sistem persinyalan len

16
1 Sistem Persinyalan LEN Sistem persinyalan kereta api saat ini menjadi salah satu lini bisnis utama yang digeluti PT. LEN Industri (Persero), bahkan tahun 2009 bisnis ini berhasil menyumbangkan 40% dari total pendapatan PT. LEN pada tahun tersebut. Sistem persinyalan kereta api mungkin bukan sesuatu yang terdengar asing di telinga karyawan PT. LEN, tapi apakah semua karyawan PT. LEN tahu apa itu sistem persinyalan kereta api, kalau soal yang satu ini mungkin saya sendiri tidak bisa menjawab dengan pasti karena memang belum pernah ada survey yang meneliti masalah tersebut. Sistem persinyalan kereta api memang merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan multi disiplin, tapi di sini saya tidak akan membahas betapa kompleksnya sistem persinyalan kereta api, saya hanya akan menyajikan dari perspektif yang lebih sederhana yang mudah-mudahan bisa memberikan sedikit gambaran bagi karyawan PT. LEN khususnya yang berada di luar Unit Bisnis Sistem Transportasi. !! Untuk sementara artikel ini diperuntukkan untuk konsumsi internal PT. LEN Industri !!... Gambar 1 : Layout Stasiun Gambar 2 : Petak Blok ecara sederhana sistem persinyalan kereta api bisa diartikan sebagai sistem yang mengatur pergerakan kereta api baik ketika berada di area stasiun maupun di petak jalan yang diapit oleh dua stasiun. Elemen jalan yang terdapat pada suatu stasiun yaitu rel biasa dan wesel. Wesel, yang juga biasa disebut point, switch ataupun turnout, memiliki bagian dasar seperti rel tetapi dilengkapi dengan jalur khusus sehingga menjadi titik temu suatu percabangan rel (lihat W11 dan W13 pada gb. 1). Wesel ini juga dilengkapi dengan lidah wesel yang dapat diatur posisinya dengan perangkat tambahan penggerak wesel sehingga bisa memberikan arah percabangan sesuai dengan kebutuhan. Tidak seperti mobil yang dilengkapi dengan stir sehingga bisa bergerak bebas ke kiri dan kanan, kereta api hanya bisa bergerak dengan arah sesuai dengan tumpuan rodanya terhadap rel. Sebagai gantinya maka perangkat yang mengatur posisi wesel ini bisa dianggap sebagai stir yang mengatur pergerakan kereta pada percabangan (wesel) apakah akan diarahkan lurus atau belok. Selain pengatur arah posisi wesel, diperlukan juga perangkat yang bisa memberi isyarat untuk bergerak maupun berhenti kepada masinis yang akan masuk maupun keluar stasiun. Perangkat inilah yang kita sebut sinyal. Berdasarkan arah pergerakan kereta terhadap stasiun maka sinyal terdiri dari sinyal masuk (home signal) dan sinyal S

Upload: ahmad-febry

Post on 27-Jun-2015

1.882 views

Category:

Documents


121 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Persinyalan Len

1

Sistem Persinyalan LEN

Sistem persinyalan kereta api saat ini menjadi salah satu lini bisnis utama yang digeluti PT. LEN Industri (Persero), bahkan tahun 2009 bisnis ini berhasil menyumbangkan 40% dari total pendapatan PT. LEN pada tahun tersebut. Sistem persinyalan kereta api mungkin bukan sesuatu yang terdengar asing di telinga karyawan PT. LEN, tapi apakah semua karyawan PT. LEN tahu apa itu sistem persinyalan kereta api, kalau soal yang satu ini mungkin saya sendiri tidak bisa menjawab dengan pasti karena memang belum pernah ada survey yang meneliti masalah tersebut. Sistem persinyalan kereta api memang merupakan suatu sistem yang sangat kompleks dan multi disiplin, tapi di sini saya tidak akan membahas betapa kompleksnya sistem persinyalan kereta api, saya hanya akan menyajikan dari perspektif yang lebih sederhana yang mudah-mudahan bisa memberikan sedikit gambaran bagi karyawan PT. LEN khususnya yang berada di luar Unit Bisnis Sistem Transportasi. !! Untuk sementara artikel ini diperuntukkan untuk konsumsi internal PT. LEN Industri !!...

Gambar 1 : Layout Stasiun

Gambar 2 : Petak Blok

ecara sederhana sistem persinyalan kereta api bisa diartikan sebagai sistem yang mengatur pergerakan

kereta api baik ketika berada di area stasiun maupun di petak jalan yang diapit oleh dua stasiun.

Elemen jalan yang terdapat pada suatu stasiun yaitu rel biasa dan wesel. Wesel, yang juga biasa disebut point, switch ataupun turnout, memiliki bagian dasar seperti rel tetapi dilengkapi dengan jalur khusus sehingga menjadi titik temu suatu percabangan rel (lihat W11 dan W13 pada gb. 1). Wesel ini juga dilengkapi dengan lidah wesel yang dapat diatur posisinya dengan perangkat tambahan penggerak wesel sehingga bisa memberikan arah percabangan sesuai dengan kebutuhan.

Tidak seperti mobil yang dilengkapi dengan stir sehingga bisa bergerak bebas ke kiri dan kanan, kereta api hanya bisa bergerak dengan arah sesuai dengan tumpuan rodanya terhadap rel. Sebagai gantinya maka perangkat yang mengatur posisi wesel ini bisa dianggap sebagai stir yang mengatur pergerakan kereta pada percabangan (wesel) apakah akan diarahkan lurus atau belok.

Selain pengatur arah posisi wesel, diperlukan juga perangkat yang bisa memberi isyarat untuk bergerak maupun berhenti kepada masinis yang akan masuk maupun keluar stasiun. Perangkat inilah yang kita sebut sinyal.

Berdasarkan arah pergerakan kereta terhadap stasiun maka sinyal terdiri dari sinyal masuk (home signal) dan sinyal

S

Page 2: Sistem Persinyalan Len

2

keluar/sinyal berangkat (starter signal). Disamping itu ada pula sinyal tambahan sebagai sinyal bantu sebelum masinis melihat sinyal masuk yaitu sinyal muka (distant signal).

Sinyal masuk memberi isyarat masinis yang akan memasuki area stasiun (lihat sinyal J10 dan J14 pada gb. 1). Sinyal berangkat memberi isyarat pada masinis yang akan memberangkatkan kereta menuju stasiun lain sesuai dengan jalurnya (lihat sinyal J12A,J12B,J22A dan J22B pada gb. 1). Sedangkan sinyal muka memberi isyarat pendahuluan kepada masinis apakah akan berhenti di depan sinyal masuk atau jalan terus melewati sinyal masuk (lihat sinyal MJ10 dan MJ14 pada gb. 1).

Selain ketiga sinyal di atas, ada juga sinyal yang digunakan untuk keperluan pergerakan kereta secara lokal. Pergerakan kereta secara lokal yang dimaksud diantaranya untuk keperluan perpindahan jalur kereta, perpindahan posisi lokomotif atau penyusunan suatu rangkaian kereta. Sinyal tersebut dinamakan sinyal langsir (shunt signal). Sinyal langsir tersebut bisa berdiri sendiri ataupun menjadi bagian dari kelengkapan sinyal berangkat.

