seri kajian sastra klasik - wordpress.com · serat wirid kridhamaya yang indah. dan (mohon)...

151

Upload: others

Post on 24-Jun-2020

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya
Page 2: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

i

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

SERAT KRIDHAMAYA

Page 3: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

ii

Page 4: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

iii

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

SERAT KRIDHAMAYA

R. NG. RANGGAWARSITA

TERJEMAH DAN KAJIAN DALAM BAHASA INDONESIA OLEH:

BAMBANG KHUSEN AL MARIE

2019

Page 5: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

iv

Page 6: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

v

KATA PENGANTAR

Serat Kridhamaya adalah karya pujangga besar R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta yang berisi nasihat-nasihat bagi anak muda. Dalam serat ini nasihat disampaikan dalam bentuk cerita karena memang dimaksudkan sebagai pelajaran untuk semua kalangan. Dengan mengambil bentuk cerita sang pengaran jauh dari kesan menggurui. Pembaca dipersilakan untuk mengambil pelajaran sendiri dari kisah yang disampaikan.

Isi pokok dari serat ini adalah hal-hal yang perlu dimiliki bagi seseorang yang hendak memasuki kehidupan bermasyarakat. Maka perlu bagi seseorang untuk memulai kehidupannya dengan menyadari bahwa kehidupannya adalah perwujudan dari ibadah kepada Tuhan. Perlu baginya untuk memahami bagaimana menjadi hamba yang benar. Sifat-sifat apa saja yang perlu diupayakan agar menjadi watak baginya. Cita-cita apa yang perlu diraih agar kehidupannya kelak sejahtera. Apa saja yang perlu diminta ketika beribadah kepada Tuhan.

Selebihnya pengkaji tak ingin panjang kata. Sebagai pengkaji kami hanya mencoba untuk mengartikan kalimat satu per satu sesuai pengertian yang kami pahami. Sebagaimana yang sudah-sudah kajian ini kami tujukan kepada anak muda yang di zaman sekarang kurang menguasai bahasa Jawa dengan baik. Dengan membaca kajian ini, kami berharap kepada mereka untuk tetap setidak-tidaknya masih “njawani” . Syukur-syukur kalau kemudian kajian ini membangkitkan minat untuk mempelajari lebih jauh kazanah pemikiran orang Jawa yang sungguh penuh “kawicaksanan”.

Akhir kata, kami menyadari kajian kami masih jauh memadai untuk bisa disebut sebagai karya ilmiah. Maka, kami akan merasa sangat berterima kasih jika para pembaca berkenan memberi masukan dan saran untuk perbaikan kelak.

Selamat membaca!

Page 7: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR v

DAFTAR ISI vii

TRANSLITERASI ARAB-LATIN ix

TRANSLITERASI JAWA-LATIN x

PUPUH KESATU: DHANDHANG GULA 1 Kajian Kridhamaya (1:1-2): Pambuka 2 Kajian Kridhamaya (1:4-6): Mugi Hyang Paring Nugraha 6 Kajian Kridhamaya (1:7-8): Pandhita Yatnajati 11 Kajian Kridhamaya (1:9-10): Cantrik Sang Pandhita 14 Kajian Kridhamaya (1:11-14): Berkah Sang Pandhita 17 Kajian Kridhamaya (1:15-16): Berkah Kang Andayani 23 Kajian Kridhamaya (1:17-24): Cantrik Kang Lelima 27 Kajian Kridhamaya (1:25-29): Samapta Ing Dhawuh 36 Kajian Kridhamaya (1:30-35): Wenang Nampik Lan Milih 41 PUPUH KEDUA: PANGKUR 48 Kajian Kridhamaya (2:1-4): Awit Karsaning Hyang Widhi 49 Kajian Kridhamaya (2:5-7): Catur Swanta 53 Kajian Kridhamaya (2:8-17): Patraping Patang Panembah 56 PUPUH KETIGA: SINOM 66 Kajian Kridhamaya (3:1-8): Nenem Watak Utama 67 Kajian Kridhamaya (3:9-14): Piwulang Trang Trawaca 78 PUPUH KEEMPAT: ASMARADANA 83 Kajian Kridhamaya (4:1-5): Patang Perkara Panggayuh 84 Kajian Kridhamaya (4:6-8): Tegese Artawan 88 Kajian Kridhamaya (4:9-14): Tegese Gunawan 91 Kajian Kridhamaya (4:15-19): Tegese Guna Kawignyan 96 Kajian Kridhamaya (4:20-22): Bogan Yen Tan Ngudia 100

Page 8: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

vii Kajian Kridhamaya (4:23-25): Warsita Sihing Hyang Agung 103 PUPUH KELIMA: POCUNG 105 Kajian Kridhamaya (5:1-7): Mamintaa Wahyu Sastrajendra 106 Kajian Kridhamaya (5:8-13): Patang Kanugrahan 110 Kajian Kridhamaya (5:14-26): Para Siswa Wus Tumanggap 114 Kajian Kridhamaya (5:27-30): Jejering Kawula-Gusti 121 PUPUH KEENAM: MASKUMAMBANG 123 Kajian Kridhamaya (6:1-11): Pamoring Kawula lan Gusti 124 PUPUH KETUJUH: KINANTHI 130 Kajian Kridhamaya (7:1-6): Lir Siniram Tirta Sawindu 131 Kajian Kridhamaya (7:7-14): Titi Warsitaning Yogi 135 Kajian Kridhamaya (7:14-15): Panutup 140

Page 9: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

viii

Transliterasi Arab ke Latin

Untuk kata-kata Arab yang ditulis dalam huruf latin dan diindonesiakan, tulisan ini memakai Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan. Untuk kata-kata yang belum diindonesiakan bila ditulis dalam huruf latin mempergunakan transliterasi sebagai berikut:

a, i, u = ا

b = ب t = ت ts = ث j = ج h = ح kh = خ d = د dz = ذ

r = ر z = ز s= س sy = ش sh = ص dl = ض th = ط dh = ظ ‘ = ع

gh = غ f = ف q = ق k = ك l = ل m = م n = ن w = ؤ h = ه y = ي

Page 10: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

ix

Transliterasi Jawa ke Latin

Transliterasi kata-kata Jawa yang ditulis dalam hurf latin adalah sebagai berikut.

= Ha = Na = Ca = Ra = Ka

= Da = Ta = Sa = Wa = La

= Pa = Dha = Ja = Ya = Nya

= Ma = Ga = Ba = Tha = Nga

Page 11: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 1

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KESATU

DHANDHANG GULA

Page 12: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 2

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:1-2): Pambuka Pupuh 1, bait 1-2, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Raras ingkang sarkara mintasih, mring sanggyaning kang samya punikas, lawan ingkang myarsakake, menggah suraosipun, serat Wirid Kridhamaya di.Den agung aksamanta, nulus sabek sadu, yen wonten cingkranging wanda, myang kithaling tetembungan sawatawis, lan kalintuning sastra. Panringa pangapura yekti, jatosipun kasagedan kula, dereng sapintena kehe, teka gumagah purun, angrerakit basa gitadi. Dahat dera tan ngrasa, lamun maksih kuthung, walaka niring weweka, sepen kawruh cubluk tuna ing pambudi, cupet mring panggraita. Mboten sande kathah kang ngesemi, awit saking luputing panindak, datan pakoleh tanduke. Tyas berung kadalarung, kebat kliwat nora nyukupi, sasar kurangan nalar. Lalabete tan antuk, ing wuwulang prasarjana, kang wus putus mumpuni saliring kawrin, marma sanget kuciwa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Indahnya tembang Dhandhang Gula ini meminta rasa kasih, kepada segenap yang membaca, dan uang mendengarkan, yakni maknanya, serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya kata-kata beberapa, dan keliru dalam aturan sastra. Berilah maaf yang sungguh, sejatinya kemampuan saya, belum seberapa banyaknya, kok bersikap sok gagah hendak, merangkai bahasa menjadi tembang indah. Sungguh diri tak merasa, kalau masih bodoh, lugu tanpa kehati-hatian, sepi dari ilmu dangkal tanpa budi, cupet dalam pemikiran. Tak urung banyak yang tersenyum, karena dari salah dalam bertindak, tidak berguna tindakannya. Hati keras melantur, cepat terlewat namun tak mencukupi, sesat kurang nalar. Semua itu

Page 13: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 3

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

karena tak mendapat, dalam pengajaran para sarjana, yang sudah ahli cakap dalam segala pengetahuan, karena itu sangat mengecewakan.

Kajian per kata:

Raras (indah) ingkang (yang) sarkara (tembang DhandhangGula) mintasih (meminta kasih), mring (kepada) sanggyaning (segenap, semua) kang (yang) samya (sedang) punikas (pembaca) lawan (dan) ingkang (yang) myarsakake (mendengarkan), menggah (yakni) suraosipun (bacaannya, maknanya), serat (serat) Wirid (wirid) Kridhamaya (Kridhamaya) di (yang indah). Indahnya tembang Dhandhang Gula ini meminta rasa kasih, kepada segenap yang membaca dan yang mendengarkan, yakni maknanya, serat wirid Kridhamaya yang indah.

Melalui indahnya tembang Dhandhang Gula ini, penggubah serat Kridhamaya ini meminta belas kasih kepada para pembaca dan pendengar yang sedang menyimak bacaan dari Serat Kridhamaya ini. Serat yang telah dicoba untuk dituliskan dengan kalimat yang indah.

Den (yang) agung (besar) aksamanta (maafnya), nulus (tulus) sabek sadu (suci, ikhlas), yen (jika) wonten (ada) cingkranging (kurang dalam) wanda (suku kata), myang (dan) kithaling (terlupakan, kealpaan dalam) tetembungan (kata-kata) sawatawis (beberapa), lan (dan) kalintuning (keliru dalam) sastra (aturan susastra). Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya kata-kata beberapa, dan keliru dalam aturan sastra.

Penggubah berharap dimaafkan dengan tulus dan ikhlas jika ada yang kurang, baik suku kata yang tertinggal serta ada kata-kata yang terlupakan serta adanya kesalahan dalam memberi makna sehingga terasa ganjil dalam penulisannya. Ataupun jika ada yang tidak sesuai dengan kaidah sastra yang berlaku.

Paringa (berilah) pangapura (maaf) yekti (sungguh), jatosipun (sejatinya) kasagedan (kemampuan) kula (saya), dereng (belum) sapintena (seberapa) kehe (banyaknya), teka (kok) gumagah (bersikap sok gagah) purun (hendak, mau), angrerakit (merangkai) basa (bahasa) gitadi (tembang indah). Berilah maaf yang sungguh, sejatinya kemampuan saya,

Page 14: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 4

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

belum seberapa banyaknya, kok bersikap sok gagah hendak, merangkai bahasa menjadi tembang indah.

Berilah maaf yang sungguh-sungguh, karena sebenarnya penggubah merasa kemampuannya belum seberapa. Namun telah berani lancang dengan bersikap sok gagah hendak merangkai bahasa menjadi tembang yang indah.

Dahat (sungguh) dera (diri) tan (tak) ngrasa (merasa), lamun (kalau) maksih (masih) kuthung (bodoh, kurang pengetahuan), walaka (lugu) niring (tanpa dari) weweka (kehati-hatian), sepen (sepi) kawruh (ilmu) cubluk (dangkal) tuna (tanpa) ing pambudi (budi), cupet (cupet) mring (pada) panggraita (pemikiran). Sungguh diri tak merasa, kalau masih bodoh, lugu tanpa kehati-hatian, sepi dari ilmu dangkal tanpa budi, cupet dalam pemikiran.

Sungguh diri ini tak merasa kalau masih bodoh, lugu tanpa kehati-hatian, sepi dari ilmu, dangkal tanpa budi, cupet dalam pemikiran.

Mboten (tidak) sande (urung) kathah (banyak) kang (yang) ngesemi (tersenyum, mentertawakan), awit (karena) saking (dari) luputing (salahnya) panindak (bertindak), datan (tidak) pakoleh (berguna) tanduke (tindakannya). Tak urung banyak yang tersenyum, karena dari salah dalam bertindak, tidak berguna tindakannya.

Tak urung banyak yang akan tersenyum atau mentertawakan karena diri salah dalam bertindak, dan melakukan tindakan tidak berguna.

Tyas (hati) berung (keras) kadalarung (melantur), kebat (cepat) kliwat (terlewat) nora (tak) nyukupi (mencukupi), sasar (sesat) kurangan (kurang) nalar (nalar). Hati keras melantur, cepat terlewat namun tak mencukupi, sesat kurang nalar.

Hati masih keras dan melantur dalam pendapat sendiri. Kelewatan dalam berpikir, karena tidak cukup kemampuan dan pengetahuan. Sesat serta kurang nalar.

Lalabete (semua itu karena) tan (tak) antuk (mendapat), ing (dalam) wuwulang (pengajaran) prasarjana (para sarjana), kang (yang) wus (sudah) putus (ahli) mumpuni (cakap) saliring (dalam segala) kawrin (pengetahuan), marma (karena itu) sanget (sangat) kuciwa (mengecewakan). Semua itu karena tak mendapat, dalam pengajaran para

Page 15: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 5

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

sarjana, yang sudah ahli cakap dalam segala pengetahuan, karena itu sangat mengecewakan.

Semua itu terjadi karena tidak mendapat pengajaran dari para sarjana yang sudah cakap dalam segala pengetahuan. Karena itu karya ini akan sangat mengecewakan.

Kalimat di atas adalah pembukaan yang berisi tatakrama seorang penulis besar. Perlu kiranya setiap penulis menyampaikan bahwa apa yang ditulisnya hanya sumbangsih kecil bagi pengetahuan. Seperti itulah tatakramanya.

Page 16: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 6

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:4-6): Mugi Hyang Paring Nugraha Pupuh 1, bait 4-6, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Pamenipun kula anyingkiri, nyelaki kanisthaning budaya, sangsaya ginuweng akeh. Nging puntoning tyas ulun, meksa adreng kumedah nganggit. Mung kinarya panggrenda, mrih mempaning kalbu, linantih saking lon-lonan. Pamintamba antuka berkah pamuji, sabdaning pratiyaksa. Lawan malih kula suwun ugi, jinampuwa dening Hyang Wisesa, paringa kanugrahaNe, amrih sageda lulus, anggen kula manawung tulis. Samben selaning karya, mung katimbang nganggur, neng wisma mengku sungkawa. Labet saking kacombrengan samukawis, tanana kang tinengga.

Mangka purwaning wasita gati, kang supaya dadya pralampita, sagung pramardi budine. Kang sengsem ngisep kawruh, keparenga mulati mirit, tindaking kang mrih arja, myang watek kang bagus. Supyantuk kanugrahan, dingapura sakehing dosa nireki, ingkang wus linakonan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Seandainya saya menghindari, menyangkal kenistaan budaya (yang saya sandang), semakin dibuwang oleh orang banyak. Namun akhirnya hati saya memaksa dengan keinginan tak tertahankan untuk menulis. Hanya sebagai pengasah, agar menajamkan hati, dilatih dari pelan-pelan. Permintaan hamba semoga mendapat barokah dan doa, dari perkataan yang jelas. Dan lagi saya minta juga, selalu diperhatikan oleh Yang Maha Kuasa, berilah anugrahnya, agar bisa lestari, dalam saya menggubah tulisan ini. Selingan di sela-sela bekerja, hanya daripada menganggur, di rumah membawa kesedihan. Karena dari sebab kekurangan segalanya, tak ada yang ditunggui. Sebagai pembuka dari pesan penting, yang supaya menjadi perlambang, segenap para yang melatih budinya. Yang terpesona

Page 17: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 7

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

mengambil pelajaran, bersedialah melihat-lihat mencontoh, perbuatan yang mengharap selamat, dan watak yang bagus.Supaya mendapat anugrah, diampuni semua dosamu, yang sudah dilakukan.

Kajian per kata:

Setelah dalam tiga bait pada kajian yang lalu penggubah serat Kridhamaya menyampaikan permohonan maaf karena karya yang ditulisnya tidaklah seberapa berbobot, maka dalam bait-bait ini sang penggubah menyatakan alasan menulis serat ini. Apa yang disampaikan ini pun sebentuk tatakrama yang mesti disampaikan oleh seorang penulis. Dan Kyai Ranggawarsita menyampaikan dengan cara yang rendah hati. Bahkan terkesan berlebihan mengingat reputasi beliau sebagai pujangga besar di zamannya.

Pamenipun (seandainya) kula (saya) anyingkiri (menghindari), nyelaki (menyangkal) kanisthaning (kenistaan) budaya (budaya), sangsaya (semakin) ginuweng (dibuwang oleh) akeh (orang banyak). Seandainya saya menghindari, menyangkal kenistaan budaya (yang saya sandang), semakin dibuwang oleh orang banyak.

Penggubah sadar bahwa masih banyak kelemahan pada dirinya. Namun seandainya penggubah serat ini menghindari kelemahan itu dengan tidak menulis karya apapun maka akan semakin dibuang atau dijauhi oleh orang banyak.

Nging (nanging, tetapi) puntoning (akhirnya) tyas (hati) ulun (saya), meksa (memaksa) adreng (saya ingin) kumedah (tak tertahankan) nganggit (menulis). Namun akhirnya hati saya memaksa dengan keinginan tak tertahankan untuk menulis.

Namun akhirnya sang penggubah serat ini memaksakan diri untuk menulis. Karena walau belum banyak pengetahuan dan merasa belum ahli dalam merangkai bahasa tetapi mempunyai sedikit gagasan yang hendak disampaikan.

Mung (hanya) kinarya (sebagai) panggrenda (pengasah, penajam), mrih (agar) mempaning (menajamkan) kalbu (hati), linantih (dilatih) saking (dari pada) lon-lonan (pelan-pelan). Hanya sebagai pengasah, agar menajamkan hati, dilatih dari pelan-pelan.

Page 18: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 8

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Apa yang tertulis ini hanya sebagai sarana untuk menajamkan hati, sebagai alat untuk latihan secara perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Panggrenda maksudnya sebagai gerinda untuk menajamkan sesuatu. Dalam hal ini adalah hati. Jadi karya tulis ini dimaksudkan sebagai sarana latihan agar hati menjadi tajam.

Pamintamba (permintaan hamba) antuka (moga mendapat) berkah (barokah) pamuji (dan doa), sabdaning (dari perkataan) prasiyaksa (pratyaksa =terang jelas). Permintaan hamba semoga mendapat barokah dan doa, dari perkataan yang jelas.

Harapannya kepada para pembaca agar mendapat barokah dan doa dari ahli yang jelas perkataannya. Kami agak kesulitan mengartikan kalimat ini. Tidak ada kata prasiyaksa dalam kamus-kamus lama. Yang ada adalah pratyaksa, jelas terang, waspada. Dari redaksi kalimat di atas, sepertinya obyek yang dituju adalah sekelompok orang yang perkataannya jelas dan terang, atau para pujangga.

Lawan (dan) malih (lagi) kula (saya) suwun (minta) ugi (juga), jinampuwa (jinampang = diawasi, diperhatikan) dening (oleh) Hyang (Yang Maha) Wisesa (Kuasa), paringa (berilah) kanugrahaNe (anugrahnya), amrih (agar) sageda (bisa) lulus (lestari, terus, stabil), anggen kula (dalam) manawung (menggubah) tulis (tulisan). Dan lagi saya minta juga, selalu diperhatikan oleh Yang Maha Kuasa, berilah anugrahnya, agar bisa lestari, dalam saya menggubah tulisan ini.

Dan lagi harapannya agar selalu diperhatikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, agar selalu diberi anugrahNya, sehingga bisa lestari dalam menulis. Jinampu artinya selalu diawasi dan diperhatikan, dijaga dan dijauhkan dari segala halangan.

Samben (selingan) selaning (disela-sela) karya (bekerja), mung (hanya) katimbang (daripada) nganggur (menganggur), neng (di) wisma (rumah) mengku (membawa) sungkawa (kesedihan). Selingan di sela-sela bekerja, hanya daripada menganggur, di rumah membawa kesedihan.

Bahwa selain sebagai sarana berlatih, karya ini juga sebagai pengisi waktu senggang di sela-sela kesibukan bekerja. Daripada di rumah hanya menganggur dan membawa kesedihan, lebih baik mengisinya dengan membuat karya tulis.

Page 19: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 9

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Labet (karena) saking (dari sebab) kacombrengan (compreng, kekurangan) samukawis (segalanya), tanana (tak ada) kang (yang) tinengga (ditunggui). Karena dari sebab kekurangan segalanya, tak ada yang ditunggui.

Karena di rumah merasa serba kurang, karena tak ada yang ditunggui. Hidup serasa kosong karena tidak ada sesuatu yang membuat sibuk.

Mangka (minangka, sebagai) purwaning (pembuka dari) wasita (pesan) gati (penting), kang (yang) supaya (supaya) dadya (menjadi) pralampita (perlambang), sagung (segenap) pramardi (para yang melatih) budine (budinya). Sebagai pembuka dari pesan penting, yang supaya menjadi perlambang, segenap para yang melatih budinya.

Yang disebutkan di atas adalah pengantar dari pesan penting yang akan disampaikan dalam karya ini. Agar para pembaca mendapat ibarat atau perlambang, bagi yang berkehendak melatih akal budinya.

Kang (yang) sengsem (terpesona) ngisep (menghisap, mengambil) kawruh (pelajaran), keparenga (bersedialah) mulati (melihat-lihat) mirit (mencontoh), tindaking (perbuatan) kang (yang) mrih (mengharap) arja (selamat), myang (dan) watek (watak) kang (yang) bagus (bagus). Yang terpesona mengambil pelajaran, bersedialah melihat-lihat mencontoh, perbuatan yang mengharap selamat, dan watak yang bagus.

Yaitu bagi mereka yang mempunyai kegemaran belajar mengambil pelajaran, bersedia melihat dan mencontoh perbuatan yang mengharap pada keselamatan dan watak yang bagus. Di sini dipakai ungkapan watak kang bagus, artinya watak yang menimbulkan perasaan senang bagi yang melihat. Maksudnya adalah watak yang bukan sekedar baik, tetapi juga menyenangkan orang lain.

Supyantuk (agar mendapat) kanugrahan (anugrah), dingapura (diampuni) sakehing (semua) dosa (dosa) nireki (kamu), ingkang (yang) wus (sudah) linakonan (dilakukan). Supaya mendapat anugrah, diampuni semua dosamu, yang sudah dilakukan.

Yang terakhir harapannya agar para pembaca yang disebutkan tadi mendapat ampunan dari semua dosa yang telah dilakukan. Semoga Tuhan berkenan memberi ampunan, disebabkan karena upaya-upaya kita dalam mencari keselamatan. Mempelajari sesuatu yang menuju kepada

Page 20: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 10

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

keselamatan adalah suatu perbuatan baik, dan semoga kebaikan itu mendatangkan ampunan bagi kita.

Page 21: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 11

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:7-8): Pandhita Yatnajati Pupuh 1, bait 7-8, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Kawuwusa kang warneng tulis, nenggih wonten sajuga pandhita, putus sampurna kawruhe, titis prastawa teguh, wicaksana limpat ing budi, agal rempit tan wawasa, gentur tapanipun, ginanjar panjang yuswanya, ajejuluk Sang Pandhita Yatnajati, asramen pucak arda.

Winastanan Wahmaya kang dhiri, ardi luhur tanana tumimbang, menggah ageng myang inggile, lan ngongkang samodra gung, kanan kering pepereng curi, gawat kaliwat-liwat, arang ingkang wantun, angancik puncaking arda, sajejege tanana liya kang wani, saking sru gawatira.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Diceritkan dalam tulisan, yakni ada seorang pendeta, ahli sempurna dalam pengetahuannya, tepat awas teguh, bijaksana mumpuni dalam budi, baik yang kasar maupun yang halus tak terlihat. Keras bertapanya, dianugrahi umur panjang, bergelar dengan nama Sang Pendeta Yatnajati, bertempat di puncak gunung.

Disebut gunung Wahmaya, gunung tinggi tak ada bandingannya, dalam hal besar dan tingginya. Dan letaknya dekat ditepi samudra luas, kanan-kiri bertebing batu tajam, gawat sangat-sangat. Jarang yang berani, merambah puncak dari gunung itu, selama ini tak ada orang lain yang berani, karena sangat gawatnya.

Kajian per kata:

Kawuwusa (diceritakan) kang (yang) warneng (berbentuk) tulis (tulisan), nenggih (yakni) wonten (ada) sajuga (seorang) pandhita (pendeta), putus (ahli) sampurna (sempurna) kawruhe (pengetahuannya), titis (tepat) prastawa (awas, terang) teguh (teguh, stabil), wicaksana (bijaksana) limpat (mahir, mumpuni) ing (dalam) budi (budi), agal (kasar) rempit (rumit) tan (tak) wawasa (terlihat). Diceritkan dalam tulisan, yakni ada

Page 22: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 12

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

seorang pendeta, ahli sempurna dalam pengetahuannya, tepat awas teguh, bijaksana mumpuni dalam budi, baik yang kasar maupun yang halus tak terlihat.

Dikisahkan dalam tulisan (serat) ini, ada seorang pendeta yang sempurna dalam pengetahuan, tepat dan terang pandangannya, teguh pendiriannya, bijaksana perbuatannya. Mumpuni dalam budi, artinya menguasai dalam sembarang tindak tanduk. Baik yang kasar maupun yang halus, bahkan yang tidak terlihat mata.

Gentur (keras) tapanipun (bertapanya), ginanjar (diberi) panjang (panjang) yuswanya (usianya), ajejuluk (bergelar nama) Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) Yatnajati (Yatnajati), asramen (bertempat) pucak (puncak) arda (gunung). Keras bertapanya, dianugrahi umur panjang, bergelar dengan nama Sang Pendeta Yatnajati, bertempat di puncak gunung.

Gentur artinya keras bertapanya. Senantiasa menghabiskan waktu untuk bertapa, mensucikan diri dan mengendalikan hawa nafsu. Sang pendeta diberi umur yang panjang. Nama sang pendeta adalah Sang Pendeta Yatnajati. Bertempat di sebuah puncak gunung.

Winastanan (disebut) Wahmaya (Wahmaya) kang (yang) dhiri (diri), ardi (gunung) luhur (tinggi) tanana (tak ada) tumimbang (bandingannya), menggah (dalam hal) ageng (besar) myang (dan) inggile (tingginya). Disebut gunung Wahmaya, gunung tinggi tak ada bandingannya, dalam hal besar dan tingginya.

Gunung tempat sang pendeta tadi bernama Gunung Wahmaya. Sebuah gunung yang tinggi, tak ada bandingannya. Baik dalam besarnya gunung, maupun dalam hal ketinggiannya.

Lan (dan) ngongkang (dekat dengan, ditepi) samodra (samudra) gung (luas), kanan (kanan) kering (kiri) pepereng (bertebing) curi (batu tajam), gawat (gawat) kaliwat-liwat (sangat-sangat). Dan letaknya dekat ditepi samudra luas, kanan-kiri bertebing batu tajam, gawat sangat-sangat.

Gunung itu letaknya diatas samudera. Ngongkang artinya tepat dibawah gunung itu terdapat samudera yang luas, seolah gunung itu berada di atas laut. Di kiri kanan gunung itu terdiri dari batu padas yang tajam. Sangat berbahaya kalau hendak naik ke puncak gunung itu.

Page 23: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 13

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Arang (jarang) ingkang (yang) wantun (berani), angancik (merambah) puncaking (puncak dari) arda (gunung itu), sajejege (selama ini) tanana (tak ada) liya (orang lain) kang (yang) wani (berani), saking (karena dari) sru (sangat) gawatira (gawatnya). Jarang yang berani, merambah puncak dari gunung itu, selama ini tak ada orang lain yang berani, karena sangat gawatnya.

Jarang ada yang berani merambah puncak gunung itu. Selama-lamanya tak ada orang lain yang berani karena sangat berbahaya medan yang harus dilalui. Boleh dikatakan tempat pertapaan sang pendeta Yatnajati sangat terasing dari dunia luar.

Page 24: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 14

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:9-10): Cantrik Sang Pandhita Pupuh 1, bait 9-10, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Tarlen amung ri sang maha yogi, lan pra cantrik manguyu jajanggga, kulina saha wasesa, ya ta sang maha wiku, darbe cantrik kang kinasih, sasat putra priyangga, gangsal cacahipun, juga Wasta pun wiwita, kang kakalih aran puh Rahsaya cantrik, katiga pun Citaya. Kapatira Budata wawangi, kang kalima Karsaya parapnya, limeku kinasih kabeh, wau ta kang cinatur, amarengi sajuga ari, wanci Hyang Bagaskara, wus meh tunggang gunung, yeku bakda salat Ngasar, duk samana sang Pandhita Yatnajati, karsa lenggah ing langgar.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Tak lain hanya sang pendeta agung, dan para cantrik manguyu janggan, yang terbiasa dan mampu. Alkisah sang Pendeta Agung, mempunyai siswa yang dikasihi, layaknya putra sendiri, lima jumlahnya. Seorang bernama Jiwita, yang kedua bernama Rahsaya siswa, ketiga ialah Citaya. Keempat Budata namanya, yang kelima Karsaya panggilannya, kelima itu dikasihi semuanya. Dikisahkan dalam cerita, bersamaan pada suatu hari, saat matahari hampir melewati gunung, yaitu setelah waktu shalat ‘Asar, ketika itu sang Pendeta Yatnajati, berkenan duduk di langgar.

Kajian per kata:

Tarlen (tak lain) amung (hanya) ri sang (Sang) maha yogi (Pendeta agung), lan (dan) pra (para) cantrik (cantrik) manguyu (manguyu) jajanggga (janggan), kulina (terbiasa) saha (serta) wasesa (mampu). Tak lain hanya sang pendeta agung, dan para cantrik manguyu janggan, yang terbiasa dan mampu.

Page 25: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 15

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Cantrik, manguyu dan janggan adalah tingkatan-tingkatan dari para siswa yang belajar kepada sang pendeta. Mereka mengabdi sekaligus belajar kepada sang pendeta. Cantrik adalah tingkatan paling rendah, umumnya lebih banyak bertindak sebagai pelayan dari pendeta. Manguyu sudah lebih tinggi lagi tingkat ilmunya dan bisa membimbing para cantrik. Janggan umumnya sudah punya kemampuan yang lumayan, seperti Janggan Smarasanta, nama dari Semar sewaktu masih menjadi murid dari Bagawan Manumanasa.

Tingkatan siswa yang lain adalah puthut dan wasi. Puthut biasanya sudah mempunyai kesaktian yang tinggi, seperti Puthut Supalawa, kera putih salah seorang siswa dari Bagawan Manumanasa. Sedangkan wasi adalah pendeta muda, contohnya Wasi Jaladara, nama yang dipakai oleh Baladewa sewaktu menjadi pendeta muda.

Karena sangat terpencil dan berbahaya jalan menuju ke puncak gunung Wahmaya itu, hanya sang pendeta dan para murid-muridnya yang terbiasa dan mampu mencapai puncak gunung. Dari sini kita tahu bahwa padepokan sang pendeta Yatnajati jauh dari kehidupan, dan para murid jarang berinteraksi dengan dunia luar.

Ya ta (sungguh, diceritakan, alkisah) sang (sang) maha wiku (pendeta agung), darbe (mempunyai) cantrik (siswa) kang (yang) kinasih (dikasihi), sasat (layaknya) putra (putra) priyangga (sendiri), gangsal (lima) cacahipun (jumlahnya). Alkisah sang Pendeta Agung, mempunyai siswa yang dikasihi, layaknya putra sendiri, lima jumlahnya.

Dikisahkan bahwa sang pendeta Yatnajati mempunyai siswa yang sangat dikasihi, layaknya putra sendiri. Mereka berjumlah lima orang.

Juga (seorang) wasta (bernama) pun Jiwita (Jiwita), kang (yang) kakalih (kedua) aran pun (namanya) Rahsaya (Rahsaya) cantrik (siswa), katiga (ketiga) pun (ialah) Citaya (Citaya). Seorang bernama Jiwita, yang kedua bernama Rahsaya siswa, ketiga ialah Citaya.

Yang pertama bernama Jiwita, yang kedua bernama Rahsaya, yang ketig bernama Citaya.

Kapatira (yang keempat) Budata (Budata) wawangi (namanya), kang (yang) kalima (kelima) Karsaya (Karsaya) parapnya (panggilannya), limeku (kelima itu) kinasih (dikasihi) kabeh (semua). Keempat Budata

Page 26: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 16

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

namanya, yang kelima Karsaya panggilannya, kelima itu dikasihi semuanya.

Yang keempat bernama Budata, dan yang kelima bernama Karsaya. Kelimanya sangat dikasihi oleh sang pendeta.

Wau ta (dikisahkan) kang (yang) cinatur (diceritakan), amarengi (bersamaan) sajuga (sutu) ari (hari), wanci (saat) Hyang Bagaskara (matahari), wus (sudah) meh (hampir) tunggang (melewati) gunung (gunung), yeku (yaitu) bakda (setelah) salat (shalat) Ngasar (‘Asar), duk (ketika) samana (itu) sang (sang) Pandhita (Pendeta) Yatnajati (Yatnajati), karsa (berkenan) lenggah (duduk) ing (di) langgar (langgar, mushola). Dikisahkan dalam cerita, bersamaan pada suatu hari, saat matahari hampir melewati gunung, yaitu setelah waktu shalat ‘Asar, ketika itu sang Pendeta Yatnajati, berkenan duduk di langgar.

Pada suatu hari, saat matahari telah melewati gunung, setelah waktu Asar sang pendeta berkenan untuk keluar memberi pelajaran. Tempatnya adalah di langgar atau mushala. Pada zaman dahulu para siswa sangat menghargai guru sehingga sebelum sang guru berkenan keluar mereka telah bersiap untuk menunggu sang guru. Karena waktu sang guru memberi pelajaran tidaklah ditentukan oleh jadwal, tetapi murni karena kehendak sang guru sendiri. Para cantriklah yang harus selalu siap sedia sewaktu-waktu.

Page 27: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 17

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:11-14): Berkah Sang Pandhita Pupuh 1, bait 11-14, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Den adhepi cantriknya kakalih, pun Jiwita kalawan Rahsaya, caket tumungkul lungguhe, Sang Wiku manabdarum, marang cantrik ingkang ngadhepi, “Heh cantrik sireku, apata padha wus lama, sakarone anggonmu pada ngadhepi, aneng ngarsa manira”. Pun Jiwita andheku sumaji, mring Sang Dwija makaten aturnya, “Dhuh Sang Widra saestune, wau saderengipun, sang Pandhita pinarak munggwing, madyaning pacrabakan, pun cantrik wus ngantu, maera rawuh andika, anyenyambi anata mangrasikani, bale kang kagem lenggah”. Sang Awiku angandika malih, maring Rahsaya mangkana sabdanya, “Lah cantrik paran wartane, mhhonmu padha nenandur, palawija apa lestari, myang tanduranmu gaga, apa bisa metu”, rahsaya matur ngrerepa, “Estunipun angsal pangestu Sang Yogi, sagung taneman kula”. Subur genjah tan wonten kang gering, kang mekaten tarlen sing berkahnya, pamuji ndika yektine, lan pangestu Sang Wiku, kang sumebar nyamati wiji, temah saged widada, thukulnya ngrembuyung, lulusa datanpa sangsaya, kang minangko dados rarabuking siti, tegal-tegal sedaya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

(Sang Pendeta) dihadapi siswanya dua orang, yakni Jiwita dan Rahsaya, dekat menunduk posisi duduknya. Sang Pendeta berkata manis, kepada siswa yang menghadap. Wahai siswa(ku) engkau, apakah semua sudah lama, kalian berdua dalam engkau, semua menghadap, ada di depanku?

