sejarah singkat peraturan perundang – undangan tentang penyelesaian perselisihan hubungan...

16
1 BAB 2 SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (Dari buku Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial: Ugo. Pujiyo. 2011) Oleh : Nama : Dwi Prasetyo NPM : 1216051034

Upload: armand-maulana

Post on 05-Feb-2016

174 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

paper

TRANSCRIPT

Page 1: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

1

BAB 2

SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG –

UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN

HUBUNGAN INDUSTRIAL

(Dari buku “Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial” : Ugo. Pujiyo. 2011)

Oleh :

Nama : Dwi Prasetyo

NPM : 1216051034

Page 2: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

2

BAB 2

SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN

TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL

Sejarah peraturan perundang – undangan yang mengatur tentang penyelesaian

perselisihan hubungan industrial atau sengketa perburuhan ,dapat dibagi menjadi

3 ( Tiga ) bagian atau 3 (tiga) zaman , yaitu zaman sebelum reformasi. Pembagian

ini sekedar untuk memudahkan pemahaman, sehingga didapat penjelasan yang

lebih jelas.

A. Zaman Sebelum Kemerdekaan

Prof. Iman Soepomo, S.H., dalam bukunya Hukum perburuhan Bidang

Hubungan Kerja mengemukakan bahwa berkenaan dengan perselisihan

kepentingan, mula – mula sebagai akibat dari pemogokan buruh kereta api, hanya

diadakan Dewan Perdamaian ( Verzoeningsraad ) untuk kereta api dan trem di

jawa dan madura yang diatur dalam Peraturan tentang Dewan Perdamaian bagi

kereta api dan Trem di jawa dan madura ( Regeling van de Verzoeningsraad Voor

de Spoor en tramwegen op java en Madoera, regeringsbesluit tanggal 26 Februari

1923,Stbl.1923 No.80, yang kemudian diganti dengan Stbl. 1926 No.224 ).

Pada tahun 1937, Peraturan tersebut dicabut kembali dan diganti dengan

peraturan yang berlaku untuk seluruh Indonesia, yaitu Peraturan tentang Dewan

Perdamaian bagi Kereta Api dan Trem di Indonesia ( Regeling van de

Verzoeningsraad Voor de Spoor-en tramwegen in indonesia, regeringsbesluit

tanggal 24 November 1937,Stbl.1937 No.31,Stbl.1937 No.624 ).

Dewan Pendamai untuk Kereta Api dan terem ini terdiri atas :

1. Seorang Ketua

2. Seorang atau beberapa orang wakil ketua yang diangkat oleh Gubernur

Jenderal dari Kalangan di luar Perusahaan kereta Api dan Trem.

Page 3: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

3

3. 6 Anggota yang ditunjuk oleh Kepala Jawatan Kereta Api.

4. 6 Anggota yang ditunjuk oleh Dewan Pengurus dari Persatuan Perusahaan

Kereta Api dan Trem di Indonesia ( Bestuursercommisie van de

Vereniging van Nederlands – Indische Spoor-en Tramweg

maattschappijen )

5. 2 orang anggota yang ditunjuk oleh Persatuan pegawai Sarjana pada

Jawatan Kereta Api di Indonesia ( Federatie van gegradueerde

ambtenaren bij de staatsspoorwegen in Nederlands-Indie )

6. 6 Orang anggota yang ditunjuk oleh Spoorbond.

7. 2 Orang anggota yang ditunjuk oleh Roomsch Katholieke Bond Van

Spoor-en Tramweg Personeel in Nederlands-Indie”st. Raphael “.

8. Seorang anggota yang ditunjuk oleh Vereniging van het Europeesch

Personel der Delispoorweg.

9. 2 Orang yang ditunjuk oleh Persatuan Pegawai Spoor dan Trem.

10. Seorang yang ditunjuk oleh BumiPutera Statsspoor, Tramwegen,

Ombilinmijnen en Landsautomobielddiensten op Sumatera.

Tugas Dewan Pendamai ini ialah memberi perantaraan jika di perusahaan

kereta api dan trem timbul atau akan timbul perselisihan perburuhan yang akan

atau telah mengakibatkan pemogokan atau dengan jalan lain dapat merugikan

kepentingan umum.

