seni arsitektur makam pada masjid-masjid...

15
SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID KUNO JAKARTA: PENDEKATAN ARKEOLOGI Parlindungan Siregar Prodi SKI Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jalan Ir. H. juanda No. 95 Ciputat Timur Tangerang Selatan Telp. (021) 7443329 / HP. 0813 8523 4485 [email protected] ABSTRACT Tomb architecture in ancient mosques in Jakarta is a reflection of the mixture of art architectures from various ethnicities and nations living in Jakarta (Batavia) in that era; local people, Chinese, Arabian, Indian, and European. Acculturation theories state that the process of culture shows transformation and adaptation processes of cultures in certain societies or individuals with other cultures of other societies or individuals. Those processes are called as acculturation which sometimes runs peacefully or by force. In the case of culture acculturation in Jakarta reflected in tomb architectures, the acculturation process is more conciliatory. Research on tombstone, cupola tomb, and sepulchre in partial has been done by scholars from many universities in Indonesia. However, research on ancient tomb architectures in Jakarta has not been done yet by anyone, whereas this type of research is very important to reconstruct past history of Islam in Jakarta. This research employed archaeological approach which followed these steps: data collection, both field data by surveying to some ancient mosques which have ancient tombs; Jakarta and Central Java (as a comparison), and library sources. The data gathered then analysed and described by using morphological analysis, technological analysis, and statistical analysis. In addition, the data then were interpreted and analysed by synthesis method, historical analogy, ethnographic analogy, and experimental analogy which led to reconstruction of cultural history as stated in the first paragraph. Keywords: acculturation, cupola, sepulchre, and tomb ABSTARK Seni arsitektur makam yang terdapat pada masjid-masjid kuno Jakarta merupakan refleksi percampuran seni arsitektur dari berbagai etnis dan bangsa yang menetap di Jakarta (Batavia) saat itu; Penduduk Lokal/Asli Nusantara, Cina, Arab, India, dan Eropa. Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan adanya proses transformasi dan adaptasi suatu kelompok masyarakat atau individu yang memiliki budaya dengan budaya masyarakat atau individu lain yang memiliki budayanya sendiri. Proses-proses ini disebut sebagai akulturasi yang terkadang berjalan dengan damai tapi bisa juga dengan paksaan. Untuk kasus akulturasi budaya masyarakat Jakarta yang tercermin dalam arsitektur makam-makam, proses akultrasinya lebih bersifat jalan damai.

Upload: vuhuong

Post on 31-Jan-2018

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID KUNO

JAKARTA: PENDEKATAN ARKEOLOGI

Parlindungan Siregar

Prodi SKI Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Jalan Ir. H. juanda No. 95 Ciputat Timur Tangerang Selatan

Telp. (021) 7443329 / HP. 0813 8523 4485

[email protected]

ABSTRACT

Tomb architecture in ancient mosques in Jakarta is a reflection of the mixture of art

architectures from various ethnicities and nations living in Jakarta (Batavia) in that

era; local people, Chinese, Arabian, Indian, and European. Acculturation theories

state that the process of culture shows transformation and adaptation processes of

cultures in certain societies or individuals with other cultures of other societies or

individuals. Those processes are called as acculturation which sometimes runs

peacefully or by force. In the case of culture acculturation in Jakarta reflected in

tomb architectures, the acculturation process is more conciliatory.

Research on tombstone, cupola tomb, and sepulchre in partial has been done by

scholars from many universities in Indonesia. However, research on ancient tomb

architectures in Jakarta has not been done yet by anyone, whereas this type of

research is very important to reconstruct past history of Islam in Jakarta.

This research employed archaeological approach which followed these steps: data

collection, both field data by surveying to some ancient mosques which have

ancient tombs; Jakarta and Central Java (as a comparison), and library sources. The

data gathered then analysed and described by using morphological analysis,

technological analysis, and statistical analysis. In addition, the data then were

interpreted and analysed by synthesis method, historical analogy, ethnographic

analogy, and experimental analogy which led to reconstruction of cultural history

as stated in the first paragraph.

Keywords: acculturation, cupola, sepulchre, and tomb

ABSTARK

Seni arsitektur makam yang terdapat pada masjid-masjid kuno Jakarta merupakan

refleksi percampuran seni arsitektur dari berbagai etnis dan bangsa yang menetap

di Jakarta (Batavia) saat itu; Penduduk Lokal/Asli Nusantara, Cina, Arab, India,

dan Eropa. Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

adanya proses transformasi dan adaptasi suatu kelompok masyarakat atau individu

yang memiliki budaya dengan budaya masyarakat atau individu lain yang memiliki

budayanya sendiri. Proses-proses ini disebut sebagai akulturasi yang terkadang

berjalan dengan damai tapi bisa juga dengan paksaan. Untuk kasus akulturasi

budaya masyarakat Jakarta yang tercermin dalam arsitektur makam-makam, proses

akultrasinya lebih bersifat jalan damai.

Page 2: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

2

Penelitian tentang nisan, cungkup makam, dan jirat secara parsial sudah dilakukan

oleh para sarjana dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Akan tetapi

penelitian mengenai seni arsitektur makam-makam kuno di Jakarta belum ada yang

melakukannya padahal penelitian semacam ini sangat penting untuk

merekonstruksi sejarah masa lalu Islam di Jakarta.