Page 28: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 18

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Si Jiwita tertunduk bersiap (menjawab), kepada sang Guru demikian perkataannya, Duh Sang Bijak sebenarnya, tadi sebelum, Sang Pendeta duduk di tempat, di tengah padepokan, hamba sudah menanti, kedatangan paduka, sambil menata mempercantik, balai-balai tempat duduk. Sang Pendeta berkata lagi, kepada Rahsaya demikian perkataannya. Nah, siswaku bagaimana kabarnya, dalam engkau semua menanam, palawija apakah terus hidup, dan tanamanmu gaga, apa bisa keluar hasilnya? Rahsaya berkata dengan sangat sopan, sebenarnya berkat mendapat restu paduka Sang Pendeta, semua tanaman saya, subur cepat tumbuh tak ada yang kering. Yang demikian tak lain dari berkahnya, doa paduka sebenarnya, dan restu (paduka) Sang Pendeta, yang menyebar melingkupi seluruh benih. Sehingga bisa tumbuh tanpa gangguan, tumbuhnya rimbun, terus tanpa gangguan, (restu itu) yang menjadi pupuk bagi tanah, tegalan semuanya.

Kajian per kata:

Den (di) adhepi (hadapi) cantriknya (siswanya) kakalih (dua orang), pun (yakni, adalah) Jiwita (Jiwita) kalawan (dan) Rahsaya (Rahsaya), caket (dekat) tumungkul (menunduk) lungguhe (posisi duduknya). (Sang

Page 29: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 19

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Pendeta) dihadapi siswanya dua orang, yakni Jiwita dan Rahsaya, dekat menunduk posisi duduknya.

Kedua siswa, Jiwita dan Rahsaya, duduk menunduk bersiap menerima perintah sang guru. Amat sangat menghormat mereka dan selalu bersiap sedia jika sewaktu-waktu dipanggil atau di beri tugas. Demikian penghormatan seorang siswa di zaman dahulu kepada gurunya.

Sang Wiku (Sang Pendeta) manabdarum (berkata manis), marang (kepada) cantrik (siwa) ingkang (yang) ngadhepi (menghadap). Sang Pendeta berkata manis, kepada siswa yang menghadap.

Manabda arum artinya berbicara harum, tidak lazim dalam bahasa Indonesia kata harum dipakai sebagai sifat dari perkataan. Yang lebih pas adalah berkata manis. Berkata manis artinya berbicara dengan nada yang enak terdengar di telinga, nada rendah yang tidak mengagetkan atau mengusik perasaan yang mendengar.

“Heh (Wahai) cantrik (siswaku) sireku (engkau), apata (apakah) padha (semua) wus (sudah) lama (lama), sakarone (kalian berdua) anggonmu (dalam engkau) padha (semua) ngadhepi (menghadap), aneng (ada di) ngarsa (depan) manira (saya)”. Wahai siswa(ku) engkau, apakah semua sudah lama, kalian berdua dalam engkau semua menghadap, ada di depanku?

Kalimat aslinya dalam bahasa Jawa sungguh puitis sehingga pengkaji agak sulit menerjemahkan perkata. Terjemahan bebasnya kurang lebih; wahai para siswaku, apakah kaliah sudah lama bersiap di tempat kalian di depanku ini? Hal ini karena kebiasaan para siswa itu adalah menunggu sang guru keluar dari langgar untuk memberi mereka wejangan. Sang guru kadang setelah shalat ashar masih lama berdzikir sehingga tanpa sadar kalau telah ditunggu oleh para siswanya.

Pun (Si) Jiwita (Jiwita) andheku (tertunduk) sumaji (bersiap), mring (kepada) Sang (Sang) Dwija (Guru) makaten (demikian) aturnya (perkataannya), “Dhuh (Duh) Sang (Sang) Widra (bijak?) saestune (sebenarnya), wau (tadi) saderengipun (sebelum), sang (Sang) Pandhita (Pendeta) pinarak (duduk) munggwing (di tempat), madyaning (ditengah) pacrabakan (padepokan), pun cantrik (sang siswa, maksudnya: saya) wus (sudah) ngantu (menanti), maera (menanti?) rawuh (kedatangan) andika

Page 30: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 20

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(paduka), anyenyambi (sambil) anata (menata) mangrasikani (mempercantik), bale (balai-balai) kang (yang) kagem (dipakai) lenggah (duduk)”. Si Jiwita tertunduk bersiap (menjawab), kepada sang Guru demikian perkataannya, Duh Sang Bijak sebenarnya, tadi sebelum, Sang Pendeta duduk di tempat, di tengah padepokan, hamba sudah menanti, kedatangan paduka, sambil menata mempercantik, balai-balai tempat duduk.

Kata andheku dari kata dheku artinya posisi duduk menunduk karena sangat hormat kepada yang di hadapannya. Sumaji artinya dalam keadaan bersiap atau stand by. Kata mangrasikani dari kata rasika yang artinya indah. Dua orang yang bercumbu disebut mangun raras karasikan artinya membangun sesuatu yang indah mempesona antara keduanya. Kata mangrasikani tepatnya diartikan mempercantik atau memperindah, karena obyeknya berupa pertamanan atau kebun.

Catatan: Kata widra dan maera tidak kami temukan padanan artinya dalam kamus yang manapun dan tidak pula kami temukan dalam kalimat lain sejauh ini. Kelak kami akan sempurnakan lagi terjemahan ini jika sudah mendapat referensi yang valid.

Sang (Sang) Awiku (wiku, pendekta) angandika (berkata) malih (lagi), maring (kepada) Rahsaya (Rahsaya) mangkana (demikian) sabdanya (perkataannya). Sang Pendeta berkata lagi, kepada Rahsaya demikian perkataannya.

Setelah Jiwita melaporkan keadaannya, kemudian gantian Rahsaya yang ditanya oleh Sang Pendeta tentang apa yang menjadi tugas kewajiban para siswa di padepokan.

“Lah (Nah) cantrik (siswaku) paran wartane (bagaimana kabarnya), nggonmu (engkau) padha (semua) nenandur (menanam), palawija (palawija) apa (apa) lestari (hidup), myang (dan) tanduranmu (tanamanmu) gaga (gaga), apa (apa) bisa (bisa) metu (keluar buahnya, berbuah).” Nah, siswaku bagaimana kabarnya, dalam engkau semua menanam, palawija apakah terus hidup, dan tanamanmu gaga, apa bisa keluar hasilnya?

Palawija adalah tanaman kering yang ditaman di tanah yang tidak berair. Gaga adalah tanaman sejenis pada yang bisa hidup di tanah yang tidak

Page 31: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 21

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

banyak air, disebut juga pari gaga. Selain belajar kepada Sang Pendeta memang para santri mengerjakan segala urusan di padepokan, termasuk bertani sederhana. Jadi selain belajar pengetahuan mereka juga terbiasa melatih kemampuan life skill yang kelak akan sangat berguna jika sudah terjun ke masyarakat.

Rahsaya (Rahsaya) matur (berkata) ngrerepa (dengan sangat sopan), “Estunipun (sebenarnya) angsal (berkat mendapat) pangestu (restu) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), sagung (semua) taneman (tanaman) kula (hamba), subur (subur) genjah (cepat tumbuh) tan (tak) wonten (ada) kang (yang) gering (kering). Rahsaya berkata dengan sangat sopan, Sebenarnya berkat mendapat restu paduka Sang Pendeta, semua tanaman saya, subur cepat tumbuh tak ada yang kering.

Ngrerepa dari kata rerepa artinya berkata dengan sangat sopan dan hati-hati. Lazimnya dilakukan oleh orang yang posisinya dibawah dari lawan bicaranya, atau juga sedang berada dalam posisi yang butuh kepada lawan bicara. Misalnya pada kasus orang yang mengajukan pinjaman utang. Karena sangat butuh perkataannya ngrerepa agar lawan bicara mau meminjaminya. Kata genjah artinya cepat, dalam hal kalimat di atas artinya cepat tumbuh. Dulu di zaman Presiden Soeharto ada pembagian bibit kelapa genjah, yakni pohon kelapa yang cepat berbuah.

Kang (yang) mekaten (demikian) tarlen (tak lain) sing (dari) berkahnya (berkahnya), pamuji (doa) ndika (paduka) yektine (sebenarnya), lan (dan) pangestu (restu) Sang (sang) Wiku (Pendeta), kang (yang) sumebar (menyebar) nyamati (melingkupi) wiji (benih). Yang demikian tak lain dari berkahnya, doa paduka sebenarnya, dan restu (paduka) Sang Pendeta, yang menyebar melingkupi seluruh benih.

Tumbuh suburnya tanaman itu tak lain karena berkah dari Sang Pendeta, dari doa dan restu yang diberikan kepada para siswanya. Kemuliaan Sang Pendeta menyebar sampai kepada biji-biji tanaman yang ditanam di perkebunan padepokan.

Temah (sehingga) saged (bisa) widada (tumbuh tanpa gangguan), thukulnya (tumbuhnya) ngrembuyung (rimbun), lulusa (terus) datanpa (tanpa) sangsaya (menderita, gangguan), kang (yang) minangko (sebagai) dados (jadi) rarabuking (pupuk bagi) siti (tanah), tegal-tegal (tegalan) sedaya (semuanya). Sehingga bisa tumbuh tanpa gangguan, tumbuhnya

Page 32: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 22

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

rimbun, terus tanpa gangguan, (restu itu) yang menjadi pupuk bagi tanah, tegalan semuanya.

Sehingga karena kemuliaan Sang Pendeta itu tanaman di gunung bisa tumbuh rimbun daunnya, terus tumbuh tanpa gangguan, tanpa ada hal-hal yang menghambat tumbuhnya tanaman itu. Widada artinya tanpa ada gangguan atau halangan yang menimpa. Kemuliaan Sang Pendeta pula yang membuat tanah-tanah seolah mendapat pupuk sehingga setiap tanaman yang tumbuh di atasnya menjadi subur.

Page 33: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 23

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:15-16): Berkah Kang Andayani Pupuh 1, bait 15-16, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Nggih punika wawatek sang Yogi, dennya tansah ambek paramarta, mamayu amrih ayune. Sadina-dina manggung, angecani tyasing sasami, sirik weh seriking lyan, mung anggung anggunggung. Lumuh sungkan yen nacad, ala becik sanityasa ing ngelmi, met susukaning liliyan. Dene ingkang minangka siraming, tetaneman ing tegal sedaya, punika saking dayane, sih kadarmaning Sang Wiku, dera manggung dadana mintir, mring janma kang kasrakat. Ri ratri lumintu, slami datanpa kembat, anenuju sakarep-kareping janma, tan arsa karya cuwa.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yaitulah watak Sang Pendeta, karena beliau selalu berwatak baik, memperbagus segala sesuatu agar semua mencapai kebaikannya. Sehari-harinya selalu membuat nyaman hati sesama manusia, menghindari membuat sakit hati bagi orang lain, hanya selalu membesarkan hati. Enggan dan tak enak hati kalau mencela orang lain, buruk dan baik selalu dalam pengetahuan, dicari upaya agar membuat suka orang lain. Adapun yang sebagai air penyiram, semua tanaman di tegalan semuanya, yaitu dari daya, kasih pemberian Sang Pendeta, dalam beliau selalu berderma secara berkesinambungan, kepada orang yang kekurangan. Siang malam selalu, tanpa putus, menyasar sekehendak manusia, tak hendak membuat kecewa.

Kajian per kata:

Dalam bait yang lalu, Rahsaya mengatakan bahwa kemuliaan watak Sang Pendetalah yang membuat tanaman tumbuh subur di gunung Wahmaya. Juga dikatakan bahwa watak Sang Pendeta yang gemar berdoa kepada Tuhan dan restunya atas segala yang dikerjakan oleh para siswa laksana

Page 34: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 24

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

pupuk yang membuat tanaman tumbuh dengan cepat. Bait ini melanjutkan uraian tentang watak Sang Pendeta Yatnajati.

Nggih punika (yaitulah) wawatek (watak) sang (Sang) Yogi (Pendeta), dennya (karena beliau) tansah (selalu) ambek (berwatak) paramarta (berbudi baik), mamayu (memperbagus, mempercantik) amrih (agar supaya) ayune (semua mencapai kebaikannya). Yaitulah watak Sang Pendeta, karena beliau selalu berwatak baik, memperbagus segala sesuatu agar semua mencapai kebaikannya.

Paramarta artinya berwatak murah hati dalam kaitan dengan kebaikan orang lain. Maksudnya diupayakan agar semua orang mencapai kebaikannya masing-masing. Watak paramarta sering digabungkan dengan watak adil, ambek adil paramarta, dan menjadi persyaratan bagi watak seorang raja.

Sadina-dina (sehari-harinya) manggung (dari kata anggung = selalu), angecani (mengenakkan, membuat nyaman) tyasing (hati dari) sasami (sesama manusia), sirik (menghindari) weh (memberi) seriking (sakit hati bagi) lyan (orang lain), mung (hanya) anggung (selalu) anggunggung (membesarkan hati). Sehari-harinya selalu membuat nyaman hati sesama manusia, menghindari membuat sakit hati bagi orang lain, hanya selalu membesarkan hati.

Sehari-harinya Sang Pendeta selalu membuat nyaman orang lain yang bersamanya. Bukan berarti menjilat atau asal orang senang, tetapi segala hal selalu diupayakan agar caranya tidak membuat orang sakit hati. Beliau selalu menghindar cara-cara yang membuat orang lain tersinggung, termasuk ketika sedang mengajar, memberitahu ataupun sedang melarang. Dia selalu membesarkan hati orang lain, membuat orang lain merasa dihargai sehingga segan kepada Sang Pendeta.

Lumuh (enggan) sungkan (tak enak hati) yen (kalau) nacad (mencela), ala (buruk) becik (baik) sanityasa (selalu) ing (dalam) ngelmi (ilmu, pengetahuan), met (dicari) susukaning (kesukaan) liliyan (orang lain). Enggan dan tak enak hati kalau mencela orang lain, buruk dan baik selalu dalam pengetahuan, dicari upaya agar membuat suka orang lain.

Beliau juga enggan dan tak enak hati kalau sampai mencela orang lain. Kalau ada keburukan pada orang lain selalu dicarikan cara agar yang

Page 35: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 25

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

bersangkutan berubah tanpa harus mencelanya. Dalam hal ini beliau sangat menguasai caranya karena beliau seorang yang banyak ilmu atau metodenya dalam mengajar orang lain. Selalu beliau cari caranya agar orang suka ketika sedang diperingatkan atau dinasihati.

Sifat-sifat Sang Pendeta itulah yang laksana pupuk sehingga membuat tanaman di Gunung Wahmaya tumbuh subur. Namun masih ada watak-watak lain sang Pendeta Yatnajati yang juga turut membuat tanaman semakin subur laksana tanaman yang cukup air.

Dene (adapun) ingkang (yang) minangka (sebagai) siraming (air penyiram), tetaneman (semua tanaman) ing (di) tegal (tegalan) sedaya (semuanya), punika (yaitu) saking (dari) dayane (daya, tuah), sih (kasih) kadarmaning (pemberian dari) Sang (Sang) Wiku (Pendeta), dera (dalam beliau) manggung (selalu) dadana (berderma) mintir (secara berkesinambungan), mring (kepada) janma (orang) kang (yang) kasrakat (kekurangan). Adapun yang sebagai air penyiram, semua tanaman di tegalan semuanya, yaitu dari daya, kasih pemberian Sang Pendeta, dalam beliau selalu berderma secara berkesinambungan, kepada orang yang kekurangan.

Adapun yang menjadi air penyiram dari tanaman tersebut adalah daya atau tuah dari watak suka berderma dari Sang Pendeta Yatnajati. Tanaman sebagus apapun bijinya dan sesubur apa tanahnya kalau tidak cukup air akan kering. Sang Pendeta melengkapi wataknya sehingga lengkap sudah beliau menyebarkan kebaikan bagi manusia dan alam sekitarnya. Wataknya yang baik dan selalu menghargai manusia disempurnakan dengan kerelaannya untuk berbagi harta benda.

Dedana mintir artinya beliau suka berderma secara berkesinambungan tiada putus-putusnya. Kata mintir biasa dipakai untuk menyebut aliran air yang kecil namun tak pernah kering. Artinya aliran airnya ajeg selalu mengalir sampai kapanpun. Demikian perumpamaan sifat derma yang dilakukan oleh Sang Pendeta Yatnajati.

Ri (ari, siang) ratri (malam) lumintu (selalu), slami (selamanya) datanpa (tanpa) kembat (putus), anenuju (menyasar) sakarep-kareping (sekehendak) janma (manusia), tan (tak) arsa (hendak) karya (membuat) cuwa (kecewa). Siang malam selalu, tanpa putus, menyasar sekehendak manusia, tak hendak membuat kecewa.

Page 36: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 26

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Di siang malam Sang Pendeta selalu selama-lamanya tiada putus membuat suka orang lain yang bergaul dengannya. Kata anenuju maksudnya nujuprana artinya membuat suka orang lain. Apa yang dikehendaki oleh orang lain sebisa mungkin selalu beliau wujudkan. Beliau sekali-kali tak inging membuat orang lain kecewa. Sebuah kebaikan yang sempurna dari seorang Pendeta Agung Yatnajati.

Page 37: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 27

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:17-24): Cantrik Kang Lelima Pupuh 1, bait 17-24, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Sang Pandhita manambung sabdanis, mring Jiwita tanapi Rahsaya, makaten pangandikane, “Ya bangetira meng sun, nggonmu njunjung kluhuran kami, sapata kang kuwawa, junjung prawirengsun, kajabane amung sira, ing samangko seje kang dakwuwus genti, kadangmu kang titiga, ana ngendi tan angadhepi. Pun Jiwita umatur prasaja, mangkana cantrik umature, “Nuwun ndika ndangu pun cantrik, kadang kula titiga, neng tegalan macul, samya andamel gadhanagan, badhenipun kataneman kacang ruji, kenthang miwah katela.” Sang Awiku ngandika malih, mring dwi cantrik sabdanya mangkana, “Sira sun duta age-age, nulatana kadangmu, si Citaya Budaya tuwin, katelune Karsaya, mengke yen wus pangguh, tutura lamun sun duta, bocah telu mangko wanci madya ratri, padha kinen sewaka.” Matur nuwun sandika cantrik dwi, gya lumengser sira ngarsa Sang Dwija, sumedya nuruh kadange. Njunjug mring tegilipun, katon maksih sami ndhangiri, taneman palawija. Samana dupi wus, perak nulya awawarta, ring kadangtri makaten denira angling, “Dhuh kadang tri sadaya, den pirengna wuwusku kariyin, ywa katungkul dhangiri tanduran.” Wau tau cantrik katrine, dupi miyarsa wuwus, sigra noleh bareng tumoleh, sareng samya tuminggal, yen kadangnya sepuh, kakalih angulatana, pun Citaya, Budaya, Karsaya sami, merak nungsung pawarta. Pan makaten Citaya derangling, “Lah ta kakang paran wigatinya, de sira nusul marene,” Jiwita nambung wuwus, “Aywa dadi kageting ati, nggonku katemu sira, ana parlunipun, manira ngemban dhawuhnya, Sang Pandhita tekaku kinen animbali, bocah telu prasamya.

Page 38: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 28

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Mengko yen wus wanci tengah wengi, jeneng sira padha didhawuhana, mrih ngadhepa neng ngersane, mungguh ing parlunipun, aku tan wruh kurang mangerti. Citaya lan Budaya, Karsayatrinipun, dupi ngrungu ling mangkana,, saur manuk mangkana dennya mangsuli, “dhuh Kakang mengko sira, Umatura ri Sang Maha Yogi, yen wong telu umatur sandika, ri sang Dwija timbalane, mangke kewala dalu, kula mreg sowan Sang Yogi. Wau ta Jiwita, Rahsayadwinipun, reh wus trang wangsulanira, gya pamitan wangsul yun matur Sang Yogi, dennya samya dinuta.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sang Pendeta menyambung perkataan manisnya, kepada Jiwita dan Rahsaya, demikian perkataannya; “Ya sangat (memuji) engkau kepadaku, dalam engkau mengangkat kemuliaanku, sepatah kata yang sanggup, menjunjung keperwiraan (kemuliaan)ku, tak hanya engkau. Sekarang lain yang kubicarakan ganti, tentang saudaramu yang bertiga, ada di mana kok tidak menghadap. Si Jiwita berkata apa adanya, demikian siswa itu melapor, “Maaf, paduka bertanya tentang para siswa, saudara saya yang tiga, ada di tegalan mencangkul, mereka sedang membuat tanah persemian, bakal ditanami kacang ruji, kentang dan ketela.” Sang Pendeta berkata lagi, kepada dua siswa sabdanya demikian; “Engkau aku utus segera melihat saudaramu, Si Citaya Budaya serta, yang ketiga Karsaya, nanti kalau sudah ketemu, katakan kalau aku utus, anak tiga itu nanti waktu tengah malam, semua disuruh menghadap.” Menyatakan kesiapan dua siswa itu, segera lengser mereka dari depan Sang Guru, hendak mencari saudaranya. Langsung menuju ke tegalannya, terlihat masih sama-sama mendhangir, tanaman palawija. Waktu itu ketika sudah, dekat segera mengabarkan, pada tiga saudara demikian mereka berkata, “Duh saudara bertiga semuanya,

Page 39: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 29

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

dengarkanlah perkataanku dulu, jangan terpaku mendhangiri tanaman.” Dikisahkan siswa ketiganya, ketika mendengar perkataan, segera menoleh mereka dengan bersamaan menoleh, ketika mereka melihat, kalau saudara tua mereka, berdua mengawasi, si Citaya, Budaya, Karsaya semua, mendekat untuk menyongsong perintah. Demikian Citaya berkata, “Lah kakak apa kepentingannya, sampai engkau menyusul kemari?”Jiwita menyambung perkataan, “Jangan sampai kaget hati(mu), aku menemuimu, ada keperluannya, aku mengemban perintah, Sang Pendeta kedatanganku disuruh memanggil, engkau bertiga semuanya. Nanti kalau sudah waktu tengh malam, engkau semua diperintahkan, agar menghadap di dihadapan beliau, adapun dalam hal keperluannya, aku tak mengetahui dan kurang mengerti. Citaya dan Budaya, yang ketiga Karsaya, ketika mendengar perkataan demikian, saling sahut demikian mereka menjawab, “Duh kakak nanti engkau, melaporlah pada Sang Maha Pendeta, kalau orang tiga ini menjawas siap, pada perintah Sang Guru, nanti malam saja, kami menghadao Sang Pendeta. Diceritakan Jiwita, dan juga Rahsaya karena sudah jelas jawaban mereka, segera pamitan kembali hendak melapor kepada Sang Pendeta, dalam hal mereka telah diutus.

Kajian per kata:

Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) manambung (menyambung) sabdanis (perkataan manisnya), mring (kepada) Jiwita (Jiwita) tanapi (dan) Rahsaya (Rahsaya), makaten (demikian) pangandikane (perkataannya), “Ya (iya) bangetira (sangat) meng (kepada) sun (aku), nggonmu (dalam engkau) njunjung (mengangkat) kluhuran (kemuliaan) kami (kami, aku), sapata (sepatah kata) kang (yang) kuwawa (sanggup), junjung (mengangkat) prawirengsun (kemuliaanku), kajabane (tak lain) amung (hanya) sira (engkau). Sang Pendeta menyambung perkataan manisnya, kepada Jiwita dan Rahsaya, demikian perkataannya; “Ya sangat (memuji)

Page 40: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 30

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

engkau kepadaku, dalam engkau mengangkat kemuliaanku, sepatah kata yang sanggup, menjunjung keperwiraan (kemuliaan)ku, tak hanya engkau.

Sang Pendeta menanggapi pujian kedua muridnya dengan perkataan manis. Bahwa apa yang dikatakan muridnya sungguh telah menjunjung kemuliaannya. Tampak bahwa Sang Pendeta Yatnajati menanggapi dengan sekadarnya saja pujian itu, seraya mengatakan bahwa itu hanya ucapan muridnya untuk menjunjung kemuliaannya. Beliau tidak lantas kegirangan mendapat pujian yang demikian itu.

“Ing (pada saat) samangko (sekarang) seje (lain) kang (yang) dakwuwus (kubicarakan) genti (ganti), kadangmu (saudaramu) kang (yang) titiga (bertiga), ana (ada) ngendi (di mana) tan (tidak) angadhepi (menghadap)? Sekarang lain yang kubicarakan ganti, tentang saudaramu yang bertiga, ada di mana kok tidak menghadap.

Sang Pendeta tidak larut dalam pujian, beliau segera mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Beliau bertanya tentang siswa lain yang tidak menghadap sore itu, yakni tiga siswa terkasih yang lain.

Pun (Si) Jiwita (Jiwita) umatur (berkata) prasaja (apa adanya), mangkana (demikian) cantrik (siswa itu) umature (melapor), “Nuwun (Maaf, permisi) ndika (paduka) ndangu (bertanya) pun cantrik (tentang para siswa), kadang (saudara) kula (saya) titiga (yang tiga), neng (ada di) tegalan (tegalan) macul (mencangkul), samya (mereka sedang) andamel (membuat) gadhanagan (tanah persemian), badhenipun (bakal) kataneman (ditanami) kacang ruji (kacang ruji), kenthang (kentang) miwah (serta) katela (ketela).” Si Jiwita berkata apa adanya, demikian siswa itu melapor, “Maaf, paduka bertanya tentang para siswa, saudara saya yang tiga, ada di tegalan mencangkul, mereka sedang membuat tanah persemian, bakal ditanami kacang ruji, kentang dan ketela.”

Si Jiwita menjawab bahwa ketiganya sedang berada di tegalan untuk mempersiapkan gadhangan, yakni lahan yang akan ditanami kacang ruji, kentang dan ketela. Gadhangan adalah tanah yang dicangkul dan diratakan sebagai media tempat tanaman disebarkan. Sebelum ditanami tanah itu digemburkan dahulu dengan cangkul agar udara bisa masuk ke dalam tanah. Supaya benih yang ditanam bisa segera tumbuh dan akar-akarnya bisa menembus tanah serta kecambahnya bisa muncul ke permukaan. Gadhangan kadang juga diberi parit-parit kecil (palir) agar air sisa yang

Page 41: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 31

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

terbuang dapat mengalir di sela-sela tanaman, tujuannya agar tanah tidak becek kalau sewaktu-waktu hujan atau ada kelebihan air.

Yang disebut di atas, kacang ruji, kentang dan ketela semua adalah jenis tanaman palawija yang cocok ditanam di lahan kering seperti pegunungan. Ada banyak jenis palawija selain yang telah disebut di atas dan setiap jenis ada namanya sendiri. Contohnya apa yang disebut pala-kapendhem, yakni tanaman yang buahnya berada di dalam tanah, seperti ketela, umbi, kentang dan sebagainya. Pala-gumantung, tanaman yang buahnya bergantung di udara seperti jagung atau pepaya. Pala-kesampir adalah tanaman yang buahnya tersampir di pohon lain. Umumnya pohonnya sendiri berupa pohon rambat seperti melon, uwi, bligo dan sebagainya. Pala-kesimpar, adalah tanaman yang buahnya sering tersandung atau tertendang oleh kaki, seperti ketimun, blewah, labu dan semangka.

Sang (Sang) Awiku (Pendeta) ngandika (berkata) malih (lagi), mring (kepada) dwi (dua) cantrik (siswa) sabdanya (sabdanya) mangkana (demikian), “Sira (engkau) sun (aku) duta (utus, suruh) age-age (segera), nulatana (melihat) kadangmu (saudaramu), si (Si) Citaya (Citaya) Budaya (Budaya) tuwin (serta), katelune (yang ketiga) Karsaya (Karsaya), mengke (nanti) yen (kalau) wus (sudah) pangguh (ketemu), tutura (katakan) lamun (kalau) sun (aku) duta (utus), bocah (anak) telu (tiga) mangko (nanti) wanci (waktu) madya (tengah) ratri (malam), padha (semua) kinen (disuruh) sewaka (menghadap).” Sang Pendeta berkata lagi, kepada dua siswa sabdanya demikian; “Engkau aku utus segera melihat saudaramu, Si Citaya Budaya serta, yang ketiga Karsaya, nanti kalau sudah ketemu, katakan kalau aku utus, anak tiga itu nanti waktu tengah malam, semua disuruh menghadap.”

Sang Pendeta berkenan untuk memanggil ketiga siswa yang sore itu tidak hadir. Ketiganya disuruh untuk menghadap nanti waktu tengah malam. Yang disebut waktu madya-ratri yang artinya tengah malam, bukanlah jam 12 malam, tetapi waktu setelah sore dan sebelum fajar, antara setelah Isya’ dan sebelum Subuh. Waktu-waktu ketika aktivitas manusia telah terhenti karena mereka sedang istirahat. Di waktu-waktu itulah para pertapa justru terbangun untuk membangun hubungan yang khusyu’ dengan Penguasa Langit.

Page 42: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 32

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Matur (berkata, menyatakan) nuwun sandika (kesiapan) cantrik (siswa) dwi (dua), gya (segera) lumengser (lengser) sira (engkau, maksudnya mereka) ngarsa (depan) Sang (Sang) Dwija (Guru), sumedya (hendak) nuruh (mencari) kadange (saudaranya). Menyatakan kesiapan dua siswa itu, segera lengser mereka dari depan Sang Guru, hendak mencari saudaranya.

Kata sandika adalah ungkapan kesediaan untuk melaksanakan perintah. Kalau di zaman sekarang seperti kata “Siap!” bagi para prajurit terhadap komandannya. Kata nuruh artinya menyirami sehingga yang disirami basah secara merata. Dalam kalimat ini artinya hendak mencari dengan menyisir sampai ketemu.

Njunjug (langsung menuju) mring (ke) tegilipun (tegalannya), katon (terlihat) maksih (masih) sami (sama-sama) ndhangiri (mencangkul), taneman (tanaman) palawija (palawija). Langsung menuju ke tegalannya, terlihat masih sama-sama mendhangir, tanaman palawija.

Dhangir adalah mencangkul sela-sela tanaman agar tanaman mendapat pasokan udara dan dapat tumbuh lebih cepat. Para saudara mereka yang tiga masih terlihat sibuk mencangkul sela-sela tanaman palawija di tegalan.

Samana (waktu itu) dupi (ketika) wus (sudah), perak (dekat) nulya (segara) awawarta (mengabarkan), ring (pada) kadangtri (tiga saudara) makaten (demikian) denira (mereka) angling (berkata), “Dhuh (Duh) kadang (saudara) tri (bertiga) sadaya (semuanya), den pirengna (dengarkanlah) wuwusku (perkataanku) kariyin (dulu), ywa (jangan) katungkul (terpaku) dhangiri (mendangiri) tanduran (tanaman).” Waktu itu ketika sudah, dekat segera mengabarkan, pada tiga saudara demikian mereka berkata, “Duh saudara bertiga semuanya, dengarkanlah perkataanku dulu, jangan terpaku mendangiri tanaman.”

Kedua siswa mendapati ketiga saudara mereka masih sibuk mendangir tanaman. Mereka menyuruh ketiganya untuk berhenti dahulu untuk mendengarkan perintah sang Guru yang hendak disampaikan, agar ketiganya dapat mendengarkan perintah dengan seksama.

Wau ta (dikisahkan) cantrik (siswa) katrine (ketiganya), dupi (ketika) miyarsa (mendengar) wuwus (perkataan), sigra (segera) noleh (menoleh)

Page 43: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 33

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

bareng (bersamaan) tumoleh (mereka menoleh), sareng (ketika) samya (mereka sama-sama) tuminggal (melihat), yen (kalau) kadangnya (saudara mereka) sepuh (yang tua), kakalih (berdua) angulatana (mengawasi), pun (si) Citaya (Citaya), Budaya (Budaya), Karsaya (Karsaya) sami (semua), merak (mendekat) nungsung (menyiongsong) pawarta (berita). Dikisahkan siswa ketiganya, ketika mendengar perkataan, segera menoleh mereka dengan bersamaan menoleh, ketika mereka melihat, kalau saudara tua mereka, berdua mengawasi, si Citaya, Budaya, Karsaya semua, mendekat untuk menyongsong perintah.

Begitu ketiga saudara seperguruan yang sedang mendangir itu mendengar perkataan yang ditujukan kepada mereka, serentak mereka menoleh. Mereka melihat kedua saudara tua seperguruan mereka sedang mengawasi. Ketiganya segera mendekat dengan tergopoh-gopoh, untuk menyongsong perintah apakah yang hendak disampaikan kepada mereka. Inilah sikap unggah-ungguh atau adab mulia yang sangat mereka pegang. Ketika ada saudara tua memanggil mereka segera mendekat dengan segera.

Pan (sungguh) makaten (demikian) Citaya (Citaya) derangling (berkata), “Lah ta (Lah) kakang (kakak) paran (tujuan, maksudnya apa tujuannya) wigatinya (kepentingannya), de (dene, adapun, sampai-sampai) sira (engkau) nusul (menyusul) marene (kemari)?” Demikian Citaya berkata, “Lah kakak apa kepentingannya, sampai engkau menyusul kemari?”

Maksud kalimat itu sedikit menyayangkan, juga sedikit rasa kaget mengapa sang kakak sampai berpayah-payah menyusul ke tegalan, mengapa tidak menunggu mereka pulang nanti. Apakah ada yang begitu penting sehingga membuat sang kakak sampai harus menyusul ke tegalan.

Jiwita (Jiwita) nambung (menyambung) wuwus (perkataan), “Aywa (jangan) dadi (sampai) kageting (kagetnya) ati (hati), nggonku (dalam aku) katemu (menemui) sira (kamu), ana (ada) parlunipun (keperluannya), manira (aku) ngemban (mengemban) dhawuhnya (perintah), Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) tekaku (kedatanganku) kinen (disuruh) animbali (memanggil), bocah (anak) telu (tiga) prasamya (semuanya). Jiwita menyambung perkataan, “Jangan sampai kaget hati(mu), aku menemuimu, ada keperluannya, aku mengemban perintah, Sang Pendeta kedatanganku disuruh memanggil, engkau bertiga semuanya.

Page 44: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 34

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Jiwita mengatakan bahwa kedatangannya ke tegalan karena ada keperluan yang penting, yakni mengemban perintah dari Sang Guru untuk memanggil mereka bertiga. Perintah Sang Guru yang mereka hormati dianggap sebagai hal yang sangat mendesak untuk segera dilaksanakan sehingga mereka langsung mengerjakannya. Tidak ada kata nanti-nanti, walau ketiga saudara mereka juga bakal pulang ke padepokan nantinya. Namun karena perintah Guru sangat mereka junjung, tidak terbersit dalam hati untuk menunda lagi. Ini pun sebuah adab yang mulia.

Mengko (nanti) yen (kalau) wus (sudah) wanci (waktu) tengah (tengah) wengi (malam), jeneng sira (engkau) padha (semua) didhawuhana (diperintahkan), mrih (agar) ngadhepa (menghadap) neng (di) ngersane (hadapannya), mungguh (adapun) ing (dalam) parlunipun (keperluannya), aku (aku) tan (tak) wruh (mengetahui) kurang (kurang) mangerti (mengerti). Nanti kalau sudah waktu tengh malam, engkau semua diperintahkan, agar menghadap di dihadapan beliau, adapun dalam hal keperluannya, aku tak mengetahui dan kurang mengerti.

