sikap muslim terhadap lokal nusantara

21
MAKALAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM SIKAP MUSLIM TERHADAP LOKAL NUSANTARA Studi Kasus Tradisi Merari’ di Pulau Lombok Di susun oleh : Nama : Siti Arni Wulandya NIM : 11611035 Kelas : Pemikiran & Peradaban Islam B Jurusan : Statistika 2011 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2012

Upload: siti-arni-wulandya

Post on 30-Nov-2015

86 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Sikap Muslim terhadap lokal Nusantara berisi bagaimana cara umat muslim bersikap terhadap tradisi - tradisi lokal yang ada di Indonesia. Pada Karya tulis ini mengambil studi kasus Tradisi Merariq di Lombok Nusa Tenggara Barat.

TRANSCRIPT

Page 1: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

MAKALAH

PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM

SIKAP MUSLIM TERHADAP LOKAL NUSANTARA

Studi Kasus Tradisi Merari’ di Pulau Lombok

Di susun oleh :

Nama : Siti Arni Wulandya

NIM : 11611035

Kelas : Pemikiran & Peradaban Islam B

Jurusan : Statistika 2011

JURUSAN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i

Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II. ISI .......................................................................................................... 3

A. Prosesi Pernikahan Adat Lombok ................................................................ 3

B. Jenis – Jenis Pernikahan ............................................................................... 4

C. Tata Krama (Sistematika) Pernikahan Adat Sasak ...................................... 5

BAB III. PEMBAHASAN .................................................................................. 10

A. Pernikahan dalam Islam ............................................................................... 10

B. Kesesuaian antara Tradisi Lombok dengan Aturan Islam ........................... 14

C. Ketidaksesuaian antara Tradisi Lombok dengan Aturan Islam ................... 15

D. Sikap Warga Sasak Muslim Terhadap Pernikahan adat Sasak .................... 16

BAB IV. PENUTUP ........................................................................................... 18

A. Kesimpulan ................................................................................................. 18

B. Saran ............................................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... iii

Page 3: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Islam, perkawinan dikonsepkan sebagai sarana dalam

memperoleh kehidupan berpasang – pasangan, yang tentram dan damai

(mawaddah warahmah) serta sebagai jalan untuk melanjutkan generasi

(keturunan). Menikah akan menjadi pintu pembuka yang menghalalkan

hukum yang tadinya haram menjadi halal juga meningkatkan nilai suatu

ibadah yang tadinya 1 pahala menjadi 70 pahala setelah berkeluarga.

Sedangkan dari sudut pandang sosial, perkawinan bukan hanya

mempersatuka seorang lelaki dan seorang perempuan saja namun secara lebih

luas menjadi pemersatu dua keluarga besar bahkan dua suku yang berbeda

(jika berbeda suku).

Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan

suku Sasak. Seseorang baru dianggap sebagai warga penuh dari suatu

masyarakat apabila ia telah berkeluarga. Dengan demikian ia akan

memperoleh hak-hak dan kewajiban baik sebagai warga kelompok kerabat

atau pun sebagai warga masyarakat. Seperti pada suku – suku lain di

Indonesia, upacara pernikahan dalam suku sasak juga memiliki prosesi –

prosesi yang sangat sakral. Mulai dari merari’ (melai’ang), besejati dan

selabar, nuntut wali, bait janji, utusan/panji, pisuka ian gantiri, aji krama, arta

gegawan, pembayun, nyerompang(sugul), begawe, resepsi adat, mendakin lan

peraja (nyongkolang) hingga bales onos nae (balik tapak).

Sebagian besar prosesi dari pernikahan yang sakral ini sebenarnya

tidak murni dari leluhur masyarakat sasak namun telah mengalami akulturasi

dengan budaya Bali yang notabene beragama hindu. Banyak proses dari

pernikahan adat sasak yang perlu digali orisinalitasnya juga kesesuaiannya

dengan norma agama serta norma susila. Hal itulah yang mendorong penulis

Page 4: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

2

untuk melakukan kajian referensi terkait dengan prosesi pernikahan adat

Lombok ini.

B. RUMUSAN MASALAH

a. Apakah sisi positif dan negatif dari serangkaian prosesi pernikahan adat

Lombok?

b. Apakah ada ketidak sesuaian antara hukum islam dalam mengatur

perkawinan dengan tata cara prosesi pernikahan adat Lombok?

c. Bagaimana seharusnya orang islam menyikapi tradisi pernikahan ini?

