sindrom down

10

Click here to load reader

Upload: reisa-class

Post on 30-Jun-2015

980 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: sindrom down

1

DOWN SYNDROME DAN TERAPI GEN

1. PENDAHULUAN

Penyebab ini baru diketahui pada tahun 1930-an oleh Waardenberg dan

Blayer. Namun baru 30 tahun kemudian dapat dibuktikan kelebihan kromosom

21. Keadaan ini secara akademis disebut Trisomi 21.

Nama Down Syndrome sendiri berasal dari nama seorang dokter yang

pertama kali melaporkan kasus hambatan tumbuh kembang psikomotorik dan

berakibat gangguan mental pada tahun 1866. Dokter tersebut adalah Dr. John

Langdon Down dari Inggris. Sebelumnya kelainan genetika ini disebut sebagai

“Monglismus”, sebab memang penderitanya memiliki ciri fisik menyerupai ras

Mongoloid. Karena berbau rasialis maka nama ini diganti menjadi Down

Syndrome. Terlebih setelah tahun 1959 diketahui bahwa kelainan genetika ini

dapat terjadi pada ras mana saja tanpa membedakan jenis kelamin.

Sejak bayi baru lahir atau neonatus, Down Syndrome bisa dideteksi.

Bahkan kemajuan teknologi memungkinkan dilakukannya amniosentesis, yaitu

pengambilan cairan kandungan untuk diperiksa keadaan kromosom janin bayinya.

Berbagai teori telah diajukan untuk menerangkan berbagai kelainan klinis

pada Down Syndrome. Antara lain adanya suatu produk yang disebut sebagai

radikal bebas yang bersifat toksik dalam jaringan.

Dalam keadaan normal pun dalam tubuh kita selalu terbentuk radikal

bebas, tapi tubuh manusia normal dapat menetralisirnya. Pada kasus Down

Syndrome karena ada ketidak seimbangan enzim tertentu maka terjadi kelebihan

radikal bebas. Penetralannya bisa dibantu dengan pemberian anti oksidan seperti

vitamin E. Sayangnya telah terbukti bahwa pemberian anti oksidan ini tidak

terlalu membantu. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor lain yang belum kita

ketahui.

Sampai saat ini pemicu kelainan kromosom belum bisa diungkap. Dalam

dunia kedokteran, Down Syndrome tidak bisa diobati secara causatif karena

Page 2: sindrom down

2

kromosom yang mengalami kelainan itu sudah menyebar ke seluruh tubuh. Yang

bisa dilakukan hanya memberi latihan dan terapi fisioterapi agar otak dan organ

tubuhnya bisa dirangsang berfungsi dengan baik.

Sementara menurut berita dari BBC News, tanda-tanda penyembuhaan

Down Syndrome sudah mulai tampak dengan selesainya pemetaan gen kromosom

21 oleh sebuah konsorsium di Jerman dan Jepang pada Mei 2000.

2. MENGUAK KROMOSOM 21

Bagian kromosom 21 yang telah dianalisis komplit adalah rantai panjang

(long arm) yang memiliki sekuens DNA sepanjang 33.546.361 pasangan basa

(base pair, bp). Dengan panjang total kira-kira 33,65 juta bp maka korsumsium

tersebut telah berhasil memetakan 99,7 % dari seluruh kromosom 21. Kromosom

21 memiliki 225 gen dan 59 pseudogen. Pseudogen merupakan "gen sampah"

yang sebelumnya pernah aktif tetapi kemudian tidak aktif lagi akibat mutasi. Dari

225 gen yang berhasil dilacak, 127 persis sama dengan gen-gen yang telah dikenal

sebelumnya, sedangkan 98 sisanya merupakan gen-gen yang baru pertama kali

ditemukan. Dari ke 98 "gen baru" tersebut, 13 mirip dengan gen-gen yang pernah

diteliti, 17 merupakan gen yang memiliki kemiripan dengan sebagian wilayah

gen-gen yang telah dikenal, sedang 68 sisanya merupakan unit transkripsi yang

tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan gen-gen yang sudah dikenal.

Diantara ke 127 gen yang diketahui, 22 gen berukuran lebih dari 100 kb (1 kb

setara dengan 1000 bp), yang paling besar (gen DSCAM) berukuran 840 kb.

Ukuran rata-rata gen pada kromosom 21 sebesar 39 kb.

