sara sorayya ermuna - 25413056
DESCRIPTION
Paper Sumber Daya LingkunganTRANSCRIPT
HALAMAN DEPAN TUGAS MATA KULIAH
PROGRAM PASCASARJANA PERENCANAAN WILAYAH DAN
KOTA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
SEMESTER 1, 2013-2014
Kode dan Nama Mata
Kuliah
PL 5102 / Environment and Resources
Tugas # 1
Nama Dosen Pengampu Ir. Teti Armiati Argo MES. Ph.d
Judul Tugas Daya Dukung Lahan Kota Banjarbaru Berdasarkan
Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan Lahan
Saya menyatakan bahwa:
- Tugas yang saya kumpulkan ini adalah tugas yang saya kerjakan sendiri dan saya siap bertanggungjawab atas keseluruhan isi;
- Segala usaha untuk menyitir tulisan orang lain (tidak terbatas namun termasuk dari buku, artikel jurnal, tulisan tak terpublikasi, catatan kuliah, tugas mahasiswa lain, dan lainnya) telah direferensikan dengan baik dan benar, sesuai dengan kaidah akademik yang baku dan berlaku, dan;
- Plagiarisme merupakan tindak akademis tak terhormat dan patut mendapatkan sangsi seperti yang tercantum dalam Peraturan Akademik dan Kemahasiswaan ITB tahun 2013.
Nama
Sara Sorayya Ermuna
NIM
25413056
Tanggal Masuk
Tanda Tangan
20 Desember 2013
Daya Dukung Lahan Kota Banjarbaru Berdasarkan Perbandingan Ketersediaan dan Kebutuhan
Lahan
Sara Sorayya Ermuna - 25413056
1. Pendahuluan
Kota Banjarbaru merupakan kota kedua yang terbentuk di Propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1999
setelah memisahkan diri dari Kabupaten Banjar. Selain itu, Kota Banjarbaru juga merupakan salah satu
Kawasan Strategis Propinsi Kalimantan Selatan (KSP Banjar Bakula) bersama dengan Kota Banjarmasin dan
Kabupaten Banjar. Kota Banjarbaru merupakan salah satu kota di Propinsi Kalimantan Selatan yang memiliki
pertumbuhan sangat pesat, baik terhadap indeks pembangunan manusia yang berada pada peringkat 1 untuk
tingkat propinsi serta pertumbuhan pada tingkat perekonomian. Sektor utama adalah perdagangan dan jasa
merupakan sektor basis yang menonjol di Kota Banjarbaru dengan realisasi jumlah PBB yang diterima
sebesar Rp. 21.988.560.590,- dimana melebihi ekspektasi rencana penerimaan target (Kalimantan Selatan
Dalam Angka, 2012) atau menyumbang sebesar 5% dari realisasi pajak bumi dan bangunan di tingkat
propinsi. Perkembangan sektor jasa dan perdagangan di Kota Banjarbaru menyumbang sebesar 19,08% dan
18,52% terhadap pendapatan asli Kota Banjarbaru (BPS Kota Banjarbaru, 2010). Daya tarik yang terdapat di
Kota Banjarbaru berupa sarana yang lengkap, baik sarana pendidikan dimana terdapat beberapa perguruan
tinggi, salah satunya adalah Universitas Lambung Mangkurat, dan sarana lainnya, yakni instansi dan
perkantoran tingkat propinsi yang tersebar di Kota Banjarbaru, sarana perdagangan skala besar, maupun dari
sektor pertambangan adalah pertambangan intan dan emas.