Jiwita menyampaikan perintah dari Sang Guru kepada Citaya, Budaya dan Karsaya. Mereka bertiga disuruh menghadap kepada Sang Guru nanti pada waktu tengah malam. Adapun keperluannya apa Jiwita tidak mengetahuinya. Ini pun juga merupakan adab dari seorang siswa kepada guru, yakni ketika diperintah tidak usah menelisih maksud dari perintah itu, yang penting segera dilaksanakan.

Citaya (Citaya) lan (dan) Budaya (Budaya), Karsayatrinipun (yang ketiga Karsaya), dupi (ketika) ngrungu (mendengar) ling (perkataan) mangkana (demikian), saur manuk (saling saut) mangkana (demikian) dennya (mereka dalam) mangsuli (menjawab), “Dhuh (Duh) kakang (kakak) mengko (nanti) sira (engkau), umatura (melaporlah) ri (pada) Sang (Sang) Maha (Maha) Yogi (Pendeta), yen (kalau) wong (orang) telu (tiga) umatur (menjawab) sandika (siap), ri (pada) sang (Sang) Dwija (Guru) timbalane (perintahnya), mangke (nanti) kewala (saja) dalu (malam), kula (kami) mreg (mendekat) sowan (menghadap) Sang (Sang) Yogi (Pendeta). Citaya dan Budaya, yang ketiga Karsaya, ketika mendengar perkataan demikian, saling sahut demikian mereka menjawab, “Duh kakak nanti engkau, melaporlah pada Sang Maha Pendeta, kalau orang tiga ini menjawas siap, pada perintah Sang Guru, nanti malam saja, kami menghadao Sang Pendeta.

Page 45: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 35

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Saur manuk artinya saling bersahutan berlomba menjawab, seperti suara burung yang saling sahut satu dengan yang lain. Ini merupakan tanda kesiapan atau persetujuan mereka terhadap perintah yang mereka terima. Mereka menitipkan pesan kepada yang membawa perintah bahwa mereka bersiap sedia memenuhi perintah itu nanti malam.

Wau ta (diceritakan) Jiwita (Jiwita), Rahsayadwinipun (dan juga Rahsaya), reh (karena) wus (sudah) trang (jelas) wangsulanira (jawabannya), gya (segera) pamitan (pamitan) wangsul (kembali) yun (hendak) matur (melapor) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), dennya (dalam mereka) samya (semua) dinuta (diutus). Diceritakan Jiwita, dan juga Rahsaya karena sudah jelas jawaban mereka, segera pamitan kembali hendak melapor kepada Sang Pendeta, dalam hal mereka telah diutus.

Kedua saudara perguruan, Jiwita dan Rahsaya, meninggalkan ketiga saudara mereka yang meneruskan bertani di tegalan. Telah terang jawaban ketiganya bahwa nanti malam mereka akan menghadap Sang Guru. Keduanya lalu kembali ke padepokan untuk melapor hasil mereka diutus sore itu.

Page 46: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 36

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:25-29): Samapta Ing Dhawuh Pupuh 1, bait 25-29, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Tan wibawa lampahnyaneng margi, mung pinunggel mrih gancanging crita. Wus prapta ngabyantarane, Sang Yatnajati wiku, marikelu denira linggih, anekeri Sang Jati, meh anguswajengku. Sang Pandhita angandika, Mring Jiwita makaten sabdanya Yogi; “Paran wusananira, sakorone anggonmu ngulati, baya bisa pinanggya sadaya, kadangmu tetelu kabeh.” Pun Jiwita umatur, “Sangking antuk barkah pamuji, paduka Sang Pandhita, duk wau amba wus, tiga pisan lagya dhedhangir neng tegil, nulya kawula undang.” “Dupi sampun sami anyelaki, kadya kula dawuhaken timbalan, dene mangke dalu, badhe sowan ngadhepi. Ya ta sira Sang Pandhita, duk miyarsa atur, kacaryan jroning wardaya, Sang Awiku anulya ngandika malih, mangkana sabdanira. “Lah ta payo wus bubaran cantrik, ingsun arsa angasoken badan.” “sumangga,” cantrik ature. Laju linggar Sang Wiku, pun Jiwita Rahsaya tuwin, maksih neng pacrabakan, anata dudunung, kang badhe kangge lungguhan, ngadhepi Ri Sang Wiku Yatnajati, aywa nganti kuciwa. Kuneng gantya amangsuli malih, cantrik tiga kang sami ngandika, dupyantara wus wancine, timbalan kang tinamtu, cantrik katri angumpul sami, Citaya myang Budaya, lawan Karsayeku, laju budhalan asarengan, sru ginelak wonten tri dera lumaris, anyipta daya-daya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Tak diceritakan perjalananya selama di jalan, hanya disingkat agar lancar jalan cerita. Sudah sampai di hadapan, Sang Pendeta Yatnajati, menunduk hormat mereka duduk, mengelilingi Sang

Page 47: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 37

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Yatnajati, mendekat mencium lutut. Sang Pendeta berkata, kepada Jiwita demikian sabda Sang Pendeta; “Bagaimana akhirnya, kalian berdua dalam engkau mencari, apakah bisa ketemu semua, saudaramu ketiganya semuanya?” Si Jiwita berkata, “Karena mendapat berkah, paduka Sang Pendeta, ketika tadi hamba sudah, (betemu) ketiganya sekaligus sedang mendangir di tegalan, lalu kami panggil. Ketika sudah semua mendekat, saya perintahkan panggilan seperti itu, bahwa nanti malam, mereka akan datang menghadap. Diceritakan Sang Pendeta, ketika mendengar laporan, gembira dalam hatinya, Sang Pendela lalu berkata lagi, demikian sabdanya; “Lah ayo bubar dahulu para siswa(ku), aku hendak mengistirahatkan badan.” “Silakan!” para siswa berkata, segera meninggalkan tempat Sang Pendeta. Si Jiwita serta Rahsaya, masih ada di padepokan, menata tempat, yang akan dipakai duduk-duduk, menghadap pada Sang Pendeta Yatnajati, jangan sampai mengecewakan. Demikian ganti yang diceritakan kembali lagi, pada tiga siswa yang sedang bercakap, ketika beberapa saat sudah waktunya, panggilan yang ditetapkan, siswa ketiganya berkumpul semua. Citaya dan Budaya, serta Karsaya itu, segera berangkat bersama-sama, cepat dipercepat mereka berjalan, angan-angan mereka (agar) segera sampai.

Kajian per kata:

Tan (tak) wibawa (diceritakan) lampahnya (perjalanannya) neng (ada di) margi (jalan), mung (hanya) pinunggel (diputus, disingkat) mrih (agar) gancanging (lancar jalan) crita (cerita). Tak diceritakan perjalananya selama di jalan, hanya disingkat agar lancar jalan cerita.

Yang dimaksud perjalanan di sini adalah perjalanan pulang Jiwita dan Rahsaya dari tegal. Tidak diceritakan karena tidak ada peristiwa penting selama di jalan. Singkat cerita mereka telah sampai kembali di padepokan.

Page 48: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 38

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Wus (sudah) prapta ( sampai) ngabyantarane (di hadapan), Sang (Sang) Yatnajati (Yatnajati) wiku (Pendeta), marikelu (menunduk hormat) denira (mereka) linggih (duduk), anekeri (mengelilingi) Sang (Sang) Jati (Yatnajati), meh (mendekat) anguswajengku (mencium lutut). Sudah sampai di hadapan, Sang Pendeta Yatnajati, menunduk hormat mereka duduk, mengelilingi Sang Yatnajati, mendekat mencium lutut.

Sudah sampai mereka di hadapan Sang Pendeta Yatnajati. Tunduk dengan hormat mengelilingi sang Pendeta, mendekat dan mencium lutut. Demikian tinggi rasa hormat para siswa di hadapan gurunya, layaknya penghormatan kepada raja. Nguswajengku maksudnya menunduk dan memcium lutut. Sering juga disebut angestupada atau angabekti.

Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) angandika (berkata), mring (kepada) Jiwita (Jiwita) makaten (demikian) sabdanya (sabda) Yogi (Sang Pendeta); “Paran wusananira (bagaimana akhirnya), sakorone (kalian berdua) anggonmu (dalam engkau) ngulati (mencari), baya (apakah) bisa (bisa) pinanggya (ketemu) sadaya (semua), kadangmu (saudaramu) tetelu (ketiganya) kabeh (semua).” Sang Pendeta berkata, kepada Jiwita demikian sabda Sang Pendeta; “Bagaimana akhirnya, kalian berdua dalam engkau mencari, apakah bisa ketemu semua, saudaramu ketiganya semuanya?”

Sang Pendeta bertanya kepada Jiwita akhir kesudahan dari tugas yang diberikan kepadanya, apakah berhasil dilaksanakan dengan baik? Yakni, apakah bisa bertemu dengan ketiga saudaranya itu dan telah memanggilnya untuk menghadap nanti malam?

Pun (si) Jiwita (Jiwita) umatur (berkata), “Sangking (karena) antuk (mendapat) barkah (berkah) pamuji (doa), paduka (paduka) Sang (Sang) Pandhita (Pendeta), duk (ketika) wau (tadi) amba (hamba) wus (sudah), tiga (tiga) pisan (sekaligus) lagya (sedang) dhedhangir (mendangir) neng (di) tegil (tegalan), nulya (lalu) kawula (kami) undang (panggil).” Si Jiwita berkata, “Karena mendapat berkah, paduka Sang Pendeta, ketika tadi hamba sudah, (betemu) ketiganya sekaligus sedang mendangir di tegalan, lalu kami panggil.

Jiwita menyatakan bahwa tugasnya telah berhasil dilaksanakan dengan baik. Mereka berdua berhasil menemukan ketiga saudaranya di tegalan

Page 49: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 39

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

sedang mendangir tanaman, tepat seperti yang mereka katakan sebelumnya.

“Dupi (ketika) sampun (sudah) sami (semua) anyelaki (mendekat), kadya (seperti) kula (saya) dhawuhaken (perintahkan) timbalan (panggilan), dene (bahwa) mangke (nanti) dalu (malam), badhe (akan) sowan (datang) ngadhepi (menghadap). Ketika sudah semua mendekat, saya perintahkan panggilan seperti itu, bahwa nanti malam, mereka akan datang menghadap.

Ketika sudah dekat mereka berdua menyampaikan perintah yang telah diberikan agar nanti malam datang menghadap kepada Sang Guru. Ketiga saudara juga telah menyatakan kesanggupannya.

Ya ta (diceritakan) sira (dia) Sang (Sang) Pandhita (Pendeta), duk (ketika) miyarsa (mendengar) atur (laporan), kacaryan (gembira) jroning (dalam) wardaya (hatinya), Sang (Sang) Awiku (Pendeta) anulya (lalu) ngandika (berkata) malih (lagi), mangkana (demikian) sabdanira (sabdanya); “Lah ta (Lah) payo (ayo) wus (sudah) bubaran (bubar) cantrik (siswa), ingsun (aku) arsa (hendak) angasoken (mengistirahatkan) badan (badan).” Diceritakan Sang Pendeta, ketika mendengar laporan, gembira dalam hatinya, Sang Pendela lalu berkata lagi, demikian sabdanya; “Lah ayo bubar dahulu para siswa(ku), aku hendak mengistirahatkan badan.”

Sangat gembira hati Sang Pendeta mendengar kedua muridnya telah berhasil menemui ketiga saudaranya, dan mereka berlima dapat berkumpul nanti malam. Sang Pendeta lalu undur diri untuk istirahat.

“Sumangga (Silakan)” cantrik (siswa) ature (berkata), laju (segera) linggar (meninggalkan tempat) Sang (Sang) Wiku (Pendeta). “Silakan!” para siswa berkata, segera meninggalkan tempat Sang Pendeta.

Jiwita dan Rahsaya menyilakan Sang Guru untuk beristirahat, sementara mereka berdua masih tinggal di tempat itu untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk pertemuan nanti malam.

Pun (Si) Jiwita (Jiwita) Rahsaya (Rahsaya) tuwin (serta), maksih (masih) neng (ada di) pacrabakan (padepokan), anata (menata) dudunung (tempat), kang (yang) badhe (akan) kangge (dipakai) lungguhan (duduk-duduk), ngadhepi (menghadap) ri (pada) Sang (Sang) Wiku (Pendeta)

Page 50: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 40

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Yatnajati (Yatnajati), aywa (jangan) nganti (sampai) kuciwa (mengecewakan). Si Jiwita serta Rahsaya, masih ada di padepokan, menata tempat, yang akan dipakai duduk-duduk, menghadap pada Sang Pendeta Yatnajati, jangan sampai mengecewakan.

Tempat duduk dan segala keperluan yang diperlukan untuk nanti malam merekalah yang mempersiapkan. Jangan sampai membuat acara yang sudah dipersiapkan itu berjalan tidak lancar sehingga Sang Guru kecewa.

Kuneng (demikian) gantya (ganti cerita) amangsuli (kembali) malih (lagi), cantrik (siswa) tiga (tiga) kang (yang) sami (sedang) ngandika (bercakap), dupyantara (ketika beberapa saat) wus (sudah) wancine (waktunya), timbalan (panggilan) kang (yang) tinamtu (ditetapkan), cantrik (siswa) katri (ketiganya) angumpul (mengumpul) sami (semua). Demikian ganti yang diceritakan kembali lagi, pada tiga siswa yang sedang bercakap, ketika beberapa saat sudah waktunya, panggilan yang ditetapkan, siswa ketiganya berkumpul semua.

Ganti yang diceritakan, para siswa bertiga yang sedang di tegalan setelah mendengar perintah kepada mereka untuk menghadap nanti malam, mereka segera mempersiapkan diri. Mereka saling bertanya-tanya ada apakah gerangan yang akan disampaikan oleh Sang Guru sehingga secara khusus memanggil mereka. Namun mereka tampak tak punya waktu untuk banyak menebak karena waktu sudah sangat mepet. Segera mereka membereskan pekerjaannya dan berkumpul.

Citaya (Citaya) myang (dan) Budaya (Budaya), lawan (serta) Karsayeku (Karsaya itu), laju (segera) budhalan (berangkat) asarengan (bersama-sama), sru (cepat) ginelak (dipercepat) wonten (ada) tri (tiga) dera (mereka) lumaris (berjalan), anyipta (angan mereka) daya-daya (segera sampai). Citaya dan Budaya, serta Karsaya itu, segera berangkat bersama-sama, cepat dipercepat mereka berjalan, angan-angan mereka (agar) segera sampai.

Ketiga siswa segera berangkat ke padepokan bersama-sama. Jalan mereka dipercepat. Yang diangankan hanyalah segera sampai di padepokan dan menghadap Sang Guru.

Page 51: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 41

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (1:30-35): Wenang Nampik Lan Milih Pupuh 1, bait 30-35, Dhandhang Gula (10i, 10a, 8e, 7u, 9i, 7a, 6u, 8a, 12i, 7a) Serat Kridhamaya karya R Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Prapteng ngarsanya Sang Maha Yogi, duk samana tan kawarneng margi, wus prapta pacrabakane, Citaya gya amuwus, “Kakang kula aminta Kori.” Wauta pun Jiwita, dupi angrungu wuwus, wiwara nulya binukka, cantrik katri sakala samya umajeng, laju lungguh satata. Jajagongan ngiras angentosi, rawuhipun Sang Maha Pandhita, datan dangu antarane, dera sami alungguh, pan kasaru rawuh Sang Yogi, nulya pinarak lenggah. Duksamana sampun, eca Sang Wiku lenggahnya, tan adangu imbal wacana Sang Yogi, mekaten sabdanira. “Heh ta kabeh bocah telu cantrik, marma sira sun timbali samya, jatine ana gatine, bocah lima sadarum, ing samengko arsa sun wangsit, dimen padha mangertiya, lan supaya weruh, tindak becik miwah ala. Awit kabeh manuswa tumitah urip, wajib nampik miliha. Ingkang becik wajib denarepi, ingkang ala pantes ginuwanga, amrih rahayu uripe. Cantrik lilima wau, samya matur asaur peksi, mekaten aturira, “Dhuh Sang Maha Wiku, sadaya dhawuh andika, mugi-mugi kula sageda nglampahi, lulus salaminira.” Sang awiku ngandika malih, mring para cantrik mangkana wuwusnya, “Lah cantrik tanggapen age, kabeh pituturing sun, away ana nganti kang cicir. Manira yun wedharna, ngelmuning ngidhup, kang nuntun mring karaharjan, kang supaya raharja sajroning urip, lulus tanpa sangsaya. Cacahana limang kawruh kaki, den anastiti panampanira, ywa nganti ana kang cewet. Cantrik sareng umatur, “Dhuh Sang Dwija pupundhensih, amba amituhu jarwa, mung sumedya nungkul, ajrih lamun anglirwakna, sakathahing warsitaning Sang Yogi, tan pisan yen nyingkura.”

Page 52: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 42

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

(Agar mereka segera sampai) di depan Sang Maha Pendeta. Ketika itu tak diceritakan di jalan, sudah sampai di padepokan, Citaya segera meminta, “Kakak saya minta dibukakan pintu!” Diceritakan Jiwita, ketika mendengar perkataan, pintu segera dibuka, siswa ketiganya semua maju, terus duduk menata diri. (Mereka) bercakap-cakap sambil menunggu, kedatangan Sang Maha Pendeta, tidak antara lama, dalam mereka bercakap, mendadak terputus kedatangan Sang Pendeta, lalu mengambil tempat duduk. Ketika itu sudah nyaman Sang Pendeta duduknya, tak lama segera bercakap, demikian sabdanya. Wahai semua tiga anak siswa(ku), makanya engkau aku panggil semua, sebenarnya ada keperluannya. Lima anak siswaku semua, di saat ini hendak aku beri pesan, supaya semua mengerti, dan supaya mengetahui, tindakan baik dan buruk. Karena semua manusia diciptakan sebagai makhuk hidup, wajib menolak dan memilih, yang baik wijib dipakai, yang buruk pantas dibuang, agar selamat hidupnya. Siswa yang lima tadi, semua menjawab saling sahut, begini perkataannya, “Duh Sang Maha Pendeta, semua perintah paduka, semoga saya bisa melakukan, langgeng selamanya.” Sang Pendeta berkata lagi, kepada para siswa demikian perkataannya, “Lah siswaku terimalah segera, semua nasihatku, jangan sampai ada yang tercecer. Aku hendak menjabarkan, pengetahuan hidup, yang menuntun kepada kesejahteraan, yang supaya sejahtera dalam hidup, langgeng tanpa penderitaan. Hitunglah lima pengetahuan anakku, yang teliti penerimaanmu, jangan sampai ada yang terlewat. Para siswa bersamaan menjawab, “Duh Sang Guru junjungan kami, hamba mematuhi dengan sebenarnya, hanya hendak pasrah, takut kalau sampai mengabaikan, semua pengajaran dari Sang Pendeta, tak sekali-kali kalau hendak mengabaikan.

Page 53: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 43

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian per kata:

Prapteng (sampai) ngarsanya (di depan) Sang (Sang) Maha (Maha) Yogi (Pendeta). (Agar mereka segera sampai) di depan Sang Maha Pendeta.

Baris pertama bait ini merupakan sambungan dari bait sebelumnya. Karena sistem penulisan tembang memang tidak mengenal paragraf seperti dalam penulisan modern, yang harus ganti paragrat setiap memulai topik baru. Jadi bait atau pada dalam tembang tidaklah sama dengan paragraf dalam penulisan modern. Kadang ekor paragraf melampaui ke bait berikutnya.

Duk samana (ketika itu) tan (tak) kawarneng (diceritakan di) margi (jalan), wus (sudah) prapta (sampai) pacrabakane (di padepokan), Citaya (Citaya) gya (segera) amuwus (berkata), “Kakang (Kakak) kula (saya) aminta (minta) kori (pintu dibuka).” Ketika itu tak diceritakan di jalan, sudah sampai di padepokan, Citaya segera meminta, “Kakak saya minta dibukakan pintu!”

Tidak diceritakan kisah mereka selama di perjalanan. Singkat cerita mereka telah sampai di padepokan, dan telah sampai di tempat yang ditentukan untuk pertemuan dengan Sang Guru. Citaya segera mengetuk pintu, minta agar dibukakan pintu.

Wauta (diceritakan) pun (si) Jiwita (Jiwita), dupi (ketika) angrungu (mendengar) wuwus (perkataan), wiwara (pintu) nulya (segera) binukka (dibuka), cantrik (siswa) katri (ketiganya) sakala (seketika) samya (semua) umajeng (maju), laju (terus) lungguh (duduk) satata (tertata, menata diri). Diceritakan Jiwita, ketika mendengar perkataan, pintu segera dibuka, siswa ketiganya semua maju, terus duduk menata diri.

Jiwita yang bertugas mengurusi pertemuan itu segera membukakan pintu dan mempersilakan ketiga saudaranya masuk ke ruangan. Satata artinya posisi duduk yang sesuai dengan tempat yang sesuai, yang nyaman untuk keberlangsungan acara itu. Jadi setelah masuk ke tempat yang dipakai acara malam itu para siswa lalu mengambil tempat duduk masing-masing secara rapi yang sesuai keperluan acara malam itu. Kalau acara malam itu berupa mendengar wejangan Sang Guru tentu tempat duduk mereka menghadap dan posisinya berpusat pada tempat duduk Sang Guru yang akan berbicara.

Page 54: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 44

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Jajagongan (bercakap-cakap) ngiras (sambil) angentosi (menunggu), rawuhipun (kedatangan) Sang (Sang) Maha (Maha) Pandhita (Pendeta), datan (tidak) dangu (lama) antarane (antara, beberapa saat), dera (dalam mereka) sami (semua) alungguh (duduk), pan kasaru (mendadak terputus) rawuh (datang) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), nulya (lalu) pinarak (mengambil tempat) lenggah (duduk). (Mereka) bercakap-cakap sambil menunggu, kedatangan Sang Maha Pendeta, tidak antara lama, dalam mereka bercakap, mendadak terputus kedatangan Sang Pendeta, lalu mengambil tempat duduk.

Pinarak artinya mengambil tempat duduk yang telah disediakan. Kata ini dipakai untuk orang yang dihormati, seperti orang tua, guru atau tamu.

Duksamana (ketika itu) sampun (sudah), eca (nyaman) Sang (Sang) Wiku (Pendeta) lenggahnya (duduknya), tan (tak) adangu (lama) imbal wacana (bercakap) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), mekaten (demikian) sabdanira (sabdanya). Ketika itu sudah nyaman Sang Pendeta duduknya, tak lama segera bercakap, demikian sabdanya.

Setelah mereka duduk dengan nyaman, dan Sang Pendeta telah pula mengambil tempat duduk dengan nyaman maka beliau segera memulai percakapan. Di sini dikatakan imbal wacana, artinya bahwa pertemuan itu akan berlangsung dengan dialog. Tidak melulu berisi wejangan satu arah, tetapi akan berlangsung tanya jawab.

“Heh ta (Wahai) kabeh (semua) bocah (anak) telu (tiga) cantrik (siswa), marma (makanya) sira (engkau) sun (aku) timbali (panggil) samya (semua), jatine (sebenarnya) ana (ada) gatine (keperluannya). Bocah (anak) lima (lima) sadarum (semuanya), ing (di) samengko (saat ini) arsa (hendak) sun (aku) wangsit (beri pesan), dimen (supaya) padha (semua) mangertiya (mengerti), lan (dan) supaya (supaya) weruh (mengetahui), tindak (tindakan) becik (baik) miwah (dan) ala (buruk). Wahai semua tiga anak siswa(ku), makanya engkau aku panggil semua, sebenarnya ada keperluannya. Lima anak siswaku semua, di saat ini hendak aku beri pesan, supaya semua mengerti, dan supaya mengetahui, tindakan baik dan buruk.

Sang Pendeta memulai dengan menerangkan keperluan pertemuan malam itu kepada tiga siswa yang baru datang bahwa pertemuan ini perlu diadakan. Sang Pendeta akan memberi pesan penting kepada mereka

Page 55: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 45

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

berlima. Kata wangsit mengandung pengertian informasi penting yang bisa diperoleh dari perkataan, pengajaran, bisikan, dan sebagainya. Wangsit yang akan diberikan oleh Sang Pendeta kepada para siswa berlima bertujuan agar mereka mengerti dan mengetahui perilaku baik dan buruk.

Kata pengetahuan dalam bahasa Jawa disebut kawruh dari kata ka-weruh. Artinya pengetahuan adalah informasi yang derajatnya lebih tinggi dari pengertian karena yang mengetahui seolah weruh (melihat). Dalam bahasa agama pengetahuan ini disebut ainul yaqin.

Awit (karena) kabeh (semua) manuswa (manusia) tumitah (diciptakan) urip (hidup), wajib (wajib) nampik (menolak) miliha (memilih), ingkang (yang) becik (baik) wajib (wajib) denarepi (dipakai), ingkang (yang) ala (buruk) pantes (pantas) ginuwanga (dibuang), amrih (agar) rahayu (selamat) uripe (hidupnya). Karena semua manusia diciptakan sebagai makhuk hidup, wajib menolak dan memilih, yang baik wijib dipakai, yang buruk pantas dibuang, agar selamat hidupnya.

Wangsit pertama adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk hidup yang punya pilihan, maka dia wajib menolak dan memilih. Yakni menolak yang buruk dan memilih yang baik. Semua itu harus dilakukan untuk keselamatan hidupnya sendiri.

Cantrik (siswa) lilima (lima) wau (tadi), samya (semua) matur (menjawab, menanggapi) asaur peksi (dengan saling sahut), mekaten (begini) aturira (perkataannya), “Dhuh (Duh) Sang (Sang) Maha (Maha) Wiku (Pendeta), sadaya (semua) dhawuh (perintah) andika (paduka), mugi-mugi (semoga) kula (saya) sageda (bisa) nglampahi (melakukan), lulus (langgeng) salaminira (selamanya).” Siswa yang lima tadi, semua menjawab saling sahut, begini perkataannya, “Duh Sang Maha Pendeta, semua perintah paduka, semoga saya bisa melakukan, langgeng selamanya.”

Para siswa menanggapi wangsit sang Guru dengan saling sahut menyatakan harapan agar bisa melakukan pesan itu selamanya dalam sisa hidupnya. Tanggapan yang saur manuk menunjukkan antusiasme mereka dalam mematuhi perintah Sang Guru.

Sang (Sang) awiku (Pendeta) ngandika (berkata) malih (lagi), mring (kepada) para (para) cantrik (siswa) mangkana (demikian) wuwusnya

Page 56: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 46

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(perkataannya), “Lah (Lah) cantrik (siswaku) tanggapen (terimalah) age (segera), kabeh (semua) pituturing (nasihat) sun (aku), aywa (jangan) ana (ada) nganti (sampai) kang (yang) cicir (tercecer). Sang Pendeta berkata lagi, kepada para siswa demikian perkataannya, “Lah siswaku terimalah segera, semua nasihatku, jangan sampai ada yang tercecer.

Sang Pendeta bersiap memberikan inti dari wangsit yang hendak disampaikan pada pertemuan malam ini. Beliau berpesan agar semua wangsit itu diingat, jangan sampai ada yang tercecer.

Manira (Aku) yun (hendak) wedharna (menjabarkan), ngelmuning (pengetahuan) ngidhup (hidup), kang (yang) nuntun (menuntun) mring (pada) karaharjan (kesejahteraan), kang (yang) supaya (supaya) raharja (sejahtera) sajroning (dalam) urip (hidup), lulus (langgeng) tanpa (tanpa) sangsaya (penderitaan). Aku hendak menjabarkan, pengetahuan hidup, yang menuntun kepada kesejahteraan, yang supaya sejahtera dalam hidup, langgeng tanpa penderitaan.

Sang Pendeta hendak mengajarkan pengetahuan yang menuntun kepada kesejahteraan dalam hidup. Jika dipatuhi akan sejahtera langgeng selama hidupnya serta terhindar dari kesengsaraan.

Cacahana (hitunglah) limang (lima) kawruh (pengetahuan) kaki (anakku), den (yang) anastiti (teliti) panampanira (penerimaanmu), ywa (jangan) nganti (sampai) ana (ada) kang (yang) cewet (terlewat). Hitunglah lima pengetahuan anakku, yang teliti penerimaanmu, jangan sampai ada yang terlewat.

Pengetahuan yang hendak disampaikan meliputi lima perkara. Terimalah jangan sampai ada yang terlewat dalam memahaminya.

Cantrik (siswa) sareng (bersamaan) umatur (menjawab), “Dhuh (Duh) Sang (Sang) Dwija (Guru) pupundhensih (junjungan kami), amba (hamba) amituhu (mematuhi) jarwa (dengan sebenarnya), mung (hanya) sumedya (hendak) nungkul (pasrah), ajrih (takut) lamun (kalau) anglirwakna (sampai mengabaikan), sakathahing (semua) warsitaning (pengajaran dari) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), tan (tak) pisan (sekali-kali) yen (kalau) nyingkura (mengabaikan).” Para siswa bersamaan menjawab, “Duh Sang Guru junjungan kami, hamba mematuhi dengan sebenarnya,

Page 57: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 47

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

hanya hendak pasrah, takut kalau sampai mengabaikan, semua pengajaran dari Sang Pendeta, tak sekali-kali kalau hendak mengabaikan.

Kelima siswa menjawab bersamaan, bahwa kelimanya akan patuh dengan sebenarnya, hanya pasrah pada kehendak Sang Guru. Mereka telah siap mendengarkan. Walau sekalipun tak hendak mengabaikan.

Page 58: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 48

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KEDUA

P A N G K U R

Page 59: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 49

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (2:1-4): Awit Karsaning Hyang Widhi Pupuh 2, bait 1-4, Pangkur (8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Sang Pandhita malih nabda, marang cantrik lilima kang neng ngarsi, mangkana sabda Sang Wiku, “Heh cantrik pirengenta, dene gemi mrih trewaca pananggalmu, saiki ingsun amurwa, anglairake wawangsit”. Makaten pamarsitanya, “Lah ta cantrik padha insun tuturi, wajibe manuswa iku, manembah mring Pangeran, awit kabeh obah osiking pramakluk, atas karsaning Pangeran, kang kwasa sung pati urip.

Begya cilakaning janma, kojur-mujur tarlen karsaning Widhi, titah mung darma lumaku, tan bangkit karya muga. Marmanira samengko padha den emut, angelingi mulanira, purwanta nggenira urip.

Dumadi neng ngalam donya, wineruhke lelakon ala becik, lan sira kinen dudulu, gumlaring ngalam donya. Wit urip puniku wis ginawe punjul, timbang sarananging gesang, titah liyane sujanmi.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sang Pendeta bersabda lagi, kepada siswa kelimanya yang ada di depan, begini sabda Sang Pendeta, “Wahai siswa dengarkanlah, yang teliti agar terang penerimaanmu, sekarang aku mulai, menjabarkan wangsit. Demikian nasihatnya, “Lah para siswa semua aku nasihati, kewajiban manusia itu, menyembah kepada Tuhan, karena semuya gerak berpindahnya para makhluk, atas kehendak Tuhan, yang punya kuasa memberi mati dan hidup. Untung dan celaka bagi manusia, sial-mujur tak lain dari kehendak Tuhan Yang Maha Benar, makhluk hanya sekadar menjalani, tak mampu membuat kehendak. Makanya engkau sekarang semua ingatlah, mengingat asal-usulmu, awal mula engkau dalam hidup.

Page 60: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 50

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Tercipta di dalam alam dunia, diperlihatkan kejadian buruk dan baik, dan engkau disuruh melihat, terhamparnya alam dunia. Karena hidupmu itu sudah dibuat lebih, dibanding sarana dalam hidup, makhluk selain manusia.

Kajian per kata:

Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) malih (lagi) nabda (bersabda), marang (kepada) cantrik (siswa) lilima (kelimanya) kang (yang) neng (ada di) ngarsi (depan), mangkana (begini) sabda (sabda) Sang (Sang) Wiku (Pendeta), “Heh (Wahai) cantrik (siswa) pirengenta (dengarkanlah), dene (yang) gemi (teliti, awas, efektif) mrih (agar) trewaca (terang) pananggapmu (penerimaamu), saiki (sekarang) ingsun (aku) amurwa (mulai), anglairake (menjabarkan) wawangsit (wangsit).” Sang Pendeta bersabda lagi, kepada siswa kelimanya yang ada di depan, begini sabda Sang Pendeta, “Wahai siswa dengarkanlah, yang teliti agar terang penerimaanmu, sekarang aku mulai, menjabarkan wangsit.

Setelah meminta kesiapan para siswa Sang Pendeta mulai menjabarkan wangsit yang dimaksud, yang untuk itu para siswa berlima dikumpulkan.

Makaten (demikian) pamarsitanya (nsihatnya), “Lah ta (Lah) cantrik (siswa) padha (semua) insun (aku) tuturi (nasihati), wajibe (kewajiban) manuswa (manusia) iku (itu), manembah (menyembah) mring (kepada) Pangeran (Tuhan), awit (karena) kabeh (semua) obah osiking (gerak berpindahnya) pramakluk (para makhluk), atas (atas) karsaning (kehendak) Pangeran (Tuhan), kang (yang) kwasa (punya kuasa) sung (memberi) pati (mati) urip (hidup). Demikian nasihatnya, “Lah para siswa semua aku nasihati, kewajiban manusia itu, menyembah kepada Tuhan, karena semuya gerak berpindahnya para makhluk, atas kehendak Tuhan, yang punya kuasa memberi mati dan hidup.

Nasihat yang pertama adalah, ketahuilah dan yakinilahbahwa kewajiban manusia hanyalah menyembah kepada Tuhan Sang Pencipta. Karena semua yang ada di dunia ini adalah ada karena kehendak dan kuasanya. Dia yang kuasa memberi hidup, Dia pula yang kuasa mencabutnya. Dia menghidupkan dan sekaligus mematikan. Kekuasaan itu muthlak ada padaNya, tidak terbagi-bagi dengan selainNya.

Page 61: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 51

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Begja (untung) cilakaning (celaka bagi) janma (manusia), kojur-mujur (sial-mujur) tarlen (tak lain) karsaning (kehendak) Widhi (Tuhan Maha Benar), titah (makhluk) mung (hanya) darma (sekadar) lumaku (menjalani), tan (tak) bangkit (mampu) karya (membuat) muga (kehendak). Untung dan celaka bagi manusia, sial-mujur tak lain dari kehendak Tuhan Yang Maha Benar, makhluk hanya sekadar menjalani, tak mampu membuat kehendak.

Demikian juga nasib manusia, Dia yang menentukan. Untung atau celakanya manusia, sial-mujur jalan hidupnya, tak lain adalah kehendak Tuhan Yang Maha Benar. Dia benar melakukan ini dan itu karena Dia yang lebih tahu keadaan manusia. Dia membuat nasib manusia begini atau begitu, semua itu bebas Dia lakukan. Manusia sekadar menjalani saja dari apa yang telah digariskanNya. Manusia sungguh lemah, tak punya kuasa sedikitpun atas nasibnya. Dia bahkan tak mampu mewujudkan kehendaknya bila Tuhan tak mengijinkan.

Marmanira (makanya engkau) samengko (sekarang) padha (semua) den emut (ingatlah), angelingi (mengingat) mulanira (asal-usulmu), purwanta (awal mula) nggenira (engkau dalam) urip (hidup). Makanya engkau sekarang semua ingatlah, mengingat asal-usulmu, awal mula engkau dalam hidup.

