scba

19
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat- obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol) (Dubey, S., 2008) Gambaran Umum dan Epidemiologi Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal). (Djojoningrat, D., 2006). Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan selam 1

Upload: wahyuekam

Post on 14-Dec-2015

44 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

scba

TRANSCRIPT

Page 1: Scba

PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS

Definisi

Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di

sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan

saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer

disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-

steroid (OAINS) atau alkohol) (Dubey, S., 2008)

Gambaran Umum dan Epidemiologi

Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah

ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup.

Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi)

yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal

ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum

dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum)

biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses

berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).

(Djojoningrat, D., 2006).

Upper gastrointestinal tract bleeding (“UGI bleeding”) atau lebih dikenal perdarahan

saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus

perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari

perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan

selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar

berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna

serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada

pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya

seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus),

dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs

memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.

(Alexander, J.A., 2008)

Etiologi

Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) di

Indonesia dengan laporan pustaka Barat. Penyebab terbanyak di Indonesia adalah perdarahan

varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara Eropa dan Amerika adalah perdarahan

1

Page 2: Scba

non variceal karena ulkus peptikum (60%). Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory

Weiss tears, duodenitis erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler),

neoplasma, aortoenteric fistula, GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy

prolapse.

Tabel.1 Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas

Sering (common) Kurang sering

(less common)

Jarang

- Ulkus gaster

- Ulkus

duodenum

- Varises

esophagus

- Mallory

Weiss tear

- Erosi/ gastropati

gaster

- Esofagitis

- Lesi Dielafoy

- Telangiektasis

- Gastropati

hipertensi portal

- GAVE (Gastric

Antral Vascular

Ectasia) =

watermelon

stomach

- Varises gaster

- Neoplasma

- Ulkus

esophagus

- Duodenitis

erosive

- Fistula

Aortoenterik

- Hemobilia

- Penyakit

Pankreas

- Penyakit

Crhon’s

Faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas

Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis perdarahan

SCBA. Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin, penggunaan OAINS,

penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi alkohol, riwayat ulkus, diabetes

mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Usia

Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia >60

tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di Rumah Sakit Cipto

Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA

menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7 ± 15,82 tahun dan rata-rata usia

pasien wanita adalah 54,46 ± 17,6.26 Usia ≥ 70 tahun dianggap sebagai faktor risiko

karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid

yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi.

2

Page 3: Scba

Jenis kelamin

Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika Serikat

menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA berjenis kelamin

laki-laki. Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan

epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan

perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.

Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)

Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang

tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu yang

mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu lama 35% hasil

endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau petechiae, dan 5%-30%

menunjukkan adanya ulkus. Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen,

naproxen, indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.

Penggunaan obat-obat antiplatelet

Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor perdarahan

naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih dapat

menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus

duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung. Obat

antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan

komplikasi saluran cerna.

Merokok

Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus

duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuhan

ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.

Alkohol

Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung

terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan

perdarahan pada mukosa.

Riwayat Gastritis

Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok ini

diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam

mekanisme pertahanan mukosa dan proses penyembuhan.

Diabetes mellitus (DM)

3

Page 4: Scba

Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komorbid yang sering

ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada

penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang

disebabkan oleh diabetes mellitus.

Infeksi bakteri Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup dibagian

dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika

Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori <75% pada pasien ulkus duodenum. Dari

hasil penelitian di New York 61% dari ulkus duodenum dan 63% dari ulkus gaster

disebabkan oleh infeksi H.pylori.

Chronic Kidney Disease

Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih belum jelas,

diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap mukosa saluran cerna,

disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan

antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.

Hipertensi

Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu

hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat sehingga pada

penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat antiplatelet.

Chronic Heart Failure

Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat meningkatkan faktor

risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.

Sirosis Hepatis

25-35% pasien sirosis hati akan mengalami varises esofagus sehingga rentan terhadap

pecahnya varises.

Patogenesis perdarahan SCBA Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses pencernaan tetapi

juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme telah terlibat untuk melindungi

mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang

mencegah partikel makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan

mukosa juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang

melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai

hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain

mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang

4

Page 5: Scba

berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi

mekanisme-mekanisme protektif tersebut.

