sepsis neonatorum
TRANSCRIPT
-
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Sepsis
Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah
atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan
keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan
adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah.
Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di
dalam darah.17
2.2. Defenisi Sepsis Neonatorum
Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi
sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.18 Dalam
sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi
sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences
(ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan
mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi
multiorgan, dan akhirnya kematian.7
Universitas Sumatera Utara
-
2.3. Klasifikasi Sepsis Neonatorum
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan
menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis)
dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).19
Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera
dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat
proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah
3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.7
Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam)
yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses
infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka
mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.7 SAD sering
dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan
infeksi postnatal terutama nosokomial.20 Tabel di bawah ini mencoba
menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.
Tabel 2.1. Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.7 Dini Lambat Awitan 72 jam Sumber Infeksi Jalan Lahir Lingkungan
(Nosokomial)
Universitas Sumatera Utara
-
2.4. Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman
karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion,
khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19
Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas
infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:
2.4.1. Infeksi Antenatal.
Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu,
kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B.
Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis.
Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan
skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).
2.4.2. Infeksi Intranatal
Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi
yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari
serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat
korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi.
Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini
masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan
infeksi disana.21
Universitas Sumatera Utara
-
Gambar 2.1. Infeksi akibat chorioamnionitis
Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat
melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi
ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah
pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and
Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum
pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama
melahirkan.22
2.4.3. Infeksi Pascanatal
Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh
bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana
perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang
Universitas Sumatera Utara
-
sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif
umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.21
Lintas infeksi perinatal dapat dilihat pada gambar berikut:
INFEKSI PRANATAL
INFEKSI INTRANATAL
Gambar 2.2. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan.
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi
respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi
tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada
pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan
berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus
memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.7
2.5. Gejala Klinik 21
Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali
sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.
Universitas Sumatera Utara
-
Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi
cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada
neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.
Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan
karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu,
dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat
ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:
2.5.1. Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau
minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema.
2.5.2. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung
2.5.3. Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis.
2.5.4. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi.
2.5.5. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang.
2.5.6. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.
Gambar 2.3. Sepsis pada kulit bayi karena infeksi bakteri dan jamur dari jalan
lahir23
Universitas Sumatera Utara
-
2.6. Epidemiologi
2.6.1. Distribusi Frekuensi
a. Distribusi Frekuensi Menurut Orang
Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur
0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%. Berdasarkan
jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4% sedangkan bayi
perempuan adalah 38,6%. 15 Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi
yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis, dan terdapat 31 bayi yang
berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis.24
Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit
putih, namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah
ketuban, ibu demam, dan berat lahir rendah.18 Perbedaan kejadian sepsis neonatorum
pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut
oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang
kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam simposium
penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari semua penderita
sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi berkulit hitam dan dari semua
penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi pada bayi berkulit hitam.25
b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu
Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut
waktu dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut
dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
-
lingkungan waktu perawatan.26 Penelitian Rasul tahun 2007 di Banglasdesh
menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-60% selama dua
puluh tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30% di negara-negara
berkembang. Di India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian bervariasi antara
10-20 per 1.000 kelahiran hidup.5
Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi
dilaporkan sekitar 44,2%, hasil yang sama dilaporkan di Basrah (Iraq) oleh Radhy H.
pada tahun 2001 yaitu 43,5%, kemudian di Abha (Saudia Arabia) oleh Asindi A, dkk
pada tahun 1999 diperoleh sebanyak 44% dan oleh Rodriguez-weber, dkk di Mexico
pada tahun 2003 sebanyak 43,9%. Sementara angka kematian sepsis neonatus rendah
oleh peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Ezechukwze C, dkk di Nigeria pada
tahun 2004 yaitu 19,3%, oleh Koutouby A, dkk di UAE (United Arab Emirates) pada
tahun 1995 melaporkan sebanyak 26%, Stall B. di USA pada tahun 2002 melaporkan
sebanyak 28% dan Dawodu A, dkk di Al-Dammam (Saudi Arabia) pada tahun 1997
melaporkan sebanyak 28%, perbedaan angka kematian sepsis neonatus ini di
beberapa negara dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti keadaan sosial
ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras, penggunaan ventilator dan inkubator,
perbedaan mikroorganisme dan penggunaan antibiotik yang berbeda.24
Universitas Sumatera Utara
-
2.6.2. Determinan Sepsis Neonatorum
Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent,
dan environment.
a. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat
dilihat dari faktor bayi dan ibu.
a.1. Faktor Bayi
a.1.1. Umur
Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara
statistik angka kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi
berumur < 7 hari dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari (p
-
Jumah, dkk (2007) di Basrah Maternity and Children Hospital, penderita sepsis
neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75% yang hidup
dan 43,25% yang meninggal.24
a.1.3. Prematuritas
Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan
sepsis. Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir.18 Bayi
prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang
mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran
prematur.27 Bayi prematur rentan mengalami infeksi/septikemia.
Infeksi/septikemia empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur.28
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun,
menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit.29
Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8
per 1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan
dengan berat badan lahir rendah.7
a.1.4. Berat lahir rendah.
Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan
2500 gram saat lahir. Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini.
Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gram
Universitas Sumatera Utara
-
dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan
medik khusus.30
Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat
rendah (berat lahir
-
a.2. Faktor Ibu
a.2.1. Umur ibu
Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur
< 20 tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan
kelompok usia risiko tua dengan umur > 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih
muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak
baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah juga
meningkat.33 Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun
1999 ditemukan 84% ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20
tahun dan usia lebih dari 35 tahun (umur risiko tinggi).34
Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan
penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis
neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2 %, lebih
tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu
kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman
Streptococcus Grup Beta di jalan lahir.35
a.2.2. Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang
ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu
dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau
himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta
Universitas Sumatera Utara
-
menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan
kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.
Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar
terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa
pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.36
a.2.3. Pekerjaan Ibu
Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.
Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada
golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh,
kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan
istrinya (ibu hamil) pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat
dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga
rendah.37
Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu
menopang kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah
tangga, menyiapkan makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi
menunjukkan bahwa 25% dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan
kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang
selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.38
a.2.4. Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari
pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
Universitas Sumatera Utara
-
i. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada
kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat
janin antara 1.000-2.500 gram.
ii. Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada
kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500
gram.
iii. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2
minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.32
a.2.5. Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini (KPD) yaitu bocornya cairan amnion sebelum
mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling
sering ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi
secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan
dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal akibat imaturitas janin.39
Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi
dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan
KPD, demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens
ini dapat berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut
korioamnionitis.40 Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada
bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan
meningkat menjadi 4 kalinya.18
Universitas Sumatera Utara
-
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan
rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD
pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7
kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali.35 Selain itu, KPD merupakan faktor risiko
utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian
perinatal.40
a.2.6. Infeksi dan demam (>38C) pada masa peripartum
Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih,
kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E.
coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.18 Ibu yang menderita infeksi ketika hamil
dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi
neonatal seperti infeksi neonatal.39
a.2.7. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.
Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan
rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta
terdapat proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang
mengalami sepsis neonatorum sebanyak 33,1%.15 Menurut hasil penelitian
Simbolon di instalasi kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari
bulan Januari 2001 ditemukan 72 % faktor risiko sepsis neonatorum adalah
BBLR dengan keadaan air ketuban bau busuk.10
a.2.8. Riwayat Persalinan Ibu
Bayi yang lahir dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio
sesaria) berisiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi dari
Universitas Sumatera Utara
-
lingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang
terkontaminasi.41 Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan
desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu,
kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa
kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat
persalinan dengan tindakan (ekstraksi cunam/vakum dan seksio sesaria). Bayi
yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum
dibandingkan dengan bayi yang lahir secara normal.10
a.2.9. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)
Pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care) yang teratur berfungsi sebagai
kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga
dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.42
Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari
trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan
kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi
sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.43 Pemeriksaan kehamilan
yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang
sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama
hamil dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang
nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya.
