sistim pendidikan cina

Upload: gianjar-sukma-spp

Post on 11-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pendidikan di China

Pendidikan diChina

Agustus 22, 2007 & KomentarGURU BERKUALITAS NEGERI PANDA

Sistem pendidikan China lebih terbuka. Guru diklasifikasi berdasarkan kualitas. Siswa bebas mengevaluasi kualitas guru secara objektif. Guru dapat tambahan tunjangan kesejahteraan 10 persen dari gaji pokok.

Ungkapan carilah ilmu hingga ke negeri China memiliki makna tersendiri bagi Drs Zaenal Mutaqin, MSi. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat ini benar-benar terbang ke Beijing, China, 9-21 Juli lalu.

Keberangkatan Zaenal ke negeri Tirai Bambu itu juga dalam rangka menimba ilmu pendidikan. Ia bersama rombongan dari Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Pusat Pengembangan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) dan beberapa pejabat dari dinas pendidikan kabupaten/kota, mengikuti workshop peningkatan kompetensi guru,

Rasanya seperti mimpi berangkat ke Beijing, katanya. Sesama kepala dinas pendidikan yang dikirim ke Beijing adalah kepala dinas pendidikan Lombok Barat, Gorontalo, Tanah Datar, dan Merauke. Workshop pendidikan itu juga diikuti negara lain, yakni Kamboja, Laos, Mongolia, Papua Nugini, Filipina, Thailand, dan Vietnam.

China yang punya luas daratan 9,6 juta km2 ini memang pendidikannya lebih maju dibandingkan Indonesia. Mereka lebih fokus dalam menangani pendidikan. Saya kira kita harus punya komitmen dan bisa konsisten agar bisa memajukan pendidikan di Indonesia, ujar Zaenal Mutaqin.

UU Sisdiknas-nya China mewajibkan anak umur 6 tahun mengikuti pendidikan dasar, tanpa dipungut biaya sekolah. SD di sana berlangsung 6 tahun. Mata pelajaran utamanya, antara lain, bahasa dan kesusastraan China, matematika, ilmu pasti, bahasa asing, pendidikan moral, musik, olahraga dan jasmani.

Jumlah SD di negeri Panda ini mencapai 400.000 dengan murid hingga 120 juta anak. APK SD di sana mencapai 98%. Sedangkan jumlah SMP dan SMA kurang lebih 60.000 dan 30.000, plus 3.000 perguruan tinggi.

Satu hal yang menarik bagi Zaenal berkaitan dengan tenaga pendidik adalah relasi guru dan murid yang berjalan demokratis. Ciri khas pendidikan di Beijing adalah adanya klasifikasi guru, mulai dari guru paripurna sampai guru yang tidak qualified. Siswa juga bebas mengevaluasi guru secara objektif. Dua hal yang masih tabu di negara kita, ujar Zaenal salut.

Guru juga mendapat tempat istimewa di Beijing. Gaji guru di sana berkisar 3.0005.000 yuan per bulan. Dalam kurs 1 yuan= Rp 1.200, guru di China menerima rata-rata senilai Rp 3,6 jutaRp 6 juta/bulan. Selain gaji pokok, guru juga menerima tunjangan kesejahteraan sebesar 10% dari gaji pokok. Sistem penggajian buat guru ini lebih tinggi 10% daripada pegawai biasa.

Penghasilan itu sudah memadai. Sehingga, hampir tidak pernah terdengar guru harus ngojek atau kepala sekolah mencari uang tambahan dari jual-beli seragam dan buku. Ketika pensiun pun, setiap guru berhak mendapatkan 100% gaji pokok per bulannya.

Zaenal menilai, pemerintah RRC menyadari pentingnya peran guru untuk memajukan bangsanya. Tak heran bila kemajuan RRC kini menjadi buah bibir di dunia. Kemajuan China tentu tak bisa dilepaskan dari peran guru di sana, katanya.

Kunjungan ke Beijing menjadikan Zaenal bertekad memajukan kualitas guru di Sukabumi. Langkah awalnya adalah mendongkrak tingkat kesejahteraannya. China memulai memberi insentif kepada guru lebihdulu dari Indonesia, sedangkan kita baru mulai. Saya akan melaksanakan pemerataan guru di Sukabumi lewat pemberian insentif bagi guru yang ditempatkan di daerah terpencil, kata Zaenal.

