salinan dengan rahmat tuhan yang maha esa dewan …

191
SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 /POJK.03/2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa peningkatan kompetisi di industri jasa keuangan, mendorong bank untuk melakukan transformasi dalam menyediakan layanan kepada masyarakat; b. bahwa untuk mendorong transformasi layanan bank, diperlukan dukungan otoritas atas pemanfaatan teknologi agar menghasilkan inovasi dalam menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan nasabah secara dinamis dan tepat sasaran; c. bahwa sebagai salah satu upaya untuk mendukung bank dalam menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan nasabah secara dinamis dan tepat sasaran, diperlukan mekanisme perizinan penyelenggaraan produk yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan prinsip perlindungan nasabah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

Upload: others

Post on 01-Dec-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SALINAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Menimbang : a. bahwa peningkatan kompetisi di industri jasa

keuangan, mendorong bank untuk melakukan

transformasi dalam menyediakan layanan kepada

masyarakat;

b. bahwa untuk mendorong transformasi layanan bank,

diperlukan dukungan otoritas atas pemanfaatan

teknologi agar menghasilkan inovasi dalam

menciptakan layanan yang sesuai dengan kebutuhan

nasabah secara dinamis dan tepat sasaran;

c. bahwa sebagai salah satu upaya untuk mendukung

bank dalam menciptakan layanan yang sesuai dengan

kebutuhan nasabah secara dinamis dan tepat sasaran,

diperlukan mekanisme perizinan penyelenggaraan

produk yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan

prinsip perlindungan nasabah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu

menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

Penyelenggaraan Produk Bank Umum.

- 2 -

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4867);

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud

dengan:

1. Bank Umum yang selanjutnya disebut sebagai Bank

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara

konvensional atau melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya

memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, termasuk

kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar

negeri dan unit usaha syariah.

- 3 -

2. Produk Bank adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh

Bank dalam bentuk penyelenggaraan produk, layanan,

dan/atau jasa untuk kepentingan nasabah.

3. Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam

kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan

oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam

penetapan fatwa di bidang syariah.

4. Rencana Penyelenggaraan Produk Bank yang selanjutnya

disingkat RPPB adalah dokumen yang menjabarkan

rencana penyelenggaraan Produk Bank baru untuk

jangka waktu 1 (satu) tahun yang dimuat dalam rencana

bisnis bank.

5. Rencana Bisnis Bank adalah rencana bisnis sesuai

dengan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

rencana bisnis bank.

Pasal 2

(1) Bank wajib menerapkan manajemen risiko secara efektif

dalam penyelenggaraan Produk Bank.

(2) Produk Bank diselenggarakan dengan memperhatikan

kesesuaian dengan strategi, Rencana Bisnis Bank, dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif

sesuai dengan:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

penerapan manajemen risiko bagi bank umum; atau

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

penerapan manajemen risiko bagi bank umum

syariah dan unit usaha syariah.

Pasal 3

Bank harus memastikan terciptanya konvergensi dalam

penyelenggaraan Produk Bank.

- 4 -

BAB II

PRODUK BANK

Pasal 4

(1) Produk Bank dikelompokkan menjadi:

a. Produk Bank dasar; dan

b. Produk Bank lanjutan.

(2) Produk Bank dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a terdiri atas produk, layanan, dan/atau jasa yang

merupakan kegiatan:

a. penghimpunan dana;

b. penyaluran dana; dan/atau

c. sederhana lain,

yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Produk Bank lanjutan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b merupakan Produk Bank yang:

a. berbasis teknologi informasi;

b. berkaitan dengan penyelenggaraan kegiatan atau

produk lembaga jasa keuangan selain bank;

c. memerlukan persetujuan atau perizinan dari otoritas

lain; dan/atau

d. bersifat kompleks.

(4) Jenis Produk Bank dasar sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) tercantum dalam Lampiran I atau Lampiran II

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan ini.

(5) Otoritas Jasa Keuangan berdasarkan pertimbangan

tertentu dapat menetapkan Produk Bank lanjutan

menjadi Produk Bank dasar.

Pasal 5

(1) Bank harus mencantumkan rencana penyelenggaraan

Produk Bank baru dalam RPPB.

- 5 -

(2) Pencantuman rencana penyelenggaraan Produk Bank

baru dalam RPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

mencakup:

a. Produk Bank dasar; dan/atau

b. Produk Bank lanjutan.

(3) Dalam hal Produk Bank memenuhi kriteria:

a. tidak pernah diselenggarakan sebelumnya oleh

Bank; atau

b. merupakan pengembangan dari Produk Bank yang

mengakibatkan adanya perubahan yang material

terhadap peningkatan eksposur risiko dari Produk

Bank yang telah diselenggarakan sebelumnya,

Produk Bank dikategorikan menjadi Produk Bank baru

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Bank wajib memiliki mekanisme pengukuran atau

penilaian atas materialitas peningkatan eksposur risiko

dari pengembangan Produk Bank.

(5) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa teguran

tertulis.

(6) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa

teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan

belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4), Bank dikenai sanksi administratif berupa:

a. pembekuan Produk Bank tertentu; dan/atau

b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank

baru.

(7) Dalam hal tidak terdapat rencana Produk Bank baru yang

akan diselenggarakan oleh Bank dalam 1 (satu) tahun

kalender, Bank tetap harus menyampaikan RPPB nihil

kepada Otoritas Jasa Keuangan.

- 6 -

BAB III

PENGELOLAAN RISIKO PENYELENGGARAAN PRODUK BANK

Pasal 6

Bank memastikan penerapan manajemen risiko, tata kelola,

dan pengendalian internal atas penyelenggaraan Produk Bank

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan penerapan

manajemen risiko, tata kelola, dan pengendalian internal

secara umum.

Pasal 7

(1) Bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur secara

tertulis untuk mengelola risiko yang melekat pada Produk

Bank.

(2) Kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) paling sedikit mencakup:

a. sistem dan prosedur serta kewenangan dalam

pengelolaan Produk Bank;

b. identifikasi seluruh risiko yang melekat pada Produk

Bank;

c. metode pengukuran dan pemantauan risiko atas

Produk Bank;

d. metode pencatatan akuntansi untuk Produk Bank;

e. analisis aspek hukum Produk Bank; dan

f. transparansi informasi kepada nasabah sesuai

dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.

(3) Bank wajib menerapkan kebijakan dan prosedur

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara konsisten

dan berkesinambungan.

(4) Bank wajib melakukan kaji ulang dan pengkinian

kebijakan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) secara berkala.

(5) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (3), dan/atau ayat (4), dikenai sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

- 7 -

(6) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa

teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan

belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), ayat (3), dan/atau ayat (4), Bank dikenai sanksi

administratif berupa:

a. pembekuan Produk Bank tertentu;

b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank

baru; dan/atau

c. penurunan tingkat kesehatan Bank.

Pasal 8

Dalam penyelenggaraan Produk Bank, Bank harus

memperhatikan paling sedikit terkait:

a. kebutuhan nasabah;

b. kecukupan modal;

c. kesiapan infrastruktur pendukung;

d. kesiapan sumber daya manusia;

e. edukasi nasabah; dan

f. kesesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

BAB IV

MEKANISME PENYELENGGARAAN PRODUK BANK BARU

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru

Pasal 9

(1) Bank yang menyelenggarakan Produk Bank dasar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a

yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 ayat (3), menyampaikan laporan realisasi Produk

Bank dasar baru kepada Otoritas Jasa Keuangan.

- 8 -

(2) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) paling lama 5 (lima) hari kerja

setelah penyelenggaraan Produk Bank dasar baru disertai

dengan dokumen pendukung.

(3) Alur proses penyampaian laporan realisasi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan ini.

(4) Format laporan realisasi dan dokumen pendukung

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

(5) Bank yang terlambat menyampaikan laporan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu

juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan

paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

per laporan.

(6) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) tidak menghilangkan kewajiban

penyampaian laporan bagi Bank yang belum

menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2).

(7) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) namun:

a. dinilai tidak lengkap; dan/atau

b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang

material,

sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

(8) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka

waktu yang telah ditetapkan dalam teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah).

- 9 -

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru

Pasal 10

(1) Bank yang akan menyelenggarakan Produk Bank

lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

huruf b yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (3), wajib memperoleh izin dari Otoritas

Jasa Keuangan.

(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Bank melakukan proyek uji coba terbatas.

(3) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administratif

berupa teguran tertulis dan denda sebesar

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per Produk Bank.

Pasal 11

(1) Bank melakukan proyek uji coba terbatas sesuai dengan

RPPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).

(2) Bank wajib melaporkan rencana pelaksanaan proyek uji

coba terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lama

5 (lima) hari kerja sebelum pelaksanaan proyek uji coba

terbatas.

(3) Rencana pelaksanaan proyek uji coba terbatas

sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit

memuat:

a. jenis Produk Bank lanjutan baru;

b. ruang lingkup proyek uji coba terbatas;

c. jangka waktu pelaksanaan;

d. skenario pelaksanaan; dan

e. pernyataan direksi mengenai tanggung jawab Bank

atas risiko yang timbul selama pelaksanaan proyek

uji coba terbatas yang ditandatangani oleh direktur

yang membawahkan fungsi kepatuhan Bank dan

- 10 -

direktur yang bertanggung jawab atas Produk Bank

lanjutan baru yang akan diselenggarakan.

(4) Bank menetapkan ruang lingkup dan skenario proyek uji

coba terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dengan memperhatikan paling sedikit:

a. kesesuaian dengan tujuan penyelenggaraan Produk

Bank lanjutan baru; dan

b. prinsip perlindungan konsumen.

(5) Selain memperhatikan hal sebagaimana dimaksud pada

ayat (4), Bank yang memanfaatkan teknologi informasi

pada proyek uji coba terbatas perlu memperhatikan

prinsip kehati-hatian dalam penggunaan teknologi

informasi untuk menetapkan ruang lingkup dan skenario

proyek uji coba terbatas.

(6) Muatan pernyataan direksi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) huruf e paling sedikit angka 1 sampai dengan

angka 5 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV

romawi IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

(7) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), dikenai sanksi administratif

berupa teguran tertulis dan denda sebesar

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per Produk Bank.

Pasal 12

(1) Bank mengajukan permohonan izin sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 kepada Otoritas Jasa Keuangan

setelah Bank menyelesaikan seluruh proses proyek uji

coba terbatas.

(2) Bank mengajukan permohonan izin sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sebelum penyelenggaraan Produk

Bank lanjutan baru disertai dengan dokumen

permohonan secara lengkap.

(3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak

permohonan izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan

baru paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah

- 11 -

seluruh persyaratan dipenuhi oleh Bank dan dokumen

permohonan diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa

Keuangan.

(4) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan ini.

(5) Format permohonan izin dan dokumen permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 13

(1) Berdasarkan pertimbangan tertentu, Bank dapat

mengajukan permohonan izin penyelenggaraan Produk

Bank lanjutan baru tanpa melalui proyek uji coba terbatas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2).

(2) Dalam hal permohonan izin diajukan tanpa melalui

proyek uji coba terbatas sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Bank mengajukan permohonan izin

penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru disertai

dengan dokumen permohonan secara lengkap.

(3) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak

permohonan izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan

baru paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah

seluruh persyaratan dipenuhi dan dokumen permohonan

diterima secara lengkap oleh Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan ini.

(5) Format permohonan izin dan dokumen permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

- 12 -

Pasal 14

(1) Bank yang akan menyelenggarakan Produk Bank lanjutan

baru berupa pengembangan Produk Bank lanjutan

berbasis teknologi informasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, dapat dikecualikan dari

pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13.

(2) Dalam hal Bank memenuhi kriteria:

a. memiliki penilaian kualitas penerapan manajemen

risiko secara komposit dengan peringkat 1 (satu) atau

peringkat 2 (dua) berdasarkan penilaian tingkat

kesehatan Bank terakhir;

b. memiliki peringkat faktor good corporate governance

dengan peringkat 1 (satu) atau peringkat 2 (dua)

berdasarkan penilaian tingkat kesehatan Bank

terakhir; dan

c. memiliki infrastruktur teknologi informasi serta

manajemen pengelolaan infrastruktur teknologi

informasi yang memadai,

pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diterapkan.

(3) Bank wajib mengajukan permohonan izin dalam bentuk

pemberitahuan atas rencana penyelenggaraan Produk

Bank lanjutan baru kepada Otoritas Jasa Keuangan

sebelum penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan

dokumen permohonan secara lengkap.

(4) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan tidak menyampaikan

keberatan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja

sejak dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh

Otoritas Jasa Keuangan, izin penyelenggaraan

Produk Bank lanjutan baru yang diajukan oleh Bank

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara

efektif.

- 13 -

(5) Dalam hal rencana penyelenggaraan Produk Bank

lanjutan baru yang disampaikan memenuhi kriteria

tertentu, Otoritas Jasa Keuangan berwenang:

a. meminta Bank untuk tetap memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2),

Pasal 11, dan Pasal 12;

b. meminta Bank untuk tetap memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13; atau

c. melarang penyelenggaraan Produk Bank lanjutan

baru.

(6) Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5)

berupa:

a. tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. belum pernah diselenggarakan oleh Bank

sebelumnya; dan/atau

c. menurut penilaian Otoritas Jasa Keuangan

berpotensi menimbulkan risiko yang cukup

signifikan.

(7) Alur proses permohonan izin sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan ini.

(8) Format permohonan izin dan dokumen permohonan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

(9) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (3), dikenai sanksi administratif berupa teguran

tertulis dan denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus

juta rupiah) per Produk Bank.

- 14 -

Bagian Ketiga

Dokumen Tambahan dan Batas Waktu Penyelenggaraan

Produk Bank Setelah Memperoleh Izin

Pasal 15

Dalam hal terdapat persyaratan dokumen tambahan atas

penyelenggaraan Produk Bank baru yang diatur secara spesifik

dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, selain mengacu

pada persyaratan dokumen dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini, Bank juga harus menyampaikan dokumen

sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 16

(1) Bank harus menyelenggarakan Produk Bank lanjutan

baru paling lama 6 (enam) bulan sejak memperoleh izin

dari Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Apabila Bank tidak menyelenggarakan Produk Bank

lanjutan baru dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak

izin diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan, izin Otoritas

Jasa Keuangan menjadi tidak berlaku.

BAB V

PENGHENTIAN PRODUK BANK

Pasal 17

(1) Penghentian Produk Bank dilakukan atas dasar:

a. inisiatif Bank yang bersangkutan; atau

b. perintah Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Perintah penghentian Produk Bank sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dengan kriteria:

a. Produk Bank:

1) belum memperoleh izin sebagaimana diatur

dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini;

- 15 -

2) tidak sesuai dengan permohonan izin atau

pemberitahuan penyelenggaraan Produk Bank

baru yang disampaikan kepada Otoritas Jasa

Keuangan;

3) tidak sesuai dengan laporan realisasi Produk

Bank;

4) tidak sesuai dengan Prinsip Syariah bagi bank

umum syariah dan unit usaha syariah;

dan/atau

5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

b. berdasarkan evaluasi Otoritas Jasa Keuangan,

penyelenggaraan Produk Bank dinilai atau

berpotensi:

1) menimbulkan kerugian yang material dan/atau

signifikan terhadap kondisi keuangan Bank;

2) meningkatkan risiko hukum atau reputasi Bank

secara signifikan karena adanya pengaduan

atau tuntutan dari nasabah; dan/atau

3) berdampak negatif terhadap stabilitas sistem

keuangan;

c. Bank tidak menerapkan manajemen risiko yang

memadai atas Produk Bank yang diselenggarakan;

dan/atau

d. terdapat pertimbangan lain.

(3) Penghentian Produk Bank sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dapat berlaku sementara maupun

permanen berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 18

(1) Bank yang diperintahkan untuk menghentikan

penyelenggaraan Produk Bank sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib:

a. menghentikan penawaran, penjualan dan/atau

perjanjian atau transaksi baru atas Produk Bank;

- 16 -

b. menyampaikan informasi kepada nasabah atas

penghentian Produk Bank; dan

c. menyampaikan rencana tindak kepada Otoritas Jasa

Keuangan atas penghentian Produk Bank paling

lama 1 (satu) bulan sejak Bank diperintahkan untuk

menghentikan penyelenggaraan Produk Bank dan

mengimplementasikan rencana tindak.

(2) Bank yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dikenai sanksi administratif berupa teguran

tertulis.

(3) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa

teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan

belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), Bank dikenai sanksi administratif berupa:

a. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank

baru; dan/atau

b. penurunan tingkat kesehatan Bank.

BAB VI

PELAPORAN

Pasal 19

(1) Bank wajib menyampaikan RPPB sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (7) paling lambat

pada akhir bulan November sebelum tahun rencana

penyelenggaraan Produk Bank.

(2) Bank dapat melakukan perubahan RPPB yang telah

disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

banyak 3 (tiga) kali, paling lambat pada akhir bulan Maret,

bulan Juni, dan bulan September tahun berjalan.

(3) Otoritas Jasa Keuangan dapat meminta Bank untuk

melakukan penyesuaian terhadap RPPB sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).

- 17 -

(4) Format RPPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini.

Pasal 20

(1) Bank menyampaikan RPPB sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 secara daring melalui sistem pelaporan

Otoritas Jasa Keuangan untuk laporan tidak terstruktur.

(2) Tata cara penyampaian RPPB secara daring sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai pelaporan

bank melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Penyampaian RPPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui sistem elektronik Otoritas Jasa

Keuangan untuk laporan tidak terstruktur dengan tujuan:

a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor

Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi

Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi

Banten; atau

b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor

Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang

berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.

Pasal 21

(1) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi Produk Bank

lanjutan baru paling lama 5 (lima) hari kerja setelah

Produk Bank lanjutan baru diselenggarakan.

(2) Laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

paling sedikit memuat informasi dan penjelasan

mengenai:

a. jenis dan nama Produk Bank lanjutan baru;

b. tanggal penerbitan Produk Bank lanjutan baru; dan

- 18 -

c. kesesuaian antara implementasi dan izin atas Produk

Bank lanjutan baru yang diselenggarakan.

(3) Jangka waktu penyampaian laporan realisasi Produk

Bank lanjutan baru berupa kegiatan berbasis teknologi

informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

huruf a dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan mengenai penyelenggaran layanan

perbankan digital oleh bank umum dan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai layanan keuangan

tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.

(4) Muatan laporan realisasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan mengenai penyelenggaran layanan

perbankan digital oleh bank umum dan ketentuan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai layanan keuangan

tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.

Pasal 22

(1) Bank mencantumkan Produk Bank yang dihentikan

selama tahun berjalan dalam laporan realisasi

penghentian Produk Bank.

(2) Bank wajib menyampaikan laporan realisasi penghentian

Produk Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara

triwulanan untuk posisi bulan Maret, bulan Juni, bulan

September, dan bulan Desember, paling lambat setiap

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah akhir

bulan laporan.

(3) Format laporan realisasi penghentian Produk Bank

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 23

(1) Bank menyampaikan:

a. permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (2) atau Pasal 13 ayat (2); atau

- 19 -

b. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (3);

disertai dengan surat pernyataan yang ditandatangani

oleh direktur yang membawahkan fungsi kepatuhan Bank

dan direktur yang bertanggung jawab atas Produk Bank

yang akan diselenggarakan.

(2) Penyampaian:

a. permohonan izin atau pemberitahuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1);

b. laporan realisasi Produk Bank dasar baru

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);

c. laporan realisasi Produk Bank lanjutan baru

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1); dan

d. laporan realisasi penghentian Produk Bank

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2),

dilakukan secara daring melalui sistem perizinan dan

registrasi terintegrasi Otoritas Jasa Keuangan.

(3) Dalam hal sarana penyampaian sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) belum tersedia, penyampaian dilakukan

melalui sistem pelaporan Otoritas Jasa Keuangan untuk

laporan tidak terstruktur kepada:

a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor

Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi

Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi

Banten; atau

b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor

Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang

berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.

(4) Format surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini.

- 20 -

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian

permohonan izin atau pemberitahuan serta penyampaian

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan

oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 24

(1) Dalam hal terdapat pengembangan teknologi informasi

atas rencana penyelenggaraan Produk Bank lanjutan

berupa kegiatan berbasis teknologi informasi, Bank harus

menyesuaikan laporan rencana pengembangan teknologi

informasi sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko dalam

penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.

(2) Dalam hal terdapat kebutuhan, Bank dapat melakukan

perubahan atas laporan rencana pengembangan teknologi

informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling

banyak 3 (tiga) kali, paling lambat pada akhir bulan Maret,

bulan Juni, dan bulan September tahun berjalan.

(3) Mekanisme dan tata cara penyampaian rencana

pengembangan teknologi informasi beserta perubahannya

dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko dalam

penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.

Pasal 25

(1) Bank yang terlambat menyampaikan laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 21

ayat (1), dan/atau Pasal 22 ayat (2), dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu

juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan

paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

per laporan.

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban

penyampaian laporan bagi Bank yang belum

menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam

- 21 -

Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan/atau Pasal 22

ayat (2).

(3) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 21 ayat (1),

dan/atau Pasal 22 ayat (2), namun:

a. dinilai tidak lengkap; dan/atau

b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang

material,

sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

(4) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka

waktu yang telah ditetapkan dalam teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah).

BAB VII

PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN/ATAU PEMENUHAN

PRINSIP SYARIAH

Pasal 26

(1) Bank wajib menerapkan prinsip perlindungan konsumen

dalam penyelenggaraan Produk Bank sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

perlindungan konsumen sektor jasa keuangan.

(2) Bank wajib memiliki fungsi dan mekanisme penanganan

setiap pertanyaan dan/atau pengaduan dari nasabah

yang beroperasi selama 24 (dua puluh empat) jam dalam

sehari.

(3) Mekanisme dan tata cara penerapan prinsip perlindungan

konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan mengenai perlindungan konsumen

sektor jasa keuangan.

- 22 -

Pasal 27

(1) Bank umum syariah dan unit usaha syariah wajib

menerapkan Prinsip Syariah dalam menyelenggarakan

Produk Bank.

(2) Pemenuhan penerapan Prinsip Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), harus didukung dengan:

a. fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia yang menjadi dasar penyelenggaraan

Produk Bank atau surat dari Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia yang ditujukan kepada

Bank dalam hal fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia belum tersedia; dan

b. opini dari dewan pengawas syariah Bank terhadap

Produk Bank baru.

(3) Opini dari dewan pengawas syariah Bank terkait Produk

Bank baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b

paling sedikit:

a. Produk Bank baru mendasarkan pada fatwa Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia;

b. kesesuaian Produk Bank baru dengan fatwa Dewan

Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, paling

sedikit mencakup:

1) akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-

unsur dalam akad yang digunakan;

2) obyek transaksi dan tujuan penggunaan;

3) kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi hasil/

margin/ujrah/fee dengan akad yang digunakan,

termasuk dalam hal diperlukan kaji ulang

terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah untuk

produk penyaluran dana;

4) penetapan biaya administrasi; dan

5) penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau

ganti rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan

perlakuan terhadap agunan, apabila ada;

c. standar operasional prosedur Produk Bank baru

terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan

- 23 -

d. hasil kaji ulang terhadap konsep

akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk Bank baru

terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.

(4) Format opini dari dewan pengawas syariah Bank

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 28

(1) Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), dan/atau Pasal

27 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa teguran

tertulis.

(2) Dalam hal Bank telah dikenai sanksi administratif berupa

teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1), Pasal 26 ayat (2), dan/atau

Pasal 27 ayat (1), Bank dikenai sanksi administratif

berupa:

a. pembekuan Produk Bank tertentu;

b. larangan untuk menyelenggarakan Produk Bank

Baru; dan/atau

c. penurunan tingkat kesehatan Bank.

BAB VIII

MEKANISME PENYELENGGARAN KEGIATAN YANG

DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI

Pasal 29

(1) Bank dapat menyelenggarakan kegiatan yang dilakukan

Bank untuk kepentingan Bank sendiri, bukan untuk

kepentingan nasabah.

(2) Kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan Bank sendiri

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. kegiatan yang berhubungan dengan penerapan

manajemen risiko;

- 24 -

b. kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan

strategi penempatan dana; dan/atau

c. kegiatan lainnya yang mendukung kelangsungan

bisnis Bank.

(3) Dalam hal terdapat pengaturan khusus dalam ketentuan

Otoritas Jasa Keuangan di sektor perbankan mengenai

mekanisme pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), mekanisme pelaksanaan sesuai dengan

ketentuan Otoritas Jasa Keuangan.

(4) Bank yang akan menyelenggarakan kegiatan yang

dilakukan oleh Bank untuk kepentingan Bank sendiri

yang dapat mempengaruhi komposisi kepemilikan

dan/atau permodalan Bank, wajib mengajukan

permohonan izin disertai dengan dokumen permohonan

secara lengkap.