Menurut Ulina (2004) dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati
Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan
antenatal yaitu K1 (81%) dan K4 (66,7%). Dari hasil cakupan tersebut terlihat
Universitas Sumatera Utara
-
relatif tinggi drop out antara K1 dan K4 yaitu sebesar 14,3%. Rendahnya
pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil
merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya
sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya
perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja
kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan
keluarga sehubungan dengan kondisi ibu hamil.44
b. Agent
Agent/organisme tersering sebagai penyebab penyakit adalah Escherichia coli
dan Streptococcus group B (yang bersama-sama bertanggungjawab atas 50-75%
kasus pada kebanyakan pusat pelayanan kesehatan),21 Streptococcus termasuk
kelompok bakteri yang heterogen, dan tidak ada satu sistem pun yang mampu untuk
mengklasifikasikannya. Ada dua puluh jenis, termasuk streptococcus pyogenes
(group A), streptococcus agalactiae (group B) dan jenis enterococcus (group D),
dapat dicirikan dengan berbagai tampilannya yang bervariasi: dari karakteristik
koloni pertumbuhan, pola hemolisis pada media agar darah (hemolisis , hemolisis ,
atau tanpa hemolisis), komposisi antigen pada substansi dinding sel dan reaksi
biokimia. Jenis Streptococcus pneumonia (pneumococcus) lebih lanjut
dikalsifikasikan berdasarkan komposisi antigen polisakarida pada kapsul.
Klasifikasi bakteri streptococcus dari sisi kepentingan medis yaitu sebagai
berikut:
b.1. Streptococcus pyogenes: Kebanyakan bakteri streptococcus yang
termasuk dalam antigen grup A adalah S. pyogenes. Bakteri ini
Universitas Sumatera Utara
-
bersifat hemolitik-. S. pyogenes adalah bakteri pathogen utama pada
manusia dikaitkan dengan invasi lokal atau sistemik dan gangguan
immunologi pasca infeksi oleh streptococcus.
b.2. Streptococcus agalactiae: Termasuk dalam streptococcus group B.
Mereka adalah anggota dari flora normal pada saluran organ wanita
serta penyebab penting dari sepsis neonatal dan meningitis. Dan
mereka menunjukkan jenis hemolitik dan menghasilkan daerah
hemolisis yang sedikit lebih luas daripada koloninya (berdiameter 1-2
meter). Bakteri streptococcus group B dapat menghemolisis natrium
hippurate dan memberi respon positif terhadap tes CAMP (Christie,
Atkins, Munch-Peterson).
b.3. Grup C dan G: Bakteri streptococcus ini kadang terdapat di dalam
nasofaring dan menimbulkan sinusitis, bakteremia atau endokarditis.
Sering kelihatan seperti S. pyogenes grup A pada medium darah agar
dan bersifat hemolitik . Dapat diidentifikasi menggunakan reaksi
dengan antiserum spesifik untuk grup C atau G.
b.4. Enterococcus faecalis (E. faecium, E. durans): Bakteri enterokokus
dapat bereaksi dengan antiserum grup D. Enterokokus ini merupakan
bagian dari flora normal enterik. Mereka biasanya bersifat
nonhemolitik tapi suatu saat dapat bersifat hemolitik-.
b.5. Sterptococcus bovis: Bakteri ini termasuk dalam streptococcus group
D nonenterococcus. Mereka sebagian merupakan flora enterik dan
kadangkala dapat mengakibatkan endokarditis, dan juga dapat
Universitas Sumatera Utara
-
mengakibatkan bakteremia pada pasien dengan carcinoma colon.
Bakteri bersifat nonhemolitik.
b.6. Streptococcus anginosus: Bakteri streptococcus ini merupakan bagian
dari flora normal. Bisa bersifat , , atau nonhemo litik. S. anginosus
meliputi bakteri streptococcus hemolitik yang membentuk koloni
kecil (berdiameter < 0,5 mm) dan bereaksi dengan antiserum grup A,
C, atau G; dan terhadap semua hemolitik grup F.
b.7. Streptococcus Grup N: Mereka jarang menimbulkan penyakit pada
manusia namun dapat menyebabkan penggumpalan normal pada susu.
b.8. Streptococcus Grup E, F, G, H, dan K-U: Bakteri streptococcus ini
terdapat terutama pada hewan dan terkadang juga pada manusia.
b.9. Streptococcus pneumoniae: Bakteri pneumokokus bersifat hemolitik-
.
