scabies

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh VON HEBRA, bapak dermatologi modern. Penyebabnya pertama kali ditemukan oleh BENOMO pada tahun 1687, kemudian oleh MELLANBY dilakukan percobaan induksi pada sukarelawan selama perang dunia ke dua. Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu Sarcoptes scabeivarian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak langsung misalnya melalui handuk dan pakaian yang dikenakan bersama. Sarcoptes scabei dapat berkembang pada kebersihan perorangan yang jelek, lingkungan yang kurang bersih, demografi status perilaku individu (Siregar, 2005). Penyakit ini dapat mengenai semua umur, banyak dijumpai pada anak-anak dan orang dewasa dan lanjut usia, biasanya di lingkungan rumah jompo, insiden sama antara pria dan wanita. Penyakit ini menyerang manusia secara 1

Upload: ddelindaaa

Post on 29-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

Page 1: Scabies

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh VON HEBRA, bapak

dermatologi modern. Penyebabnya pertama kali ditemukan oleh BENOMO pada

tahun 1687, kemudian oleh MELLANBY dilakukan percobaan induksi pada

sukarelawan selama perang dunia ke dua.

Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa

menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik

merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu Sarcoptes

scabeivarian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan

tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak

langsung misalnya melalui handuk dan pakaian yang dikenakan bersama.

Sarcoptes scabei dapat berkembang pada kebersihan perorangan yang jelek,

lingkungan yang kurang bersih, demografi status perilaku individu (Siregar,

2005). Penyakit ini dapat mengenai semua umur, banyak dijumpai pada anak-anak

dan orang dewasa dan lanjut usia, biasanya di lingkungan rumah jompo, insiden

sama antara pria dan wanita. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok,

misalnya dalam sebuah keluarga biasanya infeksi dapat mengenai seluruh anggota

keluarga. Oleh karena itu salah satu syarat dalam pengobatan skabies ialah seluruh

anggota dalam satu kelompok yang tinggal bersama harus diobati (termasuk

penderita yang hiposensitisasi).

1

Page 2: Scabies

1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik

Pada Penderita Skabies

Untuk pengendalian permasalahan scabies pada tingkat individu dan

masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar

Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter

Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian

Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer

(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh

profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta

komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa

pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,

dan pengelolaan masalah kesehatan.

Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian scabies secara

individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik

moral dan peraturan perundangan.

1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu

mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan

budaya sendiri dalam penangan scabies , melakukan rujukan bagi kasus

scabies, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku

serta mengembangkan pengetahuan.

1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan

komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,

masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian scabies.

1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu

memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan

dalam praktik kedokteran.

2

Page 3: Scabies

1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu

menyelesaikan masalah pengendalian scabies secara holistik dan

komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas

berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang

optimum.

1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan

prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah scabies dengan

menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan

keselamatan orang lain.

1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu

mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat

secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan

berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS

Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana

masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri

dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,

preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih

berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence

based medicine).

1.3.1. Tujuan Umum:

Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat

menerapkan penatalaksanaan penderita skabies dengan pendekatan kedokteran

keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai dengan Standar

Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM)

pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip

penatalaksanaan penderita scabies dengan pendekatan kedokteran keluarga di

Puskesmas Maccini Sawah tahun 2015.

3

Page 4: Scabies

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada

level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian

scabies.

2. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian

ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian scabies

3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan

Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif dalam pengendalian scabies.

4. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, etiologi dan

patogenesis scabies.

5. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan

penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis scabies.

6. Untuk melakukan prosedur tatalaksana scabies sesuai standar kompetensi

dokter Indonesia.

1.3.3. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Institusi pendidikan.

Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus

sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan

2. Bagi Penderita (Pasien).

Menambah wawasan akan scabies yang meliputi proses penyakit dan

penanganan menyeluruh scabies sehingga dapat memberikan keyakinan untuk

menghindari faktor pencetus.

3. Bagi tenaga kesehatan.

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah

daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya

mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita scabies.

4

Page 5: Scabies

4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)

Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas

wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan diagnosis

holistik scabies serta dalam hal penulisan studi kasus.