EVA ROHILAH (Sukabumi)

Membangun Pendidikan Berkiblat ke Cina MATARAM Pendidikan di Nusa Tenggar Barat (NTB) membangun kiblat baru. Setelah berkunjung selama sepuluh hari 9-19 November lalu ke Cina, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) NTB, Drs. Zaini Arony, MPd menekankan perlunya reorientasi pendidikan di NTB. Kita harus melakukan orientasi baru. Paling cocok bagi NTB adalah berkiblat ke Cina, kata Zaini kepada SH di kantornya, beberapa waktu lalu.

Tak dijelaskannya, kemana orientasi pendidikan NTB selama ini. Namun, Zaini menunjuk tentang bahasa asing yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah. Seperti halnya terjadi di daerah lainnya di Indonesia, selain diajarkan bahasa Inggris siswa-siswa di NTB diberi pilihan bahasa lainnya, yaitu bahasa Jerman atau Prancis. Padahal, sejauh ini pengajaran bahasa itu dianggap tak cukup memberi manfaat setelah siswa lulus sekolah.Secara tersirat, petinggi dinas pendidikan di NTB itu mengatakan, pengajaran bahasa asing itu mencerminkan ke arah mana pendidikan itu berkiblat. Mengapa selama ini bahasa Cina tak diajarkan di sekolah-sekolah?Memang harus ada orientasi yang jelas bila hendak memajukan sektor pendidikan. Sebab membangun pendidikan harus belajar dari negara yang sudah maju. Tentu saja yang comparable, kata Zaini. Namun, dianggap kurang tepat kalau pendidikan di Indonesia harus memilih model seperti yang sekarang berkembang di Amerika, Inggris, Jerman, Prancis, bahkan di Jepang yang termasuk negara yang mapan (establish country). Paling jauh Indonesia hanya bisa melihatnya dari segi komitmen atau mekanisme. Tapi model pendidikan yang berorientasi ke negara-negara maju tersebut jelas butuh anggaran dan fasilitas yang dipastikan tak terjangkau bagi Indonesia.Kalau mencari negara yang rata-rata mirip dengan Indonesia, bisa menengok ke negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Thailand, Malaysia, Singapura atau Filipina yang secara objektif pengelolaan pendidikannya lebih maju. Tapi, seringkali kemajuan pendidikan yang dicapai sesama negara ASEAN itu, dianggap lebih mungkin karena harus melayani jumlah penduduk yang jauh lebih kecil dari Indonesia.Berbeda dengan Cina. Cina adalah negara besar dengan tingkat kepadatan penduduk luar biasa, tapi juga berhasil mengelola pendidikannya. Sistem pendidikan yang dikembangkan di Cina paralel dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kalau melihat kepadatan penduduk, paling mirip dengan Indonesia adalah Cina, ujar Zaini. Dengan penduduk yang jumlahnya sangat besar, ternyata pendidikan di Cina jauh lebih maju, tambahnya. Sistem pendidikan yang dikembangkan di Negeri Tirai Bambu itu juga sama dengan Indonesia. Baik sistem dalam arti lama berlajar, kurikulum, perekrutan tenaga pengajar dan kemiripan lainnya.Kemajuan CinaSelama sepuluh hari, Kepala Dinas Dikpora NTB, Wakil Ketua DPRD, Bupati Lombok Barat dan Lombok Tengah, Ketua Komisi E DPRD NTB, Asisten III Setda NTB, dan Kepala Bappeda melakukan kunjungan Misi Pendidikan ke Republik Rakyat Cina. Selama di Cina, para pejabat NTB itu makin tahu, ternyata negara komunis itu ekonominya makin bergerak melampaui batas ideologi negara. Meski belum semaju negara-negara barat, kemajuan tegnologi Cina banyak menopang pencapaian kemajuan ekomnominya. Tapi terutama kemajuan itu dimulai dari reformasi pendidikannya yang memang diarahkan memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Ekonomi Cina cepat recovery karena ditunjang pendidikan. Tenaga ahli yang dihasilkan banyak yang sesuai kebutuhan masyarakat, kata Zaini Aroni.Sekarang Cina memiliki Legend Grof di Hang Chou, yang merupakan perusahaan computer terbesar di dunia disamping Acer, Dell, NEC, atau IBM. Tamu-tamu dari NTB ditemui presiden perusahaan dan staf terasnya yang dengan ramah menjelaskan seluk beluk perusahaannya.Menurutnya, Presiden Legend Grof, perusahaan itu mula-mula didanai pemerintah sebesar 200 ribu Yuan atau 75 persen dari nilai total investasinya. Dengan manajemen dan kultur perusahaan yang membangun komitmen bagi pelanggan, tak terlalu lama perusahaan ini melesat. Dalam lima tahun terakhir (1996-2001) perkembangan perusahaan sangat mencengangkan, dan masuk dalam daftar perusahaan komputer terkenal di dunia.Saat ini perusahaan Legend Grof banyak membantu pemerintah terutama dalam mengembangkan zona-zona industri dalam pelatihan komputer bagi karyawan. Namun yang lebih penting lagi komitmennya yang besar untuk membantu universitas, sekolah-sekolah dan praktek-praktek teknologi komputer bagi siswa, bahkan sejak sekolah rendah.Misi pendidikan dari NTB telah mengikat kesepakatan dengan Legend Grof ini. Yaitu melakukan kerjasama dalam peningkatan pendidikan di NTB, khususnya di bidang komputerisasi.