Penelitian ini menggunakan pendekatan arkeologi yang langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut; Pengumpulan data, baik data lapangan dengan survei ke berbagai

tempat yang disana terdapat masjid-masjid kuno yang memiliki makam-makam

kuno; Jakarta dan Jawa Tengah (sebagai perbandingan), serta pengumpulan data

perpustakaan. Setelah data-data lapangan terkumpul langkah berikutnya adalah

pengolahan data. Kemudian langkah berikutnya adalah mendeskripsikan data-data

yang kemudian menganalisis data-data dimaksud dengan analisis morpologi,

analisis teknologi, analisis stilistik. Langkah- langkah ini belum memadai

berikutnya adalah menafsirkan dan menganalisis dengan metode sintesis, analogi-

historis, analogi etnografi, analogi eksperimental yang bermuara pada rekonstruksi

sejarah kebudayaan sebagaimana tersimpul pada paragraf pertama.

Kata Kunci: Akulturasi, Cungkup, Jirat/Kijing, dan Nisan

PENDAHULUAN

Sejak kejatuhan Sunda Kelapa ke tangan Falatehan (Fatahillah) yang

kemudian mengganti namanya menjadi Jayakarta pada tahun 1527 (Siregar,

2012:47), muncul pemakaman Islam yang beragam seni arsitekturnya. Keragaman

seni arsitektur makam lebih disebabkan Islam tidak memberikan pedoman

bagaimana seni arsitektur sebuah makam, umat Islam diberi kebebasan

mengekspresikan potensi seninya untuk diaktualisasikan dalam sebuah bangunan

makam. Oleh karenanya, unsur-unsur bangunan makam; liang lahat, nisan dan jirat

atau kijing, cungkup, tembok keliling dan gafura, tulisan dan angka, ragam hias

dan ornamen dengan ragam hias floralisik, anthropomorphique, geometris, dan

sebagainya antara satu makam dengan lainnya berbeda-beda.

Islam hanya mempersyaratkan tata letak hadap sebuah makam, yakni

kepala menghadap ke bagian utara dari sebuah mata angin, sedang kaki di bagian

selatannya. Sementara itu, makam dapat diletakkan di atas sebuah bukit, di lokasi

yang tanahnya datar, di area khusus seperti komplek lingkungan istana dan masjid

(Majelis, 2011:232-234).

Keberadaan makam di dalam lingkungan masjid dijumpai, di antaranya,

pada masjid-masjid kuno di Jakarta: masjid Angke, masjid Tambora, masjid al-

Mansyur, Masjid Luar Batang, dan masjid Jatinegara Kaum. Umumnya tokoh yang

Page 3: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

3

dimakamkan di sekitar area masjid adalah para sultan dan kerabatnya, tokoh

penting dan pejuang atau ulama dan penyebar Islam yang dihormati (Atthiyat,

1995:70).

Penelitian terhadap makam-makam kuno di Jakarta perlu dilakukan baik

pada tingkat dasar maupun tingkat lanjut. Penyelidikan makam di tingkat dasar

lebih kepada mengungkapkan tokoh Islam yang dimakamkan, sejarah dan

berkembannya Islam, teknologi bangunan makam, seni ornament dan kaligrafi,

serta pengaruh budaya yang ada baik dari masa pra Islam/lokal maupun asing.

Sedang pada tingkat lanjut penyelidikan lebih komprehensif dan teoritis,

menggunakan teori-teori sosial seperti konsep gender, kekuasaan, agensi, habitus,

dan sebagainya.

Hingga saat ini studi tentang makam sebagai cultural heritage sudah

dilakukan oleh beberapa arkeolog yang mengkaji makam dari berbagai aspeknya

mereka adalah Hasan Muarif Ambary (1983), Uka Tjandrasasmita (2009), Daniel

Perret dan Kamaruddin Razak (1999), Claude Guillot dan Ludvik Kalus (2007),

Claire Holt (1967), dan Tubagus Najib (2008). Akan tetapi, kajian-kajian mereka

selalu menyinggung makam tua dan penting di luar Jakarta. Sementara studi

tentang makam-makam kuno di Jakarta yang juga memiliki nilai dan arti sejarah

masih kurang, belum dilakukan secara komprehensif. Dengan demikian penelitian

ini sangat penting untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan di bidang

arsitektur makam khususnya di Jakarta.

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Data

Pada dasarnya data-data baik primer maupun sekunder didapatkan melalui

pengumpulan data perpustakaan serta data lapangan. Dalam kaitan teknik

pengumpulan dan pengolahan data harus dilakukan tahapan-tahapan heuristik,

kritik sumber, dan interpretasi (Abdurrahman, 1999:91).