(5) Otoritas Jasa Keuangan memberikan izin atau menolak

permohonan izin penyelenggaraan kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) paling lama 14 (empat belas)

hari kerja setelah seluruh persyaratan dipenuhi dan

dokumen permohonan diterima secara lengkap oleh

Otoritas Jasa Keuangan.

(6) Bank yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif

berupa teguran tertulis dan denda sebesar

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) per kegiatan

Bank.

Pasal 30

(1) Kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan

Bank sendiri selain sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 29 ayat (3) dan/atau Pasal 29 ayat (4) wajib

dilaporkan pada saat Bank pertama kali melakukan

kegiatan dimaksud paling lama 5 (lima) hari kerja setelah

pelaksanaan.

- 25 -

(2) Bank yang terlambat menyampaikan laporan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu

juta rupiah) per hari kerja keterlambatan per laporan dan

paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

per laporan.

(3) Bank yang menyampaikan laporan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) namun:

a. dinilai tidak lengkap; dan/atau

b. tidak dilampiri dengan dokumen dan informasi yang

material,

sesuai dengan format yang ditentukan, dikenai sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

(4) Bank yang tidak memperbaiki laporan dalam jangka

waktu yang telah ditentukan dalam teguran tertulis

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenai sanksi

administratif berupa denda sebesar Rp50.000.000,00

(lima puluh juta rupiah).

Pasal 31

(1) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

ayat (4) atau laporan untuk kegiatan yang dilakukan oleh

Bank untuk kepentingan Bank sendiri sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) disampaikan secara

daring melalui sistem perizinan dan registrasi terintegrasi

Otoritas Jasa Keuangan.

(2) Dalam hal sarana penyampaian permohonan izin

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia,

penyampaian dilakukan melalui sistem elektronik

Otoritas Jasa Keuangan untuk laporan tidak terstruktur

kepada:

a. Departemen Pengawasan Bank terkait atau Kantor

Regional Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta, bagi

Bank yang berkantor pusat di wilayah provinsi

Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi

Banten; atau

- 26 -

b. Kantor Regional Otoritas Jasa Keuangan atau Kantor

Otoritas Jasa Keuangan setempat, bagi Bank yang

berkantor pusat di luar wilayah provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta atau provinsi Banten.

(3) Format dan dokumen permohonan izin atau laporan

kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan

Bank sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29

ayat (4) atau Pasal 30 ayat (1) tercantum dalam

Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan

izin atau penyampaian laporan untuk kegiatan yang

dilakukan Bank untuk kepentingan Bank sendiri

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh

Otoritas Jasa Keuangan.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 32

Bank menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan

Produk Bank dalam Rencana Bisnis Bank dengan cakupan

sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

rencana bisnis bank.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 33

Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku:

1. Terhadap proses penyelenggaraan Produk Bank

dasar baru atau Produk Bank lanjutan baru yang sedang

diajukan sebelum berlakunya Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini, proses penyelenggaraan Produk Bank dasar

baru atau Produk Bank lanjutan baru tetap dilakukan

- 27 -

sesuai dengan pengaturan penyelenggaraan Produk Bank

yang terdapat dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

2. Prosedur penyelenggaraan Produk Bank baru mengacu

pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 34

Bank menyampaikan RPPB pertama kali bersamaan dengan

penyampaian Rencana Bisnis Bank tahun 2022.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 35

Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur

mengenai penyelenggaraan Produk Bank yang diatur

secara khusus dan ketentuan pelaksanaannya; dan

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

24/POJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas Bank

Syariah dan Unit Usaha Syariah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 289, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5771);

dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

ini.

Pasal 36

Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku,

Pasal 30 ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 38/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen

Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Bank

Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 267, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5963) sepanjang berkaitan dengan perubahan laporan

rencana pengembangan teknologi informasi atas rencana

penyelenggaraan Produk Bank lanjutan berupa kegiatan

- 28 -

berbasis teknologi informasi, dinyatakan dicabut dan tidak

berlaku.

Pasal 37

Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku:

a. Pasal 16 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor

17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5841);

b. Pasal 33 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 16/POJK.03/2017 tentang Bank Perantara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 6040);

c. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan Pasal 24 dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

18/POJK.03/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko

bagi Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2016 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5861);

d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 tentang

Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan

Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta

Pelayanan Jasa Bank Syariah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 165 DPbS, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4793)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 10/16/PBI/2008 tentang Perubahan

atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007

tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan

Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta

Pelayanan Jasa Bank Syariah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 136 DPbS, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4896) dan

ketentuan pelaksanaan eksternal; dan

- 29 -

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Mufli Asmawidjaja

e. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 36/SEOJK.03/2015 tentang Produk dan Aktivitas

Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 38

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku setelah 3

(tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

KETUA DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIMBOH SANTOSO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA

ttd

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 164

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM

I. UMUM

Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu motor

penggerak perubahan bagi bisnis pada hampir seluruh industri

termasuk industri perbankan di Indonesia. Dengan pesatnya

perkembangan teknologi informasi tersebut, perilaku dan cara pandang

masyarakat dalam menggunakan layanan keuangan juga mengalami

pergeseran. Masyarakat menuntut adanya layanan untuk memenuhi

kebutuhannya secara mudah, cepat, dan aman. Perkembangan

teknologi informasi pula yang kemudian mendorong kemunculan

industri baru seperti teknologi finansial yang menawarkan layanan

keuangan dengan memanfaatkan teknologi informasi pada bisnis yang

sama dengan Bank, antara lain jasa pembayaran dan penyaluran kredit

atau pembiayaan. Keberadaan teknologi finansial tersebut membuat

ruang kompetisi dalam industri jasa keuangan menjadi semakin ketat

dan pada akhirnya agar Bank tidak ditinggalkan oleh nasabah, Bank

harus segera berbenah sehingga dapat menyediakan layanan kepada

masyarakat dengan cepat pada saat yang diperlukan.

Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, Bank harus

melakukan peningkatan kualitas pelayanan secara berkelanjutan

dengan melakukan transformasi layanan. Hal tersebut diperlukan

mengingat tingginya variasi kebutuhan masyarakat sehingga Bank

- 2 -

dituntut untuk dapat merespon kebutuhan dengan cepat, agar layanan

Bank menjadi tepat sasaran. Untuk mewujudkan hal tersebut

transformasi Bank perlu diikuti dengan adanya perubahan model bisnis

Bank dalam menghasilkan inovasi Produk Bank. Oleh karena itu,

ketentuan terkait penyelenggaraan Produk Bank yang semula dikaitkan

dengan modal inti Bank perlu disesuaikan menjadi pendekatan yang

berorientasi pada kebutuhan nasabah dengan tetap memperhatikan

kemampuan permodalan dan pengelolaan risiko.

Di sisi lain, upaya percepatan penyelenggaraan Produk Bank juga

perlu didukung dengan proses perizinan yang lebih cepat. Untuk

mewujudkan hal tersebut, selain penguatan dari sisi pengawasan,

diperlukan pula penguatan dari sisi Bank dalam mengelola risiko atas

keseluruhan proses dalam penyelenggaraan Produk Bank dengan tetap

memperhatikan aspek perlindungan nasabah.

Dalam penyelenggaraan Produk Bank tersebut, Otoritas Jasa

Keuangan kemudian membuka ruang yang lebih lebar bagi industri

perbankan untuk dapat cepat berinovasi sesuai dengan kebutuhan

masyarakat melalui mekanisme perizinan yang lebih transparan dan

cepat. Dengan dibukanya ruang inovasi tersebut Bank kemudian dapat

melakukan uji coba sebelum Produk Bank diluncurkan dengan

tanggung jawab tetap melekat pada Bank.

Dengan terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, industri

perbankan di Indonesia diharapkan dapat memiliki daya saing yang

lebih tinggi, baik di tingkat nasional maupun global. Peningkatan daya

saing tersebut juga diikuti dengan peningkatan tanggung jawab Bank

atas penyelenggaraan Produk Bank, sehingga setiap inovasi atas Produk

Bank dapat dipertanggungjawabkan (responsible innovation).

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Penerapan manajemen risiko secara efektif dilaksanakan

sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

- 3 -

penerapan manajemen risiko bagi bank umum atau Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen

risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 3

Yang dimaksud dengan “konvergensi dalam penyelenggaraan

Produk Bank” adalah kondisi dimana setiap pihak, fungsi, atau

proses dalam penyelenggaraan Produk Bank terkoordinasi dengan

baik sehingga penyelenggaraan Produk Bank dapat

dipertanggungjawabkan.

Pasal 4

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Produk Bank lanjutan merupakan Produk Bank selain

Produk Bank dasar.

Ayat (2)

Huruf a

Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan

penghimpunan dana antara lain giro, tabungan, dan

deposito.

Huruf b

Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan

penyaluran dana antara lain kredit atau pembiayaan,

anjak piutang, pemberian garansi, dan pembiayaan

perdagangan.

Huruf c

Produk Bank dasar yang terkait dengan kegiatan

sederhana antara lain transfer dana, uang elektronik,

layanan keuangan digital, alat pembayaran menggunakan

kartu, traveller’s cheque, cash management, safe deposit

- 4 -

box, jual beli uang kertas asing, transaksi derivatif yang

bersifat sederhana atau standar (plain vanilla), agen

penjualan surat berharga negara, bancassurance model

bisnis referensi, dan layanan nasabah prima.

Ayat (3)

Huruf a

Produk Bank yang berbasis teknologi informasi antara

lain layanan perbankan elektronik, layanan perbankan

digital, dan layanan keuangan tanpa kantor dalam rangka

keuangan inklusif.

Huruf b

Produk Bank yang berkaitan dengan penyelenggaraan

kegiatan atau produk lembaga jasa keuangan selain bank

antara lain bancassurance model bisnis distribusi,

bancassurance model bisnis integrasi, kustodian, wali

amanat, agen penjual efek reksa dana, agen perantara

pedagang efek, dan perantara pedagang efek bersifat

utang dan sukuk.

Huruf c

Produk Bank yang memerlukan persetujuan atau

perizinan dari otoritas lain antara lain penyelenggara

kliring dan penyelenggara settlement.

Huruf d

Produk Bank yang bersifat kompleks merupakan Produk

Bank lanjutan yang tidak termasuk dalam Produk Bank

pada huruf a, huruf b, dan huruf c, antara lain transaksi

derivatif kompleks, structured product, dan trust.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Kriteria penetapan Produk Bank lanjutan menjadi Produk

Bank dasar antara lain tingkat risiko Produk Bank.

Pasal 5

Ayat (1)

RPPB merupakan dasar Bank dalam melakukan proses

penyelenggaraan Produk Bank baru.

- 5 -

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Termasuk dalam kriteria tidak pernah diselenggarakan

sebelumnya yaitu Produk Bank yang telah

diselenggarakan oleh Bank lain namun belum pernah

diselenggarakan oleh Bank yang bersangkutan.

Termasuk dalam kriteria tidak pernah diselenggarakan

sebelumnya oleh unit usaha syariah yaitu Produk Bank

yang telah diselenggarakan oleh bank umum

konvensional yang memiliki unit usaha syariah namun

belum pernah diselenggarakan oleh unit usaha syariah.

Huruf b

Termasuk dalam pengembangan yaitu kombinasi maupun

variasi dari Produk Bank.

Perubahan yang material dapat berupa hal yang secara

substansi mengubah kualitas atau karakteristik risiko

yang mendasari Produk Bank yang ada.

Ayat (4)

Mekanisme pengukuran atau penilaian atas materialitas

peningkatan eksposur risiko digunakan oleh Bank dalam

menentukan Produk Bank yang direncanakan termasuk dalam

Produk Bank baru.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 6

Penerapan manajemen risiko, tata kelola, dan pengendalian internal

dilaksanakan antara lain sesuai dengan:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan

manajemen risiko bagi bank umum;

- 6 -

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan

manajemen risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha

syariah;

c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan tata

kelola bagi bank umum; dan/atau

d. ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai

pelaksanaan good corporate governance bagi bank umum

syariah dan unit usaha syariah.

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Kaji ulang dan pengkinian kebijakan dan prosedur dilakukan

dengan mempertimbangkan adanya perubahan kondisi

internal maupun eksternal Bank.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 8

Hal yang perlu diperhatikan Bank dalam penyelenggaraan Produk

Bank dimulai sejak perencanaan hingga implementasinya.

Huruf a

Penyelenggaraan Produk Bank didasari oleh kebutuhan

nasabah yang harus dipenuhi dan dapat memberikan nilai

tambah bagi nasabah.

Huruf b

Kecukupan permodalan tidak dimaksudkan untuk membatasi

penyelenggaraan Produk Bank dengan mengaitkan pada modal

tertentu, namun hal ini diperlukan untuk menyerap risiko

yang mungkin timbul atas penyelenggaraan Produk Bank.

- 7 -

Huruf c

Bank memastikan antara lain kecukupan dan keamanan

sistem dan infrastruktur teknologi informasi yang diperlukan

untuk mendukung penyelenggaraan Produk Bank.

Huruf d

Bank memastikan pegawai yang terlibat dalam proses

penyelenggaraan Produk Bank telah memahami kebijakan dan

prosedur Bank, memiliki kompetensi yang sesuai, dan

memiliki pemahaman yang baik atas Produk Bank termasuk

risikonya.

Huruf e

Bank memastikan calon nasabah atau nasabah paling kurang

memperoleh informasi mengenai Produk Bank, risiko Produk

Bank, serta hak dan kewajiban calon nasabah atau nasabah.

Huruf f

Ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain

mengenai:

1) persyaratan bank umum untuk melakukan kegiatan

usaha dalam valuta asing;

2) produk, layanan, dan/atau jasa tertentu yang diatur

secara khusus;

3) penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan

pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan; dan

4) penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi

informasi oleh bank umum.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Proyek uji coba terbatas (piloting review) merupakan sarana

yang digunakan Bank untuk melakukan serangkaian kegiatan

dalam mempersiapkan penyelenggaraan Produk Bank lanjutan

baru yang sesuai dengan kebutuhan nasabah.

- 8 -

Dalam proyek uji coba terbatas ini, Otoritas Jasa Keuangan

berperan aktif untuk melakukan evaluasi dan memberikan

rekomendasi atas penyelenggaraan proyek uji coba terbatas

Bank (proof of concept).

Peran aktif Otoritas Jasa Keuangan bertujuan untuk

membuktikan bahwa konsep Produk Bank lanjutan baru yang

diujicobakan layak untuk diselenggarakan. Peran aktif

tersebut dilakukan untuk memastikan proyek uji coba terbatas

yang dijalankan telah sesuai dengan RPPB dan Produk Bank

lanjutan baru siap untuk diimplementasikan.

Evaluasi dan rekomendasi Otoritas Jasa Keuangan mencakup

antara lain ruang lingkup uji coba, kesiapan infrastruktur dan

sumber daya Bank, kendala yang dihadapi, temuan

permasalahan, langkah mitigasi risiko yang dilakukan, dan

penyelesaian permasalahan.

Bank melakukan tindak lanjut atas rekomendasi yang

diberikan Otoritas Jasa Keuangan pada saat evaluasi atas

penyelenggaraan proyek uji coba terbatas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Dalam proyek uji coba terbatas, Bank perlu memastikan

nasabah dan/atau calon nasabah mengetahui bahwa Produk

Bank lanjutan baru yang digunakan merupakan Produk Bank

lanjutan baru yang sedang diujicobakan dan belum

memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ruang lingkup proyek uji coba terbatas antara lain target

pengguna, lokasi atau wilayah uji, dan limit transaksi.

- 9 -

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (4)

Penetapan ruang lingkup dan skenario proyek uji coba terbatas

bertujuan agar Bank dapat memperkirakan risiko yang

mungkin timbul terutama terkait dengan risiko operasional

dan risiko reputasi Bank.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Termasuk dalam proses proyek uji coba terbatas yaitu kegiatan

proof of concept atas penyelenggaraan proyek uji coba terbatas.

Ayat (2)

Termasuk dokumen permohonan untuk permohonan izin

dengan proyek uji coba terbatas yaitu dokumen tambahan

yang diminta oleh Otoritas Jasa Keuangan pada saat

pelaksanaan proyek uji coba terbatas. Contoh:

a. dokumen perjanjian antara nasabah dan Bank terkait

pelaksanaan proyek uji coba terbatas; dan

b. analisis serta identifikasi risiko siber dari satuan kerja

manajemen risiko atas Produk Bank lanjutan baru yang

dilakukan uji coba terbatas.

Ayat (3)

Dokumen permohonan diterima secara lengkap meliputi

jumlah dan muatan pada dokumen yang sesuai dengan

persyaratan.

- 10 -

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Pertimbangan tertentu meliputi:

a. Produk Bank lanjutan baru yang berkaitan dengan

penyelenggaraan kegiatan atau produk lembaga jasa

keuangan selain bank dan wajib memperoleh izin terlebih

dahulu dari otoritas terkait atas kegiatan dimaksud;

b. Produk Bank lanjutan baru merupakan produk, layanan,

dan/atau jasa untuk pelaksanaan program pemerintah;

dan/atau

c. Bank dapat membuktikan bahwa penyelenggaraan

Produk Bank lanjutan baru tidak memerlukan proses uji

coba terbatas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Penilaian peringkat kualitas penerapan manajemen risiko

yang digunakan merupakan hasil penilaian oleh Otoritas

Jasa Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penerapan manajemen risiko bagi

bank umum atau Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

- 11 -

mengenai penerapan manajemen risiko bagi bank umum

syariah dan unit usaha syariah.

Huruf b

Penilaian peringkat faktor good corporate governance yang

digunakan merupakan hasil penilaian oleh Otoritas Jasa

Keuangan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penerapan tata kelola bagi bank

umum atau ketentuan peraturan perundang-undangan

mengenai good corporate governance bagi bank umum

syariah dan unit usaha syariah.

Huruf c

Infrastruktur teknologi informasi serta manajemen

pengelolaan infrastruktur teknologi informasi yang

memadai yaitu infrastruktur teknologi informasi serta

manajemen pengelolaan infrastruktur teknologi informasi

telah memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

mengenai penerapan manajemen risiko dalam

penggunaan teknologi informasi oleh bank umum.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Berlakunya perizinan secara efektif dalam jangka waktu 10

(sepuluh) hari kerja (instant approval) merupakan bentuk

insentif perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan bagi Bank yang

memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

- 12 -

Pasal 15

Contoh persyaratan dokumen tambahan yang wajib disampaikan

sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

mengenai penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank

umum antara lain:

a. uraian mengenai mekanisme kerja sama yang dilakukan

dengan mitra Bank dalam rangka penyelenggaraan layanan

perbankan digital oleh bank umum; dan

b. hasil pemeriksaan pihak independen yang memberikan

pendapat atas karakteristik produk dan kecukupan

pengamanan sistem teknologi informasi terkait

penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank umum.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Angka 1)

Kondisi yang berpotensi menimbulkan kerugian yang

material dan/atau signifikan terhadap kondisi

keuangan Bank antara lain dapat disebabkan oleh

risiko reputasi dan risiko pasar dari penyelenggaraan

Produk Bank.

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

- 13 -

Huruf d

Pertimbangan lain antara lain potensi timbulnya

hambatan dalam proses pengawasan oleh Otoritas Jasa

Keuangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Rencana tindak antara lain:

1. penyelesaian kewajiban kepada nasabah Bank;

2. penyempurnaan Produk Bank; dan

3. tindakan lain yang diperlukan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Perubahan RPPB tetap perlu memperhatikan kesesuaian

dengan Rencana Bisnis Bank sesuai dengan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana bisnis bank yang

telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

- 14 -

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Contoh:

Pada tanggal 1 Desember 2021, Bank EMH menyelenggarakan

layanan perbankan digital baru. Berdasarkan Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai penyelenggaraan layanan

perbankan digital bagi bank umum, penyampaian laporan

realisasi layanan perbankan digital adalah 3 (tiga) bulan

setelah implementasi. Dengan demikian, batas waktu

penyampaian laporan realisasi penyelenggaraan layanan

perbankan digital baru bagi Bank EMH bukan pada tanggal 8

Desember 2021, melainkan pada tanggal 1 Maret 2022.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Laporan realisasi penghentian Produk Bank hanya

disampaikan apabila Bank memiliki Produk Bank yang

dihentikan pada periode dalam triwulan tertentu.

Laporan realisasi penghentian Produk Bank merupakan

laporan yang terpisah dari laporan realisasi Rencana Bisnis

Bank namun penyampaiannya dilakukan pada waktu yang

sama.

Ayat (3)

Cukup jelas.

- 15 -

Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan sarana penyampaian belum tersedia

termasuk dalam hal sistem elektronik telah tersedia namun

belum dapat menerima permohonan izin, pemberitahuan,

laporan realisasi Produk Bank dasar baru, laporan realisasi

Produk Bank lanjutan baru, dan/atau laporan realisasi

penghentian Produk Bank.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Fungsi dan mekanisme setiap pertanyaan dan/atau

pengaduan nasabah dapat difasilitasi melalui media antara

lain telepon, surat elektronik, mesin penjawab otomatis, dan

dokumen surat.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

- 16 -

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Opini dari dewan pengawas syariah Bank yaitu opini yang

antara lain mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia dan ketentuan yang mengatur

mengenai pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan

usaha bank umum syariah dan unit usaha syariah.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Contoh kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan Bank

sendiri:

a. sekuritisasi aset;

b. transaksi derivatif untuk kepentingan Bank;

c. pinjaman yang diterima;

d. pembelian atau penjualan surat berharga;

e. penempatan pada Bank Indonesia;

f. penempatan pada bank lain;

g. penerbitan surat utang; dan/atau

h. penyertaan modal.

Ayat (3)

Contoh:

1. Bank IRM yang hendak melakukan sekuritisasi aset

sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

mengenai prinsip kehati-hatian dalam aktivitas

sekuritisasi aset bagi bank umum dapat dilakukan setelah

- 17 -

Bank IRM memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa

Keuangan.

2. Bank AMT yang hendak melakukan penyertaan modal

sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

mengenai prinsip kehati-hatian dalam kegiatan

penyertaan modal dapat dilakukan setelah Bank AMT

memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.

Ayat (4)

Contoh kegiatan yang dilakukan oleh Bank untuk kepentingan

Bank sendiri yang dapat mempengaruhi komposisi

kepemilikan dan/atau permodalan Bank antara lain

penerbitan surat utang.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Contoh kegiatan:

a. pinjaman yang diterima;

b. pembelian atau penjualan surat berharga;

c. penempatan pada Bank Indonesia; atau

d. penempatan pada bank lain.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

- 18 -

Pasal 33

1. Contoh pengaturan penyelenggaraan Produk Bank antara lain:

a. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan

usaha bank umum berdasarkan modal inti;

b. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan

manajemen risiko bagi bank umum atau Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan manajemen

risiko bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah;

c. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai produk dan

aktivitas bank syariah dan unit usaha syariah;

d. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai

penyelenggaraan layanan perbankan digital oleh bank

umum; dan

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai kegiatan

usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan (trust).

2. Contoh:

a. Prosedur permohonan izin kegiatan trust sebagai Produk

Bank baru sebelum Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini

berlaku, dilakukan sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai kegiatan usaha bank berupa

penitipan dengan pengelolaan (trust) dengan tahapan

pemberian izin berupa persetujuan prinsip dan surat

penegasan. Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

ini berlaku, prosedur penyelenggaraan kegiatan trust

sebagai Produk Bank baru mengacu pada mekanisme

penyelenggaraan Produk Bank baru yang diatur dalam

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

b. Prosedur permohonan izin layanan nasabah prima

sebagai Produk Bank baru sebelum Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan ini berlaku, dilakukan sesuai dengan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai penerapan

manajemen risiko pada bank umum yang melakukan

layanan nasabah prima yang memerlukan persetujuan

terlebih dahulu. Pada saat Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan ini berlaku, prosedur penyelenggaraan layanan

nasabah prima sebagai Produk Bank baru mengacu pada

- 19 -

mekanisme penyelenggaraan Produk Bank baru yang

diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini.

Pasal 34

RPPB dan Rencana Bisnis Bank tahun 2022 disampaikan secara

bersamaan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat bulan

November 2021.

Pasal 35

Huruf a

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai

penyelenggaraan Produk Bank yang diatur secara khusus,

antara lain Peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai:

1. penyelenggaraan layanan perbankan digital bagi bank

umum;

2. penerapan manajemen risiko pada bank umum yang

melakukan layanan nasabah prima; dan

3. kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan

pengelolaan (trust).

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6701

LAMPIRAN I

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK

UMUM

PRODUK BANK DASAR BANK UMUM KONVENSIONAL

I. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penghimpunan Dana

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

1. Giro Jenis produk simpanan yang penarikan

dananya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, bilyet giro, dan/atau sarana

perintah pembayaran lainnya atau dengan

pemindahbukuan.

