eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/tesis_hendra_w_manurung,_s.h... · web...

261
KEBIJAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA RINGAN (STUDI KASUS DI POLRES JEPARA) TESIS Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Oleh Hendra Wijaya Manurung, SH 11010112410017 Dosen Pembimbing Dr. EKO SOPONYONO, SH.,MH PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM 1

Upload: buikiet

Post on 31-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

KEBIJAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

RINGAN

(STUDI KASUS DI POLRES JEPARA)

TESIS

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum

Oleh

Hendra Wijaya Manurung, SH

11010112410017

Dosen Pembimbing

Dr. EKO SOPONYONO, SH.,MH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2014

1

Page 2: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

HALAMAN PENGESAHAN

KEBIJAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2 TAHUN 2012 TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

RINGAN

(STUDI KASUS DI POLRES JEPARA)

TESIS

Disusun Oleh

Hendra Wijaya Manurung, SH

11010112410017

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program Magister Ilmu Hukum

Mengetahui,

Pembimbing

Dr. Eko Soponyono, SH., MH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2014

2

Page 3: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YESUS KRISTUS, karena

atas berkatNya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan lancar. Tesis dengan

judul “ KEBIJAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2

TAHUN 2012 TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA

RINGAN ” ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh penulis guna

menyelesaikan Pendidikan Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Diponegoro. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih

kurang sempurna karena keterbatasan kemampuan dan kurangnya pengetahuan

yang penulis miliki. Untuk itulah saran dan kritik dari para pembaca sangat

penulis harapkan. Penyelesaian Tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai

pihak baik itu berupa bimbingan, pengarahan, nasehat maupun dorongan moral.

Karena itu tidaklah berlebihan jika penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Retno Saraswati, SH, M.Hum. Selaku Ketua Program Magister Ilmu

Hukum yang turut memberikan masukan dan arahan terhadap proses

penyelesaian Tesis ini.

2. Dr. Eko Soponyono, SH.,MH bertindak selaku pembimbing yang telah

dengan sabar memberikan segala petunjuk dan arahan dalam proses

penyelesaian tesis ini.

3. Prof. Dr. Nyoman Serikat Putra Jaya, SH. M.Hum yang telah berkenan

memberikan petunjuk dan koreksi guna lebih sempurnanya tesis ini.

3

Page 4: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

4. Dr. Pujiono S.H. M.H selaku penguji yang telah berkenan memberikan

petunjuk dan koreksi terhadap Tesis ini.

5. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

yang dengan tulus dan ikhlas membimbing dan memberikan tambahan

pengetahuan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Istriku tercinta Theresia Caroline Sihombing, SH yang telah dengan setia

mendampingi penulis selama studi dan selalu mendoakan, mendorong

serta memberi semangat, kesabaran dan pengertian.

7. Bapak - Ibuku, kedua mertuaku serta saudara – saudaraku Mei, Anton,

Very dan Jaka yang selalu memberikan dorongan besar bagi penulis baik

mental, spiritual maupun materiel.

8. Bapak AKBP M. Taslim C, SH. MH beserta keluarga yang telah

memberikan izin secara dinas kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan.

9. Bapak Samsul Trans Trevel Jepara yang banyak membantu penulis dalam

menyelesaikan tesis ini.

10. Anggota polsek Kalinyamatan dan anggota sat lantas polres Jepara yang

selalu setia menemani penulis sewaktu mengikuti perkuliahan.

11. Temanku Andre Sagala, SH yang selalu menemani dan memberi motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa mahasiswi MIH kelas akhir pekan angkatan 2012

yang selalu menemani hari-hari kuliah dengan keakraban dan

kekompakan.

4

Page 5: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

13. Dan semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Semoga bimbingan serta bantuan yang telah diberikan mendapat berkat

dari Tuhan, Amin. Demikian sedikit kata pengantar dari penulis. Akhirnya

harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Juni 2014

Penulis

HENDRA WIJAYA MANURUNG, SH

5

Page 6: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Abstrak

Sebagai lembaga peradilan tertinggi Mahkamah Agung diberikan beberapa fungsi antara lain membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA). Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) dibuat dalam rangka memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara, khususnya di bidang peradilan, adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif karena merupakan analisis yang mendasarkan pada adanya hubungan semantis antar konsep (variabel) yang sedang diteliti. Tujuannya ialah peneliti mendapatkan makna hubungan konsepsional sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian. Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan jumlah denda dalam KUHP terhadap penyelesaian perkara tindak pidana ringan pada Polres Jepara sudah berjalan namun belum efektif dikarenakan persepsi penyidik Polri dan Hakim terhadap PERMA No 2 tahun 2012 tidak sesuai dengan sistem tertib hukum Indonesia dimana kedudukan Peraturan Mahkamah Agung adalah peraturan yang letaknya di bawah Undang-Undang. Selain itu pada kenyataanya penegakan hukum dengan menggunakan Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012 mengalami beberapa hambatan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada efktifitas hukum.Kata Kunci : Peraturan Mahkamah Agung, Tindak Pidana Ringan.

6

Page 7: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Abstract

As the highest judicial institution of the Supreme Court given several functions, among others, formed the Supreme Court Rules (PERMA). Supreme Court Rules (PERMA) was made in order to meet the needs of state administration, particularly in the areas of justice, while the methods of analysis used in this study is a qualitative analysis method because it is based on the analysis of the relationship between semantic concepts (variables) that are being studied. The goal of researchers is to get the meaning of conceptual relationships that can be used to answer the problem formulated in the study. Supreme Court Regulation No. Policy. 2 In 2012 On Margin Adjustment Lightweight Crime and the amount of fines in the Criminal Code to the settlement summary cases in Jepara district police is already running but is not effective due to the perception of police investigators and judges to PERMA No. 2 in 2012 was not in accordance with Indonesian law and order system in which the position of Regulation the Supreme Court is located in the regulations under the Act. In addition to the fact law enforcement by using Rule 2 of the Supreme Court in 2012 experienced some obstacles that are influenced by several factors, namely: factor of its own law, law enforcement factor, factor means or facilities to support law enforcement, community factors, and cultural factors. These five factors are related to each other tightly, because the essence of the rule of law, also is a measure of the efktifitaslaw. Keywords: Rules of the Supreme Court, Crime Light.

7

Page 8: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................10

1.1. Latar Belakang.........................................................................................10

1.2. Perumusan Masalah................................................................................17

1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................................18

1.4. Manfaat Penelitian...................................................................................18

1.5. Kerangka Teori........................................................................................19

1.6. Metode Penelitian.....................................................................................21

1.7. Sistematika Penulisan..............................................................................25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................27

2.1. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan.....................................................27

2.2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana.............................................32

2.3. Tinjauan Tindak Pidana Ringan Menurut KUH Pidana....................38

2.4. Tinjauan Tentang Pidana Denda...........................................................48

2.5. Teori Tentang Pemidanaan.....................................................................51

2.6. Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 dalam Peraturan Perundang-undangan............................................................56

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................62

3.1. Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Dalam Rangka Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Pada Saat Ini...............62

3.1.1. Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 dalam Sistem Peradilan Pidana.................................................................................62

3.1.2. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012..............................................112

3.1.3. Penanganan Perkara Tindak Pidana Ringan Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 di Polres Jepara....................117

8

Page 9: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

3.2. Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung dalam rangka menanggulangi tindak pidana ringan di masa yang akan datang.. . .132

3.2.1. Kajian Komparatif Pengaturan Tindak Pidana ringan dengan Negara Prancis..............................................................................................133

3.2.2. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Ringan dimasa yang akan datang...............................................................................................161

BAB IV PENUTUP...........................................................................................164

4.1. Kesimpulan.............................................................................................164

4.1.1. Kebijakan PERMA No. 2 tahun 2012 dalam rangka penyelesaian perkara Tipiring pada saat ini di Polres Jepara.................................177

4.1.2. Kebijakan PERMA No. 2 tahun 2012 dalam rangka penyelesaian perkara Tipiring di masa yang akan datang......................................178

4.2. Saran.......................................................................................................164

9

Page 10: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia

adalah negara hukum. Dalam system pemerintahan Indonesia memiliki salah

satu ciri atau persyaratan utama dari sebuah negara hukum yaitu terdapatnya

asas pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan yang biasa terdiri dari

kekuasaan legislatif untuk membentuk Undang-Undang, kekuasaan eksekutif

untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang yang dibuat

oleh lembaga legislatif, dan kekuasaan yudikatif yang menjalankan lembaga

peradilan apabila terdapat penyimpangan di dalam pelaksanaan undang-

undang.

Pemisahan kekuasaan atau biasa disebut trias politica tersebut

merupakan suatu teori yang dipopulerkan oleh Montesquieu dari Perancis dan

teori pemisahan kekuasaan tersebut telah berlaku dalam berbagai Negara, teori

ini muncul karena kekuatiran seorang Montesquieu agar kekuasaan suatu

Negara tidak tersentralisasi, dan ide pemisahan kekuasaan ini semata-mata

demi memperoleh kepastian bahwa kebebasan politik rakyat tidak terciderai1.

Yang selanjutnya montesque menyampaikan bahwa dengan adanya lembaga

legislate kepentingan rakyat dapat terwakili secara baik dalam gagaasan

tersebut rakyat diposisikan sebagai pemegang kekuasaan Negara2.

1Bernard L. Tanya dkk, 2013, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing. Hal. 782Ibid., hal. 79

10

Page 11: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kekuasaan yudikatif di Indonesia dilaksanakan oleh Mahkamah Agung

(MA) beserta badan peradilan dibawahnya serta sebuah lembaga Mahkamah

Konstitusi (MK) yang terbentuk pada tahun 2003 sebagai suatu produk politik

dalam pemerintahan Indonesia seiring perkembangan hukum, lembaga MK ini

merupakan pemegang kekuasaan kehakiman yang merdeka tanpa ada

kekuatan intervensi atau pengaruh dari lembaga lain dalam menjalankan

fungsinya. Sebagai dasar pembentukan Mahkamah Konstitusi ada dalam Pasal

24 UUD 1945 dalam perubahan ketiga. Mahkamah agung juga sama hal nya

dengan Mahkamah Konstitusi yang merupakan suatu pengadilan negara

tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang di dalam melaksanakan

tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.

Sebagai lembaga peradilan tertinggi Mahkamah Agung diberikan

beberapa fungsi untuk menjalankan perannya yaitu fungsi mengadili ditingkat

kasasi, fungsi menguji setiap peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang terhadap undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya

yang diberikan oleh undang-undang sesuai pasal 24 Aayat 1 UUD 1945.

Selain itu ada fungsi memberikan nasehat kepada lembaga negara lainnya,

fungsi mengawasi seluruh lembaga peradilan yang berada dibawahnya, fungsi

administratif dan fungsi mengatur. Bentuk dan fungsi yang disebut terakhir

adalah dengan pembentukan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan

Peraturan Mahkamah Agung (PERATURAN MAHKAMAH AGUNG).

Peraturan Mahkamah Agung (PERATURAN MAHKAMAH AGUNG)

setidaknya ada lima fungsi yang dimainkan PERATURAN MAHKAMAH

11

Page 12: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

AGUNG RI dalam memenuhi kebutuhan penyelenggaraan negara, khususnya

di bidang peradilan. Yakni PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI

dibutuhkan untuk mengisi kekosongan hukum, PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG RI sebagai pelengkap ketentuan Undang-Undang yang kurang jelas

mengatur tentang sesuatu hal berkaitan dengan hukum acara, PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG RI sebagai sarana penemuan hukum, PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG RI sebagai sumber hukum bagi masyarakat hukum

khususnya para hakim dalam menjalankan tugasnya di dalam menyelesaikan

kesulitan-kesulitan teknis penerapan hukum acara yang ternyata tidak relevan

lagi pada keadaan saat sekarang ini3, tetapi di sisi lain kewenangan

menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG) oleh lembaga yudikatif tersebut dimana dalam praktiknya dapat

berfungsi sebagai Undang-Undang.

Pada awal tahun 2012 Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan

Mahkamah Agung No. 2 tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak

pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP sebagai bentuk realisasi fungsi

pengaturan yang dimilikinya. Peraturan Mahkamah Agung ( PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG ) ini berhubungan dengan pasal-pasal tindak pidana

ringan dan uang denda dalam KUHP yang tidak lagi relevan diterapkan pada

masa sekarang ini.

KUHP merupakan induk peraturan positif mengenai tindak pidana yang

keberlakuannya disahkan melalui undang-undang No. 1 tahun 1946 tentang

3 Ronald S Lumbuun, 2011, Ronald S. lumbun, PERMA RI: wujud kerancuan antara praktik pembagian dan pemisahan kekuasaan, Jakrta: Raja Grafindo Persada, hal. 14

12

Page 13: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

peraturan hukum pidana indonesia. KUHP yang berlaku sekarang ini

merupakan hukum pidana pokok yang berlaku, disampingnya masih banyak

terdapat peraturan-peraturan yang mengandung hukum pidana. KUHP yang

berlaku di indonesia sekarang merupakan warisan pemerintah Hindia-Belanda

yang diadopsi dan kemudian diberlakukan secara nasional melalui undang-

undang No. 1 tahun 1946. Indonesia masih mengadoptasi KUHP dari

pemerintah Hindia-Belanda dikarenakan semenjak proklamasi kemerdekaan

hingga sekarang pemerintah belum dapat menyusun KUHP sendiri.

Beberapa ketentuan dalam KUHP tersebut kemudian mengalami

beberapa perubahan dengan dikeluarkannya Perpu No. 16 tahun 1960 tentang

beberapa perubahan dalam KUHP. Ketentuan yang di ubah dalam perpu

tersebut yang perlu mendapat perhatian adalah ketentuan yang terkait dengan

tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407

ayat 1, dan 482 KUHP. Ketentuan nilai barang dalam perkara tindak pidana

ringan dengan dikeluarkannya perpu tersebut diubah menjadi Rp. 250 (dua

ratus lima puluh rupiah) yang hanya sebelumnya hanya bernilai Rp. 25 (dua

puluh lima rupiah). Hal ini didasarkan pada penyesuaian nilai barang yang

mengalami kenaikan. Namun seiring perkembangan zaman, pengenaan nilai

barang pada tindak pidana ringan saat ini dirasa sudah tidak relevan lagi.

Mengingat dewasa ini, kasus-kasus khususnya Tindak Pidana Ringan

(Tipiring) marak terjadi ditengah-tengah masyarakat dan ramai diberitakan

baik di media massa maupun media elektronik. Yang mana dalam penegakan

13

Page 14: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

hukum terhadap tindak pidana ringan sering menciderai nilai-nilai dalam

masyarakat.

Perkara-perkara pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini

diadili di pengadilan cukup mendapatkan sorotan masyarakat. Masyarakat

umumnya menilai bahwa sangatlah tidak adil jika perkara-perkara tersebut

diancam dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun sebagaimana di atur dalam

Pasal 362 KUHP oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang

dicurinya4, seperti yang terjadi pada kasus nenek Minah yang diperlakukan

seperti kasus pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) yang diancam dengan

ancaman hukuman 5 Tahun penjara. Selain itu hanya karena kasus pencurian 2

buah kakao, pencurian sendal jepit, pencurian 6 buah piring, atau kasus

pencurian 2 buah semangka, yang nilainya tentu sudah tidak lagi dibawah Rp

250,- para tersangka dan terdakwa kasus-kasus tersebut dikenakan penahanan

oleh penyidik maupun penuntut umum.

Banyaknya jumlah perkara yang masuk ke pengadilan juga telah

membebani pengadilan baik dari segi anggaran maupun dari segi persepsi

publik terhadap pengadilan. Umumnya masyarakat tidak memahami

bagaimana proses jalannya perkara pidana sampai bisa masuk ke pengadilan,

pihak-pihak mana saja yang memiliki kewenangan dalam setiap tahapan dan

masyarakat umumnya hanya mengetahui ada tidaknya suatu perkara pidana

hanya pada saat perkara tersebut di sidangkan di pengadilan. Dan oleh karena

sudah sampai tahap persidangan di pengadilan sorotan masyarakat kemudian

4 Penjelasan Umum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP

14

Page 15: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

hanya tertuju ke pengadilan dan menuntut agar pengadilan

mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.5

Bahwa banyaknya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak

tepat di dakwa dengan menggunakan pasal 362 KUHP yang ancaman

pidananya paling lama 5 (lima ) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan

seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan yang mana seharusnya

lebih tepat didakwa dengan pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling

lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp. 250.000 (dua ratus

lima puluh ribu rupiah). Jika perkara-perkara tersebut didakwa dengan pasal

364 KUHP tersebut maka tentunya berdasarkan Kitab undang-undang Hukum

Acara Pidana.6

Hakim mempunyai kewenangan untuk menyimpangi ketentuan-

ketentuan hukum tertulis yang telah ketinggalan zaman sehingga tidak lagi

mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat, dengan mencakupkan

pertimbangan hukumnya secara jelas dan tajam dengan mempertimbangkan

berbagai aspek kehidupan hukum.7

Berdasarkan beberapa kasus yang terjadi dan berdasarkan tanggapan

sekaligus tuntutan masyarakat terhadap keadilan, maka Mahkamah Agung

sebagai salah satu lembaga yang berfungsi sebagai penegak hukum, telah

mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor. 2 Tahun 2012 tentang

penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.

5 Ibid.,6 Ibid.,7 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, 2008, Hukum Yurisprudensi, Jakarta: Kencana. Hal. 9

15

Page 16: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Terkait dengan dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung ini dapat

berfungsi sebagai fasilitas ataupun menjadi jembatan bagi para Hakim

sehingga mampu lebih cepat memberikan dan mengakomodasi tuntutan rasa

keadilan masyarakat, terutama bagi pemenuhan rasa keadilan atas tindak

pidana yang dilakukan oleh masyarakat kecil dimana nilai barang yang

menjadi objek kejahatan tergolong nilai harganya bersifat relatif kecil

sehingga sesuai dengan bobot tindak pidananya. Peraturan Mahkamah Agung

ini juga ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara yang

berpotensi mengganggu rasa keadilan yang tumbuh di tengah masyarakat dan

secara tidak langsung akan membantu sistem peradilan pidana untuk bekerja

lebih efektif dan efisien, mengingat prosedur penanganan perkara di

Pengadilan dilakukan dengan mempergunakan mekanisme acara pemeriksaan

cepat yakni mekanisme acara pemeriksaan perkara-perkara pidana yang

tergolong tindak pidana ringan (tipiring).

Dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah merubah batasan dalam

perkara-perkara Tindak Pidana Ringan yang semula dibatasi minimal Rp 250,-

(dua ratus lima puluh rupiah) menjadi Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu

rupiah), disamping itu juga mengatur tentang nominal uang terhadap

pemberlakuan Pidana Denda, yang mana nominal tersebut dilipat gandakan

menjadi 1000 (seribu) kali, kecuali terhadap Pasal 303 ayat (1) dan ayat (2),

Pasal 303 bis ayat (1) dan ayat (2) KUHP.

16

Page 17: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Sistem hukum pidana diharapkan dapat beradaptasi dengan nilai-nilai

keadilan di dalam masyarakat dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung ini.

Peraturan Mahkamah Agung ini merupakan langkah awal dan suatu terobosan

yang berpotensi positif untuk memperbaharui Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang sudah tidak relevan lagi dimasa sekarang, dan diharapkan

peraturan Mahakamah Agung ini dapat juga nantinya menjadi pedoman

Kepolisian dan Kejaksaan dalam hal menangani kasus Tindak Pidana Ringan

yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap harta benda.

Berdasarkan alasan tersebut di atas penulis tertarik untuk mengangkat

sebuah judul “KEBIJAKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

NOMOR 2 TAHUN 2012 TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA

TINDAK PIDANA RINGAN (STUDI KASUS DI POLRES JEPARA)”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pokok

permasalahan Peraturan Mahkamah Agung yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012

dalam rangka penyelesaian perkara tindak pidana ringan pada saat ini?

2. Bagaimana Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung dalam rangka

menanggulangi tindak pidana ringan di masa yang akan datang?

17

Page 18: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian memerlukan suatu penelitian yang dapat memberikan

arah dan gambaran yang jelas pada penelitian yang dilakukan sehingga

didapatkan hasil yang baik dan terarah. Berdasarkan uraian latar belakang dan

permasalahan Peraturan Mahkamah Agung di atas maka yang menjadi tujuan

penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun

2012 dalam rangka menanggulangi tindak pidana ringan pada saat ini.

2. Untuk mengetahui Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung dalam rangka

menanggulangi tindak pidana ringan di masa yang akan datang.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan baik untuk

kepentingan ilmu pengetahuan (teoritis) maupun kepentingan praktis

mengenai Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

terhadap Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan. Adapun yang menjadi

kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan teoritik

a. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program

Pasca Sarjana Ilmu Hukum di Universitas Diponegoro.

b. Guna dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya bagi

pengembangan pengetahuan ilmu hukum.

18

Page 19: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

2. Kegunaan praktis

a. Untuk penulis pribadi, guna mengetahui dan menganalisis Kebijakan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 terhadap

Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam hal

memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan baik

dalam tahap legislatif maupun pemerintah.

c. Memberikan edukasi kepada masyarakat umum serta mengajak dan

membangun sikap kritis masyarakat.

1.5. Kerangka Teori

Istilah tindak pidana yang tergolong ringan ini sebenarnya bukanlah

termasuk dalam terminologi yuridis, karena yang adalah terminologi tindak

pidana ringan (tipiring). Kategori tipiring ini adalah berdasarkan ancaman

hukumannya masksimal penjara atau kurungan maksimal 3 bulan dan denda

maksimal tujuh ribu lima ratus rupiah. Proses tipiring ini adalah melalui acara

pemeriksaan cepat. Dalam acara pemeriksaan cepat penyidik atas kuasa

penuntut umum melakukan penuntutan untuk tipiring.

Namun kenyataannya penanganan kasus yang menurut masyarakat

tergolong ringan seperti kasus pencurian sendal jepit, semangka justru

menimbulkan perasaan ketidakadilan karena ada kesan kasus yang tergolong

ringan tetapi justru penanganannya seperti kasus kejahatan biasa sehingga

menimbulkan ketidakadilan dimasyarakat.

19

Page 20: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Tindak Pidana Ringan juga di sebut sebagai kejahatan ringan (Lichte Mis

drijven) seringkali dianggap oleh Mahkamah Agung sebagai permasalahan

yang krusial dalam kehidupan masyarakat kita, salah satu contoh tindak

pidana ringan yang sering muncul dalam pemberitaan adalah pencurian

ringan. Dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat

beberapa kejahatan mengenai harta benda (vermoegens delicten), apabila

kerugian yang diakibatkan tidak melebihi dua puluh lima rupiah, dinamakan

kejahatan ringan dan hanya di ancam dengan hukuman seberat-beratnya

hukuman penjara selama tiga bulan.

Adapun megenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan acara

ringan, undang-undang tidak menjelaskan. Akan tetapi undang-undang

menentukan patokan dari segi “ancaman pidananya”. Untuk menentukan

apakah suatu tindak pidana diperiksa dengan berita acara cepat, bertitik tolak

dari ancaman tindak pidana yang didakwakan. Secara generalisasi, ancaman

tindak pidana yang menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana

ringan, diatur dalam pasal 205 ayat 1 yakni8:

a. Tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara

atau kurungan

b. Atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500.

c. Penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP

8 M. Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika: Jakarta. Hal. 422-423

20

Page 21: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Demikian pengertian tindak pidana ringan secara formal harus diperiksa

dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Ukuran yang menjadi

patokan menentukan sesuatu perkara diperiksa dengan acara ringan, secara

umum ditinjau dari ancaman tindak pidana yang didakwakan, paling lama 3

bulan penjara atau kurungan dan atau denda paling banyak Rp. 7.500 tanpa

mengurangi pengecualian terhadap tindak pidana penghinaan ringan yang

dirumuskan dalam pasal 315 KUHP.

1.6. Metode Penelitian

Untuk memenuhi syarat sebagai karya ilmiah, maka suatu penelitian

tidak lepas dari apa yang disebut dengan metode penelitian atau metodologi

penelitian.

Menurut Ronny Hanitijo Soemitro bahwa penelitian pada umumnya

bertujuan untuk menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran

pengetahuan. Menemukan berarti berusaha memperoleh sesuatu untuk

mengisi kekosongan atau kekurangan, mengembangkan berarti memperluas

dan menggali lebih dalam sesuatu yang sudah ada, masih atau diragukan

kebenarannya.9

Metode penelitian pada dasarnya adalah merupakan fungsi dari

Peraturan Mahkamah Agung dan tujuan penelitian, oleh karena itu

pembicaraan dalam metode penilitian tidak dapat lepas bahkan selalu

9 Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 5

21

Page 22: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

berkaitan erat dengan Peraturan Mahkamah Agung yang disistematiskan

dalam satu format.

1. Pendekatan masalah

Dalam sajian ini pendekatan yang akan diterapkan peneliti dalam rangka

upaya menjawab permasalahan Peraturan Mahkamah Agung dan tujuan

penelitiannya yakni menggunakan pendekatan yuridis normatif.

2. Spesifikasi penelitian

Dalam kajian ini spesifikasi penelitian yang digunakan peneliti adalah

deskriptif analitis, yakni suatu penelitian yang berusaha menggambarkan

masalah hukum, sistem hukum dan mengkajinya atau menganalisisnya.

Dekkriptif analitis yang dimaksud adalah penelitian ini diharapkan akan

memperoleh gambaran secara menyeluruh atau komprehensif dan juga

sistematis mengenai Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2

Tahun 2012 terhadap Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan.

3. Jenis data

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan 2 (dua) jenis data yakni :

a. Data primer yakni bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah

yang baru atau mutakhir, ataupun pengertian baru tentang fakta yang

diketahui maupun mengenai gagasan (ide)10.

b. Data sekunder yaitu bahan pustaka yang berisikan informasi tentang

bahan primer.11Dapat berupa bahan-bahan hukum dan dokumen-

10 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo. Hal. 29

11 Iibid.,

22

Page 23: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

dokumen hukum termasuk kasus-kasus hukum yang menjadi pijakan

dasar peneliti dalam rangka menjawab Peraturan Mahkamah Agung

dan tujuan penelitian.

4. Metode pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

a. Wawancara

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan

sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden12.

Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara

jenis terpimpin. Wawancara terpimpin ini adalah wawancara yang

dilakukan dengan mempersiapkan pokok-pokok Peraturan Mahkamah

Agung terlebih dahulu yang kemudian dikembangkan dalam

wawancara, kemudian responden akan menjawab secara bebas sesuai

dengan Peraturan Mahkamah Agung yang diajukan sehingga kebekuan

atau kekakuan proses wawancara dapat terkontrol.13

b. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan yang dimaksud di sini adalah teknik

pengumpulan data dengan mempelajari buku-buku, dokumen,

peraturan perundang-undangan, laporan, arsip, literatur, dan hasil

penelitian lainnya.

12 H. Afifuddin &Beni Ahmad Saebani, 2012, Metode Penelitian Kualitatif, CV. Pustaka Setia: Bandung. Hal. 131

13Sutrisno Hadi. 2001, Metodologi Research, Jilid II, Yogyakarta.

23

Page 24: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Data yang diperoleh melalui literatur yang di dapat berbagai

buku dan majalah berkaitan dengan Kebijakan Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2012 terhadap Penyelesaian Perkara Tindak

Pidana Ringan.

5. Metode analisis data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian

dasar.14

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis kualitatif karena merupakan analisis yang mendasarkan pada

adanya hubungan semantis antar konsep (variabel) yang sedang diteliti.

Tujuannya ialah peneliti mendapatkan makna hubungan konsepsional

sehingga dapat digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan

dalam penelitian. Hubungan antar sistematis sangat penting karena dalam

analisis kualitatif, peneliti tidak menggunakan angka-angka seperti pada

analisis kuantitatif.15

Pada prinsip pokok teknik analisis kualitatif ialah mengolah dan

menganalisis data yang terkumpul menjadi data yang sistematis, teratur,

terstruktur dan mempunyai makna.

14Op.,cit. Hal. 14515 Ibid., hal. 159

24

Page 25: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

1.7. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan hukum yang dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang,

Perumusan masalah, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka

teori, Metode penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang kerangka teori dan kerangka konsep.

Kerangza teori meliputi tinjauan umum tentang kebijakan, tinjauan umum

tentang tindak pidana, tinjauan umum tentangtindak pidana ringan,

tinjauan umum tentang pidana denda, teori tentang pemidanaan dan teori

tentang tindak pidana ringan.

BAB III PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ke tiga ini akan berisi tentang pokok-pokok Peraturan

Mahkamah Agung yang ingin diungkap berdasarkan perumusan masalah

yakni Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012

terhadap Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan (Studi Kasus di

Polres Jepara) pada saat ini dan Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung

terhadap Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Ringan yang akan datang.

BAB IV PENUTUP

25

Page 26: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Bab ini merupakan bagian akhir dari penelitian ini yang berisikan

kesimpulan-kesimpulan yang diambil berdasarkan hasil penelitian dan

saran-saran sebagai tindak lanjut dari kesimpulan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

26

Page 27: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Kebijakan

Istilah kebijakan dalam hal ini ditransfer dari bahasa Inggris "Policy" atau

dalam bahasa Belanda "Politiek" yang secara umum dapat diartikan sebagai

prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan pemerintah (dalam arti

luas termasuk pula aparat penegak hukum dalam mengelola, mengatur atau

menyelesaikan urusan-urusan publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-

bidang penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian

hukum/peraturan, dengan suatu tujuan (umum) yang mengarah pada upaya

mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat (warga negara)16.

Menurut Hoogerwerf dalam buku yang di tulis oleh Sjahrir pada

hakekatnya pengertian kebijakan adalah:

“Semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk

memecahkan, mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu

dengan tindakan yang terarah ” 17

Dari beberapa pengertian tentang kebijakan yang telah dikemukakan oleh

para ilmuwan tersebut, kiranya dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pada

hakekatnya istilah policy (kebijakan) mencakup beberapa pertanyaan : what, why,

16Barda Nawawi Arief, 1996, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Balai Penerbitan Undip, Semarang, hal. 23-24

17Sjahrir, 1988, Mencari Bentuk Otonomi Daerah : Suatu Solusi dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, PT Rineka Cipta, Jakarta, hal. 66.

27

Page 28: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

who, where, dan how. Semua pertanyaan itu menyangkut tentang masalah yang

dihadapi lembaga-lembaga yang mengambil keputusan yang menyangkut isi, cara

atau prosedur yang ditentukan, strategi, waktu keputusan itu diambil dan

dilaksanakan.

