scabies
TRANSCRIPT
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG
KABUPATEN TASIKMALAYA
Rifki Muslih 1)
Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2)
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik Universitas Silinwangi ([email protected]) 1)
Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2)
Abstrak
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Personal hygiene diduga berperan terhadap kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur) dengan kejadian skabies pada santri di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan metode survey. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh santri yang berumur 10-16 tahun yang tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung dengan jumlah sampel 83 orang sampel diambil dengan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui wawancara dan observasi langsung. Analisis statistik menggunakan Chi-square dan dilakukan perhitungan Prevalensi Odds Ratio (POR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian skabies di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya adalah 42.2%. Berdasarkan hasil uji statistik dengan uji Chi-Square menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yang mempunyai hubungan dengan kejadian skabies yaitu variabel kebersihan kuku (p = 0.007 , POR = 3.833 95% CI = 1.527 – 9.624 ), kebiasaan ganti pakaian ( p = 0.005 , POR = 4.339 95% CI = 1.639 – 11.487 ), penggunaan handuk bersama ( p = 0.004 , POR = 4.588 95% CI = 1.718 – 12.252 ), menjemur kasur (p = 0.028 , POR = 3.055 95% CI = 1.223 – 7.632 ), sedangkan satu variable tidak mempunyai hubungan yaitu variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies (p = 0.157 , POR = 3.103 95% CI = 0.719 – 13.395 ). Disarankan untuk dilakukan penyuluhan tentang bagaimana cara pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan kontinyu kepada santri agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies. Kata Kunci : Personal Hygiene, Skabies.
THE CORRELATION PERSONAL HYGIENE WITH INCIDENCE OF SCABIES ON THE STUDENT AT BOARDING SCHOOL CIPASUNG
TASIKMALAYA
Abstract Scabies is the disease skin that cause of infestasi and sensitisasi toward tungau sarcoptes scabei varietas humanis. Personal hygiene suspected cause the incidence of scabies to the student in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The aims of this research is to know the relation of personal hygiene (bathing habits, nail hygiene, the habit of changing clothes, using towel turns and drying mattress) with incidence of scabies towards the students in boarding school Cipasung Tasikmalaya. The research design was cross sectional survey method. The population in this research was all of the students age 10-16 years old who lived in the boarding school Cipasung with sample of 83 people, the sampel taken with simple random sampling technique. Data collected consist of primary data and secondary data obtained through interview and direct observation. The analysis statistic using Chi-square and Prevalensi Odds Ratio (POR) The results of research show that the prevalence of scabies incidence in boarding school Cipasung Tasikmalaya was 42.2%. Based on the results of the statistical test and Chi-Square test showing that from the variable researched have relation with incidence of scabies that was variable of nail hygiene (p = 0.007, POR = 3833 95% CI = 1527-9624), the habit of changing clothes (p = 0.005, POR = 4339 95% CI = 1639-11487), using towel turns (p = 0.004, POR = 4588 95% CI = 1718-12252), drying the mattress (p = 0028, POR = 3055 95% CI = 1223-7632), but one of variable has no relation that was the variable of bathing habit with the incidence of scabies (p = 0157, POR = 3103 95% CI = 0719-13395). Recommended to do counseling about how to clean and healthy pattern of life (PHBS) intensive and continuously to the students so that they can apply in their daily life so that they can prevented of various of diseases especially scabies. Keywords: Personal Hygiene, scabies.
I. PENDAHULUAN
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau Sarcoptes scabei varietas humonis. Menurut
departemen kesehatan RI, prevalensi skabies menduduki urutan ke tiga dari 12
penyakit kulit tersering. Di bagian kulit dan kelamin FKUI/RSCM pada tahun
1999, dijumpai 704 kasus skabies yang merupakan 5,77% dari seluruh kasus baru.
Pada tahun 2000 dan 2001 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9% (Sungkar, S,
2002).
Banyak faktor yang dapat menyebabkan penyakit skabies dan salah
satunya ialah higiene personal, higiene personal berasal dari bahasa yunani yaitu:
higiene berarti sehat dan personal yang artinya perorangan. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2003).