Ketika indikasi pada sinyal memberi isyarat masinis untuk menggerakan kereta, haruslah dipastikan bahwa wesel telah mengarahkan kereta ke jalur yang kosong (tidak terdapat kereta lain di atasnya).

Maka sebelum isyarat sinyal yang memerintahkan untuk bergerak diaktifkan, petugas pengatur perjalanan kereta yang berada di stasiun harus memastikan posisi wesel dan memastikan secara visual bahwa pada jalur tujuan tidak terdapat kereta lain.

Memastikan bahwa jalur yang akan dituju/dilalui kereta dalam keadaan kosong adalah sesuatu yang mutlak. Namun memastikan langsung secara visual tidaklah efisien dan akan memperlambat waktu perjalanan kereta.

Maka sistem persinyalan modern juga dilengkapi dengan perangkat pendeteksi kereta, sehingga petugas pengatur tidak perlu melihat langsung secara visual

keberadaan kereta pada suatu jalur, tetapi cukup melihatnya pada panel indikator.

Untuk memudahkan pendeteksian kereta, maka petak-petak jalan rel dibagi menjadi beberapa petak pendeteksian yang lebih kecil (track section). Seperti terlihat pada gambar 1, track section untuk Stasiun A diantaranya 10AT, 10BT, 11, 12, 22,13,14AT dan 14BT.

Ketika kereta bergerak memasuki stasiun atau bergerak secara lokal di area stasiun, petugas pengatur pergerakan kereta (PPKA = Pemimpin Perjalanan KA) di stasiun tersebut memiliki otonomi penuh terhadap wilayah stasiun.

Berbeda halnya apabila PPKA hendak memberangkatkan kereta, maka dia harus terlebih dahulu meminta ijin ke stasiun tujuan. Hal ini dikarenakan pergerakan kereta akan melewati petak jalan/petak blok yang menjadi “wilayah kekuasaan” bersama antara dua stasiun yang mengapitnya.

Permintaan ijin ini dilakukan agar stasiun tujuan tidak memberangkatkan kereta secara bersamaan (khusus untuk jalur KA tunggal/single line) yang akan mengakibatkan tabrakan. Maka selain meminta ijin secara lisan, operasi sinyal berangkat pada kedua stasiun tersebut yang mengarah pada jalur yang sama, harus saling mengunci (interlock).

Sistem penguncian antara dua stasiun tersebut disebut sistem blok (block system). Ada dua jenis sistem blok yang sering digunakan yaitu sistem blok permisif dan sistem blok terbuka.

Sistem blok permisif mutlak membutuhkan persetujuan langsung dari petugas di stasiun tujuan dengan melakukan tindakan tertentu.

Pada gb. 2 diperlihatkan suatu petak blok antara Stasiun A dengan Stasiun B. Bila Stasiun A hendak memberangkatkan kereta ke Stasiun B maka terlebih dahulu PPKA di Stasiun A meminta ijin memberangkatkan kereta ke Stasiun B dengan menekan tombol atau memutar perangkat elekto-mekanik pada perangkat sistem blok.

Apabila tidak ada kondisi yg dianggap membahayakan maka petugas PPKA di

Page 3: Sistem Persinyalan Len

3

Stasiun B akan memberikan ijin dengan cara menekan tombol atau memutar perangkat elektro-mekanik pada pereangkat sistem blok.

Pemberian ijin ini akan langsung melepas penguncian sinyal berangkat di Stasiun A, sehingga sinyal bisa dioperasikan dan kereta bisa berangkat menuju Stasiun B dengan aman.

Berbeda dengan sistem blok permisif, dimana pada kondisi normal semua sinyal berangkat terkunci dan baru bisa dioperasikan setelah penguncian dilepas oleh stasiun tujuan secara remote, maka pada sistem blok terbuka ijin dari petugas PPKA stasiun tujuan tidak lagi diperlukan.

Pada sistem blok terbuka hubungan antara sistem blok stasiun asal dan stasiun tujuan terhubung secara otomatis. Pada kondisi ketika petak blok kosong maka stasiun asal bisa langsung mengoperasikan sinyal berangkat dan memberangkatkan kereta ke stasiun tujuan. Pengoperasian sinyal berangkat ini juga secara remote juga akan mengunci sinyal berangkat stasiun tujuan yang mengarahkan kereta pada petak blok yang sama.

-------------------------------

istem persinyalan harus menjamin semua pergerakan kereta baik di area stasiun maupun pada petak

blok bisa berlangsung secara aman. Untuk itu persyaratan failsafe mutlak diperlukan baik secara terintegrasi pada sistem persinyalan maupun secara individu pada tiap perangkat penyusun sistem persinyalan.

Oleh karena itu produk yang digunakan untuk sistem persinyalan haruslah berkinerja baik dan teruji tingkat keselamatannya (safety level) serta memenuhi aturan yang berlaku secara umum di dunia persinyalan ataupun aturan khusus yang ditetapkan otoritas perkeretaapian setempat.

Hal ini mutlak diperlukan mengingat kesalahan yang terjadi pada sistem persinyalan bisa mengakibatkan dampak yang sangat serius baik secara korban jiwa maupun materi.

Berdasarkan populasi pada sistem perkeretaapian di Indonesia, ada beberapa jenis sistem persinyalan yang berdasarkan basis teknologinya dibagi menjadi :

• Sistem Persinyalan Mekanik

• Sistem Persinyalan Elektrik

• Sistem Persinyalan Elektro-Mekanik

Sistem Persinyalan Mekanik

Gambar 3 : Diagram Sistem Persinyalan Mekanik

Sistem persinyalan mekanik sampai saat ini merupakan sistem persinyalan dengan populasi terbanyak di Indonesia. Sekitar 70% lintas dan stasiun kereta api di Indonesia masih dilengkapi dengan sistem persinyalan jenis ini.

Sistem ini tersebar diantaranya di wilayah regional Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan. Selain itu di Pulau Jawa juga terdapat stasiun yang masih dilengkapi persinyalan mekanik diantaranya pada lintas Bogor –Cianjur - Padalarang (jalur selatan), Gedebage - Tasikmalaya, Solo – Madiun -Kertosono, Solo – Semarang, Semarang – Surabaya (jalur utara), Kertosono – Blitar – Malang dan semua stasiun pada lintas Surabaya – Banyuwangi.

S

Page 4: Sistem Persinyalan Len

4

Secara garis besar sistem persinyalan mekanik terdiri dari :

1. Perangkat persinyalan dalam ruangan (indoor) yang terdiri dari :

a. Meja/lemari mistar. b. Perangkat sistem blok.

2. Perangkat persinyalan luar ruangan (outdoor) yang terdiri dari:

a. Perangkat sinyal mekanik. b. Pemindah wesel mekanik.

Meja mistar merupakan otak dari sistem persinyalan mekanik. Bagian ini berfungsi sebagai sistem interloking yang menjamin semua operasi sinyal yang mengarahkan kereta untuk memasuki jalur yang sama tetap dalam kondisi saling mengunci (interlock).

Sebagai gambaran, dengan sistem interloking mekanik ini tidak akan dimungkinkan tuas penggerak sinyal masuk dari kedua arah yang berlawanan digerakan secara bersamaan.

Mistar yang terhubung dengan penguncian tuas dilengkapi dengan kait mekanik khusus yang tersusun menurut aturan yang dipersyaratkan interlocking table (tabel pengucilan) mekanik yang disesuaikan dengan layout stasiun.