Inovasi TeknologiDelegasi NTB juga melakukan kerjasama serupa dengan salah satu perusahaan teknologi kreatif. Perusahaan ini melakukan inovasi teknologi, memadukan teknologi komputer dengan peralatan kesenian yang digunakan sebagai alat bantu pelajaran bagi siswa SD, SLTP dan SMK Industri (kesenian). Rupanya Cina telah mengembangkan pendidikan melalui komputer yang dimanfaatkan untuk pengajaran musik. Perusahaan itu akan mengirimkan teknisi teknologi kreatifnya untuk melatih calon instruktur di NTB. Atau sebaliknya, calon instruktur dari NTB dibiayai magang di Cina.Mampir di Zheijiang University delegasi NTB terpukau pengelolaan perguruan tinggi yang memadukannya dengan pengembangan teknologi dan kegiatan ekonomi. Zheijian University merupakan universitas terkemuka di Cina dengan jumlah mahasiswa mencapai 30 ribu orang dari beberapa jurusan, termasuk Program S2 dan S3. Jumlah staf pengajar dan administrasinya lebih dari 10 ribu orang. Universitas ini memiliki usaha yang disebut Fang Yuan, dan memiliki peringkat perusahaan 50-70 terbesar di Cina.Unit usaha Fang Yuan di back up Fakultas Teknik, salah satu produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah laboratorium bahasa untuk siswa, mahasiswa dan masyarakat umum dengan penggunaan teknologi pendidikan yang canggih. Produk laboratorium bahasa itu telah dipasarkan ke beberapa negara Asia khususnya Asia Barat.Pendidikan di Cina sangat produktif. Kegiatan akademis, pengembangan teknologi dan bisnis saling mendukung. kata Kepala Bappeda NTB, Ir. Nanang Samudra. Itu sangat sesuai dengan daerah seperti NTB, yang memerlukan sistem pendidikan yang relevan untuk membantu keluar dari keterpurukan ekonomi, ujarnya.Pengajaran Bahasa CinaGubernur Harun juga akan segera bersurat kedutaan Cina, untuk mengetahui lebih banyak tentang rencana pengembangan bahasa Cina dan kontribusi apa yang bisa diberikan. Pendekatan juga dilakukan pada organisasi atau paguyuban orang-orang Cina di NTB yang punya kepedulian dalam pengajaran bahasa Cina. Baru untuk operasionalnya, kita bicara dengan kepala sekolah, ujar Zaini.Setidaknya tahun depan, NTB sudah punya format yang jelas bagaimana kemungkinan implementasi pembelajaran bahasa Cina di SMU. Sebab kesepahaman untuk memaju pendidikan dan budaya Cina, sudah dijalin antara Cina melalui Sanghai Teachers University dengan Pemprov NTB melalui Dikpora. Pihak Sanghai sendiri akan membantu pengadaan Laboratorium Bahasa.Reorientasi tak berarti akan merubah kurikulum secara drastis. Kita mulai dari bahasa. Bahasa Prancis, Jerman atau Cina. Karena Cina dianggap urgen, maka yang lain diundurkan dulu. Jadi kita juga tak menambah beban kurikulum, jelas Zaini.Mengapa bahasa Cina dianggap lebih urgen? Kenyataannya Cina adalah pasaran yang besar untuk produksi, termasuk pasaran kerja. Sekarang menurut catatan, jumlah tenaga kerja dari Indonesia di Hongkong jumlahnya melampaui 70 ribu orang. Tenaga kerja Indonesia di Hongkong termasuk kedua terbesar setelah Filipina yang mencapai 170 ribu.Cilakanya, tenaga kerja dari Indonesia itu baru menyentuh level bawah alias pembantu rumah tangga. (SH/kongso sukoco)Pendidikan di Daratan China

