikap baik terhadap

Pemerintah Belanda. Ibadah haji tidak membuat seseorang menjadi fanatik buta

dan memusuhi pemerintah. Jadi, inti dari politik Islam yang ditawarkan Snouck

Hurgronje adalah sikap bijaksana pemerintah kolonial Belanda dalam

menghadapi umat Islam di Indonesia. Pemerintah harus memberikan jaminan

kemerdekaan beragama namun tetap mewaspadai isi politis dari sistem Islam.

Pemerintah juga harus membuka lebar segala jalan yang dapat mengantar umat

Islam Indonesia pada evolusi ajaran agamanya.Politik haji sebenarnya merupakan

bagian dari politik Islam pemerintah kolonial Belanda. Akan tetapi, mengingat

haji dianggap sesuatu yang penting dalam politik Islam, maka khusus haji

pemerintah kolonial Belanda menetapkan kebijakantersendiri.

Sejak masa VOC, Pemerintah Kolonial memandang ibadah haji sebagai

bahaya dan sangat ditakuti, sehingga muncul istilah hajiphobia.Akibat pandangan

tersebut, maka orang yang akan pergi haji selalu dihalangi dengan syarat harus

mendapat izin terlebih dahulu dari pihakVOC dan apabila mereka ingin kembali

dari Mekkah, maka tidak diperbolehkan untuk pulang ke tanah airnya.

Pada abad ke-19, setelah VOC dibubarkan dan digantikan oleh

pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah kolonial Belanda memberikan

kebebasan beragama selama tidak menggangu ketertiban dan ketenangan

Pemerintah Belanda. Namun kenyataannya, kebijakan untuk tidak mencampuri

agama tidaklah konsisten. Sepertimasalah haji, pemerintah kolonial Belanda tidak

bisa menahan diri untuk tidak ikut campur. Para haji sering dicurigai, karena

dianggap biang keladi pemberontakan, sehingga Gubernur Jenderal Daendels

memerintahkan agar jamaah haji memakai pas jalan, dengan alasan keamanan

dan ketertiban.117

Kontrol atas perhajian juga terlihat pada aneka peraturan tentang haji

yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial antara tahun 1825-1859, yang

bertujuan membatasi dan mempersulit ibadah haji.118

Namun, jumlah jamaah haji

dari tahun ke tahun semakin bertambah banyak. Ini membuat pemerintah kolonial

117

Husni Rahim, Sistem Otoritas Administrasi Islam; studi tentang pejabat agama masa

kesultanan dan Kolonial di Palembang (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1998) h.179. 118

Aqib Suminto, Politik Islam …, h.10.

Page 78: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

63

Belandasemakin cemas karena setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah

untuk menghalangi ibadah haji, semakin menambah semangat umat Islam

Indonesia untuk berhaji. Bagi umat Islam, menjalankan rukun islam ke-5 adalah

jihad, suatu pekerjaan yang taruhannya nyawa/jiwa,bahkan mereka rela mati di

Mekah, sehingga bagi mereka semakin rumit/sulit prosedurnya semakin afdhal

ibadahnya.119

Jumlah jamaah haji dari tahun ke tahun semakin bertambah, sehingga sulit

untuk dibendung dengan kebijakan mencegah orang pergi haji. Karena kebangkitan

umat Muslim Nusantara yang terjadi pada abad 19dan awal abad 20, sedikit banyak

berkaitan dengan Mekah sebagai pusat Agama Islam. Oleh karena itu, menghalangi

atau melarang secara langsung pelaksanaan kewajiban berhaji dan pelajaran serta

pengajaran agama merupakan cara yang jelek /kotor untuk melawan fanatisme

agama.

Menurut Snouck Hurgronje, satu-satunya cara untuk mengatasi masalah

haji adalah dengan menghambat secara halus dan tidak langsung, yaitu dengan

cara mengalirkan semangat pribumi ke arah kebudayaan Barat. Sehingga dapat

menjauhkankeinginan masyarakat untuk berhaji.Saran ini merupakan bagian dari

politik asosiasi kebudayaan.120

Perlawanan terhadap Pemerintah Belanda pada pertengahan pertama abad

XIX, seperti Perang Padri dan Perang Diponegoro, menimbulkan kesan adanya

haji fanatik. Pemberontakan Mutiny atau Sepoy di India pada 1857 menambah

keyakinan Pemerintah Belanda akan adanya haji fanatik. Akibat kekawatiran

akan terjadinya hal yang sama, Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan

ordonansi haji tahun 1825 dan 1859. Dengan dikeluarkankannya kebijakan yang

mempersulit masalah haji, diharapkan dapat membendung orang pribumi pergi

haji, sehingga bisa memperkecil kemungkinan adanya haji fanatik yang akan

memicu pemberontakan terhadap Pemerintah Belanda.

119

C.Snouck Hurgronje, Kumpulan Karangan Snouck Hurgrounje jilid X, terj. Sutan

Maimun dan Rahayu S.Hidayat (Jakarta: INIS,1994) h. 83. 120

Aqib Suminto, Politik Islam …, h. 96.

Page 79: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

64

Dari berbagai dokumen surat-menyurat antara tahun 1881-1883 dapat

diketahui bahwa Pemerintah Belanda mencurigai beberapa syaikh haji dan orang-

orang yang bermukim di Mekah sebagai musuh yang berbahaya bagi pemerintah.

Mereka yang menetap di Mekah dianggap memberi pengaruh besar pada

kehidupan spiritual di Tanah Air.121

Memang Snouck melihat perbedaan antara

jamaah haji biasa, yang hanya beberapa bulan tinggal di Mekah, dengan beberapa

mukimin (orang yang bermukim di Tanah Suci) yang menahun tinggal di Tanah

Suci untuk memperdalam ilmu agama. Pada akhir abad 19, mukimin Indonesia di

Mekahmerupakan bagian terbesar dan paling aktif di kota Mekah. Dari temuan

ini, Snouck berkesimpulan bahwa di kota Mekah terletak jantung kehidupan

agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar

ke seluruh tubuh umatislam di Indonesia. Beberapa orang yang diduga telah

melarikan diri dari pengasingan yang sedang menuju atau telah berada di Mekah

juga harus diawasi dengan ketat.122

Pada tahun 1880-an, kegiatan tarekat mulai dicurigai oleh pemerintah

kolonial Belanda. Mereka beralasan bahwa kegiatan tarekat sering menimbulkan

kerusuhan. Kegiatan tarekat yang menyebar di Indonesia dianggap sebagai

bagian dari kebangkitan kembali Islam. Beberapa diantaranya dianggap sebagai

gerakan menghidupkan kembali kesultanan Islam, terutama Kesultanan

Banten.123

Pengawasan terhadap kegiatan tarekat dan para pemimpinnya semakin

intensif dilakukan setelah terjadinya pemberontakan Banten tahun 1888. Apalagi,

pemberontakan tersebut ternyata dipelopori oleh tokoh-tokoh tarekat dan para

haji. Sekretaris pemerintah menyebutkan bahwa ada dugaan sebagian

pemberontak di Banten lari serta bersembunyi di Mekah dan Madinah.

Politik haji yang keras dan pengawasan yang ketat terhadap jamaah haji

dikritik oleh Snouck Hurgronje.Menurutnya politik haji semacam itu tidak tepat

dan hanya didasarkan pada anggapan yang keliru. Kekerasan, pencegahan dan

121

C. Snouck Hurgronje, Kumpulan Karangan Snouck Hurgrounje jilid V,terj.Soedarso

Soekarno (Jakarta: INIS,1996) h. 44. 122

Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia (Yogyakarta: Lkis, 2007) h. 297. 123

Shaleh, Historiografi …, h. 298.

Page 80: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

65

pengawasan yang ketat terhadap jamaah haji selama ini tidak akan berhasil

dikerenakan telah melanggar prinsip kebebasan beragama.

B. Kebijakan Kolonial dalam Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya

1. Masa Kekuasaan VOC

Keberhasilan ekspedisi-ekspedisi Belanda dalam mengadakan

perdagangan rempah-rempah mendorong pengusaha-pengusaha Belanda yang

lain untuk berdagang ke Nusantara. Diantara mereka terjadi persaingan.

Disamping itu, mereka harus menghadapi persaingan dengan Portugis,Spanyol

dan Inggris.Akibat dari itu, mereka saling menderita kerugian,apa lagi dengan

sering terjadinya perampokan- perampokan oleh bajak laut. Atas prakarsa dari 2

orang tokoh Belanda yaitu Pangeran Maurits dan Johan van Oldebarneveltpada

1602, maka kongsi-kongsi dagang Belanda dipersatukan menjadi sebuah kongsi

dagang besar yang diberinama VOC (Verenigde Oost Indesche Compagnie ) atau

‘Persekutuan Maskapai Perdagangan Hindia Timur.124

Pada 1602, VOC membuka kantor pertamanya di Banten yang dikepalai

oleh Francois Witter.Pada 1619, Gubernur Jenderal Jan Pieterszoon Coenberhasil

merebut Jayakarta dari Banten. Di lokasi itu ia mendirikan benteng bernama Fort

Batavia, yang sekitarnya kemudian muncul kota Batavia yang kini dikenal

Jakarta.125

Di daerah penghasil rempah-rempah yang berhasil ditaklukan VOC

diangkat seorang gubernur, seperti Ambon, Ternate, Banda, Semarang, dan

Makassar. Kelebihan VOC dibanding dengan kongsi dagang lainnya adalah

sistem perdagangannya menggunakan suatu birokrasi melalui surat-surat dan

laporan tertulis (bureaucratic trade) dan serikat dagang yang dilengkapi senjata

(armed trade).126

124

R.Z.Leirissa, “Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC)”,dalam Indonesia dalam

Arus Sejarah jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012) h. 22. 125

Leirissa, “Verenigde …”, h. 24. 126

Leirissa, “Verenigde …”, h. 25.

Page 81: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

66

Adapun tujuan dibentuknya VOC adalah;

a. Menghindari persaingan tidak sehat diantara sesama pedagang Belanda

untuk keuntungan maksimal.

b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan,baik dengan

bangsa-bangsa Eropa lainnya maupun dengan bangsa-bangsa Asia.

c. Membantu dana Pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi

Spanyol.

Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan leluasa VOC diberi hak-hak istimewa

oleh Pemerintah Belanda :127

a. Memonopoli perdagangan

b. Mencetak dan mengedarkan uang

c. Mengangkat dan memperhentikan pegawai

d. Mengadakan perjanjian dengan raja-raja

e. Memiliki tentara untuk mempertahankan diri

f. Mendirikan benteng

g. Menyatakan perang dan damai

h. Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat.

Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC dalam melaksanakan monopoli

perdagangan antara lain :128

127

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018. 128

A.M.Djuliati Suroyo, “Politik Eksploitasi Kolonial dan Perubahan Ekonomi di

Indonesia”, dalam Indonesia dalam Arus Sejarah jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012)

h.137.

Page 82: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

67

a. Verplichte Laverantie, yakni merupakan kebijakan berupa penyerahan

wajib hasil bumi dengan harga yang telah ditetapkan oleh VOCdan

melarang rakyat menjual hasil buminya selain kepada VOC.

b. Contingenten, yakni merupakankewajiban bagi rakyat untuk

membayar pajak berupa hasil bumi.

c. Peraturan tentang ketentuan areal dan jumlah tanaman rempah-rempah

yang boleh ditanam.

d. Ekstirpasi, yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar

tidak terjadi kelebihan produksi yang dapat menyebabkan harga rempah-

rempah merosot.

e. Pelayaran Hongi129

, yaitu pelayaran dengan perahu kora-kora (perahu

perang) untuk mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan VOC dan

menindak pelanggarnya.

Keberhasilan menanamkan pengaruh VOC di tengah penduduk negeri

jajahan, tidak terlepas dari kepemimpinan para Gubernur Jenderal. Terdapat

sejumlah gubernur jenderal yang dianggap berhasil menjalankan tugasnya,

mereka adalah:

a. Jan Pieterzoon Coen (1619-1623; 1627-1629)

Jan Pieterzoon Coen dikenal sebagai peletak dasar imperialisme Belanda

di Nusantara. Kebijakan populernya adalah rencana kolonisasinya dengan

memindahkan orang-orang Belanda bersama keluarganya ke Nusantara. ia

meninggal akibatterserang penyakit kolera ketika sedang mempertahankan

Batavia dari serangan tentara Mataram pada 1629.

129

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018.

Page 83: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

68

b. Antonio Van Diemen (1636-1645)

Van Diemen berhasil memperluas kekuasaan VOC ke Maluku pada 1641.

Ia juga mengirimkan misi pelayaran yang dipimpin oleh Abel Tasman ke

Australia,Tasmania dan Selandia baru.

c. Joan Maetsuycker (1653-1678)

Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan VOC ke India dan Sri Langka.

d. Rijckloff van Goens ( 1678-1681) dan Cornelis Speeldman (1681-1684)130

Di masa kekuasan dua penguasa di atas, VOC dapat menguasai semua

kota dagang di Hindia Timur yang menjadi pusat perdagangan rempah-

rempah.131

Untuk mengoptimalkan pendudukan Nusantara, VOC mengangkat

gubernur jenderal sebagai kepala tertinggi yang membawahi suatu wilayah

operasi. Ia dibantu oleh empat orang yang tergabung dalam Raad van Indie

(dewan India). Di bawah posisi gubenrur jenderal, diangkat pula beberapa

gubernur yang membawahi wilayah-wilayah administratif tertentu. Seorang

gubernur memiliki bawahan beberapa residen. Dalam menjalankan tugasnya,

residen dibantu oleh seorang asisten residen.

Kendati VOC semakin menguat kedudukannya di ranah politik

Nusantara, mereka tidak mengabaikan kedudukan penguasa lokal seperti raja dan

bupati. Sebisa mungkin, mereka akan membina hubungan yang baik dengan para

penguasa lokal, dikarenakan mereka merupakan pemimpin yang ditaati oleh

rakyatnya. Kepada mereka, VOC memberlakukan sistem pemerintahan

130

Ahmad Hamam Rochani, Ki Gede Sebayu Babad Negari Tegal (Semarang: Intermedia

Paramadina, 2005) h. 284. 131

Leirissa, “Vereenigde …”, h. 25.

Page 84: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

69

tidak langsung (indirect rule) dengan memanfaatkan sistem feodalisme. Salah

satu penyebab kemunduran VOC adalah korupsi dan gaya hidup mewah para

pembesarnya di daerah–daerah kolonial.Para pembesar VOC, terutama di

Batavia, senang meniru kebiasaan para raja di Jawa. Mereka selalu diiringi oleh

para pejabat dan dipayungi oleh budak. Kemewahan lain seperti Rumah mewah,

dilengkapi ratusan budak dan puluhan kuda keretanya juga marak ditemukan

dalam gaya hidup Bangsa Kulit Putih saat itu .132

2. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda

Perubahan yang terjadi di Eropa pada akhir abad ke-18 berdampak pada

roda pemeirntahan kerajaan Belanda. Pada 1795, Partai Patriot Belanda yang anti

raja,atas bantuan Perancis, berhasil merebut kekuasaan dan membentuk

pemerintahan baru yg disebut Republik Bataaf (Bataafische Republiek).

Republik ini menjadi bawahan Perancis yg sedang dipimpin oleh Napoleon

Bonaparte.Raja Belanda Willem Vmelarikan diri dan membentuk pemerintahan

peralihan di Inggris. Pada saat itu, Inggris merupakan lawan terberatPrancis.

Pada1795, dibentuk panitia pembubaran VOC dan hak-hak istimewa

VOC dihapus. Pada 31 Desember 1799, VOC dibubarkan dengan saldo kerugian

sebesar 134,7 juta gulden.Selanjutnya, semua hutang dan kekayaan VOC diambil

alih oleh Pemerintah Kerajaan Belanda. Setelah itu, tanah jajahan yang dulu

dikuasai VOC kemudian diurus oleh suatu badan yang disebut Aziatische

Raad (Dewan Asia).

Kekuasaan pemerintahan Belanda di Nusantara dipegang oleh gubernur

jendral Johanes Siberg (1801-1804) yang menggantikan gubernur jendral

Overstrateen sebagai gubernur jendral VOC yang terakhir. Dari awal abad 19 ini,

Pemerintah Belanda menampilkan diri sebagai penguasa politik utama yang

berusaha keras menanamkan pengaruhnya sedalam mungkin di Nusantara.

Mereka mengganti haluan politik kooperatif menjadi konservatif. Para pemuka

pribumi tidak diberi ruang dalam bidang sosial maupun politik. Pemerintah

132

Leirissa, “Vereenigde …”, h.26.

Page 85: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

70

Hindia Belanda (nama Indonesia pada abad 19) tidak segan melakukan

penindasan kepada rakyat melaluikerja rodi, sewa tanah dan tanam paksa.

Kebijakan ini sangat menyengsarakan rakyat.133

a. Pemerintahan Herman W.Daendels

Letak geografis Belanda yang dekat dengan Inggris menyebabkan

Napoleon Bonaparte merasa perlu menduduki Belanda.Pada1806,Prancis

membubarkan Republik Bataaf dan membentuk Kerajaan Belanda (Koninkrijk

Holland).Napoleon kemudian mengangkat Louis Napoleon sebagai Raja

Belanda. Sehingga sejak saat itu pemerintahan yang berkuasa di Nusantara

adalah pemerintahan Belanda-Perancis.Oleh karena itu Louis Napoleon

mengangkat Herman William Daendeles sebagai gubernur jendral di

Nusantara.Dengan tugas utama mempertahankan Pulau Jawa dari serangan

Inggris.

Untuk menjalankan roda perekonomian pemerintah membuat kebijakan di

bidang ekonomi, yaitu; 134

1) Membentuk Dewan Pengawas Keuangan negara (Algemene Rekenkaer)

2) Mengeluarkan uang kertas

3) Memperbaiki gaji pegawai

4) Pajak in natura (contingenten) dan sistem penyerahan wajib (verplichte

laverantie) yang diterapkan pada masa VOC tetap dilanjutkan.