Maka dari itu hendaknya engkau semua mengingat asal-usul kehidupanmu, awal mula engkau diciptakan, awal mula engkau menjalani kehidupan ini. Semua itu agar engkau mengetahui kehendakNya atas dirimu, agar engkau mengetahui bagaimana seharusnya menjalani hidup di dunia ini.

Dumadi (tercipta) neng (di dalam) ngalam (alam) donya (dunia), wineruhke (diperlihatkan) lelakon (kejadian) ala (buruk) becik (baik), lan (dan) sira (engkau) kinen (disuruh) dudulu (melihat), gumlaring (terhamparnya) ngalam (alam) donya (dunia). Tercipta di dalam alam dunia, diperlihatkan kejadian buruk dan baik, dan engkau disuruh melihat, terhamparnya alam dunia.

Engkau diciptakan di dunia ini dengan dibekali indera penglihatan, pendengaran dan pikiran yang membuatmu mampu melihat tanda-tanda dari Tuhanmu, membuatmu mampu menangkat isyarat-isyarat kehendakNya, yang membuatmu mampu mengikuti tuntunanNya.

Page 62: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 52

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Dibekali engkau dengan pikiran agar mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Dibekali dengan indera agar mampu melihat hikmat dari hamparan dunia yang luas ini dan mengolahnya untuk kesejahteraan hidupnya.

Wit (karena) urip (hidupmu) puniku (itu) wis (sudah) ginawe (dibuat) punjul (lebih), timbang (dibanding) sarananging (sarana dalam) gesang (hidup), titah (makhluk) liyane (selain) sujanmi (manusia). Karena hidupmu itu sudah dibuat lebih, dibanding sarana dalam hidup, makhluk selain manusia.

Manusia di dalam hidup di dunia juga sudah dibuat lebih derajatnya dibanding makhluk lain. Diberi sarana kehidupan yang lebih baik daripada makhluk lain selain manusia. Maka sudah sepantasnya jika diberi kewajiban yang lebih dari makhluk lain itu, dan kewajibannya itu hanya agar manusia menyembah Tuhan.

Page 63: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 53

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (2:5-7): Catur Swanta Pupuh 2, bait 5-7, Pangkur (8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Mulane wajib manuswa, analangsa sumungkem ing Hyang Widhi, ywa pegat ing siyang dalu, supyantuk nugraha, dingapura sakabehing dosa nireku. Dene teranging panembah, mangkene padha dieling, ana sembah caturswanta, yeku sembah kang konjuk mring Hyang Widhi. Catur papat tegesipun, swanteku, kaweningan, awit sapa sumedya nembah Hyang Agung, mrih bisa konjuk Hyang Sukma, kanggo budi suci. Mangkene menggah terangnya, tumanjane sembah kang catur warni, mring trape sajuru-juru, kapisan sembah rasa, kapindhone sembah cipta aranipun, tri sembah jiwa ranira, kaping pat sembah ing dhiri.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Maka wajib bagi manusia, menyadari kelemahan dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Benar. Jangan putus di siang malam, agar mendapat anugrah, diampuni segala dosa-dosamu. Adapun jelasnya menyembah, begini semua ingatlah, ada sembah caturswanta, yaitu penyembahan yang dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar. Catur artinya empat, swanta itu artinya kejernihan, karena siapa yang hendak menyembah Tuhan Yang Maha Agung, agar bisa sampai ke hadapan Tuhan Yang Maha Suci, memakai budi yang bersih. Begini untuk lebih terangnya, pelaksanaan sembah yang empat macam, pada praktiknya masing-masing; yang pertama sembah rasa, kedua sembah cipta namanya, ketiga sembah jiwa namanya, yang keempat sembah diri.

Page 64: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 54

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian per kata:

Mulane (maka) wajib (wajib) manuswa (manusia), analangsa (menyadari kelemahan) sumungkem (berbakti) ing (kepada) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar). Maka wajib bagi manusia, menyadari kelemahan dan berbakti kepada Tuhan Yang Maha Benar.

Disebabkan kelemahan dan segala yang dimiliki hanyalah pemberian dari Tuhan seperti diuraikan pada kajian yang lalu, maka wajib bagi manusia menyadari kelemahannya. Tidak patut kalau ia justru berwatak sombong memamerkan keunggulannya, sedang setiap yang ada padanya hanyalah pemberian. Semestinya dia berbakti kepada Tuhan dengan segala kerendahan hati. Terhadap sesama makhluk pun dia tak berhak bersikap sombong karena sama-sama ciptaan Tuhan yang fakir. Arti fakir adalah sangat butuh atau sangat bergantung kepada Tuhan.

Ywa (jangan) pegat (putus) ing (di) siyang (siang) dalu (malam), supyantuk (agar mendapat) nugraha (anugrah), dingapura (diampuni) sakabehing (segala) dosanireku (dosa-dosamu). Jangan putus di siang malam, agar mendapat anugrah, diampuni segala dosa-dosamu.

Bakti kepada Tuhan tadi semestinya dilakukan tiada putus di siang dan malam. Terus menerus dalam keadaan menyembah kepadaNya. Agar segela kelemahan dan kekhilafan, salah dan dosa mendapat ampunan. Kita manusia lemah dan tidak punya kuasa apapun, kalau bukan atas anugrah dariNya maka kita tak berarti apa-apa.

Dene (adapun) teranging (jelasnya) panembah (menyembah), mangkene (demikian) padha (semua) dieling (ingatlah), ana (ada) sembah (sembah) caturswanta (empat swanta), yeku (itulah) sembah (penyembahan) kang (yang) konjuk (dihaturkan) mring (kepada) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar). Adapun jelasnya menyembah, begini semua ingatlah, ada sembah caturswanta, yaitu penyembahan yang dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar.

Jelasnya menyembah kepada Tuhan itu harus memenuhi empat perkara, yang disebut caturswanta. Inilah cara menyembah yang pantas dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar. Lalu apa pengertian dari caturswanta itu?

Page 65: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 55

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Catur (catur) papat (empat) tegesipun (artinya), swanteku (swanta itu), kaweningan (kejernihan), awit (karena) sapa (siapa) sumedya (hendak) nembah (menyembah) Hyang (Tuhan) Agung (Maha Agung), mrih (agar) bisa (bisa) konjuk (katur, sampai ke hadapan) Hyang (Tuhan) Sukma (Maha Suci), kanggo (memakai) budi (budi) suci (bersih). Catur artinya empat, swanta itu artinya kejernihan, karena siapa yang hendak menyembah Tuhan Yang Maha Agung, agar bisa sampai ke hadapan Tuhan Yang Maha Suci, memakai budi yang bersih.

Caturswanta dari kata catur yang artinya empat, dan kata swanta yang artinya kejernihan. Wening artinya bersih. Kata wening biasa dipakai untuk menyebut air di dalam wadah tertentu. Setelah berapa lama kotorannya akan mengendap sehingga airnya jernih. Jadi orang yang akan menyembah kepada Tuhan mesti membersihkan hati sampai bening terlebih dahulu, agar persembahan yang dilakukan sampai ke hadirat Tuhan.

Mangkene (begini) menggah (untuk lebih) terangnya (jelasnya), tumanjane (pelaksanaan) sembah (sembah) kang (yang) catur (empat) warni (macam), mring (pada) trape (praktiknya) sajuru-juru (masing-masing), kapisan (yang pertama) sembah rasa (sembah rasa), kapindhone (kedua) sembah cipta (sembah cipta) aranipun (namanya), tri (ketiga) sembah jiwa (sembah jiwa) ranira (namanya), kaping pat (keempat) sembah ing dhiri (sembah diri). Begini untuk lebih terangnya, pelaksanaan sembah yang empat macam, pada praktiknya masing-masing; yang pertama sembah rasa, kedua sembah cipta namanya, ketiga sembah jiwa namanya, yang keempat sembah diri.

Lebih jelasnya, caturswanta atau empat kejernihan tadi dalam praktiknya membagi sembah menjadi empat macam; yang pertama adalah sembah rasa, yang kedua sembah cipta, yang ketiga sembah jiwa dan yang keempat adalah sembah diri. Yang dimaksud diri adalah badan kita ini. jadi sembah diri juga disebut sembah raga.

Page 66: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 56

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (2:8-17): Patraping Patang Panembah Pupuh 2, bait 8-17, Pangkur (8a, 11i, 8u, 7a, 12u, 8a, 8i), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Tegese sembah ing rasa, dina-dina netepna yeming ati. Aywa dhemen ngumbar napsu, ajegna ayeming tyas, iku wus wajibing panembah. Marga ayemu nuntun padhanging kalbu, sembah ing rasa sayekti. De sembah rahsa kumangka, kanggo minta amrih ungguling jurit, supaya manggya rahayu, aneng jroning payudan. Aywa nganti tumekaning lara lampus. Kapindhone sembah cipta, mangkane patrape kaki, sadina-dina den bisa, anetepke amrih sengsemingati. Ywa ngumbar hardaning kayun, dikukuh ing panancang. Awit yen wus bisa sengsem jroning kalbu, kawawa asung papadhang, neng jroning pangraseng urip. Iku wus dadi panembah, pikantuke kanggo manggayuh mamrih, katekana sedyanipun, sedya kang mrih utama. Katekane sembah jiwa patrapipun, sadina-dina den bisa, ngesema rarasing ati. Katamana lara penak, bener luput ala tanapi becik, tanggapen lan sukeng kalbu. Ngudiya eseming tyas, aywa nganti darbe pangresula kulup, karana eseming nala, iku bangkit maweh wening, neng jroning pangraseng gesang. Weninging tyas dadi sembah sayekti. Panembah ingkang kadyeku, kinaryanya amiminta, utamane ing tembe praptaning layu, muga-muga amanggiya, rahsa sudibya ingkang ngakir. Kaping pat sembah raga, de tegese sembah raga puniki, wekel kas sing badanipun, diajek ing panindak, kang saregep tindak kang jujur, iku wus wajibing panembah, sembah ing raga sejati. Pikantuke sembah raga, pan kinarya anjangka mring rejeki, kadonyan sasaminipun, kang kanggo jroning gesang. Kabeh mau

Page 67: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 57

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

margane bisa pikantuk, mrih katekaning pajangka, kanthi nganggo watek kadwi. Siji temen lan antepan, lamun biso nganggo watek kadyeki, manawa inggal tinemu, ing samupakatira, katimbalan atase sakeng darbe kayun. Marmanya padha den taha, ywa nyerang saliring kapti. Lah cantrik rehning wus terang, bab panembah konjuk ing Hyang Widhi, samengko gantya cinatur, sun arsa miterangna, utamaning watek kang bisa nununtun, widada dumadinira.” Cantrik gangsal matur “inggih.”

Teremahan dalam bahasa Indonesia:

Artinya sembah rasa, dalam keseharian (upayakan) tetapkan rasa ayem di hati. Jangan gemar mengumbar nafsu, jagalah ajeg rasa ayem dalam hati, itu sudah kewajiban penyembahan. Karena rasa ayemmu akan menuntun kepada terangnya hati, sembah rasa yang sebenarnya. Adapun sembah rasa pangkal, dari meminta agar menang dalam perang, agar menemui selamat, di dalam medan perang, jangan sampai menemui sakit atau tewas. Yang kedua sembah cipta, begini praktiknya anakku, dalam keseharian yang bisa, menetapkan kegembiraan dalam hati. Jangan mengumbar hasrat yang menggebu dari hati, yang kukuh dalam pegangan. Karena kalau sudah bisa gembira dalam hati, mampu memberi terang, pada perasaan kehidupan. Itu sudah menjadi penyembahan, perolehannya untuk mencapai agar, tercapai kehendaknya, kehendak memperoleh keutamaan. Terlaksananya sembah jiwa praktiknya, dalam keseharian yang bisa, tersenyumlah tulus dari dalam hati. Sedang mengalami sakit nyaman, benar salah buruk maupun baik, terimalah dengan suka dalam hati. Upayakan senyuman dari hati, jangan sampai mempunyai keluhan anakku, karena senyumnya hati, itu membangkitkan memberi kejernihan,

Page 68: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 58

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

dalam perasaan di kehidupan. Jernihnya hati menjadi sembah yang sebenarnya, penyembahan yang seperti itu, dapat engkau pakai meminta, utamanya pada waktu nanti datangnya kematian, semoga menemui rasa unggul pada akhirnya. Yang keempat sembah raga, adapun artinya sembah raga ini, rajin kuat badannya, konsisten dalam perilaku, yang guat bertindak jujur, itu sudah memenuhi kewajiban penyembahan, sembah raga yang sebenarnya. Manfaat sembah raga, sungguh dapat dipakai mengupayakan kepada rezeki, barang dunia sejenisnya, yang bermanfaat dalam kehidupan. Semua tadi jalannya bisa mendapat, agar tercapai keinginan dengan memakai watak yang dua, yang pertama sungguh-sungguh dan mantap. Kalau bisa memakai watak seperti itu, barangkali segera tercapai, semua kehendaknya, dikabulkan atasnya dari yang punya kehendak. Makanya semua harap mempertimbangkan, jangan tergesa-gesa dalam semua kehendak. Lah para siswa karena sudah jelas, bab penyembahan untuk dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar, sekarang ganti yang dibicarakan, aku hendak menerangkan, utamanya watak yang bisa menuntun, pada keselamatan kehidupanmu. Siswa lima berkata, “Siap!”

Kajian per kata:

Tegese (artinya) sembah ing rasa (sembah rasa), dina-dina (dalam keseharian) netepna (tetapkan) yeming (ayem di) ati (hati). Artinya sembah rasa, dalam keseharian (upayakan) tetapkan rasa ayem di hati.

Rasa ayem adalah nyaman, tidak ada perasaan terganggu atau risau dan was-was. Dalam keseharian upayakan agar rasa ayem inilah yang bersemayan di hati. Singkirkan rasa-rasa lain yang negatif. Rasa ayem itu hanya tercapai jika kita ridha dalam hati terhadap semua ketetapan Tuhan terhadap diri kita. Jika kita ridha maka rasa nyaman akan hadir dalam hati.

Page 69: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 59

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Aywa (jangan) dhemen (gemar) ngumbar (mengumbar) napsu (nafsu), ajegna (jagalah ajeg) ayeming (ayem dalam) tyas (hati), iku (itu) wus (sudah) wajibing (kewajiban bagi) panembah (penyembahan). Jangan gemar mengumbar nafsu, jagalah ajeg rasa ayem dalam hati, itu sudah kewajiban penyembahan.

Salah satu yang dihindari adalah jangan sampai gemar mengumbar nafsu. Hati harus diupayakan tetap tenang, jangan sampai berbolak-balik. Karena watak bawaan dari hati adalah berbolak-balik, maka hati disebut juga kalbu (qalb), yang artinya berbolak-balik. Berbolak-balik antara satu keinginan ke keinginan yang lain, antara satu pemikiran ke pemikiran yang lain, antara satu pertimbangan ke pertimbangan yang lain. Hati yang berbolak balik akan menimbulkan resah gelisah. Maka jagalah jangan sampai itu terjadi. Mantapkan hati!

Marga (karena) ayemu (rasa ayemmu) nuntun (menuntun) padhanging (terangnya) kalbu (hati), sembah ing rasa (sembah rasa) sayekti (yang sebenarnya). Karena rasa ayemmu akan menuntun kepada terangnya hati, sembah rasa yang sebenarnya.

Jika rasa ayem itu terus bersemayam dalam hati, maka akan menuntun hati kepada terang. Hati menjadi jernih sehingga mampu menjalin hubungan dengan Sang Pencipta, mampu menangkap isyarat dariNya, mampu menghubungiNya dalam doa dan harapan. Itulah yang disebut sembah rasa yang sebenarnya.

De (adapun) sembah rahsa (sembah rasa) kumangka (pangkal), kanggo (untuk) minta (meminta) amrih (agar) ungguling (menang dalam) jurit (perang), supaya (agar) manggya (menemui) rahayu (selamat), aneng (ada di) jroning (dalam) payudan (medan perang), aywa (jangan) nganti (sampai) tumekaning (datang dalam, menemui) lara (sakit) lampus (tewas). Adapun sembah rasa pangkal, dari meminta agar menang dalam perang, agar menemui selamat, di dalam medan perang, jangan sampai menemui sakit atau tewas.

Dengan sembah rasa inilah seseorang dapat meminta kepada Tuhan, dan Tuhan akan mengabulkan karena dengan sembah rasa makhlukNya telah menghubungiNya dengan cara yang benar. Sembah rasa dapat dipakai untuk meminta keselamatan dalam perang, agar selalu menemui selamat, terhindar dari sakit dan tewas.

Page 70: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 60

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kapindhone (yang kedua) sembah cipta (sembah cipta), mangkane (begini) patrape (praktiknya) kaki (anakku), sadina-dina (dalam keseharian) den bisa (yang bisa), anetepke (menetetapkan) amrih (agar) sengsemingati (kegembiraan dalam hati). Yang kedua sembah cipta, begini praktiknya anakku, dalam keseharian yang bisa, menetapkan kegembiraan dalam hati.

Sengsem bisa diartikan gembira yang sangat, atau terpesona. Obyek dari sengsem dalam hati tentu saja adalah keadaannya sendiri. Artinya dia bukan sekadar ridha bahkan sangat gembira dengan keadaannya sendiri sebagai anugrah dari Sang Pencipta.

Ywa (jangan) ngumbar (mengumbar) hardaning (hasrat menggebu dalam) kayun (hati), dikukuh (yang kukuh) ing (dalam) panancang (tiang, pegangan). Jangan mengumbar hasrat yang menggebu dari hati, yang kukuh dalam pegangan.

Dalam sembah rasa kita dilarang mengumbar nafsu, dalam sembah cipta ini kita dilarang mengumbar hasrat yang menggebu (harda) dalam hati. Keduanya hampir sama, namun harda lebih mendesak sifatnya. Sifatnya keinginan yang sangat, yang segera meminta dipenuhi. Boleh jadi harda ini berupa keinginan yang tidak buruk, namun sifatnya sangat mendesak. Keinginan seperti ini pun harus dikekang, karena walau sifatnya baik kalau dilakukan dengan tergesa-gesa akibatnya menjadi tidak baik. Seringkali meninggalkan pertimbangan akibat baik-buruknya, juga seringkali melupakan prasyarat-prasyaratnya sehingga pada akhirnya menjadi mogol di tengah jalan. Artinya mogol adalah perbuatan itu menjadi tidak bisa dilanjutkan namun tidak juga bisa diurungkan. Akibatnya adalah kerugian.

Agar hati mampu menahan harda tadi, harus kukuh berpegang pada prinsip kehidupan atau disebut keimanan. Jangan pernah lepaskan pegangan keimanan ini dalam kehidupan karena dia menjadi uger-uger (tiang pancang) tempat kita perpegang.

Awit (karena) yen (kalau) wus (sudah) bisa (bisa) sengsem (gembira) jroning (dalam) kalbu (hati), kawawa (mampu) asung (memberi) papadhang (terang), neng (pada) jroning (dalam) pangraseng (perasaan) urip (kehidupan). Karena kalau sudah bisa gembira dalam hati, mampu memberi terang, pada perasaan kehidupan.

Page 71: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 61

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kalau hati sudah merasa gembira dengan keadaannya tentu mudah untuk menahan harda, sehingga hati yang gembira mampu memberi terang kepada kehidupannya. Hati yang terang mampu membedakan baik dan buruk dan mampu memberi perasaan mudah mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan.

Iku (itu) wus (sudah) dadi (menjadi) panembah (penyembahan), pikantuke (perolehannya) kanggo (untuk) manggayuh (mencapai) mamrih (agar), katekana (tercapai) sedyanipun (kehendaknya), sedya (kehendak) kang (yang) mrih (memperoleh) utama (keutamaan). Itu sudah menjadi penyembahan, perolehannya untuk mencapai agar, tercapai kehendaknya, kehendak memperoleh keutamaan.

Keadaan gembira dalam hari itu sudah merupakan bentuk penyembahan, yang akan membuat manusia mencapai kehendaknya, yakni kehendak baiknya untuk memperoleh keutamaan. Hati yang gembira membuatnya mampu menjauhi dari keinginan yang meluap-luap (harda) juga keinginan yang mengarah kepada keburukan. Dia selalu menjauhi watak nista, dan tak puas dengan sekadar watak madya. Yang dilakukannya tentu hal-hal yang utama saja. Watak utama adalah watak yang lebih dari sekadar baik, watak yang terpuji atau linuwih.

Katekane (sampainya, terlaksananya) sembah jiwa (sembah jiwa) patrapipun (praktiknya), sadina-dina (dalam keseharian) den bisa (yang bisa), ngesema (tersenyumlah) rarasing (tulus dari dalam) ati (hati). Terlaksananya sembah jiwa praktiknya, dalam keseharian yang bisa, tersenyumlah tulus dari dalam hati.

Raras artinya rasa senang yang lebih dari sengsem. Kata raras biasa dipakai untuk orang yang jatuh cinta. Orang yang jatuh cinta itu tanpa sadar akan tersenyum jika melihat yang dicintainya. Seperti itulah yang dimaksud dari bait ini. Orang yang mampu tersenyum bukan lagi orang yang senang hati, gembira yang lebih, namun telah mampu membagi kegembiraan ke sekitarnya. Rasa senang telah menjadi watak baginya, baik dalam keadaan terjepit maupun longgar, sempit atau sampat (lapang), repot atau senggang. Semua keadaan tak lagi mempengaruhi jiwanya yang selalu memancarkan senyum.

Katamana (sedang mengalami) lara (sakit) penak (nyaman), bener (benar) luput (salah) ala (buruk) tanapi (maupun) becik (baik), tanggapen

Page 72: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 62

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(terimalah) lan (dengan) sukeng (suka dalam) kalbu (hati). Sedang mengalami sakit nyaman, benar salah buruk maupun baik, terimalah dengan suka dalam hati.

Baik sedang mengalami sakit atau nyaman, benar atau salah, buruk atau baik, orang yang sudah mencapai derajat sembah jiwa mampu menanggapi semua itu dengan perasaan suka dalam hatinya. Orang yang telah mampu melakukan sembah jiwa akan mengalami keadaan terpesona kepada Tuhan sebagai seorang yang terpesona kepada kekasih, namun dalam tingkat yang lebih tinggi. Seumpama seorang kekasih bertemu dengan pujaan hati lalu dicubit tangannya, apakah merasa sakit? Tentu tidak, malah hatinya akan berbunga-bunga penuh rasa cinta. Demikian orang yang terpesona kepada Tuhan, hatinya senantiasa diliputi cinta tak peduli bagaimana Tuhan menempatkan dia dalam keadaan apapun.

Ngudiya (upayakan) eseming (senyuman dari) tyas (hati), aywa (jangan) nganti (sampai) darbe (mempunyai) pangresula (keluhan) kulup (anakku), karana (karena) eseming (senyumnya) nala (hati), iku (itu) bangkit (membangkitkan) maweh (memberi) wening (kejernihan), neng (di) jroning (dalam) pangraseng (perasaan) gesang (hidup). Upayakan senyuman dari hati, jangan sampai mempunyai keluhan anakku, karena senyumnya hati, itu membangkitkan memberi kejernihan, dalam perasaan di kehidupan.

Maka, carilah, upayakan senyuman yang tulus dari hati itu dalam hidupmu. Mulailah dengan menjalani hidup ini tanpa keluhan. Karena orang yang mampu tersenyum dari lubuk hati akan mampun membangkitkan kejernihan dalam perasaan di kehidupannya. Senyuman dari dalam hati akan menjadi penawar kesusahan, penghilang kesakitan dan mengusir penderitaan.

Weninging (jernihnya) tyas (hati) dadi (menjadi) sembah (sembah) sayekti (sebenarnya), panembah (penyembahan) ingkang (yang) kadyeku (seperti itu), kinaryanya (dapat engkau pakai) amiminta (meminta), utamane (utamanya) ing (pada) tembe (waktu nanti) praptaning (datangnya) layu (kematian), muga-muga (semoga) amanggiya (menemui), rahsa (rasa) sudibya (unggul, keselamatan) ingkang (yang) ngakir (akhir). Jernihnya hati menjadi sembah yang sebenarnya, penyembahan yang seperti itu, dapat engkau pakai meminta, utamanya

Page 73: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 63

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

pada waktu nanti datangnya kematian, semoga menemui rasa unggul pada akhirnya.

Jernihnya hati adalah penyembahan yang sesungguhnya. Penyembahan seperti itulah yang dapat dipakai untuk meminta, utamanya nanti ketika menjelang ajal datang, akhir yang selamat atau disebut sebagai husnul khatimah. Jika hati telah terbiasa ridha dengan sembah rasa, gembira dengan sembah cipta dan tersenyum dengan sembah jiwa, maka mudah baginya menyongsong kepedihan sakaratul maut dengan senyuman pula. Husnul khatimah baginya.

Kaping pat (yang keempat) sembah raga (sembah raga), de (adapun) tegese (artinya) sembah raga (sembah raga) puniki (ini), wekel (rajin) kas (kuat) sing (yang) badanipun (badannya), diajek (konsisten) ing (dalam) panindak (perilaku), kang (yang) saregep (giat) tindak (bertindak) kang (yang) jujur (jujur), iku (itu) wus (sudah) wajibing (kewajiban) panembah (penyembahan), sembah ing raga (sembah raga) sejati (sebenarnya). Yang keempat sembah raga, adapun artinya sembah raga ini, rajin kuat badannya, konsisten dalam perilaku, yang guat bertindak jujur, itu sudah memenuhi kewajiban penyembahan, sembah raga yang sebenarnya.

Sembah raga adalah sembahnya badan ini. Dicirikan perbuatan yang rajin dan kuat dalam berkarya, konsisten dalam perilaku, giat dalam bertindak jujur. Segala sikap dan perilaku fisiknya terpuji dan ajeg, tidak angin-anginan. Jika mampu melakukan ini maka itu sudah memenuhi kewajiban penyembahan, yakni sembah raga. Karena inti dari sembah raga adalah memakai tubuh untuk berbuat yang kebaikan dan bermanfaat.

Pikantuke (manfaat, perolehan) sembah raga (sembah raga), pan (sungguh) kinarya (dipakai) anjangka (menincar, mengupayakan) mring (kepada) rejeki (rezeki), kadonyan (barang dunia) sasaminipun (sejenisnya), kang (yang) kanggo (bermanfaat) jroning (dalam) gesang (kehidupan). Manfaat sembah raga, sungguh dapat dipakai mengupayakan kepada rezeki, barang dunia sejenisnya, yang bermanfaat dalam kehidupan.

Karena sifat dari sembah raga yang demikian, termasuk juga ketika mencari rezeki dengan jalan yang halal adalah sembah raga. Walau barang yang dicari kelihatannya seperti barang duniawi, tetapi itu bagian dari penyembahan, yakni sembah raga. Pada prinsipnya sembah raga adalah

Page 74: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 64

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

memakai tubuh untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi kehidupan.

Kabeh (semua) mau (tadi) margane (jalannya) bisa (bisa) pikantuk (mendapat), mrih (agar) katekaning (tercapai) panjangka (keinginan), kanthi (dengan) nganggo (memakai) watek (watak) kadwi (yang dua), siji (yang pertama) temen (sungguh-sungguh) lan (dan) antepan (mantap). Semua tadi jalannya bisa mendapat, agar tercapai keinginan dengan memakai watak yang dua, yang pertama sungguh-sungguh dan mantap.

Semua yang diuraikan tadi adalah jalan mendapat atau tercapainya keinginan duniawi. Yakni dengan memakai dua watak. Pertama watak sungguh-sungguh, dan kedua watak mantap. Sungguh-sungguh artinya memakai tubuh untuk mencapai apa yang menjadi keinginan. Mantap artinya tidak ragu-ragu, tidak menoleh-noleh, terus lurus ke depan melaksanakan.

Lamun (kalau) bisa (bisa) nganggo (memakai) watek (watak) kadyeki (seperti itu), manawa (barangkali) inggal (segera) tinemu (tercapai), ing (dalam) samupakatira (semua kehendaknya), katimbalan (dipanggil, dikabulkan) atase (atasnya) sakeng (dari) darbe (yang punya) kayun (kehendak). Kalau bisa memakai watak seperti itu, barangkali segera tercapai, semua kehendaknya, dikabulkan atasnya dari yang punya kehendak.

Kalau bisa memakai watak seperti itu, yakni temen dan mantep tadi, barangkali akan mudah baginya tercapai semua yang dikehendakinya. Apa yang diinginakan akan terkabul atas ijin Tuhan Yang Maha Kuasa.

Marmanya (makanya) padha (semua) den taha (harap memperhitungkang), ywa (jangan) nyerang (tergesa-gesa) saliring (dalam semua) kapti (kehendak). Makanya semua harap mempertimbangkan, jangan tergesa-gesa dalam semua kehendak.

Oleh karena semua harap memakai perhitungan dan perkiraan (taha), jangan sampai tergesa-gesa bertindak (serang). Dalam segala hal terapkan sembah raga, yakni dengan perilaku badan yang baik. Jika demikian maka kehendakmu akan tercapai dengan hasil yang memuaskan dan mulia. Di dunia berhasil dan di akhirat mendapat pahala.

Page 75: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 65

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Lah (lah) cantrik (para siswa) rehning (karena) wus (sudah) terang (jelas), bab (bab) panembah (penyembahan) konjuk (untuk dihaturkan) ing (pada) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), samengko (sekarang) gantya (ganti) cinatur (yang dibicarakan), sun (aku) arsa (hendak) miterangna (menerangkan), utamaning (utamanya) watek (watak) kang (yang) bisa (bisa) nununtun (menuntun), widada (keselamatan) dumadinira (kehidupanmu).” Lah para siswa karena sudah jelas, bab penyembahan untuk dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Benar, sekarang ganti yang dibicarakan, aku hendak menerangkan, utamanya watak yang bisa menuntun, pada keselamatan kehidupanmu.

Telah jelas keterangan tentang empat macam penyembahan kepada Tuhan, Sang Pendeta Yatnajati hendak beralih ke wangsit yang lain. Yakni tentang watak utama yang akan menuntun manusia kepada keselamatan hidupnya.

Cantrik (sisawa) gangsal (lima) matur (berkata)“inggih (siap).” Siswa lima berkata, “siap!”

Kelima siswa menyatakan kesiapannya untuk mendengarkan lebih jauh wangsit yang akan disampaikan Sang Pendeta Yatnajati. Apa saja wangsit selanjutnya, mari kita nantikan kajian berikutnya.

Page 76: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 66

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KETIGA

S I N O M

Page 77: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 67

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (3:1-8): Nenem Watak Utama Pupuh 3, bait 1-8, Sinom (8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Wajibe janma taruna, tumitah neng donya kaki, sabisa-bisa den arah, nganggo watek nem prakawis. Mangkene trangireki, mungguh wawatek nem iku, kang kapisan istiyar, mantep ingkang kaping kalih, telu temen dene kaping pat tetepa. kalimane angapura, kenenem narima kaki. Mangkene katranganira, wijange sawiji-wiji, den titi ing panampi, ywa nganti ana tumpang suh. Tegese tembung istiyar, ngaurip iku wus wajib, angupaya apa kang dadi butuhnya. Kapindho mantep tegesnya, sabisa-bisa ngaurip, ngesthiya anteping budya, budi kang amrih basuki. Aywa pisan ngendhoni, yen durung bisa kacakup. Wit kodrating Pangeran, sapa kang darbe pangesthi, lamun mantep lawas-lawas kaleksanan. Katri temen tegesira, utamane ing ngaurip, nganggo watek temen ika, ywa dhemen tumindak juti, palacidra gorohi, murka candhala laku dur. Awit kodrating Suksma, sakehing tumitah urip, sapa darbe watek temen tinemenan. Kapingpate tembung tepa, mangkene tegesireki, sayogyane ing ngagesang, sabisa-bisa mangudi, ngegungna tepa kaki. Tepa mring samining ngidhup, ywa dhemen tindak siya. Aja nganggep lawan edir, nglegutakna asih tresna mring sasama. Lima tembung ngapura, mangkene tegese kaki, ngaurip neng ngalam donya, darbeya watek utami, dhemen amemenehi, ngapura samining makhluk, kang nandhang kaluputan. Ywa sira males ngalani, marsudiya murih kamot bubudenira. Kaping nenem tembung narima, tegese mangkene kaki, ngaurip sayogyanira, darbeya narimang takdir. Ywa nyerang ing pambudi, tan prayogya temahipun, kabeh tindak sumengka, iku nir prayitneng batin. Marma samya den ageng panarimanta.

Page 78: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 68

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Wateke budi narima, unggul wekasaning wuri, seje budi kang nyerang, tangeh yen bisa lestari. Marma welingku kaki, den abanget panganggepmu, aywa sira nyingkura, marang pitutur kang becik, sayektine bakal ana paedahnya. Yen sira mituhu jarwa, warsitaku kang kawijil, mbokmanawa tembe sira, anemu kamulyan kaki, lulus bisa mukti, tanana sangsayanipun. Mangkeneku wus dadya, pranatan adiling Widhi, sapa becik bakal antuk kabecikan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Kewajiban orang muda, tercipta di dunia anakku, sebisa-bisa diarahkan, memakai watak enam perkara. Begini jelasnya, tentang watak enam itu, yang pertama ikhtiyar, mantap adalah yang kedua, ketiga sungguh-sungguh adapun yang keempat adalah bertenggang rasa. Kelimanya pemaaf, keenamnya narima. Begini penjelasannya, secara rinci satu per satu, yang teliti dalam memahami, jangan sampai ada salah pengertian. Artinya kata istiyar, dalam hidup itu sudah menjadi kewajiban, mencari apa yang menjadi kebutuhannya. Yang kedua mantap artinya, sebisa-bisa dalam hidup, mengupayakan mantapnya budi, watak yang membawa kepada keselamatan. Jangan sekali-kali kendor, kalau belum bisa mencapai maksud. Karena ketetapan Tuhan, siapa yang punya keinginan, kalau mantap lama-lama terlaksana. Ketiga temen artinya, yang utama dalam kehidupan, memakai watak sungguh-sungguh tersebut, jangan gemar berbuat jahat, curang menipu, rakus licik berbuat angkara. Karena ketetapan Tuhan Maha Suci, semua makhluk hidup, siapapun yang mempunya watak bersungguh-sungguh akan menjadi kenyataan. Keempatnya kata tepa, begini artinya, seyogyanya dalam kehidupan, sebisa-bisa memperbanyak tenggang rasa anakku, tenggang rasa kepada sesama makhluk hidup. Tepa kepada sesama makhluk hidup, jangan gemar berbuat menyia-nyiakan. Jangan menganggap orang lain dengan sombong, biasakan bersikap cinta kasih kepada sesama.

Page 79: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 69

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kelima kata pemaaf, begini artinya anakku, hidup di alam dunia, milikilah watak utama, gemar memberi, maaf sesama makhluk, yang menyandang kesalahan. Jangan engkau membalas berbuat buruk, berusalah agar kamot dalam watakmu. Yang keenam kata narima, artinya begini anakku, hidup seyogyanya, mempunyai watak menerima terhadap takdir. Jangan tergesa-gesa dalam berbudidaya, tak baik pada akhirnya. Semua perbuatan tergesa-gesa, itu meninggalkan kehati-hatian dalam batin. Karena itu semua perbesarlah rasa narima-mu. Watak budi narima, unggul akhirnya di belakang, lain dengan watak yang tergesa-gesa, mustahil kalau bisa lestari. Karena itu pesanku anakku, yang sangat anggapanmu, jangan meninggalkan, pada nasihat yang baik, sesungguhnya akan ada faidahnya. Kalau engkau mematuhi makna, dari pesan yang kusampaikan, barangkali kelak engkau, menemui kemuliaan anakku, lestari berkecukupan, tak ada penderitaan. Yang demikian itu sudah menjadi, aturan keadilan Tuhan Yang Maha Benar, siapa yang berbuat baik akan mendapat kebaikan.

