scabies
DESCRIPTION
referatTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pengetahuan dasar tentang penyakit ini diletakkan oleh VON HEBRA, bapak
dermatologi modern. Penyebabnya pertama kali ditemukan oleh BENOMO pada
tahun 1687, kemudian oleh MELLANBY dilakukan percobaan induksi pada
sukarelawan selama perang dunia ke dua.
Skabies dalam bahasa Indonesia sering disebut kudis. Orang jawa
menyebutnya gudig, sedangkan orang sunda menyebutnya budug. Gudik
merupakan penyakit menular akibat mikroorganisme parasit yaitu Sarcoptes
scabeivarian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung dan
tidak langsung, secara langsung misalnya bersentuhan dengan penderita atau tidak
langsung misalnya melalui handuk dan pakaian yang dikenakan bersama.
Sarcoptes scabei dapat berkembang pada kebersihan perorangan yang jelek,
lingkungan yang kurang bersih, demografi status perilaku individu (Siregar,
2005). Penyakit ini dapat mengenai semua umur, banyak dijumpai pada anak-anak
dan orang dewasa dan lanjut usia, biasanya di lingkungan rumah jompo, insiden
sama antara pria dan wanita. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok,
misalnya dalam sebuah keluarga biasanya infeksi dapat mengenai seluruh anggota
keluarga. Oleh karena itu salah satu syarat dalam pengobatan skabies ialah seluruh
anggota dalam satu kelompok yang tinggal bersama harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi).
1
1.2 Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis Holistik
Pada Penderita Skabies
Untuk pengendalian permasalahan scabies pada tingkat individu dan
masyarakat secara komprehentif dan holistik yang disesuaikan dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka mahasiswa program profesi dokter
Universitas Muslim Indonesia melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer
(Puskesmas) dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis,
dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.2.1. Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian scabies secara
individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai agama, etik
moral dan peraturan perundangan.
1.2.2. Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu
mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis , sosial dan
budaya sendiri dalam penangan scabies , melakukan rujukan bagi kasus
scabies, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang berlaku
serta mengembangkan pengetahuan.
1.2.3. Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan
komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian scabies.
1.2.4. Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu
memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan
dalam praktik kedokteran.
2
1.2.5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu
menyelesaikan masalah pengendalian scabies secara holistik dan
komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.
1.2.6. Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan
prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah scabies dengan
menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan
keselamatan orang lain.
1.2.7. Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu
mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat
secara komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer
1.3 TUJUAN DAN MANFAAT STUDI KASUS
Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah menatalaksana
masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai individu yang utuh terdiri
dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip pencegahan penyakit promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses pelayanan dokter keluarga dapat lebih
berkualitas bila didasarkan pada hasil penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence
based medicine).
1.3.1. Tujuan Umum:
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita skabies dengan pendekatan kedokteran
keluarga secara paripurna (komprehensif) dan holistik, sesuai dengan Standar
Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), berbasis evidence based medicine (EBM)
pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko dan masalah klinis serta prinsip
penatalaksanaan penderita scabies dengan pendekatan kedokteran keluarga di
Puskesmas Maccini Sawah tahun 2015.
3
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk melakukan komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada
level individu, keluarga, masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian
scabies.
2. Untuk memanfaatkan sumber informasi terkini dan melakukan kajian
ilmiah dari data di lapangan, untuk melakukan pengendalian scabies
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dalam pengendalian scabies.
4. Untuk dapat menggunakan dan menjelaskan epidemiologi, etiologi dan
patogenesis scabies.
5. Untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
penunjang, serta mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis scabies.
6. Untuk melakukan prosedur tatalaksana scabies sesuai standar kompetensi
dokter Indonesia.
1.3.3. Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan scabies yang meliputi proses penyakit dan
penanganan menyeluruh scabies sehingga dapat memberikan keyakinan untuk
menghindari faktor pencetus.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita scabies.
4
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka memperluas
wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based dan pendekatan diagnosis
holistik scabies serta dalam hal penulisan studi kasus.
1.4 INDIKATOR KEBERHASILAN TINDAKAN
Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita scabies dengan pendekatan kedokteran keluarga, berbasis evidence
based medicine adalah:
1.4.1. Pasien mampu mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab
scabies.