C. TUJUAN

a. Untuk mengetahui sisi positif dan negatif dari serangkaian prosesi

pernikahan adat Lombok.

b. Untuk memahami ketidak sesuaian antara hukum islam dalam mengatur

perkawinan dengan tata cara prosesi pernikahan adat Lombok.

c. Untuk mengerti bagaimana seharusnya umat islam menyikapi setiap detil

dari prosesi pernikahan adat Lombok.

Page 5: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

3

BAB II

ISI

A. PROSESI PERNIKAHAN ADAT LOMBOK

Suku Sasak adalah suku asli yang mendiami pulau Lombok sejak

berabad – abad yang lalu. Keberadaan dan kebudayaan pasti suku ini tidak

bisa diidentifikasi secara pasti, karena telah mengalami banyak pengaruh dari

beberapa peradaban kerajaan maupun keagamaan. Sebut saja Kerajaan

Majapahit dengan patih Gadjah Mada telah juga berhasil menaklukkan pulau

Lombok sebelum abad ke 16. Selain itu pada abad ke 16 hingga awal abad ke

17 pulau Lombok mulai mendapatkan pengetahuan agama islam yang

disebarkan oleh Sunan Giri. Tidak terhitung pula pengaruh yang diadopsi dari

pulau tetangganya yaitu Bali. Sehingga tidak mengherankan jika beberapa

budaya dan peradaban Lombok menjadi begitu mirip dengan Jawa dan Bali,

tetapi tidak juga bisa dipisahkan dengan kebudayaan Islam.

Lombok sebagaimana yang dikenal sebagai “Pulau Seribu Masjid”

adalah pulau dengan penduduk mayoritas muslim. Namun jika

memperhatikan dari bahasa, bahasa sasak memiliki kesamaan dengan bahasa

jawa kromo dan bahasa Bali. Begitu juga dengan beberapa adat dalam

masyarakat yang begitu serupa dengan adat Bali, salah satunya adalah prosesi

pernikahan adat Lombok.

Pernikahan dalam pandangan suku sasak adalah sesuatu yang sangat

sakral. Selain berfungsi untuk menyatukan dua insan berbeda jenis,

pernikahan juga dari sudut pandang sosial menjadi pemersatu dua buah

keluarga besar baik secara internal maupun eksternal. Internal disini

maksudnya adalah internal dari masing – masing keluarga mempelai akan

tersulut solidaritasnya untuk bergotong royong menyelesaikan prosesi adat

pernikahan. Secara eksternal keluarga besar kedua mempelai akan bersatu

menjadi sebuah keluarga yang lebih besar lagi. Dalam bahasa suku sasak

Page 6: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

4

pernikahan sering disebut dengan merari’. Secara terminologis, merari’

adalah sebutan untuk keseluruhan pelaksanaan perkawinan menurut adat

sasak.

B. JENIS – JENIS PERNIKAHAN

Dalam adat sasak, pernikahan bertujuan untuk mempersatukan atau

mengeratkan hubungan antara keluarga pengantin laki – laki dan keluarga

pengantin wanita tidak hanya dalam lingkup sempit bahkan dalam lingkup

yang lebih luas jika menikah dengan orang dari luar suku sasak. Berdasarkan

tujuan tersebut, maka pernikahan dalam suku sasak dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Perkawinan betempuh pisa’

Perkawinan betempuh pisa’ adalah perkawinan antara seorang laki – laki

dan perempuan yang masih dalam satu kadang waris. Satu kadang waris

disini maksudnya adalah masih memiliki hubungan keluarga yang sangat

dekat misalnya sepupu baik dari darah bapak maupun ibu. Kadang waris

maksudnya orang – orang yang masih memiliki hak waris yang sama jika

diturunkan dari silsilah kakek – nenek.

2. Perkawinan sambung uwat benang

Perkawinan sambung uwat benang adalah perkawinan antara seorang

laki-laki dan perempuan yang masih memiliki hubungan kadang jari.

Hubungan kadang jari artinya masih memiliki hubungan keluarga meski

itu merupakan keluarga yang cukup jauh silsilahnya. Pernikahan

semacam ini kadang dimaksudkan untuk menguatkan persaudaraan

(hubungan kekeluargaan).

3. Perkawinan pegaluh gumi

Perkawinan pegaluh gumi adalah perkawinan antara pihak laki-laki dan

perempuan yang sama sekali tidak ada hubungan kekerabatan. Baik dalm

satu suku sasak, satu wilayah bahkan berbeda suku, etnis dan pulau. Jika

pada masa kerajaan pernikahan semacam ini kadang bertujuan untuk

Page 7: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

5

memperluas daerah kekuasaan. Namun dalam pernikahan suku sasak

sekarang ini bertujuan untuk memperluas daerah atau memperlebar

cakupan wilayah persaudaraan.