5) Mengadakan monopoli perdagangan beras

6) Mengadakan peminjaman paksa kepada orang-orang yang dianggap

mampu,bagi yang menolak dikenakan hukuman

133

http//fandyfindi.wordpress.com/2014/06/20/politik-kolonial-belanda abad ke-19

Diakes pada 5 September 2018. 134

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018.

Page 86: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

71

7) Penjualan tanah kepada pihak swasta

8) Mengadakan Preanger Stelseel,yaitu kewajiban bagi rakyat Priangan dan

sekitarnya untuk menanam tanaman kopi untuk diekspor.

Di bidang sosial dan budaya Dendels mengeluarkan beberapa kebijakan sebagai

berikut:

1) Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja Rodi untuk membangun jalan

Anyer-Panarukan.135

2) Perbudakan dibiarkan berkembang

3) Menghapus upacara penghormatan kepada Residen,Sunan dan Sultan

(budaya lokal dipinggirkan)

4) Membuat jaringan pos distrik dengan menggunakan kuda pos

b. PemerintahanThomas S. Raffles (1811-1816)

Raffles adalah gubernur jenderal yang berkuasa dari tahun 1811-1816 di

Hindia Belanda. Kemenangan Inggris atas Prancis di Eropa, membuat peluang

Inggris menduduki Nusantara semakin terbuka. Belanda masih belum bisa

bangun dari keterpurukan akibat dijajah Prancis. Adapun yang melatarbelakangi

Inggris menduduki Indonesia adalah :136

1) Contingental Stelsel, pada 1806, Napoleon memblokade jalur laut Inggris

menuju Eropa daratan. Di masa itu, Inggris memutuskan untuk

mengembangkan industri dengan pemasaran yang luas hingga mencapai

India dan Indonesia. cara ini sukses meningkatkan perekonomian Inggris.

Dua bangsa tersebut kemudian dianggap sebagai negara penting dalam

radar ekonomi Inggris.

135

Djuliati, “Politik Eksploitasi …”, h.141. 136

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018.

Page 87: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

72

2) Ketika berada dalam pendudukan Prancis, Nusantara dianggap Inggris

sebagai pangkalan musuh yang berbahaya di Asia. Inggris pun

memutuskan untuk menyerbu Jawa, sebagai pusat komando Prancis di

negeri kepulauan tersebut. Jansens ditugaskan untuk menduduki jabatan

gubernur jenderal menggantikan Daendels. Jansens tetap tidak bisa

menahan serangan dari Inggris. Ia pun memutuskan menyerahkan

Nusantara pada Inggris. Penyerahan kekuasaan Prancis ke Inggris dikenal

dengan nama Kapitulasi Tuntang yang diselenggarakan pada 18 September

1811. Yang betugas menandatangai draf pertemuan itu adalah S.

Auchmuty (Inggris) dan Jansens (Belanda). Isi dari pertemuan itu adalah;

a) Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada Inggris

b) Semua tentaga Belanda menjadi tawanan Inggris

c) Semua pegawai Belanda yang bersedia bekerja sama dengan

Inggris dapat terus duduk di posisinya

d) Semua hutang Pemerintah Belanda sebelumnya, bukan menjadi

tanggung jawab Inggris.

Seminggu sebelum Kapitulasi Tuntang dilangsungkan,raja muda Lord

Minto yg berkedudukan di India mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai

wakil gubernur di Pulau Jawa. Dalam pelaksanaannya, Raffles berkuasa penuh

diseluruh Nusantara. Model kepemimpinanya cenderung mendapat tanggapan

positif dari raja-raja dan rakyat lokal karena hal berikut ini;137

1) Pararaja dan rakyat tidak menyukai Daendels

2) Ketika masih berkedudukan di Penang,Malaysia Raffles beberapa kali

mengadakan misi rahasia ke kerajaan-kerajaan yang anti Belanda,seperti:

Yogyakarta,Banten dan Palembang

137

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018.

Page 88: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

73

3) Sebagai seorang yang liberalis,Raffles memiliki kepribadian yang

simpatik. Ia menjalankan politik murah hati dan sabar walaupun dalam

prakteknya berlainan.

Dalam rangka menjalankan roda perekonomian, Raffles memeberlakukan

kebjakan di bidang perekonomian dan keuangan antara lain:138

1) Petani diberikan kebebasan untuk menanam tanaman ekspor

2) Penghapusan pajak hasil bumi (contingenten) dan sistem penyerahan

wajib (verplichte laverantie) yang sudah diterapkan sejak zaman VOC.

3) Menetapkan sistem sewa tanah (landren). Untuk menentukan besarnya

pajak, tanah dibagi menjadi 3 kelas, yaitu sebagai berikut:139

a) Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil

bruto

b) Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga dari

hasil bruto

c) Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua perlima dari hasil

bruto.

4) Pemungutan pajak pada awalnya dikenakan secara perorangan

5) Mengadakan monopoli komoditas garam dan minuman keras.

Raffles banyak menyorot masalah penyewaan tanah sebagai salah satu

pendapatan negara. Tujuan dari program ini adalah:140

1) Para petani dapat menanam dan menjual hasil panennya secara bebas. Hal

ini menimbulkan motivasi bagi mereka utuk meningkatkan kesejahteraan

mereka lebih baik dari sebelumnya

138

Djuliati Suroyo, “Politik Eksploitasi …”, h. 141. 139

Suhartono, “Dampak Politik Hindia Belanda (1800-1830)”, dalam Indonesia dalam

Arus Sejarah jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012) h.164. 140

Djuliati, “Politik Eksploitasi …”, h.141.

Page 89: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

74

2) Pendapatan yang meningkat, memungkikan para warga dapat membeli

barang dagangan yang diimpor dari Inggris

3) Pemerintah mempunyai pemasukan negara yang tetap dan jumlahnya

menjamin terselenggaranya sejumlah rencana

4) Memberikan kepastian hukum atas tanah yang dimiliki petani

5) Menjadi salah satu metode yang merubah sistem ekonomi barang menjadi

ekonomi uang

Dalam pelaksanaannya, sistem sewa tanah memantik timbulnya

perubahan-perubahan penting, antara lain:

1) Penggantian sistem kerja paksaan dengan sistem kerja yang bebas dan

sukarela

2) Penggantian ikatan kerja yang tradisional menjadi hubungan kerja yang

didasari dengan perjanjian atau kontrak

3) Ikatan adat istiadat perlahan mengendur, disebabkan oleh pengaruh sikap

dan perangai Barat

Di bidang sosial, Raffles memiliki sejumlah kebijakan di antaranya;

1) Penghapusan kerja rodi (kerja paksa)141

2) Penghapusan perbudakan.Tetapi dalam praktiknya,Raffles melanggar

undang-undangnya sendiri dengan melakukan kegiatan sejenis

perbudakan. Hal itu terbukti dengan pengiriman kuli-kuli dari Jawa ke

Banjarmasin untuk membantu perusahaan temannya, Alexander Hare,

yang sedang kekurangan tenaga kerja, sedangkan di Batavia, Raffles

menetapkan pajak yang tinggi bagi pemilik budak.

141

Suhartono, “Dampak Politik …”, h.163.

Page 90: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

75

3) Penghapusanpynbank (disakiti), yaitu hukuman yang sangat kejam

dengan melawan harimau.142

Di bidang ilmu pengetahuan, Raffles mempunyai jasa seperti;

1) Ditulisnya buku berjudul History Of Java. Dalam menulis buku tersebut,

Raffles dibantu oleh juru bahasanya, Raden Ario Notodiningrat dan

Bupati Sumenep, Notokusumo II

2) Memberikan bantuan kepada John Crawfurd (Residen Yogyakarta) untuk

mengadakan penelitian yang menghasilkan sebuah buku berjudul History

Of The East Indian Archipelago.

3) Raffles juga aktif mendukung Bataviasch Genootschap, sebuah

perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan143

4) Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi.

5) Dirintisnya Kebun Raya Bogor.

c. Pemerintahan Van Den Bosch / Tanam Paksa (1830-1833)

Setelah berakhirnya kekuasaan Inggris,selanjutnya yang menjadi

gubernur jendral adalah Van Der Capellen.Kemudian pada 1830, J.Van Den

Bosch menjadi gubernur jenderal dan menerapkan cultuurstelselyang memiliki

kesamaan istilah dengan yang ada dalam bahasa Inggris yakniculture system atau

cultivation system.Istilahcultuurstelsel memiliki maknasebagai kewajiban kepada

rakyat (Jawa) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual

diEropa144

.Rakyat menterjemahkanistilah ini dengan tanam paksa.

Istilah cultuurstelsel oleh aparatkolonial belakangan kerap disamakan

dengan adat istiadat yang berlaku di Jawa. raja atau bupati yang memerintah

142

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018. 143

Suhartono, “Dampak Politik …”, h.165. 144

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda.

Diakses pada 5 September 2018.

Page 91: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

76

suatu wilayah, mempunyai kuasa atas tanah dan rakyat yang hidup di dalamnya.

Menurut Van Den Bosch: “Cultuurstelsel didasarkan atas hukum adat yang

menyatakan bahwa barang siapa berkuasa disuatu daerah,ia memiliki tanah dan

penduduknya”.145

Pemerintah menerapkan tanam paksa sebagai langkah taktis

menyelamatkan perekonomiannya. Adapun faktor-faktor penyumbat ekonomi

Belanda saat itu antara lain:

1) Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa

kejayaan Napoleon sehingga menghabiskan biaya besar.

2) Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan

Belgia dari Belanda tahun 1830.

3) Terjadinya Perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan perlawanan

rakyat jajahan termahal bagi Belanda (menghabiskan biaya 20.000.000

gulden).

4) Kas negara Belanda kosong dan hutang yang ditanggung Belanda cukup

berat.

5) Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

6) Kegagalan usaha mempraktikkan gagasan Liberal (1816-1830) dalam

mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan keuntungan yang besar

terhadap negeri induk./penjajah.

Ketentuan pokok Tanam Paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) no.22

tahun 1834,dengan ketentuan sebagai berikut :146

1) Penyediaan tanah untuk cultuurstelsel berdasarkan persetujuan

penduduk

2) Tanah tersebut tidak lebih dari seperlima tanah pertanian

145

Djuliati, Politik Eksploitasi …, h.143 146

http//fandyfindi.wordpress.com/2014/06/20/politik-kolonial-belanda abad ke-19,

Diakses pada 5 September 2018.

Page 92: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

77

3) Tanah tersebut bebas dari pajak

4) Kelebihan hasil tanaman jika melebihi pajak diberikan pada petani

5) Pekerjaan untuk cultuurstelsel tidak melebihi waktu menanam padi

6) Kegagalan panen yang bukan kesalahan petani merupakan tanggung

jawab pemerintah

7) Bagi yang tidak memiliki tanah dipekerjakan dipabrik atau perkebunan

pemerintah147

8) Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada pemimpin pribumi

Guna menjamin agar para bupati dan kepala desa menunaikan tugasnya

denganbaik,Pemerintah Belanda memberikan rangsangan yang disebut cultuur

procenten, disamping penghasilan tetap.148

Van Den Bosch mengembalikan status

para bupati ke posisi semula sebagai penguasa lokal yang diberi kedudukan

dalam adat Jawa.149

Sistem tanam paksa dalam pelaksanaannya diserahkan kepada

penguasa pribumi, sehingga terdapat penyimpang-penyimpangan yang

menguntungkan pejabat dan menyengsarakan rakyat, seperti;

1) Perjanjian penyediaan tanah dilakukan dengan paksaan

2) Tanah yang digunakan lebih dari seperlima bagian

3) Pengerjaan tanah untuk tanam paksa melebihi waktu menanam padi

4) Tanah tersebut masih terkena pajak150

5) Kelebihan hasil panen tidak diberikan kepada petani

6) Kegagalan panen tanggung jawab petani

7) Buruh dijadikan tenaga paksaan.

147

http//fandyfindi.wordpress.com/2014/06/20/politik-kolonial-belanda abad ke-19.

Diakses pada 5 September 2018. 148

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda.

Diakses pada 5 September 2018 149

Suwarno, Sejarah Birokrasi …, h.30 150

Robert van Niel, Sistem Tanam …, h.19.

Page 93: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

78

d. Politik Ekonomi Liberal Kolonial Belanda sejak 1870.151

Politik ekonomi liberal kolonial dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai

berikut :

1) Pelaksanaan tanam paksa memberi keuntungan yang besar kepada

Belanda,tetapi menimbulkan penderitaan rakyat pribumi.

2) Berkembangnya paham liberalisme di Eropa.

3) Kemenangan partai liberal di Belanda.152

4) Adanya Traktat Sumatera 1871,yang memberikan kebebasan bagi

Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh.

Pelaksanaan politik ekonomi liberal ditandai dengan beberapa peraturan

antara lain :

1) Reglement op het belied der regering in Nedherlandsh Indie(1854), Berisi

tentang tata cara pemerintahan di Indonesia

2) Indishe Comtabiliteit Wet (1867), Berisi tentang perbendaharaan negara

Hindia Belanda

3) Suiker Wet, yaitu Undang-undang gula yang menetapkan bahwa tanaman

tebu adalah monopoli pemerintah yang secara berangsur-angsur akan

dialihkan kepada pihak swasta

4) Agrarish Wet (undang-undang Agraria) 1870:

5) Agrarisch Besluit (1870)153

, ditetapkan oleh raja Belanda dan mengatur

hal-hal yang lebih rinci.

151

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda

Diakses pada 5 September 2018. 152

Djuliati Suroyo, Politik Eksploitasi …, h.146. 153

Djuliati Suroyo, Politik Eksploitasi …, h.147.

Page 94: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

79

Undang-undang Agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870-1960

isinya sebagai berikut :

1) Tanah di Indonesia dibedakan menjadi tanah tanah rakyat dan tanah milik

pemerintah.

2) Tanah rakyat terdiri dari tanah bebas dan tidak bebas

3) Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada orang lain.

4) Tanah pemerintah dapat disewakan kepada penguasa swasta sampai

jangka waktu 75 tahun.

Pada 1869, Terusan Suez dibuka. Saluran ini ikut memperlancar

hubungan perdagangan Asia-Eropa.154

Pemerintah kolonial melakukan impor

mesin-mesin dan perlengkapan modern sehingga produksi perkebunan dan pabrik

gula meningkat. Perluasan produksi tanaman ekspor dan impor barang-barang

konsumsi dan negeri Eropa mengakibatkan perdagangan internasional semakin

ramai di Nusantara.155

Setelah Undang-undang Agraria 1870 diterapkan, Indonesia memasuki

masa imperalisme modern dengan dijalankannya opendeur politiek,yaitu politik

pintu terbuka terhadap modal-modal swasta asing. Hal itu yang mengakibatkan

Indonesia dijadikan tempat untuk berbagai kepentingan yaitu:156

1) Mendapatkan bahan mentah atau bahan baku industri di Eropa

2) Mendapatkan tenaga kerja yang murah.

3) Menjadi tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.

4) Menjadi tempat penanaman modal asing.

154

M. Dien Majid, Berhaji DiMasa Kolonial (Jakarta: Sejahtera, 2008) h.55. 155

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda.

Diakses pada 5 September 2018. 156

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda.

Diakses pada 5 September 2018.

Page 95: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

80

Keadaan di atas mengakibatkan dua kenyataan, bagi Belanda sangat diuntungkan

namun disisi lain masyarakat Indonesia menderita.

Bagi Pemerintah Kolonial Belanda :

1) Memberikan keuntungan yang besar bagi pengusaha swasta Belanda

2) Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir

kePemerintah Belanda.

3) Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan barang-barang dari

tanah jajahan.

Bagi rakyat Indonsia :

1) Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk.

2) Adanya krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga gula

dan kopi.

3) Menurunnya konsumsi bahan makanan,terutama beras, karena lahan

petani banyak digunakan untuk perkebunan tebu.

4) Pengangkutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah

adanya angkutan kereta api.

5) Rakyat menderita karena masih diterapkan kerja rodi dan adanya

hukuman yang berat untuk rakyat yang melanggar peraturan.

f. Politik Etis157

( 1901)

Munculnya politik etis ada beberapa hal yang melatarbelakangi Politik

Etis, diantaranya yaitu;

1) Sistem ekonomi liberal tidak mengubah nasib rakyat.

157

http;//siskapuspitasari.wartasejarah.blodspot.com/2013/07/politik-kolonial-belanda.

Diakses pada 5 September 2018.

Page 96: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

81

2) Tanam paksa memberi keuntungan besar bagi bangsa Belanda sebaliknya

menimbulkan penderitaan rakyat jajahan.

3) Dalam praktiknya Pemerintah Kolonial Belanda melakukan penekanan

dan penindasan terhadap rakyat .

4) Rakyat kehilangan tanah sebagai hak milik utamanya.

5) Banyaknya kritik terhadap praktik kolonial liberal.158

Politik Etis adalah politik balas budi, dimana penjajah merasa berhutang

kepada jajahannya, sehingga dengan diterapkan politik ini membawa pengaruh

yang baik terhadap bidang politik, administrasi, pendidikan, dan kemakmuran

sosial. Secara administrasi, Politik Etis membawa langkah-langkah otonomi dari

negara induk, penyerahan tanggung jawab sebagian dari pemerintah pusat di

Batavia kepada pejabat-pejabat daerah. Pendidikan yang membawa kesadaran

politik dan kemahiran administratif yang dapat menjalankan fungsi negara

modern. Sehingga pada akhirnya pendidikan dan program kemakmuran harus

membawa perubahan –perubahan bagi penduduk desa di jawa.159

Kegagalan penerapan politik etistampak dalam kenyataan-kenyataan

sebagai berikut:160

1) Sistem ekonomi liberal hanya memberi keuntungan besar bagi Belanda,

namun tingkat kesejahteraan rakyat Pribumi tetap rendah

2) Sangat sedikit penduduk pribumi yang memperoleh keuntungan dan

kedudukan yang baik, karena pendidikan yang diberikan oleh pemerintah

kepada rakyat dibeda-bedakan menurut kedudukan, jabatan dan golongan

kulit

158

http;//oktadwifernindi.blogspot.com/2012/11/kebijakan-pemerintah –kolonial-

belanda,htm. Diakses pada 5 September 2018. 159

Harry J.Benda, Bulan Sabit …, h. 56. 160

http//fandyfindi.wordpress.com/2014/06/20/politik-kolonial-belanda abad ke-19.