1.4.2. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan first-line therapy
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penilaian keberhasilan
tindakan pengobatan didasarkan atas kepatuhan pasien dalam mengidentifikasi
dan mengeliminasi faktor penyebab urtikaria, perbaikan gejala dapat dievaluasi
setelah pengobatan first-line therapy.
5
BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
2.1 KERANGKA TEORITIS
Gambaran Penyebab Scabies
2.2. ANATOMI
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,
yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2
6
Kontak langsung
Hubungan seksual
Kontak tidak langsung
Keebersihan diridi di
PENJAMU
PEKA
Sarcoptes scabiei betina yang sudah di buahi masuk
menembus permukaan kulit dengan cara mensekresikan protease yang
mendegradasi stratum korneum
SCABIES
FAKTOR
RESIKO
MEKANISME
mm. Paling tebal (6 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki dan paling tipis (0,5
mm) terdapat di penis.
Kulit terbagi atas 3 lapisan pokok, yaitu
1. Epidermis
Terbagi atas 4 lapisan:
1) lapisan basal atau stratum germinativum
lapisan basal merupakan lapisan paling bawah dari epidermis dan
berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit.
Melanosit berasal dari bagian neural embrio adalah sel dendritik yang
membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi kulit terhadap
sinar matahari.
2) lapisan Malpighi atau stratum spinosum
lapisan Malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling tebal dan
kuat. Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih
gepeng. Sel-sel mempunyai protoplasma yang menonjol yang terlihat
seperti duri-duri.
3) lapisan granular atau stratum gronulosum
lapisan granular terdiri dari 1-4 baris sel-sel berbentuk intan, berisi
butir-butir (granul) keratohialin yang basofilik.
4) lapisan tanduk atau stratum korneum
lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti,
gepeng, tipis dan mati. Pada permukaan lapisan inti sel-sel mati terus-
menerus mengelupas tanpa terlihat
7
2. Dermis
Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas
jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas
terjalin rapat (pars papillaris), sedangkan bagian bawah terjalin lebih
longgar (pars retikularis). Lapisan pars retikularis mengandung pembuluh
darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3. Jaringan subkutan
Jaringan subkutan merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang
terbanyak adalah liposit yang menghasilkan banyak lemak. Jaringan
subkutan mengandung saraf, pembuluh darah dan limfe, kandung rambut
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi
jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energi.
Fungsi kulit bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dengan
lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai:
a) pelindung
b) pengatur suhu
c) penyerap
d) indera perasa
e) faal sekretoris
2.3 SKABIES
2.3.1 DEFINISI
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya
8
(DERBER 1971).1 Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau
(mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida.Tungau ini
berukuran sangat kecil dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop atau bersifat
mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut juga kutu badan. Penyakit ini
mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan
sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung yakni sentuhan
langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai,
handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum
dibersihkan dan masih terdapat tungau sarkoptesnya.1
2.3.2 EPIDEMIOLOGI
Skabies ditemukan disemua negara dengan prevalensi yang bervariasi.
Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6%-
27% populasi umum dan cenderung tinggi pada anak-anak serta remaja
(Sungkar, 1995).1
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit
skabies banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, insidennya sama
terjadi pada pria dan wanita. Insiden skabies di negara berkembang
menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan.
Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya
kurang lebih 10-15 tahun (Harahap, 2000).1
9
Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi skabies di Puskesmas
seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6%-12,9%, dan skabies
menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di Bagian Kulit dan
Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 734 kasus skabies yang
merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies sangat tinggi pada
lingkungan dengan tingkat kepadatan penghuni yang tinggi dan kebersihan
yang kurang memadai (Depkes.RI, 2000).1 Banyak faktor yang menunjang
perkembangan penyakit ini, antara lain ; sosial ekonomi yang rendah, hygiene
yang buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas (ganti-ganti
pasangan), kesalahan diagnosis, dan perkembangan dermografik serta
ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam PHS. (Penyakit Akibat
Hubungan Seksual).1
2.3.3 ETIOLOGI
Sarcoptes Scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei
var.hominis. Selain itu terdapat Sarcoptes scabiei yang lain misalnya pada
kambing dan babi.7 Varietas pada mamalia lain dapat menginfestasi manusia,
tetapi tidak dapat hidup lama.1
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata.Tungau ini transient, berwarna putih, kotor,
dan tidak bermata.Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 x 250-350
10
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-240 x 150-200 mikron.
Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat
alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.1
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan
2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari
sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini
dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu
3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat
tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan
menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang
kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari.1,2
Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar pada suhu kamar selama lebih
kurang 7-14 hari.Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan lembab,
contohnya lipatan kulit pada orang dewasa.Pada bayi, karena seluruh kulitnya
masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang (Andrianto & Tie, 1989).2
2.3.4 PATHOGENESIS
11
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit
timbul pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan
kulit dan gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau.1
Tungau bergerak menembus permukaan kulit dengan cara mensekresikan
protease yang mendegradasi stratum korneum. Mereka memakan hasil
degradasi jaringan tersebut.Skibala (feses) dihasilkan seiring perjalanan
mereka pada epidermis. Hasil keseluruhan perjalanan ini menghasilkan suatu
lesi yang berbentuk terowongan yang dikenal sebagai burrow.1
Pada individu yang terinfeksi biasanya akan terdapat kurang dari 100
tungau pada tubuhnya. Pada hospes yang immunocompromised, sistem imun
yang lemah gagal untuk mengkontrol penyakit ini sehingga akan timbul suatu
hiperinfestasi fulminan yang dikenal sebagai Skabies Norwegia (scabies
berkrusta).1
Onset gejala bergantung pada apakah infestasi merupakan paparan
pertama atau relaps atau reinfestasi. Pada infestasi inisial, reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV) terhadap tungau, telur, atau skibala
12
akan memunculkan gejala klinis setelah 4-6 minggu. Pada individu yang
sebelumnya telah tersensitisasi, gejala klinis dapat muncul hanya dalam
hitungan jam saja. Reaksi hipersensitivitas menyebabkan munculnya rasa
gatal yang hebat yang merupakan tanda kardinal penyakit ini.3
Skabies Berkrusta (Skabies Norwegia)
Skabies berkrusta dimulai dengan munculnya bercak eritematosa yang
berbatas tidak tegas yang cepat berkembang menjadi sisik tebal yang prominen.
Seluruh area dapat terlibat namun kulit kepala, tangan dan kaki merupakan area
paling rentan. Jika tidak diobati, lesi akan menyebar cepat dan melibatkan seluruh
integumen. Sisik tebal menjadi lebih verukosa dan akan muncul krusta. Lesi
berbau. Kuku biasanya menebal, diskolorasi, dan distrofi. Rasa gatal ringan
ataupun tidak ada sama sekali.4
2.3.5 CARA PENULARAN
Cara penularan (transmisi)3,4
1. Kontak langsung (kontak kulit dengan kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual.
2. Kontak tak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan lain-lain.
Penularan biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal juga Sarcoptes scabiei var. Animalis
yang kadang-kadang menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.3
13
Penyakit skabies dapat ditularkan melalui kontak langsung maupun kontak
tak langsung. Yang paling sering adalah kontak langsung yang saling bersentuhan
atau dapat pula melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk, dan pakaian.
Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara
penderita dengan orang yang sehat. Di Amerika Serikat dilaporkan, bahwa skabies
dapat ditularkan melalui hubungan seksual meskipun bukan merupakan akibat
utama.3
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan
lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama-sama disatu
tempat yang relatif sempit. Apabila tingkat kesadaran yang dimiliki oleh banyak
kalangan masyarakat masih cukup rendah, derajat keterlibatan penduduk dalam
melayani kebutuhan akan kesehatan yang masih kurang, kurangnya pemantauan
kesehatan oleh pemerintah, faktor lingkungan terutama masalah penyediaan air
bersih, serta kegagalan pelaksanaan program kesehatan yang masih sering kita
jumpai, akan menambah panjang permasalahan kesehatan lingkungan yang telah
ada.3
Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat
tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan
fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasiltas-fasilitas kesehatan yang dipakai
oleh masyarakat luas. Di Jerman terjadi peningkatan insidensi, sebagai akibat
kontak langsung maupun tak langsung seperti tidur bersama. Faktor lainnya
fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama di lingkungan padat
penduduk.1,2,3
14
2.3.6 GAMBARAN KLINIS
Lesi berupa papul eritematosa kecil dan biasanya terekskoriasi dan tertutup
oleh krusta darah. Terowongan jarang ditemukan atau tertutup oleh ekskoriasi
ataupun infeksi sekunder. Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan strartum korneum yang tipis, yaitu : sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut bagian bawah.
Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan kaki.4
Ada 4 tanda kardinal :1,4
1. Pruritus Nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan
karena aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan
panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan Hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini disebut sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
15
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal tersebut
2.3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cara menemukan tungau :5,6
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat
papul atau vesikel dicogkel dengan jarum dan diletakkan diatas
sebuah kaca objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat
dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar
kertas puith dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan
miksroskop cahaya.16
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.
2.3.8 DIAGNOSIS
Diagnosis skabies dapat ditegakkan dengan ditemukannya 2 tanda dari 4 tanda
kardinal disertai pemeriksaan penunjang berupa kerokan kulit pada daerah gatal
dan kemerahan, yang dilarutkan dengan larutan KOH 10%-20% dan diperiksa di
bawah mikroskop (pembesaran 10-40x).5
2.3.9 DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosis banding ialah : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis
atopik, dermatitis seboroik, tinea. 3,4,5
2.3.10 PENATALAKSANAAN
Mempertimbangkan toksisitas dan efikasi dari berbagai terapi,
krimpermetrin 5% topikal dan ivermectin oral merupakan terapi lini
pertama.3,4,5,6
Permetrin 5% dalam krim digunakan secara menyeluruh mulai dari leher
hingga telapak kaki. 30 gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim
harus dibersihkan dengan cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali
pemakaian sudah cukup, namun dapat diulangi seminggu kemudian jika
belum sembuh. Permetrin 5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari
1 bulan yang terinfeksi oleh neonatal skabies.
Ivermectin oral (200 mcg/kgBB dosis tunggal dan dapat diulang 2
minggu kemudian) sebagai terapi yang ekuivalen dengan permetrin
17
topikal. Ivermectin jangan digunakan pada wanita hamil ataupun
menyusui, dan anak dengan berat kurang dari 15 kg.
Agen-agen lain yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah :6,7
1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur,
maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari. Dioleskan di seluruh
tubuh dan dibersihkan setiap setelah 24 jam. Kekurangannya yang lain ialah
berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi,
daapat dipakai pada bayi berumur kurang daro 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari. Obat ini sulit diperoleh, sering meberi iritasi,
dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gamma benzene heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang member iritasi. Obat ini tidak
dianjurkan pada anak dibawah 5 tahun dan wanita hamil, karena toksis
terhadap susunan saraf pusat. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih
ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal, harus dijauhkan dari
mata, mulut, dan uretra.
Untuk memutuskan rantai penularan, seluruh individu yang memiliki
riwayat kontak atau tinggal dengan penderita harus diobati secara bersamaan.
18
Pakaian-pakaian harus dicuci bersih dan handuk dan peralatan tidur dijemur
dibawah sinar matahari selama minimal 3 kali seminggu.1,4
2.3.11Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene), maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.1
2.4 Pendekatan Diagnose Holistik Pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di
Layanan Primer
Pengertian holistik adalah memandang manusia sebagai mahluk
biopsikososio-kultural pada ekosistemnya. Sebagai mahluk biologis manusia
adalah merupakan sistem organ, terbentuk dari jaringan serta sel-sel yang
kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan menentukan
dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta kegawatan yang
diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian risiko
internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta keluarganya.
Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan Nasional 2004,
maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai pelaku pelayanan
pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1. Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat
2. Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
3. Pembatasan kecacatan lanjut
4. Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
5. Jangka waktu pengobatan pendek
19
6. Tercapainya percepatan perbaikan fungsi sosial
7. Terproteksi dari resiko yang ditemukan
8. Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan terapi,
tujuannya yakni
1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interfal kunjungan terapi. (Modul Pelatihan dan Sertifikasi
ASPETRI Jateng 2011)
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan sarinagn (Triage), data diisikan dengan lembaran
penyaring
3. Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
4. Melakukan anamnesis
5. Melakukan pemeriksaan fisik
6. Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,
prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi
7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas
kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar dalam pengembangan pelayanan/pendekatan kedokteran
keluarga di layanan primer antara lain :
20
1. Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya
promosi kesehatan dan pencegahan penyakit
2. Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai bagian
dari keluarga dan lingkungan komunitasnya
3. Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara
terpadu dan paripurna (komprehensif).
