singkat bank perkreditan rakyat

38
Singkat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Ahza Anwari / Tuesday, 11 May 2010 10:02 Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi. Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah. Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum. Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP). Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan

Upload: jalaluddin

Post on 05-Aug-2015

119 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Singkat Bank Perkreditan Rakyat (BPR)Ahza Anwari / Tuesday, 11 May 2010 10:02

Sejarah lembaga perkreditan rakyat dimulai pada masa kolonial Belanda pada abad ke-19 dengan dibentuknya Lumbung Desa, Bank Desa, Bank Tani, dan Bank Dagang Desa, dengan tujuan membantu para petani, pegawai, dan buruh untuk melepaskan diri dari jerat pelepas uang (rentenir) yang memberikan kredit dengan bunga tinggi.

Pasca kemerdekaan Indonesia, didirikan beberapa jenis lembaga keuangan kecil dan lembaga keuangan di pedesaan seperti Bank Pasar, Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan mulai awal 1970an, Lembaga Dana Kredit Pedesaan (LDKP) oleh Pemerintah Daerah.Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR-BPR baru. Kebijakan tersebut memberikan kejelasan mengenai keberadaan dan kegiatan usaha “Bank Perkreditan Rakyat” atau BPR. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.7 tentang Perbankan tahun 1992 (UU No.7/1992 tentang Perbankan), BPR diberikan landasan hukum yang jelas sebagai salah satu jenis bank selain Bank Umum.

Sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dapat menyesuaikan kegiatan usahanya sebagai bank. Selain itu, dinyatakan juga bahwa lembaga-lembaga keuangan kecil seperti Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, LPN, LPD, BKD, BKK, KURK, LPK, BKPD, dan lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dapat diberikan status sebagai BPR dengan memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

Selanjutnya PP No.71/1992 memberikan jangka waktu sampai dengan 31 Oktober 1997 bagi lembaga-lembaga keuangan tersebut untuk memenuhi persyaratan menjadi BPR. Sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, tidak seluruh lembaga keuangan tersebut dapat dikukuhkan sebagai BPR karena tidak dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan.BPR yang didirikan sesudah PAKTO 1988 maupun Lembaga Keuangan yang dikukuhkan menjadi BPR sesuai dengan PP No.71/1992, tunduk pada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Perbankan dan peraturanperaturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas bank. Khusus Badan Kredit Desa (BKD), meskipun lembaga tersebut sesuai UU No.7/1992 tentang Perbankan, diberikan status sebagai BPR, namun karena organisasi dan manajemennya relatif sederhana, lingkup usahanya sangat kecil, serta operasionalnya tidak setiap hari, maka pengaturan dan pengawasan terhadap BKD pun tidak dapat disamakan dengan BPR.

Dengan mempertimbangkan karakteristik yang spesifik, jumlah dan sebarannya serta secara historis sebelum PAKTO 1988 pengawasan BKD dibawah kewenangan BRI maka pengawasan BKD dilakukan oleh BRI untuk dan atas nama Bank Indonesia.

Page 2: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Pengertian Posisi Devisa Neto (PDN)

BankirNews / Tuesday, 24 May 2011 04:25

Posisi Devisa Netto adalah angka yang merupakan penjumlahan dari nilai absolut dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca untuk setiap valuta asing ditambah dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing yang semuanya dinyatakan dalam Rupiah.

Aktivitas bank devisa dalam mengelola valuta asing (valas) dapat menimbulkan posisi sebagai berikut :

Long : Apabila jumlah aset valas lebih besar dari passiva valas

Short : Apabila jumlah aset valas lebih kecil dari passiva valas

Jumlah asset & passiva valas tersebut adalah termasuk hak & kewajiban dalam rekening administratif bank.

Bank terekspos dengan risiko pasar yang bersumber dari pergerakan suku bunga dan atau kurs. Posisi long akan mengakibatkan bank mengalami kerugian apabila kurs valuta asing mengalami penurunan dan begitupun sebaliknya. Posisi short akan mengakibatkan bank mengalami kerugian apabila kurs valuta asing mengalami kenaikan dan begitupun sebaliknya.

Bank Umum Devisa wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja secara keseluruhan setinggi-tingginya 20% dari modal.Selain wajib mengelola dan memelihara PDN pada akhir hari kerja, Bank wajib mengelola dan memelihara PDN paling tinggi 20% dari modal setiap 30 menit sejak sistem tresuri bank dibuka sampai dengan sistem tresuri bank ditutup.

PDN merupakan salah satu bentuk pengendalian terhadap risiko pasar yang memberi gambaran seberapa besar potensi kerugian bank apabila terjadi perubahan suku bunga yang berlawanan dengan posisi bank. Dengan PDN (20% dari modal), kerugian bank yang terjadi akibat perubahan kurs valas masih dapat dicover oleh modal dan tidak sampai menggangu kelangsungan bank.

Beberapa pengertian terkait PDN :

Definisi modal sebagaimana dimaksud di atas adalah modal inti dan modal pelengkap sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai kewajiban penyediaan modal minimum Bank Umum pada posisi akhir bulan sebelum bulan laporan.

Kurs Penutupan adalah kurs penutupan pada pukul 16.00 WIB setiap hari yang dapat dilihat pada informasi Laporan Harian Bank Umum yang dikelola Bank Indonesia.

Aktiva valuta asing terdiri dari kas, emas, giro (termasuk giro pada Bank Indonesia), deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, surat berharga,

kredit yang diberikan, nilai bersih wesel ekspor yang telah diambil alih, rekening antar

Page 3: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

kantor aktiva dan tagihan lainnya, dalam valuta asing baik kepada penduduk maupun bukan penduduk.

Pasiva valuta asing terdiri dari giro, deposit on call, deposito berjangka, sertifikat deposito, margin deposit, pinjaman yang diterima, jaminan impor, rekening antar kantor pasiva, pendapatan komprehensif lainnya dari surat-surat berharga valuta asing selain saham dan kewajiban lainnya dalam valuta asing baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.

Rekening administratif adalah rekening dalam valuta asing yang dapat menimbulkan tagihan dan atau kewajiban di masa mendatang yang merupakan komitmen dan kontinjensi yang mencakup spot, bank garansi maupun L/C yang dipastikan menjadi

kewajiban Bank setelah dikurangi margin deposit, serta transaksi derivatif antara lain transaksi forward, option, dan future maupun produk-produk lain yang sejenis baik terhadap penduduk maupun bukan penduduk.

Contoh perhitungan GWM Primer dalam rupiah:

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah). GWM Primer dalam rupiah harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah, yaitu sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah).

Perhitungan pemenuhan persentase GWM Primer dalam rupiah dan GWM LDR dalam rupiah serta GWM dalam valuta asing adalah sebagai berikut:

Jumlah harian saldo Rekening Giro Bank yang tercatat di Bank Indonesia setiap hari dalam 1 (satu) masa laporan Rata-rata harian jumlah DPK Bank dalam 1 (satu) masa laporan pada 2 (dua) masa laporan sebelumnya Perhitungan pemenuhan GWM Primer dalam rupiah dan GWM LDR dalam rupiah serta GWM dalam valuta asing didasarkan pada DPK Bank sebagai berikut:

1. GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan sebelumnya;

2. GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya;

3. GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama;

4. GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama.

 

Page 4: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Contoh perhitungan GWM Sekunder dalam rupiah:

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah).