Gambar 1. Foto Kromosom 21 dengan menggunakan mikroskop electron transmisi

(Reeves, 2000)

Page 3: sindrom down

3

Kromosom 21 (lihat Gambar 1) merupakan autosom kedua yang telah

berhasil dipetakan melalui proyek genom manusia yang telah dimulai sejak tahun

1990. Autosom pertama yang berhasil dipetakan secara komplit adalah kromosom

22 oleh konsorsium yang dipimpin Sanger–Center, Cambridge. Berkebalikan

dengan kromosom 21 yang miskin gen, kromosom 22 merupakan kromosom yang

kaya gen. Pada rantai panjang kromosom 22 yang berukuran 33,46 Mb (1Mb

setara dengan 1juta bp) telah berhasil ditemukan 545 gen. Kedua penemuan

tersebut selaras dengan hasil pemetaan 30.181 gen-gen tunggal EST (Expressed

Sequence Tags) yang dipilih secara acak. Dengan asumsi bahwa kombinasi kedua

kromosom tersebut mampu menggambarkan secara garis besar kandungan gen

dalam genom manusia, maka kelompok peneliti kromosom 21 menyimpulkan

bahwa total jumlah gen manusia kemungkinan hanya sekitar 40.000 gen.

Pendugaan tersebut jauh lebih rendah daripada pendapat yang selama ini diyakini

yaitu antara 70.000 hingga 140.000 gen. Dengan terungkapnya kedua kromosom

tersebut maka sebenarnya baru sedikit yang kita ketahui mengenai genom

manusia, karena keduanya hanya mewakili 770 gen atau kira-kira 2 % dari seluruh

gen yang kita miliki. Pengungkapan misteri kedua kromosom tersebut berhasil

meletakkan dasar kajian terhadap kromosom-kromosom lain serta mempercepat

riset sehingga diperkirakan pemetaan seluruh genom manusia akan selesai pada

tahun 2002 (dengan kualitas sebagaimana hasil pemetaan kromosom 21),

demikian Dr. Helmut Bloecker, salah satu anggota korsursium, dari GBF,

Braunshweig.

Arsitektur kromosom merupakan faktor penting lainnya disamping jumlah

dan macam gen yang dimilikinya. Tiap kromosom memiliki fragmen berulang

(repeat unit), fragmen DNA ganda, dan breakpoints. Kromosom 21, sebagaimana

kromosom yang lain memiliki fragmen berulang berukuran 93 bp pada wilayah

telomer. Wilayah tersebut penting untuk mempelajari evolusi dan organisasi

telomer baik fungsional maupun struktural. Satu penemuan penting dalam

kromosom 21 adalah ditemukannya wilayah sepanjang 7 Mb (pada posisi antara

5,5 hingga 12,5 Mb) yang hanya memiliki 1 gen. Kromosom 21 juga memiliki

tiga wilayah yang masing-masing berukuran 1 Mb yang tidak mengandung gen

Page 4: sindrom down

4

sama sekali. Jika wilayah-wilayah tersebut dijumlahkan maka praktis 1/3 wilayah

kromosom 21 hanya memiliki 1 gen saja. Kromosom 22 juga memiliki wilayah

berukuran 2,5 Mb yang berdekatan dengan ujung telomer, serta dua wilayah lain

yang masing-masing berukuran 1 Mb yang tidak memiliki gen sama sekali.

Diduga wilayah-wilayah miskin gen seperti itu terdapat juga di kromosom

mamalia lainnya. Wilayah tersebut memiliki arti baik fungsional maupun

arsitektural yang hingga saat ini belum diketahui.

2.1 Kromosom 21 dan Penyakit Genetik

a. Penyakit Monogenik

Jika salah satu dari 14 gen berikut yang terdapat dalam kromosom 21

mengalami mutasi maka akan menyebabkan munculnya penyakit-

penyakit monogenik di antaranya salah satu bentuk Alzheimer (mutasi

pada gen APP), Amyotropic Lateral Sclerosis (SOD1), penyakit

Autoimmune Polyglanduar (AIRE), Homocystinuria (CBS), dan

Progressive Myoclonus Epilepsy (CSTB). Gen AML1 pada kromosom 21

merupakan penyebab munculnya leukaemia. Sedangkan beberapa gen

penyebab penyakit monogenik diantaranya Recessive Nonsyndromic

Deafness (DFNB10 dan DFNB8), sindroma Usher tipe 1E, Sindroma

Knobloch dan Holoprocencephaly tipe 1 (HPE1) belum berhasil

didapatkan klonnya.

b. Neoplasia

Hilangnya heterosigositas pada beberapa wilayah dalam kromosom 21

diketahui menyebabkan berbagai jenis tumor diantaranya kanker leher

dan kepala, payudara, pankreas, mulut, usus, oesophagus dan kanker

paru-paru. Ketiadaan heterosigositas pada penderita kanker tersebut

mengindikasikan kemungkinan kromosom 21 memiliki paling tidak satu

gen penghambat tumor (Tumour Suppressor Gene).

