sintesis kopolimer onggok-amino akrilat...

98
SINTESIS KOPOLIMER ONGGOK-AMINO AKRILAT KATIONIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI TANAH CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

Upload: trannguyet

Post on 05-Mar-2018

276 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

SINTESIS KOPOLIMER ONGGOK-AMINO AKRILAT

KATIONIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI TANAH

CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Kopolimer

Onggok-Amino Akrilat Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016

Cynthia Komalasari Sugiarta

NIM G451130041

RINGKASAN

CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA. Sintesis Kopolimer Onggok-Amino

Akrilat Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah. Dibimbing oleh ZAINAL

ALIM MAS’UD dan KOMAR SUTRIAH.

Onggok merupakan limbah pengolahan tepung singkong. Kandungan utama

onggok adalah pati yang berupa polisakarida. Polisakarida merupakan polimer

yang paling melimpah di alam. Kopolimerisasi onggok dengan polimer

(2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) dapat menghasilkan kopolimer

kationik karena DMAEMA memiliki gugus amina tersier yang dapat dikonversi

menjadi ammonium kuaterner yang bersifat kationik. Penelitian ini bertujuan

menyintesis kopolimer onggok-amino akrilat kationik dan mengetahui

kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.

Penelitian diawali dengan preparasi kopolimer onggok-amino akrilat melalui

kopolimerisasi cangkok onggok-DMAEMA pada suhu 70 °C selama 3 jam.

Selanjutnya dilakukan metilasi pada kopolimer onggok-amino akrilat

menggunakan dimetilsulfat (DMS) pada suhu 65 °C sehingga diperoleh kopolimer

onggok-amino akrilat kationik yang kemudian diuji kemampuannya sebagai

pengendali erosi tanah pada tanah lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu

pada intensitas air hujan 45 mm jam-1

dan 100 mm jam-1

.

Kopolimer onggok-amino akrilat dapat disintesis melalui metode kimia

dengan kopolimerisasi pencangkokan-penautan silang pada onggok dan monomer

DMAEMA, penaut silang metilena bis-akrilamida dan inisiator ammonium

persulfat sehingga diperoleh rendemen 44.66% dan nisbah pencangkokan 42.15%.

Kopolimer ongok-amino akrilat kationik berhasil disintesis melalui metilasi

terhadap kopolimer onggok-amino akrilat dengan menggunakan agen metilasi

dimetilsulfat di dalam pelarut dimetilformamida dengan konversi 94.96% pada

waktu sintesis 18 jam dan nisbah kopolimer onggok-amino akrilat:DMS sebesar

1:2 (b/v). Kopolimer onggok-amino akrilat kationik efektif untuk mengurangi

erosi pada tanah lempung liat berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas

air hujan 45 mm jam-1

dan 100 mm jam-1

. Kopolimer onggok-amino akrilat

kationik efektif untuk menurunkan volume limpasan total dan laju limpasan akhir

pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

hingga

65.26%, meningkatkan volume infiltrasi total dan laju infiltrasi akhir pada tanah

lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

hingga 192.80%,

menurunkan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1

hingga 65.25%, menurunkan TDS pada tanah

lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

hingga 48.36%,

menurunkan TSS dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu

dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

hingga 93.16% dan 82.05%.

Kata kunci: onggok, DMAEMA, erosi tanah

SUMMARY

CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA. Synthesis of Cationic Acrylic Amino-

Cassava Waste Pulp Copolymer As A Soil Erosion Controlling Agent. Supervised

by ZAINAL ALIM MAS’UD and KOMAR SUTRIAH.

Cassava waste pulp (CWP) is a waste from cassava wheat production. The

main composition of CWP is polysaccharides which are the most abundant

polymer in nature. Copolymerization of CWP with (2-dimethylaminoethyl)

methacrylate (DMAEMA) could produce cationic copolymer because DMAEMA

polymer contains tertiary amine group that easily converted to quartenary amine

group. The aim of this research was to synthesize cationic acrylic amino-CWP

copolymer and to investigate its ability as a soil erosion control.

The research was initiated by preparation of acrylic amino-CWP copolymer,

by graft copolymerization of CWP on DMAEMA at 70 °C for 3 hours. The

resulted acrylic amino-CWP copolymer was methylated by dimethyl sulfate

(DMS) at 65 °C to produce cationic acrylic amino-CWP copolymer which then

tested as a soil erosion control for sandy clay loam and silty clay loam on rainfall

intensity of 45 mm h-1

and 100 mm h-1

.

Acrylic amino-CWP copolymer was able to synthesize by by chemical

method with grafting crosslinking CWP and DMAEMA monomer, methylene bis-

acrylamide crosslinker, and ammonium persulfate inisiator, the resulting

copolymer has yield of 44.66 % and graft ratio of 42.15%. Cationic acrylic amino-

CWP copolymer was successfully synthesized by methylated the acrylic amino-

CWP copolymer with DMS as a methylating agent and dimethylformamide as a

solvent at 18 hours time of reaction and acrylic amino-CWP copolymer:DMS

ratio (w/v) was 1:2. Methylation process was resulting 94.96% acrylic amino-

CWP copolymer that was converted to cationic acrylic amino-CWP copolymer.

cationic acrylic amino-CWP copolymer was effective to reduce erosion for sandy

clay loam and silty clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

and 100 mm h-1

.

Cationic acrylic amino-CWP copolymer was effective to reduce total runoff

volume and final runoff rate for sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

to 65.26%, increasing total infiltration volume and final infiltration rate for silty

clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

to 192.80%, reduce runoff depth for

sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

to 65.25%, reduce TDS for

sandy clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

to 48.36%, reduce TSS and total

eroded soil mass loss for silty clay loam at rainfall intensity of 45 mm h-1

to

93.16% and 82.05%.

Keywords: cassava waste pulp, DMAEMA, soil erosion

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

pada

Program Studi Kimia

SINTESIS KOPOLIMER ONGGOK-AMINO AKRILAT

KATIONIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI TANAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

CYNTHIA KOMALASARI SUGIARTA

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah

erosi, dengan judul Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik Sebagai

Pengendali Erosi Tanah.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Zainal Alim Mas’ud, DEA

dan Bapak Dr Drs Komar Sutriah, MS selaku pembimbing, serta Ibu

Prof Ir Suminar Setiati Achmadi, PhD yang telah banyak memberi saran.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff

Laboratorium Kimia Terpadu yang telah membantu terlaksananya penelitian, dan

staff Laboratorium Tanah Biotropika yang telah membantu pengukuran analisis

tekstur tanah. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak,

suami, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Cynthia Komalasari Sugiarta

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Pati Onggok Tapioka 4 Kopolimerisasi Pencangkokan 5 (2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) 7

Kopolimerisasi Pencangkokan DMAEMA 7 Sintesis Amina Kuaterner dari DMAEMA 8 Erosi Tanah 10 Pengendali Erosi Tanah 11

3 METODE 13 Bahan 13

Alat 13 Preparasi Sampel Onggok Tapioka 13

Pencangkokan-Penautan Silang Kopolimer Onggok-Amino Akrilat

(Mas’ud et al. 2013) 13

Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik

(Kavakli et al. 2014) 14 Pencirian Kopolimer Onggok-Amino Akrilat dan Onggok-Amino

Akrilat Kationik 14 Uji Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah

(Heilig et al. 2001, She et al. 2014) 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19 Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat 19

Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik 21 Efektivitas Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah 24

5 SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 50

RIWAYAT HIDUP 86

DAFTAR TABEL

1 Derajat metilasi pada variasi waktu sintesis (konsentrasi

kopolimer:DMS (b/v) 1:2) 21 2 Derajat metilasi pada perbandingan kopolimer:DMS (waktu sintesis

24 jam) 22

3 Daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat sebelum dan sesudah

metilasi 22 4 Sifat fisik dan kimia air 24 5 Sifat fisik dan kimia tanah 24 6 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan

kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan

kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas

air hujan 45 mm jam-1

26

7 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1

27

8 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan

kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan

kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas

air hujan 100 mm jam-1

29 9 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1

30 10 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan

kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan

kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas

air hujan 45 mm jam-1

32 11 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1

33 12 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan

kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi, dan

kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas

air hujan 100 mm jam-1

35

13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1

36

14 Perbandingan pengaruh konsentrasi kopolimer kationik sebagai

pengendali erosi tanah pada jenis tanah dan intensitas air hujan yang

berbeda 39

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur (a) amilosa dan (b) amilopektin 2 2 (a) diagram skematik dari (I) fisisorpsi, (II) pencangkokan ke, (III)

pencangkokan dari, dan (b) diagram skematik dari penautan silang (I)

intermolekuler dan (II) intramolekuler (Bhatacharyaa, 2009) 5 3 Reaksi pencangkokan pati dan homo polimer (Witono et al. 2012) 6 4 Sintesis hidrogel berbasis pati (Mas’ud et al. 2013) 6 5 Polimer (2-dimetilaminoetil)metakrilat 7

6 Sintesis metakrilat termetilasi dengan alkil iodida (He et al. 2011) 9 7 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan BEMA

(Antonucci et al. 2012) 9 8 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan alkil bromida

(Gozzelino et al. 2013) 9 9 Diagram skematik peralatan uji erosi tanah (Heilig et al. 2001) 16

10 Spektra FTIR dari (a) onggok dan (b) kopolimer onggok-amino akrilat 20

11 Metilasi kopolimer onggok-amino akrilat kationik 21 12 Spektra FTIR dari (a) kopolimer onggok-amino akrilat dan

(b) kopolimer onggok-amino akrilat kationik 23 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

25 14 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

28 15 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

31

16 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

34

17 Interaksi antara tanah dan kopolimer onggok-amino akrilat kationik 42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan rendemen 50 2 Perhitungan daya serap air 50 3 Perhitungan rasio pencangkokan 50 4 Perhitungan derajat metilasi 51 5 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik air 54 6 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik tanah 54 7 Pengukuran kandungan air pada tanah 54 8 Pengukuran densitas tanah 54 9 Pengukuran densitas partikel tanah 55

10 Pengukuran porositas tanah 55 11 Pengukuran kandungan bahan organik tanah 55 12 Pengukuran volume limpasan, volume infiltrasi, laju limpasan, laju

infiltrasi, dan kedalaman limpasan 56 13 Pengukuran TDS 68 14 Pengukuran TSS 74

15 Pengukuran bobot tanah tererosi total 80

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Erosi merupakan suatu pengikisan tanah yang ditimbulkan oleh aktivitas

pada lingkungan tanah seperti hujan, kebakaran hutan, serta penggundulan lahan

dan aktivitas pertanian . Dampak negatif dari erosi yaitu terganggunya ekosistem

alami lingkungan tanah karena erosi menyebabkan degradasi lahan yang berakibat

pada turunnya produktivitas lahan pertanian. Erosi tanah dapat mengurangi

konsentrasi material organik tanah yang sangat dibutuhkan oleh tanaman dan

lahan pertanian (Nie et al. 2016), bahkan erosi dapat mengurangi kandungan

karbon di dalam tanah yang berperan sebagai penyimpan dan penukar CO2 di

atmosfer melalui fotosintesis tanaman, yang memegang peranan penting dalam

siklus karbon global (Begueria et al. 2015).

Erosi akan terjadi jika terdapat gaya penghancur partikel tanah yang lebih

besar daripada gaya yang dimiliki tanah untuk bertahan dari gaya tersebut

(Routscheck et al. 2014). Rata-rata 30 ton tanah per acre (1 acre = 4047 m2) lahan

di dunia mengalami erosi setiap tahun (Yonts 2008). Sekitar 1.90 miliar hektar

tanah diestimasikan mengalami degradasi lahan yang disebabkan oleh erosi dan

limpasan permukaan setiap tahunnya (Khaliq & Abbasi 2015).

Metode yang dilakukan untuk mengatasi erosi umumnya melalui perlakuan

konservasi lahan dengan membuat olah tanah dan terasering. Namun, olah tanah

memerlukan biaya yang tidak murah, yaitu sekitar 285-326 USD

(Rp 3.945.682-4.513.307) per hektar tanah (Liu et al. 2011), sedangkan terasering

tidak dapat mengurangi erosi apabila kemiringan lahan pertanian cukup curam,

agregat partikel tanah menjadi lebih mudah hancur, dan menyebabkan redistribusi

tanah sehingga mengurangi kandungan bahan organik tanah (Nie et al. 2016).

Pergerakan partikel pada kemiringan lahan terasering pada saat terjadi erosi juga

akan mengubah sifat permukaan tanah melalui redistribusi ukuran partikel tanah

yang berakibat pada berkurangnya produktivitas tanah karena terjadi perubahan

sifat pada fraksi partikel halus yang berperan penting dalam adsorbsi dan transpor

nutrien serta bahan organik yang dibutuhkan tanaman (Zhang et al. 2014).

Metode lain yang telah digunakan untuk menangani erosi di antaranya

dengan penggunaan bahan organik seperti urea, residu tanaman, atau kotoran

hewan. Namun penggunaan urea hanya dapat memperbaiki tanah dengan

menambah jumlah bahan organik (N) tanah tanpa dapat mengubah sifat fisik tanah

menjadi lebih baik, sedangkan penggunaan residu tanaman (pemulsaan) dan

kotoran hewan dapat meningkatkan pH tanah (Khaliq & Abbasi 2015), dan

membutuhkan waktu yang lama (3 tahun) untuk dapat meningkatkan karakter fisik

dan nutrien tanah (Panwar et al. 2010). Bahan anorganik seperti gipsum juga

diketahui telah digunakan untuk memperbaiki struktur tanah, tetapi penggunaan

bahan ini pada jangka waktu yang lama ternyata dapat menyebabkan tanah

menjadi lebih asin dan mengganggu proses nitrifikasi tanah, dan juga

menyebabkan tanah menjadi kering dan membentuk struktur seperti gurun

sehingga mengurangi kesuburan tanah (Reddy & Crohn 2014).

2

Alternatif metode yang dilakukan untuk melindungi tanah dari erosi yaitu

penggunaan bahan kimia yang dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu

memodifikasi proses hilangnya tanah, seperti polimer sintesis yang dapat

meningkatkan sifat fisik tanah (Inbar et al. 2015). Bahan kimia berbasis polimer

yang telah digunakan untuk mengatasi erosi adalah poliakrilamida (PAM),

poliakrilonitril (US paten 2741551), dan polimetrakrilat (US paten 3284425).

PAM anionik merupakan polimer yang paling banyak digunakan sebagai

pengendali erosi karena mampu teradsorb kedalam partikel lempung dan

menjembatani antar partikel tanah untuk membentuk domain yang stabil.

Penggunaan PAM anionik ternyata memiliki kekurangan, yaitu dapat

meningkatkan volume limpasan selama erosi (Inbar et al. 2015). PAM

hanya dapat menurunkan limpasan pada tanah tertentu, tidak efektif digunakan

pada tanah berpasir, dan untuk meningkatkan efektivitasnya dalam

menstabilkan struktur permukaan tanah serta meningkatkan laju infiltrasi

tanah perlu dikombinasikan dengan sumber elektrolit seperti gipsum

(Kumar & Saha 2011). Sementara itu penggunaan poliakrilonitril dan

polimetakrilat bersifat fitotoksik terhadap tanaman (Klingler 2015).

Alternatif penggunaan bahan kimia lain sebagai pengendali erosi tanah yaitu

penggunaan kopolimer kationik. Penelitian oleh Orts et al. (1999) melaporkan

bahwa penggunaan 20% PAM kationik dapat mengurangi erosi setara dengan

penggunaan 85% PAM anionik. Kopolimer kationik poli(vinil alkohol) diketahui

dapat memflokulasi lempung namun membutuhkan PAM anionik dengan bobot

molekul tinggi untuk dapat mengaglomerasi partikel lempung agar diperoleh hasil

signifikan terhadap ukuran flok lempung (Sang et al. 2008), tetapi flokulan

dengan bahan PAM juga diketahui dapat terdegradasi menjadi monomer

akrilamida yang neurotoksik (You et al. 2009).

Kumar dan Saha (2011) melaporkan bahwa polimer kationik efektif untuk

memflokulasi lempung dan meningkatkan laju infiltrasi bahkan di dalam air

deionisasi, sementara polimer anionik hanya dapat meningkatkan laju infiltrasi

pada larutan yang mengandung elektrolit. Selanjutnya Shi et al. (2015)

menyatakan bahwa polimer kationik dapat memflokulasi tanah dengan cara

memodifikasi muatan sehingga partikel tanah menjadi bermuatan positif dalam

kehadiran air sehingga partikel yang bermuatan negatif pada tanah akan

terflokulasi melalui interaksinya dengan polimer kationik. Selain itu polimer

kationik juga dapat berfungsi sebagai jembatan yang mampu mengagregasi

flok-flok kecil yang bermuatan negatif menjadi ukuran yang lebih besar.

(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) merupakan monomer akrilat

yang memiliki gugus fungsi amina tersier, diketahui non sitotoksik

(Cerda-Cristerna et al. 2011, Abebe et al. 2003) dan dapat terbiodegradasi

(Bruining et al. 2000). DMAEMA sering dicangkokkan pada beberapa material

seperti silika dan polimer sintetik lainnya untuk memperoleh kopolimer adsorben

dengan gugus fungsi amina kuartener. Kopolimer DMAEMA dengan gugus amina

kuartener diketahui dapat bertindak sebagai basa penukar anion yang kuat

(Kavakli et al. 2014). Metilasi terhadap DMAEMA akan menghasilkan amina

kuartener bermuatan positif sehingga terbentuk suatu polimer kationik. Polimer

kationik dari DMAEMA dapat dimodifikasi dengan suatu bahan alam seperti

polisakarida, kitosan, dan pati (Das et al. 2015).

3

Polisakarida merupakan bahan organik yang paling melimpah dan memiliki

kelebihan dibandingkan polimer sintetik, yaitu non-toksik, dapat terdegradasi oleh

alam, dan murah. Modifikasi polisakarida melalui kopolimerisasi pencangkokan

dapat meningkatkan sifat alami tulang punggung polisakarida, penolakan air,

stabilitas termal, ketahanan panas, kemampuan sebagai pewarna, dan ketahanan

terhadap serangan asam-basa dan abrasi. Kopolimer cangkok berperan penting

sebagai agen penguat dalam pembuatan komposit ramah lingkungan. Kopolimer

cangkok polisakarida diketahui dapat mengkomposkan serta mendegradasi di

dalam tanah (Kalia et al. 2013).

Pati onggok merupakan suatu polisakarida yang diperoleh dari limbah hasil

pengolahan tepung tapioka dari singkong. Satu ton pengolahan singkong dapat

menghasilkan 250 kg tapioka dan 114 kg onggok (Suherman et al. 2013). Onggok

dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar sintesis kopolimer kationik yang

disintesis melalui metilasi terhadap kopolimer onggok yang dicangkok pada

DMAEMA. Oleh karena itu, kopolimer kationik yang disintesis dari DMAEMA

diharapkan dapat menjadi suatu pengendali erosi tanah didasarkan pada sifatnya

yang mampu berinteraksi dengan muatan negatif tanah.

Perumusan Masalah

Erosi tanah merupakan penyebab utama degradasi tanah karena melibatkan

penghilangan bahan organik dan nutrien di dalam tanah yang mengakibatkan

berkurangnya produktivitas tanah sehingga dapat mengganggu ekosistem alami

disekitarnya. Erosi tanah dapat terjadi ketika terdapat gaya penghancur pada

permukaan tanah menyebabkan tanah terdetasemen dan terpisah dari agregatnya.

Oleh sebab itu, diperlukan penggunaan bahan kimia yang dapat memperbaiki sifat

fisikokimia tanah sehingga erosi tanah dapat diatasi.

Tujuan Penelitian

Percobaan ini bertujuan untuk menyintesis kopolimer onggok-amino akrilat

kationik, mengetahui sifat fisikokimia kopolimer kationik hasil sintesis, dan

menguji kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian meliputi pencangkokan penautan silang antara onggok dengan

(2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) yang diikuti dengan metilasi untuk

menghasilkan kopolimer onggok-amino akrilat kationik. Kopolimer kationik hasil

sintesis selanjutnya diuji sebagai pengendali erosi pada tanah lempung liat

berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan

100 mm jam-1.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pati Onggok Tapioka

Onggok merupakan limbah padat yang dihasilkan pada pengolahan tepung

tapioka dari singkong yang menghasilkan limbah sekitar 2/3 bagian dari bahan

mentahnya. Limbah cair tepung tapioka memiliki kisaran 10-15% dan limbah

padat menempati kisaran 16% dari total bobot singkong. Onggok sendiri

dihasilkan sekitar 10-30% dari bobot singkong (Amin et al. 2013). Limbah kering

pengolahan tepung tapioka terdiri dari pati (56-60%), selulosa (15-18%),

hemiselulosa (4-5%), lignin (2-3%), protein (1-2%), pentosa (2%) dan gula

pereduksi (0.40-0.50%) (Nair et al. 2011).

Pati merupakan kompomen utama onggok yang merupakan polisakarida

dengan ikatan L-glikosidik. Struktur pati mengandung granuler semi-kristalin dan

granuler amorf dengan ketebalan 2 µm-25 µm, dan mengandung 2 komponen

molekul mayor, yaitu amilosa dan amilopektin.

Amilosa rata-rata memiliki 47-58% cabang dengan rata-rata panjang rantai

terhitung sebagai 450-550 residu glukosil dan jumlah rantai per molekulnya

sekitar 5-7 rantai. Amilopektin memiliki 5-6% cabang dengan jumlah rantai

300-855 per molekul. Panjang rata-rata rantai amilopektin adalah 20-21 residu

glukosil. Bobot molekul amilosa diukur melalui derajat polimerisasi sebesar

1035-1202. Bobot molekul amilopektin adalah sekitar 6000-17100 (Zhu 2015).

Kandungan pati singkong dari tepung tapioka memiliki nisbah 17% amilosa dan

83% amilopektin (Amin et al. 2013).

Granula pati diketahui dapat menyerap air dan mengembang saat

dipanaskan di dalam air. Pada suhu tinggi 60-90 °C, granula pati akan

membengkak dan pecah karena adanya gangguan pada dobel heliks amilopektin,

sedangkan amilosa di dalam pati akan keluar dari granula dan melarut

(Chen et al. 2015). Selama suhu dan absorbsi air meningkat, granula akan pecah

dengan mengacaukan susunan rantai atau disebut juga sebagai gelatinisasi. Saat

(b)

Gambar 1 Struktur (a) amilosa dan (b) amilopektin

5

sistem gelatinisasi didinginkan, rantai yang tidak tersusun akan mengalami

penyusunan ulang melalui interaksi molekuler dan ikatan hidrogen yang disebut

juga sebagai proses retrodegradasi. Gelatinisasi dan retrodegradasi merupakan

prinsip dari banyaknya aplikasi yang menggunakan pati (Zhu 2015).

Kopolimerisasi Pencangkokan

Kopolimerisasi pencangkokan merupakan metode untuk memodifikasi sifat

fisika dan kimia pada permukaan polimer seperti titik leleh, kelarutan,

permeabilitas, rekativitas kimia, elastisitas, biokompatibilitas, penukar ion, dan

sensitivitas-termal. Prinsip kopolimerisasi pencangkokan yaitu pembentukan situs

aktif dalam bentuk radikal bebas atau gugus fungsi pada tulang punggung.

Kopolimerisasi pencangkokan dapat terjadi pada media homogen atau

heterogen tergantung kelarutan monomer dan sifat alami pelarut. Proses

kopolimerisasi terdiri dari “pencangkokan ke” dan “pencangkokan dari”.

“Pencangkokan ke” melibatkan pembentukan situs aktif pada tulang punggung

polimer yang menginisiasi polimerisasi monomer ke tulang punggung polimer.

“Pencangkokan dari” terjadi saat rantai polimer yang berkembang menyerang

polimer lain. “Pencangkokan ke” menghasilkan kopolimer dengan komposisi dan

bobot molekul yang homogen (Hatton et al. 2015). Model reaksi pencangkokan-

penautan silang digambarkan pada Gambar 2 (Bhattacharyaa 2009).

Metode kopolimerisasi pencangkokan dapat dilakukan melalui penggunaan

bahan kimia yang bertindak sbagai inisiator penghasil situs aktif pada tulang

punggung. Pencangkokan monomer vinil ke tulang punggung polimer sering

dilakukan menggunakan inisiator radikal bebas seperti ceric amonium nitrat,

kalium persulfat, kalium permanganat, dan reagen fenton. Beberapa

pencangkokan kopolimerisasi terhadap singkong telah dilakukan menggunakan

vinil monomer seperti asam akrilat, akrilamida, dan akrilonitril. Kopolimer

cangkok berperan sebagai agen penguat dalam pembuatan komposit ramah

lingkungan berbasis polisakarida (Kalia et al. 2013). Pencangkokan asam akrilat

dan PAM pada pati diketahui memberikan produk yang dapat mengalami

biodegradasi (Witono et al. 2012, Mas’ud et al. 2013).

Gambar 2 (a) diagram skematik dari (I) fisisorpsi, (II) pencangkokan

ke, (III) pencangkokan dari, dan (b) diagram skematik dari

penautan silang (I) intermolekuler dan (II) intramolekuler

(Bhattacharyaa 2009).

6

Gambar 3 Reaksi pencangkokan pati dan homopolimer (Witono et al. 2012)

Gambar 4 Sintesis hidrogel berbasis pati (Mas’ud et al. 2013)

7

(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA)

(2-Dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA) (C8H15O2N) adalah senyawa

turunan asam akrilat yang larut dalam air, dan merupakan monomer akrilat dengan

gugus amina tersier yang polar dengan bobot molekul 157,20 kg mol-1.

DMAEMA dalam bentuk polimer merupakan kationik yang larut dalam bufer

asam lemah (Riva et al. 2014).

Bentuk protonasi DMAEMA pada asam lemah dapat larut dalam berbagai

pelarut organik dan memiliki viskositas yang rendah, sifat adhesi yang baik, dan

elastisitas yang tinggi (Quinteros et al. 2008). DMAEMA merupakan suatu

polielektrolit kationik yang berikatan dengan gugus amino, dapat terionisasi, dan

memiliki bagian hidrofobik. DMAEMA sensitif terhadap pH dan suhu. Pada pH

basa, gugus amino terdeprotonasi, pada pH tersebut gugus amino tidak bermuatan.

Pada pH rendah, gugus amino akan bermuatan positif, sehingga pada pH ini

DMAEMA sering dimanfaatkan sebagai hidrogel karena dapat mengadsorb air

dalam jumlah besar. Pada pH mendekati pKa gugus amino, sifat ionik DMAEMA

menjadi sangat bergantung pada suhu (Paris & Quijada-Garrido 2010).

Polimer DMAEMA memiliki LCST pada suhu 40 °C di dalam air, dibawah

suhu LCST rantai polimernya akan larut dalam air dan berada pada konformasi

tertentu melalui interaksi ikatan hidrogen antara polimer dan molekul air,

sedangkan diatas suhu LCST hidrofilisitas polimer DMAEMA akan berkurang

karena hilangnya interaksi antara p(DMAEMA) dengan air, menyebabkan rantai

polimernya putus dan terpresipitasi di dalam media atau menyusut menjadi

partikel yang tidak larut di dalam air (Jung & Lee 2014).

Polimer DMAEMA memiliki gugus metakrilat yang reaktif dan amino

tersier yang dapat dimodifikasi pada berbagai rentang pH dan suhu sehingga

sering digunakan sebagai membran, sensor, adsorben logam bobot, sistem

pembawa obat, kopolimer blok self assembly, dan penanganan air limbah

(Gozzelino et al. 2013, Salama et al. 2015)

Kopolimerisasi Pencangkokan DMAEMA

Poli(DMAEMA) merupakan polimer yang diketahui responsif terhadap

stimulan, memiliki sifat yang dapat berubah secara signifikan oleh pengaruh luar

seperti suhu dan pH. Poli(DMAEMA) dapat dikopolimerisasi dengan berbagai

monomer. Kopolimerisasi pencangkokan terhadap DMAEMA sering dilakukan

Gambar 5 Polimer (2-dimetilaminoetil)metakrilat

8

karena sifatnya yang reaktif, hidrofil, sensitif terhadap pH dan suhu sehingga

dapat digunakan untuk memodifikasi sifat suatu kopolimer.

Kavakli et al. (2010) melakukan uji adsorpsi anion pada kopolimer

polietilen/polipropilen-DMAEMA dan menyatakan bahwa kopolimer tersebut

mampu menjadi adsorben yang baik untuk anion fosfat, nitrit, bromida, sulfat, dan

nitrat pada rentang pH 5-9 dengan persentase adsorpsi hingga 80%. Selanjutnya,

Kavakli et al. (2014) melakukan pencangkokan DMAEMA pada

polietilen/polipropilen sebagai adsorben As(V) dan menyatakan bahwa

DMAEMA memiliki suatu basa, yaitu amino tersier, yang mudah dikonversi

menjadi gugus ammonium kuartener yang memiliki sifat penukar ion, sehingga

dapat digunakan sebagai material adsorben untuk anion. Pada perkembangan

selanjutnya, Karthika dan Vishalakshi (2015) melakukan sintesis gellan gum-

cangkok-poli(DMAEMA) dari pencangkokan polisakarida dan DMAEMA untuk

adsorben anionik dan menyatakan DMAEMA dapat berinteraksi elektrostatik

melalui gugus amino tersier pada rantai poli(DMAEMA) dengan muatan negatif

dari gugus sulfonat pada metil oranye.

