seni tradisional dalam arus globalisasi ekonomi oleh
TRANSCRIPT
Cakrawala Pendldlkan Nomor J, Tahun XIII, November 1994 17
SENI TRADISIONAL DALAM ARUS GLOBALISASI EKONOMI
Oleh
SutiyOllO
Abstrak
Tujuan semula seni tradisional diciptakan adalah untukmenghambakan did pada siklus kehidupan, serta-' memberikandaya keseimbangan kosmos yang spiritualistik. Realitasnya,seni tradisional digunakan untuk upacara ritual, persembahankepada Tuhan, dan keselamatan atau kesejahteraan masyarakat.
Seni yang nonmaterialistik itu harus menghadapigelombang besar pada era sekarang ini, yaitu arus globalisasiekonomi. Akibatnya, seni tradisional dapat menjadi barangekonomis, barang industri, barang konsumsi, atau barangpraktis. Jika seni itu sudah materialistik, tentu intensitasnilai-nilai yang terkandung di dalamnya akan semakin pudar.
Oleh karena itu, pengaruh globalisasi ekonomi yangmencemaskan masa depan prospek kehidupan seni tradisional.perlu diantisipasi secara teguh agar nilai-nilai luhur yangterdapat di dalamnya tidak luntur dimakan arus tersebut.
Pendahuluan
Satu istilah yang menjadi kecenderungan saat 1m
adalah globalisasi. Kata globalisasi sering disebut-sebut orangkarena mencemaskan orang yang memperhatikannya. Paraahli mengartikan kata tersebut sebagai sesuatu arus komunikasi dan informasi yang mengalir begitu derasnya dari satutempat ke tempat yang lain, sehingga dapat dikatakan tidakada batas serta garis pemisah antara suatu tempat dengantempat yang lain.
Arus globalisasi mengalir semakin deras, disebabkankonflik antara Blok Barat dan Blok Timur telah usai yangditandai berakhirnya perang dingin tahun 1989. Dengan tidakadanya Blok-blok, seolah-olah dunia hanya satu. WiratmoSoekito (1992:449) menyebut, dunia meiljadi satu yang bulat,global, yang berarti seantero dunia. Maka hal-hal yangsifatnya informatif sangat mudah kita dapatkan, dan bagi
18 Cakrawala Pendidikan Nomar J, Tahun XI//, November 1994
kita sendiri juga sangat mudah untuk berkomunikasi denganbangsa lain.
Walaupun dunia kita kelihatan menjadi satu; bukan berarti setiap bangsa atau negara bisa saling memberikan ataumenerima inJormasi. Tampaknya, negara maju lebih dominandalam memberikan informasi ke negara berkembang daripadasebaliknya. Hal ini jelas karena negara maju mempunyaiperangkat iptek yang lebih mapan dibanding .dengan negaraberkembang. Sehingga, negara berkembang· yang menurutToffler (1990) hanya merupakan negara dunia .. ketiga yangmiskin terbelakang, sangat memerlukan "i.hformasf dad negaramaju, yang dapat dipergunakan sebagai acuandan masukandalam menentukan strategi pembangunannya. Di samping itu,ada Iliming-imingll dari negara maju ~ya'ng menurut Mursi(1993:38) dengan superioritasnya telah mempromosikan slogan!I1odernisasi (termasuk kebaikan dan· keunggll~ Westernisasi).Slogan ini tampaknya menggugah dan membangkitkan bangsabangsa di negara dunia· ketiga untuk mengejar ketinggalanyang dialaminya.
Globalisasi Ekonomi di Indonesia
Melalui arus globalisasi ini, Indonesia (sebagai salahsatu negara dunia ketiga) juga mengejar ketinggalan dansekarang sedang dalam proses menuju modernisasi. Sebagainegara yang sedang membangun, bidang ekonomi yangkelihatannya menjadi tolok ukur kekayaan/kemampuan/kemandirian suatu negara, digencarkan ,pelaksanaan pembangunannya.
