sirs

6
(Systemic Inflammatory Response Syndrome) Pendahuluan: SIRS terpisah dan berbeda dari sepsis, sepsis berat dan syok septik. Masing-masing kondisi memiliki kriteria diagnostik unik yang berbeda. Peralihan penting dari SIRS ke sepsis menurut definisi ini adalah adanya patogen yang diidentifikasi. Patofisiologi: Patofisiologi bersifat kompleks dan sebagai interaksi banyak sistem yang terlibat dalam peradangan dan respons terhadap tantangan imun dan perfusi. Sistem-sistem ini meliputi reaksi komplemen, sitokin, metabolit asam arakidonat, imunitas seluler, reaksi pembekuan dan imun humoral. Pertanda SIRS adalah munculnya status proinflamasi yang ditandai oleh takikardia, takipnea atau hiperpnea, hipotensi, hipoperfusi, oliguria, leukositosis atau leukopenia, pireksi atau hipotermia dan kebutuhan akan infus volume. Kondisi ini khas tidak mencakup sumber infeksi (misal bakteremia). Asidosis metabolik sering menyertai SIRS, dan terutama berasal dari laktat. SIRS bisa mengenai semua sistem organ, dan menjurus ke MODS ( multiple organ dysfunction syndrome). Alm. Dr Roger Bone adalah peneliti terbaik dari SIRS dan hubungannya dengan MODS. Pemicu SIRS belum jelas, namun peneliti terkemuka di bidang ini telah mengemukakan banyak teori yang bersaing satu sama lain. Teori-teori ini meliputi " second-hit hypothesis", usus sebagai motor SIRS, "chaos theory", dan inflamasi imunologis. Masing- masing teori ini terlihat memiliki logika yang melukiskan peristiwa-peristiwa yang menjurus dari SIRS ke MODS. Teori yang paling banyak diakui adalah immunologic dissonance theory yang dikumukakan oleh Roger Bone, MD. Penting diingat bahwa picu untuk kejadian ini masih belum diketahui. Namun beberapa molekul yang memberi signal dari sel ke sel telah diduga terlibat dalam genesis status proinflamasi. Pembawa pesan ini meliputi interleukin (IL)-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-11, IL-15, dan multiple colony stimulating factors, serta khemokin(monocyte chemotactic protein-1; regulated upon activation, normal T cell expressed and secreted [RANTES]; dan growth- related oncogene protein-alpha). Temuan serupa telah dibuat untuk tumor necrosis factor (TNF)-alpha dan molekul-molekul terkait lainnya yang berasal dari mikroba patogen, misal lipopolisakarida, enterotoksin stafilokokus A-E, dan toksin TSS . Daftar ini berfungsi

Upload: rahmanandhika-swadari

Post on 26-Oct-2015

90 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sirs

(Systemic Inflammatory Response Syndrome)

Pendahuluan: SIRS terpisah dan berbeda dari sepsis, sepsis berat dan syok septik. Masing-masing kondisi memiliki kriteria diagnostik unik yang berbeda. Peralihan penting dari SIRS ke sepsis menurut definisi ini adalah adanya patogen yang diidentifikasi.

Patofisiologi:

Patofisiologi bersifat kompleks dan sebagai interaksi banyak sistem yang terlibat dalam peradangan dan respons terhadap tantangan imun dan perfusi. Sistem-sistem ini meliputi reaksi komplemen, sitokin, metabolit asam arakidonat, imunitas seluler, reaksi pembekuan dan imun humoral.

Pertanda SIRS adalah munculnya status proinflamasi yang ditandai oleh takikardia, takipnea atau hiperpnea, hipotensi, hipoperfusi, oliguria, leukositosis atau leukopenia, pireksi atau hipotermia dan kebutuhan akan infus volume. Kondisi ini khas tidak mencakup sumber infeksi (misal bakteremia). Asidosis metabolik sering menyertai SIRS, dan terutama berasal dari laktat.

SIRS bisa mengenai semua sistem organ, dan menjurus ke MODS ( multiple organ dysfunction syndrome). Alm. Dr Roger Bone adalah peneliti terbaik dari SIRS dan hubungannya dengan MODS.

Pemicu SIRS belum jelas, namun peneliti terkemuka di bidang ini telah mengemukakan banyak teori yang bersaing satu sama lain. Teori-teori ini meliputi " second-hit hypothesis", usus sebagai motor SIRS, "chaos theory", dan inflamasi imunologis. Masing-masing teori ini terlihat memiliki logika yang melukiskan peristiwa-peristiwa yang menjurus dari SIRS ke MODS. Teori yang paling banyak diakui adalah immunologic dissonance theory yang dikumukakan oleh Roger Bone, MD.