Salama et al. (2015) melakukan kopolimerisasi pencangkokan antara

DMAEMA dengan polisakarida dari karboksimetilselulosa untuk penghilangan

pewarna metil oranye dan menyatakan bahwa kopolimer dari DMAEMA dapat

mengadsorpsi anion sulfat dari metil oranye pada waktu maksimum 40 menit pada

rentang pH yang luas, yaitu 2-9 dengan kapasitas adsorpsi yang tinggi hingga

193 mg/g. Salama et al. (2015) menyatakan adsorpsi terjadi karena gugus amino

tersier dari DMAEMA terionisasi dan berinteraksi dengan molekul pewarna

melalui interaksi elektrostatik yang sangat kuat. Selain itu, gugus amino pada

DMAEMA juga dapat terprotonasi menjadi NH3+ pada pH rendah sehingga

meningkatkan jumlah gugus yang terionisasi, menghasilkan gaya tolakan

elektrostatik antara gugus terionisasi yang berdekatan, dan meningkatkan adsorpsi

metil oranye. Salama et al. (2015) juga menyatakan bahwa gugus amino tersier

dari DMAEMA mampu menghasilkan tolakan elektrostatik yang kuat sehingga

terjadi ekspansi rantai polimer, membentuk struktur makropori yang menyediakan

tempat untuk interaksi antara anionik sulfat pada metil oranye dan gugus amino

tersier kationik.

Pencirian DMAEMA melalui FTIR ditunjukkan melalui kemunculan puncak

karakteristik di daerah 2820 cm-1 dan 2760 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-H

metil dari gugus -N(CH3)2, serta 1147 cm-1, 1461 cm-1, 1742 cm-1 dan 2630 cm-1

yang merupakan vibrasi ulur C-O, vibrasi tekuk dari CH2, C=O ester karboksilat

dan C-H dari –N(CH3)2 pada DMAEMA (Gozzalino et al. 2013, Kavakli et al.

2014, Karthika & Vishalakshi, 2015).

Sintesis Amina Kuatrener dari DMAEMA

DMAEMA merupakan senyawa dengan amina tersier. Senyawa kationik

dari turunan akrilat dapat disintesis melalui metilasi DMAEMA pada N sehingga

terbentuk amina kuartener. He et al. (2011), melakukan sintesis amina kuartener

dari DMAEMA dengan alkil iodida pada suhu 50 °C selama 12 jam dengan

kehadiran hidrokuinon, dan menghasilkan produk DMAEMA kationik dengan

gugus ammonium kuartener dan rendemen sebanyak 72-85%.

9

Wu dan Scott (2012) juga melakukan kuartenerisasi terhadap DMAEMA

dengan alkil iodida yang direaksikan pada suhu kamar selama beberapa jam dan

melaporkan bahwa ammonium kuartener terbentuk tetapi tidak sepenuhnya

ammonium tersier pada DMAEMA terkonversi menjadi ammonium kuartener.

Antonucci et. al. (2012), juga telah melakukan kuartenerisasi DMAEMA

melalui cara mereaksikan DMAEMA dengan 2-bromoetil metakrilat (BEMA)

dalam pelarut etanol pada suhu 60 °C selama 24 jam, dan menghasilkan produk

ammonium kuartener dengan rendemen 95%.

Gozzelino et al. (2013) menyatakan bahwa ammonium kuartener dapat

disintesis melalui reaksi antara amina tersier pada DMAEMA dan alkil bromida.

Reaksi yang terjadi merupakan reaksi SN2 dan dapat dilakukan pada suhu kamar

dalam waktu beberapa jam.Tetapi semakin panjang rantai alkil yang digunakan,

maka waktu reaksi yang dibutuhkan bisa semakin lama hingga berhari-hari.

Ammonium kuartener yang terbentuk memiliki rendemen 90% dan densitas

muatan kationik yang tinggi pada permukaan polimernya.

Gambar 6 Sintesis metakrilat termetilasi dengan alkil

iodida (He et al. 2011)

Gambar 7 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA dan BEMA

(Antonucci et. al. 2012)

Gambar 8 Sintesis ammonium kuartener dari DMAEMA ……

dan alkil bromida (Gozzelino et al. 2013)

10

Pada perkembangan selanjutnya, sintesis amina kuartener juga dapat

diperoleh melalui metilasi DMAEMA dalam larutan DMS pada suhu 65 oC.

DMAEMA kuartener dihasilkan dengan rendemen 90% pada waktu reaksi 24 jam

(Kavakli et al. 2014). Sintesis amina kuartener dari DMAEMA juga dilakukan

oleh Hatton et al. 2015 terhadap kopolimer PE-DMAEMA, melalui reaksi antara

DMAEMA dengan alkil iodida dalam pelarut tetrahidrofuran (THF) dan

melaporkan bahwa ammonium kuartener berhasil dibentuk dengan LCST yang

rendah (23-27 °C).

Pencirian amina kuartener dari DMAEMA memunculkan puncak

karakteristik FTIR di daerah 3389-3049 cm-1, 1644 cm-1, 1472 cm-1, 1007 cm-1,

970-951 cm-1, dan 902 cm-1 (Kavakli et al. 2010, Kavakli et al. 2014). Gugus

NR4+ diketahui memiliki puncak di daerah 1100-450 cm-1 (Gozzelino et al. 2013).

Puncak karakteristik juga berada di daerah 2822 cm-1 dan 2771 cm-1 yang

merupakan vibrasi ulur C-H metil (Antonucci et al. 2012).

Erosi Tanah

Erosi adalah pengausan permukaan tanah oleh agen yang dapat melepas,

memindahkan, dan menempatkan tanah ke tempat lain. Erosi terjadi melalui 3

tahap, yaitu (1) detasemen, yaitu pelepasan partikel tanah oleh energi dari air;

(2) transpor partikel, saat partikel tanah bergerak terbawa aliran air; dan

(3) deposisi, saat sedimen berada pada tempat baru setelah transpor.

Tetesan air hujan adalah penyebab utama detasemen partikel karena

menyebabkan partikel tanah yang kecil terlepas dan membentuk kerak pada

bagian permukaan tanah bersamaan dengan dispersi agregat tanah. Partikel tanah

yang terlepas akan hanyut, menyumbat dan melapisi pori tanah, lalu mengurangi

infiltrasi tanah. Saat intensitas air hujan melebihi laju infiltrasi, air berlebih yang

menggenangi tanah mengalir sebagai limpasan dan membawa partikel tanah yang

lepas sebagai sedimen. Sedimen terbawa air dengan jumlah yang bergantung pada

intensitas dan volume aliran air. Saat laju air menurun, air kehilangan energi untuk

membawa partikel tanah, sehingga partikel tanah terdeposisi di lokasi baru

(Wang et al. 2014, Wang et al. 2015).

Beberapa tipe erosi air yaitu (NSW Department of Industry, 2015):

1. Erosi percik, merupakan tahap awal erosi saat agregat tanah hancur dan

mengalami pergerakan oleh energi kinetik dari percikan air. Partikel tanah terlepas

hingga tinggi 60 cm dan mengalir hingga 1,50 meter.

2. Erosi lembar, terjadi saat lapisan tipis tanah terlepas dari lahan yang cukup

luas karena adanya air limpasan dari laju hujan yang melebihi laju infiltrasi, dan

menyebabkan hilangnya partikel tanah paling halus yang mengandung banyak

nutrien dan bahan organik tanah.

3. Erosi ril, terjadi saat air limpasan membentuk saluran kecil pada tanah dan

terjadi drainase sedalam 30 cm dengan konsentrat aliran air.

4. Erosi parit, terjadi saat air limpasan yang mengalir sebagai konsentrat

membentuk saluran parit pada tanah dengan kedalaman lebih dari 30 cm.

5. Erosi terowongan, terjadi saat air permukaan bergerak kedalam subtanah

dispersif dengan struktur yang buruk sehingga dapat mudah tererosi saat basah.

11

Beberapa penyebab erosi (US Department of Agriculture, 2015):

1. Iklim, berpengaruh terhadap durasi dan intensitas air hujan serta jumlah

tanah yang terdetasemen dan lepas dari lahan. Energi erosif air hujan bergantung

pada kecepatan dan volume air hujan.

2. Vegetasi lahan, membantu menstabilkan tanah dan mengontrol limpasan.

Penghalang vegetatif melindungi tanah dari tetesan air hujan dan mereduksi energi

erosif air hujan dengan mengabsorb energi tetesan air hujan.

3. Struktur tanah (kandungan pasir (2-5x10-2 mm), debu (5x10-2-2x10-3 mm),

liat (kurang dari 2x10-3 mm) berefek terhadap infiltrasi air ke dalam tanah. Tanah

dengan tekstur pasir memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga memberi

kemampuan resapan pada tanah dengan cepat.

4. Sifat tanah, mendeskripsikan karakter dan pembentukan agregat sebagai

struktur tanah. Tanah dengan struktur yang baik memiliki banyak agregat stabil

sehingga dapat menahan energi dari air.

5. Kelembaban tanah, berpengaruh terhadap ketahanan tanah pada erosi karena

efek kohesif atau pengikatan antara air pada tanah dan bahan organik.

6. Topografi, berupa derajat kemiringan yang dapat mempengaruhi kecepatan

air limpasan dan dapat meningkatkan energi erosif.

7. Manajemen lahan, dapat merubah vegetasi alami dan topografi tanah

sehingga tanah kehilangan banyak bahan organik yang menjadi perekat tanah,

merusak permukaan tanah dan menurunkan infiltrasi air.

Urbankova et al. (2013) menggambarkan fenomena molekuler erosi tanah

sebagai penurunan stabilitas agregat tanah yang berhubungan dengan komposisi

dan tipe tanah. Agregat tanah merupakan kompleks mineral (CaCO3, humus,

oksida atau silikon, besi, dan alumunium) dan partikel organik tanah (polisakarida

dan lipid serta partikel perekat tanah yang merupakan glikoprotein dan

polisakarida yang diproduksi oleh organisme tanah), mengandung akar-akar

tanaman yang membentuk pori-pori pada tanah, dan dibentuk dari

partikel-partikel tanah yang menempel satu dengan lainnya yang terlibat dalam

pembentukan struktur tanah. Agen perekat tanah berperan membentuk

makroagregat dengan mikroagregat yang lebih stabil. Kekuatan kohesi

interpartikel tanah bergantung pada sifat fisik, kimia, dan biologis tanah. Beberapa

faktor penting adalah tegangan antara permukaan air-udara, gaya aktraktif

molekuler antara air dan padatan, sementasi oleh pelarut yang mengendap, serta

penahanan oleh akar tanaman.

Pengendali Erosi Tanah

Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi erosi tanah, diantaranya

melalui pengolahan lahan dan penggunaan bahan pembenah tanah. Bahan kimia

turunan akrilat dapat menjadi pengontrol erosi pada level molekuler dengan cara

menahan tanah melalui ikatan ionik sehingga dapat meningkatkan ukuran

partikel tanah. Bahan kimia berupa kopolimer kationik juga diketahui mampu

menstabilisasi partikel tanah untuk terintegrasi di dalam air. Bahan kimia turunan

akrilat merupakan suatu polimer rantai panjang yang dapat bertindak sebagai agen

penguat tanah karena dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui pengikatan

partikel-partikel tanah, dan mampu meningkatkan infiltrasi, oleh karenanya

12

struktur tanah menjadi lebih kuat dan partikelnya berada pada ukuran yang lebih

besar sehingga menjadi sulit untuk mengalami erosi oleh air (Yonts 2008).

Zhang et al. (2014) mempelajari efek sistem terasering terhadap erosi dan

menyatakan bahwa terasering dapat digunakan untuk mengurangi resiko

hilangnya tanah karena dapat menahan aliran air, terutama pada segmen yang

pendek dengan atau tanpa tanggul. Terasering tanpa tanggul dapat menahan aliran

air, tetapi saat terjadi erosi akan terjadi redistribusi pada bagian atas dan bawah

terasering, sehingga hilangnya tanah meningkat seiring dengan adanya aliran air.

Tanggul yang dibuat pada bagian ujung lahan terasering dapat menghalangi aliran

air tetapi menyebabkan akumulasi redistribusi tanah di lahan bertanggul yang

perlahan terdeposisi pada bagian bawah tanah terasering, sehingga terasering

efektif untuk menurunkan erosi tanah oleh aliran air, tetapi dapat menyebabkan

redistribusi yang lebih intensif pada tanah.

Bahan pembenah tanah juga telah digunakan untuk mengatasi masalah erosi

dengan cara memperbaiki struktur maupun kandungan bahan organik tanah.

Bahan pembenah tanah yang pernah digunakan antara lain urea dan residu jerami

yang dicampur dengan kotoran hewan (Khaliq & Abbasi 2015), poliakrilamida

(PAM) (Jhurry 1997, Yonts 2008, Dou et al. 2012, Prats et al. 2014,

Inbar et al. 2015), dan PAM-gipsum (Kumar & Saha 2011). Urea, residu jerami,

dan kotoran hewan menunjukkan hasil bahwa pembenah organik dengan dan

tanpa urea dapat meningkatkan sifat fisik tanah dengan menurunkan bulk density

tanah dan stabilitas agregat hingga 7-12% dan 13-35%, dan gabungan urea-

pembenah organik mampu meningkatkan kandungan bahan organik hingga 3-9%.

Tetapi penggunaan urea tanpa pembenah organik tidak dapat memperbaiki sifat

fisik tanah. Penggunaan bahan organik diketahui dapat meningkatkan pH tanah,

sementara urea akan mengasamkan tanah (Khaliq & Abbasi 2015).

Penggunaan bahan kimia turunan akrilat sebagai pengendali erosi tanah telah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Jhurry (1997) melaporkan PAM di Indonesia

mampu mengurangi erosi oleh air hujan hingga 177% pada penggunaan PAM

300 kg ha-1. Yonts (2008) juga menggunakan PAM untuk mengurangi erosi tanah,

dan melaporkan PAM mampu menurunkan erosi dari kisaran 1 ton/acre hingga

0.20 ton/acre tanah (1 acre=4046.86 m2). Dou et al. (2012) menyatakan

penggunaan PAM serbuk pada tanah tererosi karena irigasi dapat meningkatkan

volume infiltrasi 38.20%-139.60% dan menurunkan erosi 1.30-3.40 kali lebih baik

daripada penggunaan PAM larutan, tetapi laju infiltrasi dan total volume infiltrasi

air menurun dengan meningkatnya laju aplikasi PAM. Prats et al. (2014),

melaporkan PAM dapat mengurangi erosi oleh kebakaran hutan, dengan

50 kg ha-1 PAM tanah mampu menurunkan erosi hingga 19%. PAM yang

dikombinasikan dengan gipsum (Kumar & Saha 2011) dilaporkan dapat

mengurangi erosi dan menurunkan pengendapan tanah pada konsentrasi

20-2500 kg ha-1, tetapi gipsum tanpa PAM diketahui dapat mengurangi limpasan,

hilangnya sedimen, dan nutrien permukaan dengan lebih baik.

13

3 METODE

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan mulai bulan September 2014

sampai dengan Juli 2015 dan bertempat di Laboratorium Kimia Terpadu Institut

Pertanian Bogor (IPB). Data tekstur tanah diperoleh dari Laboratorium

Tanah-Biotropika, Bogor.

Bahan

Tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah lempung liat berpasir

dan lempung liat berdebu yang diambil dari Kelurahan Lebak Jaya, Kecamatan

Ciapus, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (338° utara, 6°36’18’’ selatan,

106°45’57’’ timur untuk lempung liat berpasir dan 278° utara, 6°36’57’’ selatan,

106°45’24’’ timur untuk lempung liat berdebu). Bahan-bahan yang digunakan

pada penelitian ini adalah onggok tapioka, dimetilsulfat (DMS), dimetilformamida

(DMF), AgNO3 K2CrO4, H3BO4, Se, (2-dimetilaminoetil)metakrilat (DMAEMA),

amonium persulfat (APS), N,N-metilenabisakrilamida (MBA), dan gas nitrogen.

Alat

Kondensor, pengaduk magnet, pengaduk besi, termometer, mantel pemanas,

penangas air, pH meter, meter hantaran, timbangan digital, tanur, alat kocok,

spektrofotometer inframerah transformasi fourier (FTIR), simulator air hujan,

kertas saring, serta alat-alat kaca.

Preparasi Sampel Onggok Tapioka

Onggok tapioka dicuci air sebanyak 6 kali, kemudian dijemur di bawah sinar

matahari sampai kering, dihaluskan, dan diayak dengan ayakan 100 mesh.

Pencangkokan-Penautan Silang Kopolimer Onggok-Amino Akrilat

(Mas’ud 2013)

Onggok kering sebanyak 7.50 g ditambah 75 mL akuades hingga terbentuk

bubur, kemudian diaduk pada suhu 90 oC selama 30 menit dalam kondisi atmosfer

nitrogen, lalu suhu diturunkan perlahan hingga mencapai suhu 65 oC. Selanjutnya

ditambahkan APS sambil diaduk selama 5 menit, kemudian ditambahkan

DMAEMA, diaduk selama 5 menit, dan dilanjutkan dengan penambahan MBA,

diaduk selama 5 menit. Suhu dinaikkan hingga 70 oC kemudian campuran diaduk

selama 3 jam. Padatan yang terbentuk kemudian direndam dengan metanol selama

24 jam, lalu direfluks dengan aseton pada suhu 60 °C. Gel yang diperoleh lalu

dikeringkan di oven pada suhu 60 °C dan padatan keringnya dihaluskan. Padatan

14

yang diperoleh merupakan kopolimer onggok-amino akrilat. Kopolimer yang

terbentuk kemudian dianalisis FTIR, kandungan nitrogen, nisbah pencangkokan,

daya serap air, dan derajat metilasi.

Sintesis Kopolimer Onggok-Amino Akrikat Kationik (Kavakli et al. 2014)

Sejumlah kopolimer onggok-amino akrilat dicampur dengan larutan DMS,

kemudian dipanaskan pada thermostat berpenangas minyak pada suhu 65 oC

dibawah kondisi atmosfer nitrogen dengan pengadukan selama beberapa jam.

Kopolimer selanjutnya dicuci dengan DMF, air, dan metanol, lalu dikeringkan

dibawah kondisi vakum pada suhu 25 oC. Kopolimer kemudian dikeringkan pada

kondisi vakum. Kopolimer kering yang diperoleh merupakan kopolimer onggok-

amino akrilat kationik. Kopolimer dipreparasi dengan variasi waktu

(24 jam, 18 jam, 12 jam, 6 jam, dan 3 jam) dan perbandingan onggok-amino

akrilat:DMS (b/v) (4:1, 2:1, 1:1, 1:2, 1:4). Kopolimer kationik yang terbentuk

kemudian dicirikan FTIR, dianalisis daya serap airnya, kandungan nitrogen,

derajat metilasi, dan uji kemampuannya sebagai pengendali erosi tanah.

Pencirian Kopolimer Onggok-Amino Akrilat dan Onggok-Amino Akrilat

Kationik

Pengukuran daya serap air (Mas’ud et al. 2013)

Sebanyak 0.10 g kopolimer dan kopolimer kationik direndam di dalam

200 mL air distilasi pada suhu kamar selama 24 jam pada suhu 25-30 °C untuk

mencapai kesetimbangan pengembangan. Sampel yang telah mengembang

kemudian dipisahkan dari air yang tidak terserap lalu disaring dengan saringan

100 mesh. Daya serap air (Qeq) ditentukan dengan mengukur bobot sampel kering

sebelum direndam (m1) dan bobot setelah sampel mengembang (m2).

Qeq (g g-1) =m2 (g)-m1 (g)

m1 (g)

Pengukuran kandungan nitrogen

Kopolimer onggok akrilat dan kopolimer kationik hasil sintesis diukur

kandungan nitrogennya melalui metode Kjeldahl dengan Se sebagai katalis dan

asam borat sebagai larutan penerima, serta metil oranye sebagai larutan indikator.

Kandungan nitrogen diperoleh melalui titrasi dengan mengukur volume titrasi

sampel (Vs) dan volume titrasi blanko (Vb).

Nitrogen (%)=(V

s (ml)-Vb (ml)) x N asam borat x 1,4007

bobot sampel (g)

15

Pengukuran nisbah pencangkokan (Mas’ud et al. 2013)

Nisbah pencangkokan diperoleh dari jumlah kandungan nitrogen. Nisbah

pencangkokan dihitung melalui perkalian antara kandungan nitrogen pada sampel

dengan bobot molekul monomer yang digunakan.

Nisbah pencangkokan (%)=100 (N(%)x

Mr DMAEMAAr N

100-(N(%)Mr DMAEMA

Ar N)

Pengukuran derajat metilasi (Sosnik & Sefton 2006)

Modifikasi kopolimer kationik dilakukan dengan mengocok kopolimer di

dalam 25 mL HCl 1 M selama 12 jam, kemudian kopolimer disaring dan dicuci

dengan 5 mL akuabides. Residu kemudian dikocok dengan 15 mL akuabides

selama 12 jam, dan disaring. Filtrat hasil saringan diatur pH nya hingga 7-10

dengan penambahan NaOH atau HCl, lalu ditambah beberapa tetes indikator

K2Cr2O7 dan dititrasi dengan larutan standar AgNO3 0.1 M hingga terjadi

perubahan dari warna menjadi endapan merah bata. Volume yang terukur dicatat.

Derajat metilasi diperoleh melalui titrasi dengan mengukur volume titrasi sampel

(Vs) dan volume titrasi blanko (Vb).

Derajat metilasi (%)=(Vs (ml)-Vb (ml) ) x N AgNO3 x BM kopolimer

bobot sampel (g)x 100%

Uji Kopolimer Kationik sebagai Pengendali Erosi Tanah

(Heilig et al. 2001, She et al. 2014)

Tanah yang digunakan pada penelitian ini diambil dari sampel lahan tererosi

dengan kedalaman ±20 cm dari permukaan tanah. Tanah selanjutnya dianalisis

teksturnya, dikeringkan, dan disaring dengan saringan mesh 2 mm.

Uji ketahanan tanah terhadap erosi dilakukan dengan menggunakan

simulator air hujan seperti yang digunakan oleh Heilig et al. (2001) pada Gambar

9 yang terdiri dari wadah kotak dengan panjang 7 cm, lebar 7 cm, dan tinggi 7 cm

yang dihubungkan dengan suatu pipa plastik berdiameter 0.50 cm dengan panjang

7 cm dan ujungnya dihubungkan dengan penampung air limpasan.

Wadah kotak diisi dengan tanah uji dan diletakkan 2 meter dibawah

simulator air hujan yang terbuat dari silinder plastik berdiameter 20 cm yang

berisi air. Bagian bawah silinder plastik dilubangi dengan jarum hipodermik untuk

mengalirkan air. Intensitas air hujan diatur dengan menambah atau mengurangi

jarum pada silinder plastik. Kotak plastik berisi tanah diisi air hingga terbentuk

genangan awal 5 mm dari permukaan tanah. Tanah yang digunakan adalah

lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu yang dicampur dengan kopolimer

onggok-amino akrilat kationik pada konsentrasi (b/b) 0, 25, dan 50 kg ha-1, dan air

yang digunakan adalah air sumur.

16

Sebelum dilakukan uji, konduktivitas listrik dan pH dari tanah dan air, serta

total padatan terlarut dari air diukur. Setiap akan dilakukan uji erosi tanah,

intensitas air hujan diatur pada kecepatan 100 mm jam-1 dan 45 mm jam-1.

Simulasi dilakukan selama 60 menit. Air limpasan yang mengalir ditampung pada

penampung air setiap interval 6 menit, lalu sedimen yang diperoleh dikeringkan di

oven pada suhu 110o C dan ditimbang bobotnya. Setiap perlakuan dilakukan

dengan dua kali ulangan dan dihitung volume limpasan (mm), laju limpasan

(mm jam-1), volume limpasan kumulatif (mm), laju infiltrasi (mm jam-1), volume

infiltrasi (mm), volume infiltrasi kumulatif (mm), kedalaman limpasan (mm),

infiltrasi permukaan tanah (mm jam-1), total padatan terlarut (%), total padatan

tersuspensi (%), dan bobot total tanah (g) yang tererosi.

Laju limpasan dihitung dari volume limpasan kumulatif pada setiap interval

waktu, laju infiltrasi didapat dari selisih antara intensitas air hujan dan laju

limpasan, sehingga diperoleh volume infiltrasi kumulatif, dan volume infiltrasi

didapat dari hasil perkalian antara laju infiltrasi dengan waktu yang digunakan.

Kedalaman limpasan (mm) dihitung melalui persamaan yang dikemukakan oleh

She et al. (2014) dengan aliran limpasan diasumsikan terdistribusi seragam pada

permukaan tanah.

Kedalaman limpasan (mm)=Limpasan (mm3)

Laju alir (mm menit-1)x lebar wadah (mm)x waktu (menit)

Pengukuran total padatan terlarut (TDS) (ASTM D 5907)

Sebanyak 10 mL air disaring dengan kertas saring 1.50 µm pada penyaring

vakum kemudian dicuci dengan 5 mL akuades. Kertas saring sebelumnya telah

dicuci dengan akuades dan dikeringkan di dalam oven 110 °C selama 1 jam.

Selanjutnya filtrat diletakkan pada cawan porselen yang telah dikeringkan di

dalam oven 110 °C dan ditimbang, lalu filtrat dan cawan porselen dikeringkan di

Gambar 9 Diagram skematik peralatan uji erosi tanah (Heilig et al. 2001)

17

dalam oven 110 °C selama 8 jam. Filtrat pada cawan yang telah kering ditimbang.

TDS (ppm) diperoleh dengan mengukur bobot filtrat dan volume sampel.

TDS (ppm)=Mcf (mg)- Mc(mg)

Vs (mL)x 1000 mg L-1

Keterangan:

Mcf = bobot filtrat dan cawan (mg)

Mc = bobot cawan (mg)

Vs = volume sampel yang digunakan (mL)

Pengukuran total padatan tersuspensi (TSS) (ASTM D 5907)

Sebanyak 10 mL air disaring dengan kertas saring 1.50 µm pada penyaring

buchner kemudian dicuci dengan 5 mL akuades. Kertas saring sebelumnya telah

dicuci dengan akuades dan dikeringkan di dalam oven 110 °C selama 1 jam

kemudian ditimbang. Selanjutnya padatan dan kertas saring diletakkan di

alumunium atau cawan petri, lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C

selama 8 jam. Kertas saring dan padatan yang telah kering kemudian ditimbang.

TSS (ppm) diperoleh dengan mengukur bobot residu dan volume sampel.

TSS (ppm)=Mcr(mg)- Mc(mg)

Vs (mL)x 1000 mg L-1

Keterangan:

Mcr = bobot residu dan kertas saring (mg)

Mc = bobot kertas saring (mg)

Vs = volume sampel yang digunakan (mL)

Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik pada tanah dan air

(Fernandez-Romero et al. 2015)

Sebanyak 20 g tanah dicampur akuades pada perbandingan 1:3 (b/v).

Campuran digojog selama 3 jam kemudian konduktivitas elektrik dan pH diukur.

Pengukuran dilakukan hingga 3 kali ulangan. Pada pengukuran konduktivitas

elektrik dan pH air, sebanyak 100 mL air keran digunakan dan pengukuran

konduktivitas elektrik serta pH dilakukan secara langsung.

Pengukuran kandungan air pada tanah (ASTM D 2216)

Cawan porselen dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 1 jam

kemudian ditimbang. Sebanyak 20 g tanah ditimbang, lalu diletakkan di cawan

porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam. Cawan

porselen dan tanah yang telah kering kemudian ditimbang. Kandungan air pada

tanah (%) selanjutnya diperoleh dengan mengukur bobot air dan bobot tanah.

18

w (%)=(Mcws-Mcs)

(Mcs-Mc)x 100 %=

Mw

Ms

x 100 %

Keterangan:

W = kandungan air (%)

Mcws = bobot cawan dan tanah basah (g)

Mcs = bobot cawan dan tanah kering (g)

Mc = bobot cawan (g)

Mw = bobot air (Mw= Mcws-Mcs) (g)

Ms = bobot tanah (Ms=Mcs-Mc) (g)

Pengukuran densitas tanah (Lu et al. 2014)

Tanah dikeringkan di dalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, lalu 20 g

tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik lalu dicatat volumenya.

Densitas tanah diperoleh dengan mengukur bobot sampel dan volume wadah.

Densitas tanah (g cm-3)=bobot sampel tanah (g)

volume wadah (cm3)x 100

Pengukuran densitas partikel tanah (Thien & Graveel 2002)

Tanah dikeringkan didalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, kemudian

50 g tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik dan dicatat

volumenya. Selanjutnya tanah dikeluarkan dari silinder volumetrik, ke dalam

silinder volumetrik ditambahkan 60 mL air. Tanah yang disimpan pada tahap

sebelumnya dimasukkan ke dalam silinder volumetrik yang telah terisi deengan 60

mL air. Selisih antara volume tanah dan volume air dicatat sebagai volume

partikel. Densitas partikel tanah diperoleh dengan mengukur bobot sampel tanah

dan volume partikel.

Densitas partikel tanah (g cm-3)=bobot sampel tanah (g)

volume partikel (cm3)x 100

Pengukuran porositas tanah (Thien & Graveel 2002)

Tanah dikeringkan didalam oven pada suhu 110 °C selama 8 jam, kemudian

50 g tanah diambil dan diletakkan pada silinder volumetrik dan dicatat

volumenya. Densitas tanah di peroleh dengan mengukur densitas tanah dan

densitas partikel tanah.

Porositas tanah (%)=100-(densitas tanah (g cm

-3)

densitas partikel tanah (g cm-3) x 100

19

Pengukuran kandungan bahan organik tanah (Fernandez-Romero et al.

2015)

Kandungan bahan organik tanah ditentukan dengan metode loss of ignition

(LOI), yaitu dengan menghitung % kandungan organik yang hilang selama

pembakaran di dalam tanur. Sejumlah tanah dikeringkan di dalam oven 105 °C

selama 24 jam, kemudian diambil sebanyak 10 g dan dibakar di dalam tanur

bersuhu 550 °C selama 8 jam. Kandungan bahan organik tanah diperoleh dengan

mengukur bobot tanah setelah pembakaran pada suhu 105 °C dan 550 °C.

Bahan organik tanah

(%)=bobot sampel 105 °C (g)- bobot tanah 550 °C (g)

bobot sampel 550 °C (g)x 100

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat

Kopolimer onggok-amino akrilat hasil sintesis memiliki kandungan nitrogen

sebesar 2.70%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan nitrogen

pada onggok yaitu sebesar 1.15%. Hal ini disebabkan onggok telah mengalami

pencangkokan dan penautan silang dengan molekul DMAEMA, sehingga dapat

dinyatakan bahwa pencangkokan dan penautan silang onggok dan DMAEMA

telah berhasil dilakukan. Daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat hasil

sintesis cukup kecil, yaitu 2.50 g g-1 karena DMAEMA memiliki LCST 40 °C,

sehingga pada suhu pencangkokan 70 °C, hidrofilisitas DMAEMA akan

berkurang dan mengurangi kemampuan kopolimer onggok-amino akrilat untuk

berikatan dengan air.

