senin, 4 0ktober 2010 | media indonesia politik & ham ... filesosial dengan terus membiarkan...

1
Politik & HAM | 3 SENIN, 4 0KTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pemerintah seolah memelihara benih konflik sosial dengan terus membiarkan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan. DIALOG PERDAMAIAN: Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menjadi narasumber pada dialog perdamaian di Aula Gereja Katedral, Makassar, kemarin. Jusuf Kalla sebagai pembicara pada seminar bertema Pancasila dan fundamentalisme agama yang diikuti oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI). ANTARA/SAHRUL MANDA TIKUPADANG M ANTAN Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali memperingatkan pemerintah akan pentingnya keadilan dan pemerataan ekonomi. Jika hal itu dilupakan, bukan tak mungkin konflik- konflik sosial akan kembali marak. “Lihat saja konik di Aceh. Konik di sana murni karena persoalan ekonomi, tidak ada keadilan perekonomian di sana. Akibatnya terjadi kekece- waan masyarakat. Demikian pula di Ambon dan Poso, kon- ik di sana bukan juga karena agama, melainkan karena ketidakadilan ekonomi,” tegas Kalla saat memberi materi da- lam seminar Pancasila dan Fundamentalisme Agama di Aula Gereja Katedral Makassar, kemarin. “Jadi jangan salah kaprah, bukan agama yang menjadi pemicu konik,” imbuh Kalla yang kini menjabat Ketua Umum PMI. Ia memaparkan, saat menjadi mediator penyelesaian konik di Ambon dan Poso, ia men- dapati persoalan utama di dua daerah itu adalah adanya ke- timpangan ekonomi yang tajam di masyarakat. Masalah itu pun dimanfaatkan pihak tertentu dan digiring ke persoalan agama dengan alasan solidari- tas. “Karena jika sudah menye- but agama, itu akan lebih gampang untuk menggiring orang lain, apalagi jika pema- haman agama minim,” ujarnya. Terkait dengan maraknya kekerasan yang sering meng- atasnamakan agama akhir- akhir ini, Kalla menganggap itu sebuah kesalahan, apalagi jika menyebut sebagai fanatisme agama. Fanatisme agama menurutnya adalah menjalan- kan agama sendiri sesuai de- ngan syariat yang ada dan tak mengganggu orang lain. Oleh karena itu, sambung- nya, menjadi tugas pemerintah, pimpinan agama, dan masyarakat untuk bertanggung jawab menjaga rambu-rambu kehidupan sosial agar masyarakat tetap bisa hidup berdampingan di tengah ke- ragaman. “Jadi siapa pun yang melakukan kriminalitas ter- hadap ajaran agama mana pun, termasuk melakukan penyerangan terhadap Ah- madiyah, itu harus ditangkap dan diproses secara hukum,” ujarnya. Pancasila memudar Pada kesempatan itu, ia juga mengaku khawatir atas pu- darnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan ber- masyarakat dan bernegara. Pudarnya nilai-nilai Pancasila itu kian terasa setelah bergu- lirnya tuntutan reformasi pada 1998. Jika pada zaman Orde Baru setiap saat masyarakat di- hadapkan pada doktrin penga- malan nilai-nilai Pancasila, se- perti saat pelaksanaan ujian sekolah dan ujian masuk PN, kini banyak anggota masyarakat yang justru mempertanyakan manfaat dari nilai-nilai Pan- casila. “Saat ini keadaan makin parah. Telah terjadi degradasi yang sangat signifikan ter- hadap Pancasila karena masyarakat tidak bisa mene- mukan dan bahkan kembali mempertanyakan manfaat dasar dari nilai tersebut,” tu- turnya. Dulu, sambungnya, pe- nerapan Pancasila hanya seba- tas pada penghafalan kalimat karena tidak disertai dengan penjiwaan nilai-nilai Pancasila. “Hal itu bisa kita lihat dengan maraknya perilaku korupsi oleh para pejabat, mulai dari tingkat pusat hingga ke dae- rah,” ucapnya. Keadaan itu yang membuat masyarakat Indonesia merasa jenuh de- ngan doktrin penerapan Pan- casila sehingga pascarefor- masi, popularitas Pancasila memudar. Pudarnya nilai-nilai pe- mikiran yang dihasilkan Bapak Proklamator Indonesia Soekar- no itu kian nyata saat ini. Kalla mencontohkan para pejabat pemerintah yang sudah tidak lagi memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pi- datonya. Ia menambahkan, meski terdapat perbedaan berkaitan dengan popularitas Pancasila antara era Orde Baru dan refor- masi, pada dasarnya tidak ter- jadi perubahan secara signi- kan terhadap penerapan nilai- nilai Pancasila di masyarakat. (Ant/P-2) [email protected] Lina Herlina Ketidakadilan Ekonomi Jadi Sumber Konik Saat ini keadaan makin parah. Telah terjadi degradasi yang sangat signifikan terhadap Pancasila.” Jusuf Kalla Ketua Umum PMI Evaluasi Kabinet akan Lebih Besar MENTERI Pemuda dan Olahraga Andi A Mallarangeng menya- takan wajar bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meng- evaluasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Tapi untuk satu tahun peringatan KIB II, ia yakin Presiden akan melakukan evaluasi yang lebih besar untuk menilai kinerja para menterinya. “Wajar saja jika Presiden melakukan evaluasi. Pada dasarnya Presiden melakukan evaluasi itu setiap saat. Tapi tentu saja dalam satu tahun ada evaluasi lebih besar yang dilakukan untuk men- gevaluasi kinerja kabinet. Karena itu, setiap menteri harus betul-betul mempersiapkan kinerjanya, biar presiden yang menilai,” ujar Andi di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, kemarin. Dengan evaluasi itu, lanjutnya, Presiden akan memberikan catatan tertulis untuk setiap menteri. Dan hal itu dinilai Andi sebagai hal yang wajar. “Lalu apakah akan terjadi reshufe, itu tergantung presiden,” tandasnya. (Rin/P-2) Inpres Otonomi Khusus Papua belum Dilaksanakan ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Papua, Paskalis Kossay, menyatakan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 yang antara lain mengatur percepatan pelaksanaan otonomi khusus Papua sesungguhnya belum pernah diterapkan.“Kita harus belajar berkata jujur dan sesuai kenyataan bahwa instruksi presiden (inpres) itu belum pernah dilaksanakan,” tegas anggota dari Fraksi Partai Golkar itu, Sabtu (2/10). Karena itu, ia menyesalkan langkah yang telah diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus Papua, utamanya pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tersebut. “Bapak Presiden lagi-lagi diberi masukan keliru. Akibatnya, keluarlah pernyataan (Presiden) untuk melakukan evaluasi pelaksanaan otsus Papua, utamanya menyangkut pelaksanaan inpres tersebut. Apanya yang mau dievaluasi? Soalnya inpres tersebut sampai hari ini belum pernah diterapkan,” ujarnya. (Ant/P-2) DINAMIKA

