scabies

13
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA Rifki Muslih 1) Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Silinwangi ([email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2) Abstrak Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Personal hygiene diduga berperan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur) dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang berumur 10-16 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung dengan jumlah sampel 83 orang sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Analisis statistik menggunakan Chi-square dan dilakukan perhitungan Prevalensi Odds Ratio (POR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian skabies di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya adalah 42.2%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yang mempunyai hubungan dengan kejadian skabies yaitu variabel kebersihan kuku (p = 0.007 , POR = 3.833 95% CI = 1.527 – 9.624 ), kebiasaan ganti pakaian ( p = 0.005 , POR = 4.339 95% CI = 1.639 – 11.487 ), penggunaan handuk bersama ( p = 0.004 , POR = 4.588 95% CI = 1.718 – 12.252 ), menjemur kasur (p = 0.028 , POR = 3.055 95% CI = 1.223 – 7.632 ), sedangkan satu variable tidak mempunyai hubungan yaitu variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies (p = 0.157 , POR = 3.103 95% CI = 0.719 – 13.395 ). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan kontinyu kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies. Kata Kunci : Personal Hygiene, Skabies.

Upload: nanda-satria-editama

Post on 01-Jan-2016

402 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Scabies

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG

KABUPATEN TASIKMALAYA

Rifki Muslih 1)

Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2)

Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Silinwangi ([email protected]) 1)

Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2)

Abstrak

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Personal hygiene diduga berperan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur) dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang berumur 10-16 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung dengan jumlah sampel 83 orang sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Analisis statistik menggunakan Chi-square dan dilakukan perhitungan Prevalensi Odds Ratio (POR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian skabies di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya adalah 42.2%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yang mempunyai hubungan dengan kejadian skabies yaitu variabel kebersihan kuku (p = 0.007 , POR = 3.833 95% CI = 1.527 – 9.624 ), kebiasaan ganti pakaian ( p = 0.005 , POR = 4.339 95% CI = 1.639 – 11.487 ), penggunaan handuk bersama ( p = 0.004 , POR = 4.588 95% CI = 1.718 – 12.252 ), menjemur kasur (p = 0.028 , POR = 3.055 95% CI = 1.223 – 7.632 ), sedangkan satu variable tidak mempunyai hubungan yaitu variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies (p = 0.157 , POR = 3.103 95% CI = 0.719 – 13.395 ). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan kontinyu kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies. Kata Kunci : Personal Hygiene, Skabies.

Page 2: Scabies

THE CORRELATION PERSONAL HYGIENE WITH INCIDENCE OF SCABIES ON THE STUDENT AT BOARDING SCHOOL CIPASUNG

TASIKMALAYA

Abstract Scabies is the disease skin that cause of infestasi and sensitisasi toward tungau sarcoptes scabei varietas humanis. Personal hygiene suspected cause the incidence of scabies to the student in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The aims of this research is to know the relation of personal hygiene (bathing habits, nail hygiene, the habit of changing clothes, using towel turns and drying mattress) with incidence of scabies towards the students in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The research design was cross sectional survey method. The population in this research was all of the students age 10-16 years old who lived in the boarding school Cipasung with sample of 83 people, the sampel taken with simple random sampling technique. Data collected consist of primary data and secondary data obtained through interview and direct observation. The analysis statistic using Chi-square and Prevalensi Odds Ratio (POR) The results of research show that the prevalence of scabies incidence in boarding school Cipasung Tasikmalaya was 42.2%. Based on the results of the statistical test and Chi-Square test showing that from the variable researched have relation with incidence of scabies that was variable of nail hygiene (p = 0.007, POR = 3833 95% CI = 1527-9624), the habit of changing clothes (p = 0.005, POR = 4339 95% CI = 1639-11487), using towel turns (p = 0.004, POR = 4588 95% CI = 1718-12252), drying the mattress (p = 0028, POR = 3055 95% CI = 1223-7632), but one of variable has no relation that was the variable of bathing habit with the incidence of scabies (p = 0157, POR = 3103 95% CI = 0719-13395). Recommended to do counseling about how to clean and healthy pattern of life (PHBS) intensive and continuously to the students so that they can apply in their daily life so that they can prevented of various of diseases especially scabies. Keywords: Personal Hygiene, scabies.