1.4 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN

Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan

penderita scabies dengan pendekatan kedokteran keluarga, berbasis evidence

based medicine adalah:

1.4.1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab

scabies.

1.4.2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan first-line therapy

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan

tindakan pengobatan didasarkan atas kepatuhan pasien dalam mengidentifikasi

dan mengeliminasi faktor penyebab urtikaria, perbaikan gejala dapat dievaluasi

setelah pengobatan first-line therapy.

5

Page 6: Scabies

BAB II

ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1 KERANGKA TEORITIS

Gambaran Penyebab Scabies

2.2. ANATOMI

Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari

lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,

yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2

6

Kontak langsung

Hubungan seksual

Kontak tidak langsung

Keebersihan diridi di

PENJAMU

PEKA

Sarcoptes scabiei betina yang sudah di buahi masuk

menembus permukaan kulit dengan cara mensekresikan protease yang

mendegradasi stratum korneum

SCABIES

FAKTOR

RESIKO

MEKANISME

Page 7: Scabies

mm. Paling tebal (6 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5

mm) terdapat di penis.

Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu

1. Epidermis

Terbagi atas 4 lapisan:

1) lapisan basal atau stratum germinativum

lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan

berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit.

Melanosit berasal dari bagian neural embrio adalah sel dendritik yang

membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap

sinar matahari.

2) lapisan Malpighi atau stratum spinosum

lapisan Malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan

kuat. Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih

gepeng. Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat

seperti duri-duri.

3) lapisan granular atau stratum gronulosum

lapisan granular terdiri dari 1-4 baris sel-sel berbentuk intan, berisi

butir-butir (granul) keratohialin yang basofilik.

4) lapisan tanduk atau stratum korneum

lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti,

gepeng, tipis dan mati. Pada permukaan lapisan inti sel-sel mati terus-

menerus mengelupas tanpa terlihat

7

Page 8: Scabies

2. Dermis

Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas

jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas

terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan bagian bawah terjalin lebih

longgar (pars retikularis). Lapisan pars retikularis mengandung pembuluh

darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.

3. Jaringan subkutan

Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis.

Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang

terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan

subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe, kandung rambut

dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi

jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan

tempat penumpukan energi.

Fungsi kulit bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan

lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai:

a) pelindung

b) pengatur suhu

c) penyerap

d) indera perasa

e) faal sekretoris

2.3 SKABIES

2.3.1 DEFINISI

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya

8

Page 9: Scabies

(DERBER 1971).1 Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau

(mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida.Tungau ini

berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat

mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut juga kutu badan. Penyakit ini

mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan

sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yakni sentuhan

langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai,

handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum

dibersihkan dan masih terdapat tungau sarkoptesnya.1

2.3.2 EPIDEMIOLOGI

Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.

Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6%-

27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja

(Sungkar, 1995).1

Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit

ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit

skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama

terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang

menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.

Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya

kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).1

9

Page 10: Scabies

Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas

seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies

menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan

Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang

merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990

prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada

lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan

yang kurang memadai (Depkes.RI, 2000).1 Banyak faktor yang menunjang

perkembangan penyakit ini, antara lain ; sosial ekonomi yang rendah, hygiene

yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti

pasangan), kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta

ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS. (Penyakit Akibat

Hubungan Seksual).1

2.3.3 ETIOLOGI

Sarcoptes Scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei

var.hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain misalnya pada

kambing dan babi.7 Varietas pada mamalia lain dapat menginfestasi manusia,

tetapi tidak dapat hidup lama.1

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya

cembung dan bagian perutnya rata.Tungau ini transient, berwarna putih, kotor,

dan tidak bermata.Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 x 250-350

10

Page 11: Scabies

mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 x 150-200 mikron.

Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat

alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan

rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan

rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.1

Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan)

yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat

hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang

telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan

2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari

sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini

dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu

3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat

tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan

menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang

kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa

memerlukan waktu antara 8-12 hari.1,2

Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih

kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,

contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.Pada bayi, karena seluruh kulitnya

masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).2

2.3.4 PATHOGENESIS

11

Page 12: Scabies

Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi

juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau

bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit

timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh

sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-

kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai

dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan

garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan

kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.1

Tungau bergerak menembus permukaan kulit dengan cara mensekresikan

protease yang mendegradasi stratum korneum. Mereka memakan hasil

degradasi jaringan tersebut.Skibala (feses) dihasilkan seiring perjalanan

mereka pada epidermis. Hasil keseluruhan perjalanan ini menghasilkan suatu

lesi yang berbentuk terowongan yang dikenal sebagai burrow.1

Pada individu yang terinfeksi biasanya akan terdapat kurang dari 100

tungau pada tubuhnya. Pada hospes yang immunocompromised, sistem imun

yang lemah gagal untuk mengkontrol penyakit ini sehingga akan timbul suatu

hiperinfestasi fulminan yang dikenal sebagai Skabies Norwegia (scabies

berkrusta).1

Onset gejala bergantung pada apakah infestasi merupakan paparan

pertama atau relaps atau reinfestasi. Pada infestasi inisial, reaksi

hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) terhadap tungau, telur, atau skibala

12

Page 13: Scabies

akan memunculkan gejala klinis setelah 4-6 minggu. Pada individu yang

sebelumnya telah tersensitisasi, gejala klinis dapat muncul hanya dalam

hitungan jam saja. Reaksi hipersensitivitas menyebabkan munculnya rasa

gatal yang hebat yang merupakan tanda kardinal penyakit ini.3

Skabies Berkrusta (Skabies Norwegia)

Skabies berkrusta dimulai dengan munculnya bercak eritematosa yang

berbatas tidak tegas yang cepat berkembang menjadi sisik tebal yang prominen.

Seluruh area dapat terlibat namun kulit kepala, tangan dan kaki merupakan area

paling rentan. Jika tidak diobati, lesi akan menyebar cepat dan melibatkan seluruh

integumen. Sisik tebal menjadi lebih verukosa dan akan muncul krusta. Lesi

berbau. Kuku biasanya menebal, diskolorasi, dan distrofi. Rasa gatal ringan

ataupun tidak ada sama sekali.4

2.3.5 CARA PENULARAN

Cara penularan (transmisi)3,4

1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,

tidur bersama dan hubungan seksual.

2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,

bantal, dan lain-lain.

Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau

kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. Animalis

yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak

memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.3

13

Page 14: Scabies

Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak

tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan

atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian.

Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara

penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies

dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat

utama.3

Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan

lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu

tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak

kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam

melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan

kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air

bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita

jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah

ada.3

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat

tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan

fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai

oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat

kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya

fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat

penduduk.1,2,3

14

Page 15: Scabies

2.3.6 GAMBARAN KLINIS

Lesi berupa papul eritematosa kecil dan biasanya terekskoriasi dan tertutup

oleh krusta darah. Terowongan jarang ditemukan atau tertutup oleh ekskoriasi

ataupun infeksi sekunder. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat

dengan strartum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan

tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae

(wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.

Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki.4

Ada 4 tanda kardinal :1,4

1. Pruritus Nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan

karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan

panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula

dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar

tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal

keadaan Hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.

Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.

Penderita ini disebut sebagai pembawa (carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,

15

Page 16: Scabies

rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau

vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf

(pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya

merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari

tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak

bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia

eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang

telapak tangan dan telapak kaki.

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat

ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut

2.3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Cara menemukan tungau :5,6

1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat

papul atau vesikel dicogkel dengan jarum dan diletakkan diatas

sebuah kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat

dengan mikroskop cahaya.

2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar

kertas puith dan dilihat dengan kaca pembesar.

3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari

kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan

miksroskop cahaya.16

Page 17: Scabies

4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.

2.3.8 DIAGNOSIS

Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan ditemukannya 2 tanda dari 4 tanda

kardinal disertai pemeriksaan penunjang berupa kerokan kulit pada daerah gatal

dan kemerahan, yang dilarutkan dengan larutan KOH 10%-20% dan diperiksa di

bawah mikroskop (pembesaran 10-40x).5

2.3.9 DIAGNOSIS BANDING

Sebagai diagnosis banding ialah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis

atopik, dermatitis seboroik, tinea. 3,4,5

2.3.10 PENATALAKSANAAN

Mempertimbangkan toksisitas dan efikasi dari berbagai terapi,

krimpermetrin 5% topikal dan ivermectin oral merupakan terapi lini

pertama.3,4,5,6

Permetrin 5% dalam krim digunakan secara menyeluruh mulai dari leher

hingga telapak kaki. 30 gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim

harus dibersihkan dengan cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali

pemakaian sudah cukup, namun dapat diulangi seminggu kemudian jika

belum sembuh. Permetrin 5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari

1 bulan yang terinfeksi oleh neonatal skabies.