Pemeliharaan kebersihan diri berarti tindakan memelihara kebersihan dan
kesehatan diri sesorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya. Seseorang
dikatakan memiliki kebersihan diri baik apabila, orang tersebut dapat menjaga
kebersihan tubuhnya yang meliputi kebersihan kulit (dilihat berdasarkan frekuensi
mandi dalam sehari, menggunakan sabun atau tidak ketika mandi), tangan dan
kuku, pakaian, handuk dan tempat tidur (Badri, 2008).
Data pola penyakit yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya menunjukan
bahwa penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat seperti
malaria, demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya termasuk skabies. Data
penyakit skabies sendiri di Kabupaten tasikmalaya berdasarkan golongan umur
yaitu pada umur 1-4 tahun prevalensi skabies adalah 4%, pada golongan umur 5-
44 tahun prevalensinya 6%, umur 45-59 sebanyak 16% prevalensinya dan pada
golongan umur >60 tahun untuk prevalensi skabies 19%.
Menurut petugas kesehatan di Poskestren pada bulan Juni dan Juli tahun
2009 di pesantren ini pernah terjadi wabah penyakit Skabies atau buduk yang
angka prevalensinya mencapai 55% dari jumlah keseluruhan santri yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas poskestren di tahun 2011 angka
kejadian sekabies pada santri termasuk ke dalam 10 besar penyakit, yaitu 90
penderita (23,5%) dari jumlah pasien yang berobat ke poskestren dan prevalensi
terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu sebanyak 94,4%, ini di karenakan
kurangnya kesadaran santri terhadap personal hygiene sehingga mereka terkena
penyakit skabies.
Maka dengan demikian berdasarkan paparan di atas peneliti tertarik untuk
meneliti “Hubungan Personal Hygiene Dengan Kejadian Skabies Pada Santri
Di Pondok Pesantren Cipasung Kabupaten Tasikmalaya”.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bersifat
menjelaskan, yaitu menjelaskan antar variabel melalui Hipotesis. Metode yang
digunakan metode survei, dengan pendekatan Cross Sectional, dimana
pengamatan dilakukan hanya sekali pada waktu bersamaan.
Populasi dalam penelitian ini adalah santri yang berumur 10-16 tahun yang
tinggal menetap di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya dengan jumlah 105
orang. Sedangkan sampelnya sebanyak 83 orang diambil dengan teknik sampel
acak sederhana (simple random sampling).
Instrumen penelitian yang digunakan adalah melalui wawancara dan
observasi dengan semua responden yang dilakukan peneliti menggunakan
kuesioner. Meliputi pertanyaan Personal Hygiene (kebiasaan mandi, kebersihan
kuku, kebiasaan ganti pakaian, penggunaan handuk bersama dan menjemur kasur)
pada Santri di Pondok Pesantren Cipasung terhadap Kejadian Skabies, sedangkan
untuk mendiagnosis kejadian skabies pada santri dilakukan pemeriksaan oleh
petugas kesehatan.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis yang digunakan dengan menjabarkan secara deskriptif untuk melihat
distribusi dari variabel-variabel yang diteliti baik dari variabel yang terikat
maupun variabel yang bebas dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah uji korelasi, tujuan dari analisis bivariat yaitu untuk
menentukan hubungan antara variable bebas dan terikat yang dilakukan
dengan uji Chi square dengan nilai kemaknaan p value = 0,05.
III. PEMBAHASAN
1. Lokasi Penelitian
Pondok Pesantren Cipasung ialah salah satu pesantren terbesar yang
ada di kabupaten tasikmalaya yang letaknya berada di kecamatan singaparna.
Jumlah keseluruhan santri yang ada di Pondok Pesantren Cipasung hampir
mencapai 100 orang, terdiri dari sekitar 46.3% santri laki-laki dan sisanya
santri perempuan sebanyak 53.7% mereka tersebar di beberapa asrama
pemondokan terdiri dari 8 asrama Laki-laki dan 7 Asrama Perempuan.
2. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil observasi dan analisis data didapat bahwa
responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita skabies
yaitu 63,9% sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan hanya
sebanyak 38,1%. Prevalensi terbanyak pada usia antara 10-16 tahun yaitu
sebanyak 94,4%.