Jika demikian, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

dimulai dari pengumpulan data. Data perpustakaan sangat dibutuhkan dalam

penelitian ini baik yang bersifat primer maupun sekunder. Data primer berupa

tulisan, gambar, foto, peta lokasi, dan manuskrip. Sementara data-data sekunder

Page 4: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

4

adalah tulisan-tulisan berupa buku-buku, majalah, surat kabar-surat kabar yang

terbit masa itu atau saat ini yang mengkaji atau menelaah makam-makam kuno di

Jakarta. Selain itu, data kepustakaan diperlukan untuk mengetahui hal-hal yang

berhubungan dengan latar belakang sejarah perkembangan Islam di Jakarta mulai

dari awal masuk dan berkembangnya hingga akhir abad kesembilan belas.

Setelah mengumpulkan data dari perpustakaan, peneliti mencari data-data

lapangan. Data lapangan diperoleh melalui pengamatan, penjajagan, pencatatan,

pemotretan, penggambaran, pengukuran, dan survei. Data Lapangan berupa

bangunan-bangunan makam yang masih berdiri kokoh. terdiri dari: makam pada

Masjid Jatinegara Kaum; makam pada Masjid Angke, makam pada Masjid

Tambora; dan makam pada Masjid Luar Batang. Tiga komponen masing-masing

makam; cungkup, jirat, dan nisan difoto dengan menggunakan kamera digital

merek Sony dan kamera tablet Samsung. Pengamatan juga ditujukan pada bidang-

bidang muka, bawah, atas sehingga tampak bagian atas, depan, dan samping

makam beserta komponen lainnya Data-data lapangan disamping didapat dengan

observasi langsung didukung juga melalui wawancara dengan pengurus

(Meleong,2006:186).

Analisis Data

Secara umum metode analisis yang digunakan dalam studi makam di dalam

ilmu arkeologi adalah metode analisis arsitektur. Dalam kasus bangunan makam,

teknik analisis yang digunakan terdiri dari empat teknik analisis yaitu analisis

morfologi, analisis teknologi, analisis stilistik, dan analisis kontekstual (Pusat,

2008:97).

PEMBAHASAN DAN HASIL

Kata makam dan kuburan berasal dari kata Arab; maqàm dan qabrun (Wer,

1971:800). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia makam memiliki banyak

pengertian, yaitu kubur, tempat tinggal, kediaman. Sementara kata kuburan berarti

lubang dalam tanah tempat menyimpan mayat, liang lahat, tempat pemakaman

jenazah, makam, tanah tempat menguburkan mayat (Kebudayaan,2002:606 dan

700)).

Page 5: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

5

Arsitektur makam berkaitan dengan konsep masyarakat tentang kematian.

Keindahan seni arsitektur makam dengan demikian bergantung pada bagaimana

konsep mereka tentang kematian. Disamping itu, arsitektur makam juga

merupakan indikator tingkat kemajuan suatu masyarakat dimana makam tersebut

ditemukan. Neo Sei Hwa menyebutkan, “The architecture of Tomb become the

culuture’s visible embracement of life (Hwa,1993:38). Sementara Vefik menyebut

architecture as cultural symbol (Alp,1979:54).

Dengan demikian makam memiliki kedudukan yang tinggi dalam sistem

arsitektur. Pertama, makam dilihat dari aspek pelindung si mayit dari pengaruh

luar. Kedua, seiring dengan kepercayaan masyarakat dan berkembangnya tradisi

atau adat-istiadatnya menjadi suatu keharusan pula bagi arsitektur makam

menyediakan ruang-ruang bagi keperluan penyelenggaraan tradisi-tradisi

dimaksud. Ketiga, sudah menjadi sebuah paradigma masyarakat bahwa makam

melambangkan status. Keempat, pada masyarakat tertentu ada keyakinan bahwa

kehidupan dalam alam akhirat sangat ditentukan oleh apa yang dia bawa ke dalam

makam.

Klasifikasi ruang pada makam-makam keramat atau orang terpandang

terdiri dari: Pertama, cungkup. Makam-makam di masjid-masjid kuno Jakarta

yang memiliki cungkup adalah makam-makam di Masjid Angke, Masjid Tambora,

Masjid Luar Batang, dan Masjid As-Salafiyah Jatinegara Kaum,. Di bagian dalam

cungkup terdapat jirat makam dan batu nisan, terdapat juga ruang untuk peziarah.

Kedua, Sebagian makam-makam di atas juga memiliki fasilitas pendukung primer

berupa sumber air untuk digunakan bersuci saat akan melakukan shalat. Ketiga

fasilitas pendukung sekunder berupa ruang atau tempat peristirahatan penziarah

atau bahkan tempat untuk bermalam.

Berkembangnya seni arsitektur makam sangat terkait dengan peran dan

fungsi makam itu sendiri, yakni pertama sarana dan prasana penghubung antara

orang yang meninggal dan yang masih hidup. Kedua, seorang pemimpin atau

orang terpandang di tengah-tengah masyarakat akan menjadikan makam sebagai

masih besarnya perhatiannya terhadap rakyatnya. Ketiga, makam merupakan ruang

bagi manusia untuk merenung dan berkontemplasi sebelum ia meninggal.

