sejarah green building council dunia -...
TRANSCRIPT
SEJARAH GREEN BUILDING COUNCIL DUNIA.
Oleh: Slamet Ristono ([email protected])
WORLD GREEN BUILDING COUNCIL
Permulaan Green building merupakan Kerangka konvensi Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
(Climate Change) yang mengadopsi Kyoto Protocol dimana Setiap Negara-negara yang
termasuk dalam annex I (developed Country) memiliki komitmen untuk tetap membatasi atau
mengurangi emisi gas rumah kaca (Green Gas Houses) dari beberapa sector seperti
Tabel 2.1 Annex a Emmisions and Sources, Sectors/Source
Categorieshttps://ristonosgreen.files.wordpress.com/2016/03/leedleadershipinenergyandenvironment
aldesigngreenbuilding.png?w=1462
SECTORS / SOURCE CATAGORIES
ENERGY Fuel combustion • Energy industires
•Manufacturing industries and construction • Transport • Other sectors ; other
Fugitive emissions from fuels • Solid fuels • Oil and natural gas
• Other
Industrial processes Mineral products
Chemical industry
Metal production
Other production
Solvent and other product use
Agriculture
Waste
Sumber: Kyoto, Protocol Reference Manual on Accounting of Emissions and Assigned Amount (2008)
Berdasarkan pengurangan Green Gas Houses dari sectors / sources Energy ini yang menginisiasi terbentuk World Green building pada tahun 2002 yang beranggotakan lebih dari 100 negara. The
World Green Building Council adalah jaringan nasional dewan green building di lebih dari seratus negara, sehingga organisasi internasional terbesar di dunia yang mempengaruhi pasar
green building world GBC bersama anggotanya mendorong kolaborasi dan meningkatkan profil pasar green building untuk memastikan bahwa bangunan hijau adalah bagian dari strategi yang komprehensif untuk memberikan pengurangan emisi karbon.
US Green Building Council
Beberapa negara yang telah mendirikan green building seperti di Amerika Serikat, pada tahun 1993, Rick Fedrizzi, David Gottfried dan Mike Italiano mendirikan US Green Building Council.
Dengan Misi: untuk mempromosikan keberlanjutan dalam bangunan dan konstruksi industri. Pada bulan April, perwakilan dari sekitar 60 perusahaan dan beberapa organisasi nirlaba pertama
kali mengadakan pertemuan dewan pendiri yang bertempat di American Institute of Architects. Di sanalah diskusi pertama kali secara terbuka dari semua indutri gedung untuk menemukan cara untuk sistem penilaian bangunan hijau.
Pada bulan Maret tahun 2000, Angota USGBC yang terdiri dari kontraktor dan ahli lingkungan, perusahaan dan organisasi nirlaba, pejabat terpilih dan warga yang peduli, dan guru dan siswa menetapkan LEED (leadership energy and environment design) sebagai sistim rating tools
sertifikasi green building telah dikhususkan untuk proyek komersial, institusional dan perumahan. Ini penting untuk kinerja lingkungan dan performa kesehatan di Amerika Serikat
dan luar negeri. Skema Rating tools LEED untuk merating suatu bangunan sesuai dengan Lima kriteria utama
yaitu: (1).Local and transportation, (2).Water Efficiency, (3).Energy and Atmosphere, (4).Matrial and Resources, (5).Indoor Environment Quality.
Peringkat US-LEED berdasarkan pencapaian adalah: Certified, Silver, Gold and Platinum dengan beberapa katagori :
1. LEED Building Design and Construction 2. LEED Interior Design and Contsruction
3. LEED Building Operation and Maintenance. 4. LEED Bulding Neighborhood Development 5. LEED Building Design and Construction : Homes and midrise
Keunggulan Sertifikasi US-LEED adalah diakui di seluruh dunia sebagai Sertifikat utama dari pencapaian di green building.
BCA Green Mark – Singapura
Di Singapura, melalui lembaga Building Construction Authority (BCA), Singapura meluncurkan skema “BCA Green Mark” pada Januari 2005 untuk mempromosikan kesadaran lingkungan di
sektor konstruksi dan real estate. Green Mark merupakan skema benchmarking yang bertujuan untuk mencapai keberlanjutan membangun lingkungan dengan memasukkan praktek-praktek terbaik dalam desain lingkungan dan konstruksi, dan adopsi teknologi green building.
Skema BCA Green Mark untuk merating suatu bangunan sesuai dengan lima kriteria utama
yaitu: (1).Efisiensi Energi, (2).Efisiensi Air, (3).Perlindungan lingkungan, (4).kualitas lingkungan dalam ruangan, (5).fitur hijau dan inovatif lain yang berkontribusi terhadap kinerja bangunan yang lebih baik.
