sekolah pascasarjana institut pertanian bogor 2010 · ketua program studi pengelolaan dekan sekolah...

162
ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG DEDI A. BARNADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: lycong

Post on 03-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

DI KOTA BANDUNG

DEDI A. BARNADI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

i

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa disertasi yangberjudul Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai UpayaMeningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung adalah karya sayasendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalambentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasiyang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftarpustaka di bagian akhir disertasi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Bogor, Maret 2010

Dedi A. BarnadiP.062050494

Page 3: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

1

RINGKASAN

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAHSEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volumetimbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandungperiode Tahun 2001-2008, setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar1.369.659 m3, dengan rata-rata pertambahannya sebesar 17,29%/tahun atausebesar 81.394 m3/tahun, dan ironisnya volume sampah yang diolah baru sekitar10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap pendudukberpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari. Tak heran, dengan jumlahpenduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapaisekitar 7.500 m3/hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah inimemiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66%atau 4.952 m3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yangmemiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50m3/hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektorkomersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang PengelolaanSampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampahperkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampahperkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peranmasyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukumbahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab dibidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapatbermitra dengan badan usaha.

Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasanbahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatanmembuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Pengelolaansampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi volume sampah yangdibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya pengembanganmemperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-kembali danmendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga menegaskanbahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang bertujuan untukmengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui pemberdayaanmasyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan,seperti yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya,disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi.

Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memilikinilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan bakuindustri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukandengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse

Page 4: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

2

dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaanmasyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan(reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkanpemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan,pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokokpikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakanpengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuanuntuk:1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung.

Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produk-produk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku diKota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungandengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnyadibutuhkan berkaitan dengan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakanpengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan,lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat parapakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporanyang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan,BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah KotaBandung.

Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakattentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan olehpemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan parapakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalampelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakarpengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademikdilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasilanalisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dankuesioner.

Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaianpersepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima)pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5.

Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompok-kelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperolehkebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukandalam penelitian.

Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process(AHP) dan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOTmenjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam

Page 5: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

3

kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis inidapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsunganpembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung denganmenggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaranyang diinginkan (Moughtin,1990).

Pengelolaan sampah oleh masyarakat baik melalui komunitas dapatmenjadi pemasukan bagi wilayahnya apabila dikelola dengan baik dan menambahlapangan pekerjaan. Sampah yang dihasilkan masyarakat jika sudah dapatdipisahkan berdasarkan jenisnya mulai dari awal, dapat dimanfaatkan kembaliatau dijual untuk membiayai usaha pengelolaan sampah secara swadaya.

Peranan swasta dalam upaya pengelolaan sampah adalah sebagaipendukung sistem (support system), seperti: 1) mempercepat proses transformasi/peralihan dari dominasi pemerintah ke masyarakat; 2) sebagai Pengumpulmaterial/barang yang masih dapat di daur ulang atau masih berguna.

Peran pemerintah, apabila sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakatini berjalan, hanya memikirkan masalah pengelolaan TPA. Beban berat daribesarnya anggaran yang diharus ditanggung dapat dikurangi secara efisien. Bebanmengelola sampah juga akan berkurang dengan drastis dengan hanya mengelolasampah. Sampah yang diangkut oleh pemerintah dari TPS ke TPA tentunya harusditarik pungutan/retribusi yang akan digunakan untuk operasional. Sedangkanbiaya rutin sampah per bulan akan menjadi hak dari pengelola masyarakat karenaperan aktifnya mengatasi masalah pengelolaan sampah.

Pelaksanaan kebijakan pengelolaan samapah dikota Bandung perluditingkatkan agar lebih baik sesuai dengan paradigma baru sebagaimana tertuangdalam UU No.18 Tahun 2008, serta memperhatikan faktor-faktor dominan apa(Disposisi,Sumberdaya,Komunikasi,Birokrasi) yang harus mendapat perhatian,serta prioritas kebijakan dalam hal mengurangi (reduce) sampah dari sumbernya.

Langkah selanjutnya adalah merevisi dan atau menambah pasal dariperaturan daerah No.2 Tahun 1985 tentang PD kebersihan, peraturan daerahNo.27 Tahun 2001 tentang pengelolaan kebersihan dan peraturan daerah No.11Tahun 2005 tentang K.3.

Operasionalisasi kebijakan perlu dilakukan pemberdayaan denganmelibatkan masyarakat dan dunia usaha, serta harus dilakukan langkah penegakanhukum (Law Enforcement) terhadap siapapun yang melanggar peraturan daerah.

Page 6: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

ii

ABSTRACT

Dedi A. Barnadi, 2010. Analysis of Waste Management Policy Implementation Efforts to Improve the Environmental Quality in Bandung, under a team of supervisors with Supiandi Sabiham as chairman, Syaiful Anwar and Wonny A. Ridwan as members. Waste policies governing waste management intended to improve public health and environmental quality and make waste as a resource. Implementation of waste management policies, including the excellent category based on employee perceptions of PD Kebersihan Bandung, but less well on the public perception of Bandung. Factors that influence the implementation of waste management policy in the city of Bandung which is the dominant factor, especially in terms of disposition implementing cleaner understanding of waste management policy. Operation of waste management is derived from the household waste reduction and handling. Waste management was improved by applying the 3R concept of community empowerment as a new paradigm. Efforts made in improving waste management in Bandung in the form of strategies and implementation models of waste management policy with a new paradigm. Keywords: Model Policy Implementation, Waste Management, Urban

Environment, 3R Concept and Community Empowerment

Page 7: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

i

ABSTRAK

Dedi A. Barnadi, 2010. Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung, di bawah bimbingan Supiandi Sabiham sebagai ketua, Syaiful Anwar dan Wonny A. Ridwan sebagai anggota. Kebijakan persampahan mengatur tentang pengelolaan sampah yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah termasuk pada kategori yang cukup baik berdasarkan persepsi pegawai PD. Kebersihan Bandung, namun kurang baik berdasarkan persepsi masyarakat Kota Bandung. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung yang dominan yaitu pada faktor disposisi terutama dalam hal pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan pengelolaan sampah. Penyelenggaraan pengelolaan sampah yang bersumber dari rumah tangga yaitu pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru menerapkan konsep 3R dan pemberdayaan masyarakat. Upaya yang dilakukan dalam meningkatkan pengelolaan sampah di Kota Bandung berupa strategi dan model pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dengan paradigma baru. Kata Kunci: Model Pelaksanaan Kebijakan, Pengelolaan Sampah, Lingkungan

Hidup Perkotaan, Konsep 3R dan Pemberdayaan Masyarakat

Page 8: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

vi

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2010Hak cipta dilindungi

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan dan menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan bagi IPB2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian dan seluruhnya

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 9: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

viii

Judul Disertasi: Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah SebagaiUpaya Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di KotaBandung

Nama: Dedi A. Barnadi.

NIM.: P.062050494

Program Studi: Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.

MenyetujuiKomisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.AgrKetua

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., Dr. Wonny A. Ridwan, SE. M.M.Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS. Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

Page 10: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

vii

ANALISIS PELAKSANAAN KEBIJAKANPENGELOLAAN SAMPAH

SEBAGAI UPAYA MENINGKATKANKUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

DI KOTA BANDUNG

Oleh:Dedi A. Barnadi

P062050494

Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktorpada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 11: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

Penguji Luar Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo. MS

2. Dr. Ir. Widiatmaka. DEA

Penguji Luar Ujian Terbuka : 1. Dr. Ir. H. Kholil M.Com

2. Dr. Ir. Nonon Saribanon. M.Si

Page 12: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

ix

KATA PENGANTAR

Atas rahmat dan ridho Allah SWT penulis dapat menyelesaikan penelitian

Disertasi dengan judul mengenai “Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Di Kota Bandung” Untuk

itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga

kepada ;

1. Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan perhatian, tenaga dan waktu ditengah kesibukan yang

luar biasa padatnya untuk mendiskusikan tahapan penulisan dengan memberi

semangat secara terus menerus.

2. Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan perhatian, nasihat, waktu dan selalu memberi semangat.

3. Dr. Wonny A. Ridwan, M.M., selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan perhatian, nasihat dan waktu untuk berdiskusi dalam

penulisan ini.

4. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS., selaku dekan sekolah pasca sarjana

institut pertanian bogor yang telah memberikan motivasi dan arahan selama

mengikuti perkuliahan.

5. Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc, selaku Sekretaris Program Doktor yang selalu

memberi semangat dan dorongan dalam proses penulisan ini.

6. Prof. Dr. Surjono H. Sutjahjo, MS., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan

SDA dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan

masukan dan saran dari sisi akademik serta mengingatkan akan batas waktu

studi.

7. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA., selaku Sekretaris Eksekutif Program Studi

Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu memperlancar proses penulisan

Penelitian Disertasi ini.

Page 13: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

x

9. Kepada Pemerintah Kota Bandung yang telah memberi kesempatan untuk

penelitian ini dan memberi masukan serta bahan-bahan yang diperlukan

sehingga memperlancar proses penulisan disertasi ini.

Akhirnya penulis mengharapkan mudah-mudahan bantuan dan dorongan

yang telah diberikan oleh Bapak dan ibu tidak terputus hingga penelitian dan

penyelesaian Disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Semoga

Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak dan ibu dengan berlipat ganda.

Amin.

Bogor, Maret 2010

Dedi A. Barnadi

Page 14: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Maret 1955 di Banjar-Jawa Barat, sebagai

anak kelima dari tujuh bersaudara.

Ayah bernama Achmad Barnas Wangsadiredja (Alm) dan ibu Ota Saadah.

Pada tahun 1988 penulis menikah dengan Sri Budihartini, SE dikaruniai empat

orang anak yaitu Achmad Furqon, Achmad Budi, Siti Nadia dan Nabila Siti

Salsabila.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Bandung lulus tahun 1967,

SMP Negeri 2 Cimahi lulus tahun 1970, SMA Negeri 6 Bandung lulus tahun

1973, Fakultas Sospol (Administrasi Negara) Universitas Pajajaran Bandung

lulus tahun 1980, Fakultas Hukum (Pidana) Universitas Islam Nusantara

Bandung lulus tahun 1994, Program S2 (Ilmu Pemerintahan) Universitas

Satyagama Jakarta lulus tahun 2002.

Pada tahun 2005 penulis mengikuti program Doktor (S3) pada Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor

(IPB).

Pada tahun 1982 penulis diangkat sebagai pegawai negeri sipil di Departemen

Penerangan, tahun 1983 sampai dengan 1988 pegawai negeri sipil Departemen

Dalam Negeri dan 1988 sampai dengan sekarang pegawai negeri sipil

Pemerintah Kabupaten Bandung.

Page 15: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. i

ABSTRACT ........................................................................................................ ii

RINGKASAN ................................................................................................... iii

HALAMAN HAK CIPTA ............................................................................... vi

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... vii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ viii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ix

RIWAT HIDUP ............................................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 4

1.3 Perumusan Masalah ............................................................................ 9

1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 10

1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 10

1.6 Kebaruan Penelitian .......................................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 12

2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah ........................................................ 12

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan .............. 17

2.2.1 Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan .............................. 22

2.2.2 Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan .............................. 25

2.2.3 Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan ................................ 28

2.2.4 Struktur Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan ..................... 31

Page 16: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xiii

2.3 Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas

Lingkungan Hidup ............................................................................ 34

III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 40

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 40

3.2 Tahapan Penelitian ........................................................................... 40

3.3 Jenis dan Sumber Data...................................................................... 41

3.4 Jumlah Sampel Penelitian ................................................................. 42

3.5 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 44

3.6 Metode Analisis Data ....................................................................... 47

IV. GAMBARAN UMUM KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP

DI KOTA BANDUNG ............................................................................... 54

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................. 54

4.2 Sampah di Kota Bandung ................................................................. 57

4.3 Tingkat Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung .......................... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 62

5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ............................. 62

5.2 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pelaksanaan

Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ............................. 87

5.3 Strategi dan Model Meningkatkan Pelaksanaan Kebijakan

Pengelolaan Sampah untuk Meningkatkan Pengelolaan Sampah

di Kota Bandung ............................................................................. 100

5.4 Model Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan ........................... 111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 131

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 131

6.2 Saran .............................................................................................. 131

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 134

Page 17: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah di Kota Bandung ................................................................................. 9

2. Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan

dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian

dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984) ......................... 48

3. Model Hirarki AHP dan SWOT ..................................................................... 53

4. Ilustrasi Peta Lokasi Kota Bandung ................................................................ 55

5. Sistem Operasional Pelayanan Kebersihan ..................................................... 59

6. Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ............................................. 67

7. Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung ...................................... 68

8. Sistem Pengelolaan Konvensional yang dilakukan oleh PD

Kebersihan ................................................................................................... 100

9. Struktur Hirarki Analitik Strength Penyusunan Prioritas

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ......................................................... 106

10. Struktur Hirarki Analitik Weakness Penyusunan Prioritas

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ....................................................... 107

11. Struktur Hirarki Analitik Opportunities Penyusunan Prioritas

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ....................................................... 109

12. Struktur Hirarki Analitik Threats Penyusunan Prioritas

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ....................................................... 110

13. Konsep Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung..................................................................................................... 120

14. Sistem Modifikasi Pengelolaan Sampah ..................................................... 128

15. Pola Operasional Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung..................................................................................................... 130

Page 18: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai ......................... 44

2. Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat .................... 44

3. Kerangka Analisis SWOT .............................................................................. 51

4. Timbulan Sampah di Kota Bandung ............................................................... 58

5. Perkiraan Produksi Sampah Domestik Di Kota Bandung

Tahun 2008 dan 2013 ..................................................................................... 60

6. Hasil Pemantauan Kualitas Sungai ................................................................. 61

7. Kejelasan Informasi yang Diterima mengenai Kebijakan

Pengelolaan Sampah ...................................................................................... 68

8. Penguasaan Pegawai dalam Pengetahuan mengenai

Masalah Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ............................................. 69

9. Kecepatan Pesan yang Diterima dalam Menginformasikan

Perkembangan berkaitan dengan Kebijakan Pegelolaan

Sampah yang Ditetapkan oleh Pemerintah ...................................................... 70

10. Frekwensi Penyampaian Informasi Pemerintah Berkaitan

dengan Perkembangan Pengelolaan Sampah ................................................ 71

11. Ketepatan dan Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah yang Diterapkan oleh Pemerintah.................................................... 72

12. Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang Diberikan

Pemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah ..................... 73

13. Perolehan Sumber Daya Informasi yang Dibutuhkan

Pelaksanaan Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah .................... 75

14. Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupa

Peralatan...........................................................................................................76

15. Sumber Daya Manusia atau Tenaga Pelaksana mengenai

Kebijakan Pengelolaan Sampah.......................................................................76

16. Pemahaman Pelaksana Petugas Kebersihan tentang

Kebijakan Pengelolaan Sampah.......................................................................77

Page 19: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xvi

17. Kesesuaian Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan

Kebutuhan Masyarakat Berkaitan dengan Masalah Kebijakan

Pengelolaan Sampah........................................................................................78

18. Penerapan dalam Pelaksanaan tentang Kebijakan

Pengelolaan Sampah .................................................................................... 79

19. Kejujuran Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas

Pengelolaan Sampah pada Umumnya ........................................................... 80

20. Komitmen Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas

Pengelolaan Sampah pada Umumnya ........................................................... 80

21. Sikap Aparat Pemerintah dalam Prioritas Menjalankan Tugas

Pengelolaan Sampah pada Umumnya81

22. Kejelasan Pembagian Tugas Aparat Pemerintah dalam hal

Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah ..................................................... 82

23. Tanggungjawab Aparat Pemerintah dalam Menjalankan Tugas

Pengelolaan Sampah pada Umumnya83

24. Kejelasan Wewenang Aparat Pemerintah dalam Menjalankan

Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya................................................. 83

25. Kejelasan Koordinasi yang Dilakukan Aparat Pemerintah

dalam Menjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya ................. 84

26. Pengujian Kecukupan Data dalam menggunakan Analisis ............................ 88

27. Hasil Perhitungan Total Variance Explained ................................................ 89

28. Hasil Akhir Analisis Faktor Variabel Komunikasi,

Sumberdaya, Disposisi Dan Birokrasi Berdasarkan Penilaian Pegawai

dan Penilaian Masyarakat ............................................................................. 90

29. Susunan Urutan Faktor Dominan.................................................................. 92

30. Hubungan Antara Variabel Laten dengan Variabel

Manifes Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat .............. 95

31. Bobot Faktor terhadap Goal ....................................................................... 102

32. Bobot Kriteria terhadap Faktor ................................................................... 104

33. Bobot Sub-Kriteria terhadap Kriteria .......................................................... 106

Page 20: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xvii

34. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pelaksanaan

Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung ...................................... 113

35. Matriks Strategi Pelaksanaan Kebijakan ..................................................... 114

Page 21: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Analisis Faktor ......................................................................... 142

2. Kuesioner AHP ......................................................................................... 146

3. Pedoman Wawancara ................................................................................ 165

4. Data Hasil Penelitian Responden Pegawai ................................................. 167

5. Data Hasil Penelitian Responden Masyarakat ............................................ 168

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Pegawai ............................ 170

7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Responden Masyarakat ....................... 176

8. Data Tingkat Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah ........................ 180

9 . Hasil Analisis Faktor Responden Pegawai ................................................. 185

10. Hasil Analisis Faktor Responden Masyarakat ............................................ 190

Page 22: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat,

peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di

perkotaan, menimbulkan bertambahnya volume dan jenis sampah, serta

karakteristik sampah yang semakin beragam. Sampah yang ditimbulkan dari

aktivitas dan konsumsi masyarakat perkotaan ini, telah menjadi permasalahan

lingkungan yang harus ditangani oleh setiap pemerintah kota dengan dukungan

partisipasi aktif dari masyarakat perkotaan itu sendiri. Permasalahan sampah

perkotaan ini dialami pula oleh Pemerintah Kota Bandung sebagai Ibu Kota

Provinsi Jawa Barat. Kota Bandung yang dahulunya dikenal dengan ”Parijs van

Java” dengan lingkungannya yang asri sehingga pernah dijuluki sebagai Kota

Kembang, namun karena menghadapi permasalahan sampah perkotaan maka

dikhawatirkan status yang sudah baik ini menjadi hilang karna menumpuknya

sampah diberbagai tempat yang antara lain disebabkan oleh terbatasnya daya

tampung tempat pembuangan akhir(TPA).

Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat di masa lampau,

pengelolaan sampah bertumpu pada pendekatan akhir, dengan membuang sampah

yang dihasilkan proses produksi dan konsumsi secara langsung ke tempat

pembuangan akhir sampah (Djajadiningrat, 2001).

Berdasarkan data dari PD Kebersihan Kota Bandung Tahun 2009, volume

timbulan sampah sebagai indikasi kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung

periode Tahun 2001-2008, setiap tahunnya menghasilkan rata-rata sebesar

1.369.659 m3, dengan rata-rata pertambahan sebesar 17,29%/tahun atau sebesar

81.394 m3

/tahun, namun demikian volume sampah yang bisa diolah baru sekitar

10%. Data dari PD Kebersihan ini memperlihatkan pula bahwa setiap penduduk

berpotensi menghasilkan sampah sekitar 3 liter per hari, sehingga dengan jumlah

penduduk Kota Bandung sekitar 2,5 juta jiwa, beban sampah dapat mencapai

Page 23: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

2

sekitar 7.500 m3/hari. Beban kualitas lingkungan hidup berupa sampah ini

memiliki konstribusi terbesar utama berasal dari rumah tangga yaitu sekitar 66%

atau 4.952 m3. Kemudian sektor industri merupakan penghasil sampah yang

memiliki konstribusi terbesar kedua dengan produksi sampah sekitar 798,50

m3

Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan

Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan

kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Artinya pengelolaan sampah

di Kota Bandung lebih diarahkan kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah

(PAD).

/hari atau hampir 11%, dan sisanya sekitar 23% berasal dari pasar, sektor

komersial, jalan, non komersial, serta sampah saluran.

Peran masyarakat didalam menangani sampah di Kota Bandung

diposisikan hanya sebagai objek sumber pendapatan. Sampah yang berasal dari

rumah tangga dikelola oleh lembaga kewilayahan tingkat RW, kemudian dibawa

ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang dikelola oleh Perusahaan Daerah.

Saat ini kebijakan pengelolaan sampah perkotaan yang diterapkan Pemerintah

Kota Bandung selain dikelola oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan

Daerah Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan

dan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban,

Kebersihan, dan Keindahan, di Kota Bandung yang meminta peran serta

masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam pengelolaan sampah. Dari dua

peraturan daerah yang ada, terlihat adanya kontradiktif.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah merupakan suatu tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah

perkotaan di Kota Bandung yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah

perkotaan pada konsep zero waste dengan menekankan pentingnya peran

masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Pemerintah Daerah Kota Bandung dituntut untuk memformulasikan

kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dalam mengatasi permasalahan sampah

khususnya sampah yang berasal dari rumah tangga dengan memberikan

konstribusi terbesar (66%) penghasil sampah di Kota Bandung (PD Kebersihan,

Page 24: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

3

2009). Hal itu diperlukan agar pengelolaan sampah rumah tangga dapat

terintegrasi antar seluruh kelembagaan terkait dan menjadi instrumen penting

dalam menerapkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan.

Pengelolaan sampah di kota, tidak terlepas dari kebijakan publik yang

dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Secara umum menurut Edward III (1980)

kebijakan publik dipengaruhi 4 (empat) aspek penting dalam pelaksanaan suatu

kebijakan yaitu 1) Komunikasi, 2) Sumberdaya, 3) Disposisi, dan 4) Birokrasi.

Upaya pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada aspek

komunikasi yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung lebih banyak dilakukan

dalam hal komunikasi internal antar instansi pemerintah terkait dengan

pengelolaan sampah. Komunikasi eksternal kepada masyarakat hanya sekedar

pada himbauan berupa pemasangan billboard di tempat-tempat tertentu seperti

”Buanglah Sampah pada Tempatnya”, ”Dilarang Membuang Sampah

Sembarangan”, ”Jagalah Kebersihan”, dan ”Jangan Membuang Sampah ke

Sungai”. Pemerintah Kota Bandung tidak memiliki program khusus yang secara

intensif menangani kegiatan sosialisasi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan

berupa pengelolaan sampah.

Pada aspek sumberdaya, khususnya dalam hal sumber pendanaan,

Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi sampah sebagai salah satu

sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan sumber pendanaan dalam

penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi

berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang

harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan

yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan

pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua

pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang

dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan

pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Pada aspek disposisi, Pemerintah Kota Bandung dituntut memiliki

kesepakatan di kalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan pengelolaan

sampah perkotaan, namun pada kenyataannya Pemerintah Kota Bandung memiliki

Page 25: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

4

peraturan daerah yang kontradiksi antara Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor

02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan kepada Perusahaan Daerah untuk

mengelola sampah di Kota Bandung, dengan Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun

2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung dan Peraturan Daerah

Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan

Keindahan; yang mengamanatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan

sampah.

Sedangkan pada aspek birokrasi, Pemerintah Kota Bandung menempatkan

PD Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan

sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan

PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal

pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah

di Kota Bandung belum mengacu pada Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan kepada

Pemerintah untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah.

Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan

pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah

meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha.

Selain itu organisasi pengelola sampah, dan kelompok masyarakat yang bergerak

di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan

sampah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis melakukan

penelitian dengan judul:

”Analisis Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah sebagai Upaya

Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup di Kota Bandung”

1.2 Kerangka Pemikiran

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung ditujukan untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup serta

menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengertian kualitas lingkungan hidup

Page 26: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

5

dalam kajian ini terkait dengan bebasnya lingkungan hidup dari timbunan sampah,

bau akibat sampah dan turunan dari adanya timbunan sampah seperti penyakit

disentri, kolera, tipus, dan penyakit lainnya.

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah

berakhirnya suatu proses produksi/konsumsi, namun dalam proses alami, tidak

dikenal istilah sampah. Proses-proses alam terkait satu sama lain dalam suatu

siklus, di mana output dari satu proses menjadi input dari proses lain. Sampah

adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa

atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang yang rusak atau bercacat

dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau

buangan.

Pengelolaan sampah yang selama ini berlangsung bertumpu pada wawasan

bahwa sampah bukan sumberdaya dan mengandalkan diri pada pendekatan

membuang sampah di lokasi tempat pembuangan akhir sampah. Semua sampah

yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat dibuang ke tempat

penimbunan akhir sampah yang pada akhirnya memberikan tekanan yang sangat

berat terhadap tempat penimbunan akhir sampah, karena memerlukan jangka

waktu panjang agar sampah dapat diurai oleh proses alam. Dalam jangka waktu

proses penguraian oleh alam, sampah harus tetap dikelola yang berarti diperlukan

dana, tenaga, waktu dan ruang untuk mengelolanya. Oleh karena itu, pengelolaan

sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme

dalam bentuk kebijakan pengelolaan sampah.

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi

volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui upaya

pengembangan memperlakukan sampah dengan cara mengurangi, menggunakan-

kembali dan mendaur-ulang. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru juga

menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan pelayanan publik yang

bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan masyarakat melalui

pemberdayaan masyarakat yang didukung oleh pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah.

Page 27: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

6

Lahirnya undang-undang tentang pengelolaan sampah merupakan suatu

tonggak baru bagi pengelolaan sampah khususnya di Kota Bandung. Pengelolaan

sampah di Kota Bandung diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas

berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan,

asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah yang mengatur mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah, pada

Bab IV Pasal 19 menetapkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan

sejenis sampah rumah tangga seperti plastik, sayuran dan buah-buahan dari

sampah pasar, terdiri atas; 1) Pengurangan sampah, dan 2) Penanganan sampah.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada

Bab IV Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa kegiatan pengurangan sampah

merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi sampah, yang

meliputi kegiatan; 1) pembatasan timbulan sampah, 2) pendauran ulang sampah,

dan/atau 3) pemanfaatan kembali sampah. Pada ayat (2) undang-undang ini

dijelaskan pula bahwa dalam pengurangan sampah, pemerintah pusat dan

pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan berupa; 1) menetapkan target

pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu, 2)

memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan, 3) memfasilitasi

penerapan label produk yang ramah lingkungan, 4) memfasilitasi kegiatan

mengguna ulang dan mendaur ulang, dan 5) memfasilitasi pemasaran produk-

produk daur ulang.

Upaya pelaksanaan kegiatan pengurangan sampah mengharuskan pelaku

usaha menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah sesedikit

mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh

proses alam. Begitu pula dengan masyarakat, diharuskan menggunakan bahan

yang dapat diguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah ini khususnya mengenai

pengurangan sampah, pada Bab IV Pasal 21 tercakup mengenai pemberian

insentif oleh pemerintah bagi setiap orang yang melakukan pengurangan sampah,

Page 28: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

7

dan bagi setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah akan diberikan

disinsentif oleh pemerintah.

Kegiatan penanganan sampah ditunjukkan pada Bab IV Pasal 22 yang

merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menangani sampah, meliputi

kegiatan 1) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah, 2) Pengumpulan dalam bentuk

pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat

penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, 3)

Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu

menuju ke tempat pemrosesan akhir, 4) Pengolahan dalam bentuk mengubah

karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah, dan/atau, 5) Pemrosesan akhir

sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan

sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) dalam Wahab

(2000) mengemukakan: ”Implementasi kebijakan adalah suatu proses

melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit

Presiden.” Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Wahab (2000)

mengemukakan: ”Implementasi kebijakan adalah kejadian-kejadian dan kegiatan-

kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan

negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun

untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-

kejadian”.

Jadi yang perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-

tindakan yang sah atau implementasi suatu rencana dengan peruntukannya.

Terdapat 4 (empat) faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti

yang diungkapkan oleh Edward III (1980); yaitu komunikasi, sumberdaya,

disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi. Selain itu agar

kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif, menurut Jones

Page 29: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

8

(1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan dimensi dari pelaksanaan

program atau keputusan yaitu:

1. Pengorganisasian, penyesuaian dan penataan kembali sumberdaya, unit-unit

serta metode untuk menjadikan program berjalan.

2. Penafsiran (interpretasi) program menjadi rencana, pengarahan yang tepat dan

dapat diterima serta dilaksanakan oleh para pelaksana kebijakan. Dalam hal

ini diperlukan informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta

tingkat dukungan.

3. Penerapan (aplikasi) pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan

dengan tujuan atau perlengkapan program.

Penelitian mengenai Penanganan Sampah Perkotaan Terpadu yang

dilakukan oleh Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan bahwa beberapa

kegiatan perlu dilakukan untuk mengatasi tingginya pertambahan penduduk dan

arus urbanisasi ke perkotaan yang menyebabkan semakin tingginya volume

sampah, ditambah keterbatasan lahan untuk Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

sampah, pengangkutan sampah ke TPA yang terkendala karena jumlah kendaraan

yang tidak mencukupi dan kondisi peralatan yang telah tua serta pengelolaan TPA

yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ramah lingkungan.

Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang memiliki

nilai ekonomi seperti untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku

industri. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dapat dilakukan

dengan kegiatan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep 3R (reduce, reuse

dan recycle) dan pengelolaan sampah yang menerapkan konsep pemberdayaan

masyarakat (empowerment). Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan

(reduce), penggunaan kembali (reuse), dan pendauran ulang (recycle), sedangkan

pemberdayaan masyarakat (empowerment) berupa kegiatan pemilahan,

pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.

Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan, kerangka pemikiran

untuk penelitian ini digambarkan seperti terlihat pada Gambar 1.

Page 30: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

9

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah di Kota Bandung

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut:

KEBIJAKAN (Tujuan dan Sasaran)

Birokrasi

Kelembagaan Persampahan

Disposisi

Sikap Para Pelaksana

PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN

SAMPAH SAAT INI

Paradigma Baru Pengelolaan Sampah

Perkotaan

Umpan balik

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan

Sumberdaya

Pemanfaatan Sampah

Komunikasi

Pengkomunikasian Pelaksanaan

PENINGKATAN KUALITAS

LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDUNG

Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan sampah

yang Baru

Masalah Pengelolaan Sampah Perkotaan

Page 31: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

10

1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Bandung

belum terlaksana dengan baik.

2. Terdapat faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung.

3. Prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.

4. Kebijakan pengelolaan sampah yang dapat dijadikan acuan dalam

melaksanakan pengelolaan sampah di Kota Bandung belum ada.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk merumuskan pokok-pokok

pikiran yang menjadi bahan dan dasar bagi penyusunan model kebijakan

pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung. Kajian akademis ini bertujuan

untuk:

1. Mengkaji pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

2. Mengevaluasi faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

3. Menetapkan prioritas dan strategi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

4. Merumuskan kebijakan pengelolaan sampah yang baru di Kota Bandung.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian yang dilakukan ini adalah:

1. Manfaat Praktis, yaitu memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah

khususnya Pemerintah Kota Bandung, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) Kota Bandung, dan masyarakat Kota Bandung mengenai pengelolaan

sampah yang lebih efektif, efisien dan ramah lingkungan.

2. Manfaat Teoritis, yaitu diharapkan dapat dijadikan referensi dan bahan

rujukan dalam penelitian lain yang melakukan pengkajian terhadap kebijakan

pengelolaan sampah, dan kegiatan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan.

Page 32: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

11

1.6 Kebaruan Penelitian

Berdasarkan beberapa hasil kajian terhadap penelitian terdahulu, novelty

dari disertasi ini adalah menetapkan faktor dominan yang menentukan

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan dilihat dari konsep Edward

III (1980) dan paradigma baru kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Page 33: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah

Dunn (1999) mengartikan kebijakan publik sebagai arahan otoritatif bagi

penyelenggaraan tindakan pemerintah dalam wilayah negara, kabupaten dan kota

yang dikukuhkan oleh legislatif, aturan main adminstrasi, dukungan publik yang

mempunyai pengaruh terhadap warga masyarakat dalam suatu wilayah

pemerintahan. Hoogerwerf (1978) berpendapat bahwa kebijakan merupakan usaha

mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu

yang tertentu, sedangkan kebijakan pemerintah merupakan kebijakan yang dibuat

oleh pejabat pemerintah dan instansi pemerintah.

Kebijakan pemerintah secara umum dapat diartikan sebagai ketentuan-

ketentuan yang dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dari

aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam

mencapai tujuan tertentu dan golongan ke dalam ruangan lingkup nasional dan

lingkup wilayah/daerah. Gladden (1968) yang dikutip Badri (1982) menyatakan

bahwa dilihat dari tingkatannya kebijakan pemerintah dapat dibedakan menjadi

political policy, executive policy, administrative policy, technical or operational

policy. Siagian (1985) berpendapat bahwa tingkatan kebijakan pemerintah terdiri

dari 3 (tiga) tingkatan kebijakan, yaitu

1. Kebijakan Umum, yang sifatnya mendasar dan prinsipil;

2. Kebijakan Pelaksanaan, yang kadang-kadang juga dikenal dengan istilah

kebijakan operasional; dan

3. Kebijakan Tehnis.

Suradinata (1993) membagi kebijakan menjadi 5 (lima) tingkat kebijakan

pemerintah, yaitu: 1) Kebijakan Nasional; 2) Kebijakan Umum; 3) Kebijakan

Pelaksanaan; 4) Kebijakan Teknis; dan 5) Kebijakan Wilayah atau daerah.

Mustopadidjaja (1999) membedakan level kebijakan pemerintah di Indonesia

kedalam:

Page 34: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

13

1. Tahap Kebijakan puncak, bentuknya berupa ketetapan MPR sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara, dekrit Kepala Negara, Peraturan Kepala negara.

2. Tahap Kebijakan umum, bentuknya berupa Undang-Undang, peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Penetapan Presiden, Keputusan Presiden dan Instruksi Presiden.

3. Tahap Kebijakan khusus, bentuknya berupa Peraturan Menteri, Keputusan Menteri, Instruksi menteri dan surat edaran Menteri.

4. Tahap Kebijakan tehnis, bentuknya berupa Peraturan Direktur Jenderal, Keputusan Direktur Jenderal dan Instruksi Jenderal.

5. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati I (Provinsi) bentuknya berupa Peraturan daerah Provinsi dan Keputusan Gubernur serta Instruksi Gubernur.

6. Tahap Kebijakan kewilayahan Dati II (Kabupaten/Kota) bentuknya berupa Peraturan daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Bupati/Walikota serta Instruksi Bupati/Walikota.