C. TATA KRAMA (SISTEMATIKA) PERNIKAHAN ADAT SASAK

Dalam pernikahan suku sasak terdapat beberapa prosesi atau tata krama

yang harus di jalani. Pelaksanaan dari prosesi ini dinilai penting karena

menyangkut persetujuan dari hukum adat. Sehingga konsekuensinya jika

meninggalkan akan memperoleh ketersinggungan dengan hukum adat

(dikucilkan). Berikut adalah sistematika atau tata krama prosesi pernikahan

adat Lombok :

1. Merari’ (Melai’ang)

Merari’ secara etimologis berasal dari kata lari, berlari. Merari’

atau melai’ang berarti melarikan. Atau dalam bahasa indonesia disebut

kawin lari merupakan sistem adat pernikahan yang masih diterapkan di

Lombok. Pelarian ini diklaim merupakan tindakan nyata untuk

membebaskan seorang perempuan dari ikatan tanggung jawab orang tua

dan keluarganya. Berdasarkan uraian di atas, bisa dikatakan bahwa

merari’ ini adalah pintu awal dari sebuah prosesi pernikahan. Pada

umumnya pada beberapa suku di Indonesia dengan cara di lamar dan

aturan Islam dengan di khitbah. Berbeda dengan itu, merari’ adalah cara

mengambil seorang perempuan untuk menjadi istri dengan di culik

(tanpa paksaan) secara diam-diam, baik dengan persetujuan orang tua

maupun tidak.

Bagi masyarkat Sasak, merari’ berarti mempertahankan harga diri

dan menggambarkan sikap kejantanan seorang pria Sasak, karena ia

berhasil mengambil (melarikan) seorang perempuan pujaan hatinya.

Sementara pada sisi lain, bagi orang tua perempuan yang dilarikan juga

cenderung enggan (jika tidak dikatakan gengsi) untuk memberikan

anaknya begitu saja jika diminta secara baik-baik (dengan cara dilamar),

Page 8: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

6

karena mereka beranggapan bahwa anak gadisnya adalah sesuatu yang

berharga, jika diminta secara biasa, maka dianggap seperti meminta

barang yang tidak berharga. Hal ini masih menjadi adat sakral yang tidak

boleh dilanggar di beberapa tempat di pulau Lombok.

2. Nyelabar

Nyelabar adalah proses kedua setelah calon pengantin wanita

diculik oleh suaminya. Proses ini ditandai dengan berkunjungnya salah

satu perwakilan keluarga calon pengantin pria (atau yang diberi kuasa)

untuk memberitahukan pada kepada keluarga calon pengantin wanita

bahwa putrinya telah merari’ (di culik untuk menikah) dan untuk

memperoleh persetujuan dari pihak keluarga calon pengantin wanita

terkait dengan pernikahan tersebut. Proses ini biasanya dilakukan setelah

tiga sampai tujuh hari pasca merari’.

Nyelabar (berkunjung) tidak hanya dilakukan sekali namun bisa

berkali – kali tergantung dari kesepakatan yang diperoleh. Misalnya

tentang kapan perwalian bisa diberikan (mbait wali), kapan akad nikah

bisa dilaksanakan (bekawin) hingga kapan prosesi nyongkolang akan

dilaksanakan. Semua prosesi ini harus dilakukan berdasarkan kesepakatan

kedua belah pihak keluarga calon mempelai melalui perantara utusan

(yang dikirim). Utusan yang berkunjung akan menyampaikan permintaan

pihak mempelai pria setelah memperoleh jawaban dari pihak mempelai

wanita, kembali lagi untuk menanyakan kesepakatan pihak mempelai

pria. Begitu seterusnya hingga mufakat tercapai. Proses ini bisa memakan

waktu yang lama tergantung dari kesepakatan yang di dapat. Perkenalan

antar kedua keluarga besar terjadi dalam prosesi ini melalui utusan yang

dikirim.

Sementara itu, di rumah keluarga besar mempelai pria sejumlah

persiapan telah dilakukan. Mulai dari mengumpulkan keluarga, membuat

kesepakatan dalam internal keluarga hingga bergotong royong untuk

Page 9: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

7

menyelesaikan prosesipernikahan ini (inggasang) baik secara materil

maupun immateril.

3. Mbait Wali

Proses selanjutnya setelah kesepakatan akan pernikahan diperoleh

adalah pemberian perwalian (mbait wali). Seperti arti harfiahnya mbait

wali adalah proses kesepakatan dimana pihak mempelai wanita

memberikan dan menyetujui wali nikah untuk putri mereka. Biasanya

perwalian diperoleh dari ayah kandung, atau dari keluarga terdekat yang

menjadi mahram (bisa juga penghulu) jika ayah kandung telah meninggal

atau telah memberikan kuasa.