c. Abnormalitas Kromosom

Kromosom 21 merupakan agen yang menyebabkan penyimpangan

kromosomal meliputi monosomi, translokasi kromosom serta

Page 5: sindrom down

5

rearrangement lainnya. Melalui proyek genom manusia, gen-gen klon

yang telah dipetakan dan disekuens sekarang tersedia sehingga diagnosis

dan karakterisasi molekuler yang akurat terhadap abnormalitas

kromosomal dapat dilakukan. Hal ini akan membantu dalam identifikasi

gen-gen yang terlibat dalam mekanisme perkembangan penyakit.

d. Down-Syndrom

Implikasi medis terbesar yang terkait dengan kromosom 21 adalah

sindroma Down. Sindroma Down diderita paling sedikit 300 ribu anak di

seluruh Indonesia dan 8 juta manusia diseluruh dunia. Satu dari 700 anak

yang dilahirkan memiliki kemungkinan menderita sindroma Down.

Sebagaimana yang telah banyak diketahui sindroma Down bukan

merupakan penyakit genetik yang diturunkan tetapi disebabkan

kromosom 21 memiliki 3 kembaran (copy), berbeda dengan kromosom

normal yang hanya memiliki 2 kembaran (Gambar 2). Kesalahan

penggandaan tersebut berkorelasi erat dengan umur wanita saat

mengandung. Semakin tua maka semakin besar kemungkinan untuk

mendapatkan anak yang menderita sindroma Down. Kesalahan

penggandaan tersebut menyebabkan munculnya kelambatan mental

(Mental Retardation) yang merupakan ciri utama penderita sindroma

Down. Selain itu penderita seringkali harus menderita juga penyakit

jantung bawaan, perkembangan tubuh yang abnormal, dysmorphic,

Alzheimer semasa muda, leukemia tertentu (childhood leukaemia),

defisiensi sistem pertahanan tubuh, serta berbagai problem kesehatan

lainnya.

Page 6: sindrom down

6

Gambar 2. Triplikasi Kromosom 21 yang menyebabkan sindroma Down

(Reeves, 2000)

Data yang diperoleh dari penelitian yang menggunakan tikus transgenik

memperlihatkan bahwa hanya beberapa gen dalam kromosom 21 yang diduga

menyebabkan munculnya fenotipik sindroma Down. Para peneliti hingga saat ini

masih mengalami kesulitan untuk menentukan gen-gen apa saja yang merupakan

kandidat munculnya fenotipik sindroma Down pada manusia. Meskipun demikian

diketahui beberapa produk gen tertentu lebih sentitif dibanding produk gen

lainnya jika terjadi ketidakimbangan gen di dalam sel. Produk-produk tersebut

diantaranya morfogen, molekul adhesi sel, komponen protein multi-subunit, ligan

dan reseptornya, regulator transkripsi dan transporter. Identifikasi gen penyebab

munculnya fenotipik sindroma Down akan semakin terbuka di masa yang akan

Page 7: sindrom down

7

datang dengan semakin lengkapnya katalog gen yang didapatkan dari proyek

genom manusia. Selain berakibat negatif, peningkatan dosis gen pada penderita

sindroma Down ternyata juga menimbulkan efek positif. Kemungkinan penderita

mendapatkan berbagai jenis tumor (Solid Tumours) jauh lebih rendah dibanding

individu normal. Peningkatan jumlah beberapa gen di kromosom 21 diduga

merupakan penyebab terlindunginya individu penderita sindroma Down dari

tumor-tumor tersebut.

Jumlah gen yang relatif rendah pada kromosom 21 konsisten dengan

pengamatan bahwa trisomi 21 merupakan satu-satunya kesalahan penggandaan

kromosom yang tidak menyebabkan kematian. Katalog gen kromosom 21

membuka kesempatan emas untuk memecahkan dasar-dasar molekuler sindroma

Down serta kemungkinan untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

3. TERAPI GEN : HARAPAN UNTUK MENYEMBUHKAN SINDROMA

DOWN

Terapi sindroma Down hingga saat ini hanya dilakukan terhadap gejala

yang telah muncul. Terapi konvensional semacam itu tidak akan pernah mengatasi

penderitaan pasien sindroma Down secara tuntas. Ketidakimbangan gen dan

ekspresinya akibat triplikasi kromosom 21 akan terus berlangsung sepanjang

hidup pasien. Ketidakimbangan tersebut akan menyebabkan kekacauan fungsi

produk-produk gen yang sensitif yang kemudian muncul dalam ujud fenotipik

khas sindroma Down. Jika demikian sudah hilangkah harapan penderita untuk

hidup dengan normal sebagaimana anggota masyarakat lainnya? Jika jawabannya

tidak, adakah alternatif lain terapi untuk sindroma Down?