Kemudian pada tahun 1939, ditetapkan aturan tentang mengadakan

penyelidikan pada perselisihan perburuhan yang membahayakan ( Voorschriften

nopens het instellen van een onderzoek bij ernstige arbeidsgeschillen,

regeringsbesluit, tanggal 20 juli 1939 No.26, Stbl.1939 No.407 ) di perusahaan

swasta di luar perusahaan Kereta Api dan Trem, yang mengatur sebagai berikut :

Jika Telah atau akan timbul perselisihan perburuhan yang kan menyangkut

kepentingan umum, maka diadakan penyelidikan dan diusahakan pendamaian

oleh seorang atau beberapa orang pegawai atau panitia yang ditunjukkan oleh

direktur Justisi. Dalam laporan hasil penyelidikan itu sedapat – dapatnya dimuat

anjuran – anjuran bagi pihak – pihak yang berselisih untuk menyelesaikan

Perselisihan mereka menurut ketentuan tertentu.

Page 4: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

4

B. Zaman Sesudah Kemerdekaan

Pada Zaman sesudah Kemerdekaan 17 Agustus 1945, negara kita

Indonesia telah beberapa kali membuat peraturan perundang –undangan yang

mengatur tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial ( Sengketa

Perburuhan ), hal mana juga telah dikemukakan oleh Prof.Iman Supomo, yaitu

sebagai berikut.

1. Instruksi Menteri Perburuhan Tanggal 20 Oktober 1950 No. P.B.U. 1022-

45/U 4091

Sesudah Negara Indoesia menjadi sebuah Negara yang merdeka, maka

pada Tahun 1950 lahirlah Instruksi Menteri Perburuhan tanggal 20 Oktober 1950

No.P.B.U. 1022-45/U 4091 tentang cara penyelesaian perselisihan perburuhan

secara aktif yang bersifat perantaraan ( Mediation ) atau perdamaian (

Conciliation ) dan jika dikehendaki oleh pihak – pihak yang berselisih,

mengadakan pemisahan ( arbitrase,arbitration ).

2. Peraturan Kekuasaan Militer Tanggal 13 Februari 1951 No.1

Dengan adanya pemogokan yang terus – menerus,keamanan dan

ketertiban sangat terganggu. Karena itu dan supaya ada pimpinan sentral, oleh

kekuasaan militer pusat dengan

persetujuan Dewan Menteri, ditetapkan Peraturan Penyelesaian Pertikaian

Perburuhan ( Peraturan Kekuasaan Militer tanggal 13 Februari 1951 No.1 ).

Peraturan ini dengan mengadakan larangan mogok di perusahaan jawatan

dan Badan yang vital, menetapkan aturan supaya pertikaian antara buruh dan

pengusaha perusahaan, jawatan dan badan lainnya dapat diselesaikan sedemikian

rupa,sehingga keamanan dan ketertiban tidak terganggu.

Perselisihan di perusahaan vital, yang ditunjuk dengan keputusan

kekuasaan militer pusat tanggal 13 Februari 1951 No.1, diputuskan secara

mengikat oleh Panitia Penyelesaian Pertikaian Perburuhan yang terdiri atas

menteri perburuhan sebagai ketua dan sebagai anggota Menteri perhubungan,

Page 5: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

5

Menteri Perdagangan dan Perindustrian, Menteri Keuangan dan Menteri

Pekerjaan Umum.

Perselisihan di perusahaan yang tidak vital, diselesaikan secara

mendamaikan

( Conciliator ) oleh instansi Penyelesaian pertikaian perburuhan didaerah yang

terdiri atas wakil Kementerian Perburuhan sebagai ketua dan sebagai anggota

wakil kementeri dalam negeri, Wakil Kementerian Keuangan, Wakil Kementerian

Pekerjaan Umum dan wakil Kementerian Perhubungan. Jika usaha instansi ini

tidak berhasil, persoalannya harus diajukan kepada panitia penyelesaian pertikaian

perburuhan yang memberi anjuran terakhir.

3. Undang – undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tanggal 17 September

1951.

Pada tahun 1951 itu juga, sebagai pengganti Peraturan Kekuasaan Militer

Pusat tentang penyelesaian pertikaian perburuhan ditetapkan Undang – Undang

Darurat tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ( Undang – Undang

Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tanggal 17 September 1951 ), yang menurut

penjelasannya “meskipun belum sempurna,tetapi sesudah merupakan perbaikan

yang banyak, jika dibandingkan dengan peraturan kekuasaan militer itu”.

