sarasehan konsep budaya jawa kampung tinthir · pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus...

17
1 SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR Disusun untuk MemenuhiTugas Akhir Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara Dosen Pengampu: Ranang Agung Sugihartono S.Pd., M.Sn Program Studi Televisi dan Film Jurusan Seni Media Rekam Disusun oleh: APRIANI DWI RESMIYATI 16148117 HIMA LAILY MADU 16148112 FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA SURAKARTA 2018

Upload: dinhhuong

Post on 03-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

1

SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA

KAMPUNG TINTHIR

Disusun untuk MemenuhiTugas Akhir Mata Kuliah Wawasan Budaya Nusantara

Dosen Pengampu: Ranang Agung Sugihartono S.Pd., M.Sn

Program Studi Televisi dan Film

Jurusan Seni Media Rekam

Disusun oleh:

APRIANI DWI RESMIYATI 16148117

HIMA LAILY MADU 16148112

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT SENI INDONESIA

SURAKARTA

2018

Page 2: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan berkat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun Laporan

Kegiatan Acara Ngeger Kampung Tinthir ke V ini dengan baik dan benar, serta

tepat pada waktunya. Dalam laporan ini kami akan menjabarkan mengenai

kegiatan Sarasehan yang kami ikuti pada pembukaan acara Ngèngèr Kampung

Tinthir ke V

Laporan kegiatan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Wawasan

Budaya Nusantara yang dibimbing oleh Ranang Agung Sugihartono., S.Pd.,

M.Sn. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan laporan ini, terutama kepada narasumber

Bapak Jero Mangku Djito Warsono, Yona Arthea, dan Mr. Patrick.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada

laporan ini. Oleh karena itu, kami mengundang pembaca untuk memberikan saran

serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat

kami harapkan untuk penyempurnaan desain produksi selanjutnya.

Akhir kata semoga laporan kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi

kita semua.

Surakarta, 16 Juli 2018.

Penyusun

Page 3: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

3

DAFTAR ISI

A. PENDAHULUAN .......................................................................................... 4

B. METODE ........................................................................................................ 6

C. PEMBAHASAN ............................................................................................. 8

D. PENUTUP.................................................................................................... 156

Page 4: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

4

A. PENDAHULUAN

Acara Gelar Budaya Ngèngèr Kampung Thintir, Dusun Demping, Desa

Anggrasmanis, Jenawi, Karanganyar dilaksanakan untuk memperingati

munculnya wuku wayang pada tiap 210 hari Sabtu Kliwon sampai Minggu

Legi pada kalender Jawa yang bertepatan dengan tanggal 21-22 September

2018. Acara ini berisikan adat budaya spiritual warga setempat. Thintir

diambil sebagai simbol penerangan di dalam kegelapan. Di dalam acara ini,

warga dan peserta acara akan bersama melakukan kirab budaya nusantara

sebagai simbol kemerdekaan nusantara. Kirab dilakukan dengan mengelilingi

jalan desa berbentuk angka delapan yang berarti hidup tidak akan terputus

dan juga sebagai simbol sapta-brata yang berarti delapan laku dalam

kehidupan yang sebaiknya dilakukan sebagai makhluk sosial.

Gambar 1. Gapura Kampung Tinthir

(foto: Hima Laily Madu, 21 September 2018)

Acara berlangsung selama dua hari satu malam. Kegiatan diawali

dengan pembukaan dan doa bersama, kemudian sosialisasi Kampung Tinthir

bersama warga. Mempelajari bagaimana pembuatan tumpeng sego kokoh,

dan janur banten atau sesaji. Ilmu akan sangat tumpah ruah melalui Sarasehan

bersama Jero Mangku Djito sebagai pemangku adat setempat, Mr Ananda

Markus Osari selaku budayawan asal Finlandia dan juga Prof Dr Dharsono,

Page 5: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

5

M.Sn. dari ISI Surakarta. Kegiatan lainnya seperti melakukan ngopi bareng

bersama Sri Kesimpar, Sri Gumantung, Sri Pengadeg, Sri Kependem, dan Sri

Kuncung. Selain itu terdapat sesi relaksasi malam dan juga olahraga berupa

yoga di Menara Dewa bersama Mr. Ananda Markus Osari. Peserta akan

diantar mengenal berbagai situs yang ada di kampung Tinthir.

Gambar 2. Tugu Kampung Tinthir

(Foto: Apriani Dwi Resmiyati, 21 September 2018)

Puncak acara dari Ngèngèr Kampung Tinthir adalah pembukaan

Jajanan Naliko Semono oleh Bupati Karanganyar yang kemudian dilanjutkan

prosesi Upacara Kampung Tinthir dan Gelaran Budaya Kampung Tinthir

sarat akan budaya spiritual yang akan memberi pengalaman tak tergantikan

bagi peserta acara tersebut.