Written by Rene L. Pattiradjawane

MENGHADAPI LINGKUNGAN GLOBAL

BELAJAR sudah menjadi sifat alamiah orang-orang China. Sehingga tidak mengherankan bila sistem pendidikan formal berbentuk sekolah yang kita kenal sekarang ini di daratan China memiliki sejarah panjang 3.500-an tahun. Bahasa China sendiri, baik itu dialek nasional Mandarin atau dialek daerah-daerah (seperti Hokkian, Konghu, Khe, dan lainnya), mengharuskan siapa saja di daratan China harus belajar apakah itu huruf kanji maupun intonasi nada dalam bahasa percakapan.

KARENA sifat alami bahasa lisan dan tulisan yang dimiliki bangsa China, sistem pendidikan di negara dengan penduduk sekitar 1,3 miliar orang ini pun akhirnya maju dengan pesat. Sebagai sebuah bangsa, China memiliki astronaut, pemenang hadiah Nobel, pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi secara berturut-turut dalam waktu dua dekade, tempat riset dan penelitian terbaik, puluhan ribu PhD, dan lainnya.

Sebelum berdirinya RRC pada tahun 1949, misalnya, sekitar 80 persen populasi negara ini buta huruf atau setengah buta huruf. Jumlah murid di sekolah-sekolah hanya tercatat 4,76 persen dari keseluruhan jumlah penduduk negara ini.Keadaan ini berubah secara drastis bersamaan dengan berkembangnya pendidikan yang luar biasa. Pada akhir tahun 1997 tingkat buta huruf di negara ini tercatat 12 persen dari total penduduk, dan kurang dari enam persen di antara orang muda dan orang-orang usia menengah.

Hak istimewa

Sistem pendidikan formal di daratan China berakar sangat panjang sampai pada abad ke-16 Sebelum Masehi pada masa Dinasti Shang (1523-1027 SM). Selama periode ini, pendidikan merupakan hak istimewa segelintir orang saja, dan bertujuan untuk menghasilkan pejabat-pejabat pemerintahan.

Awalnya, kurikulum yang diajarkan terpusat pada yang disebut sebagai "Enam Senin", masing-masing ritual, musik, memanah, mengendarai kereta kuda, sejarah, dan matematika. Namun demikian, bersamaan dengan tumbuhnya ajaran Konfusius (551-497 SM), terutama pada periode negara-negara berperang (770-221 SM), kurikulum ini secara perlahan ditambahkan dengan apa yang disebut Si Shu Wu Jing (4 Kitab 5 Klasik). Dalam 4 Kitab ini terdiri dari Analek Konfusius, Mencius, Ajaran Besar, dan Doktrin tentang Arti, sedangkan 5 Klasik terdiri dari Buku Puisi, Buku tentang Dokumen, Buku Ritual, Buku tentang Perubahan, serta Sejarah Musin Semi dan Gugur. Seluruh buku-buku yang menjadi kurikulum utama pendidikan ini menjelaskan tentang prinsip masyarakat dan pemerintahan, termasuk di dalamnya tata perilaku manusia maupun rumusan filosofi Konfusius (Konghucu) secara kolektif. Selama ribuan tahun ini di daratan China membangun pendidikan bagi sebuah kelas elite, dan mempertahankannya hanya untuk menghasilkan golongan pejabat kekaisaran di tengah-tengah buta hurufnya rakyat biasa. Menurut David Surowski dari Universitas Kansas, Amerika Serikat, dalam esainya tentang sejarah sistem pendidikan China, aktifnya pejabat kekaisaran dalam sistem pendidikan pada umumnya hanya sebatas menentukan ujian bagi berbagai tingkatan kedudukan jabatan kekaisaran.

