senyuman dan tangisan untuk sissy

12
Senyuman dan Tangisan untuk Sissy Oleh: Dwini Normayulisa Putri Layar laptop di meja belajar itu menunjukkan tanda-tanda tidak adanya aktivitas si pemakai. Layarnya berwarna hitam. Bukan karena telah dinonaktifkan, melainkan karena si pemakai tidak lagi mengoperasikan laptop tersebut namun tidak pula menonaktifkannya. Alhasil laptop dalam keadaan standby. Ternyata dugaan itu benar. Si pemakai telah tertidur pulas di samping meja belajar tersebut. Sepertinya, si pemakai tidak sengaja tertidur. Hal ini terlihat dari keadaan kamar yang sedikit berantakan. Laptop yang masih dalam keadaan standby, buku-buku yang berserakan, dan rancangan alat yang belum rampung. Mungkin ia terlalu lelah, mungkin ia butuh istirahat, atau mungkin ia tak sanggup lagi melanjutkan pekerjaannya. Ketiga alasan itu sepertinya memang terjadi pada diri Sissy. Dalam waktu sebulan terakhir, Sissy memang sedang disibukkan oleh kegiatan ekstrakurikulernya. Setiap hari berkutat dengan buku-buku yang tidak biasa dibawa oleh pelajar SMA, terlihat tebal dan berat, baik dalam arti sebenarnya maupun tidak. Ia juga berkutat dengan alat-alat yang terlihat rumit bagi orang awam. Dan tidak lupa, ia selalu membawa laptop kemana-mana. Ya, Sissy memang sedang mengerjakan sebuah “proyek” besar miliknya. Ia sedang mengikuti ajang lomba tingkat nasional bersama teman-temannya. Dalam lomba tersebut, ia bersama dua temannya harus dapat menciptakan dan merakit alat yang sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh panitia lomba. Selain itu

Upload: dwini-normayulisa-putri

Post on 01-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Cerpen Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

TRANSCRIPT

Page 1: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Senyuman dan Tangisan untuk Sissy

Oleh: Dwini Normayulisa Putri

Layar laptop di meja belajar itu menunjukkan tanda-tanda tidak adanya aktivitas si

pemakai. Layarnya berwarna hitam. Bukan karena telah dinonaktifkan, melainkan karena si

pemakai tidak lagi mengoperasikan laptop tersebut namun tidak pula menonaktifkannya.

Alhasil laptop dalam keadaan standby.

Ternyata dugaan itu benar. Si pemakai telah tertidur pulas di samping meja belajar

tersebut. Sepertinya, si pemakai tidak sengaja tertidur. Hal ini terlihat dari keadaan kamar

yang sedikit berantakan. Laptop yang masih dalam keadaan standby, buku-buku yang

berserakan, dan rancangan alat yang belum rampung. Mungkin ia terlalu lelah, mungkin ia

butuh istirahat, atau mungkin ia tak sanggup lagi melanjutkan pekerjaannya. Ketiga alasan itu

sepertinya memang terjadi pada diri Sissy.

Dalam waktu sebulan terakhir, Sissy memang sedang disibukkan oleh kegiatan

ekstrakurikulernya. Setiap hari berkutat dengan buku-buku yang tidak biasa dibawa oleh

pelajar SMA, terlihat tebal dan berat, baik dalam arti sebenarnya maupun tidak. Ia juga

berkutat dengan alat-alat yang terlihat rumit bagi orang awam. Dan tidak lupa, ia selalu

membawa laptop kemana-mana.

Ya, Sissy memang sedang mengerjakan sebuah “proyek” besar miliknya. Ia sedang

mengikuti ajang lomba tingkat nasional bersama teman-temannya. Dalam lomba tersebut, ia

bersama dua temannya harus dapat menciptakan dan merakit alat yang sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh panitia lomba. Selain itu merekapun harus membuat essai atau

penjelasan mengenai alat tersebut. Mulai dari bahan-bahan yang diperlukan, cara merakit,

cara kerja, dan yang terpenting yaitu penjelasan mengenai manfaat dan efektivitas dari alat

tersebut.