Menurut undang – undang darurat ini perselisihan perburuhan adalah

pertentangan antara majikan atau perserikatan majikan dengan perserikatan buruh

atau sejumlah buruh berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham

mengenai hubungan kerja dan/atau keadaan perburuhan. Pertentangan

berhubungan dengan tidak adanya persesuaian paham mengenai hubungan kerja

atau perjanjian perburuhan, dengan perkataan lain adalah perselisihan hak, yang

menurut Reglement op de Rechterlijke organisatie en het beleid der justitie jo.

Undang – Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 tentang tindakan sementara

untuk menyelenggarakan kesatuan susunan kekuasaan dan acara pengadilan

sipil,masuk wewenang Pengadilan Negeri.

Oleh karena itu, pertentangan soal perjanjian kerja dan perjanjian

perburuhan, majikan atau serikat buruh dapat memajukannya pula kepada

Page 6: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

6

Pengadilan Negeri, di samping perkaranya diurus panitia yang diadakan oleh

Undang – Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 tersebut. Buruh perseorangan

sebaliknya hanya dapat mengajukan perkara mengenai soal perjanjian kerja dan

perjanjian perburuhan itu kepada pengadilan negeri,tidak dapat diajukan kepada

panitia penyelesaian perselisihan perburuhan.

Keistimewaan dari Undang – Undang darurat ini ialah bahwa jika majikan

dan serikat buruh tidak mengadakan pemisahan secara sukarela,yaitu

menyerahkan perkaranya kepada seorang juru pemisah atau sebuah dewan

pemisah untuk diselesaikan ( Voluntary arbitration ) perselisihannya akan

diselesaikan oleh instansi tersebut dalam undang – undang darurat itu (

Compulsory arbitration ). Demikian itu bila pihak – pihak yang berselisih atau

salah satu dari mereka itu memberitahukannya kepada pegawai perantara.

Keharusan untuk memberitahukan itu, tidak ada sanksinya. Keistimewaan lainnya

ialah bahwa tidak tunduk kepada putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan Pusat yang sifatnya mengikat, diancam dengan pidana kurungan

selama – lamanya tiga bulan atau denda sebanyak – banyaknya sepuluh ribu

rupiah ( Pasl 18 angka 3 )

Undang – Undang darurat tersebut acapkali mendapat kecaman dari pihak

serikat buruh karena dipandangnya sebagai peraturan pengekangan hak mogok,

karena :

a. Pihak yang hendak melakukan tindakan terhadap pihak lainnya, harus

memberitahukan maksudnya itu dengan surat kepada Panitia daerah.

Tindakan itu baru boleh dilakukan secepat – cepatnya tiga minggu sesudah

pemberitahuan itu diterima oleh Panitia Daerah. Pelanggaran atas

ketentuan ini diancam dengan Pidana.

b. Putusan Panitia Pusat yang sifatnya mengikat,harus ditaati. Pelanggaran

atas ketentuan ini juga diancam dengan pidana.

Rangkaian kedua ketentuan ini tidak memungkinkan serikat buruh untuk

menekankan atau memaksakan kehendaknya kepada pihak majikan dengan jalan

mengadakan pemogokan tanpa ancaman pidana.

Page 7: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

7

Kecaman – kecaman itulah yang terutama mendorong dicabutnya Undang –

Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1951 dan digantinya dengan Undang – Undang

tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan ( Undang – Undang Nomor 22

Tahun 1957 tanggal 8 April 1957 LN 1957 No.42 ).

4. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1957 dan Undang – Undang Nomor

12 Tahun 1964

Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan itu mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 1958. Yang sangat penting

dalam undang – undang ini ialah perubahan susunan panitia penyelesaian yang

dipusat tidak lagi terdiri atas materi – materi dan di daerah tidak lagi terdiri atas

semata – mata pegawai – pegawai wakil kementerian, tetapi sekarang terdiri atas :

a. Lima orang wakil Kementerian, yaitu seorang Wakil Kementerian

perburuhan sebagai ketua, wakil – wakil darI kementerian Perindustrian,

Kementerian Keuangan , Kementerian Pertanian dan Kementerian

Perhubungan atau Kementerian Pelayaran.

b. Lima Orang dari kalangan Buruh.

c. Lima Orang dari kalangan majikan.

