sistem sosial masyarakat pesisir

13
SISTEM SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 1. Latar Belakang Dalam sejarah Islamisasi di Indonesia, kata “pesisir” tidak pernah bisa diabaikan. Sebab, sebagaimana telah diketahui, sejarah masuknya Islam di Indonesia selalu berawal dari komunitas nelayan dan para pedagang yang sebagian besar terkosentrasi di daerah-daerah pantai sekitar wilayah lautan Nusantara. Dalam perspektif kepentingan Dakwah Islamiyah maka sepanjang rentang penulusuran naskah ini tidak ada salahnya memori historis tersebut tetap dijadikan referensi ilustratif. Kata “pesisir” dalam tulisan ini digunakan untuk dua maksud yang berlainan. Pertama, masyarakat pesisir, dimana istilah ini sebutan yang diatribusikan kepada kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di tepi pantai, atau berdekatan dengan laut. Terkadang, masyarakat pesisir (coastal community) juga diterjemahkan dengan ciri-ciri utama tidak memproduksi barang ataupun jasa tertentu, mengandalkan penghidupan dari sumber daya laut, dan jikalau ada alat produksi biasanya berupa perahu, dengan sistem ekonomi yang hierarkis seperti ada juragan kapal, tengkulak, buruh, nelayan tradisional. 2. Pengertian Masyarakat Pesisir 2.1 Pengertian Masyarakat Menurut PETER L. BERGER, masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.

Upload: muhammadkemalpratama

Post on 11-Nov-2015

339 views

Category:

Documents


48 download

DESCRIPTION

qwertyuiop

TRANSCRIPT

SISTEM SOSIAL MASYARAKAT PESISIR

1. Latar BelakangDalam sejarah Islamisasi di Indonesia, kata pesisir tidak pernah bisa diabaikan. Sebab, sebagaimana telah diketahui, sejarah masuknya Islam di Indonesia selalu berawal dari komunitas nelayan dan para pedagang yang sebagian besar terkosentrasi di daerah-daerah pantai sekitar wilayah lautan Nusantara. Dalam perspektif kepentingan Dakwah Islamiyah maka sepanjang rentang penulusuran naskah ini tidak ada salahnya memori historis tersebut tetap dijadikan referensi ilustratif.Kata pesisir dalam tulisan ini digunakan untuk dua maksud yang berlainan. Pertama, masyarakat pesisir, dimana istilah ini sebutan yang diatribusikan kepada kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di tepi pantai, atau berdekatan dengan laut. Terkadang, masyarakat pesisir (coastal community) juga diterjemahkan dengan ciri-ciri utama tidak memproduksi barang ataupun jasa tertentu, mengandalkan penghidupan dari sumber daya laut, dan jikalau ada alat produksi biasanya berupa perahu, dengan sistem ekonomi yang hierarkis seperti ada juragan kapal, tengkulak, buruh, nelayan tradisional.

2. Pengertian Masyarakat Pesisir2.1 Pengertian MasyarakatMenurut PETER L. BERGER, masyarakat adalah suatu keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Keseluruhan yang kompleks sendiri berarti bahwa keseluruhan itu terdiri atas bagian-bagian yang membentuk suatu kesatuan.Menurut HAROLD J. LASKI Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Jadi dapat di simpulkan bahwa Masyarakat adalah sekelompok manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk mencapai tujuan dalam hidupnya.2.2 Pengertian PesisirMenurut (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001), Pesisirmerupakan daerah pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.Masyarakat pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumber daya pesisir (Satria, 2004).Secara teoritis, masyarakat pesisir didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal dan melakukan aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dengan demikian, secara sempit masyarakat pesisir memiliki ketergantungan yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan. Namun demikian, secara luas masyarakat pesisir dapat pula didefinisikan sebagai masyarakat yang tinggal secara spasial di wilayah pesisir tanpa mempertimbangkan apakah mereka memiliki aktifitas sosial ekonomi yang terkait dengan potensi dan kondisi sumberdaya pesisir dan lautan.

3. Karakteristik Masyarakat Pesisir3.1 Penduduk dan Mata Pencaharian Masyarakat pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based). Hanya sedikit penduduk yang bermatapencaharian seperti petani maupun pedagang.