2. Tabungan Jenis produk simpanan yang penarikannya

hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat

yang disepakati antara Bank dengan nasabah,

tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet

giro, dan/atau alat yang dipersamakan dengan

itu.

3. Deposito Jenis produk simpanan yang penarikannya

hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu

sesuai dengan perjanjian antara Bank dengan

nasabah, berupa antara lain deposito

berjangka, deposito on call dan sertifikat

deposito (Negotiable Certificate Deposit/NCD).

II. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penyaluran Dana

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

1. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara Bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

- 31 -

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga.

2. Anjak

piutang

Pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau

pengalihan serta pengurusan piutang atau

tagihan jangka pendek suatu perusahaan atas

transaksi perdagangan dalam negeri atau luar

negeri.

3. Pemberian

Garansi

Pemberian garansi oleh Bank antara lain

berupa bank garansi, standby letter of credit

(SBLC), dan Surat Kredit Berdokumen Dalam

Negeri (SKBDN).

Bank garansi merupakan kesanggupan tertulis

yang diberikan oleh Bank kepada pihak

penerima jaminan bahwa Bank akan membayar

sejumlah uang kepadanya pada waktu tertentu

jika pihak terjamin tidak dapat memenuhi

kewajibannya.

SBLC yaitu suatu janji tertulis Bank yang

bersifat irrevocable yang diterbitkan atas

permintaan nasabah atau pihak terjamin

(applicant) untuk membayar kepada pihak

penerima jaminan (beneficiary) dalam mata

uang Rupiah atau valas, apabila dokumen yang

diserahkan telah sesuai dengan persyaratan

dokumen yang tercantum dalam SBLC. SBLC

diterbitkan sebagai jaminan dan hanya dapat

dicairkan apabila nasabah atau pihak terjamin

(applicant) gagal memenuhi kewajibannya

(wanprestasi) dan beneficiary melakukan klaim.

4. Pembiayaan

perdagangan

Penyediaan fasilitas pembiayaan untuk

transaksi perdagangan antara lain dalam

bentuk Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri

(SKBDN) dan Letter of Credit (L/C).

- 32 -

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

SKBDN merupakan janji tertulis berdasarkan

permintaan tertulis nasabah atau pihak

terjamin (applicant) yang mengikat bank

penerbit (issuing bank) untuk:

a. melakukan pembayaran kepada penerima

(beneficiary), atau mengaksep dan

membayar wesel yang ditarik oleh penerima

(beneficiary),

b. memberi kuasa kepada bank lain untuk

melakukan pembayaran kepada penerima

(beneficiary), atau mengaksep dan

membayar wesel yang ditarik oleh penerima

(beneficiary), atau

c. memberi kuasa kepada bank lain untuk

melakukan negosiasi wesel yang ditarik oleh

penerima (beneficiary) atas penyerahan

dokumen, sepanjang SKBDN dipenuhi.

Penyediaan fasilitas pembiayaan oleh Bank

kepada nasabah untuk ekspor impor dapat

dilakukan dengan atau tanpa menggunakan

L/C.

Penyediaan fasilitas pembiayaan oleh Bank

kepada nasabah untuk ekspor impor dengan

menggunakan L/C merupakan janji membayar

dari bank penerbit kepada penerima jika

penerima menyerahkan dokumen sesuai

persyaratan L/C kepada bank penerbit.

Penyediaan fasilitas pembiayaan oleh Bank

kepada nasabah untuk ekspor-impor tanpa

L/C, antara lain dengan cara pembayaran di

muka (advance payment), pembayaran

kemudian (open account), inkaso (collection),

atau konsinyasi (consignment).

- 33 -

III. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Sederhana Lain

No. Produk Bank Definisi dan Karakteristik Umum

1. Jual beli uang

kertas asing

(Bank Notes)

Kegiatan penjualan atau pembelian uang

kertas asing.

Uang kertas asing adalah uang kertas dalam

valuta asing yang resmi diterbitkan oleh

suatu negara di luar Indonesia yang diakui

sebagai alat pembayaran yang sah negara

yang bersangkutan (legal tender).

2. Transaksi

Derivatif yang

bersifat plain

vanilla

Transaksi derivatif yang bersifat plain

vanilla merupakan instrumen keuangan

yang transaksinya dilakukan berdasarkan

nilai aset keuangan yang mendasari

(underlying assets) dan umumnya

dilakukan untuk spekulasi, jual beli

(trading) atau lindung nilai.

Derivatif yang termasuk plain vanilla adalah

forward contract, future contract, option,

swap yang umumnya hanya mempunyai 1

(satu) underlying asset dan diterbitkan

dengan fitur jatuh tempo, strike-price,

dan/atau pembayaran (pay-off) yang

sederhana atau standar.

3. Agen Penjualan

Surat Berharga

Negara (SBN)

Bank sebagai agen penjualan SBN kepada

nasabahnya, antara lain penjualan Surat

Utang Negara (SUN).

4. Transfer dana Bank yang menyelenggarakan kegiatan

transfer dana yaitu kegiatan yang dimulai

dengan perintah dari pengirim asal yang

bertujuan memindahkan sejumlah dana

kepada penerima yang disebutkan dalam

perintah transfer dana sampai dengan

diterimanya dana oleh penerima.

- 34 -

No. Produk Bank Definisi dan Karakteristik Umum

5. Alat Pembayaran

Menggunakan

Kartu (APMK)

Bank yang menyelenggarakan kegiatan

APMK berupa kartu kredit, kartu Automated

Teller Machine (ATM), dan/atau kartu debet.

Yang termasuk dalam penyelenggaraan

APMK dasar adalah Bank sebagai penerbit

dan/atau acquirer.

6. Uang elektronik Penyelenggara alat pembayaran yang

memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang

disetor terlebih dahulu kepada penerbit;

2) nilai uang disimpan secara elektronik

dalam suatu media seperti server atau

chip;

3) digunakan sebagai alat pembayaran

kepada pedagang yang bukan

merupakan penerbit uang elektronik

tersebut; dan

4) nilai uang elektronik yang dikelola oleh

penerbit bukan merupakan simpanan

sebagaimana dimaksud dalam undang-

undang mengenai perbankan.

7. Layanan

Keuangan

Digital

Layanan jasa sistem pembayaran dan

keuangan yang dilakukan oleh Bank yang

menerbitkan uang elektronik melalui kerja

sama dengan pihak ketiga serta

menggunakan sarana dan perangkat

teknologi berbasis mobile maupun berbasis

web untuk keuangan inklusif.

8. Safe deposit box Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta

atau surat berharga dalam ruang khasanah

Bank.

9. Traveller’s

cheque

Penerbitan cek perjalanan dalam valuta

asing yang dapat digunakan sebagai alat

pembayaran. Bank yang dapat menerbitkan

traveller’s cheque yaitu Bank yang telah

- 35 -

No. Produk Bank Definisi dan Karakteristik Umum

memperoleh izin untuk melakukan kegiatan

usaha dalam valuta asing.

10. Cash

Management

Jasa atau layanan pengelolaan kas yang

diberikan kepada nasabah yang memiliki

simpanan pada Bank, dimana setiap

transaksi dilakukan berdasarkan perintah

nasabah.

Dalam hal ini Bank hanya diperkenankan

untuk bertindak sebagai pihak yang

melakukan pembayaran (paying agent)

berdasarkan perintah nasabah dan tidak

diperkenankan bertindak sebagai agen

investasi (investment agent) dana nasabah

baik secara konvensional dan/atau

berdasarkan prinsip syariah.

Contoh jasa atau layanan cash management

yang diperkenankan adalah pendebetan

atau pemindahbukuan rekening nasabah

untuk pembayaran tagihan atau kewajiban,

transfer atau pemindahbukuan dana dari

satu rekening ke rekening lain milik

nasabah, konsolidasi (pooling) atau

distribusi dana dari kantor-kantor cabang

atau jaringan operasional perusahaan, dan

jasa pembayaran gaji karyawan secara

massal (payroll).

11. Layanan

Nasabah Prima

Jasa atau layanan terkait produk dan/atau

aktivitas dengan keistimewaan tertentu bagi

nasabah prima.

12. Kerja sama

pemasaran

produk Asuransi

(bancassurance)

Model Bisnis

Referensi

Bancassurance model bisnis referensi

merupakan kerja sama pemasaran produk

asuransi, dengan Bank berperan hanya

mereferensikan atau merekomendasikan

suatu produk asuransi kepada nasabah.

- 36 -

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Mufli Asmawidjaja

No. Produk Bank Definisi dan Karakteristik Umum

Peran Bank dalam melakukan pemasaran

terbatas sebagai perantara dalam

meneruskan informasi produk asuransi dari

perusahaan asuransi mitra Bank kepada

nasabah atau menyediakan akses kepada

perusahaan asuransi untuk menawarkan

produk asuransi kepada nasabah.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

KETUA DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIMBOH SANTOSO

LAMPIRAN II

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM

I. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penghimpunan Dana

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

1. Giro Definisi:

Simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau

simpanan berdasarkan akad mudarabah

atau investasi dana berdasarkan akad

mudarabah yang penarikannya dapat

dilakukan setiap saat dengan menggunakan

cek, bilyet giro, sarana perintah

pembayaran lainnya, atau dengan perintah

pemindahbukuan.

Giro dapat memiliki fitur virtual account,

escrow account, Lembaga keuangan syariah

penerima wakaf uang (LKS PWU)/Bank

penerima setoran biaya penyelenggaraan

ibadah haji (BPS BPIH)/Bank Penerima

Setoran Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPS

Bipih)/Kas Haji, Rekening Dana Lender

(RDL) dan Rekening Dana Nasabah (RDN).

Akad:

a. Wadi’ah.

b. Mudarabah mutlaqah.

Persyaratan:

a. Giro wadi’ah

1) Bank bertindak sebagai penerima

titipan dan nasabah bertindak

sebagai penitip dana simpanan.

- 38 -

2) Bank dapat mengelola atau

menggunakan dana titipan nasabah.

3) Bank tidak diperkenankan

menjanjikan pemberian imbalan atau

bonus kepada nasabah. Namun,

Bankberdasarkan kebijakan internal

dan tanpa diperjanjikan dapat

memberikan imbalan/bonus kepada

nasabah.

4) Bank menjamin pengembalian dana

titipan nasabah.

5) Giro wadi’ah dijamin oleh Lembaga

Penjamin Simpanan (LPS).

b. Giro mudarabah mutlaqah

1) Bank bertindak sebagai pengelola

dana dan nasabah bertindak sebagai

pemilik dana

2) Bank tidak dibatasi untuk

menggunakan dana nasabah dalam

aktivitas penyaluran dana selama

tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah.

3) Bank dan nasabah menyatakan

pembagian keuntungan dalam

bentuk nisbah yang disepakati dan

dituangkan dalam akad pembukaan

rekening.

4) Dalam hal pembukaan rekening

dilakukan melalui mekanisme online

maka syarat dan ketentuan

kesepakatan nisbah, dituangkan

dalam bentuk yang sesuai dengan

media pembukaan rekening

dimaksud.

5) Bank tidak diperkenankan

mengurangi nisbah keuntungan

- 39 -

nasabah tanpa persetujuan nasabah.

Persetujuan nasabah dapat

dilakukan secara tertulis maupun

dalam bentuk konfirmasi negatif atas

rencana perubahan nisbah yang

dilakukan oleh Bank.

6) Giro simpanan mudarabah yang

risikonya ditanggung oleh Bank,

dijamin oleh Lembaga Penjamin

Simpanan (LPS).

7) Giro investasi mudarabah yang

risikonya ditanggung oleh nasabah,

tidak dijamin oleh LPS.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi rekening berupa biaya-

biaya yang terkait langsung dengan

biaya pengelolaan rekening antara lain

biaya cetak laporan transaksi dan saldo

rekening, biaya pembukaan, dan biaya

penutupan rekening.

b. Bank dapat memotong zakat, infak,

wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya

atas imbalan atau bonus yang diterima

nasabah sesuai permintaan nasabah

pada perjanjian pembukaan rekening

giro.

c. Bank dapat menambahkan fitur

pertanggungan asuransi syariah untuk

giro perorangan dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku.

d. Bank dapat memberikan hadiah dalam

rangka promosi dengan memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

- 40 -

1) hadiah promosi tidak diperjanjikan,

tidak menjurus pada praktek riba

terselubung dan/atau tidak menjadi

kelaziman (kebiasaan).

2) hadiah promosi harus dalam bentuk

barang, voucher, uang elektronik,

emas dan/atau jasa (tidak boleh

dalam bentuk uang) sesuai ketentuan

dalam fatwa.

3) dalam hal hadiah dalam bentuk

barang, hadiah promosi yang

diberikan harus berupa benda yang

wujud, baik wujud hakiki maupun

wujud hukmi dan halal.

4) Dalam hal giro menggunakan akad

wadi’ah, hadiah promosi diberikan

sebelum terjadinya akad wadi’ah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 01/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Giro.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-

MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam

Penghimpunan Dana Lembaga

Keuangan Syariah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-

MUI/XII/2015 tentang Pedoman

Transaksi Voucher Multi Manfaat

Syariah

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-

MUI/I/2009 tentang Penjaminan

Syariah.

2. Tabungan Definisi

Simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau

simpanan berdasarkan akad mudarabah

atau investasi dana berdasarkan akad

mudarabah yang penarikannya hanya

- 41 -

dapat dilakukan menurut syarat dan

ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi

tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,

dan/atau alat lainnya yang dipersamakan

dengan itu.

Tabungan dapat memiliki fitur virtual

account, escrow account, LKS PWU, BPS

BPIH/BPS Bipih/Kas Haji, payment point,

RDL, dan RDN.

Akad:

a. Wadi’ah.

b. Mudarabah mutlaqah.

Pesyaratan:

a. Wadi’ah

1) Bank bertindak sebagai penerima

dana titipan dan nasabah bertindak

sebagai penitip dana.

2) Bank dapat mengelola atau

menggunakan dana titipan nasabah.

3) Bank tidak diperkenankan

menjanjikan pemberian imbalan atau

bonus kepada nasabah. Namun,

Bank berdasarkan kebijakan internal

dan tanpa diperjanjikan dapat

memberikan imbalan/bonus kepada

nasabah

4) Bank menjamin pengembalian dana

titipan nasabah.

5) Tabungan wadi’ah dijamin oleh LPS.

b. Mudarabah mutlaqah

1) Bank bertindak sebagai pengelola

dana dan nasabah bertindak sebagai

pemilik dana.

- 42 -

2) Bank tidak dibatasi untuk

menggunakan dana nasabah dalam

aktivitas penyaluran dana selama

tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah.

3) Bank dan nasabah melakukan

pembagian keuntungan dalam

bentuk nisbah yang disepakati dan

dituangkan dalam akad pembukaan

rekening.

4) Dalam hal pembukaan rekening

dilakukan melalui mekanisme online

maka syarat dan ketentuan akad

termasuk kesepakatan nisbah,

dan/atau pemilik manfaat (beneficial

owner) dituangkan dalam bentuk

yang sesuai dengan media

pembukaan rekening dimaksud.

5) Bank tidak diperkenankan

mengurangi nisbah keuntungan

nasabah tanpa persetujuan nasabah.

Persetujuan nasabah dapat

dilakukan secara tertulis maupun

dalam bentuk konfirmasi negatif atas

rencana perubahan nisbah yang

dilakukan oleh Bank.

6) Tabungan simpanan mudarabah

mutlaqah risikonya ditanggung oleh

Bank sehingga dijamin oleh LPS.

7) Tabungan investasi mudarabah

mutlaqah risikonya ditanggung oleh

nasabah, sehingga tidak dijamin oleh

LPS.

- 43 -

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi rekening berupa biaya-

biaya yang terkait langsung dengan

biaya pengelolaan rekening, antara lain

biaya cetak laporan transaksi dan saldo

rekening, biaya pembukaan, biaya

penutupan rekening.

b. Bank dapat memotong zakat, infak,

wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya

atas bagi hasil yang diterima nasabah

sesuai permintaan nasabah pada

perjanjian pembukaan rekening

tabungan.

c. Bank dapat menambahkan fitur

pertanggungan asuransi syariah untuk

tabungan dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku.

d. Bank dapat memberikan hadiah promosi

dengan memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

1) tidak diperjanjikan, tidak menjurus

pada praktek riba terselubung

dan/atau tidak menjadi kelaziman

(kebiasaan).

2) harus dalam bentuk barang, voucher,

uang elektronik, emas dan/atau jasa

(tidak boleh dalam bentuk uang)

sesuai ketentuan dalam fatwa.

3) dalam hal hadiah dalam bentuk

barang, hadiah promosi yang

diberikan harus berupa benda yang

wujud, baik wujud hakiki maupun

wujud hukmi dan halal.

4) Dalam hal tabungan menggunakan

akad wadi’ah, hadiah promosi

- 44 -

diberikan sebelum terjadinya akad

wadi’ah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 02/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Tabungan.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-

MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam

Penghimpunan Dana Lembaga

Keuangan Syariah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-

MUI/XII/2015 Tentang Pedoman

Transaksi Voucher Multi Manfaat

Syariah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-

MUI/I/2009 Tentang Penjaminan

Syariah.

3. Deposito Definisi:

Simpanan berdasarkan akad mudarabah

atau investasi dana berdasarkan akad

mudarabah yang penarikannya hanya

dapat dilakukan pada waktu tertentu

berdasarkan akad antara nasabah

penyimpan dan Bank.

Deposito dapat memiliki fitur virtual

account, escrow account, LKS PWU, BPS

BPIH/BPS Bipih/Kas Haji, payment point,

Deposito Wakaf, Rekening Dana Lender

(RDL) dan Rekening Dana Nasabah (RDN).

Akad:

Mudarabah mutlaqah.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pengelola dana

dan nasabah bertindak sebagai pemilik

dana.

- 45 -

b. Bank dan nasabah melakukan

pembagian keuntungan dalam bentuk

nisbah yang disepakati dan dituangkan

dalam akad pembukaan rekening.

c. Dalam hal pembukaan rekening

dilakukan melalui mekanisme online

maka syarat dan ketentuan akad

termasuk kesepakatan nisbah,

dan/atau pemilik manfaat (beneficial

owner) dituangkan dalam bentuk yang

sesuai dengan media pembukaan

rekening dimaksud.

d. Bank tidak diperkenankan mengurangi

nisbah keuntungan nasabah tanpa

persetujuan nasabah. Persetujuan

nasabah dapat dilakukan secara tertulis

maupun dalam bentuk konfirmasi

negatif atas rencana perubahan nisbah

yang dilakukan oleh Bank.

e. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan atas pembukaan dan

penggunaan produk deposito dalam

bentuk perjanjian tertulis dan dapat

juga dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

f. Deposito simpanan mudarabah yang

risikonya ditanggung oleh Bank, dijamin

oleh LPS.

g. Deposito investasi mudarabah yang

risikonya ditanggung oleh nasabah,

tidak dijamin oleh LPS.

- 46 -

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi rekening berupa biaya-

biaya yang terkait langsung dengan

biaya pengelolaan rekening antara lain

biaya pembukaan dan biaya penutupan

rekening.

b. Bank dapat memotong zakat, infak,

wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya

atas bagi hasil yang diterima nasabah

sesuai permintaan nasabah pada

perjanjian pembukaan rekening

deposito.

c. Deposito yang telah jatuh tempo dapat

otomatis diperpanjang (automatic roll

over) sesuai dengan kesepakatan.

d. Bagi hasil deposito dapat menambah

pokok deposito atau dipindahbukukan

ke rekening lain seperti giro atau

tabungan sesuai permintaan nasabah.

e. Deposito dapat berupa deposito biasa

atau deposit on call.

f. Dalam hal berupa deposito biasa, Bank

dapat mengenakan penalti apabila

nasabah mencairkan dana sebelum

jatuh tempo.

g. Dalam hal berupa deposit on call:

1) Nasabah harus menginformasikan

sebelumnya kepada Bank apabila

akan melakukan pencairan dana

deposit on call.

2) Jangka waktu paling lambat 30 (tiga

puluh) hari.

h. Bank dapat menambahkan fitur

pertanggungan asuransi syariah untuk

- 47 -

nasabah perorangan dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku.

i. Bank dapat memberikan hadiah promosi

dengan memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

1) tidak diperjanjikan, tidak menjurus

pada praktek riba terselubung

dan/atau tidak menjadi kelaziman

(kebiasaan).

2) harus dalam bentuk barang, voucher,

uang elektronik, emas dan/atau jasa

(tidak boleh dalam bentuk uang)

sesuai ketentuan dalam fatwa.

3) dalam hal hadiah dalam bentuk

barang, hadiah promosi yang

diberikan harus berupa benda yang

wujud, baik wujud hakiki maupun

wujud hukmi dan halal.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 03/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Deposito.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 86/DSN-

MUI/XII/2012 tentang Hadiah dalam

Penghimpunan Dana Lembaga

Keuangan Syariah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 100/DSN-

MUI/XII/2015 Tentang Pedoman

Transaksi Voucher Multi Manfaat

Syariah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-

MUI/I/2009 Tentang Penjaminan

Syariah.

4. Sertifikat Deposito

Syariah (SDS)

Definisi:

Simpanan berdasarkan akad mudarabah

mutlaqah atau investasi berdasarkan akad

mudarabah mutlaqah atau muqayyadah

- 48 -

dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti

penyimpanannya dapat dipindahtangankan

dengan memenuhi syarat-syarat tertentu.

Akad:

a. Mudarabah mutlaqah.

b. Mudarabah muqayyadah.

Persyaratan:

a. Dalam hal sertifikat deposito syariah

menggunakan akad :

1) Mudarabah mutlaqah:

Bank tidak dibatasi untuk

menggunakan dana nasabah dalam

aktivitas penyaluran dana selama

tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah;

2) Mudarabah muqayyadah:

a) Nasabah selaku pemilik dana

memberikan syarat-syarat dan

batasan tertentu kepada Bank

antara lain mengenai tempat, cara,

dan/atau obyek investasi yang

dinyatakan secara jelas dalam

perjanjian; dan

b) Nasabah selaku pemilik dana

menanggung risiko kerugian

dalam hal obyek investasi yang

dibiayai atau underlying asset

mengalami penurunan kualitas

atau kerugian yang terjadi bukan

karena kelalaian Bank sebagai

pengelola dana dan/atau

menyalahi substansi perjanjian.

Karakteristik:

a. Bank dapat memotong zakat, infak,

wakaf, sedekah dan dana sosial lainnya

- 49 -

atas bagi hasil yang diterima nasabah

sesuai permintaan nasabah pada

perjanjian sertifikat deposito syariah.

b. Transaksi pemindahtanganan sertifikat

deposito syariah dilakukan dengan

menggunakan akad jual beli (bai')

dengan harga yang disepakati. Dalam

hal tertentu, pemindahtanganan

sertifikat deposito syariah dapat

dilakukan antara lain karena warisan

dan hibah yang didukung dengan surat

pernyataan kesesuaian syariah dari

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama

Indonesia.

c. Simpanan dalam bentuk sertifikat

deposito syariah berdasarkan akad

mudarabah mutlaqah risikonya

ditanggung oleh Bank, sehingga dijamin

oleh LPS.

d. Investasi dalam bentuk sertifikat

deposito syariah berdasarkan akad

mudarabah mutlaqah atau mudarabah

muqayyadah risikonya ditanggung oleh

nasabah, sehingga tidak dijamin oleh

LPS.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 97/DSN-

MUI/XII/2015 tentang Sertifikat

Deposito Syariah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 74/DSN-

MUI/I/2009 Tentang Penjaminan

Syariah.

5. Pembiayaan yang

Diterima

Definisi:

Pembiayaan yang diterima dari perorangan

dan/atau nonperorangan sebagai salah

satu instrumen penghimpunan dana.

- 50 -

Akad:

a. Mudarabah mutlaqah.

b. Mudarabah muqayyadah.

Persyaratan:

a. Dalam hal pembiayaan yang diterima

menggunakan akad:

1) Mudarabah mutlaqah

Bank tidak dibatasi untuk

menggunakan dana nasabah dalam

aktivitas penyaluran dana selama

tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah;

2) Mudarabah muqayyadah

a) Nasabah selaku pemilik dana

memberikan syarat-syarat dan

batasan tertentu kepada Bank

antara lain mengenai tempat, cara,

dan/atau obyek investasi yang

dinyatakan secara jelas dalam

perjanjian; dan

b) Nasabah selaku pemilik dana

menanggung risiko kerugian

dalam hal obyek investasi yang

dibiayai atau underlying asset

mengalami penurunan kualitas

atau kerugian yang terjadi bukan

karena kelalaian Bank sebagai

pengelola dana dan/atau

menyalahi substansi perjanjian.

b. Bank dan nasabah melakukan

pembagian keuntungan dalam bentuk

nisbah yang disepakati dan dituangkan

dalam perjanjian.

c. Bank dapat mengurangi nisbah

keuntungan nasabah sepanjang

mendapat persetujuan nasabah.