4. Pelayanan medis yang bersinambung
5. Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus
(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang disediakan
dokter keluarga merupakan pelayanan bersinambung, yang melaksanakan
pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan
pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a. Comprehensive care and holistic approach
b. Continuous care
c. Prevention first
d. Coordinative and collaborative care
e. Personal care as the integral part of his/her family
21
f. Family, community, and environment consideration
g. Ethics and law awareness
h. Cost effective care and quality assurance
i. Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien
adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat dari
beberapa aspek yaitu:
I. Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.
II. Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan
diagnosis kerja dan diagnosis banding.
III. Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.
IV. Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
V. DerajatFungsi Sosial :
o Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
o Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
o Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan diri masih bisa dilakukan,
hanya dapat melakukan kerja ringan.
oDerajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung
pada keluarga.
o Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan
22
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS
Nama : Ny. E
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh cuci
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Makassar
3.2. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 29 Oktober 2015 Pukul 11.00
WIB)
Keluhan Utama :
Gatal pada seluruh badan terutama pada malam hari semenjak 3 minggu
yang lalu
Keluhan Tambahan
Tidak ada
23
Riwayat Perjalan Penyakit :
Kisaran 3 minggu yang lalau pasien mengeluh gatal yang timbul pada seluruh
tubuh dan di rasakan sangat menganggu, gatal bertambah hebat pada malam hari ,
riwayat di gigit serangga tidak ada, riwayat mengkonsumsi obat yang lama
sebelumnya tidak ada, pasien mengaku awalnya berupa bintik- bintik merah pada
leher dan kemudian menyebar ke tangan, tidak ada riwayat pengunaan obat oles,
di rumah pasien ada penderita yang sma yaitu suami, dan anak pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
· Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga
· Suami pasien pernah mengalami penyakit yang sama namun telah
mendapatkan terapi dan keluhan berkurang
· Anak ke dua pasien juga mengalami keluhan yang sama
Riwayat Higiene
· Pasien mandi 2 kali sehari dengan air sumur dan memakai sabun mandi
batang
· Pasien menggunakan pakaian yang bersih setiap hari, mengganti pakaian satu
kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat.
Riwayat Sosioekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh cuci. Suami pasien merupakan supir bentor
pasien tinggal bersma suami dan ke 4 anaknya
Kesan sosioekonomi : menengah kebawah
24
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
· Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
· Tanda Vital
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 82x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
· Status Gizi
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 50 kg
IMT : 19,5 (normoweight)
· Keadaan Spesifik
- Kepala
- Mata : Kanan : konjungtiva hiperemis tidak ada, eksoftalmus tidak
ada, madarosis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
Kiri : konjungtiva hiperemis tidak ada, eksoftalmus tidak
ada, madarosis tidak ada, sklera ikterik tidak ada
25
- Hidung : Saddle nose tidak ada
- Telinga : Tidak ada kelainan
- Leher : Tidak ada kelainan
Dada
- Jantung : HR = 82x/menit, murmur tidak ada
- Paru-paru : Vesikuler normal, ronki tidak ada, wheezing tidak ada
- Perut : Tidak ada kelainan
- Ekstremitas : Deformitas tidak ada, kulit : (lihat statusdermatologikus)
b. Status Dermatologik
Kulit tampak terdapat papul eritematosa, pada kedua sela jari
tangan(region manus), punggung tangan( dorsum manus), lengan bawah (region
antebrachium), Skuama, erosi, ekskoriasi, krusta pada beberapa tempat ditubuh
Gambar 1. Regio Manus
Gambar 2. Regio antebrachium
26
3.4. Latar belakang Sosial – Ekonomi – Demografi – Lingkungan keluargaa.Riwayat sosial dan eksposure
- Komunitas
Pasien dalam kesehariannya tinggal bersama suami dan keempat
anaknya. Rumah pasien berada di perkotaan dan merupakan lokasi yang
padat penduduk. Jarak antara rumah satu dengan yang lainnya berdekatan.
- Rumah
27
Kamar tidurRumah tanpak depan
WC Keluarga Ruang tamu merangkap ruang keluarga
Pasien tinggal di sebuah rumah semipermanent dengan jumlah penghuni 6
orang. Terdiri dari : bapak, ibu, dan 4 orang anak kandung. Dinding rumah
terbuat dari papan , lantai terbuat dari papan. Terdapat jendela. Dalam
rumah terdapat 4 ruangan yaitu ruang tamu sekaligus ruang keluarga,
kamar tidur, dapur dan 1 WC. Sumber air bersih yang digunakan pasien
untuk kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur .
- Kebiasaan personal
Pasien sering berkeringat dan tidak menganti pakaian
- Makanan
Pasien selalu makan dirumah. Biasanya pasien belanja di warung
untuk membeli minuman dingin dan kue
- Obat
Pasien tidak memiliki alergi obat dan belum mengkonsumsi obat
sejak muncul gatal di badannya.
b.Riwayat psikologi
Pasien mendapat kasih sayang dan perhatian dari keluarganya. Keluarga
pasien selalu merawat dan menjaga pasien ketika pasien sakit.
c. Riwayat ekonomi
Pasien dirawat oleh keluarga dengan status ekonomi menengah kebawah .
Pasien bekerja sebagai buruh cuci . suami pasien supir bentor28
Dapur
d.Riwayat demografi
Hubungan pasien dengan keluarganya harmonis. Hal ini dapat dilihat dari
keluarga pasien yang menemani pasien saat di puskesmas dan di rumahnya.
e. Riwayat social
Penyakit yang di derita pasien membuat pasien merasa sangat gatal dan
menganggu aktifitas harian pasien.
3.5. Diagnosa Holistik
a. Aspek personal
Ny. E usia 38 tahun hidup dalam satu keluarga yang terdiri dari pasien,
suami dan keempat anaknya. Sehingga berbentuk nuclear family .Ny.E
menderita scabies dibagian dada lengan dan sela- sela jari terdapat papul
kemerahan erosi, serta eksoriasi .
idea : suami pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakit
yang diderita istrinya bisa sembuh total
concern : suami pasien merasa istrinya tidak nyaman beraktivitas
seperti biasa
ekspektasi : suami pasien mempunyai harapan penyakit istri dapat
segera sembuh dan bisa bekerja seperti biasa
anxiety : suami khawatir jika penyakit istrinya lebih parah
b. Aspek klinis
Diagnosis kerja : Scabies
Diagnosis banding : pedikulosis korporis, dermatitis atopik
c. Aspek faktor intrinsik
29
Perilaku pasien juga mendukung penyebaran tungau dengan mengganti
pakaian satu kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat, tidak
mencuci alas tidur, memakai handuk secara bergantian .
d. Aspek faktor ekstrinsik
Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang
cukup padat.
Ventilasi yang kurang dan jendela rumah yang kurang sehingga
pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang
Kurangnya parilaku pasien dengan membersihkan pakaian dan alat
tidur
3.6. Penatalaksanaan Komprehensif
a. Personal care
Initial planning : usulan pemeriksaan kerokan kulit pada lesi dengan
penambahan KOH 10% -20% untuk memastikan adanya tungau
Non medika mentosa
- Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh tungau.
- Menyarankan pasien untuk menghindari suasana yang lembab dan
keringat berlebihan, mencuci semua alas tidur dengan air panas dan
menjemur di terik matahari setidaknya 3 kali seminggu.
Medika mentosa
- Salep skabimite yang mengandung permetrin 5% dalam krim
digunakan secara menyeluruh mulai dari leher hingga telapak kaki. 30
gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim harus dibersihkan
dengan cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali pemakaian sudah
cukup, namun dapat diulangi seminggu kemudian jika belum sembuh.
Permetrin 5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari 1 bulan
yang terinfeksi oleh neonatal skabies.
Konseling, informasi dan edukasi
30
- edukasi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan
anjuran pakai
- penjelasan kepada keluarga pasien tentang scabies dan edukasi
- edukasi tanda-tanda kegawatan dan kapan di bawa ke rumah sakit
- edukasi pola, jenis pakaian menjaga hygien pasien dan lingkungan
rumah.
Monitoring
Pasien rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terutama
jika tidak ada perbaikan gejala klinis
b. Family focus
Memberikan pengetahuan kepada keluarga pasien pentingnya
penerapan PHBS
Meningkatkan imunitas keluarga dengan makan makanan bergizi dan
menjaga kebersihan keluarga
Memberikan dukungan psikologis dari keluarga
c. Community focus
Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan tenaga medis
lainnya
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar oleh seluruh warga sekitar
3.7. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
3.8. Edukasi
Pasien harus menjaga kebersihan tubuhnya dan anaknya dengan mandi
secara teratur, tidak menggunakan handuk secara bergantian dan mencuci
pakaian dengan air bersih, sabun cuci dan menjemurnya sampai kering,
membersihkan rumah secara teratur mencuci alas tidur dengan air
31
mendidih, menjemurnya di terik matahari menjemur kasur setidaknya 3
kali seminggu
Menggunakan obat secara teratur dan sesuai anjuran pakai .