Penting diingat bahwa picu untuk kejadian ini masih belum diketahui. Namun beberapa molekul yang memberi signal dari sel ke sel telah diduga terlibat dalam genesis status proinflamasi. Pembawa pesan ini meliputi interleukin (IL)-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-11, IL-15, dan multiple colony stimulating factors, serta khemokin(monocyte chemotactic protein-1; regulated upon activation, normal T cell expressed and secreted [RANTES]; dan growth-related oncogene protein-alpha). Temuan serupa telah dibuat untuk tumor necrosis factor (TNF)-alpha dan molekul-molekul terkait lainnya yang berasal dari mikroba patogen, misal lipopolisakarida, enterotoksin stafilokokus A-E, dan toksin TSS . Daftar ini berfungsi

Page 2: Sirs

menggambarkan bahwa tak ada pemicu tunggal untuk SIRS. Dengan kata lain, SIRS merupakan respon organisme secara umum teradap berbagai jenis tantangan imun.

Frekuensi Di Amerika Aserikat: frekuensi bervariasi dari satu senter ke senter lain. Insiden lebih tinggi pada pasien yang membutukan perawatan di ICU, dibandingkan bangsal umum Internasional: Tidak ada perbedaan frekuensi berdasarkan geografi.

Mortalitas/Morbiditas: Morbiditas dan mortalitas dari SIRS sangat bervariasi dan tergantung pada keberasilan terapi kelainan dasar dan progresi ke MODS. Mortalitas berkisar antara 25% sampai hampir 100%, saat jumlah organ gagal bertambah. SIRS mencerminkan peradangan hospes. Morbiditas yang disebabkan SIRS berhubungan dengan hipoperfusi dari maldistribusi volume sirkulasi dan kerja pernapasan sebagai kompensasi asidosis metabolik. Sekali gagal organ mulai terjadi (misal, gagal ginjal setelah acute tubular necrosis [ATN]), diagnosis tidak lagi sebagai SIRS tetapi telah berlanjut menjadi MODS.

Ras: Tidak ada predileksi.

Jenis kelamin: Tak ada predileksi.

Usia: Orang muda lebih bisa memberikan respon inflamasi dibanding orang tua, namun orang muda lebih baik memodifikasi status inflamasi dan memiliki prognosis lebih baik. Dampak dari komorbiditas yang ada jelas memperburuk survival pada pasien usia lanjut dengan SIRS.

Riwayat: Pola kondisi dasar pasien SIRS bervariasi, namun semua memiliki tema yang sama. Semua pasien memiliki abnormalitas perfusi(misal, hipoperfusi), fokus infeksi, atau keduanya. Pasien dengan beberapa penyakit terpisah memiliki abnormalitas patofisiologis ini, dengan kondisi dasar bervariasi (misal, divertikulitis perforasi, trauma, ruptur aneurisma aorta, pneumonia, acute lung injury pasca transfusi). Walaupun lintasan akhir sama, berbagai jenis pemicu dijumpai untuk SIRS.

Temuan Fisik: Temuan dari pemeriksaan fisik bervariasi. Namun, tanda khas selama pemeriksaan berfungsi membantu menegakkan diagnosis. Semua tanda khas ini juga berubugnan dengan hipoperfusi.

• SIRS menginduksi demam (suhu >101°F atau 38.3°C). Temuan ini mungkin tidak ada pada pasien usia lanjut, yang bahkan menunjukkan hipotermia.

• Takikardia adalah tanda khas kondisi ini namun bisa ditumpulkan oleh obat penyekat beta, antagonis kalsium dan obat fungsi ganda (misal amiodaron).

• Tekanan nadi yang menyempit juga merupakan temuan lazim yang menjelaskan berkurangnya volume sirkulasi efektif. Sejalan dengan tekanan nadi yang menyempit adalah oliguria dan suhu ekstremitas dingin, tanda vasokonstriksi karena tubuh berupaya mempertahankan MAP(mean arterial pressure) sebagai indikator perfusi di tingkat organ.

• Tanda- tanda lain (misal selaput lendir kering, tidak ada keringat aksila, vena leher datarl dengan pasien berbaring) bervariasi dengan derajat deplesi atau maldistribusi volume sirkulasi.