Diakses pada 5 September 2018.

Page 97: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

82

3) Pegawai negeri golongan pribumi hanya dijadikan alat sehingga dominasi

Belanda tetap sangat besar

Ditinggalkannya Politik Etis disebabkan oleh fakta bahwa perubahan –

perubahan, betapa pun baiknya, namun dalam proses yang begitu cepat tidak

menghasilkan apa yang telah digariskan dari kerangka penganjurnya.

Dengan adanya politik etis, kesadaran rakyat untuk maju dan merdeka

sangat besar, terbukti dengan munculnya organisasi-organisasi Islam awal abad

ke-20, seperti; Syarekat Dagang Islam (1905), Muhammadiyah(1912),Al-Irsyad(

1914),PERSIS( 1917), Nahdathul Ulama (1926).161

C. Kebijakan Kolonial dalam Bidang Keagamaan

Sekitar September 1808, Gubernur Jenderal Daendels mengeluarkan

instruksi yang berbunyi;162

“Terhadap urusan-urusan agama orang Jawa tidak akan dilakukan

gangguan-gangguan,sedangkan kepada penghulu kepala

(Opperpriesters) mereka dibiarkan untuk memutus perkara-perkara

tertentu dalam bidang perkawinan dan kewarisan dengan syarat bahwa

tidak akan ada penyalahgunaan dan banding dapat dimintakan kepada

hakim banding (Landgericht).”

Pemerintah kolonial selalu berusaha untuk ikut campur dalam bidang

keagamaan.Ini terbukti pada 1835, di Jawa diterbitkan peraturan pertama tentang

pengadilan Agama, besluittertanggal 7 Desember 1835 no. 6 (dalam statblad

1835 no.58) yang berbunyi :163

“ Kalau di antara orang Jawa timbul perkara tentang perkawinan,

pembagian waris, dan lain sebagainya, yang harus diputuskan menurut

undang-undang Islam, maka para penghulu/ulama/kyai harus

memberikan keputusan hukum; tetapi efek sipil, yaitu pelaksanaan atau

pembayaran yang harus timbul dari keputusan itu,harus diajukan kepada

161

Effendi, “Politik Kolonial...”, h,104. 162

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h.154. 163

Karel A.Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia abad ke-19 (Jakarta:

Bulan Bintang, 1984) h. 217.

Page 98: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

83

pengadilan biasa, supaya dilaksanakan menurut keputusan yang sudah

diambil dan untuk menjamin pelaksanaannya.”

Keputusan ini menimbulkan persoalan baru, karena tidak ada penjelasan dalam

wewenangnya. Pada 1843, keluarlah peraturan tentang pengadilan agama untuk

daerah Rembang dan Blora, adapun isi petikannya sebagai berikut; ( terjemahan )

Rembang, hari 8 Juli 1843

1. Dari satu orang yang nikah, biaya nikah harus dibagi; enam bagian,

satu bagian disimpan di kas masjid, dan lima bagian dibagi untuk

penghulu dan stafnya.- adapun uang yang terkumpul di kas masjid

untuk perbaikan dan keperluan masjid. Dan harus dilaporkan ke

Raden Tumenggung/Bupati setiap bulan.

2. Jika ada orang yang meninggal dan tidak mempunyai ahli waris,

maka setelah di potong biaya kematian, sisa harta peninggalannya

dimasukan ke kas Masjid.

3. Jika ada orang kaya meninggal tetapi ahli warisnya jauh, maka harta

itu disimpan di masjid, dan jika ahli waris datang harta

dikembalikan ke ahli warisnya. Penghulu diperbolehkan mengambil

5% dari harta itu dengan pembagian 1 bagian untuk kas Masjid, 4

bagian untuk penghulu dan stafnya.

4. Jika ada perkara pembagian waris, maka bila perkara selesai maka

penghulu boleh mengambil 2% dari harta yang diperkarakan, 1

bagian untuk kas masjid dan 1 bagian untuk penghulu dan stafnya.

5. Jika ada orang miskin meninggal, maka biaya kematiannya diambil

dari kas masjid.

6. Jika ada orang cerai, biaya dan pembagiannya sama seperti biaya

dan pembagian seperti orang nikah.

7. Dilarang bagi penghulu meminta biaya nikah lebih dari yang telah

ditentukan.

8. Jika ada orang yang menikah, tetapi biayanya kurang atautidak

bayar karena miskin, maka pernikahan harus dilaksanakan.

9. Untuk menghindari permasalahan pada pasangan suami istri, maka

penghulu harus memberikan buku nikah. Adapun buku nikah harus

sesuai contoh yang diberikan Residen. Buku nikah dicap dari nama

penghulu atau naib, serta ditanda tanganin penghulu katib modin.

Dan data yang ada dibuku nikah dicatatat dibuku besar

(register)setiap bulan.-adapun biaya pembuatan buku nikah bisa

diambil dari potongan yang di simpan di masjid.

Kanjeng Tuan Residen

(ttg) Engelhard

Page 99: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

84

Adapun petikan peraturan itu sebagai berikut;164

Rembang, hari 8 Juli 1843

Dari sebab jang saiji soedah beremboes pada Raden

Toemanggoeng semoea misdjid jang ada di bawah Residentie

Rembang, baiklah sama mengoempoelkan oewang baetoel-mal

tersimpan di masdjid,djadi sekarang saiji kasih idzin bagaimana

jang tersebut di bawah ini.

1. Dalem satoe orang kawin oewang ongkost kawinnja misti di

potong; jang satoe bagian dari anem disimpen di dalemnja petti

mesdjid terkontji jang baik 2, jang lima bagian misti terbagi pada

pengoeloe dan kontjonja, pembaginja misti jang dengan patoet.

Adapun itoe oewang potongan jang terkoempoelkan di mesdjid jang

soepaja bolih terbikin sedia beli berkakas apa jang misti di pake di

mesdjid, atau bikin ongkost baiknja apa perkakas mesdjid jang

roesak. Maka penghoeloe patoet bikin satoe boekoe kloewarnja

oewang potongan itoe jang dalem sehari-harinja jang misti di pake

di mesdjid, ia djuga moesti tertoelis dalem itoe boekoe2; saben

boelan pengoeloe misti mengirimken itoe boekoe pada Raden

Toemanggoeng seberapa jang goenggoengnja itoe oewang jang ada

di dalem itoe petti, seberapa jang dibikin beli perkakas mesdjid

seberapa jang missih.

2. Kaloe ada orang mati jang tiada poenja ahli waris seberapa

punjaknja misti dimasoeken di mesdjid semowa serta misti

dimasoeken di itoe boekoe. Adapoen ongkost matinja, jang soedah

ditentoekan dalam agama Djawa, misti kloewar dari oewangnja itoe

jang dengan sampe.

3. Kaloe ada orang kaja mati poenja ahli waris tapi jaoeh

tempatnja’seberapadipoe3nja mesti terganoeng di masdjidlebih

doeloe,jika ahli warisnja datweng misti dikassiken,tapi panghoeloe

bolih ambil 5 percent,jang 1 bagian daripada 5 dikoempoelken sama

orang masdjid,jang 4bagian pada pangoeloe dengan sakontjonja.

4. Djikaloe ada orang masoek bitjara perkara waris,djika soedah

poetoes perkaranja terbagai dengan betoel itoe panghoeloe bolih

motong doewa percent,terbagi goewa jang satu bagian di

tjampoerken sama itoe oewang mesdjid jang 1 bagian pada

panghoeloe sakontjonja.

5. Djikaloe ada orang miskin matti,itoe orang tiada poenja ahli waris

maka negri jang misti tanem,dari ongkostnja tanem misti ambil dari

itoe oewang masdjid dengan sepantesnja sadja.

6. Djikaloe ada orang bertjerai ongkostnja seperti orang nikah djoega

pembaginja djoega seperti orang nikah tadi,

164

Karel, Beberapa Aspek …, h. 219.

Page 100: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

85

7. Saija kasih printah dengan sanget pangoeloe tida boleh mintai lebih

dari ongkostnja orang nikah,dan tiada bolih ngloewarken apa2dari

orang nikah jang salainnja dari oewang nikah.

8. Djikaloe ada orang nikahtapi pembajarannja koerangdari adat jang

soedah didjalanken atawa tidak bajar sama sekali sebab dari miskin

itoe pengoeloe patoet djalanken nikahnja orang tadi.

9. Dari sebab jang soedah saija dengar banjak orang jang sama

bikinsoesah hal yang belaki bini,menjadi saija bikin atoeran saben

ada orang nikahan panghoeloe atawa naib misti kassih soerat tanda

pada penganten seperti tjonto jang saija kirimkan bersama-sama ini

soerat.itoe soerat tanda nikah mesti pakai tjap dari namanja

panghoeloe atawa naib,serta di teeken penghoeloe kitab

modin.Adapoen toeroenannja soerat nikah tadi jang saboelan-

boelannja misti bikin satoe boekoe,tapi pake kolom sadja, menjadi

saben2 boelan, moelai tanggal satoe no.1 di sitoe nanti bolih liat

sebrapa goenggoengnja soerat nikah,jang dalem saboelan-boelannja.

Adapoen hal pemblinja kertas jang terbikin soerat nikah tadi

bolih ambil oewang potongan tadi. Lain dari itoe saija minta

rapportnjawang nikah jang 5 bagian dari pada 7tadi siapa2 jang sama

bolih sabrapa bolihnja.

Kandjeng Toewan Resident

(ttg) Engelhard

Setelah terbitnya peraturan itu mulai, pengaruh peradilan Jawa mulai

berkembang luas, meskipun belum menyeluruh ke semua wilayah. Sedangkan di

Palembang, peraturan pertama tentang pengadilan agama ditetapkan oleh

Komisaris Palembang tanggal 3 Juni 1823 no.12. Peraturan ini berlaku untuk

Palembang dan Bangka165

Sebelum ada peraturan peradilan, sudah ada peraturan

dan ditetapkan dalam Staatsblad 1820 no.22 ayat 13:

“Bupati harus mengawasi semua permasalahan agama Islam dan harus

mengusahakan agar para penghulu bebas melaksanakan tugasnya

menurut adat dan kebiasaan orang Jawa, baik dalam perkara perkawinan,

pembagian waris dan lain sebagainya”.

Karena dari Staatsblad 1820 no.22 ini telah menimbulkan penafsiran bahwa para

Bupati adalah ‘kepala Agama’ dan ada yang menafsirkan Bupati sebagai ‘kepala

165

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h. 146.

Page 101: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

86

polisi’ . kemudian timbul pula ketidakjelasan tentang siapa yang dimaksudkan

sebagai priester, apakah para penghulu atau para kiayi.166

Peraturan Pengadilan Agama di Jawa ditetapkan dalam Staatblad 1835

No.38. Tapi, Staatblad ini hanya merupakan pengakuan secara resmi Pemerintah

Belanda terhadap praktek pengadilan agama, namun belum dimasukkan dalam

struktur birokrasi kolonial. Pengaturan Pengadilan Agama dalam struktur

pemerintah kolonial baru ditetapkan dalam Staatsblad 1882No.152.Staatsblad ini

kemudian dilengkapi dengan Staatsblad 1937No. 116 dan 610.167

Dari peraturan

ini, tidak merubah praktek yang sudah ada.Penghulu yang mengambil keputusan,

sehingga kalau penghulu tidak hadir, maka keputusan ditunda.

Disamping peraturan 1882 membatasi para bupati untuk tidak ikut

campur pengadilan agama. Namun disisi lain karena gaji kecil dan tidak tetap,

gaji tergantung volume perkara. Walaupun beberapa pegawai mengusulkan gaji

yang layak, tapi sepanjang zaman kolonial tidak ada gaji tetap untuk pegawai

pengadilan agama.168

Ini yang menyebabkan terjadinya korupsi dalam pengadilan

agama. Pada abad ke-19, para penghulu menjadi pegawai pusat yang diangkat

langsung oleh gubernur jenderal, sehingga ada hierarki atau hubungan tinggi-

rendah di antara petugas agama.

Di setiap kabupaten diangkat penghulu kepala (hoofd penghulu), dan

penghulu kawedanan/kecamatan;naib. Sedangkan di tingkat desa, orang yang

bertugas disebut lebe/modin/amil yang mengurus rumah ibadah di desa. Tugas

penghulu kepala sebagaimufti/penasihat agama, hakim pengadilan agama dan

pemungut/pengumpul zakat.Adapun naib sebagai wali hakim dan imam

masjid.169

Setelah terjadi beberapa persoalan yang muncul, mengenai pungutan

perkawinan dan pencatatan perkawinan gelap,maka dikeluarkan Staatsblad 1895

no.198.Di sini,diatur siapa yang berhak melakukan pencatatan perkawinan,

perceraian, rujuk,prosedur pelaksanaan, pengaturan biaya pernikahan, perceraian

166

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h. 155. 167

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h.160. 168

Karel, Beberapa Aspek …, h. 224. 169

Karel, Beberapa Aspek …, h. 228.

Page 102: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

87

dan rujuk.dan peraturan denda dan hukuman bagi yang melanggar.170

Kemudian

dilengkapi dengan Staatsblad 1898 no.149, 1904 no. 212, dan 1906 no.409.

Adapun para kyai dipesantren sebagai ahli agama swasta yang mandiri tidak

terikat dengan pemerintah kolonial.

Sejak zaman gubernur jenderal Daendels,para jamaah haji diharuskan

memiliki pas jalan.Peraturan ini terdapat dalam Peraturan tahun1825 no.9 (18

oktober 1825). Para calon haji yang tidak memiliki pas jalan didenda 1000

gulden.Kemudian, peraturan ini dirubah pada1831 (besluitNo.24 tanggal 26

maret 1831), denda dikurangi menjadi 220 gulden,yaitu dua kali lipat biaya pas

jalan 110 gulden. Setelah 20 tahun peraturan berubah lagi,berdasarkan keputusan

besluit3 Mei 1852 no.9, bahwa pas jalan tetap diwajibkan, tetapi diberikan secara

gratis dan denda dihapus. Sedangkan aturan tentang haji yang terakhir di abad ke-

19 adalah peraturan tahun1859 (staatsblad no.42 tanggal 6 Juli 1859), yang

isinya antara lain;171

1. Calon haji harus minta pas haji kepada bupati, tanpa ongkos

2. Calon haji harus membuktikan kepada bupati bahwa ia mempunyai

ongkos pulang pergi dan uang untuk keluarganya selama ia berhaji

3. Setelah pulang dari Mekkah, maka para jamaah haji diuji oleh bupati atau

yang mewakilinya, jika ia lulus ujiannya dapat gelar haji dan boleh

pakaian haji/jubah.

170

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h.161. 171

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h.182; Lihat juga Karel, Beberapa Aspek …, h. 236.

Page 103: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

88

BAB IV

HAJI TEGAL DI ZAMAN KOLONIAL 1850-1864

A. Haji Bagi Orang Tegal

1. Pengertian Haji

Haji berasal dari kata “hajja” yang berarti “menyengaja sesuatu” 172

.

adapun menurut syara’ adalah sengaja mengunjungi Ka’bah untuk melakukan

beberapa amal ibadah, dengan syarat-syarat yang tertentu.173

Haji pertama di wajibkan pada tahun keenam hijriah, merujuk kepada

firman Allah pada surat Ali Imran;97.

Artinya; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,

yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.

Sabda Rasullah SAW;

Artinya; Islam itu ditegakan diatas 5 dasar : (1) bersaksi bahwa tidak ada

Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad itu Rasul Allah, (2)

Mendirikan Sholat lima waktu, (3) membayar zakat, ( 4) mengerjakan

haji ke Baitullah, (5) berpuasa di bulan Ramadhan.( sepakat ahli hadist ).

Ibadah haji wajib segera dilaksanakan.Artinya, apabila seseorang telah

memenuhi syarat-syaratnya, tetapi masih dilalaikannya juga, maka ia berdosa

karena kelalaiannya. Allah mengingatkan Nabi Adam agar bersegera berhaji

sebelum datangnya kematian.174

Syarat wajib haji menurut Sulaiman Rasjid175

ada empat, yaitu: islam,

berakal, baligdan kuasa. Ibadah haji dinyatakan sah apabila memenuhi syarat sah

172

Kata “hajja” dalam tata Bahasa Arab merupakan fi’il madhi yang berarti

“menyengaja”. Lihat Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Arab-Indonesia (Jakarta : Hidakarya

Agung 1990) h. 97. 173

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007) h. 247. 174

M.Ali Usman dkk, Hadist Qudsi (Bandung: Diponegoro, 2005) h. 347. 175

Sulaiman, Fiqih Islam …, h. 248; Lihat juga M. Dien, Berhaji …,h.25. bahwa

pendapat tentang syarat wajib haji menurut Moh. Rifai dan Sayid Usman ada lima, adalah : Islam,

balig, berakal, merdeka dan kuasa (mampu). Adapun menurut Syamsudin Abdillah Muhammad

Page 104: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

89

haji dan melaksanakan semua rukun haji, seperti: ihram, wukuf di Arafah,

thawaf, sa’i,bercukur atau menggunting rambut dan menertibkan rukun-rukun

itu.