Pada proses mbait wali ini juga terdapat kesepakatan tentang

besarnya pisuke (mahar) dan jumlah maskawin yang diinginkan pihak

keluarga mempelai wanita. Besarnya pisuke yang diinginkan

menandakan tingginya derajat keluarga mempelai wanita dan

menandakan tingginya kualitas putri mereka yang akan menikah.

Semakin tinggi tingkat pendidikan sang putri, maka pisuke yang diminta

akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya. Besarnya jumlah pisuke ini

kadang menjadi kontroversi, karena keluarga mempelai wanita kadang

memintanya dalam jumlah yang tidak wajar (terlalu besar). Seolah – olah

mereka beranggapan dengan pisuke tersebut dapat mengganti seluruh

pengeluaran mereka terhadap kehidupan yang telah di berikan pada

putrinya (terkait dengan mengurus sejak kecil dan pendidikan).

4. Akad Nikah (Bekawin)

Selanjutnya setelah perwalian diperoleh, akan nikah segera bisa

dilaksanakan. Seperti lazimnya akad nikah, bekawin biasanya dilakukan

di rumah calon mempelai pria. Pada prosesi inilah sejumlah maskawin

dan pisuke yang disepaki diberikan kepada mempelai wanita.

Serombongan keluarga calon mempelai wanita (tidak dalam jumlah yang

besar) datang untuk memberikan perwalian, restu dan juga menjadi saksi

Page 10: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

8

pernikahan. Bekawin dilakukan sama seperti prosesi akad nikah atau ijab

kabul dalam aturan islam.

Setelah bekawin biasanya dilaksanakan pesta rakyat di rumah

mempelai pria. Pesta rakyat ini biasanya dilaksanakan sehari semalam.

Bisa juga tidak dilaksanakan tergantung kemampuan keluarga.

5. Sorong Serah Aji Krame

Sorong serah aji krame dilakukan setelah akad nikah dan sesaat

sebelum upacara nyongkolan digelar. Prosesi ini ditandai dengan

berkunjungnya beberapa pemuka adat dan pemuda – pemuda yang

berasal dari daerah keluarga mempelai laki – laki dan harus

menggunakan pakaian adat. Pada prosesi ini pihak mempelai pria

memberikan seserahan kepada keluarga mempelai wanita (terutama

kepada ibunya) yang berisi kain batik yang di dalamnya diisi rempah –

rempah, dan sejumlah uang. Seserahan yang berisi kain batik, rempah –

rempah dan sejumlah uang ini menyimbolkan tanda terima kasih

keluarga mempelai pria, karena keluarga besar mempelai wanita

(khususnya ibu) telah merawat putrinya dengan baik hingga diambil

mantu oleh mereka. Nantinya sejumlah uang ini akan di bagikan kepada

seluruh anggota keluarga yang lain, yang juga menyimbolkan tanda

terima kasih.

6. Nyongkolan

Nyongkolan adalah sebuah upacara tradisi sasak, dimana kedua

mempelai di arak dari rumah mempelai laki – laki menuju kerumah

mempelai wanita dengan di ikuti oleh sanak keluarga yang menggunakan

pakaian adat dan diiringi dengan tabuhan gendang beleq, kecimol atau

bisa juga cilokaq. Biasanya dengan berjalan kaki jika jarak antara rumah

keduanya dekat, namun bisa juga menggunakan alat transportasi lain jika

jauh, tetapi harus turun ditempat yang agak jauh dari rumah mempelai

wanita agar tetap dilaksanakan dengan berjalan kaki. Dalam nyongkolan

Page 11: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

9

biasanya keluarga mempelai pria membawa seserahan berupa makanan,

buah – buahan dan lain sebagainya untuk keluarga mempelai wanita.

Acara nyongkolan ini biasanya diliputi perasaan haru, karena ini adalah

kali pertama pengantin wanita bertemu kembali dengan kedua orang tua

dan keluarganya setelah sekian lama mulai sejak merari’ hingga resmi

menikah. Nyongkolan dianalogikan sebagai sarana pengumuman bahwa

si pria dan wanita yang diarak ini sudah sah menjadi suami istri.

7. Balik Tapaq Nae

Secara umum Balik Tapaq Nae berarti tapak tilas. Dalam adat

Sasak tapak tilas ini bermakna kembali ke rumah pengantin perempuan

setelah melakukan nyongkolan, biasanya dilakukan pada malam hari.

Acara Balik tapaq nae ini lebih kekeluargaan dan longgar dari adat.

