sirosis hepatis

6
1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis hati merupakan perjalanan patologis akhir dari proses fibrosis difus dan dapat disertai pembentukan nodul- nodul hati abnormal. Prevalensi pasti sirosis hati di dunia belum diketahui pasti1. Di Amerika Serikat, diperkirakan prevalensi sirosis hati sebesar 0.15% atau 400.000 kasus yang menyebabkan lebih dari 25.000 kematian dan 373.000 diagnosis rawat inap pada tahun 19981. Laporan lain menyebutkan prevalensi sirosis hati di Amerika Serikat sebesar 360 kasus per 100.000 pasien dengan 30.000 kasus kematian sirosis hati pertahun dan angka kematiannya masih terus meningkat2,3. Di Indonesia prevalensi sirosis hati karena berbagai sebab yang dirawat di ruang rawat Penyakit Dalam berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatera4. Rata- rata kasus sirosis hati sebanyak 3.5% dari seluruh kasus rawat inap Penyakit Dalam dan 47.4% dari berbagai kasus penyakit hati yang dirawat4, data lain menyebutkan angka yang berbeda yaitu sebesar 72.7% dari berbagai kasus penyakit hati yang dirawat 5. Belum ada data resmi nasional tentang besarnya masalah sirosis hati di Indonesia3. Penyebab terbesar sirosis hati di Indonesia adalah infeksi virus hepatitis B sebesar 40-50%, diikuti infeksi virus hepatitis C 30-40%, selebihnya 10-20% penyebab tidak diketahui6. Sedangkan prevalensi sirosis karena steatohepatitis nonalkoholik sebesar 0.3% dan steatohepatitis alkoholik juga memiliki angka yang sama yaitu 0.3%6. Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat endemisitas hepatitis B 3-7%. Data dari lembaga donor darah tahun 1995 menyatakan bahwa di daerah pulau Jawa prevalensi hepatitis B sebesar 5% dibanding daerah di luar pulau Jawa sebesar 8%. Namun prevalensi hepatitis B paling tinggi terdapat di Indonesia bagian timur sebesar 5-16%7. Data prevalensi hepatitis C di Indonesia dari lembaga donor darah sebesar 2% sedangkan di Jakarta sebesar 4%7. Bila kita mengingat potensi perjalanan penyakit hepatitis kronik menjadi sirosis hati, maka hal ini akan menimbulkan beban besar bagi biaya pengobatan untuk mengatasi komplikasi sirosis hati.

Upload: radenroro-anggraeni-part-iii

Post on 05-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kasus sirosis hepatis