- 51 -

d. Bank harus mengungkapkan rincian

pembiayaan yang diterima mengenai:

1) jenis (sumber dana) pembiayaan yang

diterima;

2) jangka waktu, imbalan (apabila ada),

dan jatuh tempo pembiayaan yang

diterima;

3) jenis valuta (rupiah dan valuta asing);

4) perikatan yang menyertainya;

5) nilai aset Bank yang

dibiayai/dijaminkan; dan

6) hubungan istimewa.

e. Pembiayaan yang diterima diakui

sebesar nilai nominal pada saat

perjanjian ditandatangani atau terjadi

kesepakatan antara nasabah dan Bank

penerima pembiayaan.

Karakteristik:

a. Metode bagi hasil dapat menggunakan

gross profit sharing atau profit sharing.

b. Dalam hal pembiayaan yang diterima

menggunakan:

1) mudarabah mutlaqah menggunakan

metode bagi hasil gross profit sharing,

maka Bank menjamin seluruh pokok

dana nasabah.

2) mudarabah mutlaqah menggunakan

metode bagi hasil profit sharing,

maka:

a) dana investasi tidak dijamin oleh

Bank; dan

b) nasabah selaku pemilik dana

menanggung risiko kerugian

dalam hal Bank mengalami

- 52 -

kerugian yang bukan disebabkan

karena kelalaian Bank; atau

3) mudarabah muqayyadah

menggunakan metode bagi hasil profit

sharing atau gross profit sharing,

dana investasi tidak dijamin oleh

Bank.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Mudarabah (Qiradh).

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah.

- 53 -

II. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Penyaluran Dana

No. Produk Bank Definisi atau Karakteristik Umum

1. Pembiayaan Murabahah Definisi:

Penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu untuk transaksi

jual beli barang sebesar harga pokok

ditambah margin berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan antara Bank dengan

nasabah yang mewajibkan nasabah untuk

melunasi hutang/kewajibannya.

Akad:

Murabahah.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai penyedia dana

untuk menjual barang dan nasabah

sebagai pihak pembeli barang.

b. Barang yang menjadi aset murabahah

harus secara jelas diketahui spesifikasi,

kuantitas, kualitas, dan harga

perolehan.

c. Barang yang menjadi aset murabahah

dapat berupa aset berwujud atau tidak

berwujud (contoh: hishah dan paten) dan

sudah tersedia (ready stock) pada saat

akad.

d. Harga perolehan aset murabahah harus

diberitahukan Bank kepada nasabah.

e. Jangka waktu pembiayaan ditetapkan

berdasarkan kesepakatan Bank dan

nasabah.

f. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

- 54 -

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat memberikan pembiayaan

dalam mata uang rupiah atau valuta

asing (khusus untuk pembiayaan dalam

valuta asing hanya berlaku bagi Bank

yang telah memperoleh persetujuan

untuk melakukan kegiatan usaha dalam

valuta asing).

b. Bank dapat memberikan pembiayaan

untuk tujuan modal kerja, investasi,

dan/atau konsumsi.

c. Aset yang menjadi obyek murabahah

dapat berupa properti, kendaraan

bermotor, atau aset lainnya.

d. Bank dapat membiayai sebagian atau

seluruh harga pembelian barang.

e. Bank dapat mewakilkan kepada

nasabah untuk membeli barang yang

dibutuhkan oleh nasabah dari pihak

ketiga untuk dan atas nama Bank.

Dalam hal ini, akad murabahah baru

dapat dilakukan setelah secara prinsip

barang tersebut menjadi milik Bank.

Nasabah wajib membeli barang yang

sudah disediakan oleh Bank dan Bank

dapat meminta ganti rugi kepada

nasabah apabila menimbulkan

kerugian.

f. Bank dapat meminta uang muka kepada

nasabah sebagai bukti komitmen

- 55 -

pembelian aset murabahah sebelum

akad disepakati dengan perlakuan

sebagai berikut:

1) dalam hal akad murabahah

disepakati maka uang muka menjadi

bagian pelunasan piutang

murabahah; atau

2) dalam hal akad murabahah batal,

maka uang muka dikembalikan

kepada nasabah setelah dikurangi

kerugian riil yang ditanggung oleh

Bank. Apabila uang muka lebih kecil

dari kerugian riil maka Bank dapat

meminta tambahan dari nasabah.

g. Bank dapat memberikan potongan pada

saat pelunasan piutang murabahah

dengan syarat tidak diperjanjikan dalam

akad.

h. Bank dalam melakukan pengakuan

pendapatan murabahah dapat

menggunakan metode anuitas atau

metode proporsional.

i. Bank dapat memberikan potongan harga

(diskon) harga barang dari pemasok

(supplier) dengan perlakuan sebagai

berikut:

1) dalam hal diberikan sebelum terjadi

akad murabahah, maka potongan

harga tersebut menjadi hak nasabah

dan menjadi mengurangi harga jual

murabahah; atau

2) dalam hal diberikan setelah terjadi

akad murabahah, maka dibagi sesuai

kesepakatan dalam akad. Apabila

tidak diatur dalam akad maka

potongan harga menjadi hak Bank.

- 56 -

j. Bank dapat memberikan potongan

tagihan (cicilan) murabahah yang belum

dilunasi apabila nasabah melakukan

pembayaran cicilan tepat waktu

dan/atau mengalami penurunan

kemampuan membayar, dengan syarat

tidak boleh diperjanjikan dalam akad

dan besarnya potongan diserahkan

kepada kebijakan Bank. Dalam hal Bank

memberikan potongan tagihan

murabahah yang belum dilunasi karena

nasabah membayar cicilan tepat waktu

maka Bank harus memiliki kebijakan

dan kriteria mengenai nasabah yang

membayar cicilan tepat waktu.

Mekanisme pemberian potongan tagihan

murabahah mengacu pada Pedoman

Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia

(PAPSI).

k. Bank dapat mengenakan denda kepada

nasabah yang tidak dapat melakukan

pembayaran angsuran piutang

murabahah dengan indikasi antara lain

adanya unsur kesengajaan dan adanya

unsur penyalahgunaan dana.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 13/DSN-

MUI/IX/2000 tentang Uang Muka

Dalam Murabahah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 16/DSN-

MUI/IX/2000 tentang Diskon Dalam

Murabahah.

- 57 -

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 23/DSN-

MUI/III/2002 tentang Potongan

Pelunasan Dalam Murabahah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

g. Fatwa DSN-MUI Nomor 46/DSN-

MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan

Murabahah (Khashm Fi Al-Murabahah).

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 47/DSN-

MUI/II/2005 tentang Penyelesaian

Piutang Murabahah Bagi Nasabah Tidak

Mampu Membayar.

i. Fatwa DSN-MUI Nomor 48/DSN-

MUI/II/2005 tentang Penjadwalan

Kembali Tagihan Murabahah.

j. Fatwa DSN-MUI Nomor 49/DSN-

MUI/II/2005 tentang Konversi Akad

Murabahah.

k. Fatwa DSN-MUI Nomor 84/DSN-

MUI/XII/2012 tentang Metode

Pengakuan Keuntungan Al-Tamwil Bi Al-

Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di

Lembaga Keuangan Syariah.

l. Fatwa DSN-MUI Nomor 90/DSN-

MUI/XII/2013 tentang Pengalihan

Murabahah antar Lembaga Keuangan

Syariah (LKS).

m. Fatwa DSN-MUI Nomor 110/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli.

n. Fatwa DSN-MUI Nomor 111/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli

Murabahah.

2. Pembiayaan Istishna’ Definisi:

Penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu untuk transaksi

- 58 -

jual beli barang dalam bentuk pemesanan

pembuatan barang tertentu dengan kriteria

dan persyaratan tertentu yang disepakati

antara pemesan atau pembeli dan penjual

atau pembuat.

Akad:

Istishna’.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia

dana maupun penjual untuk kegiatan

transaksi istishna’ dengan nasabah

sebagai pihak pembeli.

b. Spesifikasi dan harga barang pesanan

dalam istishna’ disepakati oleh nasabah

dan Bank di awal akad.

c. Barang pesanan harus diketahui

karakteristiknya secara umum yang

meliputi: jenis, macam, kualitas dan

kuantitasnya. Barang pesanan harus

sesuai dengan karakteristik yang telah

disepakati antara nasabah dan Bank.

Dalam hal barang pesanan yang

dikirimkan salah atau cacat maka Bank

harus bertanggung jawab atas

kelalaiannya.

d. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank

tidak boleh dalam bentuk pembebasan

utang nasabah atau dalam bentuk

pemberian piutang.

e. Bank tidak dapat meminta tambahan

harga dalam hal nasabah menerima

barang dengan kualitas yang lebih tinggi,

kecuali terdapat kesepakatan kedua

belah pihak.

- 59 -

f. Bank tidak harus memberikan potongan

harga (diskon) dalam hal nasabah

menerima barang dengan kualitas yang

lebih rendah, kecuali terdapat

kesepakatan kedua belah pihak.

g. Jangka waktu pembiayaan ditetapkan

berdasarkan kesepakatan Bank dan

nasabah.

h. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Mekanisme pembayaran istishna’

disepakati dalam akad dan dapat

dilakukan dengan cara:

1) pembayaran dimuka secara

keseluruhan atau sebagian setelah

akad namun sebelum pembuatan

barang;

2) pembayaran saat penyerahan barang

atau selama dalam proses pembuatan

barang (pembayaran per termin);

3) pembayaran ditangguhkan setelah

penyerahan barang; dan/atau

4) kombinasi dari cara pembayaran di

atas.

b. Metode pengakuan pendapatan istishna’

dapat dilakukan dengan menggunakan

- 60 -

metode persentase penyelesaian atau

metode akad selesai.

c. Dalam hal seluruh atau sebagian barang

tidak tersedia sesuai dengan waktu

penyerahan, kualitas atau jumlahnya

sebagaimana kesepakatan maka

nasabah memiliki pilihan untuk:

1) membatalkan akad dan meminta

pengembalian dana kepada Bank;

2) menunggu penyerahan barang

tersedia; atau

3) meminta kepada Bank untuk

mengganti dengan barang lainnya

yang sejenis atau tidak sejenis

sepanjang nilai pasarnya sama

dengan barang pesanan semula.

d. Bank dapat mengakui pendapatan

maksimal sebesar aset yang sudah

diterima oleh nasabah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 06/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 22/DSN-

MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istishna’

Paralel.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

3. Pembiayaan Salam Definisi:

Penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu untuk jual beli

barang pesanan dengan pengiriman barang

di kemudian hari oleh penjual dan

pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada

saat akad disepakati sesuai dengan syarat-

syarat tertentu.

- 61 -

Akad:

Salam.

Persyaratan:

a. Bank dapat bertindak sebagai pembeli

dan atau penjual dalam suatu transaksi

salam. Dalam hal Bank bertindak

sebagai pembeli maka Bank melakukan

transaksi salam, dan dalam hal Bank

bertindak sebagai penjual maka Bank

akan memesan kepada pihak lain untuk

menyediakan barang pesanan dalam

salam paralel.

b. Spesifikasi dan harga barang pesanan

disepakati di awal akad oleh nasabah

dan Bank pada akad pertama atau Bank

dengan pemasok pada akad kedua.

Ketentuan harga barang pesanan tidak

dapat berubah selama jangka waktu

akad.

c. Barang pesanan harus diketahui

karakteristiknya secara umum yang

meliputi: jenis, macam, kualitas dan

kuantitasnya.

d. Barang pesanan harus sesuai dengan

karakteristik yang telah disepakati

antara nasabah dan Bank atau Bank

dan pemasok. Dalam hal barang

pesanan yang dikirim salah atau cacat

maka Bank atau pemasok harus

bertanggung jawab atas kelalaiannya.

e. Pembayaran oleh nasabah kepada Bank

tidak boleh dalam bentuk pembebasan

utang nasabah atau dalam bentuk

pemberian piutang.

- 62 -

f. Pendapatan salam diperoleh dari selisih

harga jual kepada nasabah dan harga

beli dari pemasok.

g. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Dalam hal Bank bertindak sebagai

pembeli, Bank dapat meminta jaminan

kepada pemasok untuk menghindari

risiko yang merugikan Bank.

b. Bank dapat mengenakan denda kepada

pemasok.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional :

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 05/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

4. Pembiayaan Mudarabah Definisi:

Penyediaan dana untuk kerja sama usaha

antara dua pihak dimana pemilik dana

menyediakan seluruh dana, sedangkan

pengelola dana bertindak selaku pengelola,

dan keuntungan dibagi di antara mereka

sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Akad:

Mudarabah.

- 63 -

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pemilik dana

dan nasabah bertindak sebagai

pengelola dana.

b. Dalam hal pembiayaan menggunakan:

1) akad mudarabah mutlaqah, maka

Bank selaku pemilik dana

memberikan kebebasan kepada

nasabah selaku pengelola dana dalam

pengelolaan dana.

2) akad mudarabah muqayyadah, maka

Bank selaku pemilik dana

memberikan batasan khusus kepada

nasabah selaku pengelola dana

antara lain mengenai tempat, cara,

dan/atau obyek investasi.

c. Kegiatan usaha nasabah tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah.

d. Jangka waktu pengembalian dana dan

pembagian hasil usaha dari pengelolaan

dana ditentukan berdasarkan

kesepakatan Bank dan nasabah.

e. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan

dana dinyatakan dalam nisbah yang

disepakati.

f. Pembagian hasil usaha dilakukan atas

dasar laporan hasil usaha nasabah.

g. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan

berjenjang (tiering) yang besarnya

berbeda-beda sepanjang periode

pembiayaan atau ditetapkan secara

lainnya yang tidak merugikan dan

disepakati para pihak. Nisbah bagi hasil

yang telah disepakati tidak dapat diubah

sepanjang jangka waktu pembiayaan,

- 64 -

kecuali atas dasar kesepakatan para

pihak.

h. Dalam hal nasabah melakukan

kelalaian, kecurangan, dan/atau

menyalahi perjanjian yang

mengakibatkan kerugian usaha:

1) Bank tidak bertanggung jawab atas

kerugian yang ditimbulkan; dan

2) nasabah wajib mengembalikan sisa

pembiayaan yang diberikan Bank dan

bagi hasil yang telah menjadi hak

Bank namun belum dibayarkan.

i. Bank dan nasabah membuat

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

j. Metode bagi hasil dapat menggunakan :

1) profit sharing yakni bagi hasil yang

dihitung dari pendapatan setelah

dikurangi modal (ra’su al-mal) dan

biaya-biaya; atau

2) gross profit sharing yakni bagi hasil

yang dihitung dari pendapatan

setelah dikurangi modal (ra’su al-

mal).

Karakteristik:

a. Bank dapat memberikan pembiayaan

yang digunakan untuk tujuan modal

kerja dan/atau investasi.

- 65 -

b. Bank dapat meminta jaminan kepada

nasabah pada saat penyaluran

pembiayaan.

c. Bank tidak dapat meminta nasabah

untuk menjamin pengembalian modal.

d. Nasabah dapat menjamin pengembalian

modal atas kehendaknya sendiri tanpa

permintaan dari Bank.

e. Bank dapat meminta pihak ketiga untuk

menjamin pengembalian modal.

f. Dalam hal usaha mengalami kerugian

sementara Bank berbeda pendapat atas

kerugian tersebut, nasabah wajib

membuktikan bahwa kerugian yang

dialami bukan karena ta'addi, tafrith

atau mukhalafat al-syuruth.

g. Dalam hal pembuktian diterima oleh

pemilik modal, kerugian tersebut

menjadi tanggung jawab pemilik modal.

h. Dalam hal pembuktian tidak diterima

oleh pemilik modal, perselisihan

diselesaikan melalui jalur litigasi atau

non-litigasi.

i. Sebelum adanya keputusan yang

ditetapkan dan mengikat, kerugian

menjadi tanggung jawab pengelola.

j. Kerugian usaha yang menjadi tanggung

jawab shahibul mal sesuai dengan

metode perhitungan bagi hasil yang

disepakati.

k. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

- 66 -

l. Pencairan pembiayaan oleh Bank dapat

dilakukan secara sekaligus atau

bertahap.

m. Pengembalian pembiayaan oleh nasabah

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1) secara berkala sesuai dengan

proyeksi arus kas masuk (cash inflow)

usaha nasabah; atau

2) sekaligus pada akhir pembiayaan

(untuk pembiayaan dengan jangka

waktu sampai dengan 1 (satu) tahun).

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 07/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Mudarabah (Qiradh).

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-

MUI/X/2016 tentang Penjaminan

Pengembalian Modal Pembiayaan

Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah

Bil Istitsmar.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 115/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Mudarabah.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

5. Pembiayaan Musyarakah Definisi:

Penyediaan dana untuk kerja sama usaha

tertentu yang masing-masing pihak

memberikan porsi dana dengan ketentuan

bahwa keuntungan akan dibagi sesuai

dengan nisbah yang disepakati, sedangkan

kerugian ditanggung sesuai dengan porsi

dana masing-masing.

- 67 -

Pembiayaan musyarakah dapat berbentuk

pembiayaan investasi, pembiayaan modal

kerja, atau pembiayaan rekening koran

syariah.

Akad:

Musyarakah.

Persyaratan:

a. Bank dan nasabah masing-masing

bertindak sebagai mitra usaha dengan

bersama-sama menyediakan dana untuk

membiayai suatu kegiatan usaha

tertentu.

b. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan

dana dinyatakan dalam nisbah yang

disepakati.

c. Pembagian hasil usaha dilakukan atas

dasar laporan hasil usaha nasabah.

d. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan

berjenjang (tiering) yang besarnya

berbeda-beda sepanjang periode

pembiayaan atau ditetapkan secara

lainnya yang tidak merugikan dan

disepakati para pihak. Nisbah bagi hasil

yang disepakati tidak dapat diubah

sepanjang jangka waktu pembiayaan,

kecuali atas dasar kesepakatan para

pihak.

e. Bank dan nasabah menanggung

kerugian secara proporsional menurut

modal masing-masing. Dalam hal

nasabah melakukan kelalaian,

kecurangan, dan/atau menyalahi

perjanjian yang mengakibatkan kerugian

usaha, maka:

- 68 -

1) Bank tidak bertanggung jawab atas

kerugian yang ditimbulkan; dan

2) nasabah wajib mengembalikan sisa

pembiayaan yang diberikan Bank dan

bagi hasil yang telah menjadi hak

Bank namun belum dibayarkan.

f. Nasabah bertindak sebagai pengelola

usaha dan Bank sebagai mitra usaha

dapat ikut serta dalam pengelolaan

usaha sesuai dengan tugas dan

wewenang yang disepakati seperti

melakukan reviu dan/atau meminta

laporan hasil usaha yang dibuat oleh

nasabah berdasarkan bukti pendukung

yang dapat dipertanggungjawabkan.

g. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga akad

musyarakah dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

h. Dalam hal terdapat keuntungan melebihi

jumlah tertentu, kelebihan atau

persentase dapat diberikan kepada salah

satu pihak sesuai kesepakatan.

Karakteristik:

a. Bank dapat memberikan pembiayaan

untuk tujuan modal kerja dan/atau

investasi.

b. Bank tidak dapat meminta nasabah

untuk menjamin pengembalian modal.

- 69 -

c. Nasabah dapat menjamin pengembalian

modal atas kehendaknya sendiri tanpa

permintaan dari Bank.

d. Bank dapat meminta pihak ketiga untuk

menjamin pengembalian modal.

e. Dalam hal usaha mengalami kerugian

sementara Bank berbeda pendapat atas

kerugian tersebut, nasabah wajib

membuktikan bahwa kerugian yang

dialami bukan karena ta'addi, tafrith

atau mukhalafat al-syuruth.

f. Dalam hal pembuktian diterima oleh

pemilik modal, kerugian tersebut

menjadi tanggung jawab pemilik modal.

g. Dalam hal pembuktian tidak diterima

oleh pemilik modal, perselisihan

diselesaikan melalui jalur litigasi atau

nonlitigasi.

h. Sebelum adanya keputusan yang

ditetapkan dan mengikat, kerugian

menjadi tanggung jawab pengelola.

i. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

j. Pencairan pembiayaan dapat dilakukan

secara sekaligus atau bertahap.

k. Bank atau nasabah dapat mengusulkan

apabila keuntungan melebihi jumlah

tertentu, kelebihan atau persentase

dapat diberikan kepada salah satu pihak

sesuai kesepakatan sepanjang tidak

merugikan nasabah pemilik dana.

l. Metode bagi hasil pembiayaan mengacu

pada PAPSI.

- 70 -

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 55/DSN-

MUI/V/2007 tentang Pembiayaan

Rekening Koran Syari’ah Musyarakah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-

MUI/X/2016 tentang Penjaminan

Pengembalian Modal Pembiayaan

Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah

Bil Istitsmar.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

6. Pembiayaan Musyarakah

Mutanaqishah (MMQ)

Definisi:

Pembiayaan musyarakah yang kepemilikan

aset atau modal salah satu pihak (syarik)

berkurang disebabkan pembelian secara

bertahap oleh pihak lainnya.

Akad:

Musyarakah dan Bai’.

Persyaratan:

a. Memenuhi pembiayaan musyarakah

antara lain:

1) Bank dan nasabah memberikan

kontribusi modal berdasarkan

kesepakatan;

2) keuntungan dibagi sesuai nisbah

yang disepakati;

- 71 -

3) dalam hal usaha mengalami kerugian

sementara Bank berbeda pendapat

atas kerugian tersebut, nasabah

wajib membuktikan bahwa kerugian

yang dialami bukan karena ta'addi,

tafrith atau mukhalafat al-syuruth;

4) dalam hal pembuktian diterima oleh

pemilik modal, kerugian tersebut

menjadi tanggung jawab pemilik

modal;

5) dalam hal pembuktian tidak diterima

oleh pemilik modal, perselisihan

diselesaikan melalui jalur litigasi atau

non-litigasi;

6) sebelum adanya keputusan yang

ditetapkan dan mengikat, kerugian

menjadi tanggung jawab nasabah;

dan

7) kerugian ditanggung sesuai proporsi

modal.

b. Modal usaha dari para pihak (Bank dan

nasabah) dinyatakan dalam bentuk porsi

kepemilikan (hishshah).

c. Modal usaha yang telah dinyatakan

dalam bentuk porsi kepemilikan

(hishshah) tidak boleh berkurang selama

akad berlaku secara efektif.

d. Bank berjanji untuk menjual seluruh

porsi kepemilikan (hishshah) nya secara

terjadwal/reguler maupun tidak

terjadwal dan nasabah wajib

membelinya.

e. Porsi kepemilikan (hishshah) salah satu

pihak beralih karena pembelian unit

hishshah oleh pihak lain.

- 72 -

f. Pada jangka waktu yang disepakati atau

berdasarkan kesepakatan para pihak,

Bank mengalihkan seluruh hishshah-

nya kepada nasabah dan nasabah wajib

membayar harga hishshah yang

dialihkan.

g. Keuntungan yang diperoleh dari

kegiatan usaha antara lain; sewa aset

MMQ dibagi sesuai dengan nisbah yang

disepakati dalam akad sedangkan

kerugian dibagi berdasarkan porsi

kepemilikan (hishshah).

Dalam hal nasabah wanprestasi maka

nasabah mengembalikan aset MMQ yang

menjadi obyek syirkah untuk

mengembalikan sisa porsi kepemilikan

Bank.

h. Jangka waktu pembiayaan ditentukan

berdasarkan kesepakatan Bank dan

nasabah secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

i. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga akad

musyarakah mutanaqisah dilakukan

secara lisan dan perbuatan/tindakan

yang terdokumentasi serta dapat

dilakukan secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- 73 -

Karakteristik:

a. Bank dapat memberikan pembiayaan

yang digunakan untuk tujuan konsumsi,

investasi dan/atau modal kerja.

b. Bank dapat meminta jaminan kepada

nasabah pada saat penyaluran

pembiayaan.

c. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

d. Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan

berjenjang (tiering) yang besarnya

berbeda-beda sepanjang periode

pembiayaan, ditetapkan mengikuti

perubahan proporsi kepemilikan modal

atau ditetapkan dengan cara lainnya

yang tidak merugikan dan disepakati

para pihak.

e. Aset MMQ dapat disewakan kepada

nasabah atau pihak lain. Dalam hal aset

MMQ disewakan kepada nasabah

syirkah, pembayaran sewa yang tercatat

di Bank dapat dijadikan bukti

pendapatan usaha.

f. Pembayaran ujrah dari sewa aset MMQ

dapat dilakukan sesuai kesepakatan

secara tunai, tangguh, atau bertahap.

g. Bank dapat melakukan reviu ujrah dari

sewa MMQ apabila memenuhi syarat

sebagai berikut:

1) perubahan terjadi pada periode

pembayaran sewa berikutnya;

2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa

apabila tidak dilakukan reviu akan

- 74 -

timbul kerugian bagi salah satu

pihak; dan

3) disepakati oleh kedua belah pihak

(Bank dan nasabah atau pihak lain

yang menyewa).

h. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam

akad di antaranya mengenai periode

reviu ujrah atau formula penentuan

ujrah.

i. Dalam hal di awal periode pembiayaan

MMQ belum memberikan manfaat

secara optimal, maka Bank

diperkenankan memberi keringanan

kepada nasabah untuk tidak membeli

unit hishshah milik Bank.

j. Metode bagi hasil mengacu pada PAPSI.

k. Aset MMQ dapat berupa:

1) aset berwujud atau sudah tersedia

atau siap pakai (ready stock);

dan/atau

2) aset belum berwujud atau inden.