Keempat, fungsi makam adalah untuk menandai dunia yang hidup dan dunia yang

Page 6: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

6

mati. Kelima, makam adalah pembatas yang berbentuk bangunan yang dapat

melindungi jenazah dari pengaruh luar; berupa berbagai gangguan alam, hewan,

bahkan manusia. Keenam, tak dapat disangkal bahwa bagi masyarakat Indonesia

makam dijadikan sebagai simbol- simbol status, budaya, dan keagungan seseorang

yang meninggal maupun keluarganya yang masih hidup. Oleh karenanya makam

yang terdiri dari cungkup, kijing/jirat, dan nisan dibuat sedemikian berkualitas

terbuat dari bahan-bahan marmer, granit, ubin dan sebagainya (Yasmini, 1977:7).

Disamping itu yang paling utama dari pembuatan makam sedemikian tinggi

seni arsitekturnya adalah pemikiran manusia tentang Tuhan dan Alam atau berupa

pandangan kosmologi suatu masyarakat terhadap alam semesta yang pusatnya

adalah Tuhan. “The main purpose and burden of sacred architecture – and all

architecture, temple, tomb or place, was sacred in the early days – is thus

inextricably bound up with people’s thoughts about God and Universe.” Demikian

W.R. Lethaby mengemukakan dalam karyanya Architecture, Mysticism, and Myth

(Yasmini, 1977:8).

Deskripsi Makam

Masjid-masjid kuno Jakarta yang memiliki makam-makam keramat/kuno

dan telah terdaftar sebagai benda cagar budaya (BCB) Berdasar Undang-undang

N0. 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya serta Keputusan Gubernur DKI

Jakarta nomor 475/1993 tanggal 29 Maret 1993 adalah Masjid As-Salafiyah

Jatinegara Kaum, Masjid Angke, Masjid Tambora, dan Masjid Luar Batang

(Heuken,2003).

Pertama, pada Masjid As-Salafiyah Jatinegara Kaum terdapat makam

Pangeran Jayakarta dan keluarganya (Siregar, 2012:108). Bangunan cungkup

berbentuk bujur sangkar di sebelah barat masjid dengan posisi serong di kiri depan

masjid. Jarak cungkup dengan masjid sekitar 10 meter, luas bangunan cungkup

100 m2,

dinding tembok setinggi 50 cm. Atap berbentuk limasan dengan empat

bubungan yang di puncaknya terdapat mustaka, Awalnya atap cungkup

bertumpang dua, tetapi saat ini sudah tidak bertumpang. Bangunan cungkup

ditopang 12 buah tiang bundar berdiameter 30 cm. yang membentuk relung di

atasnya dan di bagian atas dan bawah tiang dihias dengan pelipit miring. Pada

Page 7: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

7

semua badan tiang terdapat galur-galur masing-masing berjumlah 20 buah yang

menjulur dari pelipit di bagian atas dan dasar tiang (Direktorat, 1999:146). Tiang

berada di sudut-sudut dalam tembok bukan menempel pada tembok. Di bagian

timur bangunan cungkup terdapat pintu masuk tanpa daun pintu menghadap ke

timur. Bangunan cungkup; tinggi 10 m lebar 10 m. dan panjang 10 m. Langit-

langit cungkup berwarna coklat terbuat dari kaso disusun secara merata menutupi

atap yang terbuat dari genting.

Masing-masing makam di dalam cungkup berbentuk empat persegi panjang

berukuran panjang 2 m. x 1 m. lebar. Tinggi jirat makam Pangeran Ahmad Jacetra

60 cm. sedang jirat makam-makam lainnya masing-masing 50 cm. Bahan jirat

berasal dari batu bata yang dilapisi marmer berwarna putih polos tanpa hiasan. Jirat

dibuat dari batu bata yang disusun dengan spesi menggunakan semen dan pasir,

kemudian dilapisi dengan marmer dengan spesi. Jirat terdiri dari dua tingkatan atas

dan bawah. Bagian atas menggunakan marmer 40 x 40 cm., sedang bagian bawah

menggunakan marmer yang dipotong menjadi ukuran 40 x 20 cm. untuk makam

Ahmad Jacetra dan 40 x 10 cm. untuk jirat-jirat yang lain. Letak jirat makam

Ahmad Jacetra di bagian paling barat, sedang makam-makam lainnya berada di sisi

utara.

Nisan berbentuk pipih berukir dengan hiasan kurawal dan berupa lekukan

dengan hiasan sulur bunga dan daun. Lima makam dalam cungkup hanya Pangeran

Ahmad Jacetra yang memiliki nisan di bagian kepala dan kaki jirat, sedang empat

makam lainnya nisan hanya terdapat pada bagian kepala jirat makam.

Pada umumnya tiap-tiap nisan dapat dibagi menjadi beberapa bagian;

dasar, badan bagian bawah, badan bagian atas, bahu, kepala, dan puncak (Perret,

1999:88). Nisan Ahmad Jacetra yang terdapat di bagian kepala jirat terdiri dari;

kaki nisan di bagian dasar berbentuk persegi panjang (19 cm x 15 cm) ketinggian 8

cm. depan badan bagian bawah dan bagian atas terdapat ukiran pahat (panjang 6

cm.).