Maka tak heran, jika Sissy akhir-akhir ini “lembur”, karena deadline pengumpulan

karya tersebut tak lebih dari satu minggu lagi. Sedangkan masih banyak hal yang harus

diselesaikan. Mulai dari menguji kelayakan dan efektivitas alat tersebut, sampai membuat

kesimpulan dari karyanya itu.

Page 2: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Malam itu, Mama yang terjaga dari tidurnya, menyempatkan diri untuk melihat gadis

sulungnya di kamarnya. Ia merasa tidak tega, saat mendapati anaknya dengan raut muka lelah

yang tak bisa disembunyikan. Tidur dengan sangat pulas dan terlihat sangat menikmati

tidurnya yang tidak disengaja itu. Mama tidak tega membangunkan putrinya yang terlihat

sangat pulas itu. Mungkin Sissy belum lama tertidur, pikir Mama. Tapi, Mama lebih tidak

tega melihat anaknya tidur di tempat yang tidak semestinya. Mamapun memutuskan untuk

membangunkan sulungnya untuk tidur di tempat tidurnya.

Usapan lembut itu membangunkan Sissy yang tertidur pulas. Tubuhnya menggeliat

seperti ulat.

“ Sayang, bangun Sayang. Ayo, pindah tidurnya.”

” Emmh, iya Ma.” Jawab Sissy singkat tanpa merubah posisi tidurnya.

“ Ayo pindah, Sayang. Lebih enak tidur di tempat tidur. Biar besok kamu fresh lagi,

Sayang.” Rayu Mama.

“ Eeeh, nggak apa-apa Ma di sini, aku ngantuk banget.” Jawab Sissy dengan malas dan

melanjutkan tidurnya dengan posisi yang berbeda.

Akhirnya, Mamapun terpaksa meraih badan Sissy, kemudian menuntunnya menuju

tempat tidur yang tak jauh dari meja belajar. Sissypun tak menolaknya. Dan seketika ia

menjatuhkan diri, saat tau tempat tidur telah berada di hadapannya.

“ Makasih Ma.” Ucap si sulung sebelum melanjutkan tidurnya yang singkat.

***

Ruang itu memang tidak terlalu besar. Hanya berukuran lima kali enam meter. Namun

cukup untuk Sissy bersama dua temannya, ditambah dengan piranti yang mereka butuhkan

untuk merakit alat yang justru cukup banyak mengambil tempat di sekitar ruang tersebut.

Ruang yang terletak tak jauh dari ujung koridor sekolah itu menjadi saksi bisu atas kegigihan

dan kesungguhan Sissy dan teman-temannya dalam mengikuti lomba ini. Mereka sering

menghabiskan waktu pulang sekolah mereka di ruang itu. Merakit alat, mengetesnya. Jika

tidak sesuai dengan yang diharapkan, dibongkarnya kembali rakitan itu, mengganti dengan

piranti yang baru, mengetesnya kembali. Dan seterusnya sampai mendapatkan formula yang

cocok.

Page 3: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Tak hanya itu, mereka juga menghabiskan waktu di ruang tersebut untuk menganalisa

bagaimana kerja alat itu, bagaimana alat itu memberikan manfaat, dan bagaimana efektivitas

alat tersebut. Analisa yang tidak bisa mereka pikirkan dengan main-main. Dan akhirnya, hasil

analisa tersebut harus mereka tuangkan dalam bentuk kata-kata dan tulisan berupa essai.

Hari itu tepat H -4 sebelum deadline pengumpulan karya. Progress yang

menggembirakan. Alat yang telah berkali-kali dirakit dan dibongkar telah sesuai dengan yang

diinginkan. Alat itu dapat mendeteksi kualitas logam, berupa kadar dan kandungan yang

terdapat pada logam tersebut hanya dengan memasukkan logam ke bagian yang telah

diberikan sensor.