Karena kedua mempelai dengan orang tua dan keluarga besar bisa

bercengkrama dengan lebih santai dan kekeluargaan.

Page 12: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

10

BAB III

PEMBAHASAN

A. PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Nikah menurut bahasa artinya bergabung dan berkumpul.

Sedangkan menurut syara’, nikah ialah akad yang membolehkan seorang

laki – laki bergaul bebas dengan seorang perempuan tertentu yang pada

waktu akad nikah menggunakan lafal nikah atau terjemahannya. Dalam

islam, pernikahan bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang sah dalam

rangka melanjutkan generasi, selain itu agar suami istri dapat menciptakan

kehidupan yang tentram lahir dan bathin atas dasar saling mencintai dalam

satu rumah tangga bahagia dengan memenuhi hak dan kewajiban masing –

masing bersadarkan Al Qur’an dan As Sunnah.

a. Hukum Nikah

Hukum nikah ditentukan berdasarkan dua hal, yang pertama

kemampuannya dalam melaksanakan kewajiban lahir dan bathin (baik

sebagai suami maupun istri), yang kedua kesanggupannya menjaga diri

dari agar tidak jatuh dalam doza zina. Berdasarkan hal – hal tersebut

maka para ulama mengklasifikasikan lima hukum nikah, yaitu:

1. Wajib. Seseorang dikatakan wajib untuk menikah jika telah

memiliki kemampuan dari segi finansial dan sangat berisiko jatuh

ke dalam perzinahan.

2. Sunnah. Dikatakan sunnah untuk seseorang itu menikah jika ia

telah mampu secara finansia, tetapi tidak terlalu berisiko untuk

jatuh ke dalam perzinahan.

3. Mubah. Seseorang dikatakan mubah pernikahannya, jika ia tidak

mampu dari segi finansial untuk membiayai keluarganya kelak dan

juga tidak terlalu berisiko untuk jatuh ke dalam perzinahan.

Page 13: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

11

4. Makruh. Seorang dikatakan makruh membina rumah tangga, jika

ia tidak mampu secara finansial dan kelak rumah tangganya lebih

banyak dibiayai oleh istri.

5. Haram. Hukum pernikahan menjadi haram dalam islam jika

seseorang menikah dalam kondisi tidak mampu secara finansial,

tidak mampu memberikan nafkah bathin kepada istri, menularkan

penyakit yang membahayakan serta tidak terpenuhinya syarata sah

nikah.

b. Kriteria Memilih Pasangan

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Wanita

itu dinikahi karena empat hal : karena agamanya, nasabnya, hartanya

dan kecantikannya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat

(HR. Bukhari, Muslim).

Berdasarkan hadist di atas, pernikahan menjadi penyempurna setengah

dari agama jika dan hanya jika menikahi perempuan yang solihah.

Seperti dikutip dari hadist di bawah ini :

Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki

oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah

SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan

separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim).

c. Pendahuluan Pernikahan dalam Islam

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum akad nikah

dilangsungkan agar terhindar dar masalah – masalah di kemudian hari.

1. Melihat Calon

Kepada kedua calon yang akan membina rumah tangga di

bolehkan saling melihat juga boleh berbicara seperlunya untuk

mengetahui budi bahasa dan jalan fikiran masing-masing. Harus

dengan cara yang sopan, yaitu disertai oleh salah seorang keluarga

(mahram) atau kerabat mereka. Dengan adanya kesempatan taaruf

ini, kedua belah pihak memiliki kesempatan untuk berfikir. Hal

Page 14: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

12

penting seperti pernikahan tentunya kurang baik untuk dilaksanakan

secara tergesa – gesa.

Proses taaruf ini tentunya brlaku bagi mereka yang belum

saling mengenal. Bagi yang sudah saling mengenal karena

tinggalnya dalam satu kampung, satu pekerjaan atau bergerak dalam

organisasi yang memungkinkan mereka untuk saling berjumpa,

saling berbicara dan musyawarah, tidak diperlukan lagi untuk saling

melihat dan berkenalan.

2. Meminang (Hitbah)

Hitbah adalah meminang seorang gadis langsung kepada

orang tuanya atau walinya. Wanita yang sudah dipinang oleh orang

dan pinangan itu sudah diterima oleh walinya, tidak boleh dipinang

lagi oleh orang lain, karena akan menyakiti hati yang meminangnya

terlebih dahulu. Kalau pinangan yang pertama telah ditolak, maka

wanita itu boleh dipinang oleh orang lain. Diterima tidaknya suatu

pinangan terletak pada keputusan pihak wanita berdasarkan

permohonan laki - laki. Tetapi boleh juga yang mengambil iniasiatif

pihak wanita, seperti yang terjadi pada Umar bin Khattab ra saat

akan menikahkan putinya dengan Ustman bin Affan.

