sistem ekologi administrasi publik di indonesia

46
1 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi Pendahuluan Administrasi sebagai ilmu yang memiliki sifat umum dan universal dalam arti memiliki unsur yang sama di mana pun dan kapan pun ilmu itu akan diterapkan. Namun demikian, di dalam masyarakat, bangsa, dan negara terdapat gejala yang memiliki berbagai variasi. Pada negara-negara yang ada di dunia banyak dijumpai sistem administrasi, khususnya Administrasi Publik yang dipergunakan. Bahkan dari satu Sistem Administrasi Publik masih dapat dijumpai subsistem administrasi dari suatu kelompok masyarakat tertentu atau dari suatu bagian wilayah negara tertentu. Dalam hal itu ada hubungan pengaruh antara administrasi, yakni Administrasi Publik atau administrasi dari suatu bagian wilayah negara dan lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik maupun lingkungan masyarakat. Jadi, tampaknya terdapat hubungan saling pengaruh antara administrasi khususnya administrasi publik dengan lingkungan sekitarnya apakah itu lingkungan secara fisik maupun lingkungan sosialnya. Dengan adanya pengaruh lingkungan sekitarnya tersebut banyak para ahli mulai tertarik untuk mempelajari dengan mempergunakan metode pendekatan yang analog dengan Ilmu Biologi, yaitu ekologi yang mempelajari hubungan pengaruh timbal balik antara alam sekitar dengan bio-organisme atau organisme hidup. Dalam perkembangannya ekologi dipergunakan sebagai cabang ilmu biologi yang menyelidiki hubungan antara organisme hidup dengan lingkungan, di mana dia hidup. Kemudian, J.W. Bews dengan metode tersebut menyelidiki ekologi manusia. Dalam Studi Administrasi Publik, organisme dianalogikan dengan Administrasi Publik yang mempunyai pengaruh timbal balik dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan hidup sekitarnya itu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni faktor-faktor yang berpengaruh terhadap Sistem Administrasi Publik, yang disebut sebagai faktor ekologi. Pendekatan ekologis dalam administrasi publik akan membahas hubungan-hubungan organisasi antara lingkungan eksternal dan internal dan kekuatan-kekuatan yang menentukan perubahan, interdependensi, yang lebih lanjut bermanfaat untuk SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA Oleh : M. Riduan K ABSTRACT Public administration ecological development as a new branch of the public administration, It is learn about the system of community in he administration, nation and the country. Indonesia are use methods of Fred W. Sharky Riggs countinously, which is considering the factors physical/natural and social factors/social aspects of the emphasis on ideology, politics, social culture. M. Riduan Karim, SE, MM : Dosen Pascasarjana STIMA IMMI & Univ. Muhammadiyah Jakarta dan saat ini sedang menempuh Program S3 UNPAD

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

1Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

PendahuluanAdministrasi sebagai ilmu yang memiliki sifat

umum dan universal dalam arti memiliki unsur yangsama di mana pun dan kapan pun ilmu itu akanditerapkan. Namun demikian, di dalam masyarakat,bangsa, dan negara terdapat gejala yang memilikiberbagai variasi.

Pada negara-negara yang ada di dunia banyakdijumpai sistem administrasi, khususnya AdministrasiPublik yang dipergunakan. Bahkan dari satu SistemAdministrasi Publik masih dapat dijumpai subsistemadministrasi dari suatu kelompok masyarakat tertentuatau dari suatu bagian wilayah negara tertentu.

Dalam hal itu ada hubungan pengaruh antaraadministrasi, yakni Administrasi Publik atauadministrasi dari suatu bagian wilayah negara danlingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik maupunlingkungan masyarakat. Jadi, tampaknya terdapathubungan saling pengaruh antara administrasikhususnya administrasi publik dengan lingkungansekitarnya apakah itu lingkungan secara fisik maupunlingkungan sosialnya.

Dengan adanya pengaruh lingkungan sekitarnya

tersebut banyak para ahli mulai tertarik untukmempelajari dengan mempergunakan metodependekatan yang analog dengan Ilmu Biologi, yaituekologi yang mempelajari hubungan pengaruh timbalbalik antara alam sekitar dengan bio-organisme atauorganisme hidup. Dalam perkembangannya ekologidipergunakan sebagai cabang ilmu biologi yangmenyelidiki hubungan antara organisme hidup denganlingkungan, di mana dia hidup. Kemudian, J.W. Bewsdengan metode tersebut menyelidiki ekologi manusia.Dalam Studi Administrasi Publik, organismedianalogikan dengan Administrasi Publik yangmempunyai pengaruh timbal balik dengan lingkungansekitarnya.

Lingkungan hidup sekitarnya itu dipengaruhi olehberbagai faktor, yakni faktor-faktor yang berpengaruhterhadap Sistem Administrasi Publik, yang disebutsebagai faktor ekologi.

Pendekatan ekologis dalam administrasi publikakan membahas hubungan-hubungan organisasiantara lingkungan eksternal dan internal dankekuatan-kekuatan yang menentukan perubahan,interdependensi, yang lebih lanjut bermanfaat untuk

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIKDI INDONESIA

Oleh : M. Riduan K

ABSTRACT

Public administration ecological development as a new branch of the public administration,It is learn about the system of community in he administration, nation and the country.

Indonesia are use methods of Fred W. Sharky Riggs countinously, which is considering thefactors physical/natural and social factors/social aspects of the emphasis on ideology, politics, socialculture.

M. Riduan Karim, SE, MM : Dosen Pascasarjana STIMA IMMI & Univ. Muhammadiyah Jakarta dan saat ini sedang menempuh Program S3 UNPAD

Page 2: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

2 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

menyusun model dalam perbandingan AdministrasiPublik.

Dalam arti luas, pendekatan ekologi memusatkanperhatian pada kehidupan kolektif dalam suatuhimpunan; dan tidak dalam tindakan akan nilai indi-vidual. Pendekatan ekologi banyak bermanfaat dalamstudi perbandingan sistem-sistem administrasi, sepertiFred Riggs dan Farrell Heady menyimpulkan bahwalembaga-lembaga administrasi akan lebih mudahdipahami jika dilakukan dengan mengadakanidentifikasi mengenai kekuatan yang melingkarinya,lembaga-lembaga dan kondisi yang membentuk danmempengaruhinya. Dalam makalah ini akanditampilkan pengertian ekologi dalam ilmuadministrasi, lingkungan hidup dan faktor-faktor yangmempengaruhinya, ekologi administrasi Indonesia.

Ekologi dalam Ilmu AdministrasiEkologi sebagai suatu Ilmu merupakan suatu

cabang ilmu biologi yang menyelidiki hubungan antaraorganisme hidup dengan lingkungan, di mana ia hidup.Pada mulanya studi ekologi dilakukan oleh parasarjana biologi yang menyelidiki hubungan pengaruhyang bersifat timbal balik antara organisme-organismehidup dan lingkungannya, baik tumbuh-tumbuhan(nabati) maupun yang hewani.

Dalam perkembangannya lebih lanjut, studi ekologiini dikembangkan guna menyelidiki ekologi manusiaatau Human Ecology, yang mana ternyata manusiapun memiliki hubungan timbal balik denganlingkungannya, hal ini dikemukakan oleh J.W. Bewsdalam bukunya yang berjudul Human Ecology, “Theworld it self is derived from the Greek “oikos”, ahouse or home the same root word as accurse ineconomics and economy. Economics is subjectwith which ecology has much in common, but ecol-ogy is much wider. It deals with all the interrela-tionship of living organism and their environ-ment”.

Berkaitan dengan studi Administrasi Publik maka

prinsip serta teori ekologi dianalogikan administrasipublik sebagai organisme mempunyai hubunganpengaruh timbal balik dengan lingkungan hidupnya.Lingkungan hidup ini mempunyai berbagai macamfaktor dan faktor itu harus dipilih mana yang palingdominan untuk selanjutnya dijadikan faktor ekologis.

Melihat pertumbuhan ekologi administrasi publikdalam kaitannya dengan ilmu perbandinganadministrasi publik maka terlebih dahulu perludiketahui bahwa pada tahun-tahun sekitar 1950-ansekelompok ilmuwan politik dan administrasi publikmulai menyadari bahwa memindahkan begitu sajasistem atau pranata politik atau lembaga-lembagapolitik dan administrasi publik dari suatu lingkunganmasyarakat, bangsa dan negara tertentu kelingkungan masyarakat, bangsa dan negara yang laintidaklah tepat. Berdasarkan analisis ilmuwan sosialpula, yakni ilmuwan sosiologi, antropologi, ekonomimemperkuat pendapat bahwa apa yang baik dalamsuatu lingkungan masyarakat, bangsa dan negaratertentu belum tentu baik bagi masyarakat, bangsa,dan negara lain atau mungkin dapat terjadi sebaliknya.

Melihat contoh dari pengalaman masa setelahPerang Dunia ke-2 pada negara-negara yangtergolong sebagai negara yang sedang berkembang(Developing Countries), pada masa itu baikperserikatan bangsa-bangsa (PBB), Amerika Serikat,dan negara-negara lain di Eropa telah meluaskanbantuan teknisnya (technical assistance programs)ke negara-negara sedang berkembang tersebut,dengan menerapkan asas, dalil serta teori administrasipublik yang telah terbukti berhasil baik di negara-negara maju, tetapi ternyata tidak demikian halnyadengan di negara-negara yang sedang berkembangtersebut. Hal ini selanjutnya mendorong untukmempelajari hubungan pengaruh timbal balik antarasistem dan pranata-pranata administrasi publik denganlingkungannya, yaitu lingkungan masyarakat, bangsadan negara yang maju dan lingkungan masyarakat,bangsa serta negara yang sedang berkembang.

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 3: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

3Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Sementara itu dari sisi lain perlu adanya suatupengkajian perbandingan, agar tercapai usahapenyempurnaan sistem dan pranata administrasipublik-negara yang sedang berkembang. Studiperbandingan tersebut menggunakan pendekatanekologi. Dengan demikian, perlu dipahami berbagailatar belakang Sistem administrasi publik yang ada didunia.

Pendorong utama dikembangkannya Ekologiadministrasi publik sebagai cabang baru dari Ilmuadministrasi publik adalah Riggs yang pada tahun limapuluhan telah memberikan ceramah di berbagailingkungan masyarakat ilmiah tentang lingkunganyang selanjutnya dibukukan dengan judul The ecol-ogy of Public Administration.

Dengan mempelajari ekologi administrasi publikdapat diketahui ciri-ciri suatu sistem administrasi darisuatu masyarakat, bangsa ataupun negara tertentudan selanjutnya dapat dipahami pula mengapa suatubangsa, masyarakat ataupun negara telah tumbuh danberkembang suatu sistem administrasi publik tertentu.Dengan memahami melalui pengkajian perbandinganyang memusatkan perhatian kepada faktor-faktorpersamaan serta perbedaan-perbedaan yang secaralangsung maupun tidak langsung mempengaruhikondisi suatu masyarakat, bangsa atau negaratertentu maka kita dapat menyusun dan mengem-bangkan suatu sistem administrasi publik yang cocokdengan kondisi masyarakat, bangsa dan negara yangbersangkutan.Lingkungan Hidup dan Faktor-faktornya

Lingkungan hidup (environment) adalah keadaansekitar yang melingkupi atau mengelilingi suatuorganisasi hidup atau suatu kehidupan. Lingkunganini pada dasarnya mempunyai berbagai aspek yangperlu kita kaji aspek-aspek apa kiranya yang relevanbagi suatu Sistem Administrasi publik. Hal inimerupakan masalah yang sering dihadapi karena bisaterjadi kegagalan dalam menentukan aspek yangrelevan itu sehingga kesimpulan-kesimpulan,

kemudian ditarik mengenai lingkungan administrasipublik itu ternyata salah.

Sebagaimana disebutkan di atas bahwalingkungan hidup mempunyai beberapa faktor yangdapat disebut sebagai faktor lingkungan hidup, faktoryang relevan dengan sistem administrasi publik inidisebut sebagai faktor-faktor ekologi, faktor-faktorini beraneka ragam tergantung pada perincian parapeneliti untuk memudahkan dalam menyelidiki danmempelajari hubungan saling mempengaruhi antarafaktor-faktor tersebut dengan administrasi hubungansaling mempengaruhi antara faktor-faktor tersebutdengan administrasi publik, dari sudut pandang sertapendekatannya masing-masing, seperti dikemuka-kanoleh Fred W. Riggs telah menggambarkan faktor-faktor ekologi administrasi publik di Amerika Serikatyang meliputi dasar-dasar ekonomi, struktur-struktursosial, jaringan komunikasi, pola-pola ideologi/simboldan sistem politik, di samping masih ada faktor lainyang belum disebutkan.

Lain halnya John M. Gaus, yang dikutip oleh FerrellHeady dalam artikelnya yang berjudul The Philip-pine Administrative system, a fusion of East andWest, yang mengemukakan ada enam faktor ekologidari sistem administrasi publik, keenam faktortersebut adalah penduduk, tempat, teknologi fisik,teknologi sosial, cita-cita dan harapan-harapan,bencana dan kepribadian, keenam faktor itu dipelajarihubungan timbal baliknya dengan sistem administrasipublik Filipina.

Felix A. Nigro dalam bukunya dalam bukunyayang berjudul Modern Public Administration,membahas lingkungan hidup di Amerika Serikat,dengan mempertanyakan ciri-ciri penting masyarakatAmerika Serikat dewasa ini dan bagaimana ciri-ciritersebut mempengaruhi administrasi publik, jawabanyang diberikan tidak semua faktor dapat diungkapkan,tetapi ada beberapa faktor yang dapat dipelajari fisik,perkembangan invasi atau penemuan-penemuansosial serta ciri-ciri atau ideologi.

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 4: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

4 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Dari serangkaian pendapat ini menurut kesimpulanS. Pamudji, bahwa apa yang dikemuka-kan oleh FredW. Riggs lebih memusatkan kepada perhatian faktor-faktor sosial, sedangkan John Gaus dan Felix Nigroselain memperhatikan faktor sosial jugamemperhatikan faktor-faktor fisik.

Lingkungan Hidup dari Sistem AdministrasiPublik Indonesia

Lebih lanjut kepada Anda akan diberikan contohmelihat lingkungan hidup dari sistem administrasipublik Indonesia dengan melihat pada faktor-faktoryang beraspek fisik (alamiah), yaitu aspek letakgeografis, keadaan dan kekayaan alam, keadaan dankemampuan penduduk serta faktor-faktor yangmemiliki aspek sosial (kemasyarakatan) yang meliputiaspek ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya danpertahanan keamanan (militer) (S. Pamudji, 1981).

Dengan mempergunakan pendekatan ekologididukung oleh pengkajian perbandingan yangmemusatkan perhatiannya kepada faktor-faktorpersamaan dan perbedaan-perbedaan dari sistemadministrasi publik yang dimiliki oleh masyarakat,bangsa dan negara tertentu, dapat dipergunakanuntuk menyusun dan mengembangkan suatu sistemadministrasi publik yang sedang berkembang, denganmemanfaatkan suatu model yang relevan.

Dilihat dari tinjauan ekologi yang mem-perhitungkan lingkungan (environment), sertatinjauan administrasi publik sebagai proses makaterdapat hal-hal sebagai berikut: masukan (input),konversi (conversion), keluaran (outputs) sertaumpan balik (feed back). Sebagai rangka dasarsistem maka administrasi publik mempunyailingkungan, masukan-masukan proses konversi,keluaran-keluaran serta umpan balik yang salingberinteraksi satu dengan lainnya. Lingkunganberfungsi sebagai perangsang administrator untukberusaha dan sekaligus sebagai penerima hasil kerjamereka. Lingkungan ini memiliki faktor yang bersifat

fisik/alamiah dan sosial kemasyarakatan yangmenimbulkan masalah untuk dapat dipecahkan olehpembuat kebijakan dan sebaliknya juga membantumengatasi masalah-masalah tersebut.

Ekologi Administrasi Publik IndonesiaDalam membicarakan ekologi administrasi publik

Indonesia ini dipergunakan model keseimbangan dariFred. W. Riggs, dengan mempertimbangkan faktor-faktor fisik/alamiah serta faktor sosial/kemasyara-katan yang penekanannya pada aspek ideologi, politik,ekonomi, sosial budaya dan militer/hankam, sebagaifaktor ekologi.1. Faktor Ekologi yang Beraspek Alamiah/Fisik

Faktor ekologi yang beraspek alamiah ini terdiridari posisi/letak geografis, serta lokasi, keadaandan kekayaan alam, keadaan dan kemampuanpenduduk.a. Letak geografi dan lokasi

Posisi atau letak geografi menunjukkanketentuan lokasi suatu negara dalam ruangdan waktu sehingga batas-batas wilayahmenjadi jelas pada saat tertentu. Dikatakanpada saat tertentu dimungkinkan ruang/waktuwilayah negara tersebut akan mengalamiperubahan. Lokasi akan menunjukkantempat atau letak sesuatu negara akankelihatan jelas bentuk serta wujud dan tatasusunannya ke dalam sedang keluaran dapatdiketahui situasi dan kondisi lingkungan.Letak geografis dan lokasi ini akanmempengaruhi struktur dan perilakuadministrasi publik, yaitu dengan melihat:1) Bentuk wujudnya ke dalam, yaitu

berbentuk kepulauan, luas daratan+ 1.919.170 km persegi luas perairan/lautan + 5,4 juta km persegi (KetetapanMajelis Permusyawaratan Rakyat No.IV/MPR/1973). Dengan kondisi wilayahdaratan serta perairan sebagaimana

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 5: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

5Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

tersebut dapat dikatakan pentingnyaperan administrasi publik dalammenghubungkan pulau-pulau tersebutsatu dengan lainnya sehingga bangsatidak bisa terisolasi dan dalam keadaanterintegrasi.

2) Letak astronomi Indonesia ialah bahwa95o dan 141o BT dan di antara 6o LUdan 11o LU yang berarti berada padadaerah yang beriklim tropik. Iklim inimenunjang tumbuhnya tumbuh-tumbuhan hutan-hutan, yang agarbermanfaat bagi penduduknya sertatercermin kelestarian maka perludikelola, diatur pemanfaatannya danperemajaannya, untuk itu diperlukanadministrasi publik.