Adanya perkembangan investasi dan usaha di Kota Banjarbaru tentunya akan semakin memberikan daya
tarik Kota Banjarbaru. Hal ini tercermin peningkatan jumlah penduduk di Kota Banjarbaru yang sejak tahun
2008 hingga tahun 2013 memiliki rata-rata pertumbuhan penduduk 7% dengan jumlah penduduk saat ini
sebesar 214287 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 538 jiwa/km2. Di samping itu, jika dilihat
perkembangan ekonomi berdasarkan lapangan usaha, diketahui bahwa sektor pertanian semakin menurun
yang juga diikuti dengan menurunnya jumlah lahan pertanian dan perkebunan (Kota Banjarbaru dalam Angka
2008-2013). Lapangan usaha sektor pertanian pada tahun 2008 memberikan prosentase sebesar 5,59%
terhadap pendapatan daerah Kota Banjarbaru tetapi pada tahun 2012, prosentase pertanian menurun menjadi
3,77%. Hal ini berbanding terbalik dengan perkembangan sektor jasa dan perdagangan yang pada tahun 2008
berturut-turut memberikan kontribusi sebesar 7,45% dan 6,14%. Hingga pada tahun 2013, mengalami
peningkatan secara terus menerus dan stabil pada kedua sektor sebesar 6,72% untuk sektor perdagangan dan
8,1% untuk sektor jasa (Kota Banjarbaru dalam Angka Tahun 2013).
Semakin meningkatnya jumlah penduduk, tentunya lahan yang dibutuhkan akan semakin tinggi pula
terutama untuk kebutuhan lahan perumahan. Hal ini dapat dilihat dari semakin maraknya pembukaan lahan
perumahan di Kota Banjarbaru, terutama di Kecamatan Banjarbaru Utara dan Banjarbaru Selatan. Isu lainnya
yang mendukung pembukaan lahan untuk menjadi lahan terbangun di Kota Banjarbaru adalah pemindahan ibu
kota pemerintahan Kalimantan Selatan dari Kota Banjarmasin ke Kota Banjarbaru. Hal tersebut dapat dilihat
dengan adanya perpindahan kantor pemerintahan berupa Kantor Gubernur dan Sekretaris Daerah sejak tahun
2012 lalu ke Kota Banjarbaru. Selain itu, perkembangan fasilitas dan sarana juga akan semakin meningkat
seiring adanya peningkatan jumlah penduduk. Salah satu pengembangan fasilitas yang menjadi salah satu
magnet Kota Banjarbaru adalah dengan dibangunnya 2 pusat perbelanjaan skala besar dalam kurun waktu 2
tahun terakhir. Oleh karena itu, perlu diketahui daya dukung lahan untuk mengetahui kapasitas daya tampung
Kota Banjarbaru pada saat ini.
Berdasarkan daya dukung lahan tersebut, maka dapat diketahui apakah ketersediaan lahan yang ada di
Kota Banjarbaru dapat menampung jumlah kebutuhan lahan penduduk yang berada di Kota Banjarbaru.
Selain itu, dapat diarahkan beberapa strategi yang sesuai dengan perkembangan Kota Banjarbaru terkait untuk
mengurangi dan mencegah penurunan daya dukung lahan.
2. Rumusan Masalah dan Tujuan
Tulisan ini akan membahas daya dukung lahan Kota Banjarbaru. Hal ini perlu dilakukan mengingat peran
Kota Banjarbaru sebagai salah satu kawasan strategis propinsi, yakni KSP Banjar Bakula. Tulisan ini akan
memaparkan mengenai beberapa hal sebagai berikut.
a. Mengetahui daya dukung lahan Kota Banjarbaru berdasarkan perhitungan dari Permen LH No. 17 Tahun
2009 mengenai daya dukung lingkungan.
b. Memberikan rekomendasi yang sesuai berdasarkan perhitungan daya dukung lahan Kota Banjarbaru.
