sindrom down

12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. SINDROM DOWN Sindrom Down merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh adanya trisomi pada kromosom 21. Kelebihan kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik, kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. Sindrom Down merupakan kelainan kromosom terbanyak yang ditemukan dengan angka kejadian 1 dari 500 kelahiran (Shen et al., 2012). Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Sejumlah 94% dari semua kasus sindrom Down adalah tipe trisomi 21 reguler dimana semua sel dalam tubuh akan memiliki tiga kromosom 21. Tipe kedua adalah translokasi dimana kromosom 21 akan berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi tidak menunjukkan karakter penderita sindrom Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Roizen, 2003). Tipe ketiga adalah mosaik. Pada tipe mosaik, hanya sel tertentu yang mempunyai kelebihan kromosom 21, didapatkan pada 2%

Upload: fahmi-wahyu-rakhmanda

Post on 01-Jan-2016

32 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sindrom Down

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SINDROM DOWN

Sindrom Down merupakan suatu kumpulan gejala yang diakibatkan oleh

adanya trisomi pada kromosom 21. Kelebihan kromosom ini akan mengubah

keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik fisik,

kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi tubuh. Sindrom

Down merupakan kelainan kromosom terbanyak yang ditemukan dengan angka

kejadian 1 dari 500 kelahiran (Shen et al., 2012).

Terdapat tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan

mosaik. Sejumlah 94% dari semua kasus sindrom Down adalah tipe trisomi 21

reguler dimana semua sel dalam tubuh akan memiliki tiga kromosom 21. Tipe

kedua adalah translokasi dimana kromosom 21 akan berkombinasi dengan

kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier

kromosom yang ditranslokasi tidak menunjukkan karakter penderita sindrom

Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Roizen, 2003). Tipe ketiga adalah

mosaik. Pada tipe mosaik, hanya sel tertentu yang mempunyai kelebihan

kromosom 21, didapatkan pada 2% total kasus dan biasanya kondisi penderita

lebih ringan (Roizen, 2003).

Gejala Klinis Sindrom Down yaitu:

a. Mata sipit yang membujur ke atas

b. Jarak kedua mata yang berjauhan

c. Mulut kecil dengan lidah yang besar sehingga cenderung dijulurkan

d. Tangan dengan telapak yang pendek dan mempunyai garis telapak tangan yang

melintang lurus.(horisontal/tidak membentuk huruf M)

e. Jari pendek-pendek, jari ke-5 sangat pendek dengan 2 ruas dan cenderung

melengkung (clinodactily)

f. Tubuh umumnya pendek dan cenderung gemuk

Page 2: Sindrom Down

g. Keterbelakangan mental

h. Abnormalitas traktus gastrointestinal

i. Gangguan hematologi

j. Penyakit jantung bawaan

1. Etiologi

Sindrom Down sering dilahirkan oleh ibu berumur tua (resiko tinggi),

khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Angka kejadian

Sindrom Down meningkat jelas pada wanita yang melahirkan anak setelah berusia

35 tahun ke atas. Sel telur wanita telah dibentuk pada saat wanita tersebut masih

dalam kandungan yang akan dimatangkan satu per satu setiap bulan pada saat

wanita tersebut memasuki masa pubertas. Pada saat wanita menjadi tua, kondisi

sel telur tersebut kadang-kadang menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh

sperma, sel benih ini mengalami pembelahan yang kurang sempurna. Namun

demikian, wanita yang hamil pada usia muda tidak terbebas dari risiko mendapat

bayi dengan sindrom Down. Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi

dengan sindrom Down adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah

mendapat bayi dengan sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang

terdekat yang pernah mendapat kondisi yang sama (Livingstone, 2006).

Faktor yang memegang peranan dalam terjadinya kelainan kromosom

diantaranya:

a. Umur ibu: biasanya pada ibu berumur lebih dari 30 tahun, hal ini karena

ketidakseimbangan hormonal. Umur ayah tidak berpengaruh.

b. Kelainan kehamilan.

c. Kelainan endokrin pada ibu: pada usia tua dapat terjadi infertilitas dan kelainan

tiroid.

2. Patogenesis dan Manifestasi Sindrom Down pada Penyakit Jantung

Bawaan

Page 3: Sindrom Down

a. Atrioventricular septal defects (AVSD)

Atrioventricular septal defects (AVSD) terjadi kelainan anatomis akibat

perkembangan endocardial cushion yang tidak sempurna saat perkembangan

embriologis. AVSD dapat terjadi secara total maupun parsial.