GWM Sekunder dalam rupiah harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah).

Perhitungan pemenuhan persentase GWM Sekunder dalam rupiah adalah sebagai berikut:

Perhitungan pemenuhan GWM Sekunder dalam rupiah didasarkan pada DPK Bank sebagai berikut:

GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 bulan sebelumnya;

GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan sebelumnya;

GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 16 sampai dengan tanggal 23 adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal 7 bulan yang sama;

GWM harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan adalah sebesar persentase GWM yang ditetapkan dari rata-rata harian jumlah DPK dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan yang sama.

 

Contoh perhitungan GWM dalam valuta asing:

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam valuta asing dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 bulan November sebesar USD100.000.000,00 (seratus juta US dollar). GWM dalam valuta asing harian untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar: 1% x USD100.000.000,00 = USD1.000.000,00 (satu juta US dollar).

 

Contoh Perhitungan GWM LDR dalam rupiah (Contoh 1 : LDR bank sebesar LDR target) :

Page 5: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan LDR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar 90% (sembilan puluh persen).

Batas bawah LDR Target ditetapkan sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen) dan batas atas LDR Target sebesar 100% (seratus persen) sehingga LDR Bank berada dalam kisaran LDR Target.

Dengan demikian GWM LDR dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah.

GWM dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar:

1. GWM Primer sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

2. GWM Sekunder sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah) dipenuhi dalam bentukSBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve.

3. GWM LDR sebesar 0% (nol persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp0,00 (nol rupiah).

 

Perhitungan GWM LDR dalam rupiah (Contoh 2 : LDR bank di bawah LDR target) :

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan LDR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar 50% (lima puluh persen).

Sebagaimana diketahui :

Batas bawah LDR Target ditetapkan sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen) dan batas atas LDR Target ditetapkan sebesar 100% (seratus persen).

Parameter Disinsentif Bawah ditetapkan sebesar 0,1 (nol koma satu).

LDR Bank lebih kecil dari batas bawah LDR Target, sehingga GWM LDR dalam rupiah harian Bank untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar:

Page 6: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Parameter Disinsentif Bawah x (Batas bawah LDR Target – LDR Bank) x DPK dalam rupiah

= 0,1 x (78% - 50%) x DPK dalam rupiah

= 0,1 x 28% x DPK dalam rupiah

= 2,8% x DPK dalam rupiah

GWM dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar:

GWM Primer sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

GWM Sekunder sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve.

GWM LDR sebesar 2,8 % (dua koma delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.540.000.000.000,00 (satu triliun lima ratus empat puluh miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

 

Perhitungan GWM LDR dalam rupiah ( Contoh 1 : KPMM bank dibawah insentif dan LDR bank di atas LDR target):

Bank A memiliki rata-rata harian total DPK dalam rupiah dalam masa laporan sejak tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar Rp55.000.000.000.000,00 (lima puluh lima triliun rupiah) dan LDR Bank posisi akhir masa laporan tanggal 8 sampai dengan tanggal 15 November sebesar 105% (seratus lima persen) dan KPMM Bank posisi akhir bulan Juni sebesar 12% (dua belas persen).

Sebagaimana diketahui:

Batas bawah LDR Target ditetapkan sebesar 78% (tujuh puluh delapan persen) dan batas atas LDR Target ditetapkan sebesar 100% (seratus persen).

Parameter Disinsentif Atas ditetapkan sebesar 0,2 (nol koma dua). KPMM Insentif ditetapkan sebesar 14% (empat belas persen).

LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR Target dan KPMM Bank lebih kecil dari KPMM Insentif, sehingga GWM LDR dalam rupiah harian Bank untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November adalah sebesar:

Parameter Disinsentif Atas x (LDR Bank – batas atas LDR Target) x DPK dalam rupiah

Page 7: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

= 0,2 x (105% – 100%) x DPK dalam rupiah

= 0,2 x 5% x DPK dalam rupiah

= 1% x DPK dalam rupiah

GWM dalam rupiah harian Bank A untuk masa laporan sejak tanggal 24 sampai dengan tanggal akhir bulan November yang wajib dipenuhi adalah sebesar:

GWM Primer sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp4.400.000.000.000,00 (empat triliun empat ratus miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

GWM Sekunder sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp1.375.000.000.000,00 (satu triliun tiga ratus tujuh puluh lima miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk SBI, SUN, SBSN, dan/atau Excess Reserve.

GWM LDR sebesar 1% (satu persen) dari DPK dalam rupiah yaitu sebesar Rp550.000.000.000,00 (lima ratus lima puluh miliar rupiah), dipenuhi dalam bentuk saldo Rekening Giro Rupiah pada Bank Indonesia.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank yang Lain

Page 8: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Pengertian

1. BPR adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR.

2. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

3. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, makd keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan can keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persya-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Asas BPR

Dalam melaksanakan usahanya BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki 8 ciri positif sebagai pendukung dan 3 ciri negatif yang harus dihindari (free fight liberalism, etatisme, dan monopoli).

Fungsi BPR

Penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Page 9: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Tujuan BPR

Menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, penumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Sasaran BPR

Melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, dan agar mereka tidak jatuh ke tangan para pelepas uang (rentenir dan pengijon).

Usaha BPR

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. Memberikan kredit.

3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah:

1. Menerima simpanan berupa giro.

Page 10: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.

3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.

4. Melakukan usaha perasuransian.

5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Alokasi Kredit BPR

Perijinan BPR

Bentuk Hukum BPR

Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah (Badan Usaha Milik Daerah), Koperasi Perseroan Terbatas (berupa saham atas nama), dan bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kepemilikan BPR

1. BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah, atau dapat dimiliki bersama di antara warga negara Indonesia, badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, dan pemerintah daerah.

2. BPR yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.

3. BPR yang berbentuk hukum perseroan terbatas, sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama.

4. Perubahan kepemilikan BPR wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Page 11: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

5. Merger dan konsolidasi antaraBPR, serta akuisisi BPR wajib mendapat ijin Merited Keuangan sebelumnya setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan clengan Peraturan Pemerintah.

Pembinaan dan Pengawasan BPR

Pengaturan dan Pembagian Tugas BPR, KUD, dan BRI

1. BPR yang terdapat di daerah pedesaan sebagai pengganti Bank Desa, kedudukannya ditingkatkan ke kecamatan dan diadakan penggabungan Bank Desa yang ada dan kegiatannya diarahkan kepada layanan kebutuhan kredit keciluntuk pengusaha, pengrajin, pedagang kecil, atau kepada mereka yang tinggal dan berusaha di desa tersebut tetapi tidak atau belum menjadi anggota KUD dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

2. KUD bekerja sebagai lembaga perkreditan kecil di desa yang memberikan pinjaman kepada petani, peternak, dan nelayan yang menjadi anggotanya. Dana untuk pemberian kredit berasal dari dana yang dihimpun dari anggota KUD dan kredit yang disalurkan oleh BRI dan BI.