Berkurangnya hidrofilisitas DMAEMA juga berpengaruh pada rendemen

kopolimerisasi. Pada penelitian ini, rendemen onggok-amino akrilat adalah

44.66%, hal ini menunjukkan tidak semua DMAEMA tercangkok pada onggok

karena pada suhu reaksi 70 °C onggok cenderung bersifat hidrofil. Perbedaan

hidrofilisitas ini mengurangi kemampuan DMAEMA untuk tercangkok pada

onggok. Hasil penelitian ini sejalan dengan Carr et al. (1992) dan Moad et al.

(2011) yang menyatakan kopolimerisasi pencangkokan metakrilat pada pati

diperoleh dengan kisaran konversi rendah yaitu 38.50% pada waktu reaksi 2.50

jam, sementara itu konversi maksimal 58% diperoleh pada waktu reaksi 16 jam.

Gambar 10 (a) menunjukkan spektrum FTIR dari onggok yang dicirikan

dengan keberadaan puncak pada panjang gelombang 3284 cm-1 dan 2993 cm-1

yang merupakan vibrasi ulur dari O-H dan vibrasi ulur asimetri C-H dari CH2,

didukung pula dengan munculnya puncak tajam di daerah 1631 cm-1 yang

merupakan vibrasi ulur dari C-C. Kemunculan puncak di daerah 1149 cm-1,

1074 cm-1, dan 1012 cm-1 merupakan ciri puncak triplet dari pati onggok yang

menunjukkan vibrasi ulur C-O-C pada onggok. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Mas’ud et al. (2013) yang menyatakan bahwa spektra FTIR onggok

dicirikan dengan kemunculan puncak di daerah 3550-3200 cm-1 dan 2930 cm-1

20

yang merupakan vibrasi ulur O-H dan C-H serta puncak triplet di daerah

1158 cm-1, 1081 cm-1, dan 1015 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur dari C-O-C.

Onggok yang telah dicangkok dengan DMAEMA menghasilkan spektrum

FTIR seperti pada Gambar 10(b) yang bila dibandingkan dengan spektrum FTIR

10(a) menunjukkan menurunnya ketajaman puncak di daerah 3284 cm-1 dan

2993 cm-1 yang mengindikasikan berkurangnya gugus –OH yang terikat pada C

onggok karena telah terjadi pencangkokan onggok dengan DMAEMA sehingga O

pada onggok terikat dengan C dari DMAEMA, serta munculnya puncak di daerah

2823 cm-1 dan 2769 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-H dari –N(CH3)2.

Keberadaan DMAEMA juga ditunjukkan dengan bertambah tajamnya

puncak di daerah 1151 cm-1, 1078 cm-1, dan 1028 cm-1 pada Gambar 10(b) yang

mengindikasikan keberadaan vibrasi ulur C-O-C. Bertambah tajamnya puncak di

daerah 1028 cm-1 juga dapat diartikan sebagai vibrasi ulur C-N DMAEMA.

Keberhasilan pencangkokan-penautan silang onggok pada DMAEMA juga

ditunjukkan dengan munculnya puncak tajam di daerah 1728 cm-1 dan 1556 cm-1

yang yang menunjukkan vibrasi ulur simetri C=O dan vibrasi ulur asimetri C=O

ester yang muncul bersamaan dengan puncak di 1238 cm-1 yang merupakan

vibrasi ulur C-O ester DMAEMA. Kemunculan puncak di daerah 1238 cm-1 juga

dapat diartikan sebagai vibrai ulur C-N alkil amina dari DMAEMA. Keberadaan

DMAEMA juga didukung dengan bertambah tajamnya puncak di 1454 cm-1 yang

merupakan vibrasi ulur C-N atau vibrasi tekuk C-H dari CH2, serta bertambah

tajamnya puncak di 1151 cm-1 dan 1238 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-O

eter simetri dan asimetri dari DMAEMA. Kemunculan puncak di daerah

1151 cm-1 juga dapat diindikasikan sebagai vibrasi ulur dari C-N DMAEMA.

(b)

Gambar 10 Spektra FTIR dari (a) onggok dan (b) kopolimer

onggok-amino akrilat

(a)

21

Hasil penelitian ini sejalan dengan Kavakli et al. (2014) yang melakukan

pencangkokan DMAEMA pada polietilen/polipropilen dan menyatakan puncak

FTIR dari DMAEMA muncul di daerah 2820 cm-1 dan 2760 cm-1 yang merupakan

vibrasi ulur C-H dari gugus -N(CH3)2, 1724 cm-1, 1461 cm-1, dan 1146 cm-1 yang

merupakan vibrasi ulur C=O, vibrasi tekuk dari CH2, dan vibrasi ulur C-N.

Karakteristik Kopolimer Onggok-Amino Akrilat Kationik

Kopolimer kationik disintesis melalui metilasi kopolimer onggok-amino

akrilat. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 11. Derajat metilasi dari

kopolimer onggok amino akrilat kationik ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Derajat metilasi yang diperoleh pada waktu sintesis dan perbandingan

onggok- amino akrilat:DMF (b/v) yang berbeda memberikan nilai derajat metilasi

yang berbeda pula. Derajat metilasi tertinggi diperoleh pada waktu sintesis 18

jam dan konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) 1:2.

Tabel 1 menunjukkan semakin lama waktu sintesis maka semakin besar

derajat metilasi, hal ini mengindikasikan bahwa semakin lamanya waktu sintesis,

semakin banyak pula kopolimer yang mengalami metilasi. Nilai derajat metilasi

masing-masing kopolimer diperoleh dengan mengurangi nilai derajat metilasinya

dengan nilai derajat metilasi kopolimer tanpa perlakuan metilasi, yaitu 20.33%.

Kemunculan nilai derajat metilasi pada kopolimer tanpa perlakuan metilasi

disebabkan karena keberadaan gugus OH pada kopolimer sehingga dimungkinkan

terjadi interaksi elektrostatik antara OH dengan Cl, yang mengakibatkan

terhitungnya ion Cl- pada proses penghitungan derajat metilasi yang dilakukan

secara argentometri dengan mengukur jumlah ion Cl- yang berinteraksi dengan

muatan positif dari gugus ammonium kuartener pada DMAEMA.

Gambar 11 Metilasi kopolimer onggok-amino akrilat kationik

Tabel 1 Derajat metilasi pada variasi waktu sintesis

(konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) 1:2)

Waktu sintesis (jam) Derajat metilasi (% BM)

0 20.33

3 53.29

6 61.21

12 81.33

18 94.96

24 68.24

22

Derajat metilasi tertinggi diperoleh pada waktu sintesis 18 jam yaitu

94.96%. Pada waktu sintesis 24 jam terjadi penurunan derajat metilasi hingga

68.24%. Hal ini menunjukkan proses metilasi tidak lagi efektif untuk

mengkonversi ammonium tersier menjadi ammonium kuartener pada lama reaksi

24 jam. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Kavakli et al. (2010)

yang melakukan metilasi terhadap kopolimer DMAEMA (g) PE/PP dan

menyatakan bahwa konversi maksimal 90% diperoleh pada waktu reaksi 24 jam.

Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi DMS mempengaruhi jumlah

ammonium tersier yang termetilasi. Jumlah ammonium tersier yang berhasil

dikonversi menjadi ammonium kuartener tertinggi diperoleh pada perbandingan

kopolimer:DMS (b/v) 1:2 dengan derajat metilasi 68.24%.

Pada perbandingan konsentrasi kopolimer:DMS 4:1 dan 2:1 diperoleh nilai

derajat metilasi 1.11% dan 3.93%. Nilai ini merupakan hasil pengurangan dari

nilai derajat metilasi kopolimer tanpa perlakuan metilasi, yaitu sebesar 20.33%.

Pada peningkatan konsentrasi DMS, derajat metilasi juga semakin

meningkat karena semakin banyak gugus ammonium tersier dari DMAEMA yang

mengalami metilasi, sehingga terbentuk ammonium kuartener yang lebih banyak.

Muatan positif pada gugus ammonium kuartener akan berinteraksi secara

elektrostatik dengan ion Cl- sehingga dengan semakin banyaknya jumlah gugus

ammonium kuartener yang terbentuk, akan semakin banyak kation yang dimiliki

oleh kopolimer, sehingga derajat metilasinya akan semakin meningkat.

Pada perbandingan konsentrasi kopolimer onggok-amino akrilat 1:4, derajat

metilasinya menurun hingga 60.35% karena pada konsentrasi DMS yang tinggi,

ammonium kuartener yang terbentuk telah maksimal, sedangkan DMS yang

digunakan menjadi berlebih sehingga anion DMS akan kembali menyerang metil

pada ammonium kuartener, akibatnya gugus ammonium tersier yang terkonversi

menjadi ammonium kuartener kembali menurun.

Tabel 3 menunjukkan bahwa daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat

kationik (waktu sintesis 18 jam dan konsentrasi kopolimer:DMS 1:2) lebih besar

dari daya serap air kopolimer onggok-amino akrilat. Hal ini disebabkan oleh

Tabel 2 Derajat metilasi pada variasi perbandingan kopolimer:DMS

(waktu sintesis 18 jam)

Konsentrasi kopolimer:DMS (b/v) Derajat metilasi (% BM)

1:0 20.33

4:1 1.11

2:1 3.93

1:1 44.22

1:2 68.24

1:4 60.35

Tabel 3 Daya serap air kopolimer sebelum dan sesudah metilasi

Jenis Kopolimer Daya serap air (g g-1)

Onggok-amino akrilat 2.50

Onggok-amino akrilat kationik 3.29

23

muatan positif pada kopolimer onggok-amino akrilat kationik yang menyebabkan

kopolimer onggok-amino akrilat kationik bersifat lebih hidrofilik daripada

kopolimer onggok-amino akrilat sehingga kopolimer onggok-amino akrilat

kationik memiliki daya serap air yang lebih besar.

Kopolimer onggok-amino akrilat kationik menunjukkan spektrum FTIR

seperti pada Gambar 12(b) yang mengindikasikan keberhasilan metilasi yang

memperlihatkan keberadaan gugus metil dengan bertambah tajamnya puncak di

daerah 2941 cm-1, 1479 cm-1, 1338 cm-1, dan 954 cm-1 yang merupakan vibrasi

ulur asimetri C-H dari CH3, vibrasi tekuk sebidang C-H dari CH3, vibrasi tekuk

simetri C-H, dan vibrasi tekuk C-H tak sebidang dari CH3. Keberhasilan metilasi

juga ditunjukkan dengan bertambah tajamnya puncak di daerah 1236 cm-1 yang

merupakan vibrasi ulur C-N dari alkil amina, hal ini dapat diartikan bahwa proses

metilasi telah berlangsung pada gugus amina tersier DMAEMA.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kavakli et al. (2014)

yang melakukan metilasi terhadap DMAEMA pada kopolimer

polietilen/polipropilen dan menyatakan bahwa spektra FTIR memunculkan

puncak karakteristik di daerah 3389 cm-1, 1472 cm-1, dan 951 cm-1 yang

menandakan bahwa gugus ammonium tersier pada DMAEMA telah terkonversi

menjadi ammonium kuartener.

Gambar 12 Spektra FTIR dari (a) kopolimer onggok-amino akrilat dan

(b) kopolimer onggok-amino akrilat kationik

(a)

(b)

24

Efektivitas Kopolimer Kationik Sebagai Pengendali Erosi Tanah

Sifat fisik dan kimia tanah serta air yang digunakan pada penelitian ini

dicantumkan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tanah yang digunakan merupakan tanah

lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu, sedangkan air yang digunakan

adalah air sumur.

Pengaruh Kopolimer Kationik pada Tanah Lempung Liat Berpasir

Hasil uji pengaruh kopolimer kationik tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 6 dan Gambar 13.

Volume limpasan kumulatif tanah tanpa kopolimer kationik setelah simulasi hujan

selama 60 menit menunjukkan peningkatan sebanyak 17.51 mm, atau 15.35 kali

lebih besar dari volume limpasan awalnya di menit ke-6. Naiknya volume

limpasan kumulatif semakin sedikit pada pemakaian kopolimer kationik

25 kg ha-1, yaitu sebesar 9.22 mm, atau naik sebesar 3.70 kali dari volume

limpasan awal di menit ke-6. Peningkatan terjadi paling sedikit pada konsentrasi

kopolimer kationik 50 kg ha-1, yaitu 4.88 mm atau sebesar 3.99 kali dari volume

limpasan awal di menit ke-6.

Volume limpasan semakin kecil karena kopolimer kationik dapat mengikat

partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih stabil dan

meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah. Volume infiltrasi kumulatif tanah

tanpa kopolimer kationik naik 22.89 mm atau 8 kali lebih besar dari volume awal

di menit ke-6. Kemampuan infiltrasi tanah naik sebanyak 31.19 mm atau sebesar

29.88 kali dari volume awal di menit ke-6 setelah digunakan kopolimer kationik

25 kg ha-1 dan pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1 infiltrasi tanah naik

sampai 35.53 mm atau 13.42 kali lebih banyak dari volume awal di menit ke-6.

Tabel 4 Sifat fisik dan kimia air

pH EC (dS m-1) TDS (ppm) TSS (ppm) TS (ppm)

7.1 2.57 x 10-3 100 220 330

Tabel 5 Sifat fisik dan kimia tanah

Jenis tanah

Lempung liat

berpasir

Lempung liat

berdebu

Pasir (%) 57.40 6.40

Liat (%) 21.50 38.30

Debu (%) 21.10 55.30

pH 5.93 6.82

EC (dS m-1) 0.34 0.26

Kandungan air (%) 12.35 18.49

Densitas tanah (g cm-3) 1.48 1.25

Densitas partikel (g cm-3) 2.63 3.33

Porositas (%) 43.73 62.46

Bahan organik (%) 5.54 7.97

25

Gambar 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liatt

……………. berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

Tabel 6 juga menunjukkan laju limpasan pada tanah semakin cepat dengan

bertambahnya waktu, tetapi sebaliknya terjadi dimana laju limpasan menurun

setelah digunakan kopolimer kationik. Pada tanah tanpa kopolimer kationik

peningkatan laju limpasan naik hingga 6.49 mm jam-1 atau sebesar 1.53 kali dari

laju awal di menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, laju

limpasan turun 21.45 mm jam-1 atau sebesar 0.37 kali dari laju awalnya di menit

ke-6. Kopolimer kationik 50 kg ha-1 memberikan penurunan laju limpasan yang

sebanyak 9.82 mm jam-1 atau sebesar 0.40 kali dari laju awalnya di menit ke-6.

. Penurunan ini berhubungan dengan kemampuan kopolimer kationik untuk

menstabilkan agregat tanah. Distribusi air yang mengalir di dalam tanah menjadi

lebih baik dengan adanya kopolimer kationik sehingga kemampuan infiltrasi tanah

meningkat, dan volume limpasan yang keluar dari air akan menurun seiring

dengan menurunnya laju limpasan. Hal ini didukung dengan meningkatnya laju

infiltrasi pada tanah setelah digunakan kopolimer kationik. Tanah tanpa kopolimer

kationik mengalami penurunan laju infiltrasi sebesar 6.49 mm jam-1 atau sebesar

0.80 kali dari laju awalnya di menit ke-6.

Hal sebaliknya terjadi pada tanah dengan kopolimer kationik. Pada

konsentrasi 25 kg ha-1 terjadi peningkatan laju infiltrasi 21.45 mm jam-1 atau 2.98

kali dari laju awalnya di menit ke-6 dan sebanyak 9.82 mm jam-1 atau sebesar 1.34

kali dari laju awalnya di menit ke-6 pada konsentrasi 50 kg ha-1. Meningkatnya

laju infiltrasi berakibat pada semakin kecilnya kedalaman limpasan. Semakin

stabil agregat tanah maka semakin besar kemampuan infiltrasi tanah, sehingga

semakin sedikit volume limpasan dan semakin sedikit tanah yang lepas oleh

limpasan. Limpasan tanah tanpa kopolimer kationik semakin dalam dengan

bertambahnya waktu, yaitu sebesar 10.12 mm jam-1 atau 1.53 kali dari kedalaman

awal di menit ke-6, setelah digunakan kopolimer kationik 25 dan 50 kg ha-1,

kedalaman limpasan berkurang sebesar 33.44 mm jam-1 atau 0.37 kali, dan sebesar

15.30 mm jam-1 atau sebesar 0.40 kali dari kedalaman awal di menit ke-6.

Limpasan yang semakin dalam akan mempengaruhi jumlah TDS, TSS, dan

bobot tanah yang tererosi karena air limpasan mengalir membawa partikel-partikel

tanah sehingga TDS, TSS, dan bobot tanah yang terbawa limpasan menjadi

semakin banyak. Tetapi penggunaan kopolimer kationik pada tanah dapat

memperkecil jumlah TDS, TSS, dan bobot tanah tererosi bila dibandingkan

dengan tanah tanpa kopolimer kationik, karena kopolimer kationik mampu

mengikat ion-ion bermuatan negatif pada tanah melalui interaksi elektrotatik.

05

10152025303540

0 25 50

Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)

Runoff kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju runoff (mm/h)

Laju infiltrasi (mm/h)

Kedalaman runoff (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Berat tanah tererosi total (gr)

Limpasankumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju limpasan (mm jam-1)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Kedalaman limpasan (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Bobot tanah tererosi total (g)

26

Tabel 6 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,

dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan kumulatif

(mm)

Infiltrasi kumulatif

(mm)

Laju limpasan

(mm jam-1)

Laju infiltrasi

(mm jam-1)

Kedalaman limpasan

(mm)

Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha) Konsentrasi (kg/ha)

0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 1.22 3.41 1.63 3.27 1.08 2.86 12.24 34.08 16.33 32.65 10.82 28.57 19.09 53.14 25.45

12 3.27 6.51 2.69 5.71 2.47 6.29 16.33 32.55 13.47 28.57 12.35 31.43 25.45 50.75 21.00

18 5.73 7.55 3.43 7.73 5.92 10.04 19.12 25.17 11.43 25.78 19.73 33.47 29.80 39.24 17.82

24 8.27 8.37 3.92 9.69 9.59 14.04 20.66 20.92 9.80 24.23 23.98 35.10 32.22 32.61 15.27

30 10.45 9.51 4.39 12.00 12.94 18.06 20.90 19.02 8.78 24.00 25.88 36.12 32.58 29.65 13.68

36 12.24 10.12 4.90 14.69 16.82 22.04 20.41 16.87 8.16 24.49 28.03 36.73 31.82 26.30 12.73

42 13.61 10.71 5.41 17.82 20.71 26.02 19.45 15.31 7.73 25.45 29.59 37.17 30.32 23.86 12.05

48 14.96 11.33 5.82 20.96 24.59 30.10 18.70 14.16 7.27 26.20 30.74 37.63 29.15 22.07 11.34

54 16.80 11.96 6.22 23.61 28.45 34.18 18.66 13.29 6.92 26.24 31.61 37.98 29.10 20.72 10.78

60 18.73 12.63 6.51 26.16 32.27 38.39 18.73 12.63 6.51 26.16 32.27 38.39 29.21 19.70 10.15

27

27

Tabel 7 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 0.93 0.50 0.51 1.77 1.12 1.05 0.16 0.27 0.13

12 1.34 0.84 0.81 3.12 1.91 1.78 0.34 0.44 0.18

18 1.76 1.20 1.20 4.40 2.83 2.59 0.54 0.51 0.22

24 2.16 1.62 1.59 5.80 3.77 3.32 0.77 0.56 0.25

30 2.63 1.99 1.92 7.46 4.67 3.94 0.99 0.63 0.27

36 3.18 2.47 2.24 9.15 5.74 4.53 1.19 0.68 0.29

42 3.73 2.95 2.46 11.04 6.90 5.08 1.35 0.73 0.31

48 4.24 3.35 2.54 12.64 8.07 5.59 1.49 0.77 0.32

54 4.73 3.45 2.61 14.42 9.23 6.18 1.70 0.81 0.34

60 5.19 3.52 2.68 15.75 10.35 6.66 1.87 0.85 0.34

Pernyataan ini dibuktikan oleh Tabel 7 dengan naiknya TDS sebanyak

4.26% atau sebesar 5.58 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS kumulatif

tanah tanpa kopolimer kationik bertambah hingga 13.98% atau sebanyak 8.90

kali dari TSS awal di menit ke-6. Tanah tanpa kopolimer kationik tererosi

sebanyak 1.71 g atau sebesar 11.69 kali dari bobot awal di menit ke-6. Kopolimer

kationik 25 kg ha-1 TDS sebanyak 3.02% atau sebesar 7.04 kali dari TDS awalnya

di menit ke-6. TSS kumulatif pada tanah dengan 25 kg ha-1 kopolimer kationik

mengalami peningkatan sebesar 9.23% atau sebanyak 9.24 kali dari TSS awal di

menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS kumulatif

hanya naik sebanyak 2.17% atau 5.25 kali dari TDS awalnya di menit ke-6.

Peningkatan TSS terjadi paling sedikit pada konsentrasi ini yaitu hanya 5.61%

atau sebesar 6.34 kali dari TSS awalnya di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi

hanya naik 0.21 g atau sebesar 2.61 kali dari bobot tanah tererosi total awalnya di

menit ke-6.

Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 14.

Tabel 8 menunjukkan peningkatan limpasan kumulatif sebesar 73.07 mm atau

8.37 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Pada tanah dengan

kopolimer kationik 25 kg ha-1 volume limpasan kumulatif bertambah 60.34 mm

atau 7.20 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Kopolimer

kationik 50 kg ha-1 memberikan peningkatan volume limpasan kumulatif paling

kecil, yaitu 56.97 mm atau 6.84 kali lebih banyak dari volume awal di menit ke-6.

Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 14.

Volume infiltrasi kumulatif menunjukkan keadaan sebaliknya, jumlahnya paling

sedikit pada tanah tanpa kopolimer kationik dan volume infiltrasi kumulatifnya

terus bertambah dengan bertambah besarnya konsentrasi kopolimer kationik

seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Tanah tanpa kopolimer kationik hanya

meningkatkan volume infiltrasi kumulatif sebesar 17.03 mm. Penggunaan

kopolimer kationik 25 kg ha-1 meningkatkan volume infiltrasi yang sebanyak

30.39 mm atau 87.83 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.

Peningkatan volume terjadi paling banyak pada penggunaan konsentrasi

28

kopolimer kationik 50 kg ha-1 dengan peningkatan sebesar 33.75 mm atau 100.25

kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.

Gambar 14 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

Laju limpasan pada tanah dengan kopolimer kationik juga lebih lambat bila

dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik, karena kopolimer kationik

mampu menstabilkan agregat tanah sehingga infiltrasi air hujan pada tanah

semakin banyak, sehingga laju infiltrasi semakin cepat dan menurunkan volume

serta kecepatan limpasan. Laju limpasan tanah tanpa kopolimer kationik turun

16.30 mm jam-1 atau sebanyak 0.84 kali dari laju awalnya di menit ke-6. Laju

infiltrasi tanah tanpa kopolimer kationik naik 16.29 mm jam-1 atau sebanyak

20.87 kali lebih banyak dari laju awalnya di menit ke-6. Laju limpasan menurun

lebih cepat dan laju infiltrasi semakin cepat sebanding dengan semakin besar

konsentrasi kopolimer kationik.

Laju limpasan tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 menurun

sebanyak 27.28 mm jam-1 atau sebesar 0.72 kali dari laju awalnya di menit ke-6,

sedangkan laju infiltrasinya naik sebanyak 27.28 mm jam-1 atau sebesar 8.86 kali

lebuh banyak dari laju awalnya di menit ke-6. Pada konsentrasi 50 kg ha-1, laju

limpasan melambat hingga 30.73 mm jam-1 atau sebanyak 0.69 kali lebih dari laju

awalnya di menit ke-6, sedangkan laju infiltrasinya semakin cepat hingga 30.72

mm jam-1 atau sebanyak 10.12 kali dari laju awalnya di menit ke-6.

Laju limpasan dan laju infiltrasi mempengaruhi kedalaman limpasan,

semakin stabil agregasi tanah maka laju infiltrasi akan semakin cepat sehingga

kedalaman limpasan berkurang. Hal ini terbukti dengan menurunnya kedalaman

limpasan pada tanah tanpa kopolimer kationik hingga 11.31 mm atau sebanyak

0.84 kali dari kedalaman awalnya di menit ke-6. Kehadiran kopolimer kationik

semakin menstabilkan agregasi tanah sehingga kedalaman limpasan akan lebih

kecil, pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 kedalaman

limpasan turun hingga 18.94 mm atau sebanyak 0.72 kali, dan turun sebanyak

21.33 mm atau sebanyak 0.69 kali dari kedalaman awalnya di menit ke-6.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

0 25 50

Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)

Runoff kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju runoff (mm/h)

Laju infiltrasi (mm/h)

Kedalaman runoff (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Berat tanah tererosi total (gr)

Limpasan kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju limpasan (mm jam-1)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Kedalaman limpasan (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Bobot tanah tererosi total (g)

29

Tabel 8 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,

dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan kumulatif

(mm)

Infiltrasi kumulatif

(mm)

Laju limpasan (mm jam-1)

Laju infiltrasi

(mm jam-1)

Kedalaman limpasan

(mm)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 10.00 9.73 9.75 0.08 0.35 0.34 100.00 97.35 97.45 0.82 3.47 3.37 69.43 67.59 67.66

12 19.60 18.57 18.37 0.56 1.59 1.80 98.01 92.86 91.84 2.81 7.96 8.98 68.05 64.47 63.77

18 29.17 26.64 25.87 1.07 3.60 4.38 97.25 88.81 86.22 3.57 12.01 14.59 67.52 61.66 59.87

24 38.56 34.19 33.45 1.77 6.13 6.88 96.40 85.49 83.62 4.41 15.33 17.19 66.94 59.35 58.06

30 47.03 41.34 40.24 3.38 9.07 10.17 94.06 82.67 80.47 6.76 18.14 20.35 65.31 57.40 55.87

36 54.68 48.07 46.50 5.81 12.42 13.99 91.14 80.12 77.50 9.68 20.70 23.32 63.28 55.63 53.81

42 61.83 53.97 51.87 8.75 16.60 18.70 88.32 77.10 74.10 12.49 23.72 26.72 61.33 53.53 51.45

48 68.87 59.89 57.28 11.79 20.77 23.38 86.08 74.86 71.59 14.73 25.96 29.22 59.77 51.98 49.71

54 76.11 65.58 62.60 14.62 25.15 28.13 84.57 72.87 69.56 16.25 27.95 31.26 58.72 50.60 48.30

60 83.70 70.07 66.72 17.11 30.74 34.09 83.70 70.07 66.72 17.11 30.75 34.09 58.12 48.65 46.33

30

Tabel 9 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 1.25 0.72 0.79 4.99 3.29 2.13 0.62 0.40 0.29

12 2.10 1.31 1.62 9.11 6.23 4.23 1.12 0.75 0.58

18 2.86 2.06 2.29 13.11 8.93 6.01 1.60 1.10 0.83

24 3.64 2.71 2.93 18.00 11.14 7.73 2.16 1.39 1.07

30 4.19 3.36 3.20 21.20 13.41 9.48 2.54 1.68 1.27

36 4.72 3.92 3.32 26.13 15.44 11.40 3.09 1.94 1.47

42 4.96 4.18 3.40 31.37 17.33 13.28 3.63 2.15 1.67

48 5.26 4.31 3.48 34.14 19.31 14.84 3.94 2.36 1.83

54 5.66 4.33 3.55 36.79 21.32 16.76 4.25 2.56 2.03

60 6.10 4.40 3.61 39.40 23.35 18.48 4.55 2.77 2.21

Penggunaan kopolimer kationik juga memberi pengaruh terhadap TDS, TSS,

dan bobot tanah tererosi kumulatif seperti ditunjukkan pada Tabel 9. TDS tanah

tanpa kopolimer kationik, naik sebanyak 4.85% atau sebanyak 4.88 kali dari TDS

awalnya di menit ke-6. TSS tanah juga naik 34.41% atau sebanyak 7.90 kali lebih

banyak dari TSS awalnya di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total naik

sebanyak 3.93 g atau 7.34 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.

Pada tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 jumlah TDS hanya

meningkat sebanyak 3.68% atau 6.11 kali lebih banyak dari TDS awal di menit

ke-6. TSS juga hanya naik sebanyak 20.06% atau 7.10 kali lebih banyak dari TSS

awalnya di meit ke-6, dan bobot tanah tererosi hanya naik sebanyak 2.37 g atau

6.92 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan

kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS hanya mengalami peningkatan sebanyak

2.82% atau 4.60 kali lebih banyak dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik

sebanyak 16.35% atau 8.68 kali lebih banyak dari TSS awal di menit ke-6, dan

bobot tanah tererosi total hanya bertambah sebanyak 1.92 g atau 7.62 kali lebih

banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.

Hal ini membuktikan bahwa kopolimer kationik dapat mengurangi erosi

tanah dengan menurunkan jumlah padatan terlarut dan tersuspensi melalui

kemampuannya untuk membantu pembentukan agregat tanah yang lebih stabil.

Pengaruh Kopolimer Kationik pada Tanah Lempung Liat Berdebu

Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 10 dan Gambar 15. Tabel

10 menunjukkan volume limpasan kumulatif tanah tanpa kopolimer kationik naik

sebanyak 34.93 mm atau 13.75 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit

ke-6. Gambar 15 menunjukkan penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1

mengurangi naiknya volume limpasan kumulatif yaitu sebanyak 24.31 mm atau

8.89 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Pada penggunaak

kopolimer kationik 50 kg ha-1 volume limpasan kumulatif naik dengan jumlah

yang lebih sedikit, yaitu hanya sebanyak 20.92 mm atau 8.37 kali lebih banyak

dari volume awalnya di menit ke-6.