Di Indonesia meja mistar mekanik hanya digunakan pada sistem interloking mekanik Siemens & Halske (S&H). Sedangkan sistem yang lebih tua yang diproduksi oleh Alkmaar jauh lebih sederhana karena hanya dilengkapi dengan tuas penggerak sinyal, sedangkan perangkat pemindah posisi wesel harus dioperasikan secara langsung pada wesel yang bersangkutan (terlayan setempat).

Sedangkan pada sistem S&H perangkat pemindah posisi wesel dapat digerakkan oleh tuas yang terdapat pada meja/lemari mistar (terlayan pusat).

Pada gambar 4 terlihat meja mistar mekanik dengan perangkat sistem blok elektromekanik di atasnya dan tuas penggerak sinyal serta tuas penggerak perangkat pemindah posisi wesel di bawahnya.

Gambar 4 : Interloking Mekanik

Pada sistem persinyalan mekanik, sistem blok yang biasa digunakan adalah sistem blok permisif, maka perangkat sistem blok harus terhubung dengan penguncian tuas penggerak sinyal berangkat dan berada dalam posisi terkunci pada kondisi normal.

Dari data lapangan hanya sistem persinyalan mekanik S&H yang bisa dilengkapi dengan perangkat blok. Sedangkan pada sistem persinyalan mekanik Alkmaar operasi blok hanya dilakukan melalui komunikasi suara antar PPKA (warta KA).

Perangkat sistem blok suatu stasiun terhubung dengan sistem blok stasiun sebelahnya secara elektro-mekanik, maupun elektronik melalui kawat udara terbuka, kabel tanah tertutup maupun jaringan kabel optik dengan penambahan antarmuka (interface) tertentu.

Perangkat blok asli sistem persinyalan mekanik S&H menggunakan sistem elektro-mekanik. Permintaan maupun pemberian ijin dilakukan dengan cara memutar induktor sehingga menghasilkan listrik yang dialirkan ke perangkat blok stasiun sebelahnya melalui media kawat udara.

Di stasiun tujuan, sinyal listrik yang diterima tersebut digunakan untuk menggerakkan perangkat solenoid yang terhubung dengan pasak pengunci tuas penggerak sinyal berangkat.

Page 5: Sistem Persinyalan Len

5

Masalah sering muncul karena media penghantar kawat udara terbuka sangat rentan terhadap gangguan. Karena sistem blok ini dirancang dengan filosofi failsafe, maka gangguan yang timbul tidak akan membahayakan perjalanan kereta.

Tetapi meskipun demikian hal tersebut bisa mengganggu operasi dan berpotensi menyebabkan keterlambatan, karena bila sistem blok terganggu maka pelayanan operasi blok hanya dapat dilakukan melalui percakapan langsung antara PPKA stasiun asal dan PPKA stasiun tujuan (warta KA).

Untuk permasalahan di atas PT. LEN Industri sudah memiliki solusi dengan produknya yang disebut MOBIS. Dengan MOBIS ini sinyal listrik yang dihasilkan induktor diubah menjadi sinyal digital melalui perangkat PLC (Programmable Logic Controller).

Sehingga media penghantarnya bisa menggunakan kabel optik yang tahan terhadap gangguan. Di stasiun tujuan sinyal ini diubah kembali menjadi listrik untuk menggerakkan solenoid.

Sistem MOBIS juga digunakan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan interfacing antara stasiun yang dilengkapi sistem persinyalan elektrik dengan stasiun tetangganya yang masih dilengkapi sistem persinyalan mekanik tipe S&H.

Untuk pertamakalinya, solusi ini telah berhasil diterapkan di Stasiun Gundih. Suatu kebanggaan dimana vendor sistem persinyalan elektrik asing sekalipun biasanya mengalami kesulitan bila harus menyandingkan sistem buatannya dengan sistem persinyalan mekanik di stasiun sebelahnya.

Sistem blok berbeda yang diterapkan pada sistem persinyalan mekanik S&H bisa dijumpai di Sumatera Utara. Induktor listrik tidak lagi digunakan, sebagai gantinya operasi blok dilakukan dengan cara menekan tombol dan kunci khusus melalui perangkat yang disebut TBI (Tokenless Block Instrument).

Gambar 5 : Perangkat Blok TBI

Perangkat ini berisi modul elektronik berbasis sistem logika dengan generator frekuensi sederhana untuk menyalurkan informasi antar stasiun melalui kabel tembaga terpilin seperti yang digunakan untuk kabel telepon. Pada gambar 5 terlihat panel sistem blok TBI yang dilengkapi indikator terpasang di atas meja mistar mekanik.

Sistem blok TBI di atas sudah tidak digunakan lagi mengingat banyak komponennya yang rusak dan sudah tidak diproduksi lagi, juga karena maraknya pencurian kabel tembaga yang membentang di udara. Sekarang sistem TBI buatan PT. LEN berbasis PLC sudah berdiri kokoh menggantikan sistem TBI lama.

Sistem TBI baru memanfaatkan perangkat PLC (Programmable Logic Controller). Komunikasi blok TBI antar stasiun memanfaatkan media komunikasi serat optik berbasis sistem SDH (Synchronous Digital Hierarchy).

TBI baru yang terpasang mencakup 36 stasiun. Selain TBI dan sistem telekomunikasi serat optik, tiap stasiun juga dilengkapi dengan sistem catu daya yang memiliki back-up UPS dan genset.

Untuk 34 lokasi stasiun, perangkat sistem catudaya dan telekomunikasi serat optik terpasang dalam PMER (Portable Modular Equipment Room) berbasis kontainer hasil desain asli PT. LEN dan terbukti bisa menghemat waktu instalasi di lapangan.

Untuk sistem persinyalan mekanik, perangkat sinyal luar berupa lengan mekanik yang terhubung dengan tuas

Page 6: Sistem Persinyalan Len

6

penggeraknya yang terdapat pada meja mistar, melalui rantai dan kawat logam.

Posisi lengan mendatar (horizontal) mengisyaratkan kereta harus berhenti, sedangkan posisi lengan sinyal mendongak ke atas sekitar 60 derajat mengisyaratkan kereta boleh jalan. Pada gambar 6 terlihat sinyal mekanik dengan 3 buah lengan yang diperuntukan untuk masing - masing kereta yang berada pada 3 jalur berbeda

Sama halnya dengan perangkat sinyal, perangkat pemindah posisi wesel mekanik juga dihubungkan dengan tuas penggeraknya melalui rantai dan kawat logam.

Gambar 6 : Lengan Sinyal Mekanik

Sistem Persinyalan Elektrik

Berdasarkan penempatan perangkat, sistem persinyalan elektrik dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian dalam ruangan (indoor) dan bagian luar ruangan (outdoor).

1. Perangkat Persinyalan Indoor

a. Sistem Interloking Vital b. Sistem Interloking Non-Vital c. Maintenance Terminal d. Axle Counter Evaluation Unit

2. Perangkat Persinyalan Outdoor

a. Sinyal warna cahaya b. Penggerak wesel elektrik c. Perangkat pendeteksi KA

Gambar 7 : Diagram Sistem Persinyalan Elektrik

Berdasarkan basis teknologinya, sistem interloking pada sistem persinyalan elektrik dibagi menjadi :

• Interloking Relay

• Interloking Hibrid (relay-elektronik)

• Interloking Elektronik

Sistem persinyalan elektrik mulai masuk ke Indonesia baru pada sekitar 40 tahun yang lalu. Sistem persinyalan elektrik pertama yang masuk ke Indonesia berjenis interloking relay DrS dari Siemens. Bagian vital maupun non-vital prosesornya berupa relay individual yang harus di-wiring satu-persatu sehingga membentuk fungsi interloking yang utuh.

