sistem pengukuran karakteristik bahan-bahan akustik

26
Tanggal : 14 Agustus 2014 Kepada : Dr. Matias H. W. Budhiantho Dari : Teguh Santoso & Joe, Boby Soegiarto Perihal : Final report untuk Sistem Pengukuran Karakteristik Bahan-Bahan Akustik terhadap Kawat Kasa Menggunakan Dua Mikrofon dan Isyarat Acak. I. INTI SARI Pada umumnya, bunyi pantul kerap terjadi pada suatu ruangan. Untuk mengurangi bunyi pantul yang berlebihan pada suatu ruangan, biasanya pada bagian dinding ruangan tersebut dilapisi bahan peredam bunyi, misalnya adalah glasswool. Namun, karena bahan peredam bunyi memiliki bentuk yang lunak maka seringkali bahan peredam yang ditempel pada dinding menjadi terlihat bergelombang. Oleh karena itu, bahan peredam harus diberi penyangga agar dapat terlihat datar(dikasik kasa bukane biar kuat dan tahn lama?). Umumnya, bahan peredam diberi kawat kasa agar dinding ruang dapat terlihat datar. Namun, dengan adanya efek kawat kasa tersebut dapat mempengaruhi nilai koefisien serapan bahan peredam tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kawat kasa tersebut, maka kami melakukan pengukuran koefisien serap dengan menggunakan sistem pengukuran bahan akustik yang telah dibuat Rince dan Yosafat. Sistem pengukuran bahan akustik tersebut menggunakan tabung dengan metode fungsi 1

Upload: ginflixa

Post on 11-Nov-2015

13 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Sistem Pengukuran Karakteristik Bahan-Bahan Akustik terhadap Kawat Kasa Menggunakan Dua Mikrofon dan Isyarat Acak

TRANSCRIPT

Tanggal: 14 Agustus 2014Kepada:Dr. Matias H. W. BudhianthoDari:Teguh Santoso & Joe, Boby SoegiartoPerihal :Final report untuk Sistem Pengukuran Karakteristik Bahan-Bahan Akustik terhadap Kawat Kasa Menggunakan Dua Mikrofon dan Isyarat Acak.

I. INTI SARI

Pada umumnya, bunyi pantul kerap terjadi pada suatu ruangan. Untuk mengurangi bunyi pantul yang berlebihan pada suatu ruangan, biasanya pada bagian dinding ruangan tersebut dilapisi bahan peredam bunyi, misalnya adalah glasswool. Namun, karena bahan peredam bunyi memiliki bentuk yang lunak maka seringkali bahan peredam yang ditempel pada dinding menjadi terlihat bergelombang. Oleh karena itu, bahan peredam harus diberi penyangga agar dapat terlihat datar(dikasik kasa bukane biar kuat dan tahn lama?). Umumnya, bahan peredam diberi kawat kasa agar dinding ruang dapat terlihat datar. Namun, dengan adanya efek kawat kasa tersebut dapat mempengaruhi nilai koefisien serapan bahan peredam tersebut. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari kawat kasa tersebut, maka kami melakukan pengukuran koefisien serap dengan menggunakan sistem pengukuran bahan akustik yang telah dibuat Rince dan Yosafat. Sistem pengukuran bahan akustik tersebut menggunakan tabung dengan metode fungsi alih yang menggunakan isyarat acak. Alat tersebut telah didesain untuk mengukur pada jangkauan 50-6400 Hz. Sehingga, alat tersebut dapat memenuhi kebutuhan apabila ingin mengukur koefisien serap bahan peredam untuk desain ruang kelas, ruang rapat, ruang pidato, perpustakaan, dan sebagainya.