Bertolak dari kedua istilah asing tersebut, maka istilah "kebijakan hukum

pidana" dapat pula disebut dengan istilah "politik hukum pidana". Dalam

kepustakaan asing istilah "politik hukum pidana" ini sering dikenal dengan

berbagai istilah, antara lain "penal policy”, "criminal law policy"atau

"strafrechtspolitiek”18. Berkaitan dengan itu dalam kamus besar Bahasa Indonesia

memberikan arti terhadap istilah "politik" dalam 3 (tiga) batasan pengertian yaitu :

1) pengetahuan mengenai ketatanegaraan (seperti sistem pemerintahan, dasar-

dasar pemerintahan), 2) segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat dan

sebagainya), 3) cara bertidak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah)

kebijakan.19

Mencermati pengertian tersebut, maka kebijakan hukum pidana dapat

diartikan dengan cara bertindak atau kebijakan dari negara (pemerintah) untuk

menggunakan hukum pidana dalam mencapai tujuan tertentu, terutama dalam

menanggulangi kejahatan, memang perlu diakui bahwa banyak cara maupun

usaha yang dapat dilakukan oleh setiap negara (pemerintah) dalam menanggulangi

kejahatan. Salah satu upaya untuk dapat menanggulangi kejahatan, diantaranya

melalui suatu kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana.

18Aloysius Wisnubroto, 1999, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,.hlm.10

19Barda Nawawi Arief, Op.cit., hal. 27

28

Page 29: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Selanjutnya menurut Sudarto "politik hukum" adalah:

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan

keadaan dan situasi pada suatu saat;

2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang untuk

menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bisa

digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat

dan untuk mencapaiapa yang dicita-citakan.20

Dengan demikian kebijakan pidana (penal policy/criminal law

policy/strafrechtspolitiek) dapat didefinisikan sebagai "usaha mewujudkan

peraturan perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi

pada suatu waktu dan untuk masa yang akan datang. Kata "sesuai" dalam

pengertian tersebut mengandung makna "baik" dalam arti memenuhi syarat

keadilan dan dayaguna.21

Dari definisi tersebut di atas sekilas nampak bahwa kebijakan hukum

pidana identik dengan "pembaharuan perundang-undangan hukum pidana",

namun sebenarnya pengertian kebijakan hukum pidana dalam arti sempit. Hal ini

dapat dijelaskan sebagai berikut : Hukum pidana sebagai suatu sistem hukum

yang terdiri dari budaya (culture), struktur dan substansi hukum, sedangkan

undang-undang merupakan bagian dari substansi hukum. Dengan demikian

pembaharuan hukum pidana tidak sekedar memperbaharui perundang-undangan

hukum pidana saja namun juga memperbaharui sektor-sektor lain seperti ilmu

20Barda Nawawi Arief, Op.cit., hal. 27 21Aloysius Wisnubroto, Op.cit., hal. 11

29

Page 30: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

hukum pidana dan ide-ide hukum pidana melalui proses pendidikan dan

pemikiran akademik22.

Bahkan sebenarnya ruang lingkup kebijakan hukum pidana lebih luas

daripada pembaharuan hukum pidana. Hal ini disebabkan karena kebijakan

hukum pidana dilaksanakaan melalui tahap-tahap konkretisasi/ operasionalisasi/

fungsionalisasi hukum pidana yang terdiri dari :

1. Kebijakan formulatif/legislatif, yaitu tahap perumusan/penyusunan hukum

pidana.

2. Kebijakan aplikatif/yudikatif, yaitu tahap penerapan hukum pidana.

3. Kebijakan administratif/eksekutif, yaitu tahap pelaksanaan hukum

pidana.23

Dalam hal ini pembaharuan hukum pidana lebih banyak berkaitan dengan

tahap perumusan atau pembuatan hukum pidana atau berkaitan dengan kebijakan

formulatif.

Jelaslah bahwa kebijakan hukum pidana tidak dapat dipisahkan dari sistem

hukum pidana. Dalam hal ini Marc Ancel menyatakan bahwa setiap masyarakat

yang terorganisir memiliki sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan

hukum pidana beserta sanksinya, suatu prosedur hukum pidana dan suatu

mekanisme pelaksanaan pidana. Dalam hal ini A.Mulder mengemukakan bahwa

kebijakan hukum pidana ialah garis kebijakan utuk menentukan :

22Barda Nawawi Arief, Op.cit., hal. 1123Barda Nawawi Arief, Op.cit., hal. 29

30

Page 31: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dirubah atau

diperbaharui.

2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

3. Bagaimana cara penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana

harus dilaksanakan.

Dengan demikian kebijakan hukum pidana berkaitan dengan proses

penegakan hukum (pidana) secara menyeluruh. Oleh sebab itu kebijakan hukum

pidana diarahkan pada konkretisasi/operasionalisasi/ fungsionalisasi hukum

pidana material (substansial), hukum pidana formal (hukum acara pidana) dan

hukum pelaksanaan pidana. Selanjutnya kebijakan hukum pidana dapat dikaitkan

dengan tindakan-tindakan:

1. Bagaimana upaya pemerintah untuk menanggulangi kejahatan dengan

hukum pidana;

2. Bagaimana merumuskan hukum pidana agar sesuai dengan kondisi

masyarakat;

3. Bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengatur masyarakat dengan

hukum pidana;

4. Bagaimana menggunakan hukum pidana untuk mengatur masyarakat

dalam rangka mencapai tujuan yang lebih besar.24

Kebijakan menggunakan hukum pidana sebagai bagian dari politik

kriminal, pada dasarnya merupakan upaya yang rasional untuk menunjang dan

24Aloysius Wisnubroto, Op.cit., hal.12

31

Page 32: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

mencapai "kesejahteraan sosial" (social welfare) dan "perlindungan sosial" (social

defence). Dengan demikian, digunakannya hukum pidana sebagai salah satu

sarana politik kriminal dan sarana politik sosial, dimaksudkan untuk melindungi

kepentingan dan nilai-nilai sosial tertentu dalam rangka mencapai kesejahteraan

sosial.

2.2. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

Mengenai tindak pidana yang tergolong ringan ini sebenarnya

bukanlah termasuk dalam terminologi yuridis tindak pidana kejahatan, karena

lebih tepat dan mengarah kepada terminologi tindak pidana ringan (tipiring).

Pada dasarnya kategori tipiring ini memiliki sanksi berupa ancaman

hukumannya maksimal penjara atau kurungan selama 3 bulan dan denda

maksimal tujuh ribu lima ratus rupiah. Proses tipiring ini adalah melalui acara

pemeriksaan cepat. Dalam acara pemeriksaan cepat penyidik atas kuasa

penuntut umum melakukan penuntutan untuk tipiring.

Tindak pidana sebagai istilah dalam hukum pidana sebenarnya

merupakan terjemahan dari belanda yaitu “Strafbaarfeit”. “Strafbaarfeit”

dalam bahasa Indonesia bukan merupakan masalah. Asal saja dengan

menggunakan istilah yang bermacam-macam, untuk suatu maksud yang sama

diberikan suatu keterangan yang cukup dengan maksud untuk menghindari

adanya kesalahan dalam menafsirkan. Penulisan dengan menggunakan istilah

tindak pidana dengan pertimbangan pemerintah selalu memakai istilah

“Tindak Pidana“ dan juga pertimbangan-pertimbangan lain yang antara lain :

32

Page 33: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

1. Moeljatno

Menurut “Strafbaarfeit” ( perbuatan pidana) pendapat Moeljatno

adalah sebagai berikut :

Perbuatan yang dilanggar oleh suatu aturan hukum larangan mana yang

disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa

yang melanggar tersebut. Dapat pula diartikan bahwa perbuatan pidana

adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam pidana.

Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut :

a. Unsur objektif

1) Perbuatan orang.

2) Akibat yang terlihat dari perbuatan tersebut.

3) Keadaan tertentu yang menyertai perbuatan

b. Unsur subjektif

1) orang yang mampu bertanggungjawab

(a) adanya kesalahan25

2. Simons

Strafbaarfeit adalah kelakuan (hendeling) yang diancam dengan

pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan

kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung

jawab. Adapun unsur-unsur tindak pidana, yakni sebagai berikut :

25 Moeljatno, 1983, Pembatasan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta, PT. Bina Aksara.

33

Page 34: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

a. Unsur Obyektif : Perbuatan orang, Akibat yang kelihatan dari

perbuatan itu mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan

itu.

b. Unsur Subyektif : Orang yang mampu bertanggung jawab, Adanya

kesalahan (Dolus atau Culpa). Kesalahan ini dapat berhubungan

dengan akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu

dilakukan.26

3. Van Hamel

Feit adalah kelakuan (menselijke gedraging) orang yang dirumuskan

dalam WET yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (Staff

Waardig) dan dilakukan dengan kesalahan.

Unsur-unsur tindak pidana:

a. Perbuatan Manusia

b. Yang dirumuskan dalam Undang-Undang

c. Dilakukan dengan kesalahan

d. Patut dipidana.27

4. Roeslan saleh

Pidana ialah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang

dengan sengaja ditimpakan Negara pada pembuat delik itu.28

Dari beberapa pendapat tersebut di atas tampak pendapat para sarjana

banyak berbeda dalam menggunakan istilah. Namun tidaklah menjadi

26 Ibid.,hal. 5627 Ibid.,hal. 5728 Ibid.,

34

Page 35: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

persoalan penting sebab peristilahan tersebut berasal dari sumber yang satu

yakni “Strafbaarfeit” dan maksud sama yaitu menggambarkan pengertian

dari perbuatan yang melanggar hukum, sehingga sebagai kesimpulan

dapatlah dikatakan bahwa orang yang normal jiwanya itu mampu

bertanggung jawab, mampu untuk menilai dengan pikiran atau

perasaannya bahwa perbuatan itu dilarang, artinya tidak dikehendaki oleh

undang-undang dan berbuat sesuatu dengan pikiran atau perasaannya itu.

Dalam suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana

dipersyaratkan perlunya syarat formil dan syarat materiil. Perlunya syarat

formil sebagai unsur tindak pidana karena dalam penerapan hukum pidana

diberlakukan asas legalitas, sebagaimana diautur dalam katentuan pasal 1

ayat (1) KUHP, yaitu:

“tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan”.

Sedangkan syarat materiil dimasudkan agar perbuatan yang

bersangkutan harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai

perbuatan yang tidak boleh atau tidak patut dilakukan oleh anggota

masyarakat.

Dengan demikian tindak pidana merupakan perbuatan melawan

hukum yang dilakukan dengan kesalahan, sehingga pelakunya dapat

dikenakan hukuman pidana sebagaimana telah diatur dalam perundang-

undangan. Dalam hal ini diperlukan syarat formil yang berupa perbuatan

tersebut telah dirumuskan dalam undang-undang, maupun syarat materiil

35

Page 36: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

yang berupa perbuatan melawan hukum tersebut benar-benar dirasakan

oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut dilakukan.

Pada dasarnya seseorang yang telah melakukan suatu perbuatan yang

melanggar/bertentangan dengan hukum dan atau peraturan perundang-

undangan hukum pidana yang berlaku dapat dikategorikan sebagai pelaku

tindak pidana. “ bahwa unsur pertama tindak pidana itu adalah perbuatan

orang, pada dasarnya yang dapat melakukan tindak pidana itu manusia

(natuulijke personen)”.29

Rumusan delik dalam kitab undang-undang hukum pidana lazim

menggunakan istilah: “barang siapa” yang tak lain adalah manusia. Dalam

perkembangannya, yang dapat menjadi subjek tindak pidana tidak hanya

manusia (orang), tetapi juga badan hukum, perkumpulan atau korporasi.

Pelaku tindak pidana adalah manusia (orang), badan hukum, perkumpulan

atau korporasi yang telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana

atau dipertanggung jawabkan padanya secara pidana.

Pelaku tindak pidana ini dapat dibagi menjadi 4 yaitu pelaku yang

melakukan, menyuruh lakukan, pelaku yang turut serta melakukan dan

sebagai penganjur. Dalam Pasal 55 KUHP yang menyebutkan sebagai

berikut:

a. Dipidana sebagai pembuat (dader) suatu perbuatan pidana

1) Mereka yang melakukan, menyuruh lakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan

2) Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman, atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan,

29Ibid., Hal 53

36

Page 37: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan

b. Terhadap penganjur hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya30.Sedangkan sebagai pembantu (medeplichtige) sesuatu kejahatan :1) Mereka sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan

untuk melakukan kejahatan31.

Untuk pidana bagi pelaku pembantu diatur dalam Pasal 57 KUHP

bahwa :

a. Dalam hal pembantu, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi sepertiga

b. Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun

c. Pidana tambahan bagi pembantuan adalah sama dengan kejahatannya sendiri

d. Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan yang disengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya32.

5. Sudarto

Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja

dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

syarat-syarat tertentu33.

2.3. Tinjauan Tindak Pidana Ringan Menurut KUH Pidana

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUH Pidana) di Indonesia

mengenal dua istilah peristiwa pidana, yaitu pelanggaran dan kejahatan.

Kejahatan sendiri terbagi lagi menjadi kejahatan biasa dan kejahatan ringan

atau tindak pidana ringan. Hal inilah yang menjadi keistimewaan KUHP

30 Moeljatno, 2007, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Cetakan ke 26, Jakarta : PT. Penerbit Bumi Aksara, hal 25

31 Ibid., hal 2632 Ibid., hal 2633 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung,

1992, Hal. 2

37

Page 38: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Indonesia yang merupakan warisan KUHP Hindia Belanda. Sekalipun KUHP

Hindia-Belanda didasari oleh KUHP Belanda namun pembagian bentuk

kejahatan biasa dan ringan berasal dari Hindia-Belanda sendiri yang kemudian

diadopsi ke dalam KUHP Indonesia. Kejahatan dan pelanggaran sendiri

memiliki beberapa perbedaan. Pengaturan mengenai kejahatan dan

pelanggaran diletakkan di tempat yang berbeda dalam KUHP. Kejahatan

diatur dalam buku II KUHP sedangkan pelanggaran diatur dalam buku III

KUHP.

Menurut Utrecht dalam bukunya “Hukum Pidana I” menyatakan bahwa:

“Suatu perbuatan merupakan delik hukum jika perbuatan itu bertentangan dengan azas-azas hukum positif yang ada dalam kesadaran hukum dari rakyat, terlepas dari pada hal apakah azas-azas tersebut dicantumkan atau tidak dalam undang-undang pidana”.34

Definisi mengenai tindak pidana ringan akan sangat sulit ditemukan

dalam KUHP. Definisi tindak pidana ringan yang cukup dapat dipahami justru

dapat ditemukan dalam KUHAP sebagaimana ketentuan hukum pidana formal

dari KUHP. Pasal 205 ayat 1 KUHAP yang mengatur mengenai ketentuan

pemeriksaan acara cepat menyatakan bahwa :

“Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara dan kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini”

KUHAP memberikan penjelasan dari bunyi pasal ini ,yaitu:

“tindak pidana “penghinaan ringan” ikut digolongkan disini dengan disebut tersendiri karena sifanya ringan sekalipun ancaman, pidana penjara paling lama 4 bulan”

Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan mengenai definisi

tindak pidana ringan yaitu sebuah perkara yang ancaman hukuman penjara

atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda paling banyak tujuh ribu

lima ratus rupiah. Perkara penghinaan ringan berdasarkan pasal ini sekalipun

diancam dengan hukuman yang lebih berat dari tiga bulan namun dianggap 34 Utrecht, E., Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I., tk: tp, tt. hal. 82

38

Page 39: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

masuk dalam kategori tindak pidana ringan ini karena memandang dari

sifanya yang cukup ringan.

Apabila ditelusuri dan ditelaah lebih dalam, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana setidaknya terdapat Sembilan pasal yang tergolong dalam

bentuk Tindak Pidana Ringan ini, yaitu:

a. Pasal 302 ayat (1)

Pasal 302 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan terhadap hewan. Lebih

lengkapnya pasal ini berbunyi sebagai berikut:

“Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:1. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,

dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;

2. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya. 35

Pasal ini mengatur mengenai delik formal, yaitu dilakukan dengan

perbuatan yang secara tegas ditentukan dalam undang-undang. Dengan

demikian delik formal ini menekankan pada bentuk perbuatan si pelaku

yang ditentukan dalam undang-undang. Pada Pasal 302 ayat (1) KUHP ini

ditentukan bahwa bentuk perbuatan yang tergolong dalam penganiayaan

ringan terhadap hewan adalah dengan sengaja menyakiti atau melukai

hewan atau merugikan kesehatannya.

b. Pasal 315.

Pasal 315 mengenai penghinaan ringan. Dalam KUHP Belanda lebih

dikenal dengan istilah penghinaan bersengaja yang pasalnya pun berbunyi

penghinaan bersengaja. Pada awalnya bentuk kejahatan ini tidak masuk

dalam golongan kejahatan ringan. Kontroversi kemudian timbul dan

mempertanyakan mengapa penghinaan harus diadili oleh majelis hakim

35 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Moeljatno, (Bumi Aksara:Yogyakarta, 2007), Pasal 302 ayat (1).

39

Page 40: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

sedangkan bentuk kejahatan ringan terhadap harta kekayaan yang lebih

berat sifatnya dapat diadili dengan hakim tunggal. Ini menyebabkan pada

tahun 1920 (S. 1920—472) kejahatan penghinaan sederhana ditambah

pada kejahatan-kejahatan ringan. Pasal 315 KUHP ini sendiri berbunyi

sebagai berikut:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”36

Berbeda dengan bentuk kejahatan ringan lainnya yang ancaman

hukumannya paling lama tiga bulan penjara, kejahatan penghinaan ringan

yang diatur dalam Pasal 315 KUHP ini diancam dengan pidana penjara

paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak empat ribu

lima ratus rupiah. Penggolongan penghinaan ringan ini disebutkan secara

tegas dalam undang-undang. Pada penjelasan Pasal 205 KUHAP secara

tegas disebutkan tindak pidana “penghinaan ringan” ikut digolongkan di

sini dengan disebut tersendiri karena sifatnya ringan sekalipun ancaman

pidana penjara paling lama empat bulan. Bentuk penghinaan ringan ini

ditentukan terbatas oleh undang-undang, yaitu dilakukan baik di depan

umum dengan lisan atau tulisan maupun di depan orang itu sendiri dengan

lisan atau perbuatan atau dengan surat yang dikirimkan kepadanya namun

tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis.

c. Pasal 352 ayat (1)

Pasal 352 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan, Pasal ini secara lengkap

berbunyi sebagai berikut:

“Kecuali yang tersebut dalam Pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang

36 Indonesia (d), op cit., Pasal 315

40

Page 41: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya”.37

Melihat bunyi pasal tersebut maka ukuran yang menjadi patokan

penganiayaan biasa atau ringan adalah ukuran tidak menimbulkan

penyakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan. KUHP

yang berlaku sebelum tahun 1918 juga mengenal bentuk ini. Tetapi pada

waktu itu tidak berlaku ukuran yang lain, yaitu bahwa perbuatan tersebut

tanpa mempergunakan senjata atau alat lain yang berbahaya, tidak atau

hanya menyebabkan luka sementara saja.38 Contoh kasus penerapan pasal

ini yang cukup menjadi sorotan media massa belakangan ini adalah kasus

penganiayaan yang dilakukan Dewi Persik terhadap Julia Perez. Pada

akhir kasus ini Dewi Persik kemudian dinyatakan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 352 ayat (1) KUHP dan

divonis dua bulan penjara. Pasal 352 ayat (1) KUHP ini sendiri

mengancam pelaku dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau

denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah

d. Pasal 364

Pasal 364 mengenai pencurian ringan, Pasal ini

merupakan bentuk ringan dari Pasal 362 mengenai pencurian biasa. Pasal

364 ini berbunyi sebagai berikut:

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan Pasal 363 ayat (1) angka 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ayat (1) angka 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.39

Dari bunyi pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pencurian biasa,

pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu,

atau pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan atau

37 Indonesia (d), , Pasal 352 ayat (1)38 Jonkers, op cit., hal. 4839 Indonesia (d), op cit., Pasal 364

41

Page 42: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak,

memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu,

perintah palsu atau pakaian jabatan palsu, asal tidak dilakukan dalam

sebuah rumah atau dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya dan jika

harga barang yang dicuri tidak lebih dari Rp. 25,00 (dua puluh limarupiah)

dihukum sebagai pencurian ringan.

e. Pasal 373

Pasal 373 mengenai penggelapan ringan. Pasal 373 ini merupakan bentuk

ringan dari Pasal 372 KUHP sebagai pasal pokoknya dan merupakan delik

formal. Pasal 373 KUHP ini berbunyi sebagai berikut:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 372 apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.40

Bentuk perbuatan penggelapan itu sendiri dapat dilihat dari Pasal 372

KUHP, yaitu dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang

sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain tetapi

berada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Unsur Pasal 373

KUHP selain bentuk perbuatan penggelapan namun juga nilai barang yang

tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah dan bukan ternak.

f. Pasal 379

Pasal 379 mengenai penipuan ringan, Pasal ini berbunyi sebagai berikut:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”.

Sama halnya dengan Pasal 364 atau Pasal 373 KUHP di mana bentuk

perbuatan pidananya dapat ditemukan dalam pasal pokoknya, bentuk

perbuatan penipuan dalam Pasal 379 pun dapat ditemukan dalam pasal

40 Ibid, Pasal 373.

42

Page 43: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

pokoknya yaitu Pasal 378 dan merupakan delik formal. Bentuk perbuatan

penipuan yang diatur dalam pasal tersebut adalah dengan maksud

menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,

dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat,

ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan

barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang atau menghapuskan

piutang. Unsur pasal 379 KUHP ini selain daripada bentuk perbuatan

penipuan itu sendiri termasuk juga nilai barang, utang atau piutang yang

tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah dan bukan ternak. Penjelasan

serupa mengenai ternak juga berlaku di pasal ini. Terhadap penipuan

ringan ini diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau

denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

g. Pasal 384

Pasal 384 mengenai penipuan dalam penjualan. Pasal 384 KUHP ini

berbunyi sebagai berikut:

“Perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 383, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika jumlah keuntungan yang di peroleh tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah”.41

Pasal 384 KUHP ini merupakan bentuk ringan dari Pasal 383 KUHP.

Dengan demikian unsur Pasal 384 KUHP selain bentuk perbuatan dari

penipuan penjualan namun termasuk juga unsur nilai keuntungan yang

diperoleh tidak melebihi dua ratus lima puluh rupiah. Bentuk perbuatan

penipuan dalam penjualan sendiri dapat dilihat dari Pasal 383 KUHP

sebagai pasal pokoknya dan merupakan delik formal, yaitu:

1. Dengan sengaja menyerahkan barang yang lain daripada yang ditunjuk

untuk dibeli.

2. Mengenai jenis, keadaan atau jumlah barang yang diserahkan dengan

menggunakan tipu muslihat.41 Ibid, Pasal 384

43

Page 44: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Terhadap penipuan dalam penjualan dengan nilai keuntungan yang

tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah ini diancam dengan pidana

penjara paling lama tiga bulan atau denda sembilan ratus rupiah.

Keuntungan yang telah diperoleh, seperti yang dijelaskan selalu dapat

diukur dengan uang karena yang dimaksud ialah perbedaan harga antara

barang yang diserahkan dan barang yang seharusnya diserahkan.

h. Pasal 407 ayat (1)

Pasal 407 ayat (1) mengenai perusakan barang dan merupakan bentuk

ringan dari Pasal 406 KUHP. Bunyi Pasal 407 ayat (1) ini adalah sebagai

berikut:

“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam Pasal 406, jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”.42

Untuk dapat memahami bentuk kejahatan yang diterangkan dalam Pasal

407 ayat (1) KUHP ini maka sebelumnya harus terlebih dahulu dijelaskan

mengenai Pasal 406 KUHP sebagai pasal pokoknya. Kejahatan yang

dimaksud dalam Pasal 406 KUHP adalah:

1. “Dengan sengaja dan secara melawan hukum menghancurkan, merusak, membuat tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain,

2. Dengan sengaja dan secara melawan hukum membunuh, merusakkan, membuat tak dapat digunakan atau menghilangkan hewan yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”. 43

Dengan demikian, unsur Pasal 407 ayat (1) KUHP ini harus terlebih

dahulu memenuhi unsur pasal 406 KUHP ditambah dengan unsur nilai

kerugian yang tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah. Akan tetapi,

apabila kejahatan yang diatur dalam Pasal 406 ayat (2) KUHP dilakukan

dengan mamasukkan bahan-bahan yang merusak nyawa atau kesehatan

atau bila hewan itu termasuk ternak (Pasal 101 KUHP) maka sekalipun

42 Indonesia (d), op cit., Pasal 407 ayat (1).43 Ibid, Pasal 406

44

Page 45: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

nilai kerugiannya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah maka Pasal

407 ayat (1) KUHP ini tidak dapat diberlakukan.

i. Pasal 482

Pasal 482 mengenai penadahan ringan dan

merupakan bentuk ringan dari Pasal 480 KUHP. Pasal 482 KUHP ini

berbunyi sebagai berikut:

“Perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 480, diancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda tersebut diperoleh adalah salah satu kejahatan yang dirumuskan dalam pasal 364, 373, dan 379”.44

Dengan demikian, penadahan dapat menjadi bentuk penadahan ringan

apabila benda bersangkutan diperoleh dari hasil bentuk kejahatan ringan

lainnya, yaitu Pasal 364 (pencurian ringan), Pasal 373 (penggelapan

ringan), atau Pasal 379 KUHP (penipuan ringan). Bentuk penadahan itu

sendiri dijelaskan dalam Pasal 480 KUHP, yaitu:

(1) Barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima sebagai hadiah, atau karena ingin mendapat keuntungan, menjual, menukarkan, menggadaikan, membawa, menyimpan, atau menyembunyikan menyewakan, suatu benda, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan;(2) Barang siapa menarik keuntungan dari hasil suatu benda yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. 45

Sama halnya dengan pasal-pasal sebelumnya, unsur Pasal 482 ini termasuk

juga unsur penadahan yang diatur dalam Pasal 480 ditambah dengan unsur

benda diperoleh dari salah satu kejahatan yang diterangkan dalam Pasal

364, 373, atau 379 KUHP. Terhadap pendahan ringan ini diancam dengan

pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak sembilan

ratus rupiah.

44 Indonesia (d), op cit., Pasal 48245 Ibid., Pasal 480

45

Page 46: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Dari sembilan bentuk Tindak Pidana Ringan tersebut, 6 bentuk di

antaranya sulit ditemukan kasusnya sekarang ini karena selain harus

memenuhi unsur perbuatannya namun juga harus memenuhi unsur nilai

barang dalam perkara tersebut yang tidak lebih dari dua ratus lima puluh

rupiah. Penulis telah mencontohkan kasus terhadap Pasal 302, 352 ayat

(1), dan Pasal 315 KUHP yang terjadi belakangan ini. Kasus-kasus

tersebut dimungkinkan dapat terjadi karena memang tidak dibutuhkan

unsur nilai barang di dalamnya. Sedangkan terhadap Pasal 364, 373, 379,

384, 407 ayat (1) atau Pasal 482 KUHP memerlukan unsur nilai barang

dalam perkara untuk dipenuhi.

Tindak Pidana Ringan juga di sebut sebagai kejahatan ringan (Lichte Mis

drijven) seringkali dianggap sebagai Peraturan Mahkamah Agung yang krusial

dalam kehidupan masyarakat kita, salah satu contoh tindak pidana ringan yang

sering muncul dalam pemberitaan adalah pencurian ringan. Dalam Kitab

Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat beberapa kejahatan

mengenai harta benda (vermoegens delicten), apabila kerugian yang

diakibatkan tidak melebihi dua puluh lima rupiah, dinamakan kejahatan ringan

dan hanya di ancam dengan hukuman seberat-beratnya hukuman penjara

selama tiga bulan.

Adapun megenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan acara

ringan, undang-undang tidak menjelaskan. Akan tetapi undang-undang

menentukan patokan dari segi “ancaman pidananya”. Untuk menentukan

46

Page 47: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

apakah suatu tindak pidana diperiksa dengan acara ringan, bertitik tolak dari

ancaman tindak pidana yang didakwakan. Secara generalisasi, ancaman tindak

pidana yang menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan,

diatur dalam pasal 205 ayat 1 yakni46:

a. Tindak pidana yang ancaman pidananya paling lama 3 bulan penjara

atau kurungan

b. Atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500.

c. Penghinaan ringan yang dirumuskan dalam pasal 315 KUHP

Demikian pengertian tindak pidana ringan secara formal harus diperiksa

dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan. Ukuran yang menjadi

patokan menentukan sesuatu perkara diperiksa dengan acara ringan, secara

umum ditinjau dari ancaman tindak pidana yang didakwakan, paling lama 3

bulan penjara atau kurungan dan atau denda paling banyak Rp. 7.500 tanpa

mengurangi pengecualian terhadap tindak pidana penghinaan ringan yang

dirumuskan dalam pasal 315 KUHP.

2.4. Tinjauan Tentang Pidana Denda

Sanksi pidana itu bermacam-macam jenisnya. Buku I bab II pasal 10

KUHP membedakan sanksi pidana menjadi dua klasifikasi yaitu: pidana

pokok dan pidana tambahan. Kedua klasifikasi sanksi pidana tersebut menjadi

pedoman bagi hakim untuk menjatuhkan jenis pidana kepada terdakwa yang

46 M. Yahya Harahap, 2008, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali), Sinar Grafika: Jakarta. Hal. 422-423

47

Page 48: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

terbukti melanggar delik. Adapun jenis sanksi pidana menurut pasal 10 KUHP

yang dimaksud, sebagai berikut:

I. Pidana pokok, meliputi:

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Pidana kurungan

d. Denda

II. Pidana tambahan, meliputi:

a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu

b. Perampasan beberapa barang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim.

Pidana denda merupakan jenis pidana yang paling tua, lebih tua daripada

pidana penjara, mungkin setua pidana mati. Pidana denda adalah jenis pidana

yang mewajibkan terpidana untuk membayar sejumlah uang berdasarkan

putusan hakim pengadilan kepada negara. Walaupun hanya membayar

sejumlah uang bukan berarti jenis pidana denda ini tidak berarti hal ini dapat

dijelaskan bahwa apabila pidana denda tidak dapat dipenuhi oleh terpidana,

maka ia diwajibkan menjalani pidana lainnya sebagai alternatif pengganti,

yakni: pidana penjara atau pidana kurungan .

Ketentuan mengenai pidana denda dijabarkan dalam pasal 30 KUHP yang

berbunyi47:

47 Roni wiyanto, 2012, asas-asas hukum pidana indonesia, CV. Mandar Maju: surakarta. Hal. 137

48

Page 49: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen. 2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan. 3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling

lama enam bulan. 4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan

demikian; jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.

5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan ataupengulangan, atau karena ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan bulan.

6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.