Sinyal elektrik dengan interloking relay tipe awal ini dipasang di 2 stasiun utama saat itu yaitu Stasiun Bandung dan Stasiun Solo Balapan. Sampai saat ini kedua sistem persinyalan tersebut masih berfungsi.

Page 7: Sistem Persinyalan Len

7

Untuk sistem DrS PT. LEN juga pernah melakukan modifikasi di Stasiun Solo Balapan terkait pengaktifan jalur ganda Yogya – Solo.

Sistem persinyalan dengan interloking relay berikutnya, sedikit lebih maju dari pendahulunya, yaitu tipe MIS (Modular Interlocking System). Berbeda dari tipe DrS, relay pada sistem ini sudah dirakit dalam bentuk modul yang mewakili suatu fungsi tertentu dalam sistem interloking.

Sistem yang lebih baru ini awalnya dipasang di Stasiun Cikampek, Cirebon, Tugu Yogya, dan Pasar Turi Surabaya. Namun pada tahun 2005 sistem yang terpasang di Stasiun Cikampek diganti dengan sistem interloking elektronik VPI dari alstom terkait proyek jalur ganda Cikampek-Cirebon.

Untuk selanjutnya pada tahun yang sama PT. LEN berhasil memfungsikan kembali sistem persinyalan MIS eks Stasiun Cikampek di Stasiun Madiun.

Selain itu PT. LEN juga telah berhasil melakukan modifikasi pada sistem ini di Stasiun Cirebon. Kemudian di stasiun Cikampek (sebelum dibongkar) terkait dengan pengaktifan tahap pertama (temporary) jalur ganda Cikampek – Cirebon.

Prestasi terbaru PT. LEN dalam modifikasi sistem ini adalah ketika kita dipercaya oleh Westinghouse Australia untuk melakukan modifikasi MIS stasiun Yogya dan membuat sistem interfacing dengan Stasiun sebelahnya yang dilengkapi sistem interloking elektronik Westrace dari Westinghouse, terkait proyek jalur ganda Kutoarjo – Yogya.

Keberhasilan modifikasi MIS ini sempat dipublikasikan pada jurnal perkeretaapian internasional oleh Westinghouse, walaupun tidak disebutkan secara eksplisit bahwa PT. LEN yang mengerjakannya.

Persamaan kedua sistem persinyalan dengan interloking relay ini adalah sama-sama menggunakan panel mosaik yang dilengkapi dengan tombol dan indikator sebagai Operation Terminal-nya (lihat bagan pada gambar 7). Tipe panel ini di lazim disebut LCP (Local Control Panel). Persamaan lain yaitu pada sisi perangkat luar (outdoor equipment) yang

menggunakan sinyal warna cahaya tipe bola lampu pijar (kecuali Stasiun Madiun yang menggunakan sinyal tipe LED produksi PT. LEN), penggerak wesel dengan motor listrik dan pendeteksi KA tipe track circuit.

Tipe sistem persinyalan elektrik berikutnya adalah yang dilengkapi dengan sistem interloking hibrid. Sistem ini lebih maju dari interloking relay. Bila mengacu pada gambar 7, pada sistem ini bagian non-vital tidak lagi menggunakan relay tapi sudah menggunakan prosesor elektronik.

Populasi sistem persinyalan elektrik dengan sistem interloking tipe ini yaitu pada lintas Kertosono – Wonokromo di Jawa Timur yang menggunakan sistem persinyalan buatan Ansaldo dan Stasiun Medan yang menggunakan sistem interloking hibrid buatan GRS.

LCP digunakan sebagai operation panel dan digunakan pula perangkat luar berjenis sama, seperti yang digunakan pada sistem persinyalan elektrik, yang dilengkapi interloking relay.

Untuk lintas Kertosono – Wonokromo, PT. LEN telah berhasil melakukan up-grading dengan penambahan sistem axle counter sebagai pendeteksi KA pada petak blok, sekaligus memanfaatkannya sebagai interface informasi blok, yang terhubung dengan jaringan komunikasi fiber optik berbasis SDH, yang juga dikerjakan oleh PT. LEN.

Khusus untuk Stasiun Medan, PT. LEN juga berhasil melakukan modifikasi dan penggantian sistem non-vital processor GL1 buatan GRS dengan PLC. Selain itu juga dilakukan penggantian LCP lama dengan LCP baru buatan PT. LEN.

Tipe persinyalan elektrik generasi yang lebih baru dari sistem persinyalan yang dilengkapi sistem interloking hibrid adalah sistem persinyalan yang dilengkapi sistem interloking elektronik, dimana prosesor elektronik digunakan baik pada bagian vital maupun non-vitalnya.

Vendor yang digunakan perkeretaapian Indonesia untuk sistem ini terbilang cukup banyak, sebut saja VPI dari Alstom (dengan beberapa versi terdahulu dari ASI & GRS), Westrace versi 1 dan 2 dari

Page 8: Sistem Persinyalan Len

8

Westinghouse, SSI dari Westinghouse & Alstom, PLC Based Interlocking dari Vialis (d/h Alkmaar) dan yang terakhir adalah PLC Based Interloking buatan PT. LEN yaitu SIL-02 (Sistem Interloking LEN – Versi 2).

Sistem VPI tersebar pada lintas Serpong – Merak, Cikampek – Cirebon – Semarang dan Cikampek – Bandung. Sistem Westrace versi 1 menghuni lintas Tasik – Banjar – Kroya –Kutoarjo dan Cirebon – Kroya, sedangkan versi ke-2 nya telah menggantikan versi pertamanya pada lintas Kutoarjo – Yogya, berbarengan dengan pengoperasian jalur ganda Kutoarjo – Yogya.

Sementara itu sistem SSI bisa dibilang menguasai seluruh lintas ibu kota sampai dengan Stasiun Serpong untuk batas barat, Cikampek untuk batas timur dan Bogor untuk batas selatan, dan di Bandung menguasai lintas Padalarang – Gedebage.

Sistem interloking berbasis PLC dari Vialis sampai saat ini hanya terpasang di Depo KRL Depok. Sedangkan SIL-02 produksi PT. LEN sudah menempati beberapa titik utama yaitu di Stasiun Slawi dan Gundih di Jawa Tengah, Stasiun Bangil di Jawa Timur, Stasiun Tanjung Priok, Cibinong dan Nambo di Jabodetabek, Stasiun Prabumulih Baru di Sumatera Selatan dan Stasiun Tebing Tinggi di Sumatera Utara.

PT. LEN industri sebagai agen ToT (Transfer of Technology) mewakili pemerintah, tidak pernah absen mengikuti proses pengimplementasian sistem persinyalan elektronik ini sejak pertama masuk ke Indonesia. Mulai dari mempelajari sistem produk vendor asing tersebut, sampai sekarang sudah mampu merancang dan memproduksi sistem interloking sendiri.