3. Melamar

Apabila seorang pemuda telah yakin untuk melaksanakan

pernikahan dengan seorang wanita pilihannya, maka ia harus maju

untuk datang melamar kepada orang tua (wali) wanita yang

bersangkutan.Atas persetujuan calon suami, calon istri dan wali,

terjadialah suatu perjanjian. Untuk memperteguh perjanjian itu,

banyak diantara anggota masyarakat yang saling memberi sesuatu

yang bisa menjadi pengikat dan bahwa lamarannya telah diterima

dengan baik.

4. Pencatatan Perkawinan

Setelah memperoleh persetujuan, langkah selanjutnya adalah

menentuka dua orang saksi. Sebelum akad nikah dilakukan, kedua

Page 15: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

13

mempelai harusnya mendaftarkan pernikahan kepada pegawai

Pencatatan Nikah menurutt peraturan yang berlaku di Kantor Urusan

Agama. Pada zaman Rasulullah dan para sahabat tidak ada

pencatatan perkawinan seperti sekarang ini. Namuntidak ada

salahnya untuk berbuat dmikian demi kesejahteraan bersama.

d. Pelaksanaan Pernikahan

Untuk melaksanakan suatu pernikahan terlebih dahulu haruslah

melengkapi rukun – rukun nikah karena menjadi syarat sahnya suatu

pernikahan. Rukun nikah terdiri dari :

1. Calon suami dan calon istri. Supaya akad nikah yang akan

dilangsungkan itu sah menurut syariat islam, maka calon suami dan

calon istri haruslah memenuhi ketentuan (syarat) yang telah diatur

dalam hukum islam.

2. Wali. Wali adalah orang yang berhak dan berkuasa untuk

melakukan perbuatan hukum bagi orang yang berada di bawah

perwaliannya menurut ketentuan syariat. Dalam hal pernikahan,

dibutuhkan wali dari pihak wanita. Karena wanita tidak sah

melakukan akad nikah baik untuk dirinya sendiri maupun untuk

orang lain.

3. Dua orang saksi. Dasar hukum keharusan adanya dua orang saksi

dalam suatu perkawinan, diantaranya ialah sabda Rasulullah “ Tidak

sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua orang saksi yang

adil”.

4. Ijab Kabul. Dasar pernikahan yang asasi aialah adanya persetujuan

dua belah pihak, calon suami dan calon istri untuk rela dan sepakat

mengadakan ikatan lahir batin untuk membina rumah tangga

bahagia. Maka ucapn untuk menggambarkan setuju dan rela dari

pihak wanita di ucapkan walinya disebut Ijab, dan ucapan balasan

dari pihak laki – laki disebut kabul.

Page 16: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

14

e. Kufu

Kufu ialah kesamaan derajat, tolok dan tara. Sekufu berarti setara, sama

tinggi derajatnya, martabatnya. Yang dimaksud kufu dalam pernikahan

ialah kesamaan derajat antara suami dengan istri yang dipandang dari

berbagai segi. Apabila kedudukan suami istri setaraf dalam bidang sosial

dan agama, maka hal ini merupakan faktor penting dalam pembinaan

rumah tangga bahagia karena pandangan hidup mereka sudah mulai

tertaut, kematangan berfikir akan tidak jauh berbeda dan berbagai

pengalaman akan lebih mudah dicernakan.

B. KESESUAIAN ANTARA TRADISI LOMBOK DENGAN ATURAN

ISLAM DALAM MENGATUR PERNIKAHAN

1. Pada penentuan kriteria pasangan hidup, adat Lombok juga biasanya

memperhatikan bebet dan bobot calon pasangan hidup. Sesuai dengan

calon pasangan hidup yang disyariatkan islam yaitu lihat agamanya,

keturunannya, hartanya dan kecantikannya.

2. Dalam proses mbait wali pada pernikahan adat Lombok juga

menentukan orang yang berhak menjadi wali sesuai dengan syariat

islam, yaitu Ayah kandung, Kakek (ayah dari ayah), Saudara (kakak /

adik laki-laki se-ayah dan se-ibu), Saudara (kakak / adik laki-laki se-

ayah saja), Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu, Anak

laki-laki dari saudara yang se-ayah saja, Saudara laki-laki ayah, Anak

laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu).