Memperluas jangkauan Selama ribuan tahun pula para elite di daratan China percaya bahwa secara sosial maupun intelektual mereka tidak memiliki saingan, terutama dibandingkan dengan kebudayaan Barat. Mereka mengembangkan kebudayaan yang sangat tinggi, dan terutama dengan "empat temuan" (mesiu, kompas, kertas, dan percetakan bergerak), para elite China juga memiliki tradisi teknologi yang luas. Namun demikian, sejak kekalahan yang "memalukan" melawan Inggris dalam Perang Candu (1840-1842), China akhirnya mengkaji ulang dominasinya, setidaknya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Diikuti dengan aneksasi Hongkong, pendidikan Barat secara perlahan mulai berakar di China terutama melalui misionaris Kristen. Namun demikian, masih tetap dengan latar buta huruf yang meluas di kalangan rakyat, ujian pegawai kekaisaran masih merupakan satu-satunya cara bagi orang China untuk menjadi pejabat. Ketika kembali kalah dalam Perang Sino-Jepang tahun 1895, China akhirnya menyadari sepenuhnya kalau masa depan mereka, setidaknya, akan sangat tergantung dari menerima aspek tertentu dari sistem pendidikan gaya Barat yang dicerminkan dalam slogan "Zhongxue wei ti, Xixue wei yong" (Pendidikan China untuk dasar, pendidikan Barat untuk praktik). Berakhirnya Dinasti Qing dan berdirinya Republik China pada tahun 1921 menandai perubahan penting dalam percenaan pendidikan di China dan para pemimpin maupun ilmuwan mulai mencari sebuah sistem untuk menyediakan kebutuhan teknologi bagi negara tanpa mengorbankan identitas kechinaannya, termasuk memperluas jangkauannya ke rakyat yang sebagian besar berada di wilayah pedesaan.

Restrukturisasi Setelah berdirinya RRC pada tahun 1949, mengadaptasi model Soviet dengan memfokuskan perhatian untuk mempertemukan kebutuhan teknologi melalui pendidikan tinggi, pemerintahan komunisme melakukan restrukturisasi atas universitas dan akademi. Upaya ini ternyata juga tidak membawa perubahan, terutama pada masa Kampanye Anti-Kanan pada tahun 1957 yang diikuti oleh kegagalan berbagai kebijakan dan munculnya bencana alam di mana-mana. Di tengah kegagalan ini, para pemimpin China berupaya kembali mengimbangkan Konfusianisme dan pendidikan gaya Barat dengan mengembangkan apa yang disebut sistem pendidikan dua jalur, masing-masing sekolah kejuruan dan kerja-belajar, serta universitas biasa, akademi, dan sekolah persiapan. Sistem ini hampir berjalan dengan baik sampai pecahnya Revolusi Kebudayaan (1966-1976) ketika orang-orang menjadi curiga dengan sistem yang dilihat sebagai pendekatan yang akan kembali menghasilkan elite tertentu. Pada masa ini, seluruh sistem pendidikan mengalami kekacauan, administrasi kampus tidak berjalan semestinya, kuliah terhenti, sistem ujian masuk universitas ditunda, dan hanya beberapa mahasiswa saja yang diterima sampai dengan tahun 1970-an. Anehnya, di tengah kekacauan ini salah satu bidang pendidikan mendapat kentungan sendiri di masa tersebut. Walaupun program sekolah dasar dan menengah diperpendek dan kurikulum masih harus dipulihkan (antara lain dengan menghapuskan mata pelajaran Fisika dan Kimia), anak usia sekolah dalam jumlah yang sangat banyak dan tidak pernah terjadi sebelumnya memperoleh pengajaran dasar. Ini antara lain disebabkan karena banyaknya sekolah-sekolah komunal yang didirikan di bawah kebijakan kolektivisasi pertanian. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pendidikan di China, anak- anak pedesaan mulai belajar membaca dan menulis.