Kebijakan publik ini merupakan seperangkat aturan yang mengatur

kepentingan publik dan pemerintahan untuk maksud dan tujuan yang saling

menguntungkan atau demi ketertiban bersama. Untuk dapat mencapai maksud

seperti ini maka proses pembuatan kebijakan harus mengaju pada masalah-

masalah riil yang perlu diselesaikan dengan berbagai pengetahuan dan disiplin

ilmu yang relevan dengan permasalahan yang dimaksud. Permasalahan-

permasalahan berkaitan dengan persampahan yang ada di masyarakat perlu

dianalisis dan diseleksi menurut prioritas tertentu sehingga dapat diupayakan

proses penerapannya oleh lembaga yang berwenang yang melahirkan kebijakan

publik. Oleh karena itu permasalahan persampahan yang beranekaragam mulai

dari jenis, bobotnya dan urgensinya maka dalam proses pembuatan kebijakan

pengelolaan sampah diperlukan berbagai macam disiplin ilmu dan kualitas dari

para aktor pembuat kebijakan yang menguasai permasalahan pengelolaan sampah

untuk dicarikan solusinya dengan tepat.

Upaya mengatasi permasalahan sampah, pemerintah telah menetapkan

kebijakan pengelolaan sampah yang tertuang dalam betuk peraturan perundang-

undangan tentang pengelolaan sampah dengan menetapkan Undang-Undang

Nomor Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Pasal 1 Undang-

undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini, menjelaskan

bahwa:

Page 35: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

14

Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Sumber sampah adalah asal timbulan sampah. Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah. Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Nilandari (2006) mengemukakan bahwa berdasarkan asalnya, sampah

padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu sampah organik dan sampah

anorganik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan

hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan

atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah

rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah

organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun.

Sedangkan sampah anorganik berasal dari sumberdaya alam tak terbarui seperti

mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak

terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara

keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat

diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah

tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. Kertas, koran,

dan karton merupakan perkecualian. Berdasarkan asalnya, kertas, koran, dan

karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat

didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan plastik),

maka jenis sampah ini dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.

Sampah yang diproduksi di kehidupan liar diintegrasikan melalui proses

daur ulang alami, seperti halnya daun-daun kering di hutan yang terurai menjadi

tanah. Diluar kehidupan liar, sampah-sampah ini dapat menjadi masalah, misalnya

Page 36: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

15

daun-daun kering di lingkungan pemukiman. Sampah manusia (Inggris: human

waste) adalah istilah yang biasa digunakan terhadap hasil-hasil pencernaan

manusia, seperti feses dan urin. Sampah manusia dapat menjadi bahaya serius

bagi kesehatan karena dapat digunakan sebagai vektor (sarana perkembangan)

penyakit yang disebabkan virus dan bakteri. Salah satu perkembangan utama pada

dialektika manusia adalah pengurangan penularan penyakit melalui sampah

manusia dengan cara hidup yang higienis dan sanitasi. Termasuk di dalamnya

adalah perkembangan teori penyaluran pipa (plumbing). Sampah manusia dapat

dikurangi dan dipakai ulang misalnya melalui sistem urinoir tanpa air. Sampah

konsumsi merupakan sampah yang dihasilkan oleh (manusia) pengguna barang,

dengan kata lain sampah merupakan sisa konsumsi yang dibuang ke tempat

sampah. Ini merupakan sampah yang umum dipikirkan manusia. Meskipun

demikian, jumlah sampah kategori ini relatif lebih kecil dibandingkan sampah-

sampah yang dihasilkan dari proses pertambangan dan industri (Wikipedia, 2009)

Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah umumnya masih

menggunakan pendekatan end of pipe solution (Aditya, 2008). Pendekatan ini

menitikberatkan pada pengelolaan sampah ketika sampah tersebut telah

dihasilkan, yaitu berupa kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan

sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Seyogyanya pengelolaan

sampah perlu dirumuskan dan dirancang ke dalam suatu sistem dan mekanisme

dalam bentuk peraturan/kebijakan pengelolaan sampah.

Kebijakan pengelolaan sampah diberlakukan dengan pertimbangan bahwa;

1) pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat

menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang semakin

beragam, 2) pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan

teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan

dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, 3) sampah telah

menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara

komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara

ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat

mengubah perilaku masyarakat, 4) dalam pengelolaan sampah diperlukan

Page 37: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

16

kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah,

pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga

pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien, maka

ditetapkan Undang-Undang Tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan/kebijakan yang ditetapkan berupa Undang-undang Nomor 18

Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah berfungsi dalam aspek teknis untuk: 1)

Mengatur ketentuan-ketentuan teknis yang didelegasikan peraturan di atasnya, dan

2) Mengatur posisi, hak dan kewajiban pengelola sampah sesuai dengan ketentuan

yang diaturnya. Tujuan disusunnya kebijakan pengelolaan sampah adalah

pengendalian terhadap sampah dengan melakukan kegiatan berupa:

1. Mengurangi kuantitas dan dampak yang ditimbulkan sampah

2. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat

3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup

4. Menyusun peraturan nasional untuk menjadi pedoman bagi Pemerintah

Daerah dalam menyusun kebijaksanaan pengelolaan sampah

Adapun sasaran disusunnya kebijakan pengelolaan sampah ini adalah:

1. Peningkatan pengelolaan sampah di daerah perkotaan dan pedesaan

2. Pencegahan terhadap dampak lingkungan

3. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kebersihan

4. Peningkatan peran para pihak (pemerintah, Pelaku Usaha dan masyarakat)

dalam pengelolaan sampah

5. Penerapan hierarki pengelolaan sampah yang meliputi:

a. Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber

b. Pemanfaatan kembali

c. Tempat Pembuangan Akhir

Pengelolaan sampah dengan paradigma baru bertujuan mengurangi

volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah melalui

pengembangan upaya memperlakukan sampah dengan cara mengganti,

pengurangan, penggunaan-kembali dan daur-ulang. Pengelolaan sampah dengan

paradigma baru itu juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah merupakan

Page 38: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

17

pelayanan publik yang bertujuan untuk mengendalikan sampah yang dihasilkan

masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan penetapan kebijakan

pengelolaan sampah yang mendorong akuntabilitas orang-seorang dan korporasi

serta menetapkan dan mengembangkan instrumen yang diperlukan untuk

mendukung terciptanya perilaku yang kondusif bagi pemanfaatan sumberdaya

secara berkelanjutan.

2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan

Aturan kebijakan yang telah ditetapkan pada pelaksanaannya perlu

dilakukan evaluasi yang merupakan prosedur dalam analisis kebijakan untuk

memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari diberlakukannya kebijakan

ini. Analisis kebijakan dapat mendeskripsikan adanya pengaruh pelaksanaan suatu

kebijakan berdasarkan hasil yang dicapai, sehingga hasil evaluasi merupakan

sumber informasi utama berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan yang telah

ditetapkan.

Dunn (1999) menyatakan bahwa evaluasi bermaksud untuk menetapkan

premis faktual tentang kebijakan publik, sementara premis faktual dan nilai dapat

diperoleh berdasarkan rekomendasi dan evaluasi dalam suatu analisis yang

sistematis. Oleh karena itu evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan akan

menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah suatu kebijakan diadopsi

serta dilaksanakan, atau ex post facto. Evaluasi setidaknya memainkan 4 (empat)

fungsi dalam analisis kebijakan (Dunn, 1999) yaitu eksplanasi, akuntansi,

pemeriksaan dan kepatuhan, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kepatuhan (Compliance). Evaluasi bermanfaat untuk menentukan apakah

tindakan dari para administrator program, staf, dan pelaku lain sesuai dengan

standar dan prosedur yang dibuat oleh para legislator, instansi pemerintah, dan

lembaga profesional.

2. Pemeriksaan (Auditing). Evaluasi membantu menentukan apakah sumberdaya

dan pelayanan yang dimaksudkan untuk kelompok sasaran maupun konsumen

tertentu (individu, keluarga, kota, negara bagian, wilayah) memang telah

sampai kepada mereka.

Page 39: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

18

3. Akuntansi. Evaluasi menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk

melakukan akuntansi atas perubahan sosial ekonomi yang terjadi setelah

dilaksanakannya sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu.

4. Eksplanasi. Evaluasi juga menghimpun informasi yang dapat menjelaskan

mengapa hasil-hasil kebijakan publik dan program berbeda.

Evaluasi dalam analisis kebijakan publik berkaitan dengan kebijakan

pengelolaan sampah membutuhkan informasi yang relevan, reliabel dan valid.

Informasi yang dihimpun melalui evaluasi dapat diperoleh dengan observasi

berkaitan dengan pengelolaan sampah yang dilakukan secara cermat dan dapat

diandalkan. Berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan, Webster (1990) yang dikutip

Wahab (2000) mengemukakan: ”Pelaksanaan kebijakan adalah suatu proses

melaksanakan keputusan kebijakan biasanya dalam bentuk Undang-undang,

Peraturan Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit

Presiden.”

Wahab (2000) menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sebagai

berikut : ”Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk

Undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-

keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.” Jadi yang

perlu dalam pelaksanaan kebijakan merupakan bentuk tindakan-tindakan yang sah

atau pelaksanaan suatu rencana dengan peruntukannya. Membuat atau

merumuskan kebijakan bukanlah suatu yang sederhana, karena banyak faktor

hambatan serta pengaruh dalam proses pembuatan kebijakan tersebut. Sementara

itu, ada 4 (empat) faktor kritis yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan, seperti

yang diungkapkan oleh Edward III (1980) yang menyatakan:

Di manapun dan kapanpun faktor-faktor kritis mendasar yang sangat penting untuk penerapan kebijakan publik, baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara maju, adalah masalah implementasi. Faktor-faktor kritis ini adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi-disposisi atau sikap-sikap dan struktur birokrasi

Page 40: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

19

Faktor-fator kritis ini terdiri dari komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap,

dan birokrasi yang penjabarannya secara umum (Edward III, 1980) adalah sebagai

berikut:

1. Komunikasi

Komunikasi menunjukkan peranan penting sebagai acuan agar pelaksana

kebijakan mengetahui persis apa yang mereka kerjakan. Komunikasi juga

dapat dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana

kebijakan sehingga penerapan kebijakan tidak keluar dari sasaran yang

dikehendaki, oleh karena itu komunikasi harus dinyatakan dengan jelas, tepat

dan konsisten.

2. Sumberdaya

Sumberdaya tidak hanya mencakup jumlah sumberdaya manusia/aparat

semata melainkan mencakup kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan

kebijakan tersebut. Hal ini dapat menjelaskan bahwa tanpa sumberdaya yang

memadai maka pelaksanaan kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif.

3. Disposisi/ sikap pelaksana

Disposisi diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dikalangan pelaksana

untuk menerapkan kebijakan. Jika penerapan kebijakan dilaksanakan secara

efektif, pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang akan mereka

kerjakan namun harus memiliki kemampuan dan keinginan untuk

menerapkannya.

4. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi merupakan variabel terkhir yang mempunyai dampak

terhadap penerapan kebijakan dalam arti bahwa dalam penerapan kebijakan

itu tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam struktur birokrasi

tersebut. Setiap pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan perlu

mengembangkan suatu prosedur standar pelaksanaan.

Namun, agar kebijakan yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan

efektif, menurut Jones (1996) terdapat 3 (tiga) aktivitas utama yang merupakan

dimensi dari pelaksanaan program atau keputusan yaitu:

Page 41: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

20

1. Pengorganisasian.

Hal utama dalam tahapan ini adalah pembentukan atau penataan kembali

sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjadikan program berjalan. Titik

tolak dari aktivitas pengorganisasian ini adalah kinerja birokrasi, yang akan

berdampak pada ketetapan, kecepatan, kejelasan, pengaturan, pengetahuan,

kesinambungan, serta pembagian tugas yang jelas.

2. Penafsiran (interpretasi)

Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan

pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan oleh para

implementor kebijakan. Oleh karena itu, dalam penafsiran diperlukan

informasi proses kebijakan, standarisasi yang jelas, serta tingkat dukungan

politik yang dilaksanakan oleh para implementator kebijakan.

3. Penerapan (aplikasi)

Pada tahap ini aktivitas yang dilakukan berhubungan dengan penyediaan

barang dan jasa atau ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya

yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

Ketiga dimensi tersebut merupakan faktor determinan keberhasilan

pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu akan lebih berarti jika dikaitkan dengan

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, yang akan difokuskan pada penelitian

ini. Keberhasilan suatu kebijakan dalam hal pengorganisasian merupakan hal yang

penting karena organisasi merupakan wadah dan proses yang menentukan dalam

rangka pencapaian tujuan. Selain itu tingginya kemampuan pelaksanaan

sumberdaya organisasi akan memberi harapan besar untuk dapat melaksanakan

rencana kebijakan secara efektif.

Wibowo dan Djajawinata (2007) menyebutkan bahwa kebijakan

pengelolaan sampah yang dikeluarkan dapat dilaksanakan dengan efektif,

diantaranya:

1. Melakukan pengenalan karekteristik sampah dan metoda pembuangannya.

2. Merencanakan dan menerapkan pengelolaan sampah secara terpadu

(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir).

Page 42: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

21

3. Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada

dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam melaksanakan

reward & punishment dalam pelayanan.

4. Menggalakkan program yang dapat mencapai program zero waste pada masa

mendatang, yaitu:

a. Mengurangi sampah (Reduce)

b. Menggunakan kembali sampah (Reuse)

c. Mendaur ulang sampah (Recycle)

5. Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip pemulihan

biaya (full cost recovery) melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan

mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap tipe

pelanggan.

6. Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan

lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan buangan.

Tinjauan perspektif pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam

hasil penelitian ini, ditujukan pada pengoperasiannya berlandasan pada konsepsi

aktivitas fungsional dalam pelaksanaannya. Berkaitan dengan pengembangan

teknologi, hasil penelitian yang dilakukan Amurwaraharja (2003) menyatakan

bahwa teknologi merupakan prioritas utama untuk kegiatan pengolahan sampah di

Jakarta Timur berupa pengomposan dan incenerator. Selain itu hasil penelitian

Virgota et al. (2001) menunjukkan pula kelayakan sistem pemisahan sampah

rumah tangga pada pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Hasil penelitian Hendrasarie (2005) berkaitan dengan Sistem

Pengelolaan Sampah Pasar swakelola sebagai alternatif pengelolaan sampah

dalam upaya memperpanjang umur TPA serta pengendalian lingkungan hidup.

Pengelolaan sampah bukan hanya merupakan tanggung pemerintah saja, namun

menjadi tanggungjawab bersama dengan masyarakatnya, seperti ditunjukkan oleh

hasil penelitian Mandailing et al. (2001) tentang partisipasi pedagang dalam

program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di

Kota Bogor, yang memperlihatkan bahwa partisipasi pedagang dibutuhkan dalam

Page 43: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

22

pengelolaan sampah pasar. Selain itu hasil penelitian Jumiono et al. (2000)

menunjukkan prospek yang besar dalam pendirian industri vermikompos

berbahan baku sampah kota yang memfokuskan kepada analisis finansial industri

vermikompos yang berbahan baku sampah kota. Hal ini didukung pula oleh hasil

penelitian Suhartiningsih et al. (1998) yang melakukan penelitian tentang sistem

penunjang keputusan investasi usaha daur ulang sampah kota untuk produksi

kompos, dan hasil penelitian Syamsuddin et al. (1985) yang menilai keberhasilan

sistem pengelolaan sampah rumah tangga di Ujung Pandang berdasarkan

partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah

kota, dan peraturan perundang-undangan.

Konsep pelaksanaan kebijakan meliputi pengorganisasian, penafsiran dan

penerapan dalam pengelolaan sampah di perkotaan, penelitian ini difokuskan pada

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah pada aspek kelembagaan pengelolaan

sampah yang menjadi tanggungjawab PD Kebersihan Kota Bandung, sehingga

teori pelaksanaan kebijakan yang berkesesuaian dengan penelitian ini adalah teori

Edward III (1980) dengan mengacu pada faktor-fator kritis pelaksanaan kebijakan

yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi/sikap, dan birokrasi.

2.2.1 Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan

Manusia membutuhkan komunikasi dengan sesamanya dalam kehidupan

sosialnya. Pada umumnya dalam berkomunikasi terdapat orang yang

menyampaikan pesan (komunikator), orang yang menerima pesan (komunikan)

dan pesan yang disampaikan. Proses komunikasi antara komunikator dengan

komunikan akan berjalan dengan baik bila pesan yang disampaikan singkat, jelas

dan tepat sasaran. Berkaitan dengan komunikasi, Edward III mengatakan bahwa

agar pelaksanaan kebijakan publik dilaksanakan dengan efektif maka perlu para

pelaksana kebijakan mengetahui apa yang harus mereka laksanakan. Komunikasi

mempunyai peranan yang penting sebagai acuan agar pelaksana kebijakan

mengetahui persis apa yang akan dikerjakan. Komunikasi juga dinyatakan dengan

perintah dari atasan terhadap pelaksana kebijakan, sehingga komunikasi harus

dinyatakan dengan jelas, cepat dan konsisten.

Page 44: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

23

Sistem komunikasi dalam organisasi modern berkembang sebagai akibat

dari semakin pentingnya pendekatan kesisteman dan penyelenggaraan berbagai

kegiatan yang menjadi tanggung jawab suatu organisasi (Siagian, 1997).

Berkomunikasi dalam kehidupan berorganisasi, dibutuhkan untuk menyamakan

persepsi atau pendapat yang berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai.

Komunikasi yang berlangsung dengan dinamis akan dapat menentukan

keberhasilan tujuan organisasi. Halangan terbesar dalam berkomunikasi adalah

terdapatnya beraneka ragam persepsi. Pengiriman pesan/informasi dari

komunikator yang tidak jelas membuat komunikan menerima dan

menjalankannya tidak jelas dan bahkan dapat mengganggu jalannya organisasi.

Pendekatan kesisteman menuntut interaksi yang tinggi dengan intensitas yang

tinggi pula, terutama apabila dikaitkan dengan koordinasi, integrasi dan

sinkronisasi.

Edward III mengatakan bahwa lancar atau tidaknya suatu interaksi tersebut

bertumpu pada kemauan orang dalam organisasi untuk: 1) menerima, memproses

dan menghasilkan bahan-bahan yang perlu dikomunikasikan kepada orang lain;

2) mengkomunikasikan informasi yang ada pada seseorang dengan orang lain

atau kelompok dimana yang bersangkutan menjadi anggota; 3) memanfaatkan

jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi seefektif mungkin, dan 4)

mengembangkan sistem penanganan informasi dalam organisasi baik secara

manual maupun dengan menggunakan peralatan yang lebih modern.

Cafezio dan Morehouse (1998) mengartikan komunikasi sebagai

pemahaman yang merupakan kunci dalam mempengaruhi individu atau

kelompok-kelompok untuk mengambil tindakan positif dalam mencapai sasaran

spesifik - inti yang riil dari apa yang para pemimpin lakukan. Komunikasi yang

baik adalah kunci dalam pemahaman. Pengertian komunikasi tersebut merupakan

kunci penting dalam memahami sesuatu, dengan berkomunikasi, pencapaian

tujuan akan lebih mudah tercapai. Berkomunikasi dalam lingkungan organisasi,

merupakan sesuatu yang penting untuk menyamakan langkah dalam pencapaian

tujuan. Berkomunikasi dapat membuat sistem kerjasama dalam organisasi

semakin dinamis dan meningkatkan partisipasi bawahan terhadap pencapaian

Page 45: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

24

tujuan organisasi. Berkomunikasi dibutuhkan dalam setiap organisasi baik formal

atau informal, dalam organisasi, berkomunikasi digunakan untuk menyamakan

persepsi tujuan organisasi.

Berkomunikasi dapat memberikan kejelasan informasi yang akan

disampaikan. Berkaitan dengan fungsi atau tujuan komunikasi, Thayer (1968)

dalam Winardi (1992) mengatakan ada lima fungsi atau tujuan berkomunikasi di

dalam sebuah organisasi, yaitu: 1) Mendapatkan keterangan atau memberikan

keterangan (informasi) kepada orang lain; 2) Mengevaluasi input-input kita

sendiri atau output pihak lain atau skema ideologis tertentu; 3) Membina pihak

lain atau dibina pihak lain atau memberikan instruksi; 4) Mempengaruhi pihak

lain atau dipengaruhi, dan 5) Berbagai fungsi insidential dan netral.

Berkomunikasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen. Setiap

orang berkomunikasi dapat memperlancar orang bekerja dengan baik dalam

mencapai tujuan organisasi. Komunikasi yang tidak baik dapat mengganggu

keharmonisan hubungan kerja antar sesama orang dalam organisasi dan pada

akhirnya dapat mengganggu tercapainya tujuan organisasi. Kebijakan yang telah

diambil organisasi akan dilaksanakan atau dilaksanakan dalam bentuk kegiatan.

Pencapaian tujuan organisasi dengan optimal akan lebih mudah tercapai bila

semua anggota organisasi mempunyai persepsi yang sama akan tujuan itu.

Menyamakan persepsi dilakukan dengan komunikasi antar sesama anggota

organisasi secara baik dan benar. Mengkomunikasian tujuan organisasi secara

baik dan benar akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan secara

optimal.

Sejalan dengan hal tersebut, faktor komunikasi juga sangat berpengaruh

terhadap penerimaan kebijakan oleh kelompok sasaran sehingga tidak berjalannya

komunikasi ini menjadi titik lemah dari tercapainya efektivitas pelaksanaan

kebijakan. Dengan demikian penyebarluasan isi kebijakan melalui proses

komunikasi yang baik akan mempengaruhi efektivitas kebijakan publik. Indikator-

indikator berhubungan dengan pengkomunikasian dalam kebijakan yang dapat

dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri

dari:

Page 46: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

25

1. Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan

2. Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan

3. Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan

4. Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan

5. Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan

6. Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan

2.2.2 Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan

Keberadaan sumberdaya memiliki arti dan peranan yang besar dalam

kehidupan organisasi. Tercapainya tujuan organisasi dengan cepat dan mudah

adalah sumbangan yang besar dari sumberdaya. van Meter dan van Horn (1975)

mengatakan bahwa sumberdaya memiliki peranan yang besar dalam

melaksanakan suatu kebijakan. Manusia sebagai sumberdaya memiliki peranan

yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan pencapaian suatu tujuan organisasi.

Pelaksanakan suatu kegiatan baik dalam organisasi publik maupun privat,

keberadaan sumberdaya manusia sangat diperhitungkan. Keberadaan sumberdaya

manusia sebagai pelaksanan suatu kebijakan, sangat menentukan keberhasilan

pelaksanaan suatu kebijakan.

van Meter dan van Horn (1975) mengatakan ada enam unsur yang

berpengaruh terhadap pelaksanaan suatu kebijakan, yaitu:

(1) Kompetensi dan ukuran dari perwakilan pegawai; (2) Tingkat hirarkis pengendalian dari keputusan sub unit dan proses-proses dalam perwakilan implementasi; (3) Sumber perwakilan politik (misalnya: dukungan antara pembuat undang-undang dengan para eksekutif); (4) Vitalitas dari suatu organisasi; (5) Tingkat komunikasi yang terbuka .... di dalam organisasi dan (6) Hubungan perwakilan formal dan informal dengan pembuat atau badan-badan pembuat kebijakan).

Menurut van Meter dan van Horn (1975), setiap kebijakan mempunyai

hubungan dengan sifat dan isu kebijakan yang akan dilaksanakan. Pelaksanaan

kebijakan memberikan sumbangan yang besar kepada keberhasilan dari suatu

Kebijakan secara keseluruhan. Proses pelaksanaan kebijakan menekankan

prosedur yang mengutamakan perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak.

Pelaksanaan kebijakan akan berhasil bila perubahan yang dikehendaki relatif

Page 47: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

26

sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan terutama dari mereka yang

mengoperasionalkan program di lapangan relatif tinggi. Keberhasilan suatu

organisasi untuk mencapai tujuannya dapat dilihat dari berhasilnya kebijakan

dilaksanakan, unsur turut mempengaruhinya adalah ukuran dan tujuan kebijakan

sumber-sumber kebijakan, ciri-ciri atau sifat instansi pelaksana, komunikasi antar

organisasi terkait dan kegiatan pelaksanaan, sikap para pelaksana serta lingkungan

ekomoni, sosial dan politik.

Berkaitan dengan sumberdaya, Edward III (1980) mengatakan bukan

hanya sumberdaya manusia semata yang dapat mempengaruhi impelementasi

kebijakan publik, melainkan juga mencakup kemampuan sumberdaya yang

mendukung kebijakan tersebut berupa sarana, prasarana dan faktor dana. Menurut

Edward III (1980), bahwa sumberdaya dapat dibagi menjadi 4 (empat) komponen,

yaitu: 1) Staff yang mencukupi (jumlah dan mutu); 2) Informasi yang dibutuhkan

lengkap guna proses pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna

melaksanakan tugas dan tanggung jawab; 3) Fasilitas pendukung; dan 4) Sarana

dan prasarana serta tersedianya dana yang memadai.

Semua kehidupan di dunia ini mempunyai sumberdaya, misalnya dalam

manusia ada darah, ada pikiran, ada hati nurani, ada organ tubuh dan lainnya.

Demikian juga dalam organisasi, sumberdaya mempunyai peran yang penting,

karena tanpa sumberdaya yang cukup organisasi itu ibarat tubuh manusia

kekurangan darah, karenanya agar suatu organisasi tetap bertahan hidup maka

organisasi membutuhkan sumberdaya.

Keberadaan sumberdaya diperlukan dalam organisasi, seperti

dikemukakan oleh Sugandha (1991) yang mengatakan bahwa “Sumberdaya

organisasi mencakup 1) Modal yang berupa uang, dan 2) Material atau bahan

baku, informasi, mesin-mesin, peralatan, perlengkapan, gedung kantor, waktu dan

personel. Memperhatikan pernyataan Sugandha (1991) tersebut, bahwa

sumberdaya pertama adalah modal berupa uang, tentu sangat masuk akal karena

tanpa uang maka organisasi sulit untuk hidup apalagi berkembang, karena

sebagian besar kehidupan organisasi memerlukan pembiayaan dalam bentuk

modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhan operasional.

Page 48: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

27

Keberadaan sumberdaya manusia dalam kehidupan organisasi, Gomes

(1997) mengatakan bahwa:

Unsur manusia di dalam organisasi, mempunyai kedudukan yang sangat strategis, karena manusialah yang bisa mengetahui input-input apa saja yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk mendapatkan input-input tersebut, tehnologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah atau mentranformasikan input-input tadi menjadi ouput yang memberikan keinginan publik (lingkungan).

Berhubungan dengan sumberdaya manusia, Board (dalam Famularo,

1986) mengatakan bahwa ada 7 (tujuh) kriteria kebijakan sumberdaya manusia,

yaitu

1. Suatu kebijakan merupakan suatu pernyataan yang berisi maksud dan tujuan

perusahaan yang menjadi acuan bagi langkah kerja individual.

2. Kebijakan harus dituangkan dalam suatu tulisan.

3. Kebijakan harus dinyatakan dalam ruang lingkup badan tersebut dalam arti

luas.

4. Kebijakan tidak dapat diganggu gugat karena merupakan salah satu kekuatan

dalam manajemen.

5. Penyusunan kebijakan memerlukan tingkat pemikiran dan kontemplasi yang

sangat dalam.

6. Kebijakan harus disyahkan oleh pemegang otoritas tertinggi dalam organisasi

tersebut.

7. Kebijakan berlaku untuk jangka waktu yang lama.

Kebijakan yang diberlakukan di suatu organisasi yang dibuat secara jelas

akan mudah dapat dijadikan pedoman kerja pegawai dalam rangka melaksanakan

pekerjaannya. Kemampuan pegawai sebagai sumber daya manusia dalam suatu

organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi peningkatan produktivitas

kerja di lingkungan organisasi. Manusia merupakan salah satu unsur terpenting

yang menentukan berhasil atau tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan dan

menggembangkan misinya. Pengelolaan seluruh kegiatan sumberdaya manusia

perlu didasarkan pada suatu manajemen sehingga pemberdayaannya dapat

optimal. Indikator-indikator berhubungan dengan keberadaan sumberdaya dalam

Page 49: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

28

kebijakan yang dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan

(Edward III, 1980) terdiri dari:

1. Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan

2. Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan

3. Kemampuan Sumberdaya Pengelola

2.2.3 Disposisi atau Sikap Pelaksana Kebijakan

Berkaitan dengan disposisi/sikap pelaksana, Edward III (1980) mengatakan

bahwa disposisi/sikap pelaksana memiliki kegunaan di kalangan pelaksana untuk

menerapkan kebijakan, jika penerapan kebijakan dilakukan secara efektif.

Pelaksana bukan harus tahu apa yang harus mereka kerjakan tetapi harus memiliki

kemampuan untuk menerapkan kebijakan itu. Disposisi adalah sikap dan komitmen

dari pelaksana terhadap program atau kebijakan, khususnya para pelaksana yang

menjadi impelementator dari program yang dalam hal ini terutama adalah aparatur

birokrasi. Keberadaan aparat pelaksana memiliki peranan yang besar dalam

menentukkan keberhasilan suatu kebijakan dalam pelaksanaannya.

Keberadaan aparat pelaksana dalam suatu organisasi pelaksana kebijakan,

Wahab (2000) mengatakan bahwa ada tiga kelompok yang mempengaruhi

keberhasilan suatu kebijakan, yaitu 1) Pemrakarsa kebijakan atau the center, 2)

Pelaksana di lapangan atau the periphery, dan 3) Aktor perorangan di luar badan

pemerintah atau kelompok sasaran.

Hasil kajian terhadap artikel Resosudarmo (2000), menunjukan bahwa

tantangan yang dihadapi aparat pelaksana dalam menerapkan suatu kebijakan

pengelolaan sampah adalah (1) merangsang digunakannya berbagai teknologi

bersih lingkungan, (2) membantu agar biaya yang dikeluarkan dalam mengadopsi

teknologi untuk mengurangi jumlah pencemaran sampah dapat ditekan serendah

mungkin, (3) menjaga agar sektor produksi yang terkena peraturan pencemaran

sampah tidak perlu mengurangi aktivitas produksinya dan (4) mengontrol dengan

ketat hingga setiap individu maupun institusi agar mematuhi peraturan untuk

mengurangi jumlah pencemaran sampah yang dilepaskan ke lingkungan. Dengan

demikian, pelaksanaan kebijakan dapat memperbaiki lingkungan.

Page 50: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

29

Hasil Kajian terhadap artikel Tiwow, Widjajanto, Darjamuni, Hartman,

Mahajoeno, Irwansyah dan Nurhasanah (2003), menunjukkan bahwa pendekatan

yang paling tepat untuk masa mendatang dalam penanganan sampah melalui

sistem pengelolaan sampah terpadu yang dapat merubah paradigma dari cost

center menjadi profit center dengan cara memaksimalkan peran serta masyarakat

dan pemanfaatan sampah menjadi bahan yang mempuyai nilai.

Hasil kajian terhadap artikel Wibowo dan Djajawinata (2007), menunjukan

bahwa aparat pelaksana perlu untuk menggalakkan program yang dapat mencapai

program zero waste pada masa mendatang, yaitu:

1. Mengurangi sampah (Reduce)

2. Menggunakan kembali sampah (Reuse)

3. Mendaurulang sampah (Recycle)

Menurut Wahab (2000), suatu kebijakan merupakan produk dari pemrakarsa

atau pemerintah yang bertujuan untuk melayani masyarakat. Kebijakan yang telah

diformulasi akan dilksanakan agar dapat dirasakan masyarakat manfaatnya.

Kegiatan dan program adalah bentuk nyata dari kebijakan dilapangan yang dapat

diwujudkan dalam pelaksanaannya. Bila program ternyata tidak berjalan

sebagaimana mestinya maka kemungkinan akan dilakukan upaya penyesuaian

terhadap kegiatan dan program yang telah ada.

Pelaksanaan kebijakan membutuhkan dukungan aparat pelaksana di

lapangan sehingga dapat mencapai sasaran atau tujuan dengan optimal. Aparat

pelaksana di lapangan mengetahui secara mendalam bagaimana suatu kebijakan

itu dapat dilaksanakan dengan efektif, karena mereka lebih mengetahui apa yang

menjadi kebutuhan dari masyarakat. Pemahaman situasi dan kondisi masyarakat

membuat aparat pelaksana menjadi diperhitungkan dalam melaksanakan suatu

kebijakan.

Kelompok sasaran atau target group mengartikan pelaksanaan kebijakan

sebagai jaminan untuk menerima dan menikmati hasil atau keuntungan dari

kebijakan. Hasil yang dinikmati masyarakat atau kelompok sasaran akan

menunjukkan sejauh mana keberhasilan yang dicapai dari pelaksanaan suatu

Page 51: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

30

kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan memerlukan penilaian dan

evaluasi dari berbagai kelompok agar dengan demikian dapat memperbaiki

prestasi kebijakan yang telah dicapai sebelumnya. Penilaian dan evaluasi menjadi

tuntutan dari kelompok sasaran apabila kebijakan itu tidak menyentuh kebutuhan

dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Sekalipun demikian, kelompok

sasaran itu kemungkinan akan lebih memusatkan perhatian pada permasalahan

apakah pelayanan yang telah diberikan tersebut benar-benar mengubah pola

hidupnya, benar-benar memberikan dampak positif dalam jangka panjang bagi

peningkatan mutu hidup termasuk pendapatan mereka.

Pemahaman konsep pelaksanaan kebijakan dari pemrakarsa atau pembuat,

pelaksana lapangan dan target group di atas akan mampu menjamin tercapainya

tujuan kebijakan secara optimal dan memuaskan berbagai pihak stakeholders yang

terkati langsung dan tidak langsung dengan tujuan dan sasaran implementai

kebijakan itu. Dengan demikian, proses pelaksanaan kebijakan sesungguhnya

tidak menyangkut perilaku badan-badan adminstratif yang bertanggung jawab

untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok

sasaran tetapi juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi dan sosial

yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua

pihak yang terlibat dan yang akhirnya berpengaruh terhadapa dampak yang

diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Indikator-indikator berhubungan

dengan disposisi atau sikap pelaksana dalam kebijakan yang dapat dijadikan

ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980) terdiri dari:

1. Pemahaman Pengelola dalam Kebijakan

2. Pengetahuan Pengelola dalam Pekerjaannya

3. Penerapan Pengelola dalam Melaksanakan Kebijakan

4. Kesopanan dan Kejujuran Pengelola

5. Komitmen Pengelola dalam Menjalankan Tugas

6. Prioritas Keberhasilan Kebijakan

Page 52: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

31

2.2.4 Struktur Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan

Berkaitan dengan struktur birokrasi, Edward III (1980) mengatakan bahwa

struktur birokrasi mempunyai dampak terhadap penerapan kebijakan dalam arti

bahwa penerapan kebijakan tidak akan berhasil jika terdapat kelemahan dalam

srtuktur. Karakteristik birokrasi yang umum dikelompokkan menjadi 2 (dua),

yaitu: 1) penggunaan sikap dan prosedur yang rutin dan 2) transformasi dalam

pertanggungjawaban diantara unit organisasi.