b.10. Streptococcus viridians: Secara tipikal, biasanya bersifat hemolitik-,
tapi kemungkinan lain mereka bersifat nonhemolitik. Bakteri
streptococcus viridians merupakan bakteri yang paling umum sebagai
flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk
menjaga kesehatan membran mukosa yang terdapat disana.45
Selain itu penyebab lain dari sepsis neonatorum adalah Staphylococcus
aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, Pseudomonas aeruginosa, Proteus sp,Listeria
monocytogenes dan bakteri anaerob. Sepsis awitan dini akan terlihat sebagai proses
nyata, yang mengenai banyak organ pada minggu pertama kehidupan, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
-
sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu
pertama kehidupan.
Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme
yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir,
dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber
di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella,
Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis
awitan lambat.21
c. Environment
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum
terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit (NICU) yaitu jumlah
pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan,
kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak
nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan
isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.
Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan
masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab
tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir
ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap
mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.7
Universitas Sumatera Utara
-
2.7. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:7
2.7.1. Meningitis
2.7.2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya
hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular
2.7.3. Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi
acut respiratory distress syndrome (ARDS).
2.7.4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,
seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal.
2.7.5. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis
mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
2.7.6. Kematian
2.8. Pencegahan Sepsis Neonatorum
2.8.1. Pencegahan Primordial
Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk
memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak
mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.46
Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah munculnya faktor
predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif
terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial
adalah:
Universitas Sumatera Utara
-
a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup
pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan
diri sehingga terhindar dari penyakit infeksi.
b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil
(Antenatal Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau
media massa lainnya.
c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi
dengan berat badan lahir rendah.
2.8.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan
kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer
juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada
seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah:
a. Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu
Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang
baik dan bermutu antara lain:
a.1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan
kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam
kehamilan, persalinan, dan nifas.
a.2. Pelayanan yang diberikan bermutu.
Universitas Sumatera Utara
-
a.3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun
ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit
jika terjadi komplikasi.
a.4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:
a.4.1. Wanita dengan komplikasi obstetrik (panggul sempit,
preeklampsia-eklampsia, kelainan letak, dll).
a.4.2. Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek (perdarahan
postpartum, kematian janin sebelum lahir, dll).
a.4.3. Jarak kelahiran 5 tahun.
a.4.4. Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung,
diabetes, dll.
a.4.5. Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.
a.4.6. Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun
a.4.7. Primigravida (wanita yang hamil untuk pertama kali)
a.4.8. Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan
persalinan dengan aman.
a.4.9. Tinggi badan
-
b.2. Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada
tidaknya penyulit persalinan sehingga dapat segera ditangani secara
cepat dan tepat.
b.3. Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.47
c. Perawatan Antenatal (Antenatal Care)
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada
setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan
jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk
mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin
sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan,
puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai
pemeliharaan bayinya.27 Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah
yang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan
kehamilan dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat
mengakibatkan sepsis neonatorum.
Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa
kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut:
c.1. Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu.
c.2. Minimal 1 kali pada trimester II (K2), usia kehamilan 13-24 minggu.
c.3. Minimal 2 kali pada trimester III (K3 dan K4), usia kehamilan > 24
minggu.48
Universitas Sumatera Utara
-
d. Mencuci tangan
Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu
syarat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh Karena
itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling
penting. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menurunkan bioburden (jumlah
mikroorganisme) pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area
yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan (TPK)
dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan
setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi
tersebut.
Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan
tenaga perawatan kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga
perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan
organisme-organisme seperti Staphylococcus, Escheriscia coli, Pseudomonas,
dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan
infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien.49
Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi
nosokomial.