3) Letak wilayah Indonesia pada posisisilang antara 2 benua dan 2 samudra.Dua benua di sebelah utara Indonesiaadalah benua Asia, di mana terletaknegara-negara besar (sebagian wilayahRusia (komunis), RRC (jumlahpenduduknya yang besar/negarakomunis), Jepang (negara industriterbesar di Asia), India (jumlah pendudukyang besar) serta benua Australia disebelah selatan Indonesia, yang orientasike negara barat. Dua samudra, yaitusamudra Pasifik (besar sekali perannyapada masa Perang Dunia II) danSamudra Indonesia (jalur supply minyakdari Timur Tengah ke Eropa, Amerika,Jepang)Posisi silang ini menjadikan Indonesiaincaran bangsa-bangsa besar di duniauntuk menanamkan pengaruhnya. Indo-nesia juga merupakan medan yangterbuka yang dapat didekati dari segalaarah. Untuk mengawasi wilayahnya

maka diperlukan adanya administrasipublik yang akan melindungi sertamenangkal bahaya dari segala arah.Dalam pada itu dengan semangatpersatuan dan kesatuan bangsa karenamerasa senasib dan sepenanggunganmaka dalam lingkungan bangsa Indone-sia tumbuh semangat persatuan danmeresap ke dalam ideologi bangsa dannegara yaitu Pancasila, khususnya dalamsila Persatuan Indonesia membuahkansuatu pandangan yaitu WawasanNusantara yang memandang kepulauanIndonesia sebagai satu kesatuan(kebulatan), geografis, politis, ekonomis,sosial budaya dan pertahanan keamanan.

b. Keadaan dan kekayaan alamNegara Indonesia memiliki kekayaan alamyang potensial yang berupa tanah yang subur,lautan yang kaya akan ikan dan kehidupanlaut lainnya, bahan tambang dan lain-lain.Daratan mempunyai gunung berapi danmenyuburkan tanah dan mengandungsumber energi yang dapat dimanfaatkan.Pengaruh keadaan alam serta kekayaan alamterhadap administrasi publik tampak padausaha memanfaatkannya bagi pemenuhankebutuhan hidup manusia.

c. Keadaan dan kemampuan pendudukPengaruh faktor ini terhadap administrasipublik dapat dilihat dan dikaitkan pada hal-hal sebagai berikut.1) Jumlah penduduk

Jumlah penduduk di Indonesia tergolongjumlah yang besar serta laju per-tumbuhannya yang tinggi karenanyaperlu sekali adanya usaha-usaha untukmengendalikan jumlah penduduk denganjalan menghambat pertum-buhannyauntuk keperluan ini selanjutnya sejak

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 6: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

6 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

tahun 1969 ditetapkan program-programpemerintah yang dikenal dengan Pro-gram Keluarga Berencana.

2) Distribusi PendudukJumlah penduduk yang besar dibarengidengan distribusi yang tidak meratadalam ruang geografi, artinya penye-baran di antara berbagai wilayah negaratidak merata. Untuk keperluan inipemerintah mempersiapkan perangkatadministrasi publik (Direktorat JenderalTransmigrasi).

3) Komposisi (umur)Komposisi menurut usia penduduk yangmempengaruhi administrasi publikadalah penduduk dengan usia 5-9 tahun;15-24 tahun. Peningkatan persentasepada setiap komposisi usia akanmempengaruhi kegiatan administrasipublik.

4) Penghasilan pendudukDari berbagai laporan dinyatakan bahwaIndonesia termasuk kelompok negara-negara berpenghasilan rendah, disamping India, Sri Langka, dan Tanza-nia. Hal ini menunjukkan kurangmampunya penduduk serta per-ekonomian nasional yang mendukungbeban pajak yang dipungut pemerintahuntuk membiayai administrasi publik (gajipegawai, alat perlengkapan, dan lain-lain).

5) Tingkat pendidikanTingkat pendidikan masyarakat Indone-sia masih tergolong rendah yaitu (tahun1975 yang sudah melek huruf + 62 %dari seluruh jumlah penduduk).Rendahnya tingkat pendidikan inimendorong administrasi publik untukmeningkatkan programnya.

6) Kesehatan pendudukKesehatan penduduk mempengaruhiadministrasi publik, dalam arti kesehatanpenduduk yang masih rendah akanmendorong Pemerintah untuk menyusunprogramnya di bidang kesehatan(peningkatan pelayanan kesehatan,pemberantasan penyakit rakyat,peningkatan gizi dan lain-lain).

2. Aspek Kemasyarakatana. Ideologi

Ideologi adalah suatu kompleks atau jalinanide-ide asasi tentang manusia dan dunia, yangdijadikan pedoman dan cita-cita hidup. Dalamsejarah ideologi dianut karena manfaat danefisien serta karena mendasarkan keyakinanbahwa ideologi itu benar. Ideologi mencakuptentang manusia, dunia Tuhan, dan lain-lain.Dalam perkembangan selanjutnya ideologiberarti ilmu pengetahuan tentang penge-tahuan tentang pandangan hidup (cita-cita)mengenai kenegaraan dan kemasyarakatan.Dengan kata lain, ideologi adalah pandangannilai yang diyakini kebenarannya yangdigunakan sebagai dasar menata masya-rakat.Bagi bangsa Indonesia, ideologi dimaksudkanadalah Pancasila, sebagai pandang hidup,Pancasila menjadi pegangan dan pedomanbagaimana bangsa Indonesia memecahkanmasalah-masalah politik, ekonomi, sosialbudaya yang timbul dalam gerak masyarakatyang semakin maju.Dalam mempelajari pengaruh ideologiterhadap administrasi Indonesia, Pancasilasebagai dasar/Ideologi negara yang telahdirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan selanjutnyadijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945.Ketentuan dalam UUD 1945 ini lebih lanjut

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 7: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

7Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

dijabarkan ke dalam kebijakan umum nasionalyang lebih lanjut dijabarkan ke dalamkebijakan Umum Nasional yang ditetapkanoleh MPR sebagai wakil-wakil rakyat berupaGaris-garis Besar Haluan Negara danKetetapan-Ketetapan lainnya. Kebijakanumum nasional itu diperinci dan diatur dalamundang-undang yang dibuat oleh pemerintahbersama-sama DPR (ini disebut fase (pub-lic policy formulation) sedang faseberikutnya, yaitu fase pelaksanaankebijaksanaan umum (Public Policy Execu-tion), yaitu administrasi publik.

b. PolitikPolitik itu menyangkut erat kaitannya dengannegara dan dengan sendirinya berkaitan puladengan pemerintahan dan kekuasaan.Sebagai fungsi administrasi publikmerupakan usaha melaksanakan kehendaknegara. Dengan demikian, politik danadministrasi publik erat kaitannya politikmerupakan pangkal tolak administrasi.Negara merupakan kelanjutan dari politik.Dalam meninjau pengaruh politik terhadapadministrasi publik perlu diperhatikan sistempolitik, yaitu sistem hubungan kekuasaandalam pemerintahan dan hubungankekuasaan pemerintah dengan sumbernya(rakyat). Dengan demikian, sistem politikmencakup hubungan antara pengembankekuasaan pemerintah dengan wakil-wakilrakyat diorganisasi untuk dapatmengefektifkan kekuasaannya, sistempemilihan dan lain-lain.

c. EkonomiBerdasarkan ketentuan pasal 33 UUD 1945dasar perekonomian Indonesia ada usaha-usaha pemerintah, usaha-usaha koperasi danusaha-usaha swasta. Dalam rangkamenciptakan sebesar-besar kemakmuran

rakyat, ekonomi, Indonesia padakeseimbangan antara sektor pemerintah,swasta dan koperasi. Beberapa pengaruhfaktor ekonomi terhadap administrasi publik,antara lain berikut ini.1) Ekonomi Indonesia didasarkan kepada

nilai-nilai Pancasila yang telah terjabardalam pasal 33 UUD 1945. Landasanekonomi ini mempunyai dampakterhadap administrasi publik, yaitu dalamrangka mewujudkan usaha bersama atauasas kekeluargaan atau usaha koperasimaka pemerintah sejak semula telahmempersiapkan administrasi publik untukmembina koperasi.

2) Cabang-cabang produksi yang pentingbagi negara dan yang menguasai hajathidup orang banyak dikuasai olehnegara. Perusahaan dalam hal ini adalahperwujudan perusahaan-perusahaannegara atau public enterprises yangberada di bawah Departemen/KantorMenteri Negara.

3) Dalam ekonomi Indonesia masih terbukakesempatan yang luas bagi swasta untukberusaha, juga di bidang penanamanmodal, demikian pula halnya swastaasing mendapat kesempatan hanyadengan bimbingan dan pengendalian daripihak pemerintah. Untuk keperluan inidiperlukan administrasi publik, misalnyauntuk mengatur distribusi bahan-bahankebutuhan pokok agar merata ke segalalapisan masyarakat, untuk mengendali-kan harga dan lain-lain.

4) Ekonomi kita sedang berkembang danbelum mampu menciptakan taraf hiduprakyat yang tinggi, keadaan demikianbelum memungkinkan pemerintahmemungut pajak, cukai dan lain-lain yang

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 8: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

8 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

cukup besar untuk membiayai operasiadministrasi publiknya baik untukpengadaan peralatannya maupun untukgaji pegawai.

5) Pada umumnya gaji pegawai belumdapat mendatangkan kehidupan layakpada pegawai (public servants).

6) Pembangunan nasional yang dilaksana-kan secara bertahap dan berencana suatuBadan Perencana yang dilengkapidengan seperangkat administrasi publik.

7) Dalam rangka pembangunan nasionaldiperlukan investasi (penanaman) modalyang cukup besar, baik oleh pihakpemerintah maupun oleh pihak swasta.

Dalam hal itu, pengaruh pembangunanadministrasi publik terhadap ekonomi dapatdiuraikan sebagai berikut.1) Dalam penyusunan anggaran belanja dan

pendapatan negara.2) Dalam kebijakan penanaman modal.3) Dalam kebijakan proteksi (perlin-

dungan).4) Dalam kebijakan di bidang ekspor.

d. Sosial budayaSosial budaya adalah kata majemuk tersusundari kata sosial dan budaya. Kata sosialmenyangkut suatu kehidupan bersamamanusia. Dengan demikian, kata sosialmenyangkut kelompok-kelompok manusia.Bagaimana susunan kelompok perpindahankelompok dari dan kelompok lain, dasarpenyusunan kelompok, dan lain-lain. Denganbudaya bersangkut-paut dengan segalamacam karya manusia yang bersumber padacipta, rasa dan karya yang berwujud berbagaimacam ilmu pengetahuan dan teknologi,berbagai macam seni dan keindahan sertaberbagai macam ukuran nilai etika, moral dansebagainya.

Pengaruh sosial budaya terhadap administrasipublik Indonesia, dapat dilihat dari hal-halsebagai berikut.1) Negara Indonesia tergolong negara yang

sedang berkembang di manamasyarakatnya mengalami masa transisidari masyarakat tradisional menujumasyarakat modern (maju). Apabiladihubungkan dengan dimasukkan kedalam Prismatic society dengan ciri-cirinya, yaitu heterogen, tumpang tindih(over lapping) dan formalitas. Modeladministrasi publiknya adalah SalaModel.

2) Proses modernisasi bersamaan denganperkembangan teknologi sosial danpolitik. Teknologi sendiri diartikan sebagaipengetahuan untuk memanfaatkan dayacipta manusia dalam usaha penemuanilmiah dan teknik yang biasanyamenghasilkan alat-alat, sedangkanteknologi sosial meliputi penemuan dibidang sosial, yaitu yang berkaitandengan penggunaan alat-alat, termasukorganisasi dan asosiasi manusia(contohnya organisasi dan asosiasiburuh, kelompok kepentingan, dan lain-lain).

3) Tumbuh dan berkembangnya komuni-kasi terutama di bidang alat-alatkomunikasi jarak jauh yang menembusdaerah-daerah di Indonesia, (satelitPalapa, Intersat, dan alat komunikasilainnya, seperti S.L.J.J) yangmemungkinkan mempercepat prosesadministrasi publik di Indonesia.

Sedangkan pengaruh administrasi publikterhadap sosial budaya dapat ditelusuri dariprogram-program pembangunan sosialbudaya yang digerakkan oleh pemerintah

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 9: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

9Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

yang diimplementasikan oleh administrasipublik. Dalam Garis-garis Besar HaluanNegara pemerintah telah memprogramkandan mengarahkan program pembangunan dibidang sosial yang dapat dijadikan acuandalam membahas administrasi publik.Beberapa pengaruh yang dimaksud adalah:1) Program modernisasi desa

Program modernisasi desa dilaksana-kan oleh semua komponen masyarakatdan pemerintah (Ditjen PemberdayaanMasyarakat Desa, Depdagri, danDepartemen/Kementerian terkait).

2) Program-program di bidang seni budayaProgram ini telah mengembangkan senidan budaya nasional terutama program-program yang dilancarkan olehDirektorat Jenderal KebudayaanDepartemen Pendidikan danKebudayaan.

3) Program di bidang PendidikanPembangunan di bidang ini diimplemen-tasikan oleh Administrasi publik yangtelah membuka kesempatan seluasnyabagi warga negara untuk memperolehpendidikan.

4) Program di bidang kesehatan danKeluarga BerencanaProgram di bidang kesehatan yangmenghasilkan pusat pelayanan kesehatan(Puskesmas) telah meng-ubah tingkatkesehatan penduduk, yang padagilirannya akan menekan tingkatkematian.

5) Program di bidang lainnyaBerbagai Departemen Pemerintahmelalui Administrasi publik telahmelaksanakan usaha-usaha yang dapatmempengaruhi faktor sosial budaya(misal proyek perumahan susun yang

dilaksanakan Departemen PekerjaanUmum, peningkatan pelayanan sosialoleh Departemen Sosial).

e. Militer atau pertahanan dan keamananPengaruh militer terhadap Administrasi publikdapat ditelusuri melalui Dwifungsi ABRIdengan sistem kekaryaan, di mana karyawanABRI dapat ditugaskan di luar DepartemenHANKAM untuk melaksana-kan fungsi dantugas lembaga, di mana mereka ditugaskan.Di Era Reformasi ini Dwi fungsi ABRI dankekaryaan dikurangi dan cenderungdihilangkan.

Sistem dan prosedur Administrasi publik sampaipada tingkat tertentu diwarnai oleh kebiasaanadministrasi lembaga tadi yang merupakan kebiasaan.Contohnya, berikut ini :1) Pemantapan prinsip-prinsip organisasi

dikenalnya fungsi lini dan staf.2) Pada tingkat Administrasi Daerah telah

berkembang struktur organisasi SekretariatWilayah Negara.

3) Tata Upacara Militer (TUM) telah diterimasebagai upacara umum, di lingkunganAdministrasi publik.

Di samping itu adanya pengaruh timbal balikantara Administrasi publik terhadap Militer Hankam)dapat tampak pada 2 hal sebagaimana di bawah ini.Pertama karena anggota militer sewaktu-waktuharus siap bertugas di luar jajaran DepartemenHankam maka diperlukan kualifikasi yang sesuaidengan tuntutan persyaratan jabatan yang dimaksud.Oleh karenanya, perlu adanya orientasi kepadakurikulum pendidikan militer agar dapat dihasilkanmiliter yang memiliki kemampuan untuk penugasandi luar hankam. Kedua, pelaksanaan sishankamrata,memerlukan pengarahan kekuatan rakyat, rakyatperlu dilatih diorganisasi dalam kelompok yangsewaktu-waktu dapat digerakkan untuk menghadapitugas hankamrata.

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 10: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

10 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

PenutupPerbandingan pendekatan ekologi dengan

mengidentifikasikan persamaan dan perbedaan yangada pada sistem administrasi dari suatu masyarakat,bangsa dan negara untuk selanjutnya dapat ditemukanhal-hal yang dapat diterapkan pada masyarakat,bangsa dan negara lain guna menyempurnakan/mengembangkan sistem administrasi publiknya.

Ekologi Administrasi publik Indonesia denganmelihat faktor lingkungan yang mempunyai aspekfisik yang berwujud trigatra, yakni posisi geografi danlokasi, keadaan dan kekayaan alam, serta keadaandan kemampuan penduduk.

Aspek lainnya yang mempengaruhi administrasipublik adalah aspek kemasyarakatan/sosial yangmeliputi aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budayadan militer atau pertahanan dan keamanan (hankam).

Daftar PustakaBews. (1935). Human Ecology. London: Oxford

University Press.Goodnow, Frouk, J. (1900). Politics and Adminis-

tration. New York: The McMillan Co.Heady, Ferrell. (1966). Public Administrations: A

Comparative Perspective. New Jersey:Prentice Hall Inc.

Nigro, Felix A. (1966) Modern Public Administra-tion. A Harper International Edition. New York,Evanston, London: Harper and Row Publish-ers.

Pamudji S. (1983). Ekologi Administrasi Publik.Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Pariata Westra. (1974). Perbandingan Administrasi:Suatu Pengantar. Buletin No. 6/74, Sekip.Yogyakarta: Balai Pembinaan Administrasi,UGM.

Riggs, Fred. W. (1961). The Ecology of PublicAdministration. Bombay, London, New York:Asia Publishing House.

Soehardjono. (1983). Pengantar PerbandinganAdministrasi Publik. Majalah Kampus“Sangkakala”. Malang-Jatim: AkademiPemerintahan Dalam Negeri.

The Liang Gie. (1978). Unsur-unsur Administrasi:Suatu Kumpulan Karangan. Yogyakarta:Karya Kencana.

Tri Kadarwati. (2007). Perbandingan AdministrasiNegara. Edisi Kesatu. Jakarta: UniversitasTerbuka.

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIAOleh : M. Riduan K.

Page 11: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

11Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNISINTERNASIONAL

Oleh : Marinus R. Manurung

ABSTRACTThe real couse of business management failure is more about ethics than skill. Poor business

ethics and values created negative impact on business management including less production, higherturnover of employees and increased operating costs.

Maintaining business ethics in international trade can be a challenge, especially in countrieswhere corrupt, bribes and payoffs are common practices.

This article elaborates the universal ethical norms that can be used to govern internationalbusiness practices, the issue of dumplings in international business as well as business ethics inmultinational corporations.

PENDAHULUANEtika dan integritas merupakan suatu keinginan

yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuranyang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untukmengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.

Kompetisi inilah yang harus memanasbelakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuahkonsep bahwa mereka yang berhasil adalah yangmahir meng-hancurkan musuh-musuhnya. Banyakyang mengatakan kompetisi lambang ketamakan.Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebasdimasa mendatang justru mempromosikankompetisi yang juga lebih bebas. Lewat ilmukompetisi kita dapat merenungkan, membayangkaneksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arenabaru yaitu pasar bebas dimasa mendatang.Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekalitidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuahperusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbedaoleh penguasa kita. Jika kita ingin mencapai target,

sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakankegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yangterlihat perjalanan yang wiring dan Balingmembutuhkan antara golongan menengah kebawahdan pengusaha golongan atas.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapahal yang perlu diperhatikan antara lain yaitupengendalian diri, pengembangan tanggung jawabsosial, mempertahankan jati diri, menciptakanpersaingan yang sehat, menerapkan konseppembangunan tanggung jawab sosial,mempertahankan jati diri, menciptakan persainganyang sehat, menerapkan konsep pembangunan yangberkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece,Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi),mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.