Standard Operating Prosedure (SOP) dalam struktur birokrasi, mengatur

tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan program. Jika hal ini tidak ada, maka akan

sulit sekali mencapai hasil yang memuaskan karena penyelesaian masalah-

masalah akan bersifat ad-hoc, memerlukan penanganan dan penyelesaian khusus

tanpa pola baku, fragmentasi yang sering sekali terjadi harus dapat dihindari dan

diatasi dengan cara sistem koordinasi yang baik. Struktur yang tepat memberikan

dukungan yang kuat terhadap keberhasilan pelaksanaan kebijakan publik.

Istilah birokrasi berasal dari dua akar kata, yaitu Bureau (burra, kain kasar

penutup meja) dan – cracy, ruler. Keduanya membentuk kata bureaucracy. Ada 3

(tiga) macam arti birokrasi, yaitu:

1. Birokrasi diartikan sebagai “government by bureau” yaitu pemeritahan biro

oleh aparat yang diangkat pemegang kekuasaan, pemerintah atau pihak atasan

dalam sebuah organisasi formal baik publik maupun privat (pendapat Riggs

yang dikutip oleh Ndraha, 2003).

2. Birokrasi diartikan sebagai sifat atau perilaku pemerintahan, yaitu sikap kaku,

macet, berliku-liku dan segala tuduhan negatif terhadap instansi yang berkuasa

(pendapat Kramer yand dikutip oleh Ndraha, 2003).

3. Birokrasi sebagai tipe ideal organisasi, biasanya birokrasi dalam arti ini

dianggap bermula pada teori Max Weber tentang sosiologik rasionalisasi

aktivitas kolektif (dikutip oleh Ndraha, 2003).

Birokrasi terdapat di semua bidang kehidupan dan diperlukan oleh setiap

organisasi formal yang memproduksi public goods, birokrasi seperti ini disebut

birokrasi publik. Birokrasi dipengaruhi karakteristik birokrasi dan karakteristik

Page 53: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

32

manusia. Birokrasi sebagai gejala kekuasaan diartikan kekuasaan untuk

mengontrol kedua karakteristik birokrasi tadi dalam rangka efektivitas dan

efesiensi penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan birokrasi sebagai gejala

sosial mengandung arti dinamikia karakteristik manusia dalam kehidupan

organisasi.

Hasil kajian terhadap artikel Muhdhar dan Margono (2003), menunjukkan

bahwa pengelolaan sampah masih belum terpadu dengan partisipasi masyarakat

yang terbatas, peran pemerintah masih sangat besar dalam mengelola sampah

kota. Sampah masih dianggap sebagai barang buangan yang berusaha

dimusnahkan, tidak merupakan barang ekonomis yang masih bisa diolah dan

diperjualbelikan. Kerjasama antar daerah masih belum ada dalam peraturan,

begitu juga ketentuan tentang penyelesaian perselisihan antar daerah dan

masyarakat masih belum diatur. Penegakan hukum masih menggunakan

pendekatan penguatan negatif, belum ada peraturan yang mengarah pada

pemberian penguatan positif berupa penghargaan.

Keberadaan birokrasi dalam sistem administrasi modern sangat

dibutuhkan untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi. Suatu organisasi

memiliki struktur organisasi yang membagi semua tugas dan fungsi kepada

anggota organisasi. Kewenangan yang ada dalam struktur organisasi membuat

organisasi bekerja dengan optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Birokrasi suatu organisasi mempunyai peranan yang besar untuk

mencapai tujuan organisasi secara optimal. Birokrasi sebagai organisasi

mempunyai struktur yang membagi semua tugas dan fungsinya (Albrow, 1989).

Pembagian tugas kepada semua anggota organisasi memberikan kemudahan

mengadakan pencapaian tujuan seperti yang telah direncanakan sebelumnya.

Struktur yang ada dalam birokrasi membuat adanya kesamaan persepsi terhadap

misi dan visi organisasi. Adaya struktur birokrasi maka dapat diketahui siapa

mengerjakan apa dan bagaimana prestasi yang dicapainya. Struktur birokrasi akan

membawa adanya suatu kewenangan. Kewenangan sangat dibutuhkan dalam

memberikan keleluasaan dalam bekerja secara optimal.

Page 54: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

33

Pendapat Etzioni (1983) yang dikutip Kumorotomo (1992) mengatakan

bahwa tujuan utama pembentukan struktur birokrasi adalah agar suatu organisasi

dapat berjalan secara rasional, sistematis dan dapat diramalkan sehingga tercapai

efektivitas dan efesiensi. Menurut Etzioni (1983) dalam Kumorotomo (1992),

menyatakan bahwa: struktur birokrasi memberikan kewenangan kepada anggota

organisasi bekerja sesuai tugas dan fungsinya seperti yang telah digariskan dalam

struktur organisasi. Kejelasan wewenang yang dimiliki setiap anggota organisasi

membuat mereka bekerja dengan optimal sesuai dengan kewenangan yang

dimiliki. Perencanaan yang telah didasarkan kewenangan yang dimiliki anggota

organisasi membuat kejelasan tujuan atau sasaran yang akan dicapai. Pencapaian

tujuan yang rasional membuat organisasi semakin kredibel dan akuntabel dalam

pelaksanaan operasionalnya.

Struktur birokrasi adalah suatu standard operating prosedur yang menata

hubungan kerja anggota organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan

sesuai dengan rencana sebelumnya. Pembagian kerja termasuk didalamnya

kejelasan kewenangan yang dimiliki memberikan kepastian bagi anggota

organisasi dalam berprestasi dalam bekerja. Struktur birokrasi memberikan

sumbangan yang besar dalam melaksanakan suatu kebijakan publik. Dukungan

birokrasi yang telah ditata secara baik akan memperlancar keberhasilan

pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan kebijakan akan

dilakukan dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pemerintahan, keberadaan

birokrasi yang sudah tertata dengan struktur yang baik memberikan sumbangan

yang besar dalam memperlancar pelaksana dilapangan dalam bekerja dengan

optimal. Indikator-indikator berhubungan dengan birokrasi dalam kebijakan yang

dapat dijadikan ukuran keberhasilan pelaksanaan kebijakan (Edward III, 1980)

terdiri dari:

1. Kejelasan Pembagian Tugas Pengelolaan

2. Tanggung Jawab Pelaksana

3. Kejelasan Wewenang Pelaksana

4. Kejelasan Koordinasi Pelaksana

Page 55: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

34

2.3 Keterkaitan Pengelolaan Sampah dengan Kualitas Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah suatu sistem komplek yang berada di luar

individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme

(Pustekkom, 2005, http://www.e-dukasi.net)

1. Komponen biotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk

media saling berhubungan, seperti; manusia, hewan, tumbuhan air, jasad renik

dan sebagainya. Unsur biotik sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia

karena kalau tidak ada unsur biotik maka manusia tidak bisa berkembang biak

secara sempurna.

. Lingkungan hidup itu terdiri dari

dua komponen yaitu komponen abiotik dan biotik:

2. Komponen abiotik adalah unsur yang terdapat dalam lingkungan hidup untuk

media berlangsungnya kehidupan, seperti: tanah, air, udara, sinar matahari,

dan lain-lain. Unsur abiotik juga berpengaruh bagi kehidupan karena unsur

abiotiklah kebutuhan utama dalam berlangsungnya kehidupan

(Pustekkom,

2005, http://www.e-dukasi.net).

Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan

satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan

yang disebut ekosistem. Suatu ekosistem akan menjamin keberlangsungan

kehidupan apabila lingkungan itu dapat mencukupi kebutuhan minimum dari

kebutuhan organisme.

Pengertian tentang kualitas lingkungan sangatlah penting, karena

merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan.

Perbincangan tentang lingkungan pada dasarnya adalah perbincangan tentang

kualitas lingkungan, namun seringkali kualitas lingkungan hanyalah dikaitkan

dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi dan banjir.

Secara sederhana kualitas lingkungan hidup diartikan sebagai keadaan

lingkungan yang dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi kelangsungan

hidup manusia di suatu wilayah. Kualitas lingkungan itu dicirikan, antara lain dari

suasana yang membuat orang betah/kerasan tinggal di tempatnya sendiri.

Berbagai keperluan hidup terpenuhi dari kebutuhan dasar/fisik seperti makan

Page 56: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

35

minum, perumahan sampai kebutuhan rohani/spiritual seperti pendidikan, rasa

aman, ibadah dan sebagainya (Pustekkom, 2005, http://www.e-dukasi.net)

1. Lingkungan biofisik adalah lingkungan yang terdiri dari komponen biotik dan

abiotik yang berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Komponen biotik merupakan makhluk hidup, seperti; hewan, tumbuhan dan

manusia, sedangkan komponen abiotik, terdiri dari benda-benda mati, seperti;

tanah, air, udara, cahaya matahari. Kualitas lingkungan biofisik dikatakan baik

jika

.

Kualitas lingkungan hidup dibedakan berdasarkan biofisik, sosial ekonomi

dan budaya, yaitu:

interaksi antar komponen berlangsung seimbang.

2. Lingkungan sosial ekonomi, adalah lingkungan manusia dalam hubungan

dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Standar kualitas

lingkungan sosial ekonomi dikatakan baik jika kehidupan manusia cukup

sandang, pangan, papan, pendidikan dan kebutuhan lainnya.

3. Lingkungan budaya adalah segala kondisi, baik berupa materi (benda) maupun

nonmateri yang dihasilkan oleh manusia melalui aktifitas dan kreatifitasnya.

Lingkungan budaya dapat berupa bangunan, peralatan, pakaian, senjata dan

juga termasuk non materi seperti tata nilai, norma, adat istiadat, kesenian,

sistem politik dan sebagainya. Standar kualitas lingkungan diartikan baik jika

di lingkungan tersebut dapat memberikan rasa aman, sejahtera bagi semua

anggota masyarakatnya dalam menjalankan dan mengembangkan sistem

budayanya

(Pustekkom, 2005, http://www.e-dukasi.net).

Kegiatan yang dilakukan oleh umat manusia memiliki dampak pada

lingkungan hidup. Kegiatan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang pesat telah

memberikan tekanan pada keseimbangan alam berupa pencemaran hingga

mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hidup. Padahal tipologi pencemaran

yang terdiri dari pencemaran air, udara, dan tanah berakibat pada menurunnya

kualitas lingkungan hidup memiliki dampak pada kehidupan manusia. Berikut ini

disajikan beberapa kasus berdasarkan tipologi pencemaran yang berakibat pada

Page 57: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

36

penurunan kualitas lingkungan hidup yang menjadi soroton para ahli lingkungan

hidup di seluruh dunia.

1. Kasus rendahnya kualitas air di negara berkembang.

Menurut Bank Dunia (1992), sekurangnya 170 juta orang yang tinggal di kota-

kota dan sekurangnya 850 juta orang yang tinggal di desa-desa di negara

berkembang tidak memiliki akses guna mendapatkan air bersih untuk minum,

masak dan cuci. Sumber-sumber air telah terkontaminasi dengan berbagai

penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia, bahan kimia beracun dan

metal berat yang sudah sulit untuk dihilangkan dengan menggunakan teknik

purifikasi biasa (standar). Dilaporkan juga bahwa penggunaan air yang

tercemar tersebut telah menyebabkan jutaan orang meninggal dan lebih dari

satu milyar orang sakit setiap tahun (World Bank, 1992).

2. Kasus tingginya tingkat pencemaran udara di kota-kota besar.

Baru-baru ini dalam sebuah penelitian mengenai tingkat pencemaran udara di

20 kota besar di seluruh dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

memperkirakan bahwa sekurangnya satu jenis polusi udara di kota-kota besar

tersebut telah melebihi ambang batas pencemaran udara WHO (UNEP dan

WHO, 1992). Penelitian lain memperkirakan bahwa kurang lebih 600 juta

orang hidup di kota yang tingkat pencemaran sulfur dioksidanya melebihi

ambang batas pencemaran udara WHO, dan sekitar 1,25 milyar orang tinggal

di kota-kota yang tingkat pencemaran debunya sudah sangat tinggi. Lebih jauh

lagi, tingkat pencemaran udara yang tinggi diperkirakan telah menyebabkan

gangguan kesehatan pada masyarakat. Misalnya, di Jakarta, dengan penduduk

sekitar sembilan juta orang, diperkirakan sekitar 1558 kasus kematian dini, 39

juta kasus gangguan tenggorokan, 558 ribu kasus serangan asma, 12 ribu

kasus bronhitis kronis, dan 125 ribu kasus sakit tenggorokan pada anak-anak

di tahun 1990 disebabkan oleh tingginya tingkat pencemaran udara di kota

tersebut (Ostro, 1994).

3. Kasus menurunnya tingkat kesuburan tanah.

Program Lingkungan Persatuan Bangsa-bangsa (UNEP) memperkirakan

sekitar 11 persen dari tanah subur di dunia telah tererosi, berubah secara

Page 58: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

37

kimiawi, atau secara fisik memadat yang mengakibatkan menurunnya

kemampuan tanah tersebut untuk memproses nutrisi mencari bahan yang

berguna bagi tanaman. Lebih jauh lagi, UNEP juga mengestimasi bahwa

kurang lebih tiga percen dari tanah di dunia ini telah rusak hingga tidak lagi

dapat menjalankan fungsi abiotiknya sama sekali (WRI in collaboration with

the UNEP and the UNDP, 1992). Tentunya tingkat kesuburan tanah yang

menurun menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian.

4. Kasus menurunnya tingkat keragaman biota.

Sebagai contoh, para peneliti memperkirakan bahwa empat sampai delapan

persen dari species yang hidup di hutan tropis akan punah dalam 25 tahun

mendatang (Reid, 1992). Kasus kerusakan batu karang juga semakin banyak.

Kelestarian rawa-rawa (wetlands) juga semakin mengkuatirkan. Semakin

menurunnya tingkat keragaman biota tentunya merupakan ancaman serius

bagi keseimbangan dan kelestarian alam (WRI in collaboration with the UNEP

and the UNDP, 1992).

Peningkatan kualitas lingkungan hidup terutama perkotaan, diperlukan

suatu kebijakan berkaitan dengan pengelolaan sampah terutama dalam upaya

menanggulagi pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Untuk mewujudkan

peningkatan kualitas lingkungan hidup berskaka rumah tangga perlu ditempuh

dengan kegiatan diantaranya, yaitu:

1. Meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi

lingkungan hidup.

2. Meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan

sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

3. Meningkatkan pengelolaan kebersihan dan pertamanan.

Keberhasilan capaian sasaran tersebut antara lain pada pengembangan

kualitas lingkungan hidup diupayakan untuk meningkat, yang dinilai berdasarkan

tolok ukur standar kualitas lingkungan hidup. Faktor - faktor yang mempengaruhi

keberhasilan pencapaian sasaran meningkatnya kualitas lingkungan hidup yaitu

meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Page 59: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

38

Hambatan dan permasalahan yang dihadapi dalam upaya pengendalian

lingkungan hidup di Kota Bandung antara lain:

1. Kesadaran masyarakat terhadap lingkungan hidup masih perlu ditingkatkan

utamanya pada pelaku usaha kecil dan menengah.

2. Penegakan hukum lingkungan yang masih lemah.

3. Pemahaman konsep pembangunan berwawasan lingkungan belum sinkron

bagi seluruh stakeholder

4. Masih banyaknya masyarakat yang memiliki kebiasaan membuang sampah di

sembarang tempat, sehingga mengakibatkan kesulitan untuk pengelolaan

sampah pada tahapan berikutnya.

5. Prasarana dan sarana pengelolaan sampah tidak seimbang dengan produksi

sampah yang dihasilkan masyarakat.

Strategi pemecahan masalah dapat dilakukan dengan:

1. Peningkatan Penegakan Hukum Lingkungan.

2. Mensosialiasikan konsep pembangunan berwawasan lingkungan bagi seluruh

stakeholder

3. Menyediakan fasilitas pembuangan sampah di tempat-tempat umum

4. Peningkatan pengolahan sampah menjadi produk yang bermanfaat

Hasil penelitian yang dilakukan Saribanon (2007) menunjukkan bahwa

kondisi pengelolaan sampah saat ini memerlukan upaya penguatan kelembagaan

dan pembatasan lingkup fungsi pemerintah daerah untuk mendukung partisipasi

masyarakat secara optimal. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan sampah yang

bersumber dari rumah tangga perlu bertumpu pada strategi pengembangan

infrastruktur, strategi partisipasi komunitas dan strategi pengelolaan kelembagaan.

Pelaksanaan ketiga strategi tersebut dapat mengakomodasikan heterogenitas

dalam masyarakat serta meningkatkan penerimaan dan partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan sampah pemukiman berbasis masyarakat.

Hasil penelitian yang dilakukan Saraswati (2007) menghasilkan 7 faktor

dari rumah tangga yang berpengaruh nyata terhadap pengelolaan sampah yaitu 1)

jumlah sampah, 2) yang menangani sampah di rumah sebelum di buang, 3)

Page 60: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

39

pengetahuan tentang 3R, 4) pemilahan, 5) pelaksanaan reduce, 6) pelaksanaan

reuse dan 7) kesediaan melakukan recycle. Ibu rumah tangga merupakan pihak

yang paling berperan dalam pengelolaan sampah di rumah sebelum dibuang.

Aspek terlemah dalam kapasitas organisasi adalah aspek pelayanan. Faktor kunci

dalam pengembangan kelembagaan pada pengelolaan sampah kota berbasis

partisipasi masyarakat adalah sosialisasi 3R, pemahaman 3R, peran ibu rumah

tangga, kegiatan usaha kompos, pemasaran kompos, kegiatan usaha daur ulang,

dan pemasaran produk daur ulang.

Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan Kholil (2005) membuktikan

bahwa penanganan sampah kota tidak dapat didasarkan pada pendekatan cost

recovery, waste to product yang bertujuan untuk mencari keuntungan peningkatan

PAD, atau untuk tujuan menciptakan lapangan kerja baru; akan tetapi didasarkan

pada pendekatan waste to clean dan clean to product, yaitu pendekatan dengan

tujuan utama menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kota. Salah satu

faktor kunci yang menentukan keberhasilan penanganan sampah kota adalah

keterlibatan masyarakat, khususnya para ibu rumah tangga yang menjadi sumber

utama penghasil sampah. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan penanganan

sampah kota harus berlandaskan pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan

profesionalisme perlu restruktunisasi anggaran kebersihan kota dengan

membentuk BLU Kebersihan (Badan Layanan Umum Kebersihan), dan

restrukturisasi lembaga penanganan sampah kota dengan membentuk Komisi

Penanganan Sampah Kota, yang anggotanya terdiri dari tokoh formal, tokoh

agama, tokoh masyarakat, para ahli, LSM, pengusaha dan penegak hukum.

Page 61: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

40

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2007 sampai Desember 2009.

Penelitian dilakukan di Kota Bandung berkaitan dengan pengembangan kebijakan

pemerintah Kota Bandung dalam hal pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah

yang berkaitan dengan pengendalian sampah rumah tangga.

3.2 Tahapan Penelitian

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Penelaahan seluruh data

Langkah ini melihat keseluruhan data, menginventarisasi data yang ada, baik

data primer maupun data sekunder. Data primer dikumpulkan dari catatan

lapangan, hasil wawancara dari berbagai kalangan, sesuai dengan fokus

pertanyaan masing-masing. Kemudian dicek keabsahan dan kriteria

kelengkapan data itu dari beberapa catatan yang ada. Data sekunder yang

dikumpulkan berupa dokumen penting dari berbagai instansi terkait.

Dilengkapi juga dengan foto, gambar, peta wilayah, dan dokumen lain yang

erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.

2. Reduksi Data

Setelah data ditelaah secara keseluruhan, dibaca dan dipelajari, maka langkah

berikutnya adalah reduksi data yakni membuat abstraksi, membuat rangkuman

inti, poin-poin penting. Bisa berupa pola pikir atau skema secara sistematik

dengan alur tertentu. Hal ini amat membantu menggiring peneliti pada fokus

kajian yang telah dirumuskan.

3. Menyusun dalam satuan.

Setelah melakukan reduksi data maka langkah berikutnya adalah menyusun

karakteristik dan indikator-indikator yang dipertanyakan dalam penelitian.

Karakteristik dan indikator ini kemudian disatukan menjadi satuan konsep.

Lincoln dan Guba (1985) menamakan sebagai satuan informasi yang berfungsi

Page 62: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

41

untuk mendefinisikan kategori. Hal ini disebabkan karena suatu latar sosial

individu merupakan suatu kebulatan (Lafland and Lofland, 1984). Setelah itu

kemudian diberi label tertentu sehingga dapat diidentifikasikan satuan yang

satu dengan lainnya. Perilaku sosial dan budaya dapat dipelajari dari

pandangan arti perilaku manusia (Moleong, 1989). Jadi konseptualisasi satuan

dapat ditemukan dengan menganalisis proses kognitif dan struktur kognitif

seseorang yang diteliti bukan dari segi peneliti. Dengan demikian

memunculkan keutuhan dan kebulatan heuristik, artinya menurut Lincoln dan

Guba (1985): memberikan peluang penafsiran atau informasi yang banyak

walaupun tanpa ada informasi tambahan.

4. Kategorisasi

Kategorisasi merupakan langkah penyusunan dan pengelompokan bagian-

bagian yang memperlihatkan kaitan dengan indikator yang dipergunakan.

Prosesnya dimulai dari pemilihan indikator, kemudian merangkaikannya

dengan pilihan jawaban.

5. Penafsiran data

Setelah data dikategorikan langkah selanjutnya adalah penafsiran data.

Penafsiran data adalah mendeskripsikan hasil penelitian baik berupa deskripsi

analitik maupun deskripsi substansif. Menurut Schaltzman dan Strauss (1973)

deskripsi analitik adalah penafsiran data dengan menggunakan acuan teori

yang sudah ada. Sedangkan deskripsi teori substansif menafsirkan data tidak

menggunakan acuan teori yang ada, tetapi memunculkan kategori atau classes

tertentu kemudian dicari karakter hubungan yang ditafsirkan dari data itu. Dari

tafsiran data itu secara mendasar ada gambaran munculnya konsep-konsep

baru, yang bisa memperkuat konsep yang ada, menggoyahkan atau menolak

teori yang sudah ada.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data sekunder yang dibutuhkan antara lain berkaitan dengan produk-

produk peraturan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di

Kota Bandung sebagai acuan dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan

Page 63: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

42

dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Selain itu data sekunder lainnya

dibutuhkan berkaitan dengan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah, jumlah pegawai instansi berkaitan dengan persampahan,

lokasi-lokasi TPA, alternatid-alternatif penanganan sampah, serta pendapat para

pakar persampahan yang diperoleh dari hasil dokumentasi atau laporan-laporan

yang dikumpulkan melalui studi pustaka dan informasi seperti PD Kebersihan,

BPLHD Kota Bandung, Dinas Tata Kota, dan Dinas Pendapatan Daerah Kota

Bandung.

Data primer yang diperlukan terdiri dari pendapat/pandangan masyarakat

tentang pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh

pemerintah daerah melalui instansi-instansi terkait, serta pendapat/pandangan para

pakar di bidang pengelolaan sampah dalam menemukan prioritas dalam

pelaksanaan pengelolaan sampah. Selain itu wawancara dengan para pakar

pengelolaan sampah baik dari institusi pemerintahan maupun institusi akademik

dilakukan untuk memperoleh masukan dan arahan dalam pembahasan hasil

analisis. Secara umum data primer dikumpulkan melalui wawancara dan

kuesioner.

3.4 Jumlah Sampel Penelitian

Jumlah sampel minimum responden pegawai PD Kebersihan Kota

Bandung yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin

(Rakhmat, 1997). Hal ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui yaitu

sebesar 1.852 pegawai (Tahun 2008). Perhitungan jumlah sampelnya mengacu

pada Slovin (Rakhmat, 1997) sebagai berikut:

12 +=

NeNn

Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian

karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 15%

Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel

Page 64: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

43

minimum yaitu :

444,431)15,0(852.1

852.12 ≈=+

=n

Jumlah sampel minimum responden masyarakat Kota Bandung yang

digunakan dalam penelitian ini mengacu pada rumus Slovin (Rakhmat, 1997). Hal

ini dilakukan karena jumlah populasi diketahui, yaitu sebesar 1.615.582

masyarakat Kota Bandung yang berusia 15-64 tahun (www.jabar.go.id, Tahun

2008). Perhitungan jumlah sampelnya, sebagai berikut:

12 +=

NeNn

Keterangan: n = Ukuran Sampel N = Jumlah Populasi e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketelitian

karena pengambilan sampel populasi) batas kesalahan ditentukan sebesar 6%

Sehingga dengan mempergunakan rumus ini diperoleh jumlah sampel

minimum, yaitu :

2787,2771)06,0(582.615.1

582.615.12 ≈=+

=n

Berdasarkan perhitungan di atas, maka jumlah sampel responden pegawai

PD Kebersihan Kota Bandung yang dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal

44 sampel, sedangkan jumlah sampel responden masyarakat Kota Bandung yang

dapat dipergunakan adalah sebanyak minimal 278 sampel, dengan teknik

pengambilan sampel responden pegawai PD Kebersihan Kota Bandung

menggunakan Simple Random Sampling dengan menggunakan bantuan daftar

absen, responden dipilih secara acak, dengan memilih 150 pegawai, sedangkan

teknik pengambilan sampel responden masyarakat Kota Bandung menggunakan

Simple Random Sampling dengan pembagian menurut kecamatan, responden

dipilih secara acak, dengan memilih 450 masyarakat.

Kuesioner dianggap sah jika pernyataan pada kuesioner dijawab

seluruhnya dan pada setiap pernyataan hanya ada satu jawaban. Perincian

Page 65: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

44

penyebaran kuesioner penelitian kepada pegawai dan kepada masyarakat

ditampilkan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Pegawai

Klasifikasi Kuesioner Jumlah Jumlah Kuesioner yang disebar 150 Jumlah kuesioner yang kembali 107

Jumlah kuesioner yang sah 73 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 2 Perincian Penyebaran Kuesioner Penelitian Kepada Masyarakat

Klasifikasi Kuesioner Jumlah Jumlah Kuesioner yang disebar 450 Jumlah kuesioner yang kembali 389

Jumlah kuesioner yang sah 300 Sumber: Hasil Pengolahan Data

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2 didapat jumlah kuesioner yang disebar

adalah 150 kuesioner untuk pegawai dan 450 untuk masyarakat, jumlah kuesioner

yang kembali 107 kuesioner untuk pegawai dan 389 untuk masyarakat. Dari

jumlah kuesioner yang kembali diperiksa dan hasil kuesioner yang sah, yaitu 73

responden pegawai dan 300 responden masyarakat yang dipergunakan menjadi

data primer untuk pengolahan data.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Penyebaran kuesioner

Kuesioner dirancang sedemikian rupa dengan mengacu pada indikator-

indikator yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk keperluan analisis

data yang dipergunakan. Kuesioner untuk analisis faktor, disebarkan baik

kepada pegawai PD Kebersihan, maupun kepada masyarakat di Kota

Bandung. Kuesioner untuk Analysis Hierarchy Procecess ditujukan kepada 5

(lima) orang tenaga ahli di bidang Pengelolaan Sampah yaitu 1) PD

Kebersihan Kota Bandung, 2) Badan Pengelola Lingkungan Hidup Kota

Page 66: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

45

Bandung, 3) Tokoh Masyarakat Bidang Pengelolaan Sampah, 4) Pejabat

Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW atau RT), dan 5) Tenaga

Ahli (Dosen) Bidang Pengelolaan Sampah.

2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan melalui sejumlah

pertemuan dengan informan yang di dalamnya berlangsung tanya jawab dan

pembicaraan akrab mengenai berbagai aspek penelitian baik dalam suasana

formal maupun informal. Proses wawancara ini selain menjelaskan informasi

mengenai dirinya seperti asal daerah, aktivitas kerja, kehidupan dalam

pergaulan, dan pandangan hidupnya; informasi juga menjelaskan hal di luar

dirinya seperti kondisi komunitas, hubungannya dengan masyarakat sekitar.

Wawancara mendalam yang dilakukan ini ditujukan kepada para stakeholder

yang berkaitan dengan pengelolaan sampah seperti 1) Kepala PD Kebersihan

Kota Bandung, 2) Kepala Dinas Kesehatan, 3) Kepala Badan Pengelola

Lingkungan Hidup, 4) Tokoh Masyarakat bidang Lingkungan Hidup, dan 5)

Pejabat Pemerintah Daerah Kewilayahan (Camat, Lurah, RW dan RT)

Fokus wawancara mendalam terbagi ke dalam 7 (tujuh) bagian.

Pertama, berkaitan dengan kebutuhan akan tempat pembuangan sampah yang

terus meningkat. Kedua, peningkatan pelayanan kepada masayarakat. Ketiga,

membantu Pemerintah Kota Bandung dalam pengadaan lokasi tempat

pembuangan sampah alternatif. Empat, tidak terjadi penumpukan sampah

yang dapat mengganggu kesehatan. Lima, kemudahan dalam membuang

sampah. Enam, tidak terganggu bau sampah dan tujuh, kompensasi yang

wajar.

3. Pengamatan Berperanserta

Pengamatan berperanserta (partisipant-observation) dilakukan dengan

mengikuti proses awal pengangkutan sampah sampai proses pembuangan

sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Selain itu, interaksi dengan

masyarakat terutama mereka yang tinggal dekat Tempat Pembuangan Akhir

(TPA). Mengacu pada klasifikasi peran serta dari Spradley (1980:60), jenis

peran serta peneliti adalah peran serta moderat (moderate partisipation), yakni

Page 67: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

46

peran serta yang memelihara keseimbangan posisi sebagai insider dan out-

sider, sebagai pengamat sekaligus partisipan. Sebelum pengamatan

berperanserta berlangsung, pendekatan pada masing-masing kasus dilakukan,

untuk menciptakan saling percaya (trust building). Pengamatan dilakukan

dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan membangun tempat

pembuangan akhir (TPA) untuk meningkatkan daya tampung pembuangan

sampah organik dan an-organik yang diproduksi oleh masyarakat Kota

Bandung yang meliputi antara lain:

a. Pengumpulan data dokumenter dilakukan di PD Kebersihan, Badan

Pengelolaan Lingkungan Hidup, Badan Perencanaan Daerah, Asisten

Bidang Pemerintahan, Dinas Kampraswil dan catatan penting lainnya.

b. Catatan lapangan, yang meliputi berbagai informasi dari hasil wawancara

terhadap informan yang berupa:

1) Isi pembicaraan langsung yang dicatat dari hasil wawancara secara

terbuka, bebas, langsung dalam rangka melengkapi informasi. Hal ini

membantu wawancara agar tidak kaku dalam pembicaraan, bahkan

muncul masalah menarik dari catatan pembicaraan secara bebas.

2) Catatan peristiwa, konteks dan situasi, siapa, dimana, apa, kapan dan

bagaiamana kegiatan itu. Catatan ini dapat menggambarkan peristiwa

dan refleksi yang berisi kerangka berfikir dan pendapat peneliti,

gagasan dan kepedulian (Bogdan dan Biklen, 1992).

4. Studi Literatur

Metode melalui studi literatur dilakukan dengan cara mempelajari dan

menelaah berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan,

antara lain melalui buku teks, buku-buku pendukung maupun penelitian

terdahulu yang relevan. Studi ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang

sifatnya teoritis dan digunakan sebagai pembanding dalam pembahasan.

Page 68: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

47

3.6 Metode Analisis Data

1. Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian

Pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan berdasarkan penilaian

persepsi pegawai PD Kebersihan dan Masyarakat Kota Bandung melalui 5 (lima)

pilihan jawaban yang memiliki skor 1 sampai 5. Hasil penilaian berdasarkan

persepsi responden penelitian ini kemudian diolah untuk memperoleh prosentase

berdasarkan pilihan jawaban, sehingga diperoleh prosentase terbanyak yang

dijadikan acuan dalam menetapkan hasil pengukuran terhadap variabel penelitian.

2. Factor Analysis

Pada tahap analisis, data diolah dan diproses menjadi kelompok-

kelompok, diklasifikasikan, dikategorikan dan dimanfaatkan untuk memperoleh

kebenaran sebagai jawaban dari masalah dalam hipotesis penelitian yang diajukan

dalam penelitian. Penelitian yang dilakukan ini bermaksud untuk mengungkapkan

faktor utama yang merupakan variabel penyebab atau independent variable yaitu

faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah

dalam upaya meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung. Dalam

statistika, metode analisis yang sesuai dengan permasalahan tersebut adalah

analisis faktor berkaitan dengan komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur

birokrasi yang merupakan faktor penentu kebijakan berdasarkan teori Edward III

(1980) yang diterapkan pada pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

Prinsip kerja analisis faktor digunakan dalam pengolahan data penelitian

yang bertujuan untuk mengelompokkan dan mereduksi suatu varibel penelitian.

Hasil analisis faktor yang berbentuk kelompok faktor berdasarkan variabel

penelitian yang lebih sederhana dengan informasi yang lebih baik yang diberikan

oleh variabel penelitian. Analisis faktor adalah model matematik yang berfungsi

menjelaskan hubungan antara kumpulan besar variabel menjadi bentuk kumpulan

yang kecil berdasarkan faktor-faktor yang terbentuk. Gambar 2 menjelaskan

prinsip kerja analisis faktor.