Ivermectin oral (200 mcg/kgBB dosis tunggal dan dapat diulang 2

minggu kemudian) sebagai terapi yang ekuivalen dengan permetrin

17

Page 18: Scabies

topikal. Ivermectin jangan digunakan pada wanita hamil ataupun

menyusui, dan anak dengan berat kurang dari 15 kg.

Agen-agen lain yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah :6,7

1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk

salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur,

maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Dioleskan di seluruh

tubuh dan dibersihkan setiap setelah 24 jam. Kekurangannya yang lain ialah

berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi,

daapat dipakai pada bayi berumur kurang daro 2 tahun.

2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan

setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering meberi iritasi,

dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.

3. Gamma benzene heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%

dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua

stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak

dianjurkan pada anak dibawah 5 tahun dan wanita hamil, karena toksis

terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih

ada gejala diulangi seminggu kemudian.

4. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,

mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.

Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh individu yang memiliki

riwayat kontak atau tinggal dengan penderita harus diobati secara bersamaan.

18

Page 19: Scabies

Pakaian-pakaian harus dicuci bersih dan handuk dan peralatan tidur dijemur

dibawah sinar matahari selama minimal 3 kali seminggu.1,4

2.3.11Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat

pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene), maka

penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.1

2.4 Pendekatan Diagnose Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di

Layanan Primer

Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk

biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis manusia

adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang

kompleks fungsionalnya.

Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan

dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang

diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,

pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko

internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.

Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,

maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan

pertama (layanan primer).

Tujuan Diagnostik Holistik :

1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat

2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien

3. Pembatasan kecacatan lanjut

4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)

5. Jangka waktu pengobatan pendek

19

Page 20: Scabies

6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial

7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan

8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah

Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,

tujuannya yakni

1. Menentukan kedalaman letak penyakit

2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit

3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ

4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi  yang akan dipilihnya

5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi

ASPETRI Jateng 2011)

Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :

1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,

pencatatan biodata) dengan pasien

2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.

Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran

penyaring

3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien

4. Melakukan anamnesis

5. Melakukan pemeriksaan fisik

6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,

prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi

7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor

individual termasuk perilaku pasien

8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas

kehidupan pasien

9. Menilai aspek fungsi sosial.

Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran

keluarga di layanan primer antara lain :

20

Page 21: Scabies

1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya

promosi kesehatan dan pencegahan penyakit

2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian

dari keluarga dan lingkungan komunitasnya

3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara

terpadu dan paripurna (komprehensif).

4. Pelayanan medis yang bersinambung

5. Pelayanan medis yang terpadu

Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus

(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan

kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika

kedokteran.

Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan

dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan

pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan

pasien.

Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter

keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan

pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas

program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik

dari formal maupun informal.

Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:

a. Comprehensive care and holistic approach

b. Continuous care

c. Prevention first

d. Coordinative and collaborative care

e. Personal care as the integral part of his/her family

21

Page 22: Scabies

f. Family, community, and environment consideration

g. Ethics and law awareness

h. Cost effective care and quality assurance

i. Can be audited and accountable care

Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien

adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan

spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.

Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari

beberapa aspek yaitu:

I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.

II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan

diagnosis kerja dan diagnosis banding.

III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.

Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.

IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.