3. BPR yang terdapat di daerah perkotaan adalah Bank Pasar, Bank Pegawai, atau bank yang sejenis yang melayani kebutuhan kredit pengusaha dan pedagang kecil di pasar dan di kampung. Sumber pembiayaan kredit ini adalah berasal dari dana masyarakat yang dihimpun dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

4. BRI melayani langsung kredit yang relatif besar atau kredit yang dipinjamkan kepada pengusaha menengah di pedesaan atau di perkotaan.

Masalah yang dihadapi BPR

Page 13: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya

Apabila ditinjau dari segi kepemilikannya, jenis bank terdiri atas bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, dan bank milik swasta asing.

1 ) Bank Milik Pemerintah

Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula.Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.

2 ) Bank Milik Swasta Nasional

Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.

3 ) Bank Milik Asing

Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing.Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri.Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.

Jenis Bank Berdasarkan Kegiatan Operasionalnya

1 ) Bank Konvensional

Pengertian kata "konvensional" menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah "menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan". Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah "berdasarkan kesepakatan umum" seperti adat, kebiasaan, kelaziman.

Berdasarkan pengertian itu, bank konvensional adalah bank yang dalam operasionalnya menerapkan metode bunga, karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu, menjadi kebiasaan dan telah dipakai secara meluas dibandingkan dengan metode bagi hasil.

Bank konvensional pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap dana masyarakat antara lain tabungan, simpanan deposito, simpanan giro; menyalurkan dana yang telah dihimpun dengan cara mengeluarkan kredit antara lain kredit investasi, kredit modal kerja, kredit konsumtif, kredit jangka pendek; dan pelayanan jasa keuangan antara lain kliring, inkaso, kiriman uang, Letter of Credit, dan jasa-jasa lainnya seperti jual beli surat berharga, bank draft, wali amanat, penjamin emisi, dan perdagangan efek.

Page 14: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham, dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar.Pendapatan bank tersebut, kemudian dialokasikan untuk cadangan primer, cadangan sekunder, penyaluran kredit, dan investasi.Bank konvensional contohnya bank umum dan BPR. Kedua jenis bank tersebut telah kalian pelajari pada subbab sebelumnya.

2 ) Bank SyariahSekarang ini banyak berkembang bank syariah.

Bank syariah muncul di Indonesia pada awal tahun 1990-an. Pemrakarsa pendirian bank syariah di Indonesia dilakukan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18 – 20 Agustus 1990.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam.

Falsafah dasar beroperasinya bank syariah yang menjiwai seluruh hubungan transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan.Efisiensi mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk memperoleh keuntungan sebesar mungkin.

Keadilan mengacu pada hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang matang atas proporsi masukan dan keluarannya.Kebersamaan mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling meningkatkan produktivitas.

Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank konvensional.

Penentuan harga bagi bank syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank syariah.

a) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).

b) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).

c) Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah).

d) Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah).

e) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus berlandaskan pada Alquran dan hadis.Bank syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.Bagi bank syariah, bunga bank adalah riba.

Page 15: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Dalam perkembangannya kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah.Contoh Bank Syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri.

Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: اإلسالمية المصرفية  al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasipada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.Meskipun prinsip-prinsip tersebut mungkin saja telah diterapkan dalam sejarah perekonomian Islam, namun baru pada akhir abad ke-20 mulai berdiri bank-bank Islam yang menerapkannya bagi lembaga-lembaga komersial swasta atau semi-swasta dalam komunitas muslim di dunia.

SejarahSuatu bentuk awal ekonomi pasar dan merkantilisme, yang oleh beberapa ekonom disebut sebagai "kapitalisme Islam", telah mulai berkembang antara abad ke-8 dan ke-12. Perekonomian moneter pada periode tersebut berdasarkan mata uang dinar yang beredar luas saat itu, yang menyatukan wilayah-wilayah yang sebelumnya independen secara ekonomi.

Pada abad ke-20, kelahiran perbankan syariah tidak terlepas dari hadirnya dua gerakan renaisans Islam modern, yaitu gerakan-gerakan neorevivalis dan modernis. Sekitar tahun 1940-an, di Pakistan dan Malaysia telah terdapat upaya-upaya pengelolaan dana jamaah haji secara non konvensional. Tahun 1963, Islamic Rural Bank berdiri di desa Mit Ghamr di Kairo, Mesir.

Perbankan syariah secara global tumbuh dengan kecepatan 10-15% per tahun, dan menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang konsisten di masa depan. Laporan dari International Association of Islamic Banks dan analisis Prof. Khursid Ahmad menyebutkan bahwa hingga tahun 1999 telah terdapat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, yaitu di negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim serta negara-negara lainnya di Eropa, Australia, maupun Amerika. Diperkirakan terdapat lebih dari AS$ 822.000.000.000 aset di seluruh dunia yang dikelola sesuai prinsip-prinsip syariah, menurut analisis majalah The Economist. Ini mencakup kira-kira 0,5% dari total estimasi aset dunia pada tahun 2005.Analisis Perusahaan Induk CIMB Group menyatakan bahwa keuangan syariah adalah segmen yang paling cepat tumbuh dalam sistem keuangan global, dan penjualan obligasi syariah diperkirakan meningkat 24 persen hingga mencapai AS$ 25 miliar pada 2010.

Prinsip perbankan syariahPerbankan syariah memiliki tujuan yang sama seperti perbankan konvensional, yaitu agar lembaga perbankan dapat menghasilkan keuntungan dengan cara meminjamkan modal, menyimpan dana,

Page 16: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

membiayai kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai. Prinsip hukum Islam melarang unsur-unsur di bawah ini dalam transaksi-transaksi perbankan tersebut:

1. Perniagaan atas barang-barang yang haram,2. Bunga (ربا riba),3. Perjudian dan spekulasi yang disengaja (ميسر maisir), serta4. Ketidakjelasan dan manipulatif (غرر gharar).

Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:Bank Islam

Melakukan hanya investasi yang halalmenurut hukum Islam

Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa

Berorientasi keuntungan dan falah(kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)

Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan

Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah

Bank Konvensional

Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam

Memakai perangkat suku bunga Berorientasi keuntungan Hubungan dengan nasabah dalam

bentuk kreditur-debitur Penghimpunan dan penyaluran dana tidak

diatur oleh dewan sejenis

Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.

Bank syariah adalah bank yang beroperasi berdasarkan syariah atau prinsip agama Islam.Sesuai dengan prinsip Islam yang melarang sistem bunga atau riba yang memberatkan, maka bank syariah beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan dan keadilan.

Perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain :

1. Perbedaan FalsafahPerbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada landasan falsafah yang dianutnya.Bank syariah tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank kovensional justru kebalikannya.Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi

Page 17: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

hasil.Dengan demikian sebenarnya semua jenis transaksi perniagaan melalu bank syariah diperbolehkan asalkan tidak mengandung unsur bunga (riba).Riba secara sederhana berarti sistem bunga berbunga atau compound interest dalam semua prosesnya bisa mengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak seperti efek bola salju pada cerita di awal artikel ini.Sangat menguntungkan saya tapi berakibat fatal untuk banknya.Riba, sangat berpotensi untuk mengakibatkan keuntungan besar disuatu pihak namun kerugian besar dipihak lain, atau malah ke dua-duanya.

2. Konsep Pengelolaan Dana NasabahDalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi jelas berbeda dengan deposito pada bank konvensional dimana deposito merupakan upaya mem-bungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja si nasabah membutuhkan, maka bank syariah harus dapat memenuhinya, akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Karena pengendapan dananya tidak lama alias cuma titipan maka bank boleh saja tidak memberikan imbal hasil. Sedangkan jika dana nasabah tersebut diinvestasikan, maka karena konsep investasi adalah usaha yang menanggung risiko, artinya setiap kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, didalamnya terdapat pula risiko untuk menerima kerugian, maka antara nasabah dan banknya sama-sama saling berbagi baik keuntungan maupun risiko.

Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian, dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam traksaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Hasil keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Hasil usaha semakin tingi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada dan nasabahnya.Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Jadi konsep bagi hasil hanya bisa berjalan jika dana nasabah di bank di investasikan terlebih dahulu kedalam usaha, barulah keuntungan usahanya dibagikan. Berbeda dengan simpanan nasabah di bank konvensional, tidak peduli apakah simpanan tersebut di salurkan ke dalam usaha atau tidak, bank tetap wajib membayar bunganya.

Dengan demikian sistem bagi hasil membuat besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah mengikuti besar kecilnya keuntungan bank syariah.Semakin besar keuntungan bank syariah semakin besar pula keuntungan nasabahnya.Berbeda dengan bank konvensional, keuntungan banknya tidak dibagikan kepada nasabahnya. Tidak peduli berapapun jumlah keuntungan bank konvesional, nasabah hanya dibayar sejumlah prosentase dari dana yang disimpannya saja.

3. Kewajiban Mengelola ZakatBank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib membayar zakat, menghimpun,

Page 18: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

mengadministrasikannya dan mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat. Infak, sedekah)

4. Struktur OrganisasiDi dalam struktur organisasi suatu bank syariah diharuskan adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS). DPS bertugas mengawasi segala aktifitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. DPS ini dibawahi oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan menyimpang.DSN juga dapat mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sangsi.

Bagaimana Nasabah Mendapat Keuntungan

Jika bank konvensional membayar bunga kepada nasabahnya, maka bank syariah membayar bagi hasil keuntungan sesuai dengan kesepakatan.Kesepakatan bagi hasil ini ditetapkan dengan suatu angka ratio bagi hasil atau nisbah. Nisbah antara bank dengan nasabahnya ditentukan di awal, misalnya ditentukan porsi masing-masing pihak 60:40, yang berarti atas hasil usaha yang diperolah akan didisitribusikan sebesar 60% bagi nasabah dan 40% bagi bank. Angka nisbah ini dengan mudah Anda dapatkan informasinya dengan bertanya ke customer service atau datang langsung dan melihat papan display " Perhitugan dan Distribusi Bagi Hasil" yang ada di cabang bank syariah.

Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

1.Bidang Investasi

Bank Syariah berinvestasi pada usaha yanghalal.

Bank Konvensional bebas nilai

2.Prinsip dalam pengelolaan dana

Bank syariah menggunakan prinsip syariah.Prinsip tersebut melarang bank syariah mengenakan bunga kepada nasabah.Yang ada hanyalah bagi hasil.

Bank konvensional menghalalkan bunga bank

3.Besaran bagi hasil

Page 19: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Dalam Bank Syariah besaran bagi hasilberubah-ubah sesuai kinerja bank. Bilabank mengalami kauntungan, maka besaranbagi hasil akan bertambah.

Dalam Bank Konvensional besarnya bungaadalah tetap. Meski bank mengalamikeuntungan, besarnya bunga tidakbertambah

4.Dewan pengawas

Dalam Bank Syariah ada keharusan untukmemiliki

Dewan Pengawas Syariah (DPS)dalam struktur organisasinya.

Dalam Bank Konvensional, tidak adalembaga yang sejenis

5.Tujuan

Tujuan Bank Syariah, adalahprofit dan falahoriented. Artinya bank syariah tidak semata-matamencari profit tetapi juga berusaha meraihkemenangan baik di dunia maupun di akhirat.Kemenangan di dunia artinya keberhasilanmenunjukan bahwa bank syariah adalah system perbankan yang terbaik, sedangkan kemenangan diakhirat berupa pahala dan kebaikan di sisi Allah.

Tujuan Bank Konvensional adalahprofit oriented yaitu mencari keuntungan

Contoh-Contoh Bank Syariah dan Bank Konvensional

Contoh-contoh bank syariah :

Bank Syariah Mandiri

Bank Muamalat

Ada juga beberapa bank konvensional yangmembuka unit syariah, antara lain:

Bank Negara Indonesia (BNI)

Bank Bukopin

Bank Danamon

Bank Rakyat Indonesia (BRI)

Bank Internasional Indonesia (BII)

Page 20: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

Bank KonvensionalAntara lain :

Bank Negara Indonesia (BNI)

Bank Bukopin

BankDanamon

Bank Rakyat Indonesia (BRI)

BankCentral Asia (BCA)

3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR

Bank perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas, menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia, deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain sebagainya.

MAKALAH BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN LAINNYA Peran Bank Perkereditan Rakyat (BPR) Disusun oleh : Karlina Pratiwi H14090048 Tamiyah Alatas H14090065 Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor 2011-2012   BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut Undang-Undang Perbankan No.14 tahun 1967, pengertian bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Selanjutnya berdasarkan penjelasan tentang Undang-Undang Perbankan yang baru yaitu Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992 maka dilakukan langkah-langkah penyempurnaan tata perbankan di Indonesia diantaranya adalah langkah-langkah penyederhanaan jenis bank menjadi bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR) serta memperluas ruang lingkup dan batas kegiatan yang dapat diselenggarakannya. Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. BPR adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam sistem perbankan di Indonesia Bank Perkreditan Rakyat diberi peran yang penting, yaitu memberikan pelayanan perbankan kepada usaha kecil atau usaha mikro dan sektor informal, terutama di daerah pedesaan. Dengan membantu dalam memberikan pelayanan perbankan khususnya dalam pemberian pinjaman untuk menciptakan pekerjaan mandiri kepada rakyat kecil yang bekerja dalam sektor informal di kota maupun di daerah pedesaan, Bank Perkreditan Rakyat berperan dalam membantu menciptakan lapangan kerja baru, pemerataan kesempatan berusaha dan pemerataan

