sengketa tanah
TRANSCRIPT
MAKALAH: ANALISIS KASUS SENGKETA LAHAN PTUN TOLAK GUGATAN TERHADAP BUANA ESTATE
BAB I PENDAHULUAN
Pengertian
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha
Negara. TUN sendiri, menurut ketentuan pasal 1 ayat 7 UU No 51 Tahun 2009, Tata Usaha
Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menye-lenggarakan urusan
pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Adapun Sengketa TUN, menurut ketentuan pasal
1 ayat 10 UU No 51 Tahun 2009, Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul
dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hu-kum perdata dengan badan atau
pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepega-waian berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Objek sengketa dalam TUN yaitu Keputusan TUN atau Beschikking.
Keputusan TUN sendiri, menurut ketentuan pa-sal 1 ayat 9 UU No 51 Tahun 2009 yaitu suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh ba-dan atau pejabat tata usaha negara yang berisi
tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang bersifat konkret, indi-vidual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi
seseorang atau badan hukum per-data.
Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Adapun Hukum Acara sendiri, menurut Kansil (1986:329) yaitu, rangkaian peraturan hukum
yang menentukan bagaimana cara mengajukan ke depan pengadilan perkara dalam arti luas
berdasarkan peraturan yang berlaku. Jadi Hukum Acara TUN adalah bagaimana ca-ra penggugat
mengajukan sengketa TUN terhadap tergugat di Pengadilan TUN.
Namun dalam kenyataannya, banyak yang belum memahami dengan jelas bahwa PTUN yang
merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman ini adalah salah satu Pub-lic Service
masyarakat terhadap pemerintah. Oleh karena itu, perlu suatu contoh analisa ka-sus agar mampu
memberi sedikit pemahaman dalam memahami penyelesaian sengketa TUN ini.
BAB II PEMBAHASAN
Contoh Kasus
SENGKETA LAHAN
PTUN Tolak Gugatan terhadap Buana Estate
Senin, 30 April 2007
JAKARTA (Suara Karya): Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak guga-tan
Direktur PT Genta Pranata yang diwakili direkturnya Drs Dolok F Sirait terhadap Kepala BPN
(tergugat I), Kepala Kantor Pertanahan Bogor (tergugat II) dan PT Buana Estate selaku tergugat
II intervensi.
Dolok Sirait selaku penggugat I dan HM Sukandi penggugat II yang diwakili kuasa hukum-nya
Denny Kailimang menggugat Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006 tentang
Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang, Keca-matan
Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Dalam penjelasannya kepada wartawan, kemarin, kuasa tergugat II intervensi Drs Anim San-
joyo Romansyah mengatakan, sejak awal pihaknya yakin akan dimenangkan PTUN dalam
gugatan tersebut karena berada dalam posisi yang benar. Terbukti, PTUN menolak gugatan pihak
penggugat," katanya menanggapi putusan PTUN Jakarta, Kamis lalu.
Adapun obyek gugatan dalam perkara tersebut adalah SK Kepala BPN No 9/HGU/BPN/2006
tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di Kabu-paten Bogor atas na-ma
PT Buana Estate yang diterbitkan tergugat 1 Juni 2006. Sertifikat HGU No 149/Ham-balang atas
nama PT Buana Estate yang diterbitkan oleh tergugat II pada 15 Juni 2006 atas tanah seluas
4.486.975 M2.
Dalam gugatannya, penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah seluas
2.117.500 meter persegi yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam bagian tanah ob-yek
Surat keputusan N0 9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu HGU atas tanah yang ter-letak di
Kabupaten Bogor atas nama PT Buana Estate.
Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah seluas 211,75 Ha karena te-lah
memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap yang telah menguasai dan
menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960.
Namun majelis hakim yang diketuai oleh Kadar Slamet menyatakan penerbitan HGU PT Bu-ana
Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat tidak cacat hu-kum.
Majelis hakim juga tidak menemukan fakta-fakta penelantaran lahan oleh PT Buana Estate. Atas
dasar tersebut majelis hakim menolak gugatan penggugat.