V. DerajatFungsi Sosial :

o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri

o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.

o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,

hanya dapat melakukan kerja ringan.

oDerajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung

pada keluarga.

o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

22

Page 23: Scabies

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS

Nama              : Ny. E

Umur               : 38 tahun

Jenis kelamin   : Perempuan

Agama            : Islam

Pekerjaan        : Buruh cuci

Pendidikan      : Tamat SD

Alamat            : Makassar

3.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 11.00

WIB)

Keluhan Utama :

Gatal pada seluruh badan terutama pada malam hari semenjak 3 minggu

yang lalu

Keluhan Tambahan

Tidak ada

23

Page 24: Scabies

Riwayat Perjalan Penyakit :

Kisaran 3 minggu yang lalau pasien mengeluh gatal yang timbul pada seluruh

tubuh dan di rasakan sangat menganggu, gatal bertambah hebat pada malam hari ,

riwayat di gigit serangga tidak ada, riwayat mengkonsumsi obat yang lama

sebelumnya tidak ada, pasien mengaku awalnya berupa bintik- bintik merah pada

leher dan kemudian menyebar ke tangan, tidak ada riwayat pengunaan obat oles,

di rumah pasien ada penderita yang sma yaitu suami, dan anak pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

· Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

·      Suami pasien pernah mengalami penyakit yang sama namun telah

mendapatkan terapi dan keluhan berkurang

· Anak ke dua pasien juga mengalami keluhan yang sama

Riwayat Higiene

·      Pasien mandi 2 kali sehari dengan air sumur dan memakai sabun mandi

batang

·  Pasien menggunakan pakaian yang bersih setiap hari, mengganti pakaian satu

kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat.

Riwayat Sosioekonomi

Pasien bekerja sebagai buruh cuci. Suami pasien merupakan supir bentor

pasien tinggal bersma suami dan ke 4 anaknya

Kesan sosioekonomi : menengah kebawah

24

Page 25: Scabies

3.3. PEMERIKSAAN FISIK           

a.    Status Generalis

·      Keadaan Umum             :  Tampak sakit ringan

·      Tanda Vital

Kesadaran                      :  Kompos Mentis

Tekanan Darah               :  110/70

Nadi                               :  82x/menit

Pernafasan                     :  20x/menit

Suhu                               :  36,7oC

·      Status Gizi

Tinggi Badan                 :  160 cm

Berat Badan                   :  50 kg

IMT                                :  19,5 (normoweight)

·      Keadaan Spesifik

- Kepala

- Mata             : Kanan :  konjungtiva hiperemis tidak ada, eksoftalmus tidak

ada, madarosis tidak ada, sklera ikterik tidak ada

                           Kiri     :  konjungtiva hiperemis tidak ada,   eksoftalmus tidak

ada, madarosis tidak ada, sklera ikterik tidak ada

25

Page 26: Scabies

- Hidung          :  Saddle nose tidak ada

 - Telinga           :  Tidak ada kelainan

-       Leher            :  Tidak ada kelainan 

Dada 

- Jantung        :  HR = 82x/menit, murmur tidak ada

- Paru-paru      :  Vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing tidak ada

-       Perut             :  Tidak ada kelainan

-       Ekstremitas   :  Deformitas tidak ada, kulit : (lihat statusdermatologikus)

b.    Status Dermatologik

Kulit tampak terdapat papul eritematosa, pada kedua sela jari

tangan(region manus), punggung tangan( dorsum manus), lengan bawah (region

antebrachium), Skuama, erosi, ekskoriasi, krusta pada beberapa tempat ditubuh

Gambar 1. Regio Manus

Gambar 2. Regio antebrachium

26

Page 27: Scabies

3.4. Latar belakang Sosial – Ekonomi – Demografi – Lingkungan keluargaa.Riwayat sosial dan eksposure

- Komunitas

Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama suami dan keempat

anaknya. Rumah pasien berada di perkotaan dan merupakan lokasi yang

padat penduduk. Jarak antara rumah satu dengan yang lainnya berdekatan.

- Rumah

27

Kamar tidurRumah tanpak depan

WC Keluarga Ruang tamu merangkap ruang keluarga

Page 28: Scabies

Pasien tinggal di sebuah rumah semipermanent dengan jumlah penghuni 6

orang. Terdiri dari : bapak, ibu, dan 4 orang anak kandung. Dinding rumah

terbuat dari papan , lantai terbuat dari papan. Terdapat jendela. Dalam

rumah terdapat 4 ruangan yaitu ruang tamu sekaligus ruang keluarga,

kamar tidur, dapur dan 1 WC. Sumber air bersih yang digunakan pasien

untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur .

- Kebiasaan personal

Pasien sering berkeringat dan tidak menganti pakaian

- Makanan

Pasien selalu makan dirumah. Biasanya pasien belanja di warung

untuk membeli minuman dingin dan kue

- Obat

Pasien tidak memiliki alergi obat dan belum mengkonsumsi obat

sejak muncul gatal di badannya.

b.Riwayat psikologi

Pasien mendapat kasih sayang dan perhatian dari keluarganya. Keluarga

pasien selalu merawat dan menjaga pasien ketika pasien sakit.

c. Riwayat ekonomi

Pasien dirawat oleh keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah .

Pasien bekerja sebagai buruh cuci . suami pasien supir bentor28

Dapur

Page 29: Scabies

d.Riwayat demografi

Hubungan pasien dengan keluarganya harmonis. Hal ini dapat dilihat dari

keluarga pasien yang menemani pasien saat di puskesmas dan di rumahnya.

e. Riwayat social

Penyakit yang di derita pasien membuat pasien merasa sangat gatal dan

menganggu aktifitas harian pasien.

3.5. Diagnosa Holistik

a. Aspek personal

Ny. E usia 38 tahun hidup dalam satu keluarga yang terdiri dari pasien,

suami dan keempat anaknya. Sehingga berbentuk nuclear family .Ny.E

menderita scabies dibagian dada lengan dan sela- sela jari terdapat papul

kemerahan erosi, serta eksoriasi .

idea : suami pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakit

yang diderita istrinya bisa sembuh total

concern : suami pasien merasa istrinya tidak nyaman beraktivitas

seperti biasa

ekspektasi : suami pasien mempunyai harapan penyakit istri dapat

segera sembuh dan bisa bekerja seperti biasa

anxiety : suami khawatir jika penyakit istrinya lebih parah

b. Aspek klinis

Diagnosis kerja : Scabies

Diagnosis banding : pedikulosis korporis, dermatitis atopik

c. Aspek faktor intrinsik

29

Page 30: Scabies

Perilaku pasien juga mendukung penyebaran tungau dengan mengganti

pakaian satu kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat, tidak

mencuci alas tidur, memakai handuk secara bergantian .

d. Aspek faktor ekstrinsik

Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang

cukup padat.

Ventilasi yang kurang dan jendela rumah yang kurang sehingga

pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang

Kurangnya parilaku pasien dengan membersihkan pakaian dan alat

tidur

3.6. Penatalaksanaan Komprehensif

a. Personal care

Initial planning : usulan pemeriksaan kerokan kulit pada lesi dengan

penambahan KOH 10% -20% untuk memastikan adanya tungau

Non medika mentosa

- Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh tungau.

- Menyarankan pasien untuk menghindari suasana yang lembab dan

keringat berlebihan, mencuci semua alas tidur dengan air panas dan

menjemur di terik matahari setidaknya 3 kali seminggu.

Medika mentosa

- Salep skabimite yang mengandung permetrin 5% dalam krim

digunakan secara menyeluruh mulai dari leher hingga telapak kaki. 30

gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim harus dibersihkan

dengan cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali pemakaian sudah

cukup, namun dapat diulangi seminggu kemudian jika belum sembuh.

Permetrin 5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari 1 bulan

yang terinfeksi oleh neonatal skabies.

Konseling, informasi dan edukasi

30

Page 31: Scabies

- edukasi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan

anjuran pakai

- penjelasan kepada keluarga pasien tentang scabies dan edukasi

- edukasi tanda-tanda kegawatan dan kapan di bawa ke rumah sakit

- edukasi pola, jenis pakaian menjaga hygien pasien dan lingkungan

rumah.

Monitoring

Pasien rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terutama

jika tidak ada perbaikan gejala klinis

b. Family focus

Memberikan pengetahuan kepada keluarga pasien pentingnya

penerapan PHBS

Meningkatkan imunitas keluarga dengan makan makanan bergizi dan

menjaga kebersihan keluarga

Memberikan dukungan psikologis dari keluarga

c. Community focus

Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan tenaga medis

lainnya

Menjaga kebersihan lingkungan sekitar oleh seluruh warga sekitar

3.7. Prognosis

Quo ad vitam              : bonam

3.8. Edukasi

Pasien harus menjaga kebersihan tubuhnya dan anaknya dengan mandi

secara teratur, tidak menggunakan handuk secara bergantian dan mencuci

pakaian dengan air bersih, sabun cuci dan menjemurnya sampai kering,

membersihkan rumah secara teratur mencuci alas tidur dengan air

31

Page 32: Scabies

mendidih, menjemurnya di terik matahari menjemur kasur setidaknya 3

kali seminggu

Menggunakan obat secara teratur dan sesuai anjuran pakai .