Page 6: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

6

B. METODE

Kami memulai observasi dengan mendatangi lokasi diadakannya acara

Ngèngèr Kampung Tinthir ke V yaitu di Dusun Demping, Kecamatan Jenawi,

Karanganyar. Setibanya kami di Dusun Demping, ternyata acara masih belum

dimulai, padahal jika sesuai rundown, Sarasehan I seharusnya dilaksanakan

pukul 10.30 WIB.

Pada pukul 13.30 WIB acara Sarasehan Ipn baru dimulai. Kami duduk

bersama mahasiswa dari ISI Surakarta (peserta) yang ada disana,

mendengarkan penjelasan sang pemangku adat mengenai adat budaya

setempat. Tak hanya Jero Mangku Djito yang merupakan pemangku adat, Mr.

Patrick dan Yuna, selakusalah satu Panitia Ngèngèr Kampung Tinthir.

Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke

Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

salah satu Panitia Ngèngèr Kampung Tinthir, yang menemani pemangku

adatpun ikut menjawab beberapa pertanyaan yang kami ajukan. Pertanyaan-

pertanyaan yang kami ajukan juga tidak hanya mengenai Sarasehan I saja,

tapi mengenai acara Ngèngèr Kampung Tinthir secara umum juga.

Gambar 3. Wawancara narasumber sarasehan Dari kiri, Mr. Patrick, Pemangku

Adat, Yuna, dan kami (penulis).

(Foto: Zenita Novelia D, 21 September 2018)

Page 7: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

7

Pada hari pertama, terdapat dua kegiatan Sarasehan, keduanya dengan

Pemangku Adat Jero Mangku Djito. Kamipun bertanya perbedaan dua

Sarasehan tersebut. Di sisi lain, Sarasehan I yang seharusnya dilaksanakan

pukul 10.30 WIB, namun baru terlaksana pukul 13.00 sampai sekitar pukul

15.30. Sedangkan menurut rundown acara, Sarasehan II dilaksanakan pukul

16.30. Yuna, selaku Panitia Ngèngèr Kampung Tinthir, menjawab,

sebenarnya tadi hanya membahas tentang desa/kampung ini, untuk

mempersingkat waktu, Sarasehan I dan II dijadikan satu. (Wawancara, Yuna,

21/09/2018)

Dalam proses observasi melalui pengamatan, kami menyimpulkan bahwa

tujuan dari acara Sarasehan I adalah memperkenalkan kepada peserta

mengenai desa tersebut dan mengenal lebih dekat dengan Pemangku Adat

Jero Mangku Djito. Ketika Pemangku Adat Jero Mangku Djito ditanya

mengenai hal ini, beliau menjawab bahwa dalam Sarasehan tidak ada

pemaksaan ataupun penawaran, pengetahuan ini (read: budaya Desa Tinthir)

layak kami kenal atau abaikan itu terserah. Beliau hanya mempunyai tugas

untuk menyampaikan pesan saja. (Wawancara, Pemangku Adat Jero Mangku

Djito, 21/09/2018)

Dalam akhir acara Sarasehan, panitia menyediakan singkong goreng

untuk dimakan bersama. Kamipun menanyakan hal tersebut kepada

Pemangku Adat Jero Mangku Djito, apakah terdapat filosofi di dalamnya.

Pemangku adat menjawab bahwa singkong adalah Sri Pala Kependem. Beliau

berkata simbol kesaktian adalah pala-palaan, bukan nasi. Karna kalau

memakan pala membuat kuat, sedangkan nasi membuat lemas. Singkong juga

layak dipadukan dengan kopi. (Wawancara, Pemangku Adat Jero Mangku

Djito, 21/09/2018)

Page 8: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

8

C. PEMBAHASAN

1. Konsep dari kegiatan Sarasehan dengan Bapak Jero Mangku Djito

Kegiatan Sarasehanadalah salah satu rangkaian acara Wisata

Ngèngèr Kampung Tinthir ke V di Dusun Demping, Desa Anggramanis,

Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Kegiatan tersebut

dilaksanakan pukul 13.30 WIB merupakan kegiatan yang berisikan

bincang-bincang ringan mengenai budaya setempat bersama pemangku

adat bernama Jero Mangku Djito dan orang-orang yang berkaitan dengan

acara Ngèngèr Kampung Tinthir ini. Peserta Sarasehan kali ini merupakan

mahasiswa Televisi dan Film ISI Surakarta angkatan tahun 2018 yang

ikut serta mengamati kebudayaan setempat dan acara Ngèngèr Kampung

Tinthir ini. Sarasehan ini dilakukan di rumah salah satu warga yang

digunakan untuk menginap para peserta.