TRANSCRIPT

1.1 Latar Belakang MasalahSirosis hati merupakan perjalanan patologis akhir dari proses fibrosis difus dan dapat disertai pembentukan nodul-nodul hati abnormal. Prevalensi pasti sirosis hati di dunia belum diketahui pasti1. Di Amerika Serikat, diperkirakan prevalensi sirosis hati sebesar 0.15% atau 400.000 kasus yang menyebabkan lebih dari 25.000 kematian dan 373.000 diagnosis rawat inap pada tahun 19981. Laporan lain menyebutkan prevalensi sirosis hati di Amerika Serikat sebesar 360 kasus per 100.000 pasien dengan 30.000 kasus kematian sirosis hati pertahun dan angka kematiannya masih terus meningkat2,3. Di Indonesia prevalensi sirosis hati karena berbagai sebab yang dirawat di ruang rawat Penyakit Dalam berkisar antara 3.6-8.4% di Jawa dan Sumatera4. Rata-rata kasus sirosis hati sebanyak 3.5% dari seluruh kasus rawat inap Penyakit Dalam dan 47.4% dari berbagai kasus penyakit hati yang dirawat4, data lain menyebutkan angka yang berbeda yaitu sebesar 72.7% dari berbagai kasus penyakit hati yang dirawat 5. Belum ada data resmi nasional tentang besarnya masalah sirosis hati di Indonesia3.Penyebab terbesar sirosis hati di Indonesia adalah infeksi virus hepatitis B sebesar 40-50%, diikuti infeksi virus hepatitis C 30-40%, selebihnya 10-20% penyebab tidak diketahui6. Sedangkan prevalensi sirosis karena steatohepatitis nonalkoholik sebesar 0.3% dan steatohepatitis alkoholik juga memiliki angka yang sama yaitu 0.3%6. Indonesia termasuk negara yang memiliki tingkat endemisitas hepatitis B 3-7%. Data dari lembaga donor darah tahun 1995 menyatakan bahwa di daerah pulau Jawa prevalensi hepatitis B sebesar 5% dibanding daerah di luar pulau Jawa sebesar 8%. Namun prevalensi hepatitis B paling tinggi terdapat di Indonesia bagian timur sebesar 5-16%7. Data prevalensi hepatitis C di Indonesia dari lembaga donor darah sebesar 2% sedangkan di Jakarta sebesar 4%7. Bila kita mengingat potensi perjalanan penyakit hepatitis kronik menjadi sirosis hati, maka hal ini akan menimbulkan beban besar bagi biaya pengobatan untuk mengatasi komplikasi sirosis hati.1Morbiditas dan mortalitas pasien-pasien sirosis hati sangat tinggi akibat komplikasinya seperti perdarahan varises esofagus, sindromhepatorenal, sindrom hepatopulmoner, gangguan elektrolit, ensefalopati, gangguan koagulasi, metabolisme protein abnormal, gangguan hormonal dan peritonitis bakterial spontan. Pasien dengan sirosis hati asimtomatik dapat bertahan tanpa ada gejala dalam waktu lama, namun 60% berlanjut secara progresif menuju kematian atau memerlukan transplantasi hati, dengan mortalitas selama 5 tahun mencapai 50%8. Hingga pertengahan dekade 1980-an perkembangan ilmu hepatologi belum memasukkan jantung sebagai organ yang dapat terganggu pada kondisi sirosis hati9. Banyak laporan sporadik mengenai kasus kematian pasien-pasien sirosis yang tidak berhubungan dengan komplikasi klasik sirosis hepatis seperti kejadian mati mendadak atau gangguan hemodinamik setelah dilakukan tindakan invasif tertentu. Kasus-kasus tersebut menarik beberapa peneliti di bidang hepatologi untuk mempelajari hubungan antara sirosis hati dan sistem kardiovaskular. Tahun 1996 Lee dan kawan-kawan untuk pertamakalinya mengemukakan istilah kardiomiopati sirotik ( cirrhotic cardiomyopathy)10. Istilah kardiomiopati sirotik menggambarkan respon jantung yang tidak adekuat terhadap peningkatan aktivitas fisik dan kondisi kardiovaskular yang bersifat hiperdinamik pada pasien-pasien sirosis hati10.Tahun 2005 suatu kelompok kerja ahli hepatologi dan kardiologi mengadakan pertemuan World Congress of Gastroenterology di Montreal11. Dikemukakan dalam pertemuan itu bahwa kardiomiopati sirotik adalah suatu bentuk gangguan fungsi jantung kronik pada pasien penderita sirosis hati dengan ciri-ciri ketidakmampuan kontraktilitas jantung saat menghadapi pembebanan dengan atau perubahan fase diastolik, gangguan relaksasi, perubahan elektrofisiologi jantung tanpa adanya kondisi penyakit jantung lain sebelumnya11. Sampai saat ini kriteria diagnostik kardiomiopati sirotik masih berupa usulan dari hasil akumulasi laporan kasus dan kesepakatan para ahli berdasarkan berbagai data penelitian11. Salah satunya adalah temuan adanya disfungsi diastolik melalui rasio E/A kurang dari 1 yang terlihat pada ekokardiogram penderita sirosis hati12 ( Rasio E/A adalah parameter yang diperoleh dengan pemeriksaan ekokardiografi pulsed Doppler berupa kurva E yang terbentuk dari kecepatan pengisian awal darah melalui katup mitral / early ventrikel kiri saat fase diastolik dan A yaitu kecepatan pengisian akhir ventrikel kiri darah melalui katup mitral saat fase diastolik / atrial contraction).Rasio E/A pada penderita sirosis baru mulai diteliti sejak tahun 1996 setelah teknologi ekokardiografi memungkinkan hal tersebut dilakukan12. Sampai data terakhir Januari 2013, penelusuran kepustakaan tentang penelitian disfungsi diastolik pada penderita sirosis hati di seluruh dunia melalui situs pencari literatur kedokteran belum mencapai 30 penelitian. Menariknya hampir semua penelitian tentang rasio E/A tersebut dilakukan oleh ahli hepatologi. Semua penelitian dari Eropa melaporkan prevalensi disfungsi diastolik pada penderita sirosis sebesar 30-50%13-16.Penyebab terjadinya disfungsi diastolik pada penderita sirosis hati berhubungan dengan perubahan mikrostruktur hati dan perubahan keseimbangan antara zat vasodilator dan vasokontriktor akibat peningkatan resistensi vaskular intrahepatik1,17-22. Di