Kedua, makam keramat Al-Habib Pangeran Syarif Hamid bin Sultan Syarif

Abd Rahman Al-Kadrie berada di Masjid Angke. Bangunan cungkup berada di

depan Masjid Angke berjarak sekitar 25 meter yang dipisahkan oleh sebuah jalan

kecil yang disebut Gang Masjid. Cungkup berbentuk bujur sangkar, terbuka dan

Page 8: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

8

berteras memiliki panjang dan lebar yang sama yaitu masing-masing 467 cm.,

tinggi 420 cm. Lebar teras sisi selatan 60 cm. panjang 727 cm. lebar teras sisi barat

cungkup 120 cm dan panjang 520 cm. Cungkup tidak dilengkapi jendela, tidak

dilengkapi ventilasi, atap benbentuk kampong, serta berlantai. Dinding terbuat dari

teralis besi setinggi 100 cm. Bahan cungkup terbuat dari kayu dan atap genting.

Balok-balok kayu penopang atap bersambung dengan spesi. Tidak terdapat ragam

hias maupun ragam hias pola pada cungkup. Cungkup ditopang 4 buah tiang

dengan ketinggian 300 cm. yang menahan kaso-kaso tanpa menggunakan paku.

Komponen utama konstruksi atap yang menopang atap di atasnya, yaitu

balok jurai limasan, bantalan/balok pangkal kasau, bantalan ujung kasau, bantalan

tengah kasau yang dilengkapi dengan tiang penopang gantung yaitu tiang

penopang yang tidak langsung meneruskan berat beban yang diperolehnya ke

tanah/bumi, tetapi beban tersebut diteruskan ke tanah/bumi melalui bidang atau

titik penopangnya dalam hal ini tiang utama cungkup, balok loteng dan bangsal

yang berfungsi melekatkan langit-langit atap agar dapat menutupi bagian dalam

sistem konstruksi yang kurang bagus dilihat.

Jirat makam berbentuk empat persegi panjang. Tinggi jirat 80 cm. yang

konstruksinya terbagi dua; bagian atas dan bawah. Bagian bawah 25 cm. sedang

bagian atas 55 cm. lebar bagian bawah 133 cm. bagian atas 76,5 cm. panjang

bagian bawah 240 cm. bagian atas 207 cm. Bahan jirat berasal dari batu marmer

berwarna putih dihias dengan flora berupa 2 pucuk daun kelapa dan kaligrafi

berbahasa Arab. Badan bagian bawah jirat dilapisi marmer putih ditumpuk dengan

spesi, sedang badan bagian atas ditumpuk tanpa spesi.

Kaki nisan makam bertbentuk empat persegi panjang, sedang badan nisan

bulat lonjong. Bahu berbentuk lingkaran, puncak berbentuk bawang. Batu nisan

tidak memiliki ragam hias dan dipotong pemotongan searah. Tinggi nisan 65 cm.

bagian dasar 5 cm

Ketiga, Cungkup makam Masjid Tambora berada di tanah datar di sebelah

Timur masjid dengan jarak 6 m. dari dinding Masjid Tambora saat ini dan 14,10 m.

dari dinding asli masjid. Cungkup berbentuk empat persegi panjang. Panjang 310

cm., lebar 180 cm., dan tinggi 307 cm. denah cungkup berbentuk trapezium dengan

ukuran 192 cm. x 535 cm. x 820 cm. x 600 cm. Cungkup tertutup yang dinding

Page 9: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

9

dasar setinggi 40 cm. di atasnya besi teralis berfungsi sebagai dinding. Pintu

cungkup untuk masuk ke dalam terbuat dari besi terali menghadap kearah utara

(persisi dibagian kepala makam). Atap kampung terbuat dari genting ditopang

kayu kaso yang langsung bertumpu pada dinding bagian atas.

Cungkup ditopang 5 buah tiang, 2 disisi timur dan 3 disisi barat. Masing-

masing tiang tinggi 227 cm. serta memiliki ragam hias berupa keramik bermotif

warna biru. Disamping itu tiang berdiri di atas pelipit miring. Di masing-masing

tiang terdapat kaso penopang ujung genting yang berukuran 65, 5 cm. dan 68,5 cm.

Di lingkungan Masjid Tambora dan di dalam cungkup hanya terdapat dua

buah makam, yakni Kyai Haji Moestodjib di seleh Barat dan makam Ki Daeng

disisi Timurnya. Sisi Timur cungkup berbatasan langsung dengan Jalan Tambora

Masjid yang berjarak 400 cm. Disisi selatan terdapat tempat berwudhu dan

langsung berbatasan dengan tembok rumah warga. Disisi utara cungkup (sisi timur

masjid) terdapat teras masjid.

Jirat berbentuk empat persegi panjang, tidak memiliki ragam hias, panjang

masing-masing 206 cm, lebar 45 cm, dan tinggi 22 cm. Jirat terbuat dari keramik

berwarna biru ukuran 20 cm. Jirat dibuat dengan spesi.

Nisan berada di bagian kepala dan kaki. Nisan bagian kepala terbagi

menjadi 4 bagian; bagian dasar (kaki), bagian badan bagian bawah dan badan

bagian atas , bahu, puncak. Bagian dasar berbentuk empat persegi panjang, badan

bagian bawah berbentuk empat persegi panjang, mengikuti pola bagian dasar,

badan bagian atas berbentuk selinder, bahu berbentuk selinder, dan puncak

berbentuk runcing bawang. Nisan bagian kaki makam Kyai Haji Moestodjib

berbentuk bunga nanas.