Page 69: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

48

Solusi Empat Faktor

Gambar 2 Ilustrasi Solusi Empat Faktor Hasil Reduksi, Pengelompokkan dan Pengurutan Sumber: Hasil Kajian Kesesuaian dengan Penelitian yang Dilakukan (modifikasi Dillon, 1984)

Page 70: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

49

Keterangan: X1 = Komunikasi X1.1 = Kejelasan Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.2 = Pengetahuan Melaksanakan Tugas dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.3 = Kecepatan Menerima Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.4 = Frekuensi Penerimaan Informasi Kebijakan Pengelolaan Sampah X1.5 = Kesesuaian Pelaksanaan dengan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah X1.6 = Kecepatan Pemecahan Masalah Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2 = Sumberdaya X2.1 = Kemudahan Perolehan Informasi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah X2.2 = Ketersediaan Peralatan Pendukung Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan

Sampah X2.3 = Kemampuan Sumberdaya Pengelola Persampahan X3 = Disposisi atau Sikap Pelaksana Pengelola Persampahan X3.1 = Pemahaman Pengelola dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.2 = Pengetahuan Pengelola dalam Pekerjaannya X3.3 = Penerapan Pengelola dalam Melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Sampah X3.4 = Kesopanan dan Kejujuran Pengelola Persampahan X3.5 = Komitmen Pengelola Persampahan dalam Menjalankan Tugas X3.6 = Prioritas Keberhasilan Kebijakan Pengelolaan Sampah X4 = Struktur Birokrasi Pengelolaan Persampahan X4.1 = Kejelasan Pembagian Tugas Pengelolaan X4.2 = Tanggung Jawab Pelaksana Persampahan X4.3 = Kejelasan Wewenang Pelaksana Persampahan X4.4 = Kejelasan Koordinasi Pelaksana Persampahan

Analisis Faktor digunakan dengan melakukan validasi. Metoda ini berguna

untuk menghitung keterkaitan (korelasi) antar variabel-variabel penyebab yang

membentuk variabel akibatnya.

Variabel yang akan digunakan adalah variabel yang mempunyainilai lebih

besar dari 0,3. Besarnya angka 0,3 tersebut di dasarkan kepada pendapat dillon

dan goldstein (1984) yang menyatakan bahwa variabel yang mempunyai nilai 0,3

dapat digunakan sebagai variabel bermakna.

3. Analisis AHP dan SWOT (AWOT)

Analisis ini merupakan perpaduan antara Analitic Hierarchy Process

(AHP) dan SWOT (Strength, Weakness, Oportunity, and Threat). Analisis SWOT

menjadi suatu alat kekuatan untuk mencari dan menemukenali potensi dalam

kebijakan pengelolaan sampah sebagai kekuatan yang dimiliki. Hasil analisis ini

Page 71: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

50

dapat dijadikan sebagai landasan strategi untuk mencapai keberlangsungan

pembangunan terutama dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan

menggambarkan pengaruh, tindakan yang diperlukan, untuk mencapai keluaran

yang diinginkan (Moughtin,1990). Tujuan akhir dari analisa ini adalah untuk

memilih strategi yang efektif untuk memaksimalkan keunggulan kekuatan/potensi

dan memanfaatkan peluang serta pada saat yang sama meminimalkan pengaruh

kelemahan dan ancaman yang dihadapi (Diklat Manajemen Perkotaan, 1999).

Analisis SWOT tidak mungkin dicapai tanpa adanya pengetahuan

mengenai sejarah wilayah studi dan pengetahuan faktor baik eksternal maupun

internal yang ada di perkotaan (Moughtin, 1999). Analisis SWOT di sini akan

mengidentifikasikan faktor internal wilayah sebagai kekuatan dan kelemahan, dan

faktor eksternal sebagai peluang dan ancaman, matriks SWOT sebagai rangkuman

dari faktor eksternal dan internal yang dipengaruhi dari peluang, ancaman,

kekuatan dan kelemahan.

Matriks SWOT sebagai rangkuman dari faktor internal dan eksternal yang

dipengaruhi dari peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dimana analisis ini

memungkinkan untuk diformulasikan dan dirumuskan suatu strategi yang sesuai

dengan visi dan misi dari kebijakan pengelolaan sampah yang ditetapkan.

Kerangka Analisis SWOT ditampilkan pada Tabel 3.

Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk membantu

perumusan strategi. Cara yang paling lazim adalah memanfaatkannya sebagai

kerangka acuan logis yang dijadikan pedoman pembahasan sistematik tentang

situasi dan kondisi pengelolaan sampah serta alternatif-alternatif pokok yang

mungkin dipertimbangkan dalam pengelolaan sampah perkotaan. Analisis SWOT

yang sistematik dapat dilakukan untuk semua aspek situasi dalam pengelolaan

sampah. Sebagai hasil analisis ini memberikan kerangka yang dinamik serta

bermanfaat untuk analisis strategik.

Dalam proses pengambilan keputusan publik, seringkali sumber kerumitan

masalah keputusan bukan hanya pada ketidakpastian atau ketidaksempurnaan

informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang berpengaruh terhadap

pilihan-pilihan yang ada serta beragamnya kriteria pemilihan tersebut (Saaty dan

Page 72: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

51

Vargas, 1994). Dengan adanya berbagai alternatif pemilihan keputusan tersebut,

masalah mendasar pengambilan keputusan publik adalah bagaimana menentukan

bobot penilaian untuk suatu kriteria yang digunakan menurut kepentingan

tertentu.

Tabel 3 Kerangka Analisis SWOT

Strengths (Kekuatan) Weakness (Kelemahan)

Kekuatan diukur berdasarkan situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif yang memungkinkan PD Kebersihan Kota Bandung memenuhi keuntungan stratejik dalam mencapai visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah ini berupa keberadaan sumberdaya, keunggulan pelaksana, dukungan lingkungan, karakteristik kawasan dan letak geografis. Kekuatan ini merupakan kompetensi khusus yang memberikan keunggulan dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah. Kekuatan dapat terkandung dalam sumberdaya keuangan, citra, sarana dan prasarana yang tersedia serta faktor-faktor lainnya

Kelemahan diukur berdasarkan situasi dan faktor-faktor dalam PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat negatif, yang menghambat PD Kebersihan mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi. Kekuatan dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa keterbatasan atau kekurangan dalam sumberdaya, daya dukung dan kapabilitas yang menghambat kualitas lingkungan yang meliputi fasilitas sumberdaya keuangan, sarana dan prasarana, kemampuan sumberdaya manusia dan budaya yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah

Opportunities (Peluang) Threat (Ancaman)

Peluang diukur berdasarkan situasi dan faktor-faktor luar PD Kebersihan Kota Bandung yang bersifat positif, yang membantu organisasi mencapai atau mampu melampaui pencapaian visi dan misi organisasi. Peluang dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi penting yang menguntungkan dalam melaksanakan kebijakan. Kecenderungan penting merupakan salah satu identifikasi perubahan kualitas lingkungan, peraturan serta kebutuhan masyarakat dan swasta yang dapat memberikan peluang bagi pelaksanaan kebijakan

Ancaman diukur berdasarkan faktor-faktor luar organisasi yang bersifat negatif, yang dapat mengakibatkan PD Kebersihan Kota Bandung gagal mencapai visi dan misinya. Ancaman dalam kebijakan pengelolaan sampah berupa situasi yang tidak menguntungkan dalam pelaksanaan kebijakan. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi pelaksanaan kebijakan saat ini atau tidak diinginkan dalam melaksanakan kebijakan. Perubahan kualitas lingkungan, perkembangan teknologi, peraturan baru dapat menjadi ancaman bagi pengelolaan sampah.

Sumber: Hasil Kajian Peneliti

Pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria, model Analytic

Hierarchy Process (AHP) merupakan model kuantitatif yang cocok untuk

diterapkan dalam rangka pengambilan keputusan penetapan prioritas kriteria

dalam rangka pengambilan keputusan penentuan prioritas dalam pengelolaan

Page 73: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

52

sampah di Kota Bandung. Metode ini merupakan metode perencanaan yang luwes

dan memungkinkan adanya pengambilan keputusan dengan mengkombinasikan

pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Hal tersebut dimungkinkan

terjadi karena AHP mengandalkan pada intuisi pada input utamanya. Intuisi

tersebut harus datang dari pengambil keputusan yang cukup informasi yang

memahami masalah yang sedang dihadapi dan akan diambil keputusan.

Ada beberapa Variabel yang ditetapkan untuk diterapkan dengan

menggunakan metode AHP, yakni:

1. Faktor utama/Main Isue (Level 1):

Agar tercapai goal yang dituju, ada isue utama yang diperhatikan, yakni

keterkaitan kriteria terhadap faktor utama, dapat digambarkan sebagai suatu

proses hubungan kausal, yang memberikan pengaruh menguntungkan dan

merugikan terhadap key isue.

2. Kriteria (Level 2):

Dari faktor-faktor yang berpengaruh di atas ada berbagai kriteria, agar dapat

memaksimalkan pengelolaan sampah yang dilakukan dalam rangka mencapai

tujuan pengendalian sampah.

3. Alternatif (Level 3):

Alternatif ini merupakan kriteria yang mengacu kepada pendekatan faktor

penting dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah berupa pengelolaan

sampah rumah tangga di Kota Bandung

Penggunaan Model AHP dan SWOT dalam penelitian ini disajikan dalam

Gambar 3 di halaman berikut.

Page 74: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

53

Gambar 3 Model Hirarki AHP dan SWOT

Keterangan: Red = Reduce (Mengurangi Sumber). Reu = Reuse (Memanfaatkan Kembali) Rec = Recycle (Mengolah Kembali) Emp = Empower (Memberdayakan)

K = Komunikasi S = Sumberdaya D = Disposisi B = Birokrasi

Kebijakan Persampahan

Strengths Weaknesses Opportunities Threats

Red Reu Rec Emp Red Reu Rec Emp Emp Rec Reu Red Red Reu Rec Emp

K S D B K S D B K K S S D D B B K K S S D D B B K K S S D D B B K K K K S S S S D D D B B B D B K K K K S S S S D D D D B B B B

Page 75: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

54

IV. GAMBARAN UMUM

KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DI KOTA BANDUNG 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kota Bandung terletak di wilayah Propinsi Jawa Barat dan merupakan

Ibukota Propinsi Jawa Barat, yang terletak diantara 107° 36” Bujur Timur, 6° -

55’ Lintang Selatan. Ketinggian tanah ± 791 m di atas permukaan laut, titik

terendah + 675 m berada di sebelah selatan dengan permukaan relatif datar dan

titik tertinggi + 1,050 m berada di sebelah utara dengan kontur yang berbukit-

bukit. Luas wilayah Kota Bandung 16.729,65 Ha yang terdiri dari dataran (145,52

km²), perbukitan (0,82 km²) dan pesawahan (21,56 km²) dan sebanyak 8.791,35

(52,55%) digunakan untuk daerah perumahan/pemukiman. Kota ini secara

geografis terletak di tengah-tengah provinsi Jawa Barat. Peta Kota Bandung, dapat

dilihat pada Gambar 4.

Kota Bandung terletak di ketinggian ±768 m di atas permukaan laut (dpl).

Daerah utara Kota Bandung pada umumnya lebih tinggi daripada daerah selatan.

Rata-rata ketinggian di sebelah utara adalah ±1050 dpl, sedangkan di bagian

selatan adalah ±675 dpl. Bandung dikelilingi oleh pegunungan yang membuat

Bandung menjadi semacam cekungan (Bandung Basin). Wilayah pemerintahan

terbagi dalam 30 kecamatan dan 151 kelurahan. Secara administratif Kota

Bandung berbatasan dengan daerah kabupaten/kota lainnya yaitu: 1) Sebelah

Utara berbatasan dengan kabupaten Bandung Barat, 2) Sebelah Barat berbatasan

dengan Kota Cimahi, dan 3) Sebelah Timur dan Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Bandung.

Jumlah penduduk Kota Bandung tahun 2007 adalah 2.329.928 jiwa

dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.188.312 jiwa atau 51,00% dan

penduduk perempuan sebesar 1.146.865 jiwa atau sebesar 49,00% (BPS Kota

Bandung Tahun 2007), dan telah terjadi kenaikan sebesar 33.080 jiwa.

Page 76: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

55

Gambar 4

Ilustrasi Peta Lokasi Kota Bandung

Page 77: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

56

Pertumbuhan penduduk di Kota Bandung dipengaruhi oleh faktor alami

seperti kelahiran dan kematian serta faktor migrasi atau perpindahan penduduk

yang disebabkan karena Bandung merupakan ibukota propinsi, juga merupakan

kota jasa yang dikunjungi oleh banyak pendatang dari luar Kota Bandung yang

akhirnya bekerja dan menetap di Kota Bandung.

Peningkatan laju pertumbuhan penduduk 49,00% (BPS Kota Bandung

Tahun 2007), disebabkan oleh perkembangan Kota Bandung yang pesat dan

ketersediaan berbagai fasilitas kehidupan yang membuat orang tertarik untuk

datang dan menetap di Kota Bandung. Jumlah penduduk terbanyak tingkat

kecamatan yaitu kecamatan Babakan Ciparay (137.392 jiwa) dan paling sedikit di

Kecamatan Bandung Wetan (31.714 jiwa). Bila dilihat dari jumlah penduduk di

Kota Bandung 2.329.928 jiwa maka rata-rata kepadatan penduduk di Kota

Bandung yaitu 13.196 jiwa/km². Walaupun Kecamatan Babakan Ciparay memiliki

jumlah penduduk terbanyak tetapi Kecamatan Bandung Kulon merupakan

kecamatan terpadat di Kota Bandung yaitu 37.991 jiwa/km². Kecamatan yang

tingkat kepadatan penduduknya jarang adalah kecamatan Astanaanyar (6.203

jiwa/km2). Dan ini menandakan bahwa persebaran penduduk di Kota Bandung

belum merata dan masih terpusat di tempat-tempat tertentu.

Penduduk Kota Bandung menurut registrasi Penduduk sampai dengan

Tahun 2006 (Sumber: BPS Kota Bandung 2007) berjumlah 2.232.848 jiwa

dengan luas wilayah 16.729,65 Ha (145,52 Km2

Kondisi perekonomian Kota Bandung dapat terlihat dari Indikator Laju

Pertumbuhan Ekonomi (LPE) yang setiap tahun mengalami kenaikan yang

signifikan. Hal tersebut berkaitan dengan penetapan salah satu target program

prioritas yaitu LPE Kota Bandung Tahun 2008 adalah 11%. LPE Kota Bandung

pada tahun 2007 mencapai 8,24% di atas pencapaian LPE Propinsi Jawa Barat

yang mencapai 5,31% (Sumber: BPS/Kependudukan Kota bandung 2007). Faktor

lain yang menjadi salah satu ukuran kemajuan dalam proses pembangunan adalah

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan produksi barang

), sehingga kepadatan

penduduknya per hektar sebesar 13.196 jiwa (Sumber: BPS Kota bandung 2007).

Page 78: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

57

dan jasa masyarakat Kota Bandung. Peningkatan PDRB ini secara tidak langsung

akan berpengaruh terhadap tingkat produksi sampah di Kota Bandung.

4.2 Sampah di Kota Bandung

Volume sampah yang dihasilkan di Kota Bandung berasal dari kegiatan

rumah tangga (domestik) dan berasal dari kegiatan fasilitas sosial, perkantoran,

pasar, pertokoan dan kegiatan lainnya (non domestik). Dengan menggunakan

standar produksi sampah sebesar 2,5 liter/orang/hari, produksi sampah di Kota

Bandung pada tahun 2008 sebesar 7.152 m3/hari dan pada tahun 2013 sebesar

7.362 m3/hari. Diasumsikan cakupan pelayanan pada tahun 2008 sebesar 80% dan

pada tahun 2013 sebesar 90%, maka timbulan sampah yang harus ditangani

adalah sebesar 5.206 m3/hari dan 6.626 m3/hari. Sementara itu kapasitas TPA

yang ada sebesar 3.837.899 m3

Volume sampah yang dihasilkan dari tahun 2008 hingga 2013 dengan

mengasumsikan tetap, yaitu sebesar 2,4 juta m

(PD Kebersihan Kota Bandung, 2009).

3/tahun, dan jumlah sampah yang

dihasilkan dapat direduksi hingga 70% dengan menggunakan teknik-teknik

pemadatan, pengomposan, dan daur ulang, maka volume sampah yang tersisa di

TPA dari tahun 2008 hingga 2013 adalah sebesar 3,6 juta m3. Angka 3,6 juta m3

ini sudah hampir mendekati kapasitas TPA yang ada, yaitu sebesar lebih kurang

3,8 juta m3

Hal yang sama juga berlaku untuk TPS. Pada saat ini terdapat 202 TPS

dan 279 kontainer dengan volume 10 m

. Analisis ini belum mempertimbangkan volume sampah yang

dihasilkan sejak TPA dibuka hingga tahun 2008. Apabila volume sampah tersebut

dipertimbangkan, ada kemungkinan bahwa untuk sepuluh tahun mendatang TPA

yang ada sudah tidak lagi dapat menampung sampah yang dihasilkan (Satriyo,

2008).

3 dan 6 m3. Apabila diasumsikan bahwa

semua kontainer yang digunakan di TPS adalah container dengan volume 10 m3,

maka TPS yang ada pada saat ini mempunyai kapasitas 2.790 m3. Pada tahun

2008 diperlukan tambahan kapasitas sebesar 2.416 m3 atau sama dengan 242

kontainer 10 m3, dan pada tahun 2013 diperlukan tambahan kapasitas sebesar

1.420 m3 (dari tahun 2008) atau 142 kontainer 10 m3 yang dapat disebarkan pada

Page 79: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

58

lokasi TPS yang ada atau TPS-TPS baru (Satriyo, 2008). Volume timbulan

sampah di Kota Bandung dari Tahun 2001 sampai Tahun 2008, dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Timbulan Sampah di Kota Bandung No Tahun Volume (m3 Trend (%) ) 1 2001 887.990 - 2 2002 911.900 2,69 3 2003 1.053.957 15,58 4 2004 1.165.652 10,60 5 2005 2.737.712 134,87 6 2006 1.345.612 -50,85 7 2007 1.396.701 3,80 8 2008 1.457.748 4,37 Rata-Rata 1.369.659 17,29

Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, 2009

Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada Tahun 2005 merupakan Tahun yang

paling besar terjadi timbulan sampah. Hal ini disebabkan pada Tahun 2005

terjadinya bencana longsor di TPA Leuwigajah, sehingga timbulan sampah tidak

dapat lagi dialokasikan di TPA ini. Sejak 21 Februari 2005 (Sumber: Pikiran

Rakyat - 22 Februari 2007) kawasan seluas 23,6 hektare ini digunakan untuk

menampung sampah hingga volumenya mencapai tak kurang dari 1,62 juta meter

kubik. Sistem pengelolaan sampah di TPA Leuwigajah masih menggunakan

teknologi open dumping, yakni dengan hanya menumpuk sampah-sampah di

tempat terbuka. Selain itu, TPA ini juga tidak memiliki saluran khusus air sampah

(lindi).

Gambar 5 memperlihatkan sistem operasional pelayanan kebersihan yang

diterapkan di Kota Bandung, sedangkan perkiraan produksi sampah domestik di

Kota Bandung pada Tahun 2013 serta perbandingannya dengan Tahun 2008

disajikan pada Tabel 5.

Page 80: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

59

Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, Tahun 2008

Gambar 5 Sistem Operasional Pelayanan Kebersihan

Page 81: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

60

Tabel 5 Perkiraan Produksi Sampah Domestik Di Kota Bandung Tahun 2008 dan 2013

No. Kecamatan 2008 2013 (m3 (m/hari) 3/hari)

Wilayah Bojongloa 1 Kec. Andir 308,8 345,4 2 Kec. Sukasari 210,1 237,7 3 Kec. Cicendo 296,7 335,7 4 Kec. Sukajadi 278,1 314,6

Wilayah Cibeunying 5 Kec. Cicadas 149,5 169,1 6 Kec. Coblong 337,8 382,2 7 Kec. Bandung Wetan 191,7 218,2 8 Kec. Cibeunying Kidul 316,8 358,3 9 Kec. Cibeunying Kaler 189,2 214,1 10 Kec. Sumur Bandung 136,7 154,6

Wilayah Tegalega 11 Kec. Astana Anyar 243,3 275,3 12 Kec. Bojongloa Kidul 203,8 252,8 13 Kec. Bojongloa Kaler 295,1 355,6 14 Kec. Babakan Ciparay 295,1 331,6 15 Kec. Bandung Kulon 329,1 372,3

Wilayah Karees 16 Kec. Regol 242,3 274,3 17 Kec. Lengkong 242,7 274,6 18 Kec. Batununggal 358,4 405,3 19 Kec. Kiaracondong 361,4 408,8

Wilayah Ujungberung 20 Kec. Cicadas 298,2 337,4 21 Kec. Arcamanik 242,9 274,8 22 Kec. Ujungberung 207,3 234,6 23 Kec. Cibiru 203,2 232,2

Wilayah Gedebage 24 Kec. Bandung Kidul 119,1 134,7 25 Kec. Margacinta 256,4 290,2 26 Kec. Rancasari 179,6 203,2

Kota Bandung 6.495,5 7.349,0 Data: Data BPLH Kota Bandung, Juli 2008. Pada awal Tahun 2005, Kota Bandung dihadapkan pada persoalan tidak

tersedianya TPA karena beberapa lokasi yang akan dipakai ditolak oleh

masyarakat. Hal ini disebabkan:

Page 82: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

61

1. Penolakan masyarakat di sekitar wilayah yang akan dipakai TPA disebabkan

mereka melihat pengalaman dalam cara pengelolaan sampah yang selama ini

dilakukan. Kejadian longsor sampah di TPA Leuwigajah, Cimahi, yang

memakan korban puluhan orang menjadi pengalaman traumatis masyarakat.

2. Masyarakat menolak karena permukiman berdekatan dengan TPA akan

menimbulkan bau.

3. Masyarakat menolak karena lahan pertanian yang letaknya dekat dengan

daerah yang dipakai TPA dianggap tercemar polusi dari sampah sehingga

merusak produktivitas tanah dan hasil produksi pertanian akan rusak.

4. Masyarakat yang berada di sekitar lokasi TPA menolak karena nilai ekonomi

tanah dan permukiman akan turun. Orang enggan bermukim dan berusaha di

sekitar lokasi, ditambah dengan pertimbangan kesehatan dan estetika.

4.3 Tingkat Kualitas Lingkungan Hidup Kota Bandung

Tingkat kualitas lingkungan hidup Kota Bandung yang berkaitan dengan

pengelolaan sampah dapat diukur berdasarkan tingkat pencemaran sungai.

Diasumsikan sungai menjadi salah satu tempat pembuangan sampah akhir

sebagian masyarakat Kota Bandung. Hasil pemantauan pada 16 sungai di Kota

Bandung memperlihatkan tingkat pencemaran masih menunjukan hasil yang

berada di atas baku mutu. Rincian hasil pemantauan dengan 9 parameter dapat

dilihat pada Tabel 6

Tabel 6 Hasil Pemantauan Kualitas Sungai

No Parameter Kondisi Sungai (16) lokasi

Memenuhi Baku Mutu Tidak Memenuhi Baku Mutu

1 Amoniak - 16 (100%) 2 Timbal - 16 (100%) 3 BOD 6 (37,50 %) 10 (62,50%) 4 COD 3 (18,75 %) 13 (81,25%) 5 DO 6 (37,50 %) 10 (62,50%) 6 Detergen 5 (31,25 %) 11 (68,75%) 7 E. Coli 1 (6,25 %) 15 (93,75%) 8 Tembaga 3 (18,75 %) 13 (81,25%) 9 Nitri 8 (50,00 %) 8 (50,00%)

Sumber: BPLHD Kota Bandung, 2009

Page 83: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

62

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Acuan normatif berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah di

Indonesia saat ini yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah. Meskipun Undang-undang tentang Pengelolaan Sampah

telah disahkan namun Peraturan Pemerintah sebagai acuan dalam pelaksanaan

pengelolaan sampah sebagai tindak lanjut Undang-undang tersebut masih belum

ada. Direncanakan terdapat 3 (tiga) Peraturan Pemerintah namun baru satu yang

telah siap proses legalisasinya. Isu lain adalah kontradiksi pendekatan 3R yang

menekankan pengurangan timbulan sampah versus penerapan waste to energy

(ubah sampah menjadi energi) yang mendorong peningkatan timbulan sampah.

Isu lain yang mengemuka berupa perlunya Pemerintah Daerah memberdayakan

masyarakat dan melibatkan dunia usaha atau pihak lain yang terkait dengan

masalah persampahan. Program 3R menyatu dengan sistem pengelolaan sampah

skala kota. Terdapat 5 Kebijakan dan 29 Strategi Nasional Pengelolaan Sampah.

Kelima kebijakan tersebut adalah pengurangan sampah, penanganan sampah,

pemanfaatan sampah, peningkatan kapasitas pengelolaan sampah, dan

pengembangan kerjasama regional dan global.

Kebijakan yang menjadi acuan dasar dalam pengelolaan sampah di Kota

Bandung mengacu pada:

1. Skala Nasional yaitu Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah

2. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah

Kota Bandung Nomor 11 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Peraturan

Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban,

Kebersihan, dan Keindahan

3. Skala Regional Pemerintah Daerah Kota Bandung yaitu Peraturan Daerah

Kota Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota

Bandung

Page 84: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

63

4. Perusahaan Daerah dalam Pengelolaan Sampah yaitu Peraturan Daerah Kota

Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan pendirian PD Kebersihan

Kota Bandung sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang bergerak dalam jasa

pelayanan kebersihan di Kota Bandung.

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam bentuk Peraturan

Daerah mengacu pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan

Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan. Salah satu pertimbangan ditetapkannya

Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 ini yaitu bahwa ketentuan sanksi yang

ditetapkan dalam agar dapat berlaku efisien, efektif dan memiliki kepastian

hukum, masih perlu dilakukan penyempurnaan.

Ketetapan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2005 tentang

Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan yang berkaitan dengan

pengelolaan sampah mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1997

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor

68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699) dan Peraturan Daerah Kota

Bandung Nomor 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan di Kota

Bandung.

Pengelolaan sampah di Kota Bandung harus sesuai dengan perundang-

undang yang berlaku tentang pengelolaan sampah. Berdasarkan Pasal 20 dan 22

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah, sebagai berikut:

Pasal 201. Pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a

meliputi kegiatan:a. Pembatasan timbulan sampah;b. Pendauran ulang sampah; dan/atauc. Pemanfaatan kembali sampah.

2. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatansebagaimana dimaksud pada ayat 1, sebagai berikut:a. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam

jangka waktu tertentu;b. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;c. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;

Page 85: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

64

d. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dane. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

3. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksudpada ayat 1 menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampahsesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/ataumudah diurai oleh proses alam.

4. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampahsebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan bahan yang dapatdiguna ulang, didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimanadimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 diatur denganperaturan pemerintah.

Pasal 221. Kegiatan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19

huruf b meliputi:a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah

sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah

dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atautempat pengolahan sampah terpadu;

c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumberdan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau daritempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesanakhir;

d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, danjumlah sampah; dan/atau

e. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampahdan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungansecara aman.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah dan/atauperaturan daerah sesuai dengan kewenangannya.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985, yang menetapkan

pendirian PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pengelola sampah di Kota

Bandung mengarahkan pada sampah sebagai sumber pendapatan daerah, hal ini

tidak sesuai dengan falsafah yang terkandung dalam Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, yang

mengarahkan pengelolaan sampah dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, maka upaya pengelolaan sampah dengan melibatkan

masyarakat Kota Bandung haruslah ditekankan pada dua aspek, yaitu aspek

demand, dengan cara mengurangi produksi sampah, dan aspek supply, yaitu

Page 86: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

65

dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana. Secara lebih

rinci, upaya pengelolaan sampah di Kota Bandung adalah sebagai berikut:

- Memanfaatkan teknik-teknik yang lebih berwawasan lingkungan berdasarkan

konsep daur ulang-pemanfaatan kembali-pengurangan dalam pengolahan

sampah di TPA yang ada maupun yang akan dikembangkan.

- Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampaan, bergerak dan

tidak bergerak, seperti TPS, TPA, kontainer, dan truk.

- Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten

dan kota sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan

TPA.

Pengelolaan sampah di Kota Bandung selama ini mengacu pada Peraturan

Daerah Kota Bandung Nomor 02 Tahun 1985 yang memberikan kewenangan

kepada Perusahaan Daerah untuk mengelola sampah. Selain itu, kebijakan

pengelolaan sampah yang diterapkan Pemerintah Kota Bandung selain dikelola

oleh PD Kebersihan, juga mengacu pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor

27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kebersihan dan Peraturan Daerah Nomor 11

Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan, di

Kota Bandung yang meminta peran serta masyarakat untuk ikut serta

berpartisipasi dalam pengelolaan sampah, hal tersebut sejalan dengan Undang-

Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah yang merupakan

tonggak baru bagi kebijakan pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung

yang mengarahkan kebijakan pengelolaan sampah perkotaan pada konsep zero

waste dengan menekankan pentingnya peran masyarakat dalam pengelolaan

sampah.

Instansi-instansi yang terkait dengan kegiatan Pengelolaan Sampah di

Kota Bandung yaitu PD Kebersihan Kota Bandung sebagai pelaksana kegiatan

Pengelolaan Sampah, dan petunjuk teknis Pengelolaan Sampah disusun oleh

Dinas Cipta Karya, dan Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung. Selain itu,

instansi terkait dengan proses distribusi pembuangan sampah yaitu Pemerintah

Kabupaten Bandung Barat, karena lokasi Tempat Pembuangan Sampah berada di

Page 87: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

66

Kabupen Bandung Barat. Dinas Kebersihan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota

pada tiga pemerintahan daerah yaitu Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kota

Bandung dan Pemerintah Kota Cimahi merupakan instansi-instansi yang terkait

dengan PD Kebersihan Kota Bandung.

Perusahaan Daerah Kebersihan (PD Kebersihan) Kota Bandung

menyelenggarakan pelayanan jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah

untuk mewujudkan kondisi kota yang bersih dan memupuk pendapatan, dengan

fungsinya yaitu 1) Perumusan kebijakan dan strategi pengelolaan kebersihan dan

usaha jasa kebersihan di bidang Pengelolaan Sampah sejalan dengan visi dan misi

Kota Bandung, 2) Penyelenggaraan pengelolaan kebersihan di bidang Pengelolaan

Sampah kota meliputi penyapuan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan dan

pengolahan akhir, dan 3) Penyelenggaraan usaha jasa pelayanan kebersihan di

bidang Pengelolaan Sampah. Sistem operasional pelayanan kebersihan jalan,

pasar komersial dan non komersial, fasilitas umum dan fasilitas sosial ditampilkan

pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Selain pengelolaan sampah di Kota Bandung yang diserahkan kepda PD

Kebersihan, pemerintah Kota Bandung mempunyai kebijakan untuk membangun

pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (PLTSa) di Gedebage sebagai

salah satu upaya dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah pengelolaan

sampah di Kota Bandung yang semakin sulit dan berat. Dengan upaya ini,

diharapkan nantinya tidak lagi tergantung kepada salah satu Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) yang ada di wilayah luar Kota Bandung.

Page 88: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

67

Sumber: BPLH Kota Bandung, 2005Gambar 6 Program Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Page 89: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

68

Sumber: PD Kebersihan Kota Bandung, Tahun 2008

Gambar 7 Operasional Pengelolaan Kebersihan Kota Bandung

Untuk mengetahui persepsi masyarakat dan pegawai terhadap kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung dilihat dari faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang terdiri dari faktor

komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi disajikan sebagai berikut.

1. Komunikasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah

Perkotaan di Kota Bandung

Pengukuran tingkat penerapan komunikasi dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan

masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang

diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 7 sampai Tabel 12.

Tabel 7 Kejelasan Informasi yang Diterima mengenai KebijakanPengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sama Sekali Tidak Jelas 0.00% 44.33%2 Tidak Jelas 4.11% 34.67%3 Kurang Jelas 57.53% 4.00%4 Jelas 38.36% 15.67%5 Sangat Jelas 0.00% 1.33%

Total 100.00% 100.00%Sumber: Hasil Pengumpulan Data Kuesioner

TEKNIK OPERASIONAL

PEMINDAHANKE TPS

PENGANGKU-TAN

PEMBUANGANKE TPA

DAUR ULANG

PENYAPUAN/PENGUMPULAN

Page 90: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

69

Tabel 7 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan kejelasan informasi yang diterima mengenai kebijakan

pengelolaan sampah, memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang

jelas (57,53%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sama sekali tidak jelas

(44.33%). Artinya pegawai dan masyarakat berkecenderungan merasakan

ketidakjelasan terhadap informasi mengenai kebijakan pengelolaan sampah yang

diterapkan di Kota Bandung, yang menunjukkan secara umum bahwa penerapan

kebijakan pengelolaan sampah belum secara jelas tersampaikan baik kepada

pegawai PD Kebersihan sebagai pelaksana pengelolaan sampah, maupun kepada

masyarakat Kota Bandung sebagai penerima pelayanan pengelolaan sampah yang

dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung.

Penilaian selanjutnya yang dilakukan oleh pegawai PD Kebersihan dan

masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi berkaitan dengan

penguasaan pegawai dalam pengetahuan mengenai masalah pengelolaan sampah

di Kota Bandung, memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sedikit

menguasai (52,05%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai pegawai kurang

menguasai (38,67%) yang perinciannya ditampilkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Penguasaan Pegawai dalam Pengetahuan mengenai MasalahPengelolaan Sampah di Kota Bandung

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak Menguasai 0,00% 22,67%2 Kurang Menguasai 16,44% 38,67%3 Sedikit Menguasai 52,05% 3,67%4 Menguasai 31,51% 34,00%5 Sangat Menguasai 0,00% 1,00%

Total 100.00% 100.00%

Tabel 8 memperlihatkan bahwa pegawai menilai dirinya sedikit menguasai

mengenai masalah pengelolaan sampah, namun masyarakat menilai pegawai

kurang menguasai dalam pengetahuannya mengenai masalah pengelolaan sampah

di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan secara umum bahwa penerapan kebijakan

pengelolaan sampah belum didukung oleh penguasaan pengetahuan pegawai PD

Page 91: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

70

Kebersihan sebagai pelaksana pengelolaan sampah dalam menangani

permasalahan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Perlu adanya peningkatan pengetahuan pegawai tentang teknis

pelaksanaan pengelolaan sampah yang dapat berupa pendidikan dan pelatihan

teknis substansi pengelolaan sampah yang ditujukan untuk membekali atau

meningkatkan pengetahuan pegawai dalam melaksanakan tugas dalam bidang

pengelolaan sampah (misalnya Diklat penerapan teknologi pengolahan sampah

dan pendayagunaan sampah yang bernilai ekonomi).