Dengan adanya moral dan etika dalam duniabisnis, Serta kesadaran semua pihak untukmelaksanakan-nya, bila tidak , bisnis sulit bisadijalankan secara baik dan etis.

Dr. Marinus R. Manurung, MPA : Dosen Tetap Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta

Page 12: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

12 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

ETIKA DALAM BISNIS INTERNASIONALNorma-norma moral yang umum pada tarafinternasionala. Menyesuaikan diri

Untuk menunjukkan sikap yang tampak dalampandangan pertama, bahasa inggrismenggunakan perbahasa: “When in Rome, doas Romans do” (Kalau di Roma, lakukan apayang dilakukan orang Roma), yang kira-kirasama artinya seperti peribahasa Indonesia: “Disana bumi dipijak, di sana langit dijunjung”.Maksudnya, kalau sedang mengadakankegiatan ditempat lain, bisnis harusmenyesuaikan diri dengan norma-norma yangberlaku di tempat itu.

b. Rigorisme moralPandangan ini berpendapat bahwa apa yangdianggap baik di negerinya sendiri, tidakmungkin menjadi kurang baik di tampat lain.Pandangan ini sulit dipertahankan. Mau tidakmau, perlu kita akui bahwa situasi setempatbisa berbeda dan hal itu pasti mempengaruhikeputusan-keputusan moral kita.Kebenaran yang dapat ditemukan dalampandangan regorisme moral ini adalah bahwakita harus konsisten dalam perlaku moral kita.Norma-norma etis memang bersifat umum.yang buruk di satu tempat tidak mungkinmenjadi baik dan terpuji di tempat lain. Namunpenganjut regorisme moral kurangmemperhaikan bahwa situasi yang berbedaturut mempengaruhi keputusan etis.

c. Imoralisme naifMenurut pandangan ini, dalam bisnisinternasional tidak perlu kita berpegang padanorma-norma etika. Norma ini berpendapatbahwa kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun hanya sejauhketentuan-ketentuan hukum yang ditegakkandi negara bersangkutan), tetapi selain itu, kita

tidak terikat oleh norma-norma moral.d. Kasus: bisnis dengan Afrika Selatan yang

rasistisSetelah kita mempelajari tiga pandangan initentang peranan etika dalam bisnis internasionalini, perlu kita simpulkan bahwa tidak satu pundiantaranya bisa dipertahankan. Tetapi alsan-alasan kita menolak tiga pandangan ini tidaksama.

Dalam etika jarang prinsip-prinsip moral bisaditerapkan dengan mutlak, karena situasi konkretwring kali sangat kompleks. Suatu pemecahan hitamputih dalam etika hampir tidak pernah bisadiharapkan. Seringkali pemecahan yang betulmencari jalan tengah antara beberapa ekstrem.Salah satu contoh adalah bisnis internasional denganAfrika Selatan sampai negara itu meninggalkanpolitiknya yang rasistis. Di sim kita mempelajarikasus Afrika Selatan in sebagai contoh usahamemperdamaikan pandangan ‘menyesuaikan diri”dengan pandangan rigorisme moral.

Sampai pemilu multi-ras pertama berlangsungpada tahun 1994, Afrika Selatan mempunyai sistempolitik yang didasarkan atas diskriminasi ras (apart-heid), artinya dalam segala hal mayoritas kulit hitam(83% dari penduduk) dibedakan dan dipisahkandari minoritas kulit putih. Perlu ditakankan lagibahwa sistem apartheid ini didasarkan atas undang-undang Afrika Selatan sejak tahun 1948.Pengelompokan ini mulai dari perumahan sampaidengan fasilitas umum. Yang dipraktekkan di AfrikaSelatan pada waktu itu adalah diskriminasi rasterang-terangan. Dan setiap diskriminasi tentumerupakan hal yang tidak etis. Dicantumkannyadalam sistem hukum tidak bisa mengubah kualitasetisnya. Kebijakan apartheid di Afrika Selatan inimenimbulkan kesulitan moral yang besar untukperusahaan-perusahaan asing yang mengadakanbisnis di Afrika Selatan. Mereka diwajibkan untukmengikuti sistem apartheid juga dalam pabrik-

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 13: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

13Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

pabrik dan kantor-kantor di Afrika Selatan.Mengelola perusahaan atas dasar diskriminasimerupakan hal yang tidak etis. Apakah perusahaanboleh melakukan di Afrika Selatan apa yangsebenarnya tidak etis dan di negerinya sendiri pastitidak diperbolehkan? Hal ini tentu menimbulkan pro-kontra antara pandangan “menyesuaikan diri”dengan “rigorisme moral”.

Dalam mencari jalan keluar dari masalah ini,banyak perusahaan Barat memegang pada The so-lution principles yang untuk pertama kalidirumuskan dan dipraktekan oleh perusahaan mobilAmerika, General Motors. Leon Sullivan, yaitupendeta Baptis (kulit hitam) mengusulkan untukmenezuskan kegiatan ekonomisnya denganditambah dua syarat yang bertujuan memperbaikinasib golongan kulit hitam di sang. Syarat-syarat itukemudian dikenal sebagai “Prinsip-prinsip Sullivan”.Syarat yang pertama adalah bahwa General Mo-tors dan pabrik-pabriknya di Afrika Selatan tidakakan menerapkan undang-undang apartheid,karena dinilai tidak adil. Syarat yang kedua adalahbahwa General Motors akan berusaha terns padakempatan apa saja, di Afrika Selatan sendiri maupundalam forum internasional, agar undang-undangapartheid itu dihapus. Solusi dari General Motorsitu bisa dilihat sebagai usaha untuk mencari jalantengah antara pandangan “menyesuaikan diri” dan“regorisme moral”.

Masalah ‘dumping’ dalam bisnis internasionalYang dimaksudkan dengan dumping adalah

menjual sebuah produk dalam kuantitas yang besardisuatu negara lain dengan harga dibawah hargapasar dan kadang-kadang malah dibawah biayaproduksi. Dumping dianggap tidak etis karenamelanggar etika pasar bebas.

Dumping produksi bisa di adakan denganbanyak motif yang berbeda. Salah satu motif adalahbahwa si penjual mempunyai persediaan terlalu

besar, sehingga ia memutuskan untuk menjualproduk bersangkutan di bawah harga saja. Motiflebih jelek adalah berusaha untuk merebut monopolidengan membanting harga. Produk ditawarkandengan harga begitu miurah, sehingga produsen dinegara lain itu merasa tidak sanggup bersaing lagidan terpaksa menutup usahanya. Kita membutuhkansuatu instansi supranasional yang sanggup bertindakdan sekaligus diakui sebagai wasit yang obyektif.Tetapi dalam situasi dunia sekarang instansi sepertiitu belum mungkin diwujudkan. Dalam rangkaOrganisasi Perdagangan Dunia (WHO) telah dibuatsebuah dokumen tentang dumping, tetapi hanyasebagai model unutk membuat peraturan hukum dinegara-negara anggotanya.

Aspek-aspek etis dari korporasi multinasionalFenomena yang agak barn di atas panggung bisnis

dunia adalah korporasi multinasional (multinationalcorporation), yang juga disebut korporasitransnasional (transnational corporation). Yangdiomaksudkan dengannya adalah perusahaan yangmempunyai investasi langsung dalam dua negara ataulebih. Jadi, perusahaan yang mempunyai hubungandagang dengan luar negeri, dengan demikian belummencapai status korporasi multinasional (KMN),tetapi perusahaan yang memiliki pabrik di beberapanegara termasuk di dalamnya.

De George relah merumuskan sepuluh aturan etisyang dianggap paling mendesak dalam menanganinorma-norma etis bagi KMN-KMN1. Korporasi multinasional tidak boleti dengan

sengaja mengakibatkan kerugian langsung.Norma pertama ini mengatakan bahwa suatutindakan tidak etis, bila KMN dengan tabu danmau mengakibatkan kerugian bagi negaradimana ia beroperasi atau para penduduknya.

2. Korporasi multinasional harus menghasilkanlebih banyak manfaat daripada kerugian baginegara dimana mereka beroperasi.

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 14: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

14 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Norma kedua ini melanjutkan dan merincikandari norma yang pertama. Norma ini menuntutagar secara menyeluruh akibat-akibat baikmelebihi akibat-akinat jelek. KMN belummemenuhi kewajibannya, jika hanya tercapaikeseimbangan antara akibat-akibat baik danakibat-akibat jelek.

3. Dengan kegiatan korporasi multinasional ituharus memberi kontribusi kepada pem-bangunan negara di mana ia beroperasi.Norma ketiga ini lebih konkret lagi. Bukan sajaKMN harus menghasilkan lebih banyak halyang jelek bagi negara berkembang ini, tetapiia harus menyumbangkan juga pada pem-bangunannya.

4. Korporasi multinasional harus menghormatiHak Asasi Manusia dari semua karyawannya.Norma ini perlu disebut secara eksplisit.Terutama tentang upah dan kondisi kerja, dibanyak negara negara berkembang HAM parapekerja dilanggar dengan membayar upahdibawah upah minimum, mempekerjakananak, atau mempraktekan diskriminasi karenaalasan agama, ras, gender, atau sebagainya.

5. Sejauh kebudayaan setempat tidak melanggarnorma-norma etis, korporasi multinasionalharus menghormati kebudayaan lokal itu danbekerja sama dengannya, bukan menentang-nya. Norma ini diturunkan dari norma pertama.KMN akan merugikan negara dimana iaberoperasi, jika ia tidak menghormatikebudayaan setempat.

6. Korporasi multinasional harus membayar pajakyang “fair “.Setiap perusahaan harus membayar pajakmenurut tarif yang telah ditentukan dalam suatu.negara. Di negara-negara maju, hal itu diawasidengan ketat dan efisien pada taraf nasional.Tapi kontrol semacam itu tidak ada pada tarafinternasional. The Organization for Economic

Coorporation and Development (OECD)mencantumkan sebuah pasal khusus dalam“Guidelines for Multinational Enterprises”tentang masalah pajak.

7. Korporasi multinasional harus bekerja-sama dengan pemerintah setempat dalammengembangkan dan menegakkan “back-ground institutions” yang tepat.Pandangan De George ini barangkali dapatdikaitkan dengan observasi ekonom­sosiologbesar swedia, Gunnar Myrdal (1898-1987),yang berpendapat bahwa bagi negara-negaraberkembang (sebenarnya ia berbicara tentangnegara-negara Asia Selatan) suatu hambatanbesar bagi pembangunannya adalah statusnyasebagai soft states (negara-negara lunak)dimana banyak hal tidak ditegakkan dengankonsekuen dari efektif.

8. Negara yang memilki mayoritas sahamsebuah perusahaan harus memikultanggungjawab moral atas kegiatan dankegagalan perusahaan tersebut.Sebuah KMN seringkali dimiliki orang-orangdari beberapa negara, terutama negara asaldan negara dimana sebuah pabrik atauperusahaan berdiri. Kalau terjadi kecelakaandalam pabrik milik sebuah perusahaannasional, tidak akan menimbulkan masalahtentang siapa yang harus bertanggungjawab.Tetapi, kalau terjadi kecelakaan dalam pabrikmilik sebuah KMN, tanggungjawab ituseringkali kurang jelas. Norma ini mengatakanbahwa dalam kasus seperti ini tanggungjawabmoral harus dipikul oleh pemilik saham.

9. Jika suatu korporasi multinasionalmembangun pabrik yang beresiko tinggi, iawajib menjaga supaya pabrik itu aman dandioperasikan dengan aman.Norma ini juga diturunkan untuk tidakmerugikan. KMN bertanggungjawab untuk

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 15: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

15Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

membangun pabrik yang aman dan melatihBerta membina sebaik mungkin mereka yangakan mengoperasikan pabrik itu. Hal iniberlaku secara khusus, kalau yang dibangunitu adalah instalasi nuklir, karena kecelakaanakan mempunyai damapak luas melampauilokasi instalasi tersebut.

10. Dalam mengalihkan teknologi beresiko tinggikepada negara berkembang, korporasimultinasional nasional wajib merancang kembalisebuah teknologi demikian rupa, sehinggadapat dipakai dengan aman dalam negara barnyang belum berpengalaman. Menurut normaini prioritas harus diberikan kepada keamanan.Kalau mungkin, teknologi harus dirancangsesuai dengan kebudayaan & kondisi setempat,sehingga terjamin keamanan optimal.

Masalah korupsi pads taraf internasional1. Skandal suap

Untuk memberantas kasus korupsi interna-sional, perlulah peraturan yang disetujui secarainternasional pula. Tetapi sayangnya, dalamkeadaan sekarang hal itu belum dimungkinkan.Usaha-usaha dalam rangka PBB untukmembuat peraturan anti-korupsi yang akanditerima oleh semua korporasi multinasionalsampai kini selalu gagal.

2. Mengapa pemakaian uang suap bertentangandengan etika?· Karena praktek suap itu melanggar etika

pasar· Karena orang yang tidak berhak,

mendapatkan imbalan juga· Karena praktek suap bertentangan dengan

asas keadilan· Karena praktek suap, mengundang untuk

melakukan perbuatan tidak etis dan ilegallainnya.

MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIABISNISa. Moral Dalam Dunia Bisnis

Sejalan dengan berakhirnya pertemuan parapemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengandiperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifikditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yangbebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin“kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuatsemua kegiatan saling berpacu satu sama lain untukmendapatkan kesempatan (opportunity) dankeuntungan (profit) . Kadang kala untukmendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi,memaksa orang untuk menghalalkan segala caramengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.

Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelasakan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatananperekonomian yang saling menguntungkan. Namunperlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan olehpemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakalamasih ada bisnis kita khususnya dan internasionalumumnya dihinggapi kehendak saling “menindas”agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipatganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etikabisnis kita.

Jika kita ingin mencapai target, ada saatnya duniabisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yangbermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yangseiring dan saling membutuhkan antara golonganmenengah kebawah dan pengusaha golongankeatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?

Berbicara tentang moral sangat erat kaitannyadengan pembicaraan agama dan budaya, artinyakaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangatdipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimilikioleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agamamengajarkan pada umatnya untuk memiliki moralyang terpuji, termasuk dalam kegiatan mendapatkan

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 16: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

16 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

keuntungan dalam ber-”bisnis”. Jadi, moral sudahjelas merupakan suatu yang terpuji dan pastimemberikan dampak positif bagi kedua belah pihak.Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jikadilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas keduabelah pihak akan merasa puas dan memperolehkepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnyaakan terjalin kerja sama yang erat salingmenguntungkan.

Moral dan bisnis perlu terns ada agar terdapatdunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkatkepuasan, baik pada konsumen maupun produsen.Kenapa hal perlu ini dibicarakan?

Isu yang mencuat adalah semakin pesatnyaperkembangan informasi tanpa diimbangi dengandunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadisuatu rimba modern yang kuat menindas yang lemah.Sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan danpemerataan tidak akan pernah terwujud.

Moral lahir dari orang yang memiliki danmengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telahmengatur seseorang dalam melakukan hubungandengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa or-ang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akanmemiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis.Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnistidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatuperaturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihaktertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorangdengan pengetahuan ajaran agama yang dianutbudaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikandalam kehidupan sehari-hari.b. Etika Dalam Dunia Bisnis

Apabila moral merupakan sesuatu yangmendorong orang untuk melakukan kebaikan etikabertindak sebagai rambu-rambu (sign) yangmerupakan kesepakatan secara rela dari semuaanggota suatu kelompok, maka dunia bisnis yangbermoral akan mampu mengembangkan etika

(patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatanbisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Etika sebagai rambu-rambu dalam suatukelompok masyarakat akan dapat membimbing danmengingatkan anggotanya kepada suatu tindakanyang terpuji (good conduct) yang harus selaludipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnissudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yangberada dalam kelompok bisnis serta kelompok yangterkait lainnya.

Dunia bisnis, tidak hanya menyangkut hubunganantara pengusaha dengan pengusaha, tetapimempunyai kaftan secara nasional bahkaninternasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkanetika dalam berbisnis perlu pembicaraan yangtransparan antara semua pihak, baik pengusaha,pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agarjangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etikasementara pihak lain berpijak kepada apa yangmereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkaityang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etikamoral dan etika, jelas apa yang disepakati olehkalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisadiwujudkan.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapahal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah :1. Pengendalian diri

Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yangterkait mampu mengendalikan diri merekamasing-masing untuk tidak memperolehapapun dari siapapun dan dalam bentukapapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiritidak mendapatkan keuntungan dengan jalanmain curang dan menekan pihak lain danmenggunakan keuntungan dengan jalan maincurang dan menakan pihak lain danmenggunakan keuntungan tersebut walaupunkeuntungan itu merupakan hak bagi pelakubisnis, tetapi penggunaannya juga harusmemper-hatikan kondisi masyarakat sekitar-

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 17: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

17Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

nya. Inilah etika bisnis yang “etis”.2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social

responsibility)Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengankeadaan masyarakat, bukan hanya dalambentuk “uang” dengan jalan memberikansumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.Artinya sebagai contoh kesempatan yangdimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual padatingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinyaexcess demand harus menjadi perhatian dankepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidakmemanfaatkan kesempatan ini untuk meraupkeuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalamkeadaan excess demand pelaku bisnis harusmampu mengembangkan dan memanifestasi-kan sikap tanggung jawab terhadap masyarakatsekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudahuntuk terombang-ambing oleh pesatnyaperkem-bangan informasi dan teknologiBukan berarti etika bisnis anti perkembanganinformasi dan teknologi, tetapi informasi danteknologi itu harus dimanfaatkan untukmeningkatkan kepedulian bagi golongan yanglemah dan tidak kehilangan budaya yangdimiliki akibat adanya tranformasi informasi danteknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehatPersaingan dalam dunia bisnis perlu untukmeningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapipersaingan tersebut tidak mematikan yanglemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinanyang eras antara pelaku bisnis besar dangolongan menengah kebawah, sehinggadengan perkembangannya perusahaan besarmampu memberikan spread effect terhadapperkembangan sekitarnya. Untuk itu dalammenciptakan persaingan perlu adakekuatan­kekuatan yang seimbang dalam

dunia bisnis tersebut.5. Menerapkan konsep “pembangunan ber-

kelanjutan”Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkankeuntungan hanya pada saat sekarang, tetapiperlu memikirkan bagaimana dengan keadaandimasa mendatang. Berdasarkan ini jelaspelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi”ling-kungan dan keadaan saat sekarangsemaksimal mungkin tanpa mempertimbangkanlingkungan dan keadaan dimasa datangwalaupun saat sekarang merupakankesempatan untuk memperoleh keuntunganbesar.

6. Menghindari sifat 5K ( Katabelece,Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi )Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindarisikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadilagi apa yang dinamakan dengan korupsi,manipulasi dan segala bentuk permainan curangdalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yangmencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benarArtinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidakwajar untuk menerima kredit (sebagai contoh)karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, janganmenggunakan “katabelece” dari “koneksi”serta melakukan “kongkalikong” dengan datayang salah. Juga jangan memaksa diri untukmengadakan “kolusi” serta memberikan“komisi” kepada pihak yang terkait.