Kajian per kata:

Wajibe (kewajiban) janma (orang, manusia) taruna (muda), tumitah (tercipta) neng (di) donya (dunia) kaki (anakku), sabisa-bisa (sebisa-bisa) den arah (diarahkan), nganggo (memakai) watek (watak) nem (enam) prakawis (perkara). Kewajiban orang muda, tercipta di dunia anakku, sebisa-bisa diarahkan, memakai watak enam perkara.

Sang Pendeta mengatakan bahwa hendaknya sebagai orang muda yang akan menjalani peran sebagai makhluk yang tercipta di dunia ini memakai watak enam perkara.

Mangkene (begini) trangireki (jelasnya), mungguh (tentang) wawatek (watak) nem (enam) iku (itu), kang (yang) kapisan (pertama) istiyar (ikhtiyar), mantep (mantap) ingkang (yang) kaping kalih (kedua), telu (ketiga) temen (sungguh-sungguh) dene (adapun) kaping pat (keempat) tetepa (tepa, mengukur, tenggang). Begini jelasnya, tentang watak enam

Page 80: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 70

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

itu, yang pertama ikhtiyar, mantap adalah yang kedua, ketiga sungguh-sungguh adapun yang keempat adalah bertenggang rasa.

Keenam watak itu perinciannya sebagai berikut; yang pertama ikhtiyar, yang kedua mantap, yang ketiga sungguh-sungguh, adapun yang keempat adalah konsisten.

Kalimane (kelimanya) angapura (pemaaf), kenenem (keenamnya) narima (nrima, ridha) kaki (anakku). Kelimanya pemaaf, keenamnya narima.

Yang kelima adalah pemaaf, mudah memaafkan sesama manusia. Yang keenam adalah narima. Untuk watak keenam ini susah dicari kata pas dalam bahasa Indonesia dari kata narima. Kata narima artinya bisa menerima segala ketentuan Tuhan padanya. Kata yang paling dekat pengertiannya adalah ridha. Meski ini juga bukan kata asli dalam bahasa Indonesia. Kalau diterjemahkan dengan kata rela juga kurang pas, karena kata rela mengandung pengertian mengikhlaskan sesuatu yang hilang dari kita. Jadi lebih baik tidak usah diterjemahkan saja.

Mangkene (begini) katranganira (penjelasannya), wijange (secara rinci) sawiji-wiji (satu persatu), den titi (yang teliti) ing (dalam) panampi (memahami), ywa (jangan) nganti (sampai) ana (ada) tumpang suh (salah pengertian). Begini penjelasannya, secara rinci satu per satu, yang teliti dalam memahami, jangan sampai ada salah pengertian.

Adapun pengertian dari keenam watak tersebut di atas adalah seperti yang akan diterangkan satu persatu dalam bait berikut ini. Perhatikan baik-baik jangan sampai ada salah pengertian.

Tegese (artinya) tembung (kata) istiyar (istiyar), ngaurip (dalam hidup) iku (itu) wus (sudah) wajib (wajib), angupaya (mencari) apa (apa) kang (yang) dadi (menjadi) butuhnya (kebutuhannya). Artinya kata istiyar, dalam hidup itu sudah menjadi kewajiban, mencari apa yang menjadi kebutuhannya.

Yang pertama, istiyar dari kata ikhtiyar dalam bahasa Arab sebenarnya artinya memilih, yakni memilih hal yang lebih baik bagi dirinya. Dalam bahasa Jawa artinya menjadi condong kepada berusaha (angupaya) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bagaimanapun itu sudah menjadi istilah dan hendaknya dipahami sesuai maksud dari si penulis. Yakni, istiyar

Page 81: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 71

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

artinya berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan jalan berusaha. Entah itu bekerja atau dengan cara yang lain. Yang dimaksud kebutuhan hidup mencakup banyak hal, baik yang bersifat fisik atau non fisik. Kalau seseorang berusaha mencari penghasilan dengan cara bekerja, itu dinamakan istiyar. Kalau seseorang mencari keamanan dengan cara berpindah tempat, itu juga dinamakan istiyar. Singkatnya segala upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dinamakan istiyar.

Kapindho (yang kedua) mantep (mantap) tegesnya (artinya), sabisa-bisa (sebisa-bisa) ngaurip (dalam hidup), ngesthiya (mengupayakan) anteping (mantapnya) budya (budi), budi (watak) kang (yang) amrih (membawa) basuki (keselamatan). Yang kedua mantap artinya, sebisa-bisa dalam hidup, mengupayakan mantapnya budi, watak yang membawa kepada keselamatan.

Yang kedua, mantap artinya kukuh tidak labil pendiriannya. Kalau sudah memutuskan maka serta merta tidak ragu-ragu lagi. Tidak takut walau resiko menghadang. Tidak menoleh-noleh lagi untuk mencari pertimbangan. Maju terus pantang mundur.

Aywa (jangan) pisan (sekali-kali) ngendhoni (kendor), yen (kalau) durung (belum) bisa (bisa) kacakup (mencapai maksud). Jangan sekali-kali kendor, kalau belum bisa mencapai maksud.

Kalau tujuan belum dicapai, maksud hati belum terlaksana jangan sekali-kali mengendorkan upaya. Inilah arti dari mantap. Pokoknya maju terus sampai mencapai keberhasilan.

Wit (karena) kodrating (ketetapan) Pangeran (Tuhan), sapa (siapa) kang (yang) darbe (punya) pangesthi (keinginan), lamun (kalau) mantep (mantap) lawas-lawas (lama-lama) kaleksanan (terlaksana). Karena ketetapan Tuhan, siapa yang punya keinginan, kalau mantap lama-lama terlaksana.

Dengan mantap dalam upaya dan pantang menyerah lama-lama sebuah keinginan akan terwujud. Karena sudah menjadi ketetapan Tuhan bahwa siapa yang punya keinginan dan mantap dalam berupaya lama-lama akan terlaksana.

Katri (ketiga) temen (temen) tegesira (artinya), utamane (utamanya, yang utama) ing (dalam) ngaurip (kehidupan), nganggo (memakai) watek

Page 82: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 72

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(watak) temen (temen) ika (tersebut), ywa (jangan) dhemen (gemar) tumindak (berbuat) juti (jahat), palacidra (curang) gorohi (menipu), murka (rakus) candhala (licik) laku (berbuat) dur (angkara). Ketiga temen artinya, yang utama dalam kehidupan, memakai watak sungguh-sungguh tersebut, jangan gemar berbuat jahat, curang menipu, rakus licik berbuat angkara.

Yang ketiga, temen artinya bersungguh-sungguh memakai cara yang benar dalam mencapai keinginan. Tidak berbuat jahat, curang, menipun, rakus, licik dan berlaku angkara. Apa yang diupayakan selalu di jalan lurus, tidak bengkok atau menikung, menyenggol kiri kanan, merugikan orang lain. Juga tidak memakai jalan pintas dengan berlaku curang, licik atau melanggar aturan.

Awit (karena) kodrating (ketetapan) Suksma (Tuhan Maha Suci), sakehing (semua) tumitah (makhluk) urip (hidup), sapa (siapa) darbe (mempunyai) watek (watak) temen (sungguh-sungguh) tinemenan (akan menjadi kenyataan). Karena ketetapan Tuhan Maha Suci, semua makhluk hidup, siapapun yang mempunya watak bersungguh-sungguh akan menjadi kenyataan.

Sudah menjadi hukum alam yang ditetapkan Tuhan bahwa siapaun yang sungguh-sungguh dalam usaha akan menjadi kenyataan apa yang diusahakannya itu. Man jadda wajada.

Kapingpate (keempatnya) tembung (kata) tepa (tepa), mangkene (begini) tegesireki (artinya), sayogyane (seyogyanya) ing (dalam) ngagesang (kehidupan), sabisa-bisa (sebisa-bisa) mangudi (mengupayakan), ngegungna (memperbanyak) tepa (bertenggang rasa) kaki (anakku), tepa (tepa) mring (kepada) samining (sesama) ngidhup (makhluk). Keempatnya kata tepa, begini artinya, seyogyanya dalam kehidupan, sebisa-bisa memperbanyak tenggang rasa anakku, tenggang rasa kepada sesama makhluk hidup.

Yang keempat, tepa artinya mengukur diri dengan orang lain. Ini bisa berwujud tepa slira, artinya tenggang rasa, yakni menerapkan sesuatu kepada diri sendiri sebelum melakukannya untuk orang lain. Apa yang terasa tidak nyaman bagi dirinya, juga pasti tidak nyaman bagi orang lain. Maka dalam berbuat dia selalu mempertimbangkan hal tersebut. Kata tepa juga bisa berarti tepa-tuladha, artinya dalam berbuat selalu mengukur

Page 83: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 73

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

kemampuan orang lain secara umum. Misalnya hendak menyuruh orang lain berbuat sesuatu, maka terlebih dahulu dia memberi contoh agar terlihat bahwa apa yang disuruhnya itu mampu dilakukan oleh orang lain secara umum.

Ywa (jangan) dhemen (gemar) tindak (berbuat) siya (menyia-nyiakan). Tepa kepada sesama makhluk hidup, jangan gemar berbuat menyia-nyiakan.

Kalau seseorang sudah mampu menerapkan tepa, maka dia akan mempunyai pertimbangan kira-kira pantas tidak perbuatannya kepada orang lain. Dengan demikian dia akan pikir-pikir jika berbuat yang tak pantas, karena dia sendiripun tak ingin diperlakukan seperti demikian. Watak tepa dapat hadir dengan cara menghindarkan diri dari menyia-nyiakan orang lain.

Aja (jangan) nganggep (menganggap orang lain) lawan (dengan) edir (sombong), nglegutakna (biasakan) asih tresna (cinta kasih) mring (kepada) sasama (sesama). Jangan menganggap orang lain dengan sombong, biasakan bersikap cinta kasih kepada sesama.

Watak tepa juga dapat muncul dengan menghindarkan dari bersikap sombong kepada orang lain dan membiasakan bersikap cinta kasih kepada sesama. Asahlah watak tepa dengan tiga hal tersebut di atas; tidak menyia-nyiakan orang lain, tidak bersikap sombong dan membiasakan bersikap cinta kasih.

Lima (kelima) tembung (kata) ngapura (pemaaf), mangkene (begini) tegese (artinya) kaki (anakku), ngaurip (hidup) neng (di) ngalam (alam) donya (dunia), darbeya (milikilah) watek (watak) utami (utama), dhemen (gemar) amemenehi (memberi), ngapura (maaf) samining (sesama) makhluk (makhluk), kang (yang) nandhang (menyandang) kaluputan (kesalahan). Kelima kata pemaaf, begini artinya anakku, hidup di alam dunia, milikilah watak utama, gemar memberi, maaf sesama makhluk, yang menyandang kesalahan.

Yang kelima, pemaaf artinya seorang manusia yang hidup di dunia hendaknya mempunyai watak mudah memberi maaf kepada orang yang menyandang kesalahan. Jauhilah dari watak dendam, yakni menyimpan

Page 84: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 74

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

niat untuk membalas suatu saat nanti. Memaafkan jauh lebih baik, karena Tuhan saja Maha Pemaaf (ghafur).

Ywa (jangan) sira (engkau) males (membalas) ngalani (berbuat buruk), marsudiya (berusahalah) murih (agar) kamot (termuat) bubudenira (dalam watakmu). Jangan engkau membalas berbuat buruk, berusalah agar kamot dalam watakmu.

Kamot artinya termuat. Makna kamot adalah mampu menampung kesalahan orang lain. Setiap kesalahan atau ketidaksempurnaan orang lain bisa engkau maklumi dan tidak menjadi ganjalan dalam hatimu. Seperti contohnya ketika engkau bicara dengan anak kecil (atau orang bodoh) yang tak mengerti sopan santun. Ada kalanya dia mengeluarkan kata yang kurang pantas kepadamu karena kebodohannya. Namun engkau mampu memaklumi dan memaafkannya.

Jika hatimu belum mampu memberi maaf untuk hal-hal seperti ini maka berusahalah untuk melatih diri agar hatimu lapang. Lapang artinya mampu menampung kesalahan orang lain.

Tetap berusahalah membalas kesalahan orang dengan kebaikan, karena perilaku mencerminkan watak dari si pelaku. Jika suatu saat engkau diperlakukan buruk kemudian engkau membalas dengan keburukan, engkau sama saja buruknya dengan mereka.

Kaping nenem (yang keenam) tembung (kata) narima (narima), tegese (artinya) mangkene (begini) kaki (anakku), ngaurip (hidup) sayogyanira (seyogyanya), darbeya (mempunyai) narimeng (menerima terhadap) takdir (takdir). Yang keenam kata narima, artinya begini anakku, hidup seyogyanya, mempunyai watak menerima terhadap takdir.

Yang keenam, narima artinya dalam hidup seyogyanya mempunyai watak menerima terhadap takdir Allah. Takdir itu ada dua qadla dan qadar. Qadla adalah ketetapan Allah terhadap segala sesuatu di dunia ini. Qadar (kadar) adalah apa yang diberikan kepada kita sudah ditetapkan ukurannya. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut.

Sudah menjadi qadla Allah bahwa setiap orang yang berusaha akan mendapatkan hasil. Dan Allah telah memberi kita keberhasilan yang sesuai dengan qadar kemampuan kita. Sama-sama menjadi pedagang mungkin tetanggamu bisa lebih kaya darimu. Karena keberhasilannya sesuai dengan

Page 85: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 75

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

kadar kemampuan usahanya, dan keberhasilanmu sesuai kadar kemampuan usahamu.

Ywa (jangan) nyerang (tergesa-gesa) ing (dalam) pambudi (berbudidaya), tan (tak) prayogya (baik) temahipun (akhirnya). Jangan tergesa-gesa dalam berbudidaya, tak baik pada akhirnya.

Oleh karena semua telah ditetapkan qadarnya oleh Allah, maka janganlah berupaya, berusaha, berbudidaya, dengan cara tergesa-gesa. Jangan terpancing pada hasil yang diraih orang lain karena setiap pemberian Tuhan telah ditetapkan qadarnya.

Kabeh (semua) tindak (perbuatan) sumengka (tergesa-gesa), iku (itu) nir (meninggalkan, tanpa) prayitneng (kehati-hatian dalam) batin (batin). Semua perbuatan tergesa-gesa, itu meninggalkan kehati-hatian dalam batin.

Setiap perbuatan tergesa-gesa yang dimaksudkan agar cepat memperoleh hasil justru merugikan diri karena setiap yang tergesa-gesa pasti meninggalkan kehati-hatian. Hasil perbuatan tergesa-gesa banyak kekurangannya, salah-salah justru kegagalan yang ditemui.

Marma (karena itu) samya (semua) den ageng (perbesarlah) panarimanta (rasa narima-mu). Karena itu semua perbesarlah rasa narima-mu.

Karena itu perbesarlah rasa narima dalam hidupmu. Terimalah setiap yang ada pada dirimu dengan rasa ridha dan gembira. Sebaliknya jangan bersedih atas apa yang tidak ada pada dirimu.

Wateke (watak) budi (budi) narima (narima), unggul (unggul) wekasaning (akhirnya di) wuri (belakang), seje (beda) budi (watak) kang (yang) nyerang (tergesa-gesa), tangeh (mustahil) yen (kalau) bisa (bisa) lestari (lestari). Watak budi narima, unggul akhirnya di belakang, lain dengan watak yang tergesa-gesa, mustahil kalau bisa lestari.

Apa yang dilakukan dengan sabar dan narima lebih berkesinambungan. Setiap waktu akan semakin baik dan sempurna. Keberhasilannya langgeng awet sampai akhir. Lain halnya dengan watak tergesa-gesa, setiap keberhasilannya mengandung kecacatan yang akan membuatnya segera rusak, mustahil dapat lestari.

Page 86: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 76

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Telah selesai penjelasan enam watak utama yang akan membuat kehidupanmu sejahtera kelak.

Marma (karena itu) welingku (pesanku) kaki (anakku), den abanget (yang sangat) panganggepmu (anggapanmu), aywa (jangan) sira (engkau) nyingkura (membelakangi, meninggalkan), marang (pada) pitutur (nasihat) kang (yang) becik (baik), sayektine (sesungguhnya) bakal (akan) ana (ada) paedahnya (faidahnya). Karena itu pesanku anakku, yang sangat anggapanmu, jangan meninggalkan, pada nasihat yang baik, sesungguhnya akan ada faidahnya.

Maksud dari bait ini adalah anggaplah pesan ini sebagai hal yang sangat penting. Jangan sekali-kali membelakangi atau meninggalkan nasihat baik ini, karena kelak akan sangat berfaidah dalam kehidupanmu.

Yen (kalau) sira (engkau) mituhu (mematuhi) jarwa (makna), warsitaku (pesanku) kang (yang) kawijil (tersampaikan), mbokmanawa (barangkali) tembe (kelak) sira (engkau), anemu (menemui) kamulyan (kemuliaan) kaki (anakku), lulus (lestari) bisa (bisa) mukti (berkecukupan), tanana (tak ada) sangsayanipun (panderitaannya). Kalau engkau mematuhi makna, dari pesan yang kusampaikan, barangkali kelak engkau, menemui kemuliaan anakku, lestari berkecukupan, tak ada penderitaan.

Kalau engkau patuh pada pesan-pesan yang telah kusampaikan tadi, barangkali kelak engkau akan memperoleh manfaatnya. Yakni hidup lestari berkecukupan dan mulia, jauh dari penderitaan.

Arti kata mukti adalah berkecukupan dan terhormat dalam masyarakat. Tidak kurang sandang-bukti (pakaian dan makanan) dan mempunyai nama yang baik. Dihormati sesama karena perbuatannya baik. Bukan sekadar kaya harta tetapi diperoleh dengan cara durhaka.

Mangkeneku (yang demikian itu) wus (sudah) dadya (menjadi), pranatan (aturan) adiling (keadilan) Widhi (Tuhan Maha Benar), sapa (siapa yang) becik (berbuat baik) bakal (akan) antuk (mendapat) kabecikan (kebaikan). Yang demikian itu sudah menjadi, aturan keadilan Tuhan Yang Maha Benar, siapa yang berbuat baik akan mendapat kebaikan.

Tuhan senantiasa adil dan telah menetapkan hukum yang jelas dan pasti berlaku. Siapa yang selalu berbuat baik pasti akan mendapat kebaikan. Jangan pernah berpikir bahwa Tuhan mengabaikan hambanya. Sapa temen

Page 87: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 77

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

tinemenan, siapa yang bersungguh-sungguh di jalan kebaikan pasti akan mencapai tujuannya.

Inilah nasihat Pendeta Agung Yatnajati kepada lima siswanya tentang watak utama yang akan membuat kehidupannya sejahtera.

Page 88: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 78

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (3:9-14): Piwulang Trang Trawaca Pupuh 3, bait 9-14, Sinom (8a, 8i, 8a, 8i, 7i, 8u, 7a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Kadiparan cantrik sira, nggonmu tampa wangsit, apa wus bisa trewaca. Pun Jiwita amangsuli, dhuh-dhuh Sang Maha Yogi, yen andika dangu ulun, sadaya warsitanta, sampun cumenthel mbokbilih, amung kantun kadang kula kang sakawan, punapa wus saged pana, punapa dereng tan uninga, mbok kadanguwa priyangga. Wauta sakawan cantrik, nambung umatur aris, dhumateng Sang Maha Wiku, makaten aturira, dhuh sang pupundhen dasih, estunipun kula ugi wus trewaca. Sang Pandhita malih nabda, semu kacaryaning galih, mangkana pangandikanya, “Heh cantrik lilima sami, sarehing sira wus, bisa anyakup pitutur, tutur kang kawahya, samangko ingsun aganti, sumedharnya saha ngalirake piwulang.” “Utamaning gegayuhan, kang pantes gagayuh dhingin, mung ana patang praka, anggapen ingkang nastiti, tancepna sanubari, cancangen kenceng ing kalbu, mrih ywa nganti katriwal, kanggowa salami-lami.” Pan cantrik sareng umatur sandika. Ngandika malih Sang Dwija, “Lah saiki sun nurwani, amedharake warsita, prakara panggayuh becik, padha kepareng ngarsi.” Cantrik gya mangsah umaju, tumungkul pasang karna, mangliling wisik Sang Yogi, Sang Pandhita manabda malih mangkana. Mangkene katrangira, “Silahnya sawiji-wiji, panggayuh patang prakara, kang tumrap kanggoning ngaurip, supaya angindhaki, ngancik lalakon kang bagus, lah padha wiyarsakna, wijanging panggayuh kaki, lakonana kalayan karsaning tyas.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bagaimana siswa engkau, dalam menerima pesan, apakah sudah bisa paham. Si Jiwita menjawab, “Duh Sang Maha Pendeta, kalau

Page 89: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 79

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

paduka menanyakan kepada hamba, semya pesan paduka, sudah melekat barangkali, hanya tinggal saudara hamba yang empat, apakah sudah bisa paham, apakah belum tak tahu, silakan ditanya sendiri. Diceritakan empat siswa, menyambung jawaban dengan halus, kepada Sang Maha Pendeta, begini perkataannya, “Duh Sang Junjungan kami, sesungguhnya kami juga sudah paham.” Sang Pendeta bersabda lagi, disertai rasa gembira dalam hati, begini perkataannya, “Hai siswa lima semuanya, karena engkau sudah, bisa mencakup nasihat, perkataan yang disampaikan, sekarang aku ganti, menyampaikan dan menjabarkan ajaran. Seutama-utama cita-cita, yang pantas diraih dahulu, hanya ada empat perkata, terimalah yang teliti, tanamkan dalam sanubari, ikatlah kuat dalam hati, agar jangan sampai tercecer, pakailah selama-lamanya. Sungguh para siswa semua bersamaan menyatakan siap. Berkata lagi Sang Guru, “Lah sekarang aku memulai menjabarkan nasihat, perkata cita-cita yang baik, silakan semua berkenan mendekat.” Para siswa segera maju mendekat, tertunduk memasang telinga, memperhatikan isyarat Sang Pendeta, demikian Sang Pendeta bersabda lagi. Begini penjelasannya, “Pemisahannya satu-persatu, cita-cita empat perkara, yang dipakai dalam kehidupan, supaya menambah, menapak jenjang kehidupan yang bagus, lah semua dengarkanlah, jelasnya cita-cita anakku, lakukanlah dengan kehendak dalam hati.”

Kajian per kata:

Kadiparan (bagaimana) cantrik (siswa) sira (engkau), nggonmu (dalam engkau) tampa (menerima) wangsit (pesan), apa (apa) wus (sudah) bisa (bisa) trewaca (paham, jelas). Bagaimana siswa engkau, dalam menerima pesan, apakah sudah bisa paham.

Sang Pendeta menanyakan kepada para siswanya, apakah semua pesan nasihat tadi telah jelas dan dapat dipahami dengan baik.

Page 90: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 80

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Pun Jiwita (si Jiwita) amangsuli (menjawab), “Dhuh-dhuh (duh) Sang (Sang) Maha (Maha) Yogi (Pendeta), yen (kalau) andika (paduka) dangu (menanyakan) ulun (hamba), sadaya (semua) warsitanta (pesanmu), sampun (sudah) cumenthel (melekat) mbokbilih (barangkali), amung (hanya) kantun (tinggal) kadang (saudara) kula (saya) kang (yang) sakawan (empat), punapa (apakah) wus (sudah) saged (bisa) pana (paham), punapa (apakah) dereng (belum) tan (tak) uninga (tahu), mbok (silakan) kadanguwa (ditanya) priyangga (sendiri). Si Jiwita menjawab, “Duh Sang Maha Pendeta, kalau paduka menanyakan kepada hamba, semya pesan paduka, sudah melekat barangkali, hanya tinggal saudara hamba yang empat, apakah sudah bisa paham, apakah belum tak tahu, silakan ditanya sendiri.

Jiwita menjawab bahwa semua nasihat telah dipahaminya, tetapi dia ragu apakah saudara-saudara seperguruannya juga telah memahami dengan baik. Jiwita menyilakan Sang Pendeta untuk menanyakan sendiri kepada para saudaranya tersebut.

Wauta (diceritakan) sakawan (empat) cantrik (siswa), nambung (menyambung) umatur (jawaban) aris (dengan halus), dhumateng (kepada) Sang (Sang) Maha (Maha) Wiku (Pendeta), makaten (demikian) aturira (perkataannya), “Dhuh (duh) sang (sang) pupundhen (junjungan) dasih (hamba), estunipun (sesungguhnya) kula (kami) ugi (juga) wus (sudah) trewaca (paham). Diceritakan empat siswa, menyambung jawaban dengan halus, kepada Sang Maha Pendeta, begini perkataannya, “Duh Sang Junjungan kami, sesungguhnya kami juga sudah paham.”

Para siswa lainnya segera menyambung perkataan Jiwita dan menyatakan bahwa mereka pun telah paham sepenuhnya apa yang disampaikan Sang Guru.

Sang (sang) Pandhita (pendeta) malih (lagi) nabda (bersabda), semu (agak, disertai) kacaryaning (rasa gembira) galih (hati), mangkana (begini) pangandikanya (perkataannya), “Heh (Hai) cantrik (siswa) lilima (lima) sami (semuanya), sarehing (karena) sira (engkau) wus (sudah), bisa (bisa) anyakup (mencakup) pitutur (nasihat), tutur (perkataan) kang (yang) kawahya (disampaikan), samangko (sekarang) ingsun (aku) aganti (ganti), sumedharnya (menyampaikan) saha (serta) nglairake (menjabarkan) piwulang (ajaran).” Sang Pendeta bersabda lagi,

Page 91: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 81

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

disertai rasa gembira dalam hati, begini perkataannya, “Hai siswa lima semuanya, karena engkau sudah, bisa mencakup nasihat, perkataan yang disampaikan, sekarang aku ganti, menyampaikan dan menjabarkan ajaran.

Sang Guru merasa gembira hatinya mendengar pengakuan para murid. Beliau kemudian bermaksud untuk meneruskan ke nasihat selanjutnya.

“Utamaning (seutama-utama) gegayuhan (cita-cita), kang (yang) pantes (pantas) gagayuh (diraih) dhingin (dahulu), mung (hanya) ana (ada) patang (empat) prakara (perkara), anggapen (anggaplah, hargailah, terimalah) ingkang (yang) nastiti (teliti), tancepna (tanamkan) sanubari (sanubari), cancangen (ikatlah) kenceng (kuat) ing (dalam) kalbu (hati), mrih (agar) ywa (jangan) nganti (sampai) katriwal (tercecer), kanggowa (pakailah) salami-lami (selama-lamanya).” Seutama-utama cita-cita, yang pantas diraih dahulu, hanya ada empat perkata, terimalah yang teliti, tanamkan dalam sanubari, ikatlah kuat dalam hati, agar jangan sampai tercecer, pakailah selama-lamanya.

Yakni berlanjut kepada nasihat tentang cita-cita yang pantas untuk diusahakan dalam kehidupan manusia. Cita-cita tersebut ada empat macam. Sang Pendeta menekankan agar keempatnya diikat dalam ingatan baik-baik, jangan sampai terlupakan. Karena sungguh akan sangat bermanfaat sebagai pegangan kelak ketika sudah memasuki kehidupan bermasyarakat.

Pan (sungguh) cantrik (siswa) sareng (bersamaa) umatur (menyatakan) sandika (siap). Sungguh para siswa semua bersamaan menyatakan siap.

Para siswa menyatakan kesanggupan dan kesiapan untuk melaksanakan perintah Sang Guru.

Ngandika (berkata) malih (lagi) Sang (Sang) Dwija (Guru), “Lah (lah) saiki (sekarang) sun (aku) murwani (memulai), amedharake (menjabarkan) warsita (nasihat), prakara (perkata) panggayuh (cita-cita) becik (baik), padha (semua) kepareng (berkenan) ngarsi (mendekat).” Berkata lagi Sang Guru, “Lah sekarang aku memulai menjabarkan nasihat, perkata cita-cita yang baik, silakan semua berkenan mendekat.”

Sang Pendeta menyuruh para siswa untuk mendepat. Tanda bahwa apa yang disampaikan sangat penting.

Page 92: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 82

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Cantrik (siswa) gya (segera) mangsah umaju (maju mendekat), tumungkul (tertunduk) pasang (memasang) karna (telinga), mangliling (memperhatikan) wisik (isyarat) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) manabda (bersabda) malih (lagi) mangkana (demikian). Para siswa segera maju mendekat, tertunduk memasang telinga, memperhatikan isyarat Sang Pendeta, demikian Sang Pendeta bersabda lagi.

Para siswa antusias maju ke depan, menyambut pesan Sang Guru.

Mangkene (begini) katrangira (penjelasannya), “Silahnya (pemisahannya) sawiji-wiji (satu persatu), panggayuh (cita-cita) patang (empat) prakara (perkata), kang (yang) tumrap (untuk) kanggoning (yang dipakai) ngaurip (kehidupan), supaya (supaya) angindhaki (menambah), ngancik (menapak) lalakon (jenjang kehidupan) kang (yang) bagus (bagus), lah (lah) padha (semua) wiyarsakna (dengarkanlah), wijanging (jelasnya) panggayuh (cita-cita) kaki (anakku), lakonana (lakukanlah) kalayan (dengan) karsaning (kehendak dalam) tyas (hati). Begini penjelasannya, “Pemisahannya satu-persatu, cita-cita empat perkara, yang dipakai dalam kehidupan, supaya menambah, menapak jenjang kehidupan yang bagus, lah semua dengarkanlah, jelasnya cita-cita anakku, lakukanlah dengan kehendak dalam hati.”

Sang Pendeta menerangkan empat perkara yang harus menjadi cita-cita bagi manusia. Empat perkara cita-cita itu yang akan menambah derajat kehidupan manusia kelak jika dicapai. Apa saja keempat perkara itu? Nantikan dalam kajian berikutnya.

Page 93: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 83

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KEEMPAT

A S M A R A D A N A

Page 94: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 84

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:1-5): Patang Perkara Panggayuh Pupuh 4, bait 1-5, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Juga kena den ranira, kawiryan den kapindhonya, artawan kaping telune, kagunan kaping patira, guna kawignyan ranira, papat iku pedahipun, mangkene kateranganya. Kawiryan tegese kaki, kagem ratu lan prentah, yeku drajat kapya yen, marga wong kagem Sang Nata, tanapi pamarentah, gedhe cilik sor unggul, nanging wis mengku wibawa. Tegese wibawa kaki, den ajeki ing sasana, lamun wus darbe papasthen, balanja sapantesira, tinampan saben candra, dene pahargyan amung, mayar nora ngrekasa. Marmanya den sami ngudi, mamrih kagema Sang Nata, kanggepa ing salawese, norane kagem Sang Nata, kagema pamarentah, kaparenga anggegadhuh, nindakake panguwasa. Mangkoneku pan keni, kinarya pakuwatira, uripe neng donya kiye, sanadyan orane bisa, sugih nanging wus mayar, bisa ajeg panganipun, lumintu sadina-dina.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Satu bisa disebut, kawiryan yang keduanya, artawan yang ketiganya, kagunan yang keempatnya, guna kawignyan sebutannya, empat itu faidahnya, seperti berikut penjelasannya. Kawiryan artinya anakku, dipakai raja dan pemerintah. Yaitu derajat sama kalau, menjadi jalan dipakai oleh Sang Raja, serta pemerintah, besar kecil rendah tinggi, tetapi sudah mempunyai wibawa. Artinya wibawa anakku, yang ajeg di tempat pertemuan, kalau sudah mempunyai jabatan pasti, belanja sepantasnya, diterima setiap bulan, adapun perayaan hanya, mudah tidak kesulitan.

Page 95: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 85

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Maka dari itu semua berusahalah, agar dipakai Sang Raja, dihargai selamanya, kalau tidak dipakai Sang Raja, setidaknya dipakai Pemerintah, diijinkan mengelola, menjalankan kekuasaan. Yang demikian itu sungguh bisa, dipakai pegangan, hidup di dunia ini. Walaupun tidak bisa, kaya tapi sudah mudah, bisa kontinyu kebutuhan pangannya, terus menerus kesehariannya.

Kajian per kata:

Juga (satu) kena (bisa) den ranira (disebut), kawiryan (kawiryan) den kapindhonya (yang keduanya), artawan (artawan) kaping telune (yang ketiganya), kagunan (kagunan) kaping patira (yang keempatnya), guna kawignyan (guna kawignyan) ranira (sebutannya), papat (empat) iku (itu) pedahipun (faidahnya), mangkene (seperti ini) kateranganya (penjelasannya). Satu bisa disebut, kawiryan yang keduanya, artawan yang ketiganya, kagunan yang keempatnya, guna kawgnyan sebutannya, empat itu faidahnya, seperti berikut penjelasannya.

Ada empat cita-cita yang mesti didahulukan agar hidup menjadi sejahtera, yakni: kawiryan, artawan, kagunan dan guna-kawignyan. Masing-masing dari empat hal itu penjelasannya adalah sebagai berikut ini.

Kawiryan (kawiryan) tegese (artinya) kaki (anakku), kagem (dipakai) ratu (raja) lan (dan) prentah (pemerintah). Kawiryan artinya anakku, dipakai raja dan pemerintah.

Kawiryan artinya keluhuran derajat, atau kalau di zaman sekarang pejabat negara. Di sini kawiryan diartikan sebagai orang yang dipakai oleh raja atau pemerintah, artinya mempunyai jabatan. Pada zaman serat ini ditulis situasi saat itu di zaman kolonial menjelang akhir. Para pejabat mempunyai dua tuan, yakni raja dan Pemerintah kolonial Belanda. Maka loyalitas juga ditujukan kepada keduanya. Oleh karena itu kawiryan diartikan sebagai orang yang menduduki jabatan dalam sistem pemerintahan ganda tersebut. Bait berikut menguraikan lebih lanjut.

Yeku (yaitu) drajat (derajat) kapya (sama) yen (kalau), marga (jalan) wong (orang) kagem (dipakai) Sang (Sang) Nata (Raja), tanapi (serta) pamarentah (pemerintah), gedhe (besar) cilik (kecil) sor (rendah) unggul (tinggi), nanging (tetapi) wis (sudah) mengku (mempunyai) wibawa

Page 96: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 86

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(wibawa). Yaitu derajat sama kalau, menjadi jalan dipakai oleh Sang Raja, serta pemerintah, besar kecil rendah tinggi, tetapi sudah mempunyai wibawa.

Kedua jalur itu sama, baik dipakai sebagai punggawa oleh Sang Raja demikian pula oleh pemerintah Belanda. Asalkan sudah menjadi pejabat atau kalau zaman dahulu disebut abdi dalem, maka mereka walau kecil atau besar, pejabat tinggi atau rendah, semua sudah mempunyai wibawa.

Tegese (artinya) wibawa (wibawa) kaki (anakku), den ajeki (yang ajeg) ing (di) sasana (tempat pertemuan), lamun (kalau) wus (sudah) darbe (mempunyai) papasthen (jabatan yang pasti), balanja (belanja) sapantesira (sepantasnya), tinampan (diterima) saben (setiap) candra (bulan), dene (adapun) pahargyan (perayaan) amung (hanya), mayar (mudah) nora (tidak) ngrekasa (kesulitan). Artinya wibawa anakku, yang ajeg di tempat pertemuan, kalau sudah mempunyai jabatan pasti, belanja sepantasnya, diterima setiap bulan, adapun perayaan hanya, mudah tidak kesulitan.