Pada umumnya jenis pidana denda diancamkan terhadap hampir semua

delik pelanggaran dalam Buku III KUHP. Pidana denda ini sering menjadi

alternatif pengganti pidana kurungan atau pidana penjara dalam delik-delik

kejahatan ringan. Dalam KUHP sendiri tidak ditemukan batasan umum

mengenai batas minimum atau batas maksimum. Sedangkan batas minimum

pidana denda sebagaimana ketentuan pasal 30 ayat 1 KUHP tersebut di atas

disebutkan sebesar 25 sen.

Delik yang di ancam dengan pidana denda tertinggi adalah pasal 403 Buku

II KUHP yaitu Rp. 150.000 terhadap pengurus perseroan atau perkumpulan

koperasi yang berlawanan dengan anggaran dasarnya dan selengkapnya pasal

tersebut berbunyi:

“seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas maskapai andil indonesia atau perkumpulan koperasi di luar ketentuan pasal 298, turut membantu atau mengizinkan dilakukan perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, dan oleh karena itu mengakibatkan perseroan maskapai atau perkumpulan tak dapat memenuhi kewajiban atau harus dibubarkan diancam dengan pidana denda paling banyak seratus lima puluh ribu rupiah”

49

Page 50: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pidana kurungan sebagai alternatif pengganti pidana denda sebagaimana

ketentuan pasal 30 ayat 6 KUHP tidak boleh lebih dari 8 bulan. Pidana

kurungan sebagai alternatif pengganti pidana denda disebut pidana kurungan

subsider, yaitu apabila terpidana denda tidak mampu memenuhi membayar

denda yang dibebankan kepadanya atau sengaja tidak mau membayar maka ia

diwajibkan menjalani pidana kurungan. Sebagai pengganti pidana denda

lamanya pidana kurungan menurut pasal 30 ayat 4 KUHP sekurang-kurangnya

1 hari dan setinggi-tingginya 6 bulan.

Akan tetapi pidana kurungan subsider maksimum 6 bulan dapat ditambah

tetapi tidak boleh lebih dari 8 bulan, dalam hal48:

a. Delik gabungan

b. Delik ulangan

c. Melanggar pasal 52 KUHP

Denda yang berupa pembayaran sejumlah uang diserahkan kepada negara

bukan kepada korban. Selain terpidana pembayaran denda tersebut dapat

dibayarkan oleh keluarganya, sahabat dari si penangung.

2.5. Teori Tentang Pemidanaan

Secara tradisional teori-teori pemidanaan pada umumnya dapat dibagi

dalam dua kelompok teori, yaitu :

1. Teori absolute atau teori pembalasan (retributive/ vergeldings theorieen)

Teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan

suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). pidana merupakan 48 Ibid., hal. 138-139

50

Page 51: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

akibat multak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang

yang melakukan kejahatan.

2. Teori relative atau teori tujuan (utiliratarian/ doeltheorieen)

Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memusatkan tuntutan

absolute dari keadilan.Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi

hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat.

Sedangkan menurut ted honderich berpendapat bahwa pemidanaan harus

memuat 3 (tiga) unsur berikut :

1. Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasnya secara wajar dirumuskan sebagai sasaran dari tindakan pemidanaan. Unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita oleh subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain.

2. Setiap pemidanaan harus datang dari institusi yang berwenang secara hokum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku personal suatu lemabaga yang berkuasa. Karena pemidanaan bukan merupkan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hokum yang mengakibatkan penderitaan.

3. Penguasa yang berwenang berhak untuk menjatuhkan pemidanaan hanya kepada subjek yang telah terbukti secar sengaja melanggar hokum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakatnya49.

Menurut Negel Walker menjelaskan bahwa ada 2 (dua) golongan

penganut sistem teori retribusi:

1. Teori retributive murni yang memandang pidana harus sepadan dengan kesalahan si pelaku.

2. Teori retributive tidak murni yang dipecah lagi menjadi:a. Penganut teori retributive terbatas (the limiting retributivist) yang

berpandangan bahwa pidana tidak harus sepadan dengan kesalahan. Yang lebih penting adalah, keadaan tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh sanksi dalam hokum pidana itu harus tidak melebihi batas-batas yang tepat untuk penetapan kesalahan pelanggaran.

49 Sholehuddin, 2004, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Hal. 70-71

51

Page 52: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

b. Penganut teori retributive (retribution in distribution). Penganut teori ini tidak hanya melepaskan gagasan bahwa sanksi dalam hokum pidana harus dirancang dengan pandangan pada pembalasan, namun juga gagasan bahwa seharusnya ada batas yang tepat dalam retributisi pada beratnya sanksi50.

Menurut Romli atmasasmita, sejauh manakah pidana perlu diberikan

kepada pelaku kejahatan teori retributive menjelaskan sebagai berikut:

1. Bahwa dengan pidana tersebut akan memuaskan perasaan balas dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temannya dan keluarganya. Perasaan tersebut tidak dapat dihindari dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe retributive ini disebut vindicative.

2. Pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, akan menerima ganjarannya. Tipe retributif ini disebut fairness

3. Padana dimaksudkan untuk menentukkan adanya kesebandingan antara apa yang disebut dengan the gravity of the offence dengan pidana yang dijatuhkan. Tipe retributive ini disebut dengan: proportionality. Termasuk ke dalam kategori the gravity ini adalah kekejaman dari kejahatannya atau dapat juga termasuk sifat aniaya yang ada di dalam kehatannya baik yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena kelalaiannya51.

Sehubungan dengan perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan,

dibawah ini penulis menganggap perlu untuk memaparkan pendapt bebrepa

sarjana mengenai dua jenis sanksi tersebut:

1. Satochid kartanegara

Dalam salah satu karya tulisnya, satochid menerangkan bahwa di dalam hukum pidana juga ada sanksi yang bukan bersifat siksaan, yaitu apa yang disebut tindakan (maatregel). Dia menunjuk contoh sanksi yang bukan merpakan siksaan itu terdapat dalam pasal 45 KUHP.52

2. Sudarto

50 Nigel walker, 1971, Sentecing In A Rational Society, Basic Book, inc., publishers, new York, Hal. 8 dalam Sholehuddin, 2004, System Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, Hal. 37-38

51 Romli Atmasasmita, 1995, Kapita Selekta Hokum Pidana Dan Kriminologi, Bandung: Mandar Maju, Hal. 83-84 dalam Ibid., hal. hal. 37-38

52 Satochid Kertanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, t.t., hal. 49 dalam Ibid., Hal. 51

52

Page 53: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pendapatnya menakankan bahwa sanksi pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sanksi dalam hukum pidana modern, juga apa yang disebut tindakan tata tertib. Selanjutnya sudarto juga menjelaskan bahwa sanksi pidana adalah pembalasan (pengimbalan) terhadap kesalahan si pembuat, sedangkan tindakan adalah untuk perlindungan masyrakat dan untuk pembinaan atau perawatan si pembuat.53

3. Andi hamzah

Meskipun perbedaan sanksi pidana dan sanksi tindakan menurut andi hamzah agak samar, tapi dia memberikan penjelasan singkat bahwa sanksi pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi pada pelaku suatu perbuatan, sedangkan sanksi tindakan bertujuan melindungi masyarakat.

4. Utrecht

Secara teoritis, Utrecht melihat perbedaan sanksi pidana dan sanksi tindakan dari unsur tujuannya. Sanksi pidana bertujuan memberi penderitaan istimewa (bijzonder leed) kepada pelanggar supaya ia merasakan akibat perbuatannya. Sedangkan sanksi tindakan tujuannya lebih bersifat mendidik.

Pada Rancangan KUHP Nasional dalam pasal 50 ayat 1 nya telah

menetapkan empat tujuan pemidanaan sebagai berikut54:

(1) Pemidanaan bertujuan:

a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyarakat

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga

menjadi orang yang baik dan berguna

c. Menyelesaikan konflik yang ditumbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat

53 Sudarto, hukum pidana jilid I A, Badan penyediaan kuliah, FH- UNDIP, Semarang, 1973, hal. 7 dalam Ibid., hal. 52

54 Direktoral jenderal hukum dan ham perundang-undangan, departemen hukum dan perundang-undangan, konsep rancangan KUHP Nasional, edisi 1999-2000, hal. 19. Dalam Ibid.,hal. 127

53

Page 54: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

Menurut Barda nawawi arief, bahwa perumusan tujuan pemidanaan di

dalam konsep (rancangan KUHP Nasional) bertitik tolak dari pokok

pemikiran, antara lain:

1. Pada hakikatnya undang-undang merupakan system hukum yang bertujuan (purposive system) sehingga dirumuskanlah pidana dan aturan pemidanaan dalam undang-undang, pada hakikatnya hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan.

2. Dilihat secara fungsional operasional, pemidanaan merupakan suatu rangkaian proses dan kebijakan yang konkretisasinya sengaja direncanakan melalui tiga tahap. Agar ada keterjalinan dan keterpaduan antara ketiga tahap itu sebagai satu kesatuan system pemidanaan, maka diperlukan perumusan tujuan pemidanaan.

3. Perumusan tujuan pemidanaan dimaksudkan sebagai ‘fungsi pengendali/kontrol’ dan sekaligus memberikan dasar filosofis, dasar rasionalitas dan motivasi pemidanaan yang jelas dan terarah55.

Muladi dalam memberikan pandangannya mengenai tujuan pemidanaan

mempunyai pemikiran tersendiri. Perangkat tujuan pemidanaan yang bersifat

intergratif tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perlindungan masyarakat2. Memelihara solidaritas masyarakat3. Pencegahan (umum dan khusus)4. Pengembalian/ pengimbangan.56

Dalam konsep rancangan buku I KUHP Nasional yang disusun oleh

LPHN pada tahun 1972 dirumuskan dalam pasal 2 sebagai berikut:

(1) Maksud tujuan pemidanaan ialah;

a. Untuk mencegah dilakukannya tindak pidana dengan pengayoman

Negara, masyrakat dan penduduk;

b. Untuk membimbing agar terpidana insyaf dan menjadi anggota

masyarakat yang berbudi baik dan berguna.

55 Barda nawawi arief, bunga rampai kebijakan hukum pidana, PT. citra aditya bhakti, bandung, hal. 152-153, dalam Ibid., hal. 127-128

56 Muladi, 1992, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Penerbit Alumni, hal.11

54

Page 55: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

c. Untuk menghilangkan noda-noda yang diakibatkan oleh tindakan

pidana.

(2) Pidana tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan

merendahkan martabat manusia.

Dalam konsep rancangan buku I KUHP tahun 1982/1983, tujuan

pemberian pidana dirumuskan sebagai berikut:

(1) Pemidanaan bertujuan untuk:Ke-1 Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyrakat.Ke-2 Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian

menjadikannya orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk bermasyrakat.

Ke-3 Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan medatangkan rasa damai dalam masyarakat.

Ke-4 Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak

diperkenankan merendahkan martabat manusia57.2.6. Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 dalam

Peraturan Perundang-undangan

Negara Indonesia merupakan negara hukum. Hal tersebut ditegaskan melalui

Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945. Oleh karenanya, setiap ketentuan

hukum yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dilandasi

oleh peraturan perundang-undangan. Pasal 5 jo. Pasal 20 Undang-undang Dasar

1945 mengenal bentuk produk hukum berupa undang-undang dan peraturan

pemerintah sebagai berikut:

1) “Undang-undang (wet, act, statute)Berdasarkan Pasal 5 jo. Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945:- Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR); dan- DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang

2) Peraturan PemerintahBerdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945:- Yang berwenang menetapkan Peraturan Pemerintah adalah Presiden- Peraturan Pemerintah berfungsi untuk menjalankan undang-undang

sebagaimana mestinya”.58

57 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992, Hal. 24-25

55

Page 56: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Berkenaan dengan dua bentuk peraturan perundang-undangan di atas maka

konstitusi Indonesia pada dasarnya tidak mengenal bentuk Peraturan Mahkamah

Agung atau PERMA. Penjabaran mengenai kewenangan Mahkamah Agung

menerbitkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG dapat dilihat dari Pasal 24A

Undang-undang Dasar 1945, yaitu, “Mahkamah Agung berwenang mengadili di

tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang,

dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.

Dari pasal tersebut wewenang Mahkamah Agung lainnya termasuk

pembuatan peraturan dijabarkan kembali oleh Pasal 20 ayat (2) butir c Undang-

undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman di mana Mahkamah

Agung diberi wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang. Pasal 79

Undang-undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah

diubah melalui Undang-undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua melalui

Undang-undang No. 3 Tahun 2009 memberikan wewenang bagi Mahkamah

Agung untuk membuat peraturan demi kelancaran penyelenggaraan peradilan.

Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:

“Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang ini”.

Dalam penjelasan Pasal 79 tersebut disebutkan bahwa:

“Apabila dalam jalannya peradilan terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam suatu hal, Mahkamah Agung berwenang membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan tadi. Dengan Undang-undang ini Mahkamah Agung berwenang menentukan pengaturan tentang cara penyelesaian suatu soal yang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang ini.Dalam hal ini peraturan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung dibedakan dengan peraturan yang disusun oleh pembentuk Undangundang. Penyelenggaraan peradilan yang dimaksudkan Undang-undang ini hanya merupakan bagian dari hukum acara secara keseluruhan. Dengan demikian Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban warga negara pada umumnya dan tidak pula mengatur sifat, kekuatan, alat pembuktian serta penilaiannya atau pun pembagian beban pembuktian”

58 Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung; Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 164

56

Page 57: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Berdasarkan pasal tersebut maka kewenangan pembentukan peraturan yang

dimiliki Mahkamah Agung diberikan melalui pendelegasian. Senada dengan hal

tersebut, Jimly Asshiddiqie melalui website-nya menuturkan bahwa:

“Semua lembaga negara dapat saja diberi kewenangan untuk mengatur sendiri urusan internalnya dalam rangka kelancaran tugasnya untuk melaksanakan ketentuan undang-undang. Inilah yang disebut prinsip delegasi. Karena itu, asalkan ada pendelegasian kewenangan pengaturan (legislative delegation of rule making power), MA, MK, BI dll, bisa saja membuat peraturan internal, yaitu Peraturan MA (Peraturan Mahkamah Agung), Peraturan MK (PMK), Peraturan BI (PBI), dsb.59

Melihat wewenang yang dimiliki Mahkamah Agung tersebut maka

menimbulkan pertanyaan lain perihal kedudukan peraturan yang dikeluarkan

Mahkamah Agung yang sejatinya merupakan badan yudikatif sebagaimana

diamanatkan Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945. Sehubungan dengan

itu, menurut ajaran positivisme dan kedaulatan legislatif, dalam menjalankan

peraturan perundang-undangan melalui penyelenggaraan peradilan, Mahkamah

Agung dan badan-badan peradilan itu, hanya dapat dibenarkan melakukan

penafsiran untuk mencari dan menemukan makna (to discover and to explore the

meaning) atau memperluas dan mengelastiskan pengertian (to extend and to

enlarge and flexible the meaning), apabila ketentuan peraturan perundang-

undangan yang bersangkutan tidak jelas maknanya (unplain meaning),

rumusannya keliru (ill-defined), atau mengandung ambiguitas (ambiguity).60

Melalui kewenangan yang diberikan, Mahkamah Agung dapat menjadi

pembuat atau pencipta hukum yang populer dikenal dengan judge made law

dalam hal penafsiran tersebut. Namun sifat hukum yang diciptanya itu tidak

bersifat peraturan perundang-undangan yang berlaku umum, tetapi sifatnya

hukum kasus (case law) yang diberlakukan dan diterapkan pada kasus tertentu.

Hal ini yang cukup membedakan bentuk peraturan yang dibuat oleh legislator

dengan peraturan yang dibentuk oleh Mahkamah Agung.

59 Jimly Asshiddiqie, Tanya Jawab, http://jimly.com/tanyajawab?page=16, diunduh pada 13Juni 2012 pukul 21.15 WIB. 60 Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung, op cit., hal. 165.

57

Page 58: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kedudukan Peraturan Mahkamah Agung sendiri dalam peraturan

perundang-undangan dapat mengacu pada Undang-undang No. 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 7 ayat (1)

undang-undang tersebut mengenal jenis dan hirarki peraturan perundang-

undangan sebagai:

a. Undang-undang Dasar 1945

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang

d. Peraturan Pemerintah

e. Peraturan Presiden

f. Peraturan Daerah Provinsi

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Kekuatan mengikat bentuk peraturan perundang-undangan tersebut

didasarkan pada hirarkinya dalam arti peraturan perundang-undangan yang

kedudukannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih

tinggi. Di samping bentuk peraturan perundang-undangan di atas, Undang-undang

No. 12 Tahun 2011 juga mengenal bentuk peraturan perundang-undangan lain. Di

sinilah letak kedudukan Peraturan Mahkamah Agung. Berdasarkan Pasal 8 ayat

(1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 mengenal jenis peraturan perundang-

undangan selain yang dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang

ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga,

atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau

Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,

Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Dengan demikian, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG diakui sebagai

bentuk peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, pengakuan PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG ini sebagai bentuk peraturan perundang-undang tidak

diikuti dengan penempatannya dalam hirarki peraturan perundang-undangan.

58

Page 59: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kedudukannya menjadi rancu di tengah-tengah bentuk peraturan perundang-

undangan lainnya. Sony Maulana Sikumbang S.H., M.H, Ilmu Perundang-

undangan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, mengatakan bahwa:

“Pengaturan mengenai Mahkamah Agung diatur oleh undang-undang mengenai kekuatan dan kewenangannya selain diatur pula dalam Undang-undang Dasar 1945. Turunannya dilakukan oleh undang-undang dan kewenangan Mahkamah Agung mengeluarkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG itu juga diatur di undang-undang. Maka kita bisa pastikan bahwa perauran-peraturan dari lembaga-lembaga negara yang disebutkan dalam Pasal 8 Undang-undang No. 12 Tahun 2011, walaupun tidak disebutkan hirarkinya, kita bisa berpendapat bahwa kedudukannya pasti di bawah undang-undang. Yang menjadi pertanyaan adalah kedudukannya sederajat atau lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah. Hal itu yang menjadi perdebatan. Ketika tidak ada pertentangan antara Peraturan Pemerintah dan peraturan lembaga-lembaga tersebut mungkin tidak menjadi masalah jika menyebut ia sederajat dengan Peraturan Pemerintah. Tapi baru menjadi masalah jika kemudian ada suatu Peraturan Pemerintah yang kemudian pengaturannya bertentangan dengan peraturan lembaga-lembaga tersebut”. 61

Penjelasan Pasal 79 Undang-undang Mahkamah Agung memberikan

petunjuk bahwa tujuan pembentukan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

adalah untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum. Oleh sebab itu,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini tetap memiliki kekuatan mengikat.

Akan tetapi, berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945

menempatkan Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif maka produk hukum

dari Mahkamah Agung secara otomatis mengikat internal lembaga yudikatif yang

bersangkutan. Dengan demikian, Hakim dan Pengadilan harus tunduk dan taat

menjalankan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut. Di sisi lain, pihak

di luar Mahkamah Agung dan lembaga peradilan di bawahnya bukan berarti tidak

terikat pada PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini. Ketika Peraturan

Mahkamah Agung sampai pada lembaga peradilan maka mereka ikut terikat pada

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG bersangkutan. Terhadap penyidik, baik

polisi ataupun jaksa, sepanjang perkaranya belum sampai ke Pengadilan maka

mereka tetap terikat pada KUHP dan KUHAP.

61 Wawancara dengan Sony Maulana Sikumbang S.H., M.H. pada tanggal 2 April 2011

59

Page 60: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Sama halnya dengan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG pada

umumnya, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG No. 2 Tahun 2012 ini

memiliki kedudukan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang

No. 12 Tahun 2011 sebagai bentuk peraturan perundang-undangan namun tetap

dibedakan dari bentuk produk hukum yang dibuat oleh DPR dan Presiden.

Sekalipun tidak dijabarkan dalam susunan hirarki peraturan perundang-undangan

dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 12 Tahun 2011 namun PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG ini tetap memiliki kekuatan mengikat sebagaimana

peraturan perundang-undangan, yaitu mengikat internal Mahkamah Agung dan

badan peradilan di bawahnya.

Dari penjelasan diatas setidaknya terdapat lima peran yang dimainkan

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI dalam memenuhi kebutuhan

penyelenggaraan negara, khususnya di bidang peradilan. Peran yang dimaksud

adalah PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI sebagai pengisi kekosongan

hukum, sebagai pelengkap ketentuan undang-undang yang kurang jelas mengatur

tentang suatu hal berkaitan dengan hukum acara, sebagai saran penemuan hukum,

sebagai sarana penegakan hukum, dan sebagai sumber hukum bagi masyarakat

hukum. Contoh dari peran PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI yang

pertama, sebagai pengisi kekosongan hukum, adalah PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG No. 1 Tahun 1956.

60

Page 61: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

BAB IIIHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 dalam Sistem Peradilan Pidana

Kedudukan sebuah PERATURAN MAHKAMAH AGUNG menjadi

penting untuk dibahas karena dapat mempengaruhi penanganan perkara dalam

Sistem Peradilan Pidana Terpadu di Indonesia. Sebagaimana telah dibahas

sebelumnya, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG sebagai produk hukum

Mahkamah Agung pada dasarnya mengikat internal dan lembaga peradilan di

bawahnya. Sedangkan dalam sebuah Sistem Peradilan Pidana Terpadu, pihak

yang terlibat sebagai subsistem di dalamnya adalah kepolisian, kejaksaan,

pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Melihat kekuatan mengikat

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut maka dalam suatu Integrated

Criminal Justice System atau Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang terikat oleh

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut hanyalah Pengadilan. Sistem

Peradilan Pidana Terpadu dalam peradilan adalah keterpaduan hubungan antar

para penegak hukum.62Aparat penegak hukum sendiri merupakan subjek atau

orang yang menjamin dan penegakan hukum atau memastikan bahwa suatu aturan

hukum berjalan sebagaimana mestinya. Dalam arti sempit, aparatur penegak

hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu dimulai dari polisi,

penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan.

62 Hafrida, “Sinkronisasi Antar Lembaga Penegak Hukum Dalam Mewujudkan Sistem Peradilan Pidana Terpadu”, Majalah Hukum Forum Akademika, Vol. 18, Nomor 2 Oktober 2008, hal. 64.

61

Page 62: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Sebagai suatu sistem, Sistem Peradilan Pidana Terpadu (SPPT) atau

Integrated Criminal Justice System (ICJS) harus melekat suatu karakteristik.

Pertama, adanya suatu sistem adalah untuk mencapai tujuan tertentu. 63 Kedua, di

dalam ICJS sebagai suatu sistem terdapat subsistem-subsistem yang saling terkait.

Tujuan ICJS juga terkait dengan tujuan hukum pidana dan pemidanaan. Tujuan

dari ICJS adalah untuk menegakkan keadilan dalam tatanan kehidupan

bermasyarakat serta melindungi setiap individu, dengan cara melakukan

penanganan dan pencegahan tindak pidana. Tujuan akhirnya tidak hanya pada

penanganan tindak pidana melainkan juga pada pencegahan terjadinya tindak

pidana yang lain. Sementara Muladi menyatakan tujuan SPP terbagi atas tujuan

jangka pendek, yaitu sosialisasi, tujuan jangka menengah yaitu pencegahan

kejahatan, dan tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan sosial. 64 Sebuah SPP

Terpadu memiliki beberapa karakteristik tertentu, yaitu: integration (coordination

and syncronization), clear aims, process (input-througput-output), dan effective

control mechanism.65

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Indonesia merupakan negara hukum.

Kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dilandasi oleh paraturan

perundang-undangan. Pedoman utama operasional Sistem Peradilan Pidana di

negara hukum Indonesia, bermuara pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981

63 Akil Mochtar, “Integrated Criminal Justice System”, diunduh dari http://www.akilmochtar.com /download/25 pada 15 September 2013 pukul 20.25 WIB, hal. 264 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, ( Semarang: Penerbit UNDIP, 1998), hlm 5.65 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, (Bandung: Penerbit Alumni, 1981), hlm 54.

62

Page 63: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). KUHAP menganut konsep diferensiasi

fungsional (fungsi yang berbeda-beda) diantara komponen penegak hukum. 66

“Sistem peradilan pidana mencakup sub sistem dengan ruang lingkup

masing-masing proses peradilan pidana sebagai berikut:

1. Kepolisian dengan tugas utama: menerima laporan dan pengaduan

dari publik manakala terjadinya tindak pidana, melakukan penyelidikan, dan

penyidikan tindak pidana, melakukan penyaringan terhadap kasus yang memenuhi

syarat untuk diajukan ke kejaksaan, melaporkan hasil penyidikan kepada

kejaksaan dan memastikan dilindunginya para pihak yang terlibat dalam proses

peradilan pidana.

2. Kejaksaan dengan tugas pokok menyaring kasus-kasus yang layak

diajukan ke Pengadilan, mempersiapkan berkas penuntutan, melakukan

penuntutan, dan melaksanakan putusan Pengadilan.

3. Pengadilan berkewajiban untuk menegakkan hukum dan keadilan,

melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban, dalam proses peradilan pidana,

melakukan pemeriksaan kasus-kasus secara efisien dan efektif, memberikan

putusan yang adil dan berdasarkan hukum.

4. Lembaga Pemasyarakatan yang berfungsi menjalankan putusan

Pengadilan yang merupakan pemenjaraan, memastikan terlindunginya hak-hak

narapidana, menjaga agar kondisi Lembaga Pemasyarakatan memadai untuk

penjalanan pidana setiap narapidana”. 67

66 Achmad Ali, dkk. Seminar “Criminal Justice System Di Negara Hukum Indonesia” dilaksanakan pada tanggal 25 Mei 201067 Hafrida, op cit., hal. 66

63

Page 64: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Sedemikian rupa pembagian tugas-tugas setiap sub sistem yang terdapat

dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu sehingga apabila terdapat inkonsistensi

penanganan perkara akan mempengaruhi seluruh sistem. Begitupula halnya

dengan kedudukan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini. Dalam Pasal 2

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut secara tegas disebutkan bahwa

Ketua Pengadilan memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek

perkara, menetapkan hakim tunggal, dan tidak menetapkan penahanan atau

perpanjangan penahanan. Dari bunyi pasal tersebut nampak jelas bahwa pihak

yang memiliki kewajiban mengikuti PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

tersebut adalah Ketua Pengadilan kemudian hakim yang ditunjuk.

Berdasarkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini, nilai Rp. 250,00

(dua ratus lima puluh rupiah) disesuaikan dengan kondisi saat ini menjadi Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Oleh sebab itu, setiap perkara yang

terkait dengan nilai barang tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus

ribu rupiah) ditangani sebagai tindak pidana ringan dan diperiksa dengan acara

pemeriksaan cepat sebagaimana diatur dalam Pasal 205-210 KUHAP. Akan

tetapi, aparat kepolisian atau kejaksaan tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini dan dalam menjalankan tugasnya

masih tetap berpatokan pada KUHP dan KUHAP. Tentunya hal ini akan

berpengaruh pada ketidaklancaran sistem yang berjalan. Ketidaklancaran bukan

saja mempengaruhi efisiensi, efektifitas, dan produktifitas peradilan, melainkan

“ancaman kegagalan dalam menjalankan sistem peradilan yang baik” seperti

terhambatnya proses yang timbul karena bolak-baliknya hasil penyidikan antara

64

Page 65: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

penyidik dan penuntut, penolakan dakwaan oleh hakim karena dianggap ada

kekeliruan dalam merumuskan dakwaan, dan lain sebagainya.

3.2. Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 Dalam

Rangka Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Pada Saat Ini.

Bebarapa ketentuan dalam KUHP mengalami beberapa perubahan dengan

dikeluarkannya Perpu No. 16 tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam

KUHP. Ketentuan yang diubah dalam perpu tersebut yang perlu mendapat

perhatian adalah ketentuan yang terkait dengan tindak pidana ringan sebagaimana

diatur dalam pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 KUHP. Ketentuan nilai

barang dalam perkara tindak pidana ringan dengan dikeluarkanya perpu tersebut

diubah menjadi dua ratus lima puluh rupiah yang sebelumnya hanya bernilai dua

puluh lima rupiah.

Berbeda dengan tindak pidana lainnya, tindak pidana ringan memiliki

proses pemeriksaan tersendiri. Pada dasarnya, undang-undang No. 8 tahun 1981

tentang hukum acara pidana mengatur beberapa bentuk pemeriksaan pidana, yaitu

pemeriksaan biasa, pemeriksaan singkat, pemeriksaan cepat, dan pemeriksaan

perkara pelanggaran lalu lintas. Dalam acara pemeriksaan biasa, proses

persidangan dilaksanakan dengan tata cara pemeriksaan sebagaimana yang

ditentukan undang-undang , dihadiri oleh penuntut umum dan terdakwa, dengan

pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum. Pembuktian dan alat bukti yang

dipergunakan berpedoman kepada ketentuan yang berlaku.

65

Page 66: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kita mengenal tiga jenis acara pemeriksaan perkara pidana pada sidang di

pengadilan yakni :

a. Acara pemeriksaan biasa diatur di dalam bagian ketiga bab XVI

b. Acara pemeriksaan singkat diatur di dalam bagian kelima bab XVI

c. Acara pemeriksaan cepat diatur di dalam bagian keenam bab XVI yang

terdiri dari dua jenis :

1) Acara pemeriksaan tindak pidana ringan

2) Acara pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan

Berikut ini Kebijakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana ringan

yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Di Luar

KUHP.

3.2.1. Kebijakan hukum pidana yang mengatur tindak pidana ringan yakni

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal-pasal yang

mengatur tentang tindak pidana ringan adalah sebagai berikut:

A. Pasal 302 (Penganiayaan Hewan Ringan),

Pasal 302 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling

banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan

ringan terhadap hewan:

a. barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas

untuk mencapai tujuan itu dengan sengaja menyakiti atau melukai

66

Page 67: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

hewan atau merugikan kesehatannya;

b. barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas

untuk mencapai tujuan itu dengan sengaja tidak memberi makanan

yang diperiukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya atau

sebagian menjadi kepunyaannya dan berada di bawah

pengawasannya, atau kepada hewan yang harus dipeliharanya.

Dalam pasal tersebut terdapat beberapa Unsur yakni:

1) barang siapa

2) dengan sengaja

3) penganiayaan

4) pidana : penjara dan denda (Rp. 4.500)

5) ancaman hukuman 3 bulan

Menurut R. Soesilo68, dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal

Demi Pasal, untuk dapat disebut sebagai penganiayaan terhadap binatang (sub 1),

harus dibuktikan bahwa:

1. Orang itu sengaja menyakiti, melukai, atau merusakkan kesehatan binatang;

2. Perbuatan itu dilakukan tidak dengan maksud yang patut atau melewati batas

yang diizinkan.