31

Hal sebaliknya terjadi pada volume infiltrasi kumulatif dimana tanah tanpa

kopolimer kationik memiliki selisih volume infiltrasi sebesar 5.46 mm dari atau

5.46 kali dari volume awalnya di menit ke-6. Tanah dengan kopolimer kationik 25

kg ha-1 memiliki peningkatan volume infiltrasi kumulatif yang lebih besar, yaitu

16.10 mm atau 12.42 kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6. Saat

kopolimer kationik 50 kg ha-1 digunakan, peningkatan volume infiltrasi terjadi

hingga 19.49 mm atau 12.81 kali lebih banyak dari volume awalnay di menit ke-6.

Gambar 15 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung liat

berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

Lebih besarnya peningkatan volume infiltrasi kumulatif tanah dengan

kopolimer kationik menandakan bahwa kopolimer kationik dapat menyediakan

tempat yang lebih stabil untuk infiltrasi air dibandingkan tanah tanpa kopolimer

kationik. Tanah dengan agregat yang lebih stabil dapat menahan air lebih lama

sehingga volume infiltrasinya lebih besar, sehingga volume limpasan tanah

dengan kopolimer kationik lebih kecil daripada tanah tanpa kopolimer kationik

karena air terinfiltrasi lebih banyak pada tanah dengan kopolimer kationik.

Laju limpasan tanah tanpa kopolimer kationik naik 10.32 mm jam-1 atau

1.34 kali lebih besar dari laju awalnya di menit ke-6. Peningkatan ini

menunjukkan tanah tidak mampu menginfiltrasi air hujan dengan baik. Saat

digunakan kopolimer kationik 25 kg ha-1, laju limpasan turun 3.43 mm jam-1 atau

0.89 kali lebih kecil dari laju awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan 50 kg ha-1

laju limpasan menurun 4.61 mm jam-1 atau 0.84 kali lebih sedikit dari volume

awalnya di menit ke-6. Penurunan laju limpasan menunjukkan bahwa kopolimer

kationik mampu memperbaiki infiltrasi tanah sehingga volume limpasan

berkurang dan laju infiltrasi meningkat, dibuktikan dengan naiknya laju infiltrasi

tanah dengan kopolimer kationik 25 kg ha-1 sebesar 3.43 mm jam-1 atau 1.21 kali

lebih banyak dari laju awalnya, dan terus naik saat digunakan konsentrasi

50 kg ha-1, yaitu 4.61 mm jam-1 atau 1.28 kali lebih banyak dari volume awalnya

di menit ke-6. Pada Tanpa kopolimer kationik, tanah mengalami penurunan laju

infiltrasi 10.33 mm atau sebanyak 0.41 kali dari laju awalnya di menit ke-6.

Kedalaman limpasan tanah tanpa kopolimer kationik bertambah 16.1 mm

atau 37.76 kali lebih dalam dari kedalam awalnya di menit ke-6. Setelah

digunakan kopolimer kationik 25 dan 50 kg ha-1, kedalaman limpasan berkurang

5.35 mm atau 0.89 kali, dan berkurang hingga 7.19 mm atau sebanyak 0.84 kali

dari kedalaman awalnya di menit ke-6.

0

10

20

30

40

50

60

0 25 50

Konsentrasi kopolimer kationik (kg/ha)

Runoff kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju runoff (mm/h)

Laju infiltrasi (mm/h)

Kedalaman runoff (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Berat tanah tererosi total (gr)

Limpasan kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju limpasan (mm jam-1)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Kedalaman limpasan (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Bobot tanah tererosi total (g)

32

Tabel 10 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,

dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan kumulatif

(mm)

Infiltrasi kumulatif

(mm)

Laju limpasan

(mm jam-1)

Laju infiltrasi

(mm jam-1)

Kedalaman limpasan

(mm)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 2.74 3.08 2.84 1.76 1.41 1.65 27.35 30.82 28.37 17.55 14.08 16.53 42.64 48.05 44.23

12 5.47 6.08 5.37 3.51 2.90 3.61 27.35 30.41 26.84 17.55 14.49 18.06 42.64 47.41 41.84

18 8.74 9.08 7.79 4.74 4.39 5.68 29.12 30.27 25.95 15.78 14.63 18.95 45.40 47.20 40.46

24 12.41 11.85 10.27 5.55 6.11 7.69 31.02 29.62 25.66 13.88 15.28 19.24 48.36 46.18 40.01

30 16.59 14.66 12.75 5.86 7.79 9.70 33.18 29.33 25.49 11.71 15.57 19.41 51.74 45.72 39.74

36 20.47 17.36 15.05 6.47 9.58 11.89 34.12 28.93 25.09 10.78 15.97 19.81 53.19 45.10 39.11

42 24.74 19.87 17.35 6.69 11.56 14.08 35.34 28.38 24.78 9.56 16.52 20.12 55.09 44.25 38.64

48 28.96 22.26 19.49 6.96 13.66 16.43 36.20 27.82 24.36 8.70 17.08 20.54 56.44 43.37 37.98

54 33.31 24.69 21.63 7.10 15.71 18.78 37.01 27.44 24.04 7.89 17.46 20.86 57.70 42.78 37.48

60 37.67 27.39 23.76 7.22 17.51 21.14 37.67 27.39 23.76 7.22 17.51 21.14 58.74 42.70 37.04

33

Tabel 11 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 0.80 1.04 0.45 2.16 1.19 0.81 0.30 0.22 0.12

12 1.49 1.47 0.98 4.28 2.33 1.18 0.58 0.38 0.22

18 2.16 2.02 1.47 6.54 2.97 1.37 0.87 0.50 0.28

24 3.11 2.51 1.92 8.88 3.48 1.53 1.20 0.60 0.35

30 4.21 3.42 2.80 11.42 3.75 1.56 1.56 0.72 0.44

36 4.97 4.14 3.60 14.13 4.51 1.70 1.91 0.87 0.53

42 5.79 4.95 4.03 17.09 5.14 1.73 2.29 1.02 0.58

48 6.46 5.19 4.21 20.14 5.54 1.74 2.66 1.08 0.60

54 7.24 5.61 4.32 23.30 6.01 1.75 3.05 1.16 0.60

60 8.17 5.88 4.39 26.40 6.59 1.81 3.46 1.25 0.62

Tabel 11 menunjukkan kopolimer kationik mampu mengurangi TDS, TSS,

dan bobot tanah tererosi total yang dilepas dari tanah selama hujan berlangsung

bila dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik. Tanah tanpakopolimer

kationik mengalami peningkatan TDS hingga 7.37% atau 10.21 kali lebih banyak

dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik 24.24% atau sebanyak 12.22 kali lebih

banyak dari TSS awalnay di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total juga naik

3.16 g atau 11.53 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Pada

penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, TDS kumulatif mulai terlihat stabil

pada menit ke 42, dan peningkatan terjadi hanya sebesar 4.84% atau 5.65 kali

lebih banyak dari TDS awalnay di menit ke-6. TSS naik 5.4% atau sebanyak 5.54

kali lebih banyak dari TSS awalnay di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total

hanya naik 1.03 g atau 5.68 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6.

Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 peningkatan TDS kumulatif

yang dilepas hanya sebesar 3.94% atau sebanyak 9.76 kali dari TDS awalnya di

menit ke-6. TSS hanya naik sebanyak 1.00% atau sebanyak 2.23 kali dari TSS

awal di menit ke-6, dan bobot tanah tererosi total hanya naik sebanyak 0.5 g atau

5.17 kali lebih banyak dari bobot awalnya di menit ke-6. Hal ini terjadi karena

kemampuan kopolimer kationik untuk berinteraksi dengan partikel tanah dan

membantu tanah membentuk agregat yang lebih stabil sehingga mampu

menurunkan jumlah TDS, TSS, dan bobot total tanah yang tererosi.

Hasil uji kopolimer kationik pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 12 dan Gambar 16.

Tabel 12 menunjukkan semakin banyak konsentrasi kopolimer kationik yang

digunakan, peningkatan volume limpasan kumulatif menjadi semakin kecil. Pada

tanah tanpa kopolimer, limpasan kumulatif bertambah sebesar 44.27 mm atau 6.63

kali lebih banyak dari volume awalnya di menit ke-6.

Pada kopolimer kationik 25 kg ha-1 peningkatan hanya terjadi sebesar 32.32

mm atau sebanyak 5.48 kali dari volume awalnya di menit ke-6, dan pada

penggunaan sebanyak 50 kg ha-1 volume limpasan kumulatif hanya meningkat

sebanyak 27.93 mm atau 4.8 kali lebih banyak dari volume awalnya pada

menit ke-6.

34

Gambar 16 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik pada tanah lempung

liat berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

Sebaliknya dengan volume infiltrasi kumulatif yang menjadi lebih besar

pada tanah dengan kopolimer kationik. Tanah tanpa kopolimer kationik memiliki

volume infiltrasi yang naik sebesar 46.46 mm. Tanah dengan kopolimer kationik

25 kg ha-1 memiliki peningkatan volume infiltrasi kumulatif 58.42 mm atau

sebanyak 21.43 kali dari volume awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan

kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1 terdapat peningkatan volume infiltrasi

kumulatif hingga 62.80 mm atau 23.93 kali lebih banyak dari volume awalnya di

menit ke-6.

Lebih besarnya peningkatan volume infiltrasi kumulatif pada tanah dengan

kopolimer kationik menandakan bahwa kopolimer kationik mampu menyediakan

tempat yang lebih stabil untuk infiltrasi air pada tanah dibandingkan tanah tanpa

kopolimer kationik. Tanah dengan agregat yang lebih stabil akan dapat menahan

air lebih lama sehingga kemampuan infiltrasi tanah akan lebih besar sehingga

volume limpasan pada tanah juga akan lebih kecil karena air terinfiltrasi lebih

banyak pada tanah.

Sejalan dengan meningkatnya volume limpasan kumulatif dan volume

infiltrasi kumulatif, terjadi pula penurunan laju limpasan dan peningkatan laju

infiltrasi. Penurunan laju limpasan terjadi paling sedikit pada tanah tanpa

kopolimer kationik yaitu sebanyak 26.44 mm jam-1 atau 0.66 kali dari laju

awalnya di menit ke-6.

Penggunaan 25 kg ha-1 kopolimer kationik menurunkan laju limpasan hingga

32.71 mm jam-1 atau 0.55 kali dari laju awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan

kopolimer kationik 50 kg ha-1 laju limpasan semakin menurun hingga 38.19

mm jam-1 atau 0.48 kali lebih sedikit dari laju awalnya di menit ke-6. Turunnya

laju limpasan menandakan bahwa tanah mampu memiliki kemampuan infiltrasi

yang didukung dengan semakin cepatnya laju infiltrasi tanah baik pada tanah

tanpa kopolimer kationik atau dengan kopolimer kationik.

Peningkatan laju infiltrasi terjadi paling kecil pada tanah tanpa kopolimer

kationik yaitu hanya terjadi peningkatan 26.43 mm jam-1 atau 2.19 kali dari laju

awalnya di menit ke-6. Kopolimer kationik 25 kg ha-1 meningkatkan laju infiltrasi

32.71 mm jam-1 atau 2.14 kali lebih banyak dari laju awalnya id menit ke-6. Laju

infiltrasi paling cepat terjadi pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1 yaitu

38.19 mm jam-1 atau 2.40 kali dari laju awalnya di menit ke-6.

0

10

20

30

40

50

60

0 25 50

Konsentrasi kopolimer kationik (kg ha-1)

Runoff kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju runoff (mm/h)

Laju infiltrasi (mm/h)

Kedalaman runoff (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Berat tanah tererosi total (gr)

Limpasan kumulatif (mm)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Laju limpasan (mm jam-1)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Kedalaman limpasan (mm)

TDS (%)

TSS (%)

Bobot tanah tererosi total (g)

35

Tabel 12 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap volume limpasan kumulatif, infiltrasi kumulatif, laju limpasan, laju infiltrasi,

dan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan kumulatif

(mm)

Infiltrasi kumulatif

(mm)

Laju limpasan

(mm jam-1)

Laju infiltrasi

(mm jam-1)

Kedalaman limpasan

(mm)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 7.86 7.22 7.35 2.22 2.86 2.74 78.57 72.25 73.47 22.25 28.57 27.35 54.56 50.16 51.01

12 13.78 12.24 11.47 6.39 7.93 8.69 68.88 61.17 57.35 31.94 39.64 43.47 47.82 42.47 39.82

18 19.29 16.96 14.57 10.96 13.29 15.67 64.29 56.53 48.57 36.53 44.29 52.25 44.64 39.25 33.73

24 24.37 21.11 17.92 15.96 19.21 22.41 60.92 52.78 44.80 39.90 48.04 56.02 42.30 36.65 31.10

30 29.24 24.89 21.40 21.17 25.52 29.01 58.47 49.78 42.80 42.35 51.04 58.02 40.60 34.56 29.72

36 34.28 28.05 24.57 26.21 32.44 35.92 57.13 46.75 40.95 43.69 54.07 59.86 39.66 32.46 28.43

42 38.58 31.03 27.70 31.99 39.54 42.87 55.12 44.33 39.58 45.70 56.49 61.24 38.27 30.78 27.48

48 43.13 33.97 30.58 37.52 46.68 50.07 53.92 42.46 38.23 46.90 58.36 62.59 37.44 29.48 26.54

54 47.66 36.81 33.05 43.07 53.93 57.68 52.96 40.90 36.72 47.86 59.92 64.09 36.77 28.40 25.50

60 52.13 39.54 35.28 48.68 61.28 65.54 52.13 39.54 35.28 48.68 61.28 65.54 36.20 27.45 24.49

36

Kemampuan kopolimer kationik untuk menstabilkan tanah juga ditunjukkan

dengan semakin berkurangnya kedalaman limpasan dengan semakin besarnya

kopolimer kationik yang digunakan di tanah. Tanah tanpa kopolimer kationik

hanya mengalami penurunan kedalaman limpasan sebesar 18.36 mm atau 0.66

kali dari kedalaman awal di menit ke-6. Kopolimer kationik 25 kg ha-1

mengurangi kedalaman limpasan hingga 22.71 mm atau sebanyak 0.55 kali dari

kedalaman awalnya di menit ke-6, dan pada kopolimer kationik 50 kg ha-1

kedalaman limpasan berkurang hingga 26.52 mm atau sebanyak 0.48 kali dari

kedalaman awalnya di menit ke-6.

Tabel 13 Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik terhadap TDS, TSS, dan

bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu dengan

intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

TDS (%) TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)

Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1) Konsentrasi (kg ha-1)

0 25 50 0 25 50 0 25 50

6 1.36 0.94 1.02 3.06 1.74 1.07 0.44 0.27 0.21

12 2.52 1.95 1.78 5.32 3.44 2.05 0.78 0.54 0.38

18 3.23 2.42 2.26 7.53 5.24 2.99 1.08 0.77 0.53

24 4.22 2.71 3.18 10.10 6.99 4.24 1.43 0.97 0.74

30 4.91 3.60 4.07 12.99 9.13 5.60 1.79 1.27 0.97

36 5.86 4.13 4.98 15.60 11.25 7.48 2.15 1.54 1.25

42 6.97 4.97 5.21 18.39 13.10 9.30 2.54 1.81 1.45

48 7.67 6.00 5.44 21.28 14.39 11.03 2.90 2.04 1.65

54 8.42 6.51 5.67 24.13 16.06 12.81 3.26 2.26 1.85

60 9.27 6.79 5.95 27.15 17.65 14.61 3.64 2.44 2.06

Pengaruh konsentrasi kopolimer kationik hasil sintesis terhadap TSS,

TDS, dan bobot tanah tererosi total ditunjukkan pada Tabel 13. TDS dari tanah

tanpa kopolimer kationik memiliki peningkatan yang paling banyak, yaitu sebesar

7.91%. TSS naik hingga 24.09%, dan bobot tanah tererosi total naik hingga

3.20 g dari bobot awalnya di menit ke-6. TDS dari tanah dengan 25 kg ha-1

kopolimer kationik memiliki peningkatan TDS yang lebih kecil, yaitu sebesar

5.85% atau sebanyak 7.22 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS naik hingga

15.91% atau 10.14 kali lebih banyak dari TSS awal di menit ke-6, dan bobot tanah

tererosi total hanya naik hingga 2.17 g atau 9.03 kali lebih banyak dari bobot

awalnya di menit ke-6. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1, TDS

tanah naik sebanyak 4.93% atau 5.8 kali dari TDS awalnya di menit ke-6. TSS

tanah hanya naik 13.54 % atau 13.65 kali dati TSS awalnya di menit ke-6, dan

bobot tanah tererosi total hanya naik sebanyak 1.85 g atau 9.8 kali dari bobot

awalnya di menit ke-6.

Turunnya TDS, TSS, dan bobot tanah tererosi kumulatif disebabkan karena

kemampuan kopolimer kationik berinteraksi dengan ion maupun senyawa organik

di dalam tanah sehingga memberikan kestabilan yang lebih baik pada tanah dan

berakibat pada menurunnya peningkatan jumlah kumulatif TDS, TSS, maupun

bobot tanah yang tererosi selama hujan terjadi.

37

Perbandingan Pengaruh Kopolimer Kationik Hasil Sintesis Sebagai

Pengendali Erosi pada Berbagai Jenis Tanah dan Intensitas Air Hujan

Perbandingan pengaruh kopolimer kationik hasil sintesis sebagai

pengendali erosi pada lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu pada

intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1 ditunjukkan pada Tabel 14.

Tabel 14 menunjukkan bahwa pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas

air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 dapat menurunkan volume

limpasan total sebanyak 32.60% dan terus turun hingga 65.26% pada penggunaan

50 kg ha-1. Berkurangnya volume limpasan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1

terjadi hingga 16.28% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus

turun sampai 20.29% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,

kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu menurunkan volume limpasan total

sebanyak 27.29%. Pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 volume

limpasan total turun 36.93%. Hal serupa terjadi pada penurunan volume limpasan

total pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 dimana terjadi penurunan sebanyak

24.15% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan turun hingga 32.32%

pada penggunaan 50 kg ha-1.

Volume limpasan lebih kecil pada intensitas air hujan 45 mm jam-1 karena

pada kecepatan yang lebih tinggi tenaga air hujan menjadi lebih besar,

penghancuran partikel tanah dan detasemen tanah menjadi lebih banyak, sehingga

banyak partikel tanah yang terlepas hanyut dan menyumbat pori tanah, infiltrasi

air ke dalam tanah semakin berkurang dan volume limpasan menjadi semakin

banyak. Pada kecepatan 45 mm jam-1, penurunan volume limpasan total lebih

besar pada tanah lempung liat berpasir karena ukuran pori dari tekstur pasir lebih

besar sehingga resapan air pada tanah lebih cepat, sedangkan tanah berukuran

debu akan memfasilitasi resapan dalam waktu lebih lama sehingga volume

limpasan total tanah lempung liat berdebu akan lebih banyak.

Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1, turunnya volume limpasan total

lebih besar pada tanah lempung liat berdebu karena energi hujan yang tinggi

menyebabkan tanah menjadi lebih padat, pembentukan agregasi tanah lempung

akan meningkatkan drainase air ke tanah karena meningkatkan jumlah pori. Pada

tanah pasir, pembentukan agregasi mengurangi drainase karena banyak terbentuk

pori kecil. Lempung liat berdebu agregatnya lebih stabil karena kandungan bahan

organik tanahnya lebih banyak daripada lempung liat berpasir, sehingga lebih

banyak interaksi antara kopolimer kationik dan partikel tanah. Bahan organik juga

beperan dalam perekatan tanah, akibatnya kecepatan pembentukan pori kecil pada

lempung liat berdebu lebih lambat dibandingkan dengan lempung liat berpasir.

Turunnya volume limpasan maksimal pada penelitian ini (65.26%) lebih

banyak dibandingkan Prats et al. (2014) yang menyatakan PAM dan jerami

menurunkan limpasan hingga 16.30% dan 51.85%. Hal serupa diperoleh dengan

membandingkan penelitian Sepaskhah dan Shahabizad (2010) yang menyatakan

PAM di tanah berpasir dan berdebu dapat menurunkan limpasan hingga 23.25%

dan 61.63%. Kopolimer kationik pada penelitian ini juga memberikan penurunan

volume limpasan yang lebih kecil dibandingkan dengan metode konservasi lahan

oleh Salem et al. (2014) yang menyatakan olah lahan pada kemiringan 5°-10° dan

intensitas air hujan 33-121 mm jam-1 dapat mengurangi limpasan hingga 61%.

38

Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,

kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu meningkatkan volume infiltrasi hingga

23.36%, dan volumenya naik pada konsentrasi kopolimer katonik 50 kg ha-1

hingga 46.75%. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi peningkatan

sebanyak 79.72% pada konsentrasi kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus naik

hingga 99.24% pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada tanah

lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik

25 kg ha-1 mampu meningkatkan volume infiltrasi 142.52%, dan terus naik hingga

192.80% pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan

100 mm jam-1 terjadi kenaikan 25.88% pada konsentrasi kopolimer kationik 25 kg

ha-1 dan naik hingga 34.63% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Hasil penelitian ini memberi persentase peningkatan volume infiltrasi yang

lebih tinggi (23.32-192.66%) dibandingkan dengan penelitian Dou et al. (2012)

yang menyatakan bahwa PAM granuler dapat meningkatkan volume infiltrasi

38.20-139.60% di tanah berpasir tetapi pada kehadiran air dengan salinitas tinggi

karena ion-ion pada air dengan salinitas tinggi dapat membantu PAM agar dapat

berinteraksi dengan partikel tanah bermuatan negatif.

Turunnya volume limpasan total dan naiknya volume infiltrasi total

berpengaruh pada kedalaman limpasan. Kedalaman limpasan tanah lempung liat

berpasir pada intensitas hujan 45 mm jam-1 turun hingga 32.56% pada konsentrasi

kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan turun hingga 65.25% pada konsentrasi

kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1, kedalamannya

turun sebanyak 16.29% pada konsentrasi 25 kg ha-1 dan turun hingga 20.29% pada

konsentrasi 50 kg ha-1. Kedalaman limpasan tanah lempung liat berdebu pada

intensitas hujan 45 mm jam-1 turun hingga 27.31% pada konsentrasi 25 kg ha-1

dan turun sebanyak 36.94% pada konsentrasi 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan

100 mm jam-1, kedalamannya turun sebanyak 24.17% pada konsentrasi 25 kg ha-1

dan turun sebanyak 32.35% pada konsentrasi 50 kg ha-1.

Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik lebih efektif

untuk mengurangi kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir

sedangkan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 kopolimer kationik lebih efektif

untuk menurunkan kedalaman limpasan pada lempung liat berdebu. Hal ini

dipengaruhi oleh ukuran pori yang lebih besar dari lempung liat berpasir pada

intensitas air hujan 45 mm jam-1 sehingga volume limpasan menjadi lebih sedikit

daripada lempung liat berdebu tetapi pada kecepatan yang lebih tinggi, agregat

lempung liat berpasir cenderung lebih mudah hancur oleh energi air hujan yang

lebih tinggi sementara itu kandungan organik pada lempung liat berdebu

menyebabkan kopolimer kationik lebih mampu untuk mempertahankan stabilitas

agregat lempung liat berdebu meski pada energi air hujan yang lebih tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan kopolimer kationik hasil sintesis dapat

mengurangi kedalaman limpasan (16.29%-65.25%) lebih baik dibandingkan

dengan Kumar dan Saha (2011) yang menggunakan tanah berpasir dan

menyatakan PAM dapat mengurangi kedalaman limpasan hingga 9.99%, tetapi

gipsum mengurangi kedalaman limpasan hingga 69.10%, dan kombinasi PAM-

gipsum dapat mengurangi kedaman limpasan 75.10%. Hal ini disebabkan karena

gipsum mengandung ion divalen yang memfasilitasi pengikatan PAM pada tanah

sehingga diperoleh persentase penurunan kedalaman limpasan yang lebih besar.

39

Tabel 14 Perbandingan pengaruh konsentrasi kopolimer kationik sebagai pengendali erosi tanah pada jenis tanah dan intensitas air

hujan yang berbeda

Jenis tanah Konsentrasi

(kg ha-1)

Limpasan total

(mm)

Infiltrasi total

(mm)

Laju limpasan akhir

(mm jam-1)

Laju infiltrasi akhir

(mm jam-1)

Kedalaman limpasan

(mm)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

45 100 45 100 45 100 45 100 45 100

Lempung liat

berpasir

0 18.74 83.70 26.16 17.11 18.74 83.70 26.16 17.11 29.21 58.12

25 12.63 70.07 32.27 30.75 12.63 70.07 32.27 30.75 19.70 48.65

50 6.51 66.72 38.39 34.09 6.51 66.72 38.39 34.09 10.15 46.33

Lempung liat

berdebu

0 37.67 52.13 7.22 48.68 37.67 52.13 7.22 48.68 58.74 36.20

25 27.39 39.54 17.51 61.28 27.39 39.54 17.51 61.28 42.70 27.45

50 23.76 35.28 21.14 65.54 23.76 35.28 21.14 65.54 37.04 24.49

Jenis tanah Konsentrasi

(kg ha-1)

Total TDS (%) Total TSS (%) Bobot tanah tererosi total (g)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

Intensitas air hujan

(mm jam-1)

45 100 45 100 45 100

Lempung liat

berpasir

0 5.19 6.10 15.75 39.40 1.87 4.55

25 3.53 4.40 10.35 23.35 0.85 2.77

50 2.68 3.61 6.66 18.48 0.34 2.21

Lempung liat

berdebu

0 8.17 9.27 26. 40 27.15 3.46 3.64

25 5.88 6.79 6.59 17.65 1.25 2.44

50 4.39 5.95 1.81 14.61 0.62 2.06

40

Laju limpasan akhir pada tanah dengan kopolimer kationik juga menurun

dibandingkan dengan tanah tanpa kopolimer kationik. Pada tanah lempung liat

berpasir dengan intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1

mampu menurunkan laju limpasan sebesar 32,56%, dan laju limpasan semakin

lambat hingga sebesar 65,25% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan 16.29% dan pada

penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga 20.29% pada

penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada tanah lempung liat berdebu

dengan intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu

menurunkan laju limpasan sebesar 27.31% dan terus turun hingga 36.94% pada

penggunaan 50 kg ha-1. Laju limpasan pada intensitas air hujan 100 mm jam-1

terjadi penurunan sebesar 24.17% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1

dan terus turun hingga 32.35% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Turunnya laju limpasan terjadi karena turunnya volume limpasan yang

disebabkan oleh penggunaan kopolimer kationik, yang dapat mengikat antar

partikel-partikel tanah sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih besar dari

sebelumnya. Meningkatnya ukuran agregat tanah akan meningkatkan jumlah pori

pada tanah sehingga volume infiltrasi pada tanah akan meningkat dan mengurangi

laju limpasan. Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, turunnya laju limpasan

terjadi lebih banyak pada tanah lempung liat berpasir karena tekstur pasir

memiliki ukuran pori yang lebih besar sehingga memberi kemampuan resapan

pada tanah dengan cepat sedangkan tanah berukuran debu akan memfasilitasi

resapan dalam waktu yang lebih lama. Pada intensitas air hujan yang lebih tinggi

(100 mm jam-1), energi hujan yang lebih besar akan memadatkan tanah dan

membentuk pori yang lebih kecil pada tekstur pasir, selain itu jumlah bahan

organik tanah lempung liat berdebu juga lebih banyak sehingga kekuatan agregasi

tanah dengan tekstur debu lebih stabil sehingga laju limpasan lebih banyak

berkurang pada tanah lempung liat berdebu. Jumlah bahan organik yang lebih

banyak juga menyebabkan lebih banyaknya interaksi elektrostatik antara

kopolimer kationik dan partikel tanah, akibatnya agregat tanah menjadi lebih

stabil dan laju limpasan turun.

Hasil penelitian ini memberikan persentase penurunan laju limpasan

(16.28%-65.24%) yang lebih banyak dari hasil penelitian She et al. (2014) yang

mempelajari erosi tanah pada tanah reklamasi dengan kehadiran air hujan

48-120 mm jam-1, dan menyatakan bahwa melalui konservasi lahan pada

kemiringan lahan 10-20°, laju limpasan berkurang hingga 60% tetapi sedimen

yang tererosi meningkat hingga 9.60-41%. Hasil penelitian ini juga memberikan

persentase yang lebih besar dari hasil Yonts (2008) yang menyatakan penggunaan

PAM sebagai pembenah tanah hanya dapat menurunkan limpasan hingga 30%.

Kopolimer kationik juga dapat meningkatkan laju infiltrasi akhir. Pada tanah

lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik

25 kg ha-1 meningkatkan laju infiltrasi akhir sebesar 23.36%, laju infiltrasi akhir

terus meningkat pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 sebesar 46.72%.

Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi peningkatan 79.67% pada

penggunaan 25 kg ha-1, dan naik hingga 99.24% pada penggunaan 50 kg ha-1.

Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,

kopolimer kationik 25 kg ha-1 juga mempercepat laju infiltrasi akhir sebesar

142,52%, dan laju infiltrasi akhir bertambah cepat hingga s192,80% pada

41

penggunaan kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan 100

mm jam-1 terjadi kenaikan sebesar 25.88% pada penggunaan kopolimer kationik

25 kg ha-1 dan terus naik hingga 34.63% pada penggunaan 50 kg ha-1. Kenaikan

ini disebabkan karena kopolimer kationik mampu mengikat partikel-partikel tanah

sehingga terbentuk agregat tanah yang lebih stabil, yang dapat mempertahankan

jumlah pori tanah sehingga volume infiltrasi pada tanah akan meningkat.

Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1, peningkatan laju infiltrasi akhir

terjadi dengan persentase lebih besar pada tanah lempung liat berpasir karena pori

yang lebih besar daripada lempung liat berpasir sehingga memiliki kemampuan

untuk menginfiltrasi air lebih banyak, tetapi tanah berukuran debu akan

menginfiltrasi dalam waktu yang lebih lama. Hal yang sebaliknya terjadi pada

intensitas air hujan 100 mm jam-1, laju infiltrasi akhir terjadi dengan persentase

lebih besar pada tanah lempung liat berdebu karena jumlah bahan organik lebih

banyak pada lempung liat berdebu sehingga lebih banyak interaksi elektrostatik

yang terjadi antara kopolimer kationik dan partikel tanah dan stabilitas agregatnya

menjadi lebih baik dibandingkan lempung liat berpasir, sehingga energi hujan

yang lebih besar akan lebih mudah menghancurkan agregat pada lempung liat

berpasir dan menurunkan kemampuannya untuk menginfiltrasi air.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Inbar et al. (2015) yang

menyatakan bahwa pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan

47 mm jam-1, penggunaan PAM 50% dapat menurunkan laju infiltrasi akhir tanah

hingga 80.43%. Hal ini disebabkan karena air hujan dapat meningkatkan

viskositas PAM sehingga menyebabkan penyumbatan pada pori tanah. Pada

penelitian ini viskositas kopolimer kationik hasil sintesis tidak berkurang sehingga

laju infiltrasi final tetap naik dengan bertambahnya durasi hujan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Sepaskhah dan Shahabizad (2010) tetapi

dengan persentase yang lebih tinggi (23.36%-99.24% untuk lempung liat berpasir

dan 25.86%-192.80% untuk lempung liat berdebu). Sepaskhah dan Shahabizad

(2010) menyatakan bahwa penggunaan PAM pada tanah berpasir dan berdebu

dapat mempercepat laju infiltrasi hingga 18.47% dan 20.57%. Pada perbandingan

dengan hasil penelitian She et al. (2014) yang menggunakan metode konservasi

lahan pada intensitas air hujan 48-120 mm jam-1. She et al. (2014) menyatakan

bahwa konservasi lahan pada kondisi maksimal yaitu dengan kemiringan lahan

30° dapat meningkatkan laju infiltrasi tanah hingga 49.27%.

Penggunan kopolimer kationik juga dapat menurunkan jumlah TDS, TSS,

dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berpasir maupun lempung

liat berdebu. Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm

jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 dapat menurunkan total TDS sebesar 31.98%,

dan total TDS terus turun pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1 sebesar

48.36%. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan 28.03% pada

konsentrasi kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan turun hingga sebanyak 46.27%

pada konsentrasi kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Pada tanah lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,

kopolimer kationik sebanyak 25 kg ha-1 dapat menurunkan total TDS sebesar

27.87% dan total TDS terus turun hingga sebanyak 40.82% dengan kopolimer

kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan TDS

sebanyak 26.75% pada penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun

hingga sebanyak 35.81% pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

42

Pada intensitas air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1, berkurangnya

jumlah TDS total terjadi lebih besar pada tanah lempung liat berpasir karena

jumlah kandungan bahan organik tanah lempung liat berdebu lebih banyak dari

lempung liat berpasir sehingga akan lebih banyak padatan yang terlarut bersama

dengan aliran air limpasan. Penurunan jumlah TDS ini juga ini disebabkan oleh

adanya interaksi antara kopolimer kationik dengan partikel organik maupun

anorganik yang bermuatan negatif pada tanah sehingga partikel tanah yang

terbawa oleh air limpasan cenderung berkurang.

Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1,

kopolimer kationik sebanyak 25 kg ha-1 mampu menurunkan total TSS sebesar

34.29%. Total TSS terus turun pada penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1

hingga 55.75%. Hal serupa terjadi dengan penurunan total TSS pada intensitas air

hujan 100 mm jam-1 dimana terjadi penurunan sebanyak 40,74% pada penggunaan

kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga sebanyak 53,10% pada

penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Kopolimer kationik yang digunakan pada tanah lempung liat berdebu juga

mengurangi total TSS sebanyak 75.04% setelah digunakan kopolimer kationik 25

kg ha-1, dan TSS terus turun hingga sebesar 93.16% pada penggunaan kopolimer

kationik 50 kg ha-1. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1, 25 kg ha-1 kopolimer

kationik dapat menurunkan total TSS hingga sebanyak 34.99% dan terus turun

hinggga sebanyak 46.19% pada penggunaan 50 kg ha-1 kopolimer kationik.

Penurunan total TSS disebabkan oleh interaksi elektrostatik antara

kopolimer kationik dengan partikel tanah bermuatan negatif, sehingga agregat

tanah menjadi lebih stabil, hal ini juga berpengaruh terhadap kemampuan infiltrasi

tanah yang berhubungan dengan turunnya volume limpasan, sehingga jumlah air

limpasan yang membawa partikel tanah yang terdetasemen juga berkurang. Pada

intensitas air hujan 45 mm jam-1, penurunan TSS total terjadi lebih banyak pada

tanah lempung liat berdebu karena kandungan bahan organik lempung liat

berdebu lebih berpengaruh terhadap interaksi partikel tanah dengan kopolimer

kationik sehingga efektif untuk menurunkan jumlah partikel tanah yang terbawa

limpasan. Pada intensitas air hujan 100 mm jam-1 TSS total turun lebih banyak

pada tanah lempung liat berpasir karena ukuran partikel lempung liat berpasir

lebih besar sedangkan energi air hujan yang lebih tinggi akan lebih mudah

membawa partikel tanah yang berukuran kecil seperti lempung liat berdebu.

Bobot tanah tererosi pada Tabel 12 membuktikan kopolimer kationik

mampu mengurangi erosi. Pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas

hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik menurunkan bobot tanah tererosi total

54.55% setelah digunakan kopolimer kationik 25 kg ha-1. Bobot tanah tererosi

total turun 81.82% pada pemakaian 50 kg ha-1.

Gambar 17 Interaksi antara tanah dan kopolimer

onggok-amino akrilat kationik

43

Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 terjadi penurunan sebanyak 39.12% pada

penggunaan kopolimer kationik 25 kg ha-1, dan terus turun hingga 51.43% pada

penggunaan kopolimer kationik 50 kg ha-1. Pada lempung liat berdebu dengan

intensitas hujan 45 mm jam-1, kopolimer kationik 25 kg ha-1 mampu menurunkan

bobot tanah tererosi total sebesar 63.94% dan bobot tanah tererosi terus menurun

hingga sebesar 82.05% pada penggunaan kopolimer kationik sebanyak 50 kg ha-1.

Hal serupa terjadi dengan penurunan bobot tanah tererosi total pada intensitas air

hujan 100 mm jam-1 dengan penurunan hingga 32.97% pada penggunaan

kopolimer kationik 25 kg ha-1 dan terus turun hingga 43.41% pada penggunaan

kopolimer kationik 50 kg ha-1.

Pada intensitas hujan 45 mm jam-1, turunnya bobot tanah tererosi total lebih

banyak pada tanah lempung liat berdebu karena kemampuan infiltrasinya lebih

rendah dari tanah lempung liat berpasir sehingga air limpasan mengalir lebih

banyak dan menyebabkan erosi serta membawa partikel tanah yang hancur lebih

banyak. Pada intensitas hujan 100 mm jam-1 turunnya bobot tanah tererosi total

lebih banyak pada tanah lempung liat berpasir karena energi hujan yang lebih

tinggi mudah membawa partikel tanah yang lebih ringan seperti debu.

Kemampuan kopolimer kationik hasil sintesis dalam menurunkan erosi

berhubungan dengan kemampuannya untuk berinteraksi dengan partikel tanah

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 17.

Gambar 17 menunjukkan molekul kopolimer kationik onggok-amino akrilat

yang terlarut dalam air hujan, dan warna cokelat menggambarkan partikel tanah.

Molekul polimer kationik bermuatan positif, dan partikel tanah bermuatan negatif.

Partikel tanah bermuatan negatif berinteraksi dengan muatan positif pada molekul

polimer, menyebabkan partikel tanah berikatan dengan rantai kopolimer. Partikel-

partikel tanah membentuk jembatan ionik diantara rantai kopolimer. Pengikatan

ini berlangsung pada banyak rantai kopolimer dan partikel tanah sehingga partikel

tanah membentuk agregasi yang lebih stabil, menyebabkan tanah menjadi lebih

kuat dan tahan terhadap energi dari air hujan. Hal ini menyebabkan infiltrasi tanah

meningkat, limpasan berkurang, dan sedimen yang terbawa oleh aliran air

limpasan juga berkurang sehingga erosi tanah berkurang.

Hasil penelitian ini menunjukkan kopolimer onggok-amino akrilat kationik

25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 dapat mengurangi bobot tanah tererosi hingga

54.55%-81.82% pada lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan

45 mm jam-1. Hasil penelitian ini memberikan persentase yang lebih besar

dibandingkan penelitian Inbar et al. (2015) yang menggunakan PAM untuk

mengurangi erosi pada tanah berpasir dengan intensitas air hujan 47 mm jam-1 dan

menyatakan bahwa penggunaan PAM 25 kg ha-1 dan 50 kg ha-1 dapat mengurangi

erosi tanah hingga 23% dan 57%. Persentase yang lebih besar juga diperoleh pada

perbandingan dengan Kumar dan Saha (2011) yang menggunakan tanah berpasir

dan menyatakan PAM dapat mengurangi erosi hingga 6.60%, gipsum mengurangi

erosi hingga 64.30%, dan kombinasi PAM-gipsum dapat mengurangi erosi sampai

67.20%. Hasil penelitian ini juga memberikan penurunan bobot tanah tererosi

yang lebih besar dibandingkan Sepaskhah dan Shahabizad (2010) yang

menyatakan PAM pada tanah berpasir dan berdebu dapat menurunkan bobot tanah

tererosi hingga 19.16% dan 69.18%. Prats et al. (2014) menyatakan penggunaan

50 kg ha-1 PAM hanya dapat menurunkan erosi hingga 19% pada erosi tanah oleh

kebakaran hutan.

44

Hasil penelitian ini sejalan dengan Dou et al.(2012) yang menyatakan bahwa

PAM granuler 3-60 kg ha-1 dapat mengurangi erosi hingga 1.30-3.40 kali lebih

baik tetapi laju infiltrasi menurun dengan bertambahnya konsentrasi PAM. Hasil

penelitian ini juga sejalan dengan Yonts (2008) yang menggunakan 10 ppm PAM

pada air irigasi dan menyatakan bahwa PAM dapat mengurangi tanah tererosi

tetapi hanya hingga 42.85%. Sementara itu Jhurry (1997) menyatakan PAM dapat

menurunkan erosi hingga 177% tetapi dengan konsentrasi tinggi yaitu 300 kg ha-1.

Pada perbandingan dengan metode konservasi lahan, hasil penelitian ini juga lebih

efektif untuk mengurangi bobot tanah tererosi dibandingkan dengan penelitian

She et al. (2014) menyatakan bahwa melalui konservsi lahan pada kemiringan

10°-20° dapat menurunkan erosi hingga 31.50% tetapi limpasan meningkat

9.60-4.10%. Salem et al. (2014) menyatakan bahwa olah lahan pada kemiringan

5-10°, konservasi lahan dapat menurunkan erosi hingga 79%.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kopolimer onggok-akrilat dapat disintesis melalui kopolimerisasi

pencangkokan-penautan silang pada onggok dan DMAEMA. Kopolimer ongok-

amino akrilat kationik berhasil disintesis melalui metilasi terhadap kopolimer

onggok-amino akrilat menggunakan agen metilasi dimetilsulfat dengan konversi

94.96% pada waktu metilasi 18 jam dan perbandingan onggok-amino akrilat:DMS

(b/v) 1:2. Kopolimer onggok-amino akrilat kationik efektif untuk mengurangi

erosi pada tanah lempung liat berdebu dan lempung liat berpasir dengan intensitas

air hujan 45 mm jam-1 dan 100 mm jam-1. Kopolimer onggok-amino akrilat

kationik efektif untuk menurunkan volume limpasan total dan laju limpasan akhir

pada tanah lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga

65.26%, meningkatkan volume infiltrasi total dan laju infiltrasi akhir pada tanah

lempung liat berdebu dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 192.80%,

menurunkan kedalaman limpasan pada tanah lempung liat berpasir dengan

intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 65.25%, menurunkan TDS pada tanah

lempung liat berpasir dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 48.36%,

menurunkan TSS dan bobot tanah tererosi total pada tanah lempung liat berdebu

dengan intensitas air hujan 45 mm jam-1 hingga 93.16% dan 82.05%.

Saran

Diperlukan optimasi lebih lanjut terhadap kopolimerisasi pencangkokan

DMAEMA pada onggok untuk meningkatkan rendemen sintesis onggok-amino

akrilat. Diperlukan studi lebih lanjut terhadap sifat toksisitas kopolimer onggok-

amino akrilat kationik dan lama waktu efektif untuk dapat menahan erosi. Selain

itu juga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kopolimer

onggok-amino akrilat kationik pada kondisi air hujan dan tanah alami, serta

pengaruhnya pada lingkungan alami di sekitar tanah.

45

DAFTAR PUSTAKA

Abebe W, Maddux WF, Schuster GS, Lewis JB. 2003. Vascular Responsiveness

to Dimethylaminoethyl Methacrylate and Its Degradation Products. J Biomed

Mater Res A. 66a(1):155-161. doi:10.1002/jbm.a.10568.

Amin MA, Utami N, Satria H, Simanjuntak W. 2013. Fermentasi Hidrolisat

Onggok dengan Menggunakan Mikroba Endofitik. [Prosiding]. Lampung

(ID):Semirata FMIPA Universitas Lampung.

Antonucci JM, Zeiger DN, Tang K, Lin-Gibson S, Fowler BO, Lin NJ. 2012.

Synthesis and Characterization of Dimethacrylates Containing Quartenary

Ammonium Functionalities for Dental Applications. J Dental. 18(2):219-228.

doi:10.1016/j.dental.2011.10.004.

ASTM D2216. 1998. Standard Test Method for Laboratory Determination of

Water (Moisture) Content of Soil and Rock by Mass. West Conshohocken

(US): ASTM International.

ASTM D5907. 2009. Standard Test Method for Fikterable Matter (Total

Dissolved Solids) and Nonfilterable Matter (Total Suspended Solids) in Water.

West Conshohocken (US): ASTM International.

Begueria S, Angulo-Martinez M, Gaspar L, Navas A, 2015. Detachment of Soil

Organic Carbon by Rainfall Splash: Experimental Assessment on Three

Agricultural Soils of Spain. J Geoderma. 245-246:21-30. doi:10.1016/

j.geoderma.2015.01.010.

Bhattacharyaa. 2009. Polymer Grafting and Crosslinking. Canada (CA): John

Wiley & Sons.

Bruining MJ, Blaaugeersb HGT, Kuijera R, Pelsc E, Nuijstb RMMA, Koolea LH.

2000. Biodegradable Three-Dimensional Networks of Poly(dimethylamino

ethyl methacrylate), Synthesis, Characterization and In Vitro Studies of

Structural Degradation and Cytotoxicity. J Biomat. 21(6):595-604. doi:

10.1016/S0142-9612(99)00223-9.

Carr ME, Kim S, Yoon KJ, Stanley KD. 1992. Graft Polymerization of Cationic

Methacrylate, Acrylamide. and Acrylonitrile Monomers into Starch by

Reactive Extursion. Cereal Chem. 69(1):70-75.

Cerda-Cristerna BI, Flores H, Pozos-Guillen A, Perez E, Sevrin C, Grandfils C.

2011. Hemocompatibility Assessment of Poly(2-Dimethylamino Ethyl

Methacrylate) (PDMAEMA)-Based Polymers. J Con Rel. 153(3):269-277.

doi:10.1016/j.jconrel.2011.04.016.

Chen H, Fu X, Luo Z. 2015. Effect of Gum Arabic on Freeze-Thaw Stability.

Pasting and Rheological Properties of Tapioca Starch and its Derivatives. J

Foodhyd. 151(51):355-360. doi:10.1016/j.foodhyd.2015.05.034.

Das S, Sasmal D, Pal S, Kolya H, Pandey A, Tripathy T. 2015. Starch Based

Biodegradable Graft Copolymer for The Preparation of Silver Nanoparticles. J

Biomac. 81:83-90. doi:10.1016/j.ijbiomac.2015.07.046.

Dou L, Fa-Hu L, Wu LS. 2012. Soil Erosion as Affected by Polyacrylamide

Application Under Simulated Furrow Irrigation with Saline Water. Pedosphere.

22(5):681-688. doi:10.1016/S1002-0160(12)60053-8.

46

Fernandez-Romero ML, Clark JM, Collins CD, Parras-Alcantara L. 2015.

Evaluation of Optical Techniques for Characterising Soil Organic Matter in

Agricultural Soils. J Still. In press. doi:10.1016/j.still.2015.05.004.

Gozzelino G, Lisanti C, Beneventi S. 2013. Quaternary Ammonium Monomers

for UV Crosslinked Antibacterial Surfaces. J Colsurfa. 430:21-28. doi:10.1016/

j.colsurfa.2013.03.061.

Hatton FL, Malmstrom E, Carlmark A. 2015. Tailor-Made Copolymers for The

Adsorption to Cellulosic Surfaces. J Eurpolymj. 65:325-339. doi:10.1016/

j.eurpolymj.2015.01.026.

He J, Söderling E, Österblad M, Vallittu PK, Lassila LVJ. 2011. Synthesis of

Methacrylate Monomers with Antibacterial Effects Against S. Mutans.

Molecules. 16(11):9755-9763. doi:10.3390/molecules.16119755.

Heilig A, DeBruyn D, Walter MT, Rose CW, Parlenge JY, Steenhuis TS, Sander

GC, Hairsine PB, Hogarth WL, Walker LP. 2001. Testing A Mechanistic Soil

Erosion Model With A Simple Expriment. J Hydrol. 244(1-2):9-16.

doi: 10.1016/S0022-1694(00)00400-5.

Inbar A, Ben-Hur M, Sternbrg M, Lado M. 2015. Using Polyacrylamide to

Mitigate Post-Fire Erosion. J Geoderma. 239-240:107-114. doi:10.1016/

j.geoderma.2014.09.026.

Jhurry D. 1997. Agricultural Polymers. Reduit (MU): University of Mauritius.

Jung S, Lee H. 2014. Well-Defined Thermoresponsive Copolymers with Tunable

LCST and UCST in Water. Bull Korean Chem Soc. 35(2):501-504.

doi:10.5012/bkcs.2014.35.2.501.

Kalia S, Sabaa MW, Kango S. 2013. Polymer Grafting: A Versatile Means to

Modify The Polysaccharides. Polysaccharide Based Graft Copolymers. Berlin

(GM): Springer-Verlag.

Karthika JS, Vishalakshi B. 2015. Novel Stimuli-Responsive Gellan Gum-Graft-

Poly(DMAEMA) Hydrogel As Adsorbent for Anionic Dye. J Ijbiomac.

81:648-655. doi:10.1016/j.ijbiomac.2015.08.064.

Kavakli C, Kavakli PA, Turan BD, Hamurcu A, Guven O. 2014. Quaternized

Dimethylaminoethyl methacrylate Strong Base Anion Exchange Fibers for

As(V) Adsorption. J Radphyschem. 102:84-95. doi:10.1016/j.radphyschem.

2014.04.011

Kavakli PA, Kavakli C, Guven O. 2010. Preparation of Quaternized

Dimethylaminoethylmethacrylate Grafted Nonwoven Fabric For The Removal

of Phosphate. J Radphyschem. 79(3):233–237. doi:10.1016/j.radphyschem.

2009.08.011.

Khaliq A, Abbasi MK. 2015. Improvements in The Physical and Chemical

Characteristics of Degraded Soils Supplemented With Organic–Inorganic

Amendments in The Himalayan Region of Kashmir. Pakistan. J Catena.

126:209-215. doi:10.1016/j.catena.2014.11.015.

Klingler D. 2015. 21st Century Homestead: Organic Food. Raleigh (US): Lulu

Press Inc.

Kumar A, Saha A. 2011. Effect of Polyacrylamide and Gypsum on Surface

Runoff. Sediment Yield and Nutrient Losses from Steep Slopes. J Agwat.

98(6):999-1004. doi:10.1016/j.agwat.2011.01.007.

47

Liu X, Zhang S, Zhang X, Ding G, Cruse RM. 2011. Soil Erosion Control

Practices in Northeast China: A Mini-Review. J Still. 117:44-48.

doi:10.1016/j.still.2011.08.005.

Lu S, Malik Z, Chen D, Wu C. 2014. Porosity and Pore Size Distribution of

Ultisols and Correlations to Soil Iron Oxides. J Catena. 123:79-87.

doi:10.1016/j.catena.2014.07.010.

Mas’ud ZA, Khotib M, Sari N, Nur A. 2013. Synthesis Of Cassava Waste Pulp-

Acrylamide Super Absorbent:Effect of Initiator And Cross-Linker

Concentration. Indo J Chem. 13(1):66-71.

Moad G. 2011. Chemical Modification of Starch by Reactive Extursion.

J Poly Sci. 36(2):218-237. doi:10.1016/j.progpolymsci.2010.11.002.

Nair MPD, Padmaja G, Moorthy SN. 2011. Biodegradation of Cassava Starch

Factory Residue Using A Combination of Cellulases. Xylanases and

Hemicellulase. J Biombioe. 35(3):1212-1218. doi:10.1016/j.biombioe.

2010.12.009.

Nie XJ, Zhang JH, Cheng JX, Gao H, Guan ZM. 2016. Effect of Soil

Redistribution on Various Organic Carbons in A Water- and Tillage-Eroded

Soil. J Still. 155:1-8. doi:10.1016/j.still.2015.07.003.

NSW Department of Industry. 2015. Soil erosion solutions [internet]. [diacu 2015

September 3]. Tersedia dari: http:// www. dpi.nsw.gov.au/agriculture/

resources/soils/erosion.

Orts WJ, Sojka RE, Glenn GM, Gross RA. 1999, Preventing Soil Erosion with

Polymer Additives. Polymer News. 24(12):406-413.

Panwar NR, Ramesh P, Singh AB, Ramana S. 2010. Influence of Organic.

Chemical. and Integrated Management Practices on Soil Organic Carbon and

Soil Nutrient Status Under Semi-Arid Tropical Conditions in Central India.

Commun. Soil Sci Plant Anal. 41(9):1073–1083. doi:10.1080/

00103621003687166

París R, Quijada-Garrido I. 2010. Temperature- and pH-Responsive Behaviour of

Poly (2-(2-methoxyethoxy) Ethyl Methacrylate-co-N.N-Dimethylaminoethyl

Methacrylate) Hydrogels. J Europolymj. 46(11):2156-2163. doi:10.1016/

j.eurpolymj.2010.09.004.

Prats SA, Martins MAD, Malvar MC, Ben-Hur M, Keizer JJ. 2014.

Polyacrylamide Application Versus Forest Residue Mulching for Reducing

Post-Fire Runoff and Soil Erosion. Sci Total Environ. 468-469:464–474.

doi:10.1016/j.scitotenv.2013.08.066.

Quinteros DA, Rigo VR, Kairuz AFJ, Olivera ME, Manzo RH, Allemandi DA.

2008. Interaction Between a Cationic Polymethacrylate (EudragitE100) and

Anionic Drugs. Eur J Pharm Sci. 33(1):72–79. doi:10.1016/j.ejps.

2007.10.002.

Reddy N, Crohn DM 2014. Effects of Soil Salinity and Carbon Availability from

Organic Amendments on Nitrous Oxide Emissions. J Geoderma.

235-236:363-371. doi:10.1016/j.geoderma.2014.07.022.

Riva JS, Beltramob DM, Yudia LM. 2014. Adsorption–Desorption Mechanism of

A Cationic Polyelectrolyte Based on Dimethylaminoethyl Polymethacrylates at

The Water/1.2-Dichloroethane Interface. J Electacta. 115:370-377.

doi:10.1016/j.electacta.2013.10.156.

48

Routschek A, Schmidt J, Kreienkamp F. 2014. Impact of Climate Change on Soil

Erosion-A High Resolution Projection on Catchment Scale Until 2010 in

Saxony/Germany. J Catena. 121:99-109. doi:10.1016/j.catena.2014.04.019.

Salama A, Shukry N, El-Sakhawy M. 2015. Carboxymethyl Cellulose-G-Poly(2-

(dimethylamino)ethylmethacrylate) Hydrogel As Adsorbent for Dye Removal.

J Ijbiomac. 73:72-75. doi:10.1016/j.ijbiomac.2014.11.002.

Salem HM, Valero C, Munoz MA, Gil-Rodriguez M, Barreiro P. 2014. Effect of

Reservoir Tillage on Rainwater Harvesting and Soil Erosion Control Under A

Developed Rainfall Simulator. J Catena. 113:353-362. doi:10.1016/j.catena.

2013.08.018.

Sang Y, Xiao H. 2008. Clay Flocculation Improved by Cationic Poly(Vinyl

Alcohol)/Anionic Polymer Dual-Component System. J Jcis. 326(2):420-425.

doi:10.1016/j.jcis.2008.06.058

Sepaskhah AR, Shahabizad V. 2010. Effects of Water Quality and PAM

Application Rate on the Control of Soil Erosion, Water Infiltration and Runoff

for Different Soil Textures Measured in a Rainfall Simulator.

J Biosystemseng. 106(4):513-520. doi:10.1016/j.biosystemeng/2010.05.019.

She D, Fei Y, Liu Z,, Shao G. 2014. Soil Erosion Characteristics of Ditch Banks

During Reclamation of A Saline/Sodic Soil in A Coastal Region of China:

Field Investigation and Rainfall Simulation. J Catena. 121:176-185.

doi:10.1016/j.catena.2014.05.010.

Shi W, Tan W, Wang L, Pan G. 2015. Removal of Microcystis Aeruginosa Using

Cationic Starch Modified Soils. J Wat Res. In Press. doi:10.1016/

j.watres.2015.06.029

Sosnik A, Sefton MV. 2006. Methylation of Poloxamine for Enhanced Cell

Adhesion. Biomacromolecules. 7(1):331-338. doi:10.1021/bm050693h

Suherman K, Suparwi, Widyastuti T. 2013. Konsentrasi VFA Total dan Amonia

Pada Onggok yang Difermentasi dengan Aspergillus Niger Secara In Vitro.

JIP. 1(3):827-834.

Thien SJ, Graveel. 2002. Laboratory Manual for Soil Science: Agricultural &

Environmental Principles. Lewiston (USA): McGraw-Hill Science/

Engineering/Math.

Urbankova O, Zahora J, Zahora J. 2013. The Biological Background to Internal

Soil Erosion. Mendel Net. 384-390.

US Department of Agriculture. 2015. Plant and soil sciences elibrary [internet].

[diacu 2015 September 3]. Tersedia dari http://passel.unl.edu/pages/

index2col.php?category=soilscience.

US Patent 2741551. 1956. Method of Preparing A Soil Conditioning and

Enriching Composition. Alexandria (US): United States Patent and Trademark

Office.

US Patent 3284425. 1966. Conversion of Polymethacrylate to

Polymethacrylamide in An Aqueous System. Alexandria (US): United States

Patent and Trademark Office.

Wang JP, Yua B, Xu X, Yang N, Jin ZY, Kim JM. 2011. Orthogonal-Function

Spectrophotometry for The Measurement of Amylose and Amylopectin

Contents. J Foodchem. 127(1):102-108. doi:10.1016/j.foodchem.2010.

12.094.

49

Wang G, Fang Q, Wu B, Yang H, Xu Z. 2015. Relationship Between Soil

Erodibility and Modeled Infiltration Rate in Different Soils. J Hydrol. 528:

408-418. doi:10.1016/j.hydrol.2015.06.044.

Wang L, Shi ZH, Wang J, Fang NF, Wu GL, Zhang HY. 2014. Rainfall Kinetic

Energy Controlling Erosion Processes and Sediment Sorting on Steep

Hillslopes: A Case Study of Clay Loam Soil from The Loess Plateau, China.

J Hydrol. 512:168-178. doi:10.1016/j.hydrol.2014.02.066.

Witono JR, Noordegraaf I, Heeres HJ, Janssen LPBM. 2012. Graft

Copolymerization of Acrylic Acid to Cassava Starch-Evaluation of The

Influences of Process Parameters by An Experimental Design Method.

J Carbpol. 370(4):38-45. doi:10.1016/j.carbpol.2012.07.024.

Wu X, Scott K. 2012. A Polymethacrylate-Based Quaternary Ammonium OH−

Ionomer Binder for Non-Precious Metal Alkaline Anion Exchange Membrane

Water Electrolysers. J Powsour. 214:124-129. doi:10.1016/j.powsour.

2012.03.069.

Yonts CD. 2008. Using Polyacrylamide to Reduce Soil Erosion. Nebraska (US):

University of Nebraska-Lincoln.

You L, Lu F, Li D, Qiao Z, Yin Y. 2009. Preparation and Flocculation Propertis

of Cationic Starch/Chtosan Crosslinking Copolymer. J Haz Mat. 172(1):38-45.

doi:10.1016/j.jhazmat.2009.06.120.

Zhang JH, Wang Y, Zang ZH. 2014. Effect of Terrace Forms on Water and

Tillage Erosion on A Hilly Landscape in The Yangtze River Basin. China.

J Geomorph. 216:114-124. doi:10.1016/j.geomorph.2014.03.030.

Zhu F. 2015. Composition, Structure, Physicochemical Properties, and

Modifications of Cassava Starch. J Carbpol. 122:456-480. doi:10.1016/

j.carbpol.2014.10.063.