Wibawa artinya mempunyai kedudukan sehingga bisa menghadap raja. Kalau sudah demikian kedudukannya maka harus sering-sering menghadap dan selalu siap sedia menerima perintah. Kalau sudah kelihatan prestasinya dan dekat dengan raja maka sudah pasti akan mendapat belanja sepantasnya. Kebutuhan setiap bulan tercukupi. Kalau hendak mengikuti perayaan pun mudah, tidak kesulitan. Perayaan adalah simbol kecukupan seseorang di zaman itu. Setiap pejabat atau priyayi berlomba mengadakan perayaan dengan mengadakan aneka tontonan rakyat. Itu simbol kehormatan di zaman itu.

Marmanya (maka dari itu) den sami (semua) ngudi (berusahalah, mencarilah), mamrih (agar) kagema (dipakai) Sang (Sang) Nata (Raja), kanggepa (dhargai) ing (pada waktu) salawese (selamanya), norane (kalau tidak) kagem (dipakai) Sang (Sang) Nata (Raja), kagema (dipakailah) pamarentah (Pemerintah Belanda), kaparenga (diijinkan) anggegadhuh (mengelola), nindakake (menjalankan) panguwasa (kekuasaan). Maka dari itu semua berusahalah, agar dipakai Sang Raja, dihargai selamanya, kalau tidak dipakai Sang Raja, setidaknya dipakai Pemerintah, diijinkan mengelola, menjalankan kekuasaan.

Page 97: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 87

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Maka semua (siswa-siswa) hendaknya berusaha agar kelak dapat dipakai oleh Sang Raja selama-lamanya. Kalaupun tidak dipakai Sang Raja, setidaknya dapat kedudukan di Pemerintahan. Diberi wewenang untuk mengelola kekuasaan dan memerintah bawahan. Dipatuhi bawahan dan dihormati orang banyak.

Mangkoneku (yang demikian itu) pan (sungguh) keni (bisa), kinarya (dipakai) pakuwatira (pegangan, penguat), uripe (hidup) neng (di) donya (dunia) kiye (ini). Yang demikian itu sungguh bisa, dipakai pegangan, hidup di dunia ini.

Kedudukan yang demikian itu bisa menjadi pegangan hidup di dunia ini. Menjadi pejabat negara itu terhormat di masyarakat dan tercukupi kebutuhannya. Tidak perlu khawatir lagi tenteng kebutuhan hidup di dunia ini karena sudah ditanggung negara.

Sanadyan (walaupun) orane (tidak pun) bisa (bisa), sugih (kaya) nanging (tapi) wus (sudah) mayar (mudah), bisa (bisa) ajeg (kontinyu) panganipun (pangannya), lumintu (terus-menerus) sadina-dina (kesehariannya). Walaupun tidak bisa, kaya tapi sudah mudah, bisa kontinyu kebutuhan pangannya, terus menerus kesehariannya.

Walaupun mungkin penghasilan yang diterima tidak bisa membuatnya menjadi orang kaya, tetapi setidaknya kehidupannya mudah. Kebutuhan sandang pangan tercukupi, bisa kontinyu selamanya. Lestari terus-menerus kesehariannya. Itulah yang dinamakan kawiryan.

Page 98: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 88

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:6-8): Tegese Artawan Pupuh 4, bait 6-8, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Dene artawan kang dwi, mangkene mungguh terangnya, yogane ngaurip darbe, panggayuh mring kasaguhan, mrih bisa rawat bandha. Ngungkuli sasaminipun, dadi aran urip mulya. Amarga jaman samangkin, sapa kang wus sugih bandha, muktine meh lir sang Katong. Barang kang sinedya teka, ingkang cinipta ana, linulutan sameng idhup, labed dayaning sang arta. Marma welingku dieling, ywa lumuh nggayuh arta. Udinen mrih bisane, awit lamun nora bisa, kalakon rawat bandha, uripmu nista kalangkung, sinatru sapadha-padha.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Adapun yang kedua, begini penjelasannya, seyogyanya orang hidup mempunyai, cita-cita kepada kesanggupan, agar bisa merawat harta. Melebihi sesamanya, jadi disebut hidup mulia. Karena di zaman sekarang, siapa yang sudah kaya harta, hidupnya berkecukupan hampir seperti Sang Raja. Semua yang dikehendaki datang, yang diangankan ada, didekati sesama orang, karena kekuatan harta. Karena itu pesanku diingat, jangan malas menggapai harta. Berusahalah agar bisa (melakukannya) karena kalau tidak bisa, melakukan merawat harta, hidupmu sangat nista, dimusuhi sesama.

Kajian per kata:

Dene (adapun) artawan (artawan) kang (yang) dwi (kedua), mangkene (begini) mungguh terangnya (penjelasannya), yogane (seyogyanya) ngaurip (orang hidup) darbe (mempunyai), panggayuh (cita-cita) mring (kepada) kasaguhan (kesanggupan), mrih (agar) bisa (bisa) rawat (merawat) bandha (harta). Adapun yang kedua, begini penjelasannya,

Page 99: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 89

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

seyogyanya orang hidup mempunyai, cita-cita kepada kesanggupan, agar bisa merawat harta.

Cita-cita yang kedua adalah artawan (hartawan), yakni kemampuan untuk merawat harta. Yang dimaksud adalah orang yang berkemampuan mencari, menjaga dan mengembangkan harta benda. Atau istilah yang sederhana adalah orang kaya harta.

Ngungkuli (melebihi) sasaminipun (sesamanya), dadi (jadi) aran (disebut) urip (hidup) mulya (mulia). Melebihi sesamanya, jadi disebut hidup mulia.

Kata lain dari artawan adalah orang yang berkelebihan dalam harta dari sesama manusia. Ini adalah pencapaian yang layak untuk dicita-citakan bila ingin hidup sejahtera di dunia ini.

Amarga (karena) jaman (zaman) samangkin (sekarang), sapa (siapa) kang (yang) wus (sudah) sugih (kaya) bandha (harta), muktine (berkecukupan) meh (hampir) lir (seperti) sang (Sang) Katong (Raja). Karena di zaman sekarang, siapa yang sudah kaya harta, hidupnya berkecukupan hampir seperti Sang Raja.

Mukti artinya hidupnya juga berkecukupan dan dihormati dalam masyarakat. Kedudukan seorang kaya di masyarakat hampir seperti raja, dihormati dan dipatuhi oleh orang banyak.

Barang (semua) kang (yang) sinedya (dikehendaki) teka (datang), ingkang (yang) cinipta (diangankan) ana (ada), linulutan (didekati) sameng (sesama) idhup (hidup, orang), labed (karena) dayaning (kekuatan) sang (sang) arta (harta). Semua yang dikehendaki datang, yang diangankan ada, didekati sesama orang, karena kekuatan harta.

Semua yang dikehendaki akan datang sendiri. Orang-orang selalu mengawasi kehendakmu dan bersegera melayanimu karena mengharap hartamu. Apa yang menjadi keinginanmu pasti ada karena mampu kau beli. Didekati oleh sesama orang yang ingin limpahan rezeki darimu. Semua itu karena kekuatan harta yang engkau punya. Linulutan artinya semua orang menjadi ramah dan bersikap baik, ingin selalu dekat dengannya.

Page 100: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 90

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Marma (karena itu) welingku (pesanku) dieling (diingat), ywa (jangan) lumuh (malas) nggayuh (menggapai) arta (harta). Karena itu pesanku diingat, jangan malas menggapai harta.

Oleh karena itu, pesan Sang Pendeta, jangan malas dalam mencari harta dunia. Harta adalah kepemilikan yang berharga dan layak untuk diupayakan. Tentu dengan cara yang halal dan baik. Tanpa harus merampas atau mengambil secara batil harta dari orang lain.

Udinen (berusahalah) mrih (agar) bisane (bisa), awit (karena) lamun (kalau) nora (tidak) bisa (bisa), kalakon (melakukan) rawat (merawat) bandha (harta), uripmu (hidupmu) nista (nista) kalangkung (sangat), sinatru (dimusuhi) sapadha-padha (sesama). Berusahalah agar bisa (melakukannya) karena kalau tidak bisa, melakukan merawat harta, hidupmu sangat nista, dimusuhi sesama.

Berusahalah agar mempunyai kemampuan dalam mengelola harta, bisa merawat dan menjaga harta dengan baik dan memanfaatkan di jalan yang benar. Kalau sampai seseorang kekurangan dalam harta itu, maka akan sangat nista hidupnya. Dijauhi atau malah dimusuhi oleh sesama manusia. Dengan adanya harta apapun menjadi mudah. Oleh karena itu hendaknya diperhatikan.

Page 101: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 91

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:9-14): Tegese Gunawan Pupuh 4, bait 9-14, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Katelune dipun nastiti, tegese tembung gunawan, mungguh terangnya mangkene, ngaurip sabisa-bisa, mangudi mrih sampurna, tegese sampurna putus, mumpuni saliring guna. Kasusastran miwah ngilmi, ywa nganti dhagel tan yogya, nora nana paedahe. Seje lan kang wus sampurna, ngelmu tanapi sastra, uripe nora pakewuh, anggone anggupaya boga. Wit manungswa kang wus ngenting, sakridhaning kasusastran, kawruh gaibe apadene, iku dadi pangungsenya, janma kang tuneng sastra, lan janma sepen kawruh, tekane kanthi weh ruba. Marmanya weh ruba awit, arep minta pitulungan, apa sing dadi butuhe. Kang supaya tinuduhan, barang kang durung wikan, kang wus dadi wajibipun, ingulat tan mrih pinanggya. Kamangka sira wus bangkit, maweh tuduh kang sanyata, yekti gedhe tarimane. Kajaba gedhe trimanya, aweh bungah mring sira, mangka liruning pitutur, ruru basa kuwasanya. Awit bakuning wong Jawi, duk kuna prapteng samangkya, kudu weruh ngelmu gaibe, gaib kodrat tegesira, marma den bangetsira, mangudi mrih lebdeng kawruh, kanggo pikuwating gesang.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Ketiganya yang teliti, artinya kata gunawan, adapun penjelasannya begini, hidup sebisa-bisa, berusaha agar sempurna, artinya sempurna tuntas, berkemampuan dalam segala ilmu. Dalam kasusteraan serta ilmu pengetahuan, jangan sampai tanggung tak baik, tidak ada faidahnya. Beda dengan yang sudah sempurna, dalam ilmu serta sastra, hidupnya tidak repot, dalam dia mencari makan.

Page 102: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 92

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Karena manusia yang sudah menghabiskan, semua olah kasusasteraan, pengetahuan gaibnya apalagi, itu menjadi tempat mengungsi, manusia yang tuna dalam sastra, dan manusia tanpa pengetahuan, datangnya dengan memberi pemberian. Mengapa mereka memberi pemberian karena, akan meminta pertolongan, apa yang menjadi kebutuhannya. Yang supaya diberi petunjuk, semua hal yang belum mengetahui, yang sudah menjadi kewajibannya, dilihat dengan teliti agar ketemu. Padahal engkau sudah mumpuni, untuk memberi petunjuk yang benar, maka sungguh besar rasa terima kasihnya. Selain besar rasa terima kasihnya, memberi pemberian kepadamu, sebagai pengganti nasihat, pengetahuan yang dicari mereka yang engkau kuasai. Karena sudah menjadi pedoman baku bagi orang Jawa, sejak ketika zaman kuna sampai sekarang, harus mengetahui ilmu gaibnya, artinya gaib adalah ketetapan Tuhan. Karena itu yang sangat engkau, berusaha agar mumpuni dalam pengetahuan, sebagai penguat dalam hidup.

Kajian per kata:

Katelune (ketiganya) dipun nastiti (yang teliti), tegese (artinya) tembung (kata) gunawan (gunawan), mungguh (adapun) terangnya (penjelasannya) mangkene (begini), ngaurip (hidup) sabisa-bisa (sebisa-bisa), mangudi (berusaha) mrih (agar) sampurna (sempurna), tegese (artinya) sampurna (sempurna) putus (tuntas), mumpuni (berkemampuan) saliring (dalam segala) guna (ilmu, kepandaian). Ketiganya yang teliti, artinya kata gunawan, adapun penjelasannya begini, hidup sebisa-bisa, berusaha agar sempurna, artinya sempurna tuntas, berkemampuan dalam segala ilmu.

Yang ketiga adalah gunawan. Perhatikan pengertiannya dengan teliti. Arti dari gunawan adalah mumpuni dalam pengetahuan. Maksudnya dalam kehidupan ini hendaknya engkau berusaha untuk mencari pengetahuan dengan kadar yang sempurna atau tuntas dalam belajar.

Page 103: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 93

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kasusastran (kasusateraan) miwah (serta) ngilmi (ilmu pengetahuan), ywa (jangan) nganti (sampai) dhagel (tanggung) tan (tak) yogya (sepantasnya, baik), nora (tidak) nana (ada) paedahe (faidahnya). Dalam kasusteraan serta ilmu pengetahuan, jangan sampai tanggung tak baik, tidak ada faidahnya.

Dalam segala ilmu yang bisa dipelajari (seperti dalam kasusasteraan atauy ilmu pengetahuan lainnya), hendaknya dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga sempurna pengetahuannya. Jangan sampai belajarnya tanggung (dhagel atau mogol), karena yang demikian itu tak baik. Tidak ada manfaatnya dari ilmu pengetahuan yang tanggung. Hanya akan menjadikan pemiliknya berpikiran picik dan sok tahu.

Seje (beda) lan (dengan) kang (yang) wus (sudah) sampurna (sempurna), ngelmu (dalam ilmu) tanapi (serta) sastra (sastra), uripe (hidupnya) nora (tidak) pakewuh (repot), anggone (dalam dia) anggupaya (mencari) boga (makan). Beda dengan yang sudah sempurna, dalam ilmu serta sastra, hidupnya tidak repot, dalam dia mencari makan.

Beda dengan yang sudah sempurna pengetahuannya, baik dalam sastra maupun dalam segala ilmu pengetahuan lain. Hidupnya tidak akan repot dalam mencari makan. Ilmunya dapat dipakai dengan benar dan menyelesaikan masalah.

Wit (karena) manungswa (manusia) kang (yang) wus (sudah) ngeting (menghabiskan), sakridhaning (semua olah) kasusastran (kasusteraan), kawruh (pengetahuan) gaibe (ghaib) apadene (apalagi), iku (itu) dadi (menjadi) pangungsenya (tempat mengungsi), janma (manusia) kang (yang) tuneng (tuna dalam) sastra (sastra), lan (dan) janma (manusia) sepen (sepi, tanpa) kawruh (pengetahuan), tekane (datangnya) kanthi (dengan) weh (memberi) ruba (pemberian). Karena manusia yang sudah menghabiskan, semua olah kasusasteraan, pengetahuan gaibnya apalagi, itu menjadi tempat mengungsi, manusia yang tuna dalam sastra, dan manusia tanpa pengetahuan, datangnya dengan memberi pemberian.

Karena manusia yang sudah sempurna dalam pengetahuan akan menjadi tempat mengungsi manusia lain yang tak berpengetahuan. Menjadi tempat bertanya dan mencari solusi. Mereka datang dengan memberi pemberian.

Page 104: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 94

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Marmanya (karenanya) weh (memberi) ruba (pemberian) awit (karena), arep (akan) minta (minta) pitulungan (pertolongan), apa (apa) sing (yang) dadi (menjadi) butuhe (kebutuhannya). Mengapa mereka memberi pemberian karena, akan meminta pertolongan, apa yang menjadi kebutuhannya.

Mereka memberi pemberian karena akan meminta pertolongan dari apa yang menjadi kebutuhan mereka. Mereka butuh sehingga berani membayar untuk keperluannya itu. Mereka butuh solusi sehingga tak sayang kehilangan sesuatu agar solusi yang mereka butuhan terpenuhi.

Kang (yang) supaya (supaya) tinuduhan (diberi petunjuk), barang (semua hal) kang (yang) durung (belum) wikan (mengetahui), kang (yang) wus (sudah) dadi (menjadi) wajibipun (kewajibannya), ingulatan (dilihat dengan teliti) mrih (agar) pinanggya (ketemu). Yang supaya diberi petunjuk, semua hal yang belum mengetahui, yang sudah menjadi kewajibannya, dilihat dengan teliti agar ketemu.

Agar mereka mendapat petunjuk dari ilmu yang engkau kuasai dalam semua pengetahuan yang belum mereka tahu, yang menjadi kewajiban mereka. Mereka sangat memerlukan sehingga dengan tekun akan mendengarkan petunjuk darimu. Mereka akan menurut yang engkau katakan demi mencari solusi dari permasalahan mereka.

Kamangka (padahal) sira (engkau) wus (sudah) bangkit (mumpuni), maweh (memberi) tuduh (petunjuk) kang (yang) sanyata (benar), yekti (sungguh) gedhe (besar) tarimane (rasa terima kasihnya). Padahal engkau sudah mumpuni, untuk memberi petunjuk yang benar, maka sungguh besar rasa terima kasihnya.

Mereka datang kepadamu meminta petunjuk, padahal engkau sudah mumpuni untuk memberi petunjuk padanya. Jadi engkau sangat membantunya. Maka sungguh besar rasa terima kasihnya kepadamu.

Kajaba (selain) gedhe (besar) trimanya (terima kasihnya), aweh (memberi) bungah (bebungah, pemberian) mring (kepada) sira (kamu), mangka (sebagai) liruning (pengganti) pitutur (nasihat), ruru (mencari) basa (pengetahuan) kuwasanya (yang engkau kuasai). Selain besar rasa terima kasihnya, memberi pemberian kepadamu, sebagai pengganti nasihat, pengetahuan yang dicari mereka yang engkau kuasai.

Page 105: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 95

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Selain rasa terima kasih yang besar mereka juga akan memberi engkau bebungah, yakni pemberian yang dimaksudkan agar engkau senang karena dia juga senang. Bebungah adalah pemberian yang dimaksudkan untuk membagi kegembiraan. Kaena dia merasa senang telah engkau selesaikan masalahnya, maka dia juga memberimu sesuatu agar engkau juga merasa senang. Itulah begungah. Maka mereka takkan sayang untuk itu karena problemnya benar-benar telah tuntas.

Awit (karena) bakuning (pedoman baku bagi) wong (orang) Jawi (Jawa), duk (ketika) kuna (kuna) prapteng (sampai) samangkya (sekarang), kudu (harus) weruh (mengetahui) ngelmu (ilmu) gaibe (gaibnya), gaib (gaib) kodrat (ketetapan Tuhan) tegesira (artinya). Karena sudah menjadi pedoman baku bagi orang Jawa, sejak ketika zaman kuna sampai sekarang, harus mengetahui ilmu gaibnya, artinya gaib adalah ketetapan Tuhan.

Sudah menjadi pedoman baku bagi orang Jawa segala sesuatu harus dipahami di balik seuatu itu, atau ilmu gaibnya. Yakni isyarat dan maksud dari ketetapan Tuhan yang terjadi padanya. Dan pengetahuan tentang ini hanya dimiliki oleh orang yang sempurna pengetahuannya. Kepadanyalah mereka bertanya.

Marma (karena itu) den bangetsira (yang sangat engkau), mangudi (berusaha) mrih (agar) lebdeng (lebda ing, mumpuni dalam) kawruh (pengetahuan), kanggo (sebagai) pikuwating (penguat dalam) gesang (hidup). Karena itu yang sangat engkau, berusaha agar mumpuni dalam pengetahuan, sebagai penguat dalam hidup.

Karena itu hendaknya engkau berusaha keras agar mempunyai pengetahuan yang mumpuni, yang sanggup memberi solusi permasalahan orang banyak. Pengetahuan itu akan menjadi penguat dalam hidupmu, menopan kehidupanmu sehingga sejahteralah kamu.

Page 106: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 96

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:15-19): Tegese Guna Kawignyan Pupuh 4, bait 15-19, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Genepe kaping pat kaki, diyatna lan den prastawa, tembung guna kawignyane. Pan mangkene tegesira, sabisa-bisa janma, andarbenana panggayuh, mumpuni saliring karya. Kang dadi praboting ngaurip, kalumrahe ing akathah, udinen awit amrih wignyane. Wit manungswa kang wis lebda, mumpuni liring karya, akeh wong kang minta tulung, kinen garap pakaryannya. Apa sing kang den senengi, ing mangka sira wus bisa, nuruti apa karepe, sayekti dahat sukanya, agung pangalemira, mring sira dene wus besus, bisa anuju sakarsa. Apa maneh yen wus dadi, barang ingkang sira garap, pasthi ana lilirune, dhuwit ing sapantesira, tinimbang keh ing karya, wus jemak mangkono iku, mangkana tinimbanganira. Kang mangkana iku kaki, manawa uga wus kena, kanggo pikuwat uripe, sanadyan nora sugiha, nging uripe tan nistha, wit pangane wus kacakup, nora nganti kakurangan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Genapnya yang keempat anakku, bersungguh-sungguhlah dan yang awas, makna kata ketrampilan. Begini artinya, sebisa-bisa manusia, mempunyai cita-cita, mumpuni dalam segala pekerjaan. Dalam hal yang menjadi sarana (kebutuhan) hidup, sebabaimana kelaziman orang banyak, berusahalah agar terampil. Karena manusia yang sudah pintar, mumpuni dalam segala pekerjaan, banyak orang yang akan minta tolong, menyuruh mengerjakan pekerjaannya. Apa yang sing disukai, padahal engkau sudah bisa, menuruti apa sekehendaknya, sungguh sangat sukanya, besar pujiannya, kepada engkau yang sudah bisa rapi, bisa menyenangkan sekehendaknya.

Page 107: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 97

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Apa lagi kalau sudah selesai, barang yang engkau kerjakan, pasti ada penggantinya, berupa uang dalam kadar sepantasnya, setimbang banyaknya pekerjaannya. Sudah lazim yang demikian itu, demikian perbandingannya. Yang demikian itu anakku, barangkali juga sudah bisa, dipakai sebagai penguat hidupnya. Walaupun tidak bisa menjadi kaya, tapi hidupnya tidak nista, karena kebutuhan makannya sudah tercukupi, tidak sampai kekurangan.

Kajian per kata:

Genepe (genapnya) kaping pat (keempat) kaki (anakku), diyatna (bersungguh-sungguhlah) lan (dan) den prastawa (yang awas), tembung (kata) guna kawignyane (ketrampilan). Genapnya yang keempat anakku, bersungguh-sungguhlah dan yang awas, makna kata ketrampilan.

Guna-kawignyan artinya menurut bahasa adalah pintar dalam segala pengetahuan. Namun dalam bait ini merujuk kepada penjelasan di bait selanjutnya adalah kemampuan dalam melaksanakan berbagai pekerjaan yang memakai fisik. Maka kata yang pas untuk menerjemahkan guna-kawignyan ini adalah terampil. Kata terampil artinya profesional dalam pekerjaan

Pan (sungguh) mangkene (begini) tegesira (artinya), sabisa-bisa (sebisa-bisa) janma (manusia), andarbenana (mempunyai) panggayuh (cita-cita), mumpuni (mumpuni) saliring (segala) karya (pekerjaan). Begini artinya, sebisa-bisa manusia, mempunyai cita-cita, mumpuni dalam segala pekerjaan.

Arti dari cita-cita guna-kawignyan adalah dalam kehidupan sebisa-bisa manusia dalam hidupnya mempunyai kemampuan yang mumpuni (profesional) dalam segala pekerjaan yang ditekuninya.

Kang (yang) dadi (menjadi) praboting (sarana, perabotan) ngaurip (kehidupan), kalumrahe (lazimnya) ing (pada) akathah (orang banyak), udinen (berusahalah) awit (mula) amrih (agar) wignyane (terampil). Dalam hal yang menjadi sarana (kebutuhan) hidup, sebabaimana kelaziman orang banyak, berusahalah agar terampil.

Page 108: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 98

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Dalam bidang-bidang yang menjadi sarana kehidupan orang banyak, sebagaimana lazimnya kehidupan, berusahalah agar mempunyai ketrampilan. Seumpama pertukangan, bengkel, jasa pelayanan, transportasi, dan lain-lain.

Wit (karena) manungswa (manusia) kang (yang) wis (sudah) lebda (pintar), mumpuni (mumpuni) liring (dalam segala) karya (pekerjaan), akeh (banyak) wong (orang) kang (yang) minta (minta) tulung (tolong), kinen (menyuruh) garap (mengerjakan) pakaryannya (pekerjaannya). Karena manusia yang sudah pintar, mumpuni dalam segala pekerjaan, banyak orang yang akan minta tolong, menyuruh mengerjakan pekerjaannya.

Bagi orang yang terampil dalam bidang tertentu, yang ketrampilannya banyak dibutuhkan orang akan banyak orang yang minta tolong kepadanya untuk mengerjakan pekerjaan baginya.

Apa (apa) ingkang (yang) den senengi (disukai), ing (dalam) mangka (padahal) sira (engkau) wus (sudah) bisa (bisa), nuruti (menuruti) apa (apa) karepe (kehendaknya), sayekti (sungguh) dahat (sangat) sukanya (sukanya), agung (besar) pangalemira (pujiannya), mring (kepada) sira (engkau) dene (yang) wus (sudah) besus (rapi), bisa (bisa) anuju (menyenangkan) sakarsa (sekehendaknya). Apa yang sing disukai, padahal engkau sudah bisa, menuruti apa sekehendaknya, sungguh sangat sukanya, besar pujiannya, kepada engkau yang sudah bisa rapi, bisa menyenangkan sekehendaknya.

Dalam hal-hal yang mereka sukai, bila engkau bisa mengerjakan maka akan sangat sukanya mereka kepada hasil pekerjaanmu yang rapi. Apa yang mereka kehendaki bisa engkau lakukan secara tepat. Nuju sakarsa artinya bisa pas dengan apa yang dikehendaki orang lain. Jadi apa yang mereka minta untuk dilakukan bisa engkau wujudkan. Ini hanya bisa engkau penuhi jika engkau profesional dan sangat menguasai bidang pekerjaan itu.

Apa (apa) maneh (lagi) yen (kalau) wus (sudah) dadi (jadi, selesai), barang (barang) ingkang (yang) sira (engkau) garap (kerjakan), pasthi (pasti) ana (ada) lilirune (penggantinya), dhuwit (uang) ing (dalam kadar) sapantesira (sepantasnya), tinimbang (setimbang) keh (banyak) ing (dalam) karya (pekerjaan). Apa lagi kalau sudah selesai, barang yang

Page 109: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 99

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

engkau kerjakan, pasti ada penggantinya, berupa uang dalam kadar sepantasnya, setimbang banyaknya pekerjaannya.

Kalau pekerjaanmu sudah selesai dan yang menyuruh merasa puas pasti akan ada pengganti untuk apa yang telah engkau kerjakan. Bisa berupa uang yang banyaknya setimbang dengan hasil pekerjaannya. Kalau yang menyuruh merasa senang dan puas dengan pekerjaanmu bisa jadi engkau akan diberi honor yang lebih.

Wus (sudah) jemak (jamak, lazim) mangkono (demikian) iku (itu), mangkana (demikian) tinimbanganira (perbandingannya). Sudah lazim yang demikian itu, demikian perbandingannya.

Praktik yang demikian sudah lazim dalam masyarakat. Demikian perbandingan antara hasil pekerjaan dan uang penggantinya.

Kang (yang) mangkana (demikian) iku (itu) kaki (anakku), manawa (barangkali) uga (juga) wus (sudah) kena (bisa), kanggo (dipakai) pikuwat (penguat) uripe (hidupnya). Yang demikian itu anakku, barangkali juga sudah bisa, dipakai sebagai penguat hidupnya.

Dengan mempunyai ketrampilan seperti itu, diharapkan sudah cukup untuk menopang kehidupannya. Bisa mendatangkan penghasilan yang halal dan baik baginya. Terhindar dari tindak nista, meminta-minta dan jauh dari tindak durjana.

Sanadyan (walaupun) nora (tidak) sugiha (kaya), nging (tapi) uripe (hidupnya) tan (tak) nistha (nista), wit (karena) pangane (makannya) wus (sudah) kacakup (tercukupi), nora (tidak) nganti (sampai) kakurangan (kekurangan). Walaupun tidak bisa menjadi kaya, tapi hidupnya tidak nista, karena kebutuhan makannya sudah tercukupi, tidak sampai kekurangan.

Walau dengan ketrampilan seperti itu tidak bisa mendatangkan kekayaan yang banyak, tetapi hidupnya sudah tidak nista lagi. Karena kebutuhan hidupnya, untuk makan dan pakaian serta kebutuhan lain bisa tercukupi, tidak kekurangan.

Page 110: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 100

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:20-22): Bogan Yen Tan Ngudia Pupuh 4, bait 20-22, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Bogan yen sira tan ngudi, lawan nora manggayuha, mrih cukup salah sijine, sokur-sokur lamun bisa, papat kacukup pisan, orane siji wus lowung, ugere bisa katekan. Yen tan kacukupa kaki, salah siji mbokmanawa, uripmu tiba nisthane, wit tuna pambudidaya, akale tanpa guna, tanapi piyandelipun, uripe temah sangsara. Dadine banjur netepi, ana paribasan ika, aji godhong jati amoh, upamane bangsa ganda, ambune arum jamban, tanana kang dadi wanuh, labet samar yen kakenan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Rugi sendiri kalau engkau tak berusaha, dan tidak menggapai agar cukup salah satunya. Syukur-syukur kalau bisa, empat itu tercakup sekaligus, kalau tidak satu sudah lumayan, asalkan bisa tercapai. Kalau tidak tercapai anakku, salah satunya barangkali, hidupmu jatuh dalam nista, karena tanpa kemampuan berupaya, akalnya tanpa guna, dan juga andalan, hidupnya akhirnya sengsara. Jadinya seperti cocok dengan, peribahasa itu, aji godhong jati amoh. Seumpama sebangsa bau-bauan, baunya seperti bau harum jamban, tak ada yang mengenal karena khawatir kalau terkena.

Kajian per kata:

Bogan (rugi sendiri) yen (kalau) sira (engkau) tan (tak) ngudi (berusaha), lawan (dan) nora (tidak) manggayuha (menggapai), mrih (agar) cukup (cukup) salah (salah) sijine (satunya). Rugi sendiri kalau engkau tak berusaha, dan tidak menggapai agar cukup salah satunya.

Rugi hidupmu kalau selama hidup engkau tak berusaha untuk menggapai salah satu dari keempat cita-cita yang telah kita bahas dalam kajian sebelumnya. Yakni: kedudukan atau kawiryan, gunawan atau kepandaian

Page 111: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 101

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

dalam ilmu pengetahuan, artawan atau kekayaan dalam harta dan guna-kawignya atau ketrampilan profesional. Rugi karena akan sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar, yakni mencukupi kebutuhan sandang dan pangan.

Sokur-sokur (syukur-syukur) lamun (kalau) bisa (bisa), papat (empat) kacukup (tercakup) pisan (sekaligus), orane (kalau tidak) siji (satu) wus (sudah) lowung (lumayan), ugere (asalkan) bisa (bisa) katekan (tercapai). Syukur-syukur kalau bisa, empat itu tercakup sekaligus, kalau tidak satu sudah lumayan, asalkan bisa tercapai.

Usahakan untuk mencapai keempatnya. Syukur-syukur kalau nanti keempatnya bisa tercakup sekaligus. Kalaupun tidak salah satupun sudah lumayan, asalkan benar-benar tercapai.

Yen (kalau) tan (tak) kacukupa (tercapai) kaki (anakku), salah (salah) siji (satu) mbokmanawa (barangkali), uripmu (hidupmu) tiba (jatuh) nisthane (nista), wit (karena) tuna (tanpa) pambudidaya (kemampuan berupaya), akale (akalnya) tanpa (tanpa) guna (guna), tanapi (dan juga) piyandelipun (andalan hidupnya), uripe (hidupnya) temah (akhirnya) sangsara (sengsara). Kalau tidak tercapai anakku, salah satunya barangkali, hidupmu jatuh dalam nista, karena tanpa kemampuan berupaya, akalnya tanpa guna, dan juga andalan, hidupnya akhirnya sengsara.

Kalau tidak tercapai salah satu dari cita-cita tersebut, barangkali sangat mungkin hidupmu jatuh dalam lembah nista. Karena tanpa andalan dalam berupaya. Kemampuan untuk menopang kehidupan tidak ada sehingga hidup akan sengsara.

Dadine (jadinya) banjur (lalu) netepi (cocok dengan), ana (ada) paribasan (peribahasa) ika (itu), aji godhong jati amoh (aji godhong jati amoh artinya; masih lebih berharga daun jati sobek). Jadinya seperti cocok dengan, peribahasa itu, aji godong jati amoh.

Peribahasa aji godong jati amoh atau aji godong jati aking (kering) maksudnya menjadi manusia yang tidak berharga, ibarat masih lebih berharga daun jati yang kering. Karena daun jati yang kering atau sobek masih bisa dipakai untuk membungkus nasi. Namun kalau manusia yang

Page 112: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 102

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

tuna dari empat hal itu mau dikaryakan untuk apa? Malah akan menjadi beban bagi manusia lain, merepotkan saja.

Upamane (seumpama) bangsa (sebangsa) ganda (bau-bauan), ambune (baunya) arum (harum) jamban (jamban), tanana (tak ada) kang (yang) dadi (jadi) wanuh (mengenal), labet (karena) samar (khawatir) yen (kalau) kakenan (terkena). Seumpama sebangsa bau-bauan, baunya seperti bau harum jamban, tak ada yang mengenal karena khawatir kalau terkena.

Seumpama bau maka baunya seperti harum jamban, maksudnya sangat bau pesing. Takkan ada orang yang mendekat karena khawatir akan terkena imbasnya. Khawatir kalau malah direpotkan, khawatir kalau justru mendapat limpahan masalah darinya.

Page 113: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 103

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (4:23-25): Warsita Sihing Hyang Agung Pupuh 4, bait 23-25, Asmaradana (8i, 8a, 8e/8o, 8a, 7a, 8u, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Lha ta cantrik rehning uwis, titi terange warsiteng wang, kira tanana kang cewet, saiki manira arsa, paring pitutur sira, nerangke sihing Hyang Ngagung, kang tumrap marang manuswa. Rahsaya matur umaris, “Dhuh Sang Dwija pepundhen kula, kang tuhu wicaksanane, sayekti prakadang kula, agung mangayam-ayam, ganjaraning Sang Wiku, pamarsita kang utama”. Sang Pandhita nabda malih, mekaten dhawuh Sang Dwija, “Heh cantrik lilima kabeh, sira padha angrungokna, saliring warsiteng wang, samengko wiwit sun catur, pocung samya kaestokno.”

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Lah siswaku karena sudah, selesai penjelasan dariku, kira-kira tak ada yang tertinggal, sekarang aku hendak, memberi nasihat padamu, menjelaskan kasih Tuhan Maha Besar, yang ditujukan bagi manusia. Rahsaya berkata pelan, “Duh Sang Guru junjungan hamba, yang sungguh bijaksana, sungguh para saudara hamba, besar mengharap-harap, pemberian Sang Pendeta, berupa nasihat yang utama.” Sang Pendeta bersabda lagi, begini perintah Sang Guru, “He siswa berlima semua, engkau semua dengarkanlah, semua nasihat dariku, ikatlah semuda dan patuhilah.