“ Runi, desain alat yang kamu buat ternyata benar! Tepat seperti apa yang kita

inginkan.” Tukas Sissy.

“ Benarkah?” Runi yang sedang sibuk mencari referensi di internet tak percaya.

Sissy mengangguk mantap disertai senyuman yang tak terkira. “ Ya, dengan mengganti

sensor yang sebelumnya dengan sensor yang baru, pendeteksian semakin jelas dan akurat.”

“ Itu artinya, alat yang kita buat telah sempurna! Iya kan Sy? Iya kan Runi?” Tegas

Salsa.

Mereka bertiga saling berpandangan. Sissy dan Runi sepakat mengangguk dengan

mantap. Merekapun senang bukan kepalang. Karena setelah beberapa minggu menghabiskan

waktu untuk mencari sumber dan mencari alat-alat yang dibutuhkan, akhirnya alat itupun

selesai. Namun, pekerjaan mereka belum selesai sampai disitu. Ya, menyelesaikan essai yang

berisi penjelasan mengenai alat yang mereka buat dalam waktu kurang dari 4 hari.

***

“ Apa yang masih kurang Sy?” Tanya Salsa.

Seperti biasa, sepulang sekolah mereka bertiga sudah mengambil posisi masing-masing

untuk penyelesaian essai yang tinggal tersisa waktu dua hari lagi. Runi berkutat dengan alat.

Ia mencatat dengan seksama apa-apa saja yang dapat dijadikan data sebagai laporan kerja

dari alat tersebut. Salsa berkutat dengan laptop yang tersambung dengan internet. Ia tak

pernah lupa membawa modem. Selalu siap mencari sumber referensi yang dapat dijadikan

literatur dalam pembuatan essai. Sedangkan Sissy sendiri juga tak lepas dari laptopnya. Ia

bertanggung jawab menyatukan data-data literatur dan laporan yang akan menjadi bahan

essai.

Page 4: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

“ Emm, aku butuh data laporan kerja.” Jawab Sissy tanpa mengalihkan pandangan dari

laptopnya.

Runi sepertinya tidak mendengar Sissy. Ia tak merespon. Kelihatannya ia terlalu serius

mencatat.

“ Runi, apa sudah selesai mencatat data-datanya?” Sambung Salsa.

“ Eeh, iya sebentar lagi.” Jawab Runi cepat.

Hari itu juga, ruang kecil itu, ruang yang memantau tiap gerak-gerik mereka, ruang

yang juga tahu betul progress apa saja yang mereka dapatkan tiap harinya, menjadi saksi.

Saksi atas perjuangan ketiga makhluk yang tak kenal lelah, tak kenal menyerah, dan tak kenal

putus asa. Tak pernah ruang itu mendapati pemakainya segigih mereka, yang memikirkan

ide-ide yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh orang-orang sebelum mereka dan

merealisasikan ide itu menjadi kenyataan. Meskipun seringkali mereka gagal menemukan

formula yang tepat untuk alatnya itu, tapi mereka terus mencoba dan mencoba. Sampai

akhirnya, mereka sempurna menyelesaikan rancangan ide yang dahulu mereka buat.

***

Pagi itu, suasana rumah Sissy tak seperti biasanya. Mama sibuk menyiapkan yang harus

disiapkan, mulai dari sarapan, perlengkapan Sissy, perlengkapan Papa, dan perlengkapan

adik-adik Sissy. Sissypun tak kalah sibuknya. Pagi ini ia bangun lebih pagi dari biasanya.

Sejak bangun tidur, ia telah sibuk menyiapkan macam-macam perlengkapan yang

dibutuhkannya nanti. Ia tak mau telat hari ini, karena pukul enam lewat lima belas menit ia

sudah harus sampai di sekolah.

“ Semua barang sudah kamu siapkan Sy?” Tanya Mama.

“ Sudah Ma.” Jawab Sissy cepat sambil mengunyah roti yang ada di mulutnya.

“ Yakin Sy? Laptop, hand phone, id card, bekal …” Sebut Mama dengan cepat.