Page 3: Scabies

I. PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Menurut

departemen kesehatan RI, prevalensi skabies menduduki urutan ke tiga dari 12

penyakit kulit tersering. Di bagian kulit dan kelamin FKUI/RSCM pada tahun

1999, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.

Pada tahun 2000 dan 2001 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9% (Sungkar, S,

2002).

Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit skabies dan salah

satunya ialah higiene personal, higiene personal berasal dari bahasa yunani yaitu:

higiene berarti sehat dan personal yang artinya perorangan. Kebersihan

perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan

seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2003).

Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan

kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang

dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga

kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan frekuensi

mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau tidak ketika mandi), tangan dan

kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur (Badri, 2008).

Data pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya menunjukan

bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti

malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Data

penyakit skabies sendiri di Kabupaten tasikmalaya berdasarkan golongan umur

yaitu pada umur 1-4 tahun prevalensi skabies adalah 4%, pada golongan umur 5-

44 tahun prevalensinya 6%, umur 45-59 sebanyak 16% prevalensinya dan pada

golongan umur >60 tahun untuk prevalensi skabies 19%.

Menurut petugas kesehatan di Poskestren pada bulan Juni dan Juli tahun

2009 di pesantren ini pernah terjadi wabah penyakit Skabies atau buduk yang

angka prevalensinya mencapai 55% dari jumlah keseluruhan santri yang ada.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas poskestren di tahun 2011 angka

kejadian sekabies pada santri termasuk ke dalam 10 besar penyakit, yaitu 90

penderita (23,5%) dari jumlah pasien yang berobat ke poskestren dan prevalensi

Page 4: Scabies

terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak 94,4%, ini di karenakan

kurangnya kesadaran santri terhadap personal hygiene sehingga mereka terkena

penyakit skabies.

Maka dengan demikian berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik untuk

meneliti “Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Pada Santri

Di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya”.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bersifat

menjelaskan, yaitu menjelaskan antar variabel melalui Hipotesis. Metode yang

digunakan metode survei, dengan pendekatan Cross Sectional, dimana

pengamatan dilakukan hanya sekali pada waktu bersamaan.

Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang berumur 10-16 tahun yang

tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya dengan jumlah 105

orang. Sedangkan sampelnya sebanyak 83 orang diambil dengan teknik sampel

acak sederhana (simple random sampling).

Instrumen penelitian yang digunakan adalah melalui wawancara dan

observasi dengan semua responden yang dilakukan peneliti menggunakan

kuesioner. Meliputi pertanyaan Personal Hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan

kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur)

pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung terhadap Kejadian Skabies, sedangkan

untuk mendiagnosis kejadian skabies pada santri dilakukan pemeriksaan oleh

petugas kesehatan.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis Univariat

Analisis yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat

distribusi dari variabel-variabel yang diteliti baik dari variabel yang terikat

maupun variabel yang bebas dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah uji korelasi, tujuan dari analisis bivariat yaitu untuk

menentukan hubungan antara variable bebas dan terikat yang dilakukan

dengan uji Chi square dengan nilai kemaknaan p value = 0,05.

Page 5: Scabies

III. PEMBAHASAN

1. Lokasi Penelitian

Pondok Pesantren Cipasung ialah salah satu pesantren terbesar yang

ada di kabupaten tasikmalaya yang letaknya berada di kecamatan singaparna.

Jumlah keseluruhan santri yang ada di Pondok Pesantren Cipasung hampir

mencapai 100 orang, terdiri dari sekitar 46.3% santri laki-laki dan sisanya

santri perempuan sebanyak 53.7% mereka tersebar di beberapa asrama

pemondokan terdiri dari 8 asrama Laki-laki dan 7 Asrama Perempuan.