Pembangunan ekonomi Indonesia sekarang 101 merupakan salah satu bidang pembangunan nasional yang memperoleh prioritas utama. Dalam masa pemerintahan sekarang,terkesan adanya gairah yang keras untuk mencapai sukses,yaitu target keberhasilan di bidang peinbangunan ekonomiharus dapat tercapai terlebih dahulu hasilannya tercapaiselaras dengan pembangunan di bidang yang lain. Di sampingitu, bidang ekonomi juga bisa menguasai bidang-bidang pembangunan yang lain karena ada pernyataan jika bidang ekonominya mapan maka untuk pengaturan bi.dang politik, sosial,budaya dan Hankam lebih mudah diarahkan kemapanannya.Kuntowijoyo (1991) menyatakan, pembangunan ekonomi
Seni fradisional dalam Arus Globalisasl Ekonomi 19
sekaeang rneeupakan PangJima. Ini beeaeti bidang ekonornirnendorninasi bidang-bidang pernbangunan yang lain.
Selarna tiga dasawaesa teeakhie. pernbangunan ekonorniIndonesia telah teeasa menyernaeak. Pada saa t ini ki ta dapa tmenyaksikan beedidnya hotel-hotel beebintang, gedung-gedungpencakae langit. pabdk-pabeik industd, pusat-pusat peebelanjaan dan peedagangan, pusat-pusat eeheasi. pusat-pusatangkutan jalan, dan sebagainya. Pendek kata, saeanainfoernasi, kornunikasi, dan teanspoetasi telah didieikan. Taklupa bieo-bim iklan sebagai ternpat pmrnosi juga banyakbeetebaean. Hal ini rnenandai bahwa pengaeuh sis tern ekonomidi negaea maju sudah rnengglobal ke negaea kita.
Di samping itu, sebagai akibat globalisasi ekonorni,banyak oeang Indonesia yang cendeeung peagrna tis, ekonornis,materialistis, komersialitas, bahkan konsumtif, dan menurutKwik Kyan Gie (Kompas, 1990) ditandai pula banyak oeangkeeil 'mimpi menjadi konglomerat I. Keeenderungan orangoeang kita suka beepedlaku sepecti oeang-oeang di negaeamaju ini rneeupakan pengacuh komunikasi daei akibat deeasnyaaeus infoemasi yang kita teeima sebagai dampak eea globali-
. sasi dunia sekarang ini, terutama globalisasi ekonomi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Globalisasi Ekonomi
Sebenamya arus globalisasi ekonomi dipengaruhi olehbeberapa faktor, di antaranya kapitalisme, industrialisme,konsumerisme, dan turisme. Kapitalisme misalnya, merupakanideologi dengan kekuatan raksasa, yang sampai sekarang telahmempengaruhi proses kehidupan ekonorni di seluruh dunia.Dalam paharn ini, seseorang bebas mernperoleh pendapatanllaba sebanyak-banyaknya, tanpa diikat oleh peraturan teetentu. Milton H Spencer (dalam Winardi, 1986:33) menyatakan, kapitalisrne merupakan sistem organisasi ekonomi yangdicirikan oleh hak milik privat atas alat-alat produksi dandistribusi dan pernanfaatannya untuk rnencapai laba, pemilikan modal setumpuk-tumpuknya, dan penanaman sahamsebanyak-banyaknya. Apa yang diungkap oleh Spencer merupakan bagian dari sHat orang-orang kapitalis. Orang yangbermodal atau berduit tentu menguasai segala sesuatunya.Heilbroner (1991:28) menyatakan, kekayaan merupakan haksosial yang tak terpisahkan dad kekuasaan. Dengan demikian,
20 Cakrdwala Pendldlkan Nomor J, fa hun X/U, November 1994
kapitalisme mempunyai tujuan yang salah satunya mendorongsuatu bangsa untuk menumpuk kekayaan.
Di sisi lain industrialisme telah banyak membawaberbagai bangsa untuk mendirikan tempat-tempat industri.
-Hal ini diperlukan karena industrialisasi menyebabkan standarhidup meningkat dan keadaan ekonomi membaik. Dalamindustrialisme, hanya produk-produk industrial yang biasanyaberorientasi profit (Jaku dijuaJ) atau barang yang bisa diukurberdasarkan ka tegori ekonomis. Bentuk barangnya biasanyaberupa packing.
Dari industrialisme ini biasanya timbul konsumerismekarena proses industrialisasi negara-negara berkembangsecara intensif -berinteraksi dengan proses globalisasi yangtampaknya sangat serius dalam perkembangan konsumerisme(Andre Harjana, 1992:251). Konsumerisme ini harus diperhatikan karena ia merupakan paham atau gaya hidup yang menganggap barang-barang sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan yang lain (KBBI, 1988:458), atau perlindungan kepentingan-kepentingan konsumen (Hornby, 1981:183).