Upload: hoangcong

Post on 28-Mar-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Politik & HAM | 3SENIN, 4 0KTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Pemerintah seolah memelihara benih konflik sosial dengan terus membiarkan tingginya angka

pengangguran dan kemiskinan.

DIALOG PERDAMAIAN: Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (kanan) menjadi narasumber pada dialog perdamaian di Aula Gereja Katedral, Makassar, kemarin. Jusuf Kalla sebagai pembicara pada seminar bertema Pancasila dan fundamentalisme agama yang diikuti oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI).

ANTARA/SAHRUL MANDA TIKUPADANGMANTAN Wakil Presiden Jusuf Kal la kembali memperingatkan

pemerintah akan pentingnya keadilan dan pemerataan ekonomi. Jika hal itu dilupakan, bukan tak mungkin konflik-konflik sosial akan kembali marak.

“Lihat saja konfl ik di Aceh. Konfl ik di sana murni karena persoalan ekonomi, tidak ada keadilan perekonomian di sana. Akibatnya terjadi kekece-waan masyarakat. Demikian pula di Ambon dan Poso, kon-fl ik di sana bukan juga karena agama, melainkan karena ketidakadilan ekonomi,” tegas Kalla saat memberi materi da-lam seminar Pancasila dan Fundamentalisme Agama di Aula Gereja Katedral Makassar, kemarin.

“Jadi jangan salah kaprah, bukan agama yang menjadi pemicu konfl ik,” imbuh Kalla yang kini menjabat Ketua Umum PMI.

Ia memaparkan, saat menjadi mediator penyelesaian konfl ik di Ambon dan Poso, ia men-dapati persoalan utama di dua daerah itu adalah adanya ke-timpangan ekonomi yang tajam di masyarakat. Masalah itu pun dimanfaatkan pihak tertentu dan digiring ke persoalan agama dengan alasan solidari-tas.

“Karena jika sudah menye-but agama, itu akan lebih gampang untuk menggiring orang lain, apalagi jika pema-h a m a n a g a m a m i n i m , ” ujarnya.

Terkait dengan maraknya kekerasan yang sering meng-atasnamakan agama akhir-

akhir ini, Kalla menganggap itu sebuah kesalahan, apalagi jika menyebut sebagai fanatisme agama. Fanatisme agama menurutnya adalah menjalan-kan agama sendiri sesuai de-ngan syariat yang ada dan tak mengganggu orang lain.

Oleh karena itu, sambung-nya, menjadi tugas pemerintah, p i m p i n a n a g a m a , d a n masyarakat untuk bertanggung jawab menjaga rambu-rambu k e h i d u p a n s o s i a l a g a r masyarakat tetap bisa hidup berdampingan di tengah ke-ragaman.