Dengan adanya badan tripartit ini diharapkan bahwa dalam penyelesaian

perselisihan perburuhan akan lebih dapat dipertimbangkan dan diperimbangkan

kepentingan buruh, kepentingan majikan dan kepentingan umum sebagai

kepentingan bersama, terutama bila perselisihan itu mengenai syarat kerja

dan/atau keadaan perburuhan ( perselisihan kepentingan.

C. Zaman Reformasi ( Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 )

Setelah kurang lebih 46 Tahun lamanya Undang – Undang Nomor 22

Tahun 1957 dan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1964 berlaku, baru pada

tahun 2004 ( zaman reformasi ) diganti Undang – Undang Nomor 2 Tahum 2004

Page 8: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

8

tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang efektif mulai berlaku

pada tahun 2006 dengan adanya Perpu No.1 Tahun 2005 ( untuk selanjutnya

disingkat UUPPHI ).

PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 2 TAHUN 2004

TENTANG

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

I. UMUM

Hubungan Industrial, yang merupakan keterkaitan kepentingan antara

pekerja/buruh dengan pengusaha, berpotensi menimbulkan perbedaan pendapat,

bahkan perselisihan antara kedua belah pihak.

Perselisihan di bidang hubungan industrial yang selama ini dikenal dapat

terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan, atau mengenai keadaan

ketenagakerjaan yang belum ditetapkan baik dalam perjanjian kerja, peraturan

perusahaan, perjanjian kerja bersama maupun peraturan perundang-undangan.

Perselisihan hubungan industrial dapat pula disebabkan oleh pemutusan

hubungan kerja. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini

diatur di dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan

Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, ternyata tidak efektif lagi untuk mencegah

serta menanggulangi kasus-kasus pemutusan hubungan kerja. Hal ini disebabkan

karena hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha merupakan hubungan yang

didasari oleh kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri dalam suatu

hubungan kerja. Dalam hal salah satu pihak tidak menghendaki lagi untuk terikat

dalam hubungan kerja tersebut, maka sulit bagi para pihak untuk tetap

mempertahankan hubungan yang harmonis. Oleh karena itu perlu dicari jalan

keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak untuk menentukan bentuk

penyelesaian, sehingga Pengadilan Hubungan Industrial yang diatur dalam

Undang-undang ini akan dapat menyelesaikan kasus-kasus pemutusan hubungan

kerja yang tidak diterima oleh salah satu pihak.

Page 9: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

9

Sejalan dengan era keterbukaan dan demokratisasi dalam dunia industri

yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi pekerja/buruh,

maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan tidak dapat dibatasi.

Persaingan diantara serikat pekerja/serikat buruh di satu perusahaan ini dapat

mengakibatkan perselisihan di antara serikat pekerja/serikat buruh yang pada

umumnya berkaitan dengan masalah keanggotaan dan keterwakilan di dalam

perundingan pembuatan perjanjian kerja bersama.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian

perselisihan hubungan industrial selama ini ternyata belum mewujudkan

penyelesaian perselisihan secara cepat, tepat, adil, dan murah.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang selama ini digunakan sebagai

dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial dirasa tidak dapat lagi

mengakomodasi perkembangan-perkembangan yang terjadi, karena hak-hak

pekerja/buruh perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam

perselisihan hubungan industrial.

Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang selama ini digunakan sebagai

dasar hukum penyelesaian perselisihan hubungan industrial hanya mengatur

penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan kepentingan secara kolektif,

sedangkan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja/buruh secara

perseorangan belum terakomodasi.

Hal lainnya yang sangat mendasar adalah dengan ditetapkannya putusan

Panitia PenyelesaianPerselisihan Perburuhan Pusat (P4P) sebagai objek sengketa

Tata Usaha Negara, sebagaimana diaturdalam Undang-undang Nomor 5 Tahun

1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan adanya ketentuan ini, maka

jalan yang harus ditempuh baik oleh pihak pekerja/buruh maupun oleh pengusaha

untuk mencari keadilan menjadi semakin panjang.