3.2 Struktur dan Stratifikasi Sosial Nelayan

Munculnya teknologi penangkapan ikan terutama penguasaan alat-alat penangkapan ikan yang bersifat individu dan dapat diwariskan atau diperjual belikan berakibat terbentuknya hubungan pemilikan yang lebih kongkret. Bersamaan dengan hal tersebut terjadi diferensiasi hubungan antara nelayan dengan pemilik alat penangkap ikan dan perahu, lalu berkembang menjadi suatu struktur dan berlanjut menjadi suatu pelapisan sosial baru. Istilah-istilah menyangkut struktur dan pelapisan sosial nelayan dari berbagai studi sangat beragam dan spesifik. Meskipun demikian pada dasarnya terdapat kesamaan pengertian yang secara umum dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Pertama, Ponggawa yaitu para pemilik modal, alat penangkap ikan dan perahu yang biasanya menangani bagi hasil dan pemasarannya.Kedua, Juragan yaitu nelayan yang menyewa alat penangkap ikan dan perahu ataukah memimpin operasi penangkapan ikan di laut.Ketiga, Sawi yaitu nelayan yang tidak bermodal dan hanya menawarkan tenaganya untuk jenis pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.

Selain itu, terdapat pula nelayan mandiri atau nelayan tradisional yang terdiri atas nelayan pancing, nelayan patorani yang menggunakan jaring khusus untuk penangkapan ikan terbang pada musim teduh, dan nelayan parengge yang melakukan penangkapan ikan pada malam hari saja terutama di bulan purnama dengan memakai rengge atau gaek yaitu sejenis pukat.

Habitat masyarakat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masyarakat diantaranya:

a. Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.b. Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.c. Masyarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.d. Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh.

3.3 Pola pemukiman dan kehidupan Sehari-hari Berdasarkan kondisi fisiknya, rumah di pesisir dibagi dalam tiga kategori. Rumah permanen (memenuhi syarat kesehatan) Rumah semi permanen (cukup memenuhi syarat kesehatan) Rumah non permanen (kurang atau tidak memenuhi syarat kesehatan)

3.4 Konsep Masyarakat PantaiKonsep mengenai masyarakat pantai dapat didekati melalui upaya pemanfaatan sumberdaya alam oleh penduduknya dan kompleksitas perwujudan budaya masyarakat. Berdasarkan hasil penelaahan dasar (baseline study) yang dilakukan oleh Fachruddin dkk., ditemukan beberapa tipe desa-desa pantai di Sulawesi Selatan melalui pendekatan pemanfaatan sumberdaya alam, yaitu:

Desa pantai tipe bahan makanan, yaitu desa-desa pantai yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai petani sawah khususnya sawah padi. Desa pantai tipe tanaman industri, yaitu desa-desa pantai yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai petani tanaman industri terutama kelapa. Desa pantai tipe nelayan / empang, yaitu desa-desa pantai yang sebagian besar atau seluruh penduduknya bermata pencaharian pokok sebagai penangkap ikan laut / pemeliharaan ikan darat. Desa pantai niaga dan transportasi, yaitu desa-desa pantai yang sepanjang tahun dapat ditempati oleh perahu-perahu layar.

Sedangkan pendekatan kompleksitas perwujudan budaya masyarakat pantai sangat berkaitan dengan kultur laut yang mendapat pengaruh dari maritime great tradition. Adapun konsep pengertian masyarakat pesisir yang digunakan dalam studi ini adalah konsep masyarakat pesisir di perkotaan tipe nelayan dimana sebagian besar penduduknya bermata-pencaharian pokok sebagai nelayan.

3.5 Sistem Kekerabatan Hubungan-hubungan sosial antar kerabat dalam masyarakat pesisir masih cukup kuat. Perbedaan status sosial ekonomi yang mencolok antar kerabat tidak dapat menjadi penghalang terciptanya hubungan sosial yang akrab di antara mereka.