Akhir-akhir ini, kegia tan ekonomi seperti tourisme jugamenjadi primadonanya negara berkembang (Sutiyono, 1991:106), karena sektor ini menambah devisa negara, dan hasilnyakadang-kadang tidak kalah dengan sektor migas. Dan, bisnistourisme itu mudah dikelola karena lahannya telah tersedia,yaitu potensi alam dan kekayaan seni budaya.
Inilah yang dialami negara-negara berkembang untukmemajukan gerakan nasionalisme ekonomi sesuai yang dinyatakan Rostow (1960) bahwa negara berkembang mengangkat bidang ekonomi sebagai prioritas pembangunan nasional,dan menempuh proses modernisasi melalui langkah-langkahindustrialisasi dengan dalih menuju pembangunan tinggallandas. Di samping itu, tata ekonomi yang dianut adalahkapitalis yang terintegrasi pada pembangunan .ekonomi duniaglobalisme dan interdependensi, serta terintegrasi padasistem komunikasi dan informasi internasional (AndreHarjana, 1991:410).
Paham-paham di atas telah mempengaruhi dan memberi makna serta harapan bagi negara berkembang di seluruhdunia untuk mengejar ketinggalan ekonomi yangdialaminya.Sehingga tak mustahil, pengaruh globalisasiekonomi ini tetapmerasuk masyarakat di negara-negara berkembang, termasukIndonesia.
Seni [tadisional dalam Arus GlobalIsasi EkonomI 21
Kehidupan Seni Tradisional yang Bersifat Spiritualistik-Simbol
Sejak lahir kesenian tidak menunjukkan sifat materialistis (ekonomis) karena masyarakat pendukungnya menganggapseni digunakan sebagai media renungan yang bersifatspiritualistik, dan di dalamnya sarat dengan arti simbolikyang memancarkan nilai-nilai seperti estetis, etis, romantis,moralitas, dan religius. Dengan perantara seni tersebut seseorang (seniman) bisa bersatu, seraga, b",.dialog denganTuhan/Dewa, dalam suatu upacara ritual. Itulah'suatu keganjilan dalam alam gaib. Di situ telah bersatu seorang manusiadengan Tuhannya, yang digambarkan sebagai bersa tunyamicrokosmos (jagad keci!) dan macrokosmos (jagad, 'besar),atau wis nyawiji antara makhluk dan qaliknya, atai,l, dalamkonsep Jawa dinamakan manunggaling kawuJa Jan Gust!. Inilah bagian dad bentuk upacara ritual yang sampai sekarangmasih banyak kita jumpai di kraton Surakarta, kraton Yogyakarta, serta upacara-upacara budaya di pelosok-pelosokdaerah Jawa, Bali, Toraja, Kalimantan, dan sebagainya.Peristiwanya dapat meliputi had ulang tahun raja, pestapanen, besih desa, upacara magis, upacara kesuburan, upacarakernatian, upacara ru'watan, dan upacara keagamaan..
Di samping itu, seni tradisional sendiri merppunyai nilaisakral (magic). Sebagai contoh dalam seni pertunjukim tradisional kerakyatan yang sederhana, misalnya kUdaJumping, terdapat pemain dalam kondisi in trances (kesurupan/ndadl)', danmakan kaca. Kondisi ini akan kembali bila dibacakan m~ntramantra dad para ahlinya. Masyarakat ini menurut Peursen,(1970:41) merupakan kelompok masyarakat mi~tis. Bent~k"kesenian ini pada jaman dulu merupakan bagian sebuahpenampilan, pertunjukan, dad upacara spiritual masyarakatsehabis panen raya. ' ",
Sampai sekarang, masih banyak seniman; ,yang hidupdalam suasana kehidupan seni yang bersifat 'spiritualistiksimbolik. Mereka masih kelihatan sikapnya yang' konservatif,dan sudah sekian lama mereka terbuai oleh kreativitasnyayang berskala simbol-simbol abstrak. Bentuk kerjanyadilandasi dengan semangat 'idealisme tinggi. Hasil karyanyatanpa rnementingkan nilai material, tetapi mencerminkannilai dengan kadar artistik yang tinggi dan biasanya karyanyaitu hanya khusus untuk persembahan kepada Tuhan atau
22 CakrawaJa Pendidikan Nomor 3, Tahun XUl, November 1994
Dewa. Dan, itu semua me~upakan k~giatan seniman yangmasih terbuai oleh romantisme spiritualistik.