II. PENGANTAR(ditaruk di sebelum kesimpulan gan kata mts)Final report ini ditujukan sebagai laporan akhir dari hasil kerja proyek kami yang telah kami ajukan dalam proposal pada tanggal 3 Juni 2014. Laporan ini berisi lanjutan progress report yang telah kami laksanakan pada tanggal 15 Juli 2014, dan laporan ini akan membahas tentang hasil proyek yang telah kami realisasikan selama ini.

III. ISI

A.) Dasar Teori

Dalam pengukuran koefisien serap bahan akustik yang kami lakukan dengan menggunakan tabung, ada beberapa teori yang digunakan yaitu teori pengukuran impedansi ternormal spesifik bahan akustik, koefisien pantul bunyi, koefisien serap akustik menggunakan metode fungsi alih, spektrum korelasi silang dan korelasi diri, serta fungsi koheren.

1.) Metode Fungsi Alih

Metode ini menggunakan sumber isyarat acak, dan dalam metode ini mikrofon ditempel pada dinding tabung dengan jarak tertentu. Dengan menggunakan alihragam Fourier, teknik korelasi, dan fungsi alih antara dua mikrofon maka impedansi ternormal spesifik dapat dirumuskan sebagai fungsi frekuensi. Berikut ini adalah gambaran dari tabung impedansi menggunakan metode fungsi alih.

Gambar 1. Tabung impedansi menggunakan metode fungsi alih.Dalam gambar di atas, bahan uji diletakkan di ujung sebelah kanan tabung, sedangkan sumber bunyi di ujung sebelah kiri. Pada dinding tabung sebelah kiri juga ditempel dua buah mikrofon dengan masing-masing jarak x1 dan x2 dari bahan uji. Oleh karena itu, masing-masing mikrofon mendapat tekanan bunyi sebagai berikut [1] :

dimana :P1 merupakan tekanan gelombang yang diterima mikrofon 1 pada jarak x1;P2 merupakan tekanan gelombang yang diterima mikrofon 2 pada jarak x2;Pd merupakan tekanan gelombang datang; danPp merupakan tekanan gelombang pantul.

Gelombang datang dan pantul sendiri juga memiliki persamaan sebagai berikut ini [2] :

dimana : merupakan amplitudo gelombang datang; dan merupakan amplitudo gelombang pantul.

Dengan adanya gelombang datang dan gelombang pantul, maka akan didapatkan koefisien pantul. Koefisen pantul didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan gelombang yang dipantulkan pada saat jarak x = 0 dengan tekanan gelombang yang datang pada saat jarak x = 0. Sehingga terdapat persamaan sebagai berikut [1] :

dimana : merupakan koefisien pantul bunyi.Dengan adanya koefisien pantul ini, maka kita dapat mencari nilai impedansi ternormal spesifik bahan dan koefisien serap akustik.

2.) Impedansi Ternormal Spesifik Bahan

Impedansi ternormal spesifik bahan didefinisikan sebagai normalisasi impedansi akustik spesifik bahan terhadap impedansi karakteristik medium. Berikut ini adalah bentuk persamaan secara matematisnya [3] :

dimana :Zo merupakan impedansi ternormal spesifik bahan;Zo merupakan impedansi akustik spesifik bahan; dan merupakan impedansi karakteristik medium.

Impedansi akustik spesifik bahan merupakan impedansi akustik pada posisi bahan uji, dimana letak bahan uji berada pada lokasi x = 0. Sehingga impedansi akustik spesifik bahan mempunyai persamaaan sebagai berikut [2] :

Dengan mensubtitusikan persamaan 7 ke persamaan 6, maka nilai impedansi ternormal spesifik bahan memiliki persamaan sebagai berikut :

Sehingga bila kita mensubtitusikan persamaan 5 ke persamaan 8, maka didapat persamaan :

Dengan melakukan proses matematis lebih lanjut, maka persamaan tersebut dapat dijadikan ke bentuk persamaan seperti berikut :

Untuk melihat respon kinerja alat terutama pada kasus tabung impedansi dengan pengakhiran pemantul (tabung tertutup). Maka kita perlu memisahkan bagian nyata dan khayal dari impedansi ternormal spesifik bahan. Sehingga dengan menggunakan kaidah-kaidah dalam ilmu matematika, persamaan 10 dapat diubah menjadi [2] : (11) (12)

dimana : dan merupakan bagian nyata dan khayal dari fungsi alih tekanan pada mikrofon 1 dan 2.