Majelis hakim juga menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi waktu 14
hari untuk menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Analisa kasus
Para pihak dalam kasus ini yaitu:
1. Direktur PT Genta Pranata sebagai penggugat I yang diwakili direkturnya Drs Dolok F
Sirait
2. HM Sukandi sebagai penggugat II yang diwakili kuasa hukumnya Denny Kailimang
MELAWAN
1. Kepala BPN sebagai tergugat I
2. Kepala Kantor Pertanahan Bogor sebagai tergugat II
3. PT Buana Estate sebagai tergugat II intervensi.
Menurut S. Prajudi Atmosudidjo, birokrasi (bureavcracy) atau Administrasi Negara atau tata
Usaha Negara (TUN) meliputi tiga hal, yaitu:
1. aparatur negara, aparatur pemerintah, atau institusi politik (kenegaraan)
2. fungsi atau aktivitas melayani atau sebagai kegiatan pemerintah operasional
3. proses teknis peyelenggaraan undang-undang.
Ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam kenyataan melalui aktivitas pejabat birokrasi atau
aparatur negara yang menjalankan tugas administrasi melalui pengambilan keputusan-keputusan
administratif yang bersifat individual, kasual, faktual, teknis penyelenggaraan, dan tindakan
administratif, yang bersifat organisasional, manajerial, informasional, atau operasional.
Keputusan maupun tindakan pejabat birokrasi itu dapat dilawan melalui berbagai bentuk
peradilan Administrasi Negara.
Adapun yang dikategorikan pejabat birokrasi atau pejabat Tata Usaha Negara (TUN) menurut
ketentuan pasal I angka 8 UU No 51 tahun 2009, adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian yang menjadi patokan bukanlah
kedudukan struktural pejabat atau organ yang bersangkutan dalam jajaran pemerintahan dan
bukan pula nama resminya, melainkan fungsi urusan pemerintah, maka oleh Undang-undang
Pengadilan Tata Usaha Negara dianggap sebagai badan atau Pejabat Tata Usaha Negara/ pejabat
birokrasi.
Menurut ketentuan Pasal 53 UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN, menyatakan bahwa Orang
atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata
Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak
sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/atau direhabilitasi.
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana dimaksud diatas adalah:
1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan peraturan per-
undang-undangan yang berlaku;
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
Maka dengan hal itu, Penggugat mengajukan sengketa ini ke PTUN Jakarta.
Kompetensi Pengadilan TUN terdapat dua macam kompetensi, yaitu:
1) Kompetensi Absolut, yaitu menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan,
dilihat dari macam-macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili;
Agar suatu perkara dapat dikatakan sebagai perkara yang masuk dalam lingkup kewenangan
Peradilan Tata Usaha Negara, maka objek dari perkara tersebut berdasarkan pasal 1 angka 9 UU
No. 51 tahun 2009 haruslah berupa Putusan Tata Usaha Negara yang memenuhi unsur-unsur
sebagai berikut:
a) Penetapan Tertulis
Berdasarkan penjelasan pasal ini, penetapan tertulis yang dimaksud terutama me-nunjuk kepada
isi dan bukan kepada bentuk keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN.
Keputusan itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukan bentuk
formalnya seperti surat pengangkatan dan sebagainya. Persyaratan tertulis itu diharuskan untuk
kemudahan segi pembuktian. Dalam kasusu ini, penetapannya yaitu Surat Keputusan Kepala
BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006 tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak
di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
b) dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ini berdasarkan penjelasan pasal tersebut adalah Badan
atau Pejabat di pusat dan daerah yang melakukan kegiatan yang bersifat ekse-kutif. Dalam Kasus
pihak yang mengeluarkan keputusan adalah Kepala BPN tentang Pembe-rian Jangka Waktu
HGU atas tanah. Sehingga dalam Kasus unsur ini terpenuhi.
c) Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah perbuatan hukum Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang bersumber pada suatu ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat
menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain. Dalam Kasus isi dari keputusan yang
dikeluarkan Kepala Surat Keputusan Kepala BPN tergugat I yang mengeluarkan kepu-tusan
tentang Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang, Kecamatan
Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga dalam Kasus unsur ini telah terpenuhi.
d) Bersifat Konkrit
Artinya objek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi
berwujud, tertentu atau dapat ditentukan kepada siapa keputusan TUN tersebut ditu-jukan.