Penyelesaian perselisihan yang terbaik adalah penyelesaian oleh para

pihak yang berselisih sehingga 34 / 53 dapat diperoleh hasil yang menguntungkan

kedua belah pihak. Penyelesaian bipartit ini dilakukan melalui musyawarah

mufakat oleh para pihak tanpa dicampuri oleh pihak manapun.

Namun demikian, pemerintah dalam upayanya untuk memberikan

pelayanan masyarakat khususnya kepada masyarakat pekerja/buruh dan

Page 10: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

10

pengusaha, berkewajiban memfasilitasi penyelesaian perselisihan hubungan

industrial tersebut. Upaya fasilitasi dilakukan dengan menyediakan tenaga

mediator yang bertugas untuk mempertemukan kepentingan kedua belah pihak

yang berselisih.

Dengan adanya era demokratisasi di segala bidang, maka perlu

diakomodasi keterlibatan masyarakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan

industrial melalui konsiliasi atau arbitrase.

Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase pada umumnya, telah diatur di

dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa yang berlaku di bidang sengketa perdagangan. Oleh karena

itu arbitrase hubungan industrial yang diatur dalam undang-undang ini merupakan

pengaturan khusus bagi penyelesaian sengketa di bidang hubungan industrial.

UUPPHI ini terbentuk di antaranya disebabkan oleh :

1. Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja yang selama ini diatur

didalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan

Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta, ternyata tidak efektif lagi untuk

mencegah serta menanggulangi kasus – kasus pemutusan hubungan kerja.

2. Sejalan dengan Era keterbukaan dan demokratisasi dalam dunia industri

yang diwujudkan dengan adanya kebebasan untuk berserikat bagi

pekerja/buruh, maka jumlah serikat pekerja/serikat buruh di satu

perusahaan tidak dapat dibatasi.

3. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian Perselisihan

Perburuhan selama ini digunakan sebagai dasar hukum penyelesaian

hubungan industrial dirsa tidak dapat lagi mengakomodasi perkembangan

– perkembangan yang terjado, karena hak – hak pekerja/buruh

perseorangan belum terakomodasi untuk menjadi pihak dalam perselisihan

hubungan industrial.

4. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan yang selama ini digunakan sebagai dasar hukum

penyelesaian hubungan industrial hanya mengatur penyelesaian

perselisihan hak dan perselisihan kepentingan secara kolektif, sedangkan

Page 11: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

11

penyelesaian perselisihan hubungan industrial pekerja/buruh secara

perseorangan belum terakomodasi.

5. Hal lainnya yang sangat mendasar adalah dengan ditetapkannya putusan

Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat ( P4P ) sebagai objek

sengketa Tata Usaha Negara, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan

adanya ketentuan ini, maka jalan yang harus ditempuh baik oleh pihak

pekerja/buruh maupun oleh pengusaha untuk mencari keadilan menjadi

semakin panjang.

UUPPHI mengatur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang

disebabkan oleh :

a. Perbedaan pendapat atau kepentingan mengenai keadaan ketenagakerjaan

yang belum diatur dalam perjanjian kerja,peraturan perusahaan,perjanjian

kerja bersama, atau peraturan perundang – undangan.

b. Kelalaian atau ketidakpatuhan salah satu atau para pihak dalam

melaksanakan ketentuan normatif yang telah diatur dalam perjanjian kerja,

peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang

– undangan.

c. Pengakhiran Hubungan Kerja.

d. Perbedaan pendapat antarserikat pekerja/serikat buruh dalam satu

perusahaan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.

Dengan cakupan materi perselisihan hubungan industrial sebagaimana

dimaksud diatas, maka UUPPHI memuat pokok – pokok sebagai berikut.

Pengaturan penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang terjadi

baik di perusahaan swasta maupun perusahaan dilingkungan Badan Usaha

Milik Negara.

Pihak yang berpekara adalah pekerja/ buruh secara perseorangan maupun

organisasi serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha atau organisasi

pengusaha. Pihak yang berpekara dapat juga terjadi antara serikat

Page 12: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

12

pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain dalam

perusahaan.

Setiap perselisihan hubungan industrial pada awalnya diselesaikan secara

musyawarah untuk mufakat oleh para pihak yang berselisih ( bipartit )

Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih ( bipartit ) gagal,

maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya

pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

setempat.

Perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hungan kerja atau

perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat pada

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan dapat

diselesaikan melalui konsiliasi atas kesepakatan kedua belah pihak,

sedangkan penyelesaian melalui arbitrase atas kesepakatan kedua belah

pihak hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antara serikat

pekerja/serikat buruh. Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak

untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi atau arbitrase,

maka sebelum diajukan ke pengadilan hubungan industrial terlebih dahulu

melalui mediasi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menumpuknya

perkara perselisihan hubungan industrial di pengadilan.

Perselisihan hak yang telah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab

di bidang ketenagakerjaan tidak dapt diselesaikan melalui konsiliasi atau

arbitrase namun sebelum diajukan ke pengadilan hubungan industrial

terlebih dahulu melalui mediasi.

Dalam hal mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yang

dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapat

mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui arbitrase dilakukan

berdasarkan kesepakatan para pihak dan tidak dapat diajukan gugatan ke

pengadilan hubungan industrial karena putusan arbitrase bersifat akhir dan

tetap, kecuali dalam hal – hal tertentu dapat diajukan pembatalan ke

Mahkamah Agung.

Page 13: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

13

Pengadilan Hubungan Industrial berada pada lingkungan peradilan umum

dan dibentuk pada Pengadilan Negeri secara bertahap dan pada Mahkamah

Agung.

Untuk menjamin penyelesaian yang cepat tepat, adil dan murah,

penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pengadilan

Hubungan Industrial yang berada pada lingkungan peradilan umum

dibatasi proses dan tahapannya dengan tidak membuka kesempatan untuk

mengajukan upaya banding ke pengadilan tinggi. Putusan pengadilan

hubungan industrial pada pengadilan negeri yang menyangkut perselisihan

hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja dapat langsung

dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan putusan Pengadilan

Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang menyangkut

perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat pekerja/serikat

buruh dalam satu perusahaan merupakan putusan tingkat pertama dan

terakhri yang tidak dapat dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung.

Pengadilan Hubungan Industrial yang memeriksa dan mengadili

perselisihan Hubungan industrial dilaksanakan oleh majelis Hakim yang

beranggotakan 3 (tiga ) orang, yakni seorang Hakim Pengadilan Negeri

dan 2 orang harim Ad-Hoc yang pengangkatannya diusulkan oleh

organisasi pengusaha dan organisasi buruh.

Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri

Mengenai perselisihan kepentingan dan perselisihan antarserikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan tidak dapat diajukan kasasi

kepada mahkamah agung.

Untuk menegakkan hukum ditetapkan sanksi, sehingga dapat merupakan

alat paksa yang lebih kuat agar ketentuan undang – undang ini ditaati.

Namun demikian, UUPPHI ini bukan berarti tanpa kelemahan- kelamahan

tersebut antara lain adalah ternyata UUPPHI belum mengatur secara

menyeluruh/tuntas tentang hukum acara/tata cara berpekara pada pengadilan

hubungan industrial. Hukum acara pada pengadilan hubungan industrial masih

tetap menggunakan hukum acara yang berlaku pada peradilan umum. Hal ini akan

Page 14: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

14

menimbulkan masalah tersendiri, karena hampir semua pekerja dapat dikata tidak

menegerti tentang tata cara bersidang di pengadilan.

Untuk itu perlu dipikirkan kembali untuk membuat hukum acara peradilan

hubungan industrial yang benar – benar diperuntukkan bagi masalah

ketenagakerjaan, yang benar – benar mudah untuk dapat digunakan khususnya

bagi kalangan pekerja buruh.

Contoh Kasus Perselisihan Buruh dengan Manajemen Perusahaan

Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III

Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB.

Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang

diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR

mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan

yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang

THR.

Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil

dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas

Sentosa, Selasa siang „menyerbu‟ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi

(Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur,

Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil

tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir

memberikan tunjangan hari raya (THR).

Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya

ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak

sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang

diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus

konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan

Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan

THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan

untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras

Page 15: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

15

mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan

THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan

sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan

memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young

Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800

orang yang banyak diantaranya di dominasi oleh kaum perempuan sebagai tenaga

kerja nya.

Page 16: SEJARAH SINGKAT PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

16

DAFTAR PUSTAKA

Ugo. Pujiyo. 2011. Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial. Jakarta: Sinar Grafika