 Lebih lanjut dijelaskan bahwa perbuatan seperti memotong ekor dan

kuping anjing supaya kelihatan bagus, mengebiri binatang dengan maksud baik

yang tertentu, mengajar binatang dengan memakai daya upaya sedikit menyakiti

68 R. Soesilo, 1993, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor, Politea, hal. 190-191

67

Page 68: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

pada binatang untuk sirkus, mempergunakan macam-macam binatang untuk

percobaan dalam ilmu kedokteran (vivisectie) dsb. Itu pada umumnya diizinkan

(tidak dikenakan pasal ini). Asal saja dilakukan dengan maksud yang patut atau

tidak melewati batas yang diizinkan. Tentang hal ini bagi tiap-tiap perkara harus

ditinjau sendiri-sendiri dan keputusan terletak kepada hakim.

 Hal serupa juga dikatakan oleh S.R. Sianturi, S.H., dalam bukunya yang

berjudul Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya. Ada perbuatan-perbuatan

yang tidak dapat dipidana dengan pasal ini. Salah satunya adalah “menyakiti”

kerbau atau sapi dalam rangka upacara adat, setidak-tidaknya di daerah hukum

adat itu, masih dapat dipandang bukan tanpa tujuan yang patut, kendati

diharapkan perubahannya untuk masa mendatang.

 Lebih lanjut, S.R. Sianturi69 mengatakan bahwa apakah tindakan tersebut

patut, diperkenankan, atau tidak, pembuktiannya adalah sesuai dengan kenyataan

dan penilaian hakim. Apakah suatu tindakan mempunyai tujuan yang patut atau

tidak atau apakah melampaui batas untuk mencapai tujuan yang diperkenankan,

juga dalam praktek hukum banyak diserahkan pada pertimbangan dan kearifan

hakim.

 Oleh karena itu, tindakan pemerkosaan terhadap binatang harus

memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 302 ayat (1) sub 1 KUHP untuk dapat

dihukum, dan tindakan tersebut tidak termasuk ke dalam tindakan-tindakan yang

dikecualikan dari pasal ini.

69 Ibid, hal. 273

68

Page 69: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

B. PASAL 315 (Penghinaan Ringan)

Pasal 315 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di depan umum dengan lisan atau tulisan, maupun di depan orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah” .

Kata “penghinaan ringan” diterjemahkan dari bahasa Belanda yaitu kata

eenvoudige belediging; sebagian pakar menerjemahkan kata eenvoudige

dengan kata “biasa”, sebagian bakar lainnya menerjemahkan dengan kata

“ringan”. Dalam Kamus Bahasa Belanda, kata eenvoudige: sederhana,

bersahaja, ringan. Dengan demikian, tidak tepat jika dipergunakan kata

penghinaan biasa70.

Unsur-unsur Pasal 315 KUHP:

1. Unsur Objektif:

a. Setiap penghinaan yang tidak bersifat pencemaran (dengan lisan) atau

pencemaran tertulis;

b. Yang dilakukan terhadap seseorang dimuka umum dengan lisan atau

tulisan, maupun dimuka orang itu sendiri degan lisan atau perbuatan;

c. Dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya

2. Unsur Subjektif:

a. Dengan sengaja.

b. Pidana berupa penjara dan denda (Rp. 300 rupiah)

c. Ancaman hukuman 4 bulan

70LedenMarpaung, 1997, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Pengertian dan Penerapannya. Jakarta: PT Grafindo Persada, hal. 41

69

Page 70: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Menurut R. Soesilo71 dalam buku Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,

untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu

dilakukan tidak dengan jalan “menuduh suatu perbuatan”. Penghinaan yang

dilakukan dengan “menuduh suatu perbuatan” termasuk pada delik

penghinaan (lihat pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (lihat

pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain “menuduh

suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “bajingan” dan

sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.

 Selanjutnya, Soesilo menjelaskan bahwa untuk dapat dihukum,

penghinaan itu baik lisan maupun tulisan maka penghinaan itu harus

dilakukan di tempat umum. Yang dihina sendiri tidak perlu berada di situ.

Pengecualiannya adalah:

1. Apabila orang yang dihina berada di situ melihat dan mendengar sendiri

penghinaan tersebut.

2. Apabila penghinaan dilakukan dengan surat (tulisan), maka surat itu

harus dialamatkan kepada yang dihina.

 Kata-kata atau kalimat apakah yang dianggap menghina itu,

bergantung pada tempat, waktu, dan keadaan, ialah menurut pendapat umum

di tempat itu. Penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan, misalnya dengan

meludahi muka, atau sodokan, pukulan atau dorongan yang tidak seberapa

keras, bisa juga dikategorikan sebagai penghinaan.

71R. Soesilo, Op.,cit, hal. 197-198

70

Page 71: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

C. Pasal 352 (Penganiayaan Ringan)

Pasal 352 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

“Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya”.

Menurut R. Soesilo72, tindak pidana yang dirumuskan dalam Pasal

352 KUHP disebut ‘penganiayaan ringan’, dan masuk kategori ‘kejahatan

ringan’. Berdasarkan Pasal 352 KUHP, unsur-unsur yang harus ada dalam

penganiayaan ringan, adalah:

a. penganiayaan yang tidak menjadikan sakit; atau

b. penganiayaan yang tidak sampai membuat korban terhalang untuk

melakukan jabatan atau pekerjaan sehari-hari.

Kritik terhadap Pasal 352 KUHP datang dari SR Sianturi73, dalam

bukunya, Sianturi menilai Pasal 352 ‘tidak diperlukan’. Apalagi WvS

(Wetboek van Strafrecht) Belanda juga tak mengatur penganiayaan ringan.

Faktanya, tidak dijelaskan lebih lanjut untuk berapa lama rasa sakit itu

dirasakan korban. Kendati hanya sementara, perbuatan penganiayaan ringan

masih bisa menggunakan Pasal 351 ayat (1) KUHP yang berbunyi:

“Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

 

72 Ibid., hal. 73 SR Sianturi, 1983, Tindak Pidana di KUHP Berikut Uraiannya, Jakarta: Alumni AHM-PTHM

71

Page 72: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Namun menurut Leden Marpaung74 kalau korban sampai masuk

rumah sakit, maka unsur-unsur Pasal 352 KUHP tidak terpenuhi. Poin

penting Pasal 352 adalah ‘tidak menjadikan sakit atau halangan melakukan

pekerjaan’. Kalau penganiayaan mengakibatkan korban berhalangan untuk

bekerja, maka Pasal 351 ayat (1) KUHP lebih tepat dipakai.

 Ayat (2) dari pasal 352 KUHP mengatur tentang percobaan untuk

melakukan penganiayaan ringan. Menurut ayat ini, pelaku percobaan

penganiayaan ringan tidak dihukum. Contoh kasus ayat ini adalah A

memukul B memakai bantal guling, dan B tidak merasa sakit. A masuk

kategori mencoba melakukan penganiayaan ringan.

 Jadi, untuk suatu perbuatan dapat dikatakan penganiayaan ringan

adalah ketika perbuatan tersebut tidak menjadikan korbannya sakit atau

berhalangan untuk melakukan pekerjaan.

D. Pasal 364 (Pencurian Ringan)

Pencurian ringan diatur pada Pasal 364 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut

:

“Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir (4), begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 butir (5), apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda banyak Sembilan ratus rupiah”75.

74 Leden Marpaung, 2005, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantasan dan Prevensinya) Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung RI dan Pembahasan. Jakarta: Sinar Grafika.

75Moeljatno, 2007, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Cetakan ke 26, Jakarta : PT. Penerbit Bumi Aksara, Hal. 129

72

Page 73: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Yang berbunyi “perbuatan yang diterangkan pada pasal 362 dan pasal 363

butir ke 5 apabila tidak dilakukan didalam sebuah rumah atau pekarangan

tertutup yang ada dirumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari

dua puluh lima rupiah, diancam dengan pencurian ringan dengan pidana

paling lama tiga bulan atau pidana denda dua ratus lima puluh rupiah”

Tentang ’nilai benda yang dicuri’ itu semula ditetapkan ’tidak lebih dua

puluh lima rupiah’, akan tetapi dengan Peraturan Pemerintah pengganti

Undang-Undang No. 16 tahun 1960 tentang beberapa perubahan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana telah diubah ’dua ratus lima puluh rupiah’.

Dari rumusan ketentuan pidana di atas dapat diketahui, bahwa yang dimaksud

pencurian ringan itu dapat berupa:

a. tindak pidana pencurian

b. tindak pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara

bersama-sama.

c. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan jalan masuk ke

tempat kejahatan atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya,

orang yang bersalah telah melakukan pembongkaran, perusakan,

pemanjatan atau telah memakai kunci-kunci palsu atau serangan palsu.

Dengan syarat:

a. tidak dilakukan di dalam sebuah rumah tempat kediaman.

b. tidak dilakukan di atas sebuah perkarangan tertutup yang di atasnya

terdapat sebuah tempat kediaman.

73

Page 74: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

c. nilai dari benda yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh

rupiah.

d. Ancaman hukuman selama 3 bulan

e. Pidana: penjara dan atau denda

E. Pasal 373 (Penggelapan Ringan)

Pasal 373 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 372, apabila yang digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah,diancam sebagai penggelapan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Ketentuan tentang penggelapan ringan ini diatur dalam Pasal 373 KUHP

yang unsur-unsur dalam penggelapan ringan adalah:

1. Unsur-unsur penggelapan dalam bentuk yang pokok (Pasal 372 KUHP)

adalah:

a) Unsur obyektif sebagai berikut:

i. Mengaku sebagai milik sendiri (menguasai),

Unsur menguasai merupakan unsur subyektif, tetapi dalam

penggelapan unsur tersebut merupakan unsur obyektif.

Penggelapan unsur menguasai merupakan perbuatan yang

dilarang, maka tidak ada penggelapan apabila perbuatan

menguasai tersebut belum selesai atau perbuatan menguasai itu

harus sudah terlaksana atau selesai, misalnya barang tersebut

telah dijual, dipakai sendiri ataupun ditukar76.

76 Tongat, 2003, Hukum Pidana Materiil, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang. Hal. 59.

74

Page 75: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

ii. Sesuatu barang,

Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian.

iii. Yang seluruh atau sebagian milik orang lain,

Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian.

iv. Yang ada dalam kekuasaannnya bukan karena kejahatan,

Unsur tersebut merupakan ciri pokok atau unsur pembeda dengan

pencurian. Pencurian, penguasaan barang oleh pelaku itu

dilakukan dengan cara melawan hukum, sedangkan pada

penggelapan, penguasaan barang oleh pelaku justru bukan karena

suatu tindak pidana.

v. Secara melawan hukum.

Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian.

b) Unsur subyektif sebagai berikut:

i. Dengan sengaja

Unsur kesengajaan dalam suatu rumusan tindak pidana

dirumuskan dengan istilah dengan sengaja maka unsur

kesengajaan tersebut menjiwai semua unsur lain yang terletak di

belakang unsur kesengajaan tersebut, atau dengan kata lain

menurut MvT unsur yang dirumuskan dibelakang unsur

kesengajaan diliputi oleh kesengajaan77.

ii. Bahwa yang digelapkan itu bukanlah hewan ternak.

77 Lamintang dan Djisman Samosir, 1981,Delik-Delik Khusus Kejahatan yang ditujukanTerhadap Hak Milik dan Lain-lain Hak Yang Timbul Dari Hak Milik,Tarsito, Bandung.hal. 67

75

Page 76: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Dalam unsur ini ternak dianggap sebagai harta kekayaan yang

sangat berharga bagi masyarakat.

iii. Harga dari barang yang digelapkan tidak lebih dari Rp 250

(Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 16 tahun

1960)

iv. Ancaman hukuman 3 bulan

F. Pasal 379 (Penipuan Ringan)

Pasal 379 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 378, bila barang yang diserahkan itu bukan ternak dan nilai barang, utang atau piutang itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh rupiah, diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Penipuan ringan diatur dalam ketentuan Pasal 379 KUHP, yang berdasarkan

rumusan Pasal 379 KUHP tersebut, maka unsur-unsur penipuan ringan

adalah:

1) Unsur-unsur dari penipuan dalam bentuk yang pokok (Pasal 378 KUHP)

yang lazim disebut Oplichting adalah:

a. Unsur Obyektif, sebagai berikut:

i. Menggerakkan orang lain

Pengertian menggerakkan orang lain dalam Pasal 378 KUHP

adalah dengan menggunakan tindakan-tindakan, baik berupa

perbuatan-perbuatan maupun perkataan-perkataan yang bersifat

menipu.

ii. Untuk menyerahkan suatu barang/benda

76

Page 77: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Menyerahkan suatu benda tidaklah harus dilakukan sendiri secara

langsung oleh orang yang tertipu kepada orang yang menipu.

Penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu itu

kepada orang suruhan dari orang yang menipu.

iii. Untuk memberi hutang

Pengertian memberi hutang dalam rumusan Pasal 378 KUHP

adalah si penipu membuat suatu perikatan atau suatu perjanjian

yang menyebabkan orang yang ditipu harus membayar sejumlah

uang tertentu.

iv. Untuk menghapus piutang

Menghapus piutang yang dimaksud adalah menghapus atau

meniadakan perikatan yang sudah ada dari orang yang ditipu

kepada penipu atau orang tertentu yang dikehendaki oleh penipu.

v. Dengan menggunakan daya upaya seperti:

a) Memakai nama palsu

Pemakaian nama palsu ini terjadi apabila seseorang

menyebutkan sebagai nama suatu nama yang bukan namanya,

dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan

kepada orang yang namanya disebutkan tadi.

b) Martabat palsu

Martabat palsu yang dimaksud adalah menyebutkan dirinya

dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkan

si korban percaya kepadanya, dan berdasarkan kepercayaan itu

77

Page 78: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi hutang atau

menghapus hutang.

c) Dengan tipu muslihat dan rangkaian kebohongan

Menggunakan tipu muslihat yang dimaksud adalah rangkaian

kata-kata, melainkan dari suatu perbuatan yang sedemikian

rupa, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kepercayaan

terhadap orang lain (yang ditipu).

b. Unsur subyektif, sebagai berikut:

1. Dengan maksud

Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian.

2. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

Yang dimaksud dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain

adalah menambah baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain

dari kekayaan semula.

3. Secara melawan hukum

Sama halnya dengan penjelasan dalam pencurian.

2) Barang yang diserahkan (obyek penipuan) haruslah bukan ternak dan

nilainya tidak lebih dari Rp 250 (Peraturan Pemerintah pengganti

Undang-Undang No. 16 tahun 1960)

G. Pasal 407 (Pengerusakan Ringan)

Pasal 407 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

“Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406, jika harga kerugian yang disebabkan tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

78

Page 79: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pengerusakan ringan diatur dalam ketentuan Pasal 407 KUHP dengan

pengecualian sebagaimana diterangkan dalam Pasal 407 ayat (2) KUHP.

Yang berdasarkan ketentuan Pasal 407 ayat (1) KUHP, maka perbuatan

pengerusakan barang sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 406

KUHP itu dianggap sebagai tindak pidana pengerusakan ringan apabila nilai

kerugian yang ditimbulkan karena adanya kerusakan itu tidak lebih dari Rp

250 (Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang No. 16 tahun 1960)

Penjelasan Pasal 407 KUHP, maka unsur-unsur dalam pengerusakan ringan

adalah:

1. Unsur-unsur pengerusakan dalam bentuk pokok (Pasal 406 KUHP)

sebagai berikut:

a) Unsur obyektif terdiri dari:

a. Membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat

dipakai atau menghilangkan,

b. Suatu barang,

c. yang seluruh atau sebagian milik orang lain.

b) Unsur subyektif terdiri dari:

a. Dengan sengaja,

b. Secara melawan hukum.

2. Harga kerugian yang disebabkan membinasakan, merusakkan, membuat

sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan suatu barang yang

seluruh atau sebagian milik orang lain tidak lebih dari Rp 250.

79

Page 80: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

3. Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 406 bukanlah hewan ternak

yang dimaksud dalam Pasal 101 KUHP dikatakan Pengerusakan ringan.

H. Pasal 482 (Penadahan Ringan)

Pasal 482 KUH Pidana isinya adalah sebagai berikut:

“Perbuatan diterangkan dalam pasal 480 diancam karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah, jika kejahatan dari mana benda diperoleh adalah salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 364, 373, 379”.

Penadahan ringan diatur dalam Pasal 482 KUHP yang berdasarkan ketentuan

Pasal 482 KUHP tersebut bahwa penadahan yang diatur dalam Pasal 480

KUHP akan menjadi penadahan ringan apabila perbuatan yang diatur dalam

Pasal 480 KUHP dilakukan terhadap barang-barang hasil dari pencurian

ringan, penggelapan ringan dan penipuan ringan.

Penjelasan Pasal 482 KUHP, maka unsur-unsur dalam penadahan ringan

adalah:

A. Unsur-unsur dalam penadahan (Pasal 480 KUHP) sebagai berikut:

1. Unsur dalam Pasal 480 ayat (1) KUHP meliputi:

a) Unsur obyektif terdiri dari:

1) Membeli, menyewa, menukar, menerima sebagai gadai,

menerima sebagai hadiah

2) Karena ingin mendapatkan keuntungan menjual,

menyewakan, menukarkan, memberikan sebagai gadai,

mengangkut, menyimpan atau menyembunyikan,

3) Suatu benda,

80

Page 81: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

4) Yang diperoleh karena kejahatan.

b) Unsur subyektif terdiri dari:

2) Yang diketahuinya,

3) Yang ia patut dapat menduga

2. Apabila perbuatan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP dilakukan

terhadap barang-barang hasil dari pencurian ringan, penggelapan

ringan dan penipuan ringan dikatakan penadahan ringan.

3.1.1. Analisis :

Berdasarkan penjelasan di atas, maka kriteria perkara yang termasuk

dalam tindak pidana ringan adalah perkara yang ancaman pidananya tidak lebih

dari 3 bulan atau denda paling banyak Rp. 7.500 (tujuh ribu lima ratus rupiah)

tidak terkecuali tindak pidana pengihinaan ringan yang ancaman hukumanya 4

bulan. Beberapa pasal tersebut di atas yang memuat ancaman hukuman maksimal

3 bulan penjara terkadang mengikuti syarat lainnya, yaitu nilai barang yang

menjadi objek perkara berdasarkan undang-undang No. 1 tahun 1946 sebesar

tidak lebih dari dua puluh lima rupiah sebagaimana telah dirubah dengan perpu

No. 16 tahun 1960 menjadi dua ratus lima puluh rupiah. Dari beberapa pasal

dalam KUHP yang mengatur mengenai tindak pidana ringan ancaman pidana

pokok berupa hukuman penjara dan atau denda.

Berdasarkan pasal 205-210 KUHAP, acara pemeriksaan cepat dapat

dilakukan terhadap kasus tindak pidana ringan. Ketentuan tersebut sudah jarang

digunakan karena pasal-pasal tindak pidana ringan hanya mengatur perkara pidana

81

Page 82: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

yang nilai objeknya dua ratus lima puluh rupiah yang kemudian dapat diancam

dengan ancaman hukuman tiga bulan penjara dan kurungan dan denda Rp. 7.500

(tujuh ribu lima ratus rupiah). Oleh sebab itu sangat kurang adil apabila tindak

pidana dengan objek perkara bernilai di atas dua ratus dua puluh lima rupiah

namun tidak begitu besar nilai nominalnya harus diancam dengan hukuman

selama lima tahun penjara.

Untuk mengatasi hal tersebut, mahkamah agung kemudian mengeluarkan

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2012 Tentang penyesuain batasan tindak

pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Beberapa hal yang menjadi

sorotan dalam peraturan tersebut adalah pasal 1 PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG No. 2 tahun 2012 tersebut yang mengatur nilai barang tindak pidana

ringan menjadi Rp. 2.500.000 (dua juta lima ratus rupiah) dari yang semula Rp.

250 (dua ratus lima puluh rupiah). Dengan demikian maka ancaman hukuman

tindak pidana yang memenuhi pasal-pasal tersebut di atas menjadi maksimal 3

bulan penjara sehingga tidak perlu lagi ditahan sebagaimana diatur di dalam pasal

21 KUHAP.

Peraturan Mahkamah Agung No. 2 tahun 2012 mengatur beberapa

ketentuan yang merupakan penyesuan kententuan dalam KUHP. Di samping

mengatur mengenai penyesuaian nilai barang dalam KUHP, PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG tersebut juga mengatur mengenai masalah penahanan

terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana ringan. Dalam pasal 2 ayat 3

disebutkan apabila terdakwa sebelumnya dekenakan penahanan. Disamping itu

dengan dinaikkannya nilai barang dalam KUHP maka pelaku yang melakukan

82

Page 83: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

tindak pidana ringan tidak dapat lagi ditahan karena ancaman hukumannya

menjadi maksimal 3 bulan penjara sehingga tidak memenuhi syarat penahanan

sebagaimana diatur dalam pasal 21 ayat 4 baik huruf (a) maupun (b).

3.1.2. PERATURAN DI LUAR KUHPidana

Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Tentang Larangan Minuman Beralkohol

Dalam Pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013

disebutkan bahwa:

(1) Barang siapa yang terbukti melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 diancam dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan

dan/atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Unsur yang terdapat dalam pasal 6 tersebut yakni :

a. Barang siapa

Yang dimaksud dengan barang siapa adalah subjek hukum yang dengan

sengaja menjual minuman beralkohol

b. Pidana: kurungan dan denda

c. Ancaman selama 3 bulan

d. Denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

Berdasarkan pasal 6 Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun

2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 4

Tahun 2001 Tentang Larangan Minuman Beralkohol, tindak pidana tersebut dapat

83

Page 84: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

dikategorikan sebagai tindak pidana ringan karena ancaman hukumannya hanya 3

bulan.

Terhadap beberapa kasus tindak pidana ringan yang telah di proses

kepolisian Resor Jepara, penulis mengangkat diantaranya yang akan menjadi

kajian dalam tesis ini. Berikut akan dijabarkan beberapa kasus yang menjadi

bahan kajian sebagaimana dapat digambarkan pada tabel di bawah ini :

84

Page 85: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Tabel 3.2Data perkara Tindak Pidana Ringan tahun 2012 di Kepolisian Resor Jepara.

Bulan Jumlah dan jenis kasus Peraturan yang diterapkan

Januari 2 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Februari 18 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Maret 3 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

April 1 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Mei 8 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Juni 10 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Juli 31 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Agustus 6 kasus Miras dan 4

kasus Pencabulan

Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Pasal 506 KUHP

September 3 kasus Miras dan 1

kasus Pengemis

Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Pasal 504 KUHP

Oktober 11 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

85

Page 86: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Tabel 3.3

Data perkara Tindak Pidana Ringan Bulan Juli tahun 2013 di Polres Jepara.

Bulan Jumlah dan jenis kasus Peraturan yang diterapkan

Juli 20 kasus Miras Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001

Data dalam tabel 3.2 dan tabel 3.3 diatas, merupakan data penanganan

proses perkara yang termasuk dalam tindak pidana ringan, karena perkara-perkara

tersebut terkait dengan larangan minuman beralkohol pada bulan Juli tahun 2013

di Kepolisian Resor Jepara. Terhadap perkara tersebut diterapkan dalam

ketentuan Perda Jepara Nomor 4 Tahun 2001 tentang Larangan Minuman

Beralkohol. Sehubungan dengan kasus-kasus sebagaimana dalam tabel 1 dan tabel

1.2 diatas, Kepolisian Resor Jepara menggunakan Perda Nomor 4 Tahun 2001

dengan memberikan sanksi kepada para tersangka hanya bersifat pidana denda

saja, karena pada dasarnya Pidana denda lebih terlihat dalam Peraturan-peraturan

Daerah, karena memang sifat dari Peraturan Daerah untuk memberikan

perlindungan terhadap terjadinya pelanggaran yang dikualifikasikan sebagai tidak

pidana yang ringan sifatnya78.

Dengan melihat pada sistematika KUHPidana, tampak bahwa pembentuk

KUHPidana sendiri telah mengadakan pembedaan jenis-jenis delik, yaitu antara

tindak pidana (delik) kejahatan dengan tindak pidana (delik) pelanggaran. Selain

pembedaan antara kejahatan dengan pelanggaran ini, terdapat pula satu kelompok

tindak pidana (delik) yang ditempatkan pengaturannya dalam Buku II

KUHPidana, tetapi memiliki ciri khusus, yaitu bersifat ringan. Kejahatan-

78http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25567/3/Chapter%20II.pdf

86

Page 87: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

kejahatan ini dinamakan kejahatan-kejahatan ringan (lichte misdrijven). Selain itu

dalam doktrin atau pendapat ahli hukum dikenal pula aneka pembedaan yang lain.

Tindak Pidana Ringan tidak hanya pelanggaran tapi juga mencakup

kejahatan-kejahatan ringan yang terletak dalam Buku II KUHPidana yang terdiri

dari, penganiayaan hewan ringan, penghinaan ringan, penganiayaan ringan,

pencurian ringan, penggelapan ringan, penipuan ringan, perusakan ringan,

penadahan ringan. Dalam KUHP, ketentuan tentang minuman keras/beralkohol

yang dapat mengakibatkan orang mabuk, secara umum diatur dalam Pasal 536,

537, 538, 539 KUHP. Apabila ditelusuri lebih jauh bunyi pasal-pasal yang

terdapat dalam KUHP maka setidaknya terdapat 9 yang tergolong dalam bentuk

Tindak Pidana Ringan, yaitu Pasal 302 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan

terhadap hewan, Pasal 352 ayat (1) mengenai penganiayaan ringan, Pasal 364

mengenai Pencurian ringan, Pasal 373 mengenai penggelapan ringan, Pasal 379

mengenai penipuan ringan, Pasal 384 mengenai penipuan dalam dalam penjualam,

Pasal 407 ayat (1) mengenai perusakan barang, Pasal 482 mengenai penadahan

ringan, dan Pasal 315 mengenai penghinaan ringan.

Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 mengatur tentang

penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP.

Penyesuaian dilakukan terkait dengan jumlah nominal denda dan menyesuaikan

terkait Pasal 363, 373, 379, 384, 407, 482 KUHP yang apabila harga barang yang

menjadi tindak pidana tidak melebihi Rp. 2.500.000,- agar memeriksa, mengadili

dan memutus perkara-perkara sebagaimana pada pasal diatas agar dilakukan

dengan pemeriksaan acara cepat. Yang dilakukan penyesuaian di dalam

87

Page 88: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini hanya dalam beberapa Pasal dalam

KUHP seperti disebutkan diatas.

Terhadap kasus-kasus tersebut diatas pada dasarnya merupakan tindak

pidana ringan, karena mengenai tindak pidana ringan, dalam Pasal 205 ayat (1)

KUHAP, dikatakan bahwa yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak

pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan

paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500,- dan

penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam Paragraf 2 bagian ini. Dikaitkan

dengan kasus-kasus pada tabel 1 dan tabel 1.2 diatas, kesemuanya merupakan

tindak pidana ringan, karena sanksi terhadapnya dalam KUHP hanya bersifat

denda dan kurungan yang tidak lebih dari 3 bulan sehingga termasuk tindak

pidana ringan. 79

Tabel 3.4

No Tersangka/Terdakwa Kepolisian Resor Jepara

Lap. Polisi Pasal yang disangkakan

Taksiran kerugian

1Muhammad Fatori Bin Sukari (Alm), Umur: 24 Tahun,Pekerjaan : Swasta, Alamat

:Ds. Pulodarat, RT 04 / RW 01, Kecamatan Pecangan, kabupaten Jepara

Polsek Tahunan LP/84/XI/2013/Jtg/Res Jpr/Sek Thn, Tanggal 03 November 2013

Pasal 364 KUHP

Rp.800.000,-

2 Muhammad Aris Bin Sudar (alm), Umur : 47,

Polsek Kalinyamatan

LP/B/32/X/2012/Jateng/Res Jpr/Sek

Pasal 407 ayat (1) KUHP jo

Rp.1000.000

79http://nasional.news.viva.co.id/news/read/447976-mahfud-setuju-tindak-pidana-ringan-tak-perlu-dipenjara

88

Page 89: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pekerjaan : wiraswastaAlamat : Ds. Purwogondo, Rt 08/02, Kec. Kalinyamantan, Kabupaten Jepara.

Klyt, tanggal 16 oktober 2012

Pasal 55 ayat (1) sub ke 1e KUHP

3 Ujik Syaifulloh Bin Suwito, Umur : 23 Tahun, Pekerjaan : Pemulung, Alamat : Ds. Purwogondo, Rt 02/01, Kec. Kalinya Silanyemen, Kab. Jepara.

Polsek Welahan No. Pol : LP/37/VI/2013/Jtg/Res Jpr/Sek Wlh, tanggal 15 Juni 2013.

Pasal 362 KUHP

Rp.110.000,-

Keterangan :

1. Terdakwa disangkakan melakukan tindak pidana ringan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 364 KUHP terhadap barang milik korban Suyanti Bin

Suyanto.

Kronologis : Tersangka berpura-pura membeli handphone di counter milik

korban, kemudian tersangka meminta kepada korban untuk memberikan

handphone merk Blackberry Gemini 8520 dengan alasan ingin membeli,

setelah beberapa saat setelah tersangka memperhatikan situasi tempat sepi,

tersangka kemudian membawa handphone tersebut.

Keterangan : terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan oleh Kepolisian

Sektor Tahunan dan proses hukumnya telah dilimpahkan ke pengadilan

Negeri Jepara.

2. Terdakwa disangkakan melakukan tindak pidana ringan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 407 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) sub ke 1e

KUHP.

89

Page 90: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kronologis : Tersangka melakukan tindak pidana ringan sebagaimana

dimaksud pada Pasal disebutkan diatas terhadap korban Kasminem Binti

Karjo Rus atas pembagian hak waris antara tersangka dengan korban, pada

saat dilakukan musyawarah terjadi perdebatan, tersangka kemudian

melakukan pengrusakan terhadap barang milik korban yakni merusak kaca

rumah dan meja milik korban sehingga menimbulkan kerusakan, tersangka

sambil mengucapkan kata-kata ancaman terhadap korban.

Keterangan : terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan dan saksi yang

telah dihadirkan untuk diminta keterangannya sebanyak 9 orang.

3. Terdakwa disangkakan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 362 KUHP

Kronologis : tersangka masuk ke dapur rumah milik korban Sudimah Binti

Sadiman dengan mengambil tabung gas elpiji 3 kg dengan cara memasukkan

tabung tersebut ke dalam kantong plastic yang telah disediakannya kemudian

membawanya.

Keterangan : mulai ditahan 15 Juni 2013, kerugian yang ditaksir

Rp.110.000,- dan saksi yang telah diperiksa sebanyak 4 orang.