BAB IV
32
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Diagnosa Holistik
Ny. E usia 38 tahun hidup dalam satu keluarga yang terdiri dari pasien,
suami dan keempat anaknya. Sehingga berbentuk nuclear family .Ny.E menderita
scabies dibagian dada lengan dan sela- sela jari terdapat papul kemerahan erosi,
serta eksoriasi
idea : suami pasien berpikir bahwa dengan berobat penyakit
yang diderita istrinya bisa sembuh total
concern : suami pasien merasa istrinya tidak nyaman beraktivitas
seperti biasa
ekspektasi : suami pasien mempunyai harapan penyakit istri dapat
segera sembuh dan bisa bekerja seperti biasa
anxiety : suami khawatir jika penyakit istrinya lebih parah
Diagnosis kerja : Scabies
Diagnosis banding : pedikulosis korporis, dermatitis atopik
Aspek faktor intrinsik
Perilaku pasien juga mendukung penyebaran tungau dengan mengganti
pakaian satu kali sehari, dan tidak mengganti pakaian saat berkeringat, tidak
mencuci alas tidur, memakai handuk secara bergantian .
Aspek faktor ekstrinsik
Lingkungan sekitar rumah pasien dengan kepadatan penduduk yang
cukup padat.
Ventilasi yang kurang dan jendela rumah yang kurang sehingga
pencahayaan dan pertukaran udara menjadi kurang
33
Kurangnya parilaku pasien dengan membersihkan pakaian dan alat
tidur
4.2 Saran
Personal care
Initial planning : usulan pemeriksaan kerokan kulit pada lesi dengan
penambahan KOH 10% -20% untuk memastikan adanya tungau
Non medika mentosa
- Menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh tungau
- Menyarankan pasien untuk menghindari suasana yang lembab dan
keringat berlebihan, mencuci semua alas tidur dengan air panas dan
menjemur di terik matahari setidaknya 3 kali seminggu
Medika mentosa
- Salep scabimite yang mengandung permetrin 5% dalam krim
digunakan secara menyeluruh mulai dari leher hingga telapak kaki. 30
gram biasanya cukup untuk dosis dewasa. Krim harus dibersihkan dengan
cara mandi setelah 8-14 jam. Biasanya sekali pemakaian sudah cukup,
namun dapat diulangi seminggu kemudian jika belum sembuh. Permetrin
5% aman digunakan pada bayi usia kurang dari 1 bulan yang terinfeksi
oleh neonatal skabies.
Konseling, informasi dan edukasi
- edukasi untuk menggunakan obat secara teratur sesuai dengan
anjuran pakai
- penjelasan kepada keluarga pasien tentang scabies dan edukasi
- edukasi tanda-tanda kegawatan dan kapan di bawa ke rumah sakit
- edukasi pola, jenis pakaian menjaga hygien pasien dan lingkungan
rumah.
34
Monitoring
Pasien rutin memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan terutama
jika tidak ada perbaikan gejala klinis
Family focus
Memberikan pengetahuan kepada keluarga pasien pentingnya
penerapan PHBS
Meningkatkan imunitas keluarga dengan makan makanan bergizi dan
menjaga kebersihan keluarga
Memberikan dukungan psikologis dari keluarga
Community focus
Pasien mendapatkan dukungan psikologis dari dokter dan tenaga medis
lainnya
Menjaga kebersihan lingkungan sekitar oleh seluruh warga sekitar
DAFTAR PUSTAKA
35
1 Handoko, Ronny P. Skabies. Prof. Dr. dr. Adhi Juanda. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Jakarta: FK UI. 2008. Hal 122-125.
2 Gandahusada, Prof. dr Srisasi, dkk. Parasitologi kedokteran edisi ke-
3,1998. Gaya Baru. Jakarta.
3 Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1109204-overview
4 Goldstein, BG, and AO Goldstein. Scabies. Robert PD and Moise LL.Up
To Date literature review version 17.3.
5 Chosidow, O. Scabies. N Engl J Med 2006; 354: 1718-27
6 Currie, BJ, and JS McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. N
Engl J Med 2010; 362:717-25
7 Cordoro, KM. Dermatologic Manifestation of Scabies: Treatment and
Medication. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1109204- treatment.
36