Tinggi atau panjang nisan 43 cm. garis tengah 21 cm. terbuat dari batu serta

dipotong searah. Nisan bagian atas tidak memiliki ragam hias sedang di bagian

kaki ragam hias nisan adalah flora.

Keempat, Makam Habib Husein bin Abu Bakar Alaydrus merupakan salah

satu makam keramat tertua yang berada di Jakarta. Kini makam terdapat di dalam

masjid di sebelah kiri pintu masuk masjid. Cungkup (masyarakat menyebutnya

tabut) ditutup dengan alasan tertentu, sehingga pada makam tersebut tidak terlihat

batu nisan dan kijing. Bentuk dari tabut menyerupai bangunan rumah, yang

Page 10: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

10

dimaksudkan sebagai tempat peristirahatan terakhir Habib Husein. Pada tabut

terlihat ukiran dan hiasan yang identik dengan Islam. Pada tabut tersebut terdapat 6

buah jendela dan 2 pintu yang berukuran kecil. Cungkup pada makam lebih

dikenal dengan istilah Tabut, terbuat dari kayu jati yang berasal dari Jepara. Di

dalam makam yang tertutup tersebut, ada 3 buah kelambu untuk menjaga makam

tersebut agar tetap terjaga utuh. Dibagian penutup makam ada kain yang berwarna

hijau dimana digunakan untuk menutup semua bagian makam serta tabutnya, kain

tersebut bertulisakan Arab yang tetap sama menggunakan Khot Tsulus. Di ruang

makam tersebut juga terdapat 4 tiang sebagai penyangga atap dimana tiang tersebut

terbuat dari kayu jati yang kokoh.

Analisis Arsitektur Makam

Peletakan makam pada masjid-masjid kuno di Jakarta tidak berdasar

pedoman atau ketentuan yang permanen yang ada pada tradisi masyarakat Jakarta

atau berdasar ajaran Islam. Sebagian makam berada disisi barat masjid sejajar

dengan mihrab dan sebagian tidak sejajar dengan mihrab sedang makam lainnya

berada disisi timur masjid.

Beberapa kasus makam di Jawa Timur dan Jawa Tengah makam persis di

depan mihrab yang mengesankan ketika seseorang sujud seolah sujud juga kepada

orang dalam makam. Bagi Islam Jawa peghormatan terhadap makam memiliki arti

yang lebih jauh, yakni termasuk di dalamnya mencari barkah (ngalap berkah).

Muslim Jakarta sangat mungkin menghindari hal-hal yang berbau syirik itu,

sehingga mereka tidak menempatkan persis di depan mihrab tetapi pada posisi

serong di kiri atau di kanan mihrab.

Makam-makam di masjid-masjid kuno Jakarta hanya makam Masjid

Tambora dan makam masjid Luar Batang yang bersifat tertutup oleh karena bagian

dalam keduanya tertutup oleh dinding sehingga hanya bagian luar saja yang dapat

difungsikan untuk berziarah, sedang makam-makam yang lain sifatnya terbuka

yang bagian dalam dan bagian luarnya diganakan untuk berziarah dan ritual-ritual

yang lain.

Bentuk cungkup makam yang memiliki komponen-komponen utama; atap,

tiang, pintu, dinding, teras, ragam hias, fondasi, ventilasi, dan jendela merupakan

penyerapan unsur-unsur seni arsitektur budaya asli nusantara, Arab, Cina, India,

Page 11: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

11

Eropa. Ia sangat kentara melekat pada bentuk komponen-komponen bangunan dan

ragam hias cungkup.

Bentuk jirat makam pada masjid-masjid kuno di Jakarta, umumnya, persegi

panjang dengan ukuran lebar, tinggi dan panjang yang berbeda-beda. Jirat

bertingkat dua; tingkat dasar dan tingkat bagian atas yang menjorok sedikit ke

dalam. Bentuk jirat antara makam tokoh ulama dan penyebar Islam dengan

masyarakat biasa tidak terdapat perbedaan, dengan demikian dari sudut strata

sosial mereka tidak dibedakan dalam bentuk makam. Berbeda dari makam-makam

para wali dan penyebar Islam di kawasan pantai utara pulau Jawa (Johan,

2007:242) yang makamnya berada pada posisi tertinggi pada sebuah komplek

pemakaman dan memiliki bentuk kijing yang bertingkat-tingkat.

Batu nisan di atas setiap kuburan pada umumnya dua buah, satu di bagian

kepala dan satu lagi di bagian kaki. Sebagian nisan itu memiliki bentuk dan ukuran

yang berbeda-beda. Daniel Perret dan Kamarudin Ab. Razak membagi setiap batu

nisan menjadi enam bahagian, yaitu bahagian dasar (BD); badan bahagian bawah

(BBB); badan bahagia atas (BAB); bahu-bahu (BAH); kepala (KP); dan puncak

(PC). Bagian dasar batu nisan bagian yang tertanam sulit untuk diteliti, sedang

bagian-bagian lainnya yang berada di permukaan jirat/kijing kuburan tampak ke

permukaan dan dapat diteliti dari berbagai aspeknya. Bagian-bagian yang tampak

ini berbeda-beda bentuk, ukuran dan ragam hiasnya antara satu nisan dengan nisan

lainnya, namun tak jarang memiliki persamaan (Perret, 1999:26).