Universitas Sumatera Utara
-
Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar:
Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan.50
e. Pemberian ASI secepatnya
Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan
gizi bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan
pengaturan makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara
benar dan tepat.51 Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga
kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit
setelah bayi lahir karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, disamping
itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan
bayi.52
Universitas Sumatera Utara
-
Penggunaan Air Susu Ibu (ASI) sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya
infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk
memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI
tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin
sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur
yang mendapat ASI (29,3%) lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang
mendapat susu formula (47,2%).12
f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi
Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai
dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama
NICU (Neonatal Intensive Care Unit) memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi
untuk 2 pasien yang terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat
memakai baju steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau
material yang sudah dibersihkan.7
g. Perawatan persalinan aseptik
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian
ampicillin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam
selama persalinan. Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi
awitan dini (early-onset) sampai 56% pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah
dini, serta menurunkan resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36%. Pada
wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat
menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82% dan infeksi
Streptococcus Grup B sebesar 86%. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti
Universitas Sumatera Utara
-
korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin
dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai
obat profilaksis.7
2.8.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau
dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat.
a. Diagnosis
Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa
perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan
kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan
perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4
variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan
variabel inflamasi (tabel 2.2).
Universitas Sumatera Utara
-
Tabel 2.2. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus 7 Variabel Klinis Suhu tubuh tidak stabil Denyut nadi > 180 kali/menit atau < 100 kali/menit Laju nafas > 60 kali/menit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen Letargi Intoleransi glukosa ( plasma glukosa > 10 mmol/L ) Intoleransi minum Variabel Hemodinamik TD < 2 SD menurut usia bayi TD sistolik < 50 mmHg ( bayi usia 1 hari ) TD sistolik < 65 mmHg ( bayi usia < 1 bulan ) Variabel Perfusi Jaringan Pengisian kembali kapiler > 3 detik Asam laktat plasma > 3 mmol/L Variabel Inflamasi Leukositosis ( > 34000x109/L ) Leukopenia ( < 5000 x 109/L ) Neutrofil muda > 10% Neutrofil muda/total neutrofil ( I/T ratio ) > 0,2 Trombositopenia 10 mg/dL atau > 2 SD dari nilai normal
Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya
membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara
statistik mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun
gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.21
b. Penatalaksanaan11
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana
sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab
membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan masalah
dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan pengobatan akan
berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.
Universitas Sumatera Utara
-
b.1. Pemberian Antibiotik
Pada kasus tersangka sepsis, terapi antibiotik empirik harus segera dimulai
tanpa menunggu hasil kultur darah. Setelah diberikan terapi empirik, pilihan
antibiotik harus dievaluasi ulang dan disesuaikan dengan hasil kultur dan uji
resistensi. Bila hasil kultur tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam 2-3 hari
dan bayi secara klinis baik, pemberian antibiotik harus dihentikan.
b.1.1. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan dini
Pada bayi dengan sepsis awitan dini, terapi empirik harus meliputi
Streptococcus Group B, E. coli, dan Lysteria monocytogenes. Kombinasi
penisilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai aktivitas
antimokroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme
penyebab sepsis awitan dini. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan
meningkatkan aktivitas antibakteri.
b.1.2. Pemilihan antibiotik untuk sepsis awitan lambat
Kombinasi pensilin dan ampisilin ditambah aminoglikosida juga dapat
digunakan untuk terapi awal sepsis awitan lambat. Pada kasus infeksi
Staphylococcus (pemasangan kateter vaskular), obat anti staphylococcus yaitu
vankomisin ditambah aminoglikosida dapat digunakan sebagai terapi awal.
Pemberian antibiotik harusnya disesuaikan dengan pola kuman yang
ada pada masing-masing unit perawatan neonatus.
b.2. Terapi Suportif (adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ
atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,
Universitas Sumatera Utara
-
gangguan kardiovaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun. Pada
keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen, pemberian
inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam kepustakaan
disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan dikepustakaan antara lain
pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG), pemberian tranfusi dan komponen
darah, granulocyte-macrophage colony stimulating factor (G-CSF dan GM-CSF),
inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar (TT) dan lain-lain.
2.7.4. Pencegahan Tertier
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah cacat, kematian, serta
usaha rehabilitasi. Penderita sepsis neonatorum mempunyai risiko untuk mengalami
kematian jika tidak dilakukan diagnosis dini dan terapi yang tepat. Untuk itu bayi-
bayi yang menderita sepsis perlu mendapat penanganan khusus dari petugas
kesehatan dalam rangka mencegah kematian dan membatasi gangguan lain yang
dapat timbul di kemudian hari.
Universitas Sumatera Utara