Tabel 9 memperlihatkan penilaian pegawai dan masyarakat berkaitan

dengan kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan

kebijakan pegelolaan sampah yang ditetapkan oleh pemerintah.

Tabel 9 Kecepatan Pesan yang Diterima dalam MenginformasikanPerkembangan berkaitan dengan Kebijakan Pegelolaan Sampahyang Ditetapkan oleh Pemerintah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat Lambat Diberikan 6,85% 43,67%2 Lambat Diberikan 17,81% 37,67%3 Kadang-Kadang Cepat

Diberikan 43,84% 5,00%

4 Sering Cepat Diberikan 31,51% 13,33%5 Selalu Cepat Diberikan 0,00% 0,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 9 yang mengukur kecepatan pesan yang diterima dalam

menginformasikan perkembangan kebijakan pegelolaan sampah yang ditetapkan

oleh pemerintah memperlihatkan bahwa pegawai menilai kadang-kadang cepat

diberikan (43,84%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai sangat lambat

diberikan (43,67%). Artinya bahwa kebijakan pengelolaan sampah di Kota

Bandung secara umum dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berupa

kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan berkaitan

dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh pemerintah dapat

dikatakan lambat diberikan.

Lambatnya informasi pekembangan kebijakan pengelolaan sampah yang

dikeluarkan pemerintah baik kepada para tenaga pelaksana, maupun kepada

Page 92: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

71

masyarakat karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah berkaitan

dengan perkembangan kebijakan pengelolaan sampah. Perlu adanya sarana

komunikasi yang terkoordinasi dengan baik di dalam internal organisasi

pemerintahan yang dapat menginformasikan setiap perkembangan-perkembangan

baru dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah, sehingga dapat

menjangkau tenaga teknis pelaksana kebijakan pengelolaan sampah. Selain itu

sosialisasi kepada masyarakat mempergunakan bantuan media massa televisi

dapat diterapkan dalam bentuk program layanan masyarakat yang dapat

menjangkau lebih banyak masyarakat.

Meskipun lambat diberikannya informasi berkaitan dengan perkembangan

kebijakan pengelolaan sampah, namun dalam hal frekuensi penyampaiannya

berkecenderungan sering dilakukan oleh pemerintah Kota Bandung. Seperti

terlihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Frekwensi Penyampaian Informasi Pemerintah Berkaitan denganPerkembangan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak Pernah 2,74% 13,33%2 Jarang 15,07% 24,33%3 Kadang-Kadang 38,36% 4,33%4 Sering 43,84% 57,00%5 Selalu 0,00% 1,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 10 ini menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan

perkembangan Pengelolaan Sampah, terjadi kesamaan penilaian yang

memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering dilakukan (43,84%),

dan mayoritas masyarakat menilai juga sering dilakukan (57,00%). Artinya

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan

pengkomunikasian berkaitan dengan frekwensi penyampaian informasi

pemerintah berkaitan dengan perkembangan Pengelolaan Sampah, dapat

Page 93: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

72

dikatakan baik karena secara umum sering dilakukan oleh Pemerintah Kota

Bandung.

Selajutnya pada Tabel 11 diperlihatkan hasil penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung berkaitan dengan ketepatan dan

kesesuaian pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah yang diterapkan oleh

pemerintah daerah.

Tabel 11 Ketepatan dan Kesesuaian Pelaksanaan Kebijakan PengelolaanSampah yang Diterapkan oleh Pemerintah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak pernah sesuai denganpedoman pelaksanaan 2,74% 33,00%

2 Jarang sesuai dengan pedomanpelaksanaan 19,18% 39,33%

3 Kadang sesuai dengan pedomanpelaksanaan 35,62% 5,00%

4 Sering sesuai dengan pedomanpelaksanaan 42,47% 21,00%

5 Selalu sesuai dengan pedomanpelaksanaan 0,00% 1,67%

Total 100,00% 100,00%

Tabel 11 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan

Sampah yang diterapkan oleh pemerintah, terjadi perbedaan penilaian yang

memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai sering sesuai dengan pedoman

(42,47%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai jarang sesuai dengan

pedoman (39,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan ketepatan dan

kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang diterapkan oleh

pemerintah secara umum dapat dikatakan sering sesuai menurut penilaian pegawai

PD Kebersihan sebagai pelaksana kebijakan pengelolaan sampah, karena setiap

pegawai dituntut untuk selalu bertindak sesuai dengan pedoman pelaksanaan yang

ditetapkan. Namun penilaian masyarakat Kota Bandung menilai jarang sesuai

Page 94: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

73

dengan pedoman karena masyarakat merasakan hasil pengelolaan sampah yang

dilakukan para pegawai PD Kebersihan tidak memperlihatkan hasil yang sesuai

dengan harapan masyarakat yang menginginkan timbulan sampah tidak terjadi di

TPS-TPS.

Penyelesaian masalah pengelolaan sampah yang disampaikan melalui

informasi oleh pemerintah daerah berkaitan dengan kebijakan pengelolaan

sampah, hasil penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung

diperlihatkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Penyelesaian Masalah dengan Adanya Informasi yang DiberikanPemerintah Berkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak pernah dapatmenyelesaikan masalah 2,74% 52,33%

2 Jarang dapat menyelesaikanmasalah 19,18% 35,33%

3 Kadang dapat menyelesaikanmasalah 30,14% 3,67%

4 Sering dapat menyelesaikanmasalah 47,95% 7,33%

5 Selalu dapat menyelesaikanmasalah 0,00% 1,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 12 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan penyelesaian masalah dengan adanya informasi yang diberikan

pemerintah berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah, memperlihatkan

bahwa mayoritas pegawai menilai sering dapat menyelesaikan masalah (47,95%),

sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak pernah dapat menyelesaikan

masalah (52,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian berkaitan dengan penyelesaian masalah

dengan adanya informasi yang diberikan pemerintah berkaitan dengan kebijakan

Pengelolaan Sampah, secara umum belum dapat menyelesaikan permasalah

pengelolaan sampah di Kota Bandung. Meskipun menurut penilaian pegawai PD

Page 95: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

74

Kebersihan informasi yang diberikan pemerintah daerah sudah dapat

menyelesaikan permasalahan pengelolaan sampah, hal ini karena pegawai PD

Kebersihan sebagai pelaksana kebijakan pastinya merasakan bahwa berbagai

kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung mengacu

berdasarkan informasi yang diberikan oleh pemerintah Daerah.

Hasil analisis berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan

masyarakat Kota Bandung memperlihatkan bahwa penerapan komunikasi dalam

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung masih kurang baik.

Hal ini terlihat dari penyampaian informasi berkaitan dengan kebijakan

pengelolaan sampah oleh pelaksana kebijakan kepada masyarakat yang masih

belum jelas, lambatnya penyampaian informasi terkini berkaitan dengan

pengelolaan sampah belum merata, dan tidak sesuainya pelaksanaan kegiatan

pengelolaan sampah dengan harapan masyarakat. Hal ini akan menyebabkan

tingkat partisipasi masyarakat yang kurang. Peran pegawai yang masih rendah

dalam mengkomunikasikan kegiatan-kegiatan berkaitan dengan pengelolaan

sampah diindikasikan dari rendahnya komunikasi yang dilakukan pegawai.

Berdasarkan wawancara dengan pihak PD Kebersihan hal ini disebabkan oleh

tingkat pendidikan pegawai yang mayoritas masih pada tingkat sekolah menengah

pertama, dan jarang dilakukan pelatihan berkaitan dengan pengkomunikasian

kebijakan pengelolaan sampah kepada masyarakat.

Partisipasi masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam

pengelolaan sampah. Oleh karena itu pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah

harus melibatkan peran serta masyarakat dalam aspek teknis pengelolaannya. Hal

ini dapat dilakukan misalnya dengan pemisahan sampah organik dan sampah

anorganik pada skala rumah tangga.

2. Sumberdaya dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di

Kota Bandung

Pengukuran tingkat penggunaan sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan

Page 96: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

75

masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang

diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 13 sampai Tabel 15.

Tabel 13 Perolehan Sumber Daya Informasi yang Dibutuhkan PelaksanaanBerkaitan dengan Kebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak pernah diperoleh 6,85% 42,00%2 Jarang diperoleh 16,44% 36,67%3 Kadang diperoleh 32,88% 7,67%4 Sering diperoleh 43,84% 12,00%5 Selalu diperoleh 0,00% 1,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 13 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya

berkaitan dengan perolehan sumber daya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan

berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah, mayoritas pegawai menilai

sering diperoleh (43,84%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai tidak pernah

diperoleh (42,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung

dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan perolehan sumber daya

informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan

sampah, dapat dikatakan sering diperoleh menurut persepsi pegawai PD

Kebersihan, namun sumberdaya informasi tidak diperoleh menurut persepsi

masyarakat Kota Bandung. Hal ini menunjukkan secara umum bahwa penerapan

kebijakan pengelolaan sampah tidak didukung oleh sumberdaya informasi

sehingga pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah kepada masyarakat Kota

Bandung belum tersosialisasikan sampai ke masyarakat.

Berkaitan dengan kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah

berupa peralatan dalam mendukung pelaksanaan kebijakan menurut persepsi

pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung ditampilkan pada

Tabel 14.

Page 97: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

76

Tabel 14 Kegunaan Sarana dan Prasarana Bantuan Pemerintah berupaPeralatan

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak pernah tepat guna 5,48% 36,00%2 Jarang tepat guna 12,.33% 29,67%3 Kadang tepat guna 39,73% 8,33%4 Sering tepat guna 42,47% 23,33%5 Selalu tepat guna 0,00% 2,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya

berkaitan dengan kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa

peralatan, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas

pegawai menilai sering tepat guna (42,47%), sedangkan mayoritas masyarakat

menilai tidak pernah tepat guna (36,00%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah

di Kota Bandung dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan kegunaan

sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan, dapat dikatakan sering

tepat guna menurut persepsi pegawai PD Kebersihan, namun menurut masyarakat

Kota Bandung tidak pernah tepat guna. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan

kebijakan pengelolaan sampah dalam ketepatan penggunaan sarana dan prasarana

bantuan pemerintah menurut masyarakat Kota Bandung belum tepat guna

ditujukan pada masyarakat Kota Bandung.

Penggunaan sumberdaya manusia yaitu pegawai PD Kebersihan sebagai

tenaga pelaksana kebijakan pengelolaan sampah berdasarkan penilaian

pegawainya dan masyarakat Kota Bandung diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Sumber Daya Manusia atau Tenaga Pelaksana mengenaiKebijakan Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak memadai 5,48% 24,67%2 Tidak memadai 26,03% 38,00%3 Cukup memadai 35,62% 11,00%4 Memadai 32,88% 24,00%5 Sangat memadai 0,00% 2,33%

Total 100,0% 100,00%

Page 98: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

77

Tabel 15 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam keberadaan sumberdaya

berkaitan dengan sumber daya manusia atau tenaga pelaksana mengenai kebijakan

Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa

mayoritas pegawai menilai cukup memadai (35,62%), sedangkan mayoritas

masyarakat menilai tidak memadai (38,00%). Artinya kebijakan pengelolaan

sampah di Kota Bandung dalam hal keberadaan sumberdaya berkaitan dengan

sumber daya manusia atau tenaga pelaksana mengenai kebijakan Pengelolaan

Sampah, dapat dikatakan tidak memadai. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan

sumberdaya manusia berupa pegawai PD Kebersihan tidak memadai, dan

berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PD Kebersihan bahwa tidak

memadainya pegawai terlihat dari jumlah pegawai (1.852 pegawai) maupun

kualitas pegawainya yang masih banyak berpendidikan setingkat pendidikan

menengah pertama meskipun mayoritas setingkat SLTA.

3. Disposisi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung

Pengukuran tingkat penerapan disposisi dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan

masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang

diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 16 sampai Tabel 21.

Tabel 16 Pemahaman Pelaksana Petugas Kebersihan tentang KebijakanPengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak memahami 5,48% 49,67%2 Tidak memahami 32,88% 29,33%3 Cukup memahami 30,14% 6,00%4 Memahami 31,51% 13,00%5 Sangat memahami 0,00% 2,00%

Total 100,0% 100,00%

Page 99: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

78

Tabel 16 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan Pengelolaan

Sampah, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas

pegawai menilai tidak memahami (32,88%), sedangkan mayoritas masyarakat

menilai sama sekali tidak memahami (49,67%). Artinya kebijakan pengelolaan

sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan

pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakan Pengelolaan

Sampah, dapat dikatakan tidak memahami dalam informasi-informasi yang

diperoleh dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung

berkaitan dengan kesesuaian pengetahuan petugas pelaksana dengan kebutuhan

masyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan pengelolaan sampah

diperlihatkan pada Tabel 17.

Tabel 17 Kesesuaian Pengetahuan Petugas Pelaksana dengan KebutuhanMasyarakat Berkaitan dengan Masalah Kebijakan PengelolaanSampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak mengetahui 1,37% 69,67%2 Tidak mengetahui 8,22% 24,00%3 Cukup mengetahui 45,21% 2,67%4 Mengetahui 45,21% 2,67%5 Sangat mengetahui 0,00% 1,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 17 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhan masyarakat

berkaitan dengan masalah kebijakan Pengelolaan Sampah, terjadi perbedaan

penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai cukup

mengetahui dan mengetahui (masing-masing 45,21%), sedangkan mayoritas

masyarakat menilai sangat tidak mengetahui (69,67%). Artinya kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan

Page 100: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

79

dengan pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhan masyarakat

berkaitan dengan masalah kebijakan Pengelolaan Sampah, dapat dikatakan sangat

tidak mengetahui.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung

berkaitan dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan pengelolaan

sampah diperlihatkan pada Tabel 18.

Tabel 18 Penerapan dalam Pelaksanaan tentang Kebijakan PengelolaanSampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Seluruhnya tidak dapat diterapkan 0,00% 6,67%2 Banyak yang tidak dapat diterapkan 4,11% 20,67%3 Sedikit yang dapat diterapkan 38,36% 8,33%4 Sebagian besar dapat diterapkan 57,53% 61,33%5 Seluruhnya dapat diterapkan 0,00% 3,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 18 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan Pengelolaan Sampah,

terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai

menilai sebagian besar dapat diterapkan (57,53%), sedangkan mayoritas

masyarakat juga menilai sebagian besar dapat diterapkan (61,33%). Artinya

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi

berkaitan dengan penerapan dalam pelaksanaan tentang kebijakan pengelolaan

sampah, dapat dikatakan sebagian besar dapat diterapkan.

Penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung

berkaitan dengan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan

sampah pada umumnya diperlihatkan pada Tabel 19.

Page 101: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

80

Tabel 19 Kejujuran Aparat Pemerintah dalam Menjalankan TugasPengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak jujur 4,11% 7,33%2 Tidak jujur 41,10% 17,33%3 Kurang jujur 34,25% 4,33%4 Cukup jujur 20,55% 66,67%5 Sangat jujur 0,00% 4,33%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 19 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah

pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa

mayoritas pegawai menilai tidak jujur (41,10%), sedangkan mayoritas masyarakat

menilai cukup jujur (66,67%). Artinya kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan sikap aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat

dikatakan cukup jujur. Kejujuran pegawai dalam menjalankan kebijakan

pengelolaan sampah dibutuhkan, selain berhubungan dengan pendanaan dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat, juga berkaitan dengan kegiatan-

kegiatan dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan sampah.

Tabel 20 Komitmen Aparat Pemerintah dalam Menjalankan TugasPengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak komit terhadap tugasyang diemban 8,22% 7,33%

2 Tidak komit terhadap tugas yangdiemban 27,40% 21,33%

3 Kurang komit terhadap tugas yangdiemban 43,84% 9,00%

4 Komit terhadap tugas yangdiembannya 20,55% 58,00%

5 Sangat komit terhadap tugas yangdiemban 0,00% 4,33%

Total 100,0% 100,00%

Page 102: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

81

Tabel 20 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan komitmen aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan

sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa

mayoritas pegawai menilai kurang komit terhadap tugas yang diemban (43,84%),

sedangkan mayoritas masyarakat menilai komit terhadap tugas yang diemban

(58,00%). Artinya kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung dalam hal

pelaksanaan disposisi berkaitan sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas

pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan komit terhadap tugas yang

diemban.

Tabel 21 Sikap Aparat Pemerintah dalam Prioritas Menjalankan TugasPengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak memprioritaskankeberhasilan kebijakan 0,00% 8,33%

2 Tidak memprioritaskankeberhasilan kebijakan 6,85% 7,67%

3 Kurang memprioritaskankeberhasilan kebijakan 52,05% 1,67%

4 Memprioritaskan keberhasilankebijakan 41,10% 74,33%

5 Sangat memprioritaskankeberhasilan kebijakan 0,00% 8,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 21 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan disposisi berkaitan

dengan sikap aparat pemerintah dalam prioritas menjalankan tugas pengelolaan

sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang memperlihatkan bahwa

mayoritas pegawai menilai kurang memperioritaskan keberhasilan kebijakan

(52,05%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai memperioritaskan

keberhasilan kebijakan (74,33%). Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota

Bandung dalam hal pelaksanaan disposisi berkaitan dengan sikap aparat

Page 103: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

82

pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat

dikatakan memperioritaskan keberhasilan kebijakan.

4. Birokrasi dalam Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung

Pengukuran tingkat penerapan birokrasi dalam pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung berdasarkan penilaian pegawai dan

masyarakat digolongkan dalam 5 (lima) kategori untuk setiap pernyataan yang

diajukan, seperti ditampilkan mulai Tabel 22 sampai Tabel 25.

Tabel 22 Kejelasan Pembagian Tugas Aparat Pemerintah dalam halMenjalankan Tugas Pengelolaan Sampah

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak terlihat jelaspembagian tugasnya 2,74% 7,33%

2 Tidak terlihat jelas pembagiantugasnya 4,11% 22,00%

3 Kurang terlihat jelaspembagian tugasnya 56,16% 10,33%

4 Cukup terlihat jelas pembagiantugasnya 36,99% 58,33%

5 Sangat terlihat jelas pembagiantugasnya 0,00% 2,00%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 22 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam hal

menjalankan tugas pengelolaan sampah, terjadi perbedaan penilaian yang

memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang jelas (56,16%),

sedangkan mayoritas masyarakat menilai cukup jelas (58,33%). Artinya kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan pengkomunikasian

berkaitan dengan kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam hal

menjalankan tugas pengelolaan sampah, dapat dikatakan sudah cukup jelas.

Page 104: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

83

Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat Kota

Bandung dalam tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas

pengelolaan sampah pada umumnya diperlihatkan pada Tabel 23.

Tabel 23 Tanggungjawab Aparat Pemerintah dalam Menjalankan TugasPengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Sangat tidak bertanggung jawab 0,00% 8,00%2 Tidak bertanggung jawab 9,59% 17,67%3 Kurang bertanggung jawab 58,90% 9,00%4 Bertanggung jawab 31,51% 61,67%5 Sangat bertanggung jawab 0,00% 3,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 23 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugas

pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang

memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kurang bertanggungjawab

(58,90%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai bertanggungjawab (61,67%).

Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan

pengkomunikasian berkaitan dengan tanggungjawab aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan

bertanggungjawab. Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan

masyarakat Kota Bandung dalam kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 24.

Tabel 24 Kejelasan Wewenang Aparat Pemerintah dalam MenjalankanTugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak jelas 0,00% 27,33%2 Kurang jelas 8,22% 45,00%3 Kadang jelas 58,90% 6,00%4 Jelas 32,88% 17,33%5 Sangat jelas 0,00% 4,33%

Total 100,0% 100,00%

Page 105: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

84

Tabel 24 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan komunikasi

berkaitan dengan kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan

tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan penilaian yang

memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kadang jelas (58,90%),

sedangkan mayoritas masyarakat menilai kurang jelas (45,00%). Artinya

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan

pengkomunikasian berkaitan dengan kejelasan wewenang aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat dikatakan

kurang jelas. Berkaitan dengan penilaian pegawai PD Kebersihan dan masyarakat

Kota Bandung dalam kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah diperlihatkan pada Tabel 25.

Tabel 25 Kejelasan Koordinasi yang Dilakukan Aparat Pemerintah dalamMenjalankan Tugas Pengelolaan Sampah pada Umumnya

No Pilihan Jawaban PenilaianPegawai Masyarakat

1 Tidak jelas 0,00% 27,67%2 Kurang jelas 5,48% 41,33%3 Kadang jelas 64,38% 4,00%4 Jelas 30,14% 23,33%5 Sangat jelas 0,00% 3,67%

Total 100,0% 100,00%

Tabel 25 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian pegawai PD

Kebersihan dan masyarakat Kota Bandung dalam menerapkan birokrasi berkaitan

dengan kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, terjadi perbedaan

penilaian yang memperlihatkan bahwa mayoritas pegawai menilai kadang jelas

(64,38%), sedangkan mayoritas masyarakat menilai kurang jelas (41,33%).

Artinya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dalam hal pelaksanaan

pengkomunikasian berkaitan dengan kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya, dapat

dikatakan kurang jelas.

Page 106: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

85

Berdasarkan hasil pengumpulan data pada aspek komunikasi, masyarakat

Kota Bandung tidak mengetahui secara umum berkaitan dengan kebijakan

pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Bandung. Masyarakat

masih menganggap bahwa sampah tidak memiliki nilai ekonomis, bahkan masih

mengganggap bahwa khususnya sampah rumah tangga merupakan beban biaya

yang dikeluarkan untuk membuang sampah. Pada aspek sumberdaya, khususnya

dalam hal sumber pendanaan, Pemerintah Kota Bandung menerapkan retribusi

sampah sebagai salah satu sumber PAD dan sumber pendanaan dalam

penyelenggaraan pelayanan pengelolaan sampah. Fenomena yang terjadi

berkaitan dengan pendanaan ini yaitu adanya 2 (dua) kali pungutan sampah yang

harus dibayar oleh masyarakat. Pertama, pungutan berupa iuran sampah bulanan

yang dikelola oleh RW setempat dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan

pengumpulan sampah dari rumah penduduk ke TPS. Sedangkan yang kedua

pungutan berupa retribusi sampah (pada saat pembayaran listrik PLN) yang

dipungut oleh PD Kebersihan dalam pengelolaan sampah berupa kegiatan

pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Pada aspek disposisi, para pegawai PD

Kebersihan yang belum memiliki sikap mendukung kebijakan pengelolaan

sampah, akan menyebabkan kurangnya efektivitas keberhasilan dalam

pengelolaan sampah.

Pemerintah Kota Bandung pada aspek birokrasi, menempatkan PD

Kebersihan sebagai Badan Usaha Milik Daerah yang melakukan pengelolaan

sampah di Kota Bandung. Namun pengelolaan sampah perkotaan yang dilakukan

PD Kebersihan hanya difokuskan pada pengelolaan sampah dalam hal

pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Selain itu, konsep pelayanan publik yang

diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945

memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang

baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi

bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan

sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan

pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah

meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha.

Page 107: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

86

Selain itu organisasi dan atau kelompok masyarakat pengelola sampah dapat juga

diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah.

Beberapa pokok pikiran sebagai rumusan hasil Focus Group Discussion

(FGD) dengan pihak PD Kebersihan, Dinas Kesehatan, BPLHD, tokoh

masyarakat, dan kelurahan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan sampah

adalah sebagai berikut:

1. Penanganan masalah lingkungan hidup perkotaan dan upaya-upaya yang

dilakukan Pemerintah Kota Bandung bahwa;

a. Penanganan sampah harus ditanggulangi semua pihak

b. Apabila sampah ditangani secara serius, maka sampah bukan lagi musuh

tapi sahabat, karena bisa didaur ulang dan dapat menghasilkan

peningkatan ekonomi

c. Air limbah bila diolah tidak akan merugikan

d. Kendala utama adalah masalah sumberdaya manusianya karena Undang-

undang dan aspek Hukum yang sudah lengkap, namun sosialisasi belum

sepenuhnya dilaksanakan

e. Harus ada keterpaduan antara pemerintah, swasta dan masyarakat

2. Pemberdayaan Masyarakat di lokasi pembuangan sampah

a. Sampah bukan lawan, tapi kawan dan mempunyai sumber daya yang

bernilai ekonomi.

b. Merubah paradigma perilaku masyarakat mulai dari keluarga untuk

memilah dan memilih sampah

c. Pola pembuangan menjadi pengolahan sampah keluarga, TPS baru.

d. Upaya penanganan sampah harus tetap dilakukan melalui sosialisasi dalam

pengelolaan sampah kepada semua komponen melalui berbagai lembaga

sosial masyarakat.

e. Upaya pengembangan pembentukan kelompok usaha produktif

f. Pengembangan Pengolahan melalui metode 3R (Reduce, Reuse, Recycle)

dan Empowerment.

g. Mekanisme operasional pengelolaan sampah melalui PKK

h. Kompos digunakan oleh KWT (Kelompok Wanita Tani)

Page 108: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

87

3. Pokok-pokok Pikiran Akademis dalam mengatasi masalah sampah :

a. Sampah bukan harus dibuang, tetapi harus dikelola

b. Pengelolannya perlu memberdayakan masyarakat

c. Terbuka peluang usaha

d. Pelaksanaan perlu melibatkan pihak : masyarakat, swasta/mitra kerja,

pemerintah.

a. Harapan penduduk/masyarakat yang bermukim dekat TPA bahwa sampah

semula jadi masalah yang besar, namun bila dikelola dengan baik dapat

meningkatkan ekonomi keluarga.

4. Pokok-Pokok Pikiran dalam mengatasi masalah Pengelolaan Sampah di

perkotaan :

a. Sampah bisa menjadi nilai ekonomi

b. Dalam pelaksanaannya fenomena sampah mengundang institusi lokal

c. Pemerintah/dunia usaha/masyarakat harus sinergis menanggulangi sampah

dengan pendekatan bisnis.

d. Dianjurkan penanggulangan sampah skala komunal terbatas 1 (satu) RT

atau per 100 rumah.

e. Peran pendidikan dan sosialisasi dengan Perda secara intensif dan sanksi.

5.2 Faktor Dominan yang Mempengaruhi Pelaksanaan Kebijakan

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Pengolahan data dari hasil penilaian responden terhadap kuesioner yang

berskala Likert (tingkat skala pengukuran ordinal) agar dapat diolah dengan

mempergunakan Analisis Faktor, maka digunakan data berskala minimal interval

dengan cara menaikkan skala pengukurannya dari skala ordinal dengan format

Likert ke skala interval dengan mempergunakan Metoda Successive Interval.

Analisis faktor ini dilakukan pada faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan

birokrasi sebagai variabel laten, dan item-item pertanyaan dalam kuesioner

(indikator) dipergunakan sebagai variabel-variabel manifes-nya. Hasil pengolahan

data untuk validasi kesesuaian penggunaan analisis faktor diawali dengan

penyusunan matrik data mentah yang diperoleh dari Metode Successive Interval,

Page 109: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

88

menyusun matrik korelasi, ekstraksi faktor, pembobotan faktor dan rotasi

varimaks yang dilakukan dengan alat bantu Software SPSS (Lampiran 9 dan

Lampiran 10).

1. Kesesuaian Penggunaan Analisis Faktor dan Kecukupan Data

Hasil pengujian kesesuaian pengolahan data mempergunakan analisis

faktor berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan dan penilaian masyarakat

Kota Bandung menunjukkan nilai-nilai yang dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26 Pengujian Kecukupan Data dalam menggunakan Analisis

No Parameter Kecukupan Data Hasil PerhitunganPegawai Masyarakat

1 Determinan Matrik Korelasi 0,000 0,0002 KMO 0,879 0,9123 Bartlett Test (Chi Square) 1.179,962 4.198,8844 Signifikans Bartlett Test 0,000 0,000

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Hasil pengolahan data untuk pengukuran Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)

dalam MSA (Measure of Sampling Adequacy) atau disebut sebagai pengujian

kecukupan data, menunjukkan bahwa matriks data yang terbentuk bukan

merupakan matriks identitas dilihat dari nilai determinant mendekati nilai 0 (nol)

dan KMO yang didapat adalah 0,879 (penilaian pegawai), dan 0,912 (penilaian

masyarakat). Hasil ini menunjukkan bahwa penggunaan analisis faktor dalam

penelitian ini adalah mencukupi dengan nilai KMO yang cukup besar,

berdasarkan kriteria Kaiser yang lebih besar dari 0,7. Hal ini ditunjukkan pula

pada hasil uji Bartlett dengan nilai chi kuadrat yang tinggi sebesar 1.179,962

(penilaian pegawai) dan 4.198,884 (penilaian masyarakat) dengan tingkat

signifikan hasil perhitungan tersebut lebih kecil dari =0,05 yang memperlihatkan

bahwa untuk ukuran kecukupan jumlah sampel yang digunakan yaitu sebesar 73

sampel pegawai dan 300 sampel masyarakat dapat disimpulkan sudah mencukupi.

2. Perhitungan Total Variance Explained

Perhitungan analisis faktor ini dilakukan dengan mengekstraksi variabel-

variabel manifes (indikator) menjadi 4 (empat) variabel laten (faktor) yang telah

Page 110: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

89

terbentuk sebelumnya, yaitu faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan

birokrasi. Hasil rangkuman perhitungan Total Variance Explained disajikan

dalam Tabel 27.

Tabel 27 Hasil Perhitungan Total Variance Explained

Parameter Total VarianceExplained

Hasil PerhitunganPegawai Masyarakat

1. Qumulative Varians Explained 76,088% 71,608%2. Jumlah Faktor Terbentuk 4 4

Sumber: Hasil Pengolahan Data

Tabel 27 merupakan hasil penggekstraksian faktor sebelumnya sehingga

diperoleh nilai total variansi yang menunjukkan bahwa keempat faktor dapat

menjelaskan 76,088% berdasarkan penilaian pegawai dan 71,608% berdasarkan

penilaian masyarakat dari variabilitas ke 19 indikatornya. Angka ini

mencerminkan keragaman dalam setiap indikator yang dapat dijelaskan oleh ke-4

faktor yang terbentuk. Jumlah bobot faktor yang lebih dari 50% dianggap reliabel

untuk melakukan ekstraksi faktor. Meskipun menurut Dillon (1984) tidak ada

pedoman generik yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan bobot

faktor minimum yang dapat diterima, karena hal tersebut bersifat judgemental.

Semakin besar nilai bobot faktor atau keragaman yang dapat dijelaskan akan

semakin baik.

3. Perhitungan Rotated Component Matriks

Hasil rotasi faktor berupa bobot faktor yang ditampilkan pada Tabel 28

yang menunjukkan bahwa secara umum terbentuk 4 (empat) variabel laten dengan

nilai berupa bobot-bobot faktor untuk setiap indikatornya terhadap faktor yang

terbentuk. Indikator dengan nilai bobot tinggi untuk suatu faktor yang terbentuk

menunjukkan besarnya kedekatan hubungan indikator dengan faktor yang

terbentuk. Tabel 28 menampilkan hasil akhir analisis faktor yang merupakan hasil

perhitungan Rotated Component Matrix berupa bobot faktor. Indikator yang

memiliki bobot faktor lebih besar memiliki pengaruh lebih besar terhadap

faktornya. Berdasarkan bobot faktor tersebut, indikator-indikator dapat

dikelompokkan menjadi suatu faktor dominan tertentu.

Page 111: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

90

Tabel 28 Hasil Akhir Analisis Faktor Variabel Komunikasi, Sumberdaya,Disposisi Dan Birokrasi Berdasarkan Penilaian Pegawai danPenilaian Masyarakat

VARIABEL Penilaian Pegawai Penilaian MasyarakatF1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4

Komunikasi 1 0,878 0,879Komunikasi 2 0,654Komunikasi 3 0,369 0,857Komunikasi 4 0,332 0,443Komunikasi 5 0,335 0,763Komunikasi 6Sumberdaya 1 0,489 0,584Sumberdaya 2 0,549 0,768Sumberdaya 3 0,622

Disposisi 1 0,653Disposisi 2 0,890Disposisi 3 0,777 0,879Disposisi 4 0,888Disposisi 5 0,307 0,859Disposisi 6 0,694 0,803Birokrasi 1 0,904Birokrasi 2 0,868Birokrasi 3 0,918 0,769Birokrasi 4 0,791 0,798

Sumber: Hasil Justifikasi berdasarkan Pengolahan Data Analisis FaktorKeterangan:F1, F2, dst = Faktor 1 (Faktor dominan pertama), Faktor 2 (faktor dominan

kedua) dan seterusnyaKomunikasi 1 = Informasi yang diterima mengenai kebijakan Pengelolaan

SampahKomunikasi 2 = Pengetahuan pegawai mengenai masalah Pengelolaan Sampah

di Kota BandungKomunikasi 3 = Kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan

perkembangan berkaitan dengan kebijakan PengelolaanSampah yang ditetapkan oleh pemerintah

Komunikasi 4 = Frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitandengan perkembangan Pengelolaan Sampah

Komunikasi 5 = Ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan PengelolaanSampah yang diterapkan oleh pemerintah

Komunikasi 6 = Penyelesaian masalah dengan adanya informasi yang diberikanpemerintah berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah

Sumberdaya 1 = Perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan pelaksanaanberkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah

Sumberdaya 2 = Kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupaperalatan

Page 112: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

91

Sumberdaya 3 = Sumberdaya manusia atau tenaga pelaksana mengenaikebijakan Pengelolaan Sampah

Disposisi 1 = Pemahaman pelaksana petugas kebersihan tentang kebijakanPengelolaan Sampah

Disposisi 2 = Pengetahuan petugas pelaksana sesuai dengan kebutuhanmasyarakat berkaitan dengan masalah kebijakan PengelolaanSampah

Disposisi 3 = Penerapan dalam pelaksanaan tentang Kebijakan PengelolaanSampah

Disposisi 5 = Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaansampah pada umumnya

Disposisi 6 = Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaansampah pada umumnya

Birokrasi 1 = Kejelasan pembagian tugas aparat pemerintah dalam halmenjalankan tugas pengelolaan sampah

Birokrasi 2 = Tanggungjawab aparat pemerintah dalam menjalankan tugaspengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 3 = Kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankantugas pengelolaan sampah pada umumnya

Birokrasi 4 = Kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalammenjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya

CatatanTabulasi silang antara faktor dominan dengan setiap indikator yang tidak adaangkanya, memiliki nilai bobot faktor yang kurang dari 0,3 dan indikatornyadianggap tidak memiliki konstribusi terhadap faktornya.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya

kontribusi indikator komunikasi 1 (0,878), komunikasi 2 (0,654), komunikasi 3

(0,369), komunikasi 4 (0,332), komunikasi 5 (0,335) dan komunikasi 6 (<0,3)

terhadap faktor komunikasi yang termasuk pada urutan faktor keempat.