3.6 Ekonomi LokalSumber daya laut adalah potensi utama yang mengerakan kegiatan perekonomian desa. Secara umum kegiatan perekonomian tinggi-rendahnya produktivitas perikanan. Jika produktivitas tinggi, tingkat penghasilan nelayan akan meningkat sehingga daya beli masyarakat yang semakin besar nelayan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika produktivitas rendah, tingkat penghasilannya nelayan akan menurun sehingga tingkat daya beli masyarakat rendah. Kondisi demikian sangat mempengaruhi kuat lemahnya kegiatan perekonomian desa.

3.7 Konsep Masyarakat Maritim Sudah menjadi suatu mitos yang berkembang ditengah-tengah masyarakat bahwa Indonesia memiliki kekayaan laut yang berlimpah, baik sumber hayatinya maupun non hayatinya, walaupun mitos seperti itu perlu dibuktikan dengan penelitian yang lebih mendalam dan komprehensif. Terlepas dari mitos tersebut, kenyataannya Indonesia adalah negara maritim dengan 70% wilayahnya adalah laut, namun sangatlah ironis sejak 46 tahun yang lalu kebijakan pembangunan kesehatan masyarakat tidak pernah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah.Munculnya tatanan masyarakat maritim sebagai suatu komunitas tradisional berawal dari kebangkitan kerajaan maritim di Sulawesi Selatan yang sangat berpengaruh di Kawasan Timur Indonesia pada abad XV XVII. Setidaknya, ada tiga ciri utama pola dasar pembentukan kehidupan budaya masyarakat maritim yaitu kultur laut, tradisi agraris dan mobilitas pasar atau pedagang. Ketiga pola ini erat hubungannya dengan ekologi, letak geografis dan tatanan sosial-budaya masyarakat maritim.Bila kultur laut dominan dalam aktivitas masyarakat, maka pranata-pranata yang tumbuh dalam masyarakat mengarah ke kultur laut. Dalam suasana seperti ini, ritual-ritual yang erat hubungannya dengan laut tumbuh dan menjadi pesat. Ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, adat, mistik, hukum yang erat hubungannya dengan dunia kemaritiman tumbuh dengan pesatnya. Secara historis pertumbuhan masyarakat semacam ini dapat ditemukan pada daerah-daerah pesisir Sulawesi Selatan yang mendapat pengaruh dari kerajaan Gowa, kerajaan Makassar pada abad XVI XVII. Bila aktivitas tradisi agraris mewarnai kegiatan masyarakat, maka pranata-pranata yang tumbuh pun merujuk ke tradisi agraris. Pada masyarakat ini ditemukan ritual-ritual agraris. Ilmu pengetahuan, seni, arsitektur, adat, mistik, hukum dan lain-lainnya yang berkaitan erat dengan pertanian tumbuh pesat. Basis agraris ini dipengaruhi oleh kerajaan Bone, Sidenreng dan Soppeng yang merupakan kerajaan agraris Bugis dan sangat berpengaruhi di daerah pedalaman Sulawesi Selatan pad abad ke XV XVII.Bila aktivitas mobilitas pasar lebih dominan dalam masyarakat maritim, maka aturan-aturan atau adat istiadat yang menyangkut perdagangan/jual beli menjadi ketentuan yang sangat dipatuhi oleh masyarakat. Kondisi masyarakat semacam ini berada di bawah pengaruh kerajaan Wajo yang hingga sekarang dikenal sebagai negeri asal para pedagang Bugis. Konsep budaya maritim, tidak hanya terbatas pada masalah kultur laut tetapi juga sangat erat hubungannya dengan mobilitas pasar yang dilakukan melalui pelayaran dan lintas laut. Corak niaga semacam ini disebut perniagaan laut.Kompleksitas perwujudan budaya yang berhubungan dengan laut, dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, tradisi besar kemaritiman, diwakili kaum bangsawan, orang-orang baik, dan orang-orang kaya, para pemilik modal, serta penduduk perkotaan di pesisir pantai. Kedua, tradisi kecil kemaritiman diwakili rakyat biasa atau nelayan, para sawi (klien). Pada tradisi besar kemaritiman ditemukan kompleksitas budaya yang mencakup; ide-ide gagasan-gagasan, nilai-nilai, aturan-aturan, tindakan-tindakan, dan aktivitas serta benda-benda hasil karya yang berhubungan dengan laut, baik secara langsung atau tidak langsung. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa filsafat, seni, mistik, arsitektur, birokrasi, perang dan lain-lain bersumber dari tradisi besar. Dengan demikian, tampak adanya perbedaan antara kebudayaan maritim dan kebudayaan nelayan.Nelayan acap kali diasosiasikan dengan kemiskinan dan karenanya budaya nelayan atau kebiasaan masyarakat pesisir diidentikkan dengan kemiskinan atau budaya orang miskin. Meskipun tak dapat disangkali bahwa pendukung kebudayaan maritim adalah kaum nelayan, tetapi nelayan hanyalah kelompok masyarakat pemangku dari masyarakat bahari. Jaringan aktivitasnya sangat terbatas pada penangkapan ikan, sistem pengetahuan yang berkembang pun berhubungan erat dengan penangkapan ikan dan sumberdaya laut, sementara jaringan sosial-nya sangat terbatas pada network pinggawa-sawi (patron-klien). Sedangkan Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian (BPLPP) Departemen Pertanian mengartikan nelayan sebagai pengelola usaha penangkapan ikan yang sebagian atau seluruh pendapatannya diperoleh dengan jalan melakukan penangkapan ikan di laut atau perairan umum.