Seni pertunjukan di atas, oleh para ahli etnik dari berbagai .negara maju disebut sebagai seni serius. Karya senitersebut juga merup'lkan implementasi budaya ekspresif yangtelah dikontrol oleh kalangan elit. Di ·Jawa, seni tradisionalklasik dapat dijumpai pada seni-seni yang didukung olehkal'lngan ningrat/istana. Tipe keseniannya mencerminkan sifata.diiuhung, abstrak, yang sulit dinikmati oleh setiap orang,kecuali mereka yang mempunyai apresiasi seni yang terlatih.
Memperhatikan fungsi dan bentuk penyajian senitradisional kita di atas, tampak bahwa seni tradisional tidaktepat bila dikaitkan dengan pengaruh arus ekonomi atau yangberhubungan dengan nilai-nilai ekonomi karena sejakkelahirannya seni tradisional digunakan untuk upacara ritual,persembahan kepada Tuhan, dan keselamatan masyarakat.Namun pada sekarang ini, arus ekonomi global begitu deraspengaruhnya terhadap kehidupan budaya di Indonesia. JohnNaisbitt dan Patricia Aburdene (1989:67) menyatakan,globalisasi ekonomi, politik internasional dan jaringan informasi dunia, akan diikuti pula dengan gelombang globalisasikebudayaan. Hal ini tak bisa dielakkan karena arus globalisasiyang merupakan gelombang transformasi, akselerasinyasangat radikal terhadap semua bidang kehidupan. Oleh karenai tu, arus globalisasi ekonomi menjadi permasalahan bagikehidupan budaya kita, dan hal ini yang akan kita kaji padapembahasan berikutnya.
Pengaruh Globalisasi Ekonomi terhadap Kehidupan SeniTradisional
Dalam pembahasan ini dikemukakan tentang pengaruhpengaruh arus globalisasi terhadap kehidupan seni tradisionalyang ada pada masa sekarang, baik yang menyangkut pergeseran fungsi maupun penibahan konkret dari bentuk seninya.
Konsumerisme
Pergerseran fungsi seni dari beberapa periode semakinrealistis. Artinya seni yang semula untuk kepentingan kegiatan dalam siklus simbolisme budaya,sekarang sudah mulaiber.geser kepada kegiatan yang bersifat pragmatis. Dalam
SenT TradTsTonal dalam Arus Globalisasl £konomT 23
acara tidak resmi misalnya. seni tradisional disajikan untukmemenuhi panggilan orang-orang yang memerlukannya dengandalih hiburan vulgar saja.
Di kota-·kota besar, banyak dijumpai gedung-gedungkesenian yang megah. Namun perlu disayangkan karena dalampengelolaannya berbau komersial. Banyak sekali jeniskesenian yang telah digelarkan, termasuk jenis seni yangsemula hanya untuk upacara sakea!.. Seni tersebut harustunduk menjadi fungsi hiburan karena masuk panggung.Sebagai fungsl hiburan, seolah-olah hanya untuk pelepas lelahorang-orang kota yang sehadan bekerja di sebuah industdatau instansi pemedntah. Karena sifatnya komersial, makapenontcin harlis membeli tiket dengan harga yang telahditetapkan.
Tainpaknya banyak sekali seni serius yang akan dansudah' inengalami vulgarisasi, yang siap disajikan kepadapenonton. Penonton itu adalah kalangan massa yang sangatheterogen, plural, dan kompleks. Tentu seni pertunjukan yangdisajikan ingin semata-mata untuk memenuhi selera penonton.Maka dkiptakanlah bentuk penyajian seni yang vulgar yangbisa cepat laku ke pasaran. Ini menandai budaya korisumedsme telah menusuk dalam tubuh kehidupan seni tradisiona!'
Industrialisme .
Munculnya media elektrolit seperti TV, Video, taperecorder, juga membawa dampak pada bentuk kesenian yangtadinya utuh harus terpaksa dipadatkan atau didngkas bentukpenyajiannya karena masuk industd rekaman. Sebagai contohbila suatu gendhing atau lagu dalam seni kerawitan yangtadinya disajikan selama satu jam, maka setelah masukindlistd rekaman harus disajikan selama lima belas menitsaja. 'Inilah pengaruh industdalisme yang memaksa keseniandijadikan sebagai barang kemasan.