Sedangkan bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya

kontribusi dari indikator komunikasi 1 (0,879), komunikasi 2 (<0,3), komunikasi

3 (0,857), komunikasi 4 (0,443), komunikasi 5 (0,763) dan komunikasi 6 (<0,3)

terhadap faktor komunikasi yang termasuk pada urutan faktor kedua.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya

kontribusi dari indikator sumberdaya 1 (0,489), sumberdaya 2 (0,549),

sumberdaya 3 (0,622) terhadap faktor sumberdaya yang termasuk pada urutan

faktor ketiga. Sedangkan bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat

menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator sumberdaya 1 (0,584),

Page 113: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

92

sumberdaya 2 (0,768), sumberdaya 3 (<0,3) terhadap faktor sumberdaya yang

juga termasuk pada urutan faktor ketiga.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya

kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator disposisi 1 (0,653),

disposisi 2 (0,890), disposisi 3 (0,777), disposisi 4 (<0,3), disposisi 5 (0,307),

disposisi 6 (0,694) terhadap faktor disposisi yang termasuk pada urutan faktor

kesatu. Bobot faktor berdasarkan penilaian masyarakat menunjukkan besarnya

kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator disposisi 1 (<0,3),

disposisi 2 (<0,3), disposisi 3 (0,879), disposisi 4 (0,888), disposisi 5 (0,859),

disposisi 6 (0,803) terhadap faktor disposisi yang juga termasuk pada urutan

faktor kesatu.

Bobot faktor berdasarkan penilaian pegawai menunjukkan besarnya

kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan pada indikator birokrasi 1 (0,904),

birokrasi 2 (0,868), birokrasi 3 (0,918), dan birokrasi 4 (0,791) terhadap faktor

biorokrasi yang termasuk pada urutan kedua. Bobot faktor berdasarkan penilaian

masyarakat menunjukkan besarnya kontribusi dari indikator-indikator pertanyaan

pada indikator birokrasi 1 (<0,3), birokrasi 2 (<0,3), birokrasi 3 (0,769), dan

birokrasi 4 (0,798) terhadap faktor birokrasi yang termasuk pada urutan keempat.

Tabel 29 memperlihatkan susunan urutan faktor dominan berdasarkan penilaian

pegawai dan masyarat.

Tabel 29 Susunan Urutan Faktor Dominan

FAKTOR PenilaianPegawai

PenilaianMasyarakat Keterangan

Komunikasi Faktor Keempat Faktor Kedua BerbedaSumberdaya Faktor Ketiga Faktor Ketiga Sama

Disposisi Faktor Pertama Faktor Pertama SamaBirokrasi Faktor Kedua Faktor Keempat Berbeda

KeteranganFaktor Pertama = faktor yang sangat kuatFaktor Kedua = faktor yang kuatFaktor Ketiga = faktor yang lemahFaktor Keempat = faktor yang sangat lemah

Hasil susunan urutan faktor dominan pada Tabel 29 memperlihatkan

bahwa Faktor Komunikasi berdasarkan penilaian pegawai PD Kebersihan

Page 114: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

93

merupakan faktor dominan keempat sedangkan menurut penilaian masyarakat

Kota Bandung merupakan faktor dominan kedua. Hal ini menunjukkan bahwa

faktor komunikasi termasuk faktor yang sangat lemah menurut pelaksana

kebijakan dan termasuk faktor yang kuat menurut masyarakat, dalam

mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota

Bandung. Faktor komunikasi ini berkaitan dengan informasi yang diterima,

kecepatan pesan yang diterima, frekwensi penyampaian informasi, serta ketepatan

dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan. Komunikasi yang diterapkan saat ini

menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam mendorong

partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan sampah di Kota

Bandung.

Sangat lemahnya faktor komunikasi menurut pelaksana kebijakan

pengelolaan sampah di Kota Bandung ini berkaitan dengan faktor sumberdaya

yang termasuk pada faktor yang lemah baik menurut pegawai maupun masyarakat

dalam mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Hal ini dikarenakan

sumberdaya berkaitan dengan perolehan sumberdaya informasi serta kegunaan

sarana dan prasarana bantuan dari pemerintah yang tidak tersalurkan dengan baik

kepada masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kebijakan persampahan di

Kota Bandung. Sehingga lemahnya penerapan faktor sumberdaya berkaitan

dengan sangat lemahnya penerapan komunikasi yang dilakukan oleh pegawai

yang akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

sampah di Kota Bandung.

Faktor disposisi menempati urutan pertama baik menurut penilaian

pegawai maupun masyarakat, yang memperlihatkan bahwa disposisi merupakan

faktor sangat kuat dalam mempengaruhi pelaksanaan kebijakan pengelolaan

sampah di Kota Bandung. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pelaksanaan

kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung sangat ditentukan oleh penerapan

kebijakan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah, komitmen pegawai pemerintah

dalam menjalankan tugas pengelolaan, dan prioritas aparat pemerintah dalam

mencapai keberhasilan pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah. Sangat

kuatnya disposisi yang diterapkan saat ini dalam mencapai keberhasilan

Page 115: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

94

pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung sangat ditentukan

oleh penerapan kebijakan, komitmen pegawai dan prioritas yang ditetapkan oleh

pemerintah dalam mencapai keberhasilan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Faktor birokrasi yang termasuk pada faktor yang kuat menurut pegawai,

dan dianggap faktor yang sangat lemah menurut masyarakat, memperlihatkan

bahwa dalam menjalankan tugas pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah,

pegawai melaksanakan tugas berdasarkan birokrasi yang telah ditetapkan oleh

pemerintah daerah Kota Bandung sesuai dengan aturan yang berlaku, sedangkan

masyarakat sebagai target pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang

menganggap sangat lemah menunjukkan bahwa birokrasi yang diterapkan saat ini

menghambat pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

4. Hasil Analisis Faktor Dominan dalam Pelaksanaan Kebijakan

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Hasil pembobotan faktor berdasarkan penilaian pegawai dan masyarakat

mengacu pada pola pengelompokkan 4 (empat) faktor sebelumnya yang terdiri

dari komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi. Hasil Analisis Faktor yang

terbentuk setelah rotasi dengan metoda varimax dapat dijabarkan berdasarkan

faktor dominan pertama (F1) sampai faktor dominan keempat (F4), dan terdapat

beberapa indikator yang dibuang dari model penelitian. Berdasarkan penilaian

pegawai, indikator yang dibuang yaitu komunikasi 6 dan disposisi 4, karena

memiliki bobot faktor yang kurang dari 0,3; sedangkan berdasarkan penilaian

masyarakat, indikator yang dibuang yaitu komunikasi 2, komunikasi 6,

sumberdaya 3, disposisi 1, disposisi 2, birokrasi 1 dan birokrasi 2.

Hasil akhir analisis faktor merupakan penggabungan berdasarkan penilaian

pegawai dan penilaian masyarakat. Variabel-variabel manifes (indikator) yang

membentuk variabel laten (Faktor) yang ada berdasarkan penilaian pegawai,

berkesesuaian juga berdasarkan penilaian masyarakat. Hasil kesesuaian antara

penilaian pegawai dan penilaian masyarakat ditampilkan pada Tabel 30.

Page 116: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

95

Tabel 30 Hubungan Antara Variabel Laten dengan Variabel Manifes

Berdasarkan Penilaian Pegawai dan Penilaian Masyarakat

Faktor VariabelLaten

VariabelManifes

Bobot Faktor KeteranganPegawai Masyarakat

1 Komunikasi

Komunikasi 1 0,878(+)

0,879(+)

Informasi yang diterimamengenai kebijakan PengelolaanSampah

Komunikasi 3 0,369(-)

0,857(+)

Kecepatan pesan yang diterimadalam menginformasikanperkembangan berkaitan dengankebijakan Pengelolaan Sampahyang ditetapkan oleh pemerintah

Komunikasi 4 0,332(-)

0,443(-)

Frekwensi penyampaianinformasi pemerintah berkaitandengan perkembanganPengelolaan Sampah

Komunikasi 5 0,335(-)

0,763(+)

Ketepatan dan kesesuaianpelaksanaan kebijakanPengelolaan Sampah yangditerapkan oleh pemerintah

2 SumberdayaSumberdaya 1 0,489

(-)0,584

(+)

Perolehan sumberdaya informasiyang dibutuhkan pelaksanaanberkaitan dengan kebijakanPengelolaan Sampah

Sumberdaya 2 0,549(+)

0,768(+)

Kegunaan sarana dan prasaranabantuan pemerintah berupaperalatan

3 Disposisi

Disposisi 3 0,777(+)

0,879(+)

Penerapan dalam pelaksanaantentang Kebijakan PengelolaanSampah

Disposisi 5 0,307(-)

0,859(+)

Komitmen aparat pemerintahdalam menjalankan tugaspengelolaan sampah padaumumnya

Disposisi 6 0,694(+)

0,803(+)

Prioritas aparat pemerintahdalam menjalankan tugaspengelolaan sampah padaumumnya

4 Birokrasi

Birokrasi 3 0,918(+)

0,769(+)

Kejelasan wewenang aparatpemerintah dalam menjalankantugas pengelolaan sampah padaumumnya

Birokrasi 4 0,791(+)

0,798(+)

Kejelasan koordinasi yangdilakukan aparat pemerintahdalam menjalankan tugaspengelolaan sampah padaumumnya

Sumber: Hasil Justifikasi berdasarkan Pengolahan Data Analisis Faktor

Keterangan:(+) = Indikator penting yang perlu ditingkatkan(-) = Indikator kurang penting

Page 117: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

96

Berdasarkan hasil akhir analisis faktor baik penilaian masyarakat Kota

Bandung maupun penilaian pegawai PD Kebersihan dapat dijelaskan variabel-

variabel manifes (indikator) sebagai berikut:

1. Variabel Komunikasi.

a. Informasi yang diterima mengenai kebijakan Pengelolaan Sampah

(Komunikasi 1), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan

indikator penting sehingga perlu ditingkatkan. Penyampaian informasi

mengenai kebijakan pengelolaan sampah kepada pegawai dan masyarakat

berkaitan dengan penyampaian informasi rencana strategis dan rencana

kerja yang akan dilakukan pemerintah daerah dalam melaksanakan

kebijakan ini, dapat dilakukan misalnya dengan mensosialisasikan kepada

masyarakat menggunakan media yang efektif melalui televisi atau radio.

b. Kecepatan pesan yang diterima dalam menginformasikan perkembangan

berkaitan dengan kebijakan Pengelolaan Sampah yang ditetapkan oleh

pemerintah (Komunikasi 3), menurut penilaian pegawai kurang penting,

sedangkan menurut penilaian masyarakat merupakan indikator penting

sehingga perlu ditingkatkan. Kecepatan pesan dibutuhkan dalam

menginformasikan perkembangan kebijakan, baik kepada pegawai sebagai

pelaksana kegiatan maupun kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi

dalam kegiatan pengelolaan sampah.

c. Frekwensi penyampaian informasi pemerintah berkaitan dengan

perkembangan Pengelolaan Sampah (Komunikasi 4), menurut penilaian

pegawai maupun masyarakat merupakan indikator kurang penting, karena

dianggap sudah dilaksanakan dengan baik sehingga perlu dipertahankan

karena berpengaruh terhadap pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

d. Ketepatan dan kesesuaian pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah

yang diterapkan oleh pemerintah (Komunikasi 5), menurut penilaian

pegawai merupakan indikator kurang penting, karena pegawai sebagai

pelaksana menggap bahwa kebijakan yang ditetapkan merupakan acuan

dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan sampa, sedangkan menurut

penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu

Page 118: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

97

ditingkatkan terutama berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian sasaran

dalam pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah.

2. Variabel Sumberdaya.

a. Perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan pelaksanaan berkaitan

dengan kebijakan Pengelolaan Sampah (Sumberdaya 1), menurut penilaian

pegawai merupakan indikator kurang penting, sedangkan menurut

penilaian masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu

ditingkatkan.

b. Kegunaan sarana dan prasarana bantuan pemerintah berupa peralatan

(Sumberdaya 2), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan

indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

3. Variabel Disposisi.

a. Penerapan dalam pelaksanaan tentang Kebijakan Pengelolaan Sampah

(Disposisi 3), menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan

indikator penting sehingga perlu ditingkatka.

b. Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah

pada umumnya (Disposisi 5), menurut penilaian pegawai merupakan

indikator kurang penting, sedangkan menurut penilaian masyarakat

merupakan indikator penting sehingga perlu dipertahankan.

c. Sikap aparat pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah

pada umumnya (Disposisi 6), menurut penilaian pegawai dan masyarakat

merupakan indikator penting sehingga perlu ditingkatkan.

4. Variabel Birokrasi.

a. Kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam menjalankan tugas

pengelolaan sampah pada umumnya (Birokrasi 3), menurut penilaian

pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting sehingga perlu

ditingkatkan.

b. Kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengelolaan sampah pada umumnya (Birokrasi 4),

menurut penilaian pegawai dan masyarakat merupakan indikator penting

sehingga perlu ditingkatkan.

Page 119: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

98

Secara operasional, pengelolaan sampah meliputi pelaksanaan kegiatan

pewadahan, pengumpulan, penyapuan jalan, pemindahan dan pengangkutan, serta

pengolahan dan pembuangan akhir. Meskipun demikian, ruang lingkup dalam

pengelolaan sampah tidak hanya meliputi pelaksanaan kegiatan operasional,

namun meliputi juga berbagai aspek seperti pembiayaan, kelembagaan, peratuan

hukum, serta aspek peran serta masyarakat. Keterkaitan setiap aspek dalam

pengelolaan sampah pada masing-masing dimensi strategis pengelolaan

kebersihan tersebut dapat dijelaskan lebih detil:

1. Aspek sumberdaya dalam hal pembiayaan dalam pengelolaan sampah di Kota

Bandung meliputi:

a. Anggaran biaya perusahaan

Anggaran biaya perusahaan diperuntukkan guna membiayai berbagai

kebutuhan penyelenggaraan pelayanan seperti belanja pegawai, belanja

BBM, olie dan ban kendaraan, biaya perbaikan dan pemeliharaan, biaya

administrasi dan biaya umum, serta biaya investasi.

b. Anggaran pendapatan perusahaan.

Guna membiayai belanja perusahaan sebagaimana disebut diatas,

perusahaan memperoleh pendapatan dari hasil pelayanan jasa kebersihan.

Pendapatan ini terdiri dari 2 (dua) macam, yakni: hasil penagihan jasa

pelayanan kebersihan umum (kebersihan jalan) yang berasal dari

pembayaran Pemerintah Kota Bandung; serta hasil penagihan jasa

pelayanan kebersihan masyarakat baik dari pelanggan rumah tinggal,

komersial dan non komersial serta dari pedagang di pasar.

2. Aspek Birokrasi dalam hal kelembagaan pengelolaan sampah meliputi:

a. Tugas tanggungjawab dan wewenang yang dimiliki oleh PD Kebersihan

dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah kota.

b. Tugas tanggungjawab dan wewenang dari lembaga dan masyarakat dalam

berperanserta mengelola sampah kota (Stakeholder di luar PD

Kebersihan).

c. Lembaga lain (di luar Pemerintah Kota Bandung) yang ikut berpengaruh

dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, misalnya Pemerintah Kota

Page 120: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

99

Cimahi dan Kabupaten Bandung terkait dengan pengelolaan TPA

Leuwigajah dan TPA Jelekong.

d. Lembaga lain yang ikut terlibat dalam rangkaian Manajemen persampahan

baik pada fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan

pengawasan.

3. Aspek komunikasi dalam mendorong partisipasi masyarakat, pada seluruh

tingkatan masyarakat dan aparat pemerintah yang berada di wilayah kota

Bandung merupakan pengguna dan yang ikut menikmati penyelenggaraan

pengelolaan sampah kota. Oleh karenanya semua pihak diperlukan

keterlibatannya untuk berperan serta baik secara aktif maupun pasif dalam

pengelolaan sampah.

Tanpa adanya keterlibatan masyarakat maka tidak akan berhasil mewujudkan

kebersihan kota, dan kalaupun dapat mewujudkan hal itu membutuhkan

sumberdaya yang sangat mahal. Peran serta mereka dapat diaktualisasikan

baik dalam peran dan fungsi perencanaan, pelaksanaan maupun dalam fungsi

pengawasan.

4. Aspek disposisi berupa Peraturan dalam pengelolaan sampah baik di Kota

Bandung maupun di kota-kota lainnya, pada intinya mengatur tentang:1)

Kelembagaan, yaitu menetapkan pembentukan lembaga pengelola sampah

kota menyangkut tugas, tanggungjawab, wewenang dan struktur organisasi. 2)

Tatacara penyelenggaraan pengelolaan sampah, mengatur tentang ketentuan

pengelolaan sampah kota, kewajiban bagi pemerintah dan masyarakat serta

larangan terhadap pelanggaran ketentuan. 3) Pembiayaan pengelolaan sampah,

mengatur sumber biaya pengelolaan terutama penetapan tarif jasa pelayanan

kebersihan/pengelolaan sampah.

Sudah saatnya sistem pengelolaan sampah Kota Bandung dikritisi

kembali. Selama ini alur pengangkutan sampah yang terjadi adalah: sumber

sampah – TPS – TPA, tanpa pemilahan sampah ketika di sumber sampah maupun

di TPS. Dengan demikian membuat volume sampah di TPA menggunung dan

sulit untuk diolah. Di samping itu, seluruh proses pengangkutan, mulai dari

Page 121: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

100

sumber sampai akhirnya tiba di TPA ditangani oleh PD Kebersihan. Peran

masyarakat sangat kecil dalam ikut mengelola sampah. Maksimal yang dapat

dilakukan masyarakat adalah membawa sampah sampai di TPS. Biaya yang

diperlukan untuk menangani sampah dibandingkan dengan pemasukan dari

retribusi, selama diurus oleh PD Kebersihan Kota Bandung, belum memberikan

tambahan pemasukan berarti bagi Pemerintah Daerah Kota Bandung.

Sistem pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan sampah perlu

dimodifikasi dari sistem pengelolaan konvensional yang selama ini dilakukan oleh

PD Kebersihan (Gambar 8). Perbedaan yang mendasar dari sistem modifikasi ini

dengan adanya pembagian peran dan wewenang yang jelas antara masyarakat

dengan pemerintah. Wewenang dan peran masyarakat adalah mengelola dari

sumber hingga TPS plus, sedangkan pemerintah hanya mengelola TPA, dengan

sumber sampah yang diangkut dari TPS.

Sumber: Kertas Posisi Yayasan Wisnu No. 01/IV/2001Gambar 8 Sistem Pengelolaan Konvensional yang dilakukan oleh PD

Kebersihan

5.3 Prioritas dan Strategi Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah diKota Bandung

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung perlu dilakukan secara prioritas

dengan mempergunakan kriteria-kriteria yang memungkinkan dijadikan acuan

dalam pelaksanaan pengelolaannya. Dalam menghadapi persoalan pengelolaan

sampah ini yang perlu diperhatikan adalah mengenai penyebab timbulnya

persoalan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung, dan seberapa jauh pihak-

pihak yang terkait telah melakukan upaya untuk mengeliminir terhadap timbulnya

persoalan pengelolaan sampah di Kota Bandung.

SISTEM PENANGANAN SAMPAH YANG SELAMA INI DI LAKUKAN PEMERINTAH

Sumber sampah darirumah tangga, hotel,restoran, dll.

TPS TPA

Page 122: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

101

Penyusunan model penelitian prioritas pengelolaan sampah di Kota

Bandung yang dikembangkan dengan pendekatan metoda Analityc Hierarchy

Process (AHP) dan SWOT berfungsi untuk menyederhanakan keterkaitan dan

kompleksitas kriteria penilaian obyek pengelolaan sampah. Pada studi ini dapat

diketahui bahwa terdapat kriteria yang diperkirakan memiliki porsi dominan atau

memberikan konstribusi yang sangat penting dalam mencapai tujuan penelitian.

Studi ini disusun berdasarkan 4 (empat) tingkat hierarki termasuk hierarki tujuan.

Pada tingkat hierarki tujuan yaitu fator utama yang mempengaruhi

Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah, untuk mencapai tujuan ini perlu

didukung oleh faktor di tingkat yang lebih rendah (level 1), pada level 1 ini

terdapat 4 (empat) faktor berdasarkan SWOT yaitu: faktor kekuatan, faktor

kelemahan, faktor peluang, dan faktor ancaman. Faktor ini merupakan komponen

penilaian dalam mempertimbangkan objek yang akan dikendalikan dalam

Pengelolaan Sampah. Komponen dalam level ini dapat berdiri sendiri atau saling

melengkapi dalam mencapai hierarki tujuan.

Tingkat berikutnya adalah level 2 yang secara keseluruhan terdiri dari 4

(empat) kriteria yaitu: kriteria Mengurangi, Menggunakan Kembali, Mendaur

Ulang dan Memberdayakan. Kriteria ini merupakan komponen penilaian dalam

menentukan objek pengelolaan dan perlu mendapatkan perhatian dalam

pelaksanaan operasionalnya. Kriteria ini merupakan komponen strategis berkaitan

dengan konstribusinya terhadap level 1, untuk setiap faktor dalam

mempertimbangkan objek pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Pada level 3 yang secara keseluruhan terdiri dari 4 (empat) sub kriteria,

merupakan komponen penilaian pelaksanaan kebijakan sampah yang dalam

konstribusinya dijadikan acuan dalam menangani persoalan pengelolaan sampah

di Kota Bandung. Sub kriteria pada level ini yaitu: Komunikasi, Sumberdaya,

Disposisi, dan Birokrasi. Sub kriteria ini berupa komponen strategis yang

memiliki konstribusi terhadap pelaksanaan kebijakan sampah di Kota Bandung

dalam melakukan pelaksanaan pengelolaan sampah. Komponen pelaksanaan

pengelolaan ini dapat dipilih untuk mendapatkan nilai bobot prioritas untuk

diperhatikan solusinya.

Page 123: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

102

Proses analisis pembobotan tiap komponen dalam struktur hirarki dengan

mempergunakan input berupa penilaian yang telah diberikan oleh responden

melalui pengisian kuesioner studi. Hasil analisis ini menunjukkan bobot tiap

elemen dari hirarki yang secara otomatis akan menunjukkan skala prioritas

berdasarkan besarnya nilai dari faktor, kriteria, sub kriteria ataupun alternatif

penanganan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Penentuan bobot faktor utama

dimaksudkan untuk mengetahui seberapa penting masing-masing faktor memiliki

nilai sebagai bahan pertimbangan dalam mendukung pencapaian goal/tujuan yaitu

penyusunan prioritas Kebijakan Pengelolaan Sampah. Bobot faktor ini diperoleh

dari hasil pengolahan data kuesioner yang berisi perbandingan berpasangan antar

faktor melalui perhitungan nilai eigen vektor yang menggambarkan prioritas.

Faktor utama yang digunakan dalam analisis ini mengacu pada analisis

SWOT yaitu terdapat 4 (empat) faktor dalam mempertimbangkan obyek yang

akan dikendalikan dengan kategori berdasarkan Kekuatan, Kelemahan, Peluang,

dan Ancaman. Hasil analisis akan menunjukkan tingkat kepentingan berdasarkan

persoalan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Adapun hasil perhitungan yang

dilakukan terhadap rata-rata geometrik penilaian bobot faktor mempergunakan

program Expert Choice ditunjukkan dalam Tabel 31.

Tabel 31 Bobot Faktor terhadap Goal

NO FAKTOR BOBOT RANKINGLOKAL GLOBAL1 Kekuatan 0,506 0,506 12 Kelemahan 0,252 0,252 23 Peluang 0,092 0,092 44 Ancaman 0,150 0,150 3Sumber : Hasil Analisis

Tabel 31 memperlihatkan bahwa 4 (empat) faktor yang digunakan sebagai

dasar dalam penyusunan prioritas pengelolaan sampah tersebut memiliki bobot

prioritas lokal dan global yang sama besar. Bobot lokal merupakan besarnya

konstribusi faktor-faktor di dalam levelnya terhadap 1 level di atasnya, sedangkan

bobot global merupakan besarnya konstribusi faktor-faktor terhadap level

utamanya (level 0). Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang terdapat pada level 1

memiliki bobot yang memberikan pengaruh kepada goal sebagai elemen tunggal

Page 124: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

103

di level 0 yang memiliki bobot sama dengan 1. Oleh karena itu jumlah bobot total

kriteria dalam satu hierarki sama dengan jumlah bobot yang dimiliki oleh goal

yang berada pada hierarki di atasnya.

Bobot terbesar atau rangking yang tertinggi berdasarkan hasil analisis

ditujukan pada faktor kekuatan (0,506), selanjutnya faktor kelemahan (0,252),

kemudian faktor threats (0,150) dan rangking terakhir adalah faktor peluang

(0,092). Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dalam analisis prioritas pengelolaan

sampah di kota Bandung, faktor yang menjadi prioritas utama sebagai dasar

pertimbangan pengelolaan sampah adalah faktor kekuatan, mencakup kekuatan

yang didasarkan pada sumberdaya keuangan, citra, sarana dan prasarana yang

tersedia serta faktor-faktor lainnya.

Sedangkan bobot yang terendah terlihat bahwa faktor peluang tidak

dijadikan acuan prioritas dalam pengelolaan sampah. Hal ini menunjukkan bahwa

peluang dalam pengelolaan sampah di kota Bandung secara umum tidak terlihat

adanya hubungan dengan pelaksanaan kebijakan sampah yang merupakan

perkembangan identifikasi perubahan kualitas lingkungan, peraturan serta

kebutuhan masyarakat dan swasta yang dapat memberikan peluang bagi

pelaksanaan kebijakan.

Perhitungan bobot kriteria pengelolaan sampah bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar konstribusi nilai dari setiap kriteria pengelolaan (level

2) terhadap bobot dari faktor yang berada pada hierarki di atasnya (level 1). Bobot

tiap kriteria pengelolaan sampah diperoleh melalui proses perbandingan dengan

operasi penskalaan, sehingga diperoleh nilai bobot yang dinormalisasi (nilai total

bobot = 1). Normalisasi bobot yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan

nilai prioritas secara global yang mengandung arti bahwa jumlah total bobot dari

seluruh elemen tiap hierarki adalah sama dengan 1, sehingga dapat ditunjukkan

skala prioritas secara keseluruhan dalam satu hierarki. Masing-masing bobot

faktor pada level 1 yang memiliki 4 (empat) kriteria pada level 2 memiliki hasil

pembobotannya disajikan dalam Tabel 32

Page 125: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

104

Tabel 32 Bobot Kriteria terhadap Faktor

NO Kriteria BOBOT RANKINGLOKAL GLOBAL

1

KekuatanMengurangi 0,203 0,370 1

Menggunakan Kembali 0,125 0,198 4Mendaur Ulang 0,039 0,111 9Memberdayakan 0,139 0,321 3

Jumlah 0,506 1,000

2

KelemahanMengurangi 0,143 0,365 2

Menggunakan Kembali 0,041 0,233 8Mendaur Ulang 0,020 0,116 14Memberdayakan 0,048 0,286 7

Jumlah 0,252 1,000

3

PeluangMengurangi 0,052 0,273 6

Menggunakan Kembali 0,021 0,233 12Mendaur Ulang 0,008 0,094 16Memberdayakan 0,011 0,400 15

Jumlah 0,092 1,000

4

AncamanMengurangi 0,075 0,374 5

Menggunakan Kembali 0,028 0,106 10Mendaur Ulang 0,020 0,187 13Memberdayakan 0,027 0,333 11

Jumlah 0,150 1,000TOTAL 1.000 4.000

Perankingan yang dilakukan dalam menentukan prioritas pengelolaan

sampah dilakukan berdasarkan bobot global, yang merupakan konstribusi faktor-

faktor pengelolaan yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan kebijakan sampah.

Hasil pembobotan pada Tabel 32, masing-masing komponen kriteria pada level 2,

memiliki bobot kepentingan terhadap sasaran faktor-faktor penilaian pengelolaan

sampah. Berikut ini ditampilkan penilaian pengelolaan sampah yang termasuk 3

(tiga) prioritas utama.

- Rangking pertama adalah faktor kekuatan berdasarkan kriteria mengurangi

dengan bobot sebesar 0,203.

- Rangking kedua adalah faktor kelemahan berdasarkan kriteria mengurangi

dengan bobot sebesar 0,143.

Page 126: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

105

- Rangking ketiga adalah faktor kekuatan berdasarkan kriteria memberdayakan

dengan bobot sebesar 0,139.

Konstribusi terbesar pertama pengelolaan sampah berupa mengurangi

termasuk faktor kekuatan, namun ranking kedua termasuk pula ke dalam

kelemahan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengelolaan sampah dengan

mengupayakan pengurangan sampah dari sumbernya, merupakan faktor yang

menjadi prioritas utama yang dapat dijadikan kekuatan dalam pengelolaan sampah

di Kota Bandung. Banyaknya kendala-kendala dalam melaksanakan kebijakan

Pengelolaan Sampah berupa pengurangan sampah dari sumbernya, terlihat pada

faktor kelemahan dalam mengurangi sampah dari sumbernya. Hal ini

memperlihatkan bahwa salah satu kendala utama mengurangi sampah dari

sumbernya sehingga menjadi faktor kelemahan disamping karena budaya

masyarakat yang masih berperilaku memproduksi sampah yang banyak, juga

dengan mengurangi sampah dari sumbernya akan mengurangi produksi sampah

yang dapat dimanfaatkan kembali.

Perhitungan bobot sub-kriteria pengelolaan bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar konstribusi nilai dari setiap sub-kriteria pengelolaan (level 3)

terhadap bobot dari kriteria yang berada pada hierarki di atasnya (level 2). Bobot

tiap kriteria pengelolaan diperoleh melalui proses perbandingan dengan operasi

penskalaan, sehingga diperoleh nilai bobot yang dinormalisasi (nilai total bobot =

1). Normalisasi bobot yang dilakukan ini bertujuan untuk mendapatkan nilai

prioritas secara global yang mengandung arti bahwa jumlah total bobot dari

seluruh elemen tiap hierarki adalah sama dengan 1, sehingga dapat ditunjukkan

skala prioritas secara keseluruhan dalam satu hierarki. Masing-masing bobot

kriteria pada level 2 yang memiliki 4 (empat) sub-kriteria pada level 3 memiliki

hasil pembobotannya dapat dilihat pada Tabel 33.

Hasil pembobotan pada Tabel 33, masing-masing komponen sub-kriteria

pada level 3, memiliki bobot kepentingan terhadap sasaran kriteria-kriteria

penilaian pengelolaan sampah. Berikut ini ditampilkan penilaian pengelolaan

Page 127: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

106

sampah yang termasuk 4 (empat) prioritas utama berdasarkan kriteria penilaian

pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam mengurangi.

- Rangking pertama sub-kriteria komunikasi dengan bobot lokal sebesar 0,171.

- Rangking kedua sub-kriteria sumberdaya dengan bobot lokal sebesar 0,119.

- Rangking ketiga sub-kriteria birokrasi dengan bobot lokal sebesar 0,101.

- Rangking keempat sub-kriteria disposisi dengan bobot lokal sebesar 0,082.

Tabel 33 Bobot Sub-Kriteria terhadap KriteriaNo Sub-Kriteria BOBOT RANKING

LOKAL GLOBAL (thd Kriteria)

1

Kriteria Mengurangi- Komunikasi 0,171 0,370 1- Sumberdaya 0,119 0,298 2- Disposisi 0,082 0,141 4- Birokrasi 0,101 0,191 3

Jumlah 0,473 1,000

2

Kriteria Menggunakan Kembali- Komunikasi 0,091 0,401 1- Sumberdaya 0,065 0,387 2- Disposisi 0,031 0,131 3- Birokrasi 0,028 0,081 4

Jumlah 0,215 1,000

3

Kriteria Mendaur Ulang- Komunikasi 0,038 0,428 1- Sumberdaya 0,028 0,297 2- Disposisi 0,011 0,188 3- Birokrasi 0,010 0,087 4

Jumlah 0,087 1,000

4

Kriteria Memberdayakan- Komunikasi 0,033 0,328 2- Sumberdaya 0,102 0,338 1- Disposisi 0,032 0,148 4- Birokrasi 0,058 0,186 3

Jumlah 0,225 1,000TOTAL 1,000 4,000

Sumber : Hasil Analisis

Hasil perhitungan lengkap bobot prioritas pengelolaan sampah di Kota

Bandung dengan mempergunakan metoda Analityc Hierarchy Process dengan alat

bantu software Expert Choice disajikan beserta hasil pembobotan alternatif

penanganan pengelolaan sampah di Kota Bandung ditampilkan dalam Gambar 9.

Page 128: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

107

Level 0GOAL

Level 1FAKTOR

Level 2KRITERIA

Level 3SUB

KRITERIA

Level 4Hasil Analisis

FaktorKomunikasi 1Komunikasi 3Komunikasi 4Komunikasi 5

Sumberdaya 1Sumberdaya 2

Disposisi 3Disposisi 5Disposisi 6

Birokrasi 3Birokrasi 4

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 9 Struktur Hirarki Analitik Strength Penyusunan PrioritasPengelolaan Sampah di Kota Bandung

Gambar 9 memperlihatkan suatu interpretasi bahwa berdasarkan bobot

tertinggi strength (kekuatan) dalam pelaksanaan persoalan pengelolaan sampah di

Kota Bandung secara menyeluruh dan umum perlu dilakukan dengan

kecenderungan mengupayakan mengurangi (0,203). Hal ini dapat dilakukan

dengan mengupayakan pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam hal

komunikasi dan merupakan kekuatan pada organisasi PD Kebersihan Kota

Bandung yang bertugas untuk pengelolaan sampah dengan cara mengurangi,

Hasil ini didasarkan pada penilaian umum yang menjadi acuan prioritas

pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Namun berdasarkan bobot alternatif penanganan pengelolaan ini,

diperoleh nilai bobot yang hampir seimbang terutama dalam penanganan

pengelolaan sampah dalam hal menggunakan kembali (0,125) dan

memberdayakan (0,139), yang mengindikasikan bahwa alternatif penanganan

pengelolaan sampah di Kota Bandung hampir seluruhnya dapat dilakukan. Model

prioritas pengelolaan sampah di Kota Bandung disajikan dalam Gambar 10.

