sewa menyewa rahim dalam perspektif hukum islam.rtf

Download SEWA MENYEWA RAHIM DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM.rtf

If you can't read please download the document

Upload: sayyid2

Post on 23-Oct-2015

178 views

Category:

Documents


23 download

TRANSCRIPT

SEWA RAHIM DALAM PERSFEKTIFSEWA RAHIM DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM(STUDI EKSPLORATIF DAN ANALITIS)Alwan Sobari Alwan Sobari, S.H.I adalah mahasiswa Program Pascasarjana (S2) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2008.AbstrakPada dasawarsa terakhir ini, muncul berbagai penemuan teknologi di bidang rekayasa genetik, dalam upaya membantu dan menolong suami-isteri yang tidak dapat menurunkan anak. Rekayasa genetik tersebut di antaranya ditandai dengan munculnya program bayi tabung yang para ulama sepakat untuk memperbolehkannya dengan syarat sperma dan ovum dari suami isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim isteri (wanita pemilik ovum). Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, praktek bayi tabung dan inseminasi buatan ini sudah berkembang ke dalam bentuk-bentuk yang dilarang oleh agama yang salah satu adalah bayi tabung atau inseminasi buatan yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim wanita lain. Praktek seperti ini biasanya dikenal dengan istilah sewa rahim.Berangkat dari fenomena di atas, penulis ingin mengeksplorasi pendapat para ulama berkenaan dengan praktek sewa rahim ini, baik pendapat ulama yang setuju mapun yang tidak setuju terhadapa praktek sewa rahim. Kemudian pendapat-pendapat tersebut dianalisis sehingga di dapat kesimpulan apakah sewa rahim ini boleh (baca:layak) untuk dilakukan atau tidak.Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa praktek sewa rahim ini ternyata akan menimbulkan kemudharatan yang jauh lebih banyak daripada manfaat yang didapat. Dan dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah hukum Islam, sebagian besar ulama mengharamkan praktek sewa rahim ini.Kata Kunci: sewa rahim, bayi tabung dan inseminasi buatan PendahuluanPada dasawarsa terakhir ini, muncullah penemuan teknologi di bidang rekayasa genetik, dalam upaya membantu dan menolong suami-isteri yang tidak dapat menurunkan anak. Rekayasa seperti ini ditandai dengan munculnya bayi Tabung, bank-bank Sperma, atau kotak Ajaib yang mampu menyimpan sperma dan ovum sebagaimana layaknya rahim asli. Said Agil Husin al-Munawar. 2004. Hukum Islam & Pluralitas Sosial, cet. ke-1, Jakarta: Penamadani. hlm. 104. Munculnya rekayasa genetik seperti di atas, agaknya akan menggeser nilai-nilai sosial yang telah mapan dalam kehidupan masyarakat. Konsep tentang keluarga, misalnya ayah, ibu, dan anak akan mengalami pergeseran makna. Bahkan, boleh jadi menambah rumitnya institusi keluarga. Misalnya, hal-hal yang berkaitan dengan persoalan mahram, nikah, kewarisan, wasiat dan lain sebagainya. Ibid.Khusus masalah Bayi Tabung yang selama ini dinilai sebagai penemuan sains yang membawa kemaslahatan besar bagi manusia, terutama bagi suami isteri yang tidak memperoleh anak dengan pembuahan secara alami (in vivo), telah ditemukan metode baru dengan pembuahan di luar rahim (in vitro). Ibid.Kasus ini mengemuka dengan hebat dan membuat para ulama serta cendekiawan muslim sepakat membolehkannya, selama sperma dan ovum yang diperoses itu berasal dari suami isteri yang sah, bukan sebaliknya.Namun, persoalan Bayi Tabung ini akan menjadi rumit setelah beralih kepada Penyewaan Rahim. Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian atau persyaratan-persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela-sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak (bisnis). Ibid,, hlm. 105.Pengertian Sewa RahimDi dalam situs http://en.wikepedia.com, dikenal beberapa terminologi tentang penyewaan rahim yaitu: Surrogacy, http://en.wikipedia.com, diakses 22 Februari 2008.In traditional surrogacy the surrogate is pregnant with her own biological child, but this child was conceived with the intention of relinquishing the child to be raised by others; often by the biological father and possibly his partner, either male or female. Menurut istilah traditional surrogacy, ibu sewa mengandung anaknya sendiri secara biologis, namun anak ini setelah lahir akan diberikan pada