Keinginan kuat umat islam dalam menjalankan ibadah haji dipengaruhi

oleh keyakinan yang mendalam terhadap ajaran agama pada diri setiap kaum

Muslim. Salah satu motivasi seseorang dalam berhaji adalah adanya balasan

masuk surga bagi orang yang menjalankan ibadah haji.176

“ Dari Abu Hurairah

raddhiyallahu anhu, bahwa Rasullah SAW bersabda:

“Dari satu umrah ke umrah berikutnya merupakan penebus dosa yang

terjadi diantara kedua umrahnya; dan haji mabrur itu tidak ada

ganjarannya kecuali surga.” (H.R. Muslim)

Perjalanan haji Muslim Nusantara menuju tanah suci Mekkah telah

dilakukan sejak awal islam masuk ke nusantara. Meskipun demikian, tidak ada

data yang dapat diperoleh sebagai bukti konkrit tahun berapa dan siapa manusia

pertama yang pergi haji. Diantara Raja yang pernah mengirim utusan ke Mekah

adalah Raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa 177

( 1638 ) dan raja Mataram, Sultan

Agung ( 1641 )178

yang mendapat gelar Sultan Muhammad Maulana Mataram,

kemudian menyusul naik hajinya Abdul Qahar, putra sultan Ageng Tirtayasa

yang terkenal dengan sebutan Sultan Haji.179

Jamaah haji yang tidak diketahui jumlahnya secara pasti adalah yang

bermukim di Mekkah. Berangkat dan pulang secara resmi tidak tercatat oleh

pemerintah. Kenyataan ini menimbulkan ketakutan Pemerintah Kolonial

Belanda. Karena jamaah haji yang mukim akan bergaul dengan jamaah lain dari

negara Islam, yang menimbulkan gerakan untuk melawan penjajah. Apalagi,

lahirnya gerakan Pan Islamisme dari kegiatan haji, maka Pemerintah Belanda

bin Qosim Asy-Syafi’, isyarat wajib haji ada delapan, yaitu: Islam, balig ( sudah dewasa),

berakal sehat, merdeka, ada bekal dan tempat, ada kendaraan dan keadaan jalan aman. 176

Idrus H. Alkaf, IhtisarHadist Shahih Muslim (Surabaya: Karya Utama, 2009) h. 213. 177

Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo

Persada 2005) h.143 178

Noerhadi Magetsari dkk, Biro Perjalan Haji di Indonesia Masa Kolonial (Jakarta:

ANRI, 2001) h. ix; Lihat juga M. Dien Majid, Berhaji DiMasa Kolonial (Jakarta: Sejahtera,

2008) h. 3. 179

Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam

di Indonesia (Bandung: Mizan, 1999) h. 42.

Page 105: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

90

ikut campur tangan dalam pelaksanaan pemberangkatan dan pemulangan jamaah

haji Nusantara. Untuk menekan kuota atau jumlah calon jamaah haji, maka

dikeluarkan peraturan seperti Resolusi 1825, kemudian disempurnakan dengan

Ordonansi 1859.Jamaah yang kembali ke Nusantara dikenakan wajib melapor

dengan tujuan untuk mengetahui dan menentukan murni atau tidak haji

seseorang, karena ada sebagian umat islam dipekerjakan di perkebunan, sebelum

berangkat ke Tanah Suci karena kekurangan bekal atau tertipu di perjalanan.

Mereka kerap disebut dengan Haji Singapura. Sensor juga dilakukan untuk

mengetahui semangat radikalisme Islam yang berujung pada alergi terhadap

pemerintahan Eropa.

Jumlah jamaah haji terus meningkat, apalagi setelah Terusan Suez dibuka

pada tahun 1869.180

Pada akhir abad ke-18, ditemukan mesin uap oleh James

Watt, kemudian terjadi Revolusi industri di Eropa (Inggris) yang berlangsung

sekitar 1850-an.181

Kemajuan teknologi itu, membawa perubahan-perubahan yang

mendasar dalam teknik produksi/industri yang begitu cepat menyebar ke seluruh

penjuru dunia. Pada gilirannya, produksi kapal laut menggunakan tenaga uap,

sehingga kapal tidak berlayar berdasarkan musim dan arah angin. Kemajuan ini

juga salah satu yang mempermudah proses perjalanan ibadah haji Muslim

Nusantara.

2. Hajibagi Umat Islam Tegal

Haji merupakan pengamalan rukun islam yang ke-5. Dalam pandangan

masyarakat, ibadah ini hanya dapat dilaksanakan oleh setiap orang yang

mampu182

, di samping ada faktor lain yang mendorong umat Islam berlomba-

180

Harry J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit ; Islam Indonesia pada Masa

Pendudukan Jepang,terj.Daniel Dhakidae (Jakarta: Pustaka Karya, 1980) h. 36. 181

M. Dien, Berhaji …, h. 55. 182

Pengertian istitha’ah yang menjadi syarat wajib haji memang ada perbedaan

penafsiran dikalangan ulama. Menurut Rasyid Ridha dan Muhammad Abduh, bahwa mampu

disini yaitu mampu untuk nyampai ke Baitullah dan kemampuan setiap orang berbeda-beda.tapi

kebanyakan ulama berpendapat bahwa mampu /mempunyai bekal haji dan biaya transfort pulang

pergi dan nafkah keluarga yang ditinggalkan. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: Haji Mas

Agung, 1994) h. 289; Menurut Sulaiman Rasjid, pengertian “mampu” disini adalah bekal yang

cukup, kendaraan yang layak untuk perjalanan, aman dalam perjalanan, untuk jamaah muslimah

Page 106: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

91

lomba untuk melakukan sesuatu agar dapat menjalankan perintah Allah ini.

Orang yang telah melaksanakan haji akan dianggap telah menjadi individu yang

sempurna dan lebih suci dari orang yang belum melaksanakannya. Ia menjadi

pribadi yang terhormat di keluarga dan masyarakat. Kenyataan ini yang ditakuti

oleh pemerintah kolonial pada abad ke-19. Hal ini telah disampaikan Gubernur

Raffles kepada para residen agar mengawasi para haji (pastor Islam).Ia

menganggap para haji adalah orang suci, istimewa dan mempunyai kekuatan gaib

yang dapat mempengaruhi masyarat untuk memberontak kepada pemerintah

kolonial.183

Bagi orang Tegal, haji adalah salah satu barometer kesuksesan seseorang,

sehingga ibadah haji menjadi suatu yang tidak hanya bernilai ketaatan terhadap

perintah Allah Sang Pencipta, namun bernilai sosial yang tinggi. Derajat atau

status seseorang akan bertambah ditengah-tengah masyarakat.184

Orang Tegal

hampir sama dengan masyarakat Jawa pada umumnya. Dalam pengamalan

agama dapat di kelompokan menjadi tiga kategori yaitu; santri, abangan dan

priyayi.185

Tapi, yang membedakan Tegal dan kota lainnya di Jawa, adalah sangat

sulit mencari orang non muslim di sini, kecuali di pusat kota dan tempat

ibadahnya tentunya sangat sedikit. Kebanyakan yang pergi haji adalah orang

kota.Status mereka berbeda dengan orang desa.Kebanyakan orang desa petani

miskin atau buruh pabrik gula atau tekstil. Sedangkan orang kota adalah pegawai

pemerintah, pemilik toko, dan usahawan atau wiraswasta.186

harus ada mahromnya. Lihat juga Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo,

2007) h. 249. 183

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek …, h. 235. 184

Hal ini dibenarkan oleh beberapa ustad dan kyai, di antaranya Ustadz Dipenogoro

salah satu pengasuh Pondok Pesantren Tahfid Qur’an Al-Quthubi, Kyai Hasani Pengasuh Pondok

Pesantren at-Tauhidiyah, dan Habib Abdullah cicit Habib Muhammad Thohir aL-Haddad. Hal ini

diperkuat oleh pernyataan bapak H. Nurotib selaku Kepala Seksi Bimas Islam, Kantor

Kementerian Agama Kabupaten Tegal. Ia mengatakan bahwa masyarakat dalam menjalankan

ibadah haji tidak semata-mata karena kesadaran dalam menjalankan agama, tapi ada motif pribadi

yang sudah umum di masyarakat atau bukan rahasia lagi. Ini terbukti dari banyaknya orang yang

mendaftar haji dan orang tersebut kurang taat dalam agama, sehingga pada gilirannya banyak para

haji yang telah kembali tidak mencerminkan pribadi yang soleh sebagaimana tujuan haji sebagai

penyempurnaan keislaman seseorang. 185

Zaini Muchtarom, Santri dan Abangan di Jawa jilid 2 (Jakarta :INIS, 1988) h. 2-3. 186

Abu Su’ud, Semangat Orang-orang Tegal (Semarang: Masscom Media , 2003) h. 12.

Page 107: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

92

B. Peran Pemerintah Kolonial dalam Haji

Sejak masa VOC, ibadah haji sudah mendapat perhatian khusus. VOC

memandang ibadah haji sebagai bahaya dan sangat ditakuti oleh Belanda,

sehingga muncul istilah hajiphobia.187

Akibat pandangan tersebut maka orang

yang akan pergi haji selalu dihalangi dengan syarat harus mendapat izin terlebih

dahulu dari pihakVOC.Apabila para jamaah haji ingin kembali dari Mekkah,

VOC tidak akan memberinya izin kembali. Jika ada di antara mereka yang

pulang dengan tanpasepengetahuan VOC, maka akan selalu diawasi dan

dicurigai. Selain itu, VOC juga mengeluarkan peraturan larangan para calon haji

naik kapal dagang VOC.

Sebenarnya, perturan keras tentang haji yang diberlakukan VOC bersifat

tidak konsisten. Mereka melakukan itu semata-mata bukan karena takut pada

pengaruh para haji, melainkan dilandasi oleh motif perdagangan,persaiangan

dengan Inggris. Langkah ini juga dilakukan untuk menarik simpati penguasa

pribumi.

Di penghujung abad 18, VOC dibubarkan dan wilayahnya dikelola oleh

pemerintahan Hindia Beland.188

Perubahan kuasa ini berdampak pula dalam

kebijakan perhajian. Pemerintah kolonial Belanda memberikan kebebasan

beragama selama tidak menggangu tetertiban dan ketenangan pemerintah.

Namun kenyataannya, kebijakan untuk tidak mencampuri agama tidaklah

konsisten. Dalam masalah haji, pemerintah kolonial tidak bisa menahan diri

untuk tidak ikut campur. Para haji justru sering dicurigai, dianggap fanatik dan

dituduh tukang memberontak. Hal ini terlihat pada aneka peraturan tentang haji

yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial antara tahun 1825-1859, yang

bertujuan membatasi dan mempersulit ibadah haji.189

Pebatasan berhaji tidak membuat jerah umat Islam. Dari tahun ke tahun,

jumlah jamaah haji semakin bertambah banyak. Ini membuat pemerintah kolonial

187

Husni Rahim, Sistem Otoritas …, h.178. 188

Karel, Beberapa Aspek …, h. 234. 189

Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta : LP3ES, 1985) h. 10.

Page 108: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

93

semakin cemas karena setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk

menghalangi ibadah haji, semakin menambah semangat umat Islam Indonesia

untuk berhaji. Bahkan, sudah ada semacam pemahaman di pikiran orang-orang

yang berhaji bahwa semakin rumit prosedur yang ditempuh mereka dalam

berhaji, maka semakin mulia (afdhal) ibadah mereka.

Sebelum peraturan 1825 tentang haji, pada masa gubernur jenderal

Daendels sudah mengeluarkan peraturan, bahwa para haji diharuskan memakai

pas jalan jika bepergian dari satu tempat di Jawa ke tempat lain.190

dengan

bertambahnya jumlah jamaah haji setiap tahunnya, membuat kesulitan tersendiri

bagi pemerintah untuk membatasi mereka. Ditambah lagi, adanya pembukaan

Terusan Suez pada 1869, yang memudahkan dan memperpendek jalur pelayaran

kapal haji, semakin mendukung keadaan yang mungkin dianggap tidak berpihak bagi

pemerintah.191

Menurut Snouck Hurgronje, satu-satunya cara untuk mengatasi masalah

haji adalah dengan menghambat secara halus dan tidak langsung.Maksudnya

yaitu dengan cara mengalirkan semangat pribumi ke arah kebudayaan Barat.

Sehingga dapat menjauhkan keinginan masyarakat untuk berhaji.Saran ini

merupakan bagian dari politik asosiasi kebudayaan.192

Perlawanan terhadap Pemerintah Belanda pada pertengahan pertama abad

19, seperti Perang Padri dan perang Diponegoro, menimbulkan kesan adanya haji

fanatik. Pemberontakan Mutiny atau Sepoy di India pada tahu 1857 menambah

keyakinan Pemerintah Belanda akan adanya haji fanatik.193

Akibat kekawatiran

akan hal itu, Pemerintah Belanda mengeluarkan kebijakan ordonansi haji pada

1859. Dengan dikeluarkankannya kebijakan ini, diharapkan dapat membendung

orang pribumi pergi haji, sehingga bisa memperkecil kemungkinan adanya haji

fanatik yang akan memicu pemberontakan terhadap Pemerintah Belanda. 194

190Karel, Beberapa Aspek …, h. 235.

191Harry, Bulan Sabit …, h. 36.

192Aqib, Politik Islam …, h. 96.

193F. G. P. Jaquet, "Mutiny en hadji-ordonnantie: Ervaringen met 19e eeuwse bronnen"

Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 2/3de Afl (1980), hal. 283-312. 194

Karel, Beberapa Aspek …, h. 236.

Page 109: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

94

. Kebijakan Pemerintah Belanda mengenai ibadah haji pada seperempat

pertama abad 19, dimulai dengan dikeluarkannya Resolusi tahun 1825, yang

diarahkan pada pembatasan kuota jamaah haji. Alasan dikeluarkannya Resolusi

1825 berawal dari laporan Residen Batavia tentang adanya sekitar 200 orang

pribumi yang berasal dari Batavia dan karesidenan lainnya menghadap polisi

dengan maksud untuk meminta pas jalan dan sekaligus melaporkan perjalanan

haji ke Mekkah menggunakan kapal Magbar milik Syaikh Umar Bugis.195

Berdasarkan peristiwa tersebut, maka dikeluarkanlah Resolusi Gubernur Jenderal

pada tanggal 18 Oktober 1825 No. 9 yang intinya mengizinkan naik haji

menggunakan kapal Magbar dan menetapkan bahwa setiap calon haji harus

membayar 110 gulden untuk pembayaran pas jalan atau paspor haji. Para calon

haji yang tidak mempunyai pas jalan akan dikenakan denda dengan membayar

1000 gulden, jumlah uang yang sangat besar pada saat itu.

Pada 1831, denda diubah menjadi dua kali lipat biaya pas jalan, yaitu 220

gulden. Pada 1852, peraturan dirubah lagi berdasarkan vonis pengadilan yang

membebaskan H.AbdulSalam karena peraturan 1825 dan 1831 tidak diumumkan.

Besluit 3 Mei 1852 No. 9 diterbitkan yang intinya pas jalan tetap diwajibkan,

tetapi diberikan gratis dan denda dihapus.196

Kabijakan haji yang diterapkan Pemerintah Hindia Belanda belum

berjalan secara maksimal, bahkan ada yang gagal. Hal tersebut dikarenakan

banyak calon jamaah haji yang menghindar dari ketentuan Belanda dengan

berangkat dari Sumatra maupun daerah luar Jawa dan Madura. Untuk mengatasi

itu, Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru, yaitu dengan mengeluarkan

Ordonansi Haji tahun 1859.

Dalam suatu peraturan yang dikeluarkan pada 1855, dikatakan bahwa

pemerintah Hindia Belanda menyatakan netral terhadap pengaturan di bidang

agama masyarakat pribumi. Namun, empat tahun berselang, yakni pada 1859,

diterbitkan peraturan tentang haji yang isinya sebagai berikut;197

195

Dien, Berhaji …, h. 89. Lihat juga ANRI, Resolusi18 Oktober 1825 No.9 196

Karel, Beberapa Aspek …, h. 236. 197

Saleh Putuhena, Perjalanan Haji …, h. 420.

Page 110: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

95

1. Calon haji harus meminta pas jalan pada bupati tanpa ongkos

2. Calon haji harus membuktikan kepada bupati bahwa ia mempunyai uang

yang cukup banyak untuk biaya perjalanan pulang pergi ke-Mekah, serta

biaya hidup keluarganya di Indonesia.

3. Sesudah pulang dari Mekkah para jamaah harus diuji oleh Bupati atau

orang yang ditunjuk oleh bupati- dan setelah itu baru diperkenankan

memakai gelar haji dan pakaian haji/jubah. Peraturan ini berlaku

sepanjang abad ke-19 dan diganti pada tahun 1902. Dalam peraturan

terbaru, kewajiban mengikuti ujian dihapuskan.198

Pada abad 19, jumlah jamaah haji makin bertambah karena sudah tersedia

kapal khusus angkutan jama’ah haji milik syekh, disusul kemudian kapal milik

perusahaan pelayaran Belanda. Selain itu, ditetapkan pula tentang pengurusan

jamaah oleh syekh dan oleh Konsulat Belanda di Jedah, yang didirikan tahun

1872.faktor lain adalah bertambahnya kaum muslimin yang memahami makna

haji dan berkeinginan untuk menuntut ilmu di Mekkah.199

C. Perhajian Tegal sekitar 1850-1889

Pada abad 19, kondisi masyarakat Tegal secara umum masih sederhana.

Masyarakat desa banyak menggantungkan hidup sebagai petani. Mereka yang

kebetulan mempunyai sawah, akan mengolah sawahnya sendiri, atau

memperkerjakan buruh tani. Secara periodik, mereka akan menyerahkan hasil

tani mereka dalam bentuk upeti kepada penguasa setempat.

Terdapat suatu keanehan dalam membicarakan kesempatan masyarakat

Tegal dalam berhaji. Meskipun mereka hidup sebagai petani, namun semangat

atau cita-cita untuk menunaikan ibadah haji tetaplah besar. Untuk urusan ini,

mereka akan menempuh jalur yang mengharuskan bersinggungan dengan

penguasa kolonial, sebagai pucuk pengambil kebijakan di Tegal.

198

Karel, Beberapa Aspek …, h. 237. 199

Saleh Putuhena, Perjalanan Haji …, h. 421.

Page 111: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

96

C. Snouck Hurgronje, seorang konsultan pemerintah Hindia Belanda

untuk urusan pribumi dan Orang Arab, pernah mengunjungi Tegal pada 6

September pada perjalanannya mengelilingi Jawa pada 1889 – 1891. Setelah

beberapa waktu memperhatikan orang Tegal, ia sampai pada kesimpulan bahwa

Orang Tegal termasuk orang yang taat menjalankan ajaran Islam sehari-hari.