Tersangka ditangkap dengan Surat Penangkapan Nomor :

SP.Kap/06/VI/2013/Reskrim, tanggal 15 Juni 2013. Dan ditahan berdasarkan

Surat Perintah Penahanan Nomor : SP.Han/06/VI/2013/Reskrim, tanggal 15

Juni 2013.

Berdasarkan data perkara pada tabel diatas dalam perkara nomor 1 diatas, jika

dikaitkan dengan implementasi PERATURAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 2

90

Page 91: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda dalam KUHP, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut telah efektif atau telah

diterapkan oleh penegak hukum dalam hal ini Kepolisian Sektor Tahunan, karena

telah melakukan proses hukum dengan tanpa menahan tersangka dan Pasal yang

disangkakan kepada tersangka adalah Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan,

karena nilai barang tindak pidana ditafsirkan seharga Rp.800.000,- sebab

berdasarkan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut dalam Pasal 1

menyebutkan bahwa“Kata-kata"dua ratus lima puluh rupiah"dalam pasal 354,

373, 379, 384, 4O7 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp. 2.500.000,00 (dua

juta lima ratus ribu rupiah)”;sehingga berdasarkan bunyi Pasal tersebut jika

dikaitkan dengan harga barang yang ditafsir dalam perkara tersebut telah sesuai.

Jika dilihat dari kasus nomor 2 pada tabel tersebut diatas, dalam perkara

tersebut diterapkan Pasal 407 KUHP terkait dengan pengrusakan barang, sehingga

yang disangkakan merupakan ketentuan yang termasuk tindak pindana ringan,

maka jika dikaitkan dengan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 2

Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah

Denda Dalam KUHP, Kepolisian Sektor Kalinyamatan telah menerapkan atau

mengimplementasikan ketentuan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

tersebut, sebab berdasarkan harga yang ditafsir terhadap barang hasil tindak

pidana adalah sebesar Rp. 1.000.000,- yang artinya di bawah nominal Rp.

2.500.000,- sebagaimana disebutkan dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 1

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 2 Tahun 2012.

91

Page 92: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Berbeda dengan kasus nomor 1 dan 2 pada tabel diatas, dalam kasus nomor 3

dalam tabel 2 tersebut, Kepolisian Sektor Welahan menggunakan Pasal 362

KUHP tentang pencurian. Pasal tersebut merupakan termasuk tindak pidana biasa

dengan kata lain bukan termasuk tindak pidana ringan. Padahal jika dilihat dari

kerugian yang dialami oleh korban atau nilai barang hasil tindak pidana ditafsir

hanya sebesar Rp. 110.000,-, maka berdasarkan Pasal 1 PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, Kepolisian Sektor

Welahan tidak menerapkan ketentuan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

tersebut, sehingga implementasinya tidak efektif, karena jika dilihat dari nilai

harga barang hasil tindak pidana sebesar Rp. 110.000,- atau jumlah yang

nominalnya dibawah Rp. 2.500.000,- sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG Nomor 2 Tahun 2012.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam Implementasi Peraturan Mahkamah

Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2012 Terhadap Penyelesaian Perkara

Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di Polres jepara:

Dari penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, maka penulis akan

menyampaikan kendala-kendala yang ditemukan terkait dengan implementasi

Peraturan Mahkamah Agung tersebut terhadap penangan perkara-perkara tindak

pidana ringan yang terjadi di wilayah Kepolisian Resort Jepara. Tetapi sebelum

membahas mengenai kendala-kendala yang akan disampaikan, maka penulis

92

Page 93: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

kiranya perlu untuk menyampaikan beberapa penjelasan terkait dengan Peraturan

Mahkamah Agung tersebut.

Sebagai lembaga tertinggi, mahkamah agung diberikan beberapa fungsi untuk

menjalankan perannya, yaitu fungsi mengadili di tingkat kasasi, fungsi menguji

setiap peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang sesuai pasal 24 A

ayat (1) undang-undang dasar Republik Indonesia tahun 1945. Selain itu, ada

fungsi memberikan nasehat kepada lembaga Negara lainnya, fungsi mengawasi

seluruh lembaga peradilan yang berada di bawahnya, fungsi administrative dan

fungsi mengatur.80 Bentuk dari fungsi yang disebut terakhir ini adalah dengan

pembentukan surat edaran mahkamah agung (sema) dan Peraturan Mahkamah

Agung (Peraturan Mahkamah Agung). Sistematika fungsi-fungsi mahkamah

agung tersebut dibuat dalam 3 bidang sebagai berikut:

1. Fungsi pokok mahkamah agung bersifat peradilan fungsi mengadili atau

menyelenggarakan peradilan (rechtsprekende functie) yang dalam empat

bidang yaitu:

a. fungsi peradilan kasasi

b. fungsi peradilan untuk sengketa;

1) kewenangan mengadili

2) perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang RI

3) fungsi peradilan untuk permohonan peninjauan kembali

4) fungsi peradilan di bidang hak uji materil

2. fungsi khusus bersifat administrative

80Ronal s lumbun, loc.cit.

93

Page 94: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

a) fungsi pengawasan (toeziende functie)

b) fungsi mengatur (regelende functie)

c) fungsi administrative (administrative functie)

3. fungsi tambahan bersifat ketatanegaraan

a) fungsi penasihat (adviserendefuntie)

b) fungsi pengawasan PARPOL (uu no. 2 tahun 1999)

c) fungsi pengawasan PEMILU (uu no. 3 tahun 1999)

d) fungsi penyelesaian persilisihan antar daerah (uu no. 22 tahun

1999)81.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, mahkamah agung memiliki fungsi

pengaturan atau regelende functie atau rule making power. Fungsi ini diberikan

berdasarkan pasal 79 undang-undang mahkamah agung yang berbunyi,

“mahkamah agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi

kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup

diatur dalam undang-undang ini. Memori penjelasan pasal 79 undang-undang

mahkamah agung ini mengatakan apabila dalam jalannya peradilan terdapat

kekuarangan atau kekosangan hukum satu hal, mahkamah agung berwenang

membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekosongan tadi82.

Sekalipun sekilas mahkamah agung diberikan wewenang membentuk peraturan

atau kekuasaan legislative, namun kewenangan tersebut berbeda dengan

kewenangan membentuk peraturan oleh lembaga legislative. Mahkamah agung

81 Henry P. panggabean, fungsi mahkamah agung dalam praktik sehari-hari: upaya penanggulangan tunggakan perkara dan pemberdayaan fungsi pengawasan mahkamah agung, jakarata: pustaka sinar harapan, 2001, hal. 78

82 Henry P. panggabean, ibid.,hal.143

94

Page 95: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

tidak mencampuri dan melampaui pengaturan tentang hak dan kewajiban warga

Negara pada umumnya dan tidak pula mengatur sifat, kekuatan alat pembuktian

serta penilaian ataupun pembagian beban pembuktian83. Ketentuan pasal 79

undang-undang mahkamah agung itu memberi kekuasaan legislative kepada

mahkamah agung khususnya untuk membuat peraturan terbatas bersifat pelengkap

menyangkut cara penyelesaian suatu permasalahan yang belum diatur dalam

hukum acara demi kelancaran peradilan.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa terdapat dua bentuk dari

fungsi pengaturan ini, yaitu surat edaran mahkamah agung (SEMA) dan Peraturan

Mahkamah Agung (PERMA). Kedua bentuk produk hukum ini tentunya memiliki

perbedaan dalam hal tujuan dibentuknya, yaitu:

1. Surat edaran mahkamah agung (sema) yaitu suatu bentuk edaran dari

pimpinan mahkamah agung ke seluruh jajaran peradilan yang isinya

merupakan bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan yang lebih

bersifat administrasi.

2. Peraturan Mahkamah Agung (Peraturan Mahkamah Agung) yaitu suatu

bentuk peraturan dari prinsip mahkamah agung ke seluruh jajaran

peradilan tertentu yang isinya merupakan ketentuan bersifat hukum acara.

Disamping hukum acara, peraturan tentang tindak pidana masih

mengadaptasi peraturan Hindia Belanda. Oleh karena itu, tidak jarang peraturan-

peraturan tersebut dianggap kurang lengkap dan kurang mengikuti perkembangan

masyarakat yang terjadi. Maka dirasa perlu untuk memberi kewenangan kepada

83 Ibid.,hal.144

95

Page 96: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

lembaga peradilan tertinggi untuk mengisi kekosongan hukum yang ada melalui

kewenangan fungsi mengatur yang dimiliki mahkamah agung.

Ketentuan mengenai hukum acara yang berlaku di Indonesia dituangkan

dalam undang-undang no. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana dan dianggap

sebagai sebuah karya agung. Akan tetapi, pengaturan yang terdapat dalam

ketentuan tersebut belum seluruhnya disesuaikan dengan peraturan tentang tindak

pidananya yang diatur secara terpisah dalam kitab undang-undang hukum pidana

(KUHP).

Di satu sisi Peraturan Mahkamah Agung dibutuhkan untuk mengisi

kekosongan hukum, akan tetapi di sisi lain kewenangan menerbitkan Peraturan

Mahkamah Agung yang dalam praktiknya berfungsi sebagai undang-undang

bertentangan dengan fungsi DPR sebagai lembaga legislative. Peraturan

Mahkamah Agung inilah yang kemudian pada gilirannya akan menghambat

peranan dan efektifitas Mahkamah Agung yang membantu penyelenggaraan

pemerintahan di bidang peradilan.

Setidaknya terdapat lima peran yang terdapat dalam Peraturan Mahkamah

Agung RI, yaitu Peraturan Mahkamah Agung RI sebagai pengisi kekosongan

hukum, Peraturan Mahkamah Agung RI sebagai pelengkap ketentuan undang-

undang yang kurang jelas mengatur tentang sesuatu hal, berkaitan dengan hukum

acara, Peraturan Mahkamah Agung RI sebagai sarana penemuan hukum,

Peraturan Mahkamah Agung sebagai sarana penegakan hukum, dan Peraturan

Mahkamah Agung sebagai sumber hukum bagi masyarakat hukum, khususnya

96

Page 97: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

para hakim di dalam menyelesaikan kesulitan-kesilitan teknis penerapan hukum

acara yang ternyata sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan saat ini.

Mewujudkan penegakan hukum yaitu untuk memperoleh kepastian hukum,

keadilan, dan manfaat dari penegakan hukum tersebut. Proses penegakan hukum

dapat berjalan dengan efektif apabila terbentuk suatu mata rantai beberapa proses

yang tidak boleh di pisahkan antara lain: penyidikan, tuntutan jaksa, vonis hakim

dan pembuatan peraturan perundang-undangan.  Namun pada kenyataanya

penegakan hukum penerapan Peraturan Mahkamah Agung No.2 Tahun 2012

mengalami beberapa kendala atau hambatan yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor-faktor. Dengan demikian terdapat masalah dalam penegakan hukum,

menurut Soerjono Soekamto, antara lain :

1. faktor hukumnya sendiri. 

2. faktor penegak hukum.

3. faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. faktor masyarakat.

5. faktor kebudayaan.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada

efktfitas hukum.84 Beberapa faktor di atas dabat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri/Substansi hukum yang akan ditegakkan.

Setiap masyarakat memiliki hukum sebagai penata normative dalam

hubungan antar warga masyarakat, hal ini bertujuan agar hubungan

84 Soerjono Soekanto. 2005, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, hal 8-9.

97

Page 98: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

masyarakat berlangsung lestari dan mencapai tujuan bersama. Hukum

bersifat mengatur dan memaksa melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan

terhadap para pelanggar hukum antara lain berupa hukuman pidana.  Hukum

pidana sendiri adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di

suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk : 

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi yang berupa pidana

tertentu bagi siapa yang melarang larangan tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagai mana yang diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut.85

Hukum yang dimaksud di atas, khususnya hukum pidana yang terdapat

dalamperaturan-peraturan yang berlaku di indonesia, dapat menjadi

penghambat dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu:

a. Tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang, seperti asas

undang-undang tidak berlaku surut yang membuka kemungkinan untuk

tidak diikuti apabila kita melihat dalam pasal 284 ayat 1 KUHAP yang

menyatakan bahwa “ Terhadap perkara yang ada sebelum undang-

undang ini diundangkan, sejauh mungkin diberlakukan ketentuan

undang-undang ini”.85 Moeljatno, 2008, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta.hal1

98

Page 99: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

b. Belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang yang bersangkutan.

c. Ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-undang yang

mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta

penerapannya.86

Selain hal-hal diatas, masih ada satu hal lainnya yang menjadi hambatan

sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun

2012 secara formal yuridis Ketentuan di dalamnya hanya mengatur mengenai

sanksi denda saja, dan berdasarkan ketentuan dalam pasal 2 Peraturan

Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 adanya suatu pemaknaan bahwa

pencurian di bawah Rp 2.500.000 yang masuk dalam katagori pencurian

dengan hakim tunggal membuka peluang bagi para pelaku tindak pidana

untuk melakukan tindak pidana dikarenakan sanksinya hanya berupa denda

saja tanpa adanya suatu pemberian sengsara berupa perampasan

kemerdekaan, sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera atas perbuatan

pidana yang terjadi. Sedangkan disisi lain, kekhawatiran yang muncul di

dalam masyarakat akibat maraknya Tindak Pidana Ringan yang

bermunculan sebagai dampak dari diterbitkannya Peraturan Mahkamah

Agung tersebut sehubungan dengan ringannya remidium yang diatur. Alih-

alih memperhatikan hak tersangka/terdakwa, namun yang muncul adalah

berkembangnya tindakan yang masuk dalam kategori tindak pidana ringan.

86 Soerjono Soekanto. 2005, Op.cit, hal 17-18.

99

Page 100: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Disamping itu mengingat dalam penanganan proses tipiring dalam hal

Penyidikan, hanya dilakukan menggunakan berita acara cepat maka terhadap

pelaku tidak dilakukan penahanan, hal inilah justru nantinya akan membuat

masyarakat bingung, dikarenakan pelaku tidak ditahan justru malah bebas

berkeliaran, dan kekhawatiran masyarakat, dimana Pelaku mengulangi tindak

pidana semakin besar, sehingga yang seharusnya fungsi dari Hukum Pidana

adalah untuk menghilangkan kekawatiran itu, malah semakin nyata.

Disisi lain, mekanisme pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung nomor

2 tahun 2012 berlaku setelah perkara-perkara pencurian, penggelapan,

penipuan, sampai pada pemeriksaan di sidang pengadilan, dalam menerima

pelimpahan perkara tersebut dari penuntut umum, ketua pengadilan wajib

memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi objek perkara tersebut.

Apabila nilai barang atau uang tersebut nilainya tidak lebih dari Rp 2.500.000

(Dua juta lima ratus ribu rupiah), maka perkara tersebut diputus dengan

Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan,. Ketua Pengadilan menetapkan

hakim tunggal untuk memeriksa perkara tersebut, jika sebelumnya telah

dilakukan penahanan, ketua pengadilan tidak melakukan penahanan.

Ketentuan mengenai pidana denda yaitu dengan menyesuaikan nilai denda

yang ada dalam KUHP dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali, kecuali

terhadap Pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 303 bis ayat1 dan ayat 2 KUHP.

Melihat ketentuan tersebut perlu adanya penyesuaian dengan hukum

formilnya, bukan hanya hal yang menyangkut materiil, karena secara

subtantive ketentuan ini hanya mengikat pada proses di pengadilan saja,

100

Page 101: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

bukan pada tingkat kepolisian ataupun tingkat kejaksaan. padahal pada

dasarnya di dalam hukum pidana terdapat keterkaitan antara Polisi, Jaksa,

dan juga hakim dalam proses peradilan pidana, agar tujuan menurut kegunaan

hukum, yaitu untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan, menjadi nyata.

2. Faktor Penegak Hukum

Faktor ini meliputi pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum atau law enforcement. Bagian-bagian itu law enforcement adalah

aparatur penegak hukum yang mampu memberikan kepastian, keadilan, dan

kemanfaat hukum secara proporsional. Aparatur penegak hukum

menyangkup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat

(orangnya) penegak hukum, sedangkan aparat penegak hukum dalam arti

sempit dimulai dari kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan

petugas sipir lembaga pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur diberikan

kewenangan dalam melaksanakan tugasnya masing-masing, yang meliputi

kegiatan penerimaan laporan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,

penbuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pembinaan

kembali.

Dalam pelaksanaannya penegakan hukum oleh penegak hukum di atas

menurut Soerjono Soekanto dijumpai beberapa halangan yang disebabkan

oleh penegak hukum itu sendiri, halagan-halangan tersebut antara lain : 

a. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak

lain dengan siapa dia berinteraksi.

101

Page 102: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

b. Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi. Kegairahan yang sangat

terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk

membuat suatu proyeksi.

c. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan

tertentu, terutama kebutuhan materil.

d. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan

konservatisme.87

Sedangkan menurut teori Franz Magnis Suseno, halangan dalam

pelaksanaan penegakan hukum yang disebabkan oleh para penegak hukum

itu sendiri adalah dilema moral, yaitu:

a. Masalah moral yang dihadapi oleh berbagai bidang seringkali sangat

kompleks.

b. Seringkali menghadapi masalah dengan tidak rasional dan obyektif,

dimana dalam menghadapi masalah seringkali dengan emosional dan

hanya melihat dari segi kepentingan pribadi.

c. Tidak adanya keinginan untuk bertindak dengan baik, adil, dan jujur.88

Faktor ini pula yang kemudian muncul sebagai hambatan dalam

penerapan dari Peraturan Mahkamah Agung no 2 tahun 2012 di Polres

Jepara. Selain faktor penegak hukum tersebut, ada hambatan lain di dalam

proses pelaksanaan tugas kepolisian seperti dalam hal penyelidikan dan

penyidikan.

87 Ibid., hal.34-35.88 Sadjijono, 2008, Suatu Telaah Filosofis Terhadap Konsep dan Implementasi dalam

Pelaksanaan Tugas Profesi Polisi. Yogyakarta : Laksbang Mediatama. hal. 3-4

102

Page 103: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Dalam ketentuan pasal 1 butir 5 KUHAP mencantumkan bahwa

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan/penyelidikan untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang ini”. Dari ketentuan tersebut perlu digaris

bawahi kalimat “mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga

sebagai tindak pidana. Dengan perkataan lain “mencari dan menemukan”

berarti penyelidik atas inisiatif sendiri untuk menemukan peristiwa yang

diduga sebagai tindak pidana, namun pada kenyataan dalam melaksanakan

tugasnya, penyelidik menunggu adanya laporan dan pengaduan dari pihak

yang dirugikan, sedangkan tujuan dari pelaksanaan tugas penyelidik adalah

untuk menentukan dapat didakwa suatu peristiwa dilakukan penyidikan atau

suatu peristiwa diduga sebagai tindak pidana89. Dengan adanya perilaku yang

secara ius practicio tidak memaknai perintah sebagaimana dimaksud di

dalam hukum Pidana Formil tersebut, maka proses penegakan hukum tidak

dapat berjalan sebagaimana mestinya untuk memangkas suatu perilaku yang

menimbulkan kekhawatiran masyarakat dan tergolong sebagai suatu Tindak

Pidana. Dikotomi antara Teori dan praktek inilah yang kemudian menjadi

donatur terbesar meningkatnya kejahatan Tindak Pidana Ringan, karena

sekalipun alam hukum pidana dikenal adanya asas fictie Hukum, namun tidak

dapat dipungkiri bahwa masyarakat yang terbeban dengan hak dan tanggung

89 Dr. Leden Marpaung,S.H., 2011, Proses Penanganan Perkara Pidana Jakarta:Sinar Grafika hal. 6-10

103

Page 104: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

jawab untuk membuat dan melaporkan berdasarkan undang-undang

mengetahui yang termasuk tindak pidana.

Selain itu dalam hal penyidikan, bila dilihat berdasarkan ketentuan dalam

pasal 1 Butir 2 menyebutkan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Ketentuan itu menyiratkan bahwa tugas utama dari penyidik adalah mencari

dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti itu membuat terang suatu

tindak pidana yang terjadi , dan juga untuk menemukan tersangkanya.

Penyidik dalam melaksanakan tugasnya tersebut memiliki kewenangan untuk

menghentikan demi hukum penyidikan apabila penyidik menilai dengan

cermat dan berpendapat bahwa peristiwa yang dilakukan tersebut bukanlah

merupakan suatu tindak pidana90. Dalam ketentuan tersebut tidak diatur

secara tegas batasan-batasan untuk penghentian penyidikan itu dapat

dihentikan, sehingga apabila bukti kurang/ tidak cukup, maka tentu saja,

dapat dilakukan suatu penghentian penyidikan sekalipun, memang tindak

pidana tersebut telah terjadi dan menimbulkan kekawatiran bagi masyarakat,

dimana hal ini juga dapat mengurangi fungsi dari pidana itu sendiri, dan alat

untuk mengembalikan ketentraman dan menghilangkan kekawatiran

masyarakat hanya sekedar blueprint belaka. Maka disini perlu dilakukan

adanya suatu pembenahan hukum acara yang secara integral harus memiliki

penyesuaian dengan pembaharuan hukum materiil melalui Peraturan 90Ibid.,Hal. 11-15

104

Page 105: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Mahkamah Agung, agar jelas mengenai Kepolisian sehubungan dengan

Integrated criminal justice system untuk melaksanakan tugasnya

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana

untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya terutama adalah sarana fisik yang

berfungsi sebagai faktor pendukung. Fasilitas pendukung mencangkup tenaga

manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan

yang memadai, keuangan yang cukup dan sebagainya. Jika fasilitas

pendukung tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan nencapai

tujuannya. Kepastian dan kecepatan penyelesaian perkara tergantung pada

fasilitas pendukung yang ada dalam bidang-bidang pencegahan dan

pemberantasan kejahatan.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa tidak mungkin penegakan hukum

akan berlangsung dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas yang

memadai. Fasilitas atau sarana yang memadai tersebut, antara lain, mencakup

tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik,

peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu

tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

Kita bisa bayangkan bagaimana penegakan peraturan akan berjalan

sementara aparat penegaknya memiliki pendidikan yang tidak memadai,

memiliki tata kelola organisasi yang buruk, di tambah dengan keuangan yang

minim.91 Demikian pula yang terjadi sehubungan dengan penerapan

Peraturan Mahkamah Agung nomor 2 tahun 2012 ini, dimana apabila 91 Soerjono soekanto. 2005, Op.cit, hal 39-44

105

Page 106: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

dikaitkan dengan kasus penanganan yang terjadi di Polres Jepara terkait

dengan penanganan tipiring ini, muncul suatu hambatan dari dalam

organisasi Kepolisian tersebut, yaitu minimnya personil kepolisian di Polres

Jepara, sehingga penanganan atas Tindak Pidana Ringan Menjadi terhambat.

4. Faktor Masyarakat 

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian di dalam masyarakat. Masyarakat mempunyai pendapat-pendapat

tertentu mengenai hukum, antara lain : 

a. Hukum diartikan sebagai ilmu pengetahuan;

b. Hukum diartikan sebagai disiplin, yakni sistem ajaran tentang

kenyataan;

c. Hukum diartikan sebagai norma atau kaidah, yakni patokan perilaku

pantas yang diharapkan;

d. Hukum diartikan sebagai tata hukum (yakni hukum positif tertulis)

e. Hukum diartikan sebagai petugas atau pejabat;

f. Hukum diartikan sebagai keputusan pejabat atau penguasa;

g. Hukum diartikan sebagai proses pemerintahan;

h. Hukum diartikan sebagai perilaku teratur dan unik;

i. Hukum diartikan sebagai jalinan nilai;

j. Hukum diartikan sebagai seni.92

Masyarakat juga mempunyai kecenderungan yang besar untuk

mengartikan hukum dan bahkan mengindentifikasi dengan petugas (dalam

hal ini adalah penegak hukum adalah sebagai pribadi), petugas dalam hal ini 92 Ibid., hal. 45-46

106

Page 107: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

khususnya polisi, karena polisi merupakan satu kesatuan atau unit penegak

hukum, maka tingkah laku seorang anggota polisi yang negatif akan

membawa dampak negatif bagi seluruh kesatuannya.93 Dalam hal

sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa masyarakat mengartikan hukum

dengan petugas, maka setiap tindakan dari petugas dianggap sebagai hukum.

Salah satu akibatnya adalah bahwa baik buruknya hukum senantiasa

dikaitkan dengan pola perilaku penegak hukum itu sendiri yang merupakan

pendapatnya sebagai cerminan dari hukum sebagai struktur dan proses.94

Kesadaran masyarakat tentang pentingnya mematuhi hukum yang

berlaku. Masyarakat sebagai sasaran utama dari penegakan hukum yang

menjadi subyek hukum, salah satu contohnya adalah terhadap kesadaran

tertib berlalu lintas dimana masyarakat mengambil peranan penting dari

terciptanya pelaksanaan dalam meningkatkan keamanan dan keselamatan

lalu lintas bagi para pengguna jalan. Masyarakat terkadang tidak peduli

dengan peraturan yang ada, dengan dilakukannya beberapa pelanggaran yang

seperti dijelaskan oleh penulis sebelumnya, padahal hal ini dapat

membahayakan diri mereka sendiri dan orang lain dalam hal berlalu lintas,

karena dapat mengakibatkan kecelakaan. Kesadaran akan pentingnya

mengikuti dan mematuhi peraturan lalu lintas inilah yang merupakan salah

satu hambatan harus segera diatasi baik dengan upaya pencegahan ataupun

penanganan.

93 Romli Atmasasmita, 2007, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung : PT.Refika Aditama, Hal. 123.

94 Soerjono soekanto. 2005, Op.cit, hal. 46

107

Page 108: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Kesadaran dalam masyarakat menyebabkan terjadinya kepatuhan hukum.

Dalam hal kepatuhan seseorang untuk berkendara dengan tertib sebagai

pengguna jalan, hal ini akan menimbulkan sebuah konflik dimana masyarakat

dalam secara pribadi adalah merupakan manusia yang bebas, akan tetapi di

lain pihak kebebasan tersebut dibatasi oleh hak dari individu lain sebagai

suatu komponen masyarakat yang bebas pula. Dalam kepatuhan inilah yang

memang belum dapat dilakukan masyarakat sebagai subyek hukum secara

individu dengan sadar akan hak dan kewajibannya di dalam peran sertanya

untuk menciptakan ketentraman dan sehubungan dengan minimalisir

kekhawatiran di dalam masyarakat.

5. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan sebernrnya bersatu padu dengan faktor masyarakat

namun sengaja dibedakan karena didalam pembahasannya diketengahkan

masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau

non material. Hal ini dibedakan sebab menurut Lawrence M. Friedman yang

dikutip Soerdjono Soekamto , bahwa sebagai suatu sistem (atau subsistem

dari sistem kemasyarakatan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi

dan kebudayaan.

Struktur menyangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut yang,

umpamanya, menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum

antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan

seterusnya. Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencangkup nilai-

nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan

108

Page 109: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti)

dan apa yang diangap buruk (sehingga dihindari). Pasangan nilai yang

berperan dalam hukum menurut Soerdjono Soekamto adalah Nilai ketertiban

dan nilai ketenteraman, Nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai

rohaniah/keakhlakan, serta Nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai

kebaruan/inovatisme.95

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam hal Penerapan aturan hukum ini

tentu saja juga harus memperhatikan kebudayaan tempat sekitar, dimana di

beberapa daerah tertentu meminum minuman keras adalah merupakan suatu hal

sebagai wujud perayaan dan penghormatan terhadap si pemilik hajat, tidak

kemudian serta merta menjadi suatu hal yang dapat dikategorikan sebagai suatu

Tindak Pidana Ringan. Apabila dalam ketentuan Peraturan Mahkamah Agung

hanya menyebutkan mengenai hal sanksi tanpa spesifikasi tertentu, maka hal ini

dapat menjadi pemicu kriminalisasi terhadap nilai-nilai sosial yang merupakan

unsur di dalam kebudayaan itu sendiri, mengingat setiap daerah memiliki

kebudayaan yang berbeda.Pengaturan secarta nasional bukan pula berarti

pemaksaan terhadap suatu nilai.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, apabila dikaitkan dengan data perkara

yang menjadi bahan untuk kajian dalam tesis ini, didapat kendala dalam hal

sosialisasi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 di daerah Jepara,

karena masyarakat akan kebingungan terhadap system hukum yang baru terkait

implementasi Peraturan Mahkamah Agung tersebut. Terkait dengan persepsi

masyarakat bahwa seorang yang sedang diproses perkaranya di kepolisian, maka 95 Ibid.,hal 59-60.

109

Page 110: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

orang tersebut akan ditahan, namun setelah berlakunya Peraturan Mahkamah

Agung RI tersebut, maka si pelaku tindak pidana tidak akan ditahan apabila

ketentuan hukum yang disangkakan terhadapnya termasuk tindak pidana ringan.

Kesadaran aparat hukum dalam hal ini Kepolisian Resor Jepara belum

memiliki kemauan tinggi untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,

tidak memiliki kesadaran akan kewajiban seorang penegak hukum pada dasarnya,

masih lebih mementingkan kepentingan diri sendiri dan lebih bersifat pragmatis.

Kurangnya koordinasi antara para penegak hukum, dalam hal ini antara

kepolisian, jaksa dan hakim terkait penahanan tersangka. Dilihat dari ketentuan

yang diatur di dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2

Tahun 2012 tersebut, menyebutkan bahwa “apabila terhadap terdakwa dilakukan

penahanan, ketua pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun

perpanjangan penahanan”, maka sebelum berkas tersangka belum dilimpahkan

ke pengadilan, penahanan terhadap tersangka baik di kepolisian dan di penuntut

umum, tetap akan dilakukan penahanan, hal ini disebabkan sifat dari ketentuan

Peraturan Mahkamah Agung RI tersebut lebih kepada hakim.

Sidang perkara tindak pidana ringan di Jepara dilakukan hanya setiap hari

Rabu saja. Hal tersebut membuat PERMA No 2 tahun 2012 apabila ada pelaku

tindak pidana yang melakukan tindak pidana pada hari yang lain selain hari rabu,

jika terhadapnya dilakukan penahanan oleh kepolisian, maka akan menunggu

beberapa hari untuk dilakukan proses persidangan terhadap pelaku, hal ini tentu

tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut

110

Page 111: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

apabila tindak pidana yang dilakukan termasuk tindak pidana ringan, karena

terhadapnya telah dilakukan penahanan.