Page 21: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

pendapatan. 2.2 Rumusan Masalah Berdasarkan penjelasan diatas maka makalah ini akan membahas tentang: 1. Bagaimana peran BPR dalam perekonomian Indonesia? 2. Apa kendala yang dihadapi BPR dalam pembiayaan UMK? 3. Bagaimana kondisi Persaingan BPR dengan lembaga keuangan lainnya? 4. Bagaimana pertumbuhan simpanan BPR? 5. Apa prospek BPR ke depan dalam rangka pembiayaan UMK? 2.3 Tujuan Tujuan pembahasan makalah ini adalah: 1. Mengetahui peran BPR dalam perekonomian Indonesia. 2. Mengetahui kendala yang dihadapi BPR dalam pembiayaan UMK. 3. Mengetahui kondisi Persaingan BPR dengan lembaga keuangan lainnya. 4. Mengetahui pertumbuhan simpanan BPR. 5. Mengetahui prospek BPR ke depan dalam rangka pembiayaan UMK.   BAB II PENMBAHASAN 2.1 Peran BPR dalam perekonomian Indonesia Pengertian atau definisi bank menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah : “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya ke dalam masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Sehubungan dengan definisi bank tersebut bank menduduki posisi yang strategis di dalam perekonomian nasional karena : 1) Bank berperan dalam pembangunan nasional 2) Bank berperan dalam pembagian pendapatan masyarakat. Peranan bank dalam pembangunan nasional yakni, kegiatan bank dalam menghimpun atau memobilisasi dana yang menganggur dari masyarakat dan perusahaan-perusahaan kemudian disalurkan ke dalam usaha-usaha yang produktif untuk berbagai sektor ekonomi seperti pertanian, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perdagangan dan jasa-jasa lainnya akan meningkatkan pendapatan nasional dan pendapatan masyarakat. Demikian pula akan membuka dan memperluas lapangan atau kesempatan kerja. Sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang menganggur di dalam masyarakat. Kegiatan dalam pemberian jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang dapat membantu memperbesar dan memperlancar arus barang-barang dan jasa-jasa dalam masyarakat. Peranan bank dalam pembagian pendapatan masyarakat yakni, dalam kebijakan pemberian kredit bank mempunyai peranan yang sangat penting karena turut menentukan pembagian pendapatan masyarakat. Kredit merupakan sarana yang ampuh bagi mereka yang memperolehnya, sebab dengan memperoleh kredit seseorang dapat menguasai faktor-faktor produksi untuk kegiatan usahanya. Makin besar kredit yang diperoleh, makin besar pula faktor produksi yang dikuasai, sehingga makin besar pula bagian pendapatan masyarakat yang dapat diraihnya. Sehubungan dengan itu melalui sistem perbankan yang kita miliki dan kebijakan perkreditan yang tepat bank dapat melaksanakan fungsinya dalam membantu pemerintah untuk memeratakan kesempatan berusaha dan pendapatan di dalam masyarakat. Dengan demikian kita dapat turut mewujudkan masyarakat yang kita citacitakan, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. 2.1.1 Peran Bank Perkereditan Rakyat(Bank khusus untuk melayani usaha kecil) Pada masa penjajahan Belanda sistem perbankan di Indonesia erat hubungannya dengan politik ekonomi kolonial Belanda. Pada waktu itu Indonesia dijadikan sebagai negeri penghasil bahan-bahan mentah untuk ekspor dan sebagai pasar untuk barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara Barat terutama negeri Belanda. Oleh karena itu kebanyakan bank-bank yang didirikan bukanlah untuk membiayai perekonomian rakyat seperti pertanian rakyat, perkebunan rakyat, kerajinan tangan, industri kecil dan usaha-usaha lain yang dilaksanakan oleh rakyat, khususnya orang-orang Indonesia. Bank-bank milik orang Eropa terutama mengarahkan kegiatannya untuk pembiayaan perusahaan-perusahaan perkebunan dan untuk impor-ekspor. Demikian pula bank-bank milik orang-orang Asia seperti Cina dan Jepang juga meniru usaha perkreditan bank-bank Belanda. Karena itu para pedagang atau pengusaha pribumi untuk keperluan permodalannya tergantung pada kekayaan perorangan, baik milik sendiri atau meminjam dari sanak

Page 22: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

keluarga dan handai tolan ataupun pada pelepas uang atau rentenir dan para tengkulak. Baru pada akhir abad kesembilanbelas mulai ada usaha-usaha untuk memperhatikan kebutuhan kredit rakyat dan untuk mendirikan bank untuk memenuhi kebutuhan rakyat kecil. 2.1.2 Latar Belakang Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Dalam abad kesembilanbelas telah terjadi proses kemiskinan rakyat Indonesia,terutama yang berada di daerah pedesaan di Pulau Jawa dan Madura. Hal ini disebabkan karena pada abad itu dan sebelumnya rakyat Indonesia, khususnya yang hidup di daerah pedesaan dibebani pajak-pajak dan pungutan-pungutan yang berat baik berupa uang, hasil bumi maupun kerja yang tidak dibayar. Beban penderitaan rakyat di pedesaan terutama terjadi dalam masa dilaksanakannya Tanam Paksa (Cultuur Stelsel) oleh Pemerintah Hindia Belanda antara tahun 1830-1870. Beban yang berat tersebut disertai pula dengan peningkatan jumlah penduduk yang mulai naik dengan laju yang cepat sejak abad tersebut. Hal ini pun mempunyai pengaruh pula terhadap turunnya tingkat kesejahteraan dari rakyat Indonesia, karena kenaikan jumlah penduduk dan kenaikan produksi pangan menjadi tidak seimbang. Timbulnya “Politik Ethis” pada akhir abad kesembilanbelas di negeri Belanda, yang menginginkan diadakannya perbaikan terhadap keadaan rakyat Indonesia yang telah menderita karena Tanam Paksa dan ekses-eksesnya, dan agar keuntungan yang diperoleh negeri Belanda dari tanam Paksa tersebut dikembalikan kepada rakyat Indonesia terutama petaninya. Sehingga Parlemen Negeri Belanda antara lain mendesak agar kepada masyarakat Indonesia terutama didaerah pedesaan diberikan bantuan kredit. Maka timbullah gagasan-gagasan dari orang-orang Belanda baik di negeri Belanda maupun di Indonesia untuk mendirikan lembaga perkreditan untuk membantu penduduk Indonesia khususnya yang bermukim di pedesaan. Usaha ini dimaksudkan untuk mencegah kemerosotan lebih lanjut daripada kesejahteraan para petani serta meningkatkan daya tahan mereka terhadap bencana-bencana yang dapat terjadi. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. Pijnaker Hordijk menunjuk W.P. Groeneveldt anggota Dewan Hindia Belanda untuk mengadakan penelitian mengenai keadaan ekonomi orang-orang Timur Asing di Jawa dan Madura. Hal ini berkaitan dengan peran mereka sebagai pemberi kredit kepada orang-orang Indonesia. Tekanan dari penelitian itu adalah penguasaan yang dilakukan orang-orang Timur Asing terhadap orang-orang Indonesia melalui praktek-praktek woeker, yaitu pinjaman uang dengan suku bunga yang sangat tinggi dan dengan persyaratan yang sangat berat. Ketika Groeneverdt diangkat sebagai wakil ketua Dewan, maka F. Fokkens ditunjuk oleh Pemerintah untuk mengadakan penelitian tersebut. Dalam kesimpulan dari penelitian tersebut Fokkens menyarankan agar untuk membantu memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia akan kredit perlu didirikan Bank Hipotik yang juga bekerja sebagai kas tabungan. Bank ini hendaknya diprakarsai oleh pihak swasta, akan tetapi diawasi oleh Pemerintah. Bank tersebut yang merupakan juga bank pertanian perlu dicoba dahulu dibeberapa tempat. Apabila percobaan ini berhasil, maka dapat dikembangkan kedaerah-daerah lain. Kendala yang terdapat dalam cara pemberian kredit ini adalah karena tanah-tanah orang Indonesia tidak diregistrasi dan tidak dapat diikat dengan hipotik. Cara pemberian kredit tersebut tidak dapat dilaksanakan karena kemudian ditemukan cara lain untuk pelaksanaan kredit pertanian. Yaitu pada bulan Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah didirikan Bank Priyayi atau Bank Pegawai oleh seorang pegawai pemerintah bangsa Indonesia yang memberikan pinjamannya kepada para pegawai negeri bangsa Indonesia dan juga kepada para tukang (pengrajin) dan petani. 21.3. Pendirian Bank Perkreditan Rakyat Pertama (Bank Pegawai) Bank Perkreditan Rakyat yang pertama lahir pada akhir abad yang lalu ditengahtengah kemiskinan dan penderitaan rakyat Indonesia di daerah Banyumas, Jawa Tengah oleh seorang pegawai pemerintahan bangsa Indonesia R. Bei Aria Wirjaatmadja. Sebelum tahun