orang tua lain yang akan mengangkatnya sebagai anak; baik oleh ayah biologisnya sendiri, dan mungkin untuk mitranya (mitra ayah biologisnya), baik wanita maupun pria. In gestational surrogacy the surrogate is pregnant via embryo transfer with a child of which she is not the biological mother. She may have made an arrangement to relinquish it to the biological mother or father to raise, or to a parent who is themselves unrelated to the child (e. g. because the child was conceived using egg donation and/or sperm donation). Menurut istilah gestational surrogacy, ibu sewa mengandung lewat transfer embrio di mana ia berarti bukan ibu si anak secara biologis. Ibu sewa tersebut bisa membuat kesepakatan dengan ibu atau ayah biologisnya untuk mengangkat anak yang akan dilahirkannya sebagai anak mereka sendiri, atau dengan orang tua (pasangan suami istri) yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan si anak (misalnya, anak ini dikandung dengan cara transfer embrio yang diambil dari donor benih dan atau donor sperma).Altruistic surrogacy is a situation where the surrogate is not receiving financial reward for her pregnancy or the relinquishment of the child (sometimes with the exception of medical expenses associated with the pregnancy or birth). Compare with Commercial surrogacy which is a type of surrogacy in which the surrogate is being paid for her pregnancy and the relinquishment of the child. It is typically combined with gestational surrocacy (see Commercial surrogacy). Menurut istilah altruistic surrogacy, ibu sewa tidak menerima bayaran atas kehamilannya atau atas anak yang akan diserahkannya (namun terkadang untuk biaya medis selama masa hamil dan melahirkan ditanggung oleh calon orang tua yang akan mengasuh si bayi). Sedangkan commercial surrogacy sebaliknya, dimana si ibu sewa mendapatkan bayaran uang atas kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang tua angkatnya. Ini secara tipikal berkombinasi dengan gestational surrogacy. Sedangkan di dalam bahasa Arab, sewa rahim dikenal dengan berbagai macam istilah di antaranya: al-ummu al-mustajir, al-ummu al-badilah, al-mustajir, al-hadhanah, syatlul janin, al-ummu al-kazibah, ar-rahmu al-mustaar, atau tajirul arham. Tetapi sewa rahim lebih dikenal dengan istilah ar-rahmu al-mustajir atau al-ummu al-badilah. Sedangkan di dalam bahasa Inggeris, sewa rahim dikenal dengan istilah surrogate mother. Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam, http//tibbians.tripod.com/shuib3.pdf, diakses 17 November 2007, hlm. 2.Menurut Ali Arif, di dalam bukunya al-Ummu al-Badilah (ar-Rahmu al- Mustajirah) sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah dibuahi dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga lahir. Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami isteri tersebut untuk memeliharanya dan anak itu dianggap anak mereka dari sudut undang - undang. Ibid.Yahya Abdurrahman al-Khatib mendefinisikan sewa rahim adalah dua orang suami isteri yang membuat kesepakatan bersama wanita lain untuk menanamkan sel telur yang telah diinseminasi (dibuahi) dari wanita pertama dengan sperma suaminya pada rahim wanita kedua dengan upah yang telah disepakatinya. Selanjutnya, wanita kedua ini disebut: Yahya Abdurrahman al-Khatib. 2003. Hukum-Hukum Wanita Hamil (Ibadah, Perdata, Pidana), cet. ke- 1, Jatim: al-Izzah. hlm. 166-167.Al-ummu al-mustaar (ibu pinjaman), yaitu wanita yang di dalam rahimnya dimasukkan sel telur yang telah diinseminasi (dibuahi). Ia juga disebut dengan mujirah al-batni (wanita yang menyewakan perutnya).Ar-rahim az-zir. Secara etimologis az-zir adalah wanita yang belas kasih kepada anak orang lain dan yang menyusuinya, sama saja dari manusia atau unta. Sedangkan bentuk jamaknya adalah azur, azar dan zuur. Yang dimaksud dengan ar-rahim az-zir di sini adalah bahwa sel telur itu diambil dari seorang wanita, sedang rahim yang mengandung dan yang melahirkan adalah wanita lain.Syatlu al-janin (penanaman janin), yaitu seorang suami mencampuri isterinya yang tidak layak hamil, kemudian sperma itu dipindahkan dari isterinya ke dalam rahim wanita lain yang mempunyai suami melalui metode kedokteran. Selanjutnya wanita inilah yang mengandungnya hingga melahirkan.Al-mudifah (wanita pelayan), yaitu wanita lain dimana