3.) Koefisien Serap Bunyi

Koefisien serap bunyi didefinisikan sebagai nisbah tenaga bunyi yang diserap oleh bahan terhadap tenaga bunyi yang datang pada permukaan bahan [4]. Sedangkan tenaga bunyi yang diserap merupakan hasil selisih antara tenaga bunyi yang datang dengan tenaga bunyi yang dipantulkan. Sehingga, terdapat persamaan untuk koefisien serap bunyi seperti berikut [3] :

dimana : merupakan koefisien serap bunyi; merupakan tenaga bunyi yang datang pada permukaan bahan; dan merupakan tenaga bunyi yang dipantulkan.

Tenaga bunyi sendiri didefinisikan sebagai tekanan yang diberikan kepada sebagian kecil udara yang terdapat pada suatu ruangan dibagi dengan volume udara dalam ruangan tersebut. Secara matematis [3]:

dimana :P merupakan tekanan bunyi.

Sehingga dengan memanfaatkan definisi tenaga bunyi, koefisien pantul bunyi, dan nilai fungsi alih antara kedua mikrofon. Maka koefisien serap bunyi dapat dicari dengan persamaaan berikut ini [2] :

dimana :L adalah selisih jarak mikrofon 2 dengan mikrofon 1.Sebagian energi bunyi yang diserap oleh lapisan penyerap diubah menjadi energi panas. Namun, sebagian besar akan ditransmisikan ke sisi lain dari lapisan penyerap. Lapisan penyerap bunyi juga dibedakan menjadi bahan berpori (untuk menyerap pada frekuensi tinggi), penyerap panel (untuk menyerap pada frekuensi rendah), dan resonator rongga (Helmholtz).

4.) Teknik Korelasi, Fungsi Alih, Fungsi Koheren

Teknik korelasi digunakan untuk mengukur derajat kesamaan antara isyarat. Teknik korelasi juga digunakan untuk mencari fungsi alih antara dua mikrofon , dimana fungsi alih ini digunakan untuk mencari nilai impedansi ternormal spesifik dan koefisien serap bunyi.Apabila terdapat dua isyarat berbeda berkorelasi, maka disebut korelasi silang. Sedangkan bila kedua isyarat sama berkorelasi, maka disebut korelasi diri. Kedua korelasi tersebut dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut [5] :

dimana : merupakan korelasi silang dari isyarat dan ; dan merupakan korelasi dari dari isyarat .

Dengan menggunakan sifat-sifat alihragam Fourier seperti waktu balikan, pergeseran waktu, dan konjugasi. Maka didapat spektrum korelasi silang (S12) dan spektrum korelasi diri (S11) seperti berikut [2] : (18) (19)Sedangkan nisbah antara spektrum korelasi silang mikrofon dan spektrum korelasi diri mikrofon disebut fungsi alih antara tekanan P1 dan P2 (H12). Secara matematis sebagai berikut [2] :

Fungsi alih ini digunakan untuk mencari nilai impedansi ternormal spesifik akustik dan koefisien serap bunyi. Fungsi alih ini bernilai kompleks sehingga dapat dipisahkan bagian nyata dan khayalnya.Sedangkan fungsi koheren digunakan untuk mencari korelasi antara P1 dan P2. Semakin besar nilai koherennya, maka korelasi antara P1 dan P2 akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Fungsi koheren juga digunakan untuk memperkirakan terjadinya galat pada sistem pengukuran. Semakin besar nilai koherennya, maka kemungkinan galat yang terjadi akan semakin kecil. Berikut ini adalah persamaan dari fungsi koheren [2] :

dimana : merupakan fungsi koheren; merupakan spektrum korelasi diri antara P1 dan P1; merupakan spektrum korelasi diri antara P2 dan P2; dan merupakan spektrum korelasi silang antara P1 dan P2 .