Saat ini PT. LEN juga telah memiliki kemampuan untuk melakukan modifikasi pada semua sistem interloking produksi vendor asing yang disebutkan di atas. Beberapa pekerjaan modifikasi mampu diselesaikan secara fenomenal, bahkan menjadi tonggak penting dalam membuka mata pemerintah tentang kemampuan lokal bidang persinyalan kereta api, juga menjadi tonggak penting juga bagi PT.

LEN dalam perkembangan bisnisnya di bidang sistem persinyalan kereta api.

Sebut saja keberhasilan proyek-proyek terkait program jalur ganda misalnya modifikasi VPI 6 stasiun pada lintas Cikampek – Cirebon yang legendaris. Proyek modifikasi SSI Tanah Abang Serpong, proyek modifikasi VPI Serpong – Maja tahap pertama, proyek modifikasi VPI Tegal – Pekalongan dan yang terakhir proyek modifikasi Westrace Cirebon – Kroya fase pertama.

Semua pekerjaan modifikasi di atas berhasil diselesaikan dalam waktu yang sangat “fantastis”, yang menjadikan PT. LEN “secara kemampuan teknis” hampir boleh disejajarkan dengan perusahaan signalling multinasional.

Kembali ke masalah sistem persinyalan elektrik, bagian operation terminal dari sistem interloking jenis ini juga sebagian besar masih menggunakan tipe LCP, hanya sebagain saja yang menggunakan teknologi jenis VDU (Video Display Unit) berbasis PC yaitu sistem SSI dari Alstom, sedangkan sistem SSI dari Westinghouse masih menggunakan LCP.

Gambar 8 : Local Control Panel (LCP) Stasiun Slawi

Sama seperti sistem yang lain, sisi perangkat luar dari sistem persinyalan yang dilengkapi dengan sistem interloking jenis elektronik ini masih menggunakan sinyal warna cahaya, penggerak wesel yang dilengkapi motor listrik (electric point machine), juga pendeteksi kereta yang menggunakan sistem track circuit dan axle counter.

Page 9: Sistem Persinyalan Len

9

Sinyal yang digunakan sebagian besar berupa sinyal warna cahaya berteknologi lampu pijar (incandescent lamp) dengan dua filamen, sebagai filamen utama dan filamen cadangan. Bila filamen utama putus, otomatis fungsinya akan digantikan filamen cadangan dengan memanfaatkan rangkaian relay khusus.

Hanya sebagian kecil saja terutama untuk stasiun yang dilengkapi sistem interloking buatan PT. LEN yaitu SIL-02 yang dilengkapi sinyal berteknologi LED (Light Emitting Diode) yang juga buatan PT. LEN.

Gambar 9 : Sinyal LED produk LEN pertama di Stasiun Slawi

Maksud dari isyarat yang diberikan oleh sinyal tersebut akan tergantung dari warna cahaya yang menyala pada saat itu. Warna merah mengisyaratkan kereta harus berhenti, sedangkan warna hijau mengisyaratkan kereta boleh jalan.

Adapun warna kuning mengisyaratkan kereta boleh jalan dengan kecepatan terbatas karena akan berhenti di sinyal berikutnya. Selain itu untuk kereta yang diarahkan ke posisi belok pada wesel yang akan dilaluinya, diberi sinyal tambahan yaitu speed indicator.

Speed indicator ini bila aktif akan mensyaratkan kecepatan kereta yang lebih rendah, yaitu dibawah 30km/jam. Speed indicator terbagi menjadi dua jenis yaitu variable speed indicator dan fixed speed indicator.

Variable speed indicator berupa lampu yang disusun membentuk angka “3” yang akan menyala bila kereta akan melalui

posisi belok pada wesel yang akan dilaluinya, dan padam bila akan melewati posisi lurus pada wesel yang akan dilaluinya. Dengan kata lain ada dua kemungkinan posisi wesel yang akan dilalui kereta. Oleh arena itu, maka variable speed indicator ini biasanya dipasang pada posisi sinyal masuk.

Sedangkan fixed speed indicator berupa rambu dari pelat logam, dengan tulisan angka 3 dan ditempatkan pada bagian atas head sinyal. Rambu/marka ini mengisyaratkan bahwa kereta pasti akan melewati wesel dengan posisi belok.

Biasanya marka ini dipasangan pada sinyal berangkat yang berada di jalur samping (siding). Sedangkan untuk sinyal pada jalur utama biasanya tidak perlu dipasang, karena bila kereta akan berangkat keluar maka mengharuskan wesel dikondisikan pada posisi lurus.

Terlihat pada gambar 1 sinyal J22A dan J22B dilengkapi fixed speed indicator sedangkan sinyal J12A dan J12B tidak dilengkapi marka tersebut. Lihat pula beda simbol speed indicator pada sinyal masuk J10 dan J14 dengan speed indicator pada sinyal berangkat J22A dan J22B!

Selain itu, sinyal berangkat dan sinyal masuk biasanya dilengkapi sinyal darurat (emergency signal), berupa indikator lampu berwarna putih berbentuk segitiga.

Sinyal ini berfungsi untuk memberangkatkan kereta pada kondisi darurat, dimana sinyal utama warna hijau atau kuning tidak bisa menyala karena ada gangguan dan petugas sudah mengecek bahwa gangguan tersebut tidak membahayakan perjalanan kereta. Kereta yang berjalan dengan sinyal ini harus berjalan dengan sangat pelan.

Bila gangguan sampai menyebabkan sinyal daruratpun tidak bisa menyala, maka kereta diberangkatkan dengan prosedur MS (melanggar sinyal). Masinis pada kondisi ini bisa membawa kereta melewati sinyal merah dengan membawa surat ijin tertulis dari PPKA setempat, yang mana sebelumnya PPKA harus memastikan jalur yang akan dilalui pada kondisi aman, dan kereta harus berjalan dengan pelan.

Page 10: Sistem Persinyalan Len

10

Jenis sinyal lain yang juga sering digunakan yaitu sinyal langsir, sinyal ini digunakan untuk mengatur pergerakan kereta secara lokal seperti yang telah dijelaskan pada bahasan sebelumnya.

Sinyal langsir yang lazim digunakan terdiri dari dua tipe. Tipe sinyal langsir yang digabung dengan sinyal utama (biasanya sinyal berangkat), dan tipe sinyal langsir yang berdiri sendiri. Sinyal langsir yang berdiri sendiri bisa dibagi lagi menurut posisi penempatannya, yaitu sinyal langsir yang dipasang pada posisi rendah sejajar rel (ground based), dan sinyal langsir yang menempel pada tiang tersendiri (pole based).

Dua sinyal lampu putih yang ditempatkan secara diagonal mengisyaratkan kereta boleh jalan. Sedangkan sebuah sinyal lampu berwarna merah dengan ukuran yang sama, dan berada pada posisi sudut siku bawah dari kedua sinyal tadi, mengisyaratkan kereta harus berhenti.

Pada sinyal langsir yang digabung dengan sinyal berangkat, fungsi sinyal lampu warna merah tersebut digantikan oleh sinyal merah utama dari sinyal berangkat.

Teknologi penggerak wesel (point machine) yang digunakan pada sistem persinyalan elektrik di Indonesia umumnya adalah yang berpenggerak motor listrik (di luar lazim juga digunakan yang berpenggerak sistem hidrolik).