Gambar 3. Peserta yang mengikuti acara Sarasehan

(Foto: Apriani Dwi Resmiyati, 21 September 2018)

Konsep dari kegiatan Sarasehan dengan Bapak Jero Mangku Djito

sebagai salah satu pembukaan dari acara Ngèngèr Kampung Tinthir ke V

adalah untuk mengkaji budaya, sosial, alam, dan sepatah kata filsafat

Jowo Jawoto, JowoJawi, Jowo Jewawut melalui bincang-bincang dengan

peserta yang mengikuti acara Ngèngèr Kampung Tinthir ke V. Bincang-

bincang ini sebagai perkenalan awal mengenai tema yang diambil pada

acara Ngèngèr Kampung Tinthir ke V, yaitu Jowo Jawoto, JowoJawi,

Page 9: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

9

Jowo Jewawut yang digunakan untuk memahami titik imbang mencari

jalan kedamaian hati, kedamaian keluarga, kedamaian lingkungan yang

akan mampu membawa kedamaian nusantara.1

Gambar 4. Narasumber ketika Sarasehan (Dari kiri, Mr. Patrick, Jero

Mangku Djito, Yuna)

(foto: Hima Laily Madu, 21 September 2018)

Pada kegiatan Sarasehan ini, dari pihak penyelenggara acara

Ngèngèr Kampung Tinthir ke V menyebarkan makalah dalam bentuk

softfile mengenai budaya setempat. Makalah tersebut juga berisi mengenai

nama-nama situs yang ada di Dusun Demping, yaitu situs Dosomolo, situs

Sendang Panguripan, situs Sendang Kamulyan, situs Wijoyo Kusumo,

situs Pura Indra Loka Marga Dharma, situs Menara Dewa, dan situs Batu

Pamuksan. Pemangku adat, Bapak Jero Mangku Djito, menjelaskan

makna atau filosofi dari situs-situs tersebut pada kegiatan Sarasehan ini.

Selain menjelaskan mengenai situs-situs yang terdapat di Dusun

Demping, Jero Mangku Djito juga menjelaskan mengenai acara yang

akan segera diselenggarakan, yaitu Gelar Budaya Kampung Tinthir yang

diadakan di Dukuh Demping Desa Angrasmanis. Beliau menjelaskan

bahwa nanti akan ada kirab budaya nusantara. Dimulai dari kirab senjata

1 Jero Mangku Djito Warsono dalam makalah Konsep Budaya Jowo Jawoto, Jowo Jawi,

Jowo Jewawut. Karanganyar

Page 10: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

10

Nawa Sanga yang menjadi simbol Senopati Projo, kemudian disusul

dengan iringan Bapak H. Drs. Juliatmono, MM, sebagai Bupati

Karanganyar beserta rombongan. Lalu dilanjutkan dengan simbol raja dan

sentono dalem, punggowo, pamong praja sebagai lambang pengayom.

Rohaniawan juga mengikuti kirab sebagai simbol Brahmana

disusul dengan Cantrika yang disimbolkan oleh grup Pembelajar Spiritual

Alam. Lalu akan ada kirab ogoh-ogoh kolo bendono dan manusia purba

sebagai simbol pemurnian. Yang terakhir dalam barisan kirab adalah reog

sebagai simbol kesaktian. Jero Mangku Djito menjelaskan bahwa ogoh-

ogoh yang dikirab tesebut nantinya akan menjadi semakin berat, dan

belau mengajak mahasiswa yang berani dan kuat untuk membantu

membawa ogoh-ogoh tersebut dikarenakan kurangnya orang yang akan

membawa ogoh-ogoh tersebut.

Kirab budaya nusantara difilosofikan dengan Hasta dharmaning

urip. Hasta adalah angka delapan dalam Bahasa Sansekerta, sesuai

dengan rute kirab di Dukuh Demping yang jalannya membentuk angka

delapan (hasta brata). Sebagaimana yang dijelaskan oleh Jero Mangku

Djito bahwa sapta brata adalah delapan laku yang dipahami di setiap

hidup, antara lain:

1. Hambek hanuraga, daripada naikkan bendera, lebih baik lembah

manah.