Banyak pembeli Berakhirnya kekacauan Revolusi Kebudayaan, China mulai menata secara teratur sistem pendidikannya yang sebelumnya tidak pernah terjangkau oleh rakyat kebanyakan. Undang-Undang Wajib Belajar yang disahkan pada tanggal 1 Juli 1986, mengatur pendidikan seorang anak adalah pendidikan formal selama 9 tahun dan dikenal sebagai sistem 6-3 (6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun sekolah menengah). Dengan diberlakukannya undang-undang ini, pada tahun 1994 tercatat 98,4 persen anak- anak usia sekolah sudah mulai mengenyam pendidikan dengan angka putus sekolah yang hanya mencatat sekitar dua persen setiap tahunnya. Sistem pendidikan diarahkan untuk mendukung kampanye nasional "Modernisasi Empat" dengan tetap berpegang pada Empat Prinsip Utama Partai Komunis China (PKC), terdiri dari jalan sosialis, kediktatoran demokratik rakyat, kepemimpinan PKC, dan pemikiran Marxisme-Leninisme-Mao Zedong. Unsur ideologi memang terasa sangat kental dalam sistem pendidikan dasar dan menengah di China. Coba saja masuk di salah satu sekolah, berbagai murid akan memberikan jawaban standar menyebutkan "akan berbakti untuk kemajuan China", dan sejenisnya. Bagi Kompas sulit untuk masuk ke sekolah-sekolah guna mengetahui lebih mendalam apa yang terjadi di dalam sistem pendidikan di RRC. Dari berbagai percakapan dengan kepala sekolah, dosen, dan mahasiswa, sistem pendidikan di China berubah secara pesat, terutama dengan kehadiran sekolah-sekolah swasta (lihat tabel). Sebelumnya, sejak masa Mao zedong berkuasa, pendidikan di China seluruhnya dikontrol oleh pemerintah. Seluruh anak dididik di sekolah-sekolah milik pemerintah dan swasta sebelumnya dilarang oleh undang-undang. Adanya undang-undang pendidikan yang baru, pendidikan sekarang ini sama halnya dengan produk konsumtif yang dihasilkan China secara masif. Seperti halnya barang-barang konsumsi, pendidikan di China sekarang pun "banyak pembelinya".

Sistem kompetitif China yang sebelumnya berpenduduk buta huruf, stagnan, dan negara yang melihat ke dalam, secara cepat berubah menjadi kosmopolitan akibat diperkenalkannya kekuatan pasar. Bagi orang-orang di daratan China memang tidak ada cara lain untuk selalu belajar, bukan saja ditujukan untuk mengisi berbagai keperluan akibat modernisasi saja, tetapi juga nuansa alamiah bahasa lisan dan tulisannya mengharuskan siapa saja untuk selalu belajar. Ini antara lain yang menyebabkan seorang anak, misalnya, baru bisa tidur setelah pukul 22.00 sehabis menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Profesor Yan Yaozhong dari Shanghai Normal University (sejenis IKIP di Indonesia) dalam sebuah percakapan menjelaskan, keseluruhan sistem pendidikan di daratan China mengharuskan anak untuk menghafal dan ujian. "Hafalan dan ujian adalah aktivitas terpenting seorang anak di sekolah," jelasnya. Dia menceritakan, karena kebiasaan menghafal ini sampai ada seorang mahasiswa di kampusnya yang mampu untuk menghafal kamus Inggris Webster di luar kepala. Secara keseluruhan ada 5 karakteristik pendidikan di China: ukuran, komprehensif, tidak seimbang, kompetitif, dan tersentralisasi. Sistem pendidikan di China mungkin termasuk yang terbesar di dunia, dengan jumlah 330 juta orang murid. Jumlah ini sendiri sudah lebih besar dibanding total populasi Indonesia. Jumlah sekolah di seluruh daratan China tercatat lebih kurang 710.000 sekolah.

Sistem pendidikan di RRC termasuk komprehensif dan merupakan sistem pendidikan yang lengkap, terdiri dari pendidikan prasekolah (sebelum usia 6 tahun), pendidikan dasar (bisa masuk pada usia 6 tahun, sedangkan di wilayah pedesaan dimulai usia 5 tahun), pendidikan menengah (3 tahun untuk menengah pertama, dan 3 tahun untuk menengah lanjut), universitas (4 tahun untuk sarjana, 2-3 tahun untuk nonsarjana), serta pendidikan pascasarjana (2-3 tahun untuk magistrat dan 2-3 untuk doktoral).