3. Metodologi
Metodologi yang digunakan untuk pembahasan ini adalah kajian literatur mengenai daya dukung
lingkungan berdasarkan ketersediaan dan kebutuhan lahan. Perhitungan daya dukung lingkungan dihitung
berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009 mengenai daya dukung lahan. Adapun data yang dibutuhkan
untuk menghitung daya dukung lahan adalah sebagai berikut.
a. Jenis dan harga masing-masing komoditas dalam satuan yang telah disamakan. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui total produksi pada masing-masing komoditas dalam 1 tahun. Jenis dan jumlah komoditas
pertanian didapatkan dari Kota Banjarbaru dalam Angka Tahun 2013 (data tahun 2012) serta harga
masing-masing komoditas didapatkan dari data statistik komoditas pertanian tahun 2012.
b. Harga satuan beras di tingkat produsen, dalam hal ini harga satuan beras didapatkan dari data statistik
harga komoditas pertanian tahun 2012 berdasarkan masing-masing propinsi di Indonesia yang
dipublikasikan oleh Kementerian Pertanian.
c. Data mengenai rata-rata produktivitas beras di Kota Banjarbaru yang didapatkan pula dari Kota
Banjarbaru dalam Angka Tahun 2013.
Data yang digunakan merupakan data sekunder, yang sebagian besar merupakan data statistic yang dapat
diakses di website Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Selatan dan Kota Banjarbaru. Selain itu,
ketiadaan data terhadap suatu komoditas disesuaikan terhadap studi terdahulu yang telah dikemukakan
(Meliani, 2013, Daya Dukung Lingkungan Kecamatan Rasau Jaya Berdasarkan Ketersediaan dan Kebutuhan
Lahan). Keseluruhan data tersebut akan digunakan dalam perhitungan ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan
yang mengacu pada Permen LH No. 17 Tahun 2009.
4. Tinjauan Literatur
1) Definisi dan Konsep Daya Dukung Lingkungan
Definisi daya dukung lingkungan menurut UU No. 32 Tahun 2009, daya dukung lingkungan hidup
didefinisikan sebagai kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk
hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Sementara itu, daya dukung menurut Odum (1971) merupakan
salah satu cara dalam mengelola sumber daya dengan mengetahui batasan penggunaan dari suatu wilayah dari
beberapa faktor yang mempengaruhi daya tahan terhadap lingkungan. Hal serupa dikemukakan oleh
Soerianegara (1977) dalam Claroline dimana mendefinisikan daya dukung lingkungan dari perspektif
kebutuhan manusia sebagai jumlah individu yang dapat ditampung oleh satuan luas sumber daya dan
lingkungan dalam keadaan sejahtera. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bahwa
komponen yang berpengaruh dalam penilaian daya dukung lingkungan adalah luas lahan yang tersedia untuk
menunjung kebutuhan manusia.
Selain itu, menurut Lenzen dan Murray (2003) dalam Claroline menyatakan bahwa kebutuhan manusia
akan lingkungan dapat dinyatakan dengan luasan lahan yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan manusia
dan disebut ecological footprint. Sementara itu, Khanna et al (1999) dalam Dwi (2010) dan Claroline
menyatakan bahwa daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2, yakni kapasitas penyediaan (supportive
capacity) dan kapasitas tampung limbah (assimilative capacity). Diketahuinya daya dukung lahan dapat
menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan tata ruang dan evaluasi pemanfaatan ruang, terkait dengan
penyediaan produk hayati yang berkelanjutan melalui upaya pemanfaatan fungsi lingkungan hidup.
Indikator Penilaian Daya Dukung Lingkungan
Sumber: (Rolasisasi; 2007 dalam Claroline;
http://lms.unhas.ac.id/claroline/backends/download.php?url=LzE1LURBWUFfRFVLVU5HLmRvY3g%3D&cidReset=t
rue&cidReq=PSL2310)
Jika digambarkan, ilustrasi mengenai daya dukung terbagi menjadi 4 bagian, yakni.
a. Daya dukung lingkungan maksimum ketikan sumber daya yang ada pada kondisi eksisting telah
dimanfaatkan dalam kondisi maksimal serta melebihi daya dukung sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan populasi.
b. Daya dukung subsistem ketika penggunaan sumber daya melebihi kapasitas daya tampung sumber daya
tetapi populasi belum mencapai titik optimum sehingga melebihi kebutuhan populasi dan diasumsikan
masih dapat melayani kebutuhan populasi dalam beberapa kurun waktu ke depan.
c. Daya dukung suboptimum, ketika penggunaan sumber daya yang ada berada di bawah kebutuhan populasi
d. Daya dukung optimum, terjadi ketika daya tampung sumber daya berada di bawah rata-rata kebutuhan
populasi.