8. Menumbuhkan sikap saling percaya antaragolongan pengusaha kuat dan golonganpengusaha kebawahUntuk menciptakan kondisi bisnis yang“kondusif’ harus ada saling percaya (trust)antara golongan pengusaha kuat dengangolongan pengusaha lemah agar pengusahalemah mampu berkembang bersama denganpengusaha lainnya yang sudah besar dan

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 18: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

18 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanyaada antara pihak golongan kuat, saat sekarangsudah waktunya memberikan kesempatankepada pihak menengah untuk berkembangdan berkiprah dalam dunia bisnis.

9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan mainyang telah disepakati bersamaSemua konsep etika bisnis yang telahditentukan tidak akan dapat terlaksana apabilasetiap orang tidak mau konsekuen dankonsisten dengan etika tersebut. Mengapa?Seandainya semua ketika bisnis telahdisepakati, sementara ada “oknum”, baikpengusaha sendin maupun pihak yang lainmencoba untuk melakukan “kecurangan” demikepentingan pribadi, jelas semua konsep etikabisnis itu akan “gugur” satu semi satu.

10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasamemiliki terhadap apa yang telah disepakatiJika etika ini telah memiliki oleh semua pihak,jelas semua memberikan suatu ketentramandan kenyamanan dalam berbisnis.

11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang

dituangkan dalam suatu hukum positif yangberupa peraturan perundang-undangan

Hal ini untuk menjamin kepastian hukum darietika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadappengusaha lemah.

Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoraldan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dansangat diharapkan semua pihak apalagi dengansemakin pesatnya perkembangan globalisasi dimukabumf ini.

DUNIA BISNISPerubahan perdagangan dunia menuntut segera

dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi duniasemakin membaik. Langkah apa yang harusditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlakukonsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkantindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demipencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian,pengusaha yang menjadi pengerak motorperekonomian akan berubah menjadi binatangekonomi.

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

Page 19: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

19Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

PENGARUH PERUBAHAN KONSEP INTERIOR DESIGN DANVARIASI MENU TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN

DUNKIN DONUTS DI INDONESIA

Oleh : Noverdi Bros

ABSTRACT

Dunkin Donut is the international merk for the food product and service. at 2001 DunkinDonuts made a new concept especially to change the logo, interior design and menu variety thesample of cunsomers of Dunkin Donuts at Mall Pondok Indah Jakarta who answer the question thatchnage the concept of interior design identified is direct affect for consumer Dankin Donuts.

PENDAHULUANTahun 1940, seorang pengusaha bernama Bill

Rosenberg mendirikan dan membuka sebuah geraidonut dengan nama Open Kettle di kota Boston,Quincy – Massachusetts, Amerika Serikat.

Tanpa disangka gerai donut miliknya tumbuhdengan pesat. Hal ini terbukti dari makin bertambahbanyaknya jumlah pelanggan yang berkunjung.

Melihat perkembangan usahanya yang positif,tahun 1950, Rosenberg pun memutuskan mengubahnama Open Kettle menjadi nama lain yang lebihmenjual. Setelah melalui proses yang panjang,terpilihlah nama baru yang lebih menjanjikan yaitu“Dunkin”Donuts. Selaras dengan perubahan namatersebut, dirintislah system franchise (waralaba).

Tahun demi tahun berlalu, Kemajuan danketenaran nama “Dunkin” Donuts makin takterbendung. Bahkan di tahun 1970, Dunkin’Donutstelah menjadi merek internasional dengan reputasiyang luar biasa dalam hal kualitas produk danpelayanan. Reputasi dan ketenaran itu jugalah yangkemudian menarik minat Allied Domecq-sebuahperusahaan internasional yang membawahi Togo’s

dan Baskin Robins- untuk membeli Dunkin’ Do-nuts dari keluarga Rosenberg.

Pembelian dan pengambilalihan perusahaan darikeluarga Rosenberg akhirnya disepakati dandilakukan dengan penuh persahabatan pada tahun1983

Meskin berganti Kepemilikan, Allied Domecqtetap berusaha mempertahankan system manajemenyang sudah berjalan di Dunkin’ Donuts. Kalaupunada yang harus dirubah, perubahan dilakukan dalamskala kecil. Hanya satu yang menjadi ambisi seluruhmanajemen Allied Domecq yaitu membantu Dunkin’Donuts memperluas pasar secara internasional.Untuk mewujudkan ambisinya tersebut,diberlakukanlah standarisasi diseluruh counterDunkin’s Donuts. Di samping itu, berbagai strategimarketing yang jitu juga mulai dilancarkan, sepertiselalu berusaha memperbaharui design sesuaidengan trend, fakus terhadap kualitas produk sertaberusaha memaksimalkan kepuasan pelanggan.

Dengan didukung sumber daya manusia yanghandal, dalam waktu singkat ambisi Allied Domecqtercapai. Dunkin’ Donuts berhasil memperluas pasar

H. Noverdi Bros, Ph.D. : Dosen Pascasarjana Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta

Page 20: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

20 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

secara menakjubkan sehingga gerainya tidak hanyatersebar di benua Amerika, tetapi juga dibenuaEropa dan Asia. Dunkin; Donuts mulai merambahpasar Indonesia pada tahun 1985 dengan geraipertamanya didirikan di Jalan Hayam Wuruk,Jakarta.

Khusus wilayah Indonesia, master franchiseDunkin’ Donuts dipegang Dunkin’ Donuts Indone-sia.

Sejak diberik kepercayaan memegang masterfrancise tersebut, Dunkin’ Donuts Indonesia bercita-cita dan bertekad untuk terus membesarkan sertamemperkuat awareness dan positioning Dunkin’Donuts. Tidak hanya di Ibukota Indonesia, Jakarta,tetapi juga di berbagai kota besar lainnya. Itusebabnya, kegiatan memperluas pasar dengan jalanmembuka puluhan gerai permanent terus dilakukansecara berkala. Kini Dunkin’ Donuts Indonesia telahberhasil membuka lebih dari 200 gerai yang tersebardi berbagai kota besar Indonesia seperti Jakarta,Tangerang, Bogor, Bekasi, Depok, Surabaya,Bandung, Bali, Medan, Yogyakarta, Makasar, danlain sebagainya. Cita-cita memperkuat awarenessdan positioning pun bias dibilang telah tercapai.

Seiring dengan makin kuatnya awareness danpositioning Dunkin’ Donuts yang telah dibuktikanlewat hasil survey, diawal tahun 2001 Dunkin’ Do-nuts Indonesia kembali melakukan gebrakandengan menerapkan konsep baru (rew image) padasetiap gerainya. Kegiatan new image tersebutdilakukan secara bertahap dengan jalan merubahlogo, design interior gerai, dan berbagai perubahanlainnya. Dampak dari new image membuat Dunkin’Donuts terlihat lebih fresh dan sesuai dengankeinginan pasar. Namun semua itu belumlah cukup.

Bersamaan dengan terus dilangsungkan kegiatanNew Image, Dunkin’ Donuts Indonesia jugamengikrarkan komitmen untuk lebih memfokuskandiri pada perbaikan produk dan pelayanan. Dengandemikian diharapkan tingkat kepuasan konsumenterhadap Dunkin’ Donuts dapat terus meningkat.

Identifikasi masalah.Dari uraian topic diatas mengenai perkembangan

Dunkin’ Donuts di Indonesia, kami mencoba untukmenganalisa masalah ini kepada :

"Penaruh Perubahan Konsep Interior Design danVariasi Menu Terhadap Kepuasan PelangganDunkin di Indonesia"

Dan mengidentifikasikan masalah ini kepada :1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara

perubahan konsep interior Design dengankepuasan pelanggan

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antaravariasi menu dengan kepuasan pelanggan.

Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisa perubahan konsep Interior Design danVariasi Menu apakah mempunyai pengaruh yangsignifikan terhadap Kepuasan Pelanggan DunkinDonuts di Indonesia.

LANDASAN TEORIKonsep Pemasaran

Definisi Manajemen Pemasaran menurut PhilipKotler (2002:9) :

“Manajemen Pemasaran adalah prosesperencanaan dan pelaksanaan, pemikiran,penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan,barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yangmemenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi”.

Menurut Cohey (dalam Tjitono 2006), KonsepPemasaran terdiri atas Lima elemen yang salingberkait. Salah satu elemen tersebut adalah :

Pemilihan Pasar, yaitu memilih pasar yang akandilayani. Keputusan ini berdasarkan kepada fac-tor-faktor :a. Persepsi terhadap fungsi produk dan

pengelom-pokan teknologi yang dapatdiproteksi dan didominasi.

b. Keterbatasan sumber daya internal yangmendorong perlunya pemusatan (focus) yang

PENGARUH PERUBAHAN KONSEP INTERIOR DESIGN DAN VARIASI MENU TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DUNKINDONUTS DI INDONESIA Oleh : Noverdi Bros

Page 21: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

21Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

lebih sempit.c. Pengalaman kumulatif yang didasarkan pada

trial an error dalam menanggapi peluang dantantangan.

d. Kemampuan khusus yang berasal dari aksesterhadap sumber daya langka atau pasar yangterproteksi.

Pemilihan pasar mulai dengan melakukansegmentasi pasar dan kemudian memilih pasarsasaran yang paling memungkinkan untuk dilayanioleh perusahaan.

Variasi Menu ProdukMenurut Cohey (dalam Tjitono2006), Konsep

pemasaran terdiri atas Lima Elemen yang salingberkait.

Salah satu elemen tersebut adalah : PerencanaanProduk. Yaitu meliputi produk spesifik yang dijual,pembentukan lini prduk, dan desain penawaran in-dividual pada masing-masing lini. Produk itu sendirimenawarkan manfaat total yang dapat diperolehpelanggan dengan melakukan pembelian. Manfaattersebut meliputi produk itu sendiri, nama merekproduk, ketersediaan produk, jaminan atau garansi,jasa reparasi, dan bantuan teknis yang disediakanpenjual, serta hubungan personal yang mungkinterbentuk diantara pembeli dan penjual.

Kepuasan Pelanggan (Satisfaction)Secara umum, kepuasan pelanggan ditentukan

oleh terpenuhi tidaknya harapan pelanggan. Definisiumum tersebut mengacu pada paradigmaexpextancydisconfirmation. Berdasarkan paradigmaini, pelanggan ini akan menjadi standar untuk menilaikinerja actual suatu produk atau jasa. Jika apa yangdiharapkan pelanggan terpenuhi, maka akan terjadiconfirmation. Dengan kata lain, pelanggan puas.Sebaliknya,jika apa yang diharapkan pelanggantidak terpenuhi, maka akan terjadi disconfirmation.Ada disconfirmation yang positif, ada disconfir-mation yang negative. Disconfirmation positif terjadi

jika suatu produk atau jasa dapat memenuhikebutuhan pelanggan melebihi apa yang diharapkanoleh pelanggan. Disconfirmation negative terjadi jikasuatu produk atau jasa tidak dapat memenuhiharapan pelanggan.

Confirmation dan disconfirmation positif dapatmembuat pelanggan puas, sedangkan disconfir-mation negative dapat menyebabka pelanggan tidakpuas.

Oleh karena itu, Oliver (1996) seperti dikutipoleh Ruyter dan Bloemer (1999); 323) berpendapatbahwa:

"Satisfaction is thus perceived to be apostconsumption evaluation or a pleasureablelevel of consumption – related fulfillment”.

Pada umumnya jawaban konsumen yangmengindifikasikan mutu jasa yang diserahkan dapatdikelompokkan menjadi lima tipe :1. Sangat memuaskan, yaitu bahwa konsumen

yang memakai jasa yang disediakan sangatpuas dan merasakan ada sesuatu yang spesifik,kemudian mereka menceritakannya kepadateman sejawatnya sehingga berubah menjadicerita dari mulut ke mulut mengenai keutamaanmutu pelayanan yang telah diterima.

2. Memuaskan, yaitu bahwa konsumen merasapuas atas pelayanan yang diterima, namun tidakmencirikan sesuatu yang sangat spesifiksehingga tidak membentuk legenda mutu.

3. Tidak puas, yaitu bahwa konsumen merasakanada perbedaan antara yang dijanjikan olehprodusen dengan yang tidak diterima olehkonsumen, namun perbedaan itu masih dalambatas yang layak diterima. Kenyataan layananmasih diterima, misalnya jasa tidak tepat jadual,terjadi kelambatan dalam proses pemberianpelayanan baik karena factor teknis maupuninternal.

4. Menggerutu, yaitu bahwa konsumen merasapelayanan yang diterima sangat jauh bedanyadengan yang dijanjikan sehingga kenyamanan

PENGARUH PERUBAHAN KONSEP INTERIOR DESIGN DAN VARIASI MENU TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DUNKINDONUTS DI INDONESIA Oleh : Noverdi Bros

Page 22: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

22 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

tidak terasa dalam layanan yang diterima.5. Marah (emosi), yaitu bahwa konsumen merasa

kecewa berat dimana pelayanan yang diterimatidak satupun yang memenuhi dimensi mutujasa. Konsumen menyesal memakai jasa itu danmenyatakan tidak akan memakai kembali.

ANALISA DAN PEMBAHASANKarakteristik Responden

Sampel pada penelitian ini para konsumen digerai Dunkin Donuts Mall Pondok Indah, JakartaSelatan. Kuesioner penelitian sample yang diambilsebanyak 30 orang kemudian kuesionerdisebarkan, untuk lebih jelasnya akan ditampilkandalam Tabel dibawah ini :

Tabel 1Karakteristik Responden berdasarkan

pendidikan.Jenjang Pendidikan Responden PersentaseSMA/Sederajat 2 0,067Akademi Sederajat 10 0,333Strata 1 8 0,267Strata 2 10 0,333Total 30 100

Analisis DeskriptifDalam bentuk sebuah penilaian responden

menjawab kuesioner terhadap berbagai pernyataanyang telah disesuaikan dengan indicator dalampenelitian. Dan untuk memperoleh gambaran yanglebih jelas mengenai penilaian yang diberikanresponden tersebut, maka penulis menggunakananalisis deskriptif.

Kemudian dari hasil penilaian tersebut, penulisbuat dalam bentuk table

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan1. Dari hasil penelitian ternyata menunjukkan

bahwa koefisien regresi dari factor perubahankonsep (new image) terhadap kepuasanpelanggan memiliki pengaruh positif.

2. Hasil ini menunjukkan ada pengaruh langsungdari pengaruh perubahan konsep interior de-sign terhadap kepuasan pelanggan DunkinDonuts, hal tersebut mengindifikasikan bahwapelanggan Dunkin Donuts menilai perubahankonsep interior design dari logo dan desaininterior gerai terhadap kepuasan pelangganDunkin Donuts

3. Hal ini berarti bahwa : Pelanggan Dunkin Do-nuts menganggap perubahan konsep interiordesign yang dilakukan dengan merubah logodan design interior gerai lebih menarik danmudah diingat ditunjang dengan fasilitas WIFIdan kenyamanan gerai yang akhirnya akanmenciptakan kepuasan pelanggan.

4. Dari hasil penelitian selanjutnya ternyatamenunjukkan bahwa koefisien regresi dari fac-tor variasi menu terhadap kepuasan PelangganDunkin Donuts memiliki pengaruh positif. Hasilini menunjukkan bahwa ada pengaruh langsungdari variasi menu terhadap kepuasanpelanggan Dunkin Donuts.

Saran1. Sukses suatu industri makanan atau café

tergantung pada sejauh mana perusahaanmampu mengelola tiga aspek penting yaitu janjiperusahaan mengenai nilai produk yang akandisampaikan kepada pelanggan, kemampuanperusahaan untuk membuat karyawan mampumemenuhi nilai tersebut.

PENGARUH PERUBAHAN KONSEP INTERIOR DESIGN DAN VARIASI MENU TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DUNKINDONUTS DI INDONESIA Oleh : Noverdi Bros

Page 23: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

23Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAPEFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANK

Oleh : M. Uzair Achmadi

ABSTRACT

The objective of this study was to analyze the effect of horizontal mergers on the efficiencyand competitive viability in banking. The research covers 59 premerger banks and 21 postmergerbanks in Indonesia covering three year premerger and three year postmerger periods since thehorizontal merger dates. Most of the earlier empirical studies investigating the effectiveness of mergersand acquisition in the 1980s use primarily financial ratio of profitability and operating cost (Srinivasan1992 ; Spindt and Trhan 1992. One drawback of financial ratios is that they can not accuratelymeasure cost efficiency. This study analyze cost efficiency of bank mergers by looking at x-efficiency,scale efficiency, and scope efficiency, refer the prior studies : Berger and Humphrey (1993),Rhoades (1993), Shaffer (1993), Hughes et al (1994), Clark (1996), Akhavein, Berger and Humphrey(1998), Peristiani (1997)

The hypotheses were tested by applying the econometrical model of the translog of totaleconomic cost function with pooling and panel data equation, to test the hypotheses. The results ofthis research show that the first hypotheses, horizontally merger Banks increase x-efficiency, scaleefficiency and scope efficiency but for the x-efficiency statistically insignificant. The scale efficiencyand scope efficiency statistically significant*).*) statistically significant at 1%, 5% and 10% levels.Keywords : merger, x-efficiency, scale efficiency and scope efficiency.

Ikhtisar - Studi ini bertujuan untuk menganalisisdampak merger horizontal terhadap efisiensi dankelangsungan usaha bank, penelitian ini meliputi 59bank pramerger dan 21 bank pascamerger di Indo-nesia, dengan periode penelitian tiga tahun sebelumdan sesudah merger. Beberapa kajian mengenaiefektifitas merger dan akuisisi pada tahu 1980-an,peneliti terdahulu (Srinivasan, Spindt dan Tarhan 1992)menggunakan pendekatan rasio keuangan sepertirasio laba terhadap biaya operasi, namun tidak lebihakurat untuk mengukur “efisiensi biaya”. Efisiensipada penelitian ini diukur dengan pendekatan “efisiensibiaya” yang dibagi dalam 3 (tiga) dimensi pengukuran

seperti : x-efisiensi, skala efisiensi, dan cakupanefisiensi, merujuk beberapa penelitian empirissebelumnya seperti : Berger dan Humphrey (1993),Rhoades (1993), Shaffer (1993), Hughes et al (1994),Clark (1996), Akhavein, Berger, dan Humphrey(1998) Peristiani (1997)

PENDAHULUANPenawaran merger horizontal oleh pemerintah

terhadap lembaga keuangan perbankan di Indone-sia, merupakan fenomena yang sangat menarik untukdikaji, akibat pengalaman likwidasi 16 bank yangkontraproduktif di awal tahun 1998, yang berdampak

Dr. M. Uzair Achmadi, MM : Dosen Sekolah Tinggi Manajemen IMMI Jakarta

Page 24: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

24 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

traumatis bagi masyarakat penabung maupundeposan, serta munculnya aksi rush. Daripengalaman tersebut pemerintah mengambilkeputusan alternatif terbaik diantara beberapaalternatif solusi dengan menyarankan untukmelakukan restructuring melalui merger horizontalbagi bank-bank yang berkinerja cenderung kurangbaik, dengan tujuan agar permasalahan perbankannasional yang dilanda kemelut dapat segeradiselesaikan.