Di sisi lain, sistem pendidikan di China bukan sebuah sistem yang seimbang. Walaupun banyak sekolah di perkotaan yang bisa bersaing dengan sekolah-sekolah swasta atau sekolah asing, sebagian besar sekolah-sekolah di daratan China berada di pedesaan. Umumnya sekolah di wilayah pedesaan itu memiliki dana yang sedikit, pengajar dan peralatan yang tidak memadai. Banyak anak-anak di kawasan pedesaan yang menghentikan pendidikannya walaupun belum menyelesaikan pendidikan dasarnya karena alasan ekonomi. Sistem pendidikan di RRC merupakan sebuah sistem yang sangat kompetitif. Karena besarnya jumlah orang yang memerlukan pendidikan, serta terbatasnya tempat di universitas atau akademi, ujian masuk perguruan tinggi menjadi sangat ketat. Setidaknya 7 persen (20 tahun lalu angka ini hanya tercatat 4 persen) dari lulusan sekolah lanjutan yang bisa masuk ke universitas. Sistem ujian universitas dikelola secara nasional, dan seluruh siswa di RRC memusatkan perhatiannya pada ujian ini Sistem pendidikan di RRC juga tersentralisasi, dan semua terpusat pada kementerian yang berada di Beijing. Kementerian pendidikan memberikan pengarahan secara berantai ke berbagai komisi pendidikan di tingkat provinsi, kota, desa, dan lainnya, termasuk penentuan buku teks yang digunakan, jumlah siswa dalam kelas, serta ukuran lapangan olahraga.

Definisi terdidik

Di masa mendatang, pendidikan di China akan tetap menjadi pemacu institusi sosial daripada hanya menjadi sebuah agen perubahan sosial yang otonom. Derajat otonomi pendidikan vis--vis negara China akan sangat tergantung pada perluasan lingkup reformasi politik dan lingkup privatisasi pendidikan. Keseluruhan sistem pendidikan di daratan China memang akan menghadapi berbagai kebijakan pendidikan mendasar untuk berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan pembangunan yang paling mendasar. Seperti, apa definisi seorang China yang terdidik dalam lingkungan global yang terus meningkat yang ditandai dengan cepatnya perubahan teknologi?

Pertanyaan lain yang juga dihadapi oleh China adalah kombinasi intervensi seperti apa yang diperlukan dalam sistem pendidikannya dengan sektor- sektor lainnya agar mampu untuk mengangkat kelompok besar penduduknya yang termarjinalisasi ke luar dari kemiskinan? Keseluruhan pertanyaan jenis ini yang akan menjawab dan menentukan siapa yang akan dididik, bagaimana mereka dididik, dan isi dari pendidikan itu sendiri. (RENE L PATTIRADJAWANE)

Pendidikan di China

MEMENUHI KEBUTUHAN GLOBALISASI Oleh Ren L Pattiradjawane

Menjadi sebuah bangsa yang besar bukan hanya diukur dari jumlah penduduk dan luas geografi, tetapi ada aspek-aspek lain yang ikut memengaruhi, seperti latar belakang budaya maupun sejarah yang ikut menentukan kebesaran sebuah negara. Negara seperti China memang terlahir sebagai bangsa yang besar karena latar belakang yang memang sangat panjang jauh sampai sebelum Masehi lengkap dengan catatan sejarahnya yang utuh. Salah satu aspek budaya China yang memengaruhi dan menjadikan negara dengan penduduk 1,3 miliar orang ini menjadi besar dan berjaya sekarang ini adalah bahasa. Secara alami, bahasa Mandarin yang kita kenal memang mengharuskan orang- orang yang menggunakannya untuk secara tekun mempelajarinya agar mampu bertutur kata secara benar (karena sistem intonasi nada) serta mampu membaca dan menulis huruf- huruf kanji yang unik dan menjadi salah satu tulisan resmi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).Seperti bahasa dan tulisan China, sistem pendidikan yang berkembang di daratan China juga merupakan sebuah proses panjang yang secara tekun berevolusi menjadi sebuah China modern yang sekarang kita saksikan. Bisa dipastikan, tanpa sistem pendidikan yang panjang dan tertata dengan baik (lihat juga sejarah sistem pendidikan di India yang diwarisi dari masa era kolonialisme Inggris), tidak mungkin sebuah bangsa mampu membangun dirinya menghadapi derasnya persaingan di era globalisasi.

Keberhasilan China mengembangkan pembangunan nasionalnya, antara lain, tercermin dari jumlah orang-orang yang mampu dididik Negara. Sebagai contoh, pada tahun 2004 jumlah mahasiswa baru program pascasarjana tercatat 326.286 orang, menjadikan keseluruhan mahasiswa pascasarjana China berjumlah 819.896 orang. Dari jumlah itu, sarjana yang dihasilkan RRC tahun 2004 tercatat 23.446 doktoral (41,57 persen di antaranya wanita) dan 127.331 orang magister (44.15 persen wanita).