2) Perhitungan daya dukung lingkungan
Perhitungan daya dukung lingkungan dapat dilakukan berdasarkan perhitungan konsumsi energy atau
makanan maupun melalui perhitungan kebutuhan lahan (Rees 1996; Richard 2002 dalam Dwi; 2010).
Perhitungan kebutuhan lahan dapat diklasifikasikan berdasarkan 2 cara, yakni. (PerMen LH No. 17 Tahun
2009 dan Meadows; 1995 dalam Murai;1996)
a. Melalui perhitungan kepadatan penduduk pada wilayah yang dikaji dan disesuaikan dengan jumlah
penduduk yang masih dapat didukung oleh area tersebut (Richard, 2002 dalam Dwi; 2010). Salah satu
kriteria pembangunan berkelanjutan juga dapat ditunjukkan dari kepadatan penduduk dengan tidak
melebihi 50 orang/ha (Meadows;1995 dalam Murai; 1996). Sementara itu, untuk kepadatan penduduk
mencapai 100-150 orang/ha, maka tingkat keberlanjutan dikatakan kritis sedangkan jika lebih dari 200
orang/ha maka arah pembangunan menuju pada tingkat merusak.
b. Melalui pendekatan perhitungan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan bagi penduduk yang hidup di
suatu wilayah sehingga dapat diketahui gambaran umum daya dukung lahan di Kota Banjarbaru berada
pada keadaan surplus atau defisit. Keadaan surplus menunjukkan bahwa ketersediaan lahan di Kota
Banjarbaru masih mencukupi kebutuhan akan produksi hayati setempat. Sementara itu, jika keadaan
defisit menunjukkan bahwa ketersediaan lahan setempat tidak dapat memenuhi kebutuhan terhadap
produksi hayati.
Gambar 1 Diagram Penentuan Daya Dukung Lahan
Sumber: Permen LH No. 17 Tahun 2009
Tabel 1 Penentuan Status Daya Dukung Lahan Berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009 Perhitungan Ketersediaan (Supply) Lahan Penghitungan Kebutuhan (Demand) Lahan
Keterangan:
SL = Ketersediaan lahan (ha)
Pi = Produksi aktual tiap jenis komoditi
(satuan tergantung kepada jenis komoditas)
Komoditas yang diperhitungan meliputi
pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan
dan perikanan.
Hi = Harga satuan tiap jenis komoditas
(Rp/satuan) di tingkat produsen
Keterangan:
DL = Total kebutuhan lahan setara beras (ha)
N = Jumlah penduduk (orang)
KHLL = Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per
penduduk:
a. Luas lahan yang dibutuhkan untuk kebutuhan hidup layak per
penduduk merupakan kebutuhan hidup layak per penduduk dibagi
produktifitas beras lokal.
b. Kebutuhan hidup layak per penduduk diasumsikan sebesar 1 ton
Hb = Harga satuan beras (Rp/kg) di tingkat
produsen
Ptvb = Produktivitas beras (kg/ha)
setara beras/kapita/tahun.
c. Daerah yang tidak memiliki data produktivitas beras lokal, dapat
menggunaan data rata-rata produktivitas beras nasional sebesar
2400 kg/ha/tahun.
Interpretasi
Ketersediaan lahan (Sl) > Kebutuhan lahan (Dl) maka daya dukung
lahan tergolong surplus dan masih dapat menampung hingga mencapai
batas ketersediaan lahannya.
Ketersediaan lahan (Sl) < Kebutuhan Lahan (Dl) maka daya dukung
lahan tergolong defisit dimana ketersediaan lahan eksisting saat ini
sebenarnya sudah tidak mampu untuk menampung kebutuhan lahan
penduduk saat ini. Oleh karena itu, dapat dilakukan beberapa tindakan
intervensi dan strategi yang disesuaikan pada masing-masing wilayah.