Makalah ini membahas dampak merger horizon-tal terhadap efisiensi dalam dimensi : x-efficiency,scale efficiency, dan scope efficiency denganmembandingkan tingkat signifikansi antara bankpramerger dan bank pascamerger serta menggunakanpendekatan “cost efficiency” dengan modelekonometrika “translog total economic cost (tec)function” yang pernah digunakan oleh beberapa-peneliti antara lain : Shaffer, 1993, Clark, 1996,Peristiani, 1997, .

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapatdisusun tema sentral sebagai berikut:

“Perolehan tingkat efisiensi perbankan di Indo-nesia sebagai dampak dari merger horizontal, makax-efficiency, scale efficiency, dan scope efficiencydiduga dipengaruhi oleh merger horizontal”.

Identifikasi MasalahDari tema sentral tersebut, maka masalah

penelitiannya dapat diidentifikasi :Bagaimana merger horizontal bank di Indonesia

memiliki dampak yang positif terhadap efisiensi dalamdimensi 1). x-efficiency. 2). scale efficiency. dan3). scope efficiency

Tujuan Penelitian Tujuan umum yang ingin diperoleh dari penelitian

ini adalah untuk mengetahui kinerja industri perbankansecara nasional yang melakukan merger yaitu : Untukmengetahui dampak positif merger horizontal bank

di Indonesia terhadap : 1). x- efficiency, 2). Scaleefficiency dan 3). Scope efficiency..

Kegunaan PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi penting antar lain untuk : 1). Industriperbankan dan khususnya pengambil kebijakan mergertentang kinerja keuangan bank pascamerger di In-donesia, 2). Masyarakat luas (stakeholder), 3).Bahan masukan (input) bagi peneliti lainnya yang inginmendalami teori ilmu keuangan restructuring &merger

Tinjauan Teori :Merger

Merger dan akuisisi merupakan kegiatanekspansi perusahaan melalui restructuringsecara organis.. Sudarsanam (1995) mende fini-sikan merger sebagai penggabungan perusahaandan pembagian sumber daya yang mereka milikiuntuk mencapai tujuan bersama.

X-efficiency (XEFF)Merupakan bagian dari proses efisiensi (tech-nical efficiency and allocative efficiency),dimana perusahaan akan terus meningkatkanefisiensi sampai pada titik yang paling optimum,x-efficiency disebut juga the efficient fron-tier, yaitu suatu kinerja lebih x-efficient atauberoperasi mendekati efficient frontier., Coelli,Rao dan Battese (2003).

Scale efficiencyMerupakan kemampuan menggabung- kan in-put secara lebih efisien demi meningkat- kanoutput dalam sebuah perusahaan denganmemperhitungkan kemungkinan perubahanyang bersifat eksternal, hal ini berarti perludiperhitungkan perubahan-perubahan yang lebihluas antara lain perubahan harga-harga input.Skala ekonomi (economies of scale)menghasilkan average cost (AC) per unit pro-

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : M. Uzair Achmadi

Page 25: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

25Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

duction akan bergeser kearah yang lebihrendah (lower cost) dengan bertambahnya vol-ume output atau produksi yang diciptakankarena skala ekonomis, (Clark, 1996)

Scope EfficiencyPenggunaan input tertentu yaitu bahan bakuatas salah satu output perusahaan (perusahaanyang memiliki lebih dari satu output), tetapi bisajuga digunakan sebagai bahan baku bagi out-put yang lain(shareable) tanpa enimbulkandistorsi (kenaikan biaya atas pembuatan/produksioutput pertama), Mester (1996).

KERANGKA PEMIKIRAN, PREMIS DANHIPOTESISKerangka pemikiran

Menggambarkan pengaruh merger yangdimanifestasikan dalam sejumlah variabel explana-tory terhadap dependence variable.

Gambar 2.1. Paradigma Konseptual PenelitianÄBD, ÄLarge, ÄCore, ÄLA, BankG, EmplG, SecG,

CapG, LMG), UtlG, dan XEFFD, ScaleD, sertaScopeD,(variabel eksplanatori) yangmempengaruhi efisiensi dalam dimensi XFF, SCALE,dan SCOPE(dependence variabel), merujuk model: Clark (1996), Mester (1996) dan Peristiani(1997)

Premis kajian hasil penelitian :1). Merger berdampak positif terhadap x-efficiency

dikemukakan oleh Shaffer (1993), Clark (1996),Onvural (1996), Peristiani (1997), Berger et al(1998)

2). Merger berdampak positif terhadap scale effi-ciency, dikemukakan oleh : Sinkey Jr.(1992),Akhavein (1993), Shaffer (1993), Clark (1993),

3). Merger berdampak positif terhadap scope effi-ciency, dikemukakan oleh : Mester (1995), Williget al (1979)

4). Merger berdampak negatif terhadap x-effi-ciency, dikemukakan oleh : Rhoades (1990),Srinivasan dan Wall(1992).

4). Merger berdampak negatif terhadap x-effi-ciency, dikemukakan oleh :

HipotesisHipotesis 1

Merger horizontal di antara bank-bank di Indo-nesia berpengaruh positif terhadap x-efficiency.

(Premis 1-2,3,4,5, & 6)Hipotesis 2

Merger horizontal diantara bank-bank di Indo-nesia berpengaruh positif terhadap scale effi-ciency. (Premis 2, 3, 5, 6, 8 & 11)

Hipotesis 3Merger horizontal diantara bank-bank di Indo-nesia berpengaruh positif terhadap scope effi-ciency. (Premis 5, 6, 9, 10, dan 11)

Desain Penelitian :a). Untuk menguji H1, digunakan persamaan

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : M. Uzair Achmadi

Page 26: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

26 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

b). Untuk menguji H2, digunakan persamaan

c). Untuk menguji H3, digunakan persamaan

Obyek PenelitianObjek penelitian ini secara umum mencakup

analisis yang didasarkan aspek variabel tetap yaitu :x-efficiency, scale dan scope efficiency sertavariabel merger variabel merger yangdimanifestasikan dalam sejumlah variabel sepertidiuraikan pada operasionalisasi variabel berikut :

Metode PenelitianStudi ini menggunakan model ekonometrika

:”translog of total economic cost function” dalammengestimasi the cost structure of banks and de-rive measure of efficiency, mengacu pada: Aigner-Lovell-Schmidt (1977) dan the stochastic model(Green, 2000-p.394) dan telah teruji oleh Mester(1995) dan Peristiani (1997) dalam menganalisis costcharacterities of bank’s depositor (lihat apendik 1– 4 , terlampir)..Operasionalisasi Variabel

Merger sebagai variable bebas (exogen)dimanifestasikan dalam bentuk : Perubahan (Ä) BadDebt (ÄBD), Largae Deposits (ÄLarge)(x2), ÄCoreDeposits(ÄCore), ÄLoan to Assets(ÄLoan),Bank’s growth (BankG), Employment’s growth(EmplG), Security’s growth (SecG ), Capital’s

growth (CapG), Leverage Multiplier’s growth(LMG), Utility’s growth (UtlG), X-Efficiency’s Dif-ference (XEFFD), Scale Efficiency’s Difference(SCALED), serta Scope Efficiency;’s Difference(SCOPED), yang mempengaruhi efisiensi dalamdimensi x-efficiency(y1), scale efficiency(y2), danscope efficiency(y3),.

Metode Penarikan SampelPenelitian sampel dilakukan dengan menggunakan

metode simple random sampling. Dari simple ran-dom sampling diperoleh 65 bank pramerger dan 23bank pascamerger, namun dari 65 bank pramergerterdapat sebanyak 59 bank pramerger yang sesuaidengan bank asal yang bergabung menjadi 21 bankpascamerger.

Prosedur Pengumpulan DataPenelitian ini sepenuhnya menggunakan data

sekunder yaitu laporan keuangan bank.yang terdiriatas :1). Neraca konsolidasi bank periode 1-3 tahun

sebelum dan setelah merger.2). Laporan komitmen dan kontijensi konsolidasi

bank periode 1-3 tahun sebelum dan setelahmerger.

3). Laporan laba-rugi ditahan konsolidasi bankperiode 1-3 tahun sebelum dan setelah merger.

Metode AnalisisMetoda analisis yang digunakan dalam disertasi

ini yaitu “Time Series Cross Sectional RegressionMethod dan Maximum Likelihood Estimation”, .HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASANUji Hipotesis

Uraian tentang uji hiotesis dibagi menjadi 3(tiga)pokok bahasan analisis yaitu :- Analisis dampak merger horizontal terhadap x-

efficiency.- Analisis dampak merger horizontal terhadap

scale-efficiency.

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : M. Uzair Achmadi

Page 27: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

27Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

- Analisis dampak merger horizontal terhadapscope-efficiency.

the scale (size), digambarkan dengan persamaan:increasing scale (Q1) < constant scale (Q2), Q1dan atau Q2 digambarkan sebagai unit of produc-tion cost. Pendapat ini konsisten dengan Ross,Westerfield dan Jaffe (1996).

Hasil penelitian ini searah dengan hasil penelitianBerger dan Humphrey (1992) serta Rhoades (1993),tidak searah dengan hasil penelitian Peristiani (1997).

mampu memanfaatkan input tertentu selainmenjadi sumber daya atas salah satu output tertentu,namun juga dapat digunakan sebagai sumber dayabagi output yang lain tanpa menimbulkan distorsi..Dengan demikian merger horizontal memiliki perankuat dalam menciptakan input yang serbaguna(shareable), penghematan yang diperoleh melaluipemanfaatan sumber daya suatu unit mencakuppengoperasian unit lainnya. Hasil penelitian ini searahdengan hasil-hasil penelitian Berger dan Humphrey(1998).

Implikasi Hasil PnelitianBukti empiris mengenai kinerja pascamerger pada

penelitian ini, dari sudut pandang kinerja keuanganyang diukur dengan pendekatan “cost effciency”dalam dimensi : x-efficiency, scale efficiency danscope efficiency, serta dalam model eko-nometrikatranslog total economic cost (tec) function,merupakan instrumen yang baik, model ini dapatdijadikan sebagai bahan pertimbangan dalammelakukan evaluasi kinerja keuangan pascamerger,pendekatan model ini jauh lebih baik dibandingpendekatan financial ratios : efisiensi, versi CAMELBank Indonesia., dikatakan bahwa pengukuranefisiensi melalui financial ratios tidak dapatmengukur efisiensi secara akurat (one draw backof financial ratios is that they cannot accuratelymeasure cost efficiency), Peristiani, (1997)..

KepustakaanBerger, Humphrey, Clark, “Horizontal Merger and

Acquisition Effect On Small Business”, Jour-nal of Financil Economic (1998), Holland.

Mitchell, Karlyn and Onvural Nur M, 1996, “Eco-nomic of Scale and Scope At Large Commer-cial Banks: Evidence From the Fourier FlexibleFunctional From”, Journal of Money, Creditand Banking, Vol 28 pp. The Ohio State Uni-versity Press.

Pilloff, Steven J.,1996, “Peformance Changes andShareholder Wealth Creation Associated WithMergers of Publicly Traded Banking Institu-tions” Journal of Money, Credit and Bank-ing, Vol. 28 pp. 294-310 The Ohio State Uni-versity Press.

Peristiani, Stavros. “Do Mergers Improve the X-ef-ficiency and Scale Efficiency of US. Bank ?”Evidence from the 1980s, Journal of Money,Credit and Banking, Vol. 29, 1997, 326-337.The Ohio State University Press.

Raul, P. Raghavendra dan Vermaelen Theo, 1998,“Glamour, Value and the Post Acquisition Per-formance of Acquiring Firms”, Journal of Fi-nancial Economic. Vol. 49 pp. 223-252, NorthHolland Publishing Company.

Rhoades, Stephen A., 1987, “The Operating Perfor-mance of Acquired Firms In Banking”, In Is-sues after a Century of Federal CompetitionPolicy. Edited By Robert L. Wills. Jullie A.Caswell, and John D. Culbertson, pp.277-292Lexington, Mass; Lexington Books.

————— “Billion Dollars Bank Acquisitions, ANote on the Performance Effects”, 1990, Mim-eograph, Board of governors of the federalReserve System.

————— “Efficiency Effects of Horizontal (in-Market) Mergers. “Journal of Banking andFinance” 17 April 1993, 411-22. North Holland

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : M. Uzair Achmadi

Page 28: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

28 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Publishing Company.Shaffer, Sherrill, 1993, “Can Mega Merger Improve

Bank Efficiency ?”, Journal of Banking andFinance Vol. 17, pp. 423-426 North HollandPublishing Company.

Singh Satbir, Coelli Tim, and Flening Euan, 2000, TheEffects of Private Sector Competition UponProductivity Growth in Indian Dairy Process-ing Plants, No. 1, Armidale, NSW 2351 Austra-lia, Centre For Efficiency and ProductivityAnalysis (CEPA) Working Papers, CEPAWorking Papers, Department of EconometricsUniversity of New England.

Sirower. M. L. 1997, The Synergy Trap, New York;Free Press.

Teece D. J., Pisano. G, and Shuen A, 1997, “Dy-namic Capabilities and Strategic Management”,Strategic Management Journal Vol. 18 pp509-533.

U. Hamischfeger, 1999 Deutsche Plans $ 34 billionWar Chest For Acquisition, Financial Times,March 19, 1.

Su Han Chan, Kensinger JW, Keown AJ, Martin JD,1997, Do Strategic Alliances Create Value ?”Journal of Financial Economic, Vol. 46 pp199-221. North Holland Publishing Company.

Surat Keputusan Direksi BI, 1998, No. 32/51/kep./Dir. Tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger,Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum.

Uzr..

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DAN KELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : M. Uzair Achmadi

Page 29: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

29Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

“Kita tidak perlu menjadi pribumi untuk memahamiorang pribumi”

(Clifford Geerzt, 1985 : 248).“Kalau peneliti pelacuran melacur, menurut saya

jelas-jelas dia telah melanggar kode etik dan sekaligustelah melakukan perbudakan terhadap responden-nya”, (Koentjoro, 2004 : xix).

PENGANTARPendekatan penelitian apakah yang tepat

digunakan jika peneliti bidang sosial inginmenggambarkan sebuah realitas tentang interaksiantar manusia? Menjelaskan perilaku mereka,kategori atau pola-pola kebudayaan yang hidup danmelingkarinya, serta menarik kesimpulan tentangpengaruh suatu keadaan terhadap keadaan lainnya?.Untuk menjawab pertanyaan ini, pengalaman Mar-garet Mead yang meneliti remaja dan kehidupan seks

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIK

TERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIANOleh : Agus Suradika

ABSTRACTIn qualitative research, the people involved in two position as point central attention, as a subject

and object. For collecting data, the researcher as main instrument and should be live with the peopleas object. This position will be aroused difficulty for the researcher who try to express social reality innatural surface as the characteristic of qualitative research.

This paper try to describe characteristic of qualitative research, to express problem related withrelation between researcher and object research, and answer the question how should the behaviourresearcher as the result of contradictive influence between opinion ethic and emic that related andemerged ethic problem.

dalam kebudayaan primitif suku Samoa (sebuahkepulauan di lautan Pasifik), relevan untukdikemukakan. Penelitian yang dilakukan Mead padatahun 1923 tersebut, mengemukakan pertanyaan :“apakah keadaan remaja merupakan akibat pengaruhperadaban terhadap manusia yang sedang tumbuhpada masa pancaroba”?

Mead (1988 : 4-6), menjelaskan prosedur yangdilakukan dalam penelitiannya . Argumen Meadantara lain, bagi ahli biologi yang menyangsikananalisis lama atau ingin membuktikan analisis barumaka bagi mereka tersedia laboratorium biologi. Didalam laboratorium tersebut terdapat keadaan-keadaan yang memungkinkan peneliti mengadakanpengawasan dengan sangat teliti. Peneliti dapatmengubah cahaya matahari, makanan, dan udara yangakan diterima oleh binatang atau tumbuh-tumbuhanpercobaannya sejak saat dilahirkan sampai sepanjang

Prof. Dr. Agus Suradika, MPD : Dosen Luar Biasa Sekolah Tinggi Manajemen IMMI

Page 30: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

30 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

masa kehidupannya. Melalui pemeliharaan keadaan,kecuali suatu keadaan yang berubah, ahli tersebutdapat meneliti ukuran-ukuran mengenai pengaruh darikeadaan yang satu itu. Hal ini adalah prosedur idealdalam metode ilmiah yakni suatu metode eksperimenyang terkendali1. Semua analisis dengan metodetersebut dapat dibuktikan kebenarannya secara telitidan obyektif.

Lebih lanjut Mead menyayangkan bahwa metodeideal semacam itu tidak dapat digunakan dalampenelitiannya karena “bahan-bahan” penelitiannyaadalah manusia dan keseluruhan jaringan tenunansosial. Jika metode itu yang digunakan, maka akandipilih lima ratus orang remaja dari keluarga kecil danlima ratus orang dari keluarga besar, kemudianmencoba menemukan golongan manakah yangmengalami kesuksesan-kesuksesan terbesar dalampenyesuaian diri mereka pada masa pancaroba.Tetapi, peneliti tidak dapat mengetahui pengaruh lainyang telah dialami anak-anak itu, apakah pengetahunmengenai seks atau pengaruh yang mungkinditimbulkan oleh keadaan alam sekitar terhadappertumbuhan keremajaan mereka.

Metode yang tepat untuk mengungkap fenomenatersebut, ungkap Mead, adalah metode yangdigunakan oleh ahli antropologi. Mereka pergi ketempat di mana terdapat perubahan yang berbeda-beda. Mengadakan penyelidikan terhadap manusia-manusia yang berada dalam lingkungan kebudayaanyang berbeda dan terpencar di berbagai bagian bumiini. Kendati harus diakui bahwa untuk melakukanhal tersebut akan ditemui sejumlah kerumitanmetodologis.

Kerumitan di dalam memahami kehidupanmanusia berkaitan dengan dua jenis realitas yangada pada manusia, yaitu (a) fenomena, dan (b)noumena. Immanuel Kant, mahaguru logika danmatematika (1724 – 1804), seperti dinyatakan Salim(2001 : 1), adalah filosof yang mengemukakan duajenis realitas tersebut. Fenomena adalah dunia yang

dialami manusia dengan panca indera dan terbukabagi penelitian ilmiah karena rasional. Sebaliknyadunia noumena tidak dapat didekati denganpengalaman empiris karena bukan hal yang fisik atauempiris.