3. Hasil Penelitian
Hubungan kebiasaan mandi dengan kejadian Skabies Pada Santri Di
Pondok Pesantren Cipasung
Tabel 1 : Hubungan Antara Kebiasaan Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Kebiasaan Mandi
Kejadian Skabies Pada Santri Total
Nilai p
OR (CI 95%) Ya Tidak
f % f % f %
Buruk Baik
6 29
66.7 39.2
3 45
33.3 60.8
9 74
100 100 0.157
3.103 (0.719-13.395)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang memiliki kebiasaan mandi buruk (66.7%), dibandingkan
dengan responden yang memiliki kebiasaan mandi baik (39.2%). Hasil uji
Chi-square antara variabel kebiasaan mandi dengan kejadian skabies didapat
nilai p = 0.157 menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara
kebiasaan mandi dengan kejadian skabies, di peroleh bahwa responden yang
mempunyai kebiasaan mandi dalam kategori baik proporsi menderita skabies
(42.2%) sedangkan pada responden yang memiliki kebiasaan mandi dalam
kategori buruk jauh lebih besar proporsi menderita skabies (66.7%).
Secara teori disebutkan bahwa mandi setiap hari minimal 2 kali sehari
secara teratur dan menggunakan sabun merupakan salah satu cara untuk
menjaga kebersihan diri terutama kebersihan kulit, karena kulit merupakan
pintu masuknya kutu sarkoptes scabiei sehingga menimbulkan terowongan
dengan garis ke abu-abuan. Bila kulit bersih dan terpelihara maka bisa
menekan dalam pembuatan lorong pada kulit oleh kutu (Iskandar : 2000)
Hasil dalam penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang
dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki
kebiasaan mandi <2 dalam sehari hanya sebanyak 10.8% sedangkan santri
yang memiliki kebiasaan mandi ≥2 dalam sehari sebanyak 89.2%. meskipun
frekuensi kebiasaan mandi ≥2 sangat tinggi tetapi angka kejadian skabies
masih tetap tinggi karena dengan mandi saja tidak cukup untuk mencegah
kejadian skabies, masih ada faktor lainnya (menggunakan handuk bersama
dengan teman dan kebiasaan mengganti pakaian) yang dapat mempengaruhi
penyakit skabies sehingga prevalensi skabies masih cukup tinggi.
Hubungan Kebersihan kuku dengan kejadian Skabies Pada Santri Di
Pondok Pesantren Cipasung
Tabel 2 : Hubungan Antara Kebersihan Kuku Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Kebersihan Kuku
Kejadian Skabies Pada Santri
Total Nilai
p OR (CI 95%) Ya Tidak
f % f % f %
Buruk Baik
23 12
59 27.3
16 32
41 72.7
39 44
100 100 0.007
3.833 (1.527-9.624)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang memiliki Kebersihan kuku buruk (59%), dibandingkan
dengan responden yang memiliki kebersihan kuku baik (27%). Hasil uji Chi-
square antara variabel kebersihan kuku dengan kejadian skabies mempunyai
nilai p = 0.007 menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan kuku
dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang kebersihan
kukunya buruk, proporsi menderita skabies (59%) sedangkan pada responden
yang kebersihan kukunya baik, proporsi menderita skabies (27%). Hasil POR
menunjukkan responden yang kebersihan kukunya buruk 3.833 kali
berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang kebersihan
kukunya baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok
Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan tangan
dan kuku secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian scabies di
Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,029 (p < 0,05).
Dikulit, kutu ini membuat lubang dan bertelur sehingga terjadi bintik-
bintik kecil dan gatal dan berisi cairan atau nanah. Skabies ini semakin parah
bila digaruk karena kuman di kuku tangan yang panjang dan kotor
menginfeksi kulit dan menimbulkan bisul-bisul. Maka untuk mencegah
penularan atau mengurangi skabies, kuku tangan harus tetap pendek dan
bersih (Santosa:2002)
Teori yang dikemukakan sesuai dengan hasil penelitian, berdasarkan
analisis distribusi frekuensi santri yang memiliki kuku bersih dan pendek
sebanyak 53% sedangkan santri yang memiliki kuku panjang dan kotor
sebanyak 47%. Beberapa penyebab masih adanya santri yang memiliki kuku
panjang dan kotor diantanya yaitu mereka malas untuk memotong kuku serta
membersihkannya, tidak punya gunting kuku, karena kesibukan dan tidak
memperdulikannya.