Makam-Makam pada masjid-masjid kuno Jakarta hanya makam pada

cungkup Masjid Jatinegara Kaum yang memiliki bentuk nisan tipe Aceh ini. Ini

artinya bahwa hubungan Aceh dengan Batavia sudah terjalin pada masa ini.

Sedang nisan pada makam Masjid Tubagus Angke memiliki tipe Banten. Nisan

pada makam masjid Tambora, makam masjid al-Mansur, dan makam masjid Luar

Batang memiliki tipe Jawa.

Tampaknya, kecuali nisan makam Masjid Tubagus Angke yang terbuat dari

kayu, nisan-nisan pada makam lain terbuat dari batu andesit yang dipahat.

Tekonologi pembuatan batu nisan Pangeran Ahmad Jacetra dan keluarganya

berasal dari Aceh, sedang batu nisan lainnya lebih bercorak batu nisan Banten dan

berasal dari teknologi Banten. Batu nisan berteknologi Banten ini sangat mungkin

Page 12: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

12

diambil dari batu-batu yang bagus dari Kali Maja sebuah sungai yang sangat

terkenal di Provinsi Banten saat ini. Batu-batu dali Kali Maja ini dipahat dan

memiliki tingkat kekerasan yang sangat tinggi. Oleh karena itu makam-makam di

sepanjang Kali maja juga menggunakan batu dari kali ini.

Berbagai ragam hias dapat kita amati melekat pada bangunan sebuah

makam, namun ia bukan merupakan sebuah simbol seperti simbolisasi yang

dilakukan pada makam-makam para wali dan pembesar kerajaan di Jawa. Hiasan

nisan mencakup beberapa gaya di antaranya motif sulur-suluran, motif segitiga

berjajar, motif inskripsi, motif pahatan berpola garis tegak lurus, motif sulur

gulung dan pahatan tegak lurus. Ragam hias pada nisan yang paling lengkap adalah

nisan makam Masjid Jatinegara Kaum dan makam Masjid Angke. Ragam hias

pada nisan Pangeran Ahmad Jacetra berada pada semua bagian-bagian tubuh nisan

yang puncaknya berbentuk trapezium, demikian juga nisan Alhabib Pangeran

Syarif Hamid yang puncaknya berbentuk bawang dan bagian tubuh lainnya berupa

ukiran-ukiran pahatan. Nisan-nisan pada makam Tambora, al-Mansur, dan masjid

Luar Batang hanya terdapat pada puncaknya berupa bentuk setengah oval puncak

nisan K.H. Moestodjib, dan bentuk trapezium puncak nisan KH. Mansur, demikian

juga nisan Habib Husen yang menurut pengurus sama persis dengan nisan KH.

Mansur.

Berdasar penelaahan peneliti, masyarakat Jakarta pada waktu itu tidak

terlalu mempersoalkan batu nisan sebagai lambang kebesaran atau ketinggian

martabat seseorang, mereka meletakkan batu nisan itu hanyalah sekedar pertanda

yang sama dengan masyarakat biasa yang nisannya juga hampir sama.

Ragam hias pada bangunan cungkup meliputi mustaka di puncak atap

terdapat pada cungkup makam Jatinnegara Kaum juga pada puncak cungkup

Makam Masjid Luar Batang. Tiang pada makam Jatinegara Kaum dan cungkup

pada Makam Masjid Tambaora dihiasi dengan pelipit miring di bagian tengah tiang

dan di atasnya dibentuk relung bergaya Eropa. Tampaknya bangunan cungkup ini

sudah mendapat pengaruh gaya bngunan dan ragam hias yang berasal dari Eropa.

Ini berarti bahwa betapa msyarakat Islam Jakarta pada waktu itu tidak

mempersoalkan asal-usul produk benda-benda yang merreka pakai yang terpenting

adalah adanya keindahan dan tidak menyalahi aturan-aturan agama dalam

Page 13: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

13

perspektif mereka. Dengan kata lain proses akulturasi budaya antara berabagai

bangsa di Jakarta (Batavia) di bawah penjajahan kaum kolonial berjalan dengan

baik. Bahkan menurut Hasan Muuarif Ambary istilah Betawi sendiri muncul

sekitar abad ketujuh belas setelah berjalannya proses akulturasi dalam berbagai

aspek kehidupan masyarakat Jakarta (Ambary, 2005:79).

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab kajian teori bahwa budaya

merupakan sebuah proses percampuran antara satu hasil cipta, karya, dan rasa

sekelompok orang atau seseorang yang berinterakasi dengan sekelompok orang

atau seseorang lainnya baik dengan jalan damai atau intervensi (pemaksaan). Hasil

dari interaksi ini melahirkan budaya baru dan proses ini sering disebut sebagai

akulturasi budaya. Kaitannya dengan arsitektur makam-makam pada masjid-masjid

kuno di Jakarta, manakah di antaranya yang paling besar proses akulturasinya jika

dilihat dari aspek seni arsitektur di dalamnya? Makam yang memiliki tingkat

akulturasi lebih kompleks adalah makam massjid Tambora. Dalam lampiran

makalah ini dibuatkan tabel perbandingannya.