dalam struktur hati terjadi penurunan produksi nitrik oksida (NO) oleh endotel hati dan peningkatan produksi endotelin yang bersifat vasokonstriktor sedangkan pada sirkulasi sistemik terjadi vasodilatasi arteriol terurama daerah splangnik, terjadi hipovolemia relatif, terjadi aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron, retensi cairan dan sirkulasi yang hiperdinamik1,17,18. Pada kondisi sirosis hati, aliran darah dari vena porta yang dapat melalui vena hepatika hanya sebesar 13% akibatnya terjadi hipertensi portal20. Berbagai hal tersebut menyebabkan beban tersendiri bagi jantung sehingga timbul perubahan struktur jantung ( remodelling )pada penderita sirosis hati yang dari beberapa penelitian dilaporkan temuan hipertrofi jantung, dilatasi ventrikel kanan, atrium kiri hingga perubahan volume sistolik dan diastolik11. Penelitian 7 tahun terakhir mulai mempelajari hubungan antara sirosis hati dengan gagal jantung yang tersembunyi melalui perubahan rasio E/A11.Penilaian adanya disfungsi diastolik pada ventrikel kiri jantung dengan ekokardiografi telah direkomnedasikan dalam konsensus European Association of Echocardiography dan American Society of Echocardiography dengan kriteria terbaru tahun 2009 . Parameter yang dinilai adalah kecepatan aliran darah melalui katup mitral kiri berupa rasio puncak durasi E dan puncakdurasi A ( E/A), perbedaan antara E/A saat manuver Valsalva dengan tanpa manuver, waktu deselerasi (deceleration time ) yaitu waktu antara puncak E dan akhir puncak E, rasio E dengan gerakan anulus katup mitral saat awal diastol dengan moda pemeriksaan Doppler jaringan pada alat ekokardiografi( E/ e)dan perbedaan antara kecepatan aliran atrial regurgitan ( Ar ) dengan durasi A dari aliran darah yang melalui katup mitral diakhir diastol ( A ) yang dilambangkan dengan Adur-A. Rasio E/A adalah parameter yang diperoleh dengan pemeriksaan ekokardiografi pulsed Doppler berupa kurva E yang terbentuk dari kecepatan pengisian awal darah melalui katup mitral / early ventrikel kiri saat fase diastolik dan A yaitu kecepatan pengisian akhir ventrikel kiri darah melalui katup mitral saat fase diastolik / atrial contraction. Berdasarkan parameter-parameter diatas maka dengan kriteria tertentu disfungsi diastolik dapat dibedakan menjadi gangguan relaksasi ( derajat 1), pseudonormal ( derajat 2 ), gangguan restriktif ( derajat 3 ).Implikasi klinis dari diketahuinya perubahan parameter-parameter tersebut adalah berhubungan dengan apakah terdapat disfungsi diastolik pada jantung penderita sirosis hepatis21. Terjadinya disfungsi diastolik membawa konsekuensi terdapatnya gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal ( heartfailure with normal left ventricular ejection fraction), suatu fenomena gagal jantung yang baru mulai dikenal dua dekade terakhir22. Penelitian Zile et al yang banyak menjadi acuan berbagai penelitian mendefinisikan gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal sebagai pasien dengan manifestasi klinis gagal jantung, fraksi ejeksi ventrikel kiri > 50% dan hipertrofi konsentrik ventrikel kiri atau perubahan ventrikel kiri menjadi konsentrik, mengalami gangguan relaksasi ventrikel kiri dan kekakuan dinding ventrikel kiri22. Manifestasi klinis dari gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal tidak berbeda dengan gagal jantung pada umumnya22. Kesintasan 12 bulan gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang normal juga sama tingginya dengan gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang menurun yaitu 75% vs 71%21. Namun semua penelitian tersebut belum ada yang meneliti populasi penderita sirosis hati. Implikasi klinis lainnya adalah kemungkinan untuk dimasukkannya parameter kardiovaskular dalam penilaian prognosis dan derajat beratnya penyakit seperti Child-Pugh atau MELD yang saat ini masih terus dibuktikan.Terdapat dua penelitian di RSCM dan Indonesia tentang masalah kardiologi pada penderita sirosis hati yang keduanya dilakukan pada tahun 2003 yaitu pemanjangan interval QT pada pasien sirosis hati dan penelitian pendahuluan disfungsi ventrikel kiri pada penderita sirosis hati non alkoholik di Poliklinik Hepatologi RSCM. Pada penelitian pertama didapatkan prevalensi pemanjangan interval QT sebesar 67.9% dan berhubungan dengan derajat disfungsi hati, suatu angka yang sangat besar pada populasi tersebut yang berisiko untuk berkembang menjadi aritmia dengan kematian mendadak23. Pada penelitian pendahuluan disfungsi ventrikel kiri pada penderita sirosis hati non alkoholik didapatkan gangguan fungsi ventrikel kiri berupa disfungsi diastolik sebesar 30% dan memberikan pertanyaan penelitian tentang hubungan derajat disfungsi diastolik ventrikel kiri dengan derajat disfungsi hati penderita sirosis hati24. Penelitian hubungan derajat disfungsi diastolik dengan derajat disfungsi hati penderita sirosis dalam skala besar baru ada 1 hasil penelitian di pusat hepatologi di Spanyol. Bila klinisi mengetahui atau menyadari adanya masalah disfungsi diastolik pada penderita sirosis hati dan hubungannya dengan derajat disfungsi hati maka klinisi akan lebih waspada bahwa jantung juga menjadi organ yang perlu mendapat perhatian pada pasien sirosis. Kewaspadaan adanya disfungsi diastolik pada penderita sirosis hati juga akan membuat klinisi memperhitungkan adanya gagal jantung tersembunyi yang dapat muncul apabila dilakukan tindakan intervensi medis atau pemberian obat-obatan yang mempengaruhi kondisi hemodinamik.