Di sinilah letak kerumitan tersebut. Manusiamempunyai sifat yang serba “misteri”. Bila hewan,tumbuh-tumbuhan dan alam tergolong duniafenomena, selanjutnya jin, malaikat dan roh adalahdunia noumena, maka manusia mempunyai dua duniatersebut sekaligus. Sebagai fenomena, manusiaterikat pada hukum alam dan terbuka bagipenyelidikan ilmiah. Di balik itu, manusia juganoumena karena mempunyai jiwa yang berisi rasa,semangat, kepedulian, keinginan, dan sebagainya.Paling tidak sebagai diri sendiri manusia memiliki freewill atau kemauan bebas.

Manusia dapat diposisikan sebagai makhluk yangpasif karena didorong dan dibentuk oleh kekuatan diluar dirinya. Pada saat yang sama, manusia jugamakhluk yang aktif karena mengontrol, membentuk,dan bertindak bebas. Berkaitan dengan keadaan inilah,Mead memilih metode yang biasa digunakan ahliantropologi. Ia pergi ke tempat hidup manusia yangingin dipahaminya, hidup bersama, menjadi bagian darimereka, mengamati, bertanya, mencatat, berrefkleksi,dan menyimpulkan temuan-temuannya.

Di balik pernyataan Mead, tersembunyi suatupemikiran yang membandingkan dua pendekatan yangbiasa digunakan dalam penelitian sosial. Hingga saatini, perdebatan mengenai dua pendekatan itu, yaknipendekatan kualitatif dan kuantitatif, masihmerupakan diskursus yang hangat. Perbedaan-perbedaan kedua pendekatan ini akan diuraikan lebihlanjut pada bagian berikutnya. Berdasarkanpandangan Mead tersebut diketahui bahwa iamemilih pendekatan kualitatif sebagai yang lebih tepatdigunakan jika seorang peneliti ingin menjelaskanrealitas sosial dan mengetahui pengaruh dari suatukeadaan terhadap keadaan lainnya.

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 31: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

31Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Satu hal yang penting dikemukakan, ketika penelitipergi ke suatu lokasi dan mengadakan penelitiandalam lingkungan kebudayaan yang berbeda, makaia hidup dan menjadi bagian dari mereka. Tentu sajapeneliti harus berusaha “memahami” apa yangdialami mereka serta menjelaskan keterkaitan antarakeadaan-keadaan yang dilihat dan didengarnyatersebut. Pada tahap ini, seorang peneliti akanmengalami persoalan bagaimana seharusnyabertingkah laku di lapangan penelitian. Hal ini terjadiakibat adanya pengaruh pandangan etik sebagai“orang luar” dan pandangan emik subyek sebagai“orang dalam” sebagai konsekuensi keberadaannyaberinteraksi dengan subyek penelitian. Ia juga harusmemutuskan apakah tingkah lakunya dipandang baikatau buruk. Di sini diperlukan pertimbangan etika.

Persoalan pandangan “etik” dan “emik” dalampenelitian kualitatif, merupakan masalah epistemologiyang penting untuk dibahas. Namun literatur yangmembahas hal tersebut, terutama berkaitan denganbagaimana seharusnya peneliti bertingkah laku, sangatterbatas. Di antara literatur yang terbatas tersebut,Koentjaraningrat (1985 : xix) menyatakan bahwaseorang peneliti yang baik perlu menguasaikemahiran untuk mengkombinasikan pandangan etikdan emik sesempurna mungkin. Berdasarkan norma-norma ilmiah, masih menurut Koentjaraningrat,pandangan diri sendiri yang sebenarnya merupakanpandangan subyektif harus diusahakan agarpengaruhnya hanya sedikit saja.

Persoalan yang berkaitan dengan tingkah lakupeneliti di lokasi penelitian akibat pengaruh duapandangan tersebut adalah, bagaimana peneliti dapatmemposisikan diri secara tepat. Peneliti diharapkantidak larut atau “going native” dalam berperilaku dilapangan penelitian karena ingin menyesuaikan diridengan pandangan emik. Namun, peneliti jugadiharapkan tidak “stereotype” dan terbelenggu olehnilai-nilai yang dianut karena ingin mempertahankanpandangan etiknya.

KARAKTERISTIK PENELITIANKUALITATIF

Sebelum diuraikan tentang karakteristik penelitiankualitatif, terlebih dahulu dikemukakan secara singkattentang sejarah penelitian kualitatif. Denzin dan Lin-coln, (2000 : 1), menyatakan bahwa dalamperkembangan ilmu yang mempelajari tentangmanusia, penelitian kualitatif mempunyai sejarahpanjang, berbeda, dan “menderita” 2. Metodologiini, menurut Bogdan dan Taylor (1975 : 3),mulaipopuler berawal dari studi yang dilakukan oleh ahlisosiologi “mazhab Chicago” (Chicago school) padatahun 1920an. Mereka, papar Denzin dan Lincoln(2000 : 1 ), memantapkan pentingnya penyelidikankualitatif (qualitative inquiry) untuk mengkajikehidupan kelompok manusia. Pada saat yang sama,sejumlah ahli antropologi seperti Franz Boaz, Mar-garet Mead, Benedict, Bateson, Evan-Pritchard,Radeliffe-Brown, dan Malinowski, menggambarkanout-line dari metode kerja lapangan (field workmethod). Agenda dari metode tersebut sangat tegasperbedaannya dengan metode lain : Observer pergike tempat yang asing baginya untuk mempelajaritradisi dan kehidupan mereka.

Denzin dan Lincoln (2000 : 2), menyatakan bahwamunculnya penelitian kualitatif yang berupayamelakukan kajian budaya dan bersifat interpretatifmerupakan reaksi dari tradisi yang terkait denganpositivisme yang biasa digunakan dalam penelitiankuantitatif. Jika penelitian kuantitatif menggunakanparadigma ilmiah atau positivistik, papar Hardjodipuro(1991 :16), maka penelitian kualitatif menggunakanparadigma alamiah atau dikenal dengan naturalistik.

Paradigma Naturalistik mempunyai beberapakarakteristik yang berbeda dengan paradigmaPositivistik. Muhadjir (1990 : 133-136), mengemuka-kan lima aksioma paradigma naturalistik, yaituaksioma tentang (a) realitas, (b) interaksi yangmengenal dengan yang dikenal, (c) keterkaitan padawaktu dan konteks, (d) pembentukan timbal balik

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 32: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

32 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

dan simultan, dan (e) keterkaitan pada nilai. Dua halyang perlu dijelaskan lebih lanjut berkaitan denganisi makalah ini adalah uraian tentang realitas daninteraksi antara yang mengenal dengan yang dikenal.

Berkaitan dengan realitas, dipahami bahwarealitas itu kompleks, memiliki tata, tampil dalamberbagai perspektif, ada keterhubungan timbal balikantar berbagai sesuatu. Selanjutnya antara yangmengenal dengan yang dikenal terjadi hubunganindeterminatif yakni keterlibatan timbal balik yangsaling mempengaruhi satu sama lain dan prosesselama melakukan observasi mempengaruhipandangan dan perilaku yang dikenal maupun yangmengenal.

Paradigma positivistik, juga menurut Muhadjir(1990 : 20), bersumber dari filsafat positivisme Comteyang menolak metaphisik dan teologik, atau

setidaknya mendudukan metaphisik dan teologiksebagai primitif. Materialisme mekanistik sebagaiperintis pengembangan metodologi ini mengemukakanbahwa hukum-hukum mekanik itu inheren di dalambenda itu sendiri. Ilmu dapat menyajikan gambar duniasecara lebih meyakinkan didasarkan pada penelitianempirik daripada spekulasi filosofik.

Perbedaan paradigmatik ini telah melahirkansejumlah perbedaan karakteristik pada beberapaaspek penelitian kualitatif dan kuantitatif.Berdasarkan beberapa ahli metodologi penelitian diantaranya Patton (1990 : 13-14) ; Burns dan Grove(1993) ; Creswell (1994 : 9) ; Moleong (1996 : 16) ;Neuman (2000 : 16) ; dan Danim (2002 : 34),dirangkum perbedaan kedua pendekatan penelitiantersebut sebagaimana tabel berikut.

Tabel 1Perbedaan penelitian kuantitatif dan kualitatif

Aspek Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif

1. Disiplin ilmu Ilmu-ilmu keras Ilmu-ilmu lunak

2. Fokus “Ringkas” dan sempit Kompleks dan luas

3. Pendirian Reduksionis Ekspansionis dan holistik

4. Perspektif Etik, Objektif Emik ,Subjektif

5. Penalaran Logis - deduktif Dialektik-induktif

6. Basis pengetahun Hubungan sebab-akibat Makna dan temuan

7. Desain Ditentukan sebelumnya Timbul dari data lapangan

8. Satuan kajian Variabel Pola-pola

9. Latar Laboratoris Alamiah

10. Tujuan Menguji teori Mengembangkan/membangun teori

11. Unsur kontekstual Kontrol atas variabel Sumbangsih tafsiran

12..Teknik Pengumpulan data Kertas-pensil dan instrumen lain Komunikasi dan observasi, peneliti

seperti kuesioner, cek-lis. sebagai instrumen utama

13. Elemen dasar analisis Angka Kata-kata

14. Analisis Teknik statistik atas data Interpretasi individual atas kata-kata

15. Temuan Generalisasi Keunikan

16. Kriteria kualitas Kesahihah, keterandalan, obyektifitas Relevansi

Sumber : dirangkum dari berbagai sumber

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 33: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

33Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Berdasarkan tabel tersebut dapat dikemukakanpenjelasan sebagai berikut. Pertama, Penelitiankualitatif dimaksudkan untuk memproduk ilmu-ilmu“lunak” (soft sciences) seperti sosiologi, antropologi,dan ilmu sosial lainnya. Berbeda dengan itu, filosofidan aplikasi metodologi kuantitatif dimaksudkan untukmemproduk ilmu-ilmu keras (hard sciences) sepertifisika, kimia, engenering, dan sebagainya. Hal inidikarenakan adanya suatu kesadaran bahwapenelitian kualitatif mempunyai keterbatasanobjektivitas dan kontrol. Kehadiran manusia daninteraksinya dengan lingkungan merupakan sesuatuyang tidak dapat dihindari. Konsekuensinya adalah,kebenaran dimaknai secara dinamis dan dapatditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang dalam interaksinya dengan situasi sosialmereka.

Kedua, fokus penelitian kuantitatif merupakanproses kerja yang berlangsung secara ringkas, sempit,dan reduskionis. Reduksionisme melibatkanpembedahan dari suatu keseluruhan realitaskemudian dipecah menjadi bagian-bagian yang dapatdiuji secara kuantitatif. Bagian-bagian itu dikenaldengan sebutan variabel. Hubungan antar variabelditafsirkan sebagai hubungan yang bebas nilai (valuefree). Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangatketat menerapkan prinsip-prinsip objektivitas.

Objektivitas diperoleh antara lain dengan menjagajarak antara yang diteliti dengan peneliti. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan bias, seperimasuknya persepsi dan nilai-nilai pribadi, direduksisedemikian rupa. Instrumen penelitian berupakuesioner, cek-lis, alat perekam, dan sebagainyadipandang sebagai alat yang dapat memutushubungan emosional antara peneliti dengan yangditeliti.

Sebaliknya, fokus penelitian kualitatif merupakanproses kerja yang kompleks, luas, ekspansionis, danholistik. Para peneliti kualitatif bermaksud memberimakna (verstehen) atas realitas secara holistik dan

memerankan dirinya secara aktif dalam keseluruhanproses penelitian. Karenanya, hasil berupa temuan-temuan dalam studi kualitatif sedikit banyakdipengaruhi oleh nilai dan persepsi peneliti. Hal inisebagai konsekuensi keterlibatan peneliti dalamsituasi sosial yang diteliti dan interaksinya denganorang-orang dalam lingkungan tersebut.

Jika peneliti kuantitatif menelaah hubungansebab-akibat sebagai basis pengetahuan melalui logikadeduktif-induktif, dan karenanya mereduksi realitasmenjadi beberapa variabel yang saling berhubungan,peneliti kualitatif justru sebaliknya. Mereka melakukanekspansi terhadap temuan berupa kategori atau tema-tema yang diperolehnya melalui analisis berbagaiinformasi dari sejumlah informan yang terusbertambah dan dipilih dengan teknik bola salju. Penelitibaru akan berhenti manakala ia tidak menemukanlagi sesuatu yang baru atau data dianggap telah jenuhdan makna telah dapat dikemukakan secara holistik.

Ketiga, dari sisi desain3, peneliti kuantitatifmenentukannya sebelum penelitian dilaksanakan.Sebaliknya, dalam penelitian kualitatif timbul dari datalapangan. Implikasi dari karakteristik ini, dalampenelitian kuantatif perencanaan waktu untukmengumpulkan data sudah ada sejak sebelum penelitike lapangan penelitian. Sementara dalam penelitiankualitatif, selama dan sesudah di lapangan. Hal inidapat dimaklumi karena dalam penelitian kuantitatif,makna kebenaran sudah dibangun sejak awal ketikapeneliti mendefinisikan secara operasional variabelyang akan diukur untuk keperluan pengujian hipotesis.Melalui metode eksperimen data apa saja yangdiperlukan, alat yang digunakan, dan waktu yangdibutuhkan, sudah dapat direncanakan sebelumpenelitian dilakukan.

Sebaliknya dalam penelitian kualitatif, kebenarandiberi makna sebagai peristiwa yang sama sekali tidakdapat dihindarkan. Makna ini membawa implikasidalam penelitian kualitatif di mana peneliti perlumembaur dengan lingkungan sosial untuk memahami

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 34: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

34 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

apa yang dipahami oleh subyek dan melakukantriangulasi untuk keperluan keabsahan data. Olehkarenanya pengumpulan data dilakukan selama dansesudah penelitian.

Keempat, penelitian kuantitatif dilaksanakanuntuk menjelaskan, menguji hubungan antarfenomena, dan menentukan kausalitas dari variabel-variabel. Cara kerja seperti ini berguna untuk mengujiteori. Logika deduktif-induktif digunakan dalamrangka reduksi dan generalisasi. Penggunaaninstrumen atau alat-alat pengumpul data meghasilkandata numerikal berupa angka-angka. Data tersebutselanjutnya dianalisis dengan teknik statistikadeskriptif dan atau induktif. Analisis deskriptifmenghasilkan tabel, diagram, atau kurve yangmemudahkan pembaca dalam memahami realitas.Analisis induktif menghasilkan dua hal, yaitukesimpulan ada tidaknya hubungan, pengaruh atauperbedaan antar kelompok, dan generalisasi darisampel ke dalam situasi populasi.

Berbeda dengan itu, penelitian kualitatifmenggunakan observasi terstrukur maupun tidakterstruktur dan interaksi komunikatif terutamawawancara mendalam sebagai alat pengumpul datadengan peneliti sebagai instrumen utamanya. Akibatadanya interaksi antara peneliti dengan subyek, datayang diperoleh mencakup sumbangsih pemikiranantara peneliti dengan subyek dan tidak ada upayamanipulatif untuk membuat kontrol atas interaksitersebut. Data dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata, dianalisis dalam terminologi respon-respon in-dividual, kesimpulan deskriptif, atau keduanya.

Tujuan analisis adalah mengorganisasikan data kedalam makna, interpretasi, dan kategori. Peneliti tidakmengadakan generalisasi temuannya ke dalampolulasi yang lebih besar. Tetapi, pemahaman atasmakna suatu feenomena pada situasi yang khas olehpeneliti kualitatif dapat digunakan untuk memahamifenomena sejenis pada situasi yang memilikikarakteristik yang sama. Dengan kata lain, temuan

penelitian kualitatif dapat saja ditransfer pada situasiyang karakteristiknya sama atau relatif sama.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut,dapat dikemukakan bahwa sesungguhnya tidaklahdapat disimpulkan, seperti banyak orang awam yangterlalu gegabah memberi komentar, bahwapendekatan kualitatif lebih rendah kualitas ilmiahnyadibandingkan pendekatan kuantitatif, demikiansebaliknya. Keduanya memiliki kelemahan dankelebihannya masing-masing. Sehubungan dengan haltersebut, Mulyana (2000 : xv) mengemukakan“tidak ada satupun paradigma yang lebih baik daripadaparadigma lainnya. Paradigma itu hanya berbeda,seperti apel dengan jeruk atau air dengan minyak”.

Kejelasan dan ketajaman dalam merumuskanmasalah penelitianlah yang akan memudahkanpeneliti memilih pendekatan mana yang tepatdigunakan. Sama halnya dengan kemampuanseseorang untuk mengetahui karakteristik “bahanmakanan” untuk dimasak dengan air atau minyak.Jika seseorang ingin meneliti kausalitas antara satuvariabel dengan variabel lainnya dalam latarlaboratoris, tentu metode yang tepat adalah kategoripenelitian kuantitatif. Tetapi jika ingin menelitiketerkaitan berbagai keadaan dengan lingkungan yangalamiah dengan terlibat secara langsung dalampenelitian tersebut, maka pilihan metode yang tepatadalah kategori penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif mempunyai arti yang berbedauntuk masing-masing momen, keadaan inimenyulitkan untuk memberikan definisi umumpenelitian kualitatif. Namun demikian, untuk keperluanmakalah ini dapat dikemukakan pandangan Bogdandan Taylor (1975 : 4) yang mendefinisikan metodologikualitatif sebagai “a research procedures wichproduce descriptive data, peoples own writtenor spoken words and observable behavior “(prosedur penelitian yang menghasilkan datadeskriptif, yakni kata-kata tertulis atau lisan dari or-ang-orang dan perilaku yang dapat diamati).

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 35: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

35Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Sejumlah ahli metodologi kualitatif seperti Lin-coln dan Guba (1985 : 187-219) ; Bogdan dan Biklen(1990 : 32-36) ; Hasan (1990 : 14-25) ; Creswell (1994 : 8–15 dan 2003 : 181–183) ; Moleong (1996 :4-8) ; Neuman (2000 : 16-18) ; dan Irawan (2006 :6-12), mengemukakan beberapa karakteristik yangdapat menunjukkan bahwa yang dilakukan olehseorang peneliti adalah metode kerja penelitiankualitatif. Lima karakteristik utama yang berkaitandengan fokus makalah ini, yakni pengaruh pandanganetik dan emik terhadap perilaku peneliti akandikemukakan berikut ini.

Pertama, lingkungan alamiah sebagai sumber datalangsung. Data dalam penelitian kualitatifdikumpulkan secara langsung dari lingkungan yangalamiah (natural setting) dalam situasi sebagaimanaadanya di mana subyek melakukan kegiatan sehari-hari. Peneliti mendatangi lokasi penelitian danmelakukan pengamatan serta wawancara mendalamdengan subjek dalam waktu yang cukup lama di lokasitersebut. Rekaman atau catatan dari pengamatan danwawancara tersebut direview secara keseluruhanoleh peneliti dengan menggunakan insight penelitisendiri.