Turisme
Peringkasan bentuk penyajian seni pertunjukan tidakhanya daIam arus industdalisme saja, tetapi dalam arus tudsme' juga terjadi. Banyak kesenian kita yang dimasak kembali,dikemas, dan akhimya menjadi bentuk packing, yang kemudian untilk' disiapkan dan dijual kepada para wisatawan. Dihotel, restoran, taman hiburan, dan panggung-panggung
24 CakrawaJa PencUdikan Nomor 3, Tilhun XUl, November 1994
terbuka, dapat dijumpai pementasan sendratari Ramayanaselama satu setengah jam, satu jam, bahkan .setengah jam.
Bentuk packing a tau paket seni pertu'njukan, yang siapdijual itu tentunya sudah merupakan hasil kesepakatan antaraseniman, biro perjalanan, atau juga pemilik modal yangmenyeposori dalam menggarap paket-paket tersebut. Paketpaket seni itu dipromosikan seperti iklan kecik, agar lakuterjua!. Oleh karena itu, ditawarkanlah paket-paket -denganmember! informasi, bagaimana garapannya, bentuk penyajiannya, dan produksi manajemennya. Sebagaimana Myers (1962:229) mengatakan:
"Industrial art now includes: cons'umer good desaign;the shaping of commercial equipment and capitalgoodsneeded in product manufacture; commercial artthat helps sell product-including packaging as well asadvertising; and industrial architecture."
KapitaJisme
Sekarang 1m, tampaknya sudah, ada, kecenderunganuntuk menjual seni tradisional kita kepada'siapa pun. Ada duacendekiawan yang pendapatnya mengarah pada soal jual belikesenian, yaitu Kuntowijoyo dan Christianto Wibisono yangmasing-masing mempunyai latar belakang disiplin ilmu yangberbeda. Kuntowijoyo mengatakan, pada saat ini kita terpengaruh oede entashblisment (orde iklan). Hal"hal apa saja,termasuk kebudayaan menjadi barang komoditi yang setiapsaat diiklankan untuk dijual. Bahkan dalam pendahuluan daritulisan ini, ia mengatakan, pembangunan ekonOIp.i merupakan"panglima" yang berarti apa saja selalu dikaitkan denganmasalah ekonomi termasuk kebudayaan. Walaupun ia belumpernah mengatakan bahwa kebudayaan kita sudah layakdijual, tetapi dari pernyataannya di berbagai media massa iasering mengatakan bahwa masalah ekonomi sangat m-empengaruhi kehidupan kebudayaan.
Christianto Wibisono dalam kesempatan seminar diTaman Budaya Surakarta tahun 1991' mengatakan, seminarharus berani memasang harga karya seninya dalam transaksidengan masyarakat penikmat seni dan 'juga dengan kalanganbisnis. Jadi, ia mengatakan terus terang bahwa seni tradisional ki ta sudah' layak di jua!.
Sen1 Tradlsjonal dalam Arus Globalisas1 Ekonomi 25
Di bagian lain ada pendapat yang kurang realistisdalam mengantisipasi perkembangan kebudayaan. Hal itudilontarkan oleh Basu Swasta dan Irawan (1985:107) yangmengatakan, ada faktor-faktor yang mempengaruhi keputusanuntuk membeli kebudayaan (termasuk di dalamnya karyaseni). Pedomannya adalah setiap orang dapat merasakanlapar, tetapi apa yang harus dimakan dan bagaimana caranyauntuk memuaskan rasa lapar tersebut. Dari beberapa kalimatyang agak menyindir ini dapat diterjemahkan bahwa bagaim'1:na kalau seniman itu lapar; dengan cara komersial yangbagaimana supaya seni itu laku; dan bagaimana supayapembeli puas dengan yang didapatkannya.
Inilah keadaan seni tradisional saat lnl yang terpengaruh arus globalisasi ekonomi. Rupanya orang sudah terseretke dalam sistem keuangan. Nilai komersial menjadi sentraI,pertumbuhan ekonomi _(dinilai menurut ukuran pasar) menjaditujuan pokok setiap pemerintahan, apakah ia kapitalis atausosialis (Toffler, 1990:63).