Page 3: Sirs

• Peningkatan ventilasi per menit (hiperpnea) adalah temuan khas dan mencerminkan mekanisme kompensasi untuk mendapar beban asam metabolik dengan menurunkan(pCO2). Ini menaikkan pH dalam upaya memulikan homeostasis.

• Hipotensi mencolok tidak lazim kecuali pasien mengalami sepsis berat. Berbagai fokus infeksi atau jejas lain yang mengenai sejumlah jaringan, misal necrotizing fasciitis,juga bisa dijumpai.

• Sebab-sebab : Sebab lazim yang dapat memicu SIRS meliputi hipoperfusi dari sebab apapun, infeksi, tantangan imunologis (termasuk antigen virus), jejas trauma,transfusi produk darah dan operasi baru.

Pemeriksaan Lab

• Hitung darah lengkap (CBC=complete blood count) berguna menilai dan menelusuri progresi hitung leukosit dan adanya bentuk muda(yakni, batang).

• Analisis gas darah arteri berguna untuk menilai asidemia. Menilai imbang antara pH dan pCO2 dalam kaitan dengan kadar laktat arteri dalam memahami genesis asidemia. Peninggian kadar laktat menjelaskan perfusi abnormal. Sayang asidemia laktat tidak bisa membedakan antar pasien SIRS dan syok septik. Keduanya berujung dengan spektrum sindrom sepsis yang menunjukkan hipoperfusi dan keduanya menghasilkan laktat. Pasien syok septik umumnya memiliki kecenderungan kadar laktat lebih tinggi, tetapi belum terbukti dengan analisis statistik. Bedakan hiperlaktatemia(yakni,laktat meninggi > 2 s/d 5 mmol/L tanpa asidemia)dari asedemia laktat. Hiperlaktatemia biasanya disebabkan sebab metabolik yang tidak berkaitan dengan hipoperfusi. Jadi lebih disebabkan hipermetabolisme. Masing-masing penyebab dapat menyertai SIRS, tetapi keduanya memerlukan terapi berbeda.

• Kimia serum memberikan panduan untuk bukti lanjut dari disfungsi organ. Rasio BUN:kreatinin dan kadar masing-masing berguna menilai oliguria dan memberikan informasi tentang perkembangan gagal ginjal akut pada subset pasien yang mengarah ke disfungsi ginjal.Kendati demikian, tidak ada nilai kimia yang diagnostik untuk SIRS;

• Demikian juga pemeriksaan yang membantu namun bukan diagnostik adalah profil koagulasi dengan waktu protrombin//activated partial thromboplastin time (PT/aPTT), fibrinogen, D-dimer, atau tromboelastogram juga mengidentifikasi disfungsi sistem koagulasi. Abnormalitas ini dapat terkait dengan disfungsi hati, serta suatu indiaktor lain bahwa pasien sudah berlanjut dari SIRS menuju MODS.

• Tes fungsi hati berguna seperti halnya kimia serum. Namun, perhatikan bahwa hipoperfusi (yang episodik dan menetap) dapat juga menyebabkan peninggian transaminase sebagai akibat reperfusion injury dan bukan oprogresi ke MODS.

Pemeriksaan Imaging(pencitraan):

Tidak ada untuk SIRS. Pemilihan pemeriksaan pencitraan tergantung pada etiologi yang menjadi indikasi rawat di RS/ICU.

Tes-tes lain:

• Bebagai jenis pemeriksaan kadar sitokin tersedia di lab klinik. Tingkat pemahaman dewasa ini tidak memungkinkan klinisi membutat keputusan tentang perawatan pasien serta prognosis berdasarkan kadar sitokin. Namun, IL-6, IL-8, TNF- telah

Page 4: Sirs

diselidiki secara luas sebagai marker dari SIRS atau sepsis dengan hasil nonspesifik.

• Biakan darah serta urin, sputum atau drainase rongga, bernilai karena nilai positif mengubah diagnosis dari SIRS menjadi sepsis(yaitu, SIRS plus biakan positif).

• Identifikasi UA(unmeasured anions) dengan pendekatan Stewart semakin populer dalam menilai gangguan asam basa pada pasien sakit kritis. (Lihat CD-ROM "Manajemen Gangguan Elektrolit , Mertabolik dan Asam Basa". Farmedia 2004 untuk informasi lebih lengkap). Kegagalan untuk mengeliminasi unmeasured anion merupakan prognosis buruk pada pasien tertentu (misal, pasien trauma).