Harapan ditaruh ke teknologi terbaru yang dikenal dengan terapi gen.

Terapi gen merupakan pengobatan atau pencegahan penyakit melalui transfer

bahan genetik ke tubuh pasien. Dengan demikian melalui terapi gen bukan gejala

yang diobati tetapi penyebab munculnya gejala penyakit tersebut. Studi klinis

terapi gen pertama kali dilakukan pada tahun 1990. Kontroversi terhadap terapi

gen menjadi mengemuka ketika terjadi peristiwa kematian pasien setelah

Page 8: sindrom down

8

menjalani terapi gen pada bulan September 1999 di University of Pennsylvania,

AS.

Terlepas dari kegagalan tersebut, terapi gen merupakan sistem terapi baru

yang menjanjikan banyak harapan. Beberapa pelajaran dan kegagalan-kegagalan

yang diperoleh selama dekade pertama serta pesatnya perkembangan bidang

tersebut saat ini membuka kemungkinan teknologi tersebut akan merevolusi dunia

kedokteran di dekade mendatang. Seluruh uji klinis transfer gen hanya dilakukan

terhadap sel-sel somatik bukan ke sperma atau ovum yang jika dilakukan pasti

akan menimbulkan kecaman dan pelanggaran etika yang dianut saat ini. Transfer

gen ke sel somatik dapat dilakukan melalui dua metode yaitu ex vivo atau in vitro.

Melalui pendekatan ex vivo, sel diambil dari tubuh pasien, direkayasa secara

genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh pasien. Keunggulan metode ini adalah

transfer gen menjadi lebih efisien dan sel terekayasa mampu membelah dengan

baik dan menghasilkan produk sasaran. Kelemahannya, yaitu memunculkan

immunogenisitas sel pada pasien-pasien yang peka, biaya lebih mahal dan sel

terekayasa sulit dikontrol.

Seluruh uji klinis terapi gen saat ini menggunakan teknik in vivo, yaitu

transfer langsung gen target ke tubuh pasien dengan menggunakan pengemban

(vektor). Pengemban yang paling sering dipakai untuk mengantarkan gen asing ke

tubuh pasien adalah Adenovirus. Selain itu dikembangkan juga pengemban-

pengemban lain yaitu Retrovirus, Lentivirus, Adeno-associated virus, DNA

telanjang (naked DNA), lipida kationik dan partikel DNA terkondensasi. Uji-uji

klinis terapi gen yang saat ini sedang berjalan dilakukan terhadap penderita

kanker, penyakit monogenik turunan, penyakit infeksi, penyakit kardiovaskular,

arthritis reumatoid, serta Cubital Tunnel Syndrome.

Apakah sindroma Down dapat diobati melalui terapi gen? Penulis optimis

pada beberapa tahun mendatang terapi gen dapat dilakukan juga terhadap

penderita sindroma Down, paling tidak pada tahapan uji klinis. Sebagaimana telah

diuraikan di depan, sindroma Down disebabkan ketidakimbangan gen akibat

kesalahan penggandaan pada kromosom 21. Kajian sangat intensif saat ini sedang

dikerjakan di banyak lembaga riset terkemuka di dunia. Dalam beberapa tahun

Page 9: sindrom down

9

mendatang diharapkan dasar molekuler sindroma Down akan tersingkap. Dengan

tersingkapnya hal itu maka pendekatan terapi gen untuk mengatasi penyakit

tersebut dapat dikembangkan, misalnya dengan mengubah gen-gen yang

ekspresinya menyebabkan kerusakan, atau membuat gen-gen tertentu lebih

resisten terhadap ketidakimbangan gen yang terdapat dalam sel (Gambar 3).

Dengan berhasil dipetakannya kromosom 21 maka harapan kesana

semakin terbuka lebar. Semoga saja impian tersebut dapat segera terwujud yang

akan menjadi hadiah terbesar bagi penderita sindroma Down dan keluarga terkait.

Sungguh kita berharap itu semua akan terjadi.

Gambar 3. Teknologi untuk mengubah gen-gen yang rusak

Page 10: sindrom down

10

DAFTAR PUSTAKA

Santosa, D.A.; 2000; Misteri Kromosom 21 Terungkap; Media Indonesia; 29 Juni:22.

Smaglik, P.; 2000; Gene Therapy Institute Denies That Errors Led To Trial

Death; Nature 403:820. Smaglik, P.; 2000; NIH Tightens Up Monitoring Of Gene-Therapy Mishaps;

Nature 404:5.