Page 23: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

1875 R. Bei Aria Wirjaatmadja yang menjabat sebagai patih di Purwokerto telah mengetahui bahwa banyak Pegawai Negeri terjerat hutang pada rentenir didaerah itu. Maka ia berusaha membantu membebaskan hutang mereka kepada rentenir, yaitu mula-mula dengan uangnya sendiri dan kemudian dengan persetujuan atasannya mempergunakan uang kas mesjid yang dipercayakan kepadanya untuk pengurusannya. Kecuali membantu para pegawai negeri ia membantu pula para petani dan tukang atau pengrajin dengan modal pertama sebesar Rp 4000,- Kesulitan kemudian terjadi karena ada perintah bahwa uang kas mesjid tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain daripada maksud semula. Patih R. Bei Aria Wirjaatmadja diharuskan untuk mengembalikan uang yang dipergunakannya tersebut. Hal ini tentunya tidak dapat dilakukan karena uang itu sudah dipinjamkan. Asisten Residen E. Sieburgh yang mengetahui kejujuran patih dan tujuan dari penggunaan uang itu memberikan bantuannya dengan membuat surat edaran kepada penduduk Purwokerto, baik yang berkebangsaan Eropa, maupun orang-orang Indonesiauntuk membantu pengembalian uang kas mesjid. Karena masyarakat di Purwokerto telah mengenal dan menghargai usaha yang telah dilaksanakannya, maka mereka turun tangan mengumpulkan dana untuk menolong patih yang jujur dari kesulitannya. Dalam waktu yang tidak lama terkumpul uang sebesar Rp 4000,- untuk meneruskan “perusahaan bank” dari R. Bei Aria Wirjaatmadja. Dengan bantuan asisten residen E. Sieburgh uang yang terkumpul dari masyarakat Purwokerto tersebut dijadikan modal pertama dari Bank Perkreditan Rakyat yang pertama yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895. Bank tersebut dinamakan “Hulp en Spaar Bank voor Inlandsche Hoofden” (Bank Bantuan dan Tabungan untuk Kepala-kepala Bangsa Indonesia) atau “Hulp en Spaar bank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren” (Bank Bantuan dan Tabungan Pegawai Pemerintahan bangsa Indonesia) yang pada waktu itu dikenal sebagai Bank Priyayi dan merupakan bank Pegawai. Kecuali kepada para pegawai negeri bank juga memberi pinjaman kepada para petani dan tukang, mengenai pengertian tukang ini mungkin meliputi antara lain tukang batu, tukang besi serta pengrajin pada umumnya, untuk melepaskan diri dari jeratan rentenir atau pengijon. 2.1.3 Peran BPR dalam mengembangkan usaha mikro Semenjak terjadinya krisis ekonomi hingga beberapa tahun terakhir ini hampir semua Bank gencar menggarap sektor Usaha Menengah Mikro dan Kecil (UMKM). Karena telah diakui bersama bahwa sektor inilah yang paling tahan terhadap badai krisis ekonomi yang memporakporandakan perekonomian nasional dengan menelan “korban” berbagai kalangan baik sektor perbankan, perdagangan, jasa, tidak terkecuali para Birokrat selaku pemegang kebijakan. Beberapa Bank dilikuidasi, perdagangan mandek, industri menghentikan produksi, PHK dimana-mana, banyak L/C Indonesia tidak dipercaya di luar negeri, dan beberapa pejabat bertumbangan. Tapi justru sektor UMKM dapat bertahan, bahakan mengalami perkembangan yang signifikan. Hal ini disebabkan antara lain karena UMKM bergerak di hampir semua sektor ekonomi. Pertanian, perdagangan eceran, industri rumah tangga, jasa-jasa, arisan RT, simpan pinjam kelompok dan sebagainya, semua berjalan biasa. Populasinya juga bersifat masal dan tersebar sehingga dapat menjadi penyedia barang dan jasa yang terjangkau bagi konsumen bawah karena jaringan distribusinya luas. Kegiatan UMKM umumnya hanya menggunakan teknologi sederhana, sehingga mudah menyesuaikan iklim dan lingkungan diamana usahanya berada. Dari sisi pembiayaan, modal UMKM biasanya relatif kecil sehingga penyaluran kredit UMKM dapat lebih merata, yang sekaligus menjadi strategi dari penyebaran resiko kredit. Bagi Pengusaha Mikro, kredit Bank (baca ; BPR) merupakan madu yang berarti manfaat dan memberi nilai tambah bagi pengembangan usahanya. Dengan meminjam BPR usaha nasabah semakin meningkat, omset bertambah, dan keuntungan melimpah. Itu artinya kredit yang diberikan Bank dapat menjadi madu bagi