Kajian per kata:

Lha ta (lah!) cantrik (siswa) rehning (karena) uwis (sudah), titi (selesai) terange (penjelasan) warsiteng (pesan dari) wang (aku), kira (kira-kira) tanana (tak ada) kang (yang) cewet (tertinggal), saiki (sekarang) manira (aku) arsa (hendak), paring (memberi) pitutur (nasihat) sira (kamu),

Page 114: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 104

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

nerangke (menjelaskan) sihing (kasih) Hyang (Tuhan) Ngagung (Maha Besar), kang (yang) tumrap (ditujukan) marang (bagi) manuswa (manusia). Lah siswaku karena sudah, selesai penjelasan dariku, kira-kira tak ada yang tertinggal, sekarang aku hendak, memberi nasihat padamu, menjelaskan kasih Tuhan Maha Besar, yang ditujukan bagi manusia.

Sang Pendeta merasa bahwa nasihatnya tentang empat perkara yang harus menjadi cita-cita manusia kepada para siswanya telah dipahami sepenuhnya. Sekarang nasihat akan berlanjut tentang kasih Tuhan kepada para manusia.

Rahsaya (Rahsaya) matur (berkata) umaris (pelan), “Dhuh (duh) Sang (Sang) Dwija (Guru) pepundhen (junjungan) kula (hamba), kang (yang) tuhu (sungguh) wicaksanane (bijaksana), sayekti (sungguh) prakadang (para saudara) kula (hamba), agung (besar) mangayam-ayam (mengharap-harap), ganjaraning (pemberian) Sang (Sang) Wiku (Pendeta), pamarsita (nasihat) kang (yang) utama (utama).” Rahsaya berkata pelan, “Duh Sang Guru junjungan hamba, yang sungguh bijaksana, sungguh para saudara hamba, besar mengharap-harap, pemberian Sang Pendeta, berupa nasihat yang utama.”

Rahsaya menyambut dengan bersemangat, katanya para siswa sangat mengharap-harap nasihat berharga dari Sang Pendeta yang bijaksana. Malam telah larut tetapi mereka tetap ingin mendengarkan petuah-petuah selanjutnya.

Sang (Sang) Pandhita (Pendeta) nabda (bersabda) malih (lagi), mekaten (begini) dhawuh (perintah) Sang (sang) Dwija (guru), “Heh (Hai) cantrik (siswa) lilima (berlima) kabeh (semua), sira (engkau) padha (semua) angrungokna (dengarkanlah), saliring (semua) warsiteng (nasihat dari) wang (aku), samengko (sekarang) wiwit (mulai) sun (aku) catur (bicarakan), pocung (ikat) samya (semua) kaestokno (dan patuhilah).” Sang Pendeta bersabda lagi, begini perintah Sang Guru, “He siswa berlima semua, engkau semua dengarkanlah, semua nasihat dariku, ikatlah semua dan patuhilah.

Sang Pendeta melanjutkan nasihatnya. Namun sebelumnya beliau mengingatkan agar para siswa mengikat nasihat ini dalam ingatan dan mematuhinya dalam perbuatan. Kata pocung samya kaestokna, juga merupakan isyarat akan masuk ke pupuh Pocung pada bait berikutnya.

Page 115: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 105

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KELIMA

P O C U N G

Page 116: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 106

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (5:1-7): Mamintaa Wahyu Sastrajendra Pupuh 5, bait 1-7, Pocung (12u, 6a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Kaya kang wus dakwejangake mring sireku, salah sajuganya, away nganti tuna kaki. Dene yen wus kacakup salah sajuga, sira laju rina wengi den sujut, manembah Hyang Suksma. Sajroning sujut sireka, nunuwuna wahyu nugrahaning Suksma.

Kang sinebut sastra jendra yu linuhung, awit sastra jendra, mengku rahmat kang linuwih, kang kawawa sung papadhang donyakerat.

Yektinipun kalamun sira wus antuk, nugrahaning Suksma, ingaran sastra jendra di, jroning ngurip tanana sangsayanira.

Marmanipun tanana sangsayeng ngidhup, awit kodrating Hyang, sapa manuswa kang bangkit, gayuh marang sastra jendra ayuningrat. Bakal antuk kanugrahaning Hyang Agung, ana catur warna, wijange mangkene cantrik, kang kapisan kaparingan kanugrahan. Kadwinipun kayuwanan kang tumurun, dene katelunya, kabrayan ingkang wus mesthi, kaping pat genepe iku kayuswan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Seperti yang sudah aku tuturkan kepadamu semua, salah satunya, jangan sampai diabaikan anakku. Adapun kalau sudah terlaksana salah satunya, engkau lalu di siang malam bersujudlah, menyembah Tuhan Yang Maha Suci. Dalam sujud engkau, memintalah wahyu anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci,

Page 117: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 107

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

yang disebut sastrajendra hayu linuhung, karena sastrajendra, mengandung rahmat yang unggul, yang sanggup memberi cahaya terang dunia-akhirat. Sesungguhnya kalau engkau sudah mendapat, anugrah dari Tuhan Maha Suci, yang disebut sastrajendra adi, dalam hidup tak ada sengsara bagimu. Sebabnya tak ada sengsara dalam hidup, karena kuasa Tuhan, bagi siapapun manusia yang bangkit berusaha, menggapai pada sastrajendra ayuningrat, akan mendapat anugrah dari Tuhan Maha Agung, ada empat macam. Jelasnya begini siswaku, yang pertama diberi kanuragan, keduanya kayuwanan yang diturunkan, adapun ketiganya, kabrayan yang sudah pasti, yang keempat genapnya itu adalah kayuswan.

Kajian per kata:

Kaya (seperti) kang (yang) wus (sudah) dakwejangake (aku tuturkan) mring (kepada) sireku (kamu), salah (salah) sajuganya (satunya), aywa (jangan) nganti (sampai) tuna (diabaikan) kaki (anakku). Seperti yang sudah aku tuturkan kepadamu semua, salah satunya, jangan sampai diabaikan anakku.

Sang Pendeta berpesan agar semua nasihat yang disampaikan tadi salah satu darinya jangan sampai diabaikan. Laksanakan semua nasihat tadi dengan setahap demi setahap. Satu per satu. Semua nasihat tadi penting dilaksanakan untuk mencapai kebaikan secara lahir dalam kehidupan, yakni hidup sejahtera berkecukupan dan terhormat. Dalam basa Jawa disebut mukti-wibawa.

Dene (adapun) yen (kalau) wus (sudah) kacakup (terlaksana) salah (salah) sajuga (satunya), sira (engkau) laju (lalu) rina (siang) wengi (malam) den sujut (bersujudlah), manembah (menyembah, berdoa) Hyang (Tuhan) Suksma (Maha Suci). Adapun kalau sudah terlaksana salah satunya, engkau lalu di siang malam bersujudlah, menyembah Tuhan Yang Maha Suci.

Page 118: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 108

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Setelah dilaksanakan satu dari nasihat tadi, lanjutkan dengan menyembah Tuhan di siang dan malam. Sambil memperbaiki diri secara lahir, lakukan juga perbaikan secara batin dengan mendekatkan diri kepadaNya.

Sajroning (dalam) sujut (sujud) sireka (engkau), nunuwuna (memintalah) wahyu (wahyu) nugrahaning (anugrah dari) Suksma (Tuhan Maha Suci), kang (yang) sinebut (disebut) sastra jendra yu linuhung (sastrajendra hayu linuhung), awit (karena) sastrajendra (sastrajendra), mengku (mengandung) rahmat (rahmat) kang (yang) linuwih (lebih), kang (yang) kawawa (sanggup) sung (memberi) papadhang (cahaya terang) donyakerat (dunia-akhirat). Dalam sujud engkau, memintalah wahyu anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci, yang disebut sastrajendra hayu linuhung, karena sastrajendra, mengandung rahmat yang unggul, yang sanggup memberi cahaya terang dunia-akhirat.

Sastrajendra hayu linuhung atau disebut sastrajendra ayuningrat adalah wahyu yang membuat terang pada kehidupan. Siapapun yang mendapatkannya maka dirinya akan terbebas dari kegelapan duniawi. hidupnya terang jelas, tanpa mengalami keragu-raguan, kebimbangan, galau dan bingung.

Yektinipun (sesungguhnya) kalamun (kalau) sira (engkau) wus (sudah) antuk (mendapat), nugrahaning (anugrah dari) Suksma (Tuhan Maha Suci), ingaran (yang disebut) sastrajendra (sastrajendra) di (adi, baik), jroning (dalam) ngurip (hidup) tanana (tak ada) sangsayanira (sengsaramu). Sesungguhnya kalau engkau sudah mendapat, anugrah dari Tuhan Maha Suci, yang disebut sastrajendra adi, dalam hidup tak ada sengsara bagimu.

Sesungguhnya kalau engkau telah mendapatkan sastrajendra adi, maka hidupmu akan terbebas dari kesengsaraan. Sastrajendra adi artinya wahyu sastrajendra yang baik. Arti adi sama dengan hayu (ayu), yakni membuat indah kehidupanmu.

Marmanipun (makanya, sebabnya) tanana (tak ada) sangsayeng (sengsara dalam) ngidhup (hidup), awit (karena) kodrating (kodrat, kuasa) Hyang (Tuhan), sapa (siapa) manuswa (manusia) kang (yang) bangkit (bangkit berusaha), gayuh (menggapai) marang (kepada) sastra jendra ayuningrat (sastrajendra ayuningrat), bakal (akan) antuk (mendapat) kanugrahaning (anugrah) Hyang (Tuhan) Agung (Maha Besar), ana

Page 119: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 109

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(ada) catur (empat) warna (macam). Sebabnya tak ada sengsara dalam hidup, karena kuasa Tuhan, bagi siapapun manusia yang bangkit berusaha, menggapai pada sastrajendra ayuningrat, akan mendapat anugrah dari Tuhan Maha Agung, ada empat macam.

Kodrat dari kata qudrat adalah salah satu sifat Allah, artinya bahwa Dia berkuasa mewujudkan sesuatu atau meniadakan sesuatu sesuai kehendakNya. Maka cara agar mendapat wahyu yang diinginkan hanya dengan meminta kepadaNya. Dan sudah menjadi kehendakNya bagi manusia yang berusaha menggapai wahyu akan mendapat anugrahNya tersebut. Dalam hal wahyu sastrajendra, siapapun yang berhasil mendapatkannya akan mendapat anugrah berupa empat macam.

Wijange (jelasnya) mangkene (begini) cantrik (siswa), kang (yang) kapisan (pertama) kaparingan (diberi) kanuragan (kanuragan), kadwinipun (keduanya) kayuwanan (kayuwanan) kang (yang) tumurun (tumurun), dene (adapun) katelunya (ketiganya), kabrayan (kabrayan) ingkang (yang) wus (sudah) mesthi (pasti), kaping (yang ke) pat (empat) genepe (genapnya) iku (itu) kayuswan (kayuswan). Jelasnya begini siswaku, yang pertama diberi kanuragan, keduanya kayuwanan yang diturunkan, adapun ketiganya, kabrayan yang sudah pasti, yang keempat genapnya itu adalah kayuswan.

Empat macam anugrah yang akan didapat seseorang yang memperolah wahyu sastrajendra, yakni kanuragan, kayuwanan, kabrayan dan kayuswan. Masing-masing dari keempat macam itu kami biarkan dalam bahasa aslinya karena merupakan istilah yang akan diperdalam pada bait berikutnya. Bagaimana pengertian dari keempat istilah tersebut, nantikan dalam kajian selanjutnya.

Page 120: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 110

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (5:8-13): Patang Kanugrahan Pupuh 5, bait 1-7, Pocung (12u, 6a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Tegese catur bab mangkene kulup, tembung kanuragan, iku pinaringan gaib, luwih teguh lan nganggo meguru sira. Dene tembung kayuwanan tegesipun, pinaringan kodrat, dening Hyang Kang Maha Luwih, keslametan lulus sajroning ngagesang. Kang katelu tembung kebrayan kulup, mangkene tegesnya, jinampu dening Hyang Widhi, pinarengke lulus mengku kluwarga. Tegese bisa tumerah tumuruntun, uripe tan cuwa, bisa mencarake wiji, tutug nggone amengkuoni anak rayat. Kaping catur tegese kayuswan iku, antuk kamurahan, palimirmaning Hyang Widhi, uripira pinaringan urip dawa. Bisa tutug anggonmu ngemong anak putu, janma kang mangkana, iku kena den arani, urip mulya siniyan dening Hyang Suksma.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Artinya empat perkara begini anakku, kata kanuragan, itu diberi kekuatan gaib, lebih kuat tanpa berguru engkau. Adapun kata kayuwanan artinya, diberi kuasa, oleh Tuhan Yang Maha Tinggi, keselamatan langgeng dalam kehidupan, Yang ketiga kata kabrayan anakku, begini artinya, diawasi oleh Tuhan Yang Maha Benar, diijinkan langgeng membina keluarga. Artinya bisa berkembang berturun-turun, hidupnya tak kecewa, bisa menyebarkan keturunan, puas dalam dia mengasuh anak istri. Keempat artinya kayuswan itu, mendapat kemurahan, kasih sayang Tuhan Maha Benar, hidupmu diberikan hidup yang panjang umur.

Page 121: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 111

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Bisa tuntas dalam engkau mengasuh anak-cucu. Orang yang demikian, itu bisa disebut, hidup mulia dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Suci.

Kajian per kata:

Tegese (artinya) catur (empat) bab (bab, perkara) mangkene (begini) kulup (anakku), tembung (kata) kanuragan (kanuragan), iku (itu) pinaringan (diberi kekuatan) gaib (gaib), luwih (lebih) teguh (kuat) tan (dengan) nganggo (memakai) meguru (berguru) sira (engkau). Artinya empat perkara begini anakku, kata kanuragan, itu diberi kekuatan gaib, lebih kuat tanpa berguru engkau.

Arti dari empat anugrah yang akan didapat seseorang jika mendapat wahyu sastrajendra adalah sebagai berikut; yang pertama kanuragan artinya engkau akan diberi kekuatan gaib yang berupa kesentosaan, kuat, sakti, tanpa berguru. Kemampuan fisik berupa kanuragan adalah hasil berlatih dan bertapa. Dengan engkau mendapat wahyu sastrajendra kemampuan kanuraganmu berlipat ganda.

Dene (adapun) tembung (kata) kayuwanan (kayuwanan) tegesipun (artinya), pinaringan (diberi) kodrat (kuasa), dening (oleh) Hyang (Tuhan) Kang (Yang) Maha (Maha) Luwih (Tinggi), keslametan (keselamatan) lulus (langgeng) sajroning (dalam) ngagesang (kehidupan). Adapun kata kayuwanan artinya, diberi kuasa, oleh Tuhan Yang Maha Tinggi, keselamatan langgeng dalam kehidupan.

Meski kuat tapi keselamatan seseorang tidak terjamin. Banyak orang kuat dikalahkan orang lemah. Namun dengan adanya wahyu sastrajendra engkau diberi pula keselamatan. Engkau selamat langgeng dalam kehidupanmu. Selamat artinya terhindar dari hal-hal yang mencelakakan.

Kang (yang) katelu (ketiga) tembung (kata) kebrayan (kabrayan) kulup (anakku), mangkene (begini) tegesnya (artinya), jinampu (diawasi) dening (oleh) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), pinarengke (diijinkan) lulus (langgeng) mengku (membina) kluwarga (keluarga). Yang ketiga kata kabrayan anakku, begini artinya, diawasi oleh Tuhan Yang Maha Benar, diijinkan langgeng membina keluarga.

Page 122: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 112

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Tidak ada gunanya seseorang hebat dan kuat jika keluarga saja tak punya. Rumah tangga berantakan, pernikahan gagal, anak-anak nakal, dan sebagainya. Jika engkau mendapat wahyu sastrajendra, maka yang demikian itu akan terhindar. Keluargamu sejahtera, harmonis, sakinah, mawadan sehingga mendatangkan rahmah.

Tegese (artinya) bisa (bisa) tumerah (berkembang) tumuruntun (berturun-turun), uripe (hidupnya) tan (tak) cuwa (kecewa), bisa (bisa) mencarake (menyebarkan) wiji (keturunan), tutug (puas) nggone (dalam dia) amengkoni (mengasuh) anak (anak) rayat (istri). Artinya bisa berkembang berturun-turun, hidupnya tak kecewa, bisa menyebarkan keturunan, puas dalam dia mengasuh anak istri.

Keturunannya banyak dan berkembang, hidupnya tak mengecewakan. Anak-cucu menjadi orang yang patut diteladani. Bisa menyebarkan anak keturunan ke berbagai tempat dengan baik. Dapat mengasuh, mendidik dan membina keluarga sampai tuntas.

Kaping catur (keempat) tegese (artinya) kayuswan (kayuswan) iku (itu), antuk (mendapat) kamurahan (kemurahan), palimirmaning (kasih sayang) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), uripira (hidupmu) pinaringan (diberikan) urip (hidup) dawa (panjang umur). Keempat artinya kayuswan itu, mendapat kemurahan, kasih sayang Tuhan Maha Benar, hidupmu diberikan hidup yang panjang umur.

Anugrah keempat adalah panjang umur. Orang yang panjang umur sungguh telah diberi kasih sayang Tuhan yang amat banyak. Apalagi jika dia mampu menggunakan umurnya dengan baik. Untuk beramal shaleh, membantu sesama yang membutuhkan, mendidik anak-cucu menjadi orang yang baik.

Bisa (bisa) tutug (tuntas) anggonmu (dalam) ngemong (mengasuh) anak (anak) putu (cucu). Bisa tuntas dalam engkau mengasuh anak-cucu.

Dengan umur yang panjang itu engkau bisa tuntas dalam mengasuh anak cucu. Bisa mengalami berbagai peran. Sebagai orang tua, sebagai kakeh, pengasuh, pelindung, pembina, pengawas, penasihat bagi anak-cucu keturunannya.

Janma (orang) kang (yang) mangkana (demikian), iku (itu) kena (bisa) den (di) arani (sebut), urip (hidup) mulya (mulia) sinihan (dikasihi)

Page 123: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 113

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

dening (oleh) Hyang (Tuhan) Suksma (Maha Suci). Orang yang demikian, itu bisa disebut, hidup mulia dikasihi oleh Tuhan Yang Maha Suci.

Kehidupan dengan umur panjang dan dapat menyaksikan anak-keturunan tumbuh berkembang menjadi orang baik adalah kehidupan yang langka. Hal itu takkan terjadi jika tidak mendapat anugrah dari Tuhan Yang Maha Suci. Jika seseorang mempu menggapai yang demikian itu sungguh sudah bisa dikatakan jika hidupnya mulia dan dikasihi Tuhan.

Itulah empat hal yang akan dianugrahkan kepada orang yang bisa menggapai wahyu sastrajendra ayuningrat.

Page 124: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 114

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (5:14-26): Para Siswa Wus Tumanggap Pupuh 5, bait 1-7, Pocung (12u, 6a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Heh ta puthut dadi kawruhananmu, sarehning samangkya, wus titi terang baresih, pituturku mring sira kang wus kawahya. De pikirmu apa carem apa durung, yen durung matura, mumpung ana ngarsa kami, lamun durung pan ingsun maksih kaduga, weh pitutur mrih bisa carem pikirmu, ywa sumelang sira, uger aku misih urip, nora kewran yen sira mung minta wulang. Nulya matur Budaya sarwi tumungkul, makaten aturnya, mring Sang Wiku Yatnajati, mugi-mugia andadosna uningan. Manah ulun tanapi kadang sadarum, samangke wus padhang, datan wonten kang ngalingi, dupi sampun nampi warsita andika. Ingkang kantun raosing tyas lir ginrujug, kang tirta nirmala, panggesangnya wong sabumi, adhem asrep sumyah rasanira. Pindhanipun kadyangganing wit kang alum, duk mangsa katiga, ngaretek ronya barindhil, dupi sampun kataman dresing sang warsa. Uwitipun seger waluya tan alum, wus rumaos gesang, wit pantuk dayaning warih, kadya tangi garegah saking kantaka. Nambung wuwus ri Sang Yatnajati Wiku, tujuninmg kang sabda, dhawuh mring Karsaya cantrik, pan makaten dhawuhnya Sang Maha Dwija. “Heh puthut paran panampi nireku, warsita manira, bab gancaraning Hyang Widhi, sakirane apa pawa wus trewaca”. Dene yen wus bisa cumanthel sadarum, dahat sukaning wang, de padha mengku lulungit, pan Karsaya mangsuli matur makaten.

Page 125: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 115

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Dhuh-dhuh adhuh Sang Dwija jijimat ulun, saliring warsita, andika kang ulun tampi, kados-kados tan wonten ingkang katriwal. Mbok bilih wus kinodrat dening Hyang Ngagung, kula lan pra kadang, jer wus pinasthi nanggapi, warsitanta sadaya ingkang kawahya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Hai siswaku jadi ketahuilah kamu, karena sekarang, sudah selesai jelas habis, nasihatku kepadamu yang sudah dijabarkan. Adapun pikiranmu apa sudah masuk apa belum, kalau belum katakan, mumpung ada di depanku, kalau belum sungguh aku masih sanggup, memberi nasihat agar bisa masuk ke pikiranmu. Jangan khawatir engkau asal aku masih hidup, tidak kerepotan kalau engkau hanya minta pengajaran. Lalu berkata Budaya dengan menunduk, begini perkataannya, kepada Sang Pendeta Yatnajati, “Semoga menjadi periksa, hati hamba serta saudara semua, sekarang sudah terang, tidak ada yang menutupi, ketika sudah menerima nasihat paduka.” “Yang tertinggal rasa di hati seperti disiram, air penyembuh, penghidupan orang sedunia, dingin sejuk gembira rasanya.” “Seumpama seperti keadaan pohon yang layu, ketika musim kemarau, rontok daunnya gundul, ketika sudah terkena derasnya sang hujan, pohonnya segar sembuh tak layu.” “Sudah merasa hidup, karena mendapat kekuatan air, seperti bangun bangkit dari pingsan.” Menyambung perkataan Sang Pendeta Yatnajati, yang dituju dari sabdanya, kepada siswa Karsaya, begini perintah Sang Maha Guru.

Page 126: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 116

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

“Hai siswaku bagaimana penerimaanmu, nsihatku, perkata penggambaran (kasih) Tuhan Yang Maha Benar, sekiranya apa sudah jelas?” Kalau sudah bisa melekat semua, sangat suka dalam (hati)ku, karena semua menguasai (ilmu) yang lembut. Karsaya menjawab perkataannya begini, “Duh aduh Sang Guru azimat hamba, semua nasihat paduka yang hamba terima, sepertinya tak ada yang tercecer.” “Barangkali sudah dikuasakan oleh Tuhan Maha Agung, hamba dan para saudara menanggapi (dengan baik), nasihat paduka semua yang dijabarkan.”

Kajian per kata:

Heh ta (hai) puthut (siswa) dadi (jadi) kawruhananmu (ketahuilah kamu), sarehning (karena) samangkya (sekarang), wus (sudah) titi (selesai) terang (jelas) baresih (bersih, habis), pituturku (nasihatku) mring (kepada) sira (kamu) kang (yang) wus (sudah) kawahya (dijabarkan). Hai siswaku jadi ketahuilah kamu, karena sekarang, sudah selesai jelas habis, nasihatku kepadamu yang sudah dijabarkan.

Sudah disampaikan oleh Sang Pendeta Yatnajati tentang berbagai nasihat untuk bekal kehidupan para siswa kelak. Sudah mendekati selesai segala nasihat itu. Sang Pendeta ingin tahu apakah semua nasihat itu telah dicerap dengan baik oleh kelima siswa.

De (adapun) pikirmu (pikiramu) apa (apa) carem (campur, masuk dalam pikiran) apa (apa) durung (belum), yen (kalau) durung (belum) matura (katakan), mumpung (mumpung) ana (ada) ngarsa (depan) kami (aku), lamun (kalau) durung (belum) pan (sungguh) ingsun (aku) maksih (masih) kaduga (sanggup), weh (memberi) pitutur (nasihat) mrih (agar) bisa (bisa) carem (masuk) pikirmu (pikiranmu). Adapun pikiranmu apa sudah masuk apa belum, kalau belum katakan, mumpung ada di depanku, kalau belum sungguh aku masih sanggup, memberi nasihat agar bisa masuk ke pikiranmu.

Page 127: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 117

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Sang Pendeta bertanya apakah semua nasihat sudah masuk ke dalam pikiran para siswa. Kalau belum mumpung masih di depan, mumpung masih sempat, Sang Pendeta hendak kembali mengulang nasihat itu agar benar-benar bisa masuk ke dalam pikiran.

Ywa (jangan) sumelang (khawatir) sira (engkau), uger (asal) aku (aku) misih (masih) urip (hidup), nora (tidak) kewran (kerepotan) yen (kalau) sira (engkau) mung (hanya) minta (minta) wulang (pengajaran). Jangan khawatir engkau asal aku masih hidup, tidak kerepotan kalau engkau hanya minta pengajaran.

Sang pendeta menyatakan kesanggupan untuk kembali mengajarkan kepada para siswa dan merasa tidak kerepotan kalau hanya mengajarkan kembali semua nasihat tadi.

Nulya (lalu) matur (berkata) Budaya (Budaya) sarwi (dengan) tumungkul (menunduk), makaten (begini) aturnya (perkataannya), mring (kepada) Sang (sang) Wiku (Pendeta) Yatnajati (Yatnajati), “Mugi-mugia (semoga) andadosna (menjadi) uningan (tahu, periksa), manah (hati) ulun (hamba) tanapi (serta) kadang (saudara) sadarum (semua), samangke (sekarang) wus (sudah) padhang (terang), datan (tidak) wonten (ada) kang (yang) ngalingi (menutupi), dupi (ketika) sampun (sudah) nampi (menerima) warsita (nasihat) andika (paduka). Lalu berkata Budaya dengan menunduk, begini perkataannya, kepada Sang Pendeta Yatnajati, “Semoga menjadi periksa, hati hamba serta saudara semua, sekarang sudah terang, tidak ada yang menutupi, ketika sudah menerima nasihat paduka.”

Menanggapi hal itu Budaya mengatakan bahwa semua siswa telah paham dan mengerti nasihat yang telah dijabarkan Sang Pendeta. Hati mereka kini terbuka, tak ada tabir kegelapan yang menutupi. Pandangan mereka terang benderang.

“Ingkang (yang) kantun (tinggal) raosing (rasa di) tyas (hati) lir (seperti) ginrujug (disiram), kang (yang) tirta (tirta) nirmala (penyembuh), panggesangnya (penghidupan) wong (orang) sabumi (sedunia), adhem (dingin) asrep (sejuk) sumyah (gembira) rasanira (rasanya).” “Yang tertinggal rasa di hati seperti disiram, air penyembuh, penghidupan orang sedunia, dingin sejuk gembira rasanya.”

Page 128: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 118

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Perasaan mereka sejuk, seperti disiram air dingin penyembuh yang memberi kehidupan kepada seluruh makhluk di dunia.

“Pindhanipun (seumpama) kadyangganing (seperti keadaan) wit (pohon) kang (yang) alum (layu), duk (ketika) mangsa (musim) katiga (kemarau), ngaretek (rontok) ronya (daunya) barindhil (gundul), dupi (ketika) sampun (sudah) kataman (terkena) dresing (derasnya) sang (sang) warsa (hujan), uwitipun (pohonnya) seger (segar) waluya (sembuh) tan (tak) alum (layu).” “Seumpama seperti keadaan pohon yang layu, ketika musim kemarau, rontok daunnya gundul, ketika sudah terkena derasnya sang hujan, pohonnya segar sembuh tak layu.”

Nasihat Sang Pendeta ibarat air yang menyiram tanaman di musik kemarau, dikala tanaman sedang layu hampir mati. Nasihat itu seperti air hujan yang deras, yang dengan seketika membuat pohon-pohon sembuh dari kelayuan, kemudian bangkit tumbuh lagi.

“Wus (sudah) rumaos (merasa) gesang (hidup), wit (karena) pantuk (mendapat) dayaning (kekuatan) warih (air), kadya (seperti) tangi (bangun) garegah (bangkit) saking (dari) kantaka (pingsan).” “Sudah merasa hidup, karena mendapat kekuatan air, seperti bangun bangkit dari pingsan.”

Sudah terasa segar kembali pohon-pohon itu oleh kekuatan air kehidupan, laksana bangun dari pingsan. Perumpamaan atau saloka yang digambarkan oleh Budaya mengumpamakan para siswa sebagai pohon layu di tengah musim kemarau, begitu mendapat siraman nasihat dari Sang Pendeta langsung bangun seketika menjadi segar kembali.

Nambung (menyambung) wuwus (perkataan) ri Sang (Sang) Yatnajati (Yatnajati) Wiku (Pendeta), tujuning (yang dituju) kang sabda (perkataannya), dhawuh (perintah) mring (kepada) Karsaya (Karsaya) cantrik (siswa), pan makaten (demikian) dhawuhnya (perintah) Sang (Sang) Maha (Maha) Dwija (Guru). Menyambung perkataan Sang Pendeta Yatnajati, yang dituju dari sabdanya, kepada siswa Karsaya, begini perintah Sang Maha Guru.

Sang Pendeta menyambung perkataan Budaya. Kali ini ditujukan kepada Karsaya, siswa yang lain.

Page 129: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 119

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

“Heh (Hai) puthut (siswa) paran (bagaimana) panampi (penerimaan) nireku (kamu), warsita (nasihat) manira (aku), bab (perkata) gancaraning (penjelasan tentang) Hyang (Tuhan) Widhi (Maha Benar), sakirane (sekiranya) apapawa (apa) wus (sudah) trewaca (jelas)?” “Hai siswaku bagaimana penerimaanmu, nasihatku, perkata penggambaran (kasih) Tuhan Yang Maha Benar, sekiranya apa sudah jelas?”

Kepada Karsaya Sang Pendeta menanyakan apakah penjelasan terakhir tentang sifat kasih Tuhan Yang Maha Benar sudah dipahami dengan baik.

Dene (kalau) yen (sudah) wus (sudah) bisa (bisa) cumanthel (melekat) sadarum (semua), dahat (sangat) sukaning (suka dalam) wang (aku), de (karena) padha (semua) mengku (menguasai) lulungit (ilmu yang lembut).” Kalau sudah bisa melekat semua, sangat suka dalam (hati)ku, karena semua menguasai (ilmu) yang lembut.

Kalau mereka semua sudah dapat memahami Sang Pendeta merasa sangat suka dalam hatinya, karena para siswa telah dapat mencerna penjelasan yang rumit dan lembut yang memerlukan ketelitian.

Pan Karsaya (Karsaya) mangsuli (menjawab) matur (berkata) makaten (begini), “Dhuh-dhuh (Duh) adhuh (aduh) Sang (Sang) Dwija (guru) jijimat (azimat) ulun (hamba), saliring (semua) warsita (nasihat), andika (paduka) kang (yang) ulun (hamba) tampi (terima), kados-kados (sepertinya) tan (tak) wonten (ada) ingkang (yang) katriwal (tercecer).” Karsaya menjawab perkataannya begini, “Duh aduh Sang Guru azimat hamba, semua nasihat paduka yang hamba terima, sepertinya tak ada yang tercecer.”

Karsaya menyatakan bahwa tak satupun nasihat yang disampaikan oleh Sang Guru tidak mereka pahami. Semua sudah diikat dalam ingatan dan dipahami maknanya.

Mbok bilih (barangkali) wus (sudah) kinodrat (dikuasakan) dening (oleh) Hyang (Tuhan) Ngagung (Maha Agung), kula (hamba) lan (dan) pra (para) kadang (saudara), jer wus (sudah) pinasthi (dipastikan) nanggapi (menerima), warsitanta (nasihat paduka) sadaya (semua) ingkang (yang) kawahya (dijabarkan).” “Barangkali sudah dikuasakan oleh Tuhan Maha Agung, hamba dan para saudara menerima (dengan baik), nasihat paduka semua yang dijabarkan.”

Page 130: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 120

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Karsaya menyatakan bahwa nasihat yang lembut dan memerlukan pemahaman lebih tersebut dapat mereka terima karena kehendak Tuhan yang memberikan mereka kekuatan untuk memahami nasihat tersebut.

Page 131: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 121

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (5:27-30): Jejering Kawula-Gusti Pupuh 5, bait 27-30, Pocung (12u, 6a, 8i, 12a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Yata Sang Wiku dupi myarsa tur, wimbuh sukaning tyas, makaten ngandikan malih, mring pra cantrik makaten andikanira, saiki wus lega rayaning tyasingsun, mung kari sajuga, pituturku mring sireki, miterangke jejering Gusti Kawula. Siji iku tanggapen ywa kongsi kisruh, lah mara rungokna, dakterangne ing samangkin”, cantrik gangsal umatur nuwun sandika. Sang Awiku malih ngandika arum, “Samengko sun murwa, nerangke Kawula Gusti, piyarsakna amrih timbuling wasana.”

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Diceritakan Sang Pendeta ketika mendengar perkataan (para siswa), bertambah suka dalam hati, demikian berkata lagi, kepada para siswa begini sabdanya, “Sekarang sudah lega rasa dalam hatiku, hanya tinggal satu, nasihatku padamu, (yang) menerangkan posisi Tuhan dan hamba.” “Yang satu itu terimalah jangan sampai kacau, lah dengarkanlah, aku jelaskan sekarang,” siswa lima menyatakan siap sedia. Sang Pendeta lagi-lagi berkata manis, “Sekarang aku mulai, menjelaskan posisi hamba-Tuhan, dengarkanlah agar muncul di kemudian.”

Kajian per kata:

Yata (diceritakan) Sang (Sang) Wiku (Pendeta) dupi (ketika) myarsa (mendengar) tur (perkataan), wimbuh (bertambah) sukaning (suka dalam) tyas (hati), makaten (demikian) ngandikan (berkata) malih (lagi), mring (kepada) pra (para) cantrik (siswa) makaten (begini) andikanira

Page 132: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 122

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(sabdanya), “Saiki (sekarang) wus (sudah) lega (lega) rasaning (rasa dalam) tyasingsun (hatiku), mung (hanya) kari (tinggal) sajuga (satu), pituturku (nasihatku) mring (pada) sireki (kamu), miterangke (menerangkan) jejering (posisi) Gusti (Tuhan) kawula (hamba). Diceritakan Sang Pendeta ketika mendengar perkataan (para siswa), bertambah suka dalam hati, demikian berkata lagi, kepada para siswa begini sabdanya, “Sekarang sudah lega rasa dalam hatiku, hanya tinggal satu, nasihatku padamu, (yang) menerangkan posisi Tuhan dan hamba.”

Sang Pendeta sangat bertambah-tambah suka hatinya ketika mendengar murid-murid menyatakan telah memahami semua nasihat yang disampaikan. Sekarang tinggal satu lagi nasihat yang masih tersisa dan yang satu ini teramat penting.

“Siji (satu) iku (itu) tanggapen (terimalah) ywa (jangan) kongsi (sampai) kisruh (kacau), lah (lah) mara rungokna (dengarkanlah), dakterangne (aku jelaskan) ing (pada) samangkin (sekarang)”, cantrik (siswa) gangsal (lima) umatur (menyatakan) nuwun sandika (siap sedia). “Yang satu itu terimalah jangan sampai kacau, lah dengarkanlah, aku jelaskan sekarang,” siswa lima menyatakan siap sedia.