3.2.2. Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Ringan Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012

Tindak Pidana Ringan juga di sebut sebagai kejahatan ringan (Lichte Mis

drijven) seringkali dianggap sebagai permasalahan yang krusial dalam kehidupan

masyarakat kita, salah satu contoh tindak pidana ringan yang sering muncul dalam

pemberitaan adalah pencurian ringan. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum

Pidana (KUHP) terdapat beberapa kejahatan mengenai harta benda (vermoegens

delicten), “apabila kerugian yang diakibatkan tidak melebihi dua puluh lima

rupiah, dinamakan kejahatan ringan dan hanya di ancam dengan hukuman seberat-

beratnya hukuman penjara selama tiga bulan. “96 Sebagai contoh, maraknya kasus

pencurian barang dengan nilai ekonomis rendah (pencurian ringan), seringkali

menjadi sorotan publik. Penanganan kasus pencurian dengan nilai ekonomis

rendah seringkali menjadi dilema bagi aparat penegak hukum, untuk

menentukan mana yang harus diutamakan, antara keadilan atau kepastian

hukumnya. Keadilan adalah suatu hal yang bersifat relatif, sedangkan kepastian

hukum merupakan hal yang diperlukan demi ketertiban.

Dalam menjalankan profesinya sebagai aparat penegak hukum, seorang

Juris wajib memperlakukan orang yang berperkara (justitiabel) :

1. Sebagai manusia,

2. Dengan keadilan

96 Prodjodikoro,Wirjono. 2003. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama hal. 35

111

Page 112: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

3. Dengan kepatutan

4. Dengan kejujuran.97

Maka, demi menjamin kepastian hukum, aparat penegak hukum memproses

setiap pelaku secara litigasi. Hal ini menimbulkan respons negatif dari

masyarakat. Melihat jumlah kerugian akibat perbuatan pidana yang dilakukan

oleh terpidananya, seharusnya kasus tersebut tidak perlu diproses melalui jalur

persidangan. Sebaiknya kasus tersebut cukup diselesaikan melalui jalan damai,

secara kekeluargaan saja.

27 Februari 2012 merupakan hari istimewa bagi masyarakat kecil, tidak

mampu dan para pencari keadilan, hal ini disebabkan karena Mahkamah Agung

menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012 Tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

(Kitab Undang-undang Hukum Pidana).

Substansi PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini menjawab keluhan

(kritik) masyarakat terhadap berbagai putusan pengadilan yang kerap tidak

memenuhi rasa keadilan, sebagaimana kerap kita temukan proses peradilan dan

putusan hakim menyamaratakan antara pelaku tindak pidana dengan tingkat

kerugian yang sangat besar dan berdampak buruk bagi masyarakat luar, dengan

pelaku tindak pidana dengan tingkat kerugian yang sangat kecil dan tidak

berdampak luas bagi banyak orang, yang terkadang perbuatan tersebut hanya

dipicu (didasari) kebutuhan untuk bertahan hidup.

Terbitnya PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini, melahirkan

konsekuensi bagi ketua pengadilan dalam menerima pelimpahan perkara 97 Notohamidjojo, Oeripan. 2011. Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum. Salatiga: Griya Media hal. 43

112

Page 113: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pencurian, Penipuan, Penggelapan, Penadah, pengrusakan dari Penuntut Umum,

untuk terlebih dahulu memperhatikan nilai  uang atau barang yang menjadi objek

perkara, apabila nilai barang tidak lebih dari Rp. 2.500.000,-- (dua juta lima ratus

ribu rupiah) maka sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah

Agung No 2 tahun 2012, maka ketua pengadilan segera menetapkan hakim

tunggal untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara dengan acara cepat

sebagaimana diatur dalam pasal 205-210 Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana, dan apabila terdakwa sebelumnya dikenakan penahanan maka Ketua

Pengadilan tidak menetapkan penahanan ataupun perpanjangan penahanan (pasal

2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2012).

Diharapkan kasus-kasus ”sepele” tidak lagi diproses melalui hukum acara

biasa dengan rangkaian persidangan yang panjang bahkan terkadang dengan biaya

yang jauh lebih besar dari perbuatan kejahatan yang dilakukan, melainkan

pemeriksaan perkara dilakukan dengan hukum acara cepat yang dapat diputus

dalam satu hari, bahkan terhadap pelaku yang dalam proses pemeriksaan di

kepolisian dan kejaksaan telah ditahan maka dalam pemeriksaan perkara di

pengadilan sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (3) PERATURAN

MAHKAMAH AGUNG ini ketua Pengadilan di minta untuk tidak menetapkan

Penahanan ataupun Perpanjangan Penahanan.

Keberadaan PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini tidak bermaksud

mendelegitimasi sistem peradilan dalam memberikan efek jera bagi pelaku

kejahatan, bukan juga melegitimasi tindakan kejahatan pencurian, penggelapan,

penipuan dan penadahan yang ada dimasyarakat. Bukan juga sebagai bentuk

113

Page 114: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

kompromi, terhadap rendahnya putusan pengadilan pelaku tindak pidana korupsi,

dan maksimalnya hukuman bagi tindakan kejahatan masyarakat meskipun nilai

kerugian yang ditimbulkan sangat rendah. Melainkan sebagai respon kebutuhan

publik terhadap sistem peradilan yang memberikan keadilan

Jika merujuk pada pendekatan teoritik, dalam hukum pidana kita mengenal

apa yang disebut dengan restorative justice suatu pendekatan yang lebih menitik-

beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak

pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang

berfokus pada pemidanaan diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk

menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan

seimbang bagi pihak korban dan pelaku.

Restorative justice itu sendiri memiliki makna keadilan yang merestorasi,

apa yang sebenarnya direstorasi? Di dalam proses peradilan pidana konvensional

dikenal adanya restitusi atau ganti rugi terhadap korban, sedangkan restorasi

memiliki makna yang lebih luas. Restorasi meliputi pemulihan hubungan antara

pihak korban dan pelaku.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini menyesuaikan nilai barang

dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 ayat (1) dan 482 KUHP menjadi Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Oleh sebab itu perkara yang

memenuhi unsur pasal-pasal tersebut dan mengandung nilai barang yang tidak

lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) ditangani dengan

prosedur penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 205-

210 KUHAP.

114

Page 115: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Dengan demikian, perkara tersebut ditangani melalui pemeriksaan dengan

acara cepat, dengan hakim tunggal, prosedur pelimpahan dan pemeriksaan perkara

dilakukan oleh penyidik sendiri tanpa dicampuri oleh penuntut umum. Pasal 2

ayat (1) PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut mengatur bahwa Ketua

Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek

perkara tersebut. Pada Pasal 2 ayat (2) dalam PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG tersebut diatur bahwa perkara dengan nilai barang atau uang yang

menjadi obyek perkara tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu

rupiah) diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat. Di samping itu, Ketua

Pengadilan tidak menetapkan penahanan atau perpanjangan penahanan apabila

terdakwa telah dikenakan penahanan sebelumnya.

Penanganan perkara tersebut tentunya memiliki pengaruh terhadap sistem

peradilan pidana terpadu karena penyesuaian nilai barang dalam Pasal 364, 373,

379, 384, 407 ayat (1) dan 482 KUHP diatur melalui sebuah Peraturan Mahkamah

Agung yang memiliki kedudukan dan kekuatan mengikat tersendiri sebagaimana

diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan.

3.2.3. Penanganan Perkara Tindak Pidana Ringan Menurut Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 di Polres Jepara

Undang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia

adalah Negara Hukum. Salah satu ciri dan persyaratan utama dari sebuah negara

hukum adalah terdapatnya asas pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan

yang biasanya terdiri dari kekuasaan legislatif untuk membentuk undang-undang;

115

Page 116: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

kekuasaan eksekutif untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan undang-

undang yang dibuat oleh lembaga legislatif tersebut; dan kekuasaan yudikatif

yang menjalankan lembaga peradilan apabila terdapat penyimpangan di dalam

pelaksanaan undang-undang; serta kekuasaan administratif. Kekuasaan yudikatif

di Indonesia dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) beserta badan peradilan

di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan

kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum

dan keadilan.

Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dari semua

Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasanya terlepas dari

pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Sebagai lembaga peradilan

tertinggi, Mahkamah Agung diberikan beberapa fungsi untuk menjalankan

perannya, yaitu fungsi mengadili di tingkat kasasi, fungsi menguji setiap peraturan

perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-undang dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang sesuai Pasal

24 A ayat (1) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu,

ada fungsi memberikan nasehat kepada lembaga negara lainnya, fungsi

mengawasi seluruh lembaga peradilan yang berada di bawahnya, fungsi

administratif dan fungsi mengatur. Bentuk dari fungsi yang disebut terakhir ini

adalah dengan pembentukan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan

Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).

Fungsi ini diberikan berdasarkan Pasal 79 Undang-undang Mahkamah

Agung yang berbunyi, “Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal

116

Page 117: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-

hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang.

Ketentuan Pasal 131 Undang-undang No. 1 Tahun 1950 tentang Susunan,

Kekuasaan, dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia menjadi dasar

hukum yang pertama bagi Mahkamah Agung untuk menjalankan fungsi

pengaturan yang berbunyi, “Jika dalam jalan-pengadilan ada soal yang tidak

diatur dalam Undang-undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri

secara bagaimana permasalahan itu harus diselesaikan”

Dalam praktik beracara pidana dikenal istilah: Tipiring. Istilah ini

merupakan singkatan dari istilah yang terdapat dalam Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana, BAB XVI Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan, Bagian

Keenam Acara Pemeriksaan Cepat, Paragraf I Acara Pemeriksaan Tindak

Pidana Ringan. Masyarakat umum mengenal istilah Tipiring sebagai tindak

pidana yang dari namanya yang menggunakan kata ”ringan” sudah langsung

diketahui merupakan tindak pidana yang bersifat ringan.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2012 isinya adalah

menyesuaikan nilai barang dalam Pasal 364, 373, 379,384, 407 ayat (1) dan 482

KUHP menjadi Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Oleh sebab itu

perkara yang memenuhi unsur pasal-pasal tersebut dan mengandung nilai barang

yang tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) ditangani

dengan prosedur penyelesaian tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam

Pasal 205-210 KUHAP.

117

Page 118: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Dengan demikian, perkara tersebut ditangani melalui pemeriksaan dengan

acara cepat, dengan hakim tunggal, prosedur pelimpahan dan pemeriksaan perkara

dilakukan oleh penyidik sendiri tanpa dicampuri oleh penuntut umum. Pasal 2

ayat (1) PERATURAN MAHKAMAH AGUNG tersebut mengatur bahwa Ketua

Pengadilan wajib memperhatikan nilai barang atau uang yang menjadi obyek

perkara tersebut. Pada Pasal 2 ayat (2) dalam PERATURAN MAHKAMAH

AGUNG tersebut diatur bahwa perkara dengan nilai barang atau uang yang

menjadi obyek perkara tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu

rupiah) diperiksa dengan acara pemeriksaan cepat yang prosedurnya telah

dijelaskan pada bab sebelumnya. Di samping itu, Ketua Pengadilan tidak

menetapkan penahanan atau perpanjangan penahanan apabila terdakwa telah

dikenakan penahanan sebelumnya.

Setelah melakukan penelitian lebih lanjut pada Kepolisian, ternyata pada

Polres Jepara, peneliti belum menemukan adanya Tipiring yang di maksud

dalam pasal 1 PERATURAN MAHKAMAH AGUNG No.2 Tahun 2012 yang di

tangani oleh bagian penanganan Tipiring/ Staf Ur Bin Ops Polres Jepara. Menurut

keterangan yang diberikan oleh seorang narasumber penelitian yaitu Kaur Bin

Ops Sat Reskrim Polres Jepara kepada peneliti, yaitu Bapak IPTU Sulis, SH, pada

tanggal 12 Februari 2014, Sat reskrim Res Jepara sejak kurun waktu 2012-2013,

ada beberapa kasus yang tentang tipiring yang sesuai dengan implementasi

PERMA no 2 tahun 2012, namun Perma tersebut belum bisa di laksanakan secara

meksimal karena masih banyak kendala yang di hadapi penyidik, antara lain

terhadap tersangka pencurian Burung yang ditangkap oleh masyarakat dan di

118

Page 119: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

serahkan ke polisi, dengan harapan tersangka tersebut dapat dihukum, namun

kalau penyidik mengikuti PERMA NO 2 TAHUN 2012 maka terhadap tersangka

tidak dilakukan penahan karena kasus tersebut tipiring dan bagaimana perasaan

korban dan masyarakat yang menyerahkan tersangka ke polisi tersebut. ‘’ Bisa-

bisa kantor polisi diamuk masyarakat’’ demikian penyampaian pak Sulis kepada

peneliti. Selain itu masih banyak kendala yang dihadapi Polisi dalam penerapan

PERMA tersebut.

Berikut ini adalah tabel perkara Tindak Pidana Pencurian, Penadahan,

Penipuan, Penggelapan dengan nilai kerugian kurang dari Rp 2,5 juta yang

ditangani oleh Polres Jepara Mulai Oktober 2012 sampai dengan bulan Juli 2013.

119

Page 120: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Tabel 3.1 Perkara Tindak Pidana Ringan dengan nilai kerugian kurang dari Rp 2,5 juta yang ditangani oleh Polres Jepara dan Pengadilan

Negeri Jepara Mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Juli 2013

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 81 31

Oktober 2012

Pada hari Rabu tgl 11 April 2012 jam 16.45 Wib di Café Melati pungkruk Ds. Mororejo Mlonggo Jepara telah terjadi tindak pidana penggelapan HP

Mahfud Junaidi als junet, 30 th, swasta, Ds Plajan Rt 26/04 Kec. Pakis Aji Jepara

Rp. 1.500.000,- LP/060/IV/2012/Jateng/Res Jpr 12 April 2012

372 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

2 15 Januari 2013

pada hari selasa tgl 15 Januari 2013 jam 02.00 Wib di Rumah Tatik Supriyanti, Ds Robayan Rt 07/02 Kalinyamatan Jepara telah terjadi tindak pidana dan atau penipuan ( meminjam laptop )

Afian erviyanto bin Arifin, 26 th, swasta, Ds. Margoyoso Rt 02/03 Kalinyamatan Jepara

Rp 2.300.000,- LP/A101/I/2013/Jateng/Res Jepara/Sek Kalinyamatan 15 Januari 2013

372 KUHP jo 378 KUHP

Kekeluargaan / dengan membuat pernyataan damai

3 21 Januari 2013

pada hari Kamis tgl 07 januari 2013 jam 04.30 di Saripan Rt 01/06 jepara telah terjadi tindak

Sukadi Bin Kasmin (Alm), 47 th, Tani, Ds. Singorojo Rt 03/01

Rp 1.700.000,- LP/107/VI/2012/Jateng/Res Jpr 07 Januari 2013

363 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

120

Page 121: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8pidana pencurian ( Sepeda Ontel merk Polygon)

Mayong Jepara

4 18 Februari 2013

Pada hari Kamis 27 Desember 2012 jam 18:05 Wib di Ds. Sinanggul Rt 18/03 Kec. Mlonggo Jepara telah terjadi tindak pidana penggelapan (penggelapan HP)

Leni astutuik binti Juwardi, 33 th, Swasta, Ds. Slagi Rt 18/10 Kec. Pakis Aji Jepara

Rp. 1.000.000,- LP/12/I/2013/Jateng/Res Jpr 09 Januari 2013

372 KUHP Kekeluargaan / dengan membuat pernyataan damai

5 14 Maret 2013

Pada hari Sabtu 16 Pebruari 2013 jam 21.00 Wib di Potroyudan 03/01 Jepara telah terjadi tindak pidana penipuan dan penggelapan ( Tanam modal uang di bawa kabur )

Andi Saputra Bin Azis ( Alm), 31 th, Ds. Kriyan Rt 05/01 Kalinyamatan Jepara

Rp. 2.000.000,- LP 62/II/2013/Jateng/Res Jepara 28 Pebruari 2013

372 dan 378 KUHP

Berita Acara Biasa (P-21 )

6 14 Juni 2013

Pada hari Kamis tgl 20 Juni 2013 jam 21.00 Wib di Konter Mutiara Cell turut Ds. Mambak Pakis

Ahmad Tasan als Tasan Bin Mualimin, 19 th, Swasta, Ds.

Rp. 2.450.000,- LP/ 182/VI/2013/ Jateng/ Res Jepara 25 Juni 2013

363 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

121

Page 122: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8Aji Jepara telah terjadi tindak Pidana Pencurian (pencurian HP)

Sukorejo 2/5 Kendal

7 14 Juni 2013

Pada hari lupa tgl 08 Desember 2011 jam 10.00 Wib di Ds. Mulyoharjo Jepara telah terjadi tindak pidana penipuan dan penggelapan ( Cek kosong untuk membayar mebel )

Sujono als Kepling bin rabini, 42 th, swasta, Dk. Juwetan turut Ds. Kecpai Rt 39/07 Tahunan Jepara

Rp.2.500.000,- LP/047/III/2013/ Jateng/ Res Jpr 19 Maret 2012

378 jo 372 KUHP

Berita Acara Biasa (P-21 )

8 29 Juni 2013

Pada hari Kamis 12 Juli 2013 jam 09.30 Wib di Penggergajian Kayu Ds. Petekeyan Tahunan Jepara telah terjadi tindak pidana penggelapan

Nur Baidi als badak bin H. sukur (alm), 37 th, swasta, Ds. Petekeyan 06/02 Tahunan Jepara

Rp. 2.300.000,- LP/ 41/II/2013/Jateng/ Res Jpr 14 Pebruari 2013

372 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

9 11 Agustus 2013

Pada hari Sabtu 15 Juni 2013 jam 08.00 Wib di Dk Sukorejo Ds Pancur Rt 045/09 mayong

Dedi Sutrisno als manto bin sukahar (alm), 64 th, swasta, Ds.

Rp. 1.500.000,- LP/ 191/VII/2013/ Jateng/ Res Jpr 01 Juli 2013

378 jo 372 KUHP

Kekeluargaan / dengan membuat pernyataan

122

Page 123: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8Jepara telah terjadi tindak pidana penipuan dan atau penggelapan ( pinjam HP gak dikembalikan )

Sukerejo Mayong Jepara

damai

10 08 Septembr 2013

Pada hari Sabtu tanggal 17 Agustus 2012 jam 20.00 Wib telah terjadi Tindak Pidana Penadahan burung di rumah tersangka ( membeli burung hasil curian ).

Ruskan bin Ruslan, 36 th, swasta, Dk Ngemplak Ds Sengon Bugel Rt 01/02 Mayong Jepara.

Rp. 400.000,- LP/A/42/IX/2013/Jateng/Res Jpr/ Sek Kota. 08 September 2013

480 KUHP huruf 1 e

Berita Acara Biasa (P-21 )

11 18 Septembr 2013

Pada hari Rabu tgl 18 Sep 2013 telah terjadi tindak pidana membeli atau menerima dari hasil pencurian

Ahmad Khamim bin abdul rojak,44 th, swasta, Ds Tunahan Keling Jepara

Rp. 2.000.000,- LP/199/VII/2013/Jateng/Res Jpr 09 Juli 2013

480 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

12 11 Oktober 2013

Pada hari dan tgl lupa bulan Mei 2013 jam 19.00 Wib di Perumahan

Ahmad Mubin bin H. Rusmanto, 30 th, swasta,

Rp. 1.700.000,- LP/250/VIII/2013 /Jateng/Res Jpr 19 September 2013

362 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

123

Page 124: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8Jepara Regency blok C no 83 Ds Pekalongan Rt 07/02 Batealit Jepara tindak pidana pencurian barang elektronik TV

Perumahan jepara Regency Ds Pekalongan Batealit

13 16 Oktober 2013

Pada hari Selasa jam 20.30 wib di Kediaman Hj. Kasminem Ds Robayan Kalinyamatan Jepara telah terjadi tindak pidana pengrusakan ( kaca meja dan kaca jendela rumah )

Muhammad arif bin Sukar (Alm), 46 th, Swasta, Ds. Purwogondo Rt 08/02 Kalinyamatan Jepara.

Rp. 1.000.000,- LP/32/X/2013/ Jateng/ Res Jpr/ Sek Kalinyamatan 16 Oktober 2013

407 (1) KUHP jo Sub 1e

Berita Acara Cepat / Peraturan MA

14 01 Nopembr 2013

Pada hari Jumat tgl 01 Nopember 2013 jam 06.15 Wib di Kantor Lembaga Pemasyarakatan Jepara telah terjadi tindak pidana penggelapan ( Sepeda Ontel)

Esa ali bin Jumtono, 24 th, swasta, Ds suwawal Pakis aji

Rp. 1.500.000,- LP/08/IV/2013/Jateng/Res Jpr/ sek Pakis Aji 03 April 2013

372 KUHP Berita Acara Biasa (P-21 )

15 03 Nopember

Pada hari Minggu tgl 03 Nopember 2013 di

M. Fatoni Bin Sukari (alm), 24

Rp. 1.000.000,- LP/84/XI/2013/Jateng/Res Jpr/ Sek Tahunan

364 KUHP Berita Acara Cepat /

124

Page 125: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 82013 Counter FAFA Cell Rt

01/02 Tahunan Jepara telah terjadi tindak pidana pencurian HP ( merk Bleckberry curve )

th, swasta, Ds Pulo darat Rt 04/01 Pecangaan Jepara

03 Nopember 2013 Peraturan MA

16 25 Nopember 2013

Pada hari Selasa tgl 19 Maret 2013 jam 20.00 Wib di Dk. Sekuping Tubanan Kembang jepara telah terjadi tindak pidana peniupuan dan atau penggelapan HP

Hendra Saputra bin sunawi(alm), 37 th, Swasta, Ds Karangaji Rt 17/12 Kedung Jepara

Rp. 1.200.000,- LP/372/XI/ 2013/ Jateng/ Res Jpr 14 Nopember 2013

378 jo 372 KUHP

Berita Acara Biasa (P-21 )

17 25 Nopember 2013

Pada hari Selasa tgl 19 Maret 2013 jam 20.00 Wib di Dk. Sekuping Tubanan Kembang jepara telah terjadi tindak pidana penipuan dan atau penggelapan Jam Tangan

Sukur mawati binti warkhan, 29th, swasta, Ds Karangaji Rt 17/12 Kedung Jepara

Rp.2.000.000,- LP/372/XI/ 2013/ Jateng/ Res Jpr 14 Nopember 2013

378 jo 372 KUHP

Kekeluargaan / dengan membuat pernyataan damai

18 02 Juli 2013

Pada hari Selasa dirumah Tersangka di sita miras

Bekan Bin Nur Mustofa, Jpr 24

    Psl 6 perda Jepara no 4

Denda Rp 250.000,-

125

Page 126: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8jenis Bir anker 1 btl, Bir hitam 6 btl

thn, Islam, Swasta Ds Kecapi Rt 33 / 6 Kec Tahunan Kab Jepara

tahun 2001 subsider 3 Minggu

19 02 Juli 2013

Pada hari Selasa dirumah Tersangka telah di sita miras jenisa Ciu 176 Btl, AK 283 Btl

Nur Abiat, Jpr 40 Tahun, Islam Swasta Ds Srobyong Rt 04 / 07 Kec Mlonggo Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 800.000,- subsider 3 Minggu

20 02 Juli 2013

pada hari selasa di rumah tersangka telah di sita miras jenis Ginseng 237 botol

Ali ahmadi, Jpr 45 thn, Islam, Swasta Ds mambak Rt 03 / 4 Kec Pakis Aji Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 800.000,- subsider 3 Minggu

21 01 Juli 2013

pada hari senin di rumah tersangka telah di sita miras jenis Ciu 231 Btl

Sugeng Suroso, Jpr 46 Thn Kristen, Swasta Ds Krasak Rt 04 / 07 Kec Bangsri Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 800.000,- subsider 3 Minggu

22 04 Juli 2013

pada hari kamis di rumah tersangka telah disita

Edi Sutrisno Bin H Gino, Jpr 19 01

    Psl 6 perda Jepara no 4

Denda Rp 300.000,-

126

Page 127: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 8miras jenis Ginseng 44 btl

1974 Islam Swasta Ds Bangsri Rt 05 / 17 Kec Bangsri Kab Jepara

tahun 2001 subsider 3 Minggu

23 06 Juli 2013

Pada hari Sabtu di rumah tersangka telah disita miras jenis Ginseng 5 ltr

hadi Saputro Bin Munasri, Jpr 28 Okt 1986, Islam Swasta Ds Kendengsidialit Rt 08 / 02 Kec Welahan Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 300.000,- subsider 3 Minggu

24 06 Juli 2013

Pada hari Sabtu di rumah tersangka telah disita miras jenis Ciu 278 btl

Sri Endah Lestari Jpr 01 mei 1971 Islam, Swasta Ds Cepogo rt 03 / 01 Kec Kembang Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 800.000,- subsider 3 Minggu

25 09 Juli 2013

Pada hari Rabu di rumah tersangka di sita miras jenis AK 30 btl

Soim, Semarang 08 agst 1978 Islam, Swasta Ds Krapyak Rt 06 / 09 Kec Tahunan Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 300.000,- subsider 3 hari

127

Page 128: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

NoHari

/Tanggal Kejadian

Uraian singkat Kejadian / BB Tersangka Kerugian

Materii No. Reg Laporan Polisi Pasal disangkakan Saikara

1 2 3 4 5 6 7 826 11 Juli

2013Pada hari Jumat di rumah tersangka di sita mirasGinseng 12 btl

Sulkan Als Sujud Jpr 09 07 1972, Islam Swasta Ds mambak Rt 04 / 04 Kec Pakis Aji Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 500.000,- subsider 3 ha

27 18 Juli 2013

Pada hari Jumat di rumah tersangka di sita miras jenis Bir 45 btl

Purwanto Bin Dasir Jpr 01 Sept 1956 Islam, Swasta Ds Menganti Rt 07 / 02 kec Kedung Kab Jepara

    Psl 6 perda Jepara no 4 tahun 2001

Denda Rp 300.000,- subsider 3 hari

128

Page 129: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pada periode Oktober 2012 sampai dengan bulan Juli 2013, dari tabel di

atas Pihak penyidik (Polisi) dalam memproses tindak pidana ringan belum

sepenuhnya menerapkan Peraturan Mahkamah Agung No 2 tahun 2012, begitu

pula dengan yang dilakukan pihak Pengadilan dalam hal ini adalah Hakim juga

belum sepenuhnya memproses tindak pidana ringan sesuai dengan peraturan

mahkamah agung tersebut.

Dari perkara yang di tangani oleh Polres Jepara terhadap tindak pidana

ringan sebagian besar diproses dan limpahkan ke pengadilan antara lain terhadap

tindak pidana pencurian yang melanggar pasal 364 KUHPidana akan tetapi untuk

tindak pidana penipuan dan penggelapan diupayakan dengan perdamaian antara

tersangka dengan pihak korban.

Selain tindak pidana yang diatur dalam KUHPidana dan Peraturan

Mahkamah Agung di kabupaten Jepara juga telah terbit peraturan daerah yang

mengenai minuman keras yang diatur dalam peraturan daerah kabupaten Jepara

nomor 4 tahun 2001 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Daerah Nomor 2

Tahun 2013 tentang Larangan Minuman Beralkohol yang isinya lebih

memberatkan sanksi hukuman bagi pelanggaran peraturan daerah tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan pada Hakim Pengadilan Negeri

Jepara pada tanggal 25 Februari 2014, yakni bapak Bungaran Papahan, SH. Dan

Bapak Rifandi, SH. MH selaku informan utama bagi penelitian ini terhadap

tindak pidana ringan yang telah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jepara,

menjelaskan pendapatnya bahwa meskipun Peraturan Mahkamah Agung

berwujud suatu peraturan, ia tetap tidak dapat menyesuaikan maupun merubah

129

Page 130: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

KUHPidana. Peraturan Mahkamah Agung kedudukannya di bawah KUHPidana.

Karena KUH Pidana yang wujudnya adalah Undang-Undang, kedudukan KUHP

dalam hierarkhi peraturan Perundang-undangan adalah lebih tinggi daripada

Peraturan Mahkamah Agung. Sehingga, Peraturan Mahkamah Agung tidak

dapat diimplementasikan secara maksimal di Pengadilan Negeri Jepara , karena

secara akademis, dianggap bertentangan dengan sistem tertib hukum yang ada.

Alasan ke-2 Hakim Pengadilan Negeri Jepara tidak menerapkan Peraturan

Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 karena, untuk merubah ataupun

menyesuaikan KUHP dengan masa kini, harus ada Undang-Undang yang

disusun dan disahkan oleh Legislatif sebagai KUHPidana baru. Peraturan

Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2012 memiliki kelemahan, tidak akan mungkin

dapat diterapkan pada residiv. Misalkan ada Residiv kasus Narkoba yang mencuri

uang Rp 1 juta karena ia membutuhkan uang untuk membeli Narkoba, dan ia

diproses secara hukum, maka sangat tidak adil jika Peraturan Mahkamah Agung

ini diterapkan baginya. Orang yang jahat (residiv tersebut), tidak mungkin

dihukum ringan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Peraturan Mahkamah

Agung No. 2 Tahun 2012 tersebut. Terkait sanksi, aparat penegak hukum tetap

menggunakan pasal 362 KUHPidana untuk menjerat pelaku tindak pidana

pencurian yang nilai kerugiannya kurang dari Rp 2,5 juta disebabkan bahwa

pasal 364 KUHPidana seperti yang ditentukan Peraturan Mahkamah Agung No. 2

Tahun 2012 tidak tepat bila diterapkan bagi residiv, dan akan lebih efektif jika

pelaku dijerat pasal 362 KUH Pidana yang ancaman hukumannya lebih berat.

Tetapi, dalam memutus suatu perkara, Hakim juga mempertimbangkan

130

Page 131: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

hukuman yang akan dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana pencurian dengan

nilai kerugian kurang dari Rp 2,5 juta dengan pelaku yang bukan residiv.

Analisis yang dapat dikemukakan oleh peneliti, KUHP yang merupakan

warisan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda memiliki banyak kekurangan

apabila tetap diterapkan sebagai aturan hukum Pidana di Indonesia. Selain ada

substansinya yang sudah kuno, nilai mata uang di dalamnya pun sudah tidak

sesuai lagi dengan mata uang sekarang.

3.3. Kebijakan Peraturan Mahkamah Agung dalam rangka menanggulangi

tindak pidana ringan di masa yang akan datang

Fokus perhatian dalam suatu proses peradilan pidana adalah orang yang

melanggar hukum yaitu tersangka atau terdakwa. Tersangka atau terdakwa

sebagai pelaku tindak pidana atau orang yang dianggap telah melanggar nilai-nilai

yang disepakati bersama harus berhadapan dengan aparat Negara yang bertugas

menegakkan hukum dan keadilan.