Gambar 10 : Point Machine Seri BSG 9 dari Siemens

Mendorong dan menariknya stang penggerak (driving rod), yang digerakkan oleh mekanisme motor listrik, dapat mengubah posisi lidah wesel membuka atau menutup (mengarahkan kereta ke jalur lurus atau belok).

Sebaliknya, bergeraknya lidah wesel dapat menggerakan stang deteksi (detection rod), sehingga limit switch yang terhubung dengan stang tersebut dapat memberi umpan balik informasi kepada sistem interloking, mengenai posisi lurus atau beloknya sebuah wesel.

Gambar 11 : Ilustrasi wesel pada posisi lurus (point mesin mendorong lidah wesel)

Gambar 12 : Ilustrasi wesel pada posisi belok (point machine menarik lidah wesel)

Untuk sistem pendeteksi kereta, ada dua metode yang umum digunakan di Indonesia yaitu track circuit dan axle counter.

Pada sistem track circuit yang menggunakan rangkaian DC, kedua rel yang berada pada batas suatu wilayah deteksi (track section) akan dipotong sehingga menyisakan celah. Celah ini kemudian disisipi bahan isolasi dan rel di sekitar celah juga dijepit/disambung kembali dengan batang isolator, kedua perangkat isolator rel ini dikenal dengan istilah IRJ (Insulated Rail Joint).

Kedua rel pada salah satu ujung dari track section tersebut dihubungkan dengan sumber arus/track feeder DC (satu rel dihubungkan ke kutub posistif

Page 11: Sistem Persinyalan Len

11

sedang rel yang lain dihubungkan ke kutub negatif).

Sedangkan pada ujung track section yang lain dihubungkan dengan koil relay DC, sesuai polaritas sumber yang terhubung pada ujung track section yang pertama.

Perlu diketahui bahwa roda kereta terbuat dari logam, begitu juga poros penyambung roda kiri dan kanan juga terbuat dari logam.

Maka ketika tidak ada kereta di atas suatu track section, koil relay pada salah satu ujung section tersebut akan aktif, karena mendapat catuan listrik dari ujung section yang lain.

Kemudian kontak NO (normally open) dari relay tersebut akan menutup ketika relay aktif. Menutupnya kontak NO tersebut akan dibaca oleh sistem interloking sebagai lojik “1” atau aktif, dan sistem interloking akan mengartikan bahwa tidak ada kereta yang menduduki section tersebut.

Bila ada kereta di atas section tersebut (section occupied), dan karena roda juga penghubungnya berasal dari logam, maka secara langsung roda tersebut akan menghubungkan kutub positif dan negatif (hubung singkat tidak akan terjadi karena track feeder dan relay masing-masing diserikan dengan resistor).

Gambar 13 : Ilustrasi track section saat kondisi “clear”

Gambar 14 : Ilustrasi track section saat

kondisi “occupied”

Ketika dua rel tersebut terhubung oleh roda kereta maka sesuai hukum ohm sebagian besar arus akan memilih melewati roda kereta tersebut ketimbang melewati koil relay yang diserikan dengan resistor untuk menyeberang dari kutub positif ke negatif.

Maka ketika koil relay tidak mendapat arus yang cukup, koil tersebut menjadi tidak aktif dan kontak NO dari relay tersebut menjadi terbuka. Terbukanya kontak NO ini dibaca oleh interloking sebagai lojik “0” dan interloking mengartikannya sebagai terdudukinya section tersebut oleh kereta.

Mungkin ada pertanyaan, mengapa kita memilih kontak NO bukan kontak NC (Normally Close). Hal ini dikaitkan dengan masalah filosofi failsafe. Bila terjadi kerusakan pada relay deteksi atau kabel , maka interloking akan membaca kondisi ini sama dengan keadaan section yang terduduki (occupied).

Artinya tidak boleh ada kereta yang bergerak memasuki section tersebut dengan sinyal normal, maka PPKA harus memastikan langsung secara visual bila hendak memasukkan kereta ke track section yang mengalami gangguan tersebut dengan operasi darurat.

Ini salah satu contoh saja dari prinsip failsafe, yang diterapkan pada salah satu perangkat sistem persinyalan kereta api.

Perangkat pendeteksi kereta jenis lain adalah axle counter, sesuai namanya perangkat ini menggunakan metode menghitung gandar. Perangkat ini terdiri dari dua bagian yaitu wheel detector yang dipasang di rel, dan evaluator (evaluation unit/evaluating computer) yang terpasang di ruang peralatan/Equipment Room (ER).

Gambar 15 : Ilustrasi instalasi wheel detector pada rel

Page 12: Sistem Persinyalan Len

12

Wheel detector dipasang pada titik rel yang menjadi batas suatu track section (pemotongan rel & pemasangan IRJ seterti pada sistem track circuit tidak diperlukan). Komponen ini berfungsi sebagai sensor yang membaca dan mendeteksi roda kereta dan arah pergerakannya dengan metode elektro-magnetik.

Sinyal pendeteksian kemudian dikirimkan ke bagian evaluator. Evaluator yang terhubung dengan semua wheel detector yang menjadi batas suatu track section kemudian akan menghitung jumlah roda dan menentukan apakah roda tersebut masuk atau keluar section tersebut.

Misal ada rangkaian kereta dengan jumlah total 12 roda. Ketika roda pertama masuk maka evaluator melakukan perhitungan naik (counting up), dengan demikian jumlah angka pada section tersebut berubah dari nol menjadi satu.

Angka lebih besar dari nol dari suatu section sudah cukup alasan bagi evaluator untuk mengartikan bahwa ada kereta di atas section tersebut. Selanjutnya evaluator akan menginformasikan ke sistem interloking melalui interface relay bahwa section tersebut terduduki kereta.

Ketika roda berikutnya masuk evaluator akan terus menghitung naik sampai roda terakhir. Sama halnya ketika kereta masuk, ketika kereta keluar sensor juga akan membacanya, tetapi evaluator tidak lagi melakukan perhitungan naik melainkan perhitungan turun terhadap angka yang sudah terasosiasi dengan track section tersebut.

Dan ketika jumlah yang masuk section sama dengan yang keluar maka angka tersebut akan bernilai “0”, kemudian evaluator akan menginformasikan sistem interloking melalui suatu interface relay bahwa section tersebut sudah clear kembali.

Sistem Persinyalan Elektro-Mekanik

Setelah menelusuri sistem persinyalan dari mulai sistem persinyalan mekanik sampai yang terbaru yaitu sistem persinyalan elektrik yang dilengkapi

sistem interloking elektronik, saya coba mundur sedikit untuk menjawab rasa penasaran sebagian kawan saya yang menanyakan maksud angka “02” pada produk “Sistem Interloking LEN (SIL)”.

Adanya angka “02” tentunya diawali dengan angka “01”. Memang benar sebelum ada SIL-02 terlebih dahulu ada SIL-01. SIL-01 ini sendiri bukanlah nama yang populer, nama “SIL” sendiri muncul pada saat peresmian persinyalan Stasiun Slawi, dan SIL-01 lebih populer dengan sebutan EMI (Electro-Mechanical Interlocking) dan SIL-02 saat itu populer dengan nama SISKA (Sistem Interloking Sinyal Kereta Api), sejalan dengan nama semua produk PT. LEN saat itu yang berbau feminin (sebut saja Selly, Lacuba, Lestari, Beti dll.)