2. Tresno asih marang sesami, mencintai sesama dan kesamaan.

3. Tandhuk halis ulat manis, kalau bertemu teman jangan ngucir

lambe (tidak pernah senyum)

4. Ing cipto demen tetulung atau suka tolong menolong dalam

kebaikan

5. Adoh panggawe cidro

6. Ora kena gawe rusak

7. Ojo gawe serik

Page 11: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

11

8. Ngalah tan hang gunggung diri2

Acara ini sesungguhnya untuk memperingati wuku wayang yang

datang pada sabtu kliwon dan akan berakhir pada minggu legi. Yang

mereka angkat lebih kepada tiap energi yang ada pada tiap-tiap hidup.

Artinya ada pikiran ada rasa, rasa memerlukan cahaya, tiap kehidupan

memerlukan pikiran. Tinthir sebagai simbol upacaranya berarti

penerangan secara nyata untuk menerangi cahaya sejati yang sudah ada

dalam pribadi tiap hidup, ada upacara dengan sesaji pula dengan doa

khusus untuk nusantara dengan judul Menuju Kerahayuning Nusantara.

Mereka membuat panggung kecil sebagai simbol sangga buana, yang

berarti baik buruknya dunia ini tergantung pada manusianya.3

Berdasarkan tanggalan jawa, dilakukan upacara wuku wayang pada

sabtu (9) kliwon (8). Angka 9 ini dibawa oleh Walisongo, kalau dalam

ajaran Hindu oleh Dewata Nawasanga, sedangkan angka 8 adalah Hasta

Bratanya atau pengetahuan. Pasaran kliwon berarti hidup (neptu) 8 Hasta

Brata (9+8=17) adalah simbol kemerdekaan Nusantara 45(4+5=9).

Filosofi sabtu kliwon adalah 9 pengider jagad, 8 hasta brata, jika

ditambahkan menjadi 17 yang difilosofikan dengan tatwa, etika, susila,

dan upacara berarti bakti pada guru atau Tuhan yang nyata. Kemerdekaan

disini dari kata pameksan, hanya terbebas untuk berpikir, belajar,

pokoknya bebas, karna ada tahap marga (keluarga), surga, moksa,

sunyian, dan murja (warisan). Rumusnya untuk waktu memperingati

wuku wayang lebih ke budaya spirit yang dilahirkan dari tatwa, tatwa

masih di dalam, di etika ini lahir, lahir ada susila, setelah susila ada

upacara.4

Ngèngèr Kampung Tinthir ini digabungkan konsepnya dengan budaya

agar menjadi daya tarik dan pengetahuan mengenai simbol budaya yang

2 Jero Mangku Djito Warsono dalam makalah Konsep Budaya Jowo Jawoto, Jowo Jawi,

Jowo Jewawut. Karanganyar 3 Sarasehan 21 September 2018 4 idem

Page 12: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

12

ada, budaya disini diolah dengan spiritual bukan dengan euforia.

Harapannya sebagai generasi muda nantinya bisa melakukan dan paham

filosofi makna dan tujuannya. Tinthir adalah sebuah simbol, tujuannya

adalah menghidupkan pelita, penerangan ke masing-masing hidup.

Semoga ada penerangan dari sang maha hidup sehingga kita berkumpul di

jalan yang lebih baik, selalu diberi kemudahan dalam cara berpikir,

belajar, dan menemukan hal-hal yang baik.5

Ajaran Jowo Jewawut adalah orang yang tidak mau mengenal budaya

maupun agama yang berbahaya bagi nusantara, sedangkan Jowo Jawoto

dan Jowo Jawi artinya kekawin. Nala padhango, nala hati, padhang

terang, hal ini diakibatkan oleh kebenaran. Jiwa/cahyo sebagai nusantara.

Kebenaran ini yang akan menerangi hati, bukan pemenaran. Jika hatimu

terang, jiwamu bercayahaya. Jadilah generasi tangguh dan berprinsip dari

pengaruh-pengaruh tidak jelas dan tidak logis. Kemudian generasi yang

bercahaya ini akan menjadi Jowo Hocahyo yang akan melahirkan

mercusuaring nusantara yang disebut panca dewata, 5 obor besar dalam

satu rangkaian, antara lain: sambu, rudra, maheswara, sangkara, siwa.

Nanti 5 obor yang diarak merupakan simbol pancasila. Dari pancasila

kemudian lahirlah panca warna.

5 Sarasehan, 21 September 2018

Page 13: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

13

2. Bentuk kegiatan, bahasa, tempat, dan proses

Bentuk kegiatan Sarasehan ini adalah bincang-bincang ringan oleh

pemangku adat Jero Mangku Djito ditemani Yuna sebagai perwakilan dari

panitiaNgèngèr Kampung Thintir dan Mr. Patrick sebagai orang yang

memberi testimoni karena adanya budaya dengan diselingi tanya jawab

oleh peserta acara Ngèngèr Kampung Tinthir ke V.