Sumber: Permen LH No. 17 Tahun 2009
5. Diskusi dan Pembahasan
Perhitungan ketersediaan lahan didasarkan pada ketersediaan produksi aktual yang terdapat di Kota
Banjarbaru berdasarkan data sekunder yang ada. Diketahui bahwa di Kota Banjarbaru, sektor yang berbasis
sumber daya alam ditunjukkan pada sektor pertanian, dengan komoditas padi lokal dan jagung. Sementara itu,
untuk perkembangan sektor lainnya minim. Data produksi aktual dan produktivitas beras didapatkan dari Kota
Banjarbaru dalam Angka Tahun 2013. Sementara itu, untuk harga satuan setiap jenis komoditas dan harga
beras di tingkat produsen didapatkan dari data Statistik Pertanian Tahun 2012. Hasil perhitungan daya dukung
lahan menunjukkan bahwa ketersediaan lahan di Kota Banjarbaru adalah sebesar 20133,92 Ha dengan
kebutuhan lahan sebesar 60654.18 Ha. Berdasarkan simpulan tersebut, maka dapat diketahui bahwa
ketersediaan lahan di Kota Banjarbaru kurang dari kebutuhan lahan dari penduduk yang terdapat di Kota
Banjarbaru. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi daya dukung lahan di Kota Banjarbaru mengalami
defisit. Jika diilustrasikan berdasarkan pembagian kategori daya dukung lahan yang dikemukakan oleh
Rolasisasi (2007) dalam Claroline, maka Kota Banjarbaru terletak pada kondisi daya dukung maksimum. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa sumber daya yang ada pada kondisi eksisting telah dimanfaatkan secara
maksimal hingga melebihi untuk memenuhi konsumsi populasi. Tabel 2 menunjukkan akumulasi data yang
dibutuhkan untuk setiap komoditas yang terdapat di Kota Banjarbaru hingga akhirnya didapatkan nilai
kebutuhan dan ketersediaan lahan berdasarkan Permen LH No. 17 Tahun 2009.
Penyebab dari menurunnya daya dukung lahan di Kota banjarbaru sangat dipengaruhi oleh penggunaan
lahan produktif dan jumlah penduduk yang ada. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, kepadatan Kota
Banjarbaru mencapai 538 jiwa/km2. Strategi yang dapat dikembangkan untuk mencegah penurunan daya
dukung lahan (Hardjasoemantri; 1989 dalam Meliani; 2013), maka dapat dilakukan beberapa hal sebagai
berikut.
1) Konversi lahan, dengan mengubah jenis penggunaan lahan ke arah usaha yang lebih menguntungkan
dengan menyesuaikan kondisi wilayah. Konversi lahan yang terjadi pada Kota Banjarbaru saat ini
dialihkan pada bentuk-bentuk fungsi terbangun, dan bukan konversi lahan yang bertujuan untuk
mendiversifikasi jenis komoditas yang sesuai. Konsep konversi lahan yang dapat disesuaikan
penerapannya di Kota Banjarbaru disesuaikan dengan perencanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yang dapat dilakukan dengan inventarisasi lingkungan hidup, penetapan wilayah
ekoregion, dan penyusunan RPPLH. Inventarisasi lingkungan hidup dimaksudkan agar dapat diketahui
cadangan sumber daya alam yang sesuai di Kota Banjarbaru. Sementara itu, dalam penetapan wilayah
ecoregion harus mempertimbangkan karakteristik fisik dan binaan kawasan, yakni topografi, iklim, flora
dan fauna, serta tingkat perekonomian dan sosial budaya masyarakat.