Peneliti kualitatif berpendapat bahwa suatuperbuatan hanya dapat dipahami sebaik-baiknya jikadiamati pada latar (setting) di mana perbuatan ituterjadi secara alamiah. Mengamati perbuatan seoranggadis yang menangis karena penghayatan naskahdrama, tentu berbeda maknanya dengan gadis lainyang menangis akibat suatu peristiwa dalam lataralamiah, walaupun yang diamati sama-samaperbuatan menangis.

Kedua, peneliti sebagai instrumen utama.Pemahaman mendalam (verstehen) tentang apa yangditeliti merupakan syarat utama peneliti kualitatifdalam membuat kesimpulan berupa kategori, tema,atau pola yang lengkap dan bermakna. Penelitiankualitatif mengharuskan peneliti untuk terlibatlangsung dengan masyarakat yang ditelitinya. Peneliti

tidak dapat diwakili oleh orang lain. Peneliti harusmelihat, merasakan, dan mengalami secara langsungperistiwa-peristiwa yang ada di lapangan penelitian.Peneliti dikatakan sebagai instrumen utama dalampengumpulan data karena keterlibatannya dalam latarpenelitian. Peneliti sering juga disebut sebagai par-ticipant-observer. Dia adalah peneliti (observer)sekaligus juga peserta (participant) dalam interaksisosial yang diamatinya. Keadaan ini menimbulkanberbagai tantangan sekaligus juga keuntungan.

Tantangan-tantangan yang mungkin munculberkaitan dengan kesulitan penyesuaian diri terhadappola-pola budaya yang ada. Juga, berkaitan dengankeharusan menjaga perasaan orang-orang yang ditelitisehubungan dengan perbedaan latar budaya.Keadaan yang dapat terjadi adalah peneliti diberistigma negatif akibat kedekatannya dengan orangyang diteliti. Bahkan, bukan hal yang tak mungkinbila peneliti dijauhi atau dimusuhi oleh sejumlah or-ang karena merasa terancam dengan penelitiantersebut, berkaitan dengan akibat kesalahan perilaku,berbeda pandangan, dan sebagainya.

Sedangkan keuntungan digunakannya manusiasebagai instrumen utama, antara lain: (1) Respon-sive, manusia dapat merasa dan merespon; (2) Ho-listic emphasis, hanya manusia alat yang memahamikeseluruhan konteks; (3) Memungkinkan perluasanpengetahuan secara langsung; dan (4) Memilikikesempatan untuk melakukan klasifikasi danperingkasan data sewaktu masih di lapangan.

Ketiga, penelitian kualitatif bersifat interpreta-tive di mana peneliti harus dapat mengeinter-pretasikan data termasuk di dalamnya mendeskripsi-kan individu, lingkungan, mengenalisis data menjadisejumlah tema atau kategori dan membuatkesimpulan, baik untuk pemahaman diri sendirimaupun teoretik.

Keempat, peneliti kualitatif harus berefleksi secarasistematik terhadap setiap informasi dari informandan peka terhadap biografi pribadi responden serta

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 36: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

36 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

membuat penelitian lebih fokus.Kelima, analisis data dilakukan secara induktif.

Peneliti kualitatif tidak mengawali penelitiannyadengan mengajukan hipotesis lalu mengujikeberannya sebagaimana dilakukan oleh penelitikuantitatif. Peneliti memulai dari bawah (grounded),data dikumpulkan sebanyak mungkin hingga mencapaititik jenuh. Dari data tersebut peneliti mencari pola-pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya penelitimenarik kesimpulan dari analisisnya tersebut.

PANDANGAN ETIK DAN EMIKLima karakteristik sebagaimana telah dikemuka-

kan di atas memiliki kaitan erat dengan pandanganetik dan emik yang akan diuraikan berikut.Koentjaraningrat (1982 : xviii-xix), menyatakanbahwa pandangan etik adalah pandangan yangdikuasai oleh nilai-nilai, norma-norma, dan teori-teoriilmiah yang merupakan pandangan “dari luar”.Sebaliknya pandangan “emik” adalah pandangantentang kebudayaan sendiri dari warga masyarakatyang bersangkutan yang merupakan pandangan “daridalam”. Kedua hal tersebut, menurut Geertz (1982 :247), berasal dari perbedaan linguistik antara fonemikdan fonetik, di mana fonemik mengklasifikasikanbunyi sesuai dengan fungsi intern dalam bahasa,sedangkan fonetik mengklasfikasikan dengan sifat-sifat akustik sebagaimana adanya.

Dialog antara pembeli dan penjual pada sebuahpasar tradisional di bawah ini menarik untukdikemukakan.

Pembeli : Bang, ini berapa harganya ?Penjual : tujuh setengahPembeli : mahal amat bang, lima ribu ya !Penjual : tujuh aja dah, buat panglarisPembeli : Ya …. Si abang, enam ribu ya !Penjual : Ya udah, ambil dah !Bagi mereka yang tidak tertarik pada penelitian

kualitatif, mungkin akan melewati kenyataan dalam

dialog itu begitu saja, sebab sekilas tampak sepertitidak ada yang unik. Jika peneliti dalam memahamidialog tersebut menggunakan pandangan etik(fonetik), maka ia akan menyimpulkan bahwa dalamcatatan lapangannya terdapat dialog yang tidak logis.Lebih banyak mana tujuh setengah (jika ditulis 7,5)dibanding lima ribu (jika ditulis : 5.000)? bukankahlebih banyak lima ribu? Demikian pula, lebih banyakmana 7 dibanding 6.000 ? Tentu lebih banyak 6.000.Jika logika perbandingan ini benar, mengapa hargayang “hanya” tujuh setengah ditawar menjadi limaribu ? Mengapa pula si pembeli menawar lagi enamribu, padahal penjual sudah memberi harga baru“hanya” tujuh?. Di sinilah letak persoalannya. Dalampandangan “emik” (fonemik) penjual dan pembeli,tujuh setengah secara intern dipahami sebagai tujuhribu lima ratus rupiah, sementara tujuh yang dimaksudadalah tujuh ribu rupiah.

Dengan demikian, jika peneliti memaknai dialogtersebut dengan pandangan emik maka ia akan dapatmemahami makna realitas budaya berupa bahasayang digunakan di pasar tersebut. Sebaliknya, jika iapahami dengan pandangan etik maka ia akan tersesatdalam memaknainya.

Contoh di atas belumlah merupakan persoalanserius. Hal ini akan menjadi kompleks dan dilematisketika pemahaman tentang realitas telah menyentuhaspek prinsip seperti pandangan hidup ataukeyakinan seseorang. Sebagai contoh, seorang penelitiberagama Islam yang taat dan kuat pemahamankeagamannya, tentu akan menghadapi situasi dilemaketika ia menghadapi pandangan emik masyarakatdi daerah penelitian yang berpandangan bahwapelacuran merupakan sesuatu yang biasa, bahkandipandang mulia karena dapat memberi jalan keluarmenghadapi keterpurukan ekonomi. Inilah persoalanyang sering dialami oleh peneliti kualitatif yang dalamkeseluruhan proses penelitiannya karenapertimbangan metodologi harus hidup bersama

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 37: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

37Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

dengan masyarakat yang ditelitinya secarapartisipatif.

Mana yang harus dipilih di antara dua pandanganyang bertentangan tersebut. Apakah harus mengikutipandangan etik dengan tetap menjaga jarak darirealitas penelitiannya untuk dapat mempertahankannilai subyektif yang diyakininya? Sebagaikonsekuensinya, peneliti akan mengalami kesulitandalam memperoleh informasi dan data penelitiannya.Atau, ia mengikuti pandangan emik yang sangatmungkin bertolak belakang dengan hati nuraninya,tetapi sebagai imbalannya akan lebih mudahmemahami realitas penelitiannya.

William B. Gudykunst dan Tsukasa Nishida, dalamAsante dan Gudykunst, eds, (1989 : 17-41)menjelaskan lebih lanjut tentang kedua cara pandangkebudayan tersebut. Mereka mengajukan sebuahtaksonomi teoretikal untuk meneliti komunikasi antarbudaya yang meliputi dua dimensi orthogonal, yaitu(a) berhubungan dengan asumsi tentang ilmu sosialyang dapat diperoleh dari pandangan subyektivis danobyektivis, dan (b) berkaitan dengan dimensi asal teoriyang diadaptasi dari teori komunikasi, dipinjam daridisiplin lain, atau penemuan secara spesifik didesainberhubungan dengan fenomena antar budaya.

Pendekatan obyektivis berpendapat bahwa tujuanilmu sosial adalah untuk mengembangkan generalisasiumum (universal generalization), sedangkanpendekatan subyektivis secara kontras mengung-kapkan bahwa generalisasi umum bukan prasyaratutama dari ilmu sosial melainkan harus memahamikasus yang spesifik dan bukan pula generalisasi ataskasus-kasus spesifik tersebut.

Pendekatan obyektivis sering disamakan denganpenelitian lintas budaya “etik”, sedangkan pendekatansubyektif dengan penelitian “emik”. Mengutip Berry(1980), Gudykunst dan Asante (1989),mengemukakan secara ringkas perbedaan keduapandangan tersebut sebagaimana tabel di bawah ini.

PENGARUH PANDANGAN ETIK DANEMIK TERHADAP PERILAKU PENELITI: PENGALAMAN DUA ORANG PENELITI.

Berikut ini akan diuraikan pengalaman JamesDananjaya (1982) yang meneliti Folklore Bali Aga diTrunyan pada tahun 1974-1975, dan Koentjoro(2004) yang meneliti pelacuran di Indonesia.Pengalaman dua peneliti kualitatif ini dikemukakanguna memperjelas pengaruh pandangan etik dan emikterhadap tingkah laku peneliti dalam proses penelitiankualitatif, terutama saat mulai masuk ke dalam realitasdan mengumpulkan data.

Dananjaya memaparkan bahwa dalam pandanganorang-orang Trunyan, ada kebiasaan bagi kerabatatau kawan terdekat dan keluarga kepala desa untukmeniduri bale-bale mana saja yang ada di rumah jikaia sedang bertamu atau kebetulan mengantuk.Pengalaman Dananjaya beberapa minggu pertama,yang untuk keperluan tempat tinggalnya selamamelakukan penelitian disediakan satu kamar khususyang masih belum banyak dipakai orang namunbanyak kutu busuknya. Ia membiarkan orang-orangdesa mempraktekan kebiasaan intim di bale-balenyakarena takut menyinggung perasaan mereka jikamelarangnya.

Setelah berkesempatan pergi ke Denpasar, makadibelinya sekaleng insektisida untuk membasmi kutubusuk yang ada di bale-balenya tersebut. Kemudiankasurnya ia tutupi dengan seperai putih terbersih.Melihat bale-bale yang berubah menjadi putih bersihini, orang desa tak berani lagi menidurinya kecualimerabanya dengan perasaan kagum.

Mengadakan perubahan di rumah orang adalahperbuatan yang “kurang ajar”. Namun, mengingat iaakan tinggal di rumah tersebut bukan untuk satu duahari, melainkan satu tahun maka terpaksa hal itudilakukan. Dananjaya mengetahui bahwa penghalangutama suksesnya suatu penelitian di tempat terpenciladalah masalah kesehatan dan keadaan fisik yang

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 38: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

38 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

tidak nyaman. Selain itu, ia juga menunjukkan kepadapenduduk cara-cara menjaga kebersihan.

Lebih lanjut Dananjaya juga menceritakan bahwadalam kebudayaan orang Trunyan, pemeliharaankebersihan seperti di kota bukanlah salah satu unsurkebudayaan mereka. Pada hari-hari pertama tinggaldi Trunyan, WC pertama yang dibangun belumselesai. Terpaksa, ia mengikuti cara buang air disemak-semak seperti yang dilakukan oleh pendudukdi sana. Hal ini membuatnya merana dan tidak betahhidup di desa itu, tetapi lambat laun ia menjadi terbiasadengan kebiasaan itu.

Pengalaman di awal penelitian ketika memasukirealitas sosial seperti yang dialami Dananjayamenyiratkan persoalan etik dan emik. Sebagai “or-ang luar” ia menyadari, bahwa seharusnya iamempertahankan latar alamiah dengan tidakmengubah perilaku “orang dalam” tentang kebiasaanmeniduri bale-balenya. Namun, ada kepentingan lebihbesar demi suksesnya penelitian yang akan dilakukanyaitu menjaga kesehatan dan stamina agar tidakterkena penyakit akibat kutu busuk. Keadaan inimemaksa ia harus melakukan tindakan sesuaipandangan etiknya. Dananjaya menyadari bahwamelakukan perubahan di rumah orang adalah tindakan“kurang ajar”, tetapi, sekali lagi demi sebuahkepentingan yang lebih besar terpaksa hal itu ialakukan.

Jika soal kutu busuk Dananjaya “memenangkan”pandangan etiknya, maka dalam hal WC ia harusmengalah. Walaupun ia merana dan tidak betah hidupdi desa itu karena cara buang air di semak-semakbukan merupakan kebiasaannya, ia terpaksa harusmenerimanya. Namun, lambat laun ia terbiasa dengankebiasaan itu. Berkaitan dengan hal ini, ia mengalahpada pandangan “emik”.

Koentjoro (2004), mempunyai pengalamanmenegangkan ketika untuk keperluan pengumpulandata penelitiannya harus berada satu kamar denganseorang pelacur4 di rumah si pelacur yang tinggal

bersama orang tua dan saudaranya di Indramayu.Ketika si pelacur, maaf , telah telanjang bulat danmeminta hubungan seks, ia tidak memenuhipermintaannya tersebut. Ia hanya memeluknya danmengatakan bahwa ia tidak ingin lebih lanjutmelakukan hal itu. Mengapa Koentjoro menolak ?Secara eksplisit memang ia tidak menjelaskan alasanpenolakannya. Namun yang jelas, sebagai penelitiprofesional ia dituntut untuk mempertahankan jatidiridengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi.Manakala seseorang meneliti sekaligus melacur,papar Koentjoro, maka tentu kepentingannya sudahbergeser sebab pengalaman melacur akan mewarnaiintrepretasi peneliti terhadap hasil dan temuannya.

Interpretasi merupakan hal penting dalamkeseluruhan proses penelitian kualitatif karenakekuatan mengintrepretasikan atau memaknai realitasmerupakan ciri penting riset kualitatif. Bagaimanamungkin seorang peneliti dapat secara tegarmempertahankan interpretasi obyektifnya jika ia telahlarut (going native) dalam perspektif subyek.Seorang yang meneliti sekaligus melacur, akan sulitmengatakan bahwa melacur, sebagaimana dipahamibanyak orang dalam lingkaran moral, adalahperbuatan tercela karena ia telah melakukanperbuatan tercela tersebut.

Di sinilah letak persoalannya. Bagi seseorangyang tidak terlatih melakukan penelitian kualitatif-partisipatif, sulit dapat mempercayai pernyataanKoentjoro yang dapat mempertahankan jati dirinyadengan tidak memenuhi permintaan pelacur tersebut.Tidak heran, seperti diakuinya, bila kedekatannyadengan pelacur memunculkan “nada-nada miring”yang mempertanyakan konsistensi dan kekuatanimannya sebagai seorang peneliti pelacuran. Salahsatu redaksi nada miring tersebut seperti ini : “Wah,enak ya jadi peneliti pelacur, dapat jajan gratis dong!?”. Secara tegas Kuntjoro menyatakan bahwa ketikaseorang peneliti pelacuran “mencicipi” respondenpenelitiannya, berarti ia telah menghianati kode etik

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 39: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

39Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

profesinya dan telah menjadi pelacur itu sendiri.Bagi Koentjoro, dalam masalah moral yang satu

ini ia harus pertahankan pandangan etik-nya. Biladalam pandangan emik pelacur, melakukan hubunganintim bukanlah perbuatan anti susila, tidak demikiandengan pandangan etik Koentjoro. Mempertahankanpandangan etik bahwa melakukan hubungan intimadalah perbuatan amoral bahkan anti moral harus iapertahankan5. Ia tak ingin going native dalampandangan emik pelacur tersebut. Di sini, sepertijuga diungkap Koentjoro, diperlukan syaratkeberanian. Baik keberanian ketika memasuki“kancah” riset, maupun dalam hal menanggung segalaresiko yang mungkin terjadi seperti“disetalitigauangkan” dengan pelacur, disebutpemabuk, disatroni preman, disebut germo, dansebagainya. Keberanian ini berkaitan dengankemampuan ketika peneliti belajar mengatasi situasi-situasi yang menekan termasuk dicemooh karenamenganggap rendah penelitian kualitatif yang con-cern pada dunia “remang-remang”. Bagaimanakahetika memandang persoalan ini? Berikut, akandikemukakan dua perspektif etika, yaitu perspektif(a) deontologi, dan (b) teleologi.

ETIKA DEONTOLOGI DANETIKA TELEOLOGI

Etika adalah sistem prinsip-prinsip moral akanhal-hal yang dipandang luhur dalam masyarakat,(Sudarsono, 1984 : 122). Keluhuran dalam kehidupanmasyarakat dinilai dari sisi baik atau buruknya tindakandan perilaku seseorang. Bila masyarakat secaraumum memandang perilaku seseorang merupakantindakan yang baik, maka dapat dikatakan bahwaorang tersebut bermoral. Sebaliknya bila perilakuseseorang dipandang merupakan tindakan buruk,maka orang tersebut akan dikatakan tidak bermoral.Hal ini sejalan dengan pandangan Banks (2004 : 3-4), yang menyatakan bahwa: “Ethics is the normsof behaviour people follow concerning what is

right or wrong, good or bad”. SelanjutnyaVerderber, seperti dikutip oleh Johansen (1996)mengemukakn pandangan bahwa Etika padadasarnya adalah dialektika antara kebebasan dantanggung jawab, antara tujuan yang hendak dicapaidan cara-cara mencapai tujuan tersebut.

Dialektika antara tujuan yang hendak dicapai dancara-cara mencapai tujuan memunculkan duaperspektif yang menghasilkan dua kategori etika, yaituetika (a) teleologis, dan (b) deontologis. Suradika danMaskun (2005 : 11-17 ) menjelaskan makna etikadari dua perspektif tersebut. Istilah “Deontologi”berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti“kewajiban” (duty) atau keharusan. Oleh karena ituetika deontologi menekankan kewajiban manusiauntuk bertindak secara baik. Menurut pandangandeontologi, suatu tindakan itu dikatakan baik bukanlahdinilai dan dibenarkan berdasarkan cara-caramencapai tujuan. Jika cara mencapai tujuan dimaknaibaik, maka dikatakan tindakan itu etis. Demikiansebaliknya. Atas dasar pandangan demikian, etikadeontologi sangat menekankan pentingnya motif,kemauan baik, kesadaran dan watak yang kuat daripara pelaku, terlepas dari akibat yang timbul dariperilaku para pelaku itu.