Dalam Kasus Keputusan Tata Usaha Negara yang dilahirkan oleh Tergugat I bersifat konkrit
karena berwujud yaitu Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 9/HGU/ BPN/2006 ten-tang
Pemberian Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di desa Hambalang, Kecamatan
Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga unsur ini terpenuhi.
e) Bersifat individual
Artinya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut tidak ditujukan untuk umum tetapi tertentu baik
alamat maupun hal yang dituju. Dalam Kasus keputusan yang dilahirkan oleh Tergugat I bersifat
individual karena tidak ditujukan kepada umum melainkan hanya kepada objek tanah yang
terletak di desa Hambalang, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sehingga
unsur ini terpenuhi.
f) Bersifat Final
Artinya sudah defenitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum. Dalam Ka-sus,
keputusan yang dikeluarkan oleh Tergugat I bersifat final karena tidak memerlukan per-setujuan
dari instansi atasan maupun instansi lain mengingat kapasitas Tergugat I selaku Kepala BPN.
Dengan terpenuhinya unsur-unsur tersebut, maka jelas dan tepat apabila atas kepu-tusan yang
dilahirkan Tergugat I. Penggugat mengajukan gugatan ke PTUN.
2) Kompetensi Relatif, yaitu mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang
serupa tergantung dari tempat tinggalnya tergugat;
Setelah merasa terpenuhi kewenangan untuk mengajukan perkara ini ke PTUN, ma-ka Drs
Dolok F Sirait mengajukan gugatan terhadap Kepala BPN. Pasalnya, Kepala BPN ter-sebut telah
melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan secara sepihak SK, karena
penggugat menyatakan selaku pemilik/pemegang hak atas tanah seluas 2.117.500 meter persegi
yang terletak di desa Hambalang, termasuk dalam bagian tanah obyek Surat keputusan N0
9/HGU/BPN 2006 tentang Jangka Waktu HGU atas tanah yang terletak di Ka-bupaten Bogor
atas nama PT Buana Estate. Penggugat juga menyatakan pihak paling yang berhak atas tanah
seluas 211,75 Ha karena telah memiliki/menguasai tanah tersebut dari penguasaan penggarap
yang telah menguasai dan menggarap lokasi tanah tersebut sejak sekitar tahun 1960.
Pada sidang ini dihadiri oleh penggugat dan tergugat.
Berdasarkan pasal 109 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1986 maka Putusan Pengadilan harus me-muat:
1. Kepala putusan yang berbunyi: "Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa"
2. nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para pi-hak
yang bersengketa;
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas.
Dalam putusan kasus ini, terhadap ketiga hal diatas telah terpenuhi .
Majelis hakim memutuskan dalam perkara ini sebagai berikut:
1. Majelis hakim menolak gugatan penggugat.
Hal ini karena penerbitan HGU PT Buana Estate telah sesuai dengan prosedur, demi-kian juga
penerbitan sertifikat tidak cacat hukum. Majelis hakim juga tidak menemukan fak-ta-fakta
penelantaran lahan oleh PT Buana Estate.
1. Menghukum penggugat untuk membayar biaya perkara dan diberi waktu 14 hari untuk
menentukan apakah banding atau menerima putusan tersebut.
Hal ini dikarenakan pihak penggugat dalam perkara ini merupakan pihak yang kalah, maka
sesuai dengan Pasal 110 UU No. 9 Tahun 2004, yaitu Pihak yang dikalahkan untuk se-luruhnya
atau sebagian dihukum membayar biaya perkara.
Yang termasuk dalam biaya perkara ialah :
1. Biaya kepaniteraan dan biaya meterai;
2. Biaya saksi, ahli, dan alih bahasa dengan catatan bahwa pihak yang meminta pemerik-
saan lebih dari lima orang saksi harus membayar biaya untuk saksi yang lebih itu meski-
pun pihak tersebut dimenangkan;
3. Biaya pemeriksaan di tempat lain dari ruangan sidang dan biaya lain yang diperlukan ba-
gi pemutusan sengketa atas perintah Hakim Ketua Sidang.
BAB III KESIMPULANBerdasarkan hal diatas dan setelah mempelajari kasus tersebut, maka saya sepen-dapat dengan
putusan Majelis Hakim PTUN Bandung tersebut, karena jika dilihat alasan Ter-gugat bahwa
HGU PT Buana Estate telah sesuai dengan prosedur, demikian juga penerbitan sertifikat tidak
cacat hukum. Majelis hakim juga tidak menemukan fakta-fakta penelantaran lahan oleh PT
Buana Estate.