PrioritasPelaksanaanKebijakan

Persampahan

Kekuatan(0,506)

MenggunakanKembali(0,125)

Mendaur Ulang(0,039)

Ancaman(0,150)

Peluang(0,092)

Memberdayakan(0,139)

Mengurangi(0,203)

Komunikasi(0,370)

Sumberdaya(0,298)

Disposisi(0,141)

Birokrasi(0,191)

Kelemahan(0,252)

Page 129: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

108

Level 0GOAL

Level 1FAKTOR

Level 2KRITERIA

Level 3SUB KRITERIA

Level 4Hasil Analisis

FaktorKomunikasi 1Komunikasi 3Komunikasi 4Komunikasi 5

Sumberdaya 1Sumberdaya 2

Disposisi 3Disposisi 5Disposisi 6

Birokrasi 3Birokrasi 4

Sumber : Hasil AnalisisGambar 10 Struktur Hirarki Analitik Weakness Penyusunan Prioritas

Pengelolaan Sampah di Kota Bandung

Gambar 10 memperlihatkan suatu interpretasi bahwa berdasarkan bobot

tertinggi weakness (kelemahan) dalam pelaksanaan persoalan pengelolaan sampah

di Kota Bandung secara menyeluruh dan umum perlu dilakukan dengan

kecenderungan mengupayakan mengurangi (0,143). Hal ini dapat dilakukan

dengan mengupayakan pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam hal

komunikasi dan merupakan kekuatan pada organisasi PD Kebersihan Kota

Bandung yang bertugas untuk pengelolaan sampah dengan cara mengurangi,

Hasil ini didasarkan pada penilaian umum yang menjadi acuan prioritas

pengelolaan sampah di Kota Bandung. Namun berdasarkan bobot alternatif

penanganan pengelolaan ini, diperoleh nilai bobot yang hampir seimbang

terutama dalam penanganan pengelolaan sampah dalam hal menggunakan kembali

(0,041) dan memberdayakan (0,048), yang mengindikasikan bahwa alternatif

penanganan pengelolaan sampah di Kota Bandung hampir seluruhnya dapat

dilakukan. Model prioritas pengelolaan sampah di Kota Bandung ditampilkan

pada Gambar 11.

PrioritasPelaksanaanKebijakan

Persampahan

Kekuatan(0,506)

MenggunakanKembali(0,041)

Mendaur Ulang(0,020)

Ancaman(0,150)

Peluang(0,092)

Memberdayakan(0,048)

Mengurangi(0,143)

Komunikasi(0,401)

Sumberdaya(0,387)

Disposisi(0,131)

Birokrasi(0,081)

Kelemahan(0,252)

Page 130: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

109

Level 0GOAL

Level 1FAKTOR

Level 2KRITERIA

Level 3SUB

KRITERIA

Level 4Hasil Analisis

FaktorKomunikasi 1Komunikasi 3Komunikasi 4Komunikasi 5

Sumberdaya 1Sumberdaya 2

Disposisi 3Disposisi 5Disposisi 6

Birokrasi 3Birokrasi 4

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 11 Struktur Hirarki Analitik Opportunities Penyusunan PrioritasPengelolaan Sampah di Kota Bandung

Gambar 11 memperlihatkan suatu interpretasi bahwa berdasarkan bobot

tertinggi opportunities (peluang) dalam pelaksanaan persoalan pengelolaan

sampah di Kota Bandung secara menyeluruh dan umum perlu dilakukan dengan

kecenderungan mengupayakan mengurangi (0,052). Hal ini dapat dilakukan

dengan mengupayakan pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam hal

komunikasi dan merupakan kekuatan pada organisasi PD Kebersihan Kota

Bandung yang bertugas untuk pengelolaan sampah dengan cara mengurangi.

Hasil ini didasarkan pada penilaian umum yang menjadi acuan prioritas

pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Namun berdasarkan bobot alternatif penanganan pengelolaan ini,

diperoleh nilai bobot yang hampir seimbang terutama dalam penanganan

pengelolaan sampah dalam hal reuse (0,025) dan empower (0,011), yang

mengindikasikan bahwa alternatif penanganan pengelolaan sampah di Kota

Bandung hampir seluruhnya dapat dilakukan. Model prioritas pengelolaan sampah

di Kota Bandung ditampilkan pada Gambar 12.

PrioritasPelaksanaanKebijakan

Persampahan

Kekuatan(0,506)

MenggunakanKembali(0,021)

Mendaur Ulang(0,008)

Ancaman(0,150)

Peluang(0,092)

Memberdayakan(0,011)

Mengurangi(0,052)

Komunikasi(0,428)

Sumberdaya(0,297)

Disposisi(0,188)

Birokrasi(0,087)

Kelemahan(0,203)

Page 131: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

110

Level 0GOAL

Level 1FAKTOR

Level 2KRITERIA

Level 3SUB

KRITERIA

Level 4Hasil Analisis

FaktorKomunikasi 1Komunikasi 3Komunikasi 4Komunikasi 5

Sumberdaya 1Sumberdaya 2

Disposisi 3Disposisi 5Disposisi 6

Birokrasi 3Birokrasi 4

Sumber : Hasil Analisis

Gambar 12 Struktur Hirarki Analitik Threats Penyusunan PrioritasPengelolaan Sampah di Kota Bandung

Gambar 12 memperlihatkan suatu interpretasi bahwa berdasarkan bobot

tertinggi threats (ancaman) dalam pelaksanaan persoalan pengelolaan sampah di

Kota Bandung secara menyeluruh dan umum perlu dilakukan dengan

kecenderungan mengupayakan mengurangi (0,075). Hal ini dapat dilakukan

dengan mengupayakan pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam hal

komunikasi dan merupakan kekuatan pada organisasi PD Kebersihan Kota

Bandung yang bertugas untuk pengelolaan sampah dengan cara mengurangi,

Hasil ini didasarkan pada penilaian umum yang menjadi acuan prioritas

pengelolaan sampah di Kota Bandung.

Namun berdasarkan bobot alternatif penanganan pengelolaan ini,

diperoleh nilai bobot yang hampir seimbang terutama dalam penanganan

pengelolaan sampah dalam hal menggunakan kembali (0,028) dan

memberdayakan (0,027), yang mengindikasikan bahwa alternatif penanganan

pengelolaan sampah di Kota Bandung hampir seluruhnya dapat dilakukan.

PrioritasPelaksanaanKebijakan

Persampahan

Kekuatan(0,506)

MenggunakanKembali(0,028)

Mendaur Ulang(0,020)

Ancaman(0,150)

Peluang(0,092)

Memberdayakan(0,027)

Mengurangi(0,075)

Komunikasi(0,328)

Sumberdaya(0,338)

Disposisi(0,148)

Birokrasi(0,186)

Kelemahan(0,203)

Page 132: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

111

Berdasarkan AWOT prioritas kebijakan yang harus dilakukan jika dilihat

dari kekuatan,kelemahan, dan peluang ternyata faktor komunikasi perlu diperkuat,

namun dari sudut ancaman perlu memperhatikan sumberdaya.

Dengan demikian prioritas kebijakan dalam mengurangi sampah di kota

bandung adalah dengan melakukan : Sosialisai, Pemberdayaan masyarakat,

Pemanfaatan media komunikasi secara optimal dan menambah sumberdaya

manusia maupun sarana.

5.4 Rumusan Kebijakan Pengelolaan Sampah Perkotaan

Berdasarkan hasil analisis AHP dalam penentuan aspek pertimbangan

dalam lingkup kriteria penilaian obyek pengelolaan sampah, kajian literatur,

karakteristik, dan pengelompokan, maka untuk tahap berikutnya adalah

merumuskan strategi dalam pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung yang perlu dilaksanakan berdasarkan kajian pengelolaan sampah yang

akan diterapkan. Rumusan strategi digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan

terhadap pengelolaan sampah di Kota Bandung. Berdasarkan rumusan tersebut,

maka akan ditentukan strategi dan model kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota

Bandung yang memiliki prioritas berdasarkan kriteria penilaiannya. Bentuk

institusi yang disarankan untuk sebuah kota dengan penduduk lebih kurang

250.000 jiwa adalah PD Kebersihan seperti yang ada di Kota Bandung, sesuai

ketentuan Departemen Pekerjaan Umum. Keberhasilan institusi pengelola sampah

dipengaruhi juga oleh struktur organisasi, personalia dan kejelasan tata laksana

kerja. Tugas pokok PD Kebersihan sesuai Peraturan Daerah Nomor 02

Tahun 1985 adalah menyelenggarakan pelayanan jasa kebersihan di bidang

Pengelolaan Sampah untuk mewujudkan kondisi kota yang bersih dan memupuk

pendapatan.

Page 133: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

112

Melaksanakan tugas pokok di atas, PD Kebersihan menyelenggarakan

manajemen operasional kebersihan yang mencakup kegiatan administratif,

keuangan dan pengaturan kegiatan pelaksanaan kebersihan. Struktur organisasi

PD Kebersihan yang dibentuk dengan mempertimbangkan beberapa kriteria:

- Jumlah personil minimal untuk melayani pengelolaan sampah setiap 1000

penduduk adalah 2 orang. Jumlah penduduk Kota Bandung menurut catatan

akhir PD Kebersihan pada tahun 2006 adalah sebesar 3.914.081 dengan

demikian jumlah personil minimal untuk pelayanan Pengelolaan Sampah di

Kota Bandung adalah 1.957 orang, tanpa memperhatikan kualitas personil

yang dimiliki PD Kebersihan saat ini yakni sebanyak 1.852 pegawai.

- Dari segi kualifikasi pendidikan tenaga staf dan manajemen pengelolaan sudah

terlihat cukup baik di mana dari 1.852 pegawai tetap, 20,5% diantaranya

memiliki pendidikan setingkat strata satu dan satu orang S2. Namun jika

dilihat kualifikasi pendidikan yang spesifik mengenai Pengelolaan Sampah,

maka tenaga yang ada dinilai masih kurang, selain itu SDM sebagai operator

peralatan yang merupakan faktor vital dalam kegiatan pengelolaan perlu

ditambah dan dilatih.

Lebih mempertajam analisis model pelaksanaan kebijakan Pengelolaan

Sampah dilakukan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities and

Threats). Analisis ini merupakan pendekatan manajerial dalam merumuskan

variabel-variabel yang menentukan dan berpengaruh terhadap pengelolaan

sampah di Kota Bandung baik positif maupun negatif. Pada kondisi internal

variabel positif berupa kekuatan (strengths) sedangkan negatifnya berupa

kelemahan (weakness). Pada kondisi eksternal, variabel positif berupa peluang

(opportunities) sedangkan variabel negatif berupa ancaman (threats). Hasil

evaluasi lebih jelasnya disajikan pada Tabel 24. Berdasarkan Tabel 34 disajikan

Tabel 35 berupa rumusan strategi berdasarkan AHP, SWOT dan analisis faktor.

Page 134: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

113

Tabel 34 Faktor Internal dan Faktor Eksternal Pelaksanaan KebijakanPengelolaan Sampah di Kota Bandung

KEKUATAN KELEMAHAN

FaktorInternal

- Struktur organisasi berbentukPD yang memiliki akses luas

- Tugas, wewenang dantanggung jawab pasti dan jelas.

- Sudah ada sarana/prasaranauntuk mendukung kinerjapersonalia.

- Sudah ada Rencana Strategisdan Rencana Kerja.

- Adanya anggaran untukmendukung kegiatan.

- Tidak tersedianya SDM denganpendidikan spesifik PengelolaanSampah.

- Kendaraan dan fasilitaspenunjang umurnya sudah tua.

- Jumlah personalia/ SDM yangbelum memadai.

- Pola penempatan pegawai belumdengan “the right man in the rightplace”.

- Pola birokrasi dengan rantaipengambilan keputusan yangpanjang membuat suatupermasalahan yang muncul tidakdengan segera dapat diambiltindakan.

PELUANG ANCAMAN

FaktorEksternal

- Adanya Perda yangmendukung pelaksanaan tugas-tugas di bidang kebersihan.

- Adanya keterlibatankantor/instansi lain untukmendukung tugas-tugas PDkebersihan

- Adanya potensi dukunganmasyarakat melalui kegiatankerja bakti

- Kemungkinan memberikannilai ekonomis pada sampah

- Penyertaan swasta sebagaimitra dalam pengelolaansampah

- Dukungan pembinaan danbantuan dana dari pemerintahpusat melalui Departementerkait.

- Menggejalanya anggapan disebagian warga kota bahwa jikasudah membayar retribusi makatidak perlu lagi peduli dengankebersihan sekitarnya.

- Minimnya anggaran yang tersediadi APBD.

- Kenaikan harga alat dan bahan.- Munculnya klaim warga baik

pribadi atau kelompok terhadapaset tanah yang dipergunakansebagai lahan akhir.

- Masyarakat membuang sampah diTempat Pembuangan Akhir liar.

- Kecenderungan untukmereorganisasi PD Kebersihanhingga menjadisubdin/bidang/bagian dari suatukantor.

- Belum berjalannya prinsip “lawand punishment” bagi pelanggarPerda kebersihan.

Page 135: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

114

Tabel 35 Matriks Strategi Pelaksanaan KebijakanKEKUATAN KELEMAHAN

Faktor Internal

Faktor Eksternal

- Struktur organisasi berbentukPD

- Tugas, wewenang dantanggung jawab pasti danjelas.

- Adanya personalia/SDM.- Adanya sarana/prasarana.- Sudah ada Rencana Strategis

dan Rencana Kerja.- Adanya anggaran untuk

mendukung kegiatan.

- Tidak tersedianya SDM denganpendidikan spesifik PengelolaanSampah.

- Kendaraan dan fasilitas sudah tua.Belum ada manual pekerjaan dilapangan.

- Pola penempatan pegawai sebagianmasih belum “the right man in theright place”.

- Pola birokrasi dengan rantaipengambilan keputusan yangpanjang.

- Sistem penyusunan anggaran yangkaku.

- Minimnya tenaga teknispemeliharaan.

PELUANG- Adanya Perda yang mendukung.- Adanya keterlibatan kantor/instansi

lain.- Adanya potensi dukungan

masyarakat.- Kemungkinan nilai ekonomis

sampah.- Penyertaan swasta sebagai mitra- Dukungan pembinaan staf dan dana

kegiatan

STRATEGI S-O:- Mempertahankan bentuk PD

dengan peran yang lebih besardalam mendorong peranmasyarakat

- Peningkatan koordinasidengan instansi lain.

- Melakukan analisis kebutuhanstaf dan personil lapangansesuai volume kerja

- Menyertakan swasta sebagaimitra yang dituangkan dalamRenstra dan Perda.

- Penajaman rencana Strategisdan Rencana Kerja.

- Peningkatan efisiensi danpenggalangan sumber-sumberdana mandiri dari retribusidan jasa kebersihan.

STRATEGI W-O:- Peningkatan kualitas SDM di

bidang kebersihan, melalui programpelatihan atau pendidikan formal.

- Penggantian kendaraan dan alat.- Perumusan dan penajaman metode

kerja di lapangan dalam bentukmanual baku.

- Penerapan analisis jabatan dalampenempatan pejabat.

- Mempersingkat rantai birokrasi.- Penyusunan pola anggaran lebih

dinamis dan fleksibel terhadapkemungkinan perubahan kegiatan.

- Kerjasama dengan swasta untukmengatasi minimnya anggarandengan memanfaatkan nilaiekonomis sampah.

- Pengembangan kemampuan teknisstaf peralatan denganmemanfaatkan program pelatihandari pusat.

ANCAMAN- Menggejalanya anggapan warga

bahwa jika sudah membayar retribusimaka tidak perlu lagi peduli dengankebersihan.

- Minimnya anggaran yang tersedia diAPBD.

- Kenaikan harga alat dan Bahan- Masyarakat membuang sampah tidak

pada tempatnya.- Kecenderungan untuk

mereorganisasi PD Kebersihanhingga menjadi Belum berjalannyaprinsip “law and punishment”

STRATEGI S-T:- Sosialisasi perda kebersihan

kepada masyarakat.- Merumuskan biaya minimum

pengelolaan sampah.- Penyertifikatan asset tanah

dan jika perlu dituangkandalam perda

- Penerapan sanksi bagipelanggar Perda kebersihan.

- Mempertahankan bentukorganisasi.

STRATEGI W-T:- Peningkatan fungsi Subdin

Pembinaan Masyarakat.- Kontrak/kerjasama dengan swasta

dalam pemeliharaan/sewa alat.- Mempersingkat rentang pengambil

keputusan ancaman yang timbul.- Pemanfaatan dana pihak ketiga

seperti misalnya pengguna jasauntuk kegiatan non-budget.

Page 136: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

115

Berdasarkan hasil perumusan strategi pada matriks strategi, dapat

ditetapkan model pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam upaya

meningkatkan kualitas lingkungan di Kota Bandung, berupa tindakan-tindakan

pengelolaan sampah sebagai berikut:

1. Reduce

a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal komunikasi :

1) Menetapkan strategi berupa penyebaran informasi pengurangan

sampah dari sumber berupa kebijakan pengurangan sampah plastik,

atau sampah lainnya yang tidak dapat didaur ulang.

2) Menetapkan strategi penggunaan media massa dalam penyampaian

kebijakan pengurangan sampah berupa penyebaran informasi-

informasi berkaitan dengan bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang

dengan menggunakan teknologi informasi seperti internet, atau melalui

pamflet, televisi maupun spanduk.

3) Menetapkan strategi penyampaian informasi secara berkala di tempat-

tempat yang memiliki potensi menghasilkan sampah yang tidak dapat

didaur ulang.

4) Menetapkan strategi ketepatan dan kesesuaian penggunaan media

maupun penanganan terhadap produsen penghasil bahan yang tidak

dapat didaur ulang.

b. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal sumberdaya

1) Menetapkan strategi perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan

pelaksanaan berkaitan dengan pengurangan sampah dari sumbernya.

2) Menetapkan strategi dalam penggunaan sarana dan prasarana bantuan

pemerintah berupa peralatan dalam pengurangan sampah dari

sumbernya.

c. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal disposisi

1) Menetapkan strategi penerapan dalam pelaksanaan tentang

pengurangan sampah dari sumbernya

2) Menetapkan strategi dalam meningkatkan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengurangan sampah dari sumbernya

Page 137: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

116

3) Menetapkan strategi dalam mengupayakan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengurangan sampah dari sumbernya

d. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal birokrasi

1) Menetapkan strategi kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengurangan sampah dari sumbernya

2) Menetapkan strategi kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pengurangan sampah dari

sumbernya.

2. Reuse

a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal komunikasi

1) Menetapkan strategi berupa penyebaran informasi penggunaan

kembali sampah berupa kebijakan penggunaan kembali sampah

plastik, atau sampah lainnya yang dapat dipakai ulang.

2) Menetapkan strategi penggunaan media massa dalam penyampaian

kebijakan penggunaan kembali sampah berupa penyebaran informasi-

informasi berkitan dengan bahan-bahan yang dapat digunakan kembali

dengan menggunakan teknologi informasi seperti internet, atau melalui

pamflet, televisi maupun spanduk.

3) Menetapkan strategi penyampaian informasi secara berkala di tempat-

tempat yang memiliki potensi menghasilkan sampah yang dapat

digunakan kembali.

4) Menetapkan strategi ketepatan dan kesesuaian penggunaan media

maupun penanganan terhadap produsen penghasil bahan yang dapat

digunakan kembali.

b. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal sumberdaya

1) Menetapkan strategi perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan

pelaksanaan berkaitan dengan penggunaan kembali sampah yang

dihasilkan.

2) Menetapkan strategi dalam penggunaan sarana dan prasarana bantuan

pemerintah berupa peralatan dalam penggunaan kembali sampah yang

dihasilkan.

Page 138: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

117

c. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal disposisi

1) Menetapkan strategi penerapan dalam pelaksanaan tentang

penggunaan kembali sampah yang dihasilkan.

2) Menetapkan strategi dalam meningkatkan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas penerapan penggunaan kembali sampah yang

dihasilkan

3) Menetapkan strategi dalam mengupayakan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pelaksanaan penggunaan kembali sampah

yang dihasilkan

d. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal birokrasi

1) Menetapkan strategi kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas penggunaan kembali sampah yang dihasilkan

2) Menetapkan strategi kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pelaksanaan penggunaan

kembali sampah yang dihasilkan

3. Recycle

a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal komunikasi

1) Menetapkan strategi berupa penyebaran informasi sampah yang dapat

didaur ulang berupa kebijakan penggunaan bahan-bahan yang dapat

didaur ulang.

2) Menetapkan strategi penggunaan media massa dalam penyampaian

kebijakan penggunaan sampah berupa penyebaran informasi-informasi

berkitan dengan bahan-bahan yang dapat didaur ulang dengan

menggunakan teknologi informasi seperti internet, atau melalui

pamflet maupun spanduk.

3) Menetapkan strategi penyampaian informasi secara berkala di tempat-

tempat yang memiliki potensi menghasilkan sampah yang dapat didaur

ulang.

Page 139: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

118

4) Menetapkan strategi ketepatan dan kesesuaian penggunaan media

maupun penanganan terhadap produsen penghasil bahan yang dapat

didaur ulang.

b. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal sumberdaya

1) Menetapkan strategi perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan

pelaksanaan berkaitan dengan penggunaan sampah yang dapat didaur

ulang.

2) Menetapkan strategi dalam penggunaan sarana dan prasarana bantuan

pemerintah berupa peralatan dalam pengolahan sampah yang dapat

didaur ulang.

c. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal disposisi

1) Menetapkan strategi penerapan dalam pelaksanaan tentang sampah

yang dapat didaur ulang

2) Menetapkan strategi dalam meningkatkan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah yang dapat didaur ulang

3) Menetapkan strategi dalam mengupayakan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah yang dapat didaur ulang

d. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal birokrasi

1) Menetapkan strategi kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pengelolaan sampah yang dapat didaur ulang

2) Menetapkan strategi kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pengelolaan sampah yang dapat

didaur ulang.

4. Empower

a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal komunikasi

1) Menetapkan strategi berupa penyebaran informasi pemanfaatan

sampah berupa kebijakan yang berorientasi dalam mengerahkan

masyarakat dalam mengelola sampah.

2) Menetapkan strategi penggunaan media massa dalam penyampaian

kebijakan pengelolaan sampah berupa penyebaran informasi-informasi

Page 140: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

119

berkitan dengan bahan-bahan yang memiliki nilai jual tinggi dengan

menggunakan teknologi informasi seperti internet, atau melalui

pamflet maupun spanduk.

3) Menetapkan strategi penyampaian informasi secara berkala di tempat-

tempat yang memiliki potensi dalam pengelolaan sampah secara

swadaya masyarakat.

4) Menetapkan strategi ketepatan dan kesesuaian penggunaan media

maupun penanganan terhadap pengelola sampah dari penghasil

sampah.

b. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal sumberdaya

1) Menetapkan strategi perolehan sumberdaya informasi yang dibutuhkan

pelaksanaan berkaitan dengan pengelolaan sampah secara personal.

2) Menetapkan strategi dalam penggunaan sarana dan prasarana bantuan

pemerintah berupa peralatan dalam memproduksi barang/produk

dengan bahan baku sampah.

c. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal disposisi

1) Menetapkan strategi penerapan dalam pelaksanaan tentang

pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sampah.

2) Menetapkan strategi dalam meningkatkan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas penerapan pengelolaan sampah yang

dihasilkan

3) Menetapkan strategi dalam mengupayakan sikap aparat pemerintah

dalam menjalankan tugas pelaksanaan pengelolaan kembali sampah

yang dihasilkan

d. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah dalam hal birokrasi

1) Menetapkan strategi kejelasan wewenang aparat pemerintah dalam

menjalankan tugas pemberdayaan masyarakat dalam pengolahan

sampah

2) Menetapkan strategi kejelasan koordinasi yang dilakukan aparat

pemerintah dalam menjalankan tugas pelaksanaan pengolahan sampah

yang dihasilkan

Page 141: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

120

Model pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah dalam mengendalikan

sampah di Kota Bandung, disajikan dalam Gambar 13.

Gambar 13 Model Pelaksanaan Kebijakan Pengelolaan Sampah di KotaBandung

Berdasarkan ketetapan model pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah

di Kota Bandung maka rencana strategi yang paling baik diambil oleh PD

Kebersihan adalah strategi pemanfaatan kekuatan kelembagaan untuk menangkap

peluang yang ada (strategi SO). Strategi yang dirumuskan yakni penguatan fungsi

seksi di dalam PD Kebersihan khususnya seksi Operasional dan jika perlu

pembentukan unit baru seperti seksi Pembinaan Masyarakat dalam rangka

memanfaatkan potensi masyarakat dalam bentuk Lembaga Kebersihan

Lingkungan (LKL). Strategi ini merupakan grand strategy berdasarkan strategi

dan model pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah yang harus juga dibarengi

strategi-strategi tambahan lain seperti:

PengelolaanSampah

di Kota Bandung

Mengurangi

Komunikasi Sumberdaya Disposisi Birokrasi

MenggunakanKembali

MendaurUlang Memberdayakan

Sosialisasi

Media

Potensi Lokasi

Potensi Media

Sumber informasi

Peralatan

Penerapan

Sikap aparat

Keinginan aparat

Wewenang

Koordinasi

Page 142: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

121

- Peningkatan koordinasi dengan instansi-instansi lain seperti Kantor

Pendapatan, Kantor Kesejahteraan, Kecamatan, Kelurahan dalam rangka

mencapai visi dan misi PD Kebersihan.

- Peningkatan kualitas SDM dengan program-program Pelatihan dan

Pendidikan baik formal maupun informal bagi staf dijajaran manajerial

maupun teknis pada PD Kebersihan.

- Peningkatan efesiensi operasional dan biaya pelaksanaan kegiatan pada tahap

pengunpulan dan pengangkutan, sehingga alokasi anggaran pembinaan dan

penyuluhan masyarakat dapat meningkat.

Untuk dapat merencanakan pengelolaan sampah di Kota Bandung harus

dilihat menurut sudut pandang mekanisme/prosedur operasional, pelaksana,

penanggung jawab (lembaga pengelola sampah), peralatan/tempat dan sisi

keuangan/finansial. Rencana peningkatan pelayanan pengelolaan sampah

dilakukan dengan dasar perhitungan proyeksi jumlah penduduk sehingga dapat

ditentukan besar timbulan sampah di Kota Bandung. Selanjutnya tingkat

pelayanan pengelolaan sampah diasumsikan berdasarkan kepadatan penduduk tiap

kelurahan sesuai dengan pedoman pelaksanaan. Dengan dasar tersebut dapat

dihitung nilai volume pelayanan sampah dan berapa kebutuhan sarana/prasarana

untuk tahun mendatang.

Tata cara pengelolaan sampah perkotaan yang direncanakan pada kawasan

perencanaan meliputi kegiatan:

1. Pewadahan sampah: merupakan tahap awal dalam pengelolaan sampah,

sampah dari sumber timbulan dimasukkan dalam wadah untuk memudahkan

pengumpulan sampah dan meminimalkan kontak langsung sampah dengan

lingkungan di sekitarnya.

2. Pengumpulan sampah: pengumpulan sampah dari sumber timbulan sampai

transfer depo atau lokasi pembuangan sementara (TPS).

3. Pemindahan sampah: pemindahan sampah dari transfer depo atau TPS ke

dalam alat pengangkut yang akan membawa sampah ke TPA.

Page 143: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

122

4. Pengangkutan sampah: pengangkutan sampah dari transfer depo/TPS ke lokasi

pengolahan sampah atau pembuangan akhir.

Seluruh kegiatan pengelolaan sampah tersebut harus dilaksanakan secara

terpadu. Sehingga kegiatan pengelolaan sampah dapat optimal dan dampak

terhadap lingkungan dapat dikurangi. Perumusan komponen pertimbangan

tindakan pengelolaan sampah di Kota Bandung dengan menggunakan teknik-

teknik pengelolaan berdasarkan pendekatan pengelolaan dan karakteristik

penerapan di Kota Bandung yang telah dianalisis dengan mempergunakan analisis

faktor, dan dikombinasikan dengan pendekatan metoda Analityc Hierarchy

Process (AHP) serta Analisis SWOT. Rumusan hasil analisis yang telah

dilakukan tersebut digunakan sebagai arahan penanganan pengelolaan sampah di

Kota Bandung berdasarkan tipologinya yaitu Reduce, Reuse, Recycle dan

Empower.

Keterlibatan para stakeholder yang terdiri dari masyarakat, lembaga

swadaya masyarakat (LSM) atau pihak swasta dan pihak pemerintah berkaitan

dengan tipologi pengelolaan sampah diperlukan dalam upaya meningkatkan

pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Sampah di Kota Bandung, yang dijelaskan

sebagai berikut:

1. Stakeholder mengurangi sampah, terdiri dari:

a. Masyarakat, dengan membudayakan penggunaan produk konsumsi yang

tidak menimbukan sampah, seperti mengurangi penggunaan sampah

plastik

b. LSM, dengan mengawasi perusahaan-perusahaan yang menghasilkan

produk yang memproduksi sampah, seperti mengawasi penggunaan bahan

plastik yang tidak bisa hancur.

c. Pemerintah, dengan menetapkan suatu kebijakan yang menekan produksi

sampah plastik, seperti kebijakan pelarangan penggunaan plastik yang

tidak bisa hancur.

Page 144: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

123

2. Stakeholder menggunakan kembali sampah, terdiri dari:

a. Masyarakat, dengan membudayakan penggunaan kembali sampah yang

tidak bisa hancur, seperti penggunaan kembali sampah plastik untuk

pembungkus sampah.

b. LSM, dengan ikut serta mensosialisasikan penggunaan kembali sampah,

seperti memberikan solusi kepada masyarakat tentang manfaat-manfaat

sampah yang dapat digunakan kembali.

c. Pemerintah, dengan menetapkan suatu program yang mendorong

masyarakatnya untuk selalu berupaya mengurangi produksi sampah

dengan cara memberikan alternatif-alternatif penggunaan kembali sampah-

sampah yang diproduksi rumah tangga

3. Stakeholder mendaur ulang sampah, terdiri dari:

a. Masyarakat, agar ikut serta dalam proses mendaur ulang sampah, seperti

memilah atau memisahkan sampah rumahtangganya menjadi sampah

organik dan anorganik.

b. LSM, dengan mendorong masyarakat untuk ikut serta memproduksi daur

ulang sampah, seperti mengenalkan produk-produk yang dapat dihasilkan

dari bahan baku sampah.

c. Pemerintah, dengan ikut serta mendorong dan memasarkan hasil-hasil

produksi daur ulang sampah.

4. Stakeholder memberdayakan masyarakat, terdiri dari:

a. Masyarakat, dengan ikut serta dalam pemberdayaan masyarakat agar ikut

bertanggungjawab menangani permasalahan berkaitan dengan sampah.

b. LSM, dengan ikut serta dalam proses pemberdayaan masyarakat yang

berhubungan dengan pengelolaan sampah, dari mulai pengumpulan,

pemilahan, sampai kepada pengantaran ke TPA.

c. Pemerintah, dengan memfasilitasi pemberdayaan masyarakat, seperti

menyediakan tempat-tempat penampungan sampah hasil pengumpulan

sampah masyarakat.

Page 145: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

124

Salah satu publikasi Masyarakat Perlindungan Air dan Tanah (The Soil

and Water Conservation Society, 1995) disebutkan tentang hierarki perlindungan

sumberdaya (resource recovery hierarchy) untuk manajemen aliran sampah.

Hierarki tersebut terdiri dari 4 (empat) langkah:

1. Material sampah harus dikelola secara benar sejak awal (rumah tangga, RS,

industri, dan sebagainya) guna mengurangi kontribusi yang tidak perlu pada

masalah sampah di kemudian hari.

2. Material sampah harus digunakan ulang (reused atau recycled) atau diubah

melalui teknologi yang dapat memberi nilai tambah pada sampah tersebut.

3. Sisa material sampah-pun harus di daur-ulang, termasuk untuk membuat

pupuk organik, atau bahan tertentu yang bias digunakan untuk pemakaian di

waktu mendatang.

4. Bahan-bahan sampah tertentu tetap harus dibuang. Dalam hal ini, tempat

pembuangan sampah harus dipilih dengan pertimbangan matang sehingga

dapat menjamin perlindungan yang maksimal bagi lingkungan, baik tanah, air,

dan udara, serta bagi kesehatan umat manusia.

5. Isu sentral dari masalah pengelolaan sampah di wilayah perkotaan ini terutama

pengelolaan sampah secara efektif dalam rangka meningkatkan standar hidup

masyarakat sekaligus melindungi lingkungan dan sumberdaya alam lainnya.

Manajemen kebersihan dalam konteks pengelolaan sampah terdiri dari

beberapa aspek yang saling terkait. Seluruh aspek dalam pengelolaan sampah

memerlukan kerjasama dalam pelaksanaannya, baik pada fungsi perencanaan,

pelaksanaan maupun pengawasan. Apabila dilakukan identifikasi jenis-jenis

kerjasama dalam menjalankan manajemen pengelolaan sampah, maka hal ini

dapat ditinjau dari masing-masing aspek.

1. Kerjasama dalam Aspek Teknik Operasional

a. Kerjasama pengumpulan sampah, dalam hal ini kerjasama dengan RW

untuk pengumpulan sampah dari lingkungan pemukiman.

b. Kerjasama dengan pengusaha dalam kegiatan operasional pengelolaan

sampah dan daur ulang (masih dalam proses penjajagan).

Page 146: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

125

c. Kerjasama dengan Pemerintah Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung

dalam kegiatan pengelolaan pembuangan akhir.

2. Kerjasama dalam Aspek Pembiayaan

a. Kerjasama dengan PLN, KUD dan Bank dalam penyelenggaraan

pemungutan jasa pelayanan kebersihan.

b. Kerjasama dengan lembaga pengawasan khususnya dalam pelaksanaan

auditing keuangan perusahaan melalui akuntan publik.

3. Kerjasama dalam Aspek Peran Serta Masyarakat

- Kerjasama dengan media masa dalam melakukan sosialisasi program

pengelolaan sampah kota.

4. Kerjasama dalam Aspek Peraturan Hukum

- Kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam menindak pelanggaran

terhadap peraturan kebersihan kota.