• Belakangan ini kadar prokalsitonin telah ditunjukkan meninggi bermakna pada pasien SIRS dan sepsis. Marker ini membantu dalam diagnosis dini SIRS yang mengancam. Lebih dari itu nilai absolut dapat membedakan SIRS (0.5-2 ng/mL) dari sepsis (>2 ng/mL) dan dari MODS (>10 and often >100 ng/mL).

Perawatan Medis:

Tindakan terpenting adalah resusitasi volume, proteksi jalan napas dan memelihara hantaran oksigen. Terapi ajuvan ditujukan untuk menghindari komplikasi yang berhubungan dengan diagnosis primer atau perawatan yang diberikan di ICU..

• Resusitasi cairan untuk mencapai euvolemia adalah standar terapi untuk replesi volume sirkulasi yang efektif. Pada beberapa keadaan hipervolemia juga sesuai. Volume cairan merupakan metode untuk meningkatkan kinerja jantung. Peningkatan ini ditujukan untuk mencapai peningkatan hantaran oksigen ke seluruh tubuh dan regional. Rasio hantaran global: konsumsi oksigen adalah kira-kira 4:1. Mortalitas mendekati 50%, bila rasio kira-kira 2:1

• Kateter arteri pulmonalis (PAC) membantu memandu terapi volume dan menilai kinerja jantung pada pasien-pasien ini. PAC membantu klinisi dalam menilai kapan volume intravaskular telah ekspansi maksimal. Ini mengidentifikasi suatu pemicu apakah pasien memerlukan dukungan vasopresor jika dibutukan peningkatan hantaran oksigen. Perlu diingat adanya kontroversi tentang perlunya PAC dalam memandu manajemen.

• Alat pemeriksaan alternatif, seperti esophageal Doppler echo probe atau kateter PiCCO , yang menghasilkan data serupa dengan PAC yang berguna untuk memahami status cairan pasien.

• Resusitasi cairan bisa menggunakan kristaloid atau koloid.

Dalam melakukan resusitasi pasien dengan maldistribusi aliran dan asidosis laktat, awas jangan sampai menginduksi asidosis metabolik hiperkloremik .

Dampak hiperkloremia pada pasien kritis baru-baru ini telah ditinjau.

Komplikasi:

Komplikasi SIRS bisa mengambil berbagai bentuk. Lintasan akhir yang sama merupakan progresi menjadi sepsis, sepsis berat atau syok septik, dan akhirnya berlanjut ke MODS. Komplikasi berikut terjadi dengan frekuensi lebih besar daripada lainnya sepanjang rangkaian ini:

• Gagal ginjal akut (ARF) yang disebabkan ATN (acute tubular necrosis) • Acute lung injury atau acute respiratory distress syndrome

Page 5: Sirs

• Malnutrisi Protein Energi • Koagulopati dengan defisiensi hepatik akut • Hiperglisemia yang disebabkan hipermetabolisme dan resistensi insulin • Gastritis stres • Anasarka akibat resusitasi volume dan hipoalbuminemia

Komplikasi gangguan elektrolit tersering meliputi:

• Asidosis metabolik hiperkloremik(resusitasi dengan NaCl 0.9%) • Hipokalemia • Hipomagnesemia • Hipokalsemia dari resusitasi volume • Kehilangan yang cepat dari rongga atau urine (mungkin)

Prognosis:

Prognosis pasien SIRS seluruhnya tergantung pada pemulihan kondisi proinflamasi. Suatu sindrom yang diberi nama compensatory antiinflammatory response syndrome (CARS) dapat mengantagonis SIRS dan memulihkan homeostasis antara kondisi inflamasi dan anti-inflamasi. Jika ini berhasil, maka prognosisnya sangat baik. Namun, jika kondisi proinflamasi menetap atau jika kondisi anti-inflamasi berlebihan, MODS cenderung terjadi saat pasien beralih melalui mixed antagonist response syndrome (MARS). Prognosis MODS berkaitan langsung dengan jumlah sistem organ yang gagal. Risiko mortalitas adalah sebagai berikut: 3 sistem (85%), 4 sistem (95%), dan 5 sistem (99%). Lebih sedikit sistem organ yang gagal memiliki angka mortalitas berbeda, tergantung dari sistemnya. Sebagai contoh, ARF membawa risiko angka kematian 30-50% pada pasien bedah, sedangkan toxic-metabolic encephalopathy berisiko hanya 12% angka kematian. Interaksi gagal organ ganda tidak dipahami sempurna dan mungkin terbaik dinilai dengan menggunakan chaos theory. Chaos theory mengemukakan bahwa interaksi sistem(misal, hati, paru) tidak bisa diramalkan linier. Sebenarnya, chaos theory mengesankan bahwa respon yang terlihat langsung dari dinamik antar sistem tidak selalu sama antar individu. Oleh karena itu, derajat hipotensi yang menginduksi acute lung injury dan acute tubular necrosis pada seseorang belum tentu menciptakan respon sama pada pasien lain yang kelihatan serupa.