50

Lampiran 1 Perhitungan rendemen

Parameter Ulangan Rata-

rata

RPD (%)

1 2 3 1 vs 2 1 vs 3 2 vs 3

Bobot awal

(g) 22.5007 22.5012 22.5001 22.50 0.002 0.003 0.005

Bobot akhir

(g) 32.0067 32.7863 32.8531 32.55 2.40 2.60 0.20

Rendemen

(%) 42.2476 45.7092 46.0131 44.66 7.75 8.43 0.68

Lampiran 1 Perhitungan daya serap air

Jenis

Kopolimer Ulangan

Bobot

sebelum uji

daya serap

air (g)

Bobot

setelah uji

daya serap

air (g)

Daya

serap

air

(g g-1)

Rata-

rata

RPD

(%)

Onggok-

amino

akrilat

1 0.1002 0.2463 2.46 2.50 3.24

2 0.1005 0.2552 2.54

Onggok-

amino

akrilat

kationik

1 0.1004 0.3297 3.28 3.29 0.52

2 0.1009 0.3331 3.30

Lampiran 3 Perhitungan nisbah pencangkokan

Sampel N (%)

Onggok 1.15

Onggok-amino akrilat 2.70

Onggok-amino akrilat kationik 3.30

Nisbah pencangkokan (%) =100 (N(%)x

Mr DMAEMAAr N

100 − (N(%)Mr DMAEMA

Ar N )

Nisbah pencangkokan (%) =100 (2.7(%)x

157.2 g mol−1

14 g mol−1 )

100 − (2.7(%)157.2 g mol−1l

14 g mol−1 )= 42.148 %

51

Lampiran 4 Perhitungan derajat metilasi

Variasi pH

awal

pH

akhir

V titrasi

(mL)

bobot

sampel

(g)

Konsentrasi 4:1 B 4.28 7.36 0.10 0.05

1.00 2.79 7.21 0.30 0.05

2.00 2.93 7.29 0.40 0.05

3.00 2.71 7.41 0.20 0.05

rata-rata 2.81 7.30 0.30 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 4.98 1.10 33.33 0.60

1 vs 3 2.85 2.74 33.33 0.60

2 vs 3 7.83 1.64 66.67 0.00

2:1 B 4.28 7.47 0.10 0.05

1.00 2.74 7.90 0.30 0.05

2.00 2.68 7.00 0.35 0.05

3.00 2.61 7.40 0.30 0.05

rata-rata 2.68 7.43 0.32 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 2.24 12.11 15.79 1.18

1 vs 3 4.86 6.73 0.00 2.76

2 vs 3 2.62 5.38 15.79 1.57

1:1 B 3.90 7.30 0.10 0.05

1.00 2.60 7.70 0.45 0.05

2.00 2.60 7.07 0.40 0.05

3.00 2.75 7.21 0.40 0.05

rata-rata 2.65 7.33 0.42 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 0.00 8.60 12.00 0.40

1 vs 3 5.66 6.69 12.00 0.20

2 vs 3 5.66 1.91 0.00 0.60

1:2 B 3.10 7.02 0.10 0.05

1.00 2.62 7.47 0.60 0.05

2.00 2.61 7.12 0.50 0.05

3.00 2.55 7.15 0.50 0.05

rata-rata 2.59 7.25 0.53 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 0.39 4.83 18.75 0.20

1 vs 3 2.70 4.42 18.75 0.00

2 vs 3 2.31 0.41 0.00 0.20

1:4 B 5.02 7.81 0.10 0.05

1.00 2.61 7.43 0.40 0.05

2.00 2.59 7.01 0.70 0.05

3.00 2.70 7.15 0.40 0.05

rata-rata 2.63 7.20 0.50 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 0.76 5.84 60.00 0.39

1 vs 3 3.42 3.89 0.00 0.39

2 vs 3 4.18 1.95 60.00 0.79

52

Variasi

pH awal pH

akhir

V titrasi

(mL)

Bobot

sampel (g)

Waktu 3 jam b 3.93 7.74 0.10 0.05

1 2.69 8.10 0.50 0.05

2 2.58 7.67 0.50 0.05

3 2.71 7.79 0.40 0.05

rata-rata 2.66 7.85 0.47 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 4.14 5.48 0.00 0.98

1 vs 3 0.75 3.95 21.43 0.79

2 vs 3 4.89 1.53 21.43 1.77

6 jam b 3.57 8.01 0.10 0.05

1 2.65 7.92 0.60 0.05

2 2.41 8.05 0.50 0.05

3 2.77 7.87 0.40 0.05

rata-rata 2.61 7.95 0.50 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 9.20 1.64 20.00 0.60

1 vs 3 4.60 0.63 40.00 0.80

2 vs 3 13.79 2.27 20.00 0.20

12 jam b 3.52 7.83 0.10 0.05

1 2.40 7.71 0.50 0.05

2 2.78 7.74 0.60 0.05

3 2.54 7.52 0.70 0.05

rata-rata 2.57 7.66 0.60 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 14.77 0.39 16.67 1.39

1 vs 3 5.44 2.48 33.33 1.59

2 vs 3 9.33 2.87 16.67 0.20

18 jam b 3.52 8.30 0.10 0.05

1 2.40 7.97 0.70 0.05

2 2.48 7.20 0.70 0.05

3 2.32 7.54 0.60 0.05

rata-rata 2.40 7.57 0.67 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 3.33 10.17 0.00 0.60

1 vs 3 3.33 5.68 15.00 0.40

2 vs 3 6.67 4.49 15.00 0.20

24 jam b 3.10 7.02 0.10 0.05

1 2.62 7.47 0.60 0.05

2 2.61 7.12 0.50 0.05

3 2.55 7.15 0.50 0.05

rata-rata 2.59 7.25 0.53 0.05

RPD

(%)

1 vs 2 0.39 4.83 18.75 0.20

1 vs 3 2.70 4.42 18.75 0.00

2 vs 3 2.31 0.41 0.00 0.20

Tanpa Metilasi b 6.20 7.63 0.20 0.05

1 2.94 7.01 0.40 0.05

2 2.72 8.25 0.20 0.05

3 2.82 8.05 0.30 0.05

rata-rata 2.83 7.77 0.30 0.05

RPD (%) 1 vs 2 7.78 15.96 66.67 0.80

1 vs 3 4.25 13.38 33.33 0.20

2 vs 3 3.54 2.57 33.33 0.99

53

Variasi

pH awal

rata-rata

pH akhir

rata-rata

V titrasi

blanko

(mL)

V titrasi

sampel

rata-rata

(mL)

bobot

sampel

rata-rata

(gr)

% derajat

metilasi

(x 10-3 MW %)

% DM sampel

termetilasi - % DM

sampel tanpa metilasi

(x 10-3 MW %)

Konsentrasi

4:1 2.8100 7.3033 0.1000 0.3000 0.0501 21.44 1.11

2:1 2.6767 7.4333 0.1000 0.3167 0.0508 24.26 3.93

1:1 2.6500 7.3267 0.1000 0.4167 0.0502 64.56 44.22

1:2 2.5933 7.2467 0.1000 0.5333 0.0500 88.58 68.24

1:4 2.6333 7.1967 0.1000 0.5000 0.0507 80.69 60.35

Waktu

3 jam 2.6600 7.8533 0.1000 0.4667 0.0509 73.62 53.29

6 jam 2.6100 7.9467 0.1000 0.5000 0.0502 81.54 61.21

12 jam 2.5733 7.6567 0.1000 0.6000 0.0503 101.66 81.31

18 jam 2.4000 7.5700 0.1000 0.6667 0.0503 115.29 94.96

24 jam 2.5933 7.2467 0.1000 0.5333 0.0500 88.57 68.24

Tanpa metilasi 6.2000 7.6300 0.2000 0.3000 0.0503 20.33

54

Lampiran 5 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik air

Parameter Ulangan

Rata-rata RPD (%)

1 2 3 1 vs 2 1 vs 3 2 vs 3

pH 7.21 7.04 7.05 7.1 2.39 2.25 0.14

EC (dS m-1) 2.4x10-3 2.6 x10-3 2.7 x10-3 2.57 x10-3 7.79 11.69 11.69

Lampiran 6 Pengukuran pH dan konduktivitas elektrik tanah

Jenis tanah Ulangan pH EC (dS m-1)

Lempung liat

berpasir

1 5.99 0.35

2 5.87 0.34

Rata-rata 5.93 0.34

RPD (%) 2.02 3.78

Lempung liat

berdebu

1 6.80 0.26

2 6.84 0.26

Rata-rata 6.82 0.26

RPD (%) 0.59 0.77

Lampiran 7 Pengukuran kandungan air pada tanah

Jenis tanah Bobot sampel

basah (g)

Bobot sampel

kering (g)

Kadar air

(%)

Lempung liat

berpasir 5.0269 4.4744 12.35

Lempung liat

berdebu 5.0204 4.2368 18.49

Lampiran 8 Pengukuran densitas tanah

Jenis tanah Bobot

sampel (g)

Volume wadah

(cm3)

Densitas

(g cm-3)

Lempung liat

berpasir 50 33.80 1.48

Lempung liat

berdebu 50 40.10 1.25

55

Lampiran 9 Pengukuran densitas partikel tanah

Jenis tanah

Bobot

sampel

(g)

Volume

air

(cm3)

Volume

tanah dan air

(cm3)

Volume

partikel

(cm3)

Densitas

partikel

tanah

(g/cm3)

Lempung

liat berpasir 50 60 79 19 2.63

Lempung

liat berdebu 50 60 75 15 3.33

Lampiran 10 Pengukuran porositas tanah

Jenis tanah

Bobot

sampel

(g)

Volume

air

(cm3)

Volume

tanah

dan air

(cm3)

Densitas

partikel

tanah

(g/cm3)

Ruang

padat

(%)

Porositas

tanah (%)

Lempung

liat berpasir 50 60 79 2.63 56.27 43.73

Lempung

liat berdebu 50 60 40.09 3.33 37.54 62.46

Lampiran 11 Pengukuran kandungan bahan organik tanah

Jenis tanah

Bobot

sampel

105 C° (g)

Bobot

sampel

350 °C (g)

Bobot bahan

organik tanah

(g)

Kandungan

bahan

organik

(%)

Lempung

liat berpasir 10.0006 9.4465 0.5541 5.54

Lempung

liat berdebu 10.0068 9.2093 0.7975 7.97

56

Lampiran 12 Pengukuran volume limpasan, volume infiltrasi, laju limpasan, laju infiltrasi, dan kedalaman limpasan

Tanah lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi kumulatif

(mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 1.14 1.31 1.22 13.32 1.14 1.31 1.22 13.32 11.43 13.06 12.25 13.33 33.47 31.84 32.65 5.00 3.35 3.18 3.27 4.99 12 2.00 2.08 2.04 4.02 3.14 3.39 3.27 7.50 15.71 16.94 16.33 7.50 29.18 27.96 28.57 4.29 5.84 5.59 5.71 4.29

18 2.41 2.53 2.47 4.98 5.55 5.92 5.74 6.40 18.50 19.73 19.12 6.41 26.40 25.17 25.78 4.75 7.92 7.55 7.74 4.74

24 2.49 2.57 2.53 3.20 8.04 8.49 8.27 5.43 20.10 21.22 20.66 5.43 24.80 23.67 24.24 4.63 9.92 9.47 9.69 4.63 30 2.22 2.14 2.18 3.71 10.27 10.63 10.45 3.52 20.53 21.27 20.90 3.51 24.37 23.63 24.00 3.06 12.18 11.82 12.00 3.07

36 1.71 1.88 1.80 9.13 11.98 12.51 12.25 4.33 19.97 20.85 20.41 4.33 24.93 24.05 24.49 3.61 14.96 14.43 14.69 3.61

42 1.35 1.39 1.37 3.00 13.33 13.90 13.61 4.19 19.04 19.85 19.45 4.20 25.86 25.04 25.45 3.21 18.10 17.53 17.82 3.20 48 1.29 1.41 1.35 9.06 14.61 15.31 14.96 4.64 18.27 19.13 18.70 4.64 26.63 25.77 26.20 3.31 21.31 20.61 20.96 3.31

54 1.82 1.86 1.84 2.23 16.43 17.16 16.80 4.37 18.25 19.07 18.66 4.37 26.64 25.83 26.24 3.11 23.98 23.25 23.61 3.11

60 1.90 1.98 1.94 4.23 18.33 19.14 18.74 4.36 18.33 19.14 18.74 4.36 26.57 25.76 26.16 3.12 26.57 25.76 26.16 3.12

Waktu (menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-rata

RPD (%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-rata

RPD (%)

Kedalaman limpasan

(mm) Rata-rata

RPD (%)

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 3.35 3.18 3.27 4.99 2332.36 2665.56 2498.96 13.33 6830.49 6497.29 6663.89 5.00 17.82 20.36 19.09 13.34

12 2.49 2.41 2.45 3.35 3207.00 3456.89 3331.95 7.50 5955.85 5705.96 5830.90 4.29 24.50 26.41 25.46 7.50

18 2.08 1.96 2.02 6.09 3776.20 4026.10 3901.15 6.41 5386.65 5136.75 5261.70 4.75 28.85 30.76 29.80 6.41 24 2.00 1.92 1.96 4.19 4102.46 4331.53 4216.99 5.43 5060.39 4831.32 4945.86 4.63 31.34 33.09 32.22 5.43

30 2.27 2.35 2.31 3.56 4189.92 4339.86 4264.89 3.52 4972.93 4822.99 4897.96 3.06 32.01 33.16 32.58 3.52 36 2.78 2.61 2.69 6.09 4074.69 4255.17 4164.93 4.33 5088.16 4907.68 4997.92 3.61 31.13 32.51 31.82 4.33

42 3.14 3.10 3.12 1.31 3885.29 4051.88 3968.59 4.20 5277.56 5110.97 5194.26 3.21 29.68 30.96 30.32 4.20

48 3.20 3.08 3.14 3.88 3727.61 3904.62 3816.12 4.64 5435.24 5258.23 5346.73 3.31 28.48 29.83 29.15 4.64 54 2.67 2.63 2.65 1.51 3725.30 3891.90 3808.60 4.37 5437.55 5270.95 5354.25 3.11 28.46 29.73 29.10 4.38

60 2.59 2.51 2.55 3.21 3740.11 3906.71 3823.41 4.36 5422.74 5256.14 5339.44 3.12 28.57 29.85 29.21 4.36

57

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 3.31 3.51 3.41 5.99 3.31 3.51 3.41 5.99 33.06 35.10 34.08 5.99 11.84 9.80 10.82 18.87 1.18 0.98 1.08 18.85

12 3.04 3.16 3.10 3.93 6.35 6.67 6.51 5.01 31.74 33.37 32.55 5.01 13.16 11.53 12.35 13.22 2.63 2.31 2.47 13.24

18 1.02 1.06 1.04 3.94 7.37 7.74 7.55 4.87 24.56 25.78 25.17 4.86 20.34 19.12 19.73 6.20 6.10 5.74 5.92 6.20

24 0.86 0.78 0.82 9.93 8.22 8.51 8.37 3.42 20.56 21.28 20.92 3.42 24.34 23.62 23.98 2.98 9.74 9.45 9.59 2.98

30 1.08 1.20 1.14 10.67 9.31 9.71 9.51 4.29 18.61 19.43 19.02 4.30 26.29 25.47 25.88 3.16 13.14 12.74 12.94 3.15

36 0.61 0.61 0.61 0.00 9.92 10.33 10.12 4.04 16.53 17.21 16.87 4.03 28.37 27.69 28.03 2.43 17.02 16.61 16.82 2.43 42 0.51 0.67 0.59 27.53 10.43 11.00 10.71 5.33 14.90 15.71 15.31 5.33 30.00 29.18 29.59 2.76 21.00 20.43 20.71 2.76

48 0.59 0.63 0.61 6.70 11.02 11.63 11.33 5.41 13.78 14.54 14.16 5.40 31.12 30.36 30.74 2.49 24.90 24.29 24.59 2.49 54 0.61 0.65 0.63 6.48 11.63 12.29 11.96 5.46 12.93 13.65 13.29 5.46 31.97 31.25 31.61 2.30 28.78 28.12 28.45 2.30

60 0.71 0.63 0.67 12.04 12.35 12.92 12.63 4.52 12.35 12.92 12.63 4.52 32.55 31.98 32.27 1.77 32.55 31.98 32.27 1.77

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 1.18 0.98 1.08 18.85 6747.19 7163.68 6955.44 5.99 2415.66 1999.17 2207.41 18.87 51.55 54.73 53.14 5.99

12 1.45 1.33 1.39 8.79 6476.47 6809.66 6643.07 5.02 2686.38 2353.19 2519.78 13.22 49.48 52.02 50.75 5.01 18 3.47 3.43 3.45 1.16 5011.80 5261.70 5136.75 4.86 4151.05 3901.15 4026.10 6.21 38.29 40.20 39.24 4.86

24 3.63 3.71 3.67 2.21 4196.17 4341.94 4269.06 3.41 4966.68 4820.91 4893.79 2.98 32.06 33.17 32.61 3.42

30 3.41 3.29 3.35 3.65 3798.42 3965.02 3881.72 4.29 5364.43 5197.83 5281.13 3.15 29.02 30.29 29.66 4.29 36 3.88 3.88 3.88 0.00 3373.59 3512.43 3443.01 4.03 5789.26 5650.42 5719.84 2.43 25.77 26.83 26.30 4.03

42 3.98 3.82 3.90 4.21 3040.40 3207.00 3123.70 5.33 6122.45 5955.85 6039.15 2.76 23.23 24.50 23.86 5.33

48 3.90 3.86 3.88 1.06 2811.33 2967.51 2889.42 5.41 6351.52 6195.34 6273.43 2.49 21.48 22.67 22.07 5.40 54 3.88 3.84 3.86 1.06 2637.79 2785.88 2711.83 5.46 6525.06 6376.97 6451.02 2.30 20.15 21.28 20.72 5.46

60 3.78 3.86 3.82 2.12 2519.78 2636.40 2578.09 4.52 6643.07 6526.45 6584.76 1.77 19.25 20.14 19.70 4.52

58

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 1.69 1.57 1.63 7.53 1.69 1.57 1.63 7.53 16.94 15.71 16.33 7.50 27.96 29.18 28.57 4.29 2.80 2.92 2.86 4.27

12 1.02 1.10 1.06 7.73 2.71 2.67 2.69 1.52 13.57 13.37 13.47 1.51 31.33 31.53 31.43 0.65 6.27 6.31 6.29 0.65

18 0.82 0.65 0.74 22.18 3.53 3.33 3.43 5.95 11.77 11.09 11.43 5.96 33.13 33.81 33.47 2.03 9.94 10.14 10.04 2.03

24 0.55 0.43 0.49 24.90 4.08 3.76 3.92 8.35 10.20 9.39 9.80 8.33 34.69 35.51 35.10 2.32 13.88 14.20 14.04 2.32

30 0.51 0.43 0.47 17.27 4.59 4.18 4.39 9.30 9.18 8.37 8.78 9.31 35.71 36.53 36.12 2.26 17.86 18.27 18.06 2.26

36 0.49 0.53 0.51 8.04 5.08 4.71 4.90 7.51 8.47 7.86 8.16 7.50 36.43 37.04 36.74 1.67 21.86 22.22 22.04 1.67 42 0.51 0.51 0.51 0.00 5.59 5.22 5.41 6.80 7.99 7.46 7.73 6.78 36.91 37.43 37.17 1.41 25.84 26.20 26.02 1.41

48 0.39 0.43 0.41 10.05 5.98 5.65 5.82 5.62 7.47 7.07 7.27 5.61 37.42 37.83 37.63 1.09 29.94 30.27 30.10 1.08 54 0.37 0.45 0.41 20.10 6.35 6.10 6.22 3.94 7.05 6.78 6.92 3.93 37.85 38.12 37.98 0.72 34.06 34.31 34.18 0.72

60 0.33 0.25 0.29 28.67 6.67 6.35 6.51 5.01 6.67 6.35 6.51 5.01 38.22 38.55 38.39 0.85 38.22 38.55 38.39 0.85

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman

limpasan (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 2.80 2.92 2.86 4.27 3456.89 3207.00 3331.95 7.50 5705.96 5955.85 5830.90 4.29 26.41 24.50 25.46 7.50

12 3.47 3.39 3.43 2.36 2769.68 2728.03 2748.86 1.52 6393.17 6434.82 6413.99 0.65 21.16 20.84 21.00 1.51

18 3.67 3.84 3.76 4.37 2401.78 2262.95 2332.36 5.95 6761.07 6899.90 6830.49 2.03 18.35 17.29 17.82 5.95

24 3.94 4.06 4.00 3.05 2082.47 1915.87 1999.17 8.33 7080.38 7246.98 7163.68 2.33 15.91 14.64 15.27 8.33 30 3.98 4.06 4.02 2.01 1874.22 1707.62 1790.92 9.30 7288.63 7455.23 7371.93 2.26 14.32 13.05 13.68 9.30

36 4.00 3.96 3.98 1.03 1728.45 1603.50 1665.97 7.50 7434.40 7559.35 7496.88 1.67 13.21 12.25 12.73 7.50

42 3.98 3.98 3.98 0.00 1630.27 1523.18 1576.72 6.79 7532.58 7639.67 7586.13 1.41 12.46 11.64 12.05 6.79 48 4.10 4.06 4.08 1.00 1525.41 1442.11 1483.76 5.61 7637.44 7720.74 7679.09 1.08 11.65 11.02 11.34 5.62

54 4.12 4.04 4.08 1.98 1439.22 1383.68 1411.45 3.93 7723.63 7779.17 7751.40 0.72 11.00 10.57 10.78 3.93 60 4.16 4.25 4.20 1.95 1361.93 1295.29 1328.61 5.02 7800.92 7867.56 7834.24 0.85 10.41 9.90 10.15 5.01

59

Tanah lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu (menit)

Limpasan (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Limpasan kumulatif (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Laju limpasan (mm jam-1)

Rata-rata

RPD (%)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Rata-rata

RPD (%)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 10.02 9.98 10.00 0.40 10.02 9.98 10.00 0.40 100.20 99.80 100.00 0.41 0.61 1.02 0.82 50.00 0.06 0.10 0.08 50.00

12 9.59 9.61 9.60 0.21 19.61 19.59 19.60 0.10 98.06 97.96 98.01 0.10 2.76 2.86 2.81 3.64 0.55 0.57 0.56 3.57

18 9.59 9.55 9.57 0.43 29.20 29.14 29.17 0.21 97.35 97.14 97.25 0.21 3.47 3.67 3.57 5.71 1.04 1.10 1.07 5.70

24 8.98 9.80 9.39 8.69 38.18 38.94 38.56 1.96 95.46 97.35 96.40 1.96 5.36 3.47 4.41 42.78 2.14 1.39 1.77 42.78 30 8.37 8.57 8.47 2.41 46.55 47.51 47.03 2.04 93.10 95.02 94.06 2.04 7.71 5.80 6.76 28.39 3.86 2.90 3.38 28.39

36 7.76 7.55 7.65 2.67 54.31 55.06 54.68 1.38 90.51 91.77 91.14 1.38 10.31 9.05 9.68 13.00 6.18 5.43 5.81 13.00

42 7.16 7.12 7.14 0.57 61.47 62.18 61.83 1.16 87.81 88.83 88.32 1.16 13.00 11.98 12.49 8.17 9.10 8.39 8.75 8.16 48 7.14 6.94 7.04 2.90 68.61 69.12 68.87 0.74 85.77 86.40 86.08 0.74 15.05 14.41 14.73 4.33 12.04 11.53 11.79 4.33

54 7.35 7.14 7.25 2.82 75.96 76.27 76.11 0.40 84.40 84.74 84.57 0.40 16.42 16.08 16.25 2.09 14.78 14.47 14.62 2.09 60 7.57 7.61 7.59 0.54 83.53 83.88 83.70 0.41 83.53 83.88 83.70 0.41 17.29 16.94 17.11 2.03 17.29 16.94 17.11 2.03

Waktu (menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD (%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-rata

RPD (%)

Kedalaman

limpasan (mm) Rata-rata

RPD (%)

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 0.06 0.10 0.08 50.00 20449.81 20366.51 20408.16 0.41 124.94 208.24 166.59 50.00 69.58 69.29 69.43 0.41

12 0.49 0.47 0.48 4.38 20012.50 19991.67 20002.08 0.10 562.26 583.09 572.67 3.64 68.09 68.02 68.05 0.10

18 0.49 0.53 0.51 8.04 19866.72 19825.07 19845.90 0.21 708.03 749.68 728.86 5.71 67.59 67.45 67.52 0.21 24 1.10 0.29 0.69 ##### 19481.47 19866.72 19674.09 1.96 1093.29 708.03 900.66 42.77 66.28 67.59 66.94 1.96

30 1.71 1.51 1.61 12.66 19000.42 19391.92 19196.17 2.04 1574.34 1182.84 1378.59 28.40 64.64 65.98 65.31 2.04

36 2.33 2.53 2.43 8.40 18471.47 18728.31 18599.89 1.38 2103.29 1846.45 1974.87 13.01 62.84 63.72 63.28 1.38 42 2.92 2.96 2.94 1.40 17921.10 18129.35 18025.23 1.16 2653.65 2445.40 2549.53 8.17 60.97 61.68 61.33 1.15

48 2.94 3.14 3.04 6.71 17503.12 17633.28 17568.20 0.74 3071.63 2941.48 3006.55 4.33 59.55 59.99 59.77 0.74

54 2.74 2.94 2.84 7.19 17224.31 17293.72 17259.01 0.40 3350.45 3281.04 3315.74 2.09 58.60 58.84 58.72 0.40 60 2.51 2.47 2.49 1.65 17047.06 17117.87 17082.47 0.41 3527.69 3456.89 3492.29 2.03 58.00 58.24 58.12 0.41

60

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 9.80 9.67 9.74 1.26 9.80 9.67 9.74 1.26 97.96 96.74 97.35 1.26 2.86 4.08 3.47 35.31 0.29 0.41 0.35 35.16 12 8.74 8.94 8.84 2.31 18.53 18.61 18.57 0.44 92.65 93.06 92.86 0.44 8.16 7.76 7.96 5.13 1.63 1.55 1.59 5.15

18 7.96 8.18 8.07 2.79 26.49 26.80 26.64 1.15 88.30 89.32 88.81 1.15 12.52 11.50 12.01 8.50 3.76 3.45 3.60 8.50

24 7.51 7.59 7.55 1.09 34.00 34.39 34.19 1.13 85.00 85.97 85.49 1.13 15.82 14.85 15.33 6.32 6.33 5.94 6.13 6.33 30 7.06 7.22 7.14 2.28 41.06 41.61 41.34 1.33 82.12 83.22 82.67 1.33 18.69 17.59 18.14 6.07 9.35 8.80 9.07 6.07

36 6.53 6.94 6.74 6.06 47.59 48.55 48.07 1.99 79.32 80.92 80.12 1.99 21.50 19.90 20.70 7.73 12.90 11.94 12.42 7.72

42 5.80 6.00 5.90 3.46 53.39 54.55 53.97 2.15 76.27 77.93 77.10 2.16 24.55 22.89 23.72 7.01 17.18 16.02 16.60 7.01 48 5.74 6.10 5.92 6.20 59.12 60.65 59.89 2.56 73.90 75.82 74.86 2.56 26.91 25.00 25.96 7.37 21.53 20.00 20.77 7.37

54 5.71 5.67 5.69 0.72 64.84 66.33 65.58 2.27 72.04 73.70 72.87 2.27 28.78 27.12 27.95 5.92 25.90 24.41 25.15 5.92

60 4.12 4.86 4.49 16.37 68.96 71.18 70.07 3.18 68.96 71.18 70.07 3.18 31.86 29.63 30.75 7.23 31.86 29.63 30.75 7.23

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25

(1)

25

(2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 0.29 0.41 0.35 35.16 19991.67 19741.77 19866.72 1.26 583.09 832.98 708.03 35.29 68.02 67.17 67.59 1.26

12 1.35 1.14 1.25 16.39 18908.79 18992.09 18950.44 0.44 1665.97 1582.67 1624.32 5.13 64.33 64.62 64.47 0.44

18 2.12 1.90 2.01 11.14 18020.27 18228.52 18124.39 1.15 2554.49 2346.24 2450.36 8.50 61.31 62.02 61.66 1.15 24 2.57 2.49 2.53 3.20 17346.94 17544.77 17445.86 1.13 3227.82 3029.98 3128.90 6.32 59.02 59.69 59.36 1.13

30 3.02 2.86 2.94 5.55 16759.68 16984.59 16872.14 1.33 3815.07 3590.17 3702.62 6.07 57.02 57.79 57.40 1.33

36 3.55 3.14 3.35 12.19 16187.70 16513.95 16350.83 2.00 4387.06 4060.80 4223.93 7.72 55.07 56.18 55.63 2.00 42 4.29 4.08 4.18 4.88 15564.94 15904.09 15734.52 2.16 5009.81 4670.67 4840.24 7.01 52.96 54.11 53.53 2.15

48 4.35 3.98 4.16 8.82 15082.26 15472.72 15277.49 2.56 5492.50 5102.04 5297.27 7.37 51.31 52.64 51.98 2.56

54 4.37 4.41 4.39 0.93 14702.21 15040.03 14871.12 2.27 5872.55 5534.73 5703.64 5.92 50.02 51.17 50.60 2.27 60 5.96 5.22 5.59 13.14 14073.30 14527.28 14300.29 3.17 6501.45 6047.48 6274.46 7.24 47.88 49.43 48.65 3.17

61

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 9.86 9.63 9.75 2.30 9.86 9.63 9.75 2.30 98.57 96.33 97.45 2.30 2.25 4.49 3.37 66.68 0.22 0.45 0.34 66.77

12 8.57 8.67 8.62 1.18 18.43 18.31 18.37 0.67 92.14 91.53 91.84 0.67 8.67 9.29 8.98 6.83 1.74 1.86 1.80 6.79 18 7.45 7.55 7.50 1.36 25.88 25.86 25.87 0.08 86.26 86.19 86.22 0.08 14.56 14.63 14.59 0.47 4.37 4.39 4.38 0.48

24 7.57 7.59 7.58 0.28 33.45 33.45 33.45 0.00 83.62 83.62 83.62 0.00 17.19 17.19 17.19 0.00 6.88 6.88 6.88 0.00

30 6.76 6.82 6.79 0.90 40.20 40.27 40.24 0.15 80.41 80.53 80.47 0.15 20.41 20.29 20.35 0.60 10.20 10.14 10.17 0.60 36 6.14 6.39 6.27 3.91 46.35 46.65 46.50 0.66 77.25 77.76 77.50 0.66 23.57 23.06 23.32 2.19 14.14 13.84 13.99 2.19