AVSD total dikarakteristikan sebagai adanya orifisium pada septum

atrioventrikuler, interatrial, dan defek septum ventrikel. Akibat adanya

peningkatan aliran darah ke paru yang disertai dengan insufisiensi mitral, gejala

selalu timbul dini yakni dalam minggu-minggu pertama kehidupan berupa gagal

jantung, maupun infeksi nafas berulang. Pasien dengan defek atrioventrikuler total

sering menunjukkan perjalanan alamiah yang progresif.

Pada penderita AVSD parsial, jaringan jantung pada bagian superior dan

inferior tidak menutup dengan sempurna. Akibatnya, terjadi komunikasi intratrial

melalui septum atrium. Kondisi ini dikenal sebagai defek ostium primum yang

terjadi letak katup atrioventikuler abnormal, yaitu lebih rendah dari letak katup

aorta.

Penderita AVSD selalu berada dalam kondisi asimtomatik pada dekade

pertama kehidupan, dan masalah akan mulai timbul pada dekade kedua dan ketiga

kehidupan. Pasien akan mula mengalami pengurangan pulmonary venous return,

yang akhirnya akan menjadi left-to-right shunt pada atrium dan ventrikel.

Akhirnya nanti akan terjadi gagal jantung kongestif yang ditandai dengan antara

lain takipnu dan penurunan berat badan (Shen, 2012).

AVSD total sering berkaitan dengan sindrom Down (60%-86%). Penelitian

menunjukkan bahwa suatu lokus dalam kromosom 21 berperan dalam

perkembangan penyakit jantung bawaan, meskipun belum jelas teridentifikasi gen

apa yang bertanggung jawab dalam manifestasi ini. Overekspresi kolagen tipe IV

diduga memiliki pengaruh dalam patogenesis AVSD pada sindrom Down (Shen,

2012).

b. Ventricular Septal defect (VSD)

Page 4: Sindrom Down

Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kondisi dimana terdapat lubang

yang menghubungkan dua ventrikel. Kondisi ini dapat terjadi sebagai anomali

primer, dengan atau tanpa defek kardial yang lain. Kondisi ini dapat terjadi akibat

kelainan seperti Tetralogy of Fallot (TOF), complete atrioventricular (AV) canal

defects, transposition of great arteries,dan corrected transpositions (Freeman,

1998).

c. Secundum Atrial Septal Defect (ASD)

Pada penderita secundum atrial septal defect didapatkan lubang atau jalur

yang menyebabkan darah mengalir dari atrium kanan ke atrium kiri, atau

sebaliknya, melalui septum interatrial. Apabila tejadinya defek pada septum ini,

darah arterial dan darah venous akan bercampur, yang dapat menimbulkan gejala

klinis maupun tidak. Percampuran darah ini juga disebut sebagai ‘shunt’. Secara

medis, right-to-left-shunt lebih berbahaya (Freeman, 1998).

d. Tetralogy of Fallot (TOF)

Tetralogy of Fallot merupakan jenis penyakit jantung bawaan pada anak

yang sering ditemukan. Pada kondisi ini, terjadi campuran darah yang kaya

oksigen dengan darah yang kurang oksigen. Terdapat empat abnormalitas yang

terkait dengan Tetralogy of fallot:

1) Hipertrofi ventrikel kanan dimana terjadi pengecilan atau tahanan pada katup

pulmonal atau otot katup sehingga katup terbuka ke arah luar dari ventrikel

kanan. Hal ini akan menimbulkan restriksi pada aliran darah yang memaksa

ventrikel untuk bekerja lebih kuat sehingga hipertrofi pada ventrikel.

2) Ventricular septal defect dimana terdapat lubang pada dinding yang

memisahkan dua ventrikel sehingga darah yang kaya oksigen dan darah yang

kurang oksigen bercampur. Akibatnya jumlah oksigen yang dibawa ke seluruh

tubuh akan berkurang dan menimbulkan gejala klinis berupa sianosis.

3) Posisi aorta yang abnormal.

4) Pulmonary valve stenosis. Jika stenosis yang terjadi ringan, sianosis terjadi

minimal karena darah masih bisa sampai ke paru kembali. Tetapi jika

Page 5: Sindrom Down

stenosisnya sedang atau berat, darah yang sampai ke paru adalah lebih sedikit

maka sianosis akan menjadi lebih berat (Amit, 2008).

e. Isolated Patent Ductus Arteriosus (PDA)

Pada kondisi Patent ductus arteriosus (PDA), ductus arteriosus menutup

dengan sempurna setelah anak lahir. Akibatnya terjadi bising jantung, nafas

yang pendek dan aritmia jantung. Apabila dibiarkan dapat terjadi gagal jantung

kongestif. Semakin besar PDA, semakin buruk status kesehatan penderita.