Dalam hal aset MMQ merupakan barang

inden atau dalam proses

pembangunan/produksi, maka harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) menggunakan akad MMQ dan ijarah

maushufah fi al-dzimmah.

2) dalam hal pembiayaan ditujukan

untuk kepemilikan properti, maka

juga harus memenuhi hal-hal sebagai

berikut:

a) memenuhi persyaratan

sebagaimana diatur dalam

ketentuan mengenai rasio loan to

value atau rasio financing to value

untuk kredit atau pembiayaan

- 75 -

properti dan uang muka untuk

kredit atau pembiayaan

kendaraan bermotor antara lain:

i. pembiayaan merupakan

pembiayaan properti urutan

pertama;

ii. terdapat perjanjian kerjasama

antara Bank dan pengembang

yang paling kurang memuat

kesanggupan pengembang

untuk menyelesaikan properti

sesuai dengan yang

diperjanjikan dengan

nasabah;

iii. terdapat jaminan yang

diberikan oleh pengembang

kepada Bank yang berasal

dari pengembang sendiri atau

pihak lain yang dapat

digunakan untuk

menyelesaikan kewajiban

pengembang apabila properti

tidak dapat diselesaikan

dan/atau tidak dapat

diserahterimakan sesuai

perjanjian; dan

iv. pencairan pembiayaan

properti hanya dapat

dilakukan secara bertahap

usesuai perkembangan

pembangunan properti yang

dibiayai.

b) dalam perjanjian kerjasama antara

Bank dan pengembang memuat

klausula tentang kejelasan obyek

yang dibiayai terkait:

- 76 -

i. kuantitas dan kualitasnya;

ii. kriteria dan spesifikasinya;

dan

iii. jangka waktu pembangunan

dan waktu serah terima.

c) dalam perjanjian pembiayaan

MMQ memuat klausula yang

mengatur mengenai penyelesaian

permasalahan dalam hal

pengembang wanprestasi.

d) Bank wajib memiliki kebijakan dan

kriteria pengembang yang dapat

melakukan kerjasama dengan

Bank.

e) Bank wajib memastikan bahwa

pengembang memiliki

kemampuan untuk mewujudkan

aset MMQ yang dapat

diindikasikan dengan parameter

antara lain:

i. tanahnya telah tersedia,

bersertifikat, dan bebas

sengketa; dan

ii. pengembang telah memiliki

izin pendirian bangunan

sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-

undangan.

f) Pengakuan pendapatan selama

aset MMQ masih inden mengacu

pada PAPSI.

l. Para syarik bertanggung jawab atas

proses pembangunan/produksi barang

inden.

m. Dalam hal barang inden (dalam proses

pembangunan/produksi) hingga batas

- 77 -

waktu pembangunan tidak dapat

diserahterimakan, maka para syarik

bertanggung jawab untuk

mengembalikan ujroh yang telah

dibayarkan oleh penyewa.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-

MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review

Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-

MUI/XI/2008 tentang Musyarakah

Mutanaqisah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-

MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan

Ulang (Refinancing) Syariah.

g. Keputusan DSN No.01/DSN-

MUI/X/2013 tentang Pedoman

Implementasi Musyarakah Mutanaqisah

dalam Pembiayaan.

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 105/DSN-

MUI/X/2016 tentang Penjaminan

Pengembalian Modal Pembiayaan

Mudarabah, Musyarakah dan Wakalah

Bil Istitsmar.

i. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.

- 78 -

j. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

k. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

7. Pembiayaan Ijarah

Definisi:

Penyediaan dana untuk pemindahan hak

guna/manfaat atas suatu aset dalam waktu

tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah)

tanpa diikuti dengan pemindahan

kepemilikan aset itu sendiri.

Akad:

Ijarah.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pemilik

dan/atau pihak yang mempunyai hak

penguasaan dan hak menyewakan atas

barang sewa baik berupa benda

berwujud (tangible asset), benda tidak

berwujud (intangible asset) atau jasa,

yang menyewakan barang sewa

dimaksud kepada nasabah sesuai

kesepakatan.

b. Barang sewa harus dapat dinilai dan

diidentifikasi secara spesifik dan

dinyatakan dengan jelas termasuk

besarnya nilai sewa dan jangka

waktunya.

c. Pembayaran sewa tidak dapat dilakukan

dalam bentuk piutang maupun dalam

bentuk pembebasan utang.

d. Bank dapat meminta nasabah untuk

bertanggung jawab atas kerusakan objek

- 79 -

sewa yang terjadi karena pelanggaran

akad atau kelalaian nasabah.

e. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga akad

ijarah dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

b. Bank dapat melakukan reviu ujrah

apabila memenuhi syarat sebagai

berikut:

1) perubahan terjadi pada periode

pembayaran sewa berikutnya;

2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa

apabila tidak dilakukan reviu akan

timbul kerugian bagi salah satu

pihak; dan/atau

3) disepakati oleh kedua belah pihak

(Bank dan nasabah atau pihak lain

yang menyewa).

c. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam

akad diantaranya mengenai periode

reviu ujrah dan formula penentuan

ujrah.

- 80 -

d. Obyek sewa merupakan benda berwujud

(tangible asset) atau tidak berwujud

(intangible asset) yang dapat diambil

manfaatnya.

e. Dalam hal benda tidak berwujud, maka

manfaat atas benda tidak berwujud

tersebut dapat dialihkan sepanjang

periode pembiayaan.

f. Bank dapat meminta nasabah untuk

menjaga keutuhan barang sewa, dan

menanggung biaya pemeliharaan barang

sewa sesuai dengan kesepakatan dimana

uraian biaya pemeliharaan yang bersifat

material dan struktural harus

dituangkan dalam akad.

g. Bank dapat menambahkan biaya

asuransi atas obyek dalam harga

perolehan atas barang.

h. Pembayaran sewa dapat dilakukan baik

dengan angsuran atau sekaligus sesuai

kesepakatan.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-

MUI/V/2007 ten-tang Ketentuan Review

Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

- 81 -

8. Pembiayaan Ijarah

Muntahiyah Bittamlik

(IMBT)

Definisi:

Penyediaan dana dalam rangka

memindahkan hak guna atau manfaat dari

suatu barang atau jasa berdasarkan

transaksi sewa dengan opsi pemindahan

kepemilikan barang.

Akad:

Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT).

Persyaratan:

a. Bank sebagai penyedia dana dalam

kegiatan ijarah dengan nasabah, juga

bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad)

antara lain untuk memberikan opsi

pengalihan hak kepemilikan barang

sewa kepada nasabah sesuai

kesepakatan.

b. Perpindahan kepemilikan suatu aset

dari Bank kepada nasabah dapat

dilakukan jika aktivitas penyewaan telah

berakhir atau diakhiri dan aset ijarah

telah diserahkan kepada nasabah

dengan membuat akad terpisah.

c. Barang sewa harus dapat dinilai dan

diidentifikasi secara spesifik dan

dinyatakan dengan jelas termasuk

besarnya nilai sewa dan jangka

waktunya.

d. Barang yang disewakan harus berupa

benda berwujud, sudah tersedia atau

siap pakai (ready stock) dan dapat

diserahterimakan.

e. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga akad

IMBT dilakukan secara lisan dan

- 82 -

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

b. Bank dapat meminta nasabah untuk

bertanggung jawab atas kerusakan

barang sewa yang terjadi karena

pelanggaran akad atau kelalaian

nasabah.

c. Bank dapat menetapkan obyek IMBT

berupa barang bergerak atau tidak

bergerak yang dapat diambil manfaat

sewa dapat berupa properti, kendaraan

bermotor, atau aset lainnya.

d. Bank dapat melakukan reviu ujrah

apabila memenuhi syarat sebagai

berikut:

1) perubahan terjadi pada periode

pembayaran sewa berikutnya;

2) terdapat indikasi sangat kuat bahwa

apabila tidak dilakukan reviu akan

timbul kerugian bagi salah satu

pihak; dan/atau

3) disepakati oleh kedua belah pihak

(Bank dan nasabah atau pihak lain

yang menyewa).

- 83 -

e. Ketentuan reviu ujrah dijelaskan dalam

akad diantaranya mengenai periode

reviu ujrah dan formula penentuan

ujrah.

f. Bank dapat menambahkan biaya

asuransi atas obyek dalam harga

perolehan atas barang.

g. Bank dan nasabah dapat menyepakati

cara pembayaran sewa dengan angsuran

atau sekaligus.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-

MUI/III/2002, tentang Al-Ijarah Al-

Muntahiyah Bi Al-Tamlik.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 56/DSN-

MUI/V/2007 tentang Ketentuan Review

Ujrah pada Lembaga Keuangan Syariah.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Sale and

Leaseback.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 101/DSN-

MUI/X/2016 tentang Akad Al Ijarah

Maushufah Fi Al Dzimmah (IMFD).

g. Fatwa DSN-MUI Nomor 102/DSN-

MUI/X/2016 tentang Akad Al Ijarah

Maushufah Fi Al Dzimmah (IMFD) untuk

Produk Pembiayaan Pemilikan Rumah

(PPR) Inden.

- 84 -

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

9. Pembiayaan Ijarah

Multijasa

Definisi:

Penyediaan dana untuk pemindahan

manfaat atas jasa dalam waktu tertentu

dengan pembayaran sewa (ujrah).

Akad:

Ijarah atau kafalah.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pemilik

dan/atau pihak yang mempunyai hak

penguasaan dan hak menyewakan atas

obyek sewa kepada nasabah sesuai

kesepakatan.

b. Dalam hal benda tidak berwujud, maka

manfaat atas benda tidak berwujud

tersebut telah dialihkan kepada nasabah

di awal pembiayaan.

c. Bank dapat memperoleh imbalan

jasa/ujrah/fee. Besarnya

imbalan/ujrah/fee disepakati di awal

akad dan dinyatakan dalam bentuk

nominal (bukan dalam bentuk

persentase).

d. Pembiayaan melibatkan tiga pihak yaitu

Bank, nasabah, dan pihak ketiga.

e. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga akad

ijarah multijasa dilakukan secara lisan

dan perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

- 85 -

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat memberikan pembiayaan

ijarah multijasa untuk keperluan antara

lain jasa pendidikan, jasa kesehatan,

jasa pariwisata, jasa ibadah umroh, dan

jasa lainnya yang tidak bertentangan

dengan Prinsip Syariah.

b. Bank dapat meminta nasabah untuk

menyediakan invoice/bukti pemesanan

jasa sebelum pengajuan pembiayaan

dan/atau pencairan pembiayaan.

c. Bank dapat melakukan pemeriksaan

setelah proses pencairan untuk

meyakinkan bahwa dana yang sudah

dicairkan sesuai dengan tujuan

penggunaan yang disampaikan pada

saat pengajuan pembiayaan.

d. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan kesepakatan

yang besarnya sesuai dengan biaya riil

yang terkait langsung dengan

pembiayaan.

e. Bank dapat meminta jaminan.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 44/DSN-

MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan

Multijasa.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Kafalah.

- 86 -

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

10. Pembiayaan Qardh Definisi:

Penyediaan dana atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara

peminjam dan pihak yang meminjamkan

yang mewajibkan peminjam melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu.

Akad:

Qardh.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai penyedia dana

untuk memberikan pinjaman qardh

kepada nasabah berdasarkan

kesepakatan.

b. Pinjaman qardh yang diberikan

merupakan pinjaman yang tidak

mempersyaratkan adanya imbalan.

c. Bank hanya boleh mengenakan biaya

administrasi atas pinjaman qardh dalam

bentuk nominal dan tidak dikaitkan

dengan jumlah dan jangka waktu

pinjaman.

d. Jika pembiayaan qardh menjadi akad

pelengkap dari akad lainnya, maka akad

lainnya dapat mengenakan pendapatan.

f. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

- 87 -

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

Bank dapat meminta jaminan atas

pemberian qardh.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan

Menggunakan Dana Nasabah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

11. Pembiayaan Pengurusan

Haji

Definisi:

Pembiayaan yang diberikan Bank untuk

nasabah dalam rangka pengurusan haji.

Akad:

a. Ijarah; dan

b. Qardh.

Persyaratan:

a. Bank telah ditetapkan sebagai BPS BPIH

oleh otoritas yang berwenang.

b. Bank dalam memberikan jasa

pengurusan haji tidak boleh

mempersyaratkan pemberian

pembiayaan pendaftaran haji.

c. Dalam hal Bank memberikan

pembiayaan pendaftaran haji:

- 88 -

1) besar ujrah pengurusan haji tidak

boleh didasarkan pada jumlah

pembiayaan pendaftaran haji yang

diberikan Bank kepada nasabah.

2) Bank melakukan analisis nasabah

yang antara lain meliputi aspek

personal berupa analisa karakter

(character) dan/atau aspek

keuangan.

g. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

d. Bank menerapkan transparansi

informasi produk dan perlindungan

nasabah sesuai ketentuan yang berlaku.

e. Bank memiliki kebijakan dan prosedur

untuk mitigasi risiko.

f. Bank memiliki sistem pencatatan dan

pengadministrasian rekening yang

memadai.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan ujrah atas

pengurusan haji.

b. Untuk pengurusan haji, Bank dapat

memberikan pembiayaan pendaftaran

haji atau tidak memberikan pembiayaan

pendaftaran haji. Dalam hal Bank

- 89 -

memberikan pembiayaan pendaftaran

haji, maka:

1) jangka waktu paling lama 1 (satu)

tahun dan tidak dapat diperpanjang;

2) nasabah wajib melunasi pembiayaan

pendaftaran haji yang diberikan

sebelum waktu keberangkatan haji;

3) pengembalian pembiayaan

pendaftaran haji dapat dilakukan

secara berkala atau sekaligus di

akhir;

4) Bank dapat meminta jaminan berupa

bukti pendaftaran haji dan/atau

surat kuasa pembatalan pendaftaran

haji; dan

5) Bank dapat membebankan biaya

administrasi kepada nasabah dalam

bentuk nominal dan tidak dikaitkan

dengan jumlah dan jangka waktu

talangan haji.

Fatwa:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 29/DSN-

MUI/VI/2002 tentang Pembiayaan

Pengurusan Haji Lembaga Keuangan

Syariah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan

Menggunakan Dana Nasabah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

- 90 -

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

12. Anjak Piutang Syariah Definisi:

Pengalihan penyelesaian piutang atau

tagihan jangka pendek dari nasabah yang

memiliki piutang atau tagihan kepada Bank

yang kemudian menagih piutang tersebut

kepada pihak yang berutang atau pihak

yang ditunjuk oleh pihak yang berutang

sesuai Prinsip Syariah.

Akad:

Wakalah bil ujroh.

Persyaratan:

a. Nasabah mewakilkan kepada Bank

untuk melakukan pengurusan

dokumen-dokumen penjualan kemudian

menagih piutang kepada pihak yang

berutang atau pihak lain yang ditunjuk

oleh pihak yang berutang.

b. Bank menjadi wakil dari nasabah untuk

melakukan penagihan (collection) kepada

pihak yang berutang atau pihak lain

yang ditunjuk oleh pihak yang berutang

untuk membayar.

h. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- 91 -

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya

administrasi sesuai dengan

kesepakatan.

b. Bank dapat memberikan dana talangan

(qardh) kepada pihak yang berpiutang

sebesar nilai piutang. Dalam hal Bank

memberikan dana talangan (qardh)

maka antara akad wakalah bil ujrah dan

akad qardh tidak boleh ada keterkaitan.

c. Bank dapat memperoleh ujrah/fee atas

jasanya untuk melakukan penagihan

piutang. Dalam hal bank memperoleh

ujrah/fee:

1) besarnya ujrah/fee harus disepakati

pada saat akad dan dinyatakan dalam

bentuk nominal, bukan dalam bentuk

persentase yang dihitung dari pokok

piutang;

2) pembayaran ujrah/fee dapat diambil

dari dana talangan atau sesuai

kesepakatan dalam akad.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 67/DSN-

MUI/III/ 2008 tentang Anjak Piutang

Syariah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-

MUI/X/2016 tentang Subrogasi

Berdasarkan Prinsip Syariah.

13. Penjaminan (Garansi)

Syariah

Definisi:

Kesanggupan tertulis yang diberikan oleh

Bank kepada pihak penerima jaminan

bahwa Bank akan membayar sejumlah

uang kepadanya pada waktu tertentu jika

pihak terjamin tidak dapat memenuhi

kewajibannya dalam bentuk Bank Garansi,

- 92 -

Standby L/C, Demand Guarantee dan

Counter Guarantee.

Akad:

Kafalah bil ujroh.

Persyaratan:

a. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan

atas pemenuhan kewajiban nasabah

terhadap pihak ketiga.

b. Objek penjaminan:

1) merupakan kewajiban nasabah yang

meminta jaminan;

2) nilai, jumlah, dan spesifikasinya jelas

termasuk jangka waktu penjaminan;

dan

3) tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan ujrah/fee yang

disepakati di awal dan dinyatakan dalam

jumlah nominal tertentu.

b. Bank dapat meminta jaminan.

c. Dalam hal nasabah tidak dapat

memenuhi kewajibannya kepada pihak

ketiga, Bank melakukan pemenuhan

kewajiban kepada pihak ketiga dapat

dengan memberikan dana talangan atau

dengan mengeksekusi jaminan.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Kafalah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

- 93 -

14. Pembiayaan Perdagangan

a. Penerbitan, Konfirmasi,

Dan Pembiayaan Dengan

Letter Of Credit (L/C) /

SKBDN

Definisi:

Penyediaan salah satu atau beberapa

layanan yang meliputi penerbitan,

konfirmasi, dan pembiayaan L/C atau

SKBDN berdasarkan permintaan tertulis

pemohon (applicant) yang mengikat Bank

pembuka (issuing bank) untuk:

a. melakukan pembayaran kepada

penerima atau ordernya, atau

mengaksep dan membayar wesel yang

ditarik oleh penerima;

b. memberi kuasa kepada Bank lain untuk

melakukan pembayaran kepada

penerima, mengaksep dan membayar

wesel yang ditarik oleh penerima;

c. memberi kuasa kepada Bank lain untuk

menegosiasi wesel yang ditarik oleh

penerima, atas penyerahan dokumen

sepanjang persyaratan dan kondisi L/C

atau SKBDN dipenuhi;

d. meminta konfirmasi kepada Bank

penjamin (confirming bank) atas L/C

atau SKBDN yang diterbitkan; dan/atau

e. melakukan pembiayaan atas L/C atau

SKBDN yang diterbitkan.

Akad:

a. Wakalah bil Ujrah;

b. Wakalah bil Ujrah dan Qardh;

c. Kafalah bil Ujrah;

d. Murabahah;

e. Salam/Istishna’ dan Murabahah;

f. Wakalah bil Ujrah dan Mudarabah;

g. Musyarakah;

h. MMQ;

i. IMBT;

- 94 -

j. Wakalah bil Ujrah dan Hawalah;

dan/atau

k. Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan:

a. Bank memenuhi ketentuan yang

mengatur mengenai L/C atau SKBDN.

b. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan penerbitan L/C atau

SKBDN dalam bentuk perjanjian tertulis

atau menggunakan formulir atau bentuk

lain yang dapat dipersamakan dengan

itu yang terdokumentasi serta dapat

dilakukan secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat memperoleh

imbalan/fee/ujrah/margin/bagi hasil

yang disepakati di awal.

b. Bank dapat meminta jaminan.

c. Bila nasabah tidak memiliki dana yang

cukup untuk membayar harga barang

yang dipesan maka:

1) Bank dapat memberikan dana

talangan (qardh) kepada nasabah

untuk pelunasan pembayaran barang

pesanan berdasarkan prinsip

wakalah dan qardh;

2) Bank dapat bertindak selaku penjual

yang menjual barang pesanan kepada

nasabah dengan keuntungan yang

disepakati berdasarkan prinsip

pembiayaan

murabahah/salam/istishna’;

- 95 -

3) Bank dapat bertindak selaku pemilik

dana yang menyerahkan modal

kepada nasabah senilai harga barang

yang dipesan, berdasarkan prinsip

pembiayaan mudarabah/

musyarakah.

4) Bank dapat bertindak selaku pemilik

dana yang melakukan pembayaran

kepada penerima sehingga

pembayaran beralih dari nasabah

kepada Bank berdasarkan prinsip

hawalah.

5) Dalam hal SKBDN menggunakan

akad kafalah atau wakalah, Bank

dapat melakukan pembiayaan ulang

menggunakan akad MMQ atau IMBT

atas barang yang telah dibeli oleh

nasabah.

6) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah, dengan ketentuan:

a) nasabah importir memiliki dana

pada Bank sebesar harga

pembayaran barang yang diimpor;

b) nasabah importir dan Bank

melakukan akad wakalah bil ujrah

untuk pengurusan dokumen-

dokumen transaksi impor; dan

c) besar ujrah harus disepakati di

awal dan dinyatakan dalam

bentuk nominal, bukan dalam

bentuk persentase.

7) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah dan qardh, dengan

ketentuan:

a) nasabah importir tidak memiliki

dana cukup pada Bank untuk

- 96 -

pembayaran harga barang yang

diimpor;

b) nasabah importir dan Bank

melakukan akad wakalah bil ujrah

untuk pengurusan dokumen-

dokumen transaksi impor;

c) besar ujrah harus disepakati di

awal dan dinyatakan dalam

bentuk nominal, bukan dalam

bentuk persentase; dan

d) Bank memberikan dana talangan

(qardh) kepada importir untuk

pelunasan pembayaran barang

impor.

8) Bank dapat menggunakan akad

murabahah, dengan ketentuan:

a) Bank bertindak selaku pembeli

yang mewakilkan kepada nasabah

importir untuk melakukan

transaksi dengan eksportir;

b) pengurusan dokumen dan

pembayaran dilakukan oleh Bank

saat dokumen diterima (at sight)

dan/atau tangguh sampai dengan

jatuh tempo (usance);

c) Bank menjual barang secara

murabahah kepada nasabah

importir, baik dengan pembayaran

tunai maupun cicilan; dan

d) biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

Bank akan diperhitungkan sebagai

harga perolehan barang.

9) Bank dapat menggunakan akad

salam/istishna’ dan murabahah,

dengan ketentuan:

- 97 -

a) Bank melakukan akad salam atau

istishna’ dengan mewakilkan

kepada nasabah importir untuk

melakukan transaksi tersebut;

b) pengurusan dokumen dan

pembayaran dilakukan oleh Bank;

c) Bank menjual barang secara

murabahah kepada nasabah

importir, baik dengan pembayaran

tunai maupun cicilan; dan

d) biaya-biaya yang dikeluarkan oleh

Bank akan diperhitungkan sebagai

harga perolehan barang.

10) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah dan mudarabah,

dengan ketentuan:

a) nasabah melakukan akad

wakalah bil ujrah kepada Bank

untuk melakukan pengurusan

dokumen dan pembayaran; dan

b) Bank dan nasabah importir

melakukan akad mudarabah,

dimana Bank bertindak selaku

pemilik dana menyerahkan modal

kepada nasabah importir sebesar

harga barang yang diimpor.

11) Bank dapat menggunakan akad

musyarakah di mana Bank dan

nasabah importir menyertakan modal

untuk melakukan kegiatan impor

barang.

12) Bank dapat menggunakan akad

kafalah bil ujrah, dengan ketentuan:

a) ujrah/fee atas transaksi kafalah

harus disepakati dan dituangkan

dalam akad; dan

- 98 -

b) pelunasan pembayaran barang

yang diadakan berdasarkan L/C

tersebut dapat dilakukan dengan:

i. dana nasabah; atau

ii. dalam hal nasabah tidak

memiliki dana maka

pembayaran menggunakan

pembiayaan dari Bank

dengan menggunakan akad

syariah yang sesuai

berdasarkan Fatwa DSN-MUI.