2) Intensifikasi lahan, yakni dengan menggunakan teknologi dan inovasi baru dalam bertani. Hal ini dapat
diterapkan dengan dilakukannya konsep urban farming, yakni dengan melakukan penanaman pada lahan
milik sendiri, dan dapat dilakukan di rumah. Adapun jenis tanaman yang dapat dijadikan pilihan dalam
urban farming adalah jenis tanaman dan sayuran yang dapat dikonsumsi oleh manusia.
3) Konservasi lahan, yaitu dengan mencegah atau menetapkan lahan-lahan untuk tidak teralih fungsi menjadi
lahan terbangun.
Bentuk penerapan lainnya untuk mengurangi dan mencegah terjadinya penurunan daya dukung lahan
di Kota Banjarbaru adalah dengan penegasan kebijakan. Sebagaimana diketahui, penerapan kebijakan
mengenai perijinan untuk mendirikan bangunan maupun kajian analisis dampak lingkungan (AMDAL) mudah
diabaikan ketika wilayah tersebut masih memiliki ketersediaan lahan yang luas. Namun, jika hal tersebut terus
menerus dilakuka tentunya akan terjadi konversi lahan tidak terbangun menjadi terbangun. Dampak dari hal
ini sudah dapat dirasakan, dimana saat ini Kota Banjarbaru sangat rawan terhadap banjir dan genangan
(Banjarmasin Post, 2012; Antara News, 2008). Hal ini dimungkinkan salah satunya karena kurangnya area
resapan di Kota Banjarbaru.
Kota Banjarbaru pada dasarnya bukan kota yang berbasis sektor pertanian, sehingga kontribusi dan
luasan lahan pertanian di Kota Banjarbaru cenderung lebih sedikit jika dibandingkan kabupaten lain di
Propinsi Kalimantan Selatan. Sejalan dengan fenomena perkotaan lainnya, dimana kegiatan perkotaan
khususnya diasumsikan pada penerapan kegiatan terbangun dan didukung pula dengan semakin meningkatnya
fasilitas di Kota Banjarbaru pada saat ini. Oleh karena itu, jika kondisi Kota Banjarbaru tidak dapat dibatasi
perkembangannya, maka pemerintah Kota Banjarbaru harus mempertimbangkan untuk memberikan
melakukan imbal jasa lingkungan terhadap kawasan sekitarnya, terutama Kabupaten Tanah Laut yang
memiliki basis utama yakni sektor pertanian dan perkebunan. Fungsi Kota Banjarbaru dalam penerapan imbal
jasa lingkungan ini adalah sebagai penerima jasa dan Kabupaten Tanah Laut sebagai penyedia jasa. Walaupun
tingkat pembangunan dan kepadatan Kota Banjarbaru masih di bawah Kota Banjarmasin sebagai ibukota
Propinsi, tetapi Kota Banjarbaru memiliki nilai ekonomi lahan yang tinggi. Hal ini juga dapat dilihat dari
semakin meningkatnya jumlah penduduk dan fasilitas dimana dapat diasumsikan bahwa preferensi penduduk
yang tinggal di luar Kota Banjarbaru cenderung akan memilih Kota Banjarbaru dibandingkan Kota
Banjarmasin.
Berdasarkan hasil kajian mengenai daya dukung lingkungan, diketahui bahwa Kota Banjarbaru telah
mengalami daya dukung lahan pada kondisi maksimum yang diakibatkan adanya kebutuhan lahan yang jauh
lebih besar dari ketersediaan lahan yang ada untuk memenuhi kebutuhan populasi.