Page 24: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

nasabah. Tapi sebaliknya, kredit bisa menjadi racun karena setelah pinjam BPR usahanya menjadi tersendat, angsuran meningkat, bahkan bisa jadi usahanya sekarat. Racun yang menimpa nasabah dapat berimbas meracuni Bank, karena dengan tersendatnya usaha biasanya akan berakibat pada terhambatnya angsuran. Meskipun pada beberapa kasus ada nasabah yang usahanya bangkrut, tapi angsurannya tetap lancar yang bisa digambarkan sebagai racunnya nasabah tapi madunya Bank, karena mungkin nasabah memeiliki itikad dan karakter yang baik. Tetapi hal ini tentu tidak diinginkan oleh nasabah maupun Bank. Bagi BPR sendiri, kredit bagaikan madu di tangan kanan atau racun ditangan kiri. Karena kredit menjadi tumpuan pendapatan opersional dari bunga yang dibayar oleh nasabah. Rata-rata 80 % Pendapatan BPR adalah bersumber dari pendapatan bunga kredit yang disalurkan. Jika angsuran nasabah lancar dalam membayar bunga dan pokok sebagaimana yang telah diperjanjikan, maka kredit tersebut bisa dibilang menjadi madu bagi Bank. Tetapi jika angsuran nasabah bermasalah atau bahkan macet, maka kredit tersebut menjadi racun karena Bank harus menyediakan PPAPWD yang cukup untuk menutup kerugian Bank akibat kredit macet. Selain itu akibat kredit bermasalah juga berdampak pada tertundanya pendapatan bunga, sedangkan biaya terus bertambah. Lebih berbahaya lagi jika kredit bermasalah sudah seperti racun yang menjalar ke seluruh organ tubuh sehingga berdampak pada timbulnya kematian / kebangkrutan. Oleh karena itu bagaimana kredit bisa menjadi madu bagi nasabah yang sekaligus madu bagi Bank, para analis kredit tentu sudah paham betul dengan analisa pendekatan yang digunakan. Tetapi bagaimana madu dapat mengalir secara terus menerus (sustainable) yang dapat menghidupi Nasabah sekaligus menghidupi Bank, ini yang perlu dipikirkan. Mengembangkan UMKM untuk menjadi nasabah yang menghasilkan madu secara terus menerus bukanlah program kagetan, atau program serentak yang seketika itu juga dapat dipetik hasilnya. Untuk membangun loyalitas UMKM yang sekarang menjadi primadona dan sasaran perbankan perlu kesabaran dan komitmen yang kuat. Betatapun canggihnya produk Bank Umum dan betapapun murahnya bunga Bank Umum, UMKM yang sudah loyal menjadi nasabah BPR tidak mudah tergoyahkan oleh tawaran-tawaran menggiurkan itu, karena pendekatan system analisis yang digunakan BPR menggunakan pendekatan sosial budaya (socio cultural approach) yang dinilai lebih tepat bagi UMKM. Bank Umum memang punya keunggulan teknologi, sumber dana yang melimpah, networking secara nasional, lalu lintas pembayaran melalui cek dan bilyet giro, dan sebagainya. Tetapi BPR juga punya keunggulan hubungan personal yang kuat dengan nasabahnya. BPR mampu memberi pelayanan yang prima karena pelayanan yang dilakukan BPR adalah face to face. BPR juga mampu menyesuaikan kondisi, adat istiadat, budaya dan perikehidupan masyarakat sekitarnya. BPR dapat memberi lebih dari yang diharapkan nasabah, karena umumnya UMKM tidak sekedar membutuhkan modal tetapi juga bimbingan, petunjuk, konsultan, teman diskusi yang tidak semuanya dapat dilayani oleh Bank Umum. Dan BPR umumnya bersedia berbagi pengalaman dalam suasana keakraban dengan memberi sentuhan hangat kawan sejati. Hal ini berbeda dengan pelayanan Bank Umum pada UMKM yang dinilai terlalu kaku dan prosedural. 2.2 Kendala yang dihadapi BPR dalam pembiayaan UMK Walaupun terlihat adanya peran yang sudah dimainkan oleh BPR di dalam pembiayaan UMK seperti yang telah dijelaskan di atas, akan tetapi beberapa kendala masih dijumpai. Jika diperhatikan kendala tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu: Bersumber dari internal BPR dan Eksternal BPR. Secara internal kendala yang dihadapi oleh BPR, pertama adalah tingkat bunga kredit yang dianggap terlalu tinggi. Tingginya tingkat bunga ini disebabkanoleh kombinasi cost of fund, risk premiun dan biaya operasional BPR yang tinggi. Kedua informasi keberadaan BPR yang belum optimal dan belum banyak diketahui oleh UMK disekitar wilayah

Page 25: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

operasi BPR. Akibatnya, nasabah potensial tidak bisa dilayani dengan baik. Hal ini berkaitan dengan metode promosi yang dilakukan olehBPR belum sesuai dengan karakteristik nasabah potensial.Ketiga, faktor kecukupan modal masih menjadi kendala dalam rangka pembiayaan UMK. Peningkatan jumlah modal BPR akan berpengaruh kepada kemampuannya dalam menyalurkan kredit dalam jumlah yang lebih besar. Hal yang lebih penting adalah adanya peraturan Bank Indonesia tentang persyaratan modal minimum yang harus dipenuhi oleh BPR. Beberapa alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini diantaranya adalah merger dengan BPR lain, penjualan saham baru dan melakukan pinjaman kepada pihak lain. Keempat, faktor kualitas sumber daya manusia yang masih rendah khususnya di daerah-daerah yang masih berkembang dimana sebagian besar kualifikasinya adalah tamatan SLTA sehingga membatasi kemampuan BPR didalam melakukan operasional seperti menganalisis dan mengawasi kredit serta dalam memberikan pelayanan dan pengembangan produk baru. Secara eksternal peran BPR dalam pembiayaan BPR menghadapi beberapa kendala berikut ini: Pertama, kondisi perekonomian yang dianggap dapat mengurangi kemampuan BPR dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMK. Kedua, munculnya pandangan bahwa BPR menghadapi persaingan dari berbagai dimensi diantaranya produk yang ditawarkan, tingkat bunga, mutu pelayanan. Persaingan ini tidak hanya dari BPR yang lain tetapi juga dari lembaga keuangan baik bank maupun non bank. 2.3 kondisi Persaingan BPR dengan lembaga keuangan lainnya. Dalam hal produk, Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan pasal tiga belas membatasi usaha yang dilakukan oleh BPR hanya pada empat jenis, yaitu: menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; memberikan kredit; menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; danmenempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. Sedangkan jasa seperti giro, transfer, dan fee basedincome lainnya tidak diperbolehkan. Halini tentu menimbulkan hambatan kepada BPR untuk mengembangkan pelayanannya. Sementara itu BPR harus bersaing dengan beberapa bank umum yang juga melayani kredit mikro seperti BRI Unit Desa dan Danamon Simpan Pinjam dengan variasi produk yang lebih beragam. Hal ini tentunya akan semakin memperberat persaingan yang dihadapi oleh BPR. Persaingan antara BPR dengan bank umum lainnya belum menunjukkan ancaman yang serius. Powers dan Hahn (2004), mengatakan bank yang tidak peduli dengan persaingan dan tidak merespon strategi kompetitor adalah bank yang stuck-in-the-middle. Dengan kata lain, jika BPR tidak merespon strategi kompetitor maka tidak akan ada peningkatan BPR di dalam manajemen usaha dan selanjutnya juga tidak meningkatkanya peran dalam pembiayaan UMK. Artinya, BPR harus memiliki strategi yang jelas didalam menghadapi persaingan dengan lembaga perbankan lainnya. Porter (1985), menyatakan bahwa kinerja yang superior di dalam kondisi persaingan bisa didapat melalui penerapan strategi overall costleadership, differentiation, atau focus. Merujuk pada analisis terhadap nasabah BPR, maka strategi cost leadership tidak cocok dilakukan oleh BPR karena cost offund dan risk premium belum bisa diturunkan. Sebagai alternatif untuk bersaing dengan lembaga keuangan lainya maka strategi focus differentiation akan lebih tepat dengan karakteristik nasabah BPR. Strategi fokus kepada pelayanan yang sesuai dengan karakteristik UMK dan menciptakan diferensiasi dalam bentuk pelayanan dan produk yang unik. Implikasi bagi BPR adalah perlunya identifikasi kembali core competency yang dimilikinya dan menyusun rencana strategis pengembangan usaha secara komprehensif. Salah satu keunikan karakteristik UMK dalam berhubungan dengan BPR adalah motivasi mengambil kredit yang