sel telur (ovum) yang telah diinseminasi (dibuahi) dipindahkan ke dalam rahimnya. Ia juga disebut dengan ummu bi al-wakalah (ibu perwakilan).Sedangkan Said Agil Husin al-Munawar mendefinisikan sewa rahim adalah penitipan sperma dan ovum dari sepasang suami isteri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak. Said Agil Husin al-Munawar, Hukum Islam... hlm. 105.Dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa variabel suatu kasus bisa dikualifikasi sebagai praktek sewa rahim yaitu:Menjadikan rahim wanita lain (selain isteri) sebagai tempat untuk menitipkan atau membuahkan sperma dan ovum baik melalui teknik Fertilisasi in Vitro (FIV) Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization) ialah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan (Petri disk), dengan suasana yang mendekati ilmiah. Jika berhasil, pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditandur-alihkan ke endometrium rongga uterus. Teknik ini biasanya dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh. maupun melalui teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (TAGIT) Tandur Alih Gamet Intra Tuba (Gamette Intra Fallopian Transfer) ialah usaha mempertemukan sel benih (gamet), yaitu ovum dan sperma, dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu memakai kanul tuba ke dalam ampulla. Metode ini bukan metode bayi tabung karena pembuahan terjadi di saluran telur (tuba falloppi) si ibu sendiri., dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga lahir.Penyewaan Rahim biasanya dilakukan melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak.Anak yang dihasilkan dari sewa rahim ini biasanya diserahkan kembali pada orang atau pasangan yang memesannya, dan anak itu dianggap anak mereka dari sudut Undang-Undang.Ibu sewa mendapatkan bayaran uang atas kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang atau pasangan yang memesannya.Masalah ini disebut dengan sewa rahim, karena biasanya orang atau pasangan yang ingin memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu sewa atau kepada organisasi yang bertugas mencari wanita yang bersedia untuk dititipi sperma dan ovum yang telah dibuahi, dengan syarat wanita tersebut bersedia untuk menyerahkan anak tersebut setelah lahir atau pada masa yang dijanjikan. Istilah lain yang biasa digunakan adalah ibu sewa, ibu titipan, ibu tumpang atau ibu pengganti. Hal ini disebabkan, karena terkadang ibu yang dijadikan tempat untuk menitipkan sperma dan ovum tidak mendapatkan bayaran apa-apa dari pasangan yang memiliki ovum dan sperma. Misalnya dalam kasus penitipan sperma dan ovum dari suami-isteri, kepada isteri yang lain dari suami yang sama.Perbedaan dan Persamaan antara Sewa Rahim dengan Bayi Tabung Bayi tabung adalah terjemahan dari Tube Baby yaitu tabung yang dibuat sebagai tempat pembuahan sperma dan ovum menjadi janin. Jadi yang disebut dengan bayi tabung yang sebenarnya adalah sperma dan ovum yang telah dipertemukan dalam senuah tabung. Setelah terjadi pembuahan, kemudian disarangkan dalam rahim wanita, hingga sampai saatnya lahirlah bayi tersebut. Bayi inilah yang kemudian disebut atau dikenal dengan istilah bayi Tabung. Ada juga yang mendefinisikan Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sperma dalam sebuah medium cair. dan Inseminasi Buatan Inseminasi buatan adalah terjemahan dari istilah Inggeris yakni artificial insemination. Dalam bahasa Arab disebut al-talqih al-shinai. Sedangkan di dalam bahasa Indonesia ada yang menyebut dengan istilah pemanian buatan, pembuahan buatan, atau penghamilan buatan. Secara umum dapat diambil pengertian bahwa inseminasi buatan adalah suatu teknik atau cara untuk memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan (coitus).Perbedaan dan persamaan antara sewa rahim dengan bayi tabung dan inseminasi buatan adalah:Perbedaannya:Sewa rahim biasanya dilakukan dengan melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak, sedangkan bayi tabung atau inseminasi buatan pada umumnya tidak dilakukan berdasarkan perjanjian atau persyaratan tertentu.Sewa rahim biasanya menggunakan rahim wanita lain untuk menitipkan sperma dan ovum dari pasangan suam-isteri, sementara bayi tabung biasanya menggunakan rahim isteri sendiri sebagai tempat untuk menitipkan sperma dan ovum dari suami-isteri