13) Dalam hal pengiriman barang telah

terjadi, sedangkan pembayaran

belum dilakukan, alternatif akad

yang digunakan adalah:

a) alternatif 1 menggunakan wakalah

bil ujrah dan qardh, dengan

ketentuan:

i. nasabah importir tidak

memiliki dana cukup pada

Bank untuk pembayaran

harga barang yang diimpor;

ii. nasabah importir dan Bank

melakukan akad wakalah bil

ujrah untuk pengurusan

dokumen-dokumen transaksi

impor;

iii. besar ujrah harus disepakati

di awal dan dinyatakan dalam

bentuk nominal, bukan dalam

bentuk persentase; dan

iv. Bank memberikan dana

talangan (qardh) kepada

nasabah importir untuk

pelunasan pembayaran

barang impor; atau

- 99 -

b) alternatif 2 menggunakan wakalah

bil ujrah dan hawalah, dengan

ketentuan:

i. nasabah importir tidak

memiliki dana cukup pada

Bank untuk pembayaran

harga barang yang diimpor;

ii. nasabah importir dan Bank

melakukan akad wakalah

untuk pengurusan dokumen-

dokumen transaksi impor;

iii. besar ujrah harus disepakati

di awal dan dinyatakan dalam

bentuk nominal, bukan dalam

bentuk persentase; dan

iv. hutang kepada eksportir

dialihkan oleh nasabah

importir menjadi hutang

kepada Bank dengan meminta

Bank membayar kepada

eksportir senilai barang yang

diimpor.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-

MUI/IX/2002 tentang Al Ijarah Al-

Muntahiyah Bi Al-Tamlik.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 34/DSN-

MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit

(L/C) Impor Syariah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 57/DSN-

MUI/IV/2007 tentang Letter of Credit

(L/C) dengan akad Kafalah bil Ujrah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

- 100 -

b. Penerimaan, Penagihan,

Konfirmasi, Penjaminan

dan Pembiayaan L/C dan

SKBDN

Definisi:

Penyediaan salah satu atau beberapa

layanan yang meliputi penerimaan,

penagihan, konfirmasi, pengalihan, dan

pembiayaan L/C atau SKBDN yang

diterbitkan oleh Bank penerbit untuk

memfasilitasi perdagangan dengan

pemenuhan persyaratan tertentu sesuai

dengan Prinsip Syariah yang meliputi:

a. menerima dan meneruskan L/C atau

SKBDN kepada penerima;

b. melakukan penagihan kepada Bank

penerbit sesuai instruksi dari penerima;

c. menerima jasa penagihan piutang atau

tagihan jangka pendek yang dimiliki oleh

nominated bank kepada Bank yang

kemudian menagih piutang tersebut

kepada pihak yang berhutang (issuing

bank) sesuai Prinsip Syariah;

d. menambahkan konfirmasi atas L/C atau

SKBDN yang diterima dari Bank

penerbit;

e. melakukan pengalihan L/C atau SKBDN

atas permintaan penerima pertama

kepada penerima kedua (transferable);

f. memberikan jasa penjaminan yang

diberikan oleh penanggung/kafiil (dhi.

Bank) kepada pihak ketiga atau yang

tertanggung/makful lahu (nominated

bank) untuk memenuhi kewajiban pihak

kedua (issuing bank) atau yang

ditanggung (makfuul’anhu/ashil) atas

L/C atau SKBDN yang diterbitkan oleh

issuing bank; dan/atau

g. memberikan pembiayaan atas L/C atau

SKBDN yang diterima.

- 101 -

Akad:

a. Wakalah bil Ujrah;

b. Wakalah bil Ujrah dan Qardh;

c. Wakalah bil Ujrah dan Mudaharabah;

d. Musyarakah;

e. MMQ;

f. Salam;

g. Al Bai’ dan Wakalah;

h. Kafalah bil Ujrah; dan/atau

i. Akad syariah lain yang sesuai.

Persyaratan:

Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan penerbitan L/C atau SKBDN

dalam bentuk perjanjian tertulis atau

menggunakan formulir atau bentuk lain

yang dapat dipersamakan dengan itu yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan kesepakatan

para pihak sesuai Prinsip Syariah dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat memperoleh imbalan/fee/

ujrah/margin/bagi hasil yang disepakati

di awal.

b. Bank dapat meminta jaminan.

c. Dalam hal nasabah tidak memiliki dana

yang cukup untuk memproduksi barang

pesanan atau mendapatkan pembayaran

lebih awal maka Bank dapat

memberikan pembiayaan dalam bentuk

mudarabah dan musyarakah.

d. Dalam hal nasabah tidak memiliki dana

yang cukup untuk memproduksi barang

yang diekspor, maka:

- 102 -

1) Bank dapat memberikan dana

talangan (qardh) kepada nasabah

untuk proses produksi barang yang

dipesan oleh importir;

2) Bank dapat bertindak selaku pemilik

dana (shahibul mal) yang

menyerahkan modal kepada nasabah

senilai harga barang yang diekspor,

berdasarkan prinsip pembiayaan

mudarabah atau musyarakah;

3) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah, dengan ketentuan:

a) Bank melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor;

b) Bank melakukan penagihan

(collection) kepada Bank penerbit

L/C (issuing bank) dan selanjutnya

dibayarkan kepada eksportir

setelah dikurangi ujrah; dan

c) besar ujrah disepakati di awal dan

dinyatakan dalam bentuk

nominal, bukan dalam persentase;

4) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah dan qardh, dengan

ketentuan:

a) Bank melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor;

b) Bank melakukan penagihan

(collection) kepada Bank penerbit

L/C (issuing bank);

c) Bank memberikan dana talangan

(qardh) kepada nasabah eksportir

sebesar harga barang ekspor;

d) besarnya ujrah disepakati di awal

dan dinyatakan dalam bentuk

- 103 -

nominal, bukan dalam bentuk

persentase;

e) pembayaran ujrah dapat diambil

dari dana talangan sesuai

kesepakatan dalam akad; dan

f) antara akad wakalah bil ujrah dan

akad qardh, tidak dibolehkan

adanya keterkaitan (ta’alluq);

5) Bank dapat menggunakan akad

wakalah bil ujrah dan mudarabah,

dengan ketentuan:

a) Bank memberikan kepada

eksportir seluruh dana yang

dibutuhkan dalam proses

produksi barang ekspor yang

dipesan oleh importir;

b) Bank melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor;

c) Bank melakukan penagihan

(collection) kepada Bank penerbit

L/C (issuing bank);

d) pembayaran oleh Bank penerbit

L/C dapat dilakukan pada saat

dokumen diterima (at sight) atau

pada saat jatuh tempo (usance);

e) pembayaran dari Bank penerbit

L/C (issuing bank) dapat

digunakan untuk pembayaran

ujrah, pengembalian dana

mudarabah, pembayaran bagi

hasil; dan

f) besar ujrah disepakati di awal dan

dinyatakan dalam bentuk

nominal, bukan dalam bentuk

persentase;

- 104 -

6) Bank dapat menggunakan akad

musyarakah, dengan ketentuan:

a) Bank memberikan kepada

eksportir sebagian dana yang

dibutuhkan dalam proses

produksi barang ekspor yang

dipesan oleh importir;

b) Bank melakukan pengurusan

dokumen-dokumen ekspor;

c) Bank melakukan penagihan

(collection) kepada Bank penerbit

L/C (issuing bank).; Pembayaran

oleh Bank penerbit L/C dapat

dilakukan pada saat dokumen

diterima (at sight) atau pada saat

jatuh tempo (usance); dan

d) pembayaran dari Bank penerbit

L/C (issuing bank) dapat

digunakan untuk pengembalian

dana musyarakah dan/atau

pembayaran bagi hasil; dan/atau

7) Bank dapat menggunakan akad al-

bai’ dan wakalah, dengan ketentuan:

a) Bank membeli barang dari

eksportir;

b) Bank menjual barang kepada

importir yang diwakili eksportir;

c) Bank membayar kepada eksportir

setelah pengiriman barang kepada

importir; dan

d) Pembayaran oleh Bank penerbit

L/C (issuing bank) dapat

dilakukan pada saat dokumen

diterima (at sight) atau pada saat

jatuh tempo (usance).

- 105 -

e. Pengalihan SKBDN tanpa perpindahan

hak tagih (transferable) dapat

menggunakan akad wakalah bil ujrah.

f. Pembiayaan negosiasi tanpa hak regres

(without recourse) dokumen SKBDN

dapat dilakukan melalui mekanisme

subrogasi sesuai Prinsip Syariah dengan

kompensasi atau tanpa kompensasi.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 35/DSN-

MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit

(L/C) Ekspor Syariah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 60/DSN-

MUI/V/2007 tentang Penyelesaian

Piutang dalam Ekspor.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 104/DSN-

MUI/X/2016 tentang Subrogasi

berdasarkan Prinsip Syariah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

c. Layanan Dan

Pembiayaan

Perdagangan Tanpa

Letter Of Credit (L/C)

atau SKBDN

Definisi:

Penyediaan layanan dan fasilitas

pembiayaan perdagangan oleh Bank kepada

nasabah tanpa L/C atau SKBDN.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan:

Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan penerbitan L/C atau SKBDN

dalam bentuk perjanjian tertulis atau

menggunakan formulir atau bentuk lain

yang dapat dipersamakan dengan itu yang

- 106 -

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan kesepakatan

para pihak sesuai Prinsip Syariah dan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Bank dapat menggunakan 3 (tiga)

macam skema layanan atau

pembiayaan:

1) pembayaran di muka (advance

payment);

2) pembayaran kemudian (open account)

misalnya, invoice financing, account

receivables/account payable

financing; dan/atau

3) inkaso (collection basis) misalnya,

document against

acceptance/document against

payment financing.

Dalam hal menggunakan skema

collection basis, Bank juga harus

mengacu pada ketentuan

internasional dan pemerintah.

b. Bank dapat meminta jaminan.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional:

Fatwa DSN-MUI terkait sesuai dengan akad

yang digunakan.

15. Pembiayaan Qardh

beragun Emas

Definisi:

Pembiayaan qardh dengan agunan berupa

emas yang diikat dengan akad rahn, dimana

emas yang diagunkan disimpan dan

dipelihara oleh Bank selama jangka waktu

tertentu dengan membayar biaya

penyimpanan dan pemeliharaan atas emas

sebagai objek rahn.

- 107 -

Akad:

a. akad qardh, untuk pengikatan pinjaman

dana yang disediakan Bank; dan

b. akad rahn, untuk pengikatan emas

sebagai agunan atas pinjaman dana.

Persyaratan:

a. Tujuan penggunaan adalah untuk

membiayai keperluan dana jangka

pendek serta tidak dimaksudkan untuk

tujuan investasi emas.

b. Tujuan penggunaan dana oleh nasabah

wajib dicantumkan secara jelas pada

formulir aplikasi produk.

c. Biaya yang dapat dikenakan oleh Bank

kepada nasabah antara lain biaya

administrasi, biaya asuransi, dan biaya

penyimpanan dan pemeliharaan.

d. Penetapan besarnya biaya penyimpanan

dan pemeliharaan agunan emas

didasarkan pada berat agunan emas dan

tidak dikaitkan dengan jumlah pinjaman

yang diterima nasabah.

e. Pendapatan dari penyimpanan dan

pemeliharaan emas yang berasal dari

produk qardh beragun emas yang

sumber dananya berasal dari dana pihak

ketiga harus dibagikan kepada nasabah

penyimpan dana.

f. Emas yang akan diserahkan sebagai

agunan qardh beragun emas harus

sudah dimiliki oleh nasabah pada saat

permohonan pembiayaan diajukan.

g. Jumlah portofolio qardh beragun emas

pada setiap akhir bulan paling banyak:

- 108 -

1) untuk bank umum syariah, jumlah

yang lebih kecil antara sebesar 20%

(dua puluh persen) dari jumlah

seluruh pembiayaan yang diberikan

atau sebesar 150% (seratus lima

puluh persen) dari modal Bank sesuai

dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai kewajiban

penyediaan modal minimum bank

umum syariah; atau

2) untuk unit usaha syariah, sebesar

20% (dua puluh persen) dari jumlah

seluruh pembiayaan yang diberikan.

h. Pembiayaan qardh beragun emas dapat

diberikan paling banyak sebesar

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh

juta rupiah) untuk setiap nasabah,

dengan jangka waktu pembiayaan paling

lama 4 (empat) bulan.

i. Khusus untuk nasabah usaha mikro dan

kecil, dapat diberikan pembiayaan qardh

beragun emas paling banyak sebesar

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),

dengan jangka waktu pembiayaan paling

lama 18 (delapan belas) bulan dengan

angsuran setiap bulan.

Karakteristik:

Sumber dana pembiayaan dapat berasal

dari bagian modal, keuntungan yang

disisihkan, dan/atau dana pihak ketiga.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 19/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh.

- 109 -

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 79/DSN-

MUI/IV/2001 tentang Qardh dengan

Menggunakan Dana Nasabah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 25/DSN-

MUI/III/2002 tentang Rahn.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 26/DSN-

MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 92/DSN-

MUI/20014 tentang Pembiayaan yang

disertai Rahn.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

16. Pembiayaan Executing

Definisi:

Pembiayaan dengan skema kerjasama

antara Bank dengan lembaga keuangan

dimana pihak lembaga keuangan sebagai

penerima dana bertindak sebagai pengelola

dan memperoleh bagi hasil dari pengelolaan

dana tersebut. Nasabah akhir tidak tercatat

sebagai nasabah Bank.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan dan Karakteristik:

Menyesuaikan dengan pembiayaan

mudarabah.

17. Pembiayaan Channeling

(Pembiayaan Penerusan)

Definisi:

Pembiayaan dengan skema kerjasama

antara Bank dengan lembaga keuangan

dimana pihak lembaga keuangan sebagai

penerima dana hanya bertindak sebagai

pengelola dan memperoleh imbalan atau fee

dari pengelolaan dana tersebut dan risiko

yang timbul dari kegiatan ini berada pada

Bank sebagai pihak yang memiliki dana.

- 110 -

Akad:

Perjanjian kerja sama antara Bank dan

mitra lembaga keuangan menggunakan

prinsip wakalah, sedangkan akad pemberi

pembiayaan kepada end-user:

a. ijarah multijasa;

b. murabahah;

c. MMQ;

d. IMBT; atau

e. akad syariah lain yang sesuai.

Persyaratan:

a. Bank memiliki kebijakan dan prosedur

untuk mitigasi risiko.

b. Bank memiliki sistem pencatatan dan

pengadministrasian rekening yang

memadai.

c. Kontrak antara Bank dan end-user

secara jelas menyatakan bahwa peran

mitra lembaga keuangan hanya sebagai

perantara.

d. End-user mengetahui bahwa

pembiayaan diperoleh dari pihak Bank.

e. End-user tercatat sebagai nasabah Bank.

f. Bank memiliki mekanisme audit atas

pelaksanaan pembiayaan,

pengadministrasian jaminan, dan

dokumentasi end-user.

g. Lembaga keuangan memiliki sistem yang

dapat terverifikasi oleh Bank.

h. Kerjasama antara Bank dan lembaga

keuangan diatur dalam perjanjian

kerjasama yang mencerminkan hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

i. Wajib terdapat klausul dalam perjanjian

kerjasama sebagai berikut:

- 111 -

1) sumber daya manusia lembaga

keuangan memiliki kemampuan

dalam menjual produk syariah;

2) penetapan risiko berdasarkan

keputusan Bank;

3) mekanisme audit;

4) dalam hal terdapat ketentuan

mengenai financing to value (FTV),

maka nilai maksimum pembiayaan

Bank berdasarkan FTV;

5) kriteria nasabah end-user;

6) standar dokumen persyaratan; dan

7) akad pembiayaan.

Karakteristik:

Bank menyediakan seluruh nilai

pembiayaan kepada end-user dan lembaga

keuangan mitra berperan sebagai wakil bagi

Bank dalam pengelolaan penyaluran

pembiayaan kepada end-user.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor

27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah

al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-

MUIIVII2008 tentang Sale and Lease

Back.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-

MUI/XI/2008 tentang Musyarakah

Mutanaqisah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.

- 112 -

g. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah.

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

18. Pembiayaan Sindikasi

Definisi:

Pemberian pembiayaan bersama oleh

sekelompok pemberi pembiayaan kepada

satu nasabah, yang pada umumnya jumlah

pembiayaannya terlalu besar apabila

diberikan oleh satu pemberi pembiayaan

saja. Dalam suatu perjanjian pembiayaan

sindikasi, Bank dapat bertindak antara lain

sebagai arranger, underwriter, agen, atau

partisipan.

Akad:

a. Antara sesama peserta sindikasi:

mudarabah, musyarakah, wakalah bil

ujrah, dan akad syariah lainnya yang

sesuai.

b. Antara entitas sindikasi dengan

nasabah: akad jual beli, sewa menyewa

(ijarah), musyarakah, dan akad syariah

lainnya yang sesuai.

Persyaratan:

a. Ketentuan terkait rekening dan

dokumen akad:

1) dalam hal sindikasi dilakukan

sesama bank syariah, maka rekening,

dokumen kontrak, serta dokumen-

dokumen pendukung lainnya dapat

diadministrasikan/disusun dalam

satu dokumen; atau

- 113 -

2) dalam hal sindikasi dilakukan antara

bank syariah dengan bank

konvensional atau lembaga keuangan

lainnya, maka harus:

a) menggunakan rekening

pembiayaan yang terpisah; dan

b) dibuatkan dokumen induk

(perjanjian bersama) yang

kemudian dibuat dokumen untuk

khusus untuk bank syariah

tersendiri dan untuk bank

konvensional tersendiri.

b. Tanggung jawab dari peserta sindikasi

tidak bersifat tanggung renteng dimana

masing-masing peserta sindikasi hanya

bertanggung jawab untuk bagian jumlah

pembiayaan yang menjadi komitmennya.

c. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

Pemberi pembiayaan dapat terdiri dari:

1) bank syariah dan perbankan (termasuk

bank konvensional);

2) bank syariah dan lembaga keuangan

non bank; atau

3) bank syariah dan institusi lain yang

memberikan pembiayaan.

- 114 -

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 91/DSN-

MUI/IV/2014 tentang Pembiayaan

Sindikasi (Al-Tamwil Al-Mashrifi Al-

Mujamma’).

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

c. Fatwa yang terkait dengan akad yang

digunakan.

18. Joint Financing

(Pembiayaan Bersama)

Definisi:

Pembiayaan dengan skema kerjasama

antara Bank dengan lembaga keuangan

dimana sumber dana untuk pembiayaan ini

harus berasal dari lembaga keuangan dan

Bank sehingga risiko menjadi beban

masing-masing pihak secara proporsional

sesuai dengan besaran dana yang

dikeluarkan.

Akad:

Perjanjian kerja sama antara Bank dan

lembaga keuangan mitra menggunakan

prinsip wakalah atau musyarakah/syirkah,

sedangkan akad pemberi pembiayaan (Bank

dan lembaga keuangan mitra) kepada end-

user:

a. ijarah multijasa;

b. murabahah;

c. MMQ;

d. IMBT; atau

e. akad Syariah lain yang sesuai.

Persyaratan:

a. Perjanjian antara Bank dan end-user

secara jelas menyatakan bahwa Bank

- 115 -

dan lembaga keuangan berperan sebagai

pemberi pembiayaan. Bank memiliki

sistem pencatatan dan

pengadministrasian rekening yang

memadai.

b. End-user mengetahui bahwa

pembiayaan diperoleh dari pihak

lembaga keuangan dan Bank sesuai

porsi masing-masing. Perjanjian kerja

sama antara Bank dan mitra secara jelas

menyatakan hak dan kewajiban masing-

masing pihak.

c. End-user tercatat sebagai nasabah Bank

sesuai porsi Bank. End-user mengetahui

bahwa pembiayaan diperoleh dari pihak

Bank sejumlah porsi yang dibiayai oleh

Bank.

d. Bank memiliki mekanisme audit atas

pelaksanaan pembiayaan,

pengadministrasian jaminan, dan

dokumentasi end-user. End-user tercatat

sebagai nasabah Bank sesuai dengan

porsi Bank.

e. Lembaga keuangan memiliki sistem yang

dapat terverifikasi oleh Bank.

f. Kerja sama antara Bank dan lembaga

keuangan diatur dalam perjanjian kerja

sama yang mencerminkan hak dan

kewajiban masing-masing pihak.

g. Wajib terdapat klausul dalam perjanjian

kerja sama sebagai berikut;

1) sumber daya manusia lembaga

keuangan memiliki kemampuan

dalam menjual produk syariah;

2) penetapan risiko berdasarkan

keputusan Bank;

- 116 -

3) mekanisme audit;

4) dalam hal terdapat ketentuan

mengenai FTV, maka nilai maksimum

pembiayaan Bank berdasarkan FTV;

5) kriteria nasabah end-user;

6) standar dokumen persyaratan; dan

7) akad pembiayaan.

h. Lembaga keuangan harus memiliki

pencatatan dan pelaporan yang sama

dengan Bank. Bank memiliki mekanisme

audit atas pelaksanaan pembiayaan.

Karakteristik:

a. Bank dan mitra lembaga keuangan

menyediakan porsi pembiayaan masing-

masing pihak untuk disalurkan kepada

end-user (misal Bank 90%: mitra 10%)

b. Bank dan lembaga keuangan mitra

menanggung kerugian sesuai dengan

porsi pembiayaannya dalam joint

financing.

c. Penempatan dapat dilakukan dengan

mata uang rupiah atau valuta asing

(khusus untuk pembiayaan dalam valuta

asing hanya hanya berlaku bagi Bank

dan lembaga keuangan yang telah

mendapat persetujuan untuk

melakukan kegiatan usaha dalam valuta

asing).

d. Total nilai pembiayaan yang diberikan

kepada end user sesuai dengan

ketentuan FTV. Berlaku untuk

pembiayaan yang diberikan oleh Bank

kepada end user melalui koperasi

karyawan, multifinance, koperasi

pensiun, dan usaha sejenis lainnya.

- 117 -

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 08/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Musyarakah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor

27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah

al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-

MUIIVII2008 tentang Sale and Lease

Back.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-

MUI/XI/2008 tentang Musyarakah

Mutanaqisah.

g. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

19. Pembiayaan Ulang

(Refinancing)

Definisi:

Pemberian fasilitas pembiayaan bagi

nasabah yang telah memiliki aset

sepenuhnya atau nasabah yang belum

melunasi pembiayaan sebelumnya.

Akad:

a. MMQ;

b. Bai’ wal isti’jar; atau

c. Bai’ dalam rangka MMQ.

Persyaratan:

a. Pembiayaan ulang hanya dapat

dilakukan untuk:

- 118 -

1) pembiayaan yang diberikan kepada

calon nasabah/nasabah yang telah

memiliki aset sepenuhnya; dan/atau

2) pembiayaan yang diberikan kepada

nasabah yang telah menerima

pembiayaan yang belum dilunasinya.

b. Pembiayaan ulang yang diberikan

kepada calon nasabah/nasabah yang

telah memiliki aset sepenuhnya

sebagaimana butir a.1) diberikan kepada

calon nasabah/nasabah yang sedang

dalam proses pengajuan pembiayaan

kepada Bank.

c. Dalam hal pembiayaan ulang diberikan

kepada nasabah yang belum melunasi

pembiayaan sebelumnya, maka dana

pembiayaan ulang dapat digunakan

nasabah untuk menyelesaikan

kewajiban dan/atau utang atas

pembiayaan sebelumnya atau

penambahan fasilitas pembiayaan

nasabah di Bank.

d. Dalam hal pembiayaan ulang diberikan

kepada nasabah untuk pembiayaan

tambahan (top up) berdasarkan properti

yang masih menjadi agunan pembiayaan

sebelumnya, maka:

1) pembiayaan tambahan (top up)

tersebut diperlakukan sebagai

pembiayaan baru; dan

2) jumlah pembiayaan tambahan (top

up) yang diberikan wajib

memperhitungkan jumlah baki debet

pembiayaan sebelumnya yang

menggunakan agunan yang sama.

- 119 -

i. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan pembiayaan dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Obyek pembiayaan ulang dapat berupa

properti, kendaraan bermotor, atau aset

lainnya.

b. Bank melakukan penaksiran terhadap

barang atau aset calon nasabah untuk

menentukan harga wajar.

c. Terdapat 3 (tiga) mekanisme yang dapat

digunakan:

1) mekanisme MMQ:

a) Calon nasabah mengajukan

pembiayaan kepada Bank dalam

rangka pembiayaan ulang;

b) Bank melakukan penaksiran

terhadap barang atau aset calon

nasabah untuk ditentukan harga

yang wajar, dalam rangka

penentuan modal usaha yang

disertakan nasabah dalam

bersyirkah dengan Bank;

c) Bank menyertakan dana dalam

jumlah tertentu yang akan

dijadikan modal usaha syirkah

dengan nasabah yang disertai

syarat agar nasabah

- 120 -

menyelesaikan kewajiban

dan/atau utang atas pembiayaan

sebelumnya, jika ada;

d) Bank memberikan kuasa (akad

wakalah) kepada nasabah untuk

melakukan usaha yang halal dan

baik antara lain dengan akad

ijarah;

e) nasabah dan Bank membagi

keuntungan usaha sesuai nisbah

yang disepakati atau porsi modal

yang disertakan (proporsional),

dan kerugian dibagi sesuai

dengan porsi modal; dan

f) nasabah melakukan pengalihan

komersil atas hishah milik Bank

secara berangsur sesuai

perjanjian.