Bahkan, Snouck mengutarakan bahwa perilaku Muslim Tegal termasuk menarik

untuk diteliti lebih lanjut.200

Kendati banyak di kalangan orang Tegal yang telah mampu berhaji,

keinginan mereka harus diuji terlebih dahulu dengan sistem administrasi kolonial.

di medio kedua abad 19, Pemerintah Hindia Belanda telah menancapkan

pengaruh politik yang kuat di Tegal. Mereka mulai mencampuri segala macam

urusan penduduk pribumi termasuk peraturan-peraturan di bidang admisnistrasi

dan organisasi.

Beberapa pekerjaan pemerintah lokal yang kemudian dicampuri

pemerintah kolonial di antara lain: pembentukan dewan desa dengan sistem

pemilihan, pembukuan urusan desa (khususnya keuangan dan pajak), pengaturan,

pengumpulan dan penggunaan dana desa, registrasi penduduk, kelahiran,

kematian dan sebagainya. Registrasi perhajian termasuk yang dicampuri pula

oleh pemerintah Hindia Belanda.201

Tabel 1: Jumlah orang Tegal yang menunaikan Ibadah Haji( 1850-1889)202

Tahun Tegal

1850-1854

1855-1859

1860-1864

1865-1869

1870-1874

1875-1879

1880-1884

1885-1889

76

362

253

-

-

199

422

200

200

P. H. S. van Ronkel, "Aanteekeningen over Islam en Folklore in West-en Midden-

Java. Uit het Reisjournaal van dr. C. Snouck hurgronje." Bijdragen tot de taal-, land-en

volkenkunde van nederlandsch-indië , 4de afl (1942) hal. 321. 201

J. W. Meyer, Laporan-Laporan Desa (Desa-Rapporten) (Jakarta: ANRI, 1974) h. 12. 202

Karel, Beberapa Aspek …, h. 249 dan 251.

Page 112: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

97

Melihat Tabel di atas, tampak perkembangan jamaah haji Tegal semenjak

tahun 1850-1889. Di rentang 1880-1884, menunjukan banyaknya jamaah yang

berangkat. Hal ini dikarenakan kapal uap sudah mulai beroperasi serta Terusan

Suez yang dibuka. Pemerintah Belanda sendiri sudah mulai membangun relasi

dengan 3 perusahaan kapal yang sedianya digunakan sebagai kapal angkut haji.

Selain itu, mereka juga sudah mendirikan Konsulat Belanda di Jeddah.

Di abad 19, terjadi beberapa perubahan tata kelola haji serta beberapa

fenomena sosial yang ikut memantik dinamika dalam perhajian Tegal. Agar

penjelasan lebih padu, maka akan dijelaskan sesuai dengan fokus bahasannya.

1. Pelabuhan dan Kapal Angkut

Pemerintah Hindia Belanda mempunyai cita-cita yang besar dalam

memajukan pelabuhan dan perkapalan di negerinya. Hal ini dapat dimulai dari

penataan adminitrasi dan organisasi di pelabuhan. Dalam pelaksanaannya, para

petugas Eropa dibantu pula oleh para petugas lokal. Mereka terlibat dalam

pelbagai rapat perencanaan, pengadaan serta peninjauan terhadap segala hal di

pelabuhan supaya pengangkutan barang dan orang dapat terlaksana dengan

baik.203

Kemudian, untuk perkapalan, pemerintah Hindia Belanda sudah

menyiapkan sedemikian rupa kebutuhan pengangkutan itu di sejumlah pelabuhan

besar seperti Tanjung Priok, Surabaya atau Makassar, sampai dengan pelabuhan

kecil (kleine haven) seperti Cirebon, Tegal dan Kerawang. Di pelabuhan kecil itu

juga didirikan sejumlah kantor perwakilan perusahaan kapal untuk

mempermudah layanan pra maupun paska bayar perkapalan.204

Pelabuhan pantai utara Jawa, seperti Cirebon, Tegal dan Pekalongan

merupakan pelabuhan penting untuk distribusi sejumlah komoditas, termasuk

gula. Gula dan air tebu (melasse) adalah komoditas utama di pelabuhan Tegal

203

Water Cool, The Ports of the Dutch Indies (Brussels: General Secretary’s Office,1921)

hal. 46 – 49. 204

H. M. La Chapelle, "Bijdrage tot de kennis van het stoomvaart-verkeer in den

Indischen Archipel," dalam De Economist, Vol. 34, No. 2, 1885, hal. 675-702.

Page 113: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

98

dan Pekalongan. Bahkan, Tegal dan Pekalongan di abad 19, telah akrab dengan

sebutan “pelabuhan gula”. Kondisi ini dikarenakan dua pelabuhan ini merupakan

jalan keluar awal produksi gula ke perairan luas. Namun, komoditas ini tidak

langsung dikirimkan ke pasaran, melainkan dihimpun terlebih dahulu di

pelabuhan yang lebih besar, yakni di Semarang.

Dalam suatu laporan kolonial, dikatakan bahwa sampai dengan 1930-an,

pelabuhan Tegal dan Pekalongan dikenal sebagai pelabuhan yang dikepung oleh

lumpur. Lumpur ini tentu saja menghambat laju kapal besar untuk langsung

bersauh di pelabuhan, sehingga membutuhkan bantuan kapal-kapal angkut yang

lebih kecil yang mengantarkan barang ke kapal yang besar. Meskipun menelan

biaya yang lebih banyak, namun cara ini dianggap pemerintah lebih

menguntungkan ketimbang mengeluarkan biaya untuk mengeruk lumpur di

kedua pelabuhan tersebut.205

Kapal-kapal yang bersandar di pelabuhan Tegal beraneka ragam. Mulai

dari kapal kecil berbahan kayu, hingga kapal uap. Kapal yang digunakan untuk

berangkat haji adalah kapal uap. Namun, karena kapal ini besar dan tidak

memungkinkan bersandar langsung di pelabuhan, maka jamaah haji akan

menggunakan kapal kecil untuk menuju ke kapal uap yang akan berangkat ke

Tanah Suci.

Perjalanan haji yang akan ditempuh dari pelabuhan Tegal, hampir sama

dengan tempat lainnya di Jawa dan Sumatera, yakni tiga minggu. Satu kapal

pengangkut dapat berisi ratusan orang dari pelbagai latar belakang suku bangsa.

Biasanya, ikatan pertemanan atau persahabatan dapat langsung dirasakan di atas

kapal. Hal ini dikarenakan mereka semua diikat oleh kepentingan yang sama,

yakni ingin sama-sama menunaikan haji.206

Kapal-kapal yang digunakan sebagai angkutan haji kebanyakan berasal

dari Eropa. Perusahaan Eropa yang berpartisipasi dalam pengangkutan haji antara

205

Susanto Zuhdi, Cilacap (1830 – 1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di

Jawa (Jakarta:KPG, 2002) hal. 63. 206

Kris Alexanderson, "A Dark State of Affairs”: Hajj Networks, Pan-Islamism, and

Dutch Colonial Surveillance during the Interwar Period," dalam Journal of Social History,

Vol.47, No. 4, 2014, hal. 1021-1041.

Page 114: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

99

lain adalah berasal dari Inggris, Prancis, Belanda, Italia, Rusia, Yunani dan

Jerman. Selain itu, ada pula perusahaan kapal dari Persia, India dan negara non-

Eropa lainnya. mereka akan mengantar jamaah haji pulang pergi. Michael Miller

bahkan menyebut ini sebagai salah satu bisnis besar saat itu.207

Sejak 1825, Pemerintah Kolonial sudah mewajibkan calon jamaah

memiliki pas jalan. Jika kedapatan seorang calon haji yang sudah di atas kapal

dan tidak membawa pas jalan, maka ia harus membayar 110 gulden, sedangkan

jamaah yang kembali tanpa membawa pas jalan harus membayar 220 gulden.

Aturan ini pada awalnya hanya untuk orang Jawa dan Madura, namun pada

akhirnya wilayah lain juga diberlakukan aturan serupa. Sedangkan uang denda

pas jalan yang semula diperuntukkan untuk biaya pembangunan masjid, diubah

menjadi pajak pribumi yang berangkat ke Arabia.208

Sejak 1872, sudah ada Konsul Belanda di Jeddah. Pegawai ini akan

bertugas membubuhkan cap pada visa di dalam pas jalan, sehingga ujian tidak

ada gunanya lagi.209

Sejak 1874, jamaah diharuskan membeli tiket kapal pergi dan pulang

(pp). Dalam dokumen Belanda disebut retourbiljetten. Walaupun ketentuan ini

mempermudah jamaah ketika ingin pulang dan mempermudah pemerintah untuk

mengontrol, tapi banyak jamaah yang mengeluh karena memberatkan dan kurang

memberi kebebasan untuk pulang dengan kapal lain.210

Kapal Inggris menawarkan harga yang lebih murah, namun tidak tidak

menyediakan makanan. Jamaah diperbolehkan memasak sendiri di kapal. Harga

tiket kapal pemerintah atau yang ditunjuk oleh pemerintah lebih mahal, namun

sudah termasuk penyediaan makanan, walaupun terkadang nasinya belum

207

Michael Miller, "The Business of the Hajj: Seaborne Commerce and the Movement of

Peoples," dalam “Seascapes, Littoral Cultures, and Trans-Oceanic Exchanges,”, Prosiding, Vol.

12(Washington, DC: Library of Congress, 2003). Lihat juga

http://webdoc.sub.gwdg.de/ebook/p/2005/history_cooperative/www.historycooperative.org/proce

edings/seascapes/miller.html, diakses pada 4 Oktober 2018. 208

Saleh Putuhena, “Perjalanan Haji dari Masa ke masa” dalam Indonesia dalam Arus

Sejarah (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012) h. 424. 209

Karel A. Steenbrink, Beberapa aspek tentang Islam di Indonesia abad ke-19 (Jakarta:

Bulan Bintang,1984) h. 237. 210

Saleh Putuhena, “Perjalanan Haji …”, h. 425.

Page 115: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

100

matang.211

Pemberangkatan haji Nusantara di masa kolonial dilakukan di enam

kota pelabuhan utama yaitu; Makassar, Surabaya, Tanjung Priok, Palembang,

Teluk Bayur dan Sabang.212

Setelah mengetahui jumlah jamaah haji Nusantara semakin meningkat,

membuat Inggris tergiur untuk berbisnis transportasi laut untuk mengangkut

jamaah haji. Pada pertengahan 1858, kapal uap milik Inggris muncul di Batavia

guna mengangkut jamaah haji Indonesia. Orang Arab di Batavia pun ikut

memanfaatkan bisnis tersebut dengan membeli kapal uap dari firma Basier en

Jonkheim.213

Melihat kenyataan bahwa setiap tahun jumlah calon jamaah Indonesia

yang pergi berhaji semakin bertambah, membuat pemerintah kolonial Belanda

tergoda untuk ikut mengambil keuntungan. Para pejabat kolonial Belanda yang

awalnya ingin membatasi jumlah jamaah haji karena takut pengaruh fanatisme

agama, kini mengalah terhadap kepentingan ekonomi. Maka pada

1873,Pemerintah Belanda memberikan kotrak kepada tiga maskapai yang sering

disebut tiga kongsi yaitu Nederland, Rotterdamsche Lloyd dan Ocean

Maatschapaij.214

Persaingan maskapai kapal Belanda yang disebut “kongsi tiga” dengan

maskapai kapal Inggris, Arab, dan Singapura sangat tinggi. Pada umumnya

maskapai itu ada yang tidak mengutamakan kesehatan dan kesejahteraan

penumpang haji. Salah satu kasus terjadi pada 1890, ketika wabah kolera

melanda Mekkah. Kapal Gelderland membawa penumpang 700 orang tanpa

akomodasi yang memadai dan lengkap. Terdapat 32 orang yang meninggal,

walaupun Pemerintah Hindia telah memerintahkan kepada semua maskapai agar

ada kamar untuk tempat pengobatan, kebersihan dan konsumsi yang higenis.215

211

Karel, Beberapa Aspek …, h. 244. 212

Husni Rahim, Sistem Otoritas Administrasi Islam; studi tentang pejabat agama masa

kesultanan dan Kolonial di Palembang (Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1998), h.183. 213

Shaleh Putuhena, “Historiografi Haji …”,h.134. 214

Shaleh Putuhena, “Historiografi Haji …”, h.134; Lihat juga Dien, Berhaji …, h. 53. 215

Dien, Berhaji …, h. 71.

Page 116: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

101

M. Dien Madjid mengungkapkan bahwa pengangkutan ibadah haji di

Tegal bukan langsung dilakukan di pelabuhan Tegal, melaikan menggunakan

kapal yang lebih kecil dengan rute ke Batavia atau ke Semarang. Dua pelabuhan

itulah yang menjadi tempat pemberangkatan haji. Adapun perusahaan kapal kecil

yang kerap mengangkut penumpang dari tegal adalah Herklots dan Firma Al-

Saggoof. Di abad 19, keduanya menjadi perusahaan kapal penghubung paling

terkemuka, yang berporeasi sepanjang Pantai Utara Jawa sampai di wilayah

Labuhan Haji, Nusa Tenggara Barat.216

2. Administrasi Haji

Para jamaah haji yang akan berangkat haji, diwajibkan menyiapkan segala

persiapan termasuk ongkos naik haji. Selain sebagai modal untuk biaya

perjalanan, biaya ini juga nantinya akan dipotong sebagai bagian dari keuntungan

pemerintah. Pada 1882, Pemerintah memberi kebebasan bagi pemerintah pribumi

untuk menarik premi dari jamaah haji sebesar f, 2. 50 per orang, bagi mereka

yang menggunakan layanan kapal Rotterdamsche Lloyd dan Nederlansch

Lloyd.217

Para jamaah haji diharapkan untuk mengisi biodata yang meliputi: nama,

asal daerah, nomor paspor, tanggal penyerahan, nama kapal pengangkur, bandar

atau pelabuhan pemberangkatan pilihan bermukim di Jeddah atau kembali ke

pelabuhan keberangkatan (disebutkan dalam tiket). Biasanya para petugas agen

kapal pengangkut akan meminta jamaah haji menyimpan baik-baik tiketnya

untuk kepentingan pengecekan saat di perjalanan. semua ketentuan tentang haji

biasanya ditulis menggunakan dua bahasa, yakni Melayu (dengan aksara Arab

Jawi) dan Bahasa Belanda.218

Biaya naik haji jumlahnya beragam, tergantung pada kebutuhan calon

haji. Untuk jamaah haji kelas standar, mereka akan mengeluarkan biaya f. 110

untuk biaya tiket, ditambah jasa perusahaan dan syekh (pemandu haji) sebesar f.

216

Wawancara dengan M. Dien Madjid, Guru Besar Sejarah Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 4 Oktober 2018. 217

ANRI, Sirkuler Sekretaris Pertama Gubernemen, tertanggal Bogor 14 September

1889 No 2138 dalam Besluit 16 November 1889 no. 28. 218

ANRI, Agenda 6496/25 Oktober 1909.

Page 117: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

102

17,5. Jika digabungkan jumlah keduanya sebesar f. 127, 5. Belakangan,

pemerintah Hindia Belanda memeberlakukan kebijakan bahwa seorang yang

ingin naik haji diharuskan menyetor uang sebesar f. 500. Jika di kemudian waktu

terdapat kelebihan biaya, makan akan dikembalikan. Namun, mengenai

bagaimana cara pengembaliannya, tidak dijelaskan.219

Besaran biaya ini agaknya

berlaku pula di Tegal.

Dalam peraturan 1859ditetapkan bahwa jamaah haji harus mampu dalam

ekonomi untuk menjalankan haji juga harus menjamin keperluan keluarganya

selama ditinggal haji. Peraturan ini merupakan salah satu usaha Belanda

menghalangi ibadah haji, terutama bila diperhatikan dari pelaksanaannya. Jamaah

diharuskan menyimpan uang di kas karesidenan sebesar 500 gulden dan diberi

tanda bukti penyimpanan. Sekembalinya dari haji, mereka bisa mengambilnya

kembali. Yang menarik, tidak dijelaskan mengenai bagaimana mencairkan uang

mereka kembali. Selain itu, mereka juga diharuskan memperlihatkan sekurang-

kurangnya uang 500 gulden kepada bupati setempat di daerah tempat tinggalnya

atau para pegawai yang diberi tugas di kapal yang akan membawa ke Mekkah.

Jumlah 500 gulden sangat besar bagi calon haji dan kenyataannya banyak calon

haji yang tidak ingin memperlihatkan uang miliknya kepada pegawai kapal

maupun rekannya.220

Jamaah haji asal Tegal kerapkali mengalami masa sulit ketika ingin

berhaji. Mereka terdorong untuk melakukan sejumlah kegiatan yang mampu

mengantarkan mereka ke Tanah Suci, meskipun itu harus melakukan sesuatu

yang menyengsarakan dirinya. Banyak di antara mereka yang mendaftarkan diri

berangkat haji dari Singapura. Dari sana mereka akan berangkat haji, dengan

ongkos yang lebih murah. Dikatakan “menyengsarakan”, karena ada di antara

mereka yang bekerja terlebih dahulu di perkebunan orang Inggris untuk

mendapatkan tambahan pesangon haji atau menutupi utang biaya haji yang

219

Dien Madjid, Berhaji …, hlm. 55. 220

Kees van Dijk, “Perjalanan Jemaah Haji Indonesia” , dalam Diek Douwes dan Nico

Kaptein, Indonesia dan Haji,Terj. Soedarso Soekarno dan Thersia Slamet (Jakarta: INIS, 1997) h.

83 lihat juga Dien, Berhaji …, h. 55.

Page 118: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

103

sebelumnya dipinjamkan oleh para syekh di sana. mereka yang terjerat sindikat

perhajian di Singapura, dikenal dengan istilah “Haji Singapura”.