2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil observasi dan analisis data didapat bahwa

responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita skabies

yaitu 63,9% sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan hanya

sebanyak 38,1%. Prevalensi terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu

sebanyak 94,4%.

3. Hasil Penelitian

Hubungan kebiasaan mandi dengan kejadian Skabies Pada Santri Di

Pondok Pesantren Cipasung

Tabel 1 : Hubungan Antara Kebiasaan Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012

Kebiasaan Mandi

Kejadian Skabies Pada Santri Total

Nilai p

OR (CI 95%) Ya Tidak

f % f % f %

Buruk Baik

6 29

66.7 39.2

3 45

33.3 60.8

9 74

100 100 0.157

3.103 (0.719-13.395)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang memiliki kebiasaan mandi buruk (66.7%), dibandingkan

dengan responden yang memiliki kebiasaan mandi baik (39.2%). Hasil uji

Chi-square antara variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies didapat

nilai p = 0.157 menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara

kebiasaan mandi dengan kejadian skabies, di peroleh bahwa responden yang

mempunyai kebiasaan mandi dalam kategori baik proporsi menderita skabies

Page 6: Scabies

(42.2%) sedangkan pada responden yang memiliki kebiasaan mandi dalam

kategori buruk jauh lebih besar proporsi menderita skabies (66.7%).

Secara teori disebutkan bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari

secara teratur dan menggunakan sabun merupakan salah satu cara untuk

menjaga kebersihan diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan

pintu masuknya kutu sarkoptes scabiei sehingga menimbulkan terowongan

dengan garis ke abu-abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa

menekan dalam pembuatan lorong pada kulit oleh kutu (Iskandar : 2000)

Hasil dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang

dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki

kebiasaan mandi <2 dalam sehari hanya sebanyak 10.8% sedangkan santri

yang memiliki kebiasaan mandi ≥2 dalam sehari sebanyak 89.2%. meskipun

frekuensi kebiasaan mandi ≥2 sangat tinggi tetapi angka kejadian skabies

masih tetap tinggi karena dengan mandi saja tidak cukup untuk mencegah

kejadian skabies, masih ada faktor lainnya (menggunakan handuk bersama

dengan teman dan kebiasaan mengganti pakaian) yang dapat mempengaruhi

penyakit skabies sehingga prevalensi skabies masih cukup tinggi.

Hubungan Kebersihan kuku dengan kejadian Skabies Pada Santri Di

Pondok Pesantren Cipasung

Tabel 2 : Hubungan Antara Kebersihan Kuku Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012

Kebersihan Kuku

Kejadian Skabies Pada Santri

Total Nilai

p OR (CI 95%) Ya Tidak

f % f % f %

Buruk Baik

23 12

59 27.3

16 32

41 72.7

39 44

100 100 0.007

3.833 (1.527-9.624)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang memiliki Kebersihan kuku buruk (59%), dibandingkan

dengan responden yang memiliki kebersihan kuku baik (27%). Hasil uji Chi-

square antara variabel kebersihan kuku dengan kejadian skabies mempunyai

Page 7: Scabies

nilai p = 0.007 menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan kuku

dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan

kukunya buruk, proporsi menderita skabies (59%) sedangkan pada responden

yang kebersihan kukunya baik, proporsi menderita skabies (27%). Hasil POR

menunjukkan responden yang kebersihan kukunya buruk 3.833 kali

berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang kebersihan

kukunya baik.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok

Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan tangan

dan kuku secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian scabies di

Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,029 (p < 0,05).