BAB IV

32

Page 33: Scabies

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Diagnosa Holistik

Ny. E usia 38 tahun hidup dalam satu keluarga yang terdiri dari pasien,

suami dan keempat anaknya. Sehingga berbentuk nuclear family .Ny.E menderita

scabies dibagian dada lengan dan sela- sela jari terdapat papul kemerahan erosi,

serta eksoriasi

idea : suami pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakit

yang diderita istrinya bisa sembuh total

concern : suami pasien merasa istrinya tidak nyaman beraktivitas

seperti biasa

ekspektasi : suami pasien mempunyai harapan penyakit istri dapat

segera sembuh dan bisa bekerja seperti biasa

anxiety : suami khawatir jika penyakit istrinya lebih parah

Diagnosis kerja : Scabies

Diagnosis banding : pedikulosis korporis, dermatitis atopik

Aspek faktor intrinsik

Perilaku pasien juga mendukung penyebaran tungau dengan mengganti

pakaian satu kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat, tidak

mencuci alas tidur, memakai handuk secara bergantian .

Aspek faktor ekstrinsik

Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang

cukup padat.

Ventilasi yang kurang dan jendela rumah yang kurang sehingga

pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang

33

Page 34: Scabies

Kurangnya parilaku pasien dengan membersihkan pakaian dan alat

tidur

4.2 Saran

Personal care

Initial planning : usulan pemeriksaan kerokan kulit pada lesi dengan

penambahan KOH 10% -20% untuk memastikan adanya tungau

Non medika mentosa

- Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh tungau

- Menyarankan pasien untuk menghindari suasana yang lembab dan

keringat berlebihan, mencuci semua alas tidur dengan air panas dan

menjemur di terik matahari setidaknya 3 kali seminggu

Medika mentosa

- Salep scabimite yang mengandung permetrin 5% dalam krim

digunakan secara menyeluruh mulai dari leher hingga telapak kaki. 30

gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim harus dibersihkan dengan

cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali pemakaian sudah cukup,

namun dapat diulangi seminggu kemudian jika belum sembuh. Permetrin

5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari 1 bulan yang terinfeksi

oleh neonatal skabies.

Konseling, informasi dan edukasi

- edukasi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan

anjuran pakai

- penjelasan kepada keluarga pasien tentang scabies dan edukasi

- edukasi tanda-tanda kegawatan dan kapan di bawa ke rumah sakit

- edukasi pola, jenis pakaian menjaga hygien pasien dan lingkungan

rumah.

34

Page 35: Scabies

Monitoring

Pasien rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terutama

jika tidak ada perbaikan gejala klinis

Family focus

Memberikan pengetahuan kepada keluarga pasien pentingnya

penerapan PHBS

Meningkatkan imunitas keluarga dengan makan makanan bergizi dan

menjaga kebersihan keluarga

Memberikan dukungan psikologis dari keluarga

Community focus

Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan tenaga medis

lainnya

Menjaga kebersihan lingkungan sekitar oleh seluruh warga sekitar

DAFTAR PUSTAKA

35

Page 36: Scabies

1 Handoko, Ronny P. Skabies. Prof. Dr. dr. Adhi Juanda. Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI. 2008. Hal 122-125.

2 Gandahusada, Prof. dr Srisasi, dkk. Parasitologi kedokteran edisi ke-

3,1998. Gaya Baru. Jakarta.

3 Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview

4 Goldstein, BG, and AO Goldstein. Scabies. Robert PD and Moise LL.Up

To Date literature review version 17.3.

5 Chosidow, O. Scabies. N Engl J Med 2006; 354: 1718-27

6 Currie, BJ, and JS McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N

Engl J Med 2010; 362:717-25

7 Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies: Treatment and

Medication. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1109204- treatment.

36