Pada 1852, banyak jamaah haji yang melakukan cara-cara gelap untuk

sampai ke Mekkah. Hal ini dikarenakan biaya pas haji yang dianggap terlalu

tinggi. Menanggapi hal ini, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan peraturan

haji yang mewajibkan para jamaah haji diharuskan mempunyai cukup uang uang

untuk dirinya dan keluarga yang ditinggalkan. Kemudian, mereka masih

diharuskan menyimpan uang ke bupati. Di tahun ini, banyak pula ditemukan

kasus banyaknya jamaah haji yang berhaji dari Singapura. Mereka tergiur oleh

ajakan berhaji dari sana yang kabarnya lebih murah dan mudah. pemerintah

Inggris di Singapura turut memfasilitasi kebutuhan itu.221

Seorang jamaah haji Tegal sempat mengkisahkan nasibnya tatkala berhaji

dari Singapura. Ia menghabiskan waktu berhaji selama empat tahun lebih. Hal ini

terlihat dari surat pas jalan yang dikeluarkan Resident Tegal tanggal 8 November

1853 nomor 294 hingga sertifikat hajinya yang diperoleh pada 3 April 1857

nomor 333. Penggalan informasi dari sertifikatnya sebagai berikut:222

“Dengan segala hormat kita orang hoendjoek bartaoe kepada kandjeng

Toean Resident, ada 1 orang jang soeda pigie hadjie die meccaseperti

njang soeda terseboet kandjeng Toean Resident poenja soerat pas tanggal

8 november 1853 no. 294 sekarang soeda dateng combalie di Tegal

dengan soeda djadie hadjie seperti Moetasiah sekarang pindah nama

Noermohammad kita orang soeda preksa dia poenja bilangan dan

melijatsoeratnja katrangan dari macca kita orang poenja rassa dia betoel

soeda djadie hadjie sebab soeda trang dan roedjoek pigie mana biasja

djadinja orang pigie hadjie dan itoe soerat katrangan dari macca saija

hoendjoekan seblah sini kepada kandjeng Toean Resident. Kita orang

commissie jang soeda priksa ….”

Pemberian sertifikat oleh bupati kepada para haji yang telah

menyelesaikan ibadah didasarkan atas surat pernyataan dari imam Syafi’i (769-

221

Karel, Beberapa Aspek …, h. 237. 222

ANRI, Surat Bupati Tegal pada 3 November 1857 No. 333 ditujukan pada Residen

Tegal, dalam afgaande inkomende brieven 1857, Residen Tegal 194 A/4.

Page 119: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

104

820 M) di Mekkah.Salah satu ilustrasi surat yang diberikan oleh Imam Syafi’i

adalah;223

Orang jang bawa soerat katrangan dari mecca satu orang nama

Noormohamad jang soenggoeh dia orang soeda datang darie mecca

masook djadie hadjie apalagie soedah datang liat koeboerannja kandjeng

nabie moehammad die Madinah,saja harep moeda moedahan nantie

toewan Allah kasie segala slamat die dalam doenia sampe die acherat

pada satoe orang hadjie dan harep soepanjang dapat ampoen dari segala

dia poenja dosa pada toean Allah Njang tertanda

Imam Safingie

Saija imam Safingie njang tinggal berumah die mecca soeda ngetaoewie

jang 1 orang negri tegal nama Noormohamad soeda datang die negri

mecca massok djadie hadjie dan soeda datang liat koeboeranja kandjeng

nabie moehammad die negri Madinah.Sekarang ini satoe orang maoe

poelang ke roemahnja die negri jawa

Njang tertanda

Imam safingie

Voor satoe salinan dengan bahassa Melajoe.

Dalam kurun 1850 sampai 1889, setidaknya ada dua peraturan haji yang

diberlakukan pemeirntah kolonial. Resolusi 1825, ditetapkan sebagai wujud

perhatian pemerintah terhadap ritual haji yang dianggap sebagai ibadah Muslim

yang perlu diatur dan dikelola dengan baik. Di dalam peraturan ini dibahas secara

rinci mengenai bagaiman seorang Muslim yang ingin berhaji. Peraturan dari

Resolusi 1825 menjadi model yang juga diberlakukan bagi seluruh Muslim yang

akan berhaji termasuk di Tegal.

Seiring berjalannya waktu, pemerintah merasa perlu untuk mengadakan

pembaruan atas Resolusi 1825. Hal ini dipicu karena adanya penyalahgunaakn

gelar haji yang dianggap sebagai dalang bagi kerusuhan yang merugikan

pemerintah kolonial. para haji kerap menggunakan gelarnya untuk menyebarkan

paham anti-kolonialisme dan Pan-Islam, dua ideologi yang dianggap dapat

223

Dien, Berhaji …, h.102. Lihat juga Arsip Nasional RI,Residen Tegal 1857

no.194A/4.

Page 120: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

105

merusak kepercayaan masyarakat atas pemerintah kolonial. dari landasan berpikir

itu kemudian lahirlah Ordonansi Haji 1859.224

Inti dari Peraturan 1859 berkisar pada dua hal, di antaranya: 1) Calon

jamaah harus menunjukan uang untuk ongkos pulang pergi dan biaya hidup

keluarganya selama ditinggal berhaji; 2) Sepulangnya dari Tanah Suci, Jamaah

haji diharuskan mengikuti tes yang diselenggarakan oleh Bupati. Para jamaah

haji banyak yang mengeluhkan peraturan kedua. Banyak dari mereka yang tidak

mengitu tes tersebut.225

Salah satu dampak dari pemberlakuan kebijakan itu di Tegal terasa pada

sensor pemerintah kabupaten yang diperketat bagi para calon haji. Seorang

jamaah yang akan berhaji dipastikan bahwa dirinya berkelakuan baik, punya

biaya yang cukup, tidak membangkang pemerintah, serta memiliki bekal hidup

bagi keluarga yang ditinggalkan. Terdapat suatu korespondensi antara Bupati

Brebes kepada Residen Tegal tentang permintaan pas jalan bagi warganya yang

sudah melalui tahap pemeriksaan, sebagai berikut:226

“ … kita orang soedah priksa dan kassie mengerti sama dia orang

djangan sampe dia orang bikin bodo sama negri poera-poera sadja pergie

hadji, djikaloe bessok dia orang poelang dari Meka djadie hadjie mistie

kassie katrangan njang soenggoe-soenggoe dia orang soedah datang dari

Meka djadie hadjie. Andenja tiada bisa menundjuken apa njang mistie

perloe djadie hadjie dan tiada boleh dia orang djadie nama hadjie.

Begitoe djoega itoe sebelas orang terseboet die dalem soeratnja Wedono

Lassam tanggal 30 Augustus 1858 Nomor 452 njang itoe orang soeda

trang dia poenja pepriksaan die sienie tiada tersangkoet perkara politie

oetawa laen-laenja sebetoelnja toeroet djalannja agama Islam.

Salah satu tugas bupati adalah pengawasan terhadap jamaah haji yang

akan berangkat dan pulang haji. Ia atau pejabat yang berwenang bertanggung

jawab menyeleksi kelayakan calon jamaah haji. Setelah itu, mereka diharuskan

melaporkan pendataan tersebut kepada Residen untuk mendapatkan pas

jalan/passport.227

224

Dien Madjid, Berhaji …, hlm. 95. 225

Husni Rahim, Sistem Otoritas .., h.182. 226

ANRI, Residensi Tegal 1858 No. 198 B/3. Dalam pemeriksaan itu, Bupati Tegal

dibantu Penghulu Masjid Brebes, Ketib dan dua orang haji. 227

Dien, Berhaji …, h.100.

Page 121: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

106

Dalam suatu Arsip Tegal disebutkan:228

Tagal,11 Augustus 1858

Dengan segala hormat

Bersama inie soerat kita orang hatoerkan kepada Kandjeng Toen

Resident 3 orang njang mare minta pas voor pigie hajie die Mecca seperti:

1. Orang lelaki nama kaslim dessa Tambak Lor

2. Orang lelaki nama Djeman dessa Tambak Kidul

3. Orang leleki nama Noeridjaman dessa Kambangan district

Doekoeringin.

Orang no. 1. Bawa roepa f,70 ringgit perak spicie, 1 piccol beras,

setengah piccolo lloijang , 1 peteiisie kain,sendjatanja satoe kris,njang

diekasie tinggalboet makan dia poenja binie roepa 100 sangga padie, 40

recepies, 2kerbo, 1 pendok emas.

Orang no,2 bawa roepa f100 ringgit perak speicie,3 picol bars, 1

picol loijang , yang die kasie njang die kasih tinggai boet makan die

poenja ,njang die kasie tinggal boeat makan dia poenja binie f 40

recepies,100 sangga padie,tjintjin mas, 1 passang soebang mas, 20 badjoe

item, 1 karbo.

Orang njang No.3 bawa roepa f 60 ringgit perak specie,setengah

picol bras,setengah picol loijang, 1 patie isie kain, 1 krandjang isie

kelapa,sendjata satoe golok,njang dikasie tinggal boeat makan dia poenja

anak binie reopa f 10 recepies, 100 sangga padie.

Kita orang yang berttanda tangan dan

Ini njang djadi comishi

Rangga Pathi

w.Regent.Tagal

Panghoeloe laanraad Tagal

M.sangit

Poenghoeloe masjid

Abdul Ajiz

Doea Haji

Oesman dan Badjoeri

Atas dasar ketentuan yang telah ditetapkan di atas, pemerintah kolonial

berharap tidak ada lagi orang yang menjadi ‘’Haji Singapura’’.Bukan menjadi

rahasia umum bahwa banyak jamaah tidak menjalani ritual haji di Mekkah secara

sempurna (hanya sampai di Singapura),karena kehabisan ongkos atau tertipu oleh

agen perjalanan haji, tetapi menyatakan diri telah menjadi haji, karena sang

jamaah malu menyampaikan keadaan sebenarnya.Oleh sebab itu, kebijakan

pemerintah kolonial mewajibkan lapor untuk menentukan murni-tidaknya

menyandang gelar haji. Disamping cara ini ditempuh untuk memeriksa adanya

228

ANRI, Arsip Tegal tahun 1790 – 1871, No. 198, B/3, keagamaan Juni-September

1858, diverse, naik haji, Bupati Tegal Rangga Pati kepada Residen Tegal, tertanggal 11 Agustus

1858.

Page 122: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

107

muatan politik atau hal-hal yang membahayakan yang dibawa oleh para haji.

Setelah melapor,mereka diberi sertifikat sebagai bukti telah melaksanakan ibadah

haji.229

Sementara bagi yang melanggar, dikenakan denda dan gelar hajinya

dicabut.

Menjadi seseorang dengan predikat haji/hajjah tidaklah mudah dan

memiliki beban moral yang harus diselaraskan dengan gelar yang mereka

sandang. Karena bagi masyarakat kita secara keseluruhan, mendapatkan gelar

haji itu tidak semudah kita mendapatkan gelar dokter dan sarjana seperti

dibangku pendidikan yang bisa didapatkan dalam jangka waktu 3 sampai 5tahun.

Para pemerintah kolonial juga mengakui bahwa di samping haji, kyai

(ulama) merupakan sosok yang patut diwaspadai. Jika haji merupakan gelar

seseorang tatkala berhasil sampai ke Mekkah, maka kyai merupakan gelar lain

yang menunjukkan bahwa dirinya merupakan pakar di bidang ilmu keislaman.

salah satu yang paling diwasapadai adalah kemampuan menakjubkan yang

dipunyai kyai, yakni seperti kekuatan supranatural. Salah satu penulis Belanda,

P.H.S. van Ronkel pernah mendengar bahwa seorang Kyai beserta muridnya di

Jawa Barat mampu sampai di Mekkah hanya dengan satu kali melangkah.230

3. Perampok Jama’ah Haji

Dalam perjalanan antara Jeddah, Mekkah dan Madinah, para jamaah haji

menggunakan unta sebagai alat transportasi. Merka kerap menjadi sasaran

perampokan masyarakat Badui. ini terjadi sekitar 1880-an.231

Ini merupakan satu

masalah dari setumpuk masalah lain yang dihadapi jamaah haji, selain

perampokan dalam bentuk lain, disebabkan karena ketidaktahuan jamaah haji.

Tidak semua agen pelayaran mematuhi kode etik sama-sama memberi

manfaat pada penyedia jasa juga pelanggan. Terdapat agen pelayaran yang

229

Karel, Beberapa Aspek …, h. 237. 230

Van Ronkel, "Aanteekeningen ….”, hal. 318. 231

Saleh Putuhena, “Perjalanan Haji …”, h. 426. Lihat juga Karel, Beberapa Aspek …, h.

246.

Page 123: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

108

curang. Terkadang, sifat culas ini muncul karena merespon kepolosan orang

Indonesia dalam bersikap. Para jamaah yang telah jauh hari bersikap pasrah

dalam ibadah haji, kemudian menjadi objek penipuan para agen nakal untuk

mendulang keuntungan sepihak.

Salah satu kasus penipuan ini dilakukan oleh agen pelayaran Firma

Alsegoff & Co. banyak masyarakat Hindia Belanda yang menjadi korban

penipuan dan penindasan agen ini dengan dalih hutang yang belum dibayar

sehingga harus dipekerjakan di perkebunan selama 5-10 tahun.232

Agen yang lain,

Herklots, melakukan pungutan terlalu besar, namun kapalnya terlalu kecil

dibanding jamaah yang dikumpulkan, sehingga dek atas dan bawah penuh

penumpang yang berdesakan. Hal ini sangat membahayakan para jamaah.

Mendapati hal ini Konsulat Belanda di Jeddah menjatuhkan hukuman penahanan

bagi Herklots.

4. Karantina untuk Jamaah Haji

Pada akhir abad ke-19 diadakan sebuah konferensi internasional di Paris.

Peserta yang hadir berasal dari Turki, Rusia, Inggris, Perancis, dan Belanda.

Tujuan pertemuan ini adalah mengambil tindakan guna menghindari wabah

penyakit di Mekkah. Disepakati bahwa sebelum masuk ke Jeddah, semua orang

diharuskan masuk karantina di pulau dekat Laut Merah.233

Ketika jamaah haji pulang ke Indonesia, mereka diharuskan singgah di

tempat karantina yang tersedia di Pulau Onrust dan Pulau Khayangan (sekarang

Pulau Cipir) yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Seribu. Setelah didapati

tidak ada masalah kesehatan, mereka baru diperkenankan kembali ke daerah

masing-masing.

232

Noerhadi Magetsari, dkk, Biro Perjalan Haji di Indonesia Masa Kolonial (Jakarta:

ANRI, 2001) h.xviii. 233

Karel, Beberapa Aspek …, h. 244.

Page 124: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

109

5. Ancaman Kristenisasi

Tegal merupakan daerah di Jawa tengah yang pemukimannya terhampar

di pesisir dan pedalaman. Keadaan Islam di pesisir cenderung lebih hidup,

dikarenakan banyak makam-makam ulama yang berada di pesisir. Hal ini

menunjukkan bahwa pengabdian mereka di kalangan penduduk pesisir memiliki

porsi yang lebih besar ketimbang di pedalaman. Wilayah Tegal pedalaman,

sebagian adalah bukit-bukit yang merupakan barisan dari gunung Slamet.

Persebaran Islam di wilayah ini cukup merata, hanya saja, mereka menghadapi

ancaman yang besar di sekitar abad 19.

Orang Belanda sejatinya tidak mempunyai minat yang tinggi terhadap

persebaran Kristen.234

Hal ini dikarenakan pola kolonisasi mereka yang lebih

mengedepankan percepatan modal dan bisnis, dan sedikit mempunyai perhatian

terhadap pertumbuhan Kristen, yang notabene merupakan keyakinan umum

orang Eropa di Tanah Jajahan. Kenyataan ini, lambat laun, rupanya mengalami

perubahan. Hal ini salah satunya ditengarai oleh semakin kuatnya kelompok

Katolik di parlemen Belanda.235

Aktivis Katolik mempunyai perhatian besar

terhadap pertumbuhan Kristen di Nusantara.

Pemerintah Hindia Belanda sudah mengetahui, bahwa penduduk Tegal

adalah penganut Islam yang taat. Mereka menyebut Islam dengan ungkapan

muhammadisme atau mohammedeanism. Sebagian dari mereka mempunyai

kepercayaan Islam Jawa. Meskipun demikian, oleh para petugas Gereja Protestan

di Jawa, mereka adalah objek yang selalu terbuka untuk diperkenalkan ajaran

Nasrani. Mereka berkeyakinan bahwa penduduk Nusantara sudah selaiknya

segera berpindah keyakinan untuk mengimani ajaran Injil. Mereka akan selalu

dinanti dalam selimut keadilan dan diterima oleh Tuhan.236

234

Muhamad Ali, "Religion, Imperialism, and Resistance in Nineteenth Century’s

Netherlands Indies and Spanish Philippines," dalam Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 1, No. 1, 2016,

hal. 119-140. 235

Robert van Niel, Munculnya Elit Modern di Indonesia (Jakarta: Sinar Harapan, 2009)

hal. 1 – 15. 236

F. Lion Cachet, Verslag van deputaten-synodi, aangewezen door de voorloopige

synode van Ned. Geref. Kerken, gehouden te Leeuwarden Juni 1890 om onderzoek te doen in

Page 125: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

110

Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa persebaran Nasrani tidak bisa

dihentikan, dan akan terus dilakukan. Para Misi tidak lagi menganggap orang

Jawa yang telah beragama sebagai orang yang telah memiliki kemantapan iman

dan kepercayaan kosmik yang mantap. Dalam uraiannya, mereka masih

menyematkan bahwa sebagian orang Jawa sebagai tidak beragama. Para pengikut

Muhammad tetap dianggap sebagai pihak-pihak yang perlu disadarkan dan

ditertibkan. Mereka akan melakukan segenap tindakan, termasuk berkolaborasi

dengan pemerintah Hindia Belanda.

Menimbang pada iklim politik dan sosial abad 19, penulis meyakini

bahwa upaya-upaya pemerintah Hindia Belanda membatasi perhajian di

Nusantara, termasuk di Tegal mempunyai motif pembatasan perkembangan

Islam. Hal ini didasari pada penilaian bahwa pertalian agama dan pemerintahan

akan menjadi jalinan yang kuat dalam merumuskan suatu kebijakan. Telah

dipahami bahwa Kristen diperkenalkan oleh orang Belanda, etnis yang kala itu

menjadi penguasa yang menjajah tanah dan air orang Tegal. Ketidak efektifan

perhajian di Tegal di antaranya adalah pecahnya perhatian pemerintahan kolonial

yang ikut serta membidangi tersiarnya Nasrani, utamanya di pemukiman-

pemukiman yang pengaruh Islamnya masih rendah, seperti di pedalaman Tegal.