Sang Pendeta menyuruh agar para siswa benar-benar memperhatikan nasihat yang satu ini. Jangan sampai kacau atau salah dalam menerima.

Sang (Sang) Awiku (Pendeta) malih (lagi) ngandika (berkata) arum (manis), “Samengko (sekarang) sun (aku) murwa (mulai), nerangke (menjelaskan) Kawula (hamba) Gusti (Tuhan), piyarsakna (dengarkanlah) amrih (agar) timbuling (munculnya) wasana (kemudian).” Sang Pendeta lagi-lagi berkata manis, “Sekarang aku mulai, menjelaskan posisi hamba-Tuhan, dengarkanlah agar muncul di kemudian.”

Sang Pendeta memulai menerangkan tentang posisi hamba-Tuhan dan relasi antara keduanya.

Timbuling wasana, muncul di kemudian yang dimaksud adalah munculnya pemahaman dalam pikiranmu. Namun kata itu juga mengandung pengertian muncul ke permukaan atau kumambang. Ini adalah isyarat akan masuk pupuh Maskumambang dalam bait berikutnya.

Page 133: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 123

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KEENAM

MASKUMAMBANG

Page 134: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 124

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (6:1-11): Pamoring Kawula lan Gusti Pupuh 6, bait 1-11, Maskumambang (12i, 6a, 8i, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Kang kasebut Kawula iku ta kaki, panca driya gesang, raraketan lawan dhiri, cinancang sarining wanta. Wahananane napas sira kang sajati, de sarining tirta, wahanane yeku getih, kang nyrambahi angganira. Kang katelu ingaranan sarining agni, dene wahanane, rasa karasa sejati, dupi talinya wus wudhar. Pancadriya gesang pisah lawan dhiri, laju bali marang, asale purwa kang nguni, manjing alam langgeng laya. Nora owah tetep ing salami-lami, tan kena cinandra, dunung panggonanireki, ananging uga karuhun. Kang mangkono wus tetep Kawula-yekti, kena ingaranan, mawor roroning ngatunggal, lan menenging pancadriya. Satelenging meneng pan jumeneng ening, eling dumeling tan lali, mobah rasaning Hyang Suksma. Myarsa ganda wuninga tanpa piranti, sugeng salawasnya langgeng suci nora gingsir, ngebeki rat angganira. Anguripi sakehing titah donyeki, bisa nukseng malembat, cilik tan kena tinitik, cedhak tur nora singgolan. Anira dhingini sagung dumadi, kawawa manuksma, nora sesek ing ngarempit, datan logro ing ngajembar. Yen wujud dalem buta tan kena jinimpit, adoh tanpantara, cedhak rumaket neng dhiri, yeku Pangeran sanyata.

Page 135: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 125

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang disebut kawula itu anakku, lima indera kehidupan, dekat dengan diri. Diikat pada sari-sari angin, sarananya nafasmu yang sejati. Adapun sari dari air, sarananya yaitu darah, yang merambah seluruh badanmu. Yang ketiga disebut sari dari api, adapun sarananya, rasa terasa sejati. Ketika taliya sudah lepas, pancaindera hidup berpisah dengan diri, lalu terus kembali kepada, asalnya mula-mula dahulu, masuk ke alam kelanggengan (baka). Tidak berubah tetap pada waktu selamanya, tak bisa digambarkan, tempat tinggalnya, adanya juga dahulu. Yang demikian sudah pasti hamba sungguh bisa disebut bercampur dua menjadi satu. Dan diamnya pancaindera, di dalam diam sungguh berdiam diri hening. Ingat terngiang tak lupa, bergerak seolah sifatnya seperti sifat Tuhan Yang Maha Suci. Mendengar mencium melihat tanpa sarana. Hidup selamanya langgeng suci tidak berubah, memenuhi seluruh tubuhmu. Menghidupi semua makhluk dunia ini, bisa bersifat lembut, kecil tak bisa dikenali, dekat dan juga tak bersenggolan. Adanya mendahului segenap yang ada, sanggup menyesuaikan tempat, tidak sesak di tempat sempit, tidak longgar di papan luas. Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, jauh tanpa antara, dekat melekat dalam diri, yaitu Tuhan sejati.

Kajian per kata:

Kang (yang) kasebut (disebut) Kawula (kawula, hamba) iku (itu) ta kaki (anakku), panca (lima) driya (indera) gesang (kehidupan), raraketan

Page 136: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 126

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(dekat) lawan (dengan) dhiri (diri). Yang disebut kawula itu anakku, lima indera kehidupan, dekat dengan diri.

Yang disebut dengan kawula itu adalah lima panca indera kehidupan. Letaknya dekat dengan dirimu. Melekat pada tubuhmu.

Cinancang (diikat) sarining (sari-sari) wanta (angin), wahananane (sarananya) napas (nafas) sira (kamu) kang (yang) sajati (sejati). Diikat pada sari-sari angin, sarananya nafasmu yang sejati.

Menyatu karena diikat dengan sari-sari angin, sarana pengikatnya adalah nafasmu yang sejati.

De (adapun) sarining (sari dari) tirta (air), wahanane (sarananya) yeku (yaitu) getih (darah), kang (yang) nyrambahi (merambah) angganira (badanmu). Adapun sari dari air, sarananya yaitu darah, yang merambah seluruh badanmu.

Adapun sari-sari dari air, sarana pengikatnya yaitu darah, yang mengalir merambah ke seluruh badanmu.

Kang (yang) katelu (ketiga) ingaranan (disebut) sarining (sari dari) agni (api), dene (adapun) wahanane (sarananya), rasa (rasa) karasa (terasa) sejati (sejati). Yang ketiga disebut sari dari api, adapun sarananya, rasa terasa sejati.

Yang ketiga disebut sari-sari dari api, adapun sarana pengikatnya adalah rasa yang terasa sejati.

Dupi (ketika) talinya (talinya) wus (sudah) wudhar (lepas), pancadriya (panca indera) gesang (hidup) pisah (berpisah) lawan (dengan) dhiri (diri), laju (terus) bali (kembali) marang (kepada), asale (asalnya) purwa (mula-mula) kang nguni (dahulu), manjing (masuk) alam (ke alam) langgeng (baka) laya (kematian). Ketika taliya sudah lepas, pancaindera hidup berpisah dengan diri, lalu terus kembali kepada, asalnya mula-mula dahulu, masuk ke alam kelanggengan (baka).

Ketika tali pengikat itu lepas, panca indera kehidupan berpisah dengan diri, lalu terus kembali kepada tempat asalnya mula-mula. Yakni alam kelanggengan atau alam keabadian.

Nora (tidak) owah (berubah) tetep (tetap) ing (pada) salami-lami (selamanya), tan (tak) kena (bisa) cinandra (digambarkan), dunung

Page 137: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 127

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

(tempat) panggonanireki (tinggalnya), ananing (adanya) uga (juga) karuhun (dahulu). Tidak berubah tetap pada waktu selamanya, tak bisa digambarkan, tempat tinggalnya, adanya juga dahulu.

Setelah kembali keadaannya tetap tidak berubah selama-lamanya. Keadaannya tak bisa digambarkan, tempatnya tidak bisa disebutkan, adanya juga dahulu. Ini merujuk kepada ruh yang ditiupkan Tuhan ke dalam diri manusia ketika manusia belum dilahirkan. Bahwa ruh tersebut asalnya dari Tuhan dan mempunyai sifat-sifat ketuhanan, yakni bukan bersifat materi sebagaimana jasad manusia. Keberadaan ruh dalam diri manusia diikat dengan tiga tali tersebut, angin yang manifestasinya nafas, sir yang manifestasinya dan api yang manifestasinya adalah rasa.

Kang (yang) mangkono (demikian) wus (sudah) tetep (tetap, pasti) Kawula (hamba) yekti (sungguh), kena (bisa) ingaranan (disebut), mawor (bercampur) roroning (dua dalam) ngatunggal (satu). Yang demikian sudah pasti hamba sungguh bisa disebut bercampur dua menjadi satu.

Keadaan yang digambarkan dalam bait-bait ini adalah keadaan relasi antara hamba dan Tuhan yang dalam filosofi Jawa disebut Pamoring Kawula Gusti. Sering pula disebut secara salah kaprah dengan manunggaling kawula-Gusti. Padahal dalam beberapa literatur Jawa yang sudah banyak kita kaji istilah yang sering dipakai adalah Pamoring Kawula Gusti. Istilah ini juga disebut dalam Serat Wulangreh dan Serat Wedatama. Juga diuraikan dalam Suluk Residriya, Serat Wedharaga, dan lain-lain. Kita lanjutkan.

Lan (dan) menenging (diamnya) pancadriya (panca indera), satelenging (di dalam) meneng (diam) pan (sungguh) jumeneng (berdiam diri) ening (hening). Dan diamnya pancaindera, di dalam diam sungguh berdiam diri hening.

Keadaan demikian membuat manusia menjadi tempat diamnya sifat-sifat ketuhanan. Dia ada di dalam pusat kesadaran manusia (telenging), berdiam dalam keheningan.

Eling (ingat) dumeling (terngiang) tan (tak) lali (lupa), mobah (begerak) rasaning (serasa) Hyang (Tuhan) Suksma (Yang Maha Suci). Ingat terngiang tak lupa, bergerak seolah sifatnya seperti sifat Tuhan Yang Maha Suci.

Page 138: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 128

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Dalam hening itulah kesadaran manusia tercapai. Jika seseorang berhasil mencapai kesadaran terdalam melalui samadi (kontemplasi) maka akan terasa kehadiran Tuhan Yang Maha Suci. Maka samadi atau kontemplasi juga sering disebut berzikir artinya mengingat. Yakni mengingat diri pra-penciptaan, diri yang diikat dalam tubuh manusia. Sehingga sifat-sifat kebaikan yang merupakan sifat Tuhan akan menjelma atau termanifestasikan dalam diri manusia, mewujud dalam tindakan sehari-hari yang berupa perilaku yang baik, akhlakul karimah.

Myarsa (mendengar) ganda (mencium) wuninga (melihat) tanpa (tanpa) piranti (piranti, sarana). Mendengar mencium melihat tanpa sarana.

Orang yang sudah mencapai tahap demikian maka dia bukan lagi dirinya sendiri, tetapi sudah menjadi manifestasi dari Tuhannya. Dia bertindak atas nama dan untuk Tuhan. Ketika dia mendengar, mencium, melihat maka dia bisa melakukan tanpa piranti karena sesungguhnya dia sudah lebur dalam keagungan Tuhan. Dirinya sendiri telah fana’, yang ada hanya Dia yang Maha Suci.

Sugeng (hidup) salawasnya (selamanya) langgeng (langgeng) suci (suci) nora (tidak) gingsir (berubah), ngebeki (memenuhi) rat (seluruh) angganira (tubuhmu). Hidup selamanya langgeng suci tidak berubah, memenuhi seluruh tubuhmu.

Hidupnya akan selalu dipenuhi sifat-sifat ketuhanan yang memenuhi seluruh badannya. Kalau dalam filosofi Jawa Pamoring Kawula Gusti, sifat Tuhan digambarkan mendominasi dalam diri manusia. Sering diumpamakan dengan pohon cendana, yakni pohon yang wanginya memenuhi seluruh batang pohon dari akar sampai daun-daunnya.

Anguripi (menghidupi) sakehing (semua) titah (makhluk) donyeki (dunia ini), bisa (bisa) nukseng (bersifat) malembat (lembut), cilik (kecil) tan (tak) kena (bisa) tinitik (dikenali), cedhak (dekat) tur (dan juga) nora (tidak) singgolan (bersenggolan). Menghidupi semua makhluk dunia ini, bisa bersifat lembut, kecil tak bisa dikenali, dekat dan juga tak bersenggolan.

Orang yang sudah mencapai tahap tersebut akan menjadi penyebar rahmat bagi manusia lain. Seumpama pohon cendana tadi yang selalu menyebarkan bau harum sehingga membuat orang suka dan mendekat,

Page 139: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 129

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

maka demikian pula orang yang telah mencapai keadaan pamoring kawula Gusti, akan senantiasa menyebarkan kebaikan sehingga orang sekitarnya merasa nyaman.

Ananira (adanya) dhingini (mendahului) sagung (segenap) dumadi (yang ada), kawawa (sanggup) manuksma (menyesuaikan tempat), nora (tidak) sesek (sesak) ing (di) ngarempit (tempat sempit), datan (tidak) logro (longgar) ing (di) ngajembar (luas). Adanya mendahului segenap yang ada, sanggup menyesuaikan tempat, tidak sesak di tempat sempit, tidak longgar di papan luas.

Dia bisa mengolah keadaan apapun sesuai kondisi di sekitarnya. Serba enak dan tidak kerepotan. Di tempat sempit tidak sesak, di tempat luas tidak longgar.

Yen (kalau) wujud (berwujud) lembuta (lembut) tan (tak) kena (bisa) jinimpit (dijumput), adoh (jauh) tanpantara (tanpa antara), cedhak (dekat) rumaket (melekat) neng (dalam) dhiri (diri), yeku (yaitu) Pangeran (Tuhan) sanyata (sejati). Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, jauh tanpa antara, dekat melekat dalam diri, yaitu Tuhan sejati.

Kalau berwujud lembut tak bisa dijumput, kalau jauh tak terasa ada jarak antara, kalau dekat tak menyenggol. Dia dekat dalam diri. Itulah sifat-sifat Tuhan yang sejati.

Page 140: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 130

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

PUPUH KETUJUH

K I N A N T H I

Page 141: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 131

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (7:1-6): Lir Siniram Tirta Sawindu Pupuh 7, bait 1-6, Maskumambang (12i, 6a, 8i, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

“Kapriye kanthine puthut, nggonira padha nanggapi, warsita kang limang ebab, baya wus samya nyakupi?” Yata wau pun Jiwata, mangsuli umatur ris. “Dhuh-dhuh sang Maha Wiku, mugi andadosna uning, pun dasih lawan pra kadang, dupi anampeni wangsit, andika ingkang pungkasan, raosing tyas ulun kadi. siniram tirta sawindhu. Adhem asrep anyrambahi, marang saranduning angga. Sanadyan pra kadang ugi, pan makaten ciptanira, cocog sami tan nalisir. Ingkang mekaten puniku, wau tetela yen antuk sih, kanugrahaning Pangeran, tinurunan wahyu gaib, kinodrat dening Hyang Sukma. Kula lan pra kadang sami, wus tinakdir ing Hyang Agung, kalamun saged nampeni, warsita ndika Sang Dwija. Mboten langkung mugi-mugi, angsala barkah andika, lulus ing salami-lami. Sageda awet lestantun, nggen kula ndherek Sang Yogi, neng donya prapteng delahan, tan sumedya angoncati. Makaten ubayeng driya driya, kadang-kadang kula sami.”

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bagaimana denganmu siswa(ku), dalam engkau semua menerima, nasihat yang lima perkara, apakah sudah semua mencakup (nasihat itu). Diceritakan Si Jiwita, menjawab dengan berkata pelan, “Duh aduh Sang Maha Pendeta, semoga menjadikan periksa, hamba dan para saudara, ketika menerima nasihat, paduka yang terakhir, rasa dalam hati hamba seperti,

Page 142: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 132

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

disiram air sewindu. Dingin sejuk memenuhi, pada sekujur badan. Walaupun para saudara juga, demikian pendapatnya, cocok sama tak berselisih. Yang demikian itu, terbukti kalau mendapat kasih anugrah dari Tuhan, diturunkan wahyu gaib, diberi kuasa oleh Tuhan Maha Suci. Hamba dan para saudara semua, sudah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Agung, kalaupun bisa menerima, nasihat paduka Sang Guru. Tak lebih semoga, mendapat berkah paduka, langgeng selama-lamanya, bisa awet lestari, dalam hamba ikut Sang Pendeta, di dunia sampai di akhirat, tak hendak meninggalkan. Demikian janji hati, saudara-saudara dan hamba semuanya.”

Kajian per kata:

“Kapriye (bagaimana) kanthine (dengan) puthut (siswa), nggonira (dalam engkau) padha (semua) nanggapi (menerima), warsita (nasihat) kang (yang) limang (lima) ebab (perkara), baya (apa) wus (sudah) samya (semua) nyakupi (mencakup)?” Bagaimana denganmu siswa(ku), dalam engkau semua menerima, nasihat yang lima perkara, apakah sudah semua mencakup (nasihat itu).

Sang Pendeta menanyakan kepada para siswa, bagaimana keadaan para siswa setelah menerima nasihat yang lima perkara. Apakah bisa memahami dengan baik semua nasihat yang telah disampaikan tadi? Apakah kelimanya bisa tercakup tanpa ada yang tertinggal?

Yata wau (diceritakan) pun (Si) Jiwita (Jiwita), mangsuli (menjawab) umatur (berkata) ris (pelan), “Dhuh-dhuh (duh-aduh) sang (Sang) Maha (Maha) Wiku (Pendeta), mugi (semoga) andadosna (menjadikan) uning (periksa), pun dasih (hamba) lawan (dan) pra (para) kadang (saudara), dupi (ketika) anampeni (menerima) wangsit (nasihat), andika (paduka) ingkang (yang) pungkasan (terakhir), raosing (rasa dalam) tyas (hati) ulun (hamba) kadi (seperti), siniram (disiram) tirta (air) sawindhu (sewindu).” Diceritakan Si Jiwita, menjawab dengan berkata pelan, “Duh aduh Sang Maha Pendeta, semoga menjadikan periksa, hamba dan para

Page 143: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 133

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

saudara, ketika menerima nasihat, paduka yang terakhir, rasa dalam hati hamba seperti, disiram air sewindu.

Si Jiwita menyatakan bahwa dia telah menerima dengan baik semua nasihat yang disampaikan. Mereka kini merasa sangat tenang dan bahagia, seperti keadaan orang yang mandi dengan air yang didinginkan selama sewindu. Artinya merasa sangat sejuk dan nyaman dalam hati.

Adhem (dingin) asrep (sejuk) anyrambahi (memenuhi), marang (pada) saranduning (sekujur) angga (badan). Dingin sejuk memenuhi, pada sekujur badan.

Kesejukan itu memenuhi seluruh tubuh, merata ke sekujur badan. Rasanya ces, sangat dingin. Dingin yang menyejukkan.

Sanadyan (walaupun) pra (para) kadang (saudara) ugi (juga), pan makaten (demikian) ciptanira (pendapatnya), cocog (cocok) sami (sama) tan (tak) nalisir (berselisih). Walaupun para saudara juga, demikian pendapatnya, cocok sama tak berselisih.

Demikian pula para saudara-saudara seperguruan Jiwita yang lain, perasaannya sama dengannya. Tidak ada yang berselisih, semua telah memahami dan merasa bahwa nasihat itulah yang mereka butuhkan sebagai pedoman hidup kelak.

Ingkang (yang) mekaten (demikian) puniku (itu), wau (tadi) tetela (terbukti, ternyata) yen (kalau) antuk (mendapat) sih (kasih), kanugrahaning (anugrah dari) Pangeran (Tuhan), tinurunan (diturunkan) wahyu (wahyu) gaib (gaib), kinodrat (diberi kuasa) dening (oleh) Hyang (Tuhan) Sukma (Maha Suci). Yang demikian itu, terbukti kalau mendapat kasih anugrah dari Tuhan, diturunkan wahyu gaib, diberi kuasa oleh Tuhan Maha Suci.

Mereka semua merasa bersyukur karena ternyata mendapat anugrah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, yakni mendapat nasihat dari Sang Pendeta dan mereka mampu memahaminya dengan baik.

Kula (hamba) lan (dan) pra (para) kadang (saudara) sami (semua), wus (sudah) tinakdir (tidakdirkan) ing (oleh) Hyang (Tuhan) Agung (Maha Agung), kalamun (kalau) saged (bisa) nampeni (menerima), warsita (nasihat) ndika (paduka) Sang (Sang) Dwija (Guru). Hamba dan para

Page 144: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 134

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

saudara semua, sudah ditakdirkan oleh Tuhan Yang Agung, kalaupun bisa menerima, nasihat paduka Sang Guru.

Mereka semua merasa bahwa itu takdir Tuhan Yang Maha Kuasa. Jika bukan mereka takkan mampu untuk memahami nasihat itu dengan baik.

Mboten (tak) langkung (lebih) mugi-mugi (semoga), angsala (mendapat) barkah (berkah) andika (paduka), lulus (langgeng) ing (pada) salami-lami (selamanya), sageda (bisa) awet (awet) lestantun (lestari), nggen (dalam) kula (hamba) ndherek (ikut) Sang (Sang) Yogi (Pendeta), neng (di) donya (dunia) prapteng (sampai) delahan (akhirat), tan (tak) sumedya (hendak) angoncati (meninggalkan). Tak lebih semoga, mendapat berkah paduka, langgeng selama-lamanya, bisa awet lestari, dalam hamba ikut Sang Pendeta, di dunia sampai di akhirat, tak hendak meninggalkan.

Jiwita menyampaikan harapan agar selalu mendapat berkah dari Sang Guru, dapat terus mengabdi selama-lamanya. Sampai akhir kehidupan dunia tetaplah menjadi pengikut Sang Pendeta.

Makaten (demikian) ubayeng (janji) driya driya (hati), kadang-kadang (saudara-saudara) kula (hamba) sami (semua).” Demikian janji hati, saudara-saudara dan hamba semuanya.”

Demikian pernyatan para siswa yang diwakili oleh Jiwita.

Page 145: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 135

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (7:7-14): Titi Warsitaning Yogi Pupuh 7, bait 7-14, Maskumambang (12i, 6a, 8i, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Yata wau Sang Wiku , duk myarsa turira cantrik, sumedhot jroning wardaya, wasana ngandika aris, “Lah cantrik lima sadaya, aturmu kang wus kawiji, banget panarimaning sun, de sira padha darbeni, tyas setya kaya mangkana. Yekti bakal taktimbangi, asih tresna marang sira, timbange setyanireki. Kajaba ta iku puthut, rehning wus antara lami, nggonmu ngadhep neng ngraseng wang, lahya yo bubaran sami, wis padha sira ngasoa sun arsa nungku samad. Pra cantrik bubaran sampun, sosowangan samya mulih, wau ta Risang Pandhita, gya mangsa muja semadi, miminta sihing Bathara ywa ana sangsayeng dhiri. Kandhane prasarjana nung, kabeh manungswa yen mamrih, rahayun gesangira, ngantepna mulyaning budi, nindakna alusing tingkah puntoning tyas ywa gumingsir. Rasakna sajroning kalbu, den prastawa bab kang titi, angger-anggering Pangeran, ngadat wataking dumadi, beraten budi kang nistha, ijolan kang utami. Kipatna den kongsi jauh, rong bedahat mrih ywa bali, galo keh tuladhanira, warnane janma kang nyingkir, sinau mulyaning budaya, tangeh lamun bisa becik.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Diceritakan Sang Pendeta, ketika mendengar perkataan siswa, terharu dalam hati, akhirnya berkata pelan, “Lah para siswa lima semua, perkataanmu yang sudah keluar,

Page 146: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 136

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

sangat berterima kasih aku, karena engkau semua mempunyai, hati setia seperti demikian. Sungguh akan kuimbangi, kasih-cinta kepadamu, setimbang kesetiaanmu. Selain itu siswa(ku), karena sudah beberapa lama, dalam engkau menghadap di depanku, lah sekarang ayo bubar semua, sudah semua engkau beristirahat aku hendak bersamadi.” Para siswa bubar sudah, masing-masingsemua pulang, diceritakan Sang Pendeta, segera bangkit puka samadi, meminta kasih Tuhan jangan sampai terkena sengsara diri. Kata para sarjana besar, semua manusia kalau ingin, selamat hidupnya, peganglah yang mantap kemuliaan budi, lakukan halusnya perilaku tujuan hati jangan bergeser. Rasakan di dalam hati, yang awas dalam perkata yang teliti, peraturan Tuhan, tentang watak dari manusia. Singkirkan watak yang nista, tukar dengan yang utama. Buanglah sampai jauh, dua bedahat agar jangan kembali. Lihatlah banyak teladannya, macam-macam manusia yang menyingkir dari, belajar memuliakan budi, mustahil kalau bisa baik.

Kajian per kata:

Yata wau (diceritakan) Sang (Sang) Wiku (Pendeta), duk (ketika) myarsa (mendengar) turira (perkataan) cantrik (siswa), sumedhot (terharu) jroning (dalam) wardaya (hati), wasana (akhirnya) ngandika (berkata) aris (pelan), “Lah (lah) cantrik (siswa) lima (lima) sadaya (semua), aturmu (perkataanmu) kang (yang) wus (sudah) kawiji (keluar), banget (sanget) panarimaning (terima kasih) sun (ku), de (karena) sira (engkau) padha (semua) darbeni (mempunyai), tyas (hati) setya (setia) kaya (seperti) mangkana (demikian). Diceritakan Sang Pendeta, ketika mendengar perkataan siswa, terharu dalam hati, akhirnya berkata pelan, “Lah para siswa lima semua, perkataanmu yang sudah keluar, sangat berterima kasih aku, karena engkau semua mempunyai, hati setia seperti demikian.

Page 147: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 137

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Sang Pendeta ketika mendengar pernyataan kesetiaan para siswanya sangat terharu dalam hati. Beliau menyambut dengan rasa terima kasih yang dalam. Tekad beliau akan selalu mengasihi para murid-murid yang telah menunjukkan kesetiaan selama mengabdi sebagai siswa di padepokan gunung Wahmaya.

Yekti (sungguh) bakal (akan) taktimbangi (kuimbangi), asih (kasih) tresna (cinta) marang (kepada) sira (kamu), timbange (setimbang) setyanireki (kesetiaanmu). Sungguh akan kuimbangi, kasih-cinta kepadamu, setimbang kesetiaanmu.

Hidup beliau akan dihabiskan untuk terus membimbing para siswa dengan cinta kasih, sebanding dengan kesetiaan para siswanya.

Kajaba ta (selain) iku (itu) puthut (siswa), rehning (karena) wus (sudah) antara (beberapa) lami (lama), nggonmu (dalam engkau) ngadhep (menghadap) neng (di) ngraseng (depan) wang (aku), lahya (lah) yo (ayo) bubaran (bubar) sami (semua), wis (sudah) padha (semua) sira (engkau) ngasoa (beristirahat) sun (aku) arsa (hendak) nungku samadi (bersamadi).” Selain itu siswa(ku), karena sudah beberapa lama, dalam engkau menghadap di depanku, lah sekarang ayo bubar semua, sudah semua engkau beristirahat aku hendak bersamadi.”

Telah puas Sang Pendeta mengajarkan berbagai pelajaran berharga. Para siswa telah menerima pelajaran dan nasihat itu dengan baik. Telah ada kesanggupan para siswa untuk mengingat dan mengamalkannya selama sisa hidup mereka. Telah pula Sang Pendeta mendengar pernyataan kesetiaan para siswa untuk selalu mengikuti ajaran Sang Guru. Kini tiba saatnya untuk istirahat. Esok kembali seluruh penghuni padepokan melakukan tugas masing-masing. Sang Pendeta pun akan melaksanakan kebiaasaannya di penghujung malam, yakni bersamadi memuja Tuhan.

Pra (para) cantrik (siswa) bubaran (bubar) sampun (sudah), sosowangan (masing-masing) samya (semua) mulih (pulang), wau ta (diceritakan) Risang (Sang) Pandhita (Pendeta), gya (segera) mangsa (bangkit) muja (puja) semadi (samadi), miminta (meminta) sihing (kasih) Bathara (Tuhan) ywa (jangan) ana (ada) sangsayeng (sengsara) dhiri (diri). Para siswa bubar sudah, masing-masingsemua pulang, diceritakan Sang Pendeta, segera bangkit puka samadi, meminta kasih Tuhan jangan sampai terkena sengsara diri.

Page 148: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 138

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Para siswa sudah bubar dan kembali ke pondok masing-masing. Sang Pendeta pun menuju langgar pamujan untuk berkhalwat dengan Tuhannya, meminta belas kasih untuk keselamatan seluruh penghuni padepokan agar dijauhkan dari kesengsaraan.

Kandhane (kata) prasarjana (para sarjana besar) nung (besar), kabeh (semua) manungswa (manusia) yen (kalau) mamrih (ingin), rahayun (selamat) gesangira (hidupnya), ngantepna (peganglah mantap) mulyaning (kemuliaan) budi (budi, watak), nindakna (lakukan) alusing (halus, lembut) tingkah (perilaku) puntoning (akhir tujuan dari) tyas (hati) ywa (jangan) gumingsir (bergeser). Kata para sarjana besar, semua manusia kalau ingin, selamat hidupnya, peganglah yang mantap kemuliaan budi, lakukan halusnya perilaku tujuan hati jangan bergeser.

Sudah menjadi pesan para sarjana besar, bahwa semua manusia kalau ingin selamat hidupnya hendaknya memegang teguh upaya untuk memuliakan budi. Melakukan perbuatan yang halus dan menetapkan tujuan dengan pasti, tidak boleh bergeser oleh godaan dan ujian hidup.

Rasakna (rasakan) sajroning (di dalam) kalbu (hati), den prastawa (yang awas) bab (perkara) kang (yang) titi (teliti), angger-anggering (peraturan) Pangeran (tuhan), ngadat (adat kebiasaan) wataking (watak dari) dumadi (makhluk, manusia). Rasakan di dalam hati, yang awas dalam perkata yang teliti, peraturan Tuhan, tentang watak dari manusia.

Rasakan setiap dalam hati, yang awas dalam perkara-perkara yang rumit dan membutuhkan ketelitian. Telah jelas peraturan Tuhan atau hukum alam yang berlaku dalam watak manusia. Siapa yang bersungguh-sungguh akan mendapatkan hasil. Maka dari itu jangan kendor dalam berupaya.

Beraten (singkirkan) budi (watak) kang (yang) nistha (nista), ijolan (tukar dengan) kang (yang) utami (utama). Singkirkan watak yang nista, tukar dengan yang utama.

Singkirkan segala watak yang buruk, nista, rendah, munkar, dan gantilah dengan watak baik, mulia dan utama.

Kipatna (buanglah) den kongsi (sampai) jauh (jauh), rong (dua) bedahat (bedahat) mrih (agar) ywa (jangan) bali (kembali). Buanglah sampai jauh, dua bedahat agar jangan kembali.

Page 149: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 139

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Buanglah jauh-jauh dengan perasaan jijik sejauh dua bedahat agar watak buruk itu tak kembali lagi. Di gatra ini ada kata bedahat yang menunjukkan satuan jarak. Kami belum tahu berapa jauh ukuran bedahat itu.

Galo (lihat) keh (banyak) tuladhanira (teladannya), warnane (macam) janma (manusia) kang (yang) nyingkir (menyingkir), sinau (belajar) mulyaning (mulia dalam) budaya (budi), tangeh (mustahil) lamun (kalau) bisa (bisa) becik (baik). Lihatlah banyak teladannya, macam-macam manusia yang menyingkir dari, belajar memuliakan budi, mustahil kalau bisa baik.

Lihatlah! Banyak teladan tentang watak manusia yang menyingkir dari tindakan memuliakan diri. Dan mustahil bagi manusia itu bisa berubah menjadi baik. Usaha terus menerus lah yang membuat kita berhasil menyingkirkan watak buruk dan meraih watak utama. Karena itu jangan kasih kendor! Selalu berusahalah menjadi orang berbudi mulia.

Page 150: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 140

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

Kajian Kridhamaya (7:14-15): Panutup Pupuh 7, bait 14-15, Maskumambang (12i, 6a, 8i, 8a), Serat Kridhamaya karya R. Ng. Ranggawarsita dari Surakarta Adiningrat.

Pangiketing pustakeku, nuju ari isnen Legi, ping telulikur tanggalnya, ing wulan jumadilakir, taun Dal mangsa kasapta, windu sangara kang wajib. Angka sewu wolungatus seket gangsal angleresi, wanci jam sedasa enjing, nenggih sengkalaning warsi, tata wingnya ngesthi tunggal, punika minangka pepeling.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Penulisan serat ini, kalau hari Senin Legi, tanggal dua puluh tiga, di bulan Jumadilakir, tahun Dal mangsa ketujuh, windu Sangara yang wajib. Angka seribu delapan ratus lima puluh lima bertepatan, waktu jam sepuluh pagi, yakni ditandai dengan sengkalan tahun, tata wignya ngesthi tunggal (1855), ini sebagai pengingat.

Kajian per kata:

Pangiketing (Penulisan) pustakeku (serat ini), nuju (kala) ari (hari) isnen (Senin) Legi (Legi), ping telulikur (keduapuluh tiga) tanggalnya (tanggalnya), ing (di) wulan (bulan) jumadilakir (Jumadilakir), taun (tahun) Dal (Dal) mangsa (mangsa) kasapta (ketujuh), windu (windu) sangara (sangara) kang (yang) wajib (wajib). Penulisan serat ini, kalau hari Senin Legi, tanggal dua puluh tiga, di bulan Jumadilakir, tahun Dal mangsa ketujuh, windu Sangara yang wajib.

Penulisan serat ini selesai pada hari Senin Legi, tanggal 23 Jumadilakir, tahun Dal, mangsa ketujuh, windu Sangara.

Angka (angka) sewu (seribu) wolungatus (delapan ratus) seket (lima puluh) gangsal (lima) angleresi (bertepatan), wanci (waktu) jam (jam) sedasa (sepuluh) enjing (pagi), nenggih (yakni) sengkalaning (sengkalan dalam) warsi (tahun), tata (tata) wingnya (pengetahuan) ngesthi (mengingat) tunggal (yang Satu), punika (ini) minangka (sebagai)

Page 151: SERI KAJIAN SASTRA KLASIK - WordPress.com · serat wirid Kridhamaya yang indah. Dan (mohon) besarnya maaf Anda, tulus dalam keikhlasan, jika ada kurang dalam suku kata, dan terlupakannya

Kajian Sastra Klasik Serat Kridhamaya, hal 141

bambangkhusenalmarie.wordpress.com

pepeling (pengingat). Angka seribu delapan ratus lima puluh lima bertepatan, waktu jam sepuluh pagi, yakni ditandai dengan sengkalan tahun, tata wignya ngesthi tunggal (1855), ini sebagai pengingat.

Bertepatan dengan tahun 1855 AJ, pada waktu jam 10 pagi. Sebagai penanda sang penulis memberi sengkalan tahun: tata wignya ngesthi tunggal yang artinya: menata pengetahuan untuk mengingat yang Tunggal. Kalimat itu juga mengandung angka tahun 1855 AJ.

Sekedar catatan untuk perhatian:

Jadi penulisan serat ini: 23 Jumadilakir 1855 AJ, jika dikonversi ke tahun Masehi bertepatan dengan: 19 Januari 1925 AD. Maka dipastikan serat ini bukan ditulis oleh Raden Ngabehi Ranggawarsita karena pada tahun tersebut beliau telah meninggal. Ada kemungkinan bahwa angka tahun itu merupakan tahun diterbitkannya Serat Kridhamaya ini dalam bentuk buku cetak. Karena ada versi cetak dari serat ini, yakni terbitan Drukkerij “CENTRAAL”, Solo, 1925. Dengan demikian dua bait penutup merupakan tambahan dari penyalin serat aslinya. Wallahu a’lam. Pengkaji belum meneliti secara khusus masalah ini. Namun yang umum diketahui bahwa serat Kridhamaya merupakan karya R. Ng. Ranggawarsita.

Wassalam.

Mireng, 23 Juni 2019 AD.

Pengkaji

Bambang Khusen Al Marie