Tabel 2 Perhitungan Ketersediaan Lahan dan Kebutuhan Lahan Kota Banjarbaru
No. Komoditas Satuan Produksi Asumsi berat Produksi (kg) Nilai Satuan (Rp/kg) Nilai Produksi
1 Padi sawah ladang Ton 6988.14 6988140 8950 62543853000
2 Jagung Ton 104
104402 2237.93 233644367.9
3 Ubijalar Ton 165 165000 1500 247500000
4 Sayuran Ton 75924 75924000 4000 303696000000.00
5 Bawang daun Kw 2624 262400 4000 1049600000
6 Sawi Kw 10131 1013100 5627.82 5701544442
7 Kcg panjang Kw 9036 903600 5074.04 4584902544
8 Cabe merah Kw 5260 526000 18052.73 9495735980
9 Cabe rawit Kw 1802 180200 34884.21 6286134642
11 Tomat Kw 5951 595100 9415.93 5603419943
12 Terung Kw 8673 867300 3682.42 3193762866
13 Buncis Kw 4974 497400 6,942.68 3453289032
14 Ketimun Kw 8346 834600 3881.77 3239725242
15 Kangkung Kw 10081 1008100 2819.88 2842721028
16 Bayam Kw 5392 539200 4,310.31 2324119152
19 Durian Kw 268 26800 5000 134000000
22 Jeruk siam Kw 1195 119500 4000.61 478072895
24 Mangga Kw 4560 456000 4701.01 2143660560
25 Nangka Kw 894 89400 3015.71 269604474
27 Pepaya Kw 847 84700 2184.15 184997505
28 Pisang Kw 358 35800 5265.5 188504900
30 Sawo Kw 65 6500 3333.71 21669115
32 Sukun Kw 107 10700 3500 37450000
33 Ikan Mas Ton 118.6 118600 5000 593000000
34 Ikan Nila Ton 500.24 500240 3000 1500720000
35 Ikan Patin Ton 1053.4 1053400 4000 4213600000
36 Ikan Bawal Ton 97.74 97740 5000 488700000
37 Kerbau Ekor 12 350 kg/ekor 4200 44521.29 186989418
38 Sapi Ekor 2275 300 kg/ekor 682500 26,510.92 18093702900
39 Kambing Ekor 3960 3960 1000000/ekor 3960000000
40 Babi Ekor 621 75 kg/ekor 46575 18835.63 877269467.3
41 Ayam buras Ekor 502500 1.8 kg/ekor 904500 36000.00 32562000000
42 Ayam potong Ekor 4170407 2kg/ekor 8340814 18,000 150134652000.00
46 Itik Ekor 14325 2kg/ekor 28650 30000 859500000
47 Karet Ton 548 548000 7780 4263440000
48 Kelapa dalam Ton 90 90000 3,140.79 282671100
49 Kelapa sawit Ton 24 24000 1100 26400000
Total 635996556573.11
Harga satuan beras di Produsen Rp. 8950, 00
Produktivitas beras 3532.93 Kg/Ha
Ketersediaan lahan 20113.92 Ha
Jumlah penduduk Kota Banjarbaru 214287
kebutuhan hidup layak 1 ton/kapita/ha
Rata-rata produktivitas beras 3532.93 kg/ha
Kebutuhan lahan 60654.18 Ha
Perbandingan ketersediaan lahan dan kebutuhan lahan 20113.92 < 60654.18
SL < DL Daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.
Sumber: Kota Banjarbaru dalam Angka Tahun 2013, Statistik Pertanian Tahun 2012, Meliani (2013); Data Diolah
6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa terhadap daya dukung lahan Kota Banjarbaru, diketahui bahwa Kota Banjarbaru
berada pada kelas daya dukung lahan maksimum, dimana telah menggunakan sumber daya yang ada secara
berlebihan. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya perkembangan jumlah penduduk dan ketersediaan sarana
serta prasarana di Kota Banjarbaru yang semakin meningkat. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalisir dan mencegah penurunan daya dukung lahan di Kota Banjarbaru adalah dengan melakukan
tindakan teknis terkait dengan penggunaan lahan di Kota Banjarbaru, maupun dengan penerapan kebijakan
yang lebih ketat terhadap alih fungsi lahan agar sumber daya yang ada saat ini tetap dapat menampung
kebutuhan populasi. Bentuk penerapan kebijakan terhadap alih fungsi lahan terutama dalam aspek perijinan,
dimana sebaiknya setiap pembangunan permukiman dan sarana di Kota Banjarbaru harus memiliki kajian
AMDAL maupun penegasan IMB (Ijin Mendirikan Bangunan).