Kelompok kejawen kerap dihubungkan dengan sekumpulan orang Jawa

yang memadukan unsur Islam dan nilai kejawaan dalam pandangan hidup dan

cara beragamanya. Oleh kelompok Islam putihan, yakni sekumpulan Muslim

yang menjalankan rukun Islam secara penuh, yakni mereka yang menjalankan

keseluruhan rukun Islam, kelompok kejawen dianggap sebagai orang Jawa yang

mempunyai cara beragama yang berlainan dengan mereka. Dalam studi Islam

Jawa, kelompok kejawen kerap disebut dengan istilah Islam abangan (merah).237

Kelompok inilah yang dimaksud tinggal di wilayah pedalaman.

loco, in zake de Zending op Midden-Java (Nederlands: Protestantse Theologische Universiteit,

1892) hal. 13.

237 Lihat Fachry Ali, "Abangan-Islam or Making Islam Indigeneous?," dalam Islamika

Indonesiana, Vol. 1, No. 1, 2014, hal. 124-129.

Page 126: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

111

Para penganut kejawen di Tegal, merupakan sasaran kristenisasi para

misionaris kolonial. Perbedaan varian paham dan praktek keagamaan mereka

dengan kelompok Islam putihan, disinyalir menjadi corong yang tepat untuk

menyemaikan ajaran Kristiani dalam kehidupan mereka. Pola kehidupan

masyarakat kejawen, dinilai misionaris Belanda, amat sedikit menjalankan ajaran

Islam. Mereka diibaratkan seperti Muslim yang tidak sempurna. Biasanya,

mereka tidak mempunyai pemahaman agama sedalam kelompok putihan.

Kelemahan inilah yang dibidik kelompok zending (misionaris) sebagai peluang

untuk perlahan menggiring mereka melepaskan keyakinan mereka yang lama.

Para penganjur Injil meyakini, dengan menanamkan ajaran Nasrani ke

kelompok kejawen, maka akan mudah mencetak sekelompok baru orang Jawa

yang beragama Kristen. Kelak, mereka akan menggantikan guru-guru gereja

mereka yang berasal dari Belanda. Di tangan merekalah, gereja-gereja Jawa akan

tumbuh dan berurat akar di tengah lingkungannya. Kelompok zending meyakini

bahwa keberadaan komunitas kejawen sebagai kebetulan semata. Mereka

meyakini bahwa khotbah kristiani bukan hanya dapat ditularkan melalui

perkataan maupun perbuatan, terkadang perkara kebetulan dapat mempermudah

niat mereka.

Di mata para zending, kepercayaan masyarakat Jawa telah sedemikian

rusak karena mereka amat dekat dengan segala macam ritual yang berbau

takhayul. Mereka telah terkurung dalam bingkai kesesatan yang nyata.

Keseharian mereka dipenuhi oleh berbagai ritual yang tidak masuk akal. Sudah

waktunya, kelompok Gereja turun tangan untuk membenahi mereka. Penanaman

ajaran Kristen adalah langkah yang patut dilakukan untuk menghentikan

kekafiran mereka.238

Untuk menyukseskan kristenisasi, para misionaris diminta untuk tinggal

di tempta-tempat yang ditetapkan. Di bagian Utara, mereka akan ditetapkan di

Muara Tua (Tegal), Pekalongan, Bandar Sedayu dan Batang. Di bagian Tengah,

mereka akan bermukim di Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo,

238

Lion Chacet, Verslag …, hal. 13.

Page 127: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

112

Muntilan dan Yogyakarta. Di bagian Selatan, mereka akan tinggal di Cuacap

(Cilacap?), Kebumen, Purworejo dan Yogyakarta bagian Selatan.239

Sasaran kristenisasi di Jawa Tengah pada abad 19, lebih ditekankan di

daerah pegunungan. Lokus itu merupakan sentra kelompok kejawen. Di wilayah

ini juga disinyalir tidak terlalu kuat pengaruh Islamnya, sehingga dapat membuka

peluang bagi baratisasi atau westernisasi. Kelompok Kejawen diyakini lebih

mudah menerima pengaruh Eropa dibanding kelompok putihan. mereka juga

mudah diidentifikasi dengan kebiasaan mereka menghisap candu. Mereka juga

dikenal sebagai pribadi yang lebih mandiri dalam berpikir dan berkelakuan

ketimbang warga yang tinggal di daerah rendah.240

Maksud dari perkataan

tersebut adalah warga pegunungan lebih mudah untuk diajak kompromi dengan

Belanda ketimbang penduduk pesisir yang lebih patuh pada ikatan agama

mereka.

Selain mengabarkan Injil secara langsung (orang per orang), langkah ini

juga bisa dimulai dengan jalur pendidikan. pendidikan a la Barat merupakan

salah satu upaya untuk memperkenalkan ajaran Nasrani pada orang pedalaman.

Mereka akan melewati masa-masa penempaaan diri sampai pada masanya

mereka telah menjadi penganut Nasrani yang taat. Mereka inilah yang kelak akan

diterjunkan ke pusat-pusat keramaian manusia seperti warung, pasar atau

kampung. Biasanya, seseorang Jawa akan bisa dikenal dan dimengerti ketika

bersentuhan dengan sesama orang Jawa.241

Kristenisasi di Tegal dilakukan secara masif dan disokong oleh

pemerintah. Dukungan mereka pada para zending mengakibatkan penyebaran

Nasrani lebih luas dan bebas. Di Muara Tua, suatu kampung di Tegal, telah ada

12 rumah yang diisi oleh keluarga Nasrani. Tidak jauh dari situ dibangun gereja

sederhana dan kantor misionaris. Awalnya, keberadaan penganut Nasrani di

kampung ini mendapat penentangan dari warga sekitar. Namun perlahan,

kesulitan ini dapat dieliminir. Salah satu cara yang ampuh untuk

239

Lion Chacet, Verslag …, hal. 13 – 14. 240

Lion Chacet, Verslag …, hal. 13 – 14. 241

Lion Chacet, Verslag …, hal. 19.

Page 128: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

113

memperkenalkan Nasrani adalah dengan menikahi para buruh yang bekerja di

tempat-tempat orang Belanda.242

Dari informasi di atas diketahui bahwa, metode penyebaran Kristen di

Tegal, salah satunya menggunakan pernikahan. Besar kemungkinan, para

perempuan yang berhasil dinikahi orang Belanda merupakan orang yang datang

dari perekonomian rendah, berpengetahuan Islam yang minim, atau memang si

orang Belanda berhasil meyakinkan sang perempuan untuk hidup serumah

dengannya, dan dengan mengganti kepercayaan yang sebelumnya dianut si

perempuan. Dalam bahasa lain, para perempuan pribumi yang dinikahi oleh

orang Eropa disebut nyai. Reggie Baay menyebut ini sebagai satu bentuk

pergundikan di zaman kolonial.243

Meskipun tidak berpengaruh secara signifikan, proyek kristenisasi yang

digalang kelompok agamawan Eropa yang disokong oleh Pemeirntah Hindia

Belanda menjadi ancaman bagi perkembangan Islam di Tegal. Hal ini juga

berdampak pada manajemen perhajian di sana. Sebagaimana diketahui,

Pemerintah Hindia Belanda melakukan sejumlah cara agar para calon haji

mengurungkan niat mereka untuk menunaikan kewajiban agama itu. Registrasi

yang memakan waktu lama, uang dalam jumlah besar, tes pengetahuan agama,

tidak adanya jaminan keselamatan di perjalanan, merupakan beberapa rintangan

yang dalam beberapa di antaranya berasal dari kebijakan pemerintah kolonial.

Hal ini pula yang dirasakan Muslim Tegal.

Tegal menjadi salah satu sasaran kristenisasi. Kelompok Nasrani

memulainya dengan cara-cara sederhana namun dianggap efektif. Gerakan

senyap mereka dianggap meresahkan oleh sebagian orang Muslim. Bagaimana

mungkin seseorang yang telah beragama, meskipun tidak melulu menunjukkan

ketaatannya, sebagaimana kelompok kejawen, diajak berpindah agama. Hal

tersebut kiranya yang mengganggu pemikiran para tokoh Islam Tegal.

Keberpihakan pemerintah pada mereka mengindikasikan telah adanya dukungan

sepihak di bidang agama untuk Kristen, sedangkan Islam, dalam hal ini

242

Lon Chacet, Verslag …., hal. 22. 243

Reggie Baay, Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda (Depok: Komunitas Bambu,

2017) hal. 23 – 27.

Page 129: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

114

penyelenggaraan ibadah haji, diperhatikan hanya karena di dalamnya

mengandung keuntungan fiskal yang besar. Dengan kata lain, bukan dukungan

keagamaan murni pada Islam yang ditunjukkan pemerintah kolonial.

D. Haji dan Perubahan Sosial

Haji merupakan gerak besar manusia dalam satu kurun. Ibadah ini

menampilkan semangat dan tekad yang kuat dari seorang Muslim untuk

mencapai Tanah Suci. Namun, bagi jamaah haji yang berasal dari Hindia

Belanda, langkah ini memiliki cobaannya sendiri. Pemerintah Hindia Belanda

kerap mengkhawatirkan para jamaah haji yang berpotensi menjelma menjadi

kekuatan makar di hari kelak. Inilah yang melatarbelakangi banyaknya

kebijakan-kebijakan yang terlalu berlebihan mengawasi jamaah haji.

Muslim Tegal merupakan masyarakat yang mempunyai dinamika

tersendiri. Mereka merupakan jajaran manusia giat yang mengisi hari-hari

mereka dengan bekerja di sawah, ladang atau mencari ikan di lautan.244

Hasil

panen dan tangkapan ikan inilah yang dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk

membiayai kebutuhan ibadah hajinya. Tidak jarang, mereka harus hidup

berhemat untuk terus memupuk asa dapat menggenapkan rukun Islam yang

kelima ini.

Keberadaan pemeritahan kolonial di Tegal pada abad 19, merupakan

keniscayaan yang tidak dapat dielakkan. Paska kekalahan Pangeran Diponegoro

pada 1830, penduduk Jawa, dan Tegal khususnya, telah jatuh dalam ketakutan

dan kepasrahan. Mereka harus rela jika tampuk kekuasaan yang semula

dijalankan oleh wakil-wakil istana Yogyakarta atau Surakarta berganti ke tangan

Kompeni. Dengan cepat, perubahan politik juga menjalar ke Tegal. Masyarakat

244

Alamsyah dan Sugijanto Padmo, “Perkembangan Perkebunan dan Pelabuhan di

Karesidenan Tegal 1830 – 1990”, dalam Humanika, No. 17, No. 4, 2004, hal. 513 – 522.

Page 130: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

115

dipaksa untuk dapat menerima kehadiran kaum Kompeni sebagai pemerintahan

yang sah.245

Tidak bisa dipungkiri, perbuatan semena-mena yang ditunjukkan dari

politik rust en orde, membekas di benak orang Tegal. Terdapat sejumlah kasus

kerusuhan, meskipun tidak besar, yang ditunjukkan segelintir bangsawan Jawa

terhadap kedudukan Kompeni di Tegal. Sayangnya, upaya mereka selalu dapat

digagalkan, karena persiapan makar yang minim serta langkanya dukungan dari

bangsawan lain serta masyarakat.246

Itu semua hanya dianggap riak yang tidak

mampu menggusur kuasa kolonial.

Salah satu kasus mengenai campur tangan pemerintah dalam kebiasaan

orang Tegal, adalah upaya pemerintah menghapuskan perayaan lebaran.

Sebagaimana diketahuti, lebaran merupakan salah satu tradisi yang dirayakan

hampir di semua lokus Muslim di Nusantara. Seorang Belanda bernama Tuan

Steinmetz berupaya menghapuskan perayaan lebaran di Tegal dan Pekalongan

dengan dalih bahwa kegiatan itu tidak lebih dari pemborosan semata.

Perkataannya ini menyulut kemarahan Muslim Tegal dan menurut Snouck

Hurgronje, dapat menyebabkan kerusuhan yang membahayakan kedudukan

pemerintah di sana.247

Memasuki 1850 dan seterusnya, Tegal telah menjelma menjadi wilayah

penghasil tebu terpenting di Jawa. Pabrik-pabrik gula telah didirikan di sejumlah

titik di Pantai Utara. Para insinyur Belanda bekerja dibantu oleh para buruh lokal.

Keberadaan pabrik ini menimbulkan perubahan sosial yang signifikan di

kalangan masyarakat Tegal, karena mereka yang sebelumnya hidup dari hasil

pertanian dan penangkapan ikan, mulai beralih profesi sebagai buruh pabrik.248

245

Peter Carey, Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855 (Jakarta: Kompas,

2014), hal. 85 – 125. 246

ANRI, Besluit 20 Juli 1842, La . A; ANRI, Besluit 9 Oktober 1842 No. 2 a/ai; ANRI,

Besluit 31 Desember 1842 La. F2; ANRI, Besluit 23 Februari 1843 La. R. 247

E. Goebe dan C. Adriaanse, peny, Nasehat-Nasehat C. Snouck Hurgronje Semasa

Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889 – 1936 (Jakarta: INIS, 1991) hal. 553

– 555. 248

Lihat G. Roger Knight, Sugar, Steam and Steel; The Industrial Project in Colonial

Java 1830 – 1885 (Adelaide: University of Adelaide Press, 2014) hal. 44.

Page 131: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

116

Konflik dan ketegangan yang terjadi antara sebagian penduduk Tegal dan

pemerintah kolonial, tidak melulu membuahkan hasil yang negatif. Salah satu

manfaat yang dapat dituai dari kehadiran pemerintah kolonial adalah modernisasi

di bidang pengelolaan haji. Tidak bisa dipungkiri, kehadiran pemerintah Belanda

di tengah masyarakat Tegal, membawa gairah baru dalam sistem perhajian di

wilayah ini. Azas manfaat tersebut, boleh saja dinilai terlalu dini, mengingat

motif utama perhatian kolonial terhadap haji bukan pada semangat menyebarkan

atau mendukung umat Islam, melainkan lebih pada keuntungan yang diperoleh

dari ongkos haji.

Penulis melihat bahwa kehadiran pemerintah kolonial telah ikut serta

menertibkan pengelolaan haji di Tegal. Setidaknya, dalam beberapa segi,

masyarakat merasa terbantu dengan pelbagai kerja pemerintah seperti pengadaan

kapal angkut, pas jalan serta jaminan keamanan (dalam skala yang minim)

selama perjalanan pulang-pergi berhaji. Dikatakan minim, karena dalam arsip-

arsip yang ditemukan tidak banyak mengupas jaminan keamanan para jamaah

haji. Ancaman kejahatan selalu mengintai mereka, seperti perampokan di padang

pasir menuju Tanah Suci, yang nyatanya belum ditangani secara serius oleh

konsul Belanda di Jeddah.249

Para haji dianggap sebagai sosok yang perlu diwaspadai. Kepulangan

mereka dari Mekkah, tak ubahnya seperti sekumpulan bom yang sewaktu-waktu

dapat meledak dan membakar semangat rakyat untuk melawan pemerintahan

Eropa. Dari persepsi ini dapat dipahami bahwa haji juga telah membuka

kesempatan bagi setiap Muslim untuk menjadi agen perubahan bagi

masyarakatnya. Motivasi yang tinggi dari sebelumnya hanya menjadi Muslim

biasa kemudian menjadi tokoh Muslim di kampung atau komunitasnya juga

menjadi buah dari perubahan yang semula ikut diupayakan pemerintah kolonial,

meskipun tentu saja maksudnya bukan untuk persepsi haji tersebut.

Penulis menyorot lebih jauh dari perubahan peran para haji yang memang

di tengah masyarakatnya dianggap sebagai sosok yang memiliki pengaruh.

Penulis belum menemukan suatu peristiwa perlawanan yang dipimpin oleh para

249

Dien Madjid, Berhaji …, hal. 122 – 123.

Page 132: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

117

haji di Tegal, namun kesempatan itu bukan tidak mungkin dilakukan. Setidaknya,

dengan sematan gelar haji, maka seseorang akan memiliki peluang besar

mengumpulkan suara serta memantik suatu perubahan di tataran bawah.

Apa yang diungkapkan Lewis A. Coser, bahwa konflik dapat melahirkan

perubahan sosial, dalam kasus perhajian di Tegal, mempunyai signifikansinya.

Kemudahan akses yang diberikan pemerintah, dimanfaatkan untuk menyerap

pengalaman serta dianggap sebagai pintu terbuka bagi seorang Muslim untuk

menambah wawasannya tentang dunia Islam saat itu serta kesempatan untuk

menuntut ilmu agama, langsung dari sumber perkembagannya.

Page 133: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

118

BAB V

PENUTUP

A.Kesimpulan

Di abad 19, Tegal merupakan wilayah yang bergelut dalam perubahannya. Salah

satu unsur penting dari perubahan itu adalah kehadiran kolonial Belanda. Paska

kegagalan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa pada 1830, wilayah Jawa,

serta Tegal, bersiap menghadapi perpindahan kekuasaan dari para ningrat Jawa

ke tangan pemerintah Hindia Belanda. Model pemerintahan Jawa kemudian

diganti dengan tata kelola pemerintahan kolonial.

Masyarakat Tegal pun menghadapi perubahan yang tidak terduga-duga di sektor

ruang publik. Sebelumnya, gaya hidup mereka cenderung sederhana dengan

menggantungkan hidup pada hasil pertanian serta tangkapan laut bagi yang hidup

di pesisir. Pada medio kedua abad ini, beberapa pabrik gula didirikan di Tegal,

sehingga ikut merubah pola hidup masyarakat Tegal yang agraris dan maritim

menjadi masyarakat industri.

Secara umum, orang Tegal tidak mempunyai upaya untuk merubah tatanan

pemerintahan yang telah diperbaharui kolonialis Belanda. Mereka cenderung

menerima perubahan-perubahan yang ditawarkan pemerintah. Jikapun ada

kelompok masyarakat yang menyatakan keberatannya bahkan sempat melakukan

upaya perlawanan, maka jumlahnya tidaklah besar. Masyarakat Tegal menerima

mereka, dengan catatan pemerintah memperhatikan keadaan mereka.