3. Pada prose mbait wali juga terdapat penentuan jumlah pisuke (mahar)

dan maskawin yang diinginkan pihak keluarga wanita. Hal ini sesuai

dengan apa yang disyariatkan islam bahwa setiap gadis yang menikah

berhak maskawin sekurang – kurangnya sebuah cincin besi dan mahar

sekurang – kurangnya sebuah ember yang bisa digunakannya untuk

urusan rumah tangganya, sebagaiman pesan yang bisa dipetik dari

pernikahan Ali bin Abi Thalib ra dan Fatimah Azzahra putri Rasulullah.

4. Pada acara akad nikah atau bekawin adat Lombok sama dengan rukun

nikah yang diajarkan Rasulullah SAW, yaitu harus calon suami, calon

Page 17: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

15

istri, wali, dua orang saksi, dan ijab kabul yang sesuai dengan syariat

islam.

C. KETIDAKSESUAIAN ANTARA TRADISI LOMBOK DENGAN

ATURAN ISLAM DALAM MENGATUR PERNIKAHAN

1. Islam mengajarkan bahwa proses awal dari sebuah pernikahan adalah

dengan saling mengenal satu sama lain (taaruf) sekurang – kurangnya

satu kali dan boleh lebih dari itu namun sang calon wanita harus

dibersamai oleh salah seorang anggota keluarganya atau mahramnya

kemuadian selanjutnya baru di pinang langsung kepada walinya hingga

mendapatkan kesepakatan. Bertolak belakang dengan syariat islam,

pada adat Lombok seorang wanita tidak di pinang secara baik – baik

melainkan diculik (merari’/melai’ang) tanpa dibersamai oleh

mahramnya.

2. Pisuke dalam pernikahan adat Lombok, sejatinya sama dengan mahar

dalam islam yaitu sejumlah hak (materi) untuk istri yang diberikan

suami untuk memulai rumah tangganya, jika istri seorang gadis maka

yang berhak menentukan jumlah maharnya adalah walinya. Namun

dalam penentuan pisuke adat Lombok sarat dengan nuansa bisnis.

Tawar menawar antara kedua belah pihak sering terjadi, karena pihak

gadis cendrung memberikan harga yang tinggi tergantung kapasitas dan

kualitas putri mereka (dalam pandangan mereka), yang kadang tidak

sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga mempelai pria. Hal ini tentu

saja tidak sesuai dengan apa yang diajarkan Rasulullah, bahwa mahar

yang diberikan itu harusnya sesuai dengan kondisi ekonomi calon

mempelai pria.

3. Pada proses pernikahan adat Lombok di kenal acara begawe (pesta

rakyat) dipersiapkan sejak berminggu – minggu dengan acara utama

pesta rakyat di siang hari dan pertunjukan gendang beleq atau cilokaq

di malam hari. Acara ini sarat dengan nuansa budaya dan adat Lombok,

namun jika ditilik dari kaca mata islam cendrung menjadi foya – foya

dan hura – hura. Karna dalam islam tidak ada ketentuan khusus untuk

Page 18: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

16

melaksanakan pesta megah yang menghambur – hamburkan uang.

Cukup walimah sederhana.

4. Prosessi nyongkolan sejatinya merupakan sarana pengumuman dan

silaturrahmi sebagaimana yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw.

Hanya saja dalam kasus tertentu terjadi penyelewengan oleh oknum

pada acara nyongkolan yang menyebabkan terjadinya perkelaian,

mabuk-mabukan dengan minuman keras dan meninggalkan sholat

(karena acaranya membutuhkan waktu yang lama dan riasan tidak

memungkinkan untuk dibawa salat), maka perilaku inilah yang perlu

dihindari dalam praktek nyongkolan.

D. SIKAP WARGA SASAK MUSLIM TERHADAP ATURAN

PERNIKAHAN DALAM HUKUM ADAT

Keberadaan Islam sebagai sebuah agama dan peradaban tidak

dapat dipisahkan dari kebudayaan. Secara tekstual sejak sejak 14 abad yang

lalu, Al Quran telah menegaskan bahwa islam adalah ajaaran universal yang

misi kebenaran ajarannya melampaui batas – batas suku, etnis, bangsa dan

bahasa. Oleh karena itu, faktor – faktor tersebut perlu untuk dikaji dalam

rangka mengangkat kembali citra dan peran islam bagi umat manusia.

Karena perlu diingat, bukan islam yang harus menyesuaikan zaman tetapi

zaman yang harus kembali kepada aturan islam.Dalam pernikahan adat

Lombok, terdapat beberapa prosesi adat yang sesuai dengan syariat islam,

namun juga terdapat beberapa hal yang bertentangan dengan syariat.