Akibat Pengaruh Globalisasi Ekonomi, dan KekhawatiranMasa Depan Prospek Kehidupan Seni Tradisional
Arus globalisasi ekonomi yang meIanda proses kehidupan masyarakat Indonesia, menimbuIkan akibat yang sangatmencemaskan terhadap kehidupan seni tradisional di masamendatang. Untuk kepentingan turisme, misalnya, senitradisionaI-kIasik yang memuat nilai faIsafah hidup manusia,sekarang telah menjadi begitu murah dlsajikan kepada wisatawan. Tanpa menyadari akibat yang ditimbulkan sektor pariwisata, menurut Damarjati Supajar (1992) intensitas pemaknaannya semakin berkuning.
Sebagai pengaruh dari industrialisme, seni yang tadinyamerupakan seni serius, sekarang cenderung menjadi seni pop.Perlu diperhatikan bahwa sendi dari kebudayaan pop adalahsHat pembawaan masyarakat yang materialistis karena polakehidupannya telah masuk dalam taraf industrial yang
.modern. Berarti seni tradisional masuk dalam industri seni,termasuk contohnya adalah industri rekaman, gedung pertunjukan yang komersial, pariwisata, dan sebagainya. Hal-' inisangat mencemaskan karena bentuk seni yang disajikan bukanlagi sebagai seni yang di dalamnya menyentuh nilaicnilai
26 C~krawala Pendldl'kan Nomor 3, Tahun XU!, November 1994
manusiawi yang wigati {istilah Humardani dalam Rustopo,19,90),. Hal-hal yang ·sifatnya esensial sudah tidak terlihat.
Beeara. fisik, pembangunan industri juga berpengaruhpada· wilayah-wilayah yang tadinya masih kelihatan pedesaan,sekarang. sudah menampakkan wajah kuta-raja. Kota, biasanyamerupakan pusat ekonomi, di samping sebagai pusat pemerintahan dan pendidikan. Sebagai tempat perdagangan ekonomiyang sibuk, biasanya jalan protokol/besar dan kecil, di kanankirinya telah terpoles bangunan toko, supermarket, gedungpertunjukan yang gebyar, dan pabrik-pabrik industri yang ·berserakan.
Melihat wajah kota yang gemerJapan dan pabrik industrinya . yang menarik serta menyedot banyak tenaga kerja,berbondong-bondonglah kaum urban dari pelosok menuju kekota. Setelah berada di kata, mereka harus adaptasi denganmasyarakat kota yang materialistik, egois, individualistik, dankonsumtif. Maka yang terjadi, nilai~nilai luhur tradisionalyang telah lama tertanam di desa hilang dengan sendirinya,dan perhatiannya terhadap seni tradisional cenderung untukditinggalkan sekalipun dalam batas-batas tertentu.
Selanjutnya .. dalam arus konsumerisme, .para ~eniman
tersentak pada posisinya yang semakin dilematis. Di satu sisiseniman harus idealis dengan kewenangan individual sertakebebasannya dalam menuangkan ide-ide sebagai pangkalkJ;eativitasnya. Sehingga imajinasi menciptakan karya senidari seniman itu merupakan suatu ide yang betul-betul murnidan muncul dari diri seniman. Artinya, ide itu bukan merupakan'titipan sponsor, pesan pembangunan, digurui pihak lain,atau didikte pemerintah, dan sebagainya. Itulah hak otonomiseorang seniman.
Sedangkan di sisi lain kadang-kadang seniman mengakuidirinya sendiri harus realistis. Pada jenjang ini para senimanikut terbawa arus ekonomi global karena mereka sudah punyakecenderungan untuk menjual kesenian .dengan berdasarkannilai-nilai ekonomis. Hasil karya seninya menjadi barang\<omoditi yang mudah ditawar, dipesan, sekaligus dapatdibeli
·di tempat seniman rnangkal. Akibatnya, sekarang munculistilah-istilah seperti seni pop, seni hiburan, seni salon, senimurahan, seni polesan, seni -ketawa, seni sentimental, seni
. bisnis (dagangan), seni vulgar, seni menghilangkan stres. (r:efresing), dan sebagainya, yang semuanya ini dinamakandengan bisnis intertainment.