tersebut.Sewa rahim biasanya melibatkan pihak ketiga (wanita lain yang dititipi sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri) dalam prosesi kelahiran si anak, sedangkan bayi tabung bisanya hanya melibatkan pasangan suami-isteri dalam kelahiran si anak.Sewa rahim bisa dilakukan baik dengan menggunakan teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (Gamette Intra Fallopian Transfer) maupun dengan menggunakan teknik Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization). Sedangkan bayi tabung hanya bisa menggunakan teknik Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization). Catatan: Inseminasi buatan yang menggunakan teknik Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization) dilakukan dalam keadaan tuba isteri tersebut tersumbat, terjadi peradangan selaput lendir rahim dan anexplainedi infertility (suatu sebab yang tidak dapat diterangkan). Sedangkan inseminasi buatan dengan menggunakan teknik Tandur Alih Gamet Intra Tuba (Gamette Intra Fallopian Transfer) dilakukan dalam keadaan isteri sejak lahir tidak punya rahim atau pernah dilakukan pengangkatan rahim terhadap isteri.Persamaannya:Persamaannya adalah sewa rahim sama-sama menggunakan teknik inseminasi buatan sebagaimana bayi tabung yakni dengan menggunakan teknik Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization). Fertilisasi in Vitro (In Vitro Fertilization) adalah usaha fertilisasi yang dilakukan di luar tubuh, di dalam cawan biakan (petri disk), dengan suasana yang mendekati ilmiah. Jika berhasil, pada saat mencapai stadium morula, hasil fertilisasi ditandur-alihkan ke endometrium rongga uterus. Teknik ini biasanya dikenal dengan bayi tabung atau pembuahan di luar tubuh.Pandangan Ulama Tentang Sewa RahimPandangan ulama tentang sewa rahim yang menggunakan rahim wanita lainUlama atau cendekiawan muslim yang mengharamkan.Termasuk dalam kelompok ini adalah Lembaga Fikih Islam OKI Lihat Wahbah az-Zuhaili. 2004. al-Fiqhu al-Islami wa adillatuh, Damaskus: Dar al-Fikr. VII. hlm. 5099-5100., Majelis Ulama DKI Jakarta Sebagaimana dikutip Suwito dalam artikelnya yang berjudul, Inseminasi Buatan Menurut Tinjauan Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari AZ (ed). 2002. Problematika Hukum Islam Kontemporer, Jakarta:Pustaka Firdaus. IV. hlm. 24., Majelis Tarjih Muhammadiyah Lihat dalam Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21. t.t. Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam sorotan Hukum Islam, Yogyakarta: Persatuan.hlm. 65., Muktamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama Lihat dalam Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999M).2005. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, alih bahasa Djamaluddin Miri. cet. ke- 2, Surabaya: Diantama.hlm. 490., dan Fathurrahman Djamil Lihat Luthfi asy-Syaukanie. 1998. Politik, HAM, dan Isu-Isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer, cet. ke- 1, Bandung: Pustaka Hidayah. hlm. 154., Yusuf Qaradhawi Lihat Yusuf Qaradhawi. 2002. Fatwa-Fatwa Kontemporer, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, cet. ke- 1, Jakarta: Gema Insani Press. hlm. 660., Mamud Syaltut Lihat Mahmud Syaltut. 1972. Fatwa-Fatwa, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Zaini Dahlan, Jakarta: Bulan Bintang. hlm. 87., Setiawan Budi Utomo Lihat Setiawan Budi Utomo. 2003. Fiqih Aktual, Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer, cet. ke- 1, Jakarta: Gema Insani Press. hlm. 189-190., M Ali Hasan Lihat M. Ali Hasan. 1997. Masail Fiqhiyah al-Hadistah pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, cet. ke- 2, Jakarta: PT Raja Grafindo. hlm. 83., dan Zakariya Ahmad al-Barry Lihat Zakariya Ahmad al-Barry. 