“ Sudah Mamaku sayaang.” Potong Sissy sambil menatap Mamanya.

“ Oh, oke kalau begitu.” Mama berusaha yakin.

“ Ma, Pa, doakan aku ya, semoga presentasi di hadapan para juri hari ini berjalan

lancar.” Mohon Sissy kepada Mama dan Papanya.

Page 5: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Ya, hari ini Sissy bersama Runi dan Salsa akan mempresentasikan hasil karyanya di

hadapan para juri. Karyanya berhasil lolos ke babak semifinal setelah dilakukan seleksi oleh

panitia.

“ Pasti dong, Sayang.” Jawab Papa tegas.

Mama menatap Sissy yang masih sibuk mengunyah rotinya.

“ Iya Sayaang, kita pasti selalu mendoakan kamu. Mama yakin kamu pasti bisa!” Jawab

Mama dengan semangat.

Sissypun seketika menatap Mama saat mendengar Mama begitu bersemangat. Tatapan

Mama yang lembut dan meyakinkan juga membuat Sissy tambah bersemangat. Sissy tak lagi

memikirkan bagaimana juri akan mengkritik hasil karyanya nanti. Yang Sissy tau, ia harus

bisa memberikan penampilan terbaiknya di hadapan para juri. Ia tak mau mengecewakan

orang tuanya yang sudah begitu bersemangat mendukungnya, terutama Mamanya. Sissy

berjanji akan melakukan yang terbaik yang dapat ia lakukan untuk presentasinya. Ini semua

ia lakukan demi orang-orang yang selalu mendukungnya dan atas perjuangan yang telah ia

lakukan selama ini.

***

Ruangan ini sangat besar. Banyak sekali lampu-lampu yang menjadi penerang ruangan

ini. Kursi-kursi tertata rapi dengan jumlah puluhan hingga ratusan. Banyak sekali orang-

orang yang memenuhi ruangan itu. Mulai dari pejabat-pejabat instansi penyelenggara, para

pembimbing, sampai para peserta sendiri. Di depan ruangan ini telah berdiri sebuah

panggung yang tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek. Di panggung itu tertulis

“MALAM PENGANUGERAHAN” pada backdrop yang dipasang oleh panitia.

Ya, malam ini adalah malam yang ditunggu-tunggu oleh setiap peserta. Karena pada

malam ini akan diumumkan para peraih juara yang terbaik di masing-masing kategori lomba.

Juri harus memilih 3 yang terbaik dari 10 yang juga terbaik dari seluruh Indonesia.

Sepertinya pekerjaan yang tidak mudah dilakukan dalam waktu kurang dari satu hari.

Penentuan itu pasti tak main-main. Benar-benar dibutuhkan penilaian yang objektif. Banyak

hal yang dijadikan bahan pertimbangan penentuan sang juara.

Page 6: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Tak lama setelah semua yang yang berkepentingan memasuki ruangan, tepat pukul

19.00 WIB, acara malam itupun dimulai. Diawali dengan pembukaan dan sambutan-

sambutan oleh para pemegang jabatan di instansi yang terkait dengan penyelenggaraan event

nasional ini. Dilanjutkan dengan hiburan singkat oleh para penari.

Malam itu tak hanya Sissy yang berada di ruang maha megah itu. Ia bersama Runi dan

Salsa tentunya. Ditemani pula dengan Guru Pembimbing yang selalu memberikan motivasi

dan semangatnya pada mereka. Tak lupa, Mama dan Papa Sissy ternyata juga berada tak jauh

dari ruangan itu. Mereka menyempatkan diri untuk hadir langsung di tempat

penganugerahan.

Sebelum pintu ruangan ditutup, Sissy rupanya telah melihat Mama dan Papanya yang

sedang berupaya untuk masuk ke dalam ruangan dengan meminta izin pada petugas. Namun

sayang, karena hanya yang berkepentingan yang diizinkan masuk, akhirnya Mama

memutuskan untuk menunggu di luar.