Gambar 1. Patogenesis Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas.Dikutip dari Turner J.R

Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang sehingga rentan

terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat

mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau

mengurangi sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.

Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam

lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan

menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi

lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol yang

berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman berakohol selain alkohol juga

merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna.

Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan

kerusakan mukosa menyeluruh karena hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid

pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi

perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi

mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi perdarahan.

Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan salah

satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu kekambuhan,

5

Page 6: Scba

menghambat proses penyembuhan dan respon terapi sehingga memperparah komplikasi

ulkus kearah perforasi.

Manifestasi klinik perdarahan SCBA

Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya hematemesis (muntah darah segar dan atau

disertai hematin/ hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan timbulnya melena. Hal ini terutama

pada kasus dengan sumber perdarahan di esofagus dan gaster. Sumber perdarahan di duodenum

relatif lebih sering bermanifestasi dalam bentuk melena.

Hal ini banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar persatuan waktu dan fungsi

pilorus. Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam waktu singkat akan menimbulkan

refleks muntah sebelum komponen darah tersebut bercampur dengan asam lambung (sehingga

muntah darah segar). Hal ini berbeda dengan perdarahan yang memberi kesempatan darah yang

keluar terpapar lengkap dengan asam lambung sehingga membentuk hematin hitam. Perdarahan

yang masif, terutama yang berasal dari duodenum, kadang tidak terpapar asam lambung dan

keluar peranum dalam bentuk darah segar (hematochezia) atau merah hati (maroon stool).

Gejala klinis perdarahan saluran cerna:

Ada 3 gejala khas, yaitu:

1. Hematemesis

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna

coklat merah atau “coffee ground”. (Porter, R.S., et al., 2008)

2. Hematochezia

Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian bawah,

tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang sudah berat.

(Porter, R.S., et al., 2008)

3. Melena

Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam lambung;

biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan

daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.

(Porter, R.S., et al., 2008)

Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L., 2008)

6

Page 7: Scba

Diagnosis perdarahan SCBA

Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, inspeksi

dengan pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

endoskopi, radionuclide scanning, radiografi barium kontras.

Anamnesis

Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya perdarahan, perkiraan

darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat perdarahan dalam keluarga,

ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, penggunaan obat-obatan terutama anti

inflamasi non steroid, penggunaan obat antiplatelet, kebiasaan minum alkohol,

kemungkinan adanya penyakit hati kronik, diabetes mellitus, demam tifoid, gagal ginjal,

hipertensi dan riwayat transfusi sebelumnya.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat memperkirakan seberapa banyak pasien

kehilangan darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik turun >10

mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah.

Inspeksi dengan nasogastric tube (NGT)

Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal kasus.

Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik

untuk evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi,

maka diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama.

Meskipun demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan perdarahan SCBA. Studi

melaporkan 15% kasus perdarahan SCBA pemeriksaan NGT normal tetapi terdapat lesi

dengan risiko tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat pembuluh darah dengan

perdarahan) pada endoskopi.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar hemoglobin,

fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan status

haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit dilakukan secara serial

(setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk

memantau lajunya proses perdarahan.

Endoskopi diagnostik

Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan akurasi

diagnosis > 90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung

pada derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama pemeriksaan

7

Page 8: Scba

endoskopi merupakan standar perawatan yang direkomendasikan. Pasien dengan

perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif

membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan

terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan

penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest

membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang

bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest

Aktivitas perdarahan Kriteria endoskopi

Forest Ia Perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib Perdarahan akif Perdarahan merembes

Forest II Perdarahan berhenti dan masih

terdapat sisa-sisa perdarahan

Gumpalan darah pada dasar tukak atau terlihat pembuluh darah

Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa

perdarahan

Lesi tanpa tanda sisa

perdarahan

Gambar 2.Gambaran Endoskopi Aktivitas Perdarahan Ulkus peptikum Menurut Forest.Dikutip dari Gralneck

Radionuclide Scanning

Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang kemudian

dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi sumber

perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit), tapi kurang

spesifik untuk menentukan tempat perdarahan dibandingkan tehnik angiografi.