1977. Hukum Anak-anak dalam Islam, alih bahasa Chadidjah Nasution, cet. ke- 1, Jakarta: Bulan Bintang. hlm. 16.. Alasan yang mereka kemukakan di antaranya adalah praktek sewa rahim ini akan memicu terjadinya pencampuran nasab, menurunkan martabat manusia, merusak tata hukum yang telah dibina dalam masyarakat, serta perbuatan ini dapat dianalogikan dengan perbuatan zina berdasarkan hadis Nabi bahwa tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menyirami airnya (spermanya) ke ladang (rahim) orang lain (selain isterinya).Ulama atau cendekiawan muslim yang membolehkan.Sepanjang penelusuran penulis, hanya Ali Akbar yang dengan terang-terangan membolehkan praktek sewa rahim ini bentuk ini dengan alasan bahwa sesuatu yang dicampur di dalam rahim wanita lain tersebut hanyalah sperma dan ovum yang telah bercampur (digabungkan) yang pada tahap-tahap selanjutnya akan menjadi embrio. Sehingga, ketika embrionya dimasukkan ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan), tujuannya hanya menitipkan untuk memperoleh kehidupan, yaitu makanan untuk membesarkannya embrio tersebut agar menjadi bayi yang sempurna. Menurut beliau, hal ini tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan zina. Lebih lanjut Ali Akbar berpendapat bahwa praktek sewa rahim ini bisa disamakan dengan masalah ibu susuan (karena pada dasarnya, ibu yang ditipkan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri tersebut akan mendapatkan upah dari pasangan yang memesannya). Dan di dalam Islam menurut beliau diperbolehkan menyusukan anak kepada wanita lain. Maka sewa rahim ini juga diperbolehkan dengan cara mengqiyaskannya sama dengan persoalan penyusuan (ar-radhaah). Untuk lebih jelasnya lihat Salim. 1993. Bayi tabung, Tinjauan Aspek Hukum, Jakarta: Sinar Grapika. hlm. 46. Sedangkan Luthfi as-Syaukanie mengatakan inseminasi buatan dengan meminjam rahim orang lain (surrogate mother) tampaknya lebih baik kemungkinannya, baik dari sisi hukum maupun dari sisi etika daripada inseminasi dengan menggunakan sperma dan ovum tak dikenal pada rahim isteri, inseminasi sperma suami dan ovum dari orang lain (donor) pada rahim isteri, dan inseminasi dengan ovum isteri dan sperma orang lain (donor) pada rahim isteri. Beliau juga mengatakan persoalan inseminasi jenis ini lebih dianggap persoalan moral daripada persoalan hukum. Luthfi asy-Syaukanie, Politik, HAM... hlm. 155.Apabila dikaji secara seksama, pandangan-pandangan yang dikemukakan oleh para ulama yang mengharamkan praktek sewa rahim di atas adalah semata-mata untuk melidungi keturunan (hifzu an-nasl). Memang jika ditinjau dari segi maslahatnya, sewa rahim ini akan memberikan kemaslahatan bagi pasangan suami-isteri yang menginginkan kehadiran seorang anak. Akan tetapi, dari sisi etika, khususnya yang tampak pada masyarakat umum (apalagi masyarakat Indonesia yang masih memegang kuat norma-norma agama), praktek sewa rahim ini sangat tidak etis dan menimbulkan lebih banyak mudarat ketimbang manfaat atau maslahat yang didapat. Mudarat yang ditimbulkan dari sewa rahim ini di antaranya adalah:Kemungkinan terjadinya praktek komersialisasi rahim, padahal rahim merupakan organ tubuh manusia yang haram untuk disewa dan diperjualbelikan. Memang sperma dan ovum tidak termasuk najis, namun percampuran antara keduanya setelah berubah menjadi alaqah (segumpal darah yang melekat pada dinding rahim), maka sudah berubah menjadi najis. Hal ini erat kaitannya dengan sewa rahim. Sebab, pemindahan sel telur yang telah dibuahi dari tabung gelas ke dalam rahim wanita berlangsung ketika sudah menjadi embrio. Jadi, sewa-menyewa tentang sperma dan ovum tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Meskipun dalam hal ini yang dipersewakan bukan sperma dan ovum, melainkan rahim. Akan tetapi, dalam kasus seperti ini, ada hubungan timbal balik, yakni pemilik rahim (ibu titipan) dibayar sesuai dengan perjanjian oleh pasangan (yang memiliki sperma dan ovum) yang memesan. Berarti, hukum antara keduanya sama. Said Agil Husin al-Munawar, Hukum Islam... hlm. 123.Praktek sewa rahim ini akan menjadikan seorang ibu dengan mudah meninggalkan tanggung jawab dirinya sebagai seorang ibu dari kewajiban mengandung dan melahirkan anak. Perbuatan ini menimbulkan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat yang dapat diperoleh.dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang akan timbul dari praktek sewa rahim ini.Praktek sewa rahim ini bisa menjadikan rahim perempuan sebagai inkubator hidup. Tentunya hal ini sangat tidak relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada manusia.Akan menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan jika si wanita yang melahirkan anak tersebut tidak bersedia menyerahkan bayi yang dilahirkannya, misalnya karena merasakan hubungan batin selama ia mengandung anaka tersebut, meskipun sebelumnya sudah dibuat perjanjian