B.) Skema Alat Pengukuran, Metode Pengukuran, dan Galat

Pada pengukuran menggunakan metode fungsi alih terdapat dua bagian, yaitu bagian perangkat keras dan perangkat lunak. Pada bagian perangkat keras, dibutuhkan dua macam tabung yaitu tabung besar dan tabung kecil. Tabung besar digunakan untuk jangkauan ukur 50-1600 Hz, sedangkan tabung kecil digunakan untuk jangkauan ukur 500-6400 Hz [2]. Berikut ini adalah gambar susunan alat, baik tabung besar maupun tabung kecil :

Gambar 2. Skema sistem pengukuran tabung besar.

Gambar 3. Skema sistem pengukuran tabung kecil.

Tabung tersebut merupakan bagian perangkat yang digunakan sebagai tempat perambatan dan pemantulan gelombang bunyi yang dibangkitkan oleh penyuara. Gelombang yang merambat dalam tabung ini adalah gelombang bidang. Namun, supaya terbentuk gelombang bidang pada tabung tersebut, maka kita harus memperhatikan syarat-syarat tabung berdasarkan ASTM E 1050. Berikut ini adalah spesifikasi tabung impedansi yang disusun berdasarkan ASTM E 1050 [6] :a.) Tabung besar dengan jangkauan frekuensi ukur 50-1600 Hz.

b.) Tabung kecil dengan jangkauan frekuensi ukur 500-6400 Hz.

dimana : adalah frekuensi atas jangkauan ukur tabung; adalah jarak antara dua mikrofon; dan adalah jarak antara sumber bunyi dan mikrofon 2.

Dengan persyaratan-persyaratan di atas, maka bagian perangkat keras sistem pengukuran kami terdiri dari [2] : Pipa PVC sebagai bahan dasar pembuatan tabung. Tabung besar dengan panjang 0,44 m, diameter 0,1 m, jarak antar 2 mikrofon adalah 0,075 m, dan jarak sumber bunyi dengan mikrofon 2 adalah 0,32 m. Tabung kecil dengan panjang 0,2 m, diameter 0,029 m, jarak antar 2 mikrofon adalah 0,02 m, dan jarak sumber bunyi dengan mikrofon 2 adalah 0,16 m. Sample holder dengan ukuran panjang 0,2 m yang digunakan untuk meletakan bahan uji dan mengatur ketebalan bahan uji. Penyuara 4 dengan ukuran garis tengah 0,1 m. Mikrofon kondenser dengan ukuran garis tengah 0,006 m. Karpet peredam pada sambungan antara tabung besar dan kecil.

Pada bagian perangkat lunak digunakan Matlab dan Spectralab. Spectralab digunakan untuk membangkitkan derau putih sebagai isyarat acak, sedangkan Matlab digunakan untuk mengambil dan mengolah data. Pada bagian Matlab terdapat tiga bagian utama, yaitu kalibrasi mikrofon, pengukuran menggunakan tabung besar, dan pengukuran menggunakan tabung kecil.Kalibrasi digunakan untuk menyamakan tekanan yang ditangkap oleh kedua mikrofon. Kalibrasi harus dilakukan sebelum melakukan pengukuran koefisen serap bahan. Hal ini bertujuan agar mikrofon yang dipakai benar-benar identik dan memastikan tidak adanya perbedaan penguatan mikrofon serta tidak adanya perbedaan fase.Pengukuran menggunakan tabung besar digunakan untuk mendapatkan koefisien serap pada jangkauan frekuensi 50-1600 Hz. Sedangkan pengukuran menggunakan tabung kecil digunakan untuk mendapat koefisien serap pada jangkauan 500-6400 Hz. Algoritma yang digunakan pada Matlab ditunjukkan pada diagram alir berikut [2] :