Seni rradisionaJ da/am Arus GJobaJisasi Ekonomi 27
Konsep dagang kesenian ini ternyata menimbulkandampak serius terutama kepada para seniman yang tak loyalterhadap peta kesenian kita. Mereka yang tak memilikikomitmen terhadap keutuhan simbolisme seni itu tentutergerus oleh arus bisnis. Mantan Mendikbud, Fuad Hasanpernah mengatakan, bila seorang penari sudah berang!5i'tdengan konsep dagang, maka penari itu akan menyesal karenaantara harapan dan kenyataan seringkali tidak pernah sarna.Dan lebih berbahaya lagi, kalau kesenian kita akhirnyamenjadi hak milik para pemegang modal, bisa-bisa paraseniman tidak dapat berbuat apa-apa. Lebih mengkhawatirkanlagi bila kreatifitas seni nantinya akan didikte atau ditentukan oleh kaum kapitalis/borjuis itu.
Kemudian tentang pernyataan Christianto Wibisonoyang menyuruh pada seniman untuk memasang tarif kepadakonsumennya, juga mencemaskan kehidupan kesenian kita,.terutama seni-seni yang digunakan untuk media persembahanatau seni seremonial. Kesenian ini bukan untuk dijual, tetapimerupakan kesenian 'khusuk' yang fungsinya untuk upacarakeagamaan.
Arus globalisasi ekonomi memang mempunyai pengaruhyang besar dalam berkompetisi merebut materi. FrancisAbraham (1991 :21) mengatakan, modernisasi di negara duniaketiga, terutama pembangunan ekonomi mengakibatkanperubahan sikap di antaranya penekanan pada nilai-nilairnaterial dan dorongan untuk maksimasi keuntungan. Perubahan sikap ini pernah dikhawa tirkan oleh Gendhon Humardani(dalam Rustopo, 1990:354), kemungkinan besar ada perubahansikap dari para seniman tradisi, yaitu yang semula mengutamakan ,mutu kekaryaan berubah menjadi mengutamakan'upah '. ·Atau seniman itu telah mengalihkan perhatiannya darinilai sakral menjadi nilai dolar.
lnilah akibat dari arus globalisasi ekonomi, yang secaralangsung maupun tidak langsung telah memporakporandakankehidupan seni tradisional. Kita semakin cemas, bila seandainya nanti seni budaya tertentu dapat survive dan eksis, hanyakaren laku di pasaran. Sedangkan seni budaya yang justrumempunY,ai nilai esensiaJ tinggi, punah dengan sendirinya.Runtuhnya suatu kebudayaan menurut Abraham (1991) merupakan' suatu' kerugian yang mengakibatkan negara-negaraberkembang ,tidak bisa sejajar dengan negara maju. Hal ini
28 Cakrdwa/a Pendidikan Nomo( 3, Tahun XlfI, November 1994
merupakan salah satu indikasi keprihatinan kita yang hidupdalam negara berkembang. Oleh karena itu, dalammenghadapi arus globalisasi ekonomi, kita perlu mengantisipasinya secara serius. Kita harus mengetahui bahwa senibudaya yang di jadikan sebagai barang komoditi, hanya akanmemperkaya nilai-nilai yang bersifat material, sedangkannilai-nilai yang bersifat manusiawi cenderung lembek(Duvignaud, 1972:128-129). Bahkan nilai esensialnya hilang,sebagai akibat pelacuran seni yangsangat materialistis.Nugroho Noto Susanto (1981) menyebutnya dengan istilahUosrootness {hilang akar-akarnya).
Kesimpulan
Dengan dipengaruhi arus globalisasi ekonomi, kesenianyang tadinya sering memberikan daya keseimbangan padasuatu kehidupan masyarakat, sekarang cenderung menjadikesenian yang dilingkupi beban entertainment (yang bersifatmenghibur saja) tanpa mempedulikan sifat dan esensi kesenian.
Yang jelas pada era sekarang, kesenian menghadapisuasana KaJimataya ,(istilah Narto Sabdo), kali artinyaperiode/jaman dan mataya artinya perubahan. Pada masa inikesenian inemerlukan antisipasi teguh untuk meniti kehidupanseni yang servive. Tentu penampilan dari setiap keseniantidak bisa begitu konstan. Tanpa adanya suatu modifikasiyang bersifat membangun, kesenian akan ditinggalkan masyarakat pendukungnya.
Sebagai acuan yang perlu dipegang dalam meniti kehidupan kesenian yang servive adalah prinsip change {perubahan) dan continuity (kesinambungan) (Rustopo, 1990) (Holt,1967). Artinya, seni itu tentu mengalami perubahan agarkesinambungan kehidupannya tetap bertahan.