7. Saran
Data yang dikaji untuk penelitian ini hanya berupa data sekunder yang dapat diakses dengan mudah pada
badan pusat statistik. Kelemahan dari penggunaan data sekunder ini adalah terbatasnya data dan akurasi data.
Oleh karena itu, sebaiknya selain menggunakan data sekunder, dilakukan cross-check terhadap dinas yang
terkait secara langsung, dalam hal ini Dinas Pertanian dan Peternakan Propinsi Kalimantan Selatan agar data
yang didapat lebih akurat dan perhitungan daya dukung lahan dapat secara sesuai menggambarkan kondisi
daya dukung lahan di Kota Banjarbaru.
8. Daftar Pustaka
Anonim. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung
Lingkungan Hidup. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup. 2009.
Anonim. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. 2009.
Anonim. Statistik Harga Komoditas Pertanian Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementerian pertanian. 2012.
Anonim. Kalimantan Selatan Dalam Angka Tahun 2012. Banjarmasin: Badan Pusat Statistik Provinsi
Kalimantan Selatan. 2012.
Anonim. Kota Banjarbaru Dalam Angka Tahun 2012. Banjarbaru: Badan Pusat Statistik Kota Banjarbaru.
2013.
Claroline. Daya Dukung Lingkungan. (Online,
http://lms.unhas.ac.id/claroline/backends/download.php?url=LzE1LURBWUFfRFVLVU5HLmRvY3
g%3D&cidReset=true&cidReq=PSL2310, diakses tanggal 17 Desember 2013).
Dwi, IK. Bab II Tinjauan Pustaka. (Online,
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56552/BAB%20II.%20TINJAUAN%20PUS
TAKA.pdf?sequence=4, diakses 17 Desember 2013). Bogor: IPB. 2010.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Philadelphia. Sounders Company ltd.
Meliani, Diah. 2013. Daya Dukung Lingkungan Kecamatan Rasau Jaya Berdasarkan Ketersediaan
Dan Kebutuhan Lahan. Pontianak: Universitas Tanjungpura. 2013. (Online,
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmtluntan/article/download/1806/1756, diakses tanggal 17
Desember 2013).
Lembar Evaluasi
Nama Mahasiswa: Sara Sorayya Ermuna
NIM: 25413056
No. Tugas: 1
Skema Penilaian Komentar
1. Presentasi paper
Judul, nama, dan NIM tertulis lengkap.
Dicantumkan nomor halaman, font yang terbaca.
Tidak ada lagi kesalahan ketik, kesalahan spelling dan
gramatikal.
Gambar, tabel, dan foto ditempatkan secara tepat dalam teks.
Semua referensi dituliskan mengikuti style guide.
Semua informasi yang dibutuhkan (termasuk lampiran)
tersedia.
2. Organisasi argumen
Judul harus menginformasikan isi tulisan, tidak terlalu
panjang. Tesis dinyatakan tegas.
Tujuan penulisan ternyatakan tepat dan eksplisit.
Tulisan terorganisisr sehingga teridentifikasi sub-bagian dan
diakhiri dengan kesimpulan dan referensi.
Penggunaan bahasa yang spesifik, teratur, dan menunjukkan
ikatan yang jelas dengan pernyataan tesis.
Kesimpulan: secara efektif menutup tulisan, mengikat semua
elemen yang dipertimbangkan sebelumnya.
3. Isi tulisan
Sintesis informasi dilakukan secara detil dan terpaku. Harus
solid, padat, dan teratur.
Mereferensi: variasi sumber/ide yang teriset baik, sumber
informasi berkualitas yang akan mempengaruhi kredibilitas
tulisan.
Jelas, tajam, terbaca dan koheren. Jika diperlukan daftar
singkatan, silakan dilakukan.
Pemasukan yang terlambat ... hari (5% per hari)
Komentar Lanjutan:
Nilai Akhir