Sekitar 9 tahun yang lalu sebelum produk SIL-02 diluncurkan, produk EMI yang pertama yang didanai oleh PT. KAI diresmikan di Stasiun Tagog Apu. Menyusul kemudian Stasiun Cipatat dan Stasiun Purwoasri pada 3 dan 5 tahun berikutnya.

Gambar 16 : Diagram Sistem SIL-01

Awalnya sistem ini dibangun untuk menjawab kebutuhan pengoperasian sinyal elektrik tanpa mengubah pola

Page 13: Sistem Persinyalan Len

13

operasi pelayanan pada stasiun yang dilengkapi sistem persinyalan mekanik tipe S&H, dengan biaya yang minimal.

Konsep awalnya cukup sederhana yaitu memfungsikan tuas penggerak sebagai switch, dan dengan tambahan interface relay digunakan untuk menyalakan lampu sinyal dan menggerakkan point machine.

Jadi praktis kendala operasi yang ditemui PPKA akibat beratnya beban tuas (hendel) tidak ditemui lagi karena tuas tidak lagi dibebani lengan sinyal dan penggerak wesel yang cukup berat dan makin berat dengan bertambahnya jarak.

Tujuan mengurangi kendala operasi memang tercapai, tapi kendala lain muncul mengingat perbedaan prinsip antara sistem persinyalan elektrik dan sistem persinyalan mekanik. Akhirnya untuk menjembatani diperlukan interface relay yang sangat banyak dan digunakan PLC untuk menyajikan indikasi dan fungsi operasi darurat yang diperlukan sistem, mirip LCP yang digunakan pada sistem persinyalan elektrik.

Akhirnya tujuan untuk menghemat biaya tidaklah tercapai dengan memuaskan, mengingat sistem menjadi gemuk dan biaya menjadi membengkak, dengan selisih yang tidak signifikan apabila diganti total dengan sistem persinyalan SIL-02. Akhirnya sampai saat ini populasi SIL-01 di Indonesia hanya terbatas sampai 3 stasiun itu saja.

Gambar 17 : RAIL ONE

Pada gambar di atas tampak kereta VVIP Rail One (yang namanya mungkin diilhami “Air Force One” dan sering diplesetkan “relawan”) hadir membawa

jajaran direksi PT. KA pada peresmian persinyalan EMI tagogapu medio 2001.

Peresmian sistem persinyalan EMI Tagogapu ini sendiri merupakan tonggak awal berkibarnya produk - produk solusi sistem PT. LEN Industri (Persero) pada sistem perkeretaapian nusantara.

Sistem Persinyalan Modern

Negara – negara maju yang memimpin percaturan perkeretaapian dunia telah mengembangkan dan menerapkan sistem persinyalan modern terutama pada lintas yang dilalui kereta berkecepatan sangat tinggi.

Untuk kereta dengan kecepatan sangat tinggi tersebut tidaklah memungkinkan untuk menggunakan sinyal luar (wayside signalling) seperti pada sistem persinyalan konvensional.

Maka sebagai solusi digunakanlah sistem persinyalan pada kabin masinis yang biasa disebut (onboard signalling). Teknologi ini berkembang sedemikian pesatnya bahkan tidak diperlukan lagi masinis untuk mengoperasikan kereta.

Komunikasi antara sistem di kereta dengan pusat kendali pengaturan perjalanan kereta dilakukan melalui teknologi radio memanfaatkan teknologi GSM Railway (GSM-R), yang terjamin tingkat keamanannya.

Konsep blok konvensional yang tetap, berganti menjadi konsep blok bergerak (moving block). Batasan kecepatan antara dua kereta di petak jalan lebih banyak ditentukan oleh kecepatan aktual dibandingkan dengan jarak antara kedua kereta tersebut (headway).

Teknologi ini masih jauh untuk bisa diimplementasikan pada sistem perkeretaapian di Indonesia saat ini , mengingat tingkat vandalisme yang masih sangat tinggi.

Yang paling mungkin menerapkan sistem ini di Indonesia adalah bila ada jaringan kereta api baru, dimana lintasnya yang steril dari jangkauan masyarakat umum baik berupa elevated rail maupaun jalur baah tanah (subway).

-------------------------------

Page 14: Sistem Persinyalan Len

14

ekam jejak kiprah PT. LEN Industri dalam bidang perkeretaapian, sengaja sedikit disinggung dalam

pemaparan sebelumnya. Hal ini tidak lain untuk menumbuhkan semangat dan daya juang di tengah semakin beratnya tantangan yang harus dihadapi ke depan.

Satu hal yang menjadi penunjang semakin eksisnnya PT. LEN Industri dalam kancah perkeretaapian nasional adalah faktor daya juang yang tinggi yang tentunya diwariskan dari para senior dan pendiri PT. LEN.

Keterbatasan wawasan pada awal merintis bisnis persinyalan tidaklah menjadi hambatan, hampir semua ilmu persinyalan dipelajari secara otodidak. Keterbatasan sarana dan anggaran pun dianggap bagian dari perjuangan.

Tapi tentu saja hal yang kita alami pada masa perintisan tersebut tidak bisa dijadikan acuan dalam menghadapi tantangan ke depan. Pembenahan mutlak diperlukan di semua lini.

Saya pribadi menyoroti setidaknya 3 aspek yang mendesak untuk dibenahi yaitu masalah :

- Pengembangan produk - Pengembangan kemampuan personel - Pembenahan sistem kerja

Mengenai pengembangan produk persinyalan sendiri sebetulnya bukanlah hal yang baru, hal ini sejalan juga dengan visi PT. LEN untuk menjadi perusahaan kelas dunia terutama di bidang manufaktur.

Memang belum semua produk sistem persinyalan bisa kita produksi sendiri, tetapi paling tidak kita bisa memenuhi kebutuhan untuk sistem interloking baik Vital maupun non-vital lewat produk interloking berbasis PLC kita yaitu SIL-02.

Tidak cukup sampai disitu, mengingat penerapan persyaratan keselamatan sistem perkereataapian yang semakin ketat dimana semua produk Prosesor Vital harus memenuhi persyaratan SIL 4 (Safety Integrated Level 4) sesuai standar keselamatan prosesor interloking dari CENELEC (bedakan dengan istilah SIL untuk Sistem Interloking LEN).

Maka PT LEN sudah merintis sistem interloking generasi ke-3 berbasis teknologi CBI (Computer based Interlocking).

Diharapkan dalam satu atau dua tahun ke depan sistem ini sudah bisa mendapat pengakuan memiliki tingkat keselamatan Safety Integrated Level 4 dan dapat dioperasikan di lapangan menggantikan generasi pendahulunya.

Perbedaan antara sistem berbasis CBI dengan sistem berbasis PLC hanya pada bagian prosesor vitalnya saja, untuk bagian lain hampir tidak mengalami perubahan.

Pada SIL-02 prosesor vital menggunakan produk standar industri yaitu PLC. Tentu saja PLC ini tidak bisa diigunakan langsung menggantikan prosesor interloking vital standar.

Usaha yang dilakukan adalah dengan menggunakan PLC sehingga di dapat kombinasi 2 kanal. Sehingga secara desain safety level-nya didapat dari konfigurasi sistem.

Tapi sayangnya meskipun produk ini handal di lapangan tapi secara regulasi internasional belum ada standar yang mengatur tentang safety level dari sistem prosesor interloking vital yang di dapat dari hasil konfigurasi sistem menggunakan prosesor spesifikasi industri. Sehingga masalah safety dari produk SIL-02 ini masih menjadi perdebatan sampai saat ini.