Dikulit, kutu ini membuat lubang dan bertelur sehingga terjadi bintik-

bintik kecil dan gatal dan berisi cairan atau nanah. Skabies ini semakin parah

bila digaruk karena kuman di kuku tangan yang panjang dan kotor

menginfeksi kulit dan menimbulkan bisul-bisul. Maka untuk mencegah

penularan atau mengurangi skabies, kuku tangan harus tetap pendek dan

bersih (Santosa:2002)

Teori yang dikemukakan sesuai dengan hasil penelitian, berdasarkan

analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki kuku bersih dan pendek

sebanyak 53% sedangkan santri yang memiliki kuku panjang dan kotor

sebanyak 47%. Beberapa penyebab masih adanya santri yang memiliki kuku

panjang dan kotor diantanya yaitu mereka malas untuk memotong kuku serta

membersihkannya, tidak punya gunting kuku, karena kesibukan dan tidak

memperdulikannya.

Page 8: Scabies

Hubungan kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan kejadian

Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung

Tabel 3 : Hubungan Antara Kebiasaan Mengganti Pakaian Sehabis Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012

Mengganti Pakaian Sehabis Mandi

Kejadian Skabies Pada Santri

Total Nilai

p OR (CI 95%) Ya Tidak

F % f % f %

Tidak Ya

27 22

56.2 22.9

21 27

43.8 77.1

48 35

100 100 0.005

4.339 (1.639-11.487)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang tidak mengganti pakaian sehabis mandi (56.2%),

dibandingkan dengan responden yang mengganti pakaian sehabis mandi

(22.9%). Hasil uji Chi-square antara variabel Kebiasaan ganti pakaian dengan

kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.005 menunjukkan adanya hubungan

antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies diperoleh bahwa

responden yeng tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi

dengan yang bersih, proporsi menderita skabies (56.2%) sedangkan pada

responden yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan

yang bersih sebanyak (22.9%). Hasil POR menunjukkan responden yang

tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang

bersih 4.339 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden

yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang

bersih.

Secara teori disebutkan kebersihan diri merupakan faktor penting

dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan

terhindar dari penyakit seperti skabies. Cara menjaga kebersihan diri dapat

dilakukan dengan mengganti pakaian sehabis mandi dengan pakaian yang

habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur di bawah sinar matahari

dan di setrika (Wolf, 2000)

Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang telah

dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang biasa

Page 9: Scabies

mengganti pakaian sehabis mandi sebanyak 53% sedangkan santri yang tidak

biasa mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih sebanyak 57.8%,

ini di karnakan mereka menganggap pakaian yang baru sekali dipakai itu

masih bersih dan malas untuk mencuci.

Hubungan penggunaan handuk bersama dengan kejadian Skabies Pada

Santri Di Pondok Pesantren Cipasung

Tabel 4 : Hubungan Antara Menggunakan Handuk Bersama Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012

Menggunakan Handuk Bersama

Kejadian Skabies Pada Santri Total

Nilai p

OR (CI 95%) Ya Tidak

f % f % f %

Ya Tidak

18 17

66.7 30.4

9 39

33.3 69.6

27 56

100 100 0.004

4.588 (1.718-12.252)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang menggunakan handuk bersama (66.7%), dibandingkan

dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30.4%). Hasil

uji Chi-square antara variabel penggunaan handuk bersama dengan kejadian

skabies mempunyai nilai p = 0.004 menunjukkan adanya hubungan antara

penggunaan handuk bersama dengan kejadian skabies diperoleh bahwa

responden yang menggunakan handuk bersama, proporsi menderita skabies

(66.7%) sedangkan pada responden yang tidak menggunakan handuk

bersama, proporsi menderita skabies (30.4%). Hasil POR menunjukkan

responden yang menggunakan handuk bersama 4.588 kali berpeluang untuk

menderita skabies dari pada responden yang tidak menggunakan handuk

bersama.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) di Pondok

Pesantren Lamongan bahwa perilaku yang mendukung terjadinya skabies

adalah sering bergantian handuk dengan teman. Menurut mansyur (2007)

penularan skabies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.