Oleh karena sifat dari pengelolaan sampah memerlukan keterlibatan semua

pihak, maka setiap aspek pengelolaan sampah perlu dijalankan melalui

mekanisme kerjasama. Tanpa adanya kerjasama maka pengelolaan sampah tidak

akan dapat berhasil. Jika dikelola secara baik dan professional, usaha yang

berbasis sampah sesungguhnya memiliki potensi yang cukup menjanjikan.

Bahkan Kompas pernah menurunkan laporan tentang pengelolaan Pengelolaan

Sampah, dan mengatakan bahwa sampah bisa dipandang sebagai kotoran

sekaligus harta karun (Kompas, 10 Januari 2004). Komponen utama dari pertanian

organik adalah pupuk kompos. Kalau sebidang tanah dikompos dengan baik,

tanah akan menjadi sehat. Kalau kelebihan air, tanah berkompos akan

mendrainasekannya, sementara jika kekurangan air di musim kemarau, air itu

ditahan. Kompos juga mempunyai daya tahan terhadap zat-zat, seperti fosfor,

nitrogen, dan elemen-elemen mikro, seperti magnesium dan polidenum. Tanpa

kompos, begitu ada air, tanah akan terus larut. Karena itu, bila ada tanaman di

tanah berpasir, kalau pun tumbuh akan kurus.

Inilah nilai tinggi yang dimiliki oleh sampah. Karena terlalu tingginya

nilai ekonomis sampah, di Belanda industri kompos membuat jalur jalan kereta

Page 147: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

126

api sendiri dan tidak lagi menggunakan angkutan truk seperti di Jakarta. Hal ini

mengindikasikan betapa ekonomisnya bisnis Pengelolaan Sampah. Jika

pemerintah sadar terhadap potensi ekonomis sampah tersebut, mestinya segera

dilakukan kajian kebijakan untuk menarik sektor swasta menanamkan modal di

bidang industri pengolahan sampah. Jika hal ini bisa dilakukan, maka akan dapat

terwujud keuntungan secara merata bagi setiap pihak yang terkait dengan upaya

pengelolaan sampah. Bagi pemerintah, misalnya, keuntungan yang dapat diraih

dari pola pengelolaan sampah yang sinergis ini antara lain adalah:

1. Beban Pemerintah (daerah) dalam penyediaan / pemberian layanan semakin

berkurang karena telah diambil alih sebagian oleh sektor swasta sebagai ujung

tombak.

2. “Pengambil alihan” sebagian tugas-tugas pelayanan publik oleh sektor swasta

sekaligus merupakan wahana memberdayakan potensi masyarakat yang

selama ini terabaikan.

3. Pemda tidak perlu membentuk kelembagaan khusus yang besar hanya untuk

menangani pengelolaan sampah. Ini berarti dapat mendorong efek

penghematan anggaran.

4. Menjadi sumber pendapatan daerah melalui penarikan retribusi atau

pemberian lisensi / konsesi pengelolaan sampah.

5. Kendala teknis berupa keterbatasan sumberdaya atau kelemahan manajemen

yang biasanya melekat pada birokrasi publik dapat teratasi dengan cara

sharing antar Pemda atau antara Pemda dengan swasta.

Di sisi lain, jika pengelolaan sampah dilakukan oleh swasta atau sebuah

tim bersama, diharapkan dapat dicapai beberapa keuntungan diantaranya:

- Menjanjikan keuntungan (profit margin) bagi pengelola atau penanam modal

di bidang pelayanan kebersihan.

- Dapat bekerja lebih cepat, fleksibel dan efisien disbanding lembaga induk

yang membentuknya.

- Lebih bersifat fungsional sehingga mampu melepaskan diri dari jeratan-jeratan

dan kendala struktural yang menjadi ciri khas dari sistem birokrasi publik.

Page 148: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

127

- Pengelolaan suatu urusan lebih professional, sehingga dapat menciptakan

mutu pelayanan yang jauh lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara bagi masyarakat, pengelolaan yang professional dari service

provider diharapkan dapat memperbaiki kinerja pelayanan umum yang

diindikasikan oleh tingkat kepuasan pelanggan (costumer satisfaction). Hal ini

dapat tercapai jika penyelenggaraan suatu urusan atau suatu kawasan dapat lebih

terfokus (tidak ada intervensi birokrasi publik), sehingga pelayanan bidang

tertentu (cq. Pengelolaan Sampah) dapat meningkat secara signifikan.

Dengan kata lain, jika pelayanan Pengelolaan Sampah dapat menimbulkan

kepuasan bagi masyarakat, berarti telah terpenuhi prinsip penting dalam

pelayanan yakni best value for money. Artinya, masyarakat yang telah

mengeluarkan biaya untuk memperoleh pelayanan tersebut (yakni dengan

membayar retribusi), mendapatkan tegen prestatie yang seimbang dengan biaya

yang telah dikeluarkan tadi. Prinsip best value for money telah dapat terpenuhi,

maka dapat dikatakan bahwa kinerja pelayanan pemerintah dalam pemberian

layanan sudah mencapai derajat yang optimal.

Selanjutnya, untuk mendorong agar pola-pola kerjasama ini dapat menjadi

”kebutuhan” bagi pemerintah daerah pada umumnya dan penyedia jasa layanan

pada khususnya, maka dibutuhkan adanya payung hukum secara nasional yang

mengatur mengenai aturan main serta hak dan kewajiban, termasuk implikasi dari

penyelenggaraan kerjasama (joint management) tersebut. Ini berarti pula,

kerjasama dalam rangka pemenuhan kebutuhan publik ini perlu mengintegrasikan

kaidah-kaidah hukum privat / perdata dengan kaidah-kaidah hukum publik

(HAN). Disamping itu, diperlukan juga adanya sikap pro-aktif dan kesadaran dari

pihak pemerintah untuk terus-menerus memperbaiki berbagai dimensi yang terkait

dengan pelayanan yang bersangkutan.

Page 149: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

128

Sumber: Kertas Posisi Yayasan Wisnu No. 01/IV/2001Gambar 14 Sistem Modifikasi Pengelolaan Sampah

Dari hasil kajian dapat dirumuskan kebijakan pengelolaan sampah di kota

bandung harus melibatkan unsur Pemerintah, Masyarkat, dan Swasta.

1. Peran Masyarakat

Pengelolaan sampah oleh masyarakat baik melalui komunitas dapat

menjadi pemasukan bagi wilayahnya apabila dikelola dengan baik dan menambah

lapangan pekerjaan. Sampah yang dihasilkan masyarakat jika sudah dapat

dipisahkan berdasarkan jenisnya mulai dari awal, dapat dimanfaatkan kembali

atau dijual untuk membiayai usaha pengelolaan sampah secara swadaya. Selama

ini berbagai macam himbauan dari pemerintah untuk melakukan pemisahan mulai

dari sumber sampah tidak jalan, karena tidak jelas apa manfaatnya bagi

masyarakat. Kalau pemilahan ini memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat,

tentunya sistem monitoring dari masyarakat akan berjalan dengan sendirinya.

Begitu juga dengan pemulung. Anggapan umum dari masyarakat, pemulung

menyebabkan timbulnya masalah keamanan, oleh karena itu agar tidak

menimbulkan ketegangan sosial, dimulai dengan saling curiga, kehadiran

pemulung dapat lebih diatur tidak langsung ke rumah tangga sebagai sumber

sampah, tetapi hanya sampai TPS atau TPA saja.

Page 150: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

129

2. Peran Swasta

Peranan swasta dalam upaya pengelolaan sampah adalah sebagai

pendukung sistem (support system), seperti: 1) mempercepat proses transformasi/

peralihan dari dominansi pemerintah ke masyarakat; 2) sebagai Pengumpul

material/barang yang masih dapat di daur ulang atau masih berguna.

3. Peran Pemerintah

Peran pemerintah, apabila sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat

ini berjalan, hanya memikirkan masalah pengelolaan TPA. Beban berat dari

besarnya anggaran yang diharus ditanggung dapat dikurangi secara efisien. Beban

mengelola sampah juga akan berkurang dengan drastis dengan hanya mengelola

sampah. Sampah yang diangkut oleh pemerintah dari TPS ke TPA tentunya harus

ditarik pungutan/retribusi yang akan digunakan untuk operasional. Sedangkan

biaya rutin sampah per bulan akan menjadi hak dari pengelola masyarakat karena

peran aktifnya mengatasi masalah pengelolaan sampah.

Memperhatikan peran Masyarakat, kebijakan yang harus dilakukan oleh

pemerintah kota Bandung adalah mengatur peran rukun warga (RW) sebagai

kolektor tahap awal dan memberikan kewenangan kepada RW untuk

Mengumpulkan, Mengolah sampah dengan konsep 3R dan menjualnya sebagai

bangkitan pendapatan (Incomegenerating).

Memperhatikan peran Swasta, diperlukan kebijakan insentif berupa

kemudahan akses mengelola sampah, kemudahan akses memperoleh modal,

kemudahan dalam perijinan, keringanan pajak dan retribusi, sedangkan peran

Pemerintah perlu ada kebijakan agar pemerintah melakukan pemberdayaan

Masyarakat, RW, dan Swasta, selain itu program penyuluhan/sosialisasi harus

dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.

Pemerintah wajib menyerap sebagian hasil pengelolaan sampah di tingkat

RW terutama kompos untuk kebutuhan pemupukan taman kota. Peran PD

kebersihan diarahkan sebagai pembina/bapa asuh dari Masyarakat, RW, dan

Swasta untuk mengelola sampah secara profesional dan saling menguntungkan.

Page 151: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

130

PD kebersihan dapat mengembangkan unit usahanya untuk bekerjasama

dengan pihak swasta dalam mengambangkan bisnis daur ulang dan pengomposan,

dengan demikian perlu ditijau kembali atau di revisi Perda no 2 Tahun 1985

tentang PD kebersihan, Perda no 27 Tahun 2001 tentang pengelolaan kebersihan,

dan Perda no 11 Tahun 2005 tentang K3.

Proses ini diharapkan dapat meningkatkan kwalitas lingkungan hidup di

kota Bandung dan meningkatnya ekonomi secara tidak langsung dari pengelolaan

sampah oleh masyarakat dan terhindarnya banjir akibat tersumbatnya aliran

sungai oleh sampah.

Secara keseluruhan proses kebijakan tersebut dilihat pada gambar 15.

Gambar 15 Pola Operasional Kebijakan Pengelolaan Sampah di KotaBandung

ReuseRecycle

ReduceEMPOWERMENT

KomunikasiSumberdaya

DisposisiBirokrasi

TPS

PEMERINTAH

SWASTA

TempatPengolahan

RWMASYARAKAT

SAMPAH(Rumah Tangga)

3R

Wewenang danKoordinasi

Penerapan, SikapAparat dan Keinginan

Aparat

Sumber Informasi danPeralatan

Sosialisasi, Media,Potensi Lokasi dan

Potensi Media

Page 152: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

131

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Kebijakan pengelolaan sampah yang dilaksanakan di Kota Bandung saat ini

belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Kebijakan pengelolaan sampah

perkotaan yang diterapkan di Kota Bandung saat ini mengarah pada sampah

sebagai sumber pendapatan daerah yang di laksanakan dalam bentuk

berdirinya BUMD Perusahaan Daerah Kebersihan. Kebijakan pengelolaan

sampah yang dilaksanakan oleh pemerintah Kota Bandung belum sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

2. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan

pengelolaan sampah perkotaan di Kota Bandung : Pertama faktor disposisi

terdiri dari: a) penerapan, b) sikap aparat dan c) keinginan aparat; Kedua

faktor sumberdaya terdiri dari: a) sumber informasi dan b) peralatan, Ketiga

faktor komukasi yang terdiri dari: a) sosialisasi, b) media, c) potensi lokasi

dan d) potensi media; dan Keempat faktor birokrasi terdiri dari: a) wewenang

dan b) koordinasi.

3. Berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman prioritas kebijakan

dalam mengurangi sampah di kota Bandung adalah dengan melakukan

sosialisasi, pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan media komunikasi dan

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia serta menambah sarana.

4. Pemerintah kota Bandung perlu membuat kebijakan untuk pemberdayaan

masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah, peranan PD kebersihan

adalah sebagai pembina/bapak asuh bagi masyarakat dan swasta dalam

pengelolaan sampah, dengan demikian perlu adanya revisi terhadap Perda no 2

tahun 1985 tentang PD kebersihan, Perda no 27 Tahun 2001 tentang

pengelolaan kebersihan, dan Perda no 11 Tahun 2005 tentang K3.

Page 153: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

132

6.2 Saran

Dari temuan lapangan serta berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat

disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perlu adanya kajian yang lebih komprehensif tentang fungsi Perusahaan

Daerah Kebersihan Kota Bandung.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan adanya konflik

pengelolaan sampah perkotaan penerapan model kelembagaan pengelolaan

sampah pengurangan dan penanganan melalui pemberdayaan masyarakat.

3. Pemerintah daerah juga seharusnya segera menyusun strategi kebijakan guna

menarik investasi swasta dalam pengelolaan persampahan, mempromosikan

teknologi pengolahan sampah, antara lain dengan memberi kemudahan –

kemudahan dan pembebasan pajak tertentu kepada investor yang berminat,

serta memperkuat partisipasi masyarakat dalam siklus manajemen

persampahan. Dengan kata lain, pemerintah daerah harus secepatnya

memikirkan bagaimana menciptakan iklim yang kondusif untuk investasi di

sektor kebersihan, sekaligus menyediakan sistem insentif dan disinsentif

dalam pengelolaan persampahan, antara lain dengan pengurangan tarif pajak

bagi produsen yang hasil produknya relatif tidak banyak mengandung

limbah/sampah dan penambahan tarif pajak terhadap produsen yang hasil

produknya lebih banyak mengandung limbah/sampah.

4. Pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah harus secara sistemik. Artinya,

isu persampahan haruslah dikaitkan dengan isu lain seperti pelestarian

lingkungan dan pendapatan masyarakat. Dalam kaitan dengan aspek

lingkungan, harus dipikirkan cara agar proses pembuangan, penimbunan,

pembakaran, pengolahan atau proses lainnya tidak membahayakan

lingkungan hidup hayati maupun non-hayati. Sementara dari aspek

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, pemerintah perlu berusaha keras

agar potensi sampah yang sesungguhnya sudah tidak bernilai (worthless),

dapat dijadikan sebagai potensi dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi,

diantaranya pelaksanaan sosialisasi yang efektif untuk memberdayakan

masyarakat yang dimulai dari rumah tangga dalam hal reduce, reuse, recycle.

Page 154: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

133

5. Manajemen persampahan juga tidak bisa dilepaskan dari isu pendidikan dan

pertanian. Dalam kaitan dengan isu pendidikan, pemerintah perlu melakukan

program penyadaran publik tentang cara membuang sampah dan jika perlu

dilakukan pemisahan/pemilahan antara sampah organik dan non-organik,

upaya yang dilakukan diantaranya melaksanakan simulasi pengelolaan

sampah kepada para siswa yang duduk di sekolah dasar, sekolah lanjutan

hingga perguruan tinggi. Sedangkan kaitannya dengan pembangunan

pertanian, pemerintah semestinya dapat mengoptimalkan sampah sebagai

bahan dasar pembuatan pupuk kompos, dengan upaya memberi pelatihan –

pelatihan kepada para petani tentang tata cara pembuatan kompos, sehingga

keberadaan sampah justru berdampak positif terhadap sektor lainnya, dalam

hal ini sektor pertanian. Tentu saja, sampah juga memiliki potensi yang positif

di sektor-sektor lainnya.

6. Pemerintah juga harus menjamin bahwa sarana pembuangan sampah tersedia

di berbagai tempat seperti jalan-jalan dan taman umum, sekolah, rumah sakit,

dan sebagainya. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga perlu mengatur

bahwa para pengusaha swasta seperti hotel, restoran, super market, dan

sebagainya harus menyediakan tempat pembuangan sampah secara memadai,

dengan melaksanakan sosialisasi dan pengawasan.

7. Pemerintah daerah harus menegakan hukum (Law Enforcement) terhadap

siapapun yang melanggar peraturan daerah mengenai kebersihan.

Page 155: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

134

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, D. 2008. Faktor-Faktor Penentuan Lokasi Tempat Penampungan SampahSementara (TPS) Berdasarkan Aspirasi Masyarakat Di KecamatanSukolilo, Surabaya; Teknik Perencanaan Wilayah & Kota, SekolahPascasarjana Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Albrow, M. 1989. Birokrasi, terjemahan M. Rusli Karim dan Totok Daryanto,Jogjakarta: PT. Tiara Wacana.

Amurwaraharja, I.P. 2003. Teknologi Pengolahan Sampah Jakarta Timur.Bogdan, R., and Biklen. S.K. 1992. Qualitative Research For Education, Boston:

Allyn and Bacon.

Bogdan, R., and Taylor, S.J. 1975. Introduction to Qualitative Research Methods:A Phenomenological Approach to the Social Sciences, New York:Wiley.

Brannen, J. 2002. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

Cafezio, P., and Morehouse, D. 1998. Secrets of Break Through Leadership,Mumbai: Jaico Publishing House.

Dillon, W.R., and M. Goldsetein. 1984. Multivariate Analisis Methods andapplications. John Willey and sons. Inc.

Djajadiningrat. 2001. Pendekatan Pengolahan Limbah (end of pipe).

Dunn, W.N. 1999. Public Policy Analysis : An Introduction, New Jersey: PrenticeHall.

Dye, T. 1976. Understanding Public Policy, New Jersey: Prentice HallEnglewood Cliffs.

Edward III, G.C. 1980. Implementation Public Policy, Washington DC:Congresional Quarter Press.

Edwards III, G.C., and Sharkansky, I. 1978. The Policy Predicament, SanFransisco: W.H. Freeman and Company.

Effendi, S. 2000. Metode Penelitian Survai, Cetakan kedelapan, Jakarta: LP3ES.

Famularo, J.J. 1986. Hand Book of Human Resources Administration. Singapore:Fong and Sons Printers Pte Ltd.

Gomes, F.C. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset.Grindle, M.S. 1980. Politic and Policy Implementation in The Third World, New

Jersey: Princeton University Press.

Page 156: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

135

Guba, E.G. 1981. Criteria For Assessing The Trustworthiness of NaturalisticInquiries. Education Communication and Technology, Journal, Vol.29, p. 75-92.

Hasibuan, M.S.P. 1996. Organisasi dan Motivasi, Dasar PeningkatanProduktivitas, Jakarta: Bumi Aksara.

Hogwood, B.W., and Gunn, L.A. 1987. Policy Analysis for the Real world,Oxford: University Press.

Hoogerwerf. 1983. Ilmu Pemerintahan, alih bahasa Tobing, Jakarta: Erlangga.Hovland, C. I. 1959. Communication and Persuasion, Princeton University Press.

Howlett, M., and Ramesh, M. 1995. Studying Public Policy, Policy Cycles andPolicy Subsystems, New York: Oxford University Press.

Isaac, S., and Michael, W.B. 1982. Handbook in Research and Evaluation, SanDiego: EdIT Publishers.

Islamy, M. I. 1994. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Jakarta: BumiAksara.

Islamy, M. I. 2001. Policy Analysis, Malang: Program Pascasarjana UniversitasBrawijaya.

Istamto, R. 1994. Pengantar Kebijakan Publik, (Jones, Charles O.) Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Jones, C.D. 1994. Pengantar Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Rajawali.Kholil. 2005. Rekayasa Model Sistem Dinamika Pengelolaan Sampah Terpadu

Berbasis Nir Limbah (Zero State), Sekolah Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor.

Komisi WHO mengenai Kesehatan dan Lingkungan. 2001. Planet Kita KesehatanKita,Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kumorotomo, W. 1992. Etika Administrasi Negara, Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Lafland, J., and Lofland, L.H. 1984. Analyzing Social Setting A Guide toQualitative Observation and Analysis. California: WadwortPublishing Company Helmeth.

Lincoln, Y.S., and Guba, E. 1985. Naturalistic Inquiry. San Francisko: SagePublication.

Lineberry, R.L. 1978. American Public Policy, New York: North WesternUniversity Harpen and Row Publisher.

Mazmanian, D., and Sabatier, P.A. 1983. Effective Policy Implementation,Massachusets: D.C.Heath.

Miles, M.B. and Huberman, M.A. 1992. Analisa Data Kualitatif, Jakarta: UIPress.

Page 157: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

136

Moleong, L.J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.RemajaRosdakarya.

Moughtin, C., Taner, Oc., and Steven, T. 1999. Urban Design: Ornament andDecoration. Boston: Architectural Press.

Moughtin, C., Gardner, A.R.T. 1990. "Towards an improved and protectedenvironment", The Planner, pp.9-12..

Mouightin, C., Taner, Oc., and Steven, T. 1999. Urban Design: Ornament andDecoration. Oxford: Butterworth Architecture.

Muhadjir, N. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin.

Mustopadidjaja, A.R. 1999. Studi Kebijaksanaan, Perkembangan, danPenerapannya dalam Rangka Administrasi dan ManajemenPembangunan, Jakarta: LP-FE-UI.

Ndraha, T. 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta: Rineka Cipta.

Ndraha, T. 2003. Kybernology (Ilmu Pemerintahan) 1 dan 2, Jakarta: RinekaCipta.

Nilandari, A. 2006. Aku Bisa Menghemat Listrik, Jakarta: Dian Rakyat.Patton, M.Q. 1987. How the Use Qualitative Methods in Evaluation, New Delhi

India: Sage Publications.Pattons, C.V., and Sawicki, D.S. 1980. Basic Methods of Policy Analysis and

Planning, New Jersey: Prentice-Hall Inc. Englewood Cliffs.Pearson, W. 1997. Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of

Policy Analysis, Cambridge Great Britain: Edward Elgar.Rakhmat, J. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.Rasyid, H.A. 1994. Statistika Sosial, Bandung: PPs UNPAD.

Ripley, R. 1994. Policy Analysis in Political Science, Chicago: Nelson Hall.Saaty, T.L. 1994. Fundamentals of Decision Making and Priority Theory, RWS

Publications, 4922 Ellsworth Avenue , Pittsburgh, PA.Saraswati, E. 2007. Model Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Sampah

Kota Berbasis Pertisipasi Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor.

Saribanon, N. 2007. Perencanaan Sosial Partisipatif Dalam Pengelolaan SampahPermukiman Berbasis Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana InstitutPertanian Bogor.

Schaltzman, L., and Strauss, A.L. 1973. Field Research : Strategies for a NaturalSociology, Englewood Cliffs: N.J. Prentice Hall.

Siagian, S.P. 1985. Patologi Birokrasi: Analisis, Identifikasi dan Terapinya,Jakarta: Ghalia Indonesia.

Page 158: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

137

Siagian, S.P. 1997. Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta:PT. Gunung Agung.

Spradley, J.P. 1980. Participant Observation, Orlando FL: Harcourt BraceJovanovich College Publishers.

Sugandha, D. 1991. Koordinasi: Alat Pemersatu Gerak Administrasi, CetakanKedua, Jakarta: Intermedia.

Sugiyono. 2002. Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.

Sunggono, B. 1994. Pemberdayaan Masyarakat, Jaringan Pengamanan Sosial,Jakarta: Gramedia Utama.

Supriatna I., Setiadi, M.A., dan Hadi, S. 2005. Penyusunan KebijakanPeningkatan Produksi Peternakan dengan Penerapan TeknologiInseminasi Buatan di Daerah Tertinggal. Jakarta: PT Bernala Nirwana.Resource Development Consultant.

Suradinata, E. 1993. Teori dan Praktek Kebijaksanaan Negara, Bandung:Ramadan.

Suryaningrat, B. 1989. Perumusan Kebijaksanaan dan Koordinasi Pembangunandi Indonesia, Jakarta: PT. Bima Aksara.

Van Meter, D.S., and Van Horn, C.E. 1975. The Policy Implementation Process AConceptual Frame Work, London: Sage Publications Inc.

Vargas, L.G. 1994. “Reply to Schenkerman’s Avoiding Rank Reversal in AHPDecision Support Models”, European Journal Of OperationalResearch, 74, pp. 420-425.

Wahab, S.A. 1990. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke ImplementasiKebijaksanaan Negara, Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, S.A. 2000. Ekonomi Politik Pembangunan, Malang: Danar Wijaya Press.

Wibowo., dan Djajawinata. 2007. Jurnal Penanganan sampah terpadu.Widodo, J. 2002. Good Governance, Telaah Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol

Birokrasi Pada Era Dsentralisasi dan Otonomi Daerah, Surabaya:Insan Cendekia.

Winardi, J. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi, Bandung: Citra Aditya Bakti.Yin, R.K. 1989. Studi Kasus: Desain dan Metode, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal, Internet dan Dokumentasi Lainnya:Aida, N., dan Mudikdjo, K. 1996. Usaha Pemanfaatan Barang Bekas dari Sampah

dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Sampah di Kotamadya Bogor: Studi Kasus TPA Gunung Galuga. Tesis Program Pascasarjana IPB.Tidak diterbitkan.

Page 159: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

138

Amurwaraharja, I.P. 2003. Analisis Teknologi Pengolahan Sampah DenganProses Hirarki Analitik Dan Metoda Valuasi Kontingensi (Studi KasusDi Jakarta Timur), Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam DanLingkungan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Bakri, A.R., Mudikdjo, K., Suratmo, F.G., dan Partoatmodjo, S. 1992.Pengelolaan Sampah Pemukiman dan Partisipasi Masyarakat dalamPelaksanaannya di Kota Administratif Depok. Tesis ProgramPascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Bandung.go.id, 2008. Sosialisasi PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah),http://www.bandung.go.id/?fa=berita.detail&id=865,yang ditampilkanpada tanggal 9 April 2009.

Dana Mitra Lingkungan, http: //www. dml. or. id/ dml5/ sampah/ budaya_manajemen_ persampahan.dml, 6 Juli 2008

Daryanto, 2005. Kebijakan pengelolaan sampah di Kabupaten Bekasi denganMetode Incinerator. Thesis Program MPKP, Jakarta: UniversitasIndonesia.

Diana, E., Sutamihardja, R.T.M., dan Mudikdjo, K. 1992. Pemantauan DampakLokasi Pembuangan Akhir Sampah Secara Sanitary Landfill BantarGebang Terhadap Kualitas Air Permukan, Air Tanah dan SosialEkonomi Masyarakat Disekitarnya. Tesis Program Pascasarjana IPB.Tidak diterbitkan.

Djuwendah, E., Anwar,A., Winoto, J., dan Mudikdjo, K. 1998. Analisis KeragaanEkonomi dan Kelembagaan Penanganan Sampah Perkotaan, Kasus diKotamadya DT II Bandung Provinsi Jawa Barat. Tesis ProgramPascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Ecolink. 1996. Istilah Lingkungan untuk Manajemen, E-dukasi.net, http://www.e-dukasi.net/pengpop/pp_full.php?ppid=257&fname=hal2.htmdownload 14 Maret 2008.

Gumelar, A. 2004. Pengelolaan Kebersihan di Kota Bandung (Tinjauan DariAspek Manajemen Kerjasama), makalah disajikan pada acara DiskusiTerbatas, diselenggarakan oleh PKP2A I LAN, Bandung, 8 September2004

Hanifah, T.A., Saeni, M.S., Bintoro, M.H., dan Adijuwana, D,H. 1999. AnalisisKandungan Logam Berat dalam Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz)yang Dipupuk Dengan Sampah Kota di Desa Kulim, Pekanbaru, Riau.Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Hendrasarie. 2005. Kajian Sistem Pengelolaan Sampah Pasar, Jurnal FakultasTeknik, Surabaya: Universitas Brawijaya.

Http://www.jabar.go.id

Page 160: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

139

Iriani., Mudikdjo, K., Pelly, U., dan Dartius. 1994. Sistem Organisasi PengelolaanSampah Pemukiman di Kotamadya Medan. Tesis ProgramPascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Jumiono, A., Mudikdjo, K., dan Simamora, S. 2000. Prospek Pendirian IndustriVermikompos Berbahan Baku Sampah Kota (Studi Kasus Di KotaBogor). Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Kamus Istilah Lingkungan. 1994. Hijau Gerakan Peduli Lingkunganhttp://yayasanhijau.wordpress.com/2008/01/15/budaya-kita-sampah-dan-daur-ulang/ download 24 Maret 2008.

Kompas, 10 Januari 2004. Pengelola TPA Bantar Gebang Adukan Pemkot Bekasi.Kompas - Pengelola Tempat Pembuangan Akhir Sampah Bantar

Labatjo, M.R. 2007. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Persampahan DiKota Manado, Kesehatan Lingkungan, IKIP Manado.

Majalah Percik. 2005. Gara-gara Sampah, Bandung Jadi Kota Terkotor diIndonesia. Beberapa Langkah Telah Diupayakan Untuk Mengatasinya.Mampukah Ini Bisa Bertahan lama? Strategi Apa Untuk PenangananKe Depan?, http: //digilib- ampl. net/ file/ pdf/ percik14. pdf, yangditampilkan pada tanggal 5 April 2009.

Mandailing, M.M., Saeni, M.S., dan Rusli, S. 2001. Partisipasi Pedagang DalamProgram Kebersihan dan Pengelolaan Sampah Pasar (Kasus Di KotaBogor). Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Muhdhar, M.H.I., dan Margono, 2003. Kajian Peraturan Perundang-undangantentang Pengelolaan Sampah di Wilayah Surabaya Metropolitan. StateUniversity of Malang.

Ostro, B. 1994. Estimating the Health Effects of Air Pollutants: A Method with anApplication to Jakarta. Policy Research Working Paper No. 1301,World Bank.

PD. Kebersihan Kota Bandung, 2009Pustekkom, 2005, http://www.e-dukasi.net

Radyastuti, W. 1996. E-dukasi.net, http: //www. e-dukasi. net/ pengpop/ pp_full.php?ppid= 257& fname= hal2.htm download 14 Maret 2008.

Raharja, Y.T., Mudikdjo, K., Suratmo, F.G., dan Utomo, B.S. 1988. Studi SosialEkonomi Pengelolaan Limbah Pemukiman (Sampah) dengan SistemJali-jali di Jakarta Pusat. Tesis Program Pascasarjana IPB. Tidakditerbitkan.

Rajab, B. 2009. Budaya Manjamen Persampahan, http://www.kasundaan.org/index.php?option=com_content&task=view&id=87&Itemid=1, yangditampilkan pada tanggal 25 Maret 2009.

Page 161: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

140

Reid, W.V. 1992. How Many Species Will There Be? Tropical Deforestation andSpecies Extinction. T. Whitmore and J. Sayer, eds., pp. 55-74.London: Chapman and Hall.

Resosudarmo., dan Napitupulu, L.BP. 2000. Health and Economic Impact of AirPollution in Jakarta. Economic Record, page:65-75

Satriyo. 2008. Persampahan di Kota Bandung, http:// satriyo. net/ 2006/ 05/ 15/persampahan-kota-bandung/ yang direkam pada 4 July 2008.

Suhartiningsih. 1998. Sistem Penunjang Keputusan Investasi Usaha Daur UlangSampah Kota Untuk Produksi Kompos. Tesis Program PascasarjanaIPB. Tidak diterbitkan.

Sundra, I.K., Suratmo, F.G., Saeni, M.S., dan Partoatmodjo, S. 1997. PengaruhPengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur Gali DisekitarTempat Pembuangan Akhir Sampah Suwung – Denpasar – Bali. TesisProgram Pascasarjana IPB. Tidak diterbitkan.

Syamsuddin, A., Partoatmodjo, S., Paembonan, S.,dan Wirjowidagdo, S. 1985.Studi Tentang Pengelolaan Sampah Di Kotamadya Ujung Pandang.Tesis Program Pendidikan Pascasarjana KPK IPB – UNHAS. Tidakditerbitkan.

Tandjung, 1982. Hijau Gerakan Peduli Lingkungan http://yayasanhijau.wordpress.com/ 2008/ 01/ 15/ budaya- kita- sampah- dan- daur- ulang/download 24 Maret 2008.

The Soil and Water Conservation Society. 1995. Municipal Solid WasteManagement, pada http: //www. swcs. org/ t_ publicaffairs_solidwaste.htm

Tiwow, C., Widjajanto, D., Darjamuni., Hartman , E., Mahajoeno, E., Irwansyah,E., dan Nurhasanah. 2003. Pengelolaan Sampah Terpadu SebagaiSalah Satu Upaya Mengatasi Problem Sampah Di Perkotaan, MakalahPengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pasca Sarjana / S3,Institut Pertanian Bogor, April 2003, http: //tumoutou. net/6_sem2_023/ kel6_sem2_023.htm, yang ditampilkan pada tanggal 17Januari 2009.

Tiwow, C., Widjajanto, D., Darjamuni., Hartman , E., Mahajoeno, E., Irwansyah,E., dan Nurhasanah. 2003. Pengelolaan sampah terpadu sebagai salahsatu upaya mengatasi problem sampah di perkotaan, MakalahPengantar Falsafah Sains (PPS702), Program Pascasarjana (S3),Bogor: IPB.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang PengelolaanSampah, http://legalitas.org/incl-php/buka.php?d=2000+8&f=UU18-2008.htm, yang ditampilkan pada tanggal 25 Maret 2009.

WHO. 1992. IPCS Environmental Health Criteria: Vol.134, Cadmium. GenevaWHO.

Page 162: SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 · Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo,

141

Wibowo, A., dan Djajawinata, D.T. 2007. Penanganan Sampah PerkotaanTerpadu, dalam www.kppi.or.id. diakses pada tanggal 25 Maret 2009.

Wikipedia, 2009. Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia, http://id.wikipedia.org

Virgota, A., Gumbira, S.E., dan Saefuddin, A. 2001. Kajian Simulasi KelayakanSistem Pemisahan Sampah Rumah Tangga pada Pengelolaan Sampahdi Kotamadya Pekanbaru, Riau. Tesis Program Pascasarjana IPB.Tidak diterbitkan.

World Bank. 1992. World Development Report, New York: Oxford UniversityPress, 1992.

World Development Report. 1992. Development and the Environment.Washington, D.C.: The World Bank, 1992.

World Resources Institute. 1992. in collaboration with the United NationsEnvironment Programme (UNEP) and the United NationsDevelopment Program (UNDP). World Resources 1992-93. NewYork: Oxford University Press.

Yolanda, W., Angreni, E., dan Yuniarto, A. 2007. Evaluasi PelayananPersampahan Dengan Optimasi Sistem Pengangkutan Sampah DiKota Mempawah Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan,Surabaya: ITS.