Standar yang dikeluarkan CENELEC hanya mengatur safety level dari sistem prosesor interloking vital yang memang dirancang dan didedikasikan khusus untuk persinyalan kereta api (inherently failsafe).

Selain itu penggunaan CBI yang menganut inherently failsafe, tentunya akan mengurangi penggunaan interface relay seperti yang digunakan pada produk SIL-02. Relay yang digunakan dapat berkurang setengahnya dan dapat mengurangi biaya produksi.

Meskipun CBI menjadi solusi, tetapi masih ada sedikit permasalahan yang menghadang yaitu menyangkut sertifikasi prosesor interloking vital yang memiliki Safety Integrated Level 4.

R

Page 15: Sistem Persinyalan Len

15

Di Indonesia saat ini belum ada biro sertifikasi yang punya lisesnsi dari CENELEC untuk mensertifikasi produk prosesor interloking vital. Sedangkan menggunakan lembaga sertifikasi asing yang berlisensi tentunya bukanlah sesuatu yang murah. Hal ini perlu menjadi bahan pemikiran bersama.

Bila kita lihat lagi bagan sistem persinyalan elektrik maka untuk peralatan indoor sudah kita kuasai. Permasalahannya untuk sistem outdoor baru produk sinyal yang bisa kita hasilkan, sedangkan produk penggerak wesel masih kita lakukan import barang jadi.

Produk pendeteksi kereta jenis track circuit sudah kita kuasai secara sistem, namun sayangnya ada komponen yang memiliki porsi harga lebih dari 60% dari keseluruhan total harga sistem ini yang masih kita import dengan harga yang tidaklah murah.

Produk tersebut adalah IInsulated Rail Joint (IRJ), hampir mustahil prduk ini bisa kita produksi sendiri mengingat produk ini memanfaatkan teknik material yang tinggi yang bukan merupakan core bisnis kita.

Solusi yang mungkin adalah dengan memanfaatkan seoptimal mungkin teknologi pendeteksi lain yaitu teknologi axle counter. Hal ini dikarenakan axle counter yang berbasis teknologi elektronik lebih mungkin menjadi produk PT. LEN ketimbang IRJ yang berbasis teknologi material.

Jadi secara praktis dua produk inilah (point machine dan axle counter) yangakan melengkapi eksistensi kita di persinyalan sehingga hal ini menjadi fokus utama Divisi Pengembangan dalam rangka mendukung bisnis persinyalan. Tetapi hal ini tidak akan berhasil tanpa dukungan semua pihak.

Tidaklah terlalu butuh keberanian lebih untuk berinvestasi di pengembangan kedua produk ini karena pasarnya yang sudah pasti, permintaan tiap tahun yang terus meningkat, nilai investasi yang tidak terlalu besar dan yang pasti bisa secara signifikan meningkatkan efisiensi proyek.

Pengembangan SDM di bidang persinyalan juga harus menjadi perhatian serius. Langkah yang bagus telah

dilakukan manajemen diantaranya melakukan sertifikasi personel secara bertahap melalui IRSE (Institution for Railway Signalling Engineer).

Keberhasilan mendapatkan lisensi dari organisasi praktisi signalling internasional ini menjadikan para personel kita bisa mendapat pengakuan secara internasional.

Modal awal sudah kita dapatkan dengan keberhasilan proyek persinyalan pertama kita diluar negeri. Hasil pekerjaan desain dan instalasi PT. LEN di Stasiun Bishan Singapore mendapat apresiasi yang luar biasa dari praktisi persinyalan berkelas dunia.

Tentunya kita bisa melangkah lebih tegak lagi ketika memasuki percaturan sistem persinyalan global bila kita bisa memadukan kemampuan teknis yang baik dan juga lisensi internasional yang dimiliki.

Tentunya program pengembangan personel melalui training persinyalan berskala lokal, nasional, regional maupun internasional perlu dilakukan secara berkesinambungan.

Masalah pembenahan sistem kerja mutlak diperlukan mengingat keterbatasan dari sisi resources, yang mana proyek-proyek yang berjalan mendapat hambatan dari terbatasnya personel pelaksana, waktu pengerjaan yang sangat pendek dan keterbatasan anggaran.

Menghadapai beban kerja yang semakain meningkat kedepan pembenahan dilakukan pada sistem kerja di semua lini baik desain sistem, produksi, manajemen proyek juga logistik.

Sistem kerja pada bagian yang menyangkut desain aplikasi sistem dan implementasi proyek perlu dibenahi untuk memenuhi standar perusahaan signalling profesional.

Pemisahan antara bagian desain sistem dan implementasi proyek, adanya fungsi checker dan tester yang independen merupakan syarat minimal yang harus dipenuhi. Bahkan di beberapa aturan internasional sangat mengharamkan bagian desain apalagi checker dan tester diintervensi oleh kepentingan non-teknis.

Page 16: Sistem Persinyalan Len

16

Selain standarisasi personel, sebenarnya standarisasi perusahaan supaya mendapat akreditasi sebagai perusahaan signalling profesional juga diperlukan untuk mendapat pengakuan internasional.

Tentu hal terakhir ini sangatlah berat karena tidak cukup satu unit saja yang akan diaudit, tetapi keseluruhan PT. Len harus tunduk pada aturan perusahaan signalling profesional.

Hal ini tidaklah mungkin mengingat bisnis PT. LEN bukan cuma sistem persinyalan. Hal ini barulah mungkin dilakukan kalau ada wadah khusus berupa anak perusahaan yang khusus mengelola sistem persinyalan.

Sebelum mengarah menjadi anak perusahaan yang bergerak di bidang persinyalan profesional, pembenahan yang terkait dengan efisiensi personel sudah mulai dicanangkan tahun ini, yaitu dengan membentuk desain house khusus untuk sistem persinyalan SIL-02.

Proyek terkait SIL-02 yang harus diselesaikan saat ini jauh lebih banyak. Untuk itu sistem yang dianut tahun kemarin dimana satu project satu principle engineer tidaklah efektif karena seorang principle engineer untuk proyek SIL harus memikirkan semua aspek desain utama untuk 1 atau 2 proyek, dari hulu sampai hilir.

Sementara enjinir SIL di lokasi yang lain juga memikirkan hal yang sama untuk implementasi yang berbeda sesuai layout stasiun yang ditanganinya. Matrik pekerjaan yang semula berdasar konsep semua untuk satu akan diubah menjadi satu untuk semua, dimana enjinir akan lebih fokus karena hanya memikirkan satu hal yang spesifik untuk implementasi keseluruhan proyek SIL.

Tentunya hal ini juga mengandung konsekuensi berupa perlunya pembenahan di sisi manajemen proyek terutama faktor project engineer yang ke depan akan berperan lebih banyak untuk segi teknis pada proses implementasi sistem di lapangan.

Terlepas dari itu semua, Penerapan Undang - Undang no 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian yang berlaku

efektif April tahun ini membuka lebar peluang bisnis perkeretaapian. Otonomi daerah bidang perkeretaapian membuka peluang dibukanya jalur-jalur baru jaringan kereta api. Peluang ini tentu saja harus diantisipasi bila kita tidak ingin hanya jadi penonton saja. (Rtd-Jan’10)

-------o0o-------