Memang jika dibandingkan jumlah penduduk, jumlah lulusan pascasarjana ini sangat kecil. Namun, jika dibandingkan dengan Indonesia, jelas jumlah sarjana yang dihasilkan tidak seimbang dengan jumlah penduduk yang mencapai sekitar 200 juta orang. Mengikuti perkembangansejak dicanangkannya Empat Modernisasi (Sige Xiandaihua), banyak perubahan yang diberlakukan pada sistem pendidikan yang tercerai-berai setelah Revolusi Kebudayaan 1965-1976. China kembali memberikan sistem 6-3-3 (SD 6 tahun, SMP 3 tahun, dan SMA 3 tahun), tetapipada filosofi dasar pendidikannya tetap mengacu pada pemikiran yang disebut Zhongxue weiti, Xixue wei yong ( pendidikan China sebagai basis, pendidikan Barat sebagai penggunaan praktis).

Pola ini tercermin dalam sistem pendidikan yang diberlakukan pada Sekolah Menengah Atas Jianping yang terletak di kawasan Pudong, Shanghai. Dalam percakapan dengan Kompas, Ci Xiang, pengajar bahasa Inggris pada sekolah ini, mengatakan, pada umumnya sekolah di China memberlakukan dua pendekatan dalam pendidikan, dengan mengombinasikan pengajaran tradisional dan modern.

"Kami menerapkan metode dinamis mengikuti perkembangan reformasi yang sekarang gencar terjadi di China," kata Ci Xiang. Ia menambahkan, dalam metode pengajaran tradisional di kelas, sistem pengajaran tidak hanya mendengarkan guru di depan kelas, tetapi juga mengundang para profesor terkenal dari Universitas Fudan atau Universitas Jiaotong (dua universitas terkenal di Shanghai) datang ke sekolah untuk mengajar atau memeriksa riset yang sudah dilakukan para pelajar.

"Seminggu sekali kami mengundang seorang profesor yang sedang melakukan penelitian, misalnya melakukan penelitian AIDS atau dalam bidang ilmu pengetahuan sosial hubungan antarmasyarakat," lanjutnya. Sedangkan pengajaran modern yang disebut Ci Xiang adalah adanya kunjungan ke lapangan dilakukan setiap semester. Di antara kunjungan ke lapangan ini (SMA Jianping biasanya melakukan kunjungan ke Nanjing atau Chongqing di Propinsi Sichuan), juga ada kunjungan ke museum atau tempat-tempat bersejarah lainnya. Menjelang tahun ajaran baru, para murid tinggal bersama masyarakat dan bisa melihat sendiri apa yang terjadi dan tidak hanya dari buku saja.Menjadi komoditas

Perhatian Pemerintah China pada pendidikan memang mengikuti semangat reformasi dan modernisasi yang menjadi kebijakan dasar yang berlaku di daratan China. Berdasarkan China Statistical Yearbook 2005, alokasi anggaran pendidikan untuk tahun 2004 mencapai 314,62 miliar renminbi (2004) atau sekitar 39,328 miliar dollar AS.

Yang menarik, alokasi anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah 14 kali lebih besar dibandingkan yang dianggarkan pemerintah pusat. Artinya, perencanaan dan penetapan perkembangan pendidikan memang sepenuhnya ditentukan pemerintah daerah yang memproyeksikan pertumbuhan pendidikan.

Di tengah-tengah globalisasi sekarang ini, pendidikan di China sekarang menjadi sebuah komoditas tidak hanya untuk para penyelenggara pendidikan dalam negeri, tetapi juga bagi universitas asing yang mulai bertebarandi seluruh daratan China.

Di Universitas Beijing, misalnya, mulai menyelenggarakan program pendidikan populer untuk pejabat pemerintah dan para eksekutif bisnis. Pendidikan bergelar ini mencakup pelajaran mulai dari administrasi bisnis, komunikasi, dan ilmu sosial.

Dalam 20 tahun terakhir, pendidikan di China berkembang pesat menyesuaikan kebutuhan modernisasi. Dan sistem pendidikan China sekarang ini tidak hanya menurunkan tingkat di bawah 4 persen (dari 80 persen ketika RRC berdiri), tetapi bergerak menuju ke standar internasional mengejar ketertinggalan dengan negara-negara