antara dirinya dengan pasangan yang memesannya.Praktek sewa rahim ini akan menjadikan orang dengan mudah mendapatkan anak dalam waktu singkat. Misalnya sepasang suami isteri bisa jadi akan memiliki anak sebanyak dua belas orang dengan asumsi setiap bulan ia melakukan praktek sewa rahim ini. Dan masih banyak lagi dampak-dampak negatif yang barangkali akan terus terjadi dalam sewa rahim ini. Ayat al-Quran yang secara tegas menyebutkan larangan pelaksanaan bayi tabung dengan menggunakan rahim wanita lain (sewa rahim) memang tidak ada. Akan tetapi, tidak berarti al-Quran sama sekali tidak memberikan petunjuk pemecahan hukum atas masalah tersebut. Menurut penulis, ada beberapa dalil syari yang bisa diqiyaskan atau yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui hukum sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami isteri, kemudian embrionya ditranplantasikan ke dalam rahim wanita lain. Dalil-dalil tersebut adalah:Firman Allah swt dalam surat an-Nur ayat 30-31: . . . An-Nur (24): 30-31. Di dalam kedua ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah swt memerintahkan kepada laki-laki yang beriman, agar menahan dan memelihara kemaluannya. Kemudian dilanjutkan dengan perintah serupa kepada para wanita-wanita yang beriman agar menahan pandangan dan memelihara kemaluannya.Hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi: Ahmad ibnu Muhammad ibn Hajar al-Asqalanit.t. Subul as-Salam, hadis riwayat Abu Dawud, Turmudzi dan dianggap Shahih oleh Ibnu Hibban, tapi dianggap Hasan oleh al-Bazzar, Cairo: al-Masyad al-Husainy. III. 206.Dalam hadis di atas, Nabi menjelaskan bahwa bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah sekali-kali ia menyiramkan spermanya (berzina) di ladang (rahim) saudaranya. Di dalam kaidah fiqih dikenal istilah A. Djazuli.2006. Kaidah-Kaidah Fikih, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis, cet. ke- 1, Jakarta: Kencana. hlm. 29. atau kaidah Ibid. hlm. 28.Izzuddin bin abd-Salam di dalam kitabnya Qawaidu al-ahkami fi musalihi al-anami mengatakan bahwa seluruh syariat itu adalah maslahat, baik dengan cara menolak mafsadah atau dengan meraih maslahat. Pekerjaan manusia ada yang membawa kepada maslahat, ada pula yang menyebabkan mafsadah. Baik maslah}ah maupun mafasadah, ada yang untuk kepentingan duniawiyah dan ada yang untuk kepentingan ukhrawiyah, dan ada juga untuk kepentingan duniawiyah sekaligus ukhrawiyah. Seluruh yang maslahat diperintahkan oleh syariah dan seluruh yang mafsadah dilarang oleh syariat. Setiap kemaslahatan memiliki tingkat-tingkat tertentu tentang kebaikan dan manfaatnya serta pahalanya, dan setiap kemafsadatan juga memiliki tingkat-tingkatannya dalam keburukan dan kemudharatannya. Ibid. hlm. 27.Kemaslahatan dilihat dari sisi syariah bisa dibagi tiga, ada yang wajib melaksanakannya, ada yang sunnah melaksanakannya dan ada pula yang mubah melaksanakannya. Demikian pula kemafsadatan, ada yang haram melaksanakannya dan ada pula yang makruh melaksanaknnya. Ibid. hlm. 28.Apabila di antara yang maslahat itu banyak dan harus dilakukan salah satunya pada waktu yang sama, maka lebih baik dipilih yang paling maslahat sesuai dengan kaidah: Ibid. Demikian pula sebaliknya apabila menghadapi mafsadah pada waktu yang sama, maka harus didahulukan mafsadah yang paling buruk akibatnya. Apabila berkumpul antara maslahat dan mafsadah, maka yang harus dipilih adalah yang maslahatnya lebih banyak (lebih kuat), dan apabila sama banyaknya atau sama kuatnya maka menolak mafsadah lebih utama daripada meraih maslahat, sebab dalam hal ini menolak mafasadah itu sudah merupakan kemaslahatan. Hal ini sesuai dengan kaidah: Ibid. hlm. 29.atau kaidah Ibid. hlm.28. seperti yang disebutkan di atas.Tentang ukuran yang yang lebih konkret dari kemaslahatan ini, dijelaskan oleh Imam al-Ghazali dalam al-mustasfa, Imam al-Syatibi dalam al-muwafaqat dan ulama yang sekarang ini seperti Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf, sebagaimana dikutip A. Djazuli, apabila disimpulkan, maka persyaratan kemaslahatan itu Ibid. hlm. 29. adalah:Kemaslahatan itu harus sesuai dengan maqashid as-syariyyah, semangat ajaran, dalil-dalil kulli dan dalil qati baik wurud maupun dalalahnya.Kemaslahatan itu harus meyakinkan, artinya kemaslahatan itu berdasarkan penelitian