Page 10: Scabies

Berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang tidak

menggunakan handuk bersama dengan teman sebanyak 67.5%, sedangkan

santri yang menggunakan handuk bersma dengan teman sebanyak 32.5%, ini

disebabkan mereka yang menggunakan handuk bersama dengan temannya

handuknya kotor dan malas untuk mencuci lalu meminjam handuk temannya

serta ada pula yang handuknya sudah tidak layak pakai sehingga meminjam

handuk temannya.

Hubungan menjemur kasur dengan kejadian Skabies Pada Santri Di

Pondok Pesantren Cipasung

Tabel 5 : Hubungan Antara Menjemur Kasur Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012

Menjemur Kasur

Kejadian Skabies Pada Santri

Total Nilai

p OR (CI 95%) Ya Tidak

f % F % f %

Tidak Ya

24 11

54.5 28.2

20 28

45.5 71.8

44 39

100 100 0.028

3.055 (1.223-7.632)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi

pada responden yang tidak menjemur kasur (54.5%), dibandingkan dengan

responden yang menjemur kasur (28.2%). Hasil uji Chi-square antara

variabel menjemur kasur dengan kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.028

menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal 2 minggu

sekali dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang tidak

menjemur kasur minimal 2 minggu sekali, proporsi menderita skabies

(54.5%) sedangkan pada responden yang menjemur kasur minimal 2 minggu

sekali, proporsi menderita skabies (28.2%). Hasil POR menunjukkan

responden yang tidak menjemur kasur minimal 2 minggu sekali 3.055 kali

berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang menjemur

kasur minimal 2 minggu sekali.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok

Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan Tempat

Page 11: Scabies

Tidur dan Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian

scabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,000(p

< 0,05).

Kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tidur.

Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka perlu

menjemur kasur minimal 2 seminggu sekali karena tanpa disadari kasur juga

bisa menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar

yang berubah rubah ( Siregar (1996) yang dikutip Ruteng 2007 ).

Berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang menjemur kasur

minimal seminggu sekali sebanyak 47%, sedangkan yang tidak menjemur

kasur minimal 2 minggu sekali sebanyak 53% ini di karenakan mereka

menganggap bahwa menjemur kasur itu tidak penting, malas, tidak sempet

karena kesibukan.

IV. PENUTUP

1. Simpulan

a. Tidak ada hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian skabies.

b. Ada hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian skabies.

c. Ada hubungan antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies.

d. Ada hubungan antara penggunaan handuk bersama dengan kejadian

skabies.

e. Ada hubungan antara menjemur kasur dengan kejadian skabies.

2. Saran

Bagi pesantren sebaiknya memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara

pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan berkala kepada santri

agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga

dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies.

Page 12: Scabies

DAFTAR PUSTAKA

Badri, (2008). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung.

http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk gdl-grey- 2008-

mohbadri-2623&node=146&start=141 yang diakses bulan Mei 2011

Djoko Santosa. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit. Penebar Swadaya. Jakarta,

2002.

Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua.

Jakarta : FKUI.

Frenki, 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit Kulit

Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel

Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, Sumatra Utara.

Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.

Iskandar. T. 2000. Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia serta

Penanggulangannya. Wartozoa. Vol. 10, No. 1 th 2000. Hal 28-34

Lomeshow. Stanley. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Ma’Rufi, 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi

Penyakit Kabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 2 No 1, Surabaya.

Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan

Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal 63-67

Notoatmojo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta :

Rineka Cipta.

Sadana, (2007). Untuk Pengobatan Scabies. Jakarta. Dibuka pada website

http://yosefw.wordpress.com/2007/12/30/krim-permethrin-5-untuk

pengobatan-scabies/

Sungkar, 2002. Kejadian Scabies Di Indonesia. Di akses dari

http;//www.republika.com

Tarwoto dan Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan

Edisi pertama. Salemba Medika.

Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada website http://www.

webhealthcenter.com, Jakarta

Page 13: Scabies

Wolf, LV dkk, 2000. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Penerbit Gunung Agung,

Jakarta.