2) mekanisme al-bai' wa al-isti'jar (jual

beli untuk disewakan):

a) calon nasabah yang memiliki

barang mengajukan pembiayaan

kepada Bank dalam rangka

pembiayaan ulang;

b) Bank membeli barang yang

merupakan milik nasabah dengan

akad bai'. Pembelian barang ini

dapat tidak diikuti dengan

perubahan bukti kepemilikan

barang;

c) nasabah menyelesaikan kewajiban

dan/atau utang atas pembiayaan

sebelumnya, jika ada;

d) Bank dan nasabah melakukan

akad IMBT; dan

- 121 -

e) pengalihan kepemilikan obyek

sewa kepada nasabah hanya boleh

dilakukan dengan akad hibah

pada waktu akad ijarah berakhir.

Hibah ini dapat tidak diikuti

dengan perubahan bukti

kepemilikan.

3) mekanisme al-bai' untuk MMQ:

a) calon nasabah yang memiliki

barang mengajukan pembiayaan

kepada Bank dalam rangka

pembiayaan ulang;

b) Bank melakukan penaksiran

terhadap barang atau aset calon

nasabah untuk ditentukan harga

yang wajar, dalam pembelian

sebagiannya oleh Bank;

c) Bank membeli (dengan akad al-

bai’) atas sebagian barang dari

nasabah, sehingga terjadi syirkah

atas barang untuk pembentukan

modal usaha syirkah;

d) nasabah menyelesaikan kewajiban

dan/atau utang atas pembiayaan

sebelumnya, jika ada; dan

e) Bank dan nasabah melakukan

akad MMQ dengan modal berupa

barang yang dinyatakan dalam

hishah/unit hishah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor

27/DSNMUI/III/2002 tentang al-Ijarah

al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 71/DSN-

MUIIVII2008 tentang Sale and Lease

Back.

- 122 -

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-

MUI/XI/2008 tentang Musyarakah

Mutanaqisah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-

MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan

Ulang (Refinancing) Syariah.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 114/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Syirkah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

20. Pengalihan

Utang/Pembiayaan

Definisi:

Pemindahan utang nasabah dari lembaga

keuangan konvensional ke Bank dan/atau

pemindahan pembiayaan nasabah dari

lembaga keuangan syariah ke Bank.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan:

a. Dalam hal pemindahan utang nasabah

dari lembaga keuangan konvensional ke

Bank maka:

1) nasabah merupakan nasabah yang

memiliki kredit dari lembaga

keuangan konvensional yang ingin

mengalihkan utangnya kepada Bank;

2) kredit yang akan dialihkan memiliki

underlying asset yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah;

dan

3) kredit yang akan dialihkan memiliki

tujuan penggunaan yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah.

b. Dalam hal pemindahan pembiayaan

nasabah dari lembaga keuangan syariah

- 123 -

ke Bank maka nasabah merupakan

nasabah yang memiliki pembiayaan dari

lembaga keuangan syariah yang ingin

mengalihkan pembiayaannya kepada

Bank.

c. Dalam hal pemindahan utang atau

pemindahan pembiayaan diberikan

kepada nasabah untuk pembiayaan

properti maka:

1) Pembiayaan yang hanya ditujukan

untuk pelunasan kredit di lembaga

keuangan konvensional sebelumnya

atau pelunasan pembiayaan di

lembaga keuangan syariah

sebelumnya tidak diperlakukan

sebagai pembiayaan baru; atau

2) Pembiayaan yang disertai dengan

tambahan (top up) diperlakukan

sebagai pembiayaan baru sehingga

tunduk pada persyaratan

pembiayaan ulang.

j. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan dalam perjanjian tertulis

dan dapat juga dilakukan secara lisan

dan perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Karakteristik:

a. Dalam hal pemindahan utang nasabah

dari lembaga keuangan konvensional ke

Bank:

1) alternatif 1

- 124 -

a) Bank memberikan pinjaman qardh

kepada nasabah untuk melunasi

kredit nasabah di lembaga

keuangan konvensional sehingga

aset yang dibeli dengan kredit

tersebut menjadi milik nasabah

secara penuh;

b) Nasabah menjual aset tersebut

kepada Bank dan hasil

penjualannya digunakan untuk

melunasi pinjaman qardh;

c) Bank menjual aset yang telah

menjadi milik Bank kepada

nasabah secara murabahah

dengan pembayaran secara

cicilan; dan

d) Memenuhi ketentuan pembiayaan

qardh dan pembiayaan

murabahah;

2) Alternatif 2

a) Bank dengan seizin lembaga

keuangan konvensional membeli

sebagian aset nasabah yang

dibiayai oleh lembaga keuangan

konvensional sehingga terjadi

kepemilikan bersama antara Bank

dan nasabah terhadap aset

tersebut;

b) Bagian aset yang dibeli Bank yaitu

bagian aset yang senilai dengan

sisa utang (sisa kredit) nasabah

kepada lembaga keuangan

konvensional;

c) Bank menjual bagian aset yang

telah dimilikinya tersebut kepada

nasabah secara murabahah

- 125 -

dengan pembayaran secara

cicilan; dan

d) memenuhi ketentuan pembiayaan

murabahah;

3) Alternatif 3

a) dalam pengurusan untuk

memperoleh kepemilikan penuh

atas aset, nasabah dapat

melakukan akad ijarah dengan

Bank;

b) dalam hal diperlukan, Bank dapat

membantu menalangi kewajiban

nasabah dengan memberikan

pinjaman qardh;

c) akad ijarah sebagaimana

dimaksud dalam huruf a) tidak

dapat dipersyaratkan dengan

pemberian talangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf b);

d) besar imbalan jasa ijarah

sebagaimana dimaksud dalam

huruf a) tidak boleh didasarkan

pada jumlah talangan yang

diberikan Bank kepada nasabah

sebagaimana dimaksud dalam

huruf b); dan

e) Memenuhi ketentuan pembiayaan

ijarah dan/atau pembiayaan

qardh;

4) alternatif 4

a) Bank memberikan qardh kepada

nasabah untuk melunasi kredit,

dengan demikian aset yang dibeli

dengan kredit tersebut menjadi

milik nasabah secara penuh;

- 126 -

b) nasabah menjual aset tersebut

kepada bank syariah dan hasil

penjualannya digunakan untuk

melunasi pinjaman qardh;

c) bank syariah menyewakan aset

yang telah menjadi milik Bank

kepada nasabah dengan akad

IMBT; dan

d) Memenuhi ketentuan pembiayaan

IMBT dan pembiayaan qardh;

5) alternatif 5

a) nasabah yang masih memiliki

kredit pada lembaga keuangan

konvensional mengajukan

permohonan pengalihan utangnya

kepada Bank dengan akad MMQ;

b) Bank dan nasabah melakukan

akad MMQ dengan ketentuan

Bank dan nasabah menyertakan

modal usaha senilai kesepakatan

antara Bank dengan nasabah;

c) nasabah melunasi kreditnya

kepada lembaga keuangan

konvensional;

d) nasabah menyewa barang yang

menjadi obyek syirkah

(musyarakah) dengan akad ijarah

dan/atau nasabah dan Bank

melakukan kegiatan usaha

dengan pihak ketiga dalam

bentuk:

i. kegiatan usaha sewa

menyewa;

ii. kegiatan usaha jual beli;

dan/atau

iii. kegiatan usaha bagi hasil;

- 127 -

e) Bank dan nasabah berbagi

pendapatan atas kegiatan

sebagaimana diatur dalam huruf

d); dan

f) Nasabah membeli porsi

kepemilikan (hishshah) modal

syirkah Bank secara bertahap

sesuai dengan jadwal yang

disepakati;

6) Alternatif 6

a) nasabah yang masih memiliki

kredit lembaga keuangan

konvensional mengajukan

permohonan pengalihan utangnya

kepada Bank;

b) Bank setelah menyetujui

permohonan nasabah tersebut,

melakukan akad hawalah bi al-

ujrah dan membayar sebagian

atau seluruh utang nasabah

kepada lembaga keuangan

konvensional pada waktu yang

disepakati;

c) nasabah membayar ujrah kepada

Bank atas jasa hawalah; dan

d) nasabah membayar kewajibannya

yang timbul dari akad hawalah

kepada Bank, baik secara tunai

maupun secara tangguh/angsur

sesuai kesepakatan; atau

7) Alternatif 7

Dalam hal pengalihan hutang

menggunakan metode pembiayaan

ulang mengacu pada poin pengalihan

hutang.

- 128 -

Alternatif 6 dan 7 dapat digunakan

untuk take over modal kerja yang tidak

memiliki underlying asset sebagaimana

dimaksud pada alternatif 1 sampai

dengan alternatif 5. Nasabah

menyediakan sebagian dana untuk

pengalihan modal kerja dalam hal

pengalihan menggunakan akad

musyarakah, dana ini menjadi

kontribusi modal musyarakah nasabah.

b. Dalam hal pemindahan pembiayaan

nasabah dari lembaga keuangan syariah

ke Bank:

1) Alternatif 1 menggunakan akad

hawalah bil ujrah

a) nasabah yang memiliki utang

pembiayaan murabahah pada

suatu lembaga keuangan syariah

mengajukan permohonan

pengalihan utangnya kepada

Bank;

b) Bank setelah menyetujui

permohonan nasabah tersebut,

melakukan akad hawalah bi al-

ujrah dan membayar sebagian

atau seluruh utang nasabah

kepada lembaga keuangan syariah

pada waktu yang disepakati;

c) Nasabah membayar ujrah kepada

Bank atas jasa hawalah; dan

d) Nasabah membayar kewajibannya

yang timbul dari akad hawalah

kepada Bank, baik secara tunai

maupun secara tangguh/angsur

sesuai kesepakatan;

- 129 -

2) Alternatif 2 menggunakan akad IMBT

a) Nasabah yang memiliki utang

pembiayaan murabahah pada

suatu lembaga keuangan syariah

mengajukan permohonan

pengalihan utangnya kepada Bank

dengan akad IMBT;

b) Bank setelah menyetujui

permohonan nasabah tersebut,

membeli aset nasabah tersebut

yang dibeli dengan akad

murabahah dari lembaga

keuangan syariah, dengan janji

obyek tersebut akan disewa oleh

nasabah dengan akad IMBT;

c) Bank dan nasabah melakukan

akad IMBT; dan

d) Nasabah melunasi utang

pembiayaan murabahahnya ke

Bank;

3) Alternatif 3 menggunakan akad MMQ

a) Nasabah yang memiliki utang

pembiayaan murabahah pada

suatu Bank atau lembaga

keuangan syariah mengajukan

permohonan pengalihan utangnya

kepada Bank dengan akad MMQ;

b) Bank dan nasabah melakukan

akad MMQ dengan ketentuan

Bank menyertakan modal usaha

senilai sisa utang nasabah kepada

Bank atau lembaga keuangan

syariah, dan nasabah

menyertakan modal usaha dalam

bentuk barang yang nilainya sama

- 130 -

dengan sebagian utangnya yang

sudah dibayar kepada Bank; dan

c) nasabah melunasi utang

pembiayaan murabahahnya

kepada Bank;

d) nasabah menyewa barang yang

menjadi obyek syirkah

(musyarakah) dengan akad ijarah;

dan

e) Nasabah membeli hishshah modal

syirkah Bank secara bertahap;

atau

4) Alternatif 4

a) nasabah yang masih memiliki

pembiayaan di lembaga keuangan

syariah mengajukan permohonan

pengalihan modal kerjanya kepada

Bank;

b) Bank setelah menyetujui

permohonan nasabah tersebut,

melakukan akad mudarabah atau

musyarakah dengan nasabah;

c) nasabah menyediakan sebagian

dana untuk pengalihan modal

kerja dalam hal pengalihan

menggunakan akad musyarakah,

dana ini menjadi kontribusi modal

musyarakah nasabah; dan

d) Bank menyalurkan modal kerja

kepada nasabah.

Alternatif 4 hanya dapat digunakan

untuk take over modal kerja yang

tidak memiliki underlying asset

sebagaimana dimaksud pada

alternatif 1 sampai dengan

alternatif 3.

- 131 -

III. Produk Bank Dasar yang Merupakan Kegiatan Sederhana Lainnya

No. Produk Bank Definisi dan Karakteristik Umum

1. Jual Beli Uang Kertas

Asing (Banknotes)

Definisi:

Kegiatan penjualan atau pembelian uang

kertas asing.

Akad:

Sharf.

Persyaratan:

a. Tidak dilakukan untuk tujuan spekulasi.

b. Terdapat kebutuhan transaksi atau

untuk berjaga-jaga (simpanan).

c. Nilai tukar (kurs) yang berlaku adalah

saat transaksi dilakukan.

d. Transaksi pertukaran uang untuk mata

uang berlainan jenis (valuta asing) hanya

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 31/DSN-

MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Murabahah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 09/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Ijarah.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 27/DSN-

MUI/III/2002 tentang Pembiayaan Al-

Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 90/DSN-

MUI/III/2002 tentang Pengalihan

Pembiayaan Murabahah antar Lembaga

Keuangan Syariah.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 89/DSN-

MUI/XII/2013 tentang Pembiayaan

Ulang (Refinancing) Syariah.

- 132 -

dapat dilakukan dalam bentuk transaksi

spot.

e. Dalam hal transaksi pertukaran uang

dilakukan terhadap mata uang berlainan

jenis dalam kegiatan money changer,

maka transaksi harus dilakukan secara

tunai dengan nilai tukar yang berlaku

pada saat transaksi dilakukan.

Karakteristik:

a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak

yang menerima penukaran maupun

pihak yang menukarkan uang

dari/kepada nasabah.

b. Jual beli uang kertas asing dapat

dilakukan dengan tunai atau melalui

pendebetan rekening.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-

MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang

(Al-Sharf).

2. Agen Penjual Surat

Berharga Syariah Yang

Diterbitkan Pemerintah

Definisi:

Bank bertindak sebagai agen

penjualan/mitra distribusi surat berharga

syariah yang diterbitkan oleh pemerintah

kepada nasabahnya, antara lain penjualan

Surat Berharga Syariah Nasional (SBSN).

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan:

Bank memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan yang

terkait.

- 133 -

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 70/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan

Surat Berharga Syariah Negara.

3. Jual Beli Surat Berharga

Syariah

Definisi:

jual beli surat berharga syariah baik yang

diterbitkan oleh pemerintah, Bank

Indonesia, korporasi dan pihak asing sesuai

ketentuan yang berlaku.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Persyaratan:

a. Surat berharga berdasarkan Prinsip

Syariah (bukan surat berharga yang

bersifat utang berdasarkan bunga).

b. Untuk surat berharga syariah yang

diterbitkan oleh pemerintah harus

memenuhi Prinsip Syariah dan

ketentuan yang berlaku mengenai tata

cara transaksi surat berharga syariah

pemerintah dan penatausahaan surat

berharga syariah pemerintah.

c. Untuk pembelian surat berharga syariah

korporasi, jenis usaha yang dilakukan

oleh emiten penerbit surat berharga

syariah tidak boleh bertentangan dengan

Prinsip Syariah.

d. Objek yang menjadi underlying asset dari

surat berharga syariah tidak boleh

bertentangan dengan Prinsip Syariah.

- 134 -

Karakteristik:

Jual beli surat berharga dilakukan di pasar

keuangan sebagaimana diatur dalam

ketentuan yang terkait baik dalam mata

uang rupiah maupun mata uang asing

lainnya.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DSN-

MUI/IX/ 2002 tentang Obligasi Syariah.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 33/DSN-

MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah

Mudarabah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-

MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan

Pedoman Umum Penerapan Prinsip

Syariah di Bidang Pasar Modal.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 41/DSN-

MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah

Ijarah.

e. Fatwa DSN-MUI Nomor 59/DSN-

MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah

Mudarabah Konversi.

f. Fatwa DSN-MUI Nomor 69/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara.

g. Fatwa DSN-MUI Nomor 70/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan

Surat Berharga Syariah Negara.

h. Fatwa DSN-MUI Nomor 72/DSN-

MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara Ijarah Sale And Lease

Back.

i. Fatwa DSN-MUI Nomor 76/DSN-

MUI/VI/2010 tentang SBSN Ijarah Asset

to be Leased.

- 135 -

j. Fatwa DSN-MUI Nomor 94/DSN-

MUI/IV/2014 tentang Repo Surat

Berharga Syariah (SBS) Berdasarkan

Prinsip Syariah.

k. Fatwa DSN-MUI Nomor 95/DSN-

MUI/VII/2014 tentang SBSN Wakalah.

l. Fatwa DSN-MUI Nomor 110/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Akad Jual Beli.

m. Fatwa DSN-MUI Nomor 124/DSN-

MUI/XI/2018 tentang Penerapan Prinsip

Syariah Dalam Pelaksanaan Layanan

Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian

Transaksi Efek Serta Pengelolaan

Infrastruktur Investasi Terpadu.

4. Transfer Dana Definisi:

Bank yang menyelenggarakan kegiatan

transfer dana berupa rangkaian kegiatan

yang dimulai dengan perintah dari pengirim

asal yang bertujuan memindahkan

sejumlah dana kepada penerima yang

disebutkan dalam perintah transfer dana

sampai dengan diterimanya dana oleh

penerima.

Akad:

Wakalah bil Ujroh.

Persyaratan:

a. Bank memenuhi ketentuan yang

mengatur mengenai transfer dana.

b. Bank memiliki sistem penyelenggaraan

transfer dana yang memadai, terkait

dengan keamanan sistem, permodalan,

integritas pengurus, pengelolaan risiko,

dan/atau kesiapan sarana serta

prasarana.

- 136 -

Karakteristik:

a. Transfer dana dapat dilakukan melalui:

1) sistem BI-Real Time Gross Settlement

(RTGS);

2) Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI); atau

3) penyelenggara Alat Pembayaran

Menggunakan Kartu (APMK) yang

menyediakan jasa transfer dana.

b. Bank dapat mengenakan biaya transfer

dana dengan memperhatikan aspek

kewajaran.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

5. Kartu Pembiayaan

Syariah

Definisi:

APMK yang dapat digunakan untuk

melakukan pembayaran atas kewajiban

yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi,

termasuk transaksi pembelanjaan

dan/atau untuk melakukan penarikan

tunai, dimana kewajiban pembayaran

pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu

oleh issuer atau penerbit, dan pemegang

kartu berkewajiban untuk melakukan

pembayaran pada waktu yang disepakati

baik dengan pelunasan secara sekaligus

(charge card) ataupun dengan pembayaran

secara angsuran.

Kartu yang berfungsi seperti kartu kredit,

yang hubungan hukum (berdasarkan

sistem yang sudah ada) antara pihak

berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana

diatur dalam fatwa.

- 137 -

Akad:

a. Kafalah;

b. Ijarah; dan

c. Qardh.

Persyaratan:

a. Tidak digunakan untuk transaksi yang

tidak sesuai Prinsip Syariah.

b. Tidak mendorong pengeluaran

berlebihan dengan menetapkan limit

pembelanjaan.

Karakteristik:

a. Bank sebagai penerbit kartu sebagai kafil

bagi pemegang kartu terhadap merchant

atas semua kewajiban bayar yang timbul

dari transaksi antara pemegang kartu

dengan merchant, dan/atau penarikan

tunai selain Bank atau ATM penerbit

kartu. Atas pemberian kafalah, Bank

dapat menerima fee (ujrah kafalah).

b. Bank merupakan pemberi pinjaman

kepada pemegang kartu melalui

penarikan tunai dari Bank atau ATM

Bank.

c. Bank dapat menerima ujroh atas

penyedia jasa sistem pembayaran dan

pelayanan terhadap pemegang kartu

berupa membership fee.

d. Bank dapat menerima merchant fee dari

harga obyek transaksi atau pelayanan

sebagai upah/imbalan atas perantara,

pemasaran dan penagihan.

e. Bank boleh menerima fee dari pemegang

kartu atas pemberian kafalah.

- 138 -

f. Bank dapat mengenakan ta’widh (ganti

rugi) terhadap biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh Bank.

g. Bank dapat mengenakan denda

keterlambatan pembayaran yang akan

diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 54/DSN-

MUI/X/2006 tentang Syariah Card.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 11/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Kafalah.

c. Fatwa DSN-MUI Nomor 43/DSN-

MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi

(Ta’widh).

6. Uang Elektronik Definisi:

Instrumen pembayaran yang memenuhi

unsur sebagai berikut:

a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang

disetor terlebih dahulu kepada penerbit;

b. nilai uang disimpan secara elektronik

dalam suatu media server atau chip; dan

c. nilai uang elektronik yang dikelola oleh

penerbit bukan merupakan simpanan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang mengenai perbankan.

Akad:

a. Wadi’ah.

b. Qardh.

Persyaratan:

a. Bank memiliki kemampuan mengelola

dana float sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan

mengenai uang elektronik.

- 139 -

b. Bank memiliki sistem dan mekanisme

pencatatan dana float.

c. Bank memiliki sistem dan mekanisme

monitoring ketersediaan dana float.

d. Bank wajib memastikan pemenuhan

kewajiban secara tepat waktu.

e. Bank dapat mencatat dana float secara

terpisah dari pencatatan kewajiban lain

yang dimiliki oleh penerbit.

f. Bank menempatkan dana float pada

rekening yang terpisah dari rekening

operasional dan Bank pengelola dana

float dapat menggunakan dana tersebut

sesuai dengan ketentuan.

g. Bank tidak diperkenankan menjanjikan

pemberian imbalan atau bonus kepada

nasabah.

h. Dalam hal kartu yang digunakan sebagai

media uang elektronik hilang maka

jumlah nominal uang yang ada di

penerbit tidak boleh hilang.

i. Untuk pengguna uang elektronik

register, Bank dan pengguna dapat

menuangkan kesepakatan atas

penggunaan uang elektronik dalam

bentuk perjanjian

tertulis/formulir/bentuk lain yang

dipersamakan dengan itu, sedangkan

untuk uang elektronik tidak teregister

tidak ada perjanjian tertulis antara Bank

dan pengguna.

j. Dana float tidak dijamin LPS.

k. Jumlah nominal uang elektronik yang

ada pada penerbit harus ditempatkan di

bank syariah.

- 140 -

l. Dalam hal kartu hilang, maka Bank

dapat melakukan proses penggantian

kartu hilang apabila pengguna

memenuhi keseluruhan persyaratan

yang ditetapkan oleh Bank pada saat

penggantian kartu.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

Fatwa DSN-MUI No: 116/DSN-

MUI/IX/2017 tentang Uang elektronik

Syariah.

7. Safe Deposit Box (SDB) Definisi:

Jasa penyewaan kotak penyimpanan harta

atau surat berharga dalam ruang khasanah

Bank.

Akad:

Ijarah.

Persyaratan:

a. Barang-barang yang disimpan dalam

SDB merupakan barang berharga yang

tidak diharamkan dan tidak dilarang

oleh negara.

b. Bank dan nasabah menuangkan

kesepakatan penggunaan SDB dalam

perjanjian tertulis dan dapat juga

dilakukan secara lisan dan

perbuatan/tindakan yang

terdokumentasi serta dapat dilakukan

secara elektronik berdasarkan

kesepakatan para pihak sesuai Prinsip

Syariah dan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

c. Bank memiliki ruang khasanah sesuai

standar keamanan.

- 141 -

Karakteristik:

a. Bank dapat mengenakan biaya sewa atas

penggunaan SDB sesuai kesepakatan.

b. Bank dapat menambahkan perlindungan

asuransi kerugian.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

Fatwa DSN-MUI Nomor 24/DSN-

MUI/III/2002 tentang Safe Deposit Box.

8. Traveller’s Cheque (TC) Definisi:

Penerbitan cek perjalanan yang dapat

digunakan sebagai alat pembayaran.

Akad:

Wakalah/wadi’ah.

Persyaratan:

a. Bank memenuhi ketentuan yang

mengatur mengenai cek dan peraturan

perundang-undangan lainnya yang

terkait.

b. Nasabah melengkapi formulir pembelian

atau penjualan TC.

c. Nasabah melakukan penandatanganan

TC di depan teller.