Secara garis besar sikap warga sasak muslim terhadap aturan pernikahan

dalam hukum adat lombok adalah sebagai berikut :

1. Mengembangkan dan mendukung beberapa aturan adat yang sesuai

dengan syariat islam. Seperti penentuan kriteria pasangan hidup, proses

penentuan wali nikah dan rukun akad nikah. Jika sekiranya dalam

prosesi tersebut terdapat beberapa adat yang tidak melanggar syariat,

sebaiknya diikuti saja dalam rangka melestarikan budaya Lombok.

2. Menolak dan menghindari beberapa aturan adat yang tidak sesuai

dengan syariat. Misalnya pada proses melai’ang, penentuan pisuke yang

Page 19: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

17

tinggi, pesta rakyat yang berlebihan, juga acara nyongkolan yang

memakan waktu lama sehingga sering meninggalkan salat. Untuk

menghindari zina dan pengikisan adat, melai’ang dapat disiasati dengan

menjemput calon istri secara baik – baik dan dibersamai dengan anggota

keluarga yang lain, sehingga menghindari untuk berkhalwat. Pada pesta

rakyat sebaiknya tidak dilakukan hingga larut malam dan tuan rumah

tidak menyediakan hal – hal yang menyebabkan mudarat, semisal

biduan yang berpakaian kurang sopan. Selanjutnya upaca nyongkolan

diharapkan tidak memakan waktu yang terlalu lama dan tetap

memperhatikan waktu – waktu salat, sehingga tidak meninggalkan salat.

3. Mendiamkan atau menerima beberapa aturan adat yang tidak ada dalam

syariat tetapi juga tidak bertentangan dengan syariat islam. Misalnya,

acara sorong serah aji krame yang tidak memiliki unsur yang

bertentangan dengan syariat tetapi mengusung simbolisasi adat serta

acara balik tapaq nae yang bisa membuka silaturrahmi antara kedua

keluarga besar.

Page 20: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

18

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setiap hal itu tercipta dengan sisi positif dan negatif sekaligus,

begitu pula dengan sebuah kebudayaan dan adat istiadat. Pernikahan adat

lombok sarat dengan nilai budaya dan nilai adat Lombok yang telah

mengalami asimilasi dengan budaya Bali. Sisi negatif dari pernikahan adat

Lombok adalah proses pernikahannya yang memakan waktu cukup lama,

tenaga yang cukup banyak dan biaya yang tidak sedikit. Sedangkan sisi

positifnya adalah terdapat makna atau simbol dari setiap proses yang

dilakukan.

Ada beberapa hal dalam proses pernikahan adat Lombok yang

sesuai dengan syariat islam, diantaranya penentuan kriteria calon pasangan

hidup, penentuan wali nikah dan rukun nikah. Selain itu terdapat beberapa hal

yang bertentangan dengan ajaran islam, seperti prosesi merari’ (melai’ang),

penentuan jumlah pisuke yang sangat besar, pesta rakyat yang berlebihan,

juga acara nyongkolan yang memakan waktu lama sehingga sering

meninggalkan salat. Hal – hal yang positif dari adat tersebut sebaiknya

diterima dan didukung, sedangkan hal – hal yang negatif sebaiknya di tolak,

di hindari dan diminimalisir.

B. SARAN

Adat dan kebudayaan pada suatu daerah terkadang merupakan

kejayaan agama – agama sebelumnya yang berkembang di daerah tersebut,

sehingga masyarakat pada lingkungan itu menjadi terbiasa untuk

melakoninya. Begitu pula dengan pernikahan adat Lombok, ada yang sesuai

dengan syariat islam, ada pula yang bertentangan. Jika hal tersebut positif,

sebaiknya di dukung dan dilestariakan, namun jika harus mengorbankan

aturan islam dalam pelaksanaannya sebaiknya ditinggalkan.

Page 21: Sikap Muslim Terhadap Lokal Nusantara

iii

DAFTAR PUSTAKA

Daly, Peunoh. 1988. Hukum Perkawinan Islam. Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan

Ahlus Sunnah dan Negara – negara Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Djaja, Tamar. 1982. Tuntunan Perkawinan dan Rumah Tangga Islam I. Bandung : Al

Ma’arif.

http://lalumuhamadjaelani.wordpress.com/2007/12/13/menelusuri-asal-usul-suku-sasak/ [2

November 2012]

http://lomboktourplus.com/blog/mengenal-adat-istiadat-pernikahan-suku-sasak-lombok/ [2

November 2012]

Munthoha, dkk. 2009. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta : UII Press.

Muslihin. Pergeseran Pemaknaan Pisuke / Gantiran dalam Budaya Merari’ Sasak Lombok. –

Zuhdi, Harfin. http://lombokbaratkab.go.id/tradisi-merari%E2%80%99-akulturasi-islam-dan-

budaya-lokal.html/ [2 November 2012]