Gambar 4. Diagram alir sistem pengukuran.Sebelum melakukan pengukuran bahan akustik, kami melakukan pengukuran penguat mikrofon terlebih dulu. Pada penguat mikrofon tersebut, penguat mikrofon yang kami gunakan hanya mempunyai rentang mulai dari 150 Hz. Sehingga hasil koefisien serap di bawah 150 Hz tidak dapat digunakan.Sedangkan, galat juga terjadi pada frekuensi dibawah 800 Hz. Hal ini karena hasil pengukuran saat tabung tertutup saat frekuensi di bawah 800 Hz hasilnya yang sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil pengukuran tanggapan frekuensi pada sistem pengukuran tabung kecil pada TA Yosafat [2] yang menunjukkan kenaikan 75 dB/dekade di frekuensi 800 ke 500 Hz.Pada pengukuran koefisien serap bahan yang kami lakukan, pada tabung besar dips selalu muncul pada frekuensi 600 dan 1400 Hz. Sedangkan, pada tabung kecil dips selalu muncul pada frekuensi 2000, 4500, dan 5800 Hz.Jadi, pada tabung besar data yang tidak bisa digunakan yaitu pada saat frekuensi 600, 1400, dan di bawah 150 Hz. Sedangkan pada tabung kecil, data yang tidak bisa digunakan yaitu pada saat frekuensi 2000, 4500, 5800, dan 800-500 Hz.

C.) Hasil Pengukuran

Percobaan yang kami lakukan yaitu mengukur 8 bahan uji yang terdiri dari beberapa glasswool, sabut kelapa, dan sapu ijuk yang memiliki ketebalan berbeda-beda. Bahan-bahan tersebut juga diberi kawat kasa yang memiliki jenis bahan berbeda dan diameter lubang yang bervariasi 4 mm, 7 mm, dan 15 mm. Berikut ini adalah gambar dari bahan-bahan yang diuji dan kawat kasa yang dipakai.

Gambar 5. Bahan-bahan pengujian.Keterangan urut dari kiri atas : bahan 5, 6, 7, 8, 4, 3, 2, dan 1.(gini aja gan)Keterangan urut dari kiri atas : bahan 5, 6, 7, 8 bawah: bahan 4,3,2,1 Gambar 6. Kawat kasa.Keterangan urut dari kiri : kasa 1, 2, dan 3.

Bahan 1, 2, 3, dan 4 adalah bahan glasswool yang memiliki ketebalan(dan jenis yang berbeda - beda) yang berbeda-beda. Sedangkan bahan 5 dan 8 adalah bahan sapu ijuk yang berbeda ketebalannya(berapa ketebalannya?dikira2 aja tebal 10cm tipis 3 cm py?), kemudian bahan 6 dan 7 adalah bahan sabut kelapa yang juga memiliki ketebalan yang berbeda(ni juga kasik ketebalan yang sama kayak sabut).Setelah pengukuran dilakukan, hasil grafik koefisien serap yang didapat menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan maupun non signifikan. Perbedaan tersebut terlihat dengan adanya pengaruh kawat kasa yang diberikan. Grafik hasil pengukuran yang didapat terlampir pada bagian akhir laporan. Berikut ini adalah ringkasan dari hasil pengukuran kami :

Tabel 1. Pengaruh kawat kasa pada bahan 1, 2, 3, dan 4.Jenis TabungPengaruh Penurunan Koefisien Serap

Kasa 1Kasa 2Kasa 3

Tabung BesarSedang ( 0,15)Tinggi (0,2)Rendah (0,05)

Tabung KecilSedang (0,05)Rendah (0,01)Tinggi (0,2)