Ma, Pa, aku tak akan mengecewakanmu malam ini, ucap Sissy dalam hati saat ia tau

Mama dan Papanya hadir langsung untuk mendukung Sissy.

Akhirnya, setelah mengikuti rangkaian acara yang cukup membosankan di awal, tibalah

saatnya pengumuman pemenang.

“ Sissy, Salsa, aku deg-degan.” Keluh Runi.

“ Tenang Runi, perjuangan kita ngga akan sia-sia.” Balas Sissy dengan tenang.

“ Ibu yakin Nak, kalian pasti mendapatkan hasil yang terbaik. Perjuangan kalian bukan

main.” Tukas Ibu Guru menenangkan.

Setelah saling menguatkan, merekapun kembali memperhatikan sang pembawa acara.

“ Langsung saja, juara ketiga…” Terdengar suara pembawa acara yang siap

menyebutkan siapa peringkat terbaik ketiga.

“ Dimenangkan oleh, Sarsyabila Ayuningtyas bersama teman-temannya dari Jawa

Timur.”

Selesai pembawa acara menyebutkan juara ketiga, penonton seketika riuh memberikan

tepuk tangan. Namun, Sissy tetap mempertahankan ketenangannya.

Page 7: Senyuman Dan Tangisan Untuk Sissy

Mungkin juara kedua, pikir Sissy.

Pembawa acara melanjutkan pembicaraannya.

“Juara kedua, dimenangkan oleh, I Made Agung bersama teman-temannya dari Bali.”

Penonton makin riuh setelah diumumkan sang runner up. Namun tidak dengan Sissy, ia

justru terlihat diam sekali.

Apa mungkin juara pertama? Rasanya tidak mungkin. Banyak yang lebih hebat

dibandingkan kelompokku. Apa aku siap bertemu dengan Mama dan Papa tanpa membawa

satupun tanda sebagai pemenang? Apa aku tega membiarkan Mama dan Papa datang ke

tempat ini dan pulang dengan tangan kosong? Pikiran Sissy melayang sejenak.

Sissy teringat pagi itu. Betapa Mama dan Papa begitu semangat mendukungnya.

Memberikan motivasi yang tak akan pernah Sissy dapatkan selain dari kedua orang tuanya.

Pagi itupun Sissy telah berjanji untuk memberikan yang terbaik untuk orang tuanya. Sissypun

mengaburkan pikirannya yang sebelumnya. Ia optimis kembali akan mendapatkan hasil yang

baik setelah ia dan kedua temannya berjuang tanpa kenal lelah.

“ Dan juara pertama…”

Hati Sissy meletup-letup tak sanggup mendengar pembawa acara membacakan siapa

juara pertamanya.

“ Diraih oleh, Sissy Nafilah dan teman-temannya dari DKI Jakarta.”

Seketika itu Sissy berdiri dan mencari celah diantara deretan kursi untuk bisa

melakukan sujud syukur. Diikuti dengan Salsa dan Runi. Selesai melakukan ritual singkat itu,

merekapun berpelukan. Dan tak terasa, Sissy menitikkan air matanya. Ia sangat bahagia saat

itu. Bukan karena ia akan menjadi terkenal nantinya setelah mendapatkan gelar juara. Bukan

juga karena akan mendapatkan pujian dari guru-guru dan teman-teman di sekolahnya. Tak

hanya sekedar itu. Sissy begitu senang karena ia tak mengecewakan kedua orang tuanya yang

telah mendukungnya setiap saat. Yang telah banyak berkorban untuk dirinya. Yang dengan

apapun itu, tak akan pernah bisa Sissy balas semua pengorbanannya. Sissy hanya ingin Mama

dan Papanya bisa tersenyum dan menangis. Tersenyum karena bahagia dan menangis karena

bahagia. Karena untuk Sissy, melihat orang-orang yang sangat ia cintai bisa tersenyum dan

menangis bahagia karenanya, adalah kebahagiaan yang tak terhingga yang dapat ia rasakan.

***