Hubungan kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan kejadian
Skabies Pada Santri Di Pondok Pesantren Cipasung
Tabel 3 : Hubungan Antara Kebiasaan Mengganti Pakaian Sehabis Mandi Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Mengganti Pakaian Sehabis Mandi
Kejadian Skabies Pada Santri
Total Nilai
p OR (CI 95%) Ya Tidak
F % f % f %
Tidak Ya
27 22
56.2 22.9
21 27
43.8 77.1
48 35
100 100 0.005
4.339 (1.639-11.487)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang tidak mengganti pakaian sehabis mandi (56.2%),
dibandingkan dengan responden yang mengganti pakaian sehabis mandi
(22.9%). Hasil uji Chi-square antara variabel Kebiasaan ganti pakaian dengan
kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.005 menunjukkan adanya hubungan
antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies diperoleh bahwa
responden yeng tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi
dengan yang bersih, proporsi menderita skabies (56.2%) sedangkan pada
responden yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan
yang bersih sebanyak (22.9%). Hasil POR menunjukkan responden yang
tidak memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang
bersih 4.339 kali berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden
yang memiliki kebiasaan mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang
bersih.
Secara teori disebutkan kebersihan diri merupakan faktor penting
dalam usaha pemeliharaan kesehatan, agar kita selalu dapat hidup sehat dan
terhindar dari penyakit seperti skabies. Cara menjaga kebersihan diri dapat
dilakukan dengan mengganti pakaian sehabis mandi dengan pakaian yang
habis dicuci bersih dengan sabun/detergen, dijemur di bawah sinar matahari
dan di setrika (Wolf, 2000)
Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan teori yang telah
dikemukakan, berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang biasa
mengganti pakaian sehabis mandi sebanyak 53% sedangkan santri yang tidak
biasa mengganti pakaian sehabis mandi dengan yang bersih sebanyak 57.8%,
ini di karnakan mereka menganggap pakaian yang baru sekali dipakai itu
masih bersih dan malas untuk mencuci.
Hubungan penggunaan handuk bersama dengan kejadian Skabies Pada
Santri Di Pondok Pesantren Cipasung
Tabel 4 : Hubungan Antara Menggunakan Handuk Bersama Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Menggunakan Handuk Bersama
Kejadian Skabies Pada Santri Total
Nilai p
OR (CI 95%) Ya Tidak
f % f % f %
Ya Tidak
18 17
66.7 30.4
9 39
33.3 69.6
27 56
100 100 0.004
4.588 (1.718-12.252)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang menggunakan handuk bersama (66.7%), dibandingkan
dengan responden yang tidak menggunakan handuk bersama (30.4%). Hasil
uji Chi-square antara variabel penggunaan handuk bersama dengan kejadian
skabies mempunyai nilai p = 0.004 menunjukkan adanya hubungan antara
penggunaan handuk bersama dengan kejadian skabies diperoleh bahwa
responden yang menggunakan handuk bersama, proporsi menderita skabies
(66.7%) sedangkan pada responden yang tidak menggunakan handuk
bersama, proporsi menderita skabies (30.4%). Hasil POR menunjukkan
responden yang menggunakan handuk bersama 4.588 kali berpeluang untuk
menderita skabies dari pada responden yang tidak menggunakan handuk
bersama.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ma’rufi (2005) di Pondok
Pesantren Lamongan bahwa perilaku yang mendukung terjadinya skabies
adalah sering bergantian handuk dengan teman. Menurut mansyur (2007)
penularan skabies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui
perlengkapan tidur, pakaian atau handuk.
Berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang tidak
menggunakan handuk bersama dengan teman sebanyak 67.5%, sedangkan
santri yang menggunakan handuk bersma dengan teman sebanyak 32.5%, ini
disebabkan mereka yang menggunakan handuk bersama dengan temannya
handuknya kotor dan malas untuk mencuci lalu meminjam handuk temannya
serta ada pula yang handuknya sudah tidak layak pakai sehingga meminjam
handuk temannya.