Karakteristik:

a. Bank dapat mengganti TC yang hilang

sesuai kebijakan Bank apabila pemegang

TC melaporkan kehilangan TC dan

meminta penggantian kepada Bank.

b. Bank dapat menerbitkan TC dalam mata

uang rupiah dan/atau valuta asing

(khusus untuk pembukaan dalam valuta

asing hanya berlaku bagi Bank yang

telah mendapat persetujuan untuk

melakukan kegiatan usaha dalam valuta

asing).

- 142 -

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 02/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Tabungan.

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 10/DSN-

MUI/IV/2000 tentang Wakalah.

9. Cash Management Definisi:

Jasa atau layanan pengelolaan kas yang

diberikan kepada nasabah yang memiliki

simpanan pada Bank, dimana setiap

transaksi dilakukan berdasarkan perintah

nasabah.

Dalam hal ini Bank hanya diperkenankan

untuk bertindak sebagai pihak yang

melakukan pembayaran (paying agent)

berdasarkan perintah nasabah dan tidak

diperkenankan bertindak sebagai agen

investasi (investment agent) dana nasabah

baik secara konvensional dan/atau

berdasarkan Prinsip Syariah.

Layanan cash management dapat meliputi

payroll dan cash pick up and delivery.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

10. Layanan Nasabah Prima

Definisi:

Jasa atau layanan terkait produk dengan

keistimewaan tertentu bagi nasabah prima.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

11. Transaksi Valuta Asing -

Spot

Definisi :

Perjanjian jual/beli valuta asing secara

tunai dengan penyerahan atau penyelesaian

transaksi tidak lebih dari 2 (dua) hari kerja.

- 143 -

Akad:

Sharf.

Persyaratan:

a. Transaksi valuta asing – spot tidak

dilakukan untuk tujuan spekulatif.

b. Transaksi valuta asing – spot karena

terdapat kebutuhan transaksi atau

untuk berjaga-jaga (simpanan).

c. Nilai tukar (kurs) yang berlaku yaitu

pada saat transaksi dilakukan.

d. Transaksi pertukaran uang untuk mata

uang berlainan jenis (valuta asing) hanya

dapat dilakukan dalam bentuk transaksi

spot.

e. Dalam hal transaksi pertukaran uang

dilakukan terhadap mata uang berlainan

jenis dalam kegiatan money changer,

maka transaksi harus dilakukan secara

tunai dengan nilai tukar (kurs) yang

berlaku pada saat transaksi dilakukan.

Karakteristik:

a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak

yang menerima penukaran maupun

pihak yang menukarkan uang

dari/kepada nasabah.

b. Jual beli uang kertas asing dapat

dilakukan dengan tunai atau melalui

pendebetan rekening.

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-

MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang

(Al-Sharf).

12. Transaksi Lindung Nilai

Syariah Atas Nilai Tukar

Definisi:

Transaksi lindung nilai yang dilakukan

berdasarkan pada Prinsip Syariah dalam

- 144 -

rangka memitigasi risiko perubahan nilai

tukar atas mata uang tertentu di masa yang

akan datang. Transaksi lindung nilai dapat

dilakukan melalui mekanisme lindung nilai

sederhana ('aqd al tahawwuth al-basith)

atau mekanisme lindung nilai kompleks

('aqd al tahawwuth al murakkab).

Akad:

a. ‘Aqd al tahawwuth al-basith.

b. ‘Aqd al tahawwuth al murakkab.

Persyaratan:

a. Transaksi lindung nilai sederhana

merupakan transaksi lindung nilai

dengan skema forward agreement yang

diikuti dengan transaksi spot pada saat

jatuh tempo serta penyelesaiannya

berupa serah terima mata uang.

b. Transaksi lindung nilai kompleks

merupakan transaksi lindung nilai

dengan skema berupa rangkaian

transaksi spot dan forward agreement

yang diikuti dengan transaksi spot pada

saat jatuh tempo serta penyelesainnya

berupa serah terima mata uang.

c. Transaksi lindung nilai syariah

sederhana atas nilai tukar tidak

ditujukan untuk tujuan yang bersifat

spekulatif (untung-untungan).

d. Transaksi lindung nilai syariah

sederhana atas nilai tukar hanya dapat

dilakukan karena adanya kebutuhan

nyata pada masa yang akan datang

terhadap mata uang asing yang tidak

dapat dihindarkan (li al-hajah) akibat

dari suatu transaksi yang sah sesuai

- 145 -

dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dengan obyek transaksi

yang halal.

e. Hak pelaksanaan muwa'adah dalam

mekanisme lindung nilai tidak boleh

diperjualbelikan.

f. Transaksi lindung nilai syariah atas nilai

tukar hanya dapat dilakukan untuk

mengurangi risiko atas:

1) paparan (eksposur) risiko yang

dihadapi Bank karena posisi aset dan

liabilitas dalam mata uang domestik

dan mata uang asing yang tidak

seimbang;

2) paparan (eksposur) risiko yang

dihadapi Bank karena posisi aset dan

liabilitas dalam mata uang asing yang

tidak seimbang; dan/atau

3) kewajiban atau tagihan dalam mata

uang asing yang timbul dari kegiatan

yang sesuai Prinsip Syariah dan

ketentuan peraturan perundang-

undangan berupa:

a) perdagangan barang dan jasa di

dalam dan luar negeri; dan

b) investasi berupa direct investment,

pinjaman, modal dan investasi

lainnya di dalam dan luar negeri.

g. Nilai tukar atau perhitungan nilai tukar

harus disepakati pada saat saling

berjanji (muwa'adah).

h. Penyelesaian transaksi lindung nilai,

berupa serah terima mata uang pada

saat jatuh tempo dilakukan secara

penuh (full commitment). Penyelesaian

transaksi dengan cara muqashshah

- 146 -

(netting) hanya diperbolehkan dalam hal

terjadi perpanjangan transaksi (roll-over),

percepatan transaksi (roll-back), atau

pembatalan transaksi yang disebabkan

oleh perubahan obyek lindung nilai.

i. Mekanisme lindung nilai yaitu sebagai

berikut:

1) lindung nilai sederhana:

a) para pihak saling berjanji (muwa

'adah), baik secara tertulis

maupun tidak tertulis, untuk

melakukan satu kali transaksi spot

atau lebih pada masa yang akan

datang yang meliputi kesepakatan

atas:

i. mata uang yang

diperjualbelikan;

ii. jumlah nominal;

iii. nilai tukar atau perhitungan

nilai tukar; dan

iv. waktu pelaksanaan; dan

b) pada waktu pelaksanaan, para

pihak melakukan transaksi spot

(ijab-qabul) dengan harga yang

telah disepakati yang diikuti

dengan serah terima mata uang

yang dipertukarkan.

2) Lindung nilai kompleks:

a) para pihak melakukan transaksi

spot;

b) para pihak saling berjanji (muwa

'adah), baik secara tertulis

maupun tidak tertulis, untuk

melakukan satu kali transaksi spot

atau lebih pada masa yang akan

- 147 -

datang yang meliputi kesepakatan

atas:

i. mata uang yang

diperjualbelikan;

ii. jumlah nominal;

iii. nilai tukar atau perhitungan

nilai tukar; dan

iv. waktu pelaksanaan; dan

c) pada waktu pelaksanaan, para

pihak melakukan transaksi spot

(ijab-qabul) dengan harga yang

telah disepakati yang diikuti

dengan serah terima mata uang

yang dipertukarkan.

Karakteristik:

a. Pelaku transaksi lindung nilai syariah

atas nilai tukar dapat dilakukan oleh:

1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS);

2) Lembaga Keuangan Konvensional

namun hanya sebagai penerima

lindung nilai dari LKS, dimana LKS

sebagai inisiator untuk tujuan

squaring;

3) Bank Indonesia;

4) Lembaga bisnis yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah;

dan/atau

5) Pihak lainnya termasuk pihak asing

yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

b. Dalam hal forward agreement tidak

dipenuhi maka pihak yang tidak

memenuhi dapat dikenakan ganti rugi

(ta’widh).

- 148 -

Fatwa Dewan Syariah Nasional:

a. Fatwa DSN-MUI Nomor 28/DSN-

MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata

Uang (Al-Sharf).

b. Fatwa DSN-MUI Nomor 85/DSN-

MUI/XII/2012 tentang Janji (Wa’d)

dalam Transaksi Keuangan dan Bisnis

Syariah).

c. Fatwa DSN-MUI No 96/DSN-

MUI/IV/2015/tentang Al – Tahawwuth

Al Islami Hedging.

d. Fatwa DSN-MUI Nomor 129/DSN-

MUI/VII/2019 tentang Biaya Riil sebagai

Ta’widh Akibat Wanprestasi.

13. Layanan Keuangan

Digital

Definisi:

Layanan jasa sistem pembayaran dan

keuangan yang dilakukan oleh Bank yang

menerbitkan uang elektronik melalui kerja

sama dengan pihak ketiga serta

menggunakan sarana dan perangkat

teknologi berbasis mobile maupun berbasis

web untuk keuangan inklusif.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

14. Kerja Sama Pemasaran

Produk Asuransi

(bancassurance)

Definisi:

Bancassurance model bisnis referensi

merupakan kerja sama pemasaran produk

asuransi, dengan Bank berperan hanya

mereferensikan atau merekomendasikan

suatu produk asuransi kepada nasabah.

Peran Bank dalam melakukan pemasaran

terbatas sebagai perantara dalam

meneruskan informasi produk asuransi dari

perusahaan asuransi mitra Bank kepada

nasabah atau menyediakan akses kepada

- 149 -

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Mufli Asmawidjaja

perusahaan asuransi untuk menawarkan

produk asuransi kepada nasabah.

Akad:

Akad syariah yang sesuai.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

KETUA DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIMBOH SANTOSO

LAMPIRAN III

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM

- 151 -

Bagan 1a. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank

- 152 -

Bagan 1b. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank (lanjutan)

- 153 -

Bagan 2. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru

*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank.

- 154 -

Bagan 3. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru dengan Proyek Uji Coba Terbatas (Piloting Review)

*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank. **) Otoritas Jasa Keuangan tidak mengeluarkan surat penegasan kepada Bank atas laporan yang disampaikan.

***) Contoh: Bank BMD memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022

- 155 -

Bagan 4. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru tanpa Proyek Uji Coba Terbatas

*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank. **) Contoh: Bank NST memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus

menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022.

- 156 -

Bagan 5. Alur Proses Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru Instant Approval

*) T = Tahun rencana penyelenggaraan Produk Bank. **) Dalam hal tidak terdapat tanggapan lebih lanjut dari pengawas, Bank dapat menyelenggarakan Produk Bank. Otoritas Jasa

Keuangan dapat meminta Bank untuk tetap melakukan proses perizinan sebagaimana Bagan 3 atau Bagan 4 berdasarkan

pertimbangan tertentu. ***) Contoh: Bank LGP memperoleh izin penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru pada tanggal 31 Agustus 2021, Bank harus

menyelenggarakan Produk Bank lanjutan baru yang telah memperoleh izin dimaksud paling lambat tanggal 28 Februari 2022.

- 157 -

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Mufli Asmawidjaja

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

KETUA DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIMBOH SANTOSO

LAMPIRAN IV

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 13 /POJK.03/2021

TENTANG

PENYELENGGARAAN PRODUK BANK UMUM

- 159 -

I. Format Rencana Penyelenggaraan Produk Bank

RENCANA PENYELENGGARAAN PRODUK BANK

BANK ________________________

No.

Jenis

Produk

Bank

baru 1)

Rencana Waktu

Penyelenggaraan

2)

Tujuan/Manfaat Keterkaitan

Produk Bank

baru dengan

strategi Bank

Deskripsi

Umum 3)

Risiko

yang

Mungkin

Timbul

Mitigasi

Risiko atas

Penerbitan

Produk Bank

baru

Rencana

Mekanisme

Penyelenggaraan

Produk Bank

baru yang akan

dilalui 4)

Bagi

Bank

Bagi

Nasabah

Keterangan:

1) Jenis Produk Bank diisi dengan tipe produk yang akan diselenggarakan. Contoh: tabungan, kredit dan/atau

pembiayaan, mobile banking, bancassurance, dan lain sebagainya.

2) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.

3) Deskripsi umum paling sedikit menggambarkan antara lain nama produk, fitur, dan model bisnis atas Produk

Bank.

- 160 -

4) Diisi dengan:

a) “0” untuk Produk Bank dasar baru, atau

b) ”izin dengan uji coba terbatas”/”izin tanpa uji coba terbatas”/ “izin dengan pemberitahuan” untuk Produk

Bank lanjutan baru. Untuk mekanisme penyelenggaraan Produk Bank lanjutan baru tanpa uji coba terbatas

atau izin dengan pemberitahuan wajib disertai dengan alasan yang mendasari.

Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.

- 161 -

II. Dokumen Permohonan Izin Penyelenggaraan Produk Bank

Lanjutan Baru / Permohonan Izin dalam Bentuk Pemberitahuan

Penyelenggaraan Produk Bank Lanjutan Baru / Pendukung

Realisasi Penyelenggaraan Produk Bank Dasar Baru 1)2)

PERMOHONAN IZIN PENYELENGGARAAN PRODUK BANK LANJUTAN

BARU /PEMBERITAHUAN PENYELENGGARAAN PRODUK BANK LANJUTAN BARU/REALISASI PENYELENGGARAAN PRODUK BANK

DASAR BARU

BANK : ______________________________________________ TAHUN : ______________________________________________

1. Dokumen yang memuat informasi umum mengenai Produk Bank baru,

paling sedikit memuat:

a. nama Produk Bank baru;

b. jenis Produk Bank baru;

c. waktu penyelenggaraan Produk Bank baru;

d. target pasar;

e. rencana/target nilai transaksi pada 1 (satu) tahun pertama; dan

f. informasi mengenai skim, fitur, model bisnis, atau karakteristik

Produk Bank baru.

2. Dokumen yang memuat informasi mengenai manfaat, biaya, dan risiko

Produk Bank baru, paling sedikit memuat:

a. manfaat dan biaya bagi Bank; dan

b. manfaat dan risiko bagi nasabah.

3. Dokumen yang memuat prosedur pelaksanaan (Standard Operating

Procedures) organisasi dan kewenangan untuk menyelenggarakan

Produk Bank baru.

4. Dokumen yang memuat rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan

penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU dan PPT).

5. Dokumen yang memuat identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan

pengendalian risiko yang melekat pada Produk Bank baru.

6. Dokumen yang memuat hasil analisis aspek hukum dan aspek

kepatuhan atas Produk Bank baru, termasuk dalam kaitannya dengan

pemenuhan aspek perlindungan konsumen.

7. Dokumen yang memuat penjelasan atas Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

termasuk pencatatan akuntansi serta penjelasan tentang keterkaitan SIA

tersebut dengan SIA dan/atau sistem pencatatan akuntansi Bank secara

keseluruhan.

- 162 -

8. Dokumen yang menjelaskan aspek kesiapan operasional termasuk

sumber daya manusia dan teknologi informasi serta hasil uji coba Bank

(apabila ada) atas Produk Bank baru.3)

9. Opini syariah dari dewan pengawas syariah terkait Produk Bank baru

bagi bank umum syariah dan unit usaha syariah.

10. Dokumen pendukung (terlampir)4):

a. …..

b. …..

dst.

Keterangan:

1) Jumlah halaman tidak mengikat, Bank dapat menguraikan lebih rinci

sesuai karakteristik Produk Bank baru.

2) Untuk persyaratan dokumen atas Produk Bank baru yang diatur

secara spesifik dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,

penyampaian dokumen mengacu pada ketentuan dimaksud.

3) Kesiapan dan hasil uji coba terbatas harus dilampirkan dalam hal

Produk Bank baru diselenggarakan dengan proses permohonan izin

dengan melalui proyek uji coba terbatas.

4) Dokumen pendukung antara lain dokumen transparansi kepada

nasabah, perjanjian, persetujuan dari otoritas terkait atau salinan

bukti permohonan persetujuan atau izin kepada otoritas terkait, dan

dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pembuktian proyek uji

coba (proof of concept). Untuk bank umum syariah dan unit usaha

syariah, konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi dilampiri dengan

pendapat dari satuan kerja yang membidangi hukum yang

menyatakan bahwa konsep akad/perjanjian/formulir aplikasi telah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

- 163 -

III. Format Surat Pernyataan Bank atas Penyelenggaraan Produk

Bank Lanjutan Baru

PERNYATAAN BANK

Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Direktur Kepatuhan dan Direktur

…………………… dari:

Nama Bank : ................................................................

Alamat : ................................................................

Telepon : ................................................................

dalam rangka penyelenggaraan Produk Bank baru:

Nama Produk Bank : ................................................................

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. permohonan izin/ pemberitahuan beserta seluruh dokumen

permohonan izin/ pemberitahuan yang disampaikan kepada Otoritas

Jasa Keuangan, telah lengkap dan sesuai dengan persyaratan yang

tercantum dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. permohonan izin/pemberitahuan yang disampaikan tidak memuat

pernyataan, informasi, atau fakta yang tidak benar atau menyesatkan;

3. seluruh proses penyelenggaraan Produk Bank dilakukan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan;

4. kami telah memahami segala risiko terkait Produk Bank yang kami

selenggarakan;

5. berkomitmen untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip

perlindungan konsumen dalam penyelenggaraan Produk Bank yang

kami ajukan;

6. kami sebagai anggota Direksi bertanggung jawab atas segala

konsekuensi yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan proyek uji coba

terbatas Produk Bank*); dan

7. Dalam hal di kemudian hari diketahui data dan/atau informasi yang

disampaikan tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penyelenggaraan produk bank umum dan/atau

tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya

maka kami bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- 164 -

……..…….. (tempat) , ………. (tanggal, bulan, tahun)

Direktur Kepatuhan Direktur ……………..

....................................... .....................................

(nama jelas dan tanda tangan) (nama jelas dan tanda tangan)

*) hanya dimuat dalam hal Bank mengajukan permohonan izin untuk menyelenggarakan

Produk Bank lanjutan baru dengan proyek uji coba terbatas.

- 165 -

IV. Format Surat Pernyataan Bank atas Laporan Rencana

Penyelenggaraan Proyek Uji Coba Terbatas

PERNYATAAN BANK

Kami yang bertanda tangan di bawah ini, Direktur Kepatuhan dan Direktur

…………………… dari:

Nama Bank : ................................................................

Alamat : ................................................................

Telepon : ................................................................

dalam rangka penyelenggaraan proyek uji coba terbatas Produk Bank baru:

Nama Produk Bank : ................................................................

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa:

1. laporan rencana penyelenggaraan proyek uji coba terbatas yang

disampaikan adalah benar dan akan digunakan sebagai dasar

pelaksanaan proyek uji coba terbatas;

2. seluruh proses penyelenggaraan proyek uji coba terbatas dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

3. berkomitmen untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip

perlindungan konsumen dalam pelaksanaan proyek uji coba terbatas

atas Produk Bank yang kami laporkan, termasuk aspek transparansi

kepada target uji mengenai proyek uji coba terbatas;

4. kami sebagai anggota Direksi bertanggung jawab atas segala

konsekuensi yang terjadi sebagai akibat pelaksanaan proyek uji coba

terbatas Produk Bank;

5. Dalam hal di kemudian hari diketahui data dan/atau informasi yang

disampaikan tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan mengenai penyelenggaraan produk bank umum dan/atau

tidak benar dan/atau tidak sesuai dengan fakta yang sesungguhnya

maka kami bersedia dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

- 166 -

……..…….. (tempat) , ………. (tanggal, bulan, tahun)

a.n. Direksi Bank……

Direktur Kepatuhan

.......................................

(nama jelas dan tanda tangan)

- 167 -

V. Format Laporan Realisasi Penghentian Produk Bank

LAPORAN REALISASI PENGHENTIAN PRODUK BANK

BANK ________________________

No. Nama Produk Bank Waktu

Penghentian 1) Alasan Penghentian Produk Bank

Tindak Lanjut atas

Penghentian Produk Bank 2)

Keterangan:

1) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.

2) Diisi penjelasan mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh dalam rangka penyelesaian atau pengalihan seluruh

kewajiban kepada nasabah dan pihak lainnya.

Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.

- 168 -

VI. Format Permohonan Izin/Laporan Kegiatan untuk Kepentingan Bank Sendiri

PERMOHONAN IZIN / LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI

BANK ________________________

No. Jenis Kegiatan

Bank

Waktu

Penyelenggaraan 1)

Tujuan/Manfaat Bagi

Bank

Risiko yang

Mungkin Timbul

Mitigasi Risiko atas Kegiatan untuk

Kepentingan Bank

Keterangan:

1) Diisi dengan periode waktu tanggal, nama bulan, atau triwulan.

Dalam hal diperlukan, penjelasan/uraian yang lebih rinci dapat dilampirkan pada lembaran terpisah.

- 169 -

VII. Dokumen Permohonan Izin / Laporan Kegiatan yang Dilakukan

untuk Kepentingan Bank Sendiri 1)2)

KEGIATAN YANG DILAKUKAN UNTUK KEPENTINGAN BANK SENDIRI

BANK : ______________________________________________

TAHUN : ______________________________________________

1. Dokumen yang memuat informasi umum mengenai Kegiatan Bank, paling

sedikit memuat:

a. nama kegiatan Bank;

b. jenis kegiatan Bank;

c. waktu pelaksanaan kegiatan Bank;

d. target pasar;

e. rencana/target nilai transaksi pada 1 (satu) tahun pertama; dan

f. informasi mengenai skim atau fitur atau model bisnis atas kegiatan

Bank.

2. Dokumen yang memuat informasi mengenai manfaat, biaya, dan risiko bagi

Bank.

3. Dokumen yang memuat prosedur pelaksanaan (Standard Operating

Procedures) organisasi dan kewenangan untuk melaksanakan kegiatan

Bank.

4. Dokumen yang memuat rencana kebijakan dan prosedur terkait dengan

penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan

Terorisme (APU dan PPT).

5. Dokumen yang memuat identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan

pengendalian risiko yang melekat pada kegiatan Bank, termasuk hasil

analisis aspek hukum dan aspek kepatuhan atas kegiatan Bank.

6. Dokumen yang memuat penjelasan atas Sistem Informasi Akuntansi (SIA)

termasuk pencatatan akuntansi serta penjelasan tentang keterkaitan SIA

tersebut dengan SIA dan/atau sistem pencatatan akuntansi Bank secara

keseluruhan.

7. Dokumen yang menjelaskan aspek kesiapan operasional atas kegiatan Bank

seperti sumber daya manusia dan teknologi informasi.

8. Opini syariah dari dewan pengawas syariah terkait kegiatan Bank bagi bank

umum syariah dan unit usaha syariah.

9. Dokumen pendukung (terlampir)3)

a. …..

b. …..

dst.

- 170 -

Keterangan:

1) Jumlah halaman tidak mengikat, Bank dapat menguraikan lebih rinci

sesuai kebutuhan dan karakteristik kegiatan Bank.

2) Khusus untuk persyaratan dokumen atas kegiatan Bank yang diatur

secara spesifik dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, penyampaian

dokumen mengacu pada ketentuan dimaksud.

3) Dokumen pendukung antara lain perjanjian dan persetujuan dari

otoritas terkait atau salinan bukti permohonan persetujuan atau izin

kepada otoritas terkait.

- 171 -

VIII. Form Opini Syariah Dewan Pengawas Syariah (DPS)

Nama Produk Bank Baru: ………………………

No Keterangan Opini

1. Produk Bank baru mendasarkan pada fatwa DSN-MUI

2. Kesesuaian Produk Bank baru dengan fatwa DSN-MUI

paling sedikit meliputi:

a. akad yang digunakan dan pemenuhan unsur-unsur

dalam akad yang digunakan;

b. obyek transaksi dan tujuan penggunaan;

c. kesesuaian penetapan bonus/nisbah bagi

hasil/margin/ujrah/fee dengan akad yang

digunakan, termasuk dalam hal diperlukan kaji

ulang terhadap nisbah bagi hasil/margin/ujrah

(untuk produk penyaluran dana);

d. penetapan biaya administrasi; dan

e. penetapan hadiah, denda/sanksi dan/atau ganti

rugi, potongan, pelunasan dipercepat, dan perlakuan

terhadap agunan, apabila ada.

3. Standar operasional prosedur Produk Bank baru terkait

dengan pemenuhan Prinsip Syariah.

4. Hasil kaji ulang terhadap konsep

akad/perjanjian/formulir aplikasi Produk Bank baru

terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah.

Kesimpulan:

………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………

(Tempat), (Tanggal, Bulan, Tahun)

(Dewan Pengawas Syariah) (Dewan Pengawas Syariah)

- 172 -

Salinan ini sesuai dengan aslinya Direktur Hukum 1 Departemen Hukum ttd Mufli Asmawidjaja

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 Juli 2021

KETUA DEWAN KOMISIONER

OTORITAS JASA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA,

ttd

WIMBOH SANTOSO