Gambar 5. Mr. Patrick dan Pemangku Adat

(foto: Apriani Dwi Resmiyati, 21 September 2018)

Bahasa yang digunakan umumnya adalah bahasa Indonesia

mengingat bahwa tidak semua peserta acara tersebut dapat berbahasa

Jawa, bahasa khusus yang digunakan adalah bahasa Jawa yang digunakan

sebagai penamaan simbol, atau istilah-istilah kejawaan yang lain, seperti

tema Jowo Jawoto, JowoJawi, Jowo Jewawut, nama-nama situs dan lain

sebagainya.

Proses yang terjadi selama Sarasehan adalah Jero Mangku Djito

menjelaskan mengenai peristiwa adat atau budaya yang akan mereka

laksanakan melalui acara Ngèngèr Kampung Tinthir ke V. Kemudian

dilanjutkan dengan sharing mengenai pengalaman Mr. Patrick yang

hidupnya menjadi lebih seimbang ketika beliau mengenal budaya spiritual

Jawa. Setelah sharing, peserta yang mengikuti acara tersebut

dipersilahkan untuk bertanya, meski tidak banyak hal yang ditanyakan,

Page 14: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

14

penyelenggara acara berharap akan ada banyak pertanyaan mengenai

acara tersebut di lain waktu.

Gambar 6. Mr. Patrick menunjukkan sebuah tongkat yang diberikan oleh

Pemangku Adat

(foto: Apriani Dwi Resmiyati, 21 September 2018)

3. Perangkat yang dipakai dalam kegiatan

Perangkat yang dipakai dalam kegiatan Sarasehan kali ini adalah

meja untuk narasumber. Ketika telah selesai Sarasehan, peserta Sarasehan

dipersilahkan untuk memakan singkong goreng. Sedangkan narasumber

memakan singkong goreng bersama dengan segelas kopi.

Gambar 7. Mr. Patrick dan Jero Mangku Djito menikmati singkong goreng dan

kopi

Page 15: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

15

Gambar 8. Jero Mangku Djito, Yuna menikmati singkong goreng dan kopi

(foto: Apriani Dwi Resmiyati, 21 September 2018)

Page 16: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

16

D. PENUTUP

1. Kesimpulan

Kegiatan Sarasehan dengan Bapak Jero Mangku Djito dalam acara

Ngèngèr Kampung Thintir adalah rangkaian kegiatan yang cukup penting.

Dari kegiatan tersebut kami bisa lebih mengenal dengan acara Ngèngèr

Kampung Thintir, kebudayaan desa tersebut, dan Pemangku Adat Jero

Mangku Djito. Jadi, peserta lebih paham ketika mengikuti rangkaian acara

dalam Ngèngèr Kampung Thintir karena telah mendapat penjelasan

mengenai acara tersebut pada sesi sarasehan.

Kesan mendalamyang kami dapatkan adalah hanya dari sesi

sarasehan saja kami dapat mengenal atau mengetahui beberapa budaya

spiritual jawa yang sebelumnya tidak kami tahu. Kami diberitahu tentang

hasta-brata dan tingkah laku dengan sesama hidup.

Nilai yg bisa dijadikan inspirasi adalah pada dasarnya simbol-

simbol memang ada disekitar kita, namun kita hanya kurang bisa melihat

simbol tersebut. Tiap-tiap simbol memiliki makna atau cerita menarik

yang bisa digunakan sebagai inspirasi dalam Televisi atau Film.

2. Saran

Saran dari kami, lebih bagus jikalau kegiatan tersebut berjalan

sesuai rundown kegiatan. Kemudian, untuk kegiatan observasi di mata

kuliah Wawasan Budaya Nusantara selanjutnya mungkin dipertimbangkan

lagi jarak dan waktunya.

Page 17: SARASEHAN KONSEP BUDAYA JAWA KAMPUNG TINTHIR · Pada saat sesi wawancara, kami tidak hanya terfokus wawancara ke Pemangku Adat Jero Mangku Djito, namun Mr. Patrick dan Yuna, selaku

17

DAFTAR ACUAN

Warsono, Jero Mangku Djito. Konsep Budaya Jowo Jawoto, Jowo Jawi,

Jowo Jewawut. Karanganyar. 2018

Narasumber:

1. Bapak Jero Mangku Djito Warsono sebagai Pemangku Adat dusun

Demping

2. Yona Arthea sebagai perwakilan dari panitia

3. Mr Patrick sebagai orang yang berulang kali mengikuti acara

Kampung Tinthir.