3. Skrining

Skrining untuk trisomi 21 sebaiknya ditawarkan kepada semua ibu hamil

sebagaibag ian dari perawatan antenatal rutin. Skrining tidak akan mendiagnosa

ada atau tidaknya trisomi 21 pada janin, tetapi hanya membagi dalam kategori

resiko tinggi atau resiko rendah. Ibu hamil dengan resiko tinggi harus ditawarkan

suatu tes diagnostik untuk menetapkan apakah janin ikut terpengaruh atau tidak.

Diagnosis prenatal invasif dikaitkan dengan risiko keguguran 0,5-1%. Oleh

karena itu informasi diperoleh dari tehnik skrining yang lain (biokimia dan USG)

dikombinasikan dengan usia ibu untuk menurunkan tingkat positif palsu dan

meminimalkan pengujian invasif yang tidak perlu. (Khalil, 2005)

Risiko tertentu pasien kelainan kromosom

Setiap wanita memiliki resiko yang janinnya mungkin akan terpengaruh

oleh cacat kromosom. Untuk menghitung individu ini

risiko, perlu pertama yang memperhitungkan risiko woman'priori berdasarkan

usianya dan usia kehamilan (TThis risiko apriori kemudian dikalikan dengan rasio

kemungkinan,

dihitung dari temuan USG dan / atau serum

Page 6: Sindrom Down

Hasil biokimia diperoleh selama arus

kehamilan. Produk dari prioriratio yang menghasilkan risiko tertentu pasien.

skrining biokimia

trimester kedua

Pada tahun 1984 Merkatz dkk

retrospektif menganalisis ibu

serum alpha fetoprotein (AFP) di 44 Bawah yang terpengaruh

kehamilan dan menemukan itu menjadi rendah. Selanjutnya, Bogart et

al

8

3

menemukan peningkatan kadar serum ibu human chorionic

gonadotropin (hCG), dan Canick dkk

tingkat rendah ditemukan

dari estriol unconjugated (uE3) dalam sindrom Down

kehamilan. Alasan untuk perubahan ini adalah biokimia

9,10

belum sepenuhnya dipahami, tetapi mungkin berhubungan dengan fungsional

ketidakdewasaan, menyebabkan keterlambatan dalam kenaikan kehamilan yang

normal

Page 7: Sindrom Down

atau jatuh.

Kombinasi terbaik dari penanda serum ibu masih

diperdebatkan

. Kinerja skrining tergantung pada

kombinasi penanda dipilih dan apakah USG memiliki

telah digunakan sampai saat kehamilan akurat.

11-13

Jendela optimal untuk trimester kedua biokimia

skrining adalah antara 15 dan 22 minggu kehamilan. Terlepas dari

usia ibu dan kehamilan, faktor lain yang mempengaruhi

tingkat yang diharapkan dari penanda biokimia harus diambil

ke rekening. Ini termasuk berat badan ibu, asal etnis,

kehadiran diabetes mellitus tergantung insulin, beberapa

kehamilan, kehamilan sebelumnya sindrom Down, merokok,

dan perdarahan vagina.

Terdapat dua tipe uji yang dapat dilakukan untuk mendeteksi bayi sindrom

Down. Pertama adalah uji skrining yang terdiri daripada blood test dan/atau

sonogram. Uji kedua adalah uji diagnostik yang dapat memberi hasil pasti

apakah bayi yang dikandung menderita sindrom Down atau tidak (American

College of Nurse-Midwives, 2005). Pada sonogram, tehnik pemeriksaan yang

digunakan adalah Nuchal Translucency (NT test). Ujian ini dilakukan pada

Page 8: Sindrom Down

minggu 11 – 14 kehamilan. Apa yang diuji adalah jumlah cairan di bawah kulit

pada belakang leher janin. Hasil ujian sonogram akan dibandingkan dengan uji

darah. Pada darah ibu hamil yang disuspek bayinya sindrom Down, apa yang

diperhatikan adalah plasma protein-A dan hormon human chorionic

gonadotropin (HCG). Hasil yang tidak normal menjadi indikasi bahwa mungkin

adanya kelainan pada bayi yang dikandung (Mayo Foundation for Medical

Education and Research (MFMER), 2011). Terdapat beberapa uji diagnostik

yang boleh dilakukan untuk mendeteksi sindrom Down. Amniocentesis

dilakukan dengan mengambil sampel air ketuban yang kemudiannya diuji untuk

menganalisa kromosom janin. Kaedah ini dilakukan pada kehamilan di atas 15

minggu. Risiko keguguran adalah 1 per 200 kehamilan.