Arteriografi selektif

Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika superior, arteri mesenterika

inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis, sekaligus dapat untuk

terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal 0,5-1,0 mililiter

permenit.

8

Page 9: Scba

Radiografi barium kontras

Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit untuk menentukan

sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan mempersulit pemeriksaan endoskopi

maupun arteriografi.

Tatalaksana perdarahan SCBA

Tujuan utama pengelolaan perdarahan SCBA adalah stabilisasi hemodinamik, menghentikan

perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan menurunkan mortalitas.

Resusitasi

Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan, maka

proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa

menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan

transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan

kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai sedang

tanpa gangguan hemodinamik. Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang

berat sebelum transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring

ketat pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik

stabil, produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb

tercapai (8-10 gr%).

Non-endoskopis

Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah

lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapakan

mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses homeostastik, namun demikian

manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.

Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami

SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan

relative murah.

Vasopresin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi

pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.

Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni dan

preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan oxcytocin. Pemberian

vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100ml

dekstrosa 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-

6 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan perinfus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin

dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh

karena itu pemberiaanya disarankan bersama preparat nitrat, misalnya nitrogliserin

9

Page 10: Scba

intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan

sistolik diatas 90 mmHg.

Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran darah

splanknik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin. Somatostatin dapat

menghentikan perdarahan akut varises esophagus 70-80% kasus, dan dapat pula

digunakan pada perdarahan non-varises. Dosis pemberian somatostatin, diawali dengan

bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai

perdarahan berhenti.

Obat-obatan golongan anti sekresi asam lambung yang bermanfaat untuk

mencegah perdarahan berulang SCBA karena tukak peptic adalah inhibitor pompa

proton dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan perinfus 8

mg/kgBB/jam selama 72 jam, yang bias digunakan per infuse adalah esomeprazol dan

pantoprazole dengan dosis yang sama dengan omeprazole. Pada perdarahan SCBA

masih bias diberikan obat golongan antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih

bias diberikan dengan tujuan penyembuha lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis

reseptor H2 dalam mencegah perdarahan berulang SCBA karena tukak peptic kurang

bermanfaat.

Penggunaan balon tomppanode untuk menghentikan perdarahan varises

esophagus sejak tahun 1950, namun yang paling popular adalah segstaken-blakemore

tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa dan dua balon masing-masing untuk

esophagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bias berakibat fatal

ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya

tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medic

yang berpengalaman dan ditindak lanjuti dengan observasi yang ketat.

Endoskopi

Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan

pmbuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi: 1). Contact thermal (monopolar

atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 2). Non-contact thermal (laser) 3). Non-

thermal (misalnya suntikan adrenalin, polidoknol alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian

klip).

Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises

esophagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan

varises esophagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian

sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi varises dapat

dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral 1-2 cm

10

Page 11: Scba

Terapi radiologi

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum

bias ditentukan asal perdarahan atau apabila terapi endoskopi dinilai gagal dan

pembedahan sangat beresiko. Tindakan hemostasis yang bias dilakukan dengan

penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindkasi dan

fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS

(transjuglar intahepatic portosystemic shunt).

Pembedahan

Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi, dan radiologi dinilai

gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner

pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan

tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

11

Page 12: Scba

12

Page 13: Scba

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2011. Perdarahan Saluran Cerna Atas.

http://www.repository.usu.ac.id/bitsteam/123456789/31735/4/chapter%20II.pdf

(diakses 21 agustus 2015)

Ika Prasanti, Damayanti. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas.

http://www.eprints.undip.ac.id/….Damayanti_Ika_Prasanti_G2A009057_Bab2KT

I.pdf (diakses 21 agustus 2015)

Mc Phee, Stephen & Ganong, William. 2010. Patofisiologi Penyakit. Edisi V. EGC: Jakarta

Sudoyo, aru dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Hal.447-452. Edisi V. Jilid 1. Interna

publishing: Jakarta

Tjokroprawiro, askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga university press: Surabaya

13