42 5.43 5.31 5.37 2.29 51.78 51.96 51.87 0.35 73.97 74.23 74.10 0.35 26.85 26.59 26.72 0.98 18.80 18.61 18.70 0.98

48 5.39 5.43 5.41 0.76 57.16 57.39 57.28 0.39 71.45 71.74 71.59 0.39 29.36 29.08 29.22 0.96 23.49 23.27 23.38 0.96 54 5.35 5.31 5.33 0.77 62.51 62.69 62.60 0.29 69.46 69.66 69.56 0.29 31.36 31.16 31.26 0.66 28.22 28.04 28.13 0.65

60 4.10 4.14 4.12 0.99 66.61 66.84 66.72 0.34 66.61 66.84 66.72 0.34 34.20 33.98 34.09 0.66 34.20 33.98 34.09 0.66

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 0.22 0.45 0.34 66.77 20116.62 19658.48 19887.55 2.30 458.14 916.28 687.21 66.67 68.44 66.88 67.66 2.30 12 1.51 1.41 1.46 6.99 18804.67 18679.72 18742.19 0.67 1770.09 1895.04 1832.56 6.82 63.98 63.55 63.77 0.67

18 2.63 2.53 2.58 3.95 17603.78 17589.89 17596.84 0.08 2970.98 2984.86 2977.92 0.47 59.89 59.85 59.87 0.08

24 2.51 2.49 2.50 0.80 17065.81 17065.81 17065.81 0.00 3508.95 3508.95 3508.95 0.00 58.06 58.06 58.06 0.00 30 3.33 3.27 3.30 1.88 16409.83 16434.82 16422.32 0.15 4164.93 4139.94 4152.43 0.60 55.83 55.92 55.87 0.15

36 3.94 3.69 3.82 6.42 15764.27 15868.39 15816.33 0.66 4810.49 4706.37 4758.43 2.19 53.63 53.99 53.81 0.66

42 4.65 4.78 4.71 2.61 15094.90 15148.45 15121.68 0.35 5479.85 5426.31 5453.08 0.98 51.36 51.54 51.45 0.36 48 4.69 4.65 4.67 0.88 14582.47 14639.73 14611.10 0.39 5992.29 5935.02 5963.66 0.96 49.61 49.81 49.71 0.39

54 4.74 4.78 4.76 0.86 14174.65 14216.30 14195.47 0.29 6400.11 6358.46 6379.28 0.65 48.23 48.37 48.30 0.29

60 5.98 5.94 5.96 0.69 13594.34 13640.15 13617.24 0.34 6980.42 6934.61 6957.51 0.66 46.25 46.41 46.33 0.34

62

Tanah lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 2.82 2.65 2.74 5.96 2.82 2.65 2.74 5.96 28.16 26.53 27.35 5.97 16.74 18.37 17.55 9.30 1.67 1.84 1.76 9.34

12 2.80 2.67 2.74 4.50 5.61 5.33 5.47 5.21 28.06 26.63 27.35 5.22 16.84 18.27 17.55 8.14 3.37 3.65 3.51 8.15

18 3.27 3.27 3.27 0.00 8.88 8.59 8.74 3.27 29.59 28.64 29.12 3.27 15.31 16.26 15.78 6.04 4.59 4.88 4.74 6.04 24 3.47 3.88 3.67 11.14 12.35 12.47 12.41 0.98 30.87 31.17 31.02 0.99 14.03 13.72 13.88 2.21 5.61 5.49 5.55 2.20

30 4.39 3.98 4.18 9.75 16.74 16.45 16.59 1.72 33.47 32.90 33.18 1.72 11.43 12.00 11.71 4.87 5.71 6.00 5.86 4.88

36 3.82 3.94 3.88 3.17 20.55 20.39 20.47 0.80 34.25 33.98 34.12 0.80 10.65 10.92 10.78 2.52 6.39 6.55 6.47 2.52 42 4.06 4.47 4.27 9.57 24.61 24.86 24.74 0.99 35.16 35.51 35.34 0.99 9.74 9.39 9.56 3.66 6.82 6.57 6.69 3.66

48 4.27 4.18 4.22 1.92 28.88 29.04 28.96 0.56 36.10 36.30 36.20 0.56 8.80 8.60 8.70 2.35 7.04 6.88 6.96 2.34

54 4.29 4.41 4.35 2.81 33.16 33.45 33.31 0.86 36.85 37.17 37.01 0.86 8.05 7.73 7.89 4.03 7.25 6.96 7.10 4.03 60 4.45 4.29 4.37 3.73 37.61 37.74 37.67 0.33 37.61 37.74 37.67 0.33 7.29 7.16 7.22 1.70 7.29 7.16 7.22 1.70

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit

area (mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit

area (mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman

limpasan (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 1.67 1.84 1.76 9.34 5747.61 5414.41 5581.01 5.97 3415.24 3748.44 3581.84 9.30 43.91 41.36 42.64 5.97

12 1.69 1.82 1.76 6.95 5726.78 5435.24 5581.01 5.22 3436.07 3727.61 3581.84 8.14 43.75 41.52 42.64 5.23 18 1.22 1.22 1.22 0.00 6039.15 5844.79 5941.97 3.27 3123.70 3318.06 3220.88 6.03 46.14 44.65 45.40 3.27

24 1.02 0.61 0.82 50.00 6299.46 6361.93 6330.70 0.99 2863.39 2800.92 2832.15 2.21 48.13 48.60 48.36 0.99

30 0.10 0.51 0.31 133.33 6830.49 6713.87 6772.18 1.72 2332.36 2448.98 2390.67 4.88 52.18 51.29 51.74 1.72 36 0.67 0.55 0.61 19.93 6990.14 6934.61 6962.38 0.80 2172.71 2228.24 2200.47 2.52 53.40 52.98 53.19 0.80

42 0.43 0.02 0.22 182.59 7175.58 7246.98 7211.28 0.99 1987.27 1915.87 1951.57 3.66 54.82 55.36 55.09 0.99

48 0.22 0.31 0.27 30.94 7366.72 7408.37 7387.55 0.56 1796.13 1754.48 1775.30 2.35 56.28 56.60 56.44 0.56 54 0.20 0.08 0.14 85.31 7520.02 7584.80 7552.41 0.86 1642.83 1578.05 1610.44 4.02 57.45 57.95 57.70 0.86

60 0.04 0.20 0.12 133.61 7675.97 7700.96 7688.46 0.33 1486.88 1461.89 1474.39 1.69 58.64 58.83 58.74 0.33

63

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 3.16 3.00 3.08 5.29 3.16 3.00 3.08 5.29 31.63 30.00 30.82 5.30 13.27 14.90 14.08 11.60 1.33 1.49 1.41 11.58

12 2.98 3.02 3.00 1.33 6.14 6.02 6.08 2.02 30.71 30.10 30.41 2.01 14.18 14.80 14.49 4.22 2.84 2.96 2.90 4.21 18 2.96 3.04 3.00 2.73 9.10 9.06 9.08 0.45 30.34 30.20 30.27 0.45 14.56 14.69 14.63 0.93 4.37 4.41 4.39 0.93

24 2.84 2.69 2.77 5.17 11.94 11.76 11.85 1.55 29.85 29.39 29.62 1.55 15.05 15.51 15.28 3.00 6.02 6.20 6.11 3.01

30 2.88 2.76 2.82 4.37 14.82 14.51 14.66 2.09 29.63 29.02 29.33 2.09 15.27 15.88 15.57 3.94 7.63 7.94 7.79 3.93 36 2.65 2.74 2.69 3.04 17.47 17.25 17.36 1.29 29.12 28.74 28.93 1.30 15.78 16.16 15.97 2.34 9.47 9.69 9.58 2.35

42 2.45 2.57 2.51 4.86 19.92 19.82 19.87 0.51 28.46 28.31 28.38 0.51 16.44 16.59 16.52 0.88 11.51 11.61 11.56 0.88

48 2.43 2.35 2.39 3.43 22.35 22.16 22.26 0.83 27.93 27.70 27.82 0.83 16.96 17.19 17.08 1.35 13.57 13.76 13.66 1.35 54 2.45 2.43 2.44 0.82 24.80 24.59 24.69 0.83 27.55 27.32 27.44 0.83 17.35 17.57 17.46 1.30 15.61 15.82 15.71 1.30

60 2.65 2.74 2.69 3.04 27.45 27.33 27.39 0.45 27.45 27.33 27.39 0.45 17.45 17.57 17.51 0.70 17.45 17.57 17.51 0.70

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area (mm jam-1 m-2)

Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 1.33 1.49 1.41 11.58 6455.64 6122.45 6289.05 5.30 2707.21 3040.40 2873.80 11.59 49.32 46.77 48.05 5.30 12 1.51 1.47 1.49 2.75 6268.22 6143.27 6205.75 2.01 2894.63 3019.58 2957.10 4.23 47.89 46.93 47.41 2.01

18 1.53 1.45 1.49 5.50 6191.87 6164.10 6177.98 0.45 2970.98 2998.75 2984.87 0.93 47.30 47.09 47.20 0.45

24 1.65 1.80 1.72 8.29 6091.21 5997.50 6044.36 1.55 3071.64 3165.35 3118.49 3.01 46.54 45.82 46.18 1.55 30 1.61 1.74 1.67 7.35 6047.48 5922.53 5985.01 2.09 3115.37 3240.32 3177.84 3.93 46.20 45.25 45.72 2.09

36 1.84 1.76 1.80 4.57 5941.97 5865.61 5903.79 1.29 3220.88 3297.24 3259.06 2.34 45.40 44.81 45.10 1.29

42 2.04 1.92 1.98 6.21 5807.10 5777.36 5792.23 0.51 3355.75 3385.49 3370.62 0.88 44.36 44.14 44.25 0.51 48 2.06 2.14 2.10 3.90 5700.75 5653.89 5677.32 0.83 3462.10 3508.96 3485.53 1.34 43.55 43.19 43.37 0.83

54 2.04 2.06 2.05 0.98 5622.66 5576.38 5599.52 0.83 3540.19 3586.47 3563.33 1.30 42.96 42.60 42.78 0.83

60 1.84 1.76 1.80 4.57 5601.83 5576.84 5589.34 0.45 3561.02 3586.01 3573.51 0.70 42.80 42.61 42.70 0.45

64

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 2.86 2.82 2.84 1.45 2.86 2.82 2.84 1.45 28.57 28.16 28.37 1.44 16.33 16.74 16.53 2.47 1.63 1.67 1.65 2.42

12 2.51 2.55 2.53 1.62 5.37 5.37 5.37 0.00 26.84 26.84 26.84 0.00 18.06 18.06 18.06 0.00 3.61 3.61 3.61 0.00

18 2.41 2.43 2.42 0.87 7.78 7.80 7.79 0.26 25.92 25.99 25.95 0.26 18.98 18.91 18.95 0.36 5.69 5.67 5.68 0.37

24 2.45 2.51 2.48 2.46 10.22 10.31 10.27 0.80 25.56 25.77 25.66 0.79 19.34 19.13 19.24 1.06 7.74 7.65 7.69 1.07

30 2.51 2.45 2.48 2.46 12.74 12.76 12.75 0.16 25.47 25.51 25.49 0.16 19.43 19.39 19.41 0.21 9.71 9.69 9.70 0.21

36 2.29 2.33 2.31 1.78 15.02 15.08 15.05 0.41 25.03 25.14 25.09 0.41 19.86 19.76 19.81 0.51 11.92 11.86 11.89 0.51 42 2.25 2.35 2.30 4.44 17.27 17.43 17.35 0.95 24.67 24.90 24.78 0.94 20.23 20.00 20.12 1.16 14.16 14.00 14.08 1.16

48 2.25 2.04 2.14 9.52 19.51 19.47 19.49 0.21 24.39 24.34 24.36 0.21 20.51 20.56 20.54 0.25 16.41 16.45 16.43 0.25 54 2.08 2.20 2.14 5.69 21.59 21.67 21.63 0.37 23.99 24.08 24.04 0.38 20.91 20.82 20.86 0.44 18.82 18.74 18.78 0.43

60 2.04 2.20 2.12 7.68 23.63 23.88 23.76 1.03 23.63 23.88 23.76 1.03 21.27 21.02 21.14 1.16 21.27 21.02 21.14 1.16

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 1.63 1.67 1.65 2.42 5830.90 5747.61 5789.25 1.44 3331.95 3415.24 3373.60 2.47 44.55 43.91 44.23 1.44

12 1.98 1.94 1.96 2.09 5476.89 5476.89 5476.89 0.00 3685.96 3685.96 3685.96 0.00 41.84 41.84 41.84 0.00 18 2.08 2.06 2.07 1.01 5289.46 5303.35 5296.40 0.26 3873.39 3859.50 3866.45 0.36 40.41 40.52 40.46 0.26

24 2.04 1.98 2.01 3.03 5216.58 5258.23 5237.40 0.80 3946.27 3904.62 3925.45 1.06 39.85 40.17 40.01 0.79

30 1.98 2.04 2.01 3.03 5197.83 5206.16 5202.00 0.16 3965.02 3956.69 3960.85 0.21 39.71 39.77 39.74 0.16 36 2.20 2.16 2.18 1.88 5108.98 5129.81 5119.40 0.41 4053.87 4033.04 4043.45 0.52 39.03 39.19 39.11 0.41

42 2.25 2.14 2.19 4.65 5033.62 5081.22 5057.42 0.94 4129.23 4081.63 4105.43 1.16 38.46 38.82 38.64 0.94

48 2.25 2.45 2.35 8.69 4977.09 4966.68 4971.89 0.21 4185.76 4196.17 4190.96 0.25 38.02 37.94 37.98 0.21 54 2.41 2.29 2.35 5.20 4896.11 4914.62 4905.36 0.38 4266.74 4248.23 4257.49 0.43 37.41 37.55 37.48 0.38

60 2.45 2.29 2.37 6.89 4822.99 4872.97 4847.98 1.03 4339.86 4289.88 4314.87 1.16 36.85 37.23 37.04 1.03

65

Tanah lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu (menit)

Limpasan (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Limpasan kumulatif (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Laju limpasan (mm jam-1)

Rata-rata

RPD (%)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Rata-rata

RPD (%)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Rata-rata

RPD (%)

Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 7.96 7.76 7.86 2.60 7.96 7.76 7.86 2.60 79.59 77.55 78.57 2.60 21.22 23.27 22.25 9.18 2.12 2.33 2.22 9.22

12 5.94 5.90 5.92 0.69 13.90 13.65 13.78 1.78 69.49 68.27 68.88 1.78 31.33 32.55 31.94 3.83 6.27 6.51 6.39 3.84

18 5.53 5.49 5.51 0.74 19.43 19.14 19.29 1.48 64.76 63.81 64.29 1.48 36.05 37.01 36.53 2.61 10.82 11.10 10.96 2.61

24 5.10 5.06 5.08 0.81 24.53 24.20 24.37 1.34 61.33 60.51 60.92 1.34 39.49 40.31 39.90 2.05 15.80 16.12 15.96 2.04 30 4.86 4.88 4.87 0.43 29.39 29.08 29.24 1.05 58.78 58.16 58.47 1.05 42.04 42.65 42.35 1.45 21.02 21.33 21.17 1.45

36 4.94 5.14 5.04 4.05 34.33 34.22 34.28 0.30 57.21 57.04 57.13 0.30 43.61 43.78 43.69 0.39 26.16 26.27 26.21 0.39

42 4.29 4.33 4.31 0.95 38.61 38.55 38.58 0.16 55.16 55.07 55.12 0.16 45.66 45.74 45.70 0.19 31.96 32.02 31.99 0.19 48 4.49 4.61 4.55 2.68 43.10 43.16 43.13 0.14 53.88 53.95 53.92 0.14 46.94 46.86 46.90 0.16 37.55 37.49 37.52 0.16

54 4.51 4.55 4.53 0.90 47.61 47.71 47.66 0.21 52.90 53.02 52.96 0.22 47.91 47.80 47.86 0.24 43.12 43.02 43.07 0.24 60 4.45 4.49 4.47 0.92 52.06 52.20 52.13 0.27 52.06 52.20 52.13 0.27 48.76 48.61 48.68 0.29 48.76 48.61 48.68 0.29

Waktu

(meni)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2) Rata-

rata

RPD

(%)

Kedalaman limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2) 0 (1) 0 (2)

6 2.12 2.33 2.22 9.22 16243.23 15826.74 16034.99 2.60 4331.52 4748.02 4539.77 9.17 55.26 53.85 54.56 2.60

12 4.14 4.18 4.16 0.98 14181.59 13931.70 14056.64 1.78 6393.16 6643.06 6518.11 3.83 48.25 47.40 47.82 1.78 18 4.55 4.59 4.57 0.90 13216.72 13022.35 13119.53 1.48 7358.04 7552.40 7455.22 2.61 44.97 44.31 44.64 1.48

24 4.98 5.02 5.00 0.80 12515.62 12349.02 12432.32 1.34 8059.14 8225.73 8142.44 2.05 42.58 42.01 42.30 1.34 30 5.22 5.20 5.21 0.38 11995.00 11870.05 11932.53 1.05 8579.75 8704.70 8642.23 1.45 40.81 40.39 40.60 1.05

36 5.14 4.94 5.04 4.05 11675.69 11640.98 11658.34 0.30 8899.06 8933.77 8916.42 0.39 39.72 39.61 39.66 0.30

42 5.80 5.76 5.78 0.71 11257.21 11239.37 11248.29 0.16 9317.54 9335.39 9326.47 0.19 38.30 38.24 38.27 0.16 48 5.59 5.47 5.53 2.22 10995.42 11011.04 11003.23 0.14 9579.34 9563.72 9571.53 0.16 37.41 37.46 37.44 0.14

54 5.57 5.53 5.55 0.72 10796.43 10819.57 10808.00 0.21 9778.33 9755.19 9766.76 0.24 36.73 36.81 36.77 0.21

60 5.63 5.59 5.61 0.73 10624.74 10653.89 10639.32 0.27 9950.02 9920.86 9935.44 0.29 36.15 36.25 36.20 0.27

66

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi

(mm jam-1) Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi

kumulatif (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 7.14 7.31 7.22 2.26 7.14 7.31 7.22 2.26 71.43 73.06 72.25 2.26 29.39 27.76 28.57 5.72 2.94 2.78 2.86 5.71 12 4.98 5.04 5.01 1.22 12.12 12.35 12.24 1.84 60.61 61.74 61.17 1.84 40.20 39.08 39.64 2.83 8.04 7.82 7.93 2.84

18 4.76 4.69 4.72 1.29 16.88 17.04 16.96 0.96 56.26 56.80 56.53 0.96 44.56 44.01 44.29 1.23 13.37 13.20 13.29 1.23

24 4.08 4.22 4.15 3.42 20.96 21.27 21.11 1.45 52.40 53.16 52.78 1.45 48.42 47.65 48.04 1.59 19.37 19.06 19.21 1.59 30 3.86 3.69 3.78 4.32 24.82 24.96 24.89 0.57 49.63 49.92 49.78 0.57 51.18 50.90 51.04 0.56 25.59 25.45 25.52 0.56

36 3.06 3.27 3.16 6.45 27.88 28.22 28.05 1.23 46.46 47.04 46.75 1.24 54.35 53.78 54.07 1.07 32.61 32.27 32.44 1.07

42 2.92 3.04 2.98 4.13 30.80 31.27 31.03 1.51 43.99 44.67 44.33 1.51 56.82 56.15 56.49 1.19 39.78 39.31 39.54 1.19 48 2.86 3.02 2.94 5.55 33.65 34.29 33.97 1.86 42.07 42.86 42.46 1.86 58.75 57.96 58.36 1.36 47.00 46.37 46.68 1.36

54 2.82 2.86 2.84 1.45 36.47 37.14 36.81 1.83 40.52 41.27 40.90 1.83 60.30 59.55 59.92 1.25 54.27 53.59 53.93 1.25

60 2.76 2.71 2.74 1.50 39.22 39.86 39.54 1.60 39.22 39.86 39.54 1.60 61.59 60.96 61.28 1.03 61.59 60.96 61.28 1.03

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Kedalaman

limpasan (mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2) 25 (1) 25 (2)

6 2.94 2.78 2.86 5.71 14577.26 14910.45 14743.86 2.26 5997.50 5664.30 5830.90 5.71 49.60 50.73 50.16 2.26

12 5.10 5.04 5.07 1.20 12369.85 12598.92 12484.38 1.83 8204.91 7975.84 8090.37 2.83 42.09 42.86 42.47 1.83 18 5.33 5.39 5.36 1.14 11481.33 11592.39 11536.86 0.96 9093.43 8982.36 9037.90 1.23 39.06 39.44 39.25 0.96

24 6.00 5.86 5.93 2.41 10693.46 10849.65 10771.55 1.45 9881.29 9725.11 9803.20 1.59 36.38 36.91 36.65 1.45

30 6.22 6.39 6.31 2.60 10129.11 10187.42 10158.27 0.57 10445.64 10387.33 10416.49 0.56 34.46 34.66 34.56 0.57 36 7.02 6.82 6.92 2.95 9482.16 9600.17 9541.16 1.24 11092.60 10974.59 11033.59 1.07 32.26 32.66 32.46 1.24

42 7.16 7.04 7.10 1.72 8978.40 9115.25 9046.83 1.51 11596.35 11459.51 11527.93 1.19 30.55 31.01 30.78 1.51

48 7.22 7.06 7.14 2.28 8584.97 8746.36 8665.66 1.86 11989.79 11828.40 11909.10 1.36 29.21 29.76 29.48 1.86 54 7.27 7.22 7.25 0.57 8269.70 8422.42 8346.06 1.83 12305.05 12152.34 12228.70 1.25 28.14 28.66 28.40 1.83

69 7.33 7.37 7.35 0.54 8005.00 8134.11 8069.55 1.60 12569.76 12440.64 12505.20 1.03 27.24 27.67 27.45 1.60

67

Waktu

(menit)

Limpasan (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Limpasan kumulatif (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan (mm jam-1)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju infiltrasi (mm jam-1)

Rata-

rata

RPD

(%)

Infiltrasi kumulatif (mm)

Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 7.22 7.47 7.35 3.33 7.22 7.47 7.35 3.33 72.25 74.69 73.47 3.33 28.57 26.12 27.35 8.96 2.86 2.61 2.74 8.96 12 4.08 4.16 4.12 1.97 11.31 11.63 11.47 2.85 56.53 58.16 57.35 2.85 44.29 42.65 43.47 3.76 8.86 8.53 8.69 3.75

18 3.08 3.12 3.10 1.29 14.39 14.76 14.57 2.52 47.96 49.18 48.57 2.52 52.86 51.63 52.25 2.34 15.86 15.49 15.67 2.34

24 3.29 3.41 3.35 3.65 17.67 18.16 17.92 2.73 44.18 45.41 44.80 2.73 56.63 55.41 56.02 2.19 22.65 22.16 22.41 2.19 30 3.45 3.51 3.48 1.75 21.12 21.67 21.40 2.58 42.25 43.35 42.80 2.58 58.57 57.47 58.02 1.90 29.29 28.74 29.01 1.90

36 3.10 3.25 3.17 4.51 24.22 24.92 24.57 2.82 40.37 41.53 40.95 2.83 60.44 59.29 59.86 1.93 36.27 35.57 35.92 1.93

42 3.06 3.20 3.13 4.56 27.29 28.12 27.70 3.02 38.98 40.18 39.58 3.02 61.84 60.64 61.24 1.95 43.29 42.45 42.87 1.95 48 2.84 2.92 2.88 2.81 30.12 31.04 30.58 3.01 37.65 38.80 38.23 3.00 63.16 62.02 62.59 1.83 50.53 49.61 50.07 1.84

54 2.49 2.45 2.47 1.66 32.61 33.49 33.05 2.66 36.24 37.21 36.72 2.66 64.58 63.61 64.09 1.52 58.12 57.25 57.68 1.52

60 2.25 2.20 2.22 1.84 34.86 35.69 35.28 2.37 34.86 35.69 35.28 2.37 65.96 65.12 65.54 1.28 65.96 65.12 65.54 1.28

Waktu

(menit)

Infiltrasi (mm)

Rata-

rata

RPD

(%)

Laju limpasan per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Laju infiltrasi per unit area

(mm jam-1 m-2)

Rata-rata RPD

(%)

Kedalaman limpasan

(mm) Rata-

rata

RPD

(%) Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi

(kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1) (kg ha-1)

50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2) 50 (1) 50 (2)

6 2.86 2.61 2.74 8.96 14743.86 15243.65 14993.75 3.33 5830.90 5331.11 5581.00 8.96 50.16 51.86 51.01 3.33

12 6.00 5.92 5.96 1.38 11536.86 11870.05 11703.46 2.85 9037.90 8704.70 8871.30 3.76 39.25 40.39 39.82 2.85 18 7.00 6.96 6.98 0.59 9787.59 10037.48 9912.54 2.52 10787.17 10537.27 10662.22 2.34 33.30 34.15 33.73 2.52

24 6.80 6.67 6.74 1.83 9017.08 9266.97 9142.02 2.73 11557.68 11307.78 11432.73 2.19 30.68 31.53 31.10 2.73

30 6.63 6.57 6.60 0.94 8621.41 8846.31 8733.86 2.58 11953.35 11728.44 11840.89 1.90 29.33 30.10 29.72 2.57 36 6.98 6.84 6.91 2.07 8239.62 8475.64 8357.63 2.82 12335.13 12099.12 12217.13 1.93 28.03 28.84 28.43 2.82

42 7.02 6.88 6.95 2.04 7955.02 8198.97 8076.99 3.02 12619.74 12375.79 12497.76 1.95 27.07 27.90 27.48 3.02

48 7.25 7.16 7.20 1.14 7684.30 7918.58 7801.44 3.00 12890.46 12656.18 12773.32 1.83 26.14 26.94 26.54 3.00 54 7.59 7.63 7.61 0.54 7395.07 7594.06 7494.56 2.66 13179.69 12980.70 13080.19 1.52 25.16 25.84 25.50 2.66

60 7.84 7.88 7.86 0.52 7113.70 7284.47 7199.08 2.37 13461.05 13290.29 13375.67 1.28 24.20 24.78 24.49 2.37

68

Lampiran 13 Pengkuran TDS

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.053 5.60 9518 0.059 6.40 9172 9345 3.70 9345 0.93

12 0.043 9.80 4357 0.039 10.20 3833 4095 12.80 13440 1.34

18 0.051 11.80 4280 0.051 12.40 4145 4212 3.21 17652 1.76

24 0.050 12.20 4082 0.049 12.60 3849 3966 5.87 21618 2.16

30 0.053 10.90 4835 0.048 10.50 4542 4689 6.25 26307 2.63

36 0.050 8.40 5940 0.047 9.20 5120 5530 14.83 31837 3.18

42 0.035 6.60 5318 0.038 6.80 5544 5431 4.16 37268 3.73

48 0.033 6.30 5158 0.036 6.90 5159 5159 0.02 42427 4.24

54 0.043 8.90 4786 0.045 9.10 4901 4844 2.37 47271 4.73

60 0.045 9.30 4817 0.045 9.70 4598 4708 4.65 51979 5.19

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.085 16.20 5216 0.083 17.20 4808 5012 8.14 5012 0.50

12 0.052 14.90 3470 0.052 15.50 3323 3396 4.33 8408 0.84

18 0.019 5.00 3720 0.018 5.20 3481 3600 6.64 12009 1.20

24 0.018 4.20 4214 0.016 3.80 4132 4173 1.97 16182 1.62

30 0.019 5.30 3491 0.023 5.90 3949 3720 12.31 19901 1.99

36 0.014 3.00 4800 0.015 3.00 4833 4817 0.69 24718 2.47

42 0.014 2.50 5560 0.013 3.30 3970 4765 33.37 29483 2.95

48 0.013 2.90 4448 0.011 3.10 3645 4047 19.84 33530 3.35

54 0.003 3.00 833 0.003 3.20 1062 948 24.16 34478 3.45

60 0.003 2.40 786 0.002 3.10 774 780 1.54 35258 3.53

69

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

50 (1) 50 (2) TDS(%)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.043 8.30 5181 0.039 7.70 5065 5122 2.26 5123 0.51

12 0.016 5.00 3260 0.015 5.40 2759 3009 16.65 8132 0.81

18 0.015 4.00 3800 0.013 3.20 4031 3915 5.90 12048 1.20

24 0.010 2.70 3815 0.008 2.10 4000 3907 4.74 15955 1.59

30 0.008 2.50 3080 0.007 2.10 3380 3230 9.29 19186 1.92

36 0.007 2.40 3083 0.009 2.60 3269 3176 5.86 22362 2.24

42 0.005 2.50 2080 0.006 2.50 2320 2200 10.91 24562 2.46

48 0.002 1.90 842 0.002 2.10 809 826 4.00 25388 2.54

54 0.001 1.80 611 0.002 2.20 727 669 17.34 26057 2.61

60 0.002 2.50 800 0.001 1.20 750 775 6.45 26829 2.68

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.121 10 12050 0.130 10 12970 12510 7.35 12510 1.25

12 0.085 10 8470 0.086 10 8610 8540 1.64 21050 2.10

18 0.076 10 7610 0.076 10 7550 7580 0.79 28630 2.86

24 0.079 10 7850 0.077 10 7650 7750 2.58 36380 3.64

30 0.055 10 5540 0.055 10 5460 5500 1.45 41880 4.19

36 0.054 10 5420 0.053 10 5300 5360 2.24 47240 4.72

42 0.024 10 2440 0.025 10 2460 2450 0.82 49690 4.96

48 0.034 10 3370 0.024 10 2430 2900 32.41 52590 5.26

54 0.045 10 4450 0.037 10 3670 4060 19.21 56650 5.66

60 0.045 10 4450 0.043 10 4270 4360 4.13 61010 6.10

70

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

25 (1) 25 (2) TDS (%)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.070 10 6980 0.075 10 7510 7245 7.32 7245 0.72