4. Peluang dan Pengembangan Masyarakat PesisirA. Ditekankannya manejemen yang berpola berbasis masyarakat.B. Diterapkan paradigma good governance, bukan pemerintahan yang kuat.C. Sebagian masyarakat sudah mulai ada kesadaran bahwa bantuan pemerintah yang diberikan selama ini adalah bersumber dari dana pinjaman yang tentunya masyarakat sendirilah yang harus menanggung beban pengembalian pinjaman.D. Adanya kebanggaan dari masyarakat kalau mereka sebenarnya mampu menemu-kenali masalah, dan lain-lainnya, bahkan mereka mampu mengelola sehingga menunjukkan hasil.E. Dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat sudah mampu berperan sebagai pengawas dan melakukan kordinasi dengan instansi terkait demi kesuksesan tersebut.

5. Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan-Perubahan Sosial Dan KebudayaanDalam suatu kehidupan, masyarakat akan mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi bisa disebabkan oleh suatu yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi, dan ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama, ada juga yang masyarakatnya yang menggadakan perubahan karena terpaksa untuk menyesuaikan sesuatu dengan keadaan. Sebab-sebab terjadinya perubahan sosiala. Bertambahnya pendudukBertambahnya penduduk yang sangat cepat, menyebabkan terjadinya perubahan struktur masyarakat. Masyarakat yang mata pencaharian utamanya adalah nelayan, akan tergantung pada alam dan cuaca. Maka masyarakatnya akan sering berpindah-pindah profesi sesuai keahlian.b. Penemuan-penemuan baruPenemuan baru meliputi proses, ada inovasi yang menjadikan kebudayaan baru tersebar kepada bagian lain masyarakat.

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan secara umum bahwa karakteristik masyarakat pesisir ialah : I. Sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan.II. Sangat di pengaruhi oleh faktor lingkungan, musim dan juga pasar.III. Struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh pihak luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup, dan kegiatan masyarakat relatif homogen dan masing-masing individu merasa mempunyai kepentingan yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan mengawasi hukum yang sudah disepakati bersama.IV. Sebagian besar masyarakat pesisir bekerja sebagainelayan. V. Nelayanadalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang mata pencahariannya atau kegiatan usahanya melakukan penangkapan ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Cet. 1. Bandung: Humaniora Utama Press, 2000.Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar. Edisi Baru Ketiga. Jakarta: Rajawali Press, 1987.Wignyosoebroto, Soetandyo. Dakwah Pemberdayaan Masyarakat: Paradigma Aksi Metodelogi. Cet. 2. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009.http://watisitinurjannah2.blogspot.com/2013/05/karakteristik-masyarakat-pesisir.html diakses pada tanggal 3 Maret 2015http://kebunhadi.blogspot.com/2012/11/kajian-teoritis-masyarakat-pesisir.html diakses pada tanggal 3 Maret 2015

SISTEM SOSIAL MASYARAKAT PESISIRUntuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sosiologi Perikanan dan Kelautan