Gedung yang memenuhi 5 kriteria diatas akan disertifikasi dengan Green Mark awards dengan
tingkatan Green Mark Platinum, Green Mark Gold Plus, Green Mark Gold, Green Mark Certified. Peringkat tersebut dikatagorikan berdasarkan jenis gedung: (1).Commercial, (2).Hotel, (3).Office, (4).Office Interior, (5).Park, (6).Public Housing, (7).Retail, (8).Retail (Tenant),
(9).Mixed Development.
Pada pertengahan tahun 2015, Tercatat 509 gedung di Singapore, 12 Gedung di Malaysia, 8 Gedung di China, 5 di Indonesia ( Gandaria 8, Sinar Mas Real Estate Division Headquarters, Graha CIMB Niaga (2), World Trade Center II ) dan 2 gedung di Thailand yang tersertifikasi
Green Mark dengan katagori tersebut.
Thailand Green Building Council dengan Rating tools TREES-Thailand
Di Thailand, pengembangan Green building di Thailand dimulai hanya beberapa tahun yang lalu.
Bangunan pertama yang bersertifikat green diresmikan di Bangkok pada tahun 2007. Sertifikasi Green building di Thailand ada dua jenis sertifikasi yaitu: US-LEED dan TREES-Thanland. Pada tahun 2013 jumlah gedung yang tersertifikasi oleh kedua rating tools adalah: (1).US-LEED
= 21 gedung dan 50 yang terdaftar akan disertifikasi, (2).TREES= 1 gedung dan yang terdaftar ada 17 gedung.
Faktor yang mendorong Green building di Thailand adalah: (1).Meningkatkan image dan CSR, (2).Biaya operasional yang rendah dengan green building, (3).Green buildings diartikan sebagai
mempunyai nilai asset asset yang lebih tinggi, (4).Harga sewa yang lebih tinggi.
Kendala-kendala dalam implementasi green building di Thailand adalah: (1).Biaya konstruksi yang lebih tinggi dibandingkan untuk bangunan non hijau, (2).Kurangnya pengetahuan dari arsitek dan kontraktor local, (3).Kurangnya kesadaran dari pemilik bangunan tentang manfaat
bangunan hijau, (4).Bangunan Hijau terbatas pada bangunan komersial. Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Thailand mendorong pertumbuhan Green building dengan
beberapa langkah antara lain:
1. Energy Conservation Revolving Fund (EERF): berkolaborasi dengan 11 bank komersial terkemuka di Thailand untuk membiayai proyek energy, konservasi dan energi terbarukan
pada tingkat bunga tetap 4%. 2. Energy service company (ESCO) fund: memberikan dukungan dan investasi keuangan pada
proyek energy effisiensi dan energy terbarukan, penyewaan peralatan, fasilitas kredit karbon, fasilitas penjaminan kredit, bantuan teknis. Pemilik gedung membayar investasi dengan dicicil sesuai hasil penghematannya.
3. Building Code Energi dan Peraturan (2009): berfokus pembuatan standar pada Intensitas pencahayaan, efisiensi pendinginan, seluruh persyaratan bangunan,
4. OTTV, RTTV (pasif design) yang memungkinkan bangunan yang sangat besar (area lebih dari 1.000 meter persegi) untuk menghemat hingga 22% dan 8% untuk bangunan besar (2000 sq.m. <daerah <10.000 meter persegi)
5. MoU dengan 5 Kota besar: Bangkok, Chiangmai, Pataya, Hatyai, Nakhon-ratchasrima.
Selain langkah-langkah diatas, Pemerintah Thailand juga memberikan insentif berupa insentif pajak : 1. 25% kredit pajak perusahaan selama 5 tahun untuk sektor bangunan hijau yang
mengalokasikan dananya untuk invetasi kembali hingga $ 1.25m. 2. 100% dari penghematan energi dapat digunakan untuk pembebasan pajak dengan
dukungan maksimal dari 2 juta baht untuk membuktikan hemat energi tidak kurang dari 100.000 Baht per proyek per tahun
3. Thai Board of Investment (BoI) membebaskan bea masuk untuk peralatan efisiensi energi
dan energi terbarukan bisnis dari bea masuk selama 8 tahun. (Solidiance Report, November 2013)
Bagaimana perkembangan Green Building Council Indonesia di Indonesia ??? ( mari tunggu
perkembangan Green Building jilid 2).