12 0.060 10 5970 0.058 10 5750 5860 3.75 13105 1.31

18 0.076 10 7570 0.074 10 7400 7485 2.27 20590 2.06

24 0.063 10 6340 0.067 10 6660 6500 4.92 27090 2.71

30 0.066 10 6610 0.065 10 6450 6530 2.45 33620 3.36

36 0.055 10 5460 0.057 10 5670 5565 3.77 39185 3.92

42 0.025 10 2520 0.027 10 2740 2630 8.37 41815 4.18

48 0.011 10 1070 0.015 10 1470 1270 31.50 43085 4.31

54 0.002 10 170 0.002 10 190 180 11.11 43265 4.33

60 0.009 10 870 0.007 10 670 770 25.97 44035 4.40

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

50 (1) 50 (2) TDS (%)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.078 10 7840 0.079 10 7940 7890 1.27 7890 0.79

12 0.086 10 8580 0.080 10 8020 8300 6.75 16190 1.62

18 0.068 10 6810 0.067 10 6670 6740 2.08 22930 2.29

24 0.065 10 6520 0.062 10 6230 6375 4.55 29305 2.93

30 0.026 10 2620 0.027 10 2680 2650 2.26 31955 3.19

36 0.013 10 1310 0.012 10 1170 1240 11.29 33195 3.32

42 0.009 10 850 0.008 10 790 820 7.32 34015 3.40

48 0.010 10 950 0.007 10 670 810 34.57 34825 3.48

54 0.006 10 590 0.007 10 740 665 22.56 35490 3.55

60 0.007 10 660 0.006 10 560 610 16.39 36100 3.61

71

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.082 10 8230 0.077 10 7740 7985 6.14 7985 0.80

12 0.075 10 7530 0.063 10 6330 6930 17.32 14915 1.49

18 0.067 10 6700 0.067 10 6720 6710 0.30 21625 2.16

24 0.096 10 9560 0.095 10 9520 9540 0.42 31165 3.11

30 0.110 10 11020 0.110 10 10960 10990 0.55 42155 4.21

36 0.078 10 7750 0.074 10 7350 7550 5.30 49705 4.97

42 0.078 10 7810 0.086 10 8550 8180 9.05 57885 5.79

48 0.063 10 6250 0.072 10 7210 6730 14.26 64615 6.46

54 0.084 10 8380 0.072 10 7240 7810 14.60 72425 7.24

60 0.096 10 9630 0.090 10 8990 9310 6.87 81735 8.17

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.105 10 10450 0.103 10 10270 10360 1.74 10360 1.04

12 0.042 10 4180 0.045 10 4540 4360 8.26 14720 1.47

18 0.056 10 5640 0.054 10 5380 5510 4.72 20230 2.02

24 0.050 10 5000 0.047 10 4700 4850 6.19 25080 2.51

30 0.092 10 9150 0.092 10 9150 9150 0.00 34230 3.42

36 0.068 10 6830 0.076 10 7620 7225 10.93 41455 4.14

42 0.090 10 9010 0.090 10 9010 9010 0.00 50465 4.95

48 0.027 10 2740 0.022 10 2220 2480 20.97 51945 5.19

54 0.033 10 3250 0.030 10 2970 3110 9.00 56055 5.61

60 0.026 10 2630 0.028 10 2830 2730 7.33 58785 5.88

72

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.045 10 4450 0.046 10 4590 4520 3.10 4520 0.45

12 0.048 10 4830 0.057 10 5710 5270 16.70 9790 0.98

18 0.051 10 5080 0.048 10 4800 4940 5.67 14730 1.47

24 0.044 10 4440 0.046 10 4560 4500 2.67 19230 1.92

30 0.088 10 8840 0.088 10 8800 8820 0.45 28050 2.80

36 0.078 10 7830 0.081 10 8050 7940 2.77 35990 3.60

42 0.044 10 4390 0.043 10 4250 4320 3.24 40310 4.03

48 0.020 10 2010 0.016 10 1550 1780 25.84 42090 4.21

54 0.011 10 1090 0.013 10 1190 1140 17.57 43285 4.32

60 0.007 10 740 0.007 10 650 695 12.95 43925 4.39

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1)

TDS rata-

rata (ppm) RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

0 (1) 0 (2) TDS (%)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.135 10 13510 0.137 10 13650 13580 1.03 13580 1.36

12 0.115 10 11470 0.117 10 11730 11600 2.24 25180 2.52

18 0.069 10 6940 0.073 10 7300 7120 5.06 32300 3.23

24 0.101 10 10050 0.098 10 9770 9910 2.83 42210 4.22

30 0.069 10 6870 0.068 10 6830 6850 0.58 49060 4.91

36 0.100 10 10000 0.090 10 9010 9505 10.42 58565 5.86

42 0.113 10 11270 0.109 10 10920 11095 3.15 69660 6.97

48 0.069 10 6930 0.072 10 7190 7060 3.68 76720 7.67

54 0.081 10 8120 0.068 10 6780 7450 17.99 84170 8.42

60 0.083 10 8300 0.088 10 8840 8570 6.30 92740 9.27

73

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TDS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.095 10 9510 0.093 10 9290 9400 2.34 9400 0.94

12 0.106 10 10620 0.095 10 9520 10070 10.92 19470 1.95

18 0.048 10 4780 0.048 10 4790 4785 0.21 24255 2.42

24 0.030 10 2950 0.028 10 2750 2850 7.02 27105 2.71

30 0.088 10 8790 0.091 10 9110 8950 3.58 36055 3.60

36 0.052 10 5240 0.053 10 5300 5270 1.14 41325 4.13

42 0.084 10 8360 0.084 10 8380 8370 0.24 49695 4.97

48 0.098 10 9820 0.107 10 10740 10280 8.95 59975 6.00

54 0.054 10 5410 0.048 10 4810 5110 11.74 65085 6.51

60 0.030 10 2990 0.026 10 2570 2780 15.11 67865 6.79

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1)

TDS rata-

rata (ppm) RPD (%)

TDS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TDS (%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

Bobot

(g) v (mL)

TDS

(ppm)

6 0.103 10 10250 0.101 10 10070 10160 1.77 10160 1.02

12 0.080 10 7980 0.073 10 7300 7640 8.90 17800 1.78

18 0.048 10 4830 0.047 10 4717 4773 2.37 22573 2.26

24 0.094 10 9420 0.090 10 8970 9195 4.89 31768 3.18

30 0.086 10 8560 0.093 10 9340 8950 8.72 40718 4.07

36 0.093 10 9310 0.088 10 8780 9045 5.86 49763 4.98

42 0.020 10 2000 0.027 10 2710 2355 30.15 52118 5.21

48 0.021 10 2090 0.025 10 2510 2300 18.26 54418 5.44

54 0.026 10 2550 0.021 10 2080 2315 20.30 56733 5.67

60 0.029 10 2860 0.028 10 2760 2810 3.56 59543 5.95

74

Lampiran 14 Pengkuran TSS

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.11 5.60 19625 0.10 6.40 15750 17687 21.91 17687 1.77

12 0.14 9.80 14041 0.13 10.20 13029 13535 7.48 31223 3.12

18 0.15 11.80 12915 0.16 12.40 12605 12760 2.43 43983 4.40

24 0.18 12.20 14573 0.17 12.60 13373 13973 8.59 57956 5.80

30 0.18 10.90 16449 0.18 10.50 16886 16668 2.62 74624 7.46

36 0.15 8.40 17643 0.15 9.20 16054 16848 9.43 91472 9.15

42 0.13 6.60 19333 0.13 6.80 18471 18910 4.56 110374 11.04

48 0.10 6.30 16270 0.11 6.90 15754 16011 3.22 126385 12.64

54 0.16 8.90 17887 0.16 9.10 17703 17795 1.03 144181 14.42

60 0.13 9.30 13591 0.13 9.70 13072 13332 3.89 157513 15.75

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.19 16.20 11549 0.19 17.20 10796 11173 6.74 11173 1.12

12 0.12 14.90 8060 0.12 15.50 7852 7956 2.61 19129 1.91

18 0.05 5.00 9400 0.05 5.20 9000 9200 4.35 28329 2.83

24 0.04 4.20 9238 0.04 3.80 9553 9395 3.35 37724 3.77

30 0.05 5.30 9057 0.05 5.90 8814 8935 2.72 46659 4.67

36 0.03 3.00 10500 0.03 3.00 10967 10733 4.35 57393 5.74

42 0.03 2.50 12680 0.03 3.30 10545 11613 18.38 69005 6.90

48 0.03 2.90 11759 0.04 3.10 11645 11702 0.97 80707 8.07

54 0.04 3.00 11700 0.04 3.20 11594 11647 0.91 92354 9.23

60 0.04 3.50 10914 0.04 3.10 11452 11183 4.81 103537 10.35

75

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.09 8.30 10506 0.08 7.70 10493 10500 0.12 10500 1.05

12 0.04 5.00 7680 0.04 5.40 7000 7340 9.26 17840 1.78

18 0.03 4.00 7300 0.03 3.20 8812 8056 18.77 25896 2.59

24 0.02 2.70 6963 0.02 2.10 7809 7386 11.45 33282 3.32

30 0.02 2.50 6040 0.01 2.10 6238 6139 3.23 39421 3.94

36 0.02 2.40 6542 0.01 2.60 5307 5924 20.85 45346 4.53

42 0.01 2.50 5120 0.01 2.50 5760 5440 11.76 50786 5.08

48 0.01 1.90 5474 0.01 2.10 4857 5165 11.95 55951 5.59

54 0.01 1.80 6333 0.01 2.20 5318 5826 17.42 61777 6.18

60 0.01 1.60 4437 0.01 1.20 5167 4802 15.20 66579 6.66

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.51 10 50660 0.49 10 49100 49880 3.13 49880 4.99

12 0.41 10 41130 0.41 10 41250 41190 0.29 91070 9.11

18 0.40 10 39860 0.40 10 40180 40020 0.80 131090 13.11

24 0.49 10 48610 0.49 10 49140 48875 1.08 179965 18.00

30 0.32 10 31710 0.32 10 32290 32000 1.81 211965 21.20

36 0.49 10 49420 0.49 10 49260 49340 0.32 261305 26.13

42 0.53 10 52660 0.52 10 52120 52390 1.03 313695 31.37

48 0.27 10 27430 0.28 10 27950 27690 1.88 341385 34.14

54 0.27 10 26650 0.26 10 26450 26550 0.75 367935 36.79

60 0.26 10 26120 0.26 10 25930 26025 0.73 393960 39.40

76

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.33 10 33360 0.33 10 32520 32940 2.55 32940 3.29

12 0.29 10 29480 0.29 10 29180 29330 1.02 62270 6.23

18 0.27 10 27040 0.27 10 26980 27010 0.22 89280 8.93

24 0.22 10 22320 0.22 10 21940 22130 1.72 111410 11.14

30 0.23 10 22980 0.22 10 22320 22650 2.91 134060 13.41

36 0.20 10 20360 0.20 10 20340 20350 0.10 154410 15.44

42 0.19 10 18630 0.19 10 19090 18860 2.44 173270 17.33

48 0.20 10 19800 0.20 10 19920 19860 0.60 193130 19.31

54 0.20 10 20020 0.20 10 20160 20090 0.70 213220 21.32

60 0.20 10 20190 0.20 10 20370 20280 0.89 233500 23.35

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.22 10 21610 0.21 10 21030 21320 2.72 21320 2.13

12 0.21 10 20830 0.21 10 21110 20970 1.34 42290 4.23

18 0.18 10 17840 0.18 10 17840 17840 0.00 60130 6.01

24 0.17 10 16520 0.18 10 17760 17140 7.23 77270 7.73

30 0.18 10 17530 0.18 10 17510 17520 0.11 94790 9.48

36 0.19 10 19370 0.19 10 19070 19220 1.56 114010 11.40

42 0.19 10 18510 0.19 10 19090 18800 3.09 132810 13.28

48 0.15 10 15450 0.16 10 15690 15570 1.54 148380 14.84

54 0.19 10 19240 0.19 10 19180 19210 0.31 167590 16.76

60 0.17 10 16980 0.17 10 17440 17210 2.67 184800 18.48

77

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS(%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.21 10 21290 0.22 10 21990 21640 3.23 21640 2.16

12 0.21 10 21240 0.21 10 21080 21160 0.76 42800 4.28

18 0.23 10 22990 0.22 10 22190 22590 3.54 65390 6.54

24 0.24 10 23840 0.23 10 23040 23440 3.41 88830 8.88

30 0.25 10 25460 0.25 10 25190 25325 1.07 114155 11.42

36 0.27 10 27220 0.27 10 27100 27160 0.44 141315 14.13

42 0.30 10 29890 0.29 10 29370 29630 1.75 170945 17.09

48 0.30 10 30450 0.31 10 30530 30490 0.26 201435 20.14

54 0.32 10 31790 0.31 10 31310 31550 1.52 232985 23.30

60 0.31 10 30970 0.31 10 31070 31020 0.32 264005 26.40

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS(%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.12 10 11810 0.12 10 12050 11930 2.01 11930 1.19

12 0.12 10 11680 0.11 10 11080 11380 5.27 23310 2.33

18 0.07 10 6770 0.06 10 6090 6430 10.58 29740 2.97

24 0.05 10 5060 0.05 10 5000 5030 1.19 34770 3.48

30 0.03 10 2800 0.03 10 2740 2770 2.17 37540 3.75

36 0.08 10 7860 0.07 10 7280 7570 7.66 45110 4.51

42 0.06 10 6110 0.06 10 6470 6290 5.72 51400 5.14

48 0.04 10 4030 0.04 10 3950 3990 2.01 55390 5.54

54 0.04 10 4440 0.05 10 4920 4680 10.26 60070 6.01

60 0.06 10 6040 0.06 10 5600 5820 7.56 65890 6.59

78

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS(%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.08 10 7810 0.08 10 8480 8145 8.23 8145 0.81

12 0.04 10 3810 0.04 10 3550 3680 7.07 11825 1.18

18 0.02 10 1960 0.02 10 1840 1900 6.32 13725 1.37

24 0.01 10 1480 0.02 10 1680 1580 12.66 15305 1.53

30 0.00 10 290 0.00 10 300 295 3.39 15600 1.56

36 0.02 10 1540 0.01 10 1340 1440 13.89 17040 1.70

42 0.00 10 240 0.00 10 220 230 8.70 17270 1.73

48 0.00 10 170 0.00 10 160 165 6.06 17435 1.74

54 0.00 10 100 0.00 10 120 110 18.18 17545 1.75

60 0.01 10 530 0.00 10 490 510 7.84 18055 1.81

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 0 (1) 0 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.31 10 30700 0.30 10 30420 30560 0.92 30560 3.06

12 0.23 10 22820 0.22 10 22400 22610 1.86 53170 5.32

18 0.22 10 21950 0.22 10 22410 22180 2.07 75350 7.53

24 0.26 10 25720 0.26 10 25560 25640 0.62 100990 10.10

30 0.29 10 28830 0.29 10 29040 28935 0.73 129925 12.99

36 0.26 10 26140 0.26 10 25920 26030 0.85 155955 15.60

42 0.29 10 28640 0.27 10 27340 27990 4.64 183945 18.39

48 0.29 10 29430 0.28 10 28290 28860 3.95 212805 21.28

54 0.29 10 29010 0.28 10 28040 28525 3.40 241330 24.13

60 0.31 10 30660 0.30 10 29680 30170 3.25 271500 27.15

79

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 25 (1) 25 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.17 10 17290 0.18 10 17510 17400 1.26 17400 1.74

12 0.17 10 16760 0.17 10 17280 17020 3.06 34420 3.44

18 0.18 10 17900 0.18 10 18100 18000 1.11 52420 5.24

24 0.17 10 17400 0.18 10 17600 17500 1.14 69920 6.99

30 0.21 10 21170 0.22 10 21650 21410 2.24 91330 9.13

36 0.21 10 20850 0.21 10 21470 21160 2.93 112490 11.25

42 0.19 10 18610 0.18 10 18410 18510 1.08 131000 13.10

48 0.13 10 12720 0.13 10 13120 12920 3.10 143920 14.39

54 0.17 10 16650 0.17 10 16630 16640 0.12 160560 16.06

60 0.16 10 15850 0.16 10 16050 15950 1.25 176510 17.65

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) TSS

rata-rata

(ppm)

RPD (%)

TSS

kumulatif

rata-rata

(ppm)

TSS (%) 50 (1) 50 (2)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

Bobot

(g) v (mL) TSS (ppm)

6 0.11 10 10740 0.11 10 10710 10725 0.28 10725 1.07

12 0.09 10 9370 0.10 10 10110 9740 7.60 20465 2.05

18 0.10 10 9520 0.09 10 9400 9460 1.27 29925 2.99

24 0.13 10 13040 0.12 10 11950 12495 8.72 42420 4.24

30 0.14 10 13780 0.13 10 13440 13610 2.50 56030 5.60

36 0.18 10 18400 0.19 10 19200 18800 4.26 74830 7.48

42 0.18 10 17800 0.19 10 18570 18185 4.23 93015 9.30

48 0.17 10 17480 0.17 10 17100 17290 2.20 110305 11.03

54 0.18 10 18160 0.17 10 17380 17770 4.39 128075 12.81

60 0.18 10 18090 0.18 10 17960 18025 0.72 146100 14.61

80

Lampiran 14 Pengkuran Bobot tanah tererosi

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

Bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

0 (1) 0 (2)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

6 0.11 0.053 0.16 0.10 0.059 0.16 0.16 2.29 0.16

12 0.14 0.043 0.18 0.13 0.039 0.17 0.18 4.71 0.34

18 0.15 0.051 0.20 0.16 0.051 0.21 0.21 2.34 0.54

24 0.18 0.050 0.23 0.17 0.049 0.22 0.22 4.77 0.77

30 0.18 0.053 0.23 0.18 0.048 0.23 0.23 3.06 0.99

36 0.15 0.050 0.20 0.15 0.047 0.19 0.20 1.68 1.19

42 0.13 0.035 0.16 0.13 0.038 0.16 0.16 0.37 1.35

48 0.10 0.033 0.14 0.11 0.036 0.14 0.14 6.66 1.49

54 0.16 0.043 0.20 0.16 0.045 0.21 0.20 1.91 1.70

60 0.13 0.045 0.17 0.13 0.045 0.17 0.17 0.12 1.87

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

Bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

25 (1) 25 (2)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

6 0.19 0.085 0.27 0.19 0.083 0.27 0.27 1.19 0.27

12 0.12 0.052 0.17 0.12 0.052 0.17 0.17 0.81 0.44

18 0.05 0.019 0.07 0.05 0.018 0.06 0.07 1.07 0.51

24 0.04 0.018 0.06 0.04 0.016 0.05 0.05 8.30 0.56

30 0.05 0.019 0.07 0.05 0.023 0.08 0.07 12.41 0.63

36 0.03 0.014 0.05 0.03 0.015 0.05 0.05 3.22 0.68

42 0.03 0.014 0.05 0.03 0.013 0.05 0.05 4.93 0.73

48 0.03 0.013 0.05 0.04 0.011 0.05 0.05 0.85 0.77

54 0.04 0.003 0.04 0.04 0.003 0.04 0.04 7.44 0.81

60 0.04 0.003 0.04 0.04 0.002 0.04 0.04 9.49 0.85

81

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

Bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

50 (1) 50 (2)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

6 0.09 0.043 0.13 0.08 0.039 0.12 0.13 8.32 0.13

12 0.04 0.016 0.05 0.04 0.015 0.05 0.05 3.72 0.18

18 0.03 0.015 0.04 0.03 0.013 0.04 0.04 7.73 0.22

24 0.02 0.010 0.03 0.02 0.008 0.02 0.03 15.99 0.25

30 0.02 0.008 0.02 0.01 0.007 0.02 0.02 12.09 0.27

36 0.02 0.007 0.02 0.01 0.009 0.02 0.02 3.52 0.29

42 0.01 0.005 0.02 0.01 0.006 0.02 0.02 11.52 0.31

48 0.01 0.002 0.01 0.01 0.002 0.01 0.01 0.84 0.32

54 0.01 0.001 0.01 0.01 0.002 0.01 0.01 6.20 0.34

60 0.01 0.002 0.01 0.01 0.001 0.01 0.01 6.85 0.34

Lempung liat berpasir, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

Bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

0 (1) 0 (2)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

6 0.51 0.121 0.63 0.49 0.130 0.62 0.62 1.03 0.62

12 0.41 0.085 0.50 0.41 0.086 0.50 0.50 0.52 1.12

18 0.40 0.076 0.47 0.40 0.076 0.48 0.48 0.55 1.60

24 0.49 0.079 0.56 0.49 0.077 0.57 0.57 0.58 2.16

30 0.32 0.055 0.37 0.32 0.055 0.38 0.38 1.33 2.54

36 0.49 0.054 0.55 0.49 0.053 0.55 0.55 0.51 3.09

42 0.53 0.024 0.55 0.52 0.025 0.55 0.55 0.95 3.63

48 0.27 0.034 0.31 0.28 0.024 0.30 0.31 1.37 3.94

54 0.27 0.045 0.31 0.26 0.037 0.30 0.31 3.20 4.25

60 0.26 0.045 0.31 0.26 0.043 0.30 0.30 1.22 4.55

82

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

25 (1) 25 (2)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

6 0.33 0.070 0.40 0.33 0.075 0.40 0.40 0.77 0.40

12 0.29 0.060 0.35 0.29 0.058 0.35 0.35 1.48 0.75

18 0.27 0.076 0.35 0.27 0.074 0.34 0.34 0.67 1.10

24 0.22 0.050 0.29 0.22 0.067 0.29 0.29 0.00 1.39

30 0.23 0.066 0.30 0.22 0.065 0.29 0.29 2.81 1.68

36 0.20 0.055 0.26 0.20 0.057 0.26 0.26 0.73 1.94

42 0.19 0.025 0.21 0.19 0.027 0.22 0.21 3.16 2.15

48 0.20 0.011 0.21 0.20 0.015 0.21 0.21 2.46 2.36

54 0.20 0.002 0.20 0.20 0.002 0.20 0.20 0.40 2.56

60 0.20 0.009 0.21 0.20 0.007 0.21 0.21 0.10 2.77

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

50 (1) 50 (2)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

6 0.22 0.078 0.29 0.21 0.079 0.29 0.29 1.64 0.29

12 0.21 0.086 0.29 0.21 0.080 0.29 0.29 0.96 0.58

18 0.18 0.068 0.25 0.18 0.067 0.25 0.25 0.57 0.83

24 0.17 0.065 0.23 0.18 0.062 0.24 0.24 4.04 1.07

30 0.18 0.026 0.20 0.18 0.027 0.20 0.20 0.20 1.27

36 0.19 0.013 0.21 0.19 0.012 0.20 0.20 2.15 1.47

42 0.19 0.009 0.19 0.19 0.008 0.20 0.20 2.65 1.67

48 0.15 0.010 0.16 0.16 0.007 0.16 0.16 0.24 1.83

54 0.19 0.006 0.20 0.19 0.007 0.20 0.20 0.45 2.03

60 0.17 0.007 0.18 0.17 0.006 0.18 0.18 2.02 2.21

83

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 45 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi rata-

rata (gr)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif rata-

rata (gr)

0 (1) 0 (2)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

6 0.21 0.082 0.30 0.22 0.077 0.30 0.30 0.71 0.30

12 0.21 0.075 0.29 0.21 0.063 0.27 0.28 4.84 0.58

18 0.23 0.067 0.30 0.22 0.067 0.29 0.29 2.66 0.87

24 0.24 0.096 0.33 0.23 0.095 0.33 0.33 2.55 1.20

30 0.25 0.110 0.36 0.25 0.110 0.36 0.36 0.91 1.56

36 0.27 0.078 0.35 0.27 0.074 0.34 0.35 1.50 1.91

42 0.30 0.078 0.38 0.29 0.086 0.38 0.38 0.58 2.29

48 0.30 0.063 0.37 0.31 0.072 0.38 0.37 2.79 2.66

54 0.32 0.084 0.40 0.31 0.072 0.39 0.39 4.12 3.05

60 0.31 0.096 0.41 0.31 0.090 0.40 0.40 1.34 3.46

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi rata-

rata (gr)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif rata-

rata (gr)

25 (1) 25 (2)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

6 0.12 0.105 0.22 0.12 0.103 0.22 0.22 0.27 0.22

12 0.12 0.042 0.16 0.11 0.045 0.16 0.16 1.52 0.38

18 0.07 0.056 0.12 0.06 0.054 0.11 0.12 7.87 0.50

24 0.05 0.050 0.10 0.05 0.047 0.10 0.10 3.64 0.60

30 0.03 0.092 0.12 0.03 0.092 0.12 0.12 0.50 0.72

36 0.08 0.068 0.15 0.07 0.076 0.15 0.15 1.42 0.87

42 0.06 0.090 0.15 0.06 0.090 0.15 0.15 2.35 1.02

48 0.04 0.027 0.07 0.04 0.022 0.06 0.06 9.27 1.08

54 0.04 0.033 0.08 0.05 0.030 0.08 0.08 2.95 1.16

60 0.06 0.026 0.09 0.06 0.028 0.08 0.09 2.81 1.25

84

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi rata-

rata (gr)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif rata-

rata (gr)

50 (1) 50 (2)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

bobot

TSS (gr)

bobot

TDS (gr)

bobot tanah

tererosi (gr)

6 0.08 0.045 0.12 0.08 0.046 0.13 0.13 6.40 0.12

12 0.04 0.048 0.09 0.04 0.057 0.09 0.09 6.93 0.22

18 0.02 0.051 0.07 0.02 0.048 0.07 0.07 5.85 0.28

24 0.01 0.044 0.06 0.02 0.046 0.06 0.06 5.26 0.35

30 0.00 0.088 0.09 0.00 0.088 0.09 0.09 0.33 0.44

36 0.02 0.078 0.09 0.01 0.081 0.09 0.09 0.21 0.53

42 0.00 0.044 0.05 0.00 0.043 0.04 0.05 3.52 0.58

48 0.00 0.020 0.02 0.00 0.016 0.02 0.02 24.16 0.60

54 0.00 0.011 0.01 0.00 0.013 0.01 0.01 17.62 0.61

60 0.01 0.007 0.01 0.00 0.007 0.01 0.01 6.50 0.62

Lempung liat berdebu, intensitas air hujan 100 mm jam-1

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) Bobot tanah

tererosi rata-

rata (g)

RPD

(%)

Bobot tanah

tererosi

kumulatif rata-

rata (g)

0 (1) 0 (2)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

Bobot

TSS (g)

Bobot

TDS (g)

Bobot tanah

tererosi (g)

6 0.31 0.135 0.44 0.30 0.137 0.44 0.44 0.32 0.44

12 0.23 0.115 0.34 0.22 0.117 0.34 0.34 0.47 0.78

18 0.22 0.069 0.29 0.22 0.073 0.30 0.29 2.80 1.08

24 0.26 0.101 0.36 0.26 0.098 0.35 0.36 1.24 1.43

30 0.29 0.069 0.36 0.29 0.068 0.36 0.36 0.48 1.79

36 0.26 0.100 0.36 0.26 0.090 0.35 0.36 3.41 2.15

42 0.29 0.113 0.40 0.27 0.109 0.38 0.39 4.22 2.54

48 0.29 0.069 0.36 0.28 0.072 0.35 0.36 2.45 2.90

54 0.29 0.081 0.37 0.28 0.068 0.35 0.36 6.42 3.26

60 0.31 0.083 0.39 0.30 0.088 0.39 0.39 1.14 3.64

85

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi

rata-rata (g)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif

rata-rata (g)

25 (1) 25 (2)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

6 0.17 0.095 0.27 0.18 0.093 0.27 0.27 0.00 0.27

12 0.17 0.106 0.27 0.17 0.095 0.27 0.27 2.14 0.54

18 0.18 0.048 0.23 0.18 0.048 0.23 0.23 0.92 0.77

24 0.17 0.030 0.20 0.18 0.028 0.20 0.20 0.00 0.97

30 0.21 0.088 0.30 0.22 0.091 0.31 0.30 2.64 1.27

36 0.21 0.052 0.26 0.21 0.053 0.27 0.26 2.57 1.54

42 0.19 0.084 0.27 0.18 0.084 0.27 0.27 0.67 1.81

48 0.13 0.098 0.23 0.13 0.107 0.24 0.23 5.69 2.04

54 0.17 0.054 0.22 0.17 0.048 0.21 0.22 2.85 2.26

60 0.16 0.030 0.19 0.16 0.026 0.19 0.19 1.17 2.44

Waktu

(menit)

Konsentrasi (kg ha-1) bobot tanah

tererosi rata-

rata (g)

RPD

(%)

bobot tanah

tererosi

kumulatif rata-

rata (g)

50 (1) 50 (2)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

bobot

TSS (g)

bobot

TDS (g)

bobot tanah

tererosi (g)

6 0.11 0.103 0.21 0.11 0.101 0.21 0.21 1.01 0.21

12 0.09 0.080 0.17 0.10 0.073 0.17 0.17 0.35 0.38

18 0.10 0.048 0.14 0.09 0.047 0.14 0.14 1.69 0.53

24 0.13 0.094 0.22 0.12 0.090 0.21 0.22 7.10 0.74

30 0.14 0.086 0.22 0.13 0.093 0.23 0.23 1.95 0.97

36 0.18 0.093 0.28 0.19 0.088 0.28 0.28 0.97 1.25

42 0.18 0.020 0.20 0.19 0.027 0.21 0.21 7.21 1.45

48 0.17 0.021 0.20 0.17 0.025 0.20 0.20 0.20 1.65

54 0.18 0.026 0.21 0.17 0.021 0.19 0.20 6.23 1.85

60 0.18 0.029 0.21 0.18 0.028 0.21 0.21 1.10 2.06

86

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 12 Juni 1989 sebagai anak keempat

dari Bapak Bambang Sugiarto dan Ibu Sudiasih. Pendidikan sarjana ditempuh di Program

Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah

Mada, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2013, penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor pada program Pascasarjana Kimia.

Selama mengikuti program S2, penulis pernah menerima beasiswa Sokendai Asian

Winter School pada tahun 2013 di Institute for Molecular Science, Okazaki, Jepang.

Penulis aktif sebagai bendahara departemen PSDM pada periode 2013-2014 dan

sekretaris departemen keilmuan pada periode 2014-2015 di Himpunan Mahasiswa

Muslim Pascasarjana (HIMMPAS).