Sebagai wakil negara yang telah menerima mandat dari warga

masyarakatnya, aparat penegak hukum memiliki posisi yang lebih kuat daripada si

pelaku tindak pidana. Kondisi ini yang kemudian menimbulkan kekawatiran akan

adanya kesewenang-wenangan aparat penegak hukum dalam menjalankan

kewenangan yang dimilikinya. Hal yang menimbulkan kekawatiran ini kemudian

terbukti dengan masih adanya berita tentang praktik-praktik penyiksaan yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam rangka memperoleh pengakuan dari

131

Page 132: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

tersangka/ terdakwa. Oleh karena itu merupakan hal yang wajar bila kemudian

muncul simpati pada pihak yang lemah ini. Bentuk simpati ini antara lain dengan

diberikannya seperangkat hak pada tersangka / terdakwa untuk membela dirinya

melalui proses hukum yang adil.

Proses hukum yang adil merupakan cita-cita dari pelaksanaan hukum

acara pidana. Kepedulian yang demikian besar kepada tersangka / terdakwa

mengakibatkan diabaikannya pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan

pidana, yaitu korban (sebagai saksi utama yang mengalami atau menjadi obyek

tindak pidana).

3.3.1. Kajian Komparatif Pengaturan Tindak Pidana ringan dengan Negara Prancis

A. Pembagian Bentuk Kejahatan Perancis

Penal Code Perancis terbagi dalam 5 buku. Pembagian ini berbeda dengan

pembagian dalam KUHP Indonesia yang terbagi dalam 3 buku, yaitu aturan

umum, kejahatan, dan pelanggaran. Perancis membagi Penal Code nya menjadi 5

buku yang terdiri dari General Provisions, Feloniesand Misdemeanors against

Person, Felonies and Misdemeanors against Property, Felonies and

Misdemeanor against The Nation, The State and The Public Peace, dan Other

Felonies and Misdemeanors. Indonesia mengenal dua bentuk kejahatan, yaitu

kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan sendiri terbagi lagi menjadi dua bentuk,

yaitu kejahatan biasa dan kejahatan ringan.

Perancis mengenal tiga bentuk kejahatan, yaitu felony, misdemeanor¸ dan

petty offence. Pembagian tersebut didasarkan pada tingkat keseriusan kejahatan itu

132

Page 133: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

sendiri. Ketentuan tersebut dituangkan dalam Article 111-1 Penal Code Perancis

yang berbunyi, “Les infractions pénales sont classées, suivant leur gravité, en

crimes, délits et contraventions”. 98 Dalam Bahasa Inggris dapat diterjemahkan

menjadi, “Criminal offences are categorized as according to their seriousness as

felonies, misdemeanors, and petty offences”.99 Di samping tingkat keseriusan,

Perancis membagi kejahatan berdasarkan pengaturannya. Di Indonesia,

pengaturan mengenai kejahatan dan pelanggaran diatur dalam buku yang terpisah

namun masih dalam satu Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Sedangkan Perancis mengatur felony dan misdemeanor serta petty offence dalam

dua bentuk pengaturan. Felonies dan misdemeanor diatur dalam undang-undang

(Statute) sedangkan petty offences diatur dalam peraturan biasa (regulations) di

luar Penal Code-nya. Definisi mengenai felony, misdemeanor, dan petty offences

sulit ditemukan dalam Penal Code Perancis. Definisi yang cukup menggambarkan

maksud felony, misdemeanor, dan petty offences justru dapat ditemukan dalam

peraturan formilnya, yaitu French Penal Procedure Code.

Article 381 paragraf 2 Penal Procedur Code Perancis menjelaskan bahwa,

“Sont des délits les infractions que la loi punit d'une peine d'emprisonnement ou

d'une peine d'amende supérieure ou égale à 3 750 euros”. Dalam bahasa Inggris

dapat diterjemahkan menjadi “Misdemeanours are the offences the law punishes

by ordinary imprisonment or by a fine in excess of € 3,750”. Pertanyaan yang

muncul kemudian apakah definisi ini cukup menggambarkan maksud dari

98 Legifrance, French Code Penal, revisi terakhir 13 Oktober 2010, pasal 111-199 John Rason Spencer, French Penal Code, Selwyn College, diunduh dari http://legislationline.org/documents/section/criminal-codes pada tanggal 1 Juni 2012 pukul 16.20 WIB

133

Page 134: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

misdemeanor itu sendiri. Dalam pasal tersebut disebutkan “ordinary

imprisonment”. Pidana penjara yang bagaimana yang dimaksud dalam tersebut

menjadi pertanyaan berikutnya. Untuk menjawab hal ini, tentunya peraturan

mengenai pidana penjara bagi misdemeanor harus dilihat kembali dalam Penal

Code Perancis yang mengaturnya. Dalam Article 131-4 diatur bahwa terhadap

misdemeanors dapat dipidana penjara dengan maksimum 10 tahun, 7 tahun, 5

tahun, 3 tahun, 2 tahun, 1 tahun, 6 bulan, dan 2 bulan.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa misdemeanors adalah perkara

yang diancam dengan denda yang melebihi € 3,750 atau pidana penjara minimal

2 bulan dan maksimum 10 tahun. Sedangkan definisi petty offences dapat dilihat

dari Article 521 paragraf 2 yang berbunyi, “Petty offences are offences which the

law punishes with a fine of up to € 3000”. Dengan demikian, petty offences adalah

perkara yang oleh hukum dapat dipidana dengan denda paling banyak € 3000.

Dalam Penal Procedur Perancis ini sulit untuk menemukan definisi felony.

Akan tetapi pengertian dari felony itu dapat disimpulkan dari bentuk pidana yang

dijatuhkan terhadapnya. Ketentuan pidana ini dapat ditemukan dalam Pasal 131-1

Penal Code Perancis. Dalam pasal ini ditentukan bahwa terhadap felonies dapat

dipidana dengan penjara seumur hidup, maksimal 30 tahun, maksimal 20 tahun,

maksimal 15 tahun, dan minimal 10 tahun.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa felonies adalah perkara yang

dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan minimal 10 tahun.

Bentuk kejahatan felonies dan misdemeanor yag diatur dalam Penal Code

Perancis tidak ditentukan secara eksplisit melainkan penentuannya harus dengan

134

Page 135: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

memperhatikan ancaman pidana yang diberikan. Contoh bentuk felonies yang

diatur dalam Penal Code Perancis, antara lain Article 211-1 tentang genosida,

Article 221-1 tentang pembunuhan, Article 222-23 tentang perkosaan, dan lain-

lain. Contoh bentuk misdemeanors yang diatur dalam Penal Code Perancis, di

antaranya Article 222-33 tentang perbuatan pelecehan seksual, Article 223-3

tentang menelantarkan orang perlu ditolong, Article 311-3 tentang pencurian, dan

lain-lain. Sedangkan bentuk kejahatan petty offences diatur terpisah.

Dari definsi dan contoh-contoh kasus tersebut di atas dapat dilihat bahwa

pembagian bentuk kejahatan di Perancis dan di Indonesia sedikit berbeda. Di

Indonesia, kejahatan terbagi dalam dua bentuk, yaitu kejahatan dan pelanggaran.

Kejahatan sendiri terbagi lagi menjadi dua bentuk, yaitu kejahatan biasa dan

tindak pidana ringan. Terhadap tindak pidana ringan ini mengandung unsur lain

selain unsur perbuatan yang dilakukan pelaku, yaitu nilai barang yang menjadi

objek perkara. Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan

yang diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407, dan 482 apabila nilai barang

yang menjadi objek perkara tidak lebih dari Rp. 250,00 (dua ratus lima puluh

rupiah). Melalui PERMA No, 2 Tahun 2012 nominal ini mengalami penyesuaian

menjadi Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). Dengan demikian,

suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan apabila

memenuhi unsur perbuatan dalam pasal dan unsur nilai barang yang mnejadi

objek perkara. Lain halnya dengan misdemeanor di Perancis di mana tidak

membutuhkan unsur nilai barang agar dapat dikategorikan misdemeanor.

135

Page 136: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Penentuan ini cukup dengan memenuhi unsur perbuatan yang diatur dalam pasal

dan pidana penjaranya maksimal 10 tahun atau denda lebih dari € 3,750.

Perbandingan Prosedur Penyelesaian Tindak Pidana Ringan dan

Misdemeanor di Perancis

Pada bab-bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai sejarah singkat

pengaturan tindak pidana di Indonesia beserta hukum acaranya yang mendapat

pengaruh dari hukum pidana Belanda. Hukum pidana Belanda sendiri pun

mendapat pengaruh dari negara lain, yaitu Perancis. Baru dua tahun Belanda

berhasil memberlakukan kodifikasi hukum pidana nasional, Perancis manjajah

Belanda, yaitu pada tahun 1811. Pada saat itu, sama halnya dengan pada saat

Belanda menjajah Indonesia, Perancis yang pada waktu itu menjajah Belanda juga

memberlakukan kodifikasi hukum pidananya (Code Penal) di Belanda yang

dibuat pada tahun 1810 saat Napoleon Bonaparte menjadi penguasa Perancis.

Pada tahun tahun 1813, Perancis meninggalkan Belanda. Namun demikian negara

Belanda masih mempertahankan Code Penal itu sampai tahun 1886. 100 Dengan

demikian, hukum pidana Belanda sendiri mendapat pengaruh dari hukum pidana

Perancis dan hukum pidana Indonesia mendapat pengaruh dari Belanda.

Secara tidak langsung hukum pidana Indonesia pun mendapat sedikit

banyak pengaruh dari Perancis. Negara Perancis menganut asas Pemisahan

Kekuasaan atau Separation of Powers. Pemisahan kekuasaan yang dimaksud

terdiri dari kekuasaan legislatif (legislative power of Parliament), kekuasaan

100 Kanter dan Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM-PTHM, 1982), hal 42.

136

Page 137: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

eksekutif (executive power of government), dan kekuasaan yudikatif (the power of

judiciary). Sistem peradilan di Perancis merupakan double pyramid structure yang

terdiri dari dua bentuk yang terpisah, yaitu administrative court dan judicial

court.

“The Administrative Court settle disputes between users and public authorities.

- Conseil d’ etat hears cases in first and last instance. It is both adviser to the government and the supreme administrative court.

- The court with general competence are the administrativecourts, administrative appeal court, and the Consel d’ etat (asjurisdiction).

- Administratove courts special competence are the financialcourts (Court of Auditor, Regional Court of Auditor, Court of Budget, and Financial Discipline) and various other tribunal like the disciplinary of professional orders”. 101

Pengadilan Administratif ini menyelesaikan perkara antara individu

dengan individu, negara, pejabat publik atau daerah, dll. Pengadilan ini terdiri dari

dua kompetensi, yaitu kompetensi umum dan kompetensi khusus. Pengadilan ini

terdiri dari hierarkhi yang membentuknya seperti piramid. Mereka yang tidak

menerima putusan pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan pemeriksaan

perkara di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.

“The judicial courts settle disputes between persons and sanction offences against persons, property and society. There are three categories of judicial court:

- The court of first instance:1. The civil court: district courts, regional courts, commercialcourts,

emplyment tribunals, agricultural land tribunal, social security tribunal;

2. The criminal court:a) Ordinary court: police courts, regional criminal courts,assize

courts;b) Specialised courts: juvenille courts, military courts political

courts, and the maritime criminal court.

101 Ministere des Affaires Etrangeres, La France ἁ la loupe: The French Justice System, 2007, diunduh dari http://www.justice.gouv.fr/ pada tanggal 5 Juni 2012 pukul 11.25 WIB.

137

Page 138: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

3. Local court, created by Act 2002-1138 of 9 September 2002 to meet the need to make justice more accessible, swifter and capable to dealing more appropriately with small claims andminor offences. Local court have lay judges;

- The courts of second instance: the appeal court;- The supreme court: the Court of Cassation, responsible for ensuring

compliance with the rues of law applied by lower courts. It judges the form and not the merits, unlike the courts o first ad second instance, which judge the facts”

Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, Pengadilan di Perancis tersusun atas

hirarkhi pengadilan yang terdiri dari pengadilan tingkat pertama,pengadilan

tingkat banding, dan pengadilan tingkat kasasi. Pada tingkat pertama terdapat tiga

bentuk badan peradilan, yaitu civil court yang

menangani perkara perdata, criminal court yang menangani perkara pidana, dan

local court yang menangani perkara seperti small claim. Penjelasan pada bab ini

akan lebih terfokus pada bentuk yang kedua ini, yaitu criminal court.

Criminal Court atau Pengadilan Pidana tingkat pertama di Perancis terbagi lagi

dalam beberapa bentuk yang kewenangannya tergantung pada perkara tertentu

yang ditangani. Sebagaimana telah dijelaskan di atas tindak pidana di Perancis

terbagi dalam tiga bentuk, yaitu Crimes, Delits, dan Contraventions.

“Contraventions - (cf. petty offences) - which would include parking and speeding tickets for example are dealt with, if they were to come before a French Court, by the Tribunal de Police.

Délits - (cf. misdemeanours) - more serious offences, which might include for example theft, actual bodily harm etc, are dealt with by the Tribunal Correctionnel.

Crimes - (cf. felonies) - the most serious types of offence such as murder, rape etc. are heard by the Cour d'Assises”.102

102 Criminal Law, diunduh dari http://www.frenchlaw.com/criminal_law.html pada tanggal 15 Juni pukul 12.35 WIB

138

Page 139: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Perancis tidak mengenal istilah tindak pidana ringan seperti di Indonesia. Istilah

yang digunakan terhadap kejahatan dikenal dengan crimes atau terkadang juga

dikenal dengan istilah felonies. Bentuk kejahatan yang lebih sederhana dikenal

dengan istilah delit atau biasa dikenal pula dengan istilah misdemeanour.

Sedangkan contraventions terkadang dikenal pula dengan istilah petty offences.

Ketiga bentuk tindak pidana ini memiliki penanganan dan bentuk pengadilan

tersendiri.

- Contraventions : kira-kira sama dengan pelanggaran - pelanggaran.- Delits : kira-kira sama dengan perkara-perkara sumier, misalnya

pencurian, penggelapan, penipuan, dan sebagainya.- Crimes : kira-kira adalah perkara-perkara pembunuhan, perampokan

dengan kekerasan, dan segala kejahatankejahatan yang dianggap paling beratberat.103

Sekalipun terdapat kesamaan antara hierarkhi pengadilan di Indonesia dan di

Perancis namun pengadilan tingkat pertama di antara kedua negara ini memiliki

perbedaan yang cukup signifikan. Sistem Peradilan Pidana di Indonesia hanya

mengenal bentuk Pengadilan Negeri sebagai pengadilan tingkat pertama,

Pengadilan Tinggi sebagai pengadilan tingkat banding dan Mahkamah Agung

sebagai pengadilan tingkat kasasi dan peninjauan kembali. Perancis juga

mengenal pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, dan kasasi. Akan tetapi,

pada pengadilan tingkat pertama terdapat beberapa bentuk pengadilan lainnya

yang memiliki kewenangan berbeda.

Bentuk tindak pidana paling sederhana atau contraventions/petty offences,

berdasarkan article 178 Penal Procedure Code Perancis, ditangani oleh Police

Court/Tribunal de Police. Pasal tersebut lengkapnya berbunyi, Si le juge estime

103 Lintong Oloan Siahaan, Jalannya Peradilan Prancis Lebih Cepat Dari Peradilan Kita, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981), hal. 43.

139

Page 140: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

que les faits constituent une contravention, il prononce, par ordonnance, le renvoi

de l'affaire devant le tribunal de police ou devant la juridiction de proximité”.

Dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan menjadi, “If the judge considers the

facts amount to a petty offence, he makes an order referring the case to the police

court”. Misdemeanors atau Delits, berdasarkan article 179 Penal Procedur Code

Perancis, ditangani oleh Correctional Court/Tribunal Correctionnel. Pasal tersebut

berbunyi sebagai berikut, “Si le juge estime que les faits constituent un délit, il

prononce, par ordonnance, le renvoi de l'affaire devant le tribunal

correctionnel”. Dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan menjadi, “If the

judge considers the facts amount to a misdemeanour, he makes an order referring

the case to the correctional court”. Tindak pidana paling berat atau

Crimes/Felonies, berdasarkan article 181 Penal Procedure Code Perancis,

ditangani oleh courts assizes/Cour d'Assises. Pasal tersebut berbunyi, “Si le juge

d'instruction estime que les faits retenus à la charge des personnes mises en

examen constituent une infraction qualifiée crime par la loi, il ordonne leur mise

en accusation devant la cour d'assises”.

Dalam bahasa Inggris dapat diterjemahkan menjadi “If the investigating judge

considers that the charges accepted against person under judicial examination

constitute an offence qualified as a felony by the law, he orders their indictment

before the assize court”. Damon C. Woods dalam tulisannya “The French

Correctional Court” mengatakan, “Offences over which the correctional court

140

Page 141: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

exercise jurisdiction are known as delits, as distinguished from ontraventions,

tried in the police courts, and crimes, which go before the courts assizes”.104

Sama halnya dengan prosedur pemeriksaan perkara pidana di Indonesia,

permulaan proses awal dari pemeriksaan perkara di Perancis adalah penyidikan

yang dilakukan oleh kepolisian atau police judiciarre. Hal ini diawali oleh

pengintaian polisi terhadap perkara atau melalui pengaduan dari seseorang.

Mereka melakukan penyeleidikan dan mengambil tindakan sementara seperti

penahanan. Keseluruhan hasil pekerjaan dari polisi-polisi khusus ini dituangkan

dalam bentuk proses verbal yang disebut Enquette preliminaire dan Flagrant delit

dalam hal tertangkap basah.

Setelah proses tadi, polisi tersebut harus melaporkan hal itu kepada jaksa

dan menunggu tindakan selanjutnya. Pada fase ini,polisi tersebut tunduk pada di

bawah perintah dan petunjuk jaksa. Jaksa tersebut kemudian mempertimbangkan

apakah perkara tersebut tergolong ringan sehingga pemeriksaan pendahuluan

cukup dilakukan oleh polisi atau perkara yang cukup berat sehingga

membutuhkan pemeriksaan pendahuluan oleh Juge d’ Instruction. Apabila perkara

tersebut tergolong cukup berat, maka ia segera membuat requisitoire introductive

supaya hakim tersebut dapat melakukan pemeriksaan pendahuluan. Penuntutan ini

disampaikan kepada Ketua Pengadilan yang kemudian akan menunjuk hakim

yang bertugas untuk pemeriksaan pendahuluan melalui ordonance du President du

Tribunal. Permintaan tersebut dapat juga dilakukan oleh saksi korban.

104 Damon C. Woods, The French Correctional Court, Journal of Criminal Law and Criminology (1931-1951), Vol. 23 No. 1 (May-Jun, 1932), Northwestern Law, hal. 20.

141

Page 142: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Pada saat pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh hakim ini, polisi

tadi tunduk di bawah perintah dan petunjuk-petunjuknya. Pada fase pemeriksaan

ini, Hakim bertugas menyelidiki dan mencari kebenaran materil dari kasus

tersebut. Hakim tersebut memproses tetuduh, saksi dan memeriksa alat bukti yang

kemudian dituangkan dalam proces verbal d’ interogatoire. Hakim tersebut juga

dapat mengadakan pemeriksaan setempat, penggeledahan, penyitaan atau

penahanan. Apabila pemeriksaan dianggap sudah rampung maka ia menutup

pemeriksaan dengan ordonance de cloture dan meminta jaksa untuk membuat

penuntutan yang definititf (requisitoire definitive). Kemudian dengan sebuah

ordonance derenvoi ia akan mengirimkan berkas tersebut ke penadilan untuk

disidangkan. Apabila menurut Hakim tertuduh tidak cukup alasan untuk dituntut

maka ia menyatakan hal tersebut dalam sebuah ordonance de non lieu dan

membebaskan tertuduh tadi.

Pemeriksaan perkara di Tribunal de Police biasanya hanya dipimpin oleh

seorang hakim. Pertanyaan-pertanyaan hakim kepada tertuduh dan saksi-saksi

adalah singkat sekali, hanya terdiri dari beberapa kata-kata saja yang merupakan

intinya.

Kalau tertuduh sudah mengaku sejak dari pemeriksaan pendahuluan,

maka saksi-saksi tidak perlu lagi didatangkan di sidang pengadilan. Pengacara dan

jaksa tetap diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan

namun pada pemeriksaan ini hampir tidak pernah lagi mengajukan pertanyaan di

persidangan. Setelah pemeriksaan tersebut, Hakim memberi kesempatan kepada

pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat perbuatan tertuduh untuk mengajukan

142

Page 143: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

gugatan ganti rugi. Gugatan perdata tersebut kemudian diputus bersamaan dengan

putusan pidananya. Hakim juga dapat memberikan kesempatan kepada Securitie

Social, pihak Administration, atau pihak Duane. Setelah itu, Hakim memberikan

kesempatan pada jaksa untuk mengajukan tuntutannya terhadap tertuduh dan

biasanya hanya berlangsung secara lisan dan singkat sekali. Kemudian pengacara

tertuduh dapat menucapkan pembelaannya.

Pada akhirnya kemudian Hakim memberikan putusan yang kadang-kadang dapat

diucapkan dalam sidang itu juga atau diundur untuk dipertimbangkan terlebih

dahulu. Semua hal-hal tersebut di atas, baik tuntutan jaksa, plaidoirie daripada

pengacara tertuduh, advocat dari pihak-pihak lain, maupun putusan Hakim adalah

berlangsung secara lisan (oral). Correctional Court sendiri juga dikenal dengan

istilah Regional Court. Correctional Court terdiri dari seorang hakim ketua dan

didampingi oleh dua orang hakim anggota. Ketentuan ini dapat ditemukan dalam

article 385 paragraf 1 yang berbunyi, “The correctional court is composed of a

presiding judge and of two other judges”. Penanganan perkara tindak pidana

ringan di Indonesia dilakukan dengan acara pemeriksaan cepat dan dipimpin

hanya dengan hakim tunggal. Dengan demikian penanganan Antara tindak pidana

ringan dan misdemeanor di antara kedua negara ini berbeda.

Akan tetapi, Penal Procedure Code Perancis juga mengenal pemeriksaan dengan

hakim tunggal berdasarkan article 398 paragraf 3, yaitu “However, for the trial of

the misdemeanours enumerated under article 398-1, except where the maximum

sentence applicable exceeds five years, taking into account the defendant's

143

Page 144: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

record, it is composed of a single judge who exercises the powers conferred upon

the presiding judge”. Perkara yang dimaksud dalam article 398-1 tersebut adalah

1° “misdemeanours set out in articles 66 and 69 of the legislative decree of 30 October 1935 unifying the law concerning cheques and debit cards;

2° misdemeanours set out in the Traffic Code and also, where committed in the course of driving a vehicle, the misdemeanours set out in articles 222-19-1, 222-20-1, 223-1 and 434-10 of the Criminal Code;

3° misdemeanours concerning the regulation of transport by land; 4° misdemeanours set out in point 2° of article 32 of the legislative decree of 18

April 1939 fixing the rules governing weaponry and munitions;5° misdemeanours set out in articles 222-11, 222-12 (1° to 10°), 222-13 (1° to

10°), 222-16, 222-17, 222-18, 222-32, 227-3 to 227-11, 311-3, 311-4 (1° to 8°), 313-5, 314-5, 314-6, 321-1, 322-1 to 322-4, 322-12, 322-13, 322-14, 433-3, first paragraph, 433-5, 433-6 to 433-8, first paragraph, 433-10, first paragraph and 521-1 of the Criminal Code and L. 628 of the Public Health Code;

6° misdemeanours provided for by the Rural Code concerning hunting, fishing and of the protection of flora and fauna, and the misdemeanours set out by the legislative decree of 9 January 1852 concerning sea fishing;

7° misdemeanours provided for in the Forestry Code and the Town Planning Code for the protection of woods and forests;

8° misdemeanours which do not incur a prison sentence, with the exception of press misdemeanours”.

Dengan demikian, sepanjang perkara yang diatur dalam pasal tersebut tidak

dipidana lebih dari 5 tahun, diperiksa dengan hakim tunggal. Pemeriksaan perkara

di Indonesia yang menggunakan hakim tunggal adalah pemeriksaan pada perkara

tindak pidana ringan yang dilakukan dengan acara cepat dan sebagaimana telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, penyidik atas kuasa penuntut umum

melimpahkan berkas perkara langsung ke pengadilan sekaligus berwenang

menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, atau juru bahasa ke

sidang pengadilan. Fungsi penuntutan dalam kasus misdemeanor di Perancis tetap

berada di tangan jaksa penuntut. Berdasarkan article 398-3, “The duties of the

public prosecutor attached to the correctional court are carried out by the district

144

Page 145: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

prosecutor or one of his deputies; those of the clerk by a clerk of the district

court”. Dengan demikian fungsi penuntutan tetap berada pada jaksa penuntut

yang dilimpahkan kepada district prosecutor. Hal ini dipertegas kembali melalui

article 458 yang berbunyi “The district prosecutor makes, in the name of the law,

such written and oral submissions as he considers appropriate to the ends of

justice”. Terhadap misdemeanor tetap dimungkinkan untuk dilakukan penahanan.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan syarat penahanan yang diatur dalam

KUHAP Indonesia. Tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya paling lama

3 bulan penjara otomatis tidak memenuhi syarat penahanan yang diatur dalam

Pasal 21 ayat (4) KUHAP, yaitu perkara yang diancam dengan 5 tahun penjara.

Ketentuan Penal Procedure Code Perancis mengatur hal lain. Terhadap

misdemeanor tetap dapat dilakukan penahanan.

Hal ini tersirat dari bunyi Pasal 409 yang berbunyi, “On the day fixed for his

appearance at the hearing, the detained defendant is brought there by the law

enforcement authorities”. Berdasarkan pasal ini dapat dilihat bahwa terhadap

misdemeanor masih dimungkinkan untuk dilakukan penahanan.

Pemeriksaan perkara di Tribunal de Correctionnel hampir sama dengan

pemeriksaan perkara di Tribunl de Police. Pemeriksaan di Tribunal de

Correctionnel lebih serius dan detail karena sifat perkaranya yang memang lebih

berat. Pembelaan yang diajukan pengacara tertuduh pun biasanya dilakukan

dengan lebih serius dan lama. Pemeriksaan di sini dapat dilakukan tanpa hadirnya

tertuduh dan diwakili oleh pengacaranya saja sehingga perkara diputus dengan

putusan verstek. Akan tetapi, Hakim tetap menyarankan agar tertuduh hadir

145

Page 146: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

sendiri. Setelah Majelis Hakim selesai memeriksa perkara biasanya mereka akan

merundingkan isi putusan di ruangan tersendiri. Perundingan-perundingan ini

disebut dengan Deliberation.

Hal lain yang membedakan proses pemeriksaan di sidang pengadilan antara tindak

pidana ringan dan misdemeanor di Perancis adalah kesempatan perkara untuk

diajukan di sidang kasasi. Tindak pidana ringan di Indonesia tidak dapat diajukan

upaya hukum kasasi berdasarkan Pasal 45 A Undang-undang Mahkamah Agung

sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 5 Tahun 2004 dan

perubahan kedua melalui Undang-undang No. 3 Tahun 2009 karena ancaman

hukumannya di bawah satu tahun penjara. Hal ini berbeda dengan Misdemeanor

di Perancis.

Berdasarkan Pasal article paragraf 1 yang berbunyi, “Judgments made by the

investigating chamber and judgments rendered by courts of final instance in

felony, misdemeanour or petty offence matters may be quashed in the event of a

violation of the law upon a cassation application filed by the public prosecutor or

by the party adversely affected, pursuant to the following distinctions”, maka

terhadap putusan misdemeanor dapat dimintakan upaya hukum kasasi.

Pemeriksaan perkara di Mahkamah Agung bukanlah peradilan tingkat ketiga atau

terakhir. Mahkamah Agung di Perancis hanya memeriksa penerapan hukumnya.

Bentuk pengadilan terakhir yang berada pada tingkat pertama adalah Cour d’

Assizes yang memeriksan perkara crimes atau felonies. Bentuk pengadilan ini

tidak permanen. Waktu pelaksanaan sidang ini sudah ditentukan dan biasanya

diadakan setiap tiga bulan selama dua minggu.

146

Page 147: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Perkara yang dimasuk dikumpulkan terlebih dahulu dan disidangkan pada waktu

yang telah ditentukan hingga selesai. Apabila Tribunal de Police diperiksa dengan

hakim tunggal dan Tribual d’ Correctionnel diperiksa dengan tiga hakim atau

pada perkara tertentu dengan hakim tunggal, beda halnya dengan pemeriksaan di

Cour d’ Assizes. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh majelis hakim yang terdiri

dari tiga orang dibantu dengan sembilan juri. Ada beberapa kasus yang tetap

diperiksa dengan tiga orang hakim tanpa juri, yaitu aksi teroris dan perkara obat-

obatan. Prosedur pemeriksaan dilakukan dengan sangat serius dan detail hingga

pada pemeriksaan saksi-saksi dan alat bukti. Pada pemeriksaan ini, surat tuntutan

(extrait de minute d’ accusation) dibacakan oleh panitera dan bukan oleh jaksa.

Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sistem di Indonesia. Setelah pemeriksaan

selesai dilakukan, majelis hakim melakukan perundingan untuk memutus perkara

bersama dengan para juri.

B. Ketentuan Pidana Bagi Pelaku Tindak Pidana Ringan dan Misdemeanor

di Perancis

KUHP Indonesia mengenal 2 bentuk pidana yang dapat dijatuhkan pada

pelaku kejahatan. Pasal 10 KUHP Indonesia mengatur pidana terdiri atas:

a. Pidana Pokok

1. Pidana Mati

2. Pidana Penjara

3. Pidana Kurungan

4. Pidana Denda

5. Pidana Tutupan

147

Page 148: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

b. Pidana Tambahan

1. Pencabutan hak-hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim105

Di samping itu, sistem hukum Indonesia juga memungkinkan penahanan

sementara atas tersangka atau terdakwa oleh polisi, atau jaksa, atau bahkan hakim.

Perancis juga mengenal bentuk penahanan pada fase sebelum persidangan. Syarat

penahanan di Indonesia diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan berlaku

umum baik semua bentuk kejahatan. Sedangkan di Perancis syarat penahanan

tergantung pada bentuk kejahatannya. Pada perkara crimes penahanan terhadap

tertuduh dapat dilakukan keharusan menyebutkan alasannya. Penahanan tersebut

dapat dilakukan hingga 10 tahun dan dilakukan oleh Juge d’ Instruction dengan

mengeluarkan perintah penahanan. Sangat berbeda dengan penahanan di

Indonesia yang dilakukan oleh polisi, jaksa, atau hakim. Pada perkara delits,

penahanan dilakukan oleh Juge d’ Instruction akan tetapi perlu memenuhi syarat-

syarat tertentu, misalnya:

a. Bahwa tertuduh harus didampingi oleh seorang Pengacara adalah

merupakan suatu keharusan, kecuali kalau tertuduh menolak

(Presence d’ unavocat).

b. Bahwa alasan-alasan penahanan sementara tersebut harus

dicantumkan dalam surat penetapan (ordonance), misalnya alasan-

alasan untuk kepentingan Pemeriksaan (Necessatie de information),

105 Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, (Bumi Aksara:Yogyakarta, 2007), Pasal 10 KUHP, hal. 5

148

Page 149: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

untuk keamanan (Necessatie de surete), untuk perlindungan dari

serangan-serangan khalayak ramai (protection de public), dan

sebagainya.

c. Bahwa penahanan sementara tersebut harus dengan suatu batas waktu

(limitation dans le temps), misalnya terhadap kejahatan-kejahatan

yang diancam dengan hukuman lebih dari lima tahun penjara maka

batas waktunya adalah empat bulan ditambah dengan perpanjangan

maksimal dua bulan, kalau pemeriksaan belum selesai.