Hubungan menjemur kasur dengan kejadian Skabies Pada Santri Di
Pondok Pesantren Cipasung
Tabel 5 : Hubungan Antara Menjemur Kasur Dengan Kejadian Skabies Pada Santri Di Pesantren Cipasung Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012
Menjemur Kasur
Kejadian Skabies Pada Santri
Total Nilai
p OR (CI 95%) Ya Tidak
f % F % f %
Tidak Ya
24 11
54.5 28.2
20 28
45.5 71.8
44 39
100 100 0.028
3.055 (1.223-7.632)
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan kejadian skabies lebih tinggi
pada responden yang tidak menjemur kasur (54.5%), dibandingkan dengan
responden yang menjemur kasur (28.2%). Hasil uji Chi-square antara
variabel menjemur kasur dengan kejadian skabies mempunyai nilai p = 0.028
menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal 2 minggu
sekali dengan kejadian skabies diperoleh bahwa responden yang tidak
menjemur kasur minimal 2 minggu sekali, proporsi menderita skabies
(54.5%) sedangkan pada responden yang menjemur kasur minimal 2 minggu
sekali, proporsi menderita skabies (28.2%). Hasil POR menunjukkan
responden yang tidak menjemur kasur minimal 2 minggu sekali 3.055 kali
berpeluang untuk menderita skabies dari pada responden yang menjemur
kasur minimal 2 minggu sekali.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki (2011) di Pondok
Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru antara variabel Kebersihan Tempat
Tidur dan Sprei secara signifikan mempunyai hubungan dengan kejadian
scabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru dengan nilai p = 0,000(p
< 0,05).
Kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tidur.
Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka perlu
menjemur kasur minimal 2 seminggu sekali karena tanpa disadari kasur juga
bisa menjadi lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar
yang berubah rubah ( Siregar (1996) yang dikutip Ruteng 2007 ).
Berdasarkan analisis distribusi frekuensi santri yang menjemur kasur
minimal seminggu sekali sebanyak 47%, sedangkan yang tidak menjemur
kasur minimal 2 minggu sekali sebanyak 53% ini di karenakan mereka
menganggap bahwa menjemur kasur itu tidak penting, malas, tidak sempet
karena kesibukan.
IV. PENUTUP
1. Simpulan
a. Tidak ada hubungan antara kebiasaan mandi dengan kejadian skabies.
b. Ada hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian skabies.
c. Ada hubungan antara kebiasaan ganti pakaian dengan kejadian skabies.
d. Ada hubungan antara penggunaan handuk bersama dengan kejadian
skabies.
e. Ada hubungan antara menjemur kasur dengan kejadian skabies.
2. Saran
Bagi pesantren sebaiknya memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara
pola hidup bersih dan sehat (PHBS) secara intensif dan berkala kepada santri
agar mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat mencegah datangnya berbagai penyakit khususnya skabies.
DAFTAR PUSTAKA
Badri, (2008). Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bandung.
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk gdl-grey- 2008-
mohbadri-2623&node=146&start=141 yang diakses bulan Mei 2011
Djoko Santosa. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Kulit. Penebar Swadaya. Jakarta,
2002.
Djuanda, A. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kedua.
Jakarta : FKUI.
Frenki, 2011. Hubungan Personal Hygiene Santri Dengan Kejadian Penyakit Kulit
Infeksi Skabies Dan Tinjauan Sanitasi Lingkungan Pesantren Darel
Hikmah Kota Pekanbaru Tahun 2011. Skripsi, Sumatra Utara.
Harahap. M. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates.
Iskandar. T. 2000. Masalah Skabies Pada Hewan dan Manusia serta
Penanggulangannya. Wartozoa. Vol. 10, No. 1 th 2000. Hal 28-34
Lomeshow. Stanley. 1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Ma’Rufi, 2005. Faktor Sanitasi Lingkungan Yang Berperan Terhadap Prevalensi
Penyakit Kabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol 2 No 1, Surabaya.
Mansyur. M. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Penatalaksanaan
Skabies Anak Usia Pra-Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia. Hal 63-67
Notoatmojo. S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta :
Rineka Cipta.
Sadana, (2007). Untuk Pengobatan Scabies. Jakarta. Dibuka pada website
http://yosefw.wordpress.com/2007/12/30/krim-permethrin-5-untuk
pengobatan-scabies/
Sungkar, 2002. Kejadian Scabies Di Indonesia. Di akses dari
http;//www.republika.com
Tarwoto dan Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi pertama. Salemba Medika.
Webhealthcenter. (2006). Personal Hygiene. Dibuka pada website http://www.
webhealthcenter.com, Jakarta
Wolf, LV dkk, 2000. Dasar-Dasar Ilmu Keperawatan. Penerbit Gunung Agung,
Jakarta.