(kata sedang tiinggi rendah ilangi wae guh)Tabel 2. Pengaruh kawat kasa pada bahan 7 dan 8(pada frekuensi tinggi).Jenis BahanKenaikan Koefisien SerapPenurunan Koefisien Serap

Bahan 71000-3000 Hz3000-5000 Hz

Bahan 82000-4000 Hz & 5000-6000 Hz4000-5000 Hz

D.) Analisa

1.) GlasswoolPada bahan 1, 2, 3, dan 4 yaitu bahan glasswool (di italic bos glasswoll)yang memiliki ketebalan bervariasi. Kasa 3 yang berdiameter 15 mm tidak terlalu menunjukkan gejala perubahan yang signifikan pada koefisien serap frekuensi rendah yang diukur dengan tabung besar. Perubahan paling maksimal pada frekuensi rendah yaitu hanya penurunan paling besar hingga sebesar 0,05 saja. Sehingga bisa dikatakan kasa 3 kurang memberikan efek perubahan koefisien serap pada frekuensi rendah.Sedangkan, bila kasa 1 dengan diameter lubang 4 mm dipasang maka pengaruh terhadap perubahan koefisien serap pada frekuensi rendah terjadi lebih besar daripada kasa 3. Penurunan koefisien serap menjadi 0,15 dari sebelumnya. Namun, bila kasa 2 dengan diameter lubang 7 mm dipasang pada bahan tersebut, maka pengaruh yang terjadi terhadap penurunan koefisien serap lebih besar bila dibandingkan dengan kasa 1, yaitu penurunan koefisien serap menjadi 0,2. Walaupun kasa 2 memiliki diameter lubang yang lebih lebar daripada kasa 1. (bos kasik keterangan hasil pengukuran terlampir ndi?)Dari pernyataan di atas, efek pemasangan kawat kasa yang paling tidak berpengaruh pada frekuensi rendah di bahan 1, 2, 3, dan 4 adalah kasa 3 dengan diameter 15 mm. Hal ini dikarenakan diameter yang cukup besar dibandingkan dengan kasa yang lain sehingga tidak terlalu mempengaruhi perubahan koefisien serap pada frekuensi rendah. Sedangkan, pengaruh kawat kasa yang paling besar adalah kasa 2. Padahal kasa 2 memiliki diameter lebih besar daripada kasa 1 jika kita hanya meninjau dari ukuran diameter kawat. Hal ini dikarenakan kasa 1 memiliki permukaan yang lebih keras daripada kasa 2. Dengan demikian, bunyi yang datang lebih dipantulkan(seperti pada percobaan pengukuran dengan kondisi tertutup menggunakan plat besi menunjukkan koefisien serap lebih tinggi pada frekuensi tinggi ).Kemudian, pengaruh perubahan yang paling siginifikan yang terjadi pada frekuensi tinggi ditunjukkan dengan dipasangnya kasa 3. Pada kasa tersebut, efek penurunan koefisien serap yang terjadi lebih besar daripada kasa 1 dan kasa 2. Hal ini bertentangan dengan hasil pengukuran pada frekuensi rendah, dimana pada frekuensi rendah kasa 3 justru tidak menimbulkan efek penurunan yang besar pada koefisien serap ( karena memiliki diamter yang paling besar sehingga sekarang kawat dengan diameter besar terlihat lebih memantul pada frekuensi tinggi).Sedangkan, pengaruh kasa 2 di frekuensi tinggi justru tidak menimbulkan efek penurunan pada koefisien serap yang cukup signifikan hanya mencapai paling tinggi 0.01. Padahal, kasa 2 memiliki efek penurunan koefisien serap yang paling besar pada frekuensi rendah. Hal ini juga bertentangan seperti efek kasa 3 tadi, dimana tadinya kasa 2 lebih memantul pada frekuensi rendah karena memiliki diameter lebih kecil dibanding kasa 3 dan bahan yang lebih keras dibanding kasa lainnyaKemudian, efek pemasangan kasa 1 pada frekuensi tinggi menunjukkan penurunan koefisien serapan sekitar sampai dengan (nek iwis pake sapai dengan yo tandane ilangi ndes) 0,05. Bila dibandingkan dengan efek kasa 1 pada frekuensi rendah yaitu sekitar (sama gan) 0,15 , maka penurunan efek kasa 1 pada frekuensi rendah lebih besar daripada frekuensi tinggi. Sehingga seolah olah kasa 1 yang memiliki diameter paling kecil lebih memantul pada frekuensi rendah namun pada frekuensi tinggi efek pemantulannya berkurangDari pernyataan di atas, dapat dianalisa bahwa bila bahan 1, 2, 3, dan 4 diberi kasa maka urutan perubahan terkecil pada koefisien serap di frekuensi tinggi adalah kasa 2, kasa 1, dan kasa 3. Hal ini disebabkan karena kasa 2 memiliki diameter lubang kasa yang cukup kecil (dibanding kasa 3) dan permukaan yang (paling) keras. Sehingga sesuai dengan teori, yaitu bahan yang berpori-pori kecil efektif untuk menyerap di frekuensi tinggi dan bahan yang memiliki permukaan keras memiliki koefisien serap yang cukup besar (meningkat atau lebih besar) di frekuensi tinggi. Sedangkan, pada kasa 1 menunjukkan bahwa pada frekuensi tinggi kawat kasa dengan diameter yang lebih kecil memiliki koefisien serap yang lebih besar daripada kawat kasa yang berdiameter besar(maksude opo gan?koe gmong opo?nek aku ngene boos Sedangkan pada kasa 1 menunjukkan fenomena bahwa kawat dengan diameter yang kecil terlihat lebih memantul pada frekunsi rendah dibandingkan pada frekuensi tinggi). Hal ini juga ditunjukkan pada kasa 3 yang memiliki diameter paling besar dan memiliki koefisien serap paling rendah (pada frekuensi tinggi).(Sehingga seolah olah kasa dengan diameter yang besar terlihat lebih memantul di frekuensi tinggi daripada di frekuensi rendah)