Kalau dalam batas waktu tersebut pemeriksaan pendahuluan juga belum

selesai maka tertuduh harus segera dibebaskan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan

sekalipun tertuduh berada di luar tahanan. Akan tetapi, biasanya kalau sampai

terjadi hal yang demikian, si tertuduh tersebut langsung menghilang melarikan

diri. Inilah salah satu cara untuk memaksa para petugas pemeriksaan pendahuluan

tersebut untuk menyelesaikan pekerjaannya, sebelum waktu enam bulan tersebut

berakhir.

Perancis juga mengenal bentuk penahanan lainnya selain bentuk penahanan

sementara di atas, yaitu La Garde a Vue yang dilakukan misalnya terhadap

perkara flagrant delits atau tertangkap basah dan dilakukan oleh polisi. Masa

penahanan tersebut hanya berlangsung selama 24 jam dan dapat diperpanjang dua

kali atau maksimum 48 jam. Apabila belum ada cukup bukti tentang kejahatan

yang dilakukan dan masa penahanan tersebut habis maka tertuduh harus segera

dibebaskan. Apabila terdapat cukup bukti maka jaksa tadi akan memerintahkan

untuk melanjutkan pemeriksaan hingga ke persidangan. Atau dia dapat juga

149

Page 150: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

menyampaikannya kepada Juge d’ Instruction untuk dilakukan pemeriksaan

pendahuluan. Dalam hal ini akan dipertimbangkan apakah penahanan tersebut

perlu ditingkatkan menjadi detention provisoire atau tidak. Pidana yang diatur

dalam KUHP ini tidak menjadi pembeda antara bentuk kejahatan termasuk

kejahatan ataupun pelanggaran. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, menurut Memorie van Toelichting, pembagian delik dalam

“kejahatan” dan “pelanggaran” itu berdasarkan perbedaan antara apa yang disebut

“delik hukum” (rechtsdelict) dan apa yang disebut “delik undang-undang”

(wetsdelict).

Pembeda lainnya Antara delik hukum atau delik undang-undang karena

peraturan-peraturan pidana dengan secara tegas menerangkan bahwa delik

bersangkutan merupakan kejahatan atau pelanggaran. Pembagian bentuk

kejahatan di Indonesia ini berbeda dengan pemabagian kejahatan di Perancis.

Kejahatan di Perancis dikenal dengan tiga bentuk, yaitu Crimes/Felonies

(kejahatan), Delits/Misdemeanors (kejahatan ringan), dan Contraventions/Petty

Offences (pelanggaran). Pidana yang dijatuhkan menjadi salah satu pembeda

bentuk kejahatan ini. Misalnya, bentuk kejahatan Felony atau Misdemeanor dapat

dipidana dengan pidana penjara atau denda, sedangkan definisi petty offences

adalah kejahatan yang hanya dapat dihukum dengan denda. Akan tetapi, terdapat

kesamaan Antara pembagian bentuk kejahatan biasa dan kejahatan ringan di

Indonesia dengan bentuk felonies dan misdemeanors di Perancis, yaitu dilihat dari

lamanya pidana penjara yang diancamkan. Indonesia mengenal bentuk kejahatan

ringan sebagai perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling

150

Page 151: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

lama tiga bulan atau denda paling banyal Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus

rupiah) termasuk bentuk tindak pidana penghinaan ringan.

Dengan demikian, bentuk kejahatan biasa adalah perkara yang ancaman

hukumannya di atas 3 bulan atau denda di atas Rp. 7.500,00 (tujuh ribu lima ratus

rupiah). Pembagian bentuk kejahatan di Perancis dapat dilihat dari hukuman

pidana yang dijatuhkan. Hal serupa juga disampaikan Utrecht dalam bukunya

Hukum Pidana I, “Perbedaan antara tiga macam delik ini dirasa dalam beratnya

sanksi (hukuman) yang dijatuhkan”.

“One must bear in mind that in France criminal cases are heard by different courts, depending on the nature of the offence. Our 1810 Penal Code and our new 1994 Code classify offences into three groups:

- “contraventions”: very petty offences punished only by fines (minor road offences, breach of bylaws, minor assaults, noise offences etc.).

- “délits”: offences of greater importance subjected to a sentence of a maximum of 10 years. Délits include theft, manslaughter, indecent assault, drug offences, fraud and deception, drunken driving, serious unintentional bodily damages etc.

- “crimes”: offences subjected to custodial sentences from 10 years to a life term (murder, rape, robbery, abduction)”.106

Definisi tersebut sulit ditemukan baik dalam Penal Code Perancis maupun

Penal Procedur Code Perancis. Hal tersebut justru dapat disimpulkan dari pidana

yang dikenakan bagi masing-masing bentuk kejahatan. Article 131-1 Penal Code

Perancis mengatur mengenai hukuman yang dapat dijatuhkan bagi felonies. Pasal

tersebut berbunyi sebagai berikut:

1° La réclusion criminelle ou la détention criminelle à perpétuité ;2° La réclusion criminelle ou la détention criminelle de trente ans au plus3° La réclusion criminelle ou la détention criminelle de vingt ans au plus

106 Heuni, Criminal Justice System in Europe and North America: France, (Finlandia,2001), hal. 13.

151

Page 152: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

4° La réclusion criminelle ou la détention criminelle de quinze ans au plus. La durée de la réclusion criminelle ou de la détention criminelle à temps est de dix ans au moins.

Terjemahan bebas pasal tersebut dalam Bahasa Inggris adalah sebagai

berikut:

“The Penalties incurred by natural persons for the commission offelonies are:1° criminal imprisonment for life or life criminal detention;2° criminal imprisonment or criminal detention for a maximum of thirty

years;3° criminal imprisonment or criminal detention for a maximum of twenty

years;4° criminal imprisonment or criminal detention for a maximum of fifteen

years. The minimum period for a fixed term of criminal imprisonment or criminal detention is ten years”.

Dari bunyi pasal tersebut dapat dilihat bahwa pidana yang mungkin

dijatuhkan pada felonies adalah pidana penjara atau kurungan minimum 10

tahun dan paling lama seumur hidup. Untuk bentuk kejahatan paling berat,

Perancis hanya mengatur maksimal penjara 10 tahun dan tidak mengenal

pidana mati seperti di Indonesia. Akan tetapi, terhadap felonies tetap

dimungkinkan untuk dikenakan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam

article 131-10. Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap misdemeanors diatur

dalam article 131-3 yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:

The Penalties incurred by natural persons for the commission of misdemeanours are:1° imprisonment;2° a fine;3° a day-fine;4° a citizenship course;5° community service;

152

Page 153: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

6° Penalties entailing a forfeiture or restriction of rights, set out under article 131-6;

7° the additional Penalties set out under article 131-10.

Dari bunyi pasal tersebut dapat dilihat bahwa terhadap

misdemeanor tidak hanya dapat dipidana dengan penjara, namun juga dapat

dihukum dengan denda, denda harian, pendidikan kewarganegaan, pelayanan

masyarakat, kehilangan atau pembatasan hak tertentu, dan pidana tambahan

sebagaimana diatur dalam article 131-10. Kedua bentuk felonies dan

misdemeanor dapat dihukum dengan penjara namun terdapat perbedaan

lamanya pidana penjara yang dikenakan terhadap dua bentuk kejahatan ini

yang sekaligus menjadi pembeda di antara keduanya.

“(Act no. 2003-239 of 18 March 2003 Art. 48 Official Journal of 19 March 2003) The scale of custodial sentences is as follows:1° A maximum of ten years;2° A maximum of seven years;3° A maximum of five years;4° A maximum of three years;5° A maximum of two years;6° A maximum of one year;7° A maximum of six months;8° A maximum of two months”

Apabila terhadap felonies dapat dihukum dengan pidana penjara

minimal 10 tahun dan paling lama seumur hidup, misdemeanors justru dapat

dipidana penjara paling lama 10 tahun dan minimal 2 bulan. Sebagaimana

diatur dalam article 131-3, terhadap misdemeanor dapat juga dikenakan

bentuk pidana lain. Apabila misdemeanors dapat dipidana dengan penjara,

Pengadilan dapat memutus pidana denda harian yang mana nominalnya

ditentukan oleh hakim yang dihitung dari dari biaya yang dikeluarkan dan

153

Page 154: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

tidak melebihi €1000 dikalikan sejumlah hari tertentu dan tidak melebihi 360.

Hal ini diatur dalam article 131-5. Pengadilan juga dapat memutus terdakwa

dengan citizenship course atau kursus kewarganegaraan disbanding memutus

dengan pidana penjara. Metode, lamanya, dan materinya ditentukan oleh

conseil d’ etat dan bertujuan untuk mengingatkan kembali nilai-nilai

kebangsaan, rasa hormat terhadap martabat manusia yang menjadi dasar

hubungan sosial. Pengadilan menentukan biaya kursus ini yang tidak

melebihi denda bagi petty offences kategori ketiga dan dikeluarkan dari

ongkos perkara narapidana. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 131-5-1 Penal

Code Perancis.

Selain dua bentuk pidana tersebut, Perancis juga mengenal bentuk pidana

community service atau pelayanan masyarakat yang diatur dalam article 131-

8 Penal Code Perancis. Pengadilan dapat memilih alternative pidana selain

penjara, yaitu melalui pelayanan masyarakat. Pengadilan dapat memutus

terdakwa untuk melakukan pelayanan masyarakat tanpa digaji selama 40

hingga 210 jam di tempat-tempat badan hukum atau asosiasi terakreditasi

perihal pelayanan masyarakat ini. Akan tetapi, pelayanan masyarakat ini

tidak dapat dilakukan apabila terdakwa menolak atau tidak hadir dalam

pemeriksaan pengadilan. Ketiga bentuk pidana ini dapat dijadikan alternatif

bagi hakim dalam memutus perkara selain pidana penjara. Tentunya hal ini

kemudian dapat mengurangi jumlah narapidana di penjara. Sayangnya,

Indonesia belum mengenal bentuk-bentuk alternative pidana ini sedangkan

perampasan atau pembatasan hak terpidana sudah dikenal di Indonesia

154

Page 155: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

melalui Pasal 35 KUHP. Yang membedakan bentuk pidana ini di Indonesia

dan di Perancis adalah bahwa di Indonesia bentuk pidana ini merupakan

bentuk pidana tambahan sedangkan di Perancis bentuk pidana ini ada yang

berada sebagai pidana pokok dan ada yang berada di bentuk pidana

tambahan. Sebagai bentuk pidana pokok, perampsan dan pembatasan hak-hak

tertentu diatur dalam article 131-6, yaitu:

“(Act no. 92-1336 of 16 December 1992 Article 341 and 373 OfficialJournal of 23 December 1992 in force on 1 March 1994) (Inserted by Act no. 2003-495 of 12 June 2003 art. 6 III Official Journal of 13 June 2003) (Act no.2004-204 of 9 March 2004 Article 44 V Official Journal of 10 March 2004 in force 1 October 2004) Where a misdemeanour is punishable by a prison sentence, the court may impose one or more of the following Penalties entailing forfeiture or restriction of rights instead of the prison term:

1° The suspension of a driving licence for a maximum period of five years. This suspension may be restricted to the driving of a vehicle outside professional activities, pursuant to conditions to be determined by a decree of the Conseil d'Etat; this limitation is, however, not possible in misdemeanour cases for which the suspension of the driving licence,incurred as an additional Penalty, may not be limited to driving outside professional activities.

2° Prohibition to drive certain vehicles for a period not exceeding five years;

3° The cancellation of the driving licence together with the prohibition to apply for a new licence for a period not exceeding five years;

4° Confiscation of one or more vehicles belonging to the convicted person;5° immobilisation of one or more vehicles belonging to the convicted

person pursuant to conditions determined by a decree of the Conseil d'Etat for a maximum period of one year;

6° Prohibition to hold or carry a weapon for which a permit is needed; such a prohibition may not be imposed for more than five years;

7° Confiscation of one or more weapons belonging to the convicted person or which are freely available to him;

8° Withdrawal of a hunting licence, together with a prohibition to apply for a new licence; such a prohibition may not be imposed for more than five years;

155

Page 156: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

9° Prohibition to draw cheques, except those allowing the withdrawal of funds by the drawer from the drawee or certified cheques, and prohibition to use payment cards, for a maximum duration of five years;

10° Confiscation of the thing which was used in or was intended for the commission of the offence, or of the thing which is the product of it. However, this confiscation may not be imposed for a press misdemeanour;

11° Prohibition, for a maximum period of five years, to exercise any professional or social activity where the facilities afforded by such activity have knowingly been used to prepare or commit the offence. Such a prohibition is not applicable to the holding of an electoral mandate or union steward ship, nor may it be imposed for a press misdemeanour;

12° Prohibition, for a maximum period of three years, to frequent any places or categories of place determined by the court, and in which the offence was committed;

13° Prohibition, for a maximum period of three years, to associate with certain convicted persons designated by the court, in particular the perpetrators of the offence or any accomplices;

14° Prohibition , for a maximum period of three years, to enter into contact with certain persons specially named by the court, notably the victim of the offence”.

Pidana tambahan di Perancis diatur dalam article 131-10, yaitu

“Where the law so provides, a felony or a misdemeanour may be punished by one or more additional Penalties sanctioning natural persons which entail prohibition, forfeiture, incapacity or withdrawal of a right, an obligation to seek treatment or a duty to act, the impounding or confiscation of a thing, the compulsory closure of an establishment, the posting a public notice of the decision or the dissemination the decision in the press, or its communication to the public by any means of electronic communication”.

Sedangkan di Indonesia, pencabutan hak-hak melalui putusan hakim dapat

ditemukan pengaturannya dalam Pasal 35 ayat (1), yaitu:

156

Page 157: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

“Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal

yang ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum

lainnya ialah:

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

2. Hak memasuki Angkatan Bersenjata;

3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum

4. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan,

hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas,

atas orang yang bukan anak sendiri;

5. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri;

6. Hak menjalankan mata pencarian tertentu”.

Di samping felonies dan misdemeanors, Perancis juga mengenal bentuk

petty offences. Bentuk kejahatan ini dapat diartikan sebagai bentuk kejahatan

yang hanya dapat dihukum dengan pidana denda. Bentuk yang hampir serupa

dengan di Indonesia adalah pelanggaran. Perancis mengatur sanksi pidana bagi

petty offences melalui article 131-12, yaitu denda atau hukuman perampasan atau

pembatasan hak-hak sebagaimana diatur dalam article 131-14. Akan tetapi bentuk

pidana ini tidak mengurangi kewenangan hakim untuk memutus satu atau lebih

pidana tambahan. Petty Offences di Perancis memiliki tingkatannya masing-

masing. Hal ini yang membedakan dengan bentuk pelanggaran di Indonesia.

tingkatan tersebut diatur dalam article 131-13, yaitu:

157

Page 158: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

“(Ordinance no. 2000-916 of 19 September 2000 Article 3 Official Journal of 22 September 2000 in force on 1 January 2002) (Act no. 2003-495 of 12 June 2003 art. 4 I Official Journal of 13 June 2003)Petty offences are offences which by law are punished with a fine not in excess of €3,000. The amount of a fine is as follows:

1° a maximum of €38 for petty offences of the first class;2° a maximum of €150 for petty offences of the second class;3° a maximum of €450 for petty offences of the third class;4° a maximum of €750 for petty offences of the fourth class;5° a maximum of €1,500 for petty offences of the fifth class; an amount

which may be increased to €3,000 in the case of a persistent offender where the regulation so provides, except where the law provides that repetition of a petty offence constitutes a misdemeanour”

Berbicara mengenai pidana denda, Indonesia juga mengenal bentuk pidana

ini sebagaimana telah disebutkan sebelumnya pada Pasal 10 KUHP.

Permberlakuan pidana ini pada bentuk kejahatan di Indonesia berbeda dengan di

Perancis. Di Perancis, pidana denda hanya dapat dikenakan pada misdemeanors

dan petty offences. Di Indonesia, pidana denda ini justru dapat dikenakan baik

pada bentuk kejahatan, kejahatan ringan maupun pelanggaran di mana pasalnya

memang memungkinkan bagi pelaku untuk dijatuhi pidana denda. Di Perancis,

pidana denda ini merupakan bagian dari pidana pokok baik bagi misdemeanors

maupun petty offences dan dapat dijadikan alternatif pilihan hakim untuk

memutus hukuman pidana bagi pelaku. Di Indonesia, bentuk pidana denda ini

juga termasuk dalam bentuk pidana pokok. Akan tetapi, hakim lebih cenderung

untuk memutus terdakwa dengan pidana penjara dibandingkan dengan pidana

denda. Hal ini dipengaruhi oleh nilai denda yang tidak relevan lagi untuk

diterapkan. Misalnya pada Pasal 362 mengenai pencurian yang mengatur

hukuman penjara paling lama 5 tahun penjara atau denda paling banyak Rp.

158

Page 159: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

900,00 (sembilan ratus rupiah). Apabila seseorang mencuri Rp. 2.500.000,00 (dua

juta lima ratus rupiah) dan pidana denda pada pasal tersebut diberlakukan maka

akan terasa sangat tidak adil bagi korban yang kehilangan uang sebesar Rp.

2.500.000,00 (dua juta lima ratus rupiah) sementara pelaku hanya dijatuhi pidana

denda sebesar Rp. 900,00 (sembilan ratus rupiah). Oleh sebab itu, pidana denda

ini menjadi tidak efektif lagi karena tidak sesuai dengan perkembangan zaman.

Pidana denda dalam KUHP belum pernah diperbaharui lagi sejak

perubahannya yang terakhir, yaitu melalui Perpu No. 18 Tahun 1960.

Berdasarkan Perpu tersebut, semua jumlah pidana denda dalam KUHP dikalikan

15 kali. Hingga awal tahun 2012 belum ada perubahan lagi mengenai pidana

denda ini. Di Indonesia, pidana denda masih berada pada kedudukan yang

sekunder, jika dibandingan dengan pidana hilang kemerdekaan.107 hal ini

dikaitkan pada posisi pidana denda yang selalu diletakkan pada posisi kedua

setelah penjara. Terkait hal ini, Mahkamah Agung melalui PERMA No. 2 Tahun

2012 berusaha untuk mengefektifkan kembali pidana denda sehingga hakim dapat

memiliki alternatif lain selain pidana penjara. Pada Pasal 3 PERMA tersebut

diatur bahwa, “Tiap-tiap maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam

KUHP kecuali Pasal 303 ayat (1) dan (2) 303 bis ayat (1) dan (2), dilipatgandakan

menjadi 1.000 (seribu) kali”.

Pada Pasal 4 ditegaskan kembali bahwa, “Dalam menangani perkara

tindak pidana yang didakwa dengan pasal-pasal KUHP yang dapat dijatuhkan

pidana denda, Hakim wajib memperhatikan Pasal 3 tersebut”. Mahkamah Agung

107 Suhariyono AR., Pembaharuan Pidana Denda di Indonesia, (Jakarta: Papas Sinar Sinanti, 2007), hal. 168.

159

Page 160: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

memiliki harapan bahwa dengan diefektifkannya kembali pidana denda ini dapat

mengurangi beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini sudah banyak

ditemukan kapasitas yang melampaui batas.

3.3.2. Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Ringan dimasa yang akan datang.

Dalam praktik beracara pidana dikenal istilah: Tipiring. Istilah ini

merupakan singkatan dari istilah yang terdapat dalam Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana, BAB XVI Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, Bagian

Keenam Acara Pemeriksaan Cepat, Paragraf I Acara Pemeriksaan Tindak

Pidana Ringan.

Masyarakat umum mengenal istilah Tipiring sebagai tindak pidana

yang dari namanya yang menggunakan kata ”ringan” sudah langsung

diketahui merupakan tindak pidana yang bersifat ringan. Adakalanya

diperdengarkan ungkapan seperti : ”Ia hanya kena tipiring saja”. Adakalanya

terdengar pula nada bersifat negatif, bahwa pelaksanaan hukum pidana dapat

dikonstruksi sedemikian rupa, sehingga yang didakwakan hanya Tipiring saja.

Padahal seharusnya yang bersangkutan didakwakan dengan tindak pidana

yang lebih berat yang mempunyai ancaman pidana yang lebih berat pula.

Dengan Tipiring, orang mengharapkan bahwa hukuman yang akan

dijatuhkan oleh Hakim juga bersifat ringan, yaitu apabila dinyatakan bersalah

yang akan dikenakan hanyalah pidana bersyarat saja, yang dikenal sebagai

putusan hukuman tapi tidak dilaksanakan. Sifat ”ringan” dari tindak pidana ini

dan tuduhan adanya penyalahgunaan dari klasifikasi Tipiring.

160

Page 161: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Hakikat Tindak Pidana Ringan adalah tindak-tindak pidana yang

bersifat ringan atau tidak berbahaya. Sedangkan hakikat pengaduan Acara

Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan agar perkara dapat diperiksa dengan

prosedur yang lebih sederhana.

Hal yang menarik dari Tindak Pidana Ringan adalah bahwa tercakup di

dalamnya tindak pidana penghinaan ringan yang letaknya dalam Buku II

KUHPidana tentang kejahatan. Penghinaan ringan ini dalam doktrin

merupakan salah satu dari kelompok tindak pidana yang dinamakan

kejahatan-kejahatan ringan (lichte misdrijven) terdapat dalam Buku II

KUHPidana.

Mengenai latar belakang keberdaan kejahatan-kejahatan ringan (lichte

misdrijven) diberikan komentar oleh Wirjono Prodjodikoro bahwa, Kejahatan

ringan ini dalam zaman penjajahan Belanda ada artinya, oleh karena semua

orang, tanpa diskriminasi, yang melakukan kejahatan ringan ini, diadili oleh

”Landrechter” seperti semua orang yang melakukan ”pelanggaran”, sedang

seorang Indonesia atau Timur Asing (Cina, Arab dan India-Pakistan) pembuat

kejahatan bisa, diadili oleh ”Landraad” (sekarang pengadilan negeri) dan

seorang Eropa sebagai pembuat kejahatan biasa diadili oleh Raad van

Justitie (sekarang Pengadilan Tinggi).108

Kejahatan-kejahatan ringan ini tidak ada dalam KUHPidana Belanda.

Kejahatan ringan hanya ada dalam KUHPidana Indonesia (Hindia Belanda waktu

itu). Dengan demikian, diadakannya kejahatan-kejahatan ringan dalam

108 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, PT. Eresco, JakartaBandung, cet. ke-3, 1981

161

Page 162: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

KUHPidana Indonesia adalah dengan pertimbangan keadaan khusus di Hindia

Belanda. Keadaan khusus ini adalah berupa terbatasnya jumlah pengadilan di

Hindia Belanda. Raad van Justitie hanya ada di beberapa kota besar saja di

Hindia Belanda. Sebagai contoh, untuk pulau Sulawesi hanya ada di Makassar.

Karenanya oleh Wirjono Prodjodikoro dikatakan bahwa klasifikasi

kejahatan ringan di zaman penjajahan Belanda ada artinya. Sekarang ini

semua orang dengan tidak melihat golongan penduduk, tunduk pada

pengadilan yang sama, yaitu Pengadilan Negeri. Pengadilan Negeri ini telah

didirikan di banyak tempat sehingga mudah dicapai. Dengan demikian,

kejahatan-kejahatan ringan sebenarnya telah kehilangan latar belakang

pertimbangan pembentukannya.

162

Page 163: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari peneletian Tesis diatas maka Penulis

menyimpulkan menjadi 2 bagian kesimpulan antara lain :

4.1.1. Kebijakan PERMA No. 2 tahun 2012 dalam rangka penyelesaian

perkara Tipiring pada saat ini di Polres Jepara

Kebijakan PERMA No 2 tahun 2012 Tentang Penyesuaian Batasan Tindak

Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP terhadap penyelesaian

perkara tindak pidana ringan pada Polres Jepara sudah berjalan namun

belum dilaksanakan sepenuhnya. Dimana persepsi pihak penyidik yaitu

Polisi dan pihak yang menangani perkara yaitu Hakim mengenai

Peraturan Mahkamah Agung sebagai pedoman dalam pelaksanaan

proses penyelesaian Tipiring dengan nilai kerugian maksimal Rp 2,5

juta secara akademis, namun tidak sesuai dengan sistem tertib hukum

yang ada di Indonesia, karena kedudukan PERMA adalah peraturan

yang letaknya di bawah Undang-Undang. Selain itu pada kenyataanya

penerapan PERMA No 2 Tahun 2012 mengalami beberapa faktor kendala

atau hambatan, yaitu: faktor hukumnya sendiri, faktor penegak hukum,

faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor

masyarakat, faktor kebudayaan. Kelima faktor tersebut saling berkaitan

163

Page 164: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

dan merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur

dari pada efektifitas hukum.

4.1.2. Kebijakan PERMA No. 2 tahun 2012 dalam rangka penyelesaian

perkara Tipiring di masa yang akan datang.

Kebijakan PERMA dalam menanggulangi Tipiring di masa yang

akan datang haruslah lebih fokus kepada orang yang melanggar hukum

yaitu tersangka atau terdakwa. Tersangka atau terdakwa sebagai pelaku

tindak pidana atau orang yang dianggap telah melanggar hukum haruslah

berhadapan dengan aparat Negara yang bertugas menegakkan hukum dan

keadilan. PERMA juga harus didukung oleh segenap pihak terutama pihak

legislatif yang sesegera mungkin mengesahkan KUHP yang baru dimana

dapat mendukung terhadap kelancaran pelaksaaan PERMA tersebut,

sehingga dengan demikian seluruh aparat penegak hukum dapat

menyatukan persepsi terhadap penanganan kasus Tipiring.

4.2. Saran

Agar tidak terjadi kesimpangsiuran, untuk mengubah nilai nominal

kerugian yang tercantum dalam KUHP, yang terkait dengan pencurian ringan,

penggelapan ringan, penipuan ringan, pengerusakan ringan, penadahan ringan.

Maka pihak Legislatif selaku pembuat Undang-Undang harus segera mengambil

langkah konkrit untuk mengesahkan RUU KUHP menjadi Undang-Undang

sebagai KUHP baru. Sehingga upaya pembaharuan hukum Pidana di Indonesia

lebih efektif. Selain itu, langkah Mahkamah Agung membuat PERATURAN

164

Page 165: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

MAHKAMAH AGUNG No. 2 Tahun 2012 ini memang bertujuan baik alangkah

baiknya apabila sosialisasi PERATURAN MAHKAMAH AGUNG ini lebih

gencar, tidak hanya bersifat himbauan, tetapi harus bersifat mengatur sebagai

pedoman para Hakim untuk memproses perkara Tipiring selama KUHP baru

belum disahkan, di samping KUHAP.

165

Page 166: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

DAFTAR PUSTAKA

Apeldoorn, L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010

Atmasasmita, Romli, Kapita Selekta Hukum Pidana Dan Kriminologi, Bandung: Mandar Maju, 1995

__________, Romli, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung : PT.Refika Aditama, 2007

Direktoral jenderal hukum dan ham perundang-undangan, departemen hukum dan perundang-undangan, konsep rancangan KUHP Nasional, edisi 1999-2000.

H. Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012

Hanitijo Soemitro, Ronny, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982

Harahap M. Yahya, Pembahasan Peraturan Mahkamah Agung Dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi Dan Peninjauan Kembali), Jakarta: Sinar Grafika, 2008

__________, Pembahasan Peraturan Mahkamah Agung Dan Penerapan KUHAP (Penyidikan Dan Penuntutan), Jakarta: Sinar Grafika, 2013

Kertanegara, Satochid, Hukum Pidana Bagian Satu, Balai Lektur Mahasiswa, Jakarta, 1983

L. Tanya, Bernard dkk, Teori Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013

Lumbun, Ronald S, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI: wujud kerancuan antara praktik pembagian dan pemisahan kekuasaan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011

Mamudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2011

Marpaung, Leden, Proses Penanganan Perkara Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2011

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2008

__________, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Cetakan ke 26, Jakarta : PT. Penerbit Bumi Aksara, 2007

166

Page 167: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

__________, Pembatasan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Bina Aksara. 1983

Muladi. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1992

Nawawi Arief, Barda, bunga rampai kebijakan hukum pidana, PT. citra aditya bhakti, bandung. Muladi, Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Penerbit Alumni, 1992

__________, kapita Selekta Hukum Pidana, cetakan ke 3,Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2013

Panggabean Henry P., fungsi mahkamah agung dalam praktik sehari-hari: upaya penanggulangan tunggakan perkara dan pemberdayaan fungsi pengawasan mahkamah agung, jakarta: pustaka sinar harapan, 2001

Prodjodikoro, Wirjono, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco, cet. ke-3, 1981

Sadjijono, Suatu Telaah Filosofis Terhadap Konsep dan Implementasi dalam Pelaksanaan Tugas Profesi Polisi. Yogyakarta : Laksbang Mediatama, 2008

Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2004

Soekanto, Soerjono, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Soesilo, KUHP Serta Komentar-nya Lengkap Pasal Demi Pasal Politeia, Sukabumi, 1988

Sudarto, Hukum pidana jilid I A, Badan penyediaan kuliah, Semarang: FH- UNDIP, 1973

Walker, Nigel, 1971, Sentecing In A Rational Society, Basic Book, inc., publishers, new York, Hal. 8 dalam Sholehuddin, System Sanksi Dalam Hukum Pidana, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004

Wiyanto, Roni, Asas-asas hukum pidana indonesia, Surakarta: CV. Mandar Maju, 2012

Perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

167

Page 168: eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/57322/1/TESIS_HENDRA_W_MANURUNG,_S.H... · Web viewUndang-undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan

Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP

Penjelasan Umum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam

KUHP

Peraturan Daerah Kabupaten Jepara nomor 4 tahun 2001 tentang Minuman

Beralkohol.

Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2013 tentang Larangan

Minuman Beralkohol.

Internet online:

http://nasional.news.viva.co.id/news/read/447976-mahfud-setuju-tindak-pidana-

ringan-tak-perlu-dipenjara

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25567/3/Chapter%20II.pdf

168