Berangkat ke Tanah Suci untuk behaji, merupakan sesuatu yang diidamkan

Muslim Tegal. Di masa itu, mereka yang mempunyai kesempatan untuk berhaji

akan mendaftarkan diri ke pejabat terkait untuk berangkat haji. Pemerintah

Belanda pun berupaya mengadakan kompromi untuk hal ini. Mereka

menunjukkan kepeduliannya dengan mengadakan jasa angkutan berhaji serta

menetapkan administrasi yang harus dipenuhi calon haji.

Page 134: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

119

Salah satu agenda penting dalam manajemen perhajian adalah menetapkan

kebijakan haji. Dalam rentang 1850 – 1889, telah ada dua produk hukum

perhajian yang berlaku yakni Resolusi 1825 dan Ordonansi 1859. Pada 1850,

sistem perhajian yang berlaku merujuk pada Resolusi 1825. Ratifikasi yang

terjadi pada 1859, didorong oleh fenomena banyaknya umat Muslim yang

menyalahgunakan gelar haji mereka untuk kepentingan menghimpun massa

Islam kemudian dialirkan untuk melawan pemerintah. Dalam peraturan yang

baru, ditetapkan sejumlah pembaruan, di antaranya adalah bukti berkelakukan

baik, tidak melawan pemerintah serta tes pengetahuan seputar haji. Langkah-

langkah tersebut dilakukan untuk mengisolir para haji dari paham Pan-Islamisme,

anti-kolinial dan nasionalisme.

B.Saran

Saran yang diajukan, adalah agar studi perhajian di Tegal ini dapat menjadi

inspirasi bagi lahirnya kajian sejarah haji di tempat lain. Bagaimanapun, kajian

sejarah Islam lokal harus terus dibudidayakan, agar kajian sejarah semakin

dinamis.

Page 135: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

120

Daftar Pustaka

Sumber Primer

ANRI, Besluit 20 Juli 1842, La . A.

_____, Besluit 9 Oktober 1842 No. 2 a/ai.

_____, Besluit 31 Desember 1842 La. F2.

_____, Besluit 23 Februari 1843 La. R.

_____, Residen Tegal 1857 no.194A/4.

____, Surat Bupati Tegal pada 3 November 1857 No. 333 ditujukan pada Residen

Tegal, dalam afgaande inkomende brieven 1857, Residen Tegal 194 A/4.

____, Residensi Tegal 1858 No. 198 B/3. Dalam pemeriksaan itu, Bupati Tegal

dibantu Penghulu Masjid Brebes, Ketib dan dua orang haji.

____, Arsip Tegal tahun 1858, no.198B/3,KEAGAMAAN,diverse, naik haji.

____, Arsip Tegal tahun 1790 – 1871, No. 198, B/3, keagamaan Juni-September

1858, diverse, naik haji, Bupati Tegal Rangga Pati kepada Residen Tegal,

tertanggal 11 Agustus 1858.

____, Sirkuler Sekretaris Pertama Gubernemen, tertanggal Bogor 14 September

1889 No 2138 dalam Besluit 16 November 1889 no. 28.

____, Agenda 6496/25 Oktober 1909.

Cachet, F. Lion.Verslag van deputaten-synodi, aangewezen door de voorloopige

synode van Ned. Geref. Kerken, gehouden te Leeuwarden Juni 1890 om

onderzoek te doen in loco, in zake de Zending op Midden-Java,

Nederlands: Protestantse Theologische Universiteit, 1892.

Sumber Sekunder

Al-Qurtuby, Sumanto,Arus Cina-Islam-Jawa, Jogyakarta : INSPEAL

AHIMSA Karya Press,2003.

Alamsyah, “Deskripsi Hinterland Karesidenan Tegal abad ke-19”, sebuah

makalah yang ditulis tahun 2014 diakses dari

https://core.ac.uk/download/pdf/11704354/pdf.

Abimanyu, Soedjipto,Babad Tanah Jawi, Jogyakarta: Laksana, 2014,cet ke-IV.

Azra, Azyumardi,Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan NusantaraAbad

XVII & XVIII, Jakarta : Kencana,2013.

Abdullah,Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di

Nusantara, Surabaya : Al-Ikhlas ,2006.

Adaby Darban, Ahmad, Fragmenta Sejarah Islam Indonesia, Surabaya: JP Book

2008.

Page 136: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

121

A.Steenbeink,Karel,Beberapa Aspek tentang Islam Indonesia abad ke- 19,

Jakarta : Bulan Bintang,1984.

Abdurrahman, Dudung,Metode Penelitian Sejarah, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

1999.

Abdurrahman, Dudung,Metodologi Penelitian Sejarah, Yogyakarta : Ar-Ruzz

Media, 2007.

Abdullah, Taufik & Edi Sedyawati ,(Editor ),Sejarah Indonesia ;penilaian

kembali karya utama sejarawan Asing,Depok : UI PRESS, 1997.

Abdullah,Taufik, dkk, (editor).IDAS( Indonesi dalam Arus Sejarah )JILID 3

Kemendikbud RI, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,2012.

Arsip Tegal tahun 1790-1872M, No.198B/3, KEAGAMAAN, Juni-September

1858,diverse ,naikhaji, diakses dari Arsip Nasional RI.

Aziz,Fachroel & Etty Saringendyanti ( Editor ),Cakrawala Arkeologi, Bandung :

Balai Arkeologi ,2000.

Akbar, Ali (Editor ),Arkeologi peran dan manfaat bagi kemanusiaan, Bandung :

AL-Qaprint Jatinangor,2011.

Alamsyah dkk, “Perkembangan Perkebunan dan Pelabuhan di Karesidenan Tegal

1830 – 1990”, dalam Humanika, No. 17, No. 4, 2004.

Alexanderson, Kris. "A Dark State of Affairs”: Hajj Networks, Pan-Islamism,

and Dutch Colonial Surveillance during the Interwar Period," dalam

Journal of Social History, Vol.47, No. 4, 2014.

Ali, Muhamad. "Religion, Imperialism, and Resistance in Nineteenth Century’s

Netherlands Indies and Spanish Philippines," dalam Jurnal Kajian

Wilayah, Vol. 1, No. 1, 2016.

Ali, Fachry. "Abangan-Islam or Making Islam Indigeneous?," dalam Islamika

Indonesiana, Vol. 1, No. 1, 2014.

Baay, Reggie. Nyai dan Pergundikan di Hindia Belanda, Depok: Komunitas

Bambu, 2017.

Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa

Pendudukan Jepang, Terj. Daniel Dhakidae, Jakarta: PT. Dunia Pustaka

Jaya, 1980.

Booth, Anne, dkk. Sejarah Ekonomi Indonesia, Jakarta: LP3ES, 1988.

Budi Utomo, Bambang, Atlas Sejarah Indonesia, Jakarta : Kharisma Ilmu,2013.

Burke, Peter,Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,2011.

B.Lapian, Adrian,Pelayaran dan Perniagaan Nusantara abad ke-16 & 17,

Jakarta : Komunitas Bambu ,2008.

Carey, Peter. Takdir; Riwayat Pangeran Diponegoro 1785 – 1855, Jakarta:

Kompas, 2014.

Cool, Water. The Ports of the Dutch Indies, Brussels: General Secretary’s

Office,1921.

Coser, Lewis A. The Function of Social Conflict (New York: Routledge, 2001)

h.16. Lihat juga Lewis A. Coser, “Social conflict and The Theory of

Social Change”, dalam The British Journal of Sociology, Vol. 8, No. 3,

1957.

Daryono, Yono, Tegal Evolusi Sebuah Kota, makalah yang disajikan pada

peringatan Hari jadi Kota Tegal 2008.

Page 137: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

122

De Holander, Johannes Jacobus, Handleiding Bij de Beoefening Der Land en

Volkenkunde van Nederlandsch-Indie, eerste deel, Breda: Broese and

Comp, 1874.

Djumhur& Danasaputra, Sejarah Pendidikan untuk PGA 6 tahun dan sekolah

Guru yang sederajat, Bandung: CV.Ilmu, cet.ke-13.

DeGraaf,H.J, Awal Kebangkitan Mataram masa perintahan Senapati, Jakarta :

Grafiti Pers, 1985.

De Graaf,H.J, Runtuhnya Istana Mataram, Jakarta : Grafiti Pers, 1987.

De Graaf, H.J,Disintegrasi Mataram dibawah Sunan Amangkurat I, Jakarta :

Grafiti Pers,1987.

Douwes, Dick, ed. Indonesia dan Haji,Terj.Soedarso Soekarno dan Theresia

Slamet, Jakarta:INIS, 1997.

Effendi, “Politik Kolonial Belanda terhadap Islam di Indonesia dalam perepektif

sejarah ( Studi Pemikiran Snouck Hurgronye)” , dalam Jurnal Tapis,

Vol.8, no.1, 2012.

Fathurahman, Oman, Filologi Indonesia Teori dan Metode, Jakarta : Kencana,

2015.

Feener, R. Michael. "A Re-examination of the Place of al-Hallaj in the

Development of Southeast Asian Islam," dalam Bijdragen tot de taal-,

land-en volkenkunde/Journal of the Humanities and Social Sciences of

Southeast Asia Vol. 154, No.4, 1998.

Goebe, E. dkk, peny, Nasehat-Nasehat C. Snouck Hurgronje Semasa

Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889 – 1936, vol.

VII, Jakarta: INIS, 1991.

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, Jakarta : UI Press,2008.

Hamid,Abdurahman, Sejarah Maritim Indonesia, Jogyakarta: Ombak, 2013.

Hadinata, Yudi, SunanKalijaga, Yogyakarta : DIPTA, 2015.

Hamam Rochani, Ahmad,Ki Gede Sebayu Babad Negari Tegal, Semarang:

Intermedia Paramadina, 2005.

Hurgronje, C.Snouck. Kumpulan Karangan Snouck Hurgrounje jilid X, Jakarta:

INIS,1994.

_________________. Kumpulan Karangan Snouck Hurgrounje jilid V, Jakarta:

INIS,1996.

Ichwayudi, Budi. “Hipokritisme Tokoh Orientalis Christian Snouck Hurgronje”,

dalam Religio, Vol. 1, No. 2, 2011.

Jaquet, F. G. P. "Mutiny en hadji-ordonnantie: Ervaringen met 19e eeuwse

bronnen" Bijdragen tot de Taal-, Land-en Volkenkunde 2/3de Afl, 1980.

Kartodirdjo, Sartono dkk. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid 5, Jakarta: Balai

Pustaka 1977.

Knight, G. Roger. Sugar, Steam and Steel; The Industrial Project in Colonial

Java 1830 – 1885, Adelaide: University of Adelaide Press, 2014.

Kuswara,Dadang, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Pustaka Setia, 2012.

K.Rukiati,Enung & Fenti Hikmawati,Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Bandung : Pustaka Setia,2006.

-----------, Kongres Nasional Sejarah 1996 : Sub Tema Pemikiran dan Analisis

teks Sejarah, DEPDIKBUD RI ,1998.

La Chapelle, H. M. "Bijdrage tot de kennis van het stoomvaart-verkeer in den

Indischen Archipel," dalam De Economist, Vol. 34, No. 2, 1885.

Page 138: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

123

Leo, Sutanto,Kiat Jitu Menulis SKRIPSI, TESIS, DISERTASI, Jakarta : Erlangga,

2013.

Lucas, Anton E, PeristiwaTiga Daerah RevolusidalamRevolusi, Jakarta

:PustakaUtamaGrafiti, 1989.

Munir, Samsul,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009.

Muarif Ambary, Hasan, Menemukan Peradaban jejak Arkeologi dan Historis

Islam Indonesia, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1998.

Mulyana,Agus & Darmiasti,Historiografi di Indonesia dari Magis-Religius

hingga Strukturis,Bandung : Refika Aditama,2009.

Muljana, Slamet,Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-

Negara Islam di Nusantara, Yogyakarta: LKIS,2009.

Majid,M.Dien, Berhaji dimasa Kolonial, Jakarta : cv.Sejahtera,2008.

Meyer, J. W. Laporan-Laporan Desa (Desa-Rapporten), Jakarta: ANRI, 1974.

Miller, Michael. "The Business of the Hajj: Seaborne Commerce and the

Movement of Peoples," dalam “Seascapes, Littoral Cultures, and Trans-

Oceanic Exchanges,”, Prosiding, Vol. 12(Washington, DC: Library of

Congress, 2003).

Mukhtar,Bimbingan Skripsi, Tesis, dan Artikel Ilmiah, Jakarta : Gaung

Persada Press,2010 .

Moleong,LexyJ,MetodologiPenelitianKualitatif, Bandung :RemajaRosdaKarya,

2004.

Nata, Abuddin, Studi Islam Komprehensif, Jakarta : Kencana, 2011.

Osman, A.Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta: Widjaya, 1992.

O.Untoro, Heriyanti ( Editor ),Arkeologi Ruang lintas waktu sejak prasejarah

hingga kolonial di situs – situs Jawa Barat dan Lampung, Bandung : AL-

Qaprint Jatinangor,2012.

Pires ,Tome,SUMA ORIENTAL, Jogyakarta: Ombak, 2014.

------------, Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV Cipanas, 3-9 Maret 1986, Jakarta :

PUSLIT Arkeologi Nasional,1986.

Rahim, Husni,Sistem Otoritas Administrasi Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,

1998.

Rahardjo, Supratikno ( Editor ), Arkeologi pola pemukiman dan lingkungan

hidup, Bandung : AL-Qaprint Jatinangor,2011.

Rahman,Ahmad,Perkembangan Islam Nusantara berdasarkan Naskah, Makalah

pada Seminar Nasional Penulisan Ulang Sejarah Islam Nusantara yang

dilaksanakan oleh Program Magister Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tanggal 16 juni 2014

Rosa Herliany,Dorothea dkk ( Editor ),ARUS BALIK, Memori Rempah dan

Bahari Nusantara, Kolonial dan Poskolonial, Yogyakarta : Ombak,2014.

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo

Persada 2005.

Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung : Rosda Karya, 1998.

Soetjiptoni,Ki GedeSebayuPendiriPemerintahanTegaltahun 1585-1625, Tegal: Citra Bahari Animal,2007.

Schulte Nordholt, Henk, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari( editor ),

Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008.

Page 139: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

124

Shohib,Muhammad,dkk,( editor ), Heritage Islam Nusantara-Masjid Bersejarah

di Jawa Vol.1.Lajnah PentashihanMushaf Al-Qur’an, BadanLitbang, dan

DiklatKementerian Agama RI.2012.

Su’ud, Abu, Semangat Orang-orang Tegal, Semarang: Masscom Media , 2003.

Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian: kuantitatif , kualitatif dan Tindakan,

Bandung : Refika Aditama, 2012.

Sulasman, MetodologiPenelitianSejarah, Bandung: Pustaka Setia, 2014.

Suminto, Aqib. Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta : LP3ES, 1985.

Sunanto ,Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : Rajawali

Pers, 2014.

S.Soebardi, Serat Cabolek, kuasa, agama, dan pembebasan, Bandung :

Nuansa,2004.

S.Soebardi,The Book of Cabolek, Koninklijk Instituut Voor TAAL-,LAND-EN

Volkenkunde,1975.

Su’ud Sukahar, Joko, Tafsir Gatolotjo, Surabaya : Wuwung.

Saringendyanti, Etty ( Editor ),Kronik Arkeologi, Jakarta : PUSLIT Arkeologi

Nasional,2000.

Surjomihardjo,Abdurrachman,Kota Yogyakarta Tempo Dulu, sejarah Sosial

1880-1930, Jakarta : Komunitas Bambu, 2008.

Suprapto, R.Handoyo,KitabPetuahWarisanLeluhurJawa, Yogyakarta :Laksana,

2015.

Sutherland, Heather. “The making of a bureaucratic elite: The colonial

transformation of the Javanese priyayi”, dalam Asian Studies Association

of Australia oleh Heinemann Educational Books (Asia), 1979.

---------, Seminar Sejarah Nasional IV,Sub Tema: Pendidikan Sejarah, 16-19

Desember 1985 di Yogyakarta. Jakarta : DEPDIKBUD, 1991.

Tim ANRI, Biro Perjalanan Haji di Indonesia Masa Kolonial, Agen Herklots

dan Firma Al Segoff & CO, Jakarta: ANRI,2001.

Tjandra Sasmita, Uka,Penelitian Arkeologi Islam di Indonesia dari masa ke

masa, Kudus : Menara Kudus, 2000.

Usman, Hasan,Metode Penelitian Sejarah, terj.A.Muin Umar, Jakarta : DEPAG

RI,1986.

Van den Berg,L.W.C, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, Jakarta:

INIS,1989.

Van Niel, Robert.Munculnya Elit Modern di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan,

2009.

Van Ronkel, P. H. S. "Aanteekeningen over Islam en Folklore in West-en

Midden-Java. Uit het Reisjournaal van dr. C. Snouck hurgronje," dalam

Bijdragen tot de taal-, land-en volkenkunde van nederlandsch-indië , 4de

afl, 1942.

Yatim,Badri,Historiografi Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1997.

Yulianto,Kreno, ed, ,Arkeologi strategi adaptasi, permukiman dan

pemanfaatannya, Bandung : AL-Qaprint Jatinangor,2011. Zuhdi, Susanto. Cilacap (1830 – 1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan

di Jawa, Jakarta:KPG, 2002.

Sumber Lisan

Page 140: SITUASI DAN KONDISI KEBIJAKAN PERHAJIAN DI TEGAL MASA

125

Wawancara dengan M. Dien Madjid, Guru Besar Sejarah Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, pada 4 Oktober 2018.

On Line

Http;//tegalbahari.com/pohon-jati-ki-gedhe-sebayu…

Http;//perpusarda.tegalkab.go.id.

Http://wisatategal.com.

Http://ncis-asalusulkotategal.blogspot.com.

Www.disparbud.tegalkab.go.id/id/wisata-budaya/wisata-ziarah..

Www.tegalkab.go.id.

Www.tegalkota.go.id.

Www.putra-lawu.com.

http://webdoc.sub.gwdg.de/ebook/p/2005/history_cooperative/www.historycoope

rative.org/proceedings/seascapes/miller.html, diakses pada 4 Oktober 2018.