2.) Sabut kelapa & Sapu ijukPada bahan 5 dan 6 yaitu pada bahan sapu ijuk dan sabut kelapa dengan ketebalan yang lebih besar dari bahan 7 dan 8. Bila kita cermati hasil grafik koefisien serap tabung besar dan tabung kecil tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada saat diberi kawat kasa (bahan yang mana ? 56 atau 78 ). Pada frekuensi rendah, bahan 5 dan 6 yang diberi kasa memiliki koefisien serap rendah. Sedangkan, pada frekuensi tinggi bahan 5 dan 6 yang diberi kasa memiliki koefisien serap tinggi. Hal ini dikarenakan bahan yang berpori memiliki kefektifan(salah ketik koe) untuk menyerap bunyi di frekuensi tinggi. Kemudian, karena bahan 5 dan 6 memiliki ketebalan yang cukup besar maka pemberian kawat kasa tidak terlalu berpengaruh.Pada bahan 7 dan 8, yaitu pada bahan sapu ijuk dan sabut kelapa dengan ketebalan yang lebih kecil dari bahan 5 dan 6. Bila kita cermati hasil grafik koefisien serap tabung besar tidak menunjukkan perubahan yang signifikan pada saat diberi kawat kasa. Namun, pada tabung kecil terjadi perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut memiliki keunikan tersendiri baik berupa kenaikan maupun penurunan koefisien serap. Hal tersebut berbeda dengan bahan 1, 2, 3, dan 4 dimana perubahan yang terjadi hanya penurunan koefisien serap. Pada bahan 7, kenaikan koefisien serap terjadi pada rentang frekuensi 1000-3000 Hz dan penurunan koefisien serap terjadi pada rentang frekuensi 3000-5000 Hz. Sedangkan pada bahan 8, penurunan koefisien serap terjadi pada rentang frekuensi 4000-5000 Hz dan kenaikan koefisien serap pada rentang 2000-4000 Hz dan 5000-6000 Hz.