Referensi:

1. Battistini B, Forget MA, Laight D: Potential roles for endothelins in systemic inflammatory response syndrome with a particular relationship to cytokines. Shock 1996 Mar; 5(3): 167-83

2. Baue AE: Multiple organ failure, multiple organ dysfunction syndrome, and systemic inflammatory response syndrome. Why no magic bullets? Arch Surg 1997 Jul; 132(7): 703-7

3. Bone RC: Toward a theory regarding the pathogenesis of the systemic inflammatory response syndrome: what we do and do not know about cytokine regulation. Crit Care Med 1996 Jan; 24(1): 163-72

4. Bone RC: Systemic inflammatory response syndrome: a unifying concept of systemic inflammation. In: Fein A, Abraham A, et al. Sepsis and Multiorgan Failure. Philadelphia, Pa: Lippencott, Williams, & Wilkins; 1997: 1-10.

5. Davies MG, Hagen PO: Systemic inflammatory response syndrome. Br J Surg 1997 Jul; 84(7): 920-35

6. Forceville X, Vitoux D, Gauzit R: Selenium, systemic immune response syndrome, sepsis, and outcome in critically ill patients. Crit Care Med 1998 Sep; 26(9): 1536-44

Page 6: Sirs

7. Fry DE: Sepsis syndrome. Am Surg 2000 Feb; 66(2): 126-32 8. Horn KD: Evolving strategies in the treatment of sepsis and systemic inflammatory response

syndrome (SIRS). QJM 1998 Apr; 91(4): 265-77 9. Jimenez MF, Watson RW, Parodo J: Dysregulated expression of neutrophil apoptosis in the

systemic inflammatory response syndrome. Arch Surg 1997 Dec; 132(12): 1263-9; discussion 1269-70

10. Kaplan LJ, Bailey H, Kellum J: The etiology and significance of metabolic acidosis in trauma patients. Curr Opin Crit Care 1999; 5: 458-63.

11. Kreimeier U, Peter K: Strategies of volume therapy in sepsis and systemic inflammatory response syndrome. Kidney Int Suppl 1998 Feb; 64: S75-9

12. Levy B, Bollaert PE, Charpentier C: Comparison of norepinephrine and dobutamine to epinephrine for hemodynamics, lactate metabolism, and gastric tonometric variables in septic shock: a prospective, randomized study. Intensive Care Med 1997 Mar; 23(3): 282-7

13. Lieberman JM, Marks WH, Cohn S: Organ failure, infection, and the systemic inflammatory response syndrome are associated with elevated levels of urinary intestinal fatty acid binding protein: study of 100 consecutive patients in a surgical intensive care unit. J Trauma 1998 Nov; 45(5): 900-6

14. McGilvray ID, Rotstein OD: Role of the coagulation system in the local and systemic inflammatory response. World J Surg 1998 Feb; 22(2): 179-86

15. Muckart DJ, Bhagwanjee S: American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine Consensus Conference definitions of the systemic inflammatory response syndrome and allied disorders in relation to critically injured patients. Crit Care Med 1997 Nov; 25(11): 1789-95

16. Raymondos K, Leuwer M, Haslam PL: Compositional, structural, and functional alterations in pulmonary surfactant in surgical patients after the early onset of systemic inflammatory response syndrome or sepsis. Crit Care Med 1999 Jan; 27(1): 82-9

17. Stoiser B, Knapp S, Thalhammer F: Time course of immunological markers in patients with the systemic inflammatory response syndrome: evaluation of sCD14, sVCAM-1, sELAM-1, MIP-1 alpha and TGF-beta 2. Eur J Clin Invest 1998 Aug; 28(8): 672-8

18. Talmor M, Hydo L, Barie PS: Relationship of systemic inflammatory response syndrome to organ dysfunction, length of stay, and mortality in critical surgical illness: effect of intensive care unit resuscitation. Arch Surg 1999 Jan; 134(1): 81-7

19. Wakefield CH, Barclay GR, Fearon KC: Proinflammatory mediator activity, endogenous antagonists and the systemic inflammatory response in intra-abdominal sepsis. Scottish Sepsis Intervention Group. Br J Surg 1998 Jun; 85(6): 818-25