KESIMPULAN

Sejak penguasaan Sunda Kelapa yang kemudian diganti namanya menjadi

Jayakarta oleh Falatehan (Fadlilah Khan) pada tahun 1527, Jayakarta telah menjadi

wilayah kekuatan Islam di belahan barat pulau Jawa bersamaan dengan Banten.

Selama kurun waktu antara tahun 1527 sampai tahun 1619 Jayakarta di bawah

panji-panji Islam mencapai berbagai kemajuan khususnya di bidang agama dan

perdagangan sehingga menjadikan pelabuhan Sunda Kelapa sebagai pelabuhan

terbuka dan pelabuhan internasional. Berbagai suku bangsa dan budayanya masuk

ke Jayakarta yang menjadikannya sebagai wilayah multi-kultur. Dalam proses

budaya ini terjadi akulturasi budaya, yakni percampuran dan pengadopsian

berbagai budaya oleh budaya lainnya.

Terjadinya proses akulturasi budaya berjalan hingga datangnya bangsa-bangsa

Eropa, India, Arab, Cina. dan lain-lain. Pada zaman VOC proses akuturasi budaya

bertambah kompleks dan ditandai oleh peninggalan-peninggalan material dari

masa ini di antaranya bangunan-bangunan masjid (sekarang disebut masjid-masjid

kuno). Di sekitar masjid-masjid kuno dimakamkan para penyebar Islam dan ulama

serta tokoh-tokoh terkemuka lainnya. Pembangunan makam mereka melibatkan

Page 14: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

14

banyak orang dan budaya, sehingga kita dapat melihat sebuah gaya arsitektur

makam yang berasal dari sebuah akulturasi budaya. Seperti masjid Tambora yang

unsur-unsur seni arsitekturnya berasal dari Eropa, Cina, dan Timur Tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Alp, Ahmet Vefik. 1979. “Aesthetic Response To Geometry in Architecture”.

Thesis Doctor of Architecture, Rice University, Houston,

Ambary, Hasan Muarif. 2003 “Makam-makam Kesultanan dan Para Wali

Penyebar Islam di Pulau Jawa.” Dalam Aspek-aspek Arkeologi. Nomor 12.

Jakarta:Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Ambary, Hasan Muarif dan Parlindungan Siregar. 2005. “Sejarah Perkembangan

Kota Jakarta Sejak Awal Berdirinya Hingga Abad XIX Masehi”. Laporan

Penelitian Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta

Atthiyat, Gandrian (Ed.). 1995. Bangunan Cagar Budaya di Wilayah DKI Jakarta.

Jakarta:Dinas Museum DKI Jakarta

DIREKTORAT PERLINDUNGAN DAN PEMBINAAN PENINGGALAN

SEJARAH DAN PURBAKALA. 1999. Masjid Kuno Indonesia.

Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Guillot, Claude dan Ludvik Kalus. 2007. Batu Nisan Hamzah Fansuri.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Heuken SJ, A.. 2003. Mesjid-mesjid Tua di Jakarta. Jakarta:Yayasan Cipta Loka

Caraka.

Hwa, Neo Sei. 1993. “Death Structures” Raw. Singapore Publication of The

Architecture Society National University of Singapore.

Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Pustaka

Majelis Tarjih PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH. 2011. Himpunan

Putusan Tarjih. Yogyakarta:Suara Muhammadiyah

Najib, Tubagus. 2008. “Unsur-unsur Religi Pada Kubur-Kubur Islam Di Tuban.”

Amerta. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Arkeologi Nasional. Vol. 26, Nomor 1.

Nasution, Isman Pratama. 2009. “Studi Arkeologi tentang Makam.” Makalah

disampaikan pada Diklat Arkeologi Keagamaan PUSDIKLAT TENAGA

TEKNIS KEAGAMAAN BADAN LITABANG DAN DIKLAT

KEMENAG RI. Ciputat.

Perret, Daniel dan Kamaruddin AB Razak. 1999. Batu Aceh Warisan Sejarah

Johor. Johor Baru dan Ecole francaise d”Extreme-Orient.

Page 15: SENI ARSITEKTUR MAKAM PADA MASJID-MASJID …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34828/2... · Teori-teori akulturasi menyebutkan bahwa proses budaya menunjukkan

15

Siregar, Pralindungan dan Saidun Derani. 2012. Kesultanan Jayakarta:Islam di

Bandar Sunda Kelapa. Jakarta:Adabiya Press. ISBN:978-602-19751-1-4

Tjandrasasmita, Uka.2009.Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:Gramedia

Wer, Hans. 1971. A Dictionary Of Modern Written Arabic. Cet. III.

London:Wiesbaden: Otto Harrassowitz.

Yasmini, Santi. 1997. “Arsitektur Makam:Keserupaan Tata Ruang Antara

Kompleks Makam Kesultan Agungan Di Imogiri dan Kraton Yogyakarta.

Skripsi. Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.