yang cermat dan akurat sehingga tidak meragukan bahwa itu bisa mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudharat.Kemaslahatan itu membawa kemudahan dan bukan mendatangkan kesulitan yang di luar batas, dalam arti kemaslahatan itu bisa dilaksanakan.Kemaslahatan itu memberi manfaat kepada sebagian besar masyarakat bukan kepada sebagian kecil masyarakat.Berdasarkan firman Allah swt, hadis Nabi saw serta kaidah-kaidah fikih di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa:Diperintahkan kepada laki-laki dan wanita yang beriman agar memelihara kemaluan dan penglihatannya.Diharamkan bagi seorang laki-laki menyiram spermanya di dalam rahim orang lain dan Apabila mafsadah dan maslahah sama banyak dan sama kuatnya, maka menolak mafsadah lebih utama dari meraih maslahah, karena menolak mafsadat itu sudah merupakan maslahah.Hal di atas tentunya analog dengan pengharaman sewa rahim yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami isteri kemudian embrionya ditranplantasikan ke dalam rahim wanita lain, karena adanya keterlibatan pihak ketiga (wanita lain selain isteri) dalam prosesi kelahiran seorang anak. Apabila praktek sewa rahim ini dilakukan oleh pasangan suami-isteri, maka akan menimbulkan akibat hukum yang sangat pelik (khususnya yang berhubungan dengan nasab anak) serta menimbulkan kemudharatan yang jauh lebih besar daripada manfaat yang didapat.Pandangan ulama tentang sewa rahim yang menggunakan rahim isteri lain dari suami yang sama.Adapun pandangan ulama terkait dengan sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami-isteri kemudian dimasukkan ke dalam isteri yang lain dari suami yang sama para ulama juga terbagi menjadi dua kelompok. Menurut Yusuf Qaradhawi Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer... hlm. 660., Majma al-Fiqhu al-Islami Lihat Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqhu al-Islami....VII. hlm. 5099-5100 dan juga sebagaimana dikutip oleh Dahlan Abdul Azis.2000. Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve. III. hlm. 730., Majelis Ulama Indonesia Sebagaimana dikutip oleh Salim dalam , Bayi tabung..., hlm. 47., praktek sewa rahim seperti ini tetap diharamkan. Hal ini disebabakan dengan cara ini tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua isteri ini yang merupakan ibu dari bayi yang akan dilahirkan, kepada siapakah nasab (keturunan) sang bayi disandarkan, dan dikhawatirkan terjadinya percekcokan di antara kedua isteri tersebut mengenai status anak yang dilahirkan. Sedangkan Menurut Majlis Tarjih Muhammadiyah, bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang kemudian dititipi kepada rahim isteri yang lain dari suami yang sama dapat dibenarkan asalkan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21, Bayi Tabung... hlm. 64.:Sperma dan sel telur berasal dari suami-isteri.Isteri yang punya bibit menurut pemeriksaan dokter, rahimnya tidak bisa ditempati janin sampai saat bayi itu lahir.Isteri yang dititipi itu secara alami tidak bisa hamil, tetapi rahimnya memenuhi syarat untuk bisa ditempati pertumbuhan janin sampai saat bayi itu lahir.Adanya kesepakatan atau persetujuan antara isteri-isteri tersebut tentang pemeliharaan bayi tersebut setelah terjadi kehamilan.Sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, umumnya motivasi dilakukannya sewa rahim ini adalah untuk mendapatkan anak karena rahim isteri tidak bisa menjadi tempat berprosesnya janin. Ketika pasangan ini ingin memiliki anak, apakah hal itu termasuk dalam keadaan darurat atau hanya dikategorikan sebagai butuh?.Muhammad Musliehun sebagaimana dikutip Said Agil Husin al-Munawar membedakan antara darurat (necessity) dengan kebutuhan (need). Istilah darurat biasanya menunjukkan pada sesuatu yang lebih mendesak daripada kebutuhan. Jika hal itu tidak terpenuhi, akan membawa akibat yang lebih berat. Said Agil Husin al-Munawar, Hukum Islam..., hlm. 114.Untuk menentukan ruang lingkup waktu keadaan darurat dan kebutuhan, tergantung pada kasus-kasus individual serta kesadaran dan ketakwaan seseorang. Maksudnya adalah tergantung pada ukuran keputusan dan tindakan manusia yang sesungguhnya.Menurut Said Agil, sewa rahim tidaklah termasuk keadaan darurat, melainkan hanya termasuk kategori kebutuhan. Dan larangan penyewaan rahim kemudian