Saran
Walaupun pengaruh globalisasi ekonomi tampaknya akanmengubah seni serius ke seni pop, yang penting akar kebudayaan Indonesia 'yang merupakan bagian dari kepribadian,bangsa teta.p:.kuat. Dan diharapkan komitmen dari masyarakatbeserta senimannya masih utuh, yaitu masih mau ngeloni (is-
Seni fradislonal dalam A(us GlobalIsasI EkonomI 29
Ketiga:Yogya-
tilah Umar Kayam) kebudayaan kita sendiri. Dengan demikian, seni tradisional ki ta tidak akan mudah dimakan danditindas arus globalisasi ekonomi.
Pada masyarakat sebagai apresiatorperlu ditanamkanminat ap'resiasinya terhadap seni tradisional sejak dini.Dengan cara ini, masyarakat akan terlatih untuk selektifterhadapseni lain yang tiba-tiba datang bersamaan denganarus globalisasi ekonomi.
Para seniman jangan terlalu memburu mated, ataumenurut Mutawalli (1992:55) hanya menghambakan diri padahawa nafsu mengejar mater!. Ingatlah akan tujuan senisemula diciptakan, yaitu seniman menghambakan diri padasiklus kehidupan.
Daftar Pustaka
Abraham, M. Francis. 1991. /VIodernisasi di DuniaSuatu Teeri Umum Pembangunan. terjemahan.karta: PT Tiara Wacana.
Andre Harjana. 1991. "Nasionalisme Ekonomi di Negara Berkembang." Basis. XL, No.l1, November.
Andre Harjana. 1992. "Konsumerisme dalam Era Globalisasi"Basis. XLI, No.7, Juli.
Bayu Swasta dan Irawan. 1985. /VIanajemen Pemasaran /VIodern.Yogyakarta: Liberty.
Dufignaud, Jean. 1972. The Sociology of Art. Translated fromthe French by Timothy Wilson. London: Granada Pu-blishing Ltd. '
Heilbroner, Robert L. 1991. Hakikat dan L ogika KapitaJisme.Terjemahan. Jakarta: : LP3ES.
Holt, Claire. 1967. Art in indonesia: Continuities and Change.New York: Cornell University Press.
Humardani, Sediono. 1972. /VIasalah-masalah Dasar Seni Tradisi. Surakarta: ASKI Surakarta.
Ki Narto Sabdo. 1978. Laire Parikesit. Pita Kaset. Sukakarta:Lokananta.
30 Cakrawala Pendidjkan Nomor J, rahun XIII, November 1994
Myers, Bernard S. 1962. Understanding The Art. New York'Holt, Richart and Winston.
Mursi, Mohammad Abdul Alim. 1992. Westernisasi dalam Pendidikan Islam. Jakarta: Fikahati Aneska.
Naisbitt, John dan Patricia Aburdene. 1990. Megatrends 2000.New York: William Morrow and Co.
Nugroho Notosusanto. 1983. Pidato Pekan Kesenian Bali IV.
Peursen, Van CV. 1988. Strategi Kebudayaan. Terjemahan.Yogyakarta: Kanisius.
Rustopo. 1990. "Gendhon Humardani (1923-1983): Arsitek danPelaksana Pembangunan Kehidupan Seni Tradisi Jawayang Modern Mengindonesia 'Suatu Biografi" Tesis. Fakultas Pasca Sarjana UGM.
Rostow, Walter W. 1960. The Stages of Economic Growth: ANoncommunist Manifesto. Cambridge: Egle CambridgeUniversity Press.
Sya'rawi, Mutawalli. 1992. Islam di an tara Kapitalisme danKomunisme. Terjemahan. Jakarta: Gema Insani Press.
Sutiyono. 1991. IIDampak Pengembangan Kepariwisataan dalamKehidupan Seni Tradisional". CP No.1 Th.X. IKIP Yogyakarta.
Toffler, Alvin. 1990. Ge/ombang Ketiga. terjemahan. Jakarta:PT Pantja Simpati.
Winar<li. 1986. KapitaJisme Versus SosiaJisme Suatu AnalisisEkonomi Teoretis. Bandung: PT Remadja Karja.
Wiratmo Soekito. 1992. "Transformasi Kebudayaan dalam EraGlobalisasi" Basis. XLI, No.12. Desember.