Berbeda dengan etika deontologi, etika teleologijustru menilai baik buruknya suatu tindakanberdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakanitu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan olehtindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik jika bertujuanmencapai sesuatu yang baik, atau jika akibat yangditimbulkan oleh tindakan itu baik. Baik atau buruknyatindakan mencuri, sebagai contoh, bagi etika teleologitidak ditentukan oleh tindakan itu sendiri baik atauburuk, melainkan ditentukan oleh tujuan dan akibatdari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakanmencuri, yang dalam pandangan deontologi disebutsebagai perbuatan buruk, dapat dipandang baik dalampandangan teleologi. Seorang anak yang mencuri uangkarena tidak mempunyai cara lain untuk membeli

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 40: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

40 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

obat bagi ibunya yang sedang sakit parah, dalamperspektif etika teleologi dipandang sebagai tindakanyang baik, tetapi jika ia mencuri untuk membelinarkoba atau keperluan tidak baik lainnya, makatindakan itu dinilai jahat. Demikian juga seorang lak-laki yang berprofesi sebagai dokter ahli kandungan,ketika harus melihat, maaf, “alat vital” wanita bukanmuhrimnya untuk sebuah pemeriksaan ataupersalinan, dari perspektif teleologi merupakantindakan yang dapat diterima sebagai perbuatan baikkarena mempunyai tujuan atau akibat yang baik.

Pertanyaan yang harus dijawab adalah,bagaimana etika memandang perilaku Dananjaya danKoentjoro dalam penelitiannya?.

Nilai baik-buruk suatu tindakan peneliti yangbertentangan dengan pandangan etik tetapi sesuaidengan pandangan emik, atau sebaliknya,tergantung dari perspektif etika mana persoalan itudilihat. Perspektif deontologi menyarankan untukmelihat pentingnya motif, kemauan baik, kesadarandan watak yang kuat dari para pelaku, terlepas dariakibat yang timbul dari perilaku para pelaku itu.Sedangkan perspektif teleologi memposisikanpentingnya melihat tujuan atau akibat dari suatutindakan.

Dapat dikemukakan di sini, “kekurang ajaran”Dananjaya melakukan perubahan di rumah orangkarena tidak ingin penelitiannya terhambat olehgangguan kesehatan, atau perilaku Koentjoro sebagaipeneliti profesional yang dakam pengumpulan datapenelitiannya harus “begaul” dengan para pelacur,mucikari, germo dan “aktor” lainnya, dalam perspektifteleologi dipandang sebagai tindakan yang dapatditerima sebagai perbuatan baik.

KESIMPULANBerdasarkan uraian yang telah dikemukakan,

dapat dikemukakan kesimpulan singkat sebagaiberikut:

Pertama, dua jenis realitas yang dimiliki manusia,

yakni fenomena dan noumena, dalam pandanganpeneliti kualitatif merupakan realitas yang tidak dapatdipisahkan. Apalagi, bila dipenggal hanya menjadibeberapa variabel yang saling berhubungan. Olehkarenanya, kendati terdapat kerumitan-kerumitan,keseluruhan realitas tersebut harus dilibatkan ketikaseorang peneliti ingin memahami kehidupan manusiasecara holistik.

Kedua, harus dipahami bahwa resiko-resikostigmatik seperti di “cap” sebagai manusia tidakbermoral atau “perasaan tak enak” karena melakukansuatu tindakan yang berlawanan dengan keyakinantentang nilai baik, merupakan keadaan yang akandihadapi oleh peneliti yang memiliki minat tinggi untukmempelajari tingkah laku manusia dalam suatukebudayaan tertentu. Apalagi bagi mereka yangtertarik mempelajari realitas kehidupan manusiadalam dunia “remang-remang” dan lebih lagi dunia“hitam”. Jika peneliti tidak siap atau, meminjam istilahKoentjoro, tidak memiliki keberanian dengan resikoini, maka disarankan agar lebih baik memilih topikatau masalah penelitian sosial lainnya yang hasilnyajuga sama pentingnya dalam usaha mengembangkanilmu sosial.

Ketiga, nilai baik-buruk suatu tindakan yangdilakukan oleh peneliti berupa tindakan yangbertentangan dengan pandangan etik tetapi sesuaidengan pandangan emik, atau bertentangan denganpandangan emik tetapi sesuai dengan pandangan etik,tergantung dari perspektif etika mana kita melihat.Perspekitf deontologi menyarankan untuk melihatpentingnya motif, kemauan baik, kesadaran danwatak yang kuat dari para pelaku, terlepas dari akibatyang timbul dari perilaku para pelaku itu. Sementara,perspektif teleologi memposisikan pentingnya melihattujuan atau akibat dari suatu tindakan.

PENUTUPUngkapan yang sangat bersahaja dari Geerzt,

(1982 : 248) : “Kita tidak perlu menjadi pribumi untuk

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 41: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

41Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

memahami orang pribumi”. Juga ungkapan Koentjoro(2004 : xix) : “Kalau peneliti pelacuran melacur,menurut saya jelas-jelas dia telah melanggar kodeetik dan sekaligus telah melakukan perbudakanterhadap respondennya”. Hal ini dapat dimaknaibahwa untuk memahami realitas kehidupan pelacur,tentu saja seorang peneliti tak perlu melacurkan diri.

Peneliti dapat tetap mempertahankan jati dirinya,tidak perlu larut dalam tradisi dan kebudayaan yanghidup dalam realitas sosial yang ditelitinya.Menggunakan dua perspektif etika sebagaimanatelah diuraikan sebelumnya, peneliti dapatmemutuskan dengan pertimbangannya sendiri.Apakah ia harus melakukan atau tidak melakukansuatu tindakan sehingga dapat memposisikan dirisecara tepat yaitu “tidak larut” atau “going native”dalam pandangan emik orang-orang yang diteliti,tetapi juga tidak “stereotype” dan terbelenggu olehpandangan etiknya.

Akhirnya, tujuh syarat untuk menjadi penelitikualitatif, terutama yang menggeluti dunia “remang-remang”, sebagaimana dikemukakan oleh Koentjoro,( 2004: xvii-xviii) perlu dikemukakan pada akhirmakalah ini. Pertama, brain, yakni kemampuanpenalaran yang memadai, termasuk di antaranyakreatifitas.

Kedua, ability, teknik meneliti yang didasari olehpemahaman metodologis yang memadai. Syaratkedua ini ibarat pisau yang semakin diasah akansemakin tajam.

Ketiga, bravery atau keberanian, baik keberanianmemasuki kancah riset, maupun keberanianmenanggung segala resiko yang mungkin terjadiseperti disetalitigauangkan dengan pelacur, disebutpemabuk, disatroni preman, disebut germo, dansebagainya. Bravery ini berkaitan dengankemampuan ketika peneliti belajar mengatasi situasi-situasi yang menekan termasuk dicemooh karenamenganggap rendah penelitian kualitatif yang con-cern pada dunia “remang-remang”.

Keempat, honesty. Bagi seorang peneliti,kejujuran ilmiah merupakan suatu kewajiban yangharus dipertahankan. Pembuktian kejujuran hasilpenelitian akan tampak pada reliabilitas hasilpenelitian.

Kelima, ethics. Menjunjung tinggi kode etik agartidak salah dalam melakukan penelitian dan dalammelaporkan hasilnya kepada masyarakat. Menjunjungtinggi kode etik merupakan bukti kepedulian parapeneliti terhadap Hak Azazi Manusia, karenanyaseorang peneliti wajib menunjung tinggi etika.

Keenam, relationship. Membina hubunganadalah syarat penting bagi seorang peneliti. Membinarapport, yakni hubungan baik yang membukawilayah private menjadi public, adalah bagianpenting dari pekerjaan peneliti.

Terakhir, ketujuh, tidak hedonis. Artinya tidakmelakukan penelitian hanya untuk kepetingan penelitiyang ketika tujuan telah tercapai, daerah penelitianditinggal begitu saja. Networking yang sudah terbinasesungguhnya dapat dijadikan modal untuk kegiatanlain berikutnya. Paling tidak rapport dengankomunitas telah terbina dan bias karena data atauinformasi dapat diminimalisasi.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Taufik & Karim, M Rusli (ed). 1990.

Metodologi Penelitian Agama: SebuahPengantar . Yogyakarta: Tiara Wacana.

Al Wasilah, Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif:Dasar-Dasar Merancang Dan MelakukanPenelitian Kualitatif. Jakarta: PT Pusaka Jaya.

Aminuddin (ed). 1990. Pengembangan PenelitianKualitatif: Dalam Bidang Bahasa danSastra. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh.

Asante, Molefi, Kate & Gudykunst, William B.(ed).1989. Handbook of international and In-tercultural Communication. London: SagePublications. The Publishers of ProfessionalSocial Science.

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 42: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

42 Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Banks, Sarah. 1995. Ethics And Values In SocialWork. London: Macmillan Press LTD.

Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. 1975. Introduc-tion To Qualitative Research Methods: APhenomenological Approach To The SocialSciences. New York: A Willey-IntersciencePublication.

Bogdan, Robert & Biklen, Sari Knopp. 1990. Risetkualitatif Untuk Pendidikan: Pengantar Keteori Dan Metode. Alih Bahasa: Munandir.Jakarta: Pusat Antar Universitas UntukPeningkatan Dan Pengembangan AktivitasAnstruksional Universitas Terbuka.

Borg, Walter R & Gall, Meredith D. 1983. Educa-tional Research: An Introduction. New York:Longman.

Bungin, Burhan. 2001. Metodologi PenelitianKualitatif: Aktualisasi Metodologis ke ArahRagam Varian Kontemporer. Jakarta: PTRajaGrafindo Persada.

_____________. 2003. Analisis Data PenelitianKualitatif: Pemahaman Filosofis danMetodologis ke Arah Penguasaan ModelAplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Campbell, Donald T. & Stanley, Yulian C. 1969. Ex-perimental and Quasi Experimental Designsfor Research. Chicago: Rand McNally & Com-pany.

Creswell, John W. 1994. Research Design: Quali-tative and Quantitative Approaches. Thou-sand Oaks, California: Sage Publications, Inc.

_______________. 2003. Research Design:Qualitative, Quantitative and Mixed Meth-ods Approache.. Thousand Oaks, California:Sage Publications, Inc.

Cronbach, Lee J. 1984. Essentials of PsycologicalTesting. Fourth Edition. New York: Harper& Row, Publishers.

Danandjaja, James. 1982. “Mengumpulkan FolkloreBali Aga di Trunyan”, dalam Koentjaraningrat

dan Emmerson, Donald K. (ed). 1982. AspekManusia Dalam Penelitian Masyarakat.Jakarta : PT. Gramedia.

Danim, Sudarwan. 2002. Menjadi PenelitiKualitatif. Bandung: Pustaka Setia.

Denzin, Norman K & Lincoln, Yvonna S. (ed). 2000.Handbook of Qualitative Research. SecondEdition. Thousand Oaks, California: Sage Pub-lications, Inc.

Edwards, Allen L. Experimental Design in Psycho-logical Research. New Delhi: Amerind Pub-lishing CO. PVT. LTD.

Geerzt, Clifford. 1982. “Hakekat PemahamanAntropologi : Dengan Ilustrasi dari Indonesiadan Maroko”, dalam Koentjaraningrat danEmmerson, Donald K. (ed). 1982. AspekManusia Dalam Penelitian Masyarakat.Jakarta : PT. Gramedia.

Goode, William J & Hatt, Paul K. 1952. Methods inSocial Research. New York: McGraw-Hill.

Greenwood, Ernerst & Mayer, Robert R. 1984.Rancangan Penelitian Kebijakan Sosial.Jakarta: Penerbit CV Rajawali.

Hardjodipuro, Siswojo. 1991. “Dua ParadigmaPenelitian Ilmiah”. Pidato Guru Besar. Jakarta: IKIP Jakarta.

Hopkins, Kenneth.D, et all. 1990. Educational andPsychological Measurement and Evaluation.Seventh Edition. Needham Heights, Massachu-setts: Allyn & Bacon.

Irawan, Prasetya.2006. Penelitian Kualitatif &Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarata:Departemen Ilmu Administrasi Fakultas IlmuSosial dan ilmu Politik Universitas Indonesia.

Johannsen, L. Richard. 1996. Etika Komunikasi.Terjemahan Dedy Djamaludin Malik dan DeddyMulyana. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.

Koentjaraningrat. 1982. “Pendahuluan :Memperkenalkan Aspek Manusia dalamPenelitian Masyarakat”, dalam Koentjaraningrat

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 43: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

43Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

& Emmerson, Donald K.. 1982. AspekManusia Dalam Penelitian Masyarakat.Jakarta : PT Gramedia .

Koentjoro. 2004. On The Spot: Tutur dari SarangPelacur. Yogyakarta : Tinta Kelompok PenerbitQalam.

Mead, Margaret. 1988. Taruna Samoa: Remaja danKehidupan Seks dalam Kebudayaan PrimitifSuatu Penelitian Antropologi Budaya .Jakarta: Penerbit Bhratara.

Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi PenelitianKuliatatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mueller, Daniel J. 1986. Measuring Social Attitudes:A Handbook for Researchers and Practitio-ners. New York and London: Teachers CollegePress.

Muhadjir, Noeng. 1990. Metodologi PenelitianKualitatif. Yogyakarka: Penerbit Rake Sarasin.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi PenelitianKualitatif: Paradigma Baru Ilmu KomunikasiDan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PTRemaja Rosdakarya.

Neuman, W Lawrence. 2000. Social ResearchMethods: Qualitative and Quantitative Ap-proaches. Fourth Edition. Boston: Allyn AndBacon.

Patton, Michael Quinn. 1990. Qualitative Evalua-tion And Research. Second Edition. NewburyPark. California: Sage Publications. Inc.

Porter, Richard E & Samovar, Larry A. 1985. Inter-

cultural Communication: A Reader. FourthEdition.Belmont California: Wadsworth Publish-ing Company.

Salim, Agus (ed). 2001. Teori dan ParadigmaPenelitian Sosial: dari Denzin Guba danPenerapannya. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Sevilla, Consuelo G. et all.1993. Pengantar MetodePenelitian. Penerjemah: Alimuddin Tuwu.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Soehardi, Sigit. 2001. Metodologi Penelitian Sosial– Bisnis – Manajemen. Yogyakarta: BPFEUST.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif:Dilengkapi Contoh Proposal dan LaporanPenelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Suparlan, Parsudi. 1995. Orang Sakai di Riau:Masyarakat Terasing Dalam Masyarakat In-donesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suradika, Agus. 2006. “Profil Wanita Pekerja Malamdan Upaya Mengatasi Kemiskinan”. dalam.Jurnal Madani. Vol. 7, No. 1, Februari 2006.hlm 12 - 23 Medan: Universitas MuhammadiyahSumatera Utara.

Suradika, Agus & Maskun, Bambang Ipuyono. 2005.Etika Profesi Pekerjaan Sosial. Jakarta:Balatbangsos Depsos RI.

Suriasumantri, Jujun S. 1985. Filsafat Ilmu: SebuahPengantar Populer. Jakarta: Penerbit SinarHarapan.

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF : TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIAN Oleh : Agus Suradika

Page 44: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

45Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

Penanggung jawab/Pemimpin Umum :Dra. Yenny Budiasih, MBA

Pemimpin Redaksi :Dr. Sugito Efendi, MSi.

Staf Ahli :Dr. Mohamad Ilmi, M.Ec.Dr. Marinus R. Manurung, MPADr. Suyanto, SE, MM, M.Ak.Dr. Nurwidiatmo, SH, MM, MH.Drs. Kemal Taufik, MMM. Riduan Karim, SE, MM

Pelakasana Harian :H. Zaharuddin, SE, MM

Tim EditingSugito HartadiBudi Purnomo

Sirkulasi & PemasaranHadi Mulyo WibowoDewi Listyorini

Alamat Redaksi :Program Magister Manajemen Sekolah Tinggi Manajemen IMMI JakartaJl. Tanjung Barat No.11 Jakarta Selatan 12530Telp. (021) 781 7823, 781 5142 Fax. (021) 781 5144E-mail : [email protected]

ISSN 1907 - 3666

Volume 1, Nomor 3, Nopember 2007Volume 2, Nomor 3, Mei 2007

Page 45: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

47Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

DARI REDAKSI

Segala puji bagi Tuhan yang Maha Esa, Jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen Volume 2,Nomor 3, bulan Mei 2007 dapat menjumpai pembaca sesuai waktu yang direncanakan.

Dalam edisi ini, redaksi Jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen menyajikan beberapa topikantara lain: Sistem Ekologi Administrasi Publik Di Indonesia, Peran Etika Dalam DuniaBisnis Internasional, Pengaruh Perubahan Konsep Interior Design dan Variasi MenuTerhadap Kepuasan Pelanggan Dunkin Donuts Di Indonesia, Dampak Merger Hori-zontal Terhadap Efisiensi dan Kelangsungan Usaha Bank, Pertimbangan Etika DalamPenelitian Kualitatif : Telaah Tentang Pengaruh Pandangan Etik dan Emik TerhadapPerilaku Peneliti Di Lokasi Penelitian

Redaksi mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang terjalin dengan penulis, dandengan pembaca yang menggunakan jurnal Aliansi Bisnis & Manajemen sebagai salahsatu referensi. Besar harapan kami Jurnal ini turut memberikan kontribusi dalampengembangan bisnis dan manajemen. Kami sangat terbuka menerima kritik dan saranguna penyempurnaan Jurnal kita pada edisi mendatang.

Terima kasih

Redaksi

Volume 1, Nomor 3, Nopember 2007Volume 2, Nomor 3, Mei 2007

Page 46: SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA

49Jurnal Manajemen & Bisnis Aliansi

DAFTAR ISI

SISTEM EKOLOGI ADMINISTRASI PUBLIKDI INDONESIAOleh : M. Riduan K

PERAN ETIKA DALAM DUNIA BISNIS INTERNASIONALOleh : Marinus R. Manurung

PENGARUH PERUBAHAN KONSEP INTERIOR DESIGN DANVARIASI MENU TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DUNKINDONUTS DI INDONESIAOleh : Noverdi Bros

DAMPAK MERGER HORIZONTAL TERHADAP EFISIENSI DANKELANGSUNGAN USAHA BANKOleh : N. Uzair Achmadi

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENELITIAN KUALITATIF :TELAAH TENTANG PENGARUH PANDANGAN ETIK DAN EMIKTERHADAP PERILAKU PENELITI DI LOKASI PENELITIANOleh : Agus Suradika

1

11

19

23

29

----------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------

Volume 1, Nomor 3, Nopember 2007Volume 2, Nomor 3, Mei 2007