tidaklah kemudian beralih menjadi boleh walaupun motivasinya didorong keinginan untuk memperoleh keturunan. Ibid.PenutupMayoritas para ulama mengharamkan praktek sewa rahim dikarenakan:Terjadinya pencampuran nasab karena praktek sewa rahim ini melibatkan dua orang wanita yakni wanita yang memiliki ovum dan wanita yang mengandung serta melahirkan.Hilangnya identias keibuan, karena seorang ibu dikatakan sebagai ibu sejati setidaknya memiliki tiga peran, yaitu ovum, mengandung dan menyusui.Praktek pembuahan yang dilakukan dengan cara sewa rahim bisa dianalogikan sebagai perbuatan zina, karena dalam praktek tersebut terjadi penyiraman secara tidak langsung sperma suami kepada wanita lain selain isterinya.Perbuatan ini menimbulkan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat yang dapat diperoleh dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang akan timbul dari praktek sewa rahim ini.Praktek sewa rahim ini akan menjadikan seorang ibu dengan mudah meninggalkan tanggung jawab dirinya sebagai seorang ibu dari kewajiban mengandung dan melahirkan anak. Praktek sewa rahim ini bisa menjadikan rahim perempuan sebagai inkubator hidup. Tentunya hal ini sangat tidak relevan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada manusia.Akan menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan jika si wanita yang melahirkan anak tersebut tidak bersedia menyerahkan bayi yang dilahirkannya, misalnya karena merasakan hubungan batin selama ia mengandung anak tersebut, meskipun sebelumnya sudah dibuat perjanjian antara dirinya dengan pasangan yang memesannya.Praktek sewa rahim ini akan menjadikan orang dengan mudah mendapatkan anak dalam waktu singkat. Misalnya sepasang suami isteri bisa jadi akan memiliki anak sebanyak dua belas orang dengan asumsi setiap bulan ia melakukan praktek sewa rahim ini. Dan masih banyak lagi dampak-dampak negatif yang barangkali akan terus terjadi dalam sewa rahim ini. Sedangkan Ali Akbar membolehkan praktek sewa rahim disebabkan sewa rahim menurut beliau sama halnya dengan hukum penyusuan di dalam Islam. Adapun Luthfi as-Syaukanie mengatakan inseminasi buatan dengan meminjam rahim orang lain (surrogate mother) tampaknya lebih baik kemungkinannya, dan persoalan inseminasi jenis ini lebih dianggap persoalan moral daripada persoalan hukum.Daftar Pustaka:Abdul Azis, Dahlan. 2000. Ensiklopedi Hukum Islam, 6 jilid. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve.Ahmad al-Barry, Zakariya. 1977. Hukum Anak-anak dalam Islam, alih bahasa Chadidjah Nasution. Jakarta: Bulan Bintang.al-Asqalani, Ibn Hajar. ibn Muhammad, Ahmad.t.t. Subul as-Salam. Cairo: al-Masyad al-Husainy.Assyaukanie, Luthfi. 1998. Politik, HAM, dan Isu-Isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer. Bandung: Pustaka Hidayah.az-Zuhaili , Wahbah. 2004. al-Fiqhu al-Isla>mi wa adillatuh, 11 jilid, Damaskus: Dar al-Fikr.Budi Utomo, Setiawan. 2003. Fiqih Aktual, Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.Djazuli, Ahmad. 2006. Kaidah-kaidah Fikih. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.Hasan, Ali. 1997. Masail Fiqhiyyah al-Hadisah. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdhatul Ulama (1926-1999M). 2005. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, alih bahasa Djamaluddin Miri. Surabaya: Diantama.Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah ke 21. t.t. Bayi Tabung dan Pencangkokan dalam sorotan Hukum Islam. Yogyakarta: Persatuan.Khatib al-, Yahya Abdurrahman. 2003. Hukum-Hukum Wanita Hamil (Ibadah, Perdata, Pidana). Jatim: al-Izzah.Munawar al-, Said Agil Husin. 2004. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial. Jakarta: PENAMADANI.Qaradhawi, Yusuf. 2002. Fatwa-Fatwa Kontemporer, 3 jilid, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani Press.Salim. 1993. Bayi tabung, Tinjauan Aspek Hukum.Jakarta: Sinar Grapika.Seri Nabahah, Radin, Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam, http//tibbians.tripod.com/shuib3.pdf, akses 17 November 2007.Surrogacy, http://en.wikipedia.com, akses 22 Februari 2008.Syaltut, Mahmud. 1972, Fatwa-Fatwa, alih bahasa oleh Bustami A. Gani dan Zaini Dahlan. Jakarta: Bulan Bintang.Yanggo, Chuzaimah T dan Anshari AZ, Hafiz. 2002. Problematika Hukum Islam Kontemporer, 4 buku. Jakarta: Pustaka Firdaus.