Page 26: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

lebih mengutamakan kecepatan dan kemudahan dari pada tingkat bunga (not pricesensitive). Hal ini disebabkan sebagian besar nasabah adalah pelaku usaha mikro dan kecil yang sering mengalami kesulitan modal kerja dan butuh dana cepat. Berdasarkan informasi dari focusedgroup discussion, pengalaman UMK yang pernah berhubungan dengan rentenir menunjukkan kecepatan ketersediaan dana adalah faktor penentu pengambilan keputusan. Secara rata-rata pencairan 29 kredit oleh BPR lebih cepat (2-3 hari) dibandingkan bank umum walaupun bunga lebih tinggi dari bank umum (HasilFocused Group Discussion). Artinya dengan tingkat bunga yang berlaku saatini dapat dimbangi dengan kecepatan,kemudahan dan kenyamanan pelayananBPR yang lebih baik dan ini merupakankunci untuk dapat menjangkau lebihbanyak UMK. Hal ini sejalan denganKaynak dan Harcar (2005) yangmengatakan bahwa di dalam bisnisperbankan yang berorientasi konsumen,kemampuan untuk menyediakanpelayanan yang sesuai dengan kebutuhansegmen pelanggan dan ketersediaansumberdaya dan kompetensi yang sesuaidengan pasar sasaran merupakan aspekyang sangat penting. 2.4 Pertumbuhan simpanan BPR ??? (ga bisa di crop tabel+grafiknya dr pdf) 2.5 Prospek BPR ke depan dalam rangka pembiayaan UMK Adanya lembaga keuangan lokal (local financial institutions) merupakan salah satu faktor penting untuk mendukung percepatan pengembangan UMK di daerah. Lembaga keuangan lokal yang telah banyak berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah selama ini adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Prospek BPR dalam Pembiayaan UMKLembaga Keuangan Mikro memilikiketerkaitan yang erat denganperkembangan usaha mikro. Berkaitan dengan halitu, prospek BPR pada masa yang akandatang berhubungan erat dengan tingkatperkembangan dan pertumbuhan UMKdimasa datang. UMK dimasa datangdipercaya akan mempunyaiperkembangan yang semakin meningkat. Hal ini sudah terbukti dengan daya tahanyang ditunjukkannya pada masa krisis ekonomi. UMK juga mempunyai peluanguntuk berkembang karena didukung olehkebijakan pemerintah baik nasionalmaupun daerah melalui berbagai kebijakan, program dan aktivitas. Sejalandengan tekad pemerintah untukmengentaskan kemiskinan, maka salahsatu alternatif adalah melaluipengembangan UMK. Adanyapendidikan kewirausahaan pada berbagailevel pendidikan dan perilaku sosial yangmempunyai bakat berusaha yang tinggi,maka diharapkan perkembangan UMKakan lebih pesat. Hal ini tentunya akanberakibat kepada peningkatan kebutuhanmodal usaha akan menjadi potensi bagiBPR untuk meningkatkan aktivitaspembiayaannya.Saat ini jangkuan pelayanan BPR masihterbatas pada sekelompok nasabah atausekitar 18 persen dari seluruh UMK diSumatera Barat. Hal ini merupakanpeluang bagi UMK untuk meningkatkanpelayanan melalui perluasan jangkauankepada nasabah potensial.Berdasarkan analisis tentang peran BPRdalam pembiayaan UMK di SumateraBarat, terlihat bahwa BPR telah berperanmenjalankan fungsi intermediari-nya.Namun demikian kedepan BPR memilikiprospek yang cukup baik untukpembiayaan UMK, tetapi dengan terlebih dahulu mengatasi kendala dan hambatanbaik yang bersumber dari dalam maupun dari luar BPR, seperti tingginya tingkatbunga, kurangnya sosialisasi, terbatasnya modal dan kualitas SDM yang masihrendah.   BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Sesuai Undang Undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Usaha BPR meliputi, menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; memberikan kredit; menyediakan pembinaan dan penempatan dana sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; menempatkan dananya dalam

Page 27: Singkat Bank Perkreditan Rakyat

bentuk Sertifikat Bank Indonesia, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan pada bank lain. BPR adalah salah satu bentuk lembaga keuangan mikro di Indonesia yang telah memiliki akar dalam sosial ekonomi masyarakat pedesaan Indonesia. Kendala yang dihadapi BPR dalam pembiayaan UMK dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan sumbernya, yaitu: Bersumber dari internal BPR dan Eksternal BPR. Secara internal kendala yang dihadapi oleh BPRyaitu tingkat bunga kredit yang dianggap terlalu tinggi,informasi keberadaan BPR yang belum optimal dan belum banyak diketahui oleh UMK disekitar wilayah operasi BPR, faktor kecukupan modal, dan faktor kualitas sumber daya manusia yang masih rendah khususnya di daerah-daerah yang belum berkembang. Secara eksternal peran BPR dalam pembiayaan BPR menghadapi beberapa kendala berikut ini: Pertama, kondisi perekonomian yang dianggap dapat mengurangi kemampuan BPR dalam meningkatkan penyaluran kredit kepada UMK. Kedua, munculnya pandangan bahwa BPR menghadapi persaingan dari berbagai dimensi diantaranya produk yang ditawarkan, tingkat bunga, mutu pelayanan. Persaingan ini tidak hanya dari BPR yang lain tetapi juga dari lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Dalam menjalani persaingannya, BPR harus memiliki strategi yang jelas didalam menghadapi persaingan dengan lembaga perbankan lainnya, dengan tingkat bunga yang berlaku saat ini dapat dimbangi dengan kecepatan, kemudahan dan kenyamanan pelayanan BPR yang lebih baik dan ini merupakan kunci untuk dapat menjangkau lebih banyak UMK.Kedepannya BPR memiliki prospek yang cukup baik untuk pembiayaan UMK, tetapi dengan terlebih dahulu mengatasi kendala dan hambatan baik yang bersumber dari dalam maupun dari luar BPR, seperti tingginya tingkat bunga, kurangnya sosialisasi, terbatasnya modal dan kualitas SDM yang masih rendah.