“ J a d i s i a p a p u n y a n g melakukan kriminalitas ter-hadap ajaran agama mana pun, termasuk melakukan penyerangan terhadap Ah-madiyah, itu harus ditangkap dan diproses secara hukum,” ujarnya.

Pancasila memudarPada kesempatan itu, ia juga

mengaku khawatir atas pu-darnya nilai-nilai Pancasila d a l a m k e h i d u p a n b e r -masyarakat dan bernegara. Pudarnya nilai-nilai Pancasila itu kian terasa setelah bergu-lirnya tuntutan reformasi pada 1998.

Jika pada zaman Orde Baru

setiap saat masyarakat di-hadapkan pada doktrin penga-malan nilai-nilai Pancasila, se-perti saat pelaksanaan ujian sekolah dan ujian masuk PN, kini banyak anggota masyarakat yang justru mempertanyakan manfaat dari nilai-nilai Pan-casila.

“Saat ini keadaan makin parah. Telah terjadi degradasi yang sangat signifikan ter-hadap Pancas i la karena masyarakat tidak bisa mene-mukan dan bahkan kembali mempertanyakan manfaat dasar dari nilai tersebut,” tu-turnya.

Dulu, sambungnya, pe-nerapan Pancasila hanya seba-tas pada penghafalan kalimat karena tidak disertai dengan penjiwaan nilai-nilai Pancasila. “Hal itu bisa kita lihat dengan maraknya perilaku korupsi oleh para pejabat, mulai dari tingkat pusat hingga ke dae-rah,” ucapnya. Keadaan itu yang membuat masyarakat Indonesia merasa jenuh de-ngan doktrin penerapan Pan-casila sehingga pascarefor-masi, popularitas Pancasila memudar.

Pudarnya nilai-nilai pe-mikiran yang dihasilkan Bapak Proklamator Indonesia Soekar-no itu kian nyata saat ini. Kalla mencontohkan para pejabat pemerintah yang sudah tidak lagi memasukkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pi-datonya.

Ia menambahkan, meski terdapat perbedaan berkaitan dengan popularitas Pancasila antara era Orde Baru dan refor-masi, pada dasarnya tidak ter-jadi perubahan secara signifi -kan terhadap penerapan nilai-nilai Pancasila di masyarakat. (Ant/P-2)

[email protected]

Lina Herlina

KetidakadilanEkonomi Jadi

Sumber Konfl ik

Saat ini keadaan makin parah. Telah terjadi degradasi yang sangat signifikan ter hadap Pancasila.”

Jusuf KallaKetua Umum PMI

Evaluasi Kabinet akan Lebih BesarMENTERI Pemuda dan Olahraga Andi A Mallarangeng menya-takan wajar bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meng-evaluasi Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Tapi untuk satu tahun peringatan KIB II, ia yakin Presiden akan melakukan evaluasi yang lebih besar untuk menilai kinerja para menteri nya.

“Wajar saja jika Presiden melakukan evaluasi. Pada dasarnya Presiden melakukan evaluasi itu setiap saat. Tapi tentu saja dalam satu tahun ada evaluasi lebih besar yang dilakukan untuk men-gevaluasi kinerja kabinet.

Karena itu, setiap menteri harus betul-betul mempersiapkan kinerjanya, biar presiden yang menilai,” ujar Andi di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, kemarin.

Dengan evaluasi itu, lanjutnya, Presiden akan memberikan catatan tertulis untuk setiap menteri. Dan hal itu dinilai Andi sebagai hal yang wajar. “Lalu apakah akan terjadi reshuffl e, itu tergantung presiden,” tandasnya. (Rin/P-2)

Inpres Otonomi Khusus Papua belum DilaksanakanANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat dari daerah pemilihan Papua, Paskalis Kossay, menyatakan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2007 yang antara lain mengatur percepatan pelaksanaan otonomi khusus Papua sesungguhnya belum pernah diterapkan.“Kita harus belajar berkata jujur dan sesuai kenyataan bahwa instruksi presiden (inpres) itu belum pernah dilaksanakan,” tegas anggota dari Fraksi Partai Golkar itu, Sabtu (2/10).

Karena itu, ia menyesalkan langkah yang telah diambil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus Papua, utamanya pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2007 tersebut.

“Bapak Presiden lagi-lagi diberi masukan keliru. Akibatnya, keluarlah pernyataan (Presiden) untuk melakukan evaluasi pelaksanaan otsus Papua, utamanya menyangkut pelaksanaan inpres tersebut. Apanya yang mau dievaluasi? Soalnya inpres tersebut sampai hari ini belum pernah diterapkan,” ujarnya. (Ant/P-2)

DINAMIKA