IV. KESIMPULAN

Pada bahan glasswool (di italic bos)yang diberi kasa dengan diameter kecil memiliki efek penurunan koefisien serap yang lebih kecil di frekuensi tinggi bila dibandingkan pada frekuensi rendah. Begitu pula bila bahan glaswool diberi kawat kasa berdiameter besar, penurunan koefisien serap lebih besar di frekuensi tinggi bila dibandingkan pada frekuensi rendah. Sedangkan bila bahan glasswool diberi kawat kasa dengan permukaan bahan yang keras maka penurunan koefisien serap pada frekuensi tinggi lebih kecil daripada frekuensi rendah. Karena bahan yang memiliki permukaan keras memiliki koefisien serap yang tinggi (meningkat ) di frekuensi tinggi.Pada bahan sabut kelapa dan sapu ijuk, dengan ketebalan yang cukup besar maka penambahan kawat kasa yang diberikan tidak berpengaruh pada perubahan koefisien serap. Hal ini karena bahan tersebut terlalu tebal dan memiliki pori-pori yang cukup lebar. Sedangkan, pada bahan sabut kelapa dan sapu ijuk yang memiliki ketebalan yang kecil terjadi penurunan dan kenaikan koefisien serap pada frekuensi-frekuensi tertentu.Dengan demikian, penambahan kawat kasa pada dinding yang telah dilapisi bahan penyerap ternyata memberikan bermacam-macam pengaruh. Selain untuk merapikan bentuk dinding, penambahan kawat kasa dapat menyebabkan perubahan koefisien serap dari bahan penyerap. Perubahan yang terjadi juga dipengaruhi oleh jenis(bahan ) maupun diameter kawat kasa. Untuk itu, kami menyarankan untuk melihat efek kawat kasa terhadap diameter maka diperlukan kawat kasa dengan bahan yang sama namun dengan diameter yang bervariasi. Begitu juga untuk melihat efek kawat kasa terhadap jenis bahan kasa maka diperlukan kawat kasa dengan bahan yang bervariasi namun dengan diameter yang sama.(Karena pada pengukuran yang kami lakukan menggunakan 3 kasa diatas tiap kasa memiliki kasa dengan bahan yang berbeda dan diamater berbeda sehingga tiap kas memiliki 2 variabel yang berbeda. Dengan demikian untuk lebih melihat efek diameter kasa terhadap koefisien serap diharapkan menggunakan kasa dengan jenis bahan yang sama namun diameter yang diubah. Begitu juga untuk melihat efek jenis bahan kasa digunakan kasa dengan diameter yang sama dengan bahan yang berbeda - beda)

V. DAFTAR PUSTAKA

[1]Soenarko, B., Pengukuran Karakteristik Bahan-Bahan Akustik dengan Menggunakan 2 Mikropon dan Sinyal Acak. Bandung : Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung, 1986.[2]Yosafat Ervan Nugroho, Sistem Pengukuran Karakteristik Bahan-Bahan Akustik Menggunakan Dua Mikropon dan Isyarat Acak. Salatiga : Fakultas Teknik Elektronika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana, 2008.[3]Hall, D. E., Basic Acoustic, John & sons, Inc., 1987.[4]Leo L. Beranek, Acoustics, American Institute of Physics, Inc., New York, 1987.[5]Oppenheim, J., and A. S. Willsky, Signal and Systems, Prentice Hall, Englewood Cliffs, N. J., 1985.[6]Ryu, Yunseon, The Acoustic Impedance Measurement